Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Poliomyelitis (polio) adalah penyakit yang sangat menular yang

disebabkan oleh virus polio yang berasal dari Enterovirus dan family Picorna

viridae. Penyakit polio dinilai berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi,

kerusakan otot yang menyebabkan kelumpuhan pada organ dalam, kelumpuhan

pada kaki, otot-otot dan bahkan kematian.1 Sampai saat ini tidak ada obat untuk

mengobati penyakit ini, tetapi tersedia vaksin yang aman dan efektif untuk

mencegaj penyakit ini. Karenanya, upaya yang paling penting dalam mengatasi

penyakit ini dengan memberikan vaksin yang untuk mecegah polio. Dikenal dua

jenis vaksin polio yaitu, oral polio vaccines (OPV) dan inactivated polio vaccines

(IPV).2

Poliomyelitis (polio) merupakan penyakit menular yang dapat

menyebabkan paralisis ireversibel dan kematian pada anak.Sejak dilaporkan

kejadian luar biasa (KLB) terjadi di Eropa pada abad ke-19, angka kejadian polio

terus meningkat hingga menjadi pandemi pada awal abad ke-20. Saat ini, gerakan

inisiatif global yang dibentuk World Health Organization (WHO) telah berhasil

menurunkan angka insidensi polio sampai 80%, berkat pemberian vaksin yang

didukung oleh program pemerintah dan sistem pengawasan yang baik, melalui

Eradication and Endgame Strategic Plan, suatu Gerakan Global Polio

Eradication Intiative ( GPEI ).2

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tanggal

19 September 2019, Filipina mendeklarasi wabah polio.Dua kasus polio yang


disebabkan oleh vaccine-derived poliovirus type 2 (VDPV2). Kasus pertama

dilaporkan pada 14 September 2019 pada anak perempuan berusia 3 tahun di

Lanao del Sur, Filipina Selatan. Kasus kedua dilaporkan pada 19 September 2019

pada anak laki-laki berusia 5 tahun yang berasal dari provinsi Laguna.3

Berdasarkan data WHO pada tanggal 8 Desember 2019, Malaysia

melaporkan telah terjadi kasus polio setelah 27 tahun terbebas dari polio, yaitu

pada tahun 1992.4 Kasus ini terjadi pada anak laki-laki usia 3 bulan dengan gejala

demam dan kelumpuhan pada 26 Oktober 2019 di Sabah dan pada 6 Desember

2019 telah dikonfirmasi penyakit ini disebabkan oleh virus polio. Hasil

pemeriksaan menunjukkan bahwa virus ini berhubungan dengan virus polio yang

terjadi di Filipina Selatan.5

Berdasarkan data dari WHO pada tanggal 12 Febuari 2018 melaporkan

adanya 1 kasus polio di daerah Provinsi Papua.Kasus ini terjadi pada anak dengan

gejala acute flaccid paralysis (AFP) atau lumpuh layu akut pada 27 November

2018 dan dikonfirmasi kejadian tersebut disebabkan oleh circulating vaccine-

derived poliovirus type 1 (cVDPV1). Meskipun Provinsi ini berdekatan dengan

negara Papua Nugini, wabah ini tidak terkait dengan wabah polio yang saat

mempengaruhi negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina.6

Keluar masuknya penyakit dapat dicegah melalui pintu masuk negara,

dimana pintu masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut, orang,

dan/barang, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas

darat negara.7 Salah satu pintu masuk di Provinsi Riau adalah Bandara Sultan

Syarif Kasim II Pekanbaru. Salah satu tugas KKP adalah melaksanakan

pencegahan masuk dan keluarnya penyakit dan penyakit potensial wabah.8 Polio
merupakan salah satu penyakit infeksi emerging yang ditetapkan sebagai

PHEIC.Penyakit infeksi emerging perlu mendapat perhatian khusus. Kerugian

yang ditimbulkan dari munculnya penyakit infeksi emerging tidak hanya dapat

menimbulkan kematian, tetapi juga dapat membawa dampak sosial dan ekonomi

yang besar.9 Salah satu langkah efektif untuk mengantisipasi terjadinya penularan

penyakit terhadap penumpang dan calon penumpang di Bandara, serta

meningkatkan pengetahuan calon penumpang dibandara tentang virus polio

adalah dengan menyelenggarakan sosialisasi virus polios di lingkungan Bandara

Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.

1.2 Tujuan Kegiatan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari kegiatan ini adalah optimalisasi upaya sosialisasi tentang

virus polio pada calon penumpang dan penumpang di Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru.

1.2.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari kegiatan ini adalah:

a. Mengidentifikasi masalah terkait dengan kegiatan pengendalian penyakit

menular langsung oleh seksi UKLW di wilayah kerja Bandara Sultan

Syarif Kasim II Pekanbaru.

b. Menentukan prioritas masalah terkait pengendalian penyakit menular

langsung oleh seksi UKLW di wilayah kerja Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru.
c. Menyusun Plan of Action sosialisasi tentang virus polio pada penumpang

dan calon penumpang pelabuhan di wilayah kerja Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru.

d. Mengimplementasikan Plan of Action dari sosialisasi tentang polio pada

penumpang dan calon penumpang di wilayah kerja Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru.

e. Melakukan action terhadap sosialisai tentang virus polio pada

penumpang dan calon penumpang di wilayah kerja Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru.

