Anda di halaman 1dari 358

Gerakan Literasi merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan para

pencari ilmu sebagai bagian dari ekosistem pendidikan.


Tuntutan keterampilan membaca pada abad 21 adalah kemampuan
memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Pembelajaran
di sekolah belum mampu mengajarkan kompetensi abad 21.
. dikuatkan dengan pembiasaan
“Kegiatan membaca di sekolah perlu
membaca di keluarga dan masyarakat,”
(Muh Hatta Reza, Ketua PD IPM Enrekang).
. (Gerakan Madrasah Literasi)
http://www.suaramuhammadiyah.id

.
THE SPIRIT of
DAUZAN
Gagasan dan Aksi Pegiat
Literasi Muhammadiyah
THE SPIRIT of
DAUZAN
Gagasan dan Aksi Pegiat
Literasi Muhammadiyah

Editor:
David Efendi
Arief Budiman Ch.

Rancang grafis: adimpaknala@gmail.com


disain sampul: M. Luqman Hakim

Cetakan ke-1: Mei 2018


Penerbit:
Titah Surga (www.titahsurga.com)
dan
Serikat Taman Pustaka (www.pustakamu.id)
ISBN: 978-602-4981-24-2
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

ISI BUKU
BAGIAN PERTAMA
Prolog 1: Bangkitnya Gerakan Literasi Muhammadiyah
Arif S Yudistira  10
Prolog 2 Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah
Hendra Apriyadi  14

BAGIAN KEDUA
Memulai Aktivisme Literasi di RBK | Alhafiz Atsari  22
Membumikan Budaya Literasi | Alli Nurdin  26
Perpustakaan Rumah Baca Mentari | Agung Hidayat Mansur  30
Lokomotif Masa Depan | Andi Pebriudin Al-Batan  35
Kutu Buku Jember “Pegiat Buku Millennial” | Andi Saputra  40
TBM Panggon Sinau | Arif Hidayat  44
Berfilsafat Tak Berat-Berat | Arif Yudistira  48
Belajar Gerakan Literasi ke Kata Maca | Arif Wibowo  50
GLS: Gerakan One Week One Book | Aris Syahroni  52
Membangun Literasi Berkemajuan | Choirul Ameen  56
Enam Jurus Merawat Komunitas Literasi: Cerita dari RBK |
David Efendi  59
Perpustakaan Dauzan (Dauzan Library) | David Efendi  68
Perkaderan Itu Dimulai dari Buku | Debby Pratiwi  72
Membuka Jendela Dunia dari Pelataran Tugu Yogya| Diyanti Isnaini
Siregar  78
Karang Lo Lor Ceria Bersama Aksara Surya | Febry Sandy Sultana  84
Janasoe, Sebuah Upaya Membantah Survei | Fikri Fadh  88
Gubuk Literasi | Hanif Irfan Faruqi  94
Menciptakan Ekosistem Literat | Hendra Apriyadi  98
Taman Baca Impian Kami di Situ Pladen | Hendri Ripa’i  102
Menumbuhkan Budaya Literasi | Heru Prasetya  106
Transformasi dan Peran Komunitas dalam Berliterasi | Idham Syifa
Fahreza  110

|5|
THE SPIRIT of DAUZAN

Shabran Literasi | Ihsan Nur Sidik  114


Antara Berlalu atau Tetap Menyatu | Ika Faztin Cahyanti  118
Menggugat Relaksasi Literasi | Ika Faztin Cahyanti  122
Menyebarkan Virus Literasi di Era Digital | Ilham Azzam K. Rizqi  126
20 Tahun Menanam Budaya Literasi | Irvan Shaifullah  130
Madrasah Literasi Upaya Kembali Ke Buku dan Pena | Kelik Nursetiyo
Widiyanto  134
Komunitas Akar Rumput Jogja  138
Aktivitas Komunitas BOTS IPM Gresik | Imam Mawardi  147
Perpustakaan “Koperjas” | Lian Bintang (So Lian W)  150
Gerakan Literasi Ramadan | M. Azis Dzikri  153
Perpustakaan Dusun Kadipiro | Muhammad Bintang Akbar  157
Sahabat Literasi PAI UM Surabaya | M.S. Hammam Muhyiddin  164
Membangun Literasi Pelajar Indonesia | Nabhan Mudrik A.  173
Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman Yogya | Nana Yuliana  177
Majalah Sekolah Sebagai Strategi GLS | Novita Utami  178
Bisakah Literasi Kritis sebagai Gaya Hidup? | Nu’man Suhadi  182
Komunitas Angon Buku | Nushrat Uyun  192
Rumah Baca Muhammadiyah (RBM) sebagai Basis Dakwah Literasi |
Nurris Septa Pratama  186
Pengalaman Berliterasi Melalui Tumblr | Oase Aulia Amjad  196
Kegiatan Literasi di SD Negeri Gambaran | Puji Astuti  200
KUNTUM, 40 Tahun Menginspirasi Kaum Muda | Rasyid Sidiq  204
Perpustakaan Pondok Shabran | Rezza P. Sudirman  208
Membangkitkan Tradisi Keilmuan Melalui Gerakan Literasi | Riza
Azyumarridha Azra  213
Literasi sebagai Strategi Membangun Islam Berkemajuan | Rizal
Hermawan  219
Viralisasi Tren Berliterasi | Setyawan Putra Sujana  223
Pengalamanku Blusukan Literasi | Sri Lestari Linawati  228
Literasi Berkemajuan Pengabdian Masyarakat | Suhanto  231
Agenda-Agenda Menumbuhkan Semangat Literasi | Sunarno  235
Literasi Anak dan Critical Perspective | Umi Salamah  237
Ekoliterasi: Sebuah Konsep Pembelajaran Efektif, Berbasis Fitrah Anak
dan Menyenangkan bagi Siswa SD | Uswatun Hasanah  242
Menstimulasi Kemampuan Bahasa dan Membaca Anak dengan
Membacakan Cerita kepada Anak | Uswatun Hasanah  251
Membaca Serikat Taman Pustaka | W. Yono  257

|6|
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

KBM dan Motivasi Untuk Maju | Wira Prakasa Nurdia  261


Kampung ‘Imajinasi” Muhammadiyah 2050 | Yohani  265

BAGIAN KETIGA
Gerakan Literasi dan Perkembangannya | Dr. Firman Hadiansyah  274
Komunitas Sebagai Pilar Gerakan Literasi Bangsa | Faiz Ahsoul  285
Perjalanan RBK Tahun 2012-2016 | Fauzan Anwar Sandiah  293
Jihad Literasi Menggelorakan GLS | Arif Jamali Muis  309
Tradisi Literasi Muhammadiyah | Roni Tabroni  313
Mem”BACA”kan Masyarakat dan Me”NULIS”kan Intelektual | Lasa Hs. 
317

BAGIAN KEEMPAT
Memasalahkan (Lagi) Literasi | Setyaningsih  330
Muhammadiyah dan Literasi di Abad Kedua | Fauzan A. Sandiah  335
Tentang Kopdarnas Literasi: Berkumpul, Berbagi, dan Bergerak Bersama
| David Efendi  343

EPILOG
Potret, Makna, dan Ide Literasi bagi Seorang Veteran Perang
(Mengenang Dauzan Farook) | Fauzan Anwar Sandiah  347

DAFTAR PUSTAKA  353

|7|
Melalui pembudayaan gerakan literasi peradaban, Muhammadiyah
dapat berkontribusi positif dalam merawat kebinekaan dan
kemajemukan Indonesia dengan menampilkan karakter humanisnya:
ramah, harmonis, damai, toleran, penuh kasih sayang, antikorupsi,
antikekerasan, anti terorisme, anti-illegal logging, anti-trafficking, anti
ketidakadilan, dan sebagainya.
Dengan gerakan literasi peradaban yang berkeadaban, Muhammadiyah
juga dapat berkontribusi dalam mewujudkan tatanan kehidupan umat
manusia dan sistem dunia yang adil, damai, sejahtera, dan bahagia
dunia dan akhirat.
Jadi, gerakan literasi peradaban rahmatan lil íalamin, Muhammadiyah
harus tampil sebagai organisasi sosial keagamaan tela dan yang sukses
membangun peradaban umat dan bangsa yang humanis, berkemajuan,
dan berkeadilan sosial.
(Muhbib Abdul Wahab)
http://koran-sindo.com/page/news/2017-11-19/1/0/Membudayakan_Gerakan_Literasi_Peradaban
Bagian
Pertama
THE SPIRIT of DAUZAN

Prolog 1

Bangkitnya Gerakan
Literasi
Muhammadiyah
Arif S Yudistira

A
da kata-kata yang dijadikan pegangan di kalangan war-
ga Muhammadiyah saat Haedar berkomentar tentang
reuni 212. “Mengumpulkan orang untuk berdemo lebih
mudah daripada mengajak orang untuk membaca di perpus-
takaan”. Apa yang ditangkap oleh Ketua Umum Muhammadiyah
Haedar Nasir itu kemudian diejawantahkan oleh sekalangan anak
muda untuk berinisiasi menyelenggarakan KOPDARNAS Penggiat
Literasi. Acara dihadiri oleh ratusan orang dari anak-anak muda di
kalangan Muhammadiyah, organisasi MPI (Majelis Pustaka dan
Informasi) hingga pegiat literasi di berbagai kalangan di seluruh
Indonesia.
Ada berbagai sesi di acara ini, dimulai semenjak tanggal 8-10
Desember 2017. Di berbagai sesi itulah dibahas persoalan literasi,
dinamika literasi komunitas, sampai dengan problem literasi yang
bisa diselesaikan bersama-sama. Ada geliat di kalangan Muham-
madiyah untuk menepis bahwa literasi di kalangan Muhammadiyah
kurang ramai, atau menurun.
Anggapan ini hendak ditepis oleh anak-anak muda Muham-
madiyah, melalui payung Majelis Pustaka dan Informasi, untuk terus

| 10 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

menggerakkan literasi. Ada upaya untuk mendekatkan buku kepada


lebih banyak pembaca. Salah satu hal yang hendak diupayakan ada-
lah menggiatkan seribu Taman Pustaka di setiap cabang, bahkan
ranting di seluruh Persyarikatan Muhammadiyah.
Sebagai organisasi besar, tentu saja Muhammadiyah tak bisa
bergerak sendiri. Karena itulah, di perhelatan Kopdarnas yang diisi
dengan berbagai sesi diskusi itu, dihadirkan tokoh atau pegiat, serta
lembaga yang bisa digandeng untuk bersama bergerak. Mengusung
tiga kalimat pendek: “berkumpul, berbagi dan bergerak” bersama,
Kopdarnas menghadirkan Nirwan Ahmad Arsuka dari Pustaka Ber-
gerak, FTBM, dari Lazismu, hingga pihak dari Perpustakaan Nasional
serta PT Pos Indonesia, dan lain-lain.
Ada tiga elemen penting dalam Kopdarnas Penggiat Literasi ini
yang saya rasa cukup untuk mewadahi dan bergerak bersama dalam
misi literet itu. Diantaranya adalah dari kalangan perguruan tinggi
dan perpustakaan kampus, dari pegiat literer di sekolah dan perpus-
takaan sekolah, serta komunitas literasi.
Muhammadiyah melalui forum Kopdarnas Literasi itu mengha-
silkan keputusan untuk bergerak bersama di bidang literasi dengan
mendirikan organisasi bernama “Sarekat Taman Pustaka”, dibawah
koordinasi Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Ada harapan besar, ketika nanti Muktamar Muhammadiyah
tahun 2020 di Surakarta, akan menjadi pesta buku dan rasa syukur
bersama dalam menggembirakan gerakan literasi. Para tokoh, para
aktifis, hingga elemen yang ada di Kopdarnas Penggiat Literasi me-
miliki komitmen bahwa literasi bisa digerakkan oleh siapa saja. Dan
Kopdarnas ini tak sekadar menjadi forum kumpul bersama semata.
Pertemuan gagasan, ide, serta langkah untuk bergerak bersama
itulah yang setidaknya bisa kita sulut dari acara Kopdarnas Literasi.
Ada banyak pengalaman dan tukar gagasan dari Kopdarnas Literasi.
Di Jember misalnya, ada sekelompok anak muda yang bergerak
untuk memutus rantai buta huruf di kota itu yang paling buruk di
Indonesia. Di Yogyakarta, ada Rumah Baca Komunitas (RBK), di
Lampung ada taman baca yang bahkan punya usaha ekonomi. Dari

| 11 |
THE SPIRIT of DAUZAN

pengalaman-pengalaman pegiat literasi itulah, Kopdarnas bisa


saling membagi ide, saling bekerja bersama dan bergerak bersama
demi memupus anggapan (atau mitos) literasi Indonesia yang masih
rendah.
Di Solo sendiri, ada Bilik Literasi Solo, ada Koperjas (Komunitas
Perpustakaan Jalanan), ada juga Rumah Baca Srawung, hingga
Pondok Filsafat Solo. Komunitas ini memang tak hanya menerbitkan
buletin, mendekatkan buku pada semua, dan juga berharap literasi
menjadi milik semua.
Diserap dari gagasan Dauzan Farook, seorang bapak tua yang
menjadi penggerak literasi dari Kampung Kauman Yogyakarta,
Kopdarnas Literasi mengusung misi bahwa semua orang bisa men-
jadi penggerak literasi. Ada harapan pula, setelah acara Kopdarnas
Penggiat Literasi ini, selain dibentuk tiap rumpun untuk saling
bergerak bersama. Ada wadah melalui website (yang digarap MPI
(Majelis Pustaka dan Informasi) untuk mewadahi informasi, tulisan,
dan menggerakkan peserta Kopdarnas pada khususnya, untuk
bersama membaca dan menulis.

Teknologi dan Ruang Bertemu Gagasan


Kita sadari memang, kini, melalui teknologi, ada jalan terben-
tang untuk saling berkomunikasi, serta membagi gagasan. Melalui
aplikasi WhatsApp saja misalnya, bisa dikumpulkan ratusan orang
pegiat literasi di seluruh Indonesia untuk berkumpul dalam acara
Kopi Darat Nasional. Sarekat Taman Pustaka pun demikian halnya.
Setelah acara Kopdarnas, para peserta bisa saling berkabar serta
membagi kegiatan literer di komunitas, sekolah, hingga kampus.
Dari komunitas, sekolah, serta pegiat literasi di perguruan tinggi,
bila terjadi sinergi tentu akan menjadi kekuatan besar dalam
bergerak bersama di kalangan pegiat literasi. Cara Kopdarnas
Penggiat Literasi untuk berkumpul bersama serta saling membi-
carakan agenda bersama meski melalui jalan teknologi tak bisa
dinafikan. Teknologi disini, hanya sebagai media untuk bertemu di
ruang nyata untuk saling membicarakan agenda aksi literer. Disini,
| 12 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

teknologi tak dipandang sebagai suatu masalah, namun justru men-


jadi sarana penghubung dan menggerakkan.
Melalui grup WA misalnya, kita bisa saling mengingatkan dan
menangkal untuk berhenti dan melawan secara bersama-sama
terhadap penyebaran hoax atau informasi bohong. Disinilah kiranya
pentingnya komunikasi di kalangan sesama pegiat literer.
Ada misi dan jalan panjang setelah Kopdarnas Penggiat Literasi.
Berbagai kelompok, dari kalangan sekolah, perguran tinggi dan
komunitas itu saling berharap untuk bisa meramaikan gerakan lite-
rasi, melalui buku yang bisa dibaca dan dibagi bersama dibawah
payung Persyarikatan Muhammadiyah.
Tentu saja, kelak kita juga bisa membuat media atau sarana alter-
natif sebagai wadah untuk menulis dan membaca bersama, selain
dari media yang sudah ada seperti Suara Muhammadiyah, Majalah
Tabligh, Kuntum, atau majalah-majalah di sekolah-sekolah dan
kampus-kampus Muhammadiyah.
Ada suara lain dari cara Muhammadiyah bergerak, yang selama
ini dipandang cukup mumpuni di mimbar dan khotbah, Kopdarnas
Penggiat Literasi ini seolah ‘muadzin’ untuk bergerak bersama dan
saling berbagi. Cara ini barangkali lebih radikal dari gerakan teroris
yang identik dengan mengalahkan musuh dengan bom. Melalui
pertemuan para penggiat literasi ini dicoba untuk menembak dan
menghancurkan krisis literer kronis dengan cara bersama-sama
melawan musuh utamanya, yakni “kemalasan”. Ada berbagai model
gerakan literasi yang tak hanya mendekatkan buku, menulis
bersama, tapi juga menjembatani menyelesaikan persoalan literasi,
yakni membentuk kesadaran bersama.

*)
penulis adalah alumnus UMS, pengasuh MIM PK Kartasura. Komunitas
Pondok Filsafat Solo. Essainya termuat di: grup Jawa Pos, Koran Tempo, Ra-
dar Surabaya, Suara Merdeka, Wawasan, Koran Jakarta, Joglosemar,
Solopos, Media Indonesia, Majalah Bhinneka, Papyrus, Bulletin Sastra
Pawon, Suara Muhamamdiyah, dan lain-lain.
Buku: Manusia = Puisi (2011) dan ”Aku dan Buku”, Pawon (2012). Hujan
Ditepian Tubuh (Puisi), Greenta Jakarta (2012), Mendidik Anak-Anak
Berbahaya (2014) dan Penjara Perempuan (2014).

| 13 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Prolog 2

Serikat Taman
Pustaka
Muhammadiyah
Hendra Apriyadi

S
ejarah telah membuktikan, bahwa Muhammadiyah telah
lama terlibat dalam upaya membangun daya literasi
bangsa ini dengan berbagai upaya yang memungkinkan.
Diyakini, upaya ini sebagai salah satu jalan yang akan mengantarkan
negeri ini menjadi benar-benar berkemajuan dari capaian
pengetahuan yang tinggi. Apalagi, saat ini, setelah lebih dari satu
abad Muhammadiyah berkiprah, sumber daya Muhammadiyah
sangat memungkinkan untuk menjadi bagian utama dari solusi atas
keterpurukan literasi di Indonesia, mengingat infrastruktur amal
usaha yang tersebar merata dan jejaring yang bekerja dengan baik.
Ada ribuan sekolah, pondok pesantren Muhammadiyah , masjid,
dan perpustakaan di lembaga pendidikan Muhammadiyah-Aisyiyah
dari mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, yang mampu
menopang kerja-kerja literasi.
Atas motivasi inilah konsolidasi dilakukan untuk menyambut
perhelatan literasi yang lebih dahsyat sebagai sumbangsih Muham-
madiyah dalam gerakan ilmu. Maka diselenggarakanlah kegiatan
berbentuk pertemuan konsolidasi antar pegiat literasi, stakeholder,

| 14 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

dan lembaga baik yang bernaung di Muhammadiyah, organisasi


otonom, pegiat independen, yang terkait dengan literasi. Beberapa
sesi berupa seminar nasional, workshop, forum sharing dan map-
ping rencana ke depan. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jumat-
Ahad,tanggal 8-10 Desember 2017 di Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Jawa Tengah.
Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam terbesar di Indone-
sia dengan ribuan sekolah Muhammadiyah, ratusan perguruan
tinggi, serta Amal Usaha Muhammadiyah lainnya, mempunyai
peran strategis untuk mengkonsolidasi para kadernya agar terus
menggerakkan dakwah melalui kegiatan literasi. Dengan penyeleng-
garaan Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) Penggiat Literasi, yang
diikuti oleh para penggerak literasi dari berbagai penjuru daerah
dan wilayah berkumpul untuk merumuskan dan mendeklarasikan
sebuah Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah. Kesepakatan ini
secara resmi ditetapkan oleh Ketua MPI PP Muhammadiyah DR
Muchlas, M.T., bertepatan pada tanggal 9 Desember 2017 di Uni-
versitas Muhammadiyah Surakarta Jawa Tengah.
Untuk menggembirakan kegiatan ini dirangkai dengan seminar
nasional bertema “Gerakan Literasi untuk Bangsa Berkemajuan”
dengan narasumber nasional dan berkompeten seperti Kepala
Perpustakaan Nasional, M. Syarif Bando, Tokoh Pendidikan Inspiratif
Bidan Suraidah (pendiri sekolah Tapal Batas di Pulau Sebatik, Kali-
mantan Utara), Kemendikbud RI, Nirwan Ahmad Arsuka (Presiden
Pustaka Bergerak), Direktur Retail dan Jaringan PT Pos Indonesia,
Ira Puspadewi, Pustakawan Utama dan Ketua Forum Perpustakaan
PTM-PTA, Lasa Hs., dan narasumber lain yang memiliki program
mendorong gerakan literasi.
Penyelenggaraan seminar dimaksudkan untuk mencapai tujuan,
antara lain, pertama, mencari format mengelola wahana literasi
dan kampanye membaca di lingkungan Muhammdiyah maupun
umum. Kedua, mensinergikan beragam kekuatan media di ling-
kungan Muhammadiyah dengan frame gerakan literasi. Dan ketiga,
mendorong beragam komunitas literasi di lingkungan Muham-

| 15 |
THE SPIRIT of DAUZAN

madiyah agar tumbuh sebagai alternatif dalam memperkuat


gerakan dakwah berkemajuan untuk Indonesia berkemajuan.

Dakwah Komunitas
Bahagian Taman Pustaka, sebagai inspirasi pembentukan
Serikat Taman Pustaka, dalam sejarahnya merupakan salah satu
dari empat pilar gerakan Muhammadiyah (1920).Tiga pilar yang
lain adalah: Bahagian Sekolahan, Bahagian Tabligh dan Bahagian
Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO).
Spirit pencerahan terlihat pada apa yang disampaikan H.M.
Mokhtar ketika dilantik oleh KHA Dahlan sebagai Ketua Bahagian
Taman Pustaka: "Hoofd Bestuur Muhammadiyah Bahagian TAMAN
PUSTAKA akan bersungguh-sungguh berusaha menyiarkan agama
Islam yang secara Muhammadiyah kepada umum, yaitu dengan
selebaran cuma-cuma, atau dengan Majalah bulanan berkala, atau
tengah bulanan baik yang dengan cuma cuma maupun dengan
berlengganan; dan dengan buku agama Islam baik yang prodeo
tanpa beli, maupun dijual yang sedapat mungkin dengan harga
murah. Dan majalah-majalah dan buku-buku selebaran yang
diterbitkan oleh Taman Pustaka, harus yang mengandung pelajaran
dan pendidikan Islam, ditulis dengan tulisan dan bahasa yang
dimengerti oleh yang dimaksud. Bahagian Taman Pustaka hendak
membangun dan membina gedung TAMAN PUSTAKA untuk umum,
dimana-mana tempat dipandang perlu. Taman Pembacaan itu tidak
hanya menyediakan buku-buku yang mengandung pelajaran Islam
saja, tetapi juga disediakan buku-buku yang berfaedah dengan
membawa ilmu pengetahuan yang berguna bagi kemajuan
masyarakat bangsa dan negara yang tidak bertentangan kepada
agama terutama agama Islam."
Dari ungkapan visioner H.M. Mokhtar di atas, secara eksplisit
diungkapkan bahwa sebuah perpustakaan umum mempunyai
karakter: pertama, inklusif, artinya tidak punya tendensi ruang baca-
belajar ini hanyalah untuk anggota Muhammadiyah semata; Kedua,
aksesibel, mudah diakses, bacaan dapat diperoleh secara mudah,

| 16 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

murah bahkan cuma-cuma. Saat ini sudah banyak bermunculan


perpustakaan komunitas yang suka berbagi bahan bacaan secara
gratis dan tanpa syarat, sebagaimana yang dilakukan Rumah Baca
Komunitas dan lain-lain; Ketiga, terdapat dimensi komunitas
sebagaimana yang tersirat bahwa, perpustakaan umum model
Taman Pustaka haruslah dibuka dimana-saja di rasa perlu (komu-
nitas) seperti di kampung, pasar, tempat kerja, dan sebagainya.
Watak komunitas ini dipahami bahwa pengelola bersifat
fleksibel (kesukarelawanan), mekanisme pinjam yang sederhana,
dikelola bersama oleh warga komunitas yang saling mengenal, dan
tidak berorientasi profit. Konsekuensi pengelolaan berbasis
komunitas adalah dengan daya dukung dana yang kecil. Namun
demikian, untuk menggerakkan kegiatan biasanya selalu ada jalan
kreatif. Untuk membangun spirit pengelola taman pustaka tentu
perlu adanya etos percaya (trust) kepada peminjam/pengunjung
dan sesama pengelola. Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah
membangun keyakinan pengelola bahwa perpustakaan kecil yang
dibangun akan memberi manfaat kepada pengelola itu sendiri, dan
suatu saat dapat kiranya bermimpi manfaat bagi sesama.
Keberadaan perpustakaan atau taman pustaka ini tidak ditentu-
kan oleh banyak sedikitnya pengunjung. Salah satu mantra yang
perlu diingat adalah sebagaimana yang pernah dipesankan oleh
Dauzan farook asal kauman yang dikenal dengan perjuangannya
membangun “Perpustakaan Mabulir” (Majalah Buku Keliling
Bergilir) yaitu bahwa, “Siapa saja dapat menjadi penggerak literasi.”

Penyegaran Taman Pustaka


David Efendi, Ketua Nasional Serikat Taman Pustaka Muham-
madiyah, mengungkapkan bahwa komunitas yang kreatif dan
berdaya tahan pada umumnya tumbuh di luar struktur yang for-
mal. “Sayap kreatif biasanya muncul dari luar struktur formal”
(Dahlan, 2016). Di dalam komunitas literasi juga sangat mendesak
untuk adaptif terhadap media baru yaitu media online atau media
sosial. Keberadaan taman pustaka dapat dikolaborasikan dengan

| 17 |
THE SPIRIT of DAUZAN

radio untuk menyiarkan manfaat buku, begitu juga facebook,


whatsapp, twitter, instagram, dan media jejaring sosial lainnya
dapat didayagunakan untuk memaksimalkan fungsi taman pustaka
bagi lebih banyak orang yang tak dibatasi ruang. Inilah nafas segar
baru yang punya peluang kemanfaatan bagi gerakan pencerahan.
Keberadaan perpustakaan di level ranting atau komunitas adalah
media dakwah komunitas yang sangat strategis untuk membangun
mentalitas cinta arsip, cinta pengetahuan, melek media, dan trampil
sebagai fondasi gerakan berkemajuan. Dakwah komunitas (inklusif)
sendiri adalah keputusan penting Muktamar Muhammadiyah di
Makasar (2015). Kemanfaatan lain komunitas literasi adalah dapat
menggerakkan penulisan sejarah. Sejarah lokal seperti sejarah ran-
ting atau cabang Muhammadiyah bisa digerakkan oleh pegiat lite-
rasi di komunitas (taman pustaka). Para pengelola taman pustaka
adalah insan yang sadar dokumentasi, sadar pentingnya menulis
sebagai apresiasi nilai-nilai positif membaca. Pegiat literasi di taman
pustaka dapat mengabadikan pemikiran tokoh, ketua ranting, atau
siapa saja yang ada di pusat gerakan di level ranting/komunitas.
Kesadaran menulis sejarah mudah diinternalisasi oleh insan
pustaka –pecinta buku, arsip, dokumentasi. Bukan hanya tulisan,
taman pustaka bisa mengarsipkan suara sebagaimana yang
dilakukan oleh Radio Buku, yang bisa mengarsip audio-visual sekali-
gus. Taman pustaka bisa melakukan konvergensi media baik online
maupun offline dan kreatif menghidupi gerakannya.
Watak berkemajuan Muhammadiyah sejak kelahirannya telah
konsisten menjunjung tinggi pengetahuan untuk memajukan bang-
sanya dari keterpurukan akibat penjajahan atau akibat kejumudan.
Perpustakaan adalah ladang mengasah kekuatan kemandirian suatu
bangsa.
Diantara hasil Kopdarnas Penggiat Literasi adalah keputusan
untuk membentuk Koordinator Nasional (Kornas) Serikat Taman
Pustaka Muhammadiyah. Lima orang terpilih sebagai Kornas Serikat
Taman Pustaka. Mereka adalah David Efendi, Hendra Apriyadi,
Novita Utami, Arif Yudistira dan Bondan Setyo Utomo.

| 18 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

David Efendi menjadi Ketua Serikat Taman Pustaka. Salah satu


pendiri Rumah Baca Komunitas selain aktif berkegiatan literasi,
berprofesi sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Yogya-
karta. Sejak mahasiswa, Ketua Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (2006-2008) ini su-
dah terbiasa menggerakkan buku bacaan sampai ke pelosok desa
bahkan ke luar Jawa. David menjadi pengurus Majelis Pustaka dan
Informasi PP Muhammadiyah periode 2015-2020.
Hendra Apriyadi, kornas Serikat Taman Pustaka membidangi
penggerak Majelis Pustaka. Aktifitas sebagai Guru Bahasa Indone-
sia di SMK Muhammadiyah Lebaksiu Kabupaten Tegal Jawa Tengah,
Redaksi Tabloid Cermin PWM Jateng, pembina Gerakan Literasi
Sekolah Famuba , penulis , ketua Komunitas Rumah Baca Matahari
Kabupaten Tegal, Ketua MPI PDM Kabupaten Tegal, Sekertaris
Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Tegal, Biro
TVMU Tegal. Peraih Award Suara Muhammadiyah kategori Peng-
gerak Dakwah di Bidang Jurnalistik tahun 2016.
Novita Utami, kornas Serikat Taman Pustaka yang membidangi
pengembangan majalah sekolah. Seorang guru Bahasa Inggris dan
pimpinan redaksi majalah Arba’a di SD Muhammadiyah 4 Surabaya,
anggota LPPA PWA Jatim, tahun 2016 pernah meraih juara 1 lomba
PTK ME Majelis Dikdasmen Jawa Timur. Arif Yudistira, kornas rum-
pun komunitas Sarekat Taman Pustaka, tuan rumah Pondok Filsafat
Solo, pengasuh MIM PK Kartasura, penulis dan aktifis di Komunitas
Sastra Pawon Solo, menjadi Presidium Kawah Institute Indonesia
serta pegiat Bilik Literasi Solo. Bondan Setyo Utomo, Kornas Serikat
Taman Pustaka yang membidangi Perpustakaan. Seorang pustaka-
wan di lingkungan STIKES Muhammadiyah Kudus.

