Anda di halaman 1dari 22

BAB I

DEFINISI

1.1 Latar Belakang


Nyeri merupakan suatu sensasi tidak menyenangkan yang terjadi pada seseorang
apabila mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh. Sensai yang tidak menyenangkan
dapat berupa perasaan sakit seperti tertusuk jarum, seperti terbakar, atau hantaman
benda tumpul. Perasaan tersebut hanya dapat diketahui melalui ungkapan verbal
seseorang, perubahan tanda vital, atau melalui pemeriksaan tertentu yang dapat
menggambarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada tubuh seseorang.
Sebagian besar alasan seseorang datang berobat ke rumah sakit adalah karena
adanya masalah kesehatan yang menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan. Ini
artinya sebagian besar masalah kesehatan dapat menimbulkan rasa nyeri atau sensasi
yang tidak menyenangkan. Bahkan mungkin secara tidak langsung setiap saat seseorang
dapat merasakan nyeri atau sensasi yang tidak menyenangkan. Yang membedakan
dalam hal ini adalah tingkat atau skala nyeri yang dirasakan. Nyeri yang ringan
mungkin dapat dikontrol dengan berbagai cara tanpa memerlukan penanganan khusus
atau medis. Namun untuk skala nyeri yang sudah mempengaruhi kenyamanan seseorang
dan mengganggu aktivitas, kemungkinan seseorang akan lebih memilih untuk
mendapatkan penanganan medis.
Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono perlu membuat panduan bagi
staf pemberi pelayanan kesehatan tentang pengelolaan nyeri pasien. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan mutu layanan asuhan kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Rahayu Medika Srono. Dalam panduan pengelolaan nyeri ini meliputi cara melakukan
asessmen nyeri dan pengelolaan nyeri yang dilakukan pada pasien yang dirawat di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono
1.2 Definisi
a. Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan (pengalaman emosional dan sensori)
yang berbuhungan dengan kerusakan jaringan atau cedera pada tubuh. Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual -
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
b. Nyeri akut adalah nyeri yang muncul akibat jejas, trauma, spasmus, atau penyakit
pada kulit, otot, struktur somatik, atau organ dalam/viscera tubuh. Intensitas nyeri
sebanding dengan derajat jejas, dan akan berkurang sejalan dengan penyembuhan
kerusakan jaringan. Tanda- tanda aktivitas sistem saraf otonom (misalnya taki kardia,
hipertensi, berkeringat, dilasi pupil yang berkepanjangan, demam) sering menyertai
sensasi nyeri akut. Biasanya, nyeri akut berkaitan dengan suatu kejadian, dan secara
alami bersifat linier (dengan kata lain ada permulaan dan akhirnya), memiliki arti dan

1
tujuan positif, dan sering berkaitan dengan tanda-tanda fisik. Dua tipe sindroma nyeri
akut yang utama adalah nyeri somatis dan nyeri viscera.
c. Nyeri somatis adalah akibat aktivasi nociceptor pada jaringan kutan dan dalam.
d. Nyeri somatis permukaan/superfisial adalah akibat stimulasi nociceptor di dalam
kulit atau jaringan subkutan dan mukosa yang mendasari. Hal ini ditandai dengan
adanya sensasi/rasa berdenyut, panas atau tertusuk, dan mungkin berkaitan dengan
rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak mengakibatkan
nyeri (misalnya allodinia), dan hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan
jelas lokasinya. Nyeri superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap luka
terpotong, luka gores dan luka bakar superfisial.
e. Nyeri somatis dalam. Nyeri somatis dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur
dinding tubuh (misalnya otot rangka/skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul linu
yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat diketahui di mana lokasi
persisnya pada tubuh: namun, beberapa menyebar ke daerah sekitarnya. Nyeri pasca
bedah memiliki komponen nyeri somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot
rangka.
f. Nyeri viscera disebabkan oleh jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat
disebabkan oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos, tarikan
cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati), iskemi otot skelet, iritasi
serosa atau mukosa