1.3 Manfaat Kegiatan

Adapun manfaat dari kegiatan sosialisasi tentang polio pada penumpang

dan calon penumpang pelabuhan di wilayah kerja Bandara Sultan Syarif Kasim II

Pekanbaru ini adalah sebagai berikut:

a. Penumpang dan calon penumpang di Bandara Sultan Syarif Kasim II

Pekanbaru.

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan penumpang dan calon

penumpang di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru mengenai

polio.

b. KKP kelas II Pekanbaru

Mengoptimalkan program kerja seksi UKLW KKP Kelas II Pekanbaru

yaitu melaksanakan penapisan setiap kasus lumpuh layuh akut, dan

menyeleksi setiap orang yang datang dari negara Filipina dan Malaysia

yang sudah divaksinasi polio dengan dibuktikan Internasional Certiface

of Vacination of Prohlaxis (ICV) di Bandara Sultan Syarif Kasim II


Pekanbaru dan mendapatkan pengetahuan mengenai pentingnya virus

polio.

c. Dokter muda

Membuka dan menambah wawasan serta pengetahuan dokter muda

mengenai sosialisasi tentang polio pada penumpang dan calon

penumpang Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kantor Kesehatan Pelabuhan

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) merupakan Unit Pelaksana Teknis

(UPT) dari Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(Dirjen PP dan PL).10 Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 6

tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, kekarantinaan kesehatan adalah

upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor

risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat. Keluar masuknya penyakit dapat dicegah melalui pintu masuk

negara, dimana pintu masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut,

orang, dan/atau barang, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara, maupun pos

lintas batas darat negara. Pada pintu masuk inilah peran dari Kantor Kesehatan

Pelabuhan (KKP) sangat dibutuhkan.7

KKP Kelas II Pekanbaru merupakan KKP Kelas II yang terletak di

Provinsi Riau dan beralamat di jalan Rajawali Sakti Panam Pekanbaru. Kantor

Kesehatan Pelabuhan Kelas II Pekanbaru dipimpin oleh seorang Kepala, dengan

struktur organisasi yang terdiri dari:8

1. Kepala KKP

2. Sub Bagian Tata Usaha

3. Seksi Pengendalian Karantina Surveilans Epidemiologi

4. Seksi Pengendalian Resiko Lingkungan


5. Seksi Upaya Kesehatan Lintas Wilayah

6. Instalasi

7. Wilayah kerja

8. Kelompok Jabatan Fungsional

KKP Kelas II Pekanbaru memiliki 7 (Tujuh) wilayah kerja dengan

perincian 6 wilayah kerja adalah pelabuhan laut dan sungai, serta 1 wilayah kerja

bandar udara. Adapun wilayah kerja yaitu :10

1. Wilayah kerja BSSK (Bandara Sultan Syarif Kasim II)

2. Wilayah kerja Buatan

3. Wilayah kerja Sungai Duku

4. Wilayah kerja Selat Panjang

5. Wilayah kerja Siak Sri Indrapura

6. Wilayah kerja Kampung Dalam

7. Wilayah kerja Tanjung Buton

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356

tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, maka

KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit,

penyakit potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian

dampak kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan Obat Makanan

Kosmetik Alat Kesehatan dan Bahan Adiktif (OMKABA) serta pengamanan

terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur

biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan dan

lintas batas negara.8


KKP menyelenggarakan 16 (enam belas) fungsi (Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2348/MENKES/PER/XI/2011 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan) yaitu:10

a. Pelaksanaan kekarantinaan

b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan;

c. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan

lintas batas darat negara;

d. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit

baru, dan penyakit yang muncul kembali;

e. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan

kimia;

f. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit

yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional;

g. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan

matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan

penduduk;

h. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan

bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara;

i. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan

alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi

persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor;

j. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya;


k. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara,

pelabuhan, dan lintas batas darat negara;

l. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara,

pelabuhan, dan lintas batas darat negara;

m. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara,

pelabuhan, dan lintas batas darat negara;

n. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan

surveilans kesehatan pelabuhan;

o. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan

lintas batas darat negara;

p. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumah tanggaan KKP.

2.2 Seksi Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah

Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah mempunyai tugas

melaksanakan perencanaan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang

pelayanan kesehatan terbatas, kesehatan haji, kesehatan kerja, kesehatan matra,

vaksinasi internasional, pengembangan jejaring kerja, kemitraan, kajian dan

teknologi, serta pendidikan dan pelatihan bidang upaya kesehatan pelabuhan di

wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.8

Dalam melaksanakan tugas, Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas wilayah

UKLW menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:8

a. Pelayanan kesehatan terbatas, rujukan dan gawat darurat medik di wilayah

kerja bandara, pelabuhan dan lintas batas darat negara.

b. Pemikiran kesehatan haji, yang bertujuan deteksi adanya penyakit

karantina atau penyakit menular potensial wabah serta penyakit yang


termasuk dalam Public Health Emergency International Concern

(PHEIC).

c. Pengawasan kesehatan matra di wilayah kerja bandara, pelabuhan dan

lintas batas darat negara.

d. Pengujian kesehatan nahkoda/pilot dan anak buah kapal/pesawat udara

serta penjamah makanan, berupa pemeriksaan tanda-tanda vital,

pemeriksaan Electrocardiograph (ECG), radiologi, laboratorium seperti

kimia darah, hematologi, urin rutin, melaksanakan mobile voluntary

conseling and testing (VCT) untuk deteksi dini HIV/AIDS dan sosialisasi

mengenai HIV/AIDS dibutuhkan untuk memaksimalkan program VCT.

e. Vaksinasi dan penerbitan sertifikat vaksinasi internasional.

f. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di wilayah kerja bandara,

pelabuhan dan lintas batas darat negara.

g. Pengawasan pengangkutan orang sakit dan jenazah di wilayah kerja

bandara, pelabuhan dan lintas batas darat negara serta ketersediaan

obat/peralatan P3K di kapal/pesawat udara/alat transportasi lainnya.

h. Kajian dan pengembangan teknologi serta pelatihan teknis bidang upaya

kesehatan dan lintas wilayah.

i. Penyusunan laporan di bidang upaya kesehatan dan lintas wilayah.

Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah terdiri dari:8

1. Seksi Pencegahan dan Pelayanan Kesehatan

Seksi Pencegahan dan Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan,

dan koordinasi pelayanan pengujian kesehatan nahkoda, anak buah kapal


daan penjamah makanan, pengawasan obat/P3K di kapal/pesawat

udara/alat transportasi lainnya, kajian ergonomik, advokasi daan sosialisasi

kesehatan kerja, pengembangan jejaring kerja, kemitraan dan teknologi,

serta pelatihan teknis bidang kesehatan wilayah kerja bandara, pelabuhan,

dan lintas batas darat negara.

2. Seksi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah

Seksi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan, dan

koordinasi pelaksanaan vaksinasi dan penerbitan sertifikat vaksinasi internasional

(ICV), pengawasan dan pengangkutan orang sakit dan jenazah, kesehatan matra,

kesehatan haji, perpindahan penduduk, penanggulangan bencana, pelayanan

kesehatan terbatas, rujukan gawat darurat medik, pengembangan jejaring kerja,

kemitraan dan teknologi, serta pelatihan teknis bidang kesehatan wilayah kerja

bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.

2.3 Peran KKP dalam Pencegahan dan Penanggulangan Polio

Peran KKP dalam mencegah transmisi dan meminimalkan risiko sirkulasi

polio di Indonesia serta sebagai langkah-langkah kewaspadaan dan respon

terhadap kejadian luar biasa Polio VDPV tipe 2 adalah:11

1. Meningkatkan pengawasan dan kesiapsiagaan terhadap penyakit polio di

seluruh pintu masuk (bandara, pelabuhan, pos lintas batas negara) melalui:

a. Berkoordinasi dengan imigrasi di wilayah kerja masing-masing di

setiap pelabuhan dan bandara untuk menyeleksi setiap orang yang

datang dari Filipina sudah divaksinasi polio dengan


dibuktikan International Certificate of Vaccination or

Prophylaxis (ICV).

b. Meningkatkan pengawasan alat angkut, orang maupun barang

khususnya berasal dari daerah terjangkit (Filipina).

c. Melakukan skrining/penapisan setiap kasus lumpuh layuh akut yang

ditemukan.

d. Memastikan pelaku perjalanan yang masuk dan keluar ke negara

Filipina sudah mendapatkan imunisasi polio minimal 4 minggu

terakhir dengan menunjukkan International Certificate of Vaccination

or Prophylaxis (ICV). Bila belum mendapatkan vaksinasi polio, harus

diberikan imunisasi IPV atau mOPV2 dan diterbitkan ICV di tempat,

bila menolak diberikan vaksinasi akan dilakukan deportasi dan

penundaan keberangkatan.

e. Melakukan tata laksana kasus dan rujukan sesuai prosedur

kekarantinaan kesehatan jika ditemukan pelaku perjalanan dengan

gejala lumpuh layuh akut berkoordinasi dengan dinas kesehatan

setempat dan lintas sektor terkait.

f. Meningkatkan koordinasi dengan stakeholder di pintu masuk negara

terhadap pengawasan penyakit polio.

g. Melaksanakan upaya komunikasi risiko terhadap pelaku perjalanan

dan masyarakat.

h. Menyiapkan logistik sarana dan prasarana yang diperlukan sesuai

standar. Khusus penyediaan vaksin agar berkoordinasi dengan dinas

kesehatan setempat.
2. Segera melaporkan kepada Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI bila

ditemukan kasus lumpuh layuh akut melalui sarana PHEOC (Public

Health Emergency Operation Center).

2.4 Sosialisasi tentang Polio

2.4.1 Konsep Dasar Poliomielitis

2.4.1.1 Definisi

Poliomielitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang

menyerang susunan saraf manusia sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan

permanen bahkan kematian.12Polio berasal dari bahasa Yunani yang berarti abu-

abu dan saraf tulang belakang (myelin).Predileksi virus polio pada sel kornu

anterior medula spinalis, inti motorik batang otak dan area motorik korteks otak,

menyebabkan kelumpuhan serta atrofi otot. Dikarenakan penyakit ini

menyebabkan kelumpuhan, maka polio menjadi salah satu penyakit yang penting

untu dieradikasi secara global.2

2.4.1.2 Epidemiologi

Pada tahun 1988, Menteri Kesehatan dari berbagai negara World Health

Organization (WHO) menyerukan gerakan eradikasi polio.Hasil dari gebrakan ini

adalah menurunya insiden polio lebih daru 99% pada tiga regional WHO

(Amerika, Pasifik Barat dan Eropa) dan mendapat sertifikasi bebas polio. Program

intensif untuk eradikasi polio di Asia Tenggara dengan menggunakan trivalent

OPV (tOPV) menyebabkan penurunan angka kejadian polio.2

Tahun 2012 disebut sebagai titik balik bagi negara-negara endemis polio.