Hendra Apriyadi (hendraapriyadi88@gmail.com)


Ketua MPI PDM Kabupaten Tegal
tegal.muhammadiyah.or.id | facebook.com/hendra.apriyadi.31

| 19 |
Menulis dan membaca adalah inti dari gerakan literasi yang akan
menopang Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu. Pengilmuwan gerakan
di dalam Muhammadiyah bukan hanya didorong oleh niat baik tetapi
oleh infrastruktur pengetahuan yang kuat. Gerakan membaca atau
gerakan iqro’ harus dimaknai sebagai upaya membangun dan
meneguhkan pilar Muhammadiyah, meminjam Bahasa Prof Syafii
Ma’arif, sebagai gerakan ilmu. Gerakan literasi di Persyarikatan ini
menjadi tanggungjawab semua elemen organisasi mulai dari ranting
sampai pusat, majelis, lembaga, dan organisasi otonom. Dengan
demikian, Muhammadiyah akan memberikan kado sangat besar bagi
bangsa, karena peran pencerahannya melalui pengembangan dan
penguatan gerakan literasi.
(David Efendi)

http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/11/02/merawat-gerakan-literasi/
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Bagian
Kedua

| 21 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Memulai Aktivisme
Literasi di RBK
Alhafiz Atsari

S
edari SMA, saya tidak pernah melakukan aksi-aksi dalam
komunitas apapun termasuk komunitas literasi.
Kecanggungan itu hadir ketika saya hijrah ke Yogyakarta
dan berjumpa dengan sekelompok orang yang melibatkan diri di
sebuah rumah baca. Menghabiskan waktu dengan mengantarkan
buku, meminjamkan ke masyarakat di Kota Yogyakarta, dan men-
donasikan buku-buku mereka ke rumah baca. Ini adalah momen
dimana saya pertama kali melihat orang-orang yang hidupnya
berjibaku dengan buku.
Yang ada dipikiran saya ketika itu: kurang kerjaan, orang saja
beli buku mikir-mikir, harus nabung, puasa, dan makan ala kadar-
nya, ini kok malah disumbangin. Kadang-kadang, kita juga sulit
untuk merogoh kocek jika buku itu mahal bagi kita, misalnya saja
100 ribu, bagi saya ketika itu, mendonasikan buku dengan harga
segitu adalah hal konyol.
Kecenderungan seseorang untuk terlibat sebagai pegiat literasi,
biasanya dimulai setelah ia memasuki jenjang studi di perguruan
tinggi setempat. Namun, pernyataan ini tidak bisa dijadikan sebuah
patokan mutlak. Tidak semua mahasiswa kelak akan menjadi aktivis
literasi. Kecanggungan dan keengganan menjadi salah satu
penyebab yang lumrah terjadi.
| 22 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Keenganan untuk melakukan aktivitas ini biasanya dilatar-


belakangi oleh tidak adanya motivasi ketika mereka duduk dijenjang
SMA. Motivasi sebagai seorang mahasiswa masih dijejali dengan
cara berpikir: melanjutkan ke jenjang kuliah itu penting, penting
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, jangan berpikir yang
aneh-aneh, buang-buang uang dan waktu untuk berorganisasi atau
berkomunitas. Cara-cara berpikir seperti ini pun masih dengan
mudah ditemui dan diamini bahkan oleh para pengajar di perguruan
tinggi, termasuk di kampus saya ketika itu.
Masa peralihan siswa ke mahasiswa menjadi sebuah proses yang
sulit jika ia masih belum menemukan ‘jalan yang benar’, apalagi
untuk menjadi seorang aktivis literasi. Saya mengawali perkenalan
dengan dunia ini ketika masih menjadi seorang mahasiswa semes-
ter tiga.
Kala itu, saya mendapatkan seorang dosen yang cukup membo-
sankan ketika mengajar. Kehadirannya selalu diiringi dengan tugas
yang tiada henti-hentinya. Dengan ketidaktahuan akan latar bela-
kang beliau dan sikap acuh saya sebagai mahasiswa. Bapak itu
mengajak kami untuk mendiskusikan tugas mini riset di sebuah
tempat, sebut saja Rumah Baca Komunitas (RBK).
Jadwal pertemuan disepakati, saya datang sendiri ke RBK. Kesan
pertama saya ketika sampai adalah sebuah ketidaktertarikan.
Rumah itu cat temboknya pudar, terletak di ujung jalan buntu, di
lembah mendekati sungai, dikelilingi rumah-rumah dari kelas
menengah bawah. Tidak ada yang istimewa jika saya perhatikan
dari luar rumah. Keadaannya begitu berbeda dengan perumahan
yang terletak kurang lebih 150 meter dari rumah ini di bagian atas.
Untuk mencapai rumah ini, harus melalui jalan menurun, mele-
wati jalan tanah tidak beraspal, begitu kontras dengan perumahan
yang berada di atas, jurang ekonomi menganga begitu kentara.
Bagi saya, ketika itu, ini bukanlah hal menarik dan mengusik
pikiran saya yang dipenuhi ‘kamu adalah mahasiswa, kamu harus
hidup di tempat yang layak, dan tidak akan melakukan aktivisme
literasi seperti itu dan di tempat itu.

| 23 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Ruangan dalam berisi tumpukan buku yang disusun di rak kayu


sederhana, seperti rak buku yang biasa dijumpai di indekos
mahasiswa. Saya dipersilahkan masuk oleh salah satu pegiatnya.
Sialnya, dosen yang ditunggu belum kunjung datang, dan memang
pada akhirnya tidak datang.
Sembari menunggu, ada seorang pegiat yang menemani saya.
Tidak ada percakapan yang begitu berarti saat itu. Belum ada ilham
untuk menggali lebih jauh tentang komunitas ini. Bagi saya, saat
itu, saya merasa canggung berada di tempat seperti itu. Saya tidak
memiliki pengalaman tentang aktivitas ini. Bahkan, ini pertama
kalinya saya melihat sebuah taman baca atau rumah baca, atau
mungkin sebagian orang menyebutnya perpustakaan desa.
Akhirnya, saya terpikir untuk mencari buku yang bisa dijadikan
bahan bacaan untuk riset saya. Tanpa saya duga, pegiat tersebut
membantu saya mencari buku, dengan ramah sekali mondar-
mandir ke rak demi rak untuk mencari buku yang saya inginkan.
‘Maaf merepotkan mas’, ucap saya. Senyuman dan tetap melanjut-
kan pencarian buku, itulah yang saya terima dari respon pegiat itu.
Sangat berbeda dengan suasana di perpustakaan kampus, dimana
para pustakawannya sangat tidak ramah dan, ah sudahlah…
Ini sebuah perkenalan yang baik menurut saya, ketika itu. Dan
saya pulang dengan membawa buku. Beberapa hari kemudian, saya
diajak oleh dosen saya untuk mengikuti diskusi di RBK. Diskusi
berjalan seperti biasa.
Selanjutnya, saya menghadiri diskusi setiap hari rabu dan jum’at,
ditemani gorengan, jajanan dan kopi. Kehadiran saya dan teman-
teman yang lain selalu diapresiasi oleh seluruh pegiat, kehangatan
tanpa mengenal senior dan junior saya rasakan sedari awal. Aktivi-
tas-aktivitas semacam ini yang kelak kemudian menyeret saya dan
mulai aktif sebagai pegiat literasi.
Sejak saat itu, saya langsung dianggap sebagai seorang pegiat
RBK. Lantas, saya harus berbuat apa? Saya tidak tahu mekanisme
kerjanya. Saya rasa para pegiat RBK itu terlalu mudah memberikan
kepercayaan kepada seseorang. Mungkin ini yang membuat RBK

| 24 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

mampu melepas kecanggungan dan pengenalan aktivisme literasi.


Kecanggungan yang diawal saya miliki mulai terkikis, dan
penemuan jawaban atas aktivisme ini dimulai. Saya mendapatkan
kesempatan untuk menjadi seorang fasilitator, bukan hanya
memandu diskusi tapi juga sebagai pemateri. Rasa kekeluargaan
dan semangat untuk berbagi ilmu dan buku kepada siapapun
terpampang jelas di segala aktivitas RBK. Hari minggu, yang
biasanya digunakan oleh sebagian besar mahasiswa seperti saya
untuk tidur, diganti dengan membawa buku ke Alun-alun Kidul
Yogyakarta. Menggelar lapak buku, menunggu para pembaca hadir,
mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.
Pada akhirnya RBK mengubah cara berpikir dan bertindak saya.
Yang awalnya canggung, sekarang saya diajak untuk berpikir bebas
dan mendalam. Mengenal buku, novel, yang tidak pernah saya baca
semasa SMA dan pikirkan selama ini, merupakan kebahagiaan
tersendiri bagi saya.
Setelah tiga tahun lebih bergiat di komunitas ini, melakukan
aktivitas membaca, menulis dan menanam, RBK mengajarkan saya,
mengapa para pegiat mau mengeluarkan duitnya untuk patungan
membeli penganan, kudapan untuk diskusi? Mengapa mereka mau
patungan, bantingan untuk membiayai komunitas ini agar tetap
berjalan? Mengapa tidak mencari sponsor atau membuat proposal
ke pemerintah? Jawabannya sederhana, karena setiap orang bisa
memulai aktivisme literasi dari dirinya sendiri, seperti yang
dilakukan Mbah Dauzan Farook.

Alhafiz Atsari (alhafiz.atsari0@gmail.com)


Rumah Baca Komunitas, Yogyakarta.
www.rumahbacakomunitas.org

| 25 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Membumikan Budaya
Literasi
Alli Nurdin

I
ndonesia adalah negara yang mempunyai sumberdaya
manusia (SDA) yang paling dominan di Asia Tenggara. Hal
ini disebabkan karena luasnya daratan dan luasnya lautan
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, atau dari Serambi
Mekkah hingga Papua.
Banyaknya sumberdaya manusia (SDA) tentu akan menghasilkan
sebuah karya cipta. Baik karya yang berbentuk barang, seperti:
anyaman, batik, elektronik, dan sebagainya. Maupun karya-karya
yang dituangkan melalui tulisan-tulisan anak bangsa. Namun, ba-
nyaknya sumberdaya manusia (SDA) di Indonesia ini, Bagaimana
cara, Membumikan Budaya Literasi?
Pada tema ini, Membumikan Budaya Literasi, akan mampu men-
jawab cara memaksimalkan manusia-manusia yang mempunyai
sebuah karya cipta. Namun, sebelum memaparkan cara-cara atau
metode menghasilkan karya cipta. Terlebih dahulu, pentingnya
memahami sebuah makna, “Membumikan” dan makna, “Budaya
Literasi”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membumikan
berarti menanam atau menyimpan dalam tanah. Sedangkan, me-
nurut istilah membumikan adalah menanamkan atau menghidup-
kan. Sedangkan, Budaya literasi adalah kebiasaan dalam membaca
dan menulis. Jadi, dari pengertian masing-masing kata di atas, dapat
| 26 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

disimpulkan bahwa makna, Membumikan Budaya Literasi, adalah


menghidupkan kebiasaan membaca dan menulis.
Menghidupkan kebiasaan membaca dan menulis tentu membu-
tuhkan sebuah strategi, metode, atau cara dalam pengaplikasian-
nya. Pasalnya, kebiasaan membaca bagi masyarakat Indonesia men-
jadi hal yang perlu dipertanyakan eksistensinya. Hal ini disebabkan
karena banyaknya sumberdaya manusia (SDA) yang belum
menghasilkan sebuah karya cipta. Sebuah karya cipta hadir karena
manusia mempunyai daya kreativitas. Daya kreativitas tidak akan
hadir bila manusia tidak menghidupkan sebuah budaya literasi.
Yaitu, membaca dan menulis.
Mengapa budaya membaca dan menulis menjadi pusat per-
hatian sebuah kreativitas? Karena membaca adalah awal dari
gerbang sebuah ilmu pengetahuan. Dan menulis adalah gerbang
manusia menuangkan atau menghasilkan sebuah karya inovasi
pembaharuan.
Namun, dalam pengembangan sebuah kreativitas yang meng-
hasilkan sebuah inovasi tentu akan mengalami beberapa faktor
penghambat yang harus diantisipasi. Faktor penghabat itu dapat
melalui faktor internal maupun faktor eksternal.

a. Faktor Penghambat (Internal)


Faktor penghambat (internal) dalam pengembangan sebuah
kreativitas dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini. Pertama,
Not Confident (tidak percaya diri). Tidak percaya atau tidak menga-
kui bahwa didalam diri mempunyai potensi adalah awal dari sebuah
mematikan daya kreativitas. Mengapa demikian? Karena, awal
sebuah kemampuan adalah meyakini dadalm hati bahwa kreativitas
akan tumbuh bila percaya diri dibangun dari dalam diri.
Kedua, Apatis (sikap acuh tak acuh). Apatis adalah sikap yang
acuh tak acuh atau sikap yang tidak tanggap terhadap perkem-
bangan terhadap diri sendiri. Orang yang apatis cenndrung tidak
akan menghasilkan sebuah kreativitas atau karya cipta. Hal ini
disebabkan karena, ego didalam diri cendrung dominan. Sehingga,

| 27 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dalam perkembangan kehidupan sekitar hanya sebagai orang yang


tidak mempunyai daya saing dalam kehidupan.

b. Faktor Penghambat Eksternal


Selain faktor penghambat internal (penghambat dari dalam),
faktor penghambat eksternal (faktor penghambat dari luar) akan
mempengaruhi matinya daya kreativitas manusia. Faktor-faktor
penghambat eksternal dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu: Pertama, Faktor Keluarga. Keluarga adalah sebuah anggota
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Dari sebuah keluarga inilah
bermula sebuah penanaman jiwa-jiwa dan pola pikir yang
membentuk sebuah kreativitas. Jika penanaman atau pembiasaan
didalam lingkup keluarga dilakukan sejak dini. Maka, akan dengan
sendirinya daya kreativitas terbentuk rapi. Disinilah, pentingnya
sebuah peran orangtua dalam mengembangkan tumbuh kembang
kreativitas bagi generasinya. Jika orangtua gagal menanamkan daya
kreativitas bagi generasinya. Maka, disini pula lah faktor peng-
hambat kreativitas itu bermula.
Kedua, Faktor Masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan orang-
orang yang bermukim di tempat yang sama. Pada faktor pengham-
bat masyarakat dalam mengembangkan daya kreativitas lebih
difokuskan pada jajaran ranting orang-orang yang memimpin suatu
pedasaan. Misalnya saja, seorang lurah (kepala desa), tidak mewa-
dahi bagi masyarakatnya dalam mengembangkan potensi-potensi
masyarakat disekitarnya. Sehingga, masyarakat tidak mendapat
fasilitas dalam mengembangkan daya kreativitasnya.
Itulah berbagai macam faktor internal dan faktor eksternal yang
dapat mengahambat daya kreativitas manusia. Matinya daya
kreativitas akan mematikan sebuah karya cipta. Sehingga, dalam
konteks inilah, Membumikan Budaya Literasi, akan menjadi objek
menghidupkan sebuah kreativitas yang mengahasilkan sebuah
karya cipta.
Dan, dalam konteks ini pula terjawablah pertanyaan, Bagaimana
cara, Membumikan Budaya Literasi?

| 28 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Cara membumikan budaya literasi membutuhkan sebuah me-


tode atau starategi. Metode yang paling efektif dalam membumikan
budaya literasi dalam dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
Pertama, Membiasakan Membaca Sejak Dini. Membaca sejak dini
adalah cara pertama membumikan budaya literasi. Hal ini karena
memori manusia sejak ini yang dimulai dengan kebiasaan membaca
akan menjadi generasi-generasi yang menghasilkan daya cipta.
Selain itu, membumikan budaya literasi akan terwujud dengan
adanya faktor yang mendukung dalam pengembangannya. Seperti,
keluarga menanamkan cinta baca dan masyarakat yang mewadahi
atau memfasilitasi dalam kegiatan-kegiatan membaca. Seperti,
memfasilitasi adanya gedung pustaka atau memfasilitasi alat
pendukung dalam mengasah kemampuannya.
Kedua, Membiasakan Menulis. Setelah informasi dari hasil
membaca, membumikan budaya literasi, dapat dilakukan dengan
Membudayakan Menulis. Menulis adalah hal yang paling penting
dalam eksplorasi karya cipta.
Membaca saja, tanpa mengembangkan budaya menulis, akan
menghasilkan ide, gagasan, atau pemikiran yang berguna bagi diri
sendiri. Apalagi jika dilanjutkan dengan menulis, akan dihasilkan
ide, gagasan, atau pemikiran yang dapat bermanfaat bagi manusia
yang lain.
Membumikan budaya literasi adalah menumbuhkan kebiasaan
membaca dan menulis haruslah dimulai sejak dini. Sehingga,
sebuah kreativitas atau daya cipta akan hadir dengan sendirinya
seiring dengan manusia-manusia melatih dan mengembangkan
gagasan-gagasannya.

Alli Nurdin (allinurdin9@gmail.com)


Lapak Baca Jalanan, Kota Metro Lampung
PK IMM FE Universitas Muhammadiyah Metro

| 29 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan Rumah
Baca Mentari Untuk
Kemajuan Bangsa
Agung Hidayat Mansur

S
alah satu hal paling mendasar dibuatnya lembaga atau
wadah yang memfasilitasi berbagai buku (perpustakaan)
untuk khalayak umum adalah adanya kesadaran sosial dan
keinginan menjalankan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Oleh karena itu, pelajar Muhammadiyah Polewali Mandar selain
berupaya menetralisir lingkungan, setelah kita tahu bahwa kehi-
dupan/lingkungan memiliki benang hitam atau penyimpangan yang
ada pada masyarakat kini. Pelajar Muhammadiyah juga memak-
sudkan bahwa upaya-upaya ini adalah suatu pengabdian kepada
bangsa Indonesia.
Perpustakaan merupakan tempat atau pusat kegiatan masya-
rakat untuk mendapatkan akses membaca baik disediakan oleh
pemerintah atau lembaga pendidikan. Namun, keberadaan perpus-
takaan yang dibentuk oleh pemerintah masih belum menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Demikian juga perpustakaan yang dibu-
at oleh lembaga pendidikan seperti SD, SMP, SMA dan perguruan
tinggi hanya untuk digunakan oleh kalangan internal dari lembaga
tersebut dan tidak tersedia selama 24 jam dan hanya hari sekolah
saja. Dari kedua lembaga tersebut baik pemerintah dan lembaga
pendidikan yang menyediakan perpustakaan ternyata belum
memenuhi kebutuhan membaca masyarakat. Maka dari itu perlu
| 30 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

adanya perpustakaan umum yang memberi akses mudah untuk


memenuhi kebutuhan bahan bacaan masyarakat. Minimnya minat
baca masyarakat akibat dari tidak adanya bahan bacaan dirasa
sangat penting untuk perlunya dilakukan inovasi untuk memenuhi
kebutuhan membaca masyarakat.
Untuk menjawab persoalan yang terjadi di masyarat kita, ten-
tang tidak adanya perpustakaan yang dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat, maka kami dari Komunitas Rumah Baca Mentari
di Kabupaten Polewali Mandar telah membentuk perpustakaan
masyarakat. Pada sebuah perpustakaan yang menjadi inti adalah
tersedianya bahan bacaan, baik buku pelajaran, buku umum,
majalah dan lain-lain, mengingat bervariasinya kebutuhan dari
masyarakat tentang membaca.
Hal ini harus didukung pula oleh berbagai pihak, khususnya
pemerintah yang menjadi bagian terpenting dari masyarakat.
Pemerintah memiliki peran penting untuk memajukan kesejahte-
raan masyarakat dan meningkatkan sumberdaya masyarakatnya.
Mengenal lebih dalam lagi tentang perpustakaan, tentunya
sebagian besar pelajar sudah pernah mendengar atau membaca
kata “literasi” yang arti khususnya ialah membaca, menulis, dan
mengolah informasi. Pelajar Muhammadiyah Polewali Mandar
berkeinginan turut andil dalam menuntaskan kebutaan dan kebi-
suan membaca dan menulis. Seiring perkembangan jaman (glo-
balisasi), ada ilmuwan yang meramalkan bahwa peperangan yang
terjadi pada masa depan adalah peperangan antar media teknologi
(tulisan). Berliterasi sangat penting untuk melepaskan kita dari anti
kritik terhadap media setelah juga kita tahu maraknya berita palsu
yang cukup meresahkan masyarakat (hoaks).
Rumah Baca Mentari (RBM) adalah sebuah lembaga yang ber-
gerak dibidang kerja-kerja literasi, bertujuan menperkenalkan
budaya literasi kepada masyarakat. Budaya literasi artinya sebuah
kebiasaan untuk melakukan proses membaca dan menulis serta
adaya upaya memahami, memaknai sebuah teks tertulis. Rumah
Baca Mentari didirikan pada 9 Maret 2017 di Wonomulyo, sebagai

| 31 |
THE SPIRIT of DAUZAN

langkah awal Rumah Baca Mentari menyediakan pojok baca yang


sederhana dengan beberapa buah buku saja. Seiring berjalannya
waktu Rumah Baca Mentari mencoba untuk lebih berkembang.
Rumah merupakan sebuah tempat tinggal bagi sang pemilik atau
penghuninya. Rumah dibuat untuk memenuhi kebutuhan seseo-
rang untuk mendapatkan rasa aman serta nyaman untuk tinggal
atau beristirahat dalam sebuah lingkungan. Banyak pula yang me-
manfaatkan rumah menjadi tempat untuk bekerja dan berkarya.
Rumah Baca Mentari dibuat untuk para pelajar yang senang
berkarya lewat dunia literasi. Rumah Baca Mentari yang lahir dari
gagasan dan semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
baik lewat pendidikan, ilmu, pengetahuan dan baca tulis. Maka
pada bulan Maret 2017, lahirlah sebuah pemikiran untuk mendiri-
kan Perpustakaan Pelajar Muhammadiyah Polewali Mandar di
sekretariat Pimpinan Ikatan Pelajar Muhammadiyah Polewali
Mandar yang kini dinamakan Rumah Baca Mentari.
Mentari adalah sebuah cahaya pagi hari dari sang surya atau
matahari. Nama Mentari dipilih sebagai nama rumah baca Pelajar
Muhammadiyah karena Mentari yang diibaratkan sebagai awal dari
sebuah kehidupan yang cerah dan semangat untuk memulai
aktivitas setelah tidur dalam kegelapan malam.
Dalam perjalanan Rumah Baca Mentari “Perpustakaan“ menye-
diakan buku bacaan dari para pendiri serta meminta buku koleksi
keluarga untuk dihibahkan ke perpustakaan ini untuk menjadi
koleksi Perpustakaan Pelajar Mentari. Dalam pengembangannya,
Rumah Baca Mentari mencoba untuk memanfaatkan hubungan
emosional persyarikatan Muhammadiyah baik dengan kepada
pimpinan serta warga Persyarikatan untuk mendapatkan buku-buku
untuk menambah koleksi perpustakaan Rumah Baca Mentari.
Sejatinya Rumah Baca Mentari dibentuk untuk menyediakan
bahan bacaan kepada pelajar-pelajar Muhammadiyah untuk men-
dapatkan informasi serta ilmu lewat buku, baik buku tentang
organisasi IPM, Muhammadiyah dan buku-buku umum yang dapat
bermanfaat bagi para pelajar Muhammadiyah.

| 32 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Kini perpustakaan Rumah Baca Mentari mencoba untuk men-


dorong minat baca para generasi muda baik di internal IPM maupun
diluar IPM. Perpustakaan ini dibuka secara umum. Untuk memper-
kenalkan perpustakaan ini serta menarik minat baca masyarakat
Polewali Mandar khususnya generasi muda, Rumah Baca Mentari
secara giat mengadakan Perpustakaan Keliling lewat “gelar buku”,
kegiatan ini dilakukan setiap Sabtu sore di Alun-Alun Wonomulyo.
Tujuan dari Perpustakaan Komunitas Rumah Baca Mentari ini
yaitu: (1) Bertujuan menciptakan pusat kegiatan masyarakat untuk
membaca dan menulis. (2)Bertujuan untuk memberikan akses ba-
caan yang dekat dengan masyarakat. (3) Bertujuan untuk memu-
dahkan masyarakat mendapatkan sumber informasi.

Visi:
Menjadikan Rumah Baca Mentari sebagai perpustakaan yang
mencerdaskan dan menggembirakan.

Misi:
1. Memberikan akses yang mudah bagi masyarakat dalam peme-
nuhan kebutuhan membaca
2. Memberikan wadah bagi masyarakat untukmen dapatkan
sumber informasi yang mudah di akses
3. Meningkatkan minat baca masyarakat
4. Memudahkan masyarakat memperoleh ilmu pengetahuan
5. Meningkatkansumber daya manusia di Polewali Mandar.

Program-Program Literasi
1. Perpustakaan 24 Jam
Perpustakaan 24 jam yakni rumah baca mentari memberikan
akses yang tidak terbatas bagi masyarakat yang ingin membaca
di perpustakaan Rumah Baca Mentari.
2. Perpustakaan Jalanan (Gelar Buku)
Perpustakaan jalana merupakan agenda mingguan dari Rumah
Baca Mentari yakni setiap hari Sabtu sore di alun-alun

| 33 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Wonomulyo melaksanakan perpustakaan jalanan yang terbuka


untuk umum dan menyediakan buku bacaan yang gratis untuk
dibaca.
3. Kelas Menulis
Kelas menulis merupakan program literasi yang bertujuan untuk
melatih anak-anak untuk menulis, dilakukan secara berkala di
Rumah Baca Mentari.
4. Donasi Buku
Donasi buku adalah program Rumah Baca Mentari untuk
membatu komunitas literasi lainya. Rumah Baca Mentari men-
donasikan buku kepada komunitas literasi lain yang ada di
Sulawesi Barat.

Tentunya sebagai sebuah komunitas yang memiliki tujuan awal


untuk memberikan fasilitas dan akses yang mudah kepada masya-
rakat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, tentunya yang menja-
di cita-cita kami adalah komunitas ini dapat bertahan hidup dan
tetap eksis dengan langkah-langkah yang lebih memajukan bangsa
dan masyarakat kita.