2
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan ini adalah sebagai panduan bagi tenaga medis di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono dalam melakukan assesmen / pengkajian dan
penatalaksanaan Nyeri bagi pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono.
Pasien yang dilakukan assesmen / pengkajian meliputi pasien rawat jalan, rawat inap
maupun pasien yang mendapatkan penatalaksaan tindakan medis tertentu.
Tujuan dari panduan ini secara umum adalah untuk meningkatkan mutu asuhan pada
pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono. Sedangkan secara lebih
spesifiknya berfungsi sebagai acuan untuk para staf pemberi layanan kesehatan dalam
mengelola nyeri pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono,
menyeragamkan cara pengelolaan nyeri pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika
Srono, mengurangi level nyeri pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono,
dan meningkatkan kenyamanan pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahayu Medika Srono.

3
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Pengkajian / Assesmen Nyeri


Pengkajian nyeri yang menyeluruh / comprehensive adalah landasan manajemen
nyeri yang efektif, meliputi wawancara ke pasien, pengkajian fisik, pengkajian riwayat
pengobatan, pengkajian riwayat pembedahan dan penyakit pasien, pengkajian riwayat
psikososial pasien, lingkungan fisik dan gambaran diagnostic. Pengkajian harus
menggambarkan penyebab, keefektifan tindakan dan dampak pada kualitas hidup pasien
dan keluarga.
Tujuan pengkajian nyeri, antara lain:
a. Untuk mendapatkan informasi tentang pengalaman nyeri pasien melalui cara yang
sesuai dengan standar.
b. Untuk membantu menentukan jenis nyeri dan penyebab nyeri pasien.
c. Untuk membantu menentukan dampak dan akibat dari pengalaman nyeri pasien
berdasarkan kemampuan individual dalam beraktifitas.
d. Untuk membantu komunikasi antar tim multidisiplin dalam pemberian asuhan
kepada pasien.
Secara umum pengkajian nyeri di Rumah Sakit Ibu dan Anak Rahyu Medika Srono dilakukan
dengan menggunakan metode PQRST. Format pengkajian PQRST ini mencakup

P: Penyebab  Apa yang menyebabkan nyeri?


 Apa yang dapat mengurangi rasa nyeri?
 Apa yang memperburuk rasa nyeri?
Q: Kualitas dan Kuantitas  Seperti apa nyeri yang dirasakan?
 Berapa kali terasa?
R: Regio dan Radiasi  Dimana letak nyeri?
 Apakah menjalar, kemana?
S: Skala dan Kedalaman  Berapa skala nyeri yang dirasakan?
 Apakah mempengaruhi aktivitas?
T: Waktu dan Tipe Onset  Kapan nyeri dirasakan?
 Apakah tiba-tiba atau bertahap?
 Berapa sering nyeri terasa?
Tabel: Metode pengkajian nyeri PQRST

4
3.2 Instrumen Pengkajian Nyeri
Informasi laporan-sendiri juga dapat diperoleh menggunakan berbagai cara penilaian
nyeri. Perlu diingat, bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk penilaian
nyeri ini bervariasi. Idealnya, cara- cara untuk penilaian ini mudah digunakan, mudah
dimengerti oleh pasien, dan valid, sensitif serta dapat dipercaya. Tindakan untuk
menentukan lokasi fisik dan tingkat keparahan nyeri adalah yang paling sering
dilakukan.
a. Skala analog visual (visual analog scale/VAS) Skala analog visual (visual analog
scale/VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri (Gambar
7-3). Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang
10-cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis
ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak
ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin
terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah
penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Namun, pada periode
pascabedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena pada VAS diperlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi. VAS juga dapat diadaptasi
menjadi skala hilangnya/ reda rasa nyeri.

b. Skala numerik verbal (Numeric Rating Scale) Skala ini menggunakan angka-angka
0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga
digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala
numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami
verbal/kata- kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala
verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah.
Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit
berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini
membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe
nyeri. A