Kasus baru infeksi virus polio berkurang dari perkiraan 350.000 kasus di 125
negara pada tahun 1988 menjadi hanya 748 kasus di tahun 2000 dan kurang dari

250 kasus di lima negara pada tahun 2012.2Sejak dilaksanakan Pekan Imunisasi

Nasional pada tahu 1995, 1996 dan 1997, virus polio asli Indonesia dinyatakan

musnah. Kasus polio terakhir dilaporkan tahun 1995.Sejak saat itu tidak pernah

lagi ditemukan kasus poio di Indonesia.Namun, pada tahun 2005 dilaporkan

seorang anak yang menderita polio.Virus tersebut berasal dari Afrika dan sampai

ke Indonesia melalui timur tengah. Virus ini kemudian menyebar sehingga

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dengan total 305 kasus dan kasus polio di

Indonesia dilaporkan terakhir pada bulan Februari 2006.12

Pada september 2019, Filipina mendeklarasikan wabah polio. Dua kasus

polio yang disebabkan oleh vaccine-derived poliovirus type 2 (VDPV2). Kasus

pertama dilaporkan pada 14 September 2019 pada anak perempuan berusia 3

tahun di Lanao del Sur, filipina selatan. Kasus kedua dilaporkan pada 19

September 2019 pada anak laki-laki berusia 5 tahun yang berasal dari provinsi

Laguna.3

Pada 8 Desember 2019, Malaysia melaporkan telah terjadi kasus polio

setelah 27 tahun terbebas dari polio, yaitu pada tahun 1992.4 Kasus ini terjadi pada

anak laki-laki usia 3 bulan dengan gejala demam dan kelumpuhan pada 26

Oktober 2019 di Sabah dan pada 6 Desember 2019 telah dikonfirmasi penyakit ini

disebabkan oleh virus polio. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa virus ini

berhubungan dengan virus polio yang terjadi di Filipina Selatan.5

Pada tahun 2018, Indonesia melaporkan adanya 1 kasus cVDPV1 dan 2

kontak dari kasus positif cVDPV1 yang terjadi di Papua.13Kasus ini terjadi pada

anak dengan gejala acute flaccid paralysis (AFP) atau lumpuh layu akut pada 27
November 2018 dan dikonfirmasi kejadian tersebut disebabkan oleh circulating

vaccine-derived poliovirus type 1 (cVDPV1).6

2.4.1.3 Etiologi

Virus polio merupakan virus RNA ultra mikroskopik yang termasuk ke

dalam genus Enterovirus dan famili Picornaviridae.Virus ini terdiri dari 3

serotipe, yaitu serotipe 1 (Mahoney), 2 (Lansig), dan 3 (Leon). Perbedaan ketiga

jenis strain terletak pada segmen nukleotida. Virus serotipe 1 adalah antigen yang

paling dominan dalam membentuk antibodi netralisasi dan yang paling

paralitogenik dan sering menimbulkan KLB. Sedangkan serotipe 3 adalah yang

paling tidak imunogenik.2

2.4.1.4 Patogenesis

Virus polio ditularkan lewat jalur fekal-oral.Virus msuk melalui mulut

daan bermultiplikasi di faring dan sauran pencernaan.Virus biasanya ditemukan di

tenggorokan dan feses sebelum onset penyakit.Satu minggu setelah onset, virus

yang berada di tenggorokan berkurang namun virus tetap diekskresikan di feses

dalam beberapa minggu. Virus menyerang jaringan limfoid lokal, memasuki

aliran darah dan kemudian menginfeksi sel-sel sistem saraf pusat.14 Virus dari

aliran darah akan menyerang sistem saraf pusat kecuali bila terdapat antibodi

penetral yang cukup tinggi untuk memblokirnya. Di dalam sistem saraf pusat,

virus menyebar sepanjang serabut saraf dan dalam proses multiplikasi

intraselulernya, virus tersebut menghancurkan neuron motorik sehingga

menyebabkan flaccid paralysis atau lumpuh layu.15Masa inkubasi polio biasanya

7-14 hari dengan rentang waktu 3-35 hari.16


2.4.1.5 Gejala Klinis

Awalnya pasien dengan poliomielitis hanya menunjukan gejala non-

spesifik seperti demam, fatigue, sakit kepala, muntah, sakit tenggorokan dan

letargi.Jika penyakit ini berkembang dapat menimbulkan nyeri otot yang berat,

kaku pada leher dan punggung, serta nyeri pada tungkai dan lumpuh layu atau

flaccid paralysis.Sekitar 72% pasien tidak menunjukkan gejala.Secara global, 1

dari 200 infeksi dapat menyebabkan lumpuh layu terutama kelumpuhan pada kaki

ketika virus memasuki sistem saraf pusat dan bereplikasi.Diperkirakan 5-10%

terjadi kematian diakibatkan kelumpuhan pada otot pernapasan. Kelumpuhan otot

pernapasan dapat mengancam jiwa.16

2.4.1.6 Diagnosis

Diagnosis poliomielitis ditegakkan dengan gejala klinis dan pemeriksaan

laboratorium yaitu:

1. Isolasi virus

Isolasi virus dapat diambil dari feses, swab tenggorokan maupun cairan

serebrospinal. Jika isolasi virus berasal dari orang yang memiliki gejala

lumpuh layu, maka untuk membedakan antara “wild virus” (virus yang

menyebabkan poliomielitis) atau tipe vaksin (virus yang berasal dari

turunan vaksin), pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

oligonucleotide mapping (finger print) atau genomic sequencing.14

2. Serologi

Serologi dapat membantu menegakkan diagnosis poliomielitis paralitik,

terutama jika pasien diketahui atau diduga tidak divaksinasi. Spesimen


serum akut harus diperoleh sedini mungkin selama perjalanan penyakit

dan spesimen pemulihan harus diperoleh setidaknya 3 minggu kemudian.17

3. Cairan serebrospinal

Pada infeksi virus polio, cairan biasanya berisi peningkatan jumlah

leukosit (10-200 sel/mm3, terutama limfosit) dan protein yang sedikit

meningkat (40-50 mg/100 mL).14

2.4.1.7 Penatalaksanaan

Karena tidak ada obat untuk penyakit polio, penatalaksanaan difokuskan

pada peningkatan kenyamanan, mempercepat pemulihan dan mencegah

komplikasi. Perawatan tersebut meliputi:18

1. Penghilang rasa sakit.

2. Ventilator untuk membantu pernapasan.

3. Latihan fisik sedang untuk mencegah terjadinya deformitas dan kehilangan

fungsi otot.

2.4.1.8 Upaya Pencegahan

Vaksinasi merupakan tindakan paling efektif untuk mencegah polio.

Terdapat 2 jenis vaksin polio, yaitu:

1. Oral poliovirus vaccine (OPV)

Vaksin trivalen oral poliovirus vaccine (tOPV) adala vaksin hidup yang

dilemahkan (live-attenuated virus vaccine) yang terdiri dari 3 jenis virus polio

yaitu virus tipe 1,2 dan 3.2Vaksin ini diberikan 4 kali yaitu pada usia 1 bulan atau

saat bayi meninggalkan fasilitas kesehatan bagi yang lahir di fasilitas kesehatan,

pada usia 2 bulan, usia 3 bulan dan usia 4 bulan.12 Vaksin polio oral lebih efektif
untuk pemberantasan poliomielitis karena virus yang dilemahkan akan

mengadakan replikasi di traktus gastrointestinal bagian bawah. Hal ini dapat

menutup replikasi virus sehingga virus lain tidak dapat menempel. Namun vaksin

OPV adalah virus yang dilemahkan yang dapat mengalami mutasi sebelum dapat

bereplikasi dalam usus dan dieksresikan keluar. Hal ini menimbulkan kerugian

berupa munculnya circulating vaccine derived polio viruses (cVDPVs) dan

vaccine associated paralityc poliomyelitis (VAPP).2

VAPP disebabkan oleh strain virus polio yang berubah secara genetik saat

berada di saluran cerna yang berbeda dengan strain vaksin yang dilemahkan yang

berada di vaksin polio oral. VDPV adalah strain polio yang beubah secara genetik

dari strain yang beradaa dalam vaksin polio oral. Bentuk strain yang baru dapat

menyebabkan paralisis dan mungkin dapat bertahan hinga bersirkulasi

(circulating VDPV/cVDVP).19 Oleh karena itu, sejak April 2016, dunia sepakat

untuk tidan lagi menggunakan komponen tipe 2 dari OPV dan vaksin polio

trivalen diganti menjadi bOVP/ bivalen OPV.12

2. Inactivated poliovirus vaccine (IPV)

Inactivated poliovirus vaccine (IPV) adalah vaksin yang berisi 3 tipe virus

polio liar inaktif. Vaksin yang disuntikkan akan memunculkan imunitas yang

dimediasi IgG dan mencegah terjadinya viremia serta melindungi motor neuron.

Vaksin IPV mampu mencegah kelumpuhan karena menghasilkan antibodi

netralisasi yang tinggi.2 Vaksin ini diberikan pada anak usia 4 bulan bersamaan

dengan diberikan OPV yang ke-4.12


BAB III

SOSIALISASI TENTANG PENCEGAHAN POLIO PADA PENUMPANG


PESAWAT KEBERANGKATAN INTERNASIONAL DI WILAYAH
KERJA BANDARA SULTAN SARIF KASIM II
KKP KELAS II PEKANBARU

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode Plan, Do,

Check, dan Action (PDCA) cycle didasari atas masalah yang akan dihadapi ke

arah penyelesaian masalah.

3.1 Plan

Kegiatan plan dilaksanakan pada tanggal 17-28 Oktober 2019 dengan

kegiatan sebagai berikut:

3.1.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah didapatkan melalui:

1. Wawancara dengan seksi Upaya Kesehatan Lintas Wilayah (UKLW)

KKP Kelas II Pekanbaru

2. Wawancara dengan calon penumpang keberangkatan internasional di

bandara Sultan syarif kasim II Pekanbaru

3. Observasi di bandara sultan syarif kasim II Pekanbaru

4. Data sekunder adanya kasus public health emergency of International

concern (PHEIC)

Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan hasil wawancara,

observasi dan data sekunder antara lain:


Tabel 3.1 Identifikasi Masalah
No Aspek yang dinilai Masalah Evidence Based
1. Kegiatan a. Belum Wawancara dengan petugas
Pengendalian optimalnya seksi UKLW KKP kelas II
Penyakit Menular sosialisasi Pekanbaru:
Langsung oleh tentang a. Kegiatan sosialisasi tentang
seksi UKLW penyakit polio polio merupakan salah satu
pada calon tugas dari UKLW untuk
penumpang mencegah penyebaran
penerbangan infeksi polio terjadi
Internasional kembali di Indoneia.
Namun belum pemah
dilakukan kegiatan
sosialisasi mengenai
penyakit polio pada calon
penumpang di bandara
sultan syarif kasim II
Pekanbaru.