Agung Hidayat Mansur


Rumah Baca Mentari
Ikatan Pelajar Muhammadiyah Polewali Mandar

| 34 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Lokomotif Masa
Depan
Andi Pebriudin Al-Batani

M
anusia diciptakan oleh Allah Ta’ala sebagai mahluk yang
sempurna Dibandingkan mahluk Allah Ta’ala yang
lainnya: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(Qs. at-Tin: 4). Maka
manusia menerima amanah sebagai khalifah di muka bumi yang
mahluk lain tidak sanggup mengembannya. Allah menawarkan
amanah kepada gunung, batu, pohon, hewan, dan mahluk yang
lainnya mereka tidak sanggup. Seyogyanya manusia diciptakan ke
dunia memiliki dua tugas.
Pertama, sebagai khalifah di muka bumi: “Ingatlah ketika Tuhan-
mu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Me-
ngapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku me-
ngetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs. al-Baqarah: 30).
Kedua, sebagai hamba yang beribadah kepada Allah Ta’ala: “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (Qs. adz-Dzariyat: 56). Kedua tugas tersebut
tentunya saling berkaitan. Khalifah dalam bahasa Arab artinya
| 35 |
THE SPIRIT of DAUZAN

adalah pemimpin. Menurut hadis Rasullulah semua orang adalah


pemimpin, pemimpin negara (Presiden), pemimpin keluarga,
hingga memimpin dirinya sendiri.
Ibnu umar r.a berkata: saya telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala
negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang
dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang
dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga
suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya.
Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas
memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal
yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya
(diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Ibadah, konsep dasarnya adalah mengabdi kepada Allah, lekat
dengan konsep taqwa (menjalankan perintahnya dan menjauhi la-
rangannya). Memimpin merupakan perintah Allah, jadi jika kita
menjalankan kepemimpinan dengan baik karena Allah hal itu
merupakan ibadah. Pada bahasan kali ini, kita akan membahas ten-
tang memimpin rumah tangga lebih spesifik lagi memimpin anak.
Memimpin anak dengan kata lain kita mengarahkan anak agar ia
dapat meraih masa depannya dengan baik. Semua akan kita
rangkum dalam mendidik anak pada zamannya.
“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman
yang berbeda dengan zamanmu,” demikian pesan khalifah kedua
umat Islam, Umar bin Khaththab. Pesan yang sangat singkat, padat,
dan fenomenal tentang pendidikan anak. Mendidik anak pada
zamannya tentu yang terbayang pada benak kita zaman seperti
apa anak kita hidup. Tentunya zaman kita dan anak kita tentulah
berbeda. Zaman dulu belum ada handphone touch screen, zaman
ini sudah menjadi kebutuhan.
Dewasa ini kita sering mendengar dan melihat fenomena yang
terjadi mengenai degradasi moral anak bangsa. Pergaulan bebas,

| 36 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

penggunaan obat terlarang, tawuran, dan lebih banyak lagi kerugian


masa depan anak bangsa. Mari kita renungi apakah diri kita mau,
anak yang kita cintai terjerumus kepada amoral! Jika tidak mari
kita lakukan usaha mendidik anak pada zamannya. Empat tips yang
ingin penulis kemukakan dalam mendidik anak pada zamannya.
Pertama bekali anak dengan keagamaan yang kuat memiliki
tauhid dan akhlak yang mapan. Imam Baqira RA berkata:
Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia
akhlaknya.
Dalam hadis tersebut perpaduan aqidah (bertauhid kepada Al-
lah Ta’ala) dan akhlak (bertingkah laku baik) menjadi saling berkait-
an dalam kesempurnaan. Seorang yang paling sempurna imannya
adalah yang paling sempurna imannya. Maka pendidikan dasar yang
paling utama untuk anak kita dalam menghadapi masa depannya
adalah akidah dan akhlak.
Kedua, tanamkan jiwa kepemimpinan pada diri anak agar ia
memiliki tanggung jawab dengan kehidupannya. Kepemimpinan
adalah modal dasar manusia sebagai tugasnya menjadi khalifah di
muka bumi. Melatih anak agar memiliki jiwa leadership adalah
dengan sesering mungkin memberikan amanah atau tugas tertentu.
Tugas tersebut tentunya sesuai dengan kadar kemampuan anak.
Reward dan kritik tentunya harus diberikan untuk mengevaluasi
keberhasilan anak dalam menjalankan tugasnya.
Ketiga, memiliki wawasan yang luas dengan banyak menyedia-
kan buku bacaan yang berkualitas. Dekatkan anak kepada Allah
Ta’ala dan Utusan-Nya. Membaca pesan-pesan dalam firman Allah
Ta’ala akan mengkontruksi pemikiran anak. Mempelajari kisah
Rosullulah dan para sahabatnya yang heroik dalam menyebarkan
agama Islam akan membangun semangat dakwah anak. Jika ia
sudah dekat dengan Allah dan Rosul-Nya baru kemudian berikan
kepadanya kisah orang-orang sukses. Hadirkan juga ilmu penge-
tahuan yang umum dipelajari.
Keempat, asah potensi ketrampilan yang dimiliki anak, jadikan
ketrampilan itu menjadi soft skil bagi kehidupannya di masa depan.

| 37 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Bekal ketrampilan anak akan menjadikan ia survive menghadapi


kehidupannya kelak. Soft skill tersebut dalam berbagai bidang,
namun harus spesifik. Maksudnya memiliki keahlian dalam satu
hal bidang. Misalnya ketrampilan sastra, kesenian, olahraga, sains,
dan lain-lain.
Kita tilik juga pada empat pilar pendidikan sekarang dan masa
depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan
oleh lembaga pendidikan formal, yaitu: (1) learning to know (belajar
untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan
sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melaku-
kan sesuatu, (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang),
dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan
bersama).
Learning to know, guru dalam hal ini berperan menjadi fasilitator.
Guru menyediakan, mencari bersama, dan mengarahkan pengeta-
huan yang siswa butuhkan. Maka belajar untuk mengetahui akan
segera terwujud.
Learning to do, guru berperan menjadi Instruktur atau pengarah
dalam melakukan sesuatu perbuatan. Guru di tuntut kaffah dalam
hal praktik yang benar. Maka kegiatan yang dilakukan oleh siswa
akan on the track yang benar.
Learning to be, guru dalam hal ini guru harus bisa menghadirkan
inspirasi kepada siswa. Inspirasi berani menjemput kesuksesannya
di masa depan dengan melihat orang orang sukses di sekitarnya.
Siswa dapat merasakan sensasi menjadi orang yang berhasil meng-
genggam dunia. Hal ini dapat di lakukan dengan bermain peran
menjadi seseorang sesuai cita-citanya. Maka belajar untuk menjadi
seseorang akan segera terwujud.
Learning to live together, guru menjadi suri tauladan dalam hal
ini untuk dapat hidup bersama. Saling menghargai, toleransi, dan
dalam hidup bersama satu sama lain memiliki hak dan kewajiban.
Jadi mengikis sifat hedonisme (mencari kepuasan pribadi),
individualistis (memikirkan diri sendiri), dan saling acuh kepada
orang lain. Dalam hal ini kunci utama belajar untuk hidup bersama

| 38 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

terletak kepada guru sebagai contoh.


Segala Upaya harus kita lakukan bersama dalam menyelamatkan
generasi penerus bangsa. Kunci penyelamatan itu data pada
segiempat emas yaitu Unsur keluarga, Sekolah, masyarakat, dan
pemerintah. Keluarga hadir di tengah-tengah anak sebagai madro-
satul ula (pendidikan dasar). Pendidikan dasar belajar mengenal
Tuhan, Nabi-Nya, kewajiban menjalankan agamanya, dan akhlak
yang baik. Sekolah menjadi tempat kedua dalam belajar setelah
keluarga harapannya kebiasaan baik di rumah dapat diteruskan dan
dikristalisasi di sekolah. Hal buruk agar dapat di perbaiki secara
bersama (collaboration together).
Masyarakat adalah lingkungan yang paling bebar dalam mempe-
ngaruhi diri anak. Maka tugas lingkungan keluarga dan sekolah
memjadi garda utama dalam membentengi anak dari pengaruh
buruk. Menjadi radar of aplication (pendeteksi kebaikan) yang siap
di contoh oleh anak. Pemerintah menjadi pengambil kebijakan
untuk analisis potensi masyarakat dan pengambil arah kebijakan.
Meningkatkan kompetensi guru, penyediaan sumber belajar,
evaluasi pembelajaran menjadi tanggung jawab pemerintah.
Jika kesemuanya telah sepaham maka akan lahir generasi-
generasi emas yang menjadi harapan umat, bangsa, dan negara.
Moral dan tatanan kehidupan berbangsa menjadi bermartabat. Kita
selaku orang tua menjadi tenang untuk menghadapai hari kemu-
dian yang lebih bahagia. Semoga.

Andi Pebriudin Al-Batani (andinuni2218@gmail.com)


Inspira Magazine SD Muhammadiyah Metro Lampung
www.sdmmp.sch.id

| 39 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Kutu Buku Jember


“Pegiat Buku
Millennial”
Andi Saputra

“Minat baca masyarkat Indonesia menurut saya cukup tinggi,


itu terbukti dengan banyaknya masyarakat menunduk di warung-
warung kopi, pusat-pusat perbelanjaan, dan tempat hiburan yang
telaten dengan media sosial, hanya saja kurang pas aktualisasinya,
maka perlu gerakan menunduk kita maksimalkan fungsinya”

o Gerakan KUTU BUKU Jember memiliki semboyan “Menebar


Ilmu, Membuka Cakrawala”.

H
al mendasar dari aktivitas membaca adalah
kemampuan membaca itu sendiri, yang masih men-
jadi persoalan di negara kita. Angka buta aksara
masih sangat tinggi di beberapa daerah, salah satunya Jember,
dengan warga buta aksara usia produktif (15-59 tahun) tersebar di
31 kecamatan, pada tahun 2015 mencapai 78.752 orang.
Minat baca di Kabupaten Jember berada dibawah rata-rata Pro-
vinsi Jawa Timur yang mencapai 90 persen, Jember masih di angka
80-an (Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jember). Predikat Jember
sebagai Kabupaten Pendidikan ke-3 (ketiga) di Jawa Timur, setelah
| 40 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Surabaya dan Malang, ternyata tidak berbanding lurus dengan fakta


di lapangan, dimana aktivitas membaca dan berkunjung ke Perpus-
takaan tidak menjadi kegiatan favorit warga, bahkan mahasiswa.
Sebagai mahasiswa yang berasal dari luar Kabupaten Jember,
penulis menganggap masyarakat Jember masih berpandangan
bahwa membaca adalah sesuatu yang serius dan membosankan.
Kenyataannya, masyarakat jauh lebih gemar mengunjungi wa-
rung kopi, tempat hiburan, dan pusat-pusat perbelanjaan. Tingkat
serta minat membaca yang sangat rendah tersebut bukan tanpa
alasan, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah ter-
sebut, diantaranya adalah beberapa faktor berikut.
Faktor Kesadaran. Achmanto Mendatu (2010) mengemukakan,
kesadaran adalah keadaan dimana seorang bisa memahami diri
sendiri dengan setepat-tepatnya. Seseorang dikatakan sadar apabila
kritis terhadap kebutuhan dirinya sendiri, dan persoalannya adalah
hari ini membaca belum menjadi kebutuhan yang subtansial bagi
masyarakat.
Faktor Ekonomi. Buku dan sumber bacaan lain terbilang cukup
mahal harganya, sehingga buku tidak masuk dalam daftar kebu-
tuhan dari kebanyakan masyarakat yang masih hidup dalam garis
kemiskinan yang cukup tinggi, hal ini sangat berkontribusi dalam
menyumbang angka tidak minat baca.
Faktor Sarana. Bentuk kurang sadarnya masyarakat akan pen-
tingnya membaca serta minimnya sumber bacaan, sebetulnya ma-
sih bisa diatasi apabila ada sarana untuk membaca bagi masya-
rakat. Fungsi sarana sebagai alat untuk mencapai tujuan pun hari
ini belum menjadi prioritas pemerintah dalam meningkatkan minat
baca guna memperbaiki pendidikan. Bentuk sarana yang disediakan
oleh pemerintah masih sangat konvensional, yaitu masih dalam
bentuk perpustakaan yang dalam perspektif masyarakat sangat
membosankan.
Mencoba mengatasi permasalahan di atas, jauh sebelum ada
komunitas Kutu Buku Jember, telah ada Kampung Baca di Kreongan
Kecamatan Patrang, yang didirikan oleh Bapak Imam Suligi sejak

| 41 |
THE SPIRIT of DAUZAN

tahun 2009. Pada tahun 2014, Mendikbud RI memberikan peng-


hargaan sebagai Taman Baca Masyarakat Kreatif dan Rekreatif Ting-
kat Nasional pada peringatan Hari Aksara.
Kampung Baca Jember mengandalkan kegiatan melalui tiga jalur.
Pertama, taman baca dengan penyediaan bacaan. Kedua, jalur
fasilitas dengan menyediakan ruang. Dan, ketiga, jalur media sosial
dengan menyelenggarakan lomba-lomba kepenulisan melalui
facebook dan siaran rutin di RRI Jember.
Kontribusi kampung baca terhadap peningkatan minat baca di
Jember terbilang cukup sukses. Namun, Kampung Baca hanya men-
jadi satu-satunya komunitas gerakan membaca yang ada di Jember.
Oleh sebab itu, pada tahun 2015 penulis berinisiatif membuat ko-
munitas baca yang lebih segar dan bergaya anak muda dengan
sasaran utama para pelajar dan mahasiswa.
Diawali dengan mengumpulkan beberapa teman, mulailah
menggalang pengadaan buku melalui bantuan Panti Asuhan Nurul
Husna. Program pertama adalah membuat Perpustakaan Tempel
di Panti Asuhan Nurul Husna, pada tanggal 12 Desember 2016. Para
pegiat di dalamnya menyepakati komunitas diberi nama KUTU
BUKU, artinya: Kutu (ketelu-telune mlaku, ketiga-tiganya jalan). Yang
hendak dijalankan dan menjadi tujuan adalah tiga hal utama dalam
diri manusia, yaitu: hati, fikiran dan tindakan. Diharapkan komunitas
baca ini mampu menggerakan ketiga hal tersebut. Untuk meman-
tapkan gerakan Kutu Buku memiliki semboyan “Menebar Ilmu,
Membuka Cakrawala”.
Setelah berhasil membuat Perpustakaan Tempel di Panti
Asuhan Nurul Husna, Kutu Buku membuat gerakan baru dengan
memadukan antara membaca dan berdiskusi. Hal ini dimaksudkan
agar supaya orang yang belum minat membaca bisa menangkap
ilmu melalui mendengarkan dan berinteraksi pada saat berdiskusi.
Kutu Buku Jember juga membantu berapa sekolah yang
kekurangan buku bacaan. Terakhir, Kutu Buku telah membantu
salah satu sekolah di Lampung Timur, dalam penyediaan buku
bacaan bagi siswa Sekolah Dasar.

| 42 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Hari ini Kutu Buku masih bergerak dalam skala kecil tetapi ru-
tin, yaitu menyediakan buku dan mengadakan aktivitas membaca
serta diskusi bersama yang dikemas secara santai di tempat-tempat
tongkrongan remaja. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kebiasan
remaja yang suka kumpul-kumpul nongkrong di kawasan umum.
Kegiatan dilakukan dengan pembiasaan membaca buku dan
berdiskusi ringan terkait dengan topik-topik pemikiran kiri yang
secara halus diarahkan ke pemikiran kanan. Sejauh ini hasil dari
metode yang dilakukan sampai pada taraf mahasiswa sudah mulai
menyukai membaca buku dan beberapa sudah ada yang mulai
membuat beberapa tulisan.
Pada pertengah Oktober 2017, Kutu Buku juga melakukan
launching website (berikata.com “Berita Kajian Terpercaya”).
Website ini dimaksudkan sebagai penyedia sumber bacaan online
serta wadah aktualisasi para penggerak Kutu Buku dalam menulis.
Penggerak Kutu Buku menyadari bahwa upaya yang dilakukan ini
masih jauh dari tujuan dibentuknya komunitas Kutu Buku. Tentu
sebagai pegiat Kutu Buku menyadari diskusi dalam forum-forum
ilmiah akan memberikan upgrade atau memberikan inovasi pada
gerakan ini. Semangat dan support nyata dari pihak-pihak terkait
akan membantu gerakan komunitas Kutu Buku menjadi lebih
maksimal sehingga lebih banyak dirasakan oleh masyarakat.

Andi Saputra (andisaputra1961@gmail.com)


KUTU BUKU Jember | berikata.com

| 43 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Taman Baca
Masyarakat
Panggon Sinau
Arif Hidayat

“Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq”.


(Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan).

P
enggalan surat Al-Alaq tersebut tidak lain merupakan
wahyu yang pertama kali diterima Nabi Muhammad
ketika beliau sedang khusyu dalam perenungannya di
Gua Hira. Dengan wahyu itu pula berarti merupakan tanda dimana
Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul. Dari ayat tersebut dapat
kita ketahui bahwa membaca merupakan perintah yang pertama
kali turun kepada Nabi Muhammad. Perintah ini kemudian diimple-
mentasikan oleh para pengikut beliau untuk membangun suatu
peradaban yang berlandaskan ilmu pengetahuan. Maka tidak heran
jika tidak lama sepeninggal Nabi, ummat Islam yang pada mulanya
tinggal di kawasan Jazirah Arabia mampu mengauasai dunia dan
menjadi kiblat ilmu pengetahuan pada masanya. Semua itu berasal
dari perintah untuk membaca.
Arus deras penyebaran Agama Islam telah sampai pula ke nusan-
tara. 80 persen lebih penduduk Indonesia hari ini merupakan or-
ang islam. Orang-orang yang meyakini bahwa “bacalah” merupakan
kalimat pertama yang diajarkan Jibril kepada Nabi Muhammad.
Ironisnya pada tahun 2016 sebuah penelitian yang dilakukan oleh

| 44 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Central Connecticut State University menyatakan bahwa minat baca


masyarakat Indonesia sangat rendah, hanya menduduki peringkat
60 dari 61 negara.
Sulit rasanya bagi bangsa Indonesia jika ingin menjadi bangsa
yang maju dan unggul jika minat baca masyarakatnya tidak diting-
katkan. Membaca merupakan pintu masuk untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan merupakan pilar utama
kemajuan suatu bangsa atau peradaban. Oleh karena itu agar
menjadi bangsa yang unggul dan maju, minat membaca masyarakat
harus ditingkatkan. Membangkitkan kesadaran membaca memang
bukan perkara mudah. Namun harus terus diupayakan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan minat baca masyarakat
adalah dengan membentuk taman baca. Taman Baca Masyarakat
(TBM) Panggon Sinau merupakan salah satu komunitas yang beru-
paya mengambil porsi tersebut. Dirintis pada tahun 2017 yang
beranggotakan anak-anak muda yang pada mulanya merupakan
para pengajar TPA di Dusun Jayan, Sambi, Boyolali. Komunitas ini
bersifat terbuka dengan fokus gerakan pada peningkatan minat
baca masyarakat. TBM Panggon Sinau saat ini berlamat di Dusun
Jayan, Desa Senting, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali. Dan
bersama warga telah mendirikan gubuk baca yang nantinya akan
dijadikan sebagai lokasi perpustakaan atau taman baca bagi
masyarakat sekitar.
Dusun Jayan sendiri merupakan suatu dusun yang terletak di
bibir Waduk Cenglik sebelah barat. Terdiri dari 3 RT dengan KK
berjumlah kurang lebih 55. Dusun Jayan merupakan tempat nan
asri dengan suasana khas ala pedesaan. Masih banyak ditemui
pepohonan rindang, jalan-jalan setapak, anekan tanaman, kebun-
kebun kosong, areal persawahan dan tentunya pemandangan indah
Waduk Cengklik. Mayoritas masyarakat Dusun Jayan bekerja seba-
gai petani dan pencari ikan. Peningkatan minat baca masyarakat
melalui taman baca ini merupakan salah satu program dari
beberapa program lain untuk menyongsong dusun Jayan menjadi
dusun yang mandiri melalui grand design desa wisata.

| 45 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Pada 25-26 November lalu, masyarakat Desa Jayan berkerjasama


dengan Komunitas Panggon Sinau, IMM Al-Ghozali Fakultas Psiko-
logi UMS dan Pusat Perubahan Budaya dan Perubahan Sosial UMS
(PSB-PS UMS) menyelenggarakan acara Festival Waduk Cengklik.
Acara ini juga didukung oleh UKP-PIP. Festival ini baru pertama kali
diselenggarakan di Desa Jayan. Acara yang mengangkat tema
“Harmoni Alam-Budaya Berbingkai Kebhinekaan dan Keadilan
Lingkungan” ini menampilkan pentas tari tradisional dari berbagai
daerah di Indonesia, selain itu juga terdapat agenda dolanan
tradisional untuk anak-anak Desa Jayan.
Agenda dolanan tradisional bertujuan untuk mengenalkan
kepada anak-anak tentang permainan-permainan tradisional masa
lalu yang saat ini sudah jarang dimainkan oleh anak-anak, padahal
kalau kita kaji lebih jauh, dalam permainan tradisional tersebut
banyak pelajaran yang bisa diambil dan bermanfaat bagi
perkembangan sosial anak-anak. Agenda lain yang terdapat dalam
Festival Waduk Cengklik adalah Cakrukan Budaya, agenda ini
bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyrakat desa Jayan
mengenai Manejemen Desa Wisata. Langka-langkah apa saya yang
perlu disiapkan untuk menjadi desa wisata.
Agenda lain yang tidak kalah penting adalah launching TBM
Panggon Sinau. TBM Panggon Sinau diresmikan oleh perwakilan
dari UKP-PIP dan Bupati Boyolali. Diharapkan kedepan ada kerja-
sama yang berkesinambungan antara Desa Jayan dengan peme-
rintah Kabupaten Boyolali. Melalui agenda tersebut diharapkan bisa
dijadikan sebagai media untuk menyebarkan semangat kebhinne-
kaan bagi masyarakat yang memiliki latar belakang sebagai masya-
rakat pedesaan, namun tidak jauh dari Hegemoni perkotaan. Selain
sebagai media untuk menularkan spirit kebhinekaan tersebut,
diharapkan agenda tersebut juga bisa menjadi pintu gerbang
bangkitya ekonomi masyarakat berbasis komunitas.
Keberlanjutan dari agenda tersebut bisa menjadi sebuah
harapan besar untuk meningkatkan perekonomian yang kreatif bagi
warga setempat melalui sektor pariwisata. Perbaikan masyarakat

| 46 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

desa melalui desa wisata juga harus diimbangi dengan peningkatan


kualiatas sumber daya manusianya. Upaya untuk meningkatkan
sumber daya manusia tersebut salah satunya adalah dengan
gerakan literasi ini. TBM Panggon Sinau akan tetap konsisten berada
dalam jalur tesebut.
TBM Panggon sinau yang baru berumur beberapa hari ini masih
berupaya untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Inventaris buku
yang kami miliki juga belum begitu banyak. Namun semangat untuk
mengembangkan TBM menjadi lebih baik tetap membara. Dengan
dukungan dari teman-teman IMM Al-Ghozali UMS yang setiap
Jum’at, satu pekan sekali mengadakan kegiatan TPA untuk anak-
anak, membuat tugas untuk menarik minat anak agar gemar
membaca sedikit banyak terbantu.

Arif Hidayat | Komunitas Panggon Sinau,


Dusun Jayan, Waduk Cenglik, Boyolali

| 47 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Berfilsafat
Tak Berat-Berat
Arif Yudistira

B
ermula dari sebuah gagasan untuk membuat orang
berkumpul, saling berbagi, bercerita, berkumpul, untuk
saling memberi dan menerima. Maka berkumpullah
teman-teman mahasiswa di kontrakan saya. Kontrakan berada di
pagelaran Kartasura. Waktu itu, masih numpang di tempat bapak
angkat saya. Saya masih ingat betul, obrolan waktu itu bertema
“pohon”. Tema itu menjalar kemana-mana. Ada kurang lebih
puluhan orang yang waktu itu masih menggebu-gebu kumpul. Kata
“kumpul” ini memang sudah semakin jarang. Waktu itu ada Iklas,
ada Wahyudi, Alif, Budi, Syahrul, Luxy, Ihwan, dan ada empat teman
lain yang tak begitu saya ingat namanya, mereka mahasiswa se-
mester bawah.
Orang-orang itu lalu berkumpul, berniat untuk ngobrol, dan
terus sinau. Dari itulah, kami berencana mengobrolkan tema-tema
ringan, sederhana. Orang-orang itu kemudian menyebut tema-
tema ringan ini sebagai filsafat. Sebagai sebuah perkumpulan
bersama, maka kami pun berkehendak untuk membuat nama dari
sebuah perkumpulan ini. Dalih berliterasi adalah sebuah upaya agar
membaca, menulis, mengurusi buku tak mati sampai tua. Maka
tercetuslah nama “Pondok Filsafat Solo”. Nama ini memang sengaja
digaungkan agar filsafat tak terkesan berat dan menjadi akrab. Kita
berkehendak filsafat itu adalah mengobrol, berbincang, dan
bersama bergerak membaca dan menulis.
| 48 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Dua tahun sudah berjalan, setelah berjalan selama satu tahun,


maka ada niatan dari seorang teman untuk bergerak membentuk
taman bacaan. Maka, Syahrul dan beberapa teman membentuk
“Srawung”. Kini, kegiatan ngobrol, diskusi dan berliterasi pun lebih
semarak.
Waktu berjalan, Pondok Filsafat pun tak lagi ramai seperti dulu.
Kini tinggal rumah kontrakan dan buku-buku. Buku-buku itu pun
kadang mengundang teman untuk berkunjung, hingga ajakan
ngobrol hingga larut malam. Sebagai tuan rumah alias penunggu
buku-buku, tentu saja ajakan itu masih bergaung kepada teman-
teman atau siapapun yang hendak dolan, meminjam buku, atau
saling mengobrol di sana.
Di tahun 2017, terbitlah buku kumpulan esai bertajuk “Buku,
Kata, Kita” (2017). Buku ini setidaknya sebagai sebuah jejak berlite-
rasi yang saya lalui. Pondok Filsafat pun menempel di cover buku.
Kini, memang ada sebuah gagasan, untuk meneruskan berliterasi,
mengajak untuk menerbitkan buku bersama teman-teman.
Kami memang berencana membuat buku jadi bernilai bagi
publik, sehingga membaca dan menulis bukanlah sesuatu yang sulit.
Mendekatkan buku kepada publik memang tak mudah, tapi melalui
tulisan di media massa kita berkabar, kita mengajak, bahwa kerja
literasi bisa kita lakukan bersama-sama.
Di tahun 2017 pula, tulisan nongol di Koran Tempo, bersama
embel-embel tuan rumah Pondok Filsafat Solo. Saya memang
bukan ketua, bukan pula pengurus, saya hanya tuan rumah yang
menjaga buku-buku itu. Dari kerja literer itu setidaknya publik jadi
mengerti, bahwa Pondok Filsafat hanyalah rumah kontrakan,
tempat ngobrol, tempat beradu gagasan dan pikiran bersama dalam
kerja literer tak selesai…

Arif Saifudin Yudistira (arif_love_cinta@yahoo.co.id)


Pondok Filsafat Solo
www.qureta.com/profile/Arif Yudistira

| 49 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Belajar Gerakan
Literasi ke Kata Maca
Arif Wibowo

Semakin santernya gaung pemerintah membudayakan literasi


diresopon baik oleh pemuda di sudut desa Bantul. Beberapa bulan
lalu terbentuklah “OmahMoco”. Ide awal berdirinya OmahMoco
sangat sederhana, keresahan pengelola akhir-akhir tahun ini
memperhatikan anak-anak yang semakin malas dengan aktivitas
yang namanya membaca. Anak-anak lebih asyik dengan gadget
barunya yang dibelikan bapak/ibunya, Anak-anak muda juga mudah
termakan hoax yang direspon tanpa mengklarifikasi terlebih
dahulu. Maka tercetuslah ide mendirikan rumah baca untuk
memperkaya ilmu lewat membaca.
Buku-buku yang tersedia di OmahMoco, karena bisa dikatakan
baru seumur jagung, juga belum banyak. Kegiatan-kegiatannya juga
baru sekedar memberikan layanan pinjam buku. Namun, tak
berhenti hanya di sini, pengelola punya mimpi besar untuk menjadi
sentral kegiatan dari anak-anak sampai dewasa, dari mulai yang
berbau literasi dan kegiatan lainnya. Belajar kesana-kemari dari
beberapa TBM menjadi alternatif untuk menambah pengetahuan
tentang aktivitas literasi; bagaimana meng-copy semangat teman-
teman pengelola TBM, mengelola kegiatan yang menarik, cara
mendatangkan peminat membaca, dan lain-lain.
Kali ini, pengelola OmahMoco diberi kesempatan belajar dari
TBM “Kata Maca”. Kata Maca, menurut pendirinya Mas Syahlan,
terbentuk sejak tahun 2013. Jika teman-teman ingin berkunjung
ke Kata Maca sangat boleh banget. Kata Maca terletak di Jalan
| 50 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Agrowisata, Wonokerto, Turi, Kabupaten Sleman DIY. Lokasinya


yang asri dikelilingi perkebunan salak menjadi penarik perhatian
tersendiri, meningkatkan mood membaca.
Ide mendirikan perpustakaan Kata Maca ini terispirasi dari acara
Kick Andy. Mas Syahlan mengungkapkan, “Orang yang --nyuwun
sewu-- kurang sempurna saja bisa berbuat untuk masyarakat
sekitar, mengapa saya tidak?” Mas Syahlan hanya lulusan SMA,
tetapi ia mempunyai ide dan pemikiran yang jauh ke depan, ini
menjadi semangat tersendiri.
Ngobrol tentang literasi bersama Mas Syahlan seperti tak ada
habisnya. Namun, waktu sudah beranjak sore, “Kami mohon pamit
dulu, Mas,” kami berpamitan untuk menyudahi perbincangan.
Kapan-kapan kita main lagi untuk belajar. Dan kami pulang mem-
bawa semangat untuk mengembangkan gerakan literasi di dusun
kami. Tak ketinggalan, sekantong buah salak pondoh segar, yang
dipetik langsung dari kebun, kebetulan baru musim, menjadi buah
tangan. Terima kasih, Mas Syahlan, ilmu dan salaknya.