5
Kelemahan dari VAS (visual analog scale) dan skala numeric verbal adalah tidak
dapat digunakan pada pasien anak umur kurang dari tujuh tahun. VAS dan Skala
numeric hanya dapat digunakan pada pasien dewasa dan pasien dalam kondisi sadar
serta dapat berkomunikasi dengan baik. Maka dalam pengkajian nyeri pemilihan
instrumen sangat penting, dan harus disesuaikan dengan umur dan kondisi pasien.

c. Face Pain Rating Scale

Skala wajah untuk menilai nyeri dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan
cara penilaian yang dapat digunakan untuk anak-anak. Perkembangan kemampuan
verbal dan pemahaman konsep merupakan hambatan utama ketika menggunakan
cara-cara penilaian nyeri yang telah dikemukakan di atas untuk anak-anak usia
kurang dari 7 tahun. Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-
anak dapat diminta untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya.
Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong
menggunakan 6 kartun wajah, yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah
sedih, sampai menangis, dan tiap wajah ditandai dengan angka 0 sampai 5. Skala
Whaley dan Wong ini dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada cara-cara
penilaian nyeri yang lain yaitu dalam menilai spektrum tidak ada nyeri (pada skala
Whaley dan Wong ini: tidak ada nyeri berarti ekivalen dengan senang).

6
d. FLACC Pain Scale
Assessmen nyeri pada pasien anak dilakukan dengan menggunakan istrumen
FLACC Pain Scale. Instrumen ini hanya bisa digunakan untuk anak usia <3 tahun
atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk pasien pasien anak yang tidak dapat
dinilai dengan skala lain. Indikator yang digunakan adalah Face, Legs, Activity, Cry
dan Consolability. Masing-masing indikator memiliki skor 0-2, sehingga total skor
adalah 0-10

Cara melakukan assesmen nyeri dengan menggunakan instrument FLACC Pain


Scale adalah sebagai berikut :
1. Petugas memastikan keadaan umum pasien.
7
2. Petugas melakukan identifikasi pasien melalui gelang pasien dan menanyakan
nama pasien kepada pasien atau keluarga jika pasien belum memungkinkan
untuk diajak komunikasi langsung.
3. Petugas mengamati tanda-tanda pada wajah pasien, kemudian memberikan
skor.
4. Petugas mengamati kaki pasien, kemudian memberikan skor.
5. Petugas mengamati aktivitas pasien, kemudian memberikan skor.
6. Petugas mengamati karakteristik tangisan pasien, kemudian memberikan skor.
7. Petugas mengamati kemampuan pasien dalam menenangkan diri atau
menghibur diri, kemudian memberikan skor
8. Petugas menjumlahkan skor dan menyimpulkan total skor yang didapatkan.
a. Neonatal Infant Pain Scale
NIPS adalah skala penilaian tingkah laku bayi yang dapat digunakan terhadap bayi
cukup bulan dan kurang bulan. NIPS telah diadaptasi dari skala CHEOPS dan
digunakan sebagai parameter oleh praktisi kesehatan untuk mendiskripsikan nyeri
ataupun distres yang dialami oleh bayi. Skala ini terdiri dari & komponen yaitu
ekspresi wajah, tangisan, pernapasan, lengan, kaki, dan kesadaran. Sedangkan
bentuk tabel dari skala NIPS adalah sebagai berikut

Masing masing parameter memiliki nilai O atau satu keculai parameter


tangisan yang memiliki tiga penilaian yaitu 0, 1 dan 2. Bayi harus diobservasi
selama satu menit untuk menilai masing masing parameter.
Total range penilaian NIPS dari O sampai 7. Dimana hasil penilaian ini digunakan
untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan. Berikut merupakan bentuk saran
intervensi yang dilakukan berdasarkan hasil penilaiannya

8
3.3 Penatalaksanaan Nyeri
Dalam penatalaksanaan nyeri, diperlukan data tentang hasil pengkajian nyeri pasien.
Data hasil pengkajian menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan cara
penatalaksanaan nyeri yang paling tepat. Penatalaksanaan nyeri disesuaikan dengan
jenis nyeri, skala atau kedalaman nyeri, keadaan umum pasien serta pertimbangan-
pertimbangan lain misalnya kemampuan ekonomi atau kesediaan pasien.
3.3.1 Secara umum tujuan penatalaksanaan nyeri di Rumah Sakit Rahayu Medika Srono
adalah:
a. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.
b. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis
yang persisten.
c. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri.
d. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap reaksi terapi
nyeri.
e. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

