Anda di halaman 1dari 16

1.

PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka


Anabolisme merupakan suatu peristiwa penyusunan molekul sederhana menjadi
molekul yang lebih kompleks. Adapun anabolisme dikenal sebagai peristiwa sintesis
atau penyusunan, sehingga dibutuhkan energi dalam reaksi (endergonik). Sumber energi
dapat diperoleh melalui proses katabolisme dimana terjadi pemecahan molekul
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Anonim, 1990). Salah satu contoh
daripada proses anabolisme adalah fotosintesis. Fotosintesis berasal dari kata foton
(cahaya) dan sintesis (penyusunan), sehingga fotosintesis dapat didefinisikan sebagai
proses penyusunan dengan menggunakan energi cahaya. Reaksi fotosintesis dapat
diuraikan sebagai berikut :

6 H2O + 6 CO2 C6H12O6 + 6 O2

Daun pada tumbuhan membutuhkan sumber CO2 dan air sebagai energi kimia. Adapun
klorofil berfungsi untuk menerima cahaya berupa sinar matahari ataupun lampu,
kemudian oksigen akan dibebaskan sebagai hasil reaksi beserta produk berupa
karbohidrat yang akan di kirimkan ke bagian lain pada tumbuhan untuk disimpan
(Green et al, 1988). Pada umumnya, bagian yang menghasilkan oksigen adalah bagian
hijau pada tumbuhan. Peristiwa ini disebabkan karena peristiwa fotosintesis dapat
berlangsung ketika klorofil ada sebagai pigmen hijau tumbuhan (Kimball, 1922).

Daun merupakan organ terpenting pada tumbuhan karena tumbuhan digolongkan


sebagai organisme autotrof obligat yang melangsungkan proses fotosintesis pada daun
(Audesirk & Audesirk, 1989). Daun yang sedang mengalami proses fotosintesis, akan
kehilangan banyak air oleh karena penguapan. Uap air akan keluar melalui stomata
dengan proses yang disebut sebagai transpirasi. Oleh sebab itu, jumlah air yang
menguap harus digantikan oleh tambahan air yang diangkut dari tanah ke daun melalui
akar dan batang (Brum et al., 1994). Transpirasi tidak lepas dari pengaruh adaptasi
lingkungan. Air yang didapat sebagian diubah menjadi makanan, namun sebagian hilang

1
2

dalam bentuk uap air melalui transpirasi. Air keluar melalui batang dan bunga tetapi
sebagian besar menguap melalui stomata (Joshua, 1996).

Kebutuhan akan karbon dioksida dan hilangnya air harus seimbang dengan proses
terbuka dan tertutupnya stomata. Pada dasarnya, stomata akan membuka pada siang hari
dan menutup pada malam hari ataupun pada saat tumbuhan dalam kondisi dehidrasi
(Purves et al., 1992). Sebagai hasil adaptasi tumbuhan dalam rangka untuk mengurangi
kehilangan air dari daun, jumlah stomata yang ada pada bagian bawah daun lebih
banyak jika dibandingkan dengan jumlah stomata yang ada pada bagian atas daun
(Audesirk & Audesirk, 1989).

Fotosintesis terbagi menjadi 2 tahapan yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Letak
daripada reaksi terang adalah pada grana, sedangkan reaksi gelap berlangsung pada
stroma dalam kloroplas. Proses berlangsungnya reaksi terang membutuhkan energi
cahaya. Pada tahapan awal dari reaksi terang, air akan dipecah menjadi ion hidrogen (H)
dan ion hidroksil (OH). H akan diikat oleh NADP membentuk NADPH dan OH akan
bereaksi antara satu dengan lainnya membentuk air dan oksigen. ADP yang berikatan
dengan gugus fosfat akan membentuk ATP sebagai sumber energi bagi reaksi gelap.
Adapun proses berlangsungnya reaksi gelap diawali dengan pengikatan oksigen dari
udara oleh ribulosa biphosphat menjadi asam phospogliserat. H akan mereduksi APG
menjadi ALPG (Aldehid Phospogliserat). Amilum akan terbentuk dari dua molekul
ALPG yang digunakan untuk proses pertumbuhan (Roberts, 1993).