Arif Wibowo (arifwibowo.oke@gmail.com)


Komunitas OmahMoco Srandakan Bantul
omahmoco.com

| 51 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Gerakan Literasi
Sekolah: Gerakan
One Week One Book
Aris Syahroni

iterasi merupakan suatu hal yang tak lepas dari kehidupan

L manusia. Literasi yang berasal dari bahasa Inggris literacy


berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang penger-
tiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-
konvensi yang menyertainya. Selain pengertian itu, beberapa ahli
juga berpendapat, menurut Goody (1999) literasi dalam arti sempit
adalah kemampuan untuk membaca dan menulis. Cordon (2003)
literasi adalah sumber ilmu yang menyenangkan yang mampu
membangun imajinasi mereka untuk menjelajah dunia dan ilmu
pengetahuan.
Sedangkan menurut National Literacy Forum (2014) menyata-
kan bahwa ada empat cara yang harus dilakukan dalam memba-
ngun literasi yang universal yaitu: meningkatkan kemampuan
bahasa sejak dini di rumah dan dalam pendidikan non formal, lebih
mengefektifkan pembelajaran yang dapat menumbuhkan ketram-
pilan membaca dan menulis di sekolah, adanya akses untuk mem-
baca dan program yang membuat anak merasa senang melakukan
kegiatan literasi, menciptakan kerjasama antara sekolah, lingkung-
an, keluarga dan lingkungan kerja untuk dapat mendukung budaya
literasi.
| 52 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan


bahwa literasi merupakan salah satu sumber ilmu untuk memba-
ngun dan menjelajah dunia dan ilmu pengetahuan melalui mem-
baca dan menulis. Membaca dan menulis merupakan hal yang tak
terpisahkan dalam dunia pendidikan. Membaca merupakan faktor
penunjang dalam keberhasilan proses sebuah pendidikan. Namun
saat ini membaca menjadi hal yang sukar dilakukan oleh siswa di
sekolah. Membaca bukan menjadi kebutuhan primer, hanya seba-
gai hal yang perlu dilakukan ketika hendak mengikuti ujian.
Ada beberapa yang menjadi pertanyaan yang harus segera dija-
wab. Mengapa membaca menjadi hal yang jarang dilakukan oleh
siswa? Adakah program yang bertujuan untuk meningkatkan minat
baca siswa di sekolah? Bagaimana peran perpustakaan terhadap
minat baca di sekolah?
Kementrian pendidikan dan kebudayaan telah menyusun pro-
gram Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Kemdikbud melalui program
ini bertujuan untuk membangun literasi disekolah dengan dengan
melibatkan seluruh warga sekolah (guru, kepala sekolah, dan
siswa). GLS diharapkan mampu membangun ekosistem literasi di
lingkungan sekolah. Namun saat ini, di sekolah-sekolah sedang
menjamur budaya literasi yang berbasis teknologi, berbasis internet
dan smartphone, sehingga menuntut sekolah-sekolah untuk
memiliki jaringan internet yang mumpuni untuk menjangkau
kebutuhan jaringan internet untuk warga sekolah.
Keadaan seperti ini, menjadi ancaman serius untuk keberadaan
perpustakaan sekolah karena warga sekolah lebih suka berebut
internet daripada berebut buku berkualitas dalam membangun
budaya literasi di sekolah. Oleh karena itu, perlu dilakukan tero-
bosan baru untuk tetap menjaga eksistensi perpustakaan sebagai
tempat dalam membangun budaya literasi di lingkungan sekolah.
Teknologi berkembang dengan cepat, menuntut manusia yang
ada di dunia ini harus mampu beradaptasi, terutama mengenai
literasi. Literasi merupakan kegiatan yang bisa dilakukan oleh setiap
manusia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Literasi yang dahulu

| 53 |
THE SPIRIT of DAUZAN

identik dengan buku sekarang bergeser dengan dunia virtual. Yang


berkembang dengan cepat dan dapat diakses dengan mudah.
Sekolah harus menjadi tempat yang ramah untuk anak, oleh
karena itu sebagai upaya untuk meningkatkan dan mendukung
program kemendikbud tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
lembaga perlu mencananangkan sebuah gerakan literasi One Week
One Book (OW-OB) gerakan “satu minggu satu buku”, sebuah
gerakan yang bertujuan untuk membangun budaya membaca buku
(non pelajaran) tiap minggu satu buku. Program ini merupakan
program untuk mengoptimalkan peran perpustakaan sekolah
sebagai pusat literasi, membaca dan menulis.
Gerakan ini merupakan gerakan untuk membiasakan para siswa
untuk berkunjung ke perpustakaan diawal minggu. Dan membaca
satu buku untuk dibaca selama seminggu. Gerakan ini dilandasi
dengan semangat literasi dari pihak sekolah dengan siswa. Dengan
gerakan ini diharapkan peran perpustakaan sekolah menjadi sentral
dalam gerakan literasi sekolah. Perpustakaan harus menjadi tempat
yang nyaman dan menarik untuk siswa. Tak hanya itu, perpustakaan
harus menyediakan buku bacaan yang sesuai dengan minat dan
ketertarikan siswa.
Beginning with reading, memulai dengan membaca merupakan
sebuah semangat dalam gerakan ini. Karena untuk membentuk
manusia yang literat maka perlu dibangun pondasi awal berliterasi,
dalam hal ini adalah membaca. Dengan membaca secara rutin
diharapkan para siswa mampu meningkatkan pengetahuan serta
wawasan.
Lembaga kami, SMPM 25 Pondok Modern Paciran, sudah ber-
langsung kegiatan literasi one week one book. Saat ini sudah ber-
langsung dua bulan berjalan. Dan dari hasil yang kami dihasilkan.
Pertama, siswa mulai sadar bahwa perpustakaan merupakan
termpat dan sumber ilmu pengetahuan. Kedua, siswa mulai dekat
dengan buku dan tiap awal minggu siswa mulai berebut buku untuk
di baca sesuai dengan topik yang diinginkan. Ketiga, selain pro-
gram one week one book, lembaga kami juga ada program

| 54 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

muhadloroh, dengan program OWOB siswa sudah tidak kekurangan


bahan ketika membuat materi yang akan disampaikan ketika men-
dapat tugas sebagai pembicara dalam kegiatan muhadlarah.
Keempat, program OWOB berhasil menaikkan perbendaharaan
kata siswa dalam hal menulis dan berbicara. Kelima, perpustakaan
sekolah sudah tidak lagi menjadi tempat yang sepi pengunjung dan
pembaca, sehingga perpustakaan mulai menemukan jati dirinya
yang sempat hilang.
Demikian adalah pengalaman kegiatan literasi yang kami lakukan
di lembaga kami. Semoga menjadi inspirasi, namun juga masih
menjadi perhatian bagi kami adalah buku yang tersedia masih
belum bisa menjangkau selera siswa. Sehingga kami belum bisa
secara sepenuhnya.
Demikian ulasan singkat kegiatan literasi di lembaga kami, kami
berharap saran dan masukannya, sehingga kegiatan literasi kami
menjadi lebih giat lagi dan mampu menuju kegiatan literasi yang
lebih baik lagi, tak hanya membaca, namun juga menulis dan
menerbitkan buku-buku karya warga sekolah kami.

Aris Syahroni (arissyahroni63@gmail.com)


Guru Pondok Modern Muhammadiyah
Paciran Lamongan

| 55 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Membangun Literasi
Berkemajuan
Choirul Ameen

Literasi menjadi hal penting dan tren lima tahun terakhir. Literasi
yang dulunya berkutat di dunia kampus, kini telah merambah keluar
dari ruang kelas dan bangku perkuliahan. Dalam lingkup pendidikan
formal, literasi lebih digairahkan melalui program Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemen-
dikbud) RI. Bentuknya, mewajibkan peserta didik melakukan akti-
vitas membaca lima menit sebelum pelajaran dan memperbanyak
fasilitas baca di sekolah.
Dalam pengertian esensial, literasi berarti kemampuan meng-
olah dan memahami informasi saat sedang melakukan proses mem-
baca dan menulis. Jadi, literasi tidak sebatas membaca, terlebih
membaca sekilas dan menerima informasi mentah-mentah tanpa
memaknai.Lalu, seperti apakah literasi yang berkemajuan?
Berkemajuan identik dengan kekinian, tidak taklid buta, res-
ponsif terhadap perkembangan dan kemajuan, tak terkecuali dalam
bidang teknologi informasi digital dan sosiokultural. Era digital dan
internet saat ini menghadapkan siapapun pada informasi serba
cepat, berjibun dan instan. Membanjirnya ribuan bahkan jutaan
informasi by minutes melalui media sosial, memaksa pengguna
internet dan media sosial menerimanya serba cepat pula. Saking
banyaknya, sampai-sampai informasi yang muncul dilewatkan
begitu saja atau disapu bersih bak tumpukan sampah.
| 56 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Nah, membangun literasi berkemajuan berarti bagaimana


sebuah produk literasi (wacana, opini, data, berita, pengetahuan)
bisa membangkitkan pembaca untuk berliterasi. Literasi berkema-
juan harus bisa merangsang lahirnya pemikiran kritis, reflektif, taba-
yun, menginspirasi dan memotivasi, untuk kemudian melahirkan
tulisan-tulisan bermakna baru yang lain. Selain itu, berproses lite-
rasi yang berkemajuan mampu menggugah tumbuhnya kreativitas
dalam karya intelektual maupun tradisi literasi. Bergiat literasi dima-
na pun tetap bisa membangkitkan minat dan motivasi baca, berdia-
lektika, menulis dan memproduksi literasi dalam bentuk apapun.
Keberadaan perpustakaan misalnya, jangan kering proses literasi
hanya berisi aktivitas pinjam-baca koleksi buku yang ada. Perpus-
takaan atau taman baca harusnya bisa menjadi pusat peradaban
di bidang literasi. Ada aktivitas kepenulisan, proses kreatif, karya
intelektual (ilmiah), apresiasi sastra, atau diskusi dan refleksi.Dalam
konteks era informasi digital, literasi berkemajuan juga harus bisa
mengedepankan digitalisasi. Apa yang dihasilkan tentunya tidak
semata informasi yang mengejar kecepatan, sensasional, sensitif,
apalagi hoax dan mengandung keresahan atau kepanikan dan
memicu sikap reaksioner.
Literasi bagi netizen, terutama literasi digital melalui sosial
media, mestinya juga tidak mengesampikan batasan akurasi, edu-
katif, informatif, dan memacu kreativitas dan sikap kritis. Kecang-
gihan dan kemudahan serba instant yang ditawarkan sosmed, ja-
ngan sampai melumpuhkan pikiran sadar netizen untuk tetap kritis,
tabayun, tidak latah, dan mudah termakan jebakan pengunggah
informasi yang tidak bertanggung jawab.
Tak kalah penting, bahwa literasi berkemajuan itu bukan lah
omong kosong atau kering makna. Apapun yang dipaparkan melalui
produk literasi, termasuk literasi media (jurnalistik), tetap harus
memiliki syiar kebaikan dan membawa kemaslahatan dalam ber-
bagai lini dan sendi kehidupan. Terlebih, literasi yang merangsang
dan memicu perbaikan dan perbuatan yang lebih baik.
Literasi juga harus bermakna dan bernilai. Sebagai sebuah karya

| 57 |
THE SPIRIT of DAUZAN

intelektual, maka literasi tidak sebatas mengabarkan, apalagi hanya


mengabarkan ulang (share dan copy paste). Lebih dari itu, literasi
merupakan karya intelektual yang berangkat dari keprihatinan,
kepekaan, pemikiran intelektual dan kerja ilmiah, baik yang disari-
kan dari pemikiran dan pengalaman sendiri maupun bersumber
dari referensi lain.
Paling konkrit adalah, kegiatan literasi bisa menghadirkan inspi-
rasi dan motivasi, menumbuhkan lahirnya para penulis pemula,
pewarta warga (citizen journalist), konseptor rancang bangun, atau
pun komunitas dengan tradisi menulis dimana pun berada.Dengan
kata lain, literasi berkemajuan itu memberdayakan dan bisa meng-
inspirasi lahirnya berbagai karya intelektual. Bukan justru mele-
mahkan pola pikir yang cenderung mudah menerima dan percaya
informasi apapun yang diterimanya.
Wallahu a’lam bisshawab! (*)

Choirul Ameen (cendekia.redaksi@gmail.com)


Taman Baca Sanggar Wacana, Kabupaten Malang
www.inspirasicendekia.com dan literasi.xyz.com

| 58 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Enam Jurus Merawat


Komunitas Literasi:
Cerita dari RBK
David Efendi

“Dan katakanlah (olehmu Muhammad), “Ya Tuhanku,


tambahkanlah diriku ilmu pengetahuan.”

o Enam jurus merawat komunitas literasi itu adalah:


membangun kesadaran, memperkuat nilai, menghimpun
kekuatan yang ada, spirit microba, apresiatif, dan sharing.

ulisan ini merupakan salah satu bagian dari buku yang

T sedang saya tulis yang saya beri judul #MicrobaLiterasi:


Bagaimana Kekuatan Apresiatif Memperkuat Komunitas.
Hal ini saya anggap sebagai kewajiban untuk membagikan nilai-
nilai yang diyakini oleh penulis dan juga pegiat Komunitas lainnya
perihal bagaimana kita memulai langkah menciptakan Komunitas
(1) pembelajar yang super tangguh dan militan (2), Komunitas yang
emansipatif akan persoalan realitas yang dekat; dan juga (3) Komu-
nitas yang mempraktikkan nilai-nilai keseimbangan terhadap
semesta (ekoliterasi) atau Komunitas yang pro keamanan ling-
kungan hidup.
| 59 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Ketiga paradigma tersebut di atas pada merupakan hasil dari


refleksi pegiat Rumah Baca Komunitas (RBK) yang usianya telah
melintasi enam tahun (2017). Di awal periode komunitas ini, kita
banyak berorientasi pada pentingnya membangun Komunitas yang
mempunyai spirit pembelajar (community learning), yaitu komu-
nitas yang senantiasa mendorong pegiat dan masyarakt untuk be-
rani belajar hal baru dan melawan segala ketakutan akan keterba-
tasan akses terhadap pengetahuan. Pada periode ini kita berikan
label sebagai RBK “Madzhab Onggobayan”.
Tahun kedua, RBK banyak berupaya untuk keep in touch dengan
aktifis/komunitas yang concern dalam bidang “kelompok marginal”
sehingga “Madzhab Paris” ini dikonsepsikan dengan Gerakan
Literasi Emansipatif -- “Paris” adalah akronim Jalan Parangtritis,
lokasi RBK tahap kedua. Sementara memasuki tahun ketiga di
markas baru di pinggir Kali Bedog, Dusun Sidorejo, RBK menyuara-
kan dan menggagas gerakan ekoliterasi yang ramah lingkungan dan
apresiatif tehadap budaya dan kesenian nusantara. “Madzhab Kali
Bedog” masih berdinamika untuk meneguhkan jati dirinya.
Pada bagian ini penulis berusaha sebisa dan se-orisinil mungkin,
menceritakan apa sebenarnya yang menggerakkan pegiat RBK,
bagaimana nilai-nilai memberikan konstribusi bagi denyut nadi
kehidupan Komunitas, serta jurus-jurus lain yang dianggap mampu
merawat dan menciptakan soliditas Komunitas. Tentu, ini hanyalah
sepenggal ‘kemenangan kecil’ yang setiap hari pegiat RBK ukir
bersama dan bila hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi komunitas
lain atau inisiator komunitas baru, tentu adalah suatu kegembiraan
tersendiri bagi saya, sebagai bagian dari Komunitas RBK.

#1 Membangun Kesadaran
Perintah membaca dalam surat al-Qalam di atas ditafsirkan oleh
Quraish Shihab sebagai aktifitas yang terdiri dari membaca, menyi-
mak, memahami, dan meneliti. Artinya, dimensi perintah membaca
ini lebih luas dari sekedar membaca secara tekstual, tetapi adalah
bagian dari perintah agar manusia menggali hasanah ilmu pengeta-

| 60 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

huan yang tersedia di alam semesta ini. Dalam surat berbeda, surat
Thoha:114 berbunyi; “Dan katakanlah (olehmu Muhammad), “ya
tuhanku, tambahkanlah diriku ilmu pengetahuan.” Ini semakin
membenarkan bahwa perintah membaca adalah sama dan seba-
ngun dengan perintah untuk memperkaya ilmu pengetahuan se-
bagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Karena
manusia adalah khalifah dimuka bumi, maka sudah sepatutnya
dalam jiwanya ada kebijakan untuk membina hubungan baik de-
ngan sesama dan juga upaya sungguh-sungguh untuk melestarikan
keseimbangan ekologi (hubungan dengan lingkungan).
Bulan Ramadan benar-benar menjadi media untuk reflektif asal-
muasal penciptaan ilmu pengetahuan dan juga bulan untuk diisi
dengan kegiatan yang dapat mendayagunakan pengetahuan untuk
kemanfaatan sebesar-besarnya untuk kehidupan. Hal ini dapat
diartikan bahwa membaca adalah manifestasi dari keimanan
(teologi) maka seharusnya membaca itu harus diperkuat dengan
semangat teologis —membaca bukan aktifitas lahiriah semata
tetapi menjadi bagian dari ibadah yang sangat penting.
Ibadah yang didasari oleh ilmu pengetahuan tentu akan jauh
lebih berkualitas. Kita harus memahami paradigm Al-Quran, bahwa
membaca itu bukan hanya memahami apa yang tersurat (eksplisit;
tekstual) tetapi juga memahami dimensi yang tersirat (implisit) yang
jauh lebih luas. Dengan demikian, aktifitas membaca atau gerakan
literasi mempunyai pijakan ideologi yang inklusuf karena ilmu pe-
ngetahuan itu sejatinya mempersatukan beragam keyakinan teo-
logi. Sangat mungkin, rendahnya budaya membaca bangsa Indo-
nesia mempunyai korelasi dengan kehampaan teologis terkait
pentingnya membaca.

#2 Memperkuat Nilai
Mengamini Pratiwi Retnanigdyah yang menuliskan bahwa
“Budaya membaca menjadi salah satu sebab negara seperti Jepang,
Amerika atau Australia menghasilkan berbagai inovasi”, tentu kita
kemudian menganggap buku adalah sumber pengetahuan yang

| 61 |
THE SPIRIT of DAUZAN

sangat berharga. Hal ini kemudian mengantarkan kita bahwa akti-


vitas di dunia literasi merupakan public values, atau hal yang sangat
bernilai bagi suatu bangsa.
Paradigm beragama yang kritis (di atas level kesadaran magic
dan naif) akan mengantarkan kepada aktifitas yang mampu menya-
tukan antara yang transeden dan yang profan, antara keberpihakan
kepada nilai-nilai ajaran agama dengan kemanusiaan. Hal ini juga
berlaku dalam konteks aktifitas literasi dimana nilai-nilai perjuangan
adalah sebuah keniscayaan.
Di RBK, saban hari kita diingatkan oleh: (1) pentingnya nilai-
nilai kemanusiaan (humanism) atau meminjam bahasanya Paulo
Friere, yaitu komunitas yang mampu dan berusaha memanusiakan
manusia. Tidak ada atasan dan bawahan. Kalau pun ada struktur
pembagian tugas, tidak berarti salah satu bagian menjadi subor-
dinasi lainnya dalam pola industrial yang eksploitatif; (2) nilai-nilai
menghargai sesama pegiat sehingga pola relasi menjadi nyaman
dan menggembirakan; (3) nilai-nilai kejujuran sejak dalam pikiran;
(4) nila-nilai dan praktik yang pro-lingkungan sehingga dalam kehi-
dupan sehari-hari.

#3 Menghimpun Kekuatan (yang Ada)


Komunitas yang sehat, menurut hemat saya, adalah komunitas
yang mampu memberdayakan kekuatan sendiri, kemampuan
pegiatnya, dan juga kekuatan jaringan yang sudah dimiliki. Mental
berdikari yang pernah diajarkan oleh Bung Karno dalam Trisakti
merupakan nilai-nilai kekuatan yang layak kita pertahankan. Hal
ini menjadikan kita terus menerus percaya terhadap nilai-nilai
kerelaan (voluntary) sebagai modal sosial sekaligus kekuatan moral
yang tidak mudah dipatahkan oleh godaan materi dan ketenaran.
Seringkali ada pertanyaan mengenai dari mana sumber dana
untuk mengoperasikan beragam kegiatan di RBK. Tidak mudah
memberikan penjelasan, karena kadang kita bicara kerelaan di
zaman sekarang menjadi klise dan utopia, sehingga seringkali saya
harus sedikit hati-hati untuk menghindari ‘lebay’ ketika kita me-

| 62 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

nunjukkan bahwa di komunitas ini masih hidup ‘jiwa kerelawanan’


dan peduli kepada Komunitas. Jujur, RBK belum pernah mengajukan
pendanaan ke lembaga pemerintah maupun swasta. Selama tiga
tahun, RBK dihidupi oleh pegiat dan simpatisannya. Oleh pengurus
dan keluarganya. Karenanya, terima kasih tak terkirakan atas
dukungan kepada keluarga pegiat di mana pun berada.
Mengapa kita tidak menjalankan saran orang agar kita ‘menjual’
proposal ke lembaga tertentu untuk mendapatkan dana? Salah satu
alasannya adalah, kita ingin menjadi gerakan rakyat yang tumbuh
alamiah dan tidak bergantung kepada negara. Negara bukan musuh
kami, tetapi pegiat RBK ingin memberikan sumbangsihnya dengan
terus-menerus memperkuat apa yang kita miliki, apa yang ada di
pikiran, jiwa, dan raga penggiatnya.

#4 Spirit Microba (Bersahabat dengan Siapa Saja)


Jika di dalam tanah terdapat jasad renik yang disebut microba,
yang jumlahnya tak terhitung, yang bertugas mengubah berbagai
polutan kurang berbahaya menjadi lebih atau sangat berbahaya,
maka microba literasi juga mempunyai tugas mengubah energi po-
sitif anak bangsa melalui buku-buku, untuk menjadi kekuatan baru
yang lebih berbahaya, dalam rangka memagari republik ini dari
kerusakan. Energi positif berupa microba literasi ini lambat laun,
karena kekuatan berlipat ganda, akan mentsransformasikan bangsa
menjadi bangsa yang berdaya dengan rakyat yang berdikari. jika
literasi menjadi endemik tentu benih-benih pohon kebangsaan kita
akan tumbuh dengan suburnya. Ini adalah spirit yang menjadi
motivasi sekaligus kekuatan dalam diri.
Pekerja dan pegiat literasi tak boleh merasa kesepian, walau
faktanya dunia literasi adalah dunia sunyi tanpa sorakan. Tetapi,
dinamika dalam rumah sunyi ini sebenarnya adalah suara adzan
untuk menyiapkan generasi yang tercerahkan, menghadapi zaman
yang terus-menerus menggerus kekuatan sosial. Dengan terus
menerus menjaga pertemanan, jejaring, dan komunikasi melalui
beragam media adalah bagian penting agar gerakan literasi tak mati

| 63 |
THE SPIRIT of DAUZAN

sebelum berkembang. “Siapa saja dapat menjadi penggerak


literasi.”, pesan singkat Dauzan Farook (aktifis literasi asal Kampung
Kauman Yogyakarta) yang mendedikasikan dirinya sampai usia senja
untuk membangkitkan minat membaca masyarakat Yogyakarta.
Kekuatan persahabatan adalah #microba literasi yang sangat
vital. Gerakan literasi baru hendakanya tidak membangun sentral
yang menjadikan gerakan kecil lainnya kehilangan optimismenya.
Gerakan literasi baru nan segar harus berani mengatakan bahwa
untuk menjadi pegiat literasi itu tidak sulit, untuk membangun dan
mengembangkan Komunitas literasi itu sederhana dan muda. Jadi,
ada dilema, kalau kita terlalu maju sebagai sebuah komunitas, be-
lum tentu orang akan antusias untuk mengikuti apa yang kita laku-
kan. Menjadi komunitas yang kreatif di bidang literasi artinya ge-
rakan kita nyata, dinamis, dan mudah direplikasi di tempat lain.

#5 Memberikan Penghargaan (Apresiasi)


Komunitas informal dapat mengadopsi beragam pengetahuan
yang inovatif untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Ilmunisasi
komunitas atau pengilmuwan komunitas adalah suatu keniscayaan
bagi gerakan literasi. Dalam kegiatan obrolan “renstra” RBK pada
tahun 2014, masa awal di Kali Bedog, kita memperkenalkan secara
detail pendekatan Appresiative Inqury (AI), yang digagas oleh
Cooperider (2005) dalam merawat dan mengelola komunitas. AI
ini dapat berfungsi sebagai metode penelitian sekaligus menjadi
praktik interaktis dalam mengelola komunitas “sosial.” Dalam kasus
Eropa dan beberapa negara lainnya, metode ini kerap kali dipakai
oleh pekerja sosial untuk mendapatkan beragam pembaharuan
sosial (social innovation). Contohnya, untuk meyakinkan kepada
pemerintah bahwa penjara bukan tempat terbaik untuk anak-anak
pelaku “kriminal”. Begitu juga panti asuhan (institutional care).
Pendekatan apresiatif merupakan pendekatan yang berbasis
pada kekuatan organisasi/komunitas (strength-based) dimana
sebuah managemen perubahan dimulai dari menghargai capaian/
situasi apa yang ada (appreciate), kemudian membayangkan apa

| 64 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

yang bisa diperkuat dari yang ada (imagine), berikutnya adalah


membayangkan apa yang seharusnya (determine), dan berakhir
pada upaya sungguh-sungguh untuk menciptakan hal baru yang
dimimpikan (create). Pola ini, menurut penulis, sangat mungkin
dapat dikerjakan di alam komunitas yang mengedepankan aspek
voluntarism. Membangun dari kekuatan yang ada itu berarti tidak
mengeluhkan apa yang tidak ada dan seharusnya ada, tetapi spirit
optimis. Dari pada terus-menerus mengutuk kegelapan dan perso-
alan, akan sangat baik untuk memulai menyalakan api (walau kecil).
Inilah ilham terbesar dari gerakan literasi di RBK yang dipelihara
dengan nilai-nilai apresiatif.

#6 Sharing (Kegembiraan Berbagi)


Sharing is caring. Mantra itu seringkali diungkapkan dalam
beragam poster dan tulisan di RBK sebagai pengingat bahwa tugas
seorang aktifis pembaharu sosial adalah terus-menerus membe-
rikan sesuatu yang bermanfaat kepada sesama. Tidak pernah lelah
untuk menyumbangkan pengetahuan, energinya, dan segala yang
kita miliki untuk memajukan masyarakat. Di RBK, kekuatan shar-
ing ini mewujud pada pola pinjam-meminjam buku, perpustakaan
jalanan, penitipan buku di RBK, dan arisan tulisan yang ada di web-
site www.rumahbacakomunitas.org. Kekuatan sharing adalah
kemenangan yang sehari-hari kita peroleh.
Dalam pengelolaan komunitas, sharing beragam kekuatan dan
ide gagasan merupakan hal yang sangat berharga. Hal ini yang akan
memberikan konstribusi munculnya beragam ide segar, kebaruan,
dan praktik kekompakan komunitas. Sharing adalah bagian dari
refleksi yang juga hal sangat mendasar dalam menjaga Komunitas
bekerja dengan penuh makna/nilai di dalamnya.
Selain itu, tugas dan kewajiban kaum intelektual terdidik adalah
belajar dan belajar untuk rakyat. Pengetahuan yang kita peroleh
adalah modal besar yang kita miliki untuk senantiasa berdiri dan
berpihak kepada rakyat. Itu yang musti kita lakukan jika tidak mau
menyandang sebagai pengkhianat intelektual.

| 65 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Sebagai penutup, bagi pegiat literasi dan siapa saja penting


untuk melihat spirit berbagi RBK:
“Jika kita tak mampu memberikan buku kepada khalayak ramai,
setidaknya kita bisa mengantarkan buku-buku sampai kepada or-
ang tua asuhnya, para pembacanya. Inilah yang bisa kita lakukan
hari ini dan selamanya”.
Demikian sharing ini.

Bacaan:
Cooperrider, D.L. And Whitney, D. 2005. Appreciative Inquiry: A
Positive Revolution in Change. In P. Holman and T. Devane
(eds.), The Change Handbook, Berrett-Koehler Publishers,
Inc., 245-263.
Homat, George. 2011. Mencipta Kenyataan Baru: Panduan Vision-
ing dan Perencanaan Pemenuhan Hak Dasar: Pendekatan
Appreciative Inquiry. Kupang, Perhimpunan Pikul.juga dapat
diakses di http://www.perkumpulanpikul.org/download/
buku(2)/mencipta-kenyataan-baru-panduan-visioning.pdf
Retnaningdyah, P. artikel. Meningkatkan Minat Baca ala Sekolah
Australia dari sumber http://www.radioaustralia.net.au/
indonesian/2015-02-09/meningkatkan-minat-baca-ala-
sekolah-australia/1408053 diakses tanggal 21 Juni 2015.
Whitney, Diana dan Trosten-Bloom, Amanda. 2010. The Power of
Appreciative Inquiry. Berrett-Koehler Publishers

Website/Link :
http://appreciativeinquiry.case.edu/uploads/Cooperrider%
20AI%20Training%20Slides2-02.ppt#387,59,Slide 5.
http://www.rumahbacakomunitas.org/2015/06/ramadhan-bulan-
literasi.html; http://www.rumahbacakomunitas.org/2012/06/
rumah-baca-komunitas-apa-yang.html;
http://www.rumahbacakomunitas.org /2015/04/penjelasan-
sederhana-tentang-gerakan.html.

| 66 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi
*
Kalimat “…Dan katakanlah (olehmu Muhammad), “Ya Tuhanku,
tambahkanlah diriku ilmu pengetahuan.” (Q.s. Thaha/20: 114) ini
terpampang di dinding musholla sebuah toko buku ternama di Jalan
Sudirman Yogyakarta, dalam bentuk lukisan besar.

