DEFINISI
1
tujuan positif, dan sering berkaitan dengan tanda-tanda fisik. Dua tipe sindroma nyeri
akut yang utama adalah nyeri somatis dan nyeri viscera.
c. Nyeri somatis adalah akibat aktivasi nociceptor pada jaringan kutan dan dalam.
d. Nyeri somatis permukaan/superfisial adalah akibat stimulasi nociceptor di dalam
kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang mendasari. Hal ini ditandai dengan
adanya sensasi/rasa berdenyut, panas atau tertusuk, dan mungkin berkaitan dengan
rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak mengakibatkan
nyeri (misalnya allodinia), dan hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan
jelas lokasinya. Nyeri superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap luka
terpotong, luka gores dan luka bakar superfisial.
e. Nyeri somatis dalam. Nyeri somatis dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur
dinding tubuh (misalnya otot rangka/skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul linu
yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat diketahui di mana lokasi
persisnya pada tubuh: namun, beberapa menyebar ke daerah sekitarnya. Nyeri pasca
bedah memiliki komponen nyeri somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot
rangka.
f. Nyeri viscera disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat
disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos, tarikan
cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati), iskemi otot skelet, iritasi
serosa atau mukosa
2
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup panduan ini adalah sebagai panduan bagi tenaga medis di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono dalam melakukan assesmen / pengkajian dan
penatalaksanaan Nyeri bagi pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono.
Pasien yang dilakukan assesmen / pengkajian meliputi pasien rawat jalan, rawat inap
maupun pasien yang mendapatkan penatalaksaan tindakan medis tertentu.
Tujuan dari panduan ini secara umum adalah untuk meningkatkan mutu asuhan pada
pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono. Sedangkan secara lebih
spesifiknya berfungsi sebagai acuan untuk para staf pemberi layanan kesehatan dalam
mengelola nyeri pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono,
menyeragamkan cara pengelolaan nyeri pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika
Srono, mengurangi level nyeri pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono,
dan meningkatkan kenyamanan pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono.
3
BAB III
TATA LAKSANA
4
3.2 Instrumen Pengkajian Nyeri
Informasi laporan-sendiri juga dapat diperoleh menggunakan berbagai cara penilaian
nyeri. Perlu diingat, bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk penilaian
nyeri ini bervariasi. Idealnya, cara- cara untuk penilaian ini mudah digunakan, mudah
dimengerti oleh pasien, dan valid, sensitif serta dapat dipercaya. Tindakan untuk
menentukan lokasi fisik dan tingkat keparahan nyeri adalah yang paling sering
dilakukan.
a. Skala analog visual (visual analog scale/VAS) Skala analog visual (visual analog
scale/VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri (Gambar
7-3). Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang
10-cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis
ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak
ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin
terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Namun, pada periode
pascabedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena pada VAS diperlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi. VAS juga dapat diadaptasi
menjadi skala hilangnya/ reda rasa nyeri.
b. Skala numerik verbal (Numeric Rating Scale) Skala ini menggunakan angka-angka
0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga
digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala
numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami
verbal/kata- kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala
verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah.
Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit
berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini
membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe
nyeri. A
5
Kelemahan dari VAS (visual analog scale) dan skala numeric verbal adalah tidak
dapat digunakan pada pasien anak umur kurang dari tujuh tahun. VAS dan Skala
numeric hanya dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien dalam kondisi sadar
serta dapat berkomunikasi dengan baik. Maka dalam pengkajian nyeri pemilihan
instrumen sangat penting, dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien.
Skala wajah untuk menilai nyeri dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan
cara penilaian yang dapat digunakan untuk anak-anak. Perkembangan kemampuan
verbal dan pemahaman konsep merupakan hambatan utama ketika menggunakan
cara-cara penilaian nyeri yang telah dikemukakan di atas untuk anak-anak usia
kurang dari 7 tahun. Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-
anak dapat diminta untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya.
Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong
menggunakan 6 kartun wajah, yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah
sedih, sampai menangis, dan tiap wajah ditandai dengan angka 0 sampai 5. Skala
Whaley dan Wong ini dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada cara-cara
penilaian nyeri yang lain yaitu dalam menilai spektrum tidak ada nyeri (pada skala
Whaley dan Wong ini: tidak ada nyeri berarti ekivalen dengan senang).
6
d. FLACC Pain Scale
Assessmen nyeri pada pasien anak dilakukan dengan menggunakan istrumen
FLACC Pain Scale. Instrumen ini hanya bisa digunakan untuk anak usia <3 tahun
atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk pasien pasien anak yang tidak dapat
dinilai dengan skala lain. Indikator yang digunakan adalah Face, Legs, Activity, Cry
dan Consolability. Masing-masing indikator memiliki skor 0-2, sehingga total skor
adalah 0-10
8
3.3 Penatalaksanaan Nyeri
Dalam penatalaksanaan nyeri, diperlukan data tentang hasil pengkajian nyeri pasien.
Data hasil pengkajian menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan cara
penatalaksanaan nyeri yang paling tepat. Penatalaksanaan nyeri disesuaikan dengan
jenis nyeri, skala atau kedalaman nyeri, keadaan umum pasien serta pertimbangan-
pertimbangan lain misalnya kemampuan ekonomi atau kesediaan pasien.
3.3.1 Secara umum tujuan penatalaksanaan nyeri di Rumah Sakit Rahayu Medika Srono
adalah:
a. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.
b. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis
yang persisten.
c. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri.
d. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap reaksi terapi
nyeri.
e. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
3.3.2 Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau terapi
non farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan yang dapat mengurangi nyeri, sedangkan terapi non farmakologis
menggunakan cara-cara tanpa menggunakan obat-obatan penghilang nyeri.