Tahun 1939 Robert Hill mengemukakan bahwa pengisolasian kloroplas dapat


melepaskan oksigen melalui bantuan electron acceptor, dengan demikian reaksi ini
disebut sebagai reaksi Hill. Laju reaksi Hill dapat diukur dengan melihat perubahan
warna dari DCPIP. DCPIP (Dichlorophenolindophenol) adalah zat yang dapat
menangkap atom hidrogen dan dapat berubah warna. DCPIP akan berwarna biru jika
mengalami oksidasi dan akan kehilangan warnanya jika tereduksi. Reaksi Hill dapat
dituliskan sebagai berikut:

H2O +NADP NADPH + ½ O2 + H+


3

DCPIP (biru) + H2O DCPIP H2 (tidak berwarna) + ½ O2

( Green, et al, 1988 ).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum terkait adalah untuk mengetahui proses fotosintesis
pada tumbuhan, mengetahui fungsi stomata dan cara perhitungan stomata,
membandingkan jumlah stomata pada berbagai jenis daun, dan mengetahui pengaruh
cahaya terhadap proses fotosintesis.
2. MATERI METODE

2.1. Pengamatan Fotosintesis


2.1.1. Materi
2.1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 3 toples plastik bening besar beserta
tutupnya dan stopwatch.

2.1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 3 lilin kecil, 2 jangkrik, tumbuhan
hijau kecil lidah mertua

2.1.1.3. Metode
Toples 1 diisi lilin menyala dan ditutup. Toples 2 diisi lilin menyala dan jangkrik
kemudian ditutup. Toples 3 diisi tumbuhan, lilin menyala, jangkrik, kemudian ditutup.
Tunggu dan amati selama beberapa menit sampai terjadi perubahan dan sampai lilin
mati.

2.2. Perhitungan Jumlah Stomata


2.2.1. Materi
2.2.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, kaca preparat, dan mikroskop.

2.2.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kuteks bening, selotip, daun dari
percobaan “Pengamatan Fotosintesis” beserta daun jambu air.

2.2.1.3. Metode
Mula-mula dipilih salah satu daun, lalu pada bagian bawah daun dicat dengan kuteks
bewarna bening ± 1 cm2. Kuteks dibiarkan mengering beberapa menit. Sepotong selotip
bening ditempelkan pada kuteks tersebut kemudian dikelupas secara hati-hati mulai dari
bagian pojok. Setelah itu potongan selotip tersebut diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 10. Dicari daerah yang bersih dan banyak mengandung stomata.
Stomata dihitung pada 2 sisi yang berbeda. Percobaan diulangi dengan menggunakan
jenis daun yang berbeda.

2.3. Reaksi Hill


2.3.1. Materi
2.3.1.1. Alat

4
5

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, mortar, kain saring (kain
mori), funnel (corong), sentrifuge, Erlenmeyer, timbangan, pompa pilleus, pipet volum,
dan glass rod (batang pengaduk).

2.3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah beberapa daun, medium isolasi
dingin, dan larutan DCPIP dingin.

2.3.1.3. Metode
2.3.1.2.1. Isolasi Kloroplas
Mula – mula, 3 daun tanpa tangkai dipotong kecil – kecil dan ditumbuk dengan mortar
sampai halus. Hasil tumbukan daun ditimbang sebanyak 2,5 gram dan dilarutkan
dengan 20 ml medium isolasi. Hasil pencampuran antara tumbukan daun dan medium
isolasi disaring dengan kain mori, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge
sesuai penggunaan sentrifuge yang benar. Bahan di sentrifuge dengan kecepatan 1000
rpm selama 1 – 2 menit. Supernatant (bagian jernih) di sentrifuge lagi dengan kecepatan
1000 rpm selama 5 menit. Supernatant kemudian dibuang dan endapan pada dasar
tabung dilarutkan dengan 2 ml medium isolasi dalam tabung reaksi.