David Efendi, SIP., M.Si., M.A. (defendi83@gmail.com)


Panitia Pengarah Kopdarnas Penggiat Literasi,
Anggota MPI PP Muhammadiyah dan Pegiat Rumah Baca Komunitas
mpi.muhammadiyah.or.id | RumahBacaKomunitas.org

| 67 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan Dauzan
David Efendi

Karena MPI Ngagel, awal Februari 2018, saya mendapatkan


kesempatan untuk berkunjung ke SD Muhammadiyah 4 Surabaya
atau orang lebih mengenal sebagai SD Muhammadiyah Pucang,
salah satu SD unggul yang sangat tenar di Indonesia. Saya sudah
sangat familiar dengan sekolah ini karena sering menjadi bahan
pembicaraan di berbagai forum dan media. Sekolah ini sangat luar
biasa hebat, dimulai dari bangunan dan layanan pendidikan, juga
prestasi guru dan murid-murid. Selain majalah sekolah yang bagus
dan juara, satu hal yang membuat saya terpana adalah perpus-
takaan yang terletak di lantai dua sekolah: “Dauzan Library.”
Nama Dauzan yang disematkan untuk perpustakaan adalah
Dauzan Farook, lahir di Kauman (1925), anak seorang pengurus
Taman Pustaka Muhammadiyah, seorang tentara di zaman revolusi,
yang setelah pensiun membangun kerajaan pengetahuan bernama
Perpustakaan “Mabulir” (Majalah Buku Keliling Bergilir). Dibiayai-
nya perpustakaan itu dari 500 ribu uang pensiun seorang letnan
dua veteran. Nama Dauzan Farook kerap disebut di berbagai ke-
sempatan, dicitrakan dalam berbagai disain visual sebagai Pejuang
Literasi. Semua kalangan pegiat literasi mengakui dan menuliskan.
Dauzan Farook dapat disebut sebagai sang pemula perpustakaan
bergerak. Menurutnya, bukti pengembalian kebaikan negara dari
uang pensiun, adalah perpustakaan yang dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Inisiasi perpustakaan
ini sebagai bentuk terobosan di saat negara masih belum stabil.
‘Proaktif, gratis dan tanpa birokrasi’ adalah tiga pilar penting dari
| 68 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

gerakan literasi Dauzan Farook. Tiga kata kunci ini juga yang telah
menginspirasi banyak orang dalam gerakan literasi, sampai hari ini.
Dauzan Farook (wafat pada 6 Oktober 2007), adalah pejuang
literasi yang tangguh. Ia teladan kaum muda. Pada waktu perang
kemerdekaan di Yogyakarta, 1946-1949, Dauzan adalah tentara
gerilya, pemanggul tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Namun, selaku tentara resmi yang terakhir berpangkat Letnan Dua,
setahun setelah Serangan Oemoem 1 Maret 1949, Dauzan mengun-
durkan diri dari dinas ketentaraan. Ia memilih berdagang, menerus-
kan usaha ibu, berdagang batik dan emas yang kemudian bangkrut
menjadi korban resesi global. Namun demikian, kecintaannya sejak
kecil pada buku (orang tuanya memiliki banyak buku yang kerap
menarik perhatiannya), membuatnya memilih melanjutkan bekerja
menjadi distributor buku, hingga akhirnya terus berjuang agar
masyarakat menjadi reading society. Ketika banyak orang mengem-
bangkan multi level marketing, Dauzan Farook mengembangkan
multi level reading, dengan Perpustakaan Mabulir-nya.
Dalam perjuangan literasinya, ia mendatangi orang-orang di
pasar, para kuli gendong, juga para tukang becak, anak-anak kam-
pung, dan narapidana di penjara, bersepeda lengkap keranjang
bambu (keronjot) tempat menaruh buku. Ia sodorkan buku-buku
dan majalah, termasuk majalah SM yang dibendel dengan majalah
lain. Buku bekas yang dibawa dan diedarkan tersebut diseleksi dan
dirapikan. Setelah semakin udzur, dan tidak kuat lagi mengayuh
sepeda onthelnya, ia kemudian menyewa sepeda motor harian
(1000/hari) untuk perpustakaan keliling, dibonceng oleh karyawan-
nya. Sering pula terlihat ia hanya berjalan saja, sekuat kaki melang-
kah di seputar Kampung Kauman dan sekitar, sambil memanggul
sebuah tas lusuh penuh berisi buku dan majalah.
Menurut informasi, ada kurang lebih sepuluh ribu buku digerak-
kan oleh Dauzan selama berpuluh tahun hingga beliau wafat di
usia 81 tahun. Terdengar kabar bahwa rumah perpustakaan Dauzan
kini telah rata oleh tanah. Banyak orang bertanya-tanya, bagaimana
nasib bukunya, menjadi pertanyaan yang saya belum bisa mene-

| 69 |
THE SPIRIT of DAUZAN

mukan jawaban. Tahun 2014, seorang tokoh Kauman, Ketua Takmir


Masjid Gedhe menyampaikan kepada saya, agar menemui ahli
waris Pak Dauzan untuk menanyakan buku-buku dan mengelolanya
jika memungkinkan. Sayang, saya pun belum berkesempatan
menemui. Namun demikian, spirit Dauzan telah bergaung kemana-
mana, di saat 2014 dimana saya dan teman-teman di Rumah Baca
Komunitas membuka perpustakaan jalanan di Alun-Alun Kidul
Yogyakarta, dengan konsep yang serupa Perpustakaan Mabulir.
“Siapa saja dapat menjadi penggerak literasi”, ini salah satu man-
tra Dauzan yang kami maknai dalam ‘pertempuran’ sehari-hari
menjadi pegiat literasi.
“Bubar di Jogja, lahir di Surabaya,” satu kalimat saya sempat
terlontar, ketika berbincang dengan kepala sekolah yang menemani
melihat Dauzan Library. Perpustakaannya didesain sangat nyaman,
tata ruang efektif, dilengkapi multimedia dan panggung mini, men-
jadikan perpustakaan ini memiliki daya tarik tersendiri. Untuk
ukuran SD, Dauzan Library tidak kalah dengan kid corner di perpus-
takaan kota di Malang dan Yogyakarta. Sekilas saya melihat koleksi
buku-buku berkualitas, beberapa siswa asyik membaca dan diskusi.
Saya setuju sekali, perpustakaan itu tidak harus besar dan megah,
prinsip dasarnya adalah bagaimana menjadikan pemustaka terpaut
hati dan betah untuk beraktifitas membaca dan lainnya di sini.
Pengakuan Pak Eddy Susanto, kepala SD Muhammadiyah 4
Pucang Surabaya ini, nama Dauzan didapatkan dari membaca dan
menelusuri secara serius di internet. “Perjuangan Dauzan Farook
sangat cocok dan inspiratif, sehingga kami memutuskan memberi
nama perpustakaan ini dengan “Dauzan Library”, dengan harapan
perpustakaan ini akan menginspirasi anak-anak didik serta guru
untuk menghargai pengetahuan dan menyebarluaskan sebagai
penguat bangsa”.
Penamaan Dauzan Library ini tentu saja sangat menarik karena
beberapa alasan yang saya ajukan.
Pertama, tidak semua sekolah di republik ini memiliki nama
khusus untuk perpustakaannya. Pemberiaan nama yang mengan-

| 70 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

dung unsur filosofis dan penokohan adalah suatu hal yang sangat
perlu dicatat dalam hasanah lembaga pendidikan di Indonesia.
Kedua, tak kalah menariknya dengan penamaan Dauzan ini adalah
karena disaat jejak perjuangannya di Kampung Kauman lenyap
karena secara fisik bangunan sudah rata dengan tanah, dan ternyata
nama ini berdiri kokoh di sebuah sekolah Muhammadiyah yang
maju, unggul dan juara.
Gerakan literasi di sekolah ini cukup menggembirakan. Sudah
ada program 15 menit membaca, mendorong guru menulis, meng-
ikutkan guru dan pustakawan meningkatkan kapasitasnya dengan
beragam pelatihan. Majalah sekolah bernama Arba’a terbit setahun
tiga edisi. Di majalah ini terlihat antusiasme berkarya baik siswa
maupun gurunya. Ada juga beberapa buku termasuk novel telah
terbit dari sekolah ini. Selain itu, perpustakaan mini di ruang-ruang
kelas juga dibangun dan dihidupkan siswa-siswinya. ‘Perpustakaan
Mini’ ini dikelola siswa, bukunya berasal dari penggalangan oleh
siswa dan orang tua siswa. Ada beragam buku yang menarik di
luar buku mata pelajaran yang terpajang di tiga almari rak buku, di
salah satu ruang yang sempat saya kunjungi. Gerakan literasi ini
rupanya telah banyak mewarnai kehidupan sekolah, dan rupanya
telah menentukan takdir teladan sekolah ini.
Semoga pilihan sadar ini benar-benar memberikan makna dan
spirit pencerahan yang luar biasa bagi anak didik, khususnya di
sekolah Muhammadiyah Surabaya, juga bagi keluarga besar
Muhammadiyah. Sosok Dauzan adalah pejuang perdamaian dan
kemanusiaan melalui pembumian pengetahuan yang sangat perlu
ditauladani oleh semua anak bangsa. Akhirnya, selamat untuk SD
Muhammadiyah Pucang Surabaya, yang telah memilih nama besar
dan legendaris. Semoga dakwah berkemajuan senantiasa mengi-
ringi setiap langkah perjuangan pendidik Muhammadiyah.[]

David Efendi (defendi83@gmail.com)


Ketua Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah
pustakamu.id

| 71 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perkaderan Itu
Dimulai dari Buku
Debby Pratiwi (Pegiat LBA)

O Sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Pegiat Lorong Baca


Allende (LBA) Surabaya dengan menjadikan buku sebagai me-
dia perkaderan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

S
ebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah,
IMM dirasa memiliki tugas dan kewajiban yang berat,
yakni melakukan perkaderan di kalangan Mahasiswa.
Seperti yang lazim kita ketahui bahwa perkaderan merupakan
jantung utama dalam berorganisasi. Sebuah organisasi tidak akan
dikatakan bergerak apabila tidak ada perkaderan di dalamnya.
Sehingga masing-masing periode kepemimpinan seseorang dalam
sebuah organisasi memang sudah sepatutnya melakukan regene-
rasi. Sehebat dan sebesar apapun sebuah organisasi jika para pe-
mimpinnya adalah orang-orang yang sama dari masa ke masa maka,
bisa dikatakan organisasi tersebut gagal dalam perkaderan.
Kader merupakan seseorang yang digembleng untuk disiapkan
menjadi calon penerus perjuangan. Dalam hal ini yang dimaksud
kader adalah para mahasiswa yang tertarik untuk bergabung,
belajar dan berproses di Ikatan. Problematika yang seringkali
menjadi PR dalam IMM adalah bagaimana memberdayakan
mahasiswa baru. Dimana sebagian besar mahasiswa baru bukan-
lah kader Muhammadiyah secara biologis dan baru lulus SMA.
| 72 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Transformasi dari masa SMA ke masa Mahasiswa membutuhkan


sebuah proses adaptasi, pun saat mereka turut bergabung menjadi
kader IMM. Sehingga dengan adanya perkaderan diharapkan kita
mampu membantu para mahasiswa baru untuk beradaptasi dengan
dunia kampus dan tentunya bagaimana mengenalkan mereka pada
Muhammadiyah serta bagaimana membuat mereka tertarik untuk
berproses di IMM. Untuk itulah diperlukan sebuah pendekatan
kultural dalam proses perkaderan. Adapun pendekatan kultural
tersebut adalah dengan ngopi, seperti kita tau bahwa belakangan
ini ngopi menjadi salah satu gaya hidup yang dilestarikan sehingga
menjadi sesuatu yang disebut gaul oleh kalangan mahasiswa.
Berangkat dari kegelisahan yang dirasakan oleh sebagian kader
IMM Psikologi “Allende” saat berkumpul maupun sekedar ‘ngopi’
dengan para kader baru. Ngopi tentunya tak lengkap tanpa adanya
sebuah obrolan. Selama ini sebagian besar kegiatan ngopi dirasa
kurang produktif jika hanya duduk berjam-jam di warung kopi atau
angkringan tanpa adanya topik penting yang harus dibahas, selain
berbicara ngalor ngidul sekadarnya, bercanda yang berlebihan,
ataupun sibuk dengan gadget masing-masing. Ketika ditanya
mengapa jawabannya, “bingung Mbak, mau ngomong apa?”
Sebaliknya, buku yang semestinya menjadi teman baik kalangan
pelajar maupun mahasiswa mulai terkikis dari deretan draft
kerinduan para pembacanya. Buku tak lagi menjadi teman setia
yang selalu dibawa kemana-mana maupun menjadi teman duduk
kaula muda. Buku laksana sesuatu yang menjijikkan sehingga jarang
disentuh apalagi dibaca. Buku hanya dipandang sebagai referensi
dan juklat mata kuliah semata, hanya disentuh saat ada tuntutan
akademik. Sangat miris bukan? Malang memang nasib buku yang
tergeser dari daftar prioritas kebutuhan kaum terpelajar.
Sedang di balik sebuah buku selalu tersirat makna tak sekedar
teori. Bukan sekedar tumpukan kertas maupun sebuah bosa-basi
akan tetapi buku banyak membuka cakrawala dan wawasan bagi
pembacanya. Namun, sangat disayangkan banyak orang belum
mendapatkan hidayah untuk menggeluti buku dan menjadikan

| 73 |
THE SPIRIT of DAUZAN

buku bagian dari hidupnya.


Dua problema tersebut yang kemudian mendorong saya untuk
mengkolaborasikan keduanya menjadi sebuah gerakan, yakni
Gerakan Perkaderan dengan menjadikan buku sebagai media. Hal
ini dimaksudkan untuk mengkampanyekan gerakan membaca
sekaligus menjadikan gerakann tersebut sebagai ruh perkaderan.
Mengapa harus buku sebagai media perkaderan?
Karena dengan buku setiap pengurus yang memiliki amanah
untuk melakukan perkaderan tidak akan kebingungan mencari topik
pembicaraan. Akan senantiasa lahir ide-ide maupun gagasan baru
yang merupakan hasil refleksi dari buku-buku yang telah dibaca.
Keberagaman kepribadian kader dengan nalar kritis yang dibawa
oleh masing-masing individu baru khususnya yang baru mengenal
Muhammadiyah akan mudah diimbangi. Sehingga proses
komunikasi yang dibarengi dengan topik-topik dengan buku sebagai
sumber acuannya akan berjalan sesuai dengan harapan. Ibaratnya
buku sebagai bahan atau bekal dalam proses komunikasi tersebut.
Disini, buku diharapkan mampu menjadi problem solving dari
kegelisahan para aktivis akan topik pembicaraan saat ngopi
sekaligus sebagai kampanye mengembalikan buku menjadi prioritas
utama Mahasiswa.

Mendirikan Lorong Baca Allende


Jalan pintas dengan menjadikan buku sebagai mediator
perkaderan dan inspirasi dari beberapa komunitas literasi kemudian
menimbulkan sebuah ghirah baru, yakni keinginan mendirikan
sebuah komunitas literasi dimana para pegiatnya sementara adalah
pihak intern PK IMM Allende sendiri. Keinginan tersebut muncul
sejak awal kuliah, keinginan dan ghirah tersebut sempat pasang
surut mengingat jumlah buku yang dimiliki tidak seberapa banyak.
Hingga pada Mei 2017, awal mula adanya layanan Pustaka
Bergerak dimana kita bisa mengirim buku melalui kantor pos setiap
tanggal 17 tanpa dipungut biaya alias gratis. Syaratnya, komunitas
literasi tersebut terdaftar di layanan Pustaka Bergerak. Atas

| 74 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

dukungan dari Cak David, salah satu pegiat Rumah Baca Komunitas,
membantu mendaftarkan Lorong Baca Allende dalam jaringan
Pustaka Bergerak. Tentu itu layaknya sebuah gerbang yang
membuka jalan hingga kemudian saya mantapkan nama ‘Lorong
Baca Allende’ untuk menjadi wadah bagi para pecinta literasi
maupun mereka yang bersedia menghibahkan waktu, tenaga, serta
ide-idenya, maupun semangat membacanya untuk benar-benar
menghidupkan komunitas baru ini. Bukan hanya menjaga sema-
ngatnya secara personal namun, juga menularkan serta menelurkan
virus-virus literasinya kepada siapapun yang dijumpai.

Getok Tular
Mengembalikan eksistensi buku sebagai satu-satunya sumber
nutrisi bergizi yang dibutuhkan otak adalah tujuan utama didiri-
kannya komunitas literasi ini. Keterbatasan jumlah buku serta
ruangan yang belum memadai membuat pergerakan LBA sedikit
terhambat. Sehingga sejauh ini gerakannya masih kurang begitu
masif. ‘Getok tular’ atau sebuah istilah yang sering digunakan dalam
sistem pemasaran yang berarti dari mulut ke mulut adalah salah
satu upaya yang dilakukan oleh LBA untuk menyebarkan virus
membaca di kalangan Mahasiswa.
Getok tular ini merupakan aktivitas kampanya dengan menye-
barkan informasi peminjaman buku secara gratis dalam jangka
waktu yang tak terbatas dan siapapun boleh meminjam secara
bergantian dengan pembaca lain dan dilakukan dari mulut ke mulut.
Ada harapan lain yang sebenarnya tersirat yakni pembaca diharap-
kan bersedia untuk membagikan ilmu yang didapat dari buku yang
dibacanya melalui forum diskusi yang diselenggarakan LBA maupun
IMM. Tidak dibatasi buku apa saja yang dibaca. Boleh berupa novel,
sastra, agama, buku psikologi, dan lain-lain.

Kampanye membaca pada anak jalanan


Merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan pegiat LBA
untuk memviralkan budaya baca di kalangan masyarakat marginal.
| 75 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Persoalan membaca seringkali hanya ditujukan pada kaum terpela-


jar. Seolah buku hanya mampu dijangkau oleh mereka yang duduk
di bangku sekolah. Itulah yang sering kami temui pada adik-adik
asuh kami di bantaran sungai Kalimas, samping Jembatan Merah
Surabaya. Oleh karena itu, LBA yang tergabung juga dalam
Komunitas Cahaya Bunda berkomitmen untuk mengentaskan buta
huruf pada mereka. Membaca adalah hak semua lapisan anak
bangsa dan kewajiban kita adalah mengajari mereka yang belum
bisa membaca agar mengenal dan akrab dengan barisan huruf-
huruf maupun tumpukan buku.
Hal tersebut bisa dikatakan tidak mudah namun, salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk membantu para anak jalanan
terbebas dari kerasnya hidup di jalanan yang liar adalah dengan
buku. Dengan membuka wawasan mereka melalui buku agar
mereka memiliki kesadaran akan pentingnya sebuah ilmu maupun
pendidikan untuk menjemput cita-cita mereka.

Digital Literasi dan Perpustakaan Jalanan: Cita-cita LBA


Kurangnya ketertarikan publik pada umumnya maupun pelajar
dan mahasiswa pada khususnya terhadap buku cetak kemungkinan
terbesar disebabkan karena perkembangan teknologi dan era digi-
tal. Kemudahan-kemudahan yang dipersembahkan oleh alat-alat
digital rupanya menggerus serta menjauhkan buku dari genggaman
para pembacanya. Baru-baru ini marak e-book sebagai ganti buku
cetak. Selain simpel, e-book juga dirasa hemat karena banyak yang
bisa diunduh gratis melalui bantuan google.
Selain e-book, sosial media juga merupakan sarana publikasi
kampanye gerakan membaca yang dapat dilakukan oleh komunitas
literasi. Dengan cara tersebut diharapkan kampanye membaca
mampu dilakukan secara aktif dengan jangkauan yang lebih luas
dan biaya yang minimal.
Sudah saatnya, media sosial tidak hanya bertaburan status atau
quote-quote galau. Inilah waktunya membumikan dan mewarnai
media dengan sebuah tulisan yang membangun.Kemajuan dunia
| 76 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

digital tersebut memacu LBA untuk turut pula mem-booming-kan


gerakan literasi digital.
Jika di atas tadi saya sempat mengupas sedikit mengenai digital
literasi yang secara garis besar adalah sebagai publikasi maka, aksi
nyatanya adalah dengan membuka lapak perpustakaan jalanan di
pusat-pusat kota di Surabaya. Seperti di Taman Bungkul, Balai
Pemuda, Balai Kota, area CFD, maupun saat ada even-even tertentu
di Kota Surabaya. Dua gerakan yang masih menjadi cita-cita LBA ke
depan dan akan segera terwujud.
Dengan adanya KOPDARNAS Penggiat Literasi diharapkan
mampu menghimpun komunitas-komunitas literasi yang digerak-
kan oleh para aktivis Muhammadiyah dan Ortom Muhammadiyah
untuk mewujudkan Taman Pustaka Muhammadiyah sebagaimana
yang dicita-citakan. (27/11/2017)

Debby Pratiwi (mbakdebby@gmail.com)


Pegiat Lorong Baca Allende Surabaya

| 77 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Membuka Jendela
Dunia dari Pelataran
Tugu Yogyakarta
Diyanti Isnani Siregar

Kisah Inspiratif dari Perpustakaan Jalanan -


Komunitas Akar Rumput

Pepatah mengatakan “Buku adalah jendela dunia”, hal ini berarti


dengan membaca buku seseorang telah membuka dunia. Buku
merupakan media pendidikan yang sangat penting untuk mencer-
daskan bangsa dan negara. Buku memuat berbagai hal yakni ilmu
pengetahuan dan informasi. Indonesia sebagai suatu negara dengan
jumlah penduduk yang banyak masih jauh tertinggal budaya mem-
baca. Berdasarkan berita Sindonews pada tanggal 22 Februari 2017
lalu bahwa hasil penelitian Programme for International Student
Assessment (PISA) 2012 menyebutkan Indonesia ada di peringkat
60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori
membaca. Sementara skor rata-rata internasional yang ditetapkan
PISA adalah 500. hal ini disebabkan oleh rendahnya minat baca
masyarakat Indonesia.
| 78 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Berawal dari Kota Yogyakarta yang terkenal dengan sebutan kota


pelajar, sebuah komunitas bernama Akar Rumput didirikan pada
tanggal 10 Oktober 2015. Komunitas ini didirikan oleh beberapa
mahasiswa pascasarjana dari berbagai ilmu disiplin di Universitas
Gadjah Mada. Melalui kegiatan rutin mingguannya yaitu perpusta-
kaan jalanan di Pelataran Tugu Yogyakarta, Komunitas ini memiliki
semangat untuk mempromosikan budaya membaca dan mening-
katkan minat baca masyarakat dari berbagai kalangan.
Komunitas Akar Rumput dengan kegiatan-kegiatannya selama
ini telah memberikan banyak motivasi dan inspirasi bagi para
anggota komunitas ini sendiri, bagi masyarakat yang berkunjung,
hingga bagi masyarakat luas yang mengetahui melalui media sosial.
Berikut mengenai kisah-kisah yang telah menginspirasi tersebut.

a. Membudayakan membaca di tengah keramaian


Kegiatan membaca biasa dilakukan di tempat yang sunyi dan
tenang, seperti di perpustakaan dan di ruang baca atau ruang bela-
jar lainnya. Namun, di perpustakaan jalanan mengajak masyarakat
untuk membaca dengan cara menarik dalam membudayakan
membaca di ruang publik. Ketika satu, dua, dan tiga orang memba-
ca, maka suasana di tengah keramaian seperti di pelataran Tugu
Yogyakarta menjadi nyaman untuk membaca buku. Tidak mudah
untuk melakukan hal tersebut, tetapi ketika kita mulai duduk dan
santai membaca bersama dengan teman lainnya yang juga
membaca, maka suasana nyaman dan fokus untuk membaca akan
terbentuk dengan sendirinya.
Kisah ini membuktikan bahwa di tempat wisata dan keramaian
tidak selalu menjadi obyek untuk jalan-jalan, namun juga dapat
menjadi media pembelajaran yang sederhana dan menyenangkan
dengan berbaur bersama masyarakat. Membaca tidak lagi menjadi
sesuatu yang tersekat dengan ruang publik, melainkan sudah men-
jadi bagian dari publik itu sendiri. Ketika membaca sudah menjadi
kebiasaan, dan menjadi budaya, maka di tempat yang ramai pun
kegiatan membaca tersebut dapat dilakukan dengan baik.

| 79 |
THE SPIRIT of DAUZAN

b. Memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan


Perpustakaan jalanan yang menyediakan buku-buku dari ber-
bagai disiplin ilmu dan kategori bacaan, mulai dari anak-anak, novel,
pendidikan, sosial, agama hingga umum. Buku-buku ini yang dapat
dipinjam selama perpustakaan jalanan ini berlangsung dari jam
17.00-22.00 WIB setiap malam minggu ini tentunya memberikan
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi para pengunjung yang
membacanya.
Orang-orang yang tadinya hanya bermaksud jalan-jalan saja
untuk melihat tempat bersejarah Tugu Yogyakarta, tanpa ada niat
mereka sebelumnya untuk membaca buku, akhirnya mereka juga
ikut membaca buku-buku dengan duduk santai di pelataran Tugu
Yogyakarta sambil melihat-lihat tempat bersejarah tersebut. Kisah
tersebut menunjukkan bahwa para pengunjung yang hadir di
perpustakaan ini menyatakan dirinya senang karena mendapat
pengetahuan dan wawasan baru melalui media sederhana
perpustakaan tersebut.

c. Memberikan referensi dan rujukan membaca


Sebagian buku yang ada di perpustakaan jalanan merupakan
buku hibah yang dapat dipinjam untuk dibaca di rumah, namun
ada juga buku yang tidak dapat dipinjam karena buku tersebut juga
merupakan pinjaman dari anggota komunitas. Ketika ada yang tidak
bisa dipinjam, maka para pengunjung dengan semangat menulis
referensi atau mengutip tulisan yang ada dalam buku tersebut, dan
juga ada yang memotret tulisan dalam buku tersebut menggunakan
smartphone miliknya.
Beberapa pengunjung juga menyatakan tertarik dengan bebe-
rapa buku yang ada di sini, sehingga tertarik untuk menjadi rujukan
bacaan dan mencarinya di toko-toko buku. Jadi, perpustakaan ja-
lanan dapat menjadi media perantara antara pengunjung dengan
ilmu yang ingin dicarinya, kemudian pengunjung dapat mencari
ilmu tersebut di dalam buku-buku yang ada di perpustakaan jalanan
ataupun mencarinya di tempat-tempat penjualan buku.

| 80 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

d. Mengajari dan memotivasi anak-anak jalanan


Setiap malam minggu pelataran Tugu Yogyakarta terdapat
banyak pengunjung dari luar daerah untuk melihat keindahan yang
menjadi simbol atau lambang yang khas dari kota ini. Namun, ada
pula anak-anak jalanan yang meminta-minta belas kasihan para
pengunjung tersebut. Tidak jarang mereka datang bersama-sama
dan kemudian berpisah ketika sampai di tugu. Naluri anak-anak
mereka keluar ketika melihat cukup banyak kategori buku anak-
anak di perpustakaan jalanan, mereka pun singgah dan sejenak
meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku yang ada.
Sebagian anggota komunitas yang bertugas menjaga buku-buku
di perpustakaan jalanan tidak heran dengan anak-anak tersebut
yang datang dan ingin membaca buku. Anggota yang bertugas ter-
sebut biasanya ikut mencarikan buku-buku yang diminati anak-anak
untuk dibaca, para anggota juga ikut membantunya belajar bersa-
ma, mulai dari belajar membaca, menghitung, hingga pengetahuan
umum.
Lebih dari itu, anak-anak itu juga menyatakan dirinya tertarik
ingin membaca lebih lanjut buku-buku yang dipelajarinya, dan ingin
meminjam untuk dibaca di rumah. Pada awalnya komunitas ini ada
sedikit keraguan dengan anak-anak itu, dan takut tidak dikembali-
kan, namun salah satu dari anggota komunitas meyakinkan bahwa
buku-buku yang dipinjam itu pasti bermanfaat baginya, dan tidak
akan rugi walaupun buku tersebut tidak dikembalikan. Akhirnya
buku-buku yang diinginkan mereka pun dipinjamkan kepadanya,
walaupun sampai sekarang belum dikembalikan, hal tersebut tidak
menjadi masalah karena ilmu yang ada dalam buku tersebut akan
menjadi manfaat bagi anak-anak tersebut.

e. Media interaksi sosial tanpa sekat


Perkembangan teknologi membuat akses terhadap informasi
semakin mudah, dan masyarakat lebih banyak memperhatikan
smartphone dan dunia digitalnya dibandingkan dengan berkomuni-
kasi secara langsung dengan orang dan lingkungan sosial sekitarnya.

| 81 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan jalanan dan diskusi publik menjadi media penghu-


bung nilai-nilai sosial yang semakin hilang di era digital ini.
Media ini dapat dikatakan efektif untuk membangun jiwa sosial
dan edukasi, karena dalam kegiatan ini orang-orang tidak hanya
sekedar berkumpul saja. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan
ini juga belajar, yaitu ketika membaca buku bersama dengan
masyarakat lainnya serta ketika ketika melakukan diskusi publik
bersama. Kegiatan-kegiatan ini membuat setiap individu menjadi
bagian dari masyarakat lainnya, sehingga sikap sosial dan kebersa-
maan ini menjadi suatu motivasi yang dapat mendekatkan diri pada
perilaku yang positif dan menjauhkan diri dari tindakan-tindakan
yang negatif.

f. Saling menghormati dan menghargai


Tugu Yogyakarta yang menjadi icon Yogyakarta tidak sekedar
menjadi tempat berwisata untuk jalan-jalan dan berfoto-foto saja,
tetapi menjadi cerminan sebagai Kota Pelajar. Orang-orang yang
ramah dan saling menghormati membuat suasana membaca dan
berdiskusi publik di perpustakaan jalanan tetap kondusif. Para
pengamen jalanan dan orang-orang yang minta-minta uang pun
tidak ada yang meminta kepada orang-orang yang berada di per-
pustakaan jalanan tersebut, karena merasa segan untuk menggang-
gu orang-rang yang berada di perpustakaan tersebut.
Sikap saling menghormati dan menghargai juga diperlihatkan
pada waktu diskusi publik, yaitu ketika suatu materi yang dibahas
oleh seorang pemateri yang berasal dari anggota komunitas dan
dianggap menguasai materi tersebut, kemudian dibahas bersama-
sama dengan anggota lainnya yang berasal dari latar belakang ilmu
pendidikan dan asal daerah yang berbeda. Perdebatan dalam
diskusi tersebut pasti terjadi, namun yang perlu diingat yaitu bahwa
ketika menghadapi suatu masalah, maka harus melihat dari
berbagai sudut pandang dan menghindari subyektivitas.

| 82 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Referensi:
Penelusuran Internet:
Koran Sindo, 2017. Budaya Membaca di Indonesia Jauh Tertinggal. Diakses
melalui https://nasional.sindonews.com/read/1182242/144/
budaya-membaca-di-indonesia-jauh-tertinggal-1487741860/13
Sahrul Sarea, 2013. Pentingnya Buku danMinat Baca dalam Menunjang
Kemajuan Pendidikan. Diakses melalui http://www.wawasan
pendidikan.com/2013/09/Pentingnya-buku-dan-minat-baca-
dalam-menunjang-pendidikan.html

Diyanti Isnani Siregar


Komunitas Akar Rumput
@akarrumput_jogja

| 83 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Karang Lo Lor Ceria


Bersama Aksara
Surya
Febry Sandy Sultana

Halooo Sahabat Literasi…..