3.3.2 Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau terapi
non farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan yang dapat mengurangi nyeri, sedangkan terapi non farmakologis
menggunakan cara-cara tanpa menggunakan obat-obatan penghilang nyeri.
Misalnya saja dengan cara relaksasi, massage, tekhnik nafas dalam, dan lain
sebagainya.

a. Penatalaksanaan Nyeri Dengan Terapi Farmakologis Terapi obat yang


efektif untuk nyeri seharusnya memiliki resiko relatif rendah, tidak mahal, dan
onsetnya cepat. WHO menganjurkan tiga langkah bertahap dalam penggunaan
alagesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan sedang adalah obat
golongan non opioid seperti aspirin, asetaminofen, atau AINS, ini diberikan

9
tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat, langkah 2
ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat
tambahan lain. Jika nyeri terus- menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan
dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat
tambahan lain.

b. Penatalaksanaan Nyeri Dengan Terapi non Farmakologis Penatalaksanaan


non farmakologis terdiri dari berbagai tidakan penanganan nyeri berdasarkan
stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.

1. Masase kulit Masase kulit dapat memberikan efek penurunan


kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya
akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok
atau menurunkan implus nyeri.
2. Kompres Kompers panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga
dapat meningkatkan prosrs penyernbuhan jaringan yang mengalami
kerusakan.
3. Imobilisasi Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri
hebat mungkin dapat meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid
arthritis mungkin memerlukan teknik untuk mengatasi nyeri.
4. Distraksi Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap
nyeri. Teknik distraksi terdapat beberapa macam yaitu : distraksi visual,
distraksi pendengaran, distraksi pernafasan, distraksi intelektual, teknik
pernafasan, imajinasi terbimbing.
5. Relaksasi Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri.
Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai
hasil yang normal.
6. Plasebo Plasebo merupakan suatu bentuk tidakan, misalnya pengobatan
atau tindakan keperawatan yang mempunyai efek pada pasien akibat
sugesti daripada kandungan fisik atau kimianya. Suatu obat yang tidak
berisi analgetika tetapi berisi gula, air atau saliner dinamakan placebo
3.4 Klasifikasi Dan Manajemen Nyeri
3.4.1 Nyeri Akut
a. Karaktristik : nyeri akut biasanya datang secara tiba-tiba, umunya
berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan
tidak ada kerusakan sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan penyembuhan. Nyeri akut berlangsung beberapa detik hingga
enam bulan.

10
b. Manajemen nyeri akut

Tujuan:

1. Mengurangi nyeri sampai pada level / skala yang dapat diterima

(skala ringan).

2. Member fasilitas penyembuhan dari penyakit atau cedera yang

diderita.

3. Intervensi awal untuk mengontrol nyeri

11
Intervensi non Farmakologis untuk nyeri akut:

12
3.4.2 Nyeri Kronis Non Kanker

a. Tujuan Umum Manajemen


1) Mengurangi penderitaan, termasuk nyeri dan masalah
emosional.

2) Meningkatkan / memperbaiki fungsi fisik, sosial, vocational dan


recreational.

3) Mengoptimalkan kesehatan, termasuk kesejahteraan psikologis.

4) Memperbaiki kemampuan koping (misal mengembangkan


strategi pertolongan diri, mengurangi ketergantungan pada

13
sistem asuhan kesehatan) dan hubungan dengan yang lain (misal
keluarga, teman, tenaga kesehatan).

b. Strategi Manajemen Nyeri Kronis Non Kanker

1) Pengobatan dari kelas obat yang berbeda (terapi obat


kombinasi).

2) Terapi rehabilitasi (misal terapi fisik, terapi okupasional) dan


pengobatan.