2.3.1.2.3. Reaksi Hill


Dilakukan perlakuan sebagai berikut :
i. 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml air destilasi (blanko) (Kel. 1,2,3)
ii. 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml larutan DCPIP (Kel. 4,5, dan 6)
iii. 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml larutan DCPIP, dan diletakkan di ruang terang (Kel. 7
dan 8)
iv. 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml larutan DCPIP, dan diletakkan di ruang gelap (Kel. 9
dan 10)
Setelah itu didiamkan selama 15 menit. Kemudian absorbansi diukur dengan
menggunakan spektrofotometer 600 nm.
6
3. HASIL PENGAMATAN

3.1. Pengamatan Fotosintesis

Tabel 1. Pengamatan Fotosintesis


Perlakuan Gambar Keterangan
Toples 1 diisi lilin Lilin mati setelah 42,7
menyala dan ditutup. detik.

Toples 2 diisi lilin Lilin mati setelah 61,3


menyala, jangkrik, dan detik.
ditutup.

Toples 3 diisi tumbuhan, Lilin mati setelah 48,5


lilin menyala, dan detik.
jangkrik, kemudian
ditutup.

Berdasarkan tabel 1, terdapat 3 perlakuan berbeda yang diterapkan dalam percobaan.


Pertama, toples 1 diisi lilin menyala dan ditutup. Kedua, toples 2 diisi lilin menyala dan
jangkik kemudian ditutup. Ketiga, toples 3 diisi tumbuhan, lilin menyala, dan jangkrik
lalu ditutup. Melalui percobaan di atas, diperoleh data dimana hasil dari ketiga
perlakuan tersebut tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

7
8

3.2. Perhitungan Jumlah Stomata

Tabel 2. Penghitungan Jumlah Stomata


Daun I Daun II
Nama Tanaman Daun Lidah Mertua Daun Jambu Air

Gambar
Bagian atas daun

Jumlah Stomata
bagian atas 5 7

Gambar
Bagian bawah
daun

Jumlah Stomata 6 12
bagian bawah

Berdasarkan tabel 2, terdapat 2 jenis daun tanaman dalam percobaan penghitungan


stomata yaitu daun lidah mertua dan daun jambu air. Jumlah stomata yang teramati pada
daun lidah mertua bagian atas adalah 5 buah, pada bagian bawah 6 buah. Jumlah
stomata yang teramati pada daun jambu air bagian atas adalah 7 buah, dan bagian
bawah 12 buah.

3.3. Reaksi Hill

Tabel 3. Reaksi Hill


Nilai Absorbansi
9

Menit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Blanko

0 - - - - - - -
15 0,110 0,099 0,135 - - - - - - -
8 9 3
Kloroplas

0 - - - - - - -
+DCPIP

15 - - - 2,32 1,88 1,24 - - - -


27 17 91
R. terang

0 - - - - - - - -
15 - - - - - - 2,03 1,98 - -
12 91
R. gelap

0 - - - - - - - - -

15 - - - - - - - - 1,77 2,18
42 63

Berdasarkan tabel 3, terdapat empat perlakuan yang diterapkan dalam percobaan yaitu
blanko, kloroplas + DCPIP, ruang terang, dan ruang gelap. Tercatat adanya nilai
absorbansi yang berbeda dari setiap perlakuan pada menit ke-15.
4. PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Fotosintesis


Pada pengamatan proses fotosintesis, diberikan 3 perlakuan yang berbeda pada masing
– masing toples. Perlakuan pertama adalah toples 1 diisi dengan lilin menyala dan
ditutup. Perlakuan kedua adalah toples 2 diisi dengan lilin menyala dan jangkrik,
kemudian ditutup. Perlakuan ketiga adalah toples 3 diisi lilin menyala, jangkrik dan
tumbuhan lidah mertua, lalu ditutup.