“Dengan membaca maka kau akan melihat dunia”.

ebuah kutipan yang sudah tidak asing lagi bagi kita.

S Memang, realitanya tidak ada yang salah dari pepatah


tersebut. But, do you know, saat ini minat membaca
disekitar kita, entah itu di lingkungan akademis maupun bukan,
sangat rendah. Sedikit wajar, namun bisa dibilang tidak wajar juga.
Wajar karena kita tahu sekarang gadget sudah berkembang dengan
pesat dan kebanyakan dari kita, terutama generasi muda, maha-
siswa, bahkan anak sekolah tingkat pertama maupun menengah,
lebih memilih menggunakan gadget sebagai sarana untuk melihat
dunia luar. Namun, tidak wajar jika keberadaan gawai hanya sebatas
buat eksis di media sosial, tetapi tidak digunakan untuk meningkat-
kan kualitas diri dengan membaca maupun melihat hebatnya dunia
luar dengan kacamata gawai.
“Sebuah komunitas ada karena sebuah keresahan dan untuk
menyelesaikan permasalahan.” Mungkin kalimat itu lebih tepat jika
diungkapkan kepada kami, Komunitas Baca Aksara Surya, sebuah
komunitas yang berdiri karena semakin tidak pedulinya kaum
| 84 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

akademisi dengan aktivitas literasi. Bukan hanya omong sana


omong sini, tapi Aksara Surya telah membuktikan dengan berkon-
tribusi. Bukan hanya sekedar planing kegiatan a,b,c dan d, tetapi
sudah ada beberapa kegiatan yang telah berjalan dari status
komunitas yang masih seumur jagung.
Diantara kegiatan itu, salah satunya, yang baru saja digelar pada
bulan Oktober 2017, yakni kegiatan pengabdian masyarakat,
sebagai kegiatan eksternal Komba Aksara Surya. Kegiatan ini
berlangsung di Desa Karang Lo Lor wilayah Kabupaten Ponorogo.
Dihadiri oleh sekitar 70 anak. Antusias itu terlihat dengan banyak-
nya minat anak-anak sekitar kawasan tersebut untuk hadir dan
mengikuti acara dari awal hingga akhir. Kebetulan acara tersebut
bertempat di balai desa setempat.
Kegiatan Penmas ini dikonsep dalam bentuk Mendongeng dan
Reading Day, yang semuanya dikemas dengan apik oleh anggota
komunitas. Mendongeng dilakukan oleh anggota komunitas baca
yang sudah berpengalaman, tujuan dipilihnya mendongeng sebagai
salah satu rangkaian acara, adalah untuk membangkitkan kembali
keistimewaan cerita dongeng yang kaya akan nilai moral dan
tentunya berguna bagi anak-anak saat ini, agar tidak terkontaminasi
akan bahayannya budaya modern yang terlalu bebas dan sarat nilai.
Adapun Reading Day di Desa Karang Lo ini diselenggarakan
dalam bentuk pelatihan bagi anak-anak yang belum terlalu mahir
membaca. Selain itu, pendampingan bagi anak-anak yang sudah
bisa membaca juga dilakukan agar anak yang mampu membaca
itu tidak hanya sekedar membaca, tetapi mengetahui akan makna
dari setiap buku yang dibaca dan bisa mengambil nilai-nilai yang
positif.
Acara tersebut memang berlangsung tidak lama, hanya berlang-
sung selama sekitar setengah hari. Namun demikian, diharapkan
dalam kesempatan yang tak banyak itu ada manfaat yang bisa
dipetik.
Komba Aksara Surya akhirnya bisa pulang dengan meninggalkan
jejak positif. Harapannya, kemauan untuk membaca itu bisa
| 85 |
THE SPIRIT of DAUZAN

tumbuh sedikit demi sedikit. Anak-anak tidak hanya terkontaminasi


oleh pengaruh negatif gawai, tetapi mereka bisa lebih memilih
kegiatan-kegiatan yang penuh manfaat, seperti halnya kegiatan
Reading Day dan mendongeng ini.
Jejak Komba Aksara Surya mungkin belum terlihat, namun
sekurang-kurangnya kami sudah mengambil peran. Tak hanya
berhenti disitu, kami akan terus mendampingi mereka setiap
minggu agar bisa menjadi wadah kegiatan positif.
Salam Literasi……

Tentang Komunitas Baca Aksara Surya


Komunitas Baca Aksara Surya adalah bentuk solusi kegelisahan
yang dirasakan oleh UPT Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
Ponorgo, yang melihat fakta bahwa sadar literasi di kampus ini
terbilang sangat rendah, juga rendahnya kepeduliaan mahasiswa
dalam kegiatan literasi. Dengan kesadaran ini, maka UPT Perpus-
takaan UM Ponorogo menginisiasi berdirinya Komunitas Baca
Aksara Surya, didirikan pada tanggal 16 Oktober 2017. Komunitas
ini bertujuan mengumpulkan mahasiswa yang sadar akan penting-
nya literasi dengan berbagai kegiatan internal maupun eksternal
kampus.
Fokus pertama gerakan Komunitas Baca Aksara Surya adalah
bergerak di internal kampus, dengan menyajikan kegiatan-kegiatan
pengembangan intelektualitas mahasiswa berupa kajian rutin,
bedah buku dan menanamkan jiwa pentingnya membaca.
Fokus kedua, adalah gerakan di eksternal kampus. Mahasiswa
yang sadar akan kurangnya pengetahuan dan semangat literasi yang
ada di masyarakat, memunculkan jiwa kepedulian kepada masya-
rakat dengan tujuan untuk memberantas buta aksara dan menum-
buhkan semangat membaca di masyarakat.
Aktivitas Komunitas Baca Aksara Surya meliputi beberapa bidang
devisi, antara lain: pertama, bidang organisasi dan keanggotaan,
bertugas membuat program kerja internal komunitas, salah satunya

| 86 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

adalah kegiatan bedah buku. Kedua, bidang literasi dan pengabdian


masyarakat, Sebagai contoh, pengabdian masyarakat selama satu
bulan ini sudah melaksanakan pengabdian masyarakat di dua
tempat yakni di Desa Karang Lo Lor, Kecamatan Kauman Ponorogo
dan Desa Ketro Kecamatan Tulakan Pacitan.
Ketiga dan keempat, bidang hubungan masyarakat dan bidang
publikasi dan informasi. Program kerjanya berfokus pada publikasi
kegiatan komunitas yang ada di masyarakat maupun di dalam
kampus, dengan cara selalu mempublikasikan kegiatan komunitas.
Komunitas Baca Aksara Surya diikuti mahasiswa dari berbagai
macam latar belakang keilmuan yang ada di Universitas Muham-
madiyah Ponorogo. Beragamnya latar belakang keilmuan ini
diharapkan bisa memperkaya khasanah keilmuan di dalamnya.
Akhirnya, dengan berdirinya Komunitas Baca Aksara Surya ini
diharapkan bisa mendorong dan memotivasi kegiatan literasi yang
ada di kampus UM Ponorogo tercinta ini.

Febry Sandy Sultana


Komunitas Baca Aksara Surya Ponorogo
(komunitasbaca.aksarasurya@gmail.com)

| 87 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Janasoe, Sebuah
Upaya Membantah
Survei
Fikri Fadh

M
emilih kata Janasoe bukanlah perkara main-
main atau guyonan. Janasoe, atau kalau dibaca
menjadi Janasu, adalah kata yang terpilih untuk
memberikan label pada aktivitas kita saat ini, meskipun bukan
aktivitas utama. Di sisa-sisa tenaga dalam memenuhi kewajiban
untuk tetap bisa bertahan hidup, kami menghimpun diri dan
akhirnya, Janasoe-lah yang cocok di hati untuk dijadikan label.
Awalnya. Dikarenakan jurusan yang sama, kami sering nong-
krong bersama. Sejak tahun 2012 kita mulai nongkrong, bahkan
setelah menyelesaikan kuliah pun kami mengatur waktu untuk bisa
nongkrong bersama. Jika saja ada yang mau mengabadikan apa
yang kita obrolkan di tongkrongan, mungkin akan menjadi sebuah
kumpulan ide-ide, gagasan-gagasan bahkan sampai kritik sosial.
Kalau ingin mengetahui siapa kami secara detail, bisa mengunjungi
www.janasoe.blogspot.co.id dengan judul (kuliah 4 sks tanpa kelas).
Pembahasan dalam diskusi kita, eh obrolan maksudnya, sering
sekali meminjam pemikiran beberapa tokoh bangsa, dari Buya
Hamka, Bung Hatta bahkan kemarin sempat ada yang beberapa
kali duduk dengan Karl Max. Dari kita ada yang paling berbeda,
salah satu dari kita ada yang melihat sesuatu dari sudut pandang
yang berbeda. Alhamdulillah, setelah sekian lama akhirnya dia
| 88 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

deklarasikan tulisan pertamanya, selain skripsi. Kata Janasoe pun


terceletuk dari orang tadi, yang seharusnya darinya terceletuk
kalimat-kalimat toyibah. Tidak apa-apa, dia tahu kapan harus
menempatkan.
Tengahnya. Entah yang kita lakukan itu adalah pegiat apa, hanya
pertemanan biasa. Namun bingkai keilmuan yang tetap kita pegang
teguh menjadikan obrolan kita bukan sekedar mengeluarkan suara
dari mulut. Mungkin kalau diluar sana bisa disebut diskusi, tapi
bagi kami itu terlalu tinggi, meskipun setelah kita lelah mengobrol,
kita dapat mengambil hikmah untuk oleh-oleh perenungan
dirumah.
Puncaknya. Pertengahan 2017 salah satu dari kita ada yang me-
nikah. Beliau adalah pengagum karya Buya Hamka, bahkan disetiap
obrolan, seolah dia menghadirkan Buya Hamka melalui potongan-
potongan nasehatnya. Beliau menulis dan menjadikannya buku,
entah di jadikan mahar seperti Moehammad Hatta atau seserahan.
Buku yang berjudul “Dibawah Renungan Al-Qur’an” beliau kebut
sehingga bisa selesai sebelum hari pernikahannya. Beliau beruzlah
untuk menyelesaikannya, padahal saat hingar bingar karirnya
sedang naik menjadi salah satu penggerak aktivitas kampus.
Setelah menikah saya bertanya, apa masih menulis? Beberapa
saat yang lalu beliau menyampaikan bahwa waktunya untuk
menulis berkurang, fokus membangun keluarga kecilnya. Tidak
mengapa, keberanianmu merogoh kocek untuk menerbitkan buku,
mengurangi porsi makan adalah spirit bagi kami, terutama yang
masih penyetatus facebook.
Beberapa hari yang lalu, sebuah pesan panjang masuk ke group
WhatsApp kami. Dia masih menyebut dirinya seorang pembaca,
bukan penulis, mungkin karena dia belum berani saja membagikan
tulisannya atau memperpanjang status Facebooknya. Dia memba-
gikan tulisan petamanya, tentu dia nanti akan tertawa sendiri ketika
1 tahun kedepan membaca tulisannya lagi. Disela-sela kesibukannya
sebagai Direktur TPA ditempat tinggalnya, dia menyelesaikan
tantangan saya untuk menyelesaikan buku yang cukup tebal namun

| 89 |
THE SPIRIT of DAUZAN

ringan, kemudian dibedahnya saat kami berkumpul. Semoga dia


tetap menjadi pembaca yang baik dan menyibak realita kehidupan
ini sehingga bisa berbagi dengan kita melalui tulisannya. Kata
Janasoe lahir dari dia. Silahkan dibayangkan sendiri seperti apa
orangnya. Dia suka kretek juga.
Menyebar virus yang mulai berevolusi ditubuh ini, paling mudah
dengan orang terdekat. Dua orang yang saya ceritakan singkat
diatas adalah dua orang korbannya, meskipun virusnya belum
begitu akut. Masih banyak virus yang akan saya suntikkan dan
sebarkan, sebab sejak perkenalan saya dengan Rumah Baca
Komunitas (madzhab Onggobayan tahun 2012) begitu banyak vi-
rus yang menjangkit setiap tetes darah ini. Namun, ada salah satu
yang belum saya ceritakan singkat dari kami, dia masih sibuk
menjalani rangkaian pengembangan diri di organisasi. Saya yakin,
suatu saat, buah pemikirannya dalam mengurus organisasi, akan
diabadikan dalam kata-kata. Pemikiranmu harus abadi tidak
tenggelam terkubur pergantian pengurus organisasi.
Kedepannya. Tidak berharap lebih, atau akan menjadi eksis di
dunia milenial. Kita akan memperbanyak virus dan mengembang-
kannya, sehingga dapat disebarkan ke tetangga sekitar, adik-adik
bahkan ke orang tua kita sendiri. Virus itu adalah virus membaca.
Dengan menyusun langkah sederhana, Janasoe akan mengajak
setiap individu yang kita temui, untuk mematahkan survei bahwa
orang Indonesia rendah dalam minat baca.
Beberapa teman yang masih aktif menjadi mahasiswa pun
bersedia menghimpun diri masuk kedalam kubangan sunyi, bekerja
dengan sisa tenaga untuk turut menghidupkan literasi. Jangan
berharap tenar jika mengkampanyekan membaca, jika ingin tenar
masuklah partai. Jangan mencari kaya jika bergerak diliterasi, jika
ingin kaya bisnislah properti. Dengan niat tulus dibawah naungan
perintah Iqra’. Kita berupaya membantah survei tingkat membaca
orang Indonesia lemah. Mari kita bersiap diri mengambil peran
menuju tahun emas Indonesia 2045.
Dari Janaose untuk Indonesia.

| 90 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Berkenalan dengan KL Janasoe


Komunitas Literasi Janasoe, adalah sekumpulan orang yang suka
membaca, ingin suka membaca dan mengajak kepada yang lainnya
untuk suka membaca. Setelah bergerak secara sporadis, akhirnya
komunitas ini menatata diri, supaya bisa lebih bermanfaat untuk
masyarakat. Sederhana saja sebenarnya, mengajak untuk suka
membaca. Sekumpulan orang tadi memilih untuk berjuang dalam
sunyi, dalam menggerakkan buku, meskipun sederhana namun
tidak sepi cita-cita.
Apa yang terlintas di fikiran saudara mendengar kata Janasoe?
Pisuhan bukan? Kata-kata kasar, kata-kata jalanan? Kata-kata dari
orang yang tidak berpendidikan mungkin, atau nggak bermoral?
Sudah-sudah, kami sudah terbiasa mendapatkan kritikan terhadap
nama komunitas yang kami pilih. Kami bukannya anti terhadap
kritik, lebih baik energi saudara untuk mengritik, dialihkan untuk
bergerak bersama kami, dalam menghadirkan buku ditengah
masyarakat. Itu lebih asyik dari pada mendebatkan sebuah kata.
Hehehe.
Jalan nalar soeka-soeka, adalah kepanjangan dari Janasoe.
“Berarti berfikir dan berpendapat bebas dong?” “Ngawur ini
namanya”. “Sudah nama yang dipakai adalah pisuhan, kepanjangan-
nya pun sangatlah ngawur, nalar kok soeka-soeka”. “Blas nggak
mencerminkan kepribadian seseorang literat atau berpendidikan”.
Hmmm. . . matur nuwun atas komentarnya saudara-saudara,
hehehe.
Kami bukannya tidak mau menjelaskan atau mengklarifikasi
nama Janasoe. Monggo-monggo saja saudaraku sekalian mau
berkomentar seperti apa tentang Janasoe. Toh, kami tidak begitu
soeka menjelaskan tentang tujuan dan diri kita yang baik, biarlah
orang lain yang melihat apa yang kita lakukan. Kita lebih soeka
bergerak, menggerakkan dan bergerak bersama. Kita mengurangi
terlalu lama mendebat sesuatu diatas meja, namun setelah itu
hilang begitu saja.
Pada tanggal 8-10 Desember 2017, salah satu penggiat literasi
| 91 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dari Janasoe mengikuti Kopdarnas Penggiat Literasi di Solo, Jawa


Tengah. Kopdarnas Penggiat Literasi tersebut diselenggarakan oleh
Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah di Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Saat itulah titik awal penataan terhadap
Komunitas Literasi Janasoe.
Banyak pembahasan tentang gerakan literasi dan rencana
kegiatan tindak lanjut yang digerakkan secara bersama-sama oleh
alumni Kopdarnas tersebut. Salah satunya adalah Taman Pustaka.
Secara eksponen, beberapa penggiat Janasoe adalah kader-kader
Muhammadiyah, namun tidak menutup diri pada latar belakang
organisasi yang lain. Karena pada prinsipnya, Janasoe duduk
bersama semua golongan.
Komunitas Literasi Janasoe memang belum memiliki tempat
tersendiri untuk menggerakkan gerakan ini, namun bukan berarti
harus menunggu adanya tempat (sekretariat) kemudian baru
bergerak. Justru sekretariat Janasoe adalah saat dimana kamu
berada, dan di situ kamu mengajak orang untuk membaca dan
meminjami mereka buku.
“Sekretariat itu penting, apalagi untuk menata buku-buku dan
tempat untuk koordinasi”. Ya, sementara ini Komunitas Literasi
Janasoe menggunakan salah satu sudut rumah kontrakan milik
penggiat. Rumah tersebut beralamat di Somenggalan, Jambidan
Banguntapan Bantul Yogyakarta. Rencana tindak lanjut dari
Kopdarnas Penggiat Literasi adalah berjejaringnya taman pustaka
binaan MPI PP Muhammadiyah, oleh karena itu, Komunitas Literasi
Janasoe memiliki Janasoe Corner, sebagai pojok baca sebagai wujud
nyata dalam pedulinya akan akses buku bacaan.
Sebagai penutup, mengutip syair Rendra,
“Kesadaran adalah matahari”
“Kesabaran adalah bumi”
“Kebenaran adalah cakrawala”
“Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”.
Kami sadar, banyak orang yang belum bisa beruntung menda-
patkan akses buku.

| 92 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Kami sadar, orang yang mendapatkan akses buku dengan


mudah, belum tentu mau membacanya.
Kami sadar, orang yang membaca belum tentu paham akan inti
atau ide pokok yang dituliskan.
Kami sadar, dengan bergerak bersama, akan menjadikan buku
bisa bermanfaat, bukan sekedar lembaran kertas yang tersusun.
Kami sadar, kami hidup ditengah-tengah masyarakat, oleh ka-
rena itu kami berusaha mengeluarkan cakrawala ilmu pengetahuan
dari dalam buku, sehingga masyarakat bisa menjadi tahu dan
mengerti.
Dan Komunitas Literasi Janasoe, adalah salah satu dari perju-
angan pelaksanaan kata-kata.
Kehadirannya memang tidak menyerupai halilintar. Tapi lebih
menyerupai suara katak yang lemah namun dapat memberikan
harmonisasi alam semesta. Izinkanlah kami, Janasoe untuk menjadi
bagian dari harmonisasi gerakan literasi di negeri ini.

Fikri Fadh (fikriuad@gmail.com )


Owner binabuku.id | janasoe.blogspot.co.id

| 93 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Gubuk Literasi:
Sebuah Usaha
Mencari Bentuk
Hanif Irfan Faruqi

A
khir-akhir ini kita begitu familiar dengan istilah literasi.
Dibanyak tempat tumbuh komunitas-komunitas kecil yang
mendaku diri sebagai pelaku atau pegiat literasi. Mulai
dari literasi bacaan, literasi media, literasi ekologi dan sebagainya.
Apa sesungguhnya literasi dan mangapa perlu? Dari dua pertanyaan
inilah setidaknya kita akan bergerak mencari tahu.
Sering kita temui dalam perspektif khalayak, bahwa literasi
jamak diartikan sebagai kemampuan baca, tulis dan diskusi saja.
Kegiatan yang terlihat angker bagi sebagian orang yang belum ter-
biasa. Namun, sejatinya ia tak hanya kegiatan semacam itu. Literasi
memiliki akar yang sama dengan pendidikan rakyat, gerakan yang
diilhami oleh Paolo Freire.
Belajar baca tulis bukan perkara keterampilan mengeja huruf
dan menggoreskan tinta, melainkan upaya memberikan suara bagi
mereka yang selama ini tidak pernah “bicara”. Pendidikan bukan
upaya memindahkan pengetahuan dari mereka yang tahu kepada
mereka yang tidak tahu, melainkan merupakan hubungan timbal
balik antar mitra belajar dalam menghadapi masalah nyata.
Semacam itulah ujaran Paolo Freire dalam bukunya Literacy: Read-
ing the Word and The World (2013).
| 94 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Belajar membaca bagi Paolo Freire, adalah merangsang rasa


ingin tahu si pembelajar agar ia bisa menulis kata, dan dengan
demikian menamai dunianya sendiri. Hal ini menurutnya berguna
agar bisa menamai dunia mereka sendiri dan merumuskan ulang
hubungan mereka dengan kelompok lain. Menamai dunia sendiri -
bukan dunia lain yang dipaksakan padanya, atau dunia bikinan yang
tidak nyata- sangat mendasar bagi kedaulatan si pembelajar karena
mampu membaca dan menulis berarti juga mampu mengubah
dunia.
Literasi adalah pendidikan. ia bukan sekadar keterampilan
menguasai alat seperti memotret, sekadar melakukan jepretan
standart lalu sudah. Literasi juga bukan menggambar yang hanya
asal pilih kuas dan tinta lalu menggores. Ia adalah laku reflektif
atas realitas, itulah sejatinya literasi. Kerja pembelajaran dalam
realitas kehidupan manusia. Literasi membuat manusia melek
wacana, melek realitas, melek ilmu, dan haus karya bermanfaat.
Literasi adalah laku pembelajar mengupayakan dunianya sendiri.
Dan pada akhirnya menyambung sinergi untuk berkarya nyata dan
luas (di berbagai bidang).

Gubuk Literasi
Menangkap usaha sinergi kawan-kawan Pimpinan Daerah Ikatan
Pelajar Muhammadiyah Ponorogo dan alumni akhir tahun 2016,
tercetuslah sebuah gerakan untuk menggerakkan semangat
keilmuan. Obrolan akhir tahun itu coba ditindaklanjuti dengan
melakukan proyek pembuatan buku. Pada medio Juli 2017
bertepatan dengan Musyawarah Ddaerah ke-20 yang di gelar IPM
Ponorogo, kami meluncurkan sebuah buku yang kami garap selama
kurang lebih empat bulan. Kami memberi judul buku itu,
Manifestasi Rasa. Hari itu juga Gubuk Literasi diresmikan, dibawah
pengawasan Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PD IPM Pono-
rogo. Lahirnya buku Manifestasi Rasa juga memberikan harapan
dan optimisme bahwa jika mau bergerak akan ada hasil belajar
yang didapatkan.

| 95 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Semangat itu yang kami rawat, sampai kini. Karya kedua


menunggu dikerjakan, juga masih berwujud buku antologi, kali ini
melibatkan alumni. Sejatinya tak hanya semacam itu yang kami
butuhkan. Kami masih mencari bentuk gerak dengan output yang
nyata dan jelas. Semua usaha ini hanya berbekal semangat dan
rasa ingin belajar. Belajar mengorganisir, belajar profesional, belajar
menahan diri, dan tentu banyak belajar yang lainnya.
Namun, kami ingin yang lebih dari sekedar bergerak semacam
itu, meminjam istilah Kuntowijoyo, bagaimana penghayatan
internalisasi akan nilai-nilai (keagamaan) mampu diekspresikan
dalam eksternalisasi. Kami ingin gerakan ini mampu menjadi laku
pembawa nilai di wilayah praksisnya, umumnya bagi pelajar dan
masyarakat Ponorogo dan khususnya bagi para pegiatnya sendiri.
Bermacam-macam kiblat kami cari, contoh gerak yang ingin
kami adakan di lingkungan kami adalah diskusi rutin, seperti apa
yang dilakukan di Rumah Baca Komunitas Yogyakarta, dan atau
menulis produktif yang ringan semacam apa yang dilakukan
komunitas Soto Babat Solo. Kegiatan kami sekarang masih sekadar
menggelar lapak baca gratis di ruang publik, seperti taman kota,
alun-alun dan tempat-tempat umum lainnya.
Kami berharap, pada acara Kopi Darat Nasional 8-10 Desember
2017 nanti mampu memberi kami wawasan dan ragam alternatif
gerak, agar Gubuk Literasi mampu bertahan, berkembang dan kaya
inovasi. Ditengah kuasa modal yang semakin merambah sendi
terkecil kehidupan, upaya semacam inilah yang mampu kami
lakukan untuk menjaga nyala semangat. Maka peran gerakan sosial
alternatif dalam melakukan penyadaran massif amat sangat
diperlukan guna melawan dominasi dan hegemoni kekuatan modal
yang jahat dan menyesakkan hidup.
Kegiatan kolektif semacam ini akan memberi banyak inspirasi
gerak bagi yang baru memulai gerakannya. Perilaku kolektif akan
memberikan dorongan terhadap suatu perubahan yang memiliki
tujuan bersama. Dari sini harapan besar kami gantungkan untuk
menemukan ragam gerak yang bisa diterapkan untuk Gubuk Literasi

| 96 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

dan lokalitasnya. Sehingga gerakan kami nantinya akan lebih


terarah, kaya dan inovatif.
Para nabi hadir ke dunia sebagai pembawa misi pembebasan.
Pertama, misi pembebasan atas tuhan (politheisme) buatan
manusia(berhala, api, matahari). Kedua, misi pembebasan dari
kekuasaan yang sewenang-wenang, keserakahan penguasa dan
pemilik modal yang menindas masyarakat. Dua dimensi pembe-
basan tersebut menandakan bagaimana nabi memiliki peran ganda,
meyakinkan Ketuhanan Yang Esa dan mengawal kehidupan sosial,
politik, ekonomi, dan budaya masyarakat. Maka, sebagai muslim
hendaknya kita menghayati internalisasi nilai (keagamaan) untuk
melesat melakukan ekspresi eksternalisasi. Sehingga peran kita di
muka bumi sebagai khalifah berjalan secara kaffah, hubungan
individu meraih ridha Allah terpenuhi, dan membangun gerakan
kolektif menegakkan keadilan juga terpenuhi. Maka, langkah
terukur para pegiat literasi adalah menjaga nyala semangatnya dan
tetap berfikir untuk ummat. Berkumpul, berbagi dan bergerak
bersama.

Hanif Irfan Faruqi (hanifisme07@gmail.com)


Pimpinan Daerah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah Ponorogo

| 97 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Menciptakan
Ekosistem Literat
Melalui Minat Baca
Hendra Apriyadi

H
al pertama yang perlu diperhatikan untuk menum-
buhkan minat baca di lingkungan sekolah dalam
rangka menciptakan budaya literasi adalah partisipasi
warga sekolah untuk berliterasi. Warga sekolah yang dimaksud di
sini meliputi seluruh siswa, guru, dan karyawan. Kedua, peran
perpustakaan sekolah juga tidak kalah penting untuk menum-
buhkan minat baca dan menciptakan ekosistem literat di sekolah.
Perpustakaan sekolah dapat dijadikan tempat untuk menghimpun
siswa, guru, maupun karyawan dalam memperoleh dan mengolah
informasi atau bahan bacaan. Jika kedua hal ini dapat berjalan
dengan baik, maka ekosistem literat di sekolah dapat tercipta.
Langkah pertama untuk mengawali penumbuhan minat baca
adalah melakukan pembiasaan membaca senyap buku
nonpelajaran selama 15 menit sebelum aktivitas pembelajaran di
kelas dimulai. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh siswa dan guru
dalam waktu yang bersamaan. Jadi, tidak hanya siswa yang
membaca tetapi guru juga ikut melakukan program ini. Selama
membaca, siswa dapat diminta untuk merumuskan atau mencatat
informasi-informasi penting yang ada di dalam buku yang
dibacanya. Hal ini bertujuan untuk melatih siswa memahami dan
menganalisis isi bacaan
| 98 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Penumbuhan minat baca menjadi sebuah upaya yang harus


dioptimalkan untuk mencapai budaya literasi dan ekosistem literat.
Minat merupakan keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu. Jika seseorang sudah berminat, maka dia akan
senang hati melakukan sesuatu yang diminatinya. Menumbuhkan
minat seseorang tentu tidak semudah seperti mengajak seseorang
untuk menyukai sesuatu hal termasuk kegiatan membaca. Tidak
berhenti sampai di situ. Penumbuhan minat baca dapat dilakukan
dengan program-program tertentu sehingga minat yang ada dalam
diri seseorang dapat muncul dengan sendirinya tanpa ada paksaan
dari pihak luar.
Literasi tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Literasi
menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan
menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi
juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun
di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti
mulia. Literasi, di awal, dimaknai ‘keberaksaraan’ dan selanjutnya
dimaknai ‘melek’ atau ‘keterpahaman’. Pada langkah awal, ‘melek
baca’ dan ‘tulis’ ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa
ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai
hal atau disebut “multiliterasi”.
Menurut Wahyuni (2010: 5) upaya membangkitkan minat baca
masyarakat agar menjadi masyarakat yang literat dapat dilakukan
dengan tujuh cara, yaitu (1) membiasakan anak membaca sejak
dini, (2) menyediakan buku yang menarik, (3) menciptakan
lingkungan yang mendukung kebiasaan membaca, (4) memperbaiki
kembali penampilan perpustakaan agar menarik, (5)
mengembangkan model pembelajaran membaca yang
menyenangkan, bervariasi, dan mendidik, (6) penerapan model
pembelajaran membaca untuk kelas awal (permulaan), dan (7)
model pembelajaran membaca lanjut. Jadi, menumbuhkan minat
baca harus dilakukan dengan program tertentu agar upaya untuk
menciptakan budaya literasi dapat berjalan sesuai dengan arah atau
tujuan yang sudah ditentukan.

| 99 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Selanjutnya, untuk menciptakan ekosistem yang literat di


sekolah harus melibatkan seluruh komponen yang ada di sekolah,
seperti warga sekolah dan sarana serta prasarana yang disediakan
sekolah. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah partisipasi
warga sekolah dalam menciptakan budaya literasi. Kedua, peran
perpustakaan sekolah untuk menumbuhkan minat baca dan
menciptakan ekosistem literat di sekolah. Perpustakaan sekolah
dapat dijadikan tempat untuk menghimpun siswa maupun guru
dalam memperoleh dan mengolah informasi atau bahan bacaan.
Ketiga, peran guru juga tidak kalah penting dalam memotivasi siswa
untuk mempunyai minat baca tinggi dan menumbuhkan semangat
untuk menulis atau membuat karya nyata.
Ketiga poin tersebut sangat berkaitan dan harus bersinergi
pelaksanaannya. Jika salah satu poin saja yang berjalan tentu tidak
akan seimbang dan tujuan untuk menciptakan ekosistem literat
tidak akan tercapai. Menurut Beers, dkk (Widyani dkk., 2016: 7-8)
strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah
dapat dilakukan dengan cara (1) mengondisikan lingkungan fisik
ramah literasi, (2) mengupayakan lingkungan sosial dan afektif SMK
sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat, (3) mengupa-
yakan SMK sebagai lingkungan akademik yang literat.
Dengan demikian, upaya untuk menciptakan ekosistem literat
di sekolah harus dimulai secara bertahap. Membangun budaya
literasi di sekolah membutuhkan beberapa faktor untuk mendu-
kung agar dapat terlaksana dengan baik. Faktor utama adalah peran
warga sekolah yang meliputi guru, siswa, dan karyawan. Selanjut-
nya, faktor sarana seperti perpusatkaan dan pengadaan buku-buku
bacaan nonpelajaran perlu diperhatikan.
Peran warga sekolah harus saling bekerja sama dan saling
mendukung. Peran guru dalam memotivasi siswa untuk giat
berliterasi sangat penting. Selain itu, yang tidak kalah penting
adalah guru harus mencontohkan kegiatan berliterasi tersebut.
Siswa yang sudah mampu melaksakan kegiatan literasi selanjutnya
akan diberi penghargaan (Award) agar siswa makin termotivasi.

| 100 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Selanjutnya, kegiatan membuat karya nyata bagi siswa perlu untuk


didukung dan didampingi oleh guru. Karya yang sudah dibuat
kemudian diterbitkan sebagai bentuk apresiasi terhadap karya
nyata siswa. Dengan upaya yang demikian, budaya literasi akan
terbangun dan ekosistem literat di sekolah akan tercipta dengan
baik.
Motivasi dari guru menjadi kunci keberhasilan untuk mencipta-
kan hasil karya siswa Motivasi itu berhubungan erat dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh seorang siswa melalui kegiatan belajar. Guru
yang baik adalah guru yang bisa memotivasi siswanya agar menjadi
yang terbaik. Sebagai seorang guru harus bisa memotivasi dan
menginspirasi para siswa untuk menggerakan sebuah karya.