Wawancara dengan 5 orang


calon penumpang
keberangkatan internasional di
Bandara Sultan syarif kasim II
Pekanbaru:
a. Penumpang masih belum
mengetahui mengenai
penyakit polio yang
kembali terjadi di negara
tetangga
b. Penumpang masih belum
menerima sosialisasi
mengenai pencegahan
penyakit polio.

Dari data sekunder didapatkan


bahwa telah terjadi penyakit
polio di Malaysia dan Filipina
yang kembali terdeteksi setelah
27 tahun dinyatakan bebas
pnyakit polio
a. Belum Wawancara dengan petugas
optimalnya seksi UKLW KKP kelas II
sosialisasi Pekanbaru:
tentang a. Kegiatan sosialisasi tentang
penyakit PHEIC merupakan salah
No Aspek yang dinilai Masalah Evidence Based
PHEIC kepada satu tugas dari UKLW
calon untuk mencegah
penumpang penyebaran penyakit
keberangkatan PHEIC pada calon
internasional di penumpang keberangkatan
Bandara sultan internasional di Bandara
syarif kasim II sultan syarif kasim II
Pekanbaru pekanbaru

Wawancara dengan calon


penumpang pesawat
keberangkatan internasional di
bandara sultan syarif kasim II
Pekanbaru:
a. Calon penumpang
menyampaikan tidak
pernah didakan sosialisasi
tentang PHEIC
b. Calon penumpang masih
belum mengetahui tentang
penyakit PHEIC

3.1.2 Penentuan Prioritas Masalah

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan sistem seleksi yang menggunakan

2 unsur yaitu kriteria (urgensi atau kepentingan, solusi, kemampuan anggota

mengubah dan biaya) dan skor (nilai 1, 2 dan 3) yaitu:

1. Urgensi atau kepentingan

a. Nilai 1 tidak penting

b. Nilai 2 penting

c. Nilai 3 sangat penting

2. Solusi

a. Nilai 1 tidak mudah

b. Nilai 2 mudah
c. Nilai 3 sangat mudah

3. Kemampuan merubah

a. Nilai 1 tidak mudah

b. Nilai 2 mudah

c. Nilai 3 sangat mudah

4. Biaya

a. Nilai 1 tinggi

b. Nilai 2 sedang

c. Nilai 3 rendah

Kriteria dan skor ditetapkan berdasarkan kesepakatan kelompok. Total skor

dari masing-masing kriteria merupakan penentu prioritas masalah yaitu masalah

dengan total paling tinggi sebagai rangking pertama dan menjadi prioritas masalah

untuk dicari penyelesaian masalahnya. Penentuan prioritas masalah dibuat ke

dalam table 3.2 penentuan prioritas masalah sebagai berikut:


Tabel 3.2 Penentuan Prioritas Masalah

Kriteria Masalah

No Masalah Urgensi Solusi Kemampuan Biaya Total Rank


mengubah

1. Belum
optimalnya
sosialisasi
tentang
penyakit polio
pada calon
penumpang 3 2 3 3 54 I
penerbangan
Internasional
di Bandara
sultan syarif
kasim II
Pekanbaru
b. Belum
optimalnya
sosialisasi
tentang
penyakit
PHEIC kepada
calon
2 2 2 3 24 II
penumpang
keberangkatan
internasional
di Bandara
sultan syarif
kasim II
Pekanbaru
Berdasarkan perhitungan total skor masing-masing kriteria untuk setiap

masalah didapatkan prioritas masalah yang menduduki ranking I adalah Belum

optimalnya sosialisasi tentang penyakit polio pada calon penumpang penerbangan

Internasional di Bandara sultan syarif kasim II Pekanbaru.


3.1.3 Analisis Penyebab Masalah

Setelah ditetapkan prioritas masalah berdasarkan sistem seleksi di atas,

dilakukan analisis penyebab masalah dari berbagai aspek yaitu material, market

dan method yang masih diperoleh melalui observasi serta wawancara. Adapun

analisis penyebab masalah dijelaskan pada tabel 3.3 di bawah ini

Tabel 3.3 Analisis Penyebab Masalah


Penyebab timbulnya
Masalah Evidence Based
Masalah
Belum Material Wawancara dengan petugas
optimalnya Belum adanya media KKP seksi UKLW:
sosialisasi informasi mengenai Petugas KKP seksi UKLW
tentang penyakit penyakit polio di mengatakan bahwa belum adanya
polio pada calon bandara sultan syarif penyediaan media informasi
penumpang kasim II pekanbaru tentang penyakit polio di bandara
penerbangan sultan syarif kasim II pekanbaru
Internasional di
Bandara sultan Observasi di bandara sultan
syarif kasim II syarif kasim II Pekanbaru
Pekanbaru Belum terdapatnya media informasi
seperti poster, standing banner dan
lain-lain mengenai pencegahan
penularan penyakit polio di
bandara sultan syarif kasim II
pekanbaru