Melalui hasil percobaan, diperoleh data dimana lilin yang terlebih dahulu padam adalah
lilin pada toples 1 yang hanya berisikan lilin menyala dengan waktu tercatat selama 42,7
detik. Kemudian, lilin yang padam pada urutan kedua adalah lilin pada toples 3
berisikan lilin menyala, jangkrik, tumbuhan lidah mertua dengan waktu selama 48,5
detik. Sedangkan lilin yang mengalami pemadaman terakhir adalah lilin pada toples 2
berisikan lilin menyala dan jangkrik dengan waktu tercatat selama 61,3 detik.

Sesuai uraian diatas, lilin yang terlebih dahulu padam adalah lilin pada toples 1. Hal ini
disebabkan karena penutupan toples dapat menghalangi suplai oksigen bagi reaksi
pembakaran. Mengetahui bahwa kadar oksigen dalam toples sangat terbatas, lilin akan
padam tepat ketika oksigen dalam toples habis. Lilin yang padam pada urutan kedua
adalah lilin pada toples 3. Dengan kadar oksigen yang terbatas pada toples, tumbuhan
dapat mensuplai oksigen melalui proses fotosintesis menggunakan bahan seperti CO2
dan H2O yang diperoleh dari proses respirasi jangkrik. Akan tetapi, proses fotosintesis
pada tumbuhan tidak dapat berjalan secara maksimal karena minimnya pasokan cahaya
yang diterima. Sekalipun dihasilkan oksigen melalui proses fotosintesis, perlu
diperhatikan bahwa tumbuhan juga melakukan respirasi pada malam hari. Dengan
demikian, lilin akan tetap padam karena penggunaan oksigen sebagai penunjang
respirasi dari tumbuhan dan jangkrik. Akan tetapi, seharusnya lilin pada toples 3
memiliki ketahanan yang paling panjang karena adanya keseimbangan antara pasokan
maupun penggunaan O2. Adapun lilin yang padam pada urutan terakhir adalah lilin pada
toples 2 berisikan lilin dan jangkrik. Seharusnya, lilin pada toples 2 lebih cepat padam
dibandingkan dengan toples 1 dan toples 3. Hal ini disebabkan karena minimnya kadar
oksigen dalam toples serta pemakaian oksigen secara bersamaan oleh lilin dan jangkrik

10
11

sebagai penunjang proses pembakaran dan respirasi. Terdapat suatu kemungkinan


bahwa penutupan toples kurang rapat, sehingga memungkinkan bagi O 2 pada
lingkungan untuk masuk kedalam sela – sela penutup toples 2. Peristiwa ini
mengakibatkan lilin pada toples 2 lebih tahan lama dibandingkan dengan toples 1
maupun toples 3.

Percobaan ini sesuai dengan teori Green, et al., (1988), mengenai proses fotosintesis
dimana dibutuhkan karbondioksida dan air sebagai penunjang. Disamping itu, daun juga
mengandung klorofil yang memiliki kemampuan untuk menangkap cahaya, sehingga
menunjang keberlangsungan proses fotosintesis dengan karbohidrat dan oksigen sebagai
hasil.

4.2. Penghitungan Jumlah Stomata


Berdasarkan data pada tabel 2, terdapat 2 jenis daun yang digunakan sebagai percobaan
dalam perhitungan stomata yaitu lidah mertua daun jambu air. Pada bagian atas dan
bawah daun, diberi kuteks bening dengan luas sekitar ± 1 cm 2. Adapun tujuan dari
pemberian kuteks bening ini adalah agar stomata yang terletak pada epidermis atas dan
epidermis bawah pada masing – masing daun dapat ikut terambil saat kuteks bening
ditarik dengan menggunakan selotip. Hal ini memudahkan pengamat untuk mengamati
dan menghitung jumlah stomata setiap daun dibawah mikroskop.