3) Anestesi regional (misal blockade neural) dan pengobatan

4) Manajemen interdisiplin, misalnya:

14
Manajemen farmakologis manajemen farmakologis nyeri kepala:

15
3.1.1 Nyeri Kanker Penyebab rasa nyeri pada penderita kanker antara lain invasi
langsung tumor pada jaringan tubuh disekitar tumor, nyeri akibat metastase
tulang, osteoporotic tulang dan nyeri degenerative pada pasien lanjut usia,
obstruksi visceral: tekanan pada saraf dan invasi pembuluh darah: penyempitan
pembuluh darah: inflamasi.
a. Prinsip umum manajemen nyeri kanker meliputi:
1) Mempunyai komitmen dalam membebaskan penderitaan dan
menawarkan kesembuhan.
2) Melakukan asessmen dengan seksama atau teliti atas keluhan nyeri
pasien dan kepada pasien.
3) Menggunakan pendekatan bertahap dalam pengobatan (WHO
ladder) adalah cara terbaik.
4) Bekerja sebagai tim dalam menangani nyeri kanker, menggunakan
beragam terapi dan mutltidisiplin profesi.
5) Mengobati dengan layak untuk membebaskan rasa nyeri ketika
menunggu hasil pemeriksaan atau investigasi.
6) Pemberian obat regular menurut nyeri yang dirasakan terus menerus
atau bertahap.
7) Pemberian obat melalui oral lebih baik.
8) Terbuka pada terapi non farmakologis dan terapi komplementer serta
alternative yang dapat membantu pasien.
9) Edukasi pasien dan pemberi perawatan sebagai bekal dalam
memperkuat rasa saling percaya dan kepercayaan diri.
b. Prinsip penggunaan analgesik pada nyeri kanker adalah :
16
Sesuai dengan WHO four step analgesic ladder (by the ladder)
Berdasarkan derajad nyeri :
1) Terapi nyeri ringan (VAS 1 - 3) : analgesik non opioid (paracetamol atau
NSAID) dikombinasi dengan obat analgesik adjuvan yang diperlukan
sesuai dangan kanker berdasarkan patofisologi

2) Nyeri sedang (VAS 4 - 6) : analgesik non opioid (paracetamol atau


NSAID) dikombinasi dengan obat adjuvan analgesik sesuai yang
diperlukan, ditambah dengan opioid lemah untuk nyeri sedang (codein,
tramadol)

3) Nyeri berat (VAS 7 - 10) : analgesik non opioid (paracetamol atau


NSAID) dikombinasi dengan obat adjuvan analgesik sesuai yang
diperlukan, ditambah dengan opioid kuat untuk nyeri berat (morfin, oros
hydromorphone, fentanyl transdermal).

4) Tindakan intervensional, berupa beberapa teknik intervensi pada nyeri


kanker antara lain : ablasi radio freguency, pulsed radio freguency, cryo
analgesia, neuromodulation (spinal cord, saraf perifer), intrathecal drugs
delivery system (IDDS), neurolytic / intrathecal neurolysis, block
simpatis (ganglion stelatum, ganglion ciliac, plexus hypogastric,

c. Obat-obat analgesik non opioid


1) Paracetamol (Acetaminophen) dosis 500 - 1000 mg tiap 4-6 jam. dosis
lebih besar dari 4000 mg perhari tidak dianjurkan, dosis anak 10 -
15mg /kgBB/4-6 jam
2) NSAID (Non Steroid anti Inflamatory Drugs)
a) Golongan acetat :
 Diclofenac : 75 - 150 mg/hari indevided dosis tiap 8 - 12mg, p,o
 Indomethacin : 50 - 200 mg/hari indevided dosis tiap 6 - jam, p.o
b) Golongan proprionat :
 Ibuprofen : 400mg tiap 6 - 8 jam, dosis anak 10mg/kgBB/ 6 -8 jam
p.o
 Ketoprofen : 100 - 300mg/hari indevided dose tiap 6 - 12 jam, p.o
Ketoprofen suposituria.
 Ketorolac : 10 - 200mg Sr tiap 24 jam, , 10mg tiap 4 - 6jam, dosis
anak 0,5mg/kg BB, p.o, pr, iv )
c) Golongan oxicam :
 Piroxicam : 20mg/hari 24 jam, p.o
 Meloxicam: 7,5 - 15mg/hari I2 jam, p.o
d) Golongan Fenamat : Asam mefenamat 500mg/hari tiap 8 jam, p,o