Misalnya saja dengan cara relaksasi, massage, tekhnik nafas dalam, dan lain
sebagainya.
9
tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat, langkah 2
ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat
tambahan lain. Jika nyeri terus- menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan
dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat
tambahan lain.
10
b. Manajemen nyeri akut
Tujuan:
(skala ringan).
diderita.
11
Intervensi non Farmakologis untuk nyeri akut:
12
3.4.2 Nyeri Kronis Non Kanker
13
sistem asuhan kesehatan) dan hubungan dengan yang lain (misal
keluarga, teman, tenaga kesehatan).
14
Manajemen farmakologis manajemen farmakologis nyeri kepala:
15
3.1.1 Nyeri Kanker Penyebab rasa nyeri pada penderita kanker antara lain invasi
langsung tumor pada jaringan tubuh disekitar tumor, nyeri akibat metastase
tulang, osteoporotic tulang dan nyeri degenerative pada pasien lanjut usia,
obstruksi visceral: tekanan pada saraf dan invasi pembuluh darah: penyempitan
pembuluh darah: inflamasi.
a. Prinsip umum manajemen nyeri kanker meliputi:
1) Mempunyai komitmen dalam membebaskan penderitaan dan
menawarkan kesembuhan.
2) Melakukan asessmen dengan seksama atau teliti atas keluhan nyeri
pasien dan kepada pasien.
3) Menggunakan pendekatan bertahap dalam pengobatan (WHO
ladder) adalah cara terbaik.
4) Bekerja sebagai tim dalam menangani nyeri kanker, menggunakan
beragam terapi dan mutltidisiplin profesi.
5) Mengobati dengan layak untuk membebaskan rasa nyeri ketika
menunggu hasil pemeriksaan atau investigasi.
6) Pemberian obat regular menurut nyeri yang dirasakan terus menerus
atau bertahap.
7) Pemberian obat melalui oral lebih baik.
8) Terbuka pada terapi non farmakologis dan terapi komplementer serta
alternative yang dapat membantu pasien.
9) Edukasi pasien dan pemberi perawatan sebagai bekal dalam
memperkuat rasa saling percaya dan kepercayaan diri.
b. Prinsip penggunaan analgesik pada nyeri kanker adalah :
16
Sesuai dengan WHO four step analgesic ladder (by the ladder)
Berdasarkan derajad nyeri :
1) Terapi nyeri ringan (VAS 1 - 3) : analgesik non opioid (paracetamol atau
NSAID) dikombinasi dengan obat analgesik adjuvan yang diperlukan
sesuai dangan kanker berdasarkan patofisologi
cord : dexametason 16-24 mg/hari p.o / iv, dosis anak 0,05- 0,2 mg/kg
BB atau methyiprednisolone 5,4 mg/kg BB/hari iv, setelah 7hari, bila
ada perbaikan klinis kemudian dosis diturunkan (tappering of) sainpai
dosis paling rendah yang masih efektif tetapi bila tidak ada perbaikan
klinis kemudian dosis diturunkan (tapering of) dan dihentikan.
2) Antidepressant
Golongan tricyclic antidepressant yaitu amitriptillin. dosis awal 12,5mg -
25 mg/ hri dan dosis dapat ditingkatkan sampai 50-75 mg / hari, dosis
anak 0,2 - 0,5 mg/kg BB, dapat dinaikkan tiap 2 - 3 hari sampai 1 - 2
mg/kg BB.
3) Anticonvulsant
18
Topical analgesik seperti: a. capsaicin 0,025 dan 0,075x, oleskan 3 -
4 kali /hari minimum 4 minggu, b. mengandung obat anti inflamasi
antara lain aspirin, indomethacin, diclofenac, benzydamin
e. Opioid analgesic
1) Opioid untuk nyeri sedang (weak opioid)
Morphine : dosis : tidak ada standar, dosis diberikan secara titrasi setiap
individu. MOIR tablet atau elixir dosis awal adalah 2 - 5 mg, untuk
penderita muda dapat digunakan 5 — 10 mg, tiap 4 jam, cara pemberian
dapat p.o, sc, i.v, pr. Dosis anak 6 bin — 1 thn : 0,08mg/kg BB/6 jam, 1-
2 thn : 0,2 — 0,4 mg/kg BB/4 jam, 2 —12 thn : 0,5 mg/kgBB/4 jam
MST continus terdapat tiga sediaan 10mg (kuning), 15mg (hijau), 30mg
(ungu) Diberikan bila dosis secara titrasi dari MOIR tablet sudah
tercapai (misalnya MOIR 6 x 5 mg maka MST 2x 15 mg)
19
Fentanyl Transdemal. sediaan 12,5 ug/jam, 25ug/jam, 50 ug/jam
digunakan selama 72 jam (3 hari) digunakan pada penderita yang tidak
memungkinkan diberikan preparat opioid per oral (karena mual, muntah,
gangguan menelan atau gangguan penyerapan saluran cerna) atau
penderita yang menggunakan MOIR dan sudah teratasi nyerinya (Sudan
tercapai dosis optimal) dapat dirubah dengan penggunaan dengan
fentanyl transdermal Dosis : ditentukan dosis kebutuhan morfin dalam
24 jam kemudian dikonfersikan ke dosis fentaayl transdemal
menggunakan table recommended durogesic dose based upon daily oral
morphine dose.
20
BAB IV
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
21
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII /2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit:
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PERIIII /2008 tentang Rekam
Medis,
22