Hendra Apriyadi (hendraapriyadi88@gmail.com)


Ketua MPI PDM Kabupaten Tegal
http://tegal.muhammadiyah.or.id

| 101 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Taman Baca Impian


Kami di Situ Pladen
Hendri Ripa’i

“Jika buku adalah jendela ilmu dan ilmu adalah jendela dunia. Maka
aku bukan hanya ingin menghadirkan daun jendela itu, tapi juga
ingin menjadi kunci untuk membukanya”

“Menggiatkan literasi adalah bagian dari upaya membangkitkan


geliat pembangunan insan negeri”
(Hendri Ripa’i, Komunitas Buka Pustaka Indonesia)

S
ejak kecil saya suka membaca. Saya suka membaca
buku-buku anak yang tentunya mencantumkan
gambar-gambar menarik. Bagi saya ketika itu,
membaca adalah saat dimana saya menghidupkan seluruh alam
imajinasi saya menjadi nyata. Membaca membuat saya pandai
mendeskripsikan dan menginterpretasi semua tulisan yang saya
baca. Namun, minat saya terhadap membaca tidak sama sekali
mendapat dukungan baik dari keadaan keluarga saya. Saya tumbuh
dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang terbilang pelosok
di provinsi Lampung. Ayah dan ibu saya adalah petani yang tidak
memiliki uang lebih untuk membeli buku sebab semua pendapatan
hasil tani harus dialokasikan untuk kebutuhan seluruh anak-anaknya
yang berjumlah sembilan.
| 102 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Buku-buku yang dulu saya miliki adalah buku-buku bekas yang


merupakan pemberian dari atasan kakak saya. Majalah-majalah
bekas yang masih layak baca. Setiap kali kakak saya pulang dari
rantauan, ia selalu membawakan saya buku-buku sebab ia tahu
saya suka membaca. Setiap kali mendapatkan buku ‘baru’, saya
langsung mengajak teman-teman saya ke rumah untuk membaca-
nya bersama. Terkadang, saya yang membacakannya untuk mereka.
Saya mendapati diri saya sangat senang melakukan hal itu. Meme-
nuhi rasa ingin tahu kami yang besar bersama-sama.
Masa kecil saya dengan buku memang sungguh ironi. Minat baca
saya dan semua teman-teman saya tidak terdukung oleh adanya
fasilitas yang memadai. Tidak ada perpustakaan di sekolah kami.
Adalah kebahagiaan jika bisa menjelajah ruang-ruang baru yang
tidak pernah kami temui di desa kami. Kebahagiaan sebab bisa
berpetualang lewat buku. Kini, setelah saya mengenyam pendi-
dikan tinggi di sebuah PTN di Jakarta, saya menemukan fakta-fakta
mengejutkan tentang minat baca. Selain fakta umum bahwa indeks
minat baca negara Indonesia hanya 0,01 dari ratusan juta pendu-
duknya, fakta lain yang juga tidak kalah menarik adalah masih
banyaknya anak-anak yang berminat baca tinggi namun tidak terfa-
silitasi dengan baik. Tidak hanya di pedesaan bahkan di kota-kota
besar pun masih demikian.
Rasa prihatin mendorong diri sendiri untuk melakukan tindakan
nyata menggiatkan literasi. Literasi, istilah yang saat ini menjadi
‘virus’, menyebar ke seluruh penduduk negeri, khususnya di ka-
langan intelektual muda. Keinginan untuk bertindak nyata meng-
antarkan saya pada sebuah komunitas bernama Buka Pustaka In-
donesia. Sebuah komunitas pegiat literasi yang bertujuan
membangun taman baca dan memberikan fasilitas baca untuk
anak-anak Indonesia. Saat ini komunitas Buka Pustaka Indonesia
memiliki 5 chapter dalam pergerakannya, yakni Buka Pustaka In-
donesia chapter Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Tanpa pikir panjang saya memutuskan untuk bergabung di regional
Depok yang sangat dekat dengan domisili saya.

| 103 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Sebuah amanah dari teman-teman komunitas Buka Pustaka


Indonesia regional Depok rupanya dipercayakan kepada saya untuk
saya emban. Saya dipilih sebagai ketua atau koordinator wilayah
untuk komunitas Buka Pustaka Indonesia Regional Depok. Saat ini
saya memiliki tim dan relawan yang berjumlah 20 relawan. Banyak
tantangan dalam upaya menggiatkan literasi dalam sebuah
komunitas. Dalam esai ini saya akan menjabarkan beberapa hal
yang sudah saya dan komunitas Buka Pustaka Indonesia regional
Depok lakukan sebagai upaya menggiatkan literasi di wilayah kami.
Pertama, kami sudah mengurus perizinan pembangunan Taman
Baca Masyarakat (TBM) di wilayah Depok. Setelah melakukan survei
ke berbagai tempat, kami pun mendapatkan lokasi yang kami rasa
tepat sasaran, yakni di sebuah pemukiman padat penduduk di
pinggir kota Depok, Jawa Barat. Sebuah pemukiman yang ramai
dengan anak-anak yang mayoritas orang tuanya bekerja sebagai
buruh bahkan pemulung. Tempat itu bernama Situ Pladen. Kami
sudah mengantongi izin dari pejabat daerah setempat untuk mem-
bangun taman baca di sana. Bahkan, sudah tersedia tempat yang
siap dimodifikasi untuk dijadikan taman baca.
Kedua, kami sudah menghimpun donasi untuk pembukaan
taman baca. Donasi yang telah kami himpun berupa buku-buku
baru atau buku bekas layak baca dan donasi uang. Sampai saat ini
sudah terhimpun lebih dari 100 eksemplar buku. Kami melaku-
kannya tidak hanya melalui broadcast di sosial media tetapi juga
membentuk suatu paket donasi literasi dimana dengan membeli
paket tersebut berarti sudah mendonasikan uangnya untuk
kegiatan literasi kami.
Ketiga, kami sudah melakukan komunikasi dengan pihak Wali
Kota Depok serta Dinas Kearsipan Kota Depok perihal kegiatan kami.
Respons yang diberikanpun sangat positif. Pemerintah kota Depok
menyambut baik adanya gerakan literasi kami dan bersedia
melakukan dukungan dengan meminjamkan aula untuk kegiatan
serta bersedia mendatangkan perpustakaan keliling secara rutin
jika Taman Baca Masyarakat kami sudah resmi dibuka.

| 104 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Keempat, kami sudah menjalin kerja sama yang baik dengan


pemuda Karang Taruna setempat dan sudah melakukan beberapa
kegiatan bersama seperti diskusi tentang Taman Baca. Hal kelima,
atau hal terakhir yang sudah kami lakukan sampai saat ini adalah
melakukan perapihan tempat yang akan kami jadikan taman baca.
Kami optimis dapat meresmikannya di bulan Desember mendatang
dengan doa dan dukungan dari berbagai pihak.
Kami optimis taman baca impian kami akan segera dibuka di
Situ Pladen. Sehingga, saya dan tim akan benar-benar membawa
daun-daun jendela itu sekaligus menjadi kunci pembukanya agar
setiap anak di Situ Pladen mampu menyalurkan minat bacanya dan
dapat mengembangkan kreativitasnya. Menjadi generasi bangsa
yang cerdas dan berkualitas serta menjadi bagian untuk mampu
membangkitkan semangat dan giat literasi di Indonesia.

Hendri Ripa’i (hendriripai@yahoo.com)


Komunitas Buka Pustaka Indonesia Regional Depok

| 105 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Menumbuhkan
Budaya Literasi
Heru Prasetya

T
idak mudah menumbuhkan budaya baca. Tantangan
datang dari segala penjuru, bisa diri sendiri, orang lain,
situasi sosial, maupun ketersediaan fasilitas. Justru
disitulah asyiknya. Niat dan semangat adalah faktor penentu
keberhasilan, tetapi faktor lain tak kalah pentingnya. Sehingga
hanya bermodal niat dan semangat, masih jauh panggang dari pada
api untuk bisa disebut berhasil.
Penulis mengalami sejak 1987-an, 30 tahun lalu. Ketika itu masih
tinggal di sebuah kampung wilayah Kota Yogyakarta. Angkatan
Muda Muhammadiyah (AMM) di sana, gabungan Pemuda Muham-
madiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah, memiliki program perpustakaan
bernama Taman Pustaka. Tidak hanya niat dan semangat, kami
punya ruang (pinjam garasi di rumah salah satu tokoh setempat),
koleksi buku, dana, dan punya orang untuk mengelola.
Secara rasionalitas manusia, semua tinggal jalan. Apalagi kam-
pung itu termasuk wilayah perkotaan (meskipun pinggiran) dengan
tingkat pendidikan warganya lumayan tinggi. Mestinya tingkat
kebutuhan membaca juga tinggi.
Memang di awal-awal buka, pengunjung termasuk banyak.
Untuk sebuah garasi bermuatan satu mobil, dikunjungi 10 orang
dalam satu waktu, sudah terasa sesak. Ada yang sekadar membaca
di tempat, ada juga yang pinjam untuk dibawa pulang. Sirkulasi
meminjam dan mengembalikan berjalan tertib.
| 106 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Entah mengapa pada kira-kira bulan keempat, terjadi perubahan


drastis. Jumlah pengunjung tidak seperti hari-hari sebelumnya,
bahkan kadang ada hari tanpa satu pengunjung pun. Jemput bola
ke jamaah (masyarakat) tidak membuahkan hasil. Jawabnya hanya
“ya, ya, ya” tapi tak kunjung datang di Taman Pustaka kami. Me-
nambah koleksi buku juga tak berdaya mengajak mereka hadir lagi
di perpustakaan. Akhirnya, setelah melalui berbagai upaya dan
evaluasi, kami seakan menjemput “takdir” bernama LIBUR
PANJANG alias TUTUP.
Itu bukan pengalaman pertama. Sekarang, di tempat tinggal
yang tidak lagi wilayah perkotaan, niatan membuka perpustakaan
kembali muncul. Tujuannya tak lain adalah menumbuhkan budaya
membaca. Karena dari situlah kecerdasan bisa dibangun.
Seiring dengan pertambahan umur, penulis lebih mengambil
peran memberi ide kepada generasi muda melalui remaja masjid.
Niat ada, semangat ada, ruang ada, almari ada, koleksi buku juga
ada, dana ada. Kurang apalagi? Masyarakat juga ada. Sepertinya
sudah ketemu antara pembaca dan yang dibaca. Tapi sampai 15
tahunan semua bisa dikata jalan di tempat. Buku-buku yang tadinya
baru, mulai terlihat lusuh. Ruangan yang bersebelahan dengan
masjid lebih banyak kosong, sepi, tanpa aktivitas.
Perbedaan waktu 30 tahun ternyata belum mampu mengubah
masyarakat untuk masuk ke wilayah minat baca, perlu membaca,
butuh membaca. Padahal kata pertama yang diterima Nabi
Muhammad SAW dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril adalah
“Iqra’…” Bacalah. Jelas dan tegas. Tanpa tafsir apapun, kata
“bacalah” adalah perintah untuk membaca. Perintah dari Sang
Maha Kuasa di bumi dan langit.
Tak bisa dibantah bahwa Islam adalah agama ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum kata “Iqra’…” diwahyukan kepada Rasulullah SAW,
Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah fil ardh, pemim-
pin di muka bumi. Kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain
adalah pada akal. Manusia diberi akal, makhluk lain tidak. Dengan
akal inilah manusia memiliki couricity atau rasa ingin tahu yang

| 107 |
THE SPIRIT of DAUZAN

sangat tinggi. Klop, antara maksud Allah menciptakan manusia


dengan Iqra’. Karena diberi akal, sehingga diperintahkan membaca.
Sehingga membaca adalah sunnatullah.
Dua contoh kasus yang penulis alami di atas merupakan bukti
bahwa persoalan budaya baca adalah masalah serius di negeri ini,
termasuk umat Islam sebagai jumlah mayoritas. Penanganannya
tidak bisa parsial, sepotong-potong. Seperti juga dalam kita ber-
Islam, penanganan masalah literasi harus kaaffah, menyeluruh, dari
hulu ke hilir dan sebaliknya.
Hal pertama dan utama yang harus dilakukan adalah melihat
kembali alias mengevaluasi model kegiatan belajar mengajar di
dunia pendidikan formal kita, dari TK (bahkan playgroup) hingga
SMA/SMK/MA dan yang sederajat. Bukankah selama ini pelajar
atau peserta didik lebih banyak “dijejali” kata yang keluar dari
(maaf) mulut guru. Guru aktif, sedangkan murid tenang-tenang saja
duduk di kursi, mungkin malah bersendau-gurau dengan temannya.
Memang kurikulum terbaru mengharuskan pengajaran diberikan
dengan cara siswa aktif. Tapi, bagaimana pelaksanaan di lapangan?
Apalagi ketika ulangan atau ujian materi soal lebih banyak text book.
Pengganti istilah pelajar/siswa/murid menjadi peserta didik
sebenarnya makin mempertegas murid “harus” dalam posisi pasif,
gurunya yang aktif. Dari arti kata, “peserta” bermakna ikut serta
untuk suatu kegiatan. “Ikut serta” itu sangat tergantung kepada
yang diikuti, artinya pasif. Seaktif-aktifnya “peserta” tetap sangat
tergantung kepada yang “diikuti”, yaitu guru.
Berharap negara, dalam hal ini kementrian pendidikan, mampu
menciptakan generasi yang melek baca bisa memerlukan waktu
lama dan butuh kesabaran ekstra dalam masa penantian. Karena
tahapannya terlalu panjang, rantainya berliku. Apalagi jika
menyangkut anggaran negara yang sangat prosedural proses
pencairannya.
Maka, berharap pada lembaga pendidikan swasta seperti
Muhammadiyah adalah pilihan lain yang mendekatkan kepada
solusi. Mau tidak mau penyelenggaraan pendidikan formal tetap

| 108 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

mengacu kepada kurikulum yang dikeluarkan kementrian. Tetapi


dalam prosesnya lembaga swasta bisa mengkreasi agar siswanya
benar-benar bisa aktif. Hal ini tidak hanya memerlukan guru
“cerdas”, tetapi harus didukung oleh lingkungan pendidikan dan
berbagai fasilitas, juga komunikasi dengan keluarga siswa.
Siswa aktif antara lain terlihat pada munculnya kesadaran
(berawal dari sebuah kewajiban) mencari sendiri materi
pembelajaran. Materi-materi tersebut kemudian dipahami sendiri,
dengan bimbingan tutorial dari guru, jika memang benar-benar
memerlukan. Membaca yang tadinya merupakan kewajiban,
lambat laun berubah sebagai kebutuhan.
Menurut penulis, disinilah terjadi sebab awal rendahnya budaya
membaca pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka lebih
banyak “dijejali” tanpa bisa menolak. Rejim penjajah Belanda
sangat suka dengan cara-cara seperti itu tujuannya untuk memper-
tahankan kekuasaan di bumi Nusantara. Bagi penjajah “orang In-
donesia tidak boleh cerdas.”
Menumbuhkan budaya literasi tidak bisa diselesaikan satu
kelompok atau komunitas. Hal ini memerlukan kerja bareng,
bergandengan tangan, termasuk dengan pengambil kebijakan dan
keputusan dalam dunia pendidikan formal. (*)

Heru Prasetya (masherupras@gmail.com)


Taman Pustaka Nogotirto
PRM Nogotirto Yogyakarta

| 109 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Transformasi dan
Peran Komunitas
dalam Berliterasi
Idham Syifa Fahreza

A
pa yang disebut dengan literasi? Apa aja yang bisa
dilakukan dengan sebuah kegiatan bernama literasi? Apa
keuntungan untuk diri kita? Inilah awal munculnya sebuah
pertanyaan mengenai Literasi.
Diambil dari pengertiannya sendiri yang dikemukakan oleh Na-
tional Institute for Literacy (NIFL) adalah kemampuan individu untuk
membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan
masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan,
keluarga dan masyarakat. Dalam pengertian tersebut jelas bahwa
di dalamnya literasi mencakup melek visual yaitu kemampuan
untuk mengenali dan memahami seluruh ide gagasan yang di
sampaikan scara visual (video/gambar).
Pemahaman seseorang mengenai literasi adalah seperangkat
keterampilan nyata khususnya kognitif membaca dan menulis dan
kemampuan literasi merupakan sebuah hak setiap orang dan dasar
untuk belajar dalam kehdupan sampai orang itu tiada, kemampuan
literasi dapat mmberdayakan dan juga dapat meningkatkan
kemampuan individu agar menjadi seseorang yang berguna bagi
diri sendiri, keluarga, juga masyarakat luas. Lalu dari banyaknya
| 110 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

pengertian dan pemahaman litersi di atas, sebuah literasi memiliki


7 dimensi yang mana itu saling berkaitan yaitu: dimensi geografis,
dimensi keterampilan, dimensi bidang, dimensi fungsi, dimensi
media, dimensi jumlah, dimensi bahasa. Itulah komponen yang
harus ada dalam literasi, sebagai objek dalam pelaksanaannya. Dan
ketika sebuah literasi mempunyai banyak pemahaman seperti itu,
tak dipungkiri generasi muda pun harus juga ikut andil, ikut
berkontribusi langsung di dalamnya.
Lalu,bagaimana cara para pemuda itu berkontribusi? Sebe-
narnya banyak cara salah satunya adalah masuk dalam komunitas
literasi, dimana dia akan mendapatkan literasi sesuai seleranya,
dan dapat juga berkarya untuk mengembangkan bakat juga dapat
bermanfaat bagi orang lain, jika demikian, seharusnya para pemuda
atau generasi muda sekarang banyak yang mengikuti aksi literasi,
tapi nyatanya bukan melalui komunitas atau perkumpulan yang ada
melainkan melalui dunia digital. Ini adalah sebuah kemajuan pesat
dimana sebuah aktivitas literasi dapat di laksanakan dalam wujud
digital dan dengan sanagat mudahnya membuat sebuah karya
bertemakan literasi. Tetapi, dalam pelaksanaannya yang sedemikian
rupa banyak juga yang tidak sesuai dengan norma, jika demikian
maka semua orang yang berkecimpung di dumia literasi digital
harus lebih berhati hati dalam menjalankan kegiatan tersebut.

Peran Komunitas Literasi: LPR JOGJA


Seperti yang kita ketahui, bahwa sekarang ini masyarakat mulai
mengkritisi tentang kegiatan literasi termasuk membentuk komu-
nitas komunitas literasi di berbagai daerah dan banyak objek yang
menjadi sasaran ranah mereka. Termasuk kami,komunitas literasi
pelajar kota Yogyakarta yaitu Lembaga Pers Remaja Jogja. Komu-
nitas ini berada di bawah Pimpinan Daerah IPM kota Jogja, dibawah
bidang PIP PD IPM Kota Jogja.
Lembaga Pers Remaja adalah komunitas yang terstruktur rapi
dan dalam menjalankan kegiatan kegiatan literasi tersebut kami
mengandalkan orang-orang di dalamnya untuk mengerjakannya.

| 111 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Kami mencari para penggiat literasi untuk masuk di dalamnya


melalui open recruitment yang sangat selektif, mematok ketram-
pilan yang sedikit melebihi rata-rata, karena kami akan mengerjakan
program kerja komunitas atau lembaga literasi tersebut dengan
konsep yang terstruktur dan dikelompokan dalam bidang-bidang
yang ada. Dengan demikian dirasa akan lebih efektif karena dapat
dikerjakan melalui keterampilan yang sudah dikelompokan
tersebut, juga dirasa akan lebih optimal.
Ada beberapa program kerja, salah satunya adalah majalah yang
diterbitkan setiap 2 bulan sekali, disebarkan ke seluruh sekolah
Muhammadiyah yang terdapat di kota Yogyakarta, kepada pim-
pinan Muhammadiyah dan pimpinan IPM, dalam ribuan eksemplar
setiap 2 bulan.
Majalah ini diberi nama GUDEG Magazine, sebagai akronim
dari Gudang Ide dan Gagasan.Tujuannya adalah memberi inspirasi
para pelajar agar tahu bahwa literasi tidak hanya di dalam sekolah,
saja melainkan dapat dibentuk di luar lingkup sekolah, dengan
berbagai ide yang menarik untuk digagas dan disebarluaskan. Isi
dari GUDEG Mag adalah beberapa pengetahuan mengenai Islam
dan Muhammadiyah yang disajikan secara modern dan menarik
untuk dibaca. Juga disajikan artikel mengenai fashion, campus,
sekolahan, gaya hidup, teknologi, resensi, tanggapan, komik, puisi,
cerpen, gallery, dan beberapa artikel lainnya.
Diadakan juga challenge untuk pelajar se-kota Jogja untuk ikut
berpartisipasi membuat karya, yakni karya-karya terbaik mereka
dalam wujud puisi, cerpen, opini, dan gallery,dengan imbalan
mendapatkan fee dan karya tersebut dimuat dalam GUDEG Mag.
Selain itu, dibuat juga buletin sebar,sebulan sekali dengan
berbagai tema, disebarkan dengan metode yang sama yaitu ke
sekolah-sekolah Muhammadiyah dan pimpinan ortonom
Muhammadiyah.
LPR IPM Jogjajuga menyelenggarakan pelatihan kepenulisan
untuk umum sekaligus untuk meng-upgrade skill atau keterampilan
dari komunitas kami sendiri, agar kemampuan yang dimiliki

| 112 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

meningkat. LPRjuga menampilkan pameran literasi yang kami miliki


dan bekerjasama dengan berbagai komunitas yang lainnya.
Komunitas ini sebenarnya lebih menyasar ke aktivitas pers,
namun yang namanya pers juga dapat disebut sebagai kegiatan
literasi. Kami juga membuat website resmi Lembaga Pers Remaja
Jogja dan beberapa media sosial yang banyak digandrungi oleh
kaum muda jaman sekarang.
Selain dari media cetak,LPR juga menerbitkan majalah. Dalam
hal ini kami mencoba merekatkan para pelajar untuk lebih dekat
dengan kegiatan literasi, dengan cara pendekatan dan menyebarkan
aktivitas tersebut menyesuaikan dengan kondisi di daerah tersebut.
Sejatinya literasi itu sangatlah penting dalam kehidupan,
tanpanya kita tak akan pernah menemukan banyak hal yang ada di
sekeliling kita tanpa pernah belajar untuk berliterasi. Dengan
demikian,diharapkan bahwa seluruh komunitas literasi yang ada
dapat menyebarkan aktivitas-aktivitas literasi ke masyarakat luas
sehingga merata dalam hal literasi.

Idham Syifa Fahreza (idhamsyifafahreza95@gmail.com)


Lembaga Pers Remaja Yogyakarta

| 113 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Shabran Literasi
Ihsan Nur Sidik

“Saya lebih suka lamunan untuk masa akan datang daripada


sejarah masa lalu”
(Thomas Jefferson 1743-1826)

S
habran sebagai salah satu institusi pendidikan yang
menerapkan sistem mondok untuk jenjang pendidikan
perguruan tinggi menjadi salah satu keistimewaan
tersendiri bagi mahasiswa yang mengemban pendidikan di sini.
Sistem pendidikan yang memadukan sebuah kolaborasi keilmuan
Islam dan kemuhammadiyan menjadi branding yang cukup dikenal
oleh masyarakat. Dalam pergumulan keilmuannya Shabran sebagai
institusi keilmuan ditingkat mahasiswa tentu memiliki dinamikanya
sendiri, berbeda dengan pondok lain pada umumnya, yang cende-
rung lebih mengedepankan potensi-potensi keilmuan dalam bidang
agama (Islam) saja, Shabran telah menjadi wadah bagi lahan untuk
keilmuan Islam dalam panggung nasional bahkan internasional.
Mahasantri sebagai sebutan santri di tingkat PT merupakan gelar
yang disandang bagi orang yang sedang mengemban pendidikan
disana. Mahasantri yang diperoleh lewat seleksi akademik disetiap
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah menjadikan kultur dan nuansa
Shabran kaya akan nilai-nilai kebhinekaannya. Sebuah dinamika
pendidikan yang cukup kaya dimana pertemuan budaya dan adat
setempat berbaur dalam bingkai Islam dan Muhammadiyah.
| 114 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Dalam hal ini kesadaran akan meningkatkan sebuah wacana


keilmuan merupakan alasan utama terbentuknya sebuah wadah
diskusi yang kemudian dinamakan Shabran Literasi. Berawal dari
kegiatan-kegiatan diskusi yang dilakukan oleh bidang RPK IMM PK
Hajjah Nuriyah Shabran, menjadi titik kebuntuan ketika program
IMM yang cukup padat mengakibatkan diskusi-diskusi di shabran
tidak terkordinir dengan baik. Maka daripada itu shabran literasi
menjadi sebuah jawaban akan problema serius itu tadi. Dalam
kinerjanya shabran literasi berusaha untuk mengintesifkan diskusi
dan menulis dengan sistem dua kali pertem dalam sepekan dengan
merujuk pada sebuah kurikulum atau silabus yang dibuat serta hari-
hari bebas yang lebih leluasa. Dalam bentuk diskusinya, Shabran
Literasi mencoba mengoptimalkan mahasantri dan dosen Shabran
sendiri sebagai pemateri.
Dalam diskusinya pemateri ditunjuk dan diwajibkan membuat
tulisan mengenai materi yang akan didiskusikan. Meskipun tulisan
masih serampangan dan tidak baku berbentuk layaknya tulisan yang
memenuhi kaidah-kaidah standar dalam EYD, tetap hal tersebut
menjadi hal yang diakui sebagai salah satu karya yang diapresiasi
dan diarsip sehingga dari kegiatan ini diharap menjadi salah satu
pemacu semangat menulis.
Salah satu rencananya bahkan bermaksud untuk mengadakan
diskusi-diskusi yang modelnya lebih interaktif. Salah satu yang diga-
gas adalah dengan mendatangi rumah dosen yang dijadikan pema-
teri dalam salah satu sesi diskusi yang diadakan. Hal ini menjadi
nilai plus ketika bisa menghadirkan dialog yang lebih cair dan en-
joy. Sehingga wawasan yang diperoleh lebih mudah dicerna dan
tidak membosankan. Membuka keran diskusi sehingga pendengar
bisa kemudian menjadi pembicara adalah salah satu hal yang terus
dicoba untuk diupayakan.
Dalam perjalanannya, diskusi-diskusi yang berlangsung masih
butuh beberapa perbaikan, seperti halnya dengan tempat yang
masih kurang representatif untuk orang banyak, atau mungkin
pengadaan konsumsi sebagai daya tarik yang masih minim, serta

| 115 |
THE SPIRIT of DAUZAN

keterbatasan buku yang ada. Belum lagi penjadwalan yang masih


serampangan dan kurang rapih menjadi salah satu kendala yang
kerap kali menjadi permasalahan tersendiri bagi shabran literasi.
Menjadi sebuah catatan berharga, ketika diadakan forum
evaluasi dalam setiap pertemuan agenda literasi. Banyak sekali yang
kemudian harus menjadi bahan perbaikan dan penyempurnaan
dibeberpa lini. Kebutuhan akan pengendalian jadwal diskusi dan
sistematika materi masih menjadi PR yang mesti dibutuhkan bebe-
rapa rumusan yang lebih tersistematis lagi. Kelemahan dan keter-
batasan sumber daya manusia (SDM) yang masih minim dan butuh
peningkatan potensi-potensi dalam hal kepenulisan agar diskusi-
diskusi yang diadakan dapat terdokumentasi. Sehingga dari
dokumen-dokumen itu tadilah bisa dijadikan sebagai pembenda-
haraan bacaan disamping buku-buku konvensional lainya.
Seorang reverensi hidup dalam hal kepenulisan menjadi kom-
ponen yang sangat dibutuhkan, dimana literatur-literatur mengenai
kepenulisan masih belum bisa menggapai pemahaman yang
komprehensip mengenai kepenuilisan. Karena secara fungsional
teori saja tanpa adanya dorongan untuk mengaktualisasikan teori
tersebut dalam ranah aplikatif hanya akan menjadi sekedar wacana
kosong.
Alumni-alumni yang aktif di kepenulisanpun masih cukup sulit
untuk dilacak, dimana dari satu angkatan/periode hanya sekian
persen saja yang aktif dalam dunia tulis menulis. Kecenderungan
dalam organisasi menjadikannyal luput dan lupa akan dunia literasi.
Kehidupannya disibukan dengan segala prangkat organisasi-orga-
nisasi yang sangat padat.
Sehingga dalam hal ini keanggotaan dari Shabran Literasi cende-
rung terabaikan karena kesibukannya dalam aktivitas-aktivitas
sivitas akademika yang berkutat dalam persoalan organisasi maha-
siswa, unit kegiatan mahasiswa dan komunitas-komunitas daerah
yang cenderung lebih bergerak dalam ranah sosial. Wahana mem-
baca menjadi kurang diminati oleh mahasiswa terutama oleh para
mahasantri Shabran.

| 116 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Dalam persoalan yang cukup memperihatinkan ini, Shabran


Literasi berusaha mencoba terus mendobrak kesadaran mahasantri
yang masih terjebak dalam kesadaran naif. kampus hanya menjadi
ladang mencari formalitas dan legalitas teruntuk mendapat penga-
kuan perkerjaan dimasa depan. Pola berfikir yang terkontaminasi
arus globalisasi dengan berbagai produk westernis yang menceng-
kram segala aspek kehidupan manusia menjadikan eksistensinya
sebagai manusia tereduksi oleh pandangan materialistik.
Lembaga-lembaga pendidikan yang semakin berorientasi pada
profit semata, seakan kualitas lembaga pendidikan hanya ditinjau
dari seberapa luas dan besarnya lembaga tersebut. Ukuran kualitas
dilihat dari bentuk-bentuk formalistik yang tercermin dari megah-
nya bangunan, kuantitas mahasiswa, serta akreditasi yang dikejar
semata hanya sebagai brand yang menarik permintaan pasar.
Sehingga usaha untuk mencerdaskan bangsa hanya angan-angan
belaka, yang ada adalah membodohi bangsa dimana segala perang-
kat pendidikan hanya digunakan sebagai ajang bergengsi bagi ka-
langan konglomerat ketika bisa menyekolahkan anaknya di sekolah
favorit dan unggulan. Bukan karena tujuan ingin menuntut anak
supaya menjadi anak yang berkepribadian luhur melainkan sebagai
kebanggaan pribadi ketika anak dapat berada di sekolah yang
bergengsi.