d. Obat-obat analgesik adjuvan


17
1) Corticosteroid
 Untuk peningkatan tekanan intracranial dan kompresi spinal

cord : dexametason 16-24 mg/hari p.o / iv, dosis anak 0,05- 0,2 mg/kg
BB atau methyiprednisolone 5,4 mg/kg BB/hari iv, setelah 7hari, bila
ada perbaikan klinis kemudian dosis diturunkan (tappering of) sainpai
dosis paling rendah yang masih efektif tetapi bila tidak ada perbaikan
klinis kemudian dosis diturunkan (tapering of) dan dihentikan.

 Untuk bowel obstruction : dexametahason 8-16 mg /hari p.o, iv

 Untuk peregangan kapsul organ, bone pain, limpoedema :

dexamethasone 2-4 mg / hari

2) Antidepressant
Golongan tricyclic antidepressant yaitu amitriptillin. dosis awal 12,5mg -
25 mg/ hri dan dosis dapat ditingkatkan sampai 50-75 mg / hari, dosis
anak 0,2 - 0,5 mg/kg BB, dapat dinaikkan tiap 2 - 3 hari sampai 1 - 2
mg/kg BB.
3) Anticonvulsant

 Gabapentin, dosis 300 - 3600 mg/hari

 Pregabalin, dosis 2 x 7,5mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 150


sampai 2 x 300 mg selama 3 sampai 7 hari
 Carbamazepin, dosis 100 - 1000 mg / hari. dosis anak 2 mg / kg BB /
12 jam
 Oxcarbazepin, dosis 900 - 1800 mg / hari
 Phenytoin, dosis 300mg / hari, dosis anak 2,5 - 3 mg / kg BB / 12
jam
4) Beberapa obat lain :

 Bensodiazepines (Diazepam) untuk penderita dengan spasme otot


atau nyeri musculoskeletal, dosis 2-5 mg, 3 x /hari, dosis anak 0,05
— 0,1 mg/kg BB/4-6 jam

 Midazolam untuk nyeri neuropatik, dosis 0,070 - 0,10 mg/kg BB


(dosis lazim 5 mg)

 Baclofen, dosis 5 mg 2 sampai 3 x /hari pelan-pelan dinaikan sampai


30 — 90mg/hari

 Ketamin untuk nyeri neuropatik, dosis 0,1 - 0,15 mg/kg BB/hari


dengan continuous infusion

18
 Topical analgesik seperti: a. capsaicin 0,025 dan 0,075x, oleskan 3 -
4 kali /hari minimum 4 minggu, b. mengandung obat anti inflamasi
antara lain aspirin, indomethacin, diclofenac, benzydamin

5) Adjuvant analgesik untuk nyeri tulang :

Bisphosphanates misalnya pamidronate 60 mg tiap 2 - 4 minggu,


zoledronate 4 mg iv tiap 3-4 minggu dibeikan bersama dengan calcium
tab 500 mg/hari dan vit D 400 IU / hari

6) Adjuvant analgesik untuk obstruksi usus : hyocin N-butylbromide 1 - 2


tablet (10mg) 3 - 5 x /hari atau 1 amp - 10mg im/iv dapat diulang
setelah 'z jam, Octreotide dosis 0,05 mg (sc) dapat ditingkatkan
bertahap sampai 0,1 - 0,2 mg (sc) 3 x /han atau 25 mcg/jam infuse
kontinyu

e. Opioid analgesic
1) Opioid untuk nyeri sedang (weak opioid)

 Codein phosphate, dosis awal 30 - 60 mg/hari dapat ditingkatkan sampai


60 mg tiap 4 jam akan tetapi pada umumnya digunakan 6 x 40 mg/hari,
bila terjadi breaktrough pain (BP) diberikan codein 50 - 1006 dari dosis
per kali minum (misal codein 10mg perkali minum maka dosis BP 5 -
10mg)