Tercatat bahwa setiap daun memiliki jumlah stomata yang beragam. Pada daun lidah
mertua, diperoleh data dimana jumlah stomata pada bagian epidermis atas daun adalah
sebanyak 5 buah dengan jumlah stomata pada bagian epidermis bawah daun adalah
sebanyak 6 buah. Jika dibandingkan dengan stomata pada daun jambu air, jumlah
keseluruhan stomata pada daun lidah mertua lebih sedikit. Hal ini dibuktikan melalui
hasil pengamatan yang diperoleh dimana jumlah stomata pada bagian epidermis atas
daun jambu air adalah sebanyak 7 buah, sedangkan jumlah stomata pada bagian
epidermis bawah daun adalah sebanyak 12 buah. Hasil percobaan menunjukkan adanya
kesesuaian dengan teori yang ada yaitu jumlah stomata yang ada pada bagian bawah
daun lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah stomata yang ada pada bagian atas
daun sebagai adaptasi guna mengurangi kehilangan air dari daun (Audesirk & Audesirk,
1989).
12

Melalui hasil pengamatan, bentuk stomata daripada masing – masing tumbuhan


beragam. Peristiwa ini mungkin disebabkan karena adapatasi tiap tumbuhan terhadap
lingkungan hidupnya berkaitan dengan kadar air yang diperlukan dalam proses
transpirasi. Peristiwa ini sesuai dengan pernyataan Joshua (1996), yang mengemukakan
bahwa transpirasi tidak lepas dari pengaruh adaptasi lingkungan, air keluar melalui
batang dan bunga tetapi sebagian besar menguap melalui stomata. Proses transpirasi ini
bertujuan untuk menjaga suhu tanaman tetap dingin pada siang hari. Air yang didapat
oleh tanaman sebagian diubah menjadi makanan tetapi sebagian hilang dalam bentuk
uap air melalui transpirasi ini.

4.3. Reaksi Hill


Dalam percobaan reaksi hill, digunakan beberapa daun, medium isolasi, dan larutan
DCPIP dingin. Percobaan ini diawali dengan memotong 3 daun tanpa tangkai menjadi
bagian yang lebih kecil dan dihaluskan menggunakan mortar serta alu. Kemudian, 2,5
gram daun yang sudah ditumbuk akan dicampurkan dengan medium isolasi dingin
untuk disaring dengan kain mori dan dilakukan proses sentrifuge. Tujuan daripada
proses penumbukkan yang ditambah dengan medium isolasi ini adalah untuk
mengisolasi kloroplas. Hal ini sesuai dengan teori Green, et al (1988) yang menyatakan
bahwa kloroplas mampu melepaskan oksigen dengan adanya electron acceptor. Adapun
electron acceptor pada percobaan ini adalah medium isolasi. Sedangkan larutan DCPIP
berfungsi sebagai indikator warna untuk mengukur laju dari reaksi Hill (Green et al,
1988).

Terdapat 4 perlakuan yang berbeda dalam percobaan reaksi hill dimana percobaan
pertama (kelompok 1,2,3) dilakukan dengan penambahan 0,5 ml larutan kloroplas oleh
5 ml air destilasi (blanko). Pada percobaan kedua (kelompok 4,5,6) 0,5 ml larutan
kloroplas ditambahkan dengan 5 ml larutan DCPIP. Pada pecobaan ketiga (kelompok 7
dan 8) dilakukan penambahan 0,5 ml larutan kloroplas dengan 5 ml larutan DCPIP ,
kemudian diletakkan di ruang terang . Pada percobaan terakhir (kelompok 9 dan 10), 0,5
ml larutan kloroplas ditambahkan dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di ruang
gelap. Setelah itu, larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer 600nm.
13

Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh data dimana nilai absorbansi terendah secara
keseluruhan terdapat pada percobaan pertama dengan penambahan blanko pada larutan
kloroplas. Disamping itu, nilai absorbansi pada ruang terang sedikit lebih tinggi
daripada nilai absorbansi pada ruang gelap. Hal ini belum sesuai dengan teori Robert
Hill yang menyatakan bahwa reaksi hill membutuhkan cahaya ( Green, et al, 1988 ).
Seharusnya, nilai absorbansi pada reaksi gelap lebih tinggi jika dibandingkan dengan
reaksi terang. Menurut Ritchie & Carola, (1983), fotosintesis reaksi gelap terjadi dalam
ketiadaan cahaya. Reaksi gelap dari fotosintesis berlangsung pada stroma. Fotosintesis
reaksi gelap akan menggunakan energi ATP dan NADPH2 yang dihasilkan dari reaksi
terang untuk mengurangi CO2. Oleh karena itu, seharusnya nilai absorbansi tertinggi
diperoleh pada fotosintesis reaksi gelap. Adanya nilai absorbansi lebih dari 1 dapat
dikarenakan oleh berbagai faktor. Selama percobaan, ada kemungkinan bahwa
pembersihan cuvet tidak sempurna sehingga mempengaruhi nilai absorbansi. Disamping
itu, rendahnya kualitas kuvet yang digunakan juga menjadi salah satu faktor mengapa
nilai absorbansi pada beberapa kelompok lebih dari 1. Kuvet dengan kualitas bahan
yang rendah dapat menyebabkan terserapnya gelombang oleh sistem sehingga
mengakibatkan tingginya nilai absorbansi melampaui dari yang seharusnya.
5. KESIMPULAN

 Anabolisme adalah suatu proses penyusunan molekul sederhana menjadi molekul


kompleks
 Proses fotosintesis merupakan salah satu contoh anabolisme.
 Fotoisntesis adalah pengubahan senyawa anorganik CO2 dan H2O membentuk
karbohidrat dan oksigen dengan bantuan cahaya dan klorofil.
 Dalam proses pembakaran lilin dan respirasi jangkrik dibutuhkan adanya oksigen.
 Hasil dari proses respirasi adalah bahan dari proses fotosintesis, begitu juga
sebaliknya.
 Klorofil berfungsi untuk menangkap cahaya
 Stomata berperan dalam transpirasi dan pengaturan penghilangan air dari
tumbuhan.
 Transpirasi tidak lepas dari pengaruh adaptasi lingkungan.
 Jumlah stomata pada epidermis bawah daun lebih banyak daripada epidermis atas.
 Electron acceptor berfungsi untuk mengisolasi kloroplas.
 Cahaya merupakan salah satu elemen yang penting dalam reaksi Hill.
 Tanpa cahaya nilai absorbansi semakin besar.
 Larutan DCPIP berperan sebagai indikator warna untuk mengukur laju reaksi Hill.

Semarang, 3 Oktober 2016


Praktikan Asisten Dosen:

Gracella Handoyo 1. Stella Amanda


16.I1.0058 2. Alvin Pratama S

14
6. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1990). Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 1. PT. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.

Audesirk, G. & L. Audesirk. (1989). Biology of Earth. Macmillan Publishing Company


Inc. New York.

Brum Gil. Mc Kane Larry & Karp Gerry. (1994). Biology Exploring Life. John Wiley &
Sons Inc. Canada.

Green, N.P.O; G.W. Stout; D.J. Taylor; R. Soper. (1988). Biological Science 1.
Cambridge University Press. Cambridge.

Kimball, J.W. (1992). Biologi Jilid 1 Edisi 5. Erlangga. Jakarta.

Joshua, I. (1996). Kehidupan Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Purves, W. K.; G. H. Orians; H. C. Heller. (1992). Life, The Science of Biology Third
Edition. Sinauer Associater, Inc. USA.

Roberts, M. (1993). Biology Principle and Process. Thomas Nelson and Sons Ltd.
London.

15
7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara

16

Anda mungkin juga menyukai