Market: Wawancara calon penumpang


Kurangnya pesawat di bandara sultan syarif
pengetahuan calon kasim II Pekanbaru:
penumpang Dari 5 calon penumpang yang
keberangkatan diwawancara seluruh calon
Internasional penumpang tidak mengetahui
mengenai penyakit mengenai penyakit polio
polio
Wawancara dengan petugas
Man: KKP seksi UKLW:
Terbatasnya jumlah Jumlah petugas yang terbatas
petugas kesehatan membuat sulitnya koordinasi antar
yang melaksanakan petugas yang melayani calon
sosialisasi tentang penumpang yang keluar negeri
penyakit polio yang untuk sosialisasi tentang polio
kembali mewabah yang kembali mewabah
3.1.4 Analisis tulang ikan Ishikawa(Ishikawa fishbone analysis)

Man Material

Terbatasnya jumlah petugas kesehatan yang belum adanya penyediaan media informasi
melaksanakan sosialisasi tentang penyakit tentang penyakit polio di bandara sultan
polio yang kembali mewabah syarif kasim II pekanbaru Belum
optimalnya
sosialisasi
tentang penyakit
polio pada calon
penumpang
penerbangan
Internasional di
Bandara sultan
syarif kasim II
Market Pekanbaru

Kurangnya pengetahuan calon penumpng


pesawat keberangkatan internasional di wilayah
kerja Bandara sultan syarif kasim II tentang
penyakit polio

Gambar 3.1 Diagram analisis tulang ikan Ishikawa (Ishikawa fishbone analysis)
3.1.5 Plan of action (PoA)

Selanjutnya setelah didapatkan analisis penyebab masalah, maka disusunlah beberapa plan of action untuk mendapatkan solusi

terbaik dalam pelaksanaan sosialisasi tentang penyakit polio pada calon penumpang pesawat keberangkatan internasional di bandara

Sultan syarif kasim II Pekanbaru. Berikut adalah tabel plan of action:

Tabel 3.4 Plan of action


Instumen
pengukur
Penyebab Pelaksana Indikator
No Plan of Action Tujuan Sasaran Tempat Waktu keberhasil
masalah kegiatan Keberhasilan
an
kegiatan
1. Material
Belum Merancang media Mengoptimalka Calon Bandara Dokter 28 Jangka Kamera
adanya media dalam bentuk n dan membuat penumpang sultan muda IKM- desember pendek: photo
informasi flipchart sebagai kegiatan pesawat syarif KK FK -2 Januari Tersedianya
untuk media sosialisasi sosialisasi keberangkatan kasim II UNRI 2019 media
memberitahu dan brosur untuk tentang penyakit internasional pekanbaru informasi
mengenai dibagikan kepada polio lebih di wilayah untuk
penyakit calon penumpang efektif dan kerja bandara pelaksanaan
polio pada efisien terhadap sultan syarif sosialisasi
calon calon kasim II
penumpang penumpang pekanbaru Jangka
pesawat pesawat di panjang:
keberangkata bandara sultan Pemahaman
n syarif kasim II yang lebih
internasional baik dari calon
pekanbaru
di bandara penumpang
Instumen
pengukur
Penyebab Pelaksana Indikator
No Plan of Action Tujuan Sasaran Tempat Waktu keberhasil
masalah kegiatan Keberhasilan
an
kegiatan
sultan syarif pesawat
kasim II keberangkatan
Pekanbaru internasional
terhadap
pencegahan
penularan
setelah
tersedianya
media
informasi
sehingga tidak
ditemukan
penyakit polio
pada
penumpang
yang akan
berangkat ke
luar negeri
2. Market
Kurangnya Melaksanakan Untuk Calon Bandara Dokter Jangka Kuesi
pengetahua penyuluhan meningkatkan penumpang sultan muda IKM- pendek: oner
n calon tentang penyakit pengetahuan pesawat syarif KK FK Terlaksananya pre
penumpng polio pada calon calon keberangkatan kasim II UNRI sosialisasi dan
pesawat penumpang serta penumpang internasional di pekanbaru sehingga post.
diberikan mengenai wilayah kerja pengetahuan
keberangkat
kuesioner untuk penyakit polio bandara sultan dan wawasan
Instumen
pengukur
Penyebab Pelaksana Indikator
No Plan of Action Tujuan Sasaran Tempat Waktu keberhasil
masalah kegiatan Keberhasilan
an
kegiatan
an mengetahui syarif kasim II mengenai
internasiona pengetahuan pekanbaru pnyakit polio
l di wilayah komunitas kepada calon
kerja pelabuhan di penumpang
Bandara setelah dilakukan keberangkatan
sosialisasi internasional
sultan syarif
meningkat
kasim II
tentang Jangka
penyakit panjang:
polio Tidak
terdeteksinya
penyakit polio
di Indonesia
khususnya di
pekanbaru
3 Man:
Terbatasnya Merekomendasika Agar terlaksana Kepala Seksi Kantor Dokter Jangka Kamera photo
jumlah n untuk nya sosialisasi UKLW KKP KKP Kelas muda IKM- pendek:
petugas memberdayakan polio sehingga Kelas II II KK FK Diterimanya
kesehatan petugas dari tenaga kegiatan dapat Pekanbaru Pekanbaru UNRI rekomendasi
kesehtan dari terlaksana lebih ini oleh seksi
yang poliklinik untuk terarah UKLW.
melaksanak melaksanakan
an sosialisasi Jangka .
sosialisasi mengenai penyakit panjang:
Instumen
pengukur
Penyebab Pelaksana Indikator
No Plan of Action Tujuan Sasaran Tempat Waktu keberhasil
masalah kegiatan Keberhasilan
an
kegiatan
tentang polio pada calon Bertambahnya
penyakit penumpang jumlah petugas
polio yang pesawat kesehatan di
kembali keberangkatan UKLW KKP
mewabah internasional di kelas II
bandara sultan Pekanbaru
syarif kasim II untuk
pekanbaru pelayanan
sosialisasi
tentang
penyakit polio
kepada calon
penumpang
pesawat
internasional
3.1.6 Definisi operasional