 Tramadol, dosis 50 - 100 mg / tiap 4 — 6 jam (dosis ekuivale= tramadol


80 mg i.m -=morphine 10 mg i.m , tramadol 120 mg po=30 mg morphine
p.o)

2) Opioid untuk nyeri berat (strong opioid) adalah

 Morphine : dosis : tidak ada standar, dosis diberikan secara titrasi setiap
individu. MOIR tablet atau elixir dosis awal adalah 2 - 5 mg, untuk
penderita muda dapat digunakan 5 — 10 mg, tiap 4 jam, cara pemberian
dapat p.o, sc, i.v, pr. Dosis anak 6 bin — 1 thn : 0,08mg/kg BB/6 jam, 1-
2 thn : 0,2 — 0,4 mg/kg BB/4 jam, 2 —12 thn : 0,5 mg/kgBB/4 jam

 MST continus terdapat tiga sediaan 10mg (kuning), 15mg (hijau), 30mg
(ungu) Diberikan bila dosis secara titrasi dari MOIR tablet sudah
tercapai (misalnya MOIR 6 x 5 mg maka MST 2x 15 mg)

 OROS Hydromorphone. terdapat tiga sediaan yajtu 4 mg, 8 mg dan 16


mg. Dosis : kebutuhan MOIR/hari dibagi 5 (contoh : MOIR 6 x 15mg -
90mg/hari maka kebutuhan OROS Hydromorphone/hari adalah 90 mg :
5 - 18 mg, kemudian digunakan OROS Hydromorphone 16mg (karena
yang tersedia adalan 16mg)

19
 Fentanyl Transdemal. sediaan 12,5 ug/jam, 25ug/jam, 50 ug/jam
digunakan selama 72 jam (3 hari) digunakan pada penderita yang tidak
memungkinkan diberikan preparat opioid per oral (karena mual, muntah,
gangguan menelan atau gangguan penyerapan saluran cerna) atau
penderita yang menggunakan MOIR dan sudah teratasi nyerinya (Sudan
tercapai dosis optimal) dapat dirubah dengan penggunaan dengan
fentanyl transdermal Dosis : ditentukan dosis kebutuhan morfin dalam
24 jam kemudian dikonfersikan ke dosis fentaayl transdemal
menggunakan table recommended durogesic dose based upon daily oral
morphine dose.

20
BAB IV
DOKUMENTASI

Manajemen nyeri yang dilakukan harus didukumentasikan dalam rekam medis


pasien. Dokumentasi manajemen nyeri meliputi dokumentasi hasil asessmen nyeri, jenis
penatalaksanaan nyeri yang diberikan, dan hasil evaluasi terhadap manajemen nyeri yang
telah dilakukan.
Dokumentasi hasil asessmen nyeri meliputi: penyebab nyeri, kualitas atau kuantitas
nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri, dan waktu atau onset terjadinya nyeri. Pendokumentasian
dilakukan pada rekam medis pasien yang disertai tanggal dan jam asessmen serta nama dan
paraf petugas yang melakukan asessmen.
Dokumentasi penatalaksanaan nyeri meliputi jenis penatalaksaan, tanggal dan jam
penatalaksanaan serta nama dan petugas yang melakukan penetalaksanaan nyeri. Termasuk
pendidikan kesehatan pada pasien tentang nyeri harus didokumentasikan dalam rekam
medis pasien.
Dokumentasi hasil evaluasi penatalaksanaan nyeri meliputi skala nyeri, kualitas dan
kuantitas nyeri, lokasi nyeri dan waktu atau onset nyeri. Dokumentasi juga harus
menunjukkan kejelasan tanggal dan jam evaluasi dilakukan serta nama dan paraf petugas
yang melakukan evaluasi nyeri pasien.

DAFTAR PUSTAKA
21
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII /2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit:
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PERIIII /2008 tentang Rekam
Medis,

22

Anda mungkin juga menyukai