Berikut ini adalah definisi dari beberapa istilah yang digunakan dalam

sosialisasi tentang polio terhadap calon penumpang pesawat keberangkatan

internasional di bandara sultan syarif kasim II Pekanbaru:

1. Dokter muda IKM-KK FK UNRI memberikan media informasi berupa flipbook

berukuran 30 cm x 15 cm dan brosur yang akan dibagikan kepada calon

penumpang pesawat keberangkatan internasional yang mana media informasi

tersebut berisikan tentang penyakit polio.

2. Dokter muda IKM-KK FK UNRI melakukan sosialisasi tentang penyakit polio

pada calon penumpang dengan cara memaparkan dan menjelaskan kepada

komunitas pelabuhan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan

pengetahuan terhadap pencegahan dan penularan penyakit polio. Kemudian

diikuti dengan pengisian kuesioner.

3. Dokter muda IKM-KK FK UNRI merekomendasikan kepada pihak KKP untuk

memberdayakan petugas kesehatan dari poloklinik KKP untuk melaksanakan

sosialisasi mengenai penyakit polio kepada calon penumpang pesawat

keberangkatan internasional. Dokter muda membuat surat rekomendasi kepada

kepala seksi UKLW supaya sosialisasi mengenai penyakit polio dapat

disampaikan secara langsung kepada calon penumpang keluar negeri di

Pekanbaru.
DAFTAR PUSTAKA

1. Umam YC, Kharis M, Supriyono. Model epidemi seiv penyebaran penyakit

polio pada populasi tak konstan. UNNES J Math. 2016;5(2):101‒7.

2. Satari HI. Eradikasi Polio. Sari Pediatri. 2016;18(3):24550.

3. World Health Organization. Polio outbreak-The Philippines. 2019. Available at

https://www.who.int/csr/don/24-september-2019-polio-outbreak-the-

philippines/en/.

4. World Health Organization. Polio outbreak in Malaysia. 2019. Available at

https://www.who.int/westernpacific/emergencies/polio-outbreak-in-malaysia

5. World Health Organization. WHO, UNICEF support Malaysia’s response to

case of polio. 2019. Available at https://www.who.int/malaysia/news/detail/09-

12-2019-whounicef-support-malaysia-s-response-to-case-of-polio

6. World Health Organization. Circulating vaccine-derived poliovirus type 1-

Indonesia. 2019. Available at who.int/csr/don/27-february-2019-polio-

indonesia/en/

7. Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Presiden Republik Indonesia:

Jakarta. 2018.

8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 356/MENKES/PER/IV/2008. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. 2008.


9. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Rencana aksi

program pencegahan dan pengendalian penyakit 20152019. Direktorat

Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Jakarta. 2018.

10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 2348/MENKES/PER/XI/2011. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. 2011.

11. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila. Peringatan Penyebaran Wabah

Virus Polio di Filipina. Manila. 2019. Available at

https://kemlu.go.id/manila/id/news/2544/peringatan-penyebaran-wabah-virus-

polio-di-filipina.

12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mari jaga indonesia bebas polio.

2016 dapat diunduh di

http://origin.searo.who.int/entity/indonesia/topics/immunization/polio_advocac

y_folder_v3.pdf.

13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes luncurkan dokumen

penting pencegahan penyebaran penyakit yang meresahkan dunia. 2019.

Available at https://www.kemkes.go.id/article/view/19122100001/kemenkes-

luncurkan-dokumen-penting-pencegah-penyebaran-penyakit-yang-meresahkan-

dunia.html

14. Pan American Health Organization. Poliomyelitis. 2017 dapat diunduh di

http://www.paho.org/immunization-toolkit/spanish/wp-

content/uploads/2017/05/Chapter17-Poliomyelitis.pdf
15. World Health Organization. Poliomyelitis. Global Programme for Vaccines and

Immunization Expanded Programme on Immunization. 1993.

16. National Institute for Communicable Diseases. Poliomyelitis. 2017 dapat

diunduh di http://www.nicd.ac.za/wp-content/uploads/2017/03/Diseases-A-Z-

Poliomyelitis-FAQ_20170126_final.pdf.

17. Centers for Disease Control and Prevention. Diagnostic Methods. 2019.

Available at https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/lab-

testing/diagnostic.html

18. Mayo Clinic. Polio. 2017. Available at https://www.mayoclinic.org/diseases-

conditions/polio/diagnosis-treatment

19. World Health Organization. Vaccine-associated paralytic polio (VAPP) and

vaccine-derived poliovirus (VDPV). 2015. Available at

https://www.who.int/immunization/diseases/poliomyelitis

Anda mungkin juga menyukai