Ihsan Nur Sidik (thekidsbilly20@gmail.com)


PK IMM Hajjah Nuriyah Shabran

| 117 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Antara Berlalu atau


Tetap Menyatu,
Satu Dekade Aku
Mengenal (Mu)
Ika Faztin Cahyanti

Kadang, ada rasa yang tak bisa begitu saja disuarakan,


ada rindu yang tak boleh diungkapkan,
ada temu yang tak seharusnya ingin dipercepat,
bukan karena apa tapi memang seharusnya demikian,
setidaknya itu jauh lebih baik
–Hujan Mimpi

Terdengar merdu, butiran air jatuh sesuai ritme yang ditetapkan


Tuhan. Membasahi debu hingga tak kuasa berlari, menindas remah-
remah tanah agar selalu basah. Seperti romantisme pagi ini,
sungguh aku ingin memulai dengan romantis pula, tapi kenapa
ingatan akan kenangan tetap saja belum sirna?
Cerebrum bagian otak terbesar merupakan pusat syaraf
mempunyai fungsi krusial dalam tatanan kehidupan masih saja
menyimpan dan selalu mempertahankan satu demi satu langakah
yang telah dilakukan. Membuatku menyelam jauh ke belakang
teringat akan beribu pengalaman yang dibingkai dalam sebuah
kenangan.
| 118 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Membuatku selalu menimbang-nimbang langkah. Bukan karena


aku tak percaya akan kemilauan masa depan, bukan pula tak per-
caya akan korelasi mutlak antara usaha dan hasil yang tak mungkin
berkhianat. Aku ingin sebuah konsekuensi yang menetramkan hati.
Aku sadar atas diriku, aku sadar diriku sangat berharga, walau-
pun tidak sehebat mereka yang menyebut diri mereka sendiri atau
bahkan banyak orang memberinya predikat hebat. Mereka yang
kehilangan salah satu fungsi otak saja yang enggan menghargai diri
dan membiarkan bekal hidup yang telah digenggam disia-siakan.
Menggali dan menggerakkan potensi yang maha suci menurutku
cukup untuk membuat hidup ini semakin berharga dan berada pada
titik lebih tinggi. Kenangan tidak akan mati begitu juga dengan
harapan. Bisakah aku mewujudkan beberapa harapan diatas ribuan
puing-puing kenangan. Harapan akan cita harapan akan cinta.

-Baca-
Satu dekade berlalu, mengenal (Mu)hammadiyah adalah anuge-
rah terindah dalam hidup. Bustanul Athfal Aisyiyah Sidoharjo
selanjutnya MI Muhammadiyah 7 Sidoharjo, menjadi saksi masa
kecil dengan segala tingkah nakal dan payah. Berlanjut di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 1 Ponorogo, mulai mengenal (Mu). Ikatan Pela-
jar Muhammadiyah mengusik hati dan akhirnya terjatuh. Berawal
dari anggota Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, hingga Pimpinan
Daerah, disitu mengenal (Mu)
Otak ini masih ingat betul bait-bait perjuangan yang tersimpan
rapi dalam kenangan. SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo menjadi
tempat paling istimewa, tempat dimana mata mau membaca dan
tangan mau menulis. Awalnya hanya menulis tugas saja, naik level
menulis proposal, dan akhirnya bertahta di penulisan buletin
sekolah. Belum tahu jika itu yang dinamakan literasi. Kemampuan
berkomunikasi juga berkembang. Komitmen IPM pada pemben-
tukan karakter gerakan islam yang dinamis dan progresif dalam
menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan
rujukan islam yang autentik, benar adanya. Tinggal bagaimana sikap

| 119 |
THE SPIRIT of DAUZAN

diri berusaha memberikan bukti.


Lagi-lagi literasi membahas soal literasi. Allah memberi amanah
yang cukup berat. Menjadi salah satu Mahasiswa di Universitas
ternama Indonesia, Institut Pertanian Bogor. Jika ditanya, “itu ber-
kat siapa?” “berkat (Mu) salah satunya. Hingga sekarang menjadi
Mahasiswa aktif IPB, banyak belajar tentang dunia litersi.
Tahun pertama hingga dua tahun berikutnya, menjadi seorang
organisatoris di Bina Desa BEM KM IPB, membawahi departeman
Pengembangan Masyarakat, sekaligus menjadi penaggung jawab
pendidikan anak. “Rumah Pelangi” adalah salah satu program Bina
Desa yang menjadi perhatian penting. Menyediakan taman baca,
sarana permainan edukasi, dan memberdayakan program
pembinaan kesadaran pendidikan pada keluarga.
Pertama, buku adalah jendela dunia. Kata-kata ini klasik tapi
sangat memotivasi jika mengerti artinya. Dengan buku bisa
mengetahui kabar dunia, sekaligus bisa mengunjunginya, “jika mau
berusaha.” Taman baca rumah pelangi mengutamakan buku anak-
anak, dongeng, cerita, komik, hingga buku pelajaran sekolah. Kala
itu menjalin kerjasama dengan dompet duafa. Kedua, sarana
permainan edukasi. Belajar sambil bermain adalah hal yang
mengasyikan bagi mereka yang ingin selalu belajar, belajar, dan
terus belajar. Bermain edukasi sains dan iqro polly bersama anak-
anak desa menjadi angin segar dikala tugas kuliah yang menggu-
nung. Ketiga, Membangun kesadaran pendidikan pada keluarga.
Banyak masyarakat desa yang tidak lagi mengganggap penting
pendidikan. Tidak ingin berusaha menyekolahkan anak-anak
mereka karena faktor ekonomi.
Banyak siswa berprestasi menanggalkan otaknya untuk berpikir.
Rela meneruskan perjuangan orang tua menjadi buruh tani yang
hasilnya tidak seberapa. Panalangan biaya melalui beasiswa
swadaya dilakuakan untuk membiayai anak-anak pintar tersebut
melanjutkan sekolah. Hingga saat ini, ketika sudah demisioner dan
menjadi alumni tanggung jawab itu masih terpikul berupa swadaya
materil, pengumpulan uang oleh para alumni.

| 120 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Selain upaya menyelamatkan anak negeri dari kebodohan dan


kemiskinan. Kejasama renovai Rumah Pelangi pun dilakukan
dengan Organisasi Kepramukaan Prancis. Sungguh pencapaian yang
luar biasa. Namun, perjuangan tiada berujung, perjuangan tiada
berakhir, hingga akhir sendiri yang mengatakan telah berakhir.

-Tulis-
Mengawali cerita tentang menulis. “Malas membaca, mana
mungkin jadi penulis?” Setelah selesai amanah di Bina Desa BEM
KM, rupanya kaki ini enggan untuk berhenti. Hobi Public speaking
mengantarkan menjadi penyiar radio kampus yang mengahruskan
untuk membaca berita dan informasi terkini. Selain sudah tau litersi
dan pentingnya membaca, hal itu yang mebiasakan pula jika harus
membaca walau terpaksa. Karena kalau tidak membaca tidak
mungkin mengudara.
Entah darimana juga ingin menjadi seorang penulis, memba-
ngun taman baca, dan memotivasi anak-anak untuk menggapai
mimpinya. Sebuah capaian yang tidak mudah didapat. Tidak mudah
didapat untuk mereka yang tidak mau berusaha mendapatkan.
Ketika itu yang ada di otak adalah “otodidak.”
Selang beberapa bulan menginginkan menadi seorang penulis.
Alhamdulillah satu buku sudah terbit, hanya saja menjadi penyela-
ras aksara saja. Hingga berpikir dan terus berpikir. Alhamdulillah
jalan itu ada, berupa amanah belajar di Forum Lingkar Pena. Mimpi
selanjutnya adalah menerbitkan buku dengan brand publishing
house sendiri sebelum lulus kuliah 2018 nanti. Harus ditekankan,
mimpi selamanya akan menjadi mimpi jika tidak ada usaha untuk
direalisasi.

Ika Faztin Cahyanti (ikafaztin@gmail.com)


Mahasiswa Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor

| 121 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Menggugat Relaksasi
Literasi
Ika Faztin Cahyanti

P
emerintah melalui Kementrian Keuangan Berencana
menaikkan dana pendidikan Rp 144 triliun tahun 2018
mendatang. Namun, apakah anggaran sebesar itu mam-
pu mengubah wajah pendidikan negeri ini. Relaksasi literasi bukan
cerita baik untuk pendidikan Indonesia. Indeks pembangunan ma-
nusia harus meningkat seiring dengan anggaran pendidikan yang
luar biasa banyak.
Berdasarkan survei lembaga internasional, budaya literasi ma-
syarakat Indonesia sangat rendah. Programme for International
Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat
Indonesia pada tahun 2012 terburuk kedua dari 65 negara. Indo-
nesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara yang diteliti. Data
statistik UNESCO 2012 mengatakan, minat baca di Indonesia baru
mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya ada satu
orang saja yang memiliki minat baca.
Di kalangan masyarakat ada indikasi terjadi krisis kepercayaan
pada arti penting literasi. Pejabat dan birokrat pendidikan tidak
paham tentang literasi itu sendiri. Bisa dibayangkan, apa yang akan
terjadi jika krisis literasi tidak segera ditingkatkan kembali.
| 122 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Budaya Literasi
Budaya literasi merupakan jantung kemampuan siswa untuk
belajar dan berhasil di sekolah. Juga dalam menghadapi tantangan
masa depan. Berdasarkan data BPS, jumlah waktu yang digunakan
anak Indonesia dalam menonton televisi adalah 300 menit per hari.
Jumlah yang terlalu besar dibandingkan anak-anak di Amerika
hanya 100 menit per hari dan Kanada 60 menit per hari. Hal ini
melemahkan minat membaca dan menulis siswa Indonesia.
Media saat ini mudah mempengaruhi dan memiliki kemampuan
memanipulasi informasi. Masyarakat harus menganalisis informasi
secara aktif, selektif, dan kritis dalam menggunakan media serta
memelah informasi. Lakukan konfirmasi dengan mengecek kebe-
naran informasi yang diterima dari berbagai sudut pandang, agar
dapat menyimpulkan informasi yang diperoleh adalah fakta atau
tidak jelas kebenarannya. Renungkan sebelum menyebar informasi,
ketahui dampak dari informasi tersebut apakah bermanfaat atau
tidak. Sebarkan informasi jika bermanfaat dan menghargai hak cipta
dengan mencantumkan sumber informasi. Abaikan informasi apa-
bila informasi tersebut bohong, sara, serta dapat menimbulkan
permusuhan.
Keluarga merupakan pilar penting dalam upaya peningkatan
literasi. Edukasi keluarga diharapkan mampu memberikan kesa-
daran akan pentingnya budaya literasi. Selama ini orang tua cende-
rung acuh terhadap anak-anak. Bahkan fakta yang ada, orang tua
buta tentang literasi. Edukasi keluarga harus dilakukan oleh setiap
individu yang mengerti literasi. Edukasi menggunakan sistem Paren-
ting program merupakan cara mandiri untuk meningkatkan literasi.
Dimana pendidikan dilaksanakan oleh keluarga dan memanfaatkan
sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga serta lingkungannya.

Peran Penggerak Literasi


Dari hasil evaluasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dite-
mukan beberapa permasalahan di sekolah perintis se-Jawa Barat.
Maka tugas penggeraklah yang turut menentukan keberhasilan pro-

| 123 |
THE SPIRIT of DAUZAN

gram literasi. Peran penggerak dalam program literasi sangat


penting. Jadi, jika literasi ingin bergerak maka penggerak harus ber-
gerak. Penggerak literasi perlu sungguh-sungguh mendorong kem-
bali budaya literasi untuk memacu kemajuan literasi. Ketekunan
dan kecerdasan penggerak literasi perlu dibuktikan. Selain meng-
edukasi masyarakat tentang pentingnya literasi, motivasi adalah
salah satu hal yang tidak boleh dilupakan. Lemahnya kesadaran
karena kurang edukasi, lemahnya edukasi karena tidak ada motivasi.
Selain bekerja membangun relasi dari berbagai pihak, penggerak
literasi harus aktif dan mandiri. Berani menggerakkan budaya lite-
rasi dari berbagai lini. Komunitas membaca, komunitas menulis,
hingga mendirikan taman pustaka perlu dibuktikan dan diperta-
hankan konsistensinya.
Dilangsir dari artikel penggerak literasi, bahwa penggerak literasi
memiliki peran sentral sebagai promotor perubahan, tentu harus
memikirkan jalan keluar terbaik sebagai penyedia sumber daya
manusia (SDM) yang mumpuni. Tugas ini tidak memojokkan instansi
terkait saja, melainkan bersama-sama bergerak. Mengingat edukasi
literasi adalah tugas bersama, sudah saatnya mendayung sampan
bersama-sama agar bisa berkelok dan sampai di pantai harapan
yang menjadi tujuan. Dalam usahan ini perlu ditonggakkan ber-
sama-sama pendidikan yang literet, yaitu adanya kesadaran yang
kuat, pemahaman yang kuat, dan pemaknaan yang mendalam akan
berbagai hal. Pendidikan dan bersama-sama, menyusun cara agar
dapat meraih hasil terbaik. Adapun beberapa solusi yang dapat
ditempuh dalam mewujudkan pendidikan yang literet antara lain
sebagai berikut; menumbuhkan budaya literasi di setiap kehidupan,
pendidikan perlu mendalami literasi sebagai dayung perubahan,
pendidikan juga perlu mendalami literasi sebagai proses kesadaran,
dan meyakini melalui literasi dapat menemukan kedamaian.

Konsistensi Pemerintah
Konsistensi pemerintah dalam berbenah untuk memperbaiki
pendidikan sangat penting sebagai upaya meningkatkan budaya
| 124 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

literasi. Ironisnya, banyak guru dan birokrat pendidikan termasuk


pejabat tidak paham perihal literasi. Akibatnya, literasi tidak men-
jadi bagian dari kurikulum pendidikan. Anak-anak cenderung
banyak mendengarkan. Kurang membaca dan enggan menulis.
Pemerintah agaknya perlu membertimbangkan masalah ini untuk
dikaji kembali.
Selain itu, fasilitas baca Perpustakaan Daerah perlu ditingkatkan.
Memperbaiki insfrastuktur yang sudah tidak layak serta memper-
baiki ruangan-ruangan yang rusak. Berbenah untuk kenyamanan
para pengunjung. Program perpustakaan keliling ke setiap sekolah-
sekolah bertujuan untuk mengajak anak-anak sekolah datang ke
perpustakaan adalah model langkah yang bisa diimplementasikan.
Semua elemen pemerintah harus bekerja sama agar mendapatkan
lebih banyak pengunjung, tidak cukup hanya pihak Perpustakaan
Daerah saja.
Program untuk meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat
melalui gerakan budaya literasi kota seperti di Surabaya perlu
digalakkan. Program yang diharapkan mampu menerapkan budaya
membaca dan menulis secara berkelanjutan, baik di sekolah, di
perguruan tinggi, maupun di masyarakat. Gerakan ini mewajibkan
masyarakat, siswa, mahasiswa, dan semuanya membaca minimal
15 menit dalam sehari. Dengan harapan, kemampuan literasi In-
donesia akan semakin meningkat sehingga generasinya akan
semakin siap menghadapi persaingan.

Ika Faztin Cahyanti (ikafaztin@gmail.com)


Mahasiswa Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor

| 125 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Menyebarkan Virus
Literasi di Era Digital
Ilham Azzam Khairur Rizqi

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tidak


menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
(Pramoedya Ananta Toer)

Nuun, Demi Pena dan apa yang dituliskan.

B
egitulah arti surat Al-Qolam ayat 1, yang menjadi ghirah
kita untuk melestarikan budaya baca dan tulis. Hanya
dengan membaca dan menulis diri kita bisa berubah, baik
itu pikiran maupun perbuatan akan dipastikan berubah.
Kita akan lebih bisa menggali passion, mengenal potensi
diri adalah modal untuk menebar manfaat kepada sesama agar
hidup lebih bermakna. Iqra, demikianlah ayat yang pertama kali
diturunkan Allah SWT. Ada keajaiban besar dalam perintah pertama
Allah ini, bagaimana mungkin Allah memerintahkan membaca
kepada Muhammad SAW yang pada saat itu buta huruf (‘ummy)
kalau tidak ada tujuan dan rahasia tertentu. Sehingga didalam tafsir-
tafsir dijabarkan mengenai rahasia dan keajaiban tersebut.
Pentingnya membaca ini pula yang kemudian menginspirasi
Rasulullah mengambil langkah cerdas setelah perang Uhud. 70
orang pasukan musyrikin Quraisy berhasil ditawan kaum Muslimin.
| 126 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Angka yang cukup mencengangkan untuk dijadikan alat tekan


terhadap kabilah Quraisy di Makkah soal tawanan perang. Namun,
Rasulullah menempuh kebijakan lain. Para tawanan peran itu
dibebaskan, dengan syarat mereka diminta mengajari membaca
kepada 10 orang muslim. Rasulullah menyakini, membaca adalah
langkah penting yang akan mengantarkan umat Islam ke gerbang
kejayaan.
Dunia Literasi memang butuh perjuangan, baik itu penulis
maupun pembaca. Semua dihadapkan pada problematika masing-
masing. Beberapa bulan lalu, dunia literasi digegerkan oleh status
facebook dan cuwitan twitter seorang penulis kondang yang
menarik buku-bukunya dari penerbit. Dialah Tere Liye yang menulis
cuitan tersebut dengan keadaan sadar tanpa dipengaruhi zat-zat
adiktif atau paksaan pihak tertentu, ada apa gerangan yang melatar
belakangi terjadinya gonjang-ganjing itu?
Dalam status yang ditulisnya pada tanggal 5 September itu, ia
menjelaskan dengan gamblang bahwa ada ketidakadilan pajak bagi
seorang penulis yang tidak bisa menggunakan fasilitas NPPN
(Norma Penghitungan Penghasilan Neto) seperti yang digunakan
oleh karyawan, tarif 1% bagi peredaran bruto, atau para pekerja
bebas lainnya.
Persoalan semacam itu nyatanya bukan hal baru dalam dunia
literasi. Pramoedya Ananta Toer juga pernah menyampaikan hal
yang sama dalam artikelnya yang terbit Startweekly edisi 12 Januari
1952 dengan judul “Keadaan Sosial Para Pengarang Indonesia”.
Tahun 1960-an dalam sebuah majalah Zaman Baru nomor 5,
ada artikel berjudul “Petisi Para Pengarang dan Seniman tentang
Padjak”. Sekurang-kurangnya ada 48 penulis dan seniman senior
yang menandatangani sebagai dukungan petisi.
Kesedihan itu sudah diturunkan oleh penulis-penulis sebe-
lumnya. Sudah pajaknya dua kali lebih besar dibanding profesi
pekerjaan bebas, buku-bukunya pun dibajak. Sudahkah pemerintah
serius menanggapi hal tersebut? Masalah penerbit, pajak, dan
pembajak itulah yang menjadi mimpi buruk bagi pejuang literasi.

| 127 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Tentu hal ini adalah masalah yang serius, dan belum ada
solusinya. Kita tidak ingin masalah ini menjadi berlarut-larut dan
menimbulkan kerugian para pejuang literasi yang lain.
Buku sebagai salah satu sarana untuk mensukseskan alinea ke
empat UUD 1945 “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang
merupakan cita-cita luhur pendiri bangsa Indonesia. Sudah banyak
tokoh-tokoh yang berpengaruh lahir karena kebiasaannya
membaca buku.
Budaya membaca juga tidak bisa lepas dari budaya menulis,
pemerintah seharusnya “open” (Jawa; memberi perhatian) akan
hal seperti ini, dengan hitung-hitungan dan regulasi yang jelas, tentu
akan menambah semangat para penulis dalam menerbitkan karya-
karya terbarunya, atau bahkan kita sangat berharap muncul benih-
benih baru penulis, sehingga mendorong minat baca masyarakat
semakin tinggi.
Masalah berbeda dihadapi oleh pejuang literasi yang berjuang
meningkatkan minat baca masyarakat. Mereka harus memper-
kenalkan manfaat membaca kepada masyarakat awam, harga buku
yang tinggi membuat keterbatasan buku sebagai alasan. Maka
semua harus bersinergi membangun budaya literasi, agar misi mulia
ini berjalan dengan sempurna.
Di era digital, manusia lebih dominan memengang smartphone
dibandingkan memegang buku. Mereka enggan membawa buku-
buku tebal, dengan alasan kuno, dan sebagainya. Maka, kami hadir
sebagai solusi manusia jaman now, menebarkan virus-virus
membaca kedalam smartphone.
Pustaka-Free hadir memberikan solusi bagi generasi milenial
yang merinding ketika mendengar kata “perpustakaan”. Bagi
mereka, perpustakaan adalah tempat terhoror. Kami membagikan
e-book gratis setiap hari yang bisa diakses oleh siapapun, dimana-
pun, dan kapanpun. Kami juga hadir pagi para insan-insan yang
membutuhkan referensi namun dompet tak ada isi.
Pustaka-Free bergerak melintasi ruang dan waktu, berbagi apa
yang selayaknya dibagikan, menulis apa yang selayaknya ditulis.

| 128 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Pendekatan inilah yang kami jalankan. Pustaka-Free menggunggah


kembali e-book yang telah beredar di dunia maya atau sumber-
sumber terpercaya lainnya. Kami massifkan virus-virus literasi ke
segala penjuru sosial media, agar mereka tertarik dan ingin
membaca e-book yang telah dibagikan.
Kecenderungan masyarakat akan smartphone begitu tinggi, pola
jual beli pun berubah. Mereka lebih memilih online dibandingkan
harus ke pasar tradisional atau supermarket. Peluang-peluang inilah
yang kami tampung kemudian diaktulisasikan.
Kita berharap agar pemerintah segera menyelesaikan perma-
salahan-permasalahan yang ada, pajak rendah dan buku murah
serta solusi lain guna menerangi jalan sunyi literasi. Ini semua
bertujuan agar kita memiliki SDM yang mumpuni, karena kita ingin
bangsa ini menjadi bangsa unggul dalam berbagai hal. Sudah
saatnya kita melangkah bersama, bergandengan tangan, bahu
membahu untuk mencapai cita-cita luhur tersebut.

Ilham Azzam Khairur Rizqi (mas.azzam6@gmail.com)


www.pustaka-free.online

| 129 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Buletin Darul Aitam,


20 Tahun Menanam
Budaya Literasi
Irvan Shaifullah

anti Asuhan dan Pondok Pesantren Al-Mizan Lamongan

P tidak bisa dipisahkan dalam sejarah panjang berdirinya.


Karena memang keduanya adalah bagian yang saling me-
lengkapi satu sama lain. Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang
Lamongan, didirikan pada 17 Agustus 1985, tepatnya di Desa Banjar
Mendalan Kabupaten Lamongan atau lebih dikenal dengan Jalan
Sudirman No. 1 Lamongan Jawa Timur (Utara Monumen Kadet
Soewoko).
Panti Asuhan ini pada awalnya dirintis dan didirikan oleh Drs.
HM. Syukron (alm.) yang kemudian didukung oleh Pimpinan Cabang
Muhammadiyah dan Aisyiyah Cabang Lamongan serta para tokoh/
sesepuh Muhammadiyah Lamongan. Di waktu mudanya, Drs. HM.
Syukron adalah seorang aktifis HMI Komisaris UII Surakarta (1966-
1970-an) yang menjabat sebagai sekretaris, dengan ketua umumnya
saat itu H. Miftah Farid (kemudian menjadi Ketua MUI Bandung
Jawa Barat).
Di Masjid At-Taqwa Dapur-Sidokumpul, beliau mulai menge-
mukakan ide-idenya yang cemerlang, yaitu menginginkan adanya
pengkaderan dengan sistem pondok pesantren dikalangan persya-
| 130 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

rikatan Muhammadiyah khususnya di Lamongan Kota. Di masjid


At-Taqwa inilah Drs. H.M. Syukron mendirikan Madrasah Aliyah
Muhammadiyah (1985) dan MTs. Muhammadiyah (1986) yang
diharapkan kelak menjadi tempat pengkaderan bagi anak-anak
khususnya dari kalangan Muhammadiyah dan umumnya umat Is-
lam, baik sebagai kader Ulama’, kader Pemimpin ataupun Kader
Muballigh.
Murid-murid Madrasah tersebut merupakan cikal bakal dari
anak-anak asuh di Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang La-
mongan. Mereka berasal dari keluarga kurang mampu yang
sebagian besar dititipkan kepada para aghniya’ yang lazim disebut
Asuhan Keluarga.
Dalam perkembangannya, seorang aghniya’ H. Ishom Al Churri,
BBA. menyerahkan tanah wakaf 10x30 meter kepada Muham-
madiyah lewat Drs. Kin supaya dibangun Musholla. Dari modal
tanah tersebut, kemudian dilakukan penyerahan tanah wakaf
secara resmi kepada Cabang Muhammadiyah Lamongan pada
tangggal 15 Juli 1985 dan diterima oleh Ketua Cabang Muham-
madiyah Bpk. KH. Khozin Jalik, disaksikan oleh Bapak Bakri, Kepala
Kelurahan Banjar Mendalan.
Kemudian, Drs. HM. Syukron mengusulkan supaya tanah
tersebut tidak hanya dibangun musholla tetapi sekaligus asrama
Panti Asuhan. Selanjutnya, dimulailah pembangunan atau pele-
takan batu pertama tanggal 17 Agustus 1985. Alhamdulillah,
pembangunan tahap awal dapat diselesaikan dalam tempo 6 bulan
(yang sekarang telah tampak bangunan kokoh lantai I asrama dan
lantai II Masjid Al-Mizan).
Selanjutnya, Panti Asuhan mempunyai dua program unggulan
yang selalu disampaikan berulangkali disetiap acara-acara penting
oleh pencetusnya yakni; 1) Program Pengentasan, 2) Program
Kaderisasi; Kaderisasi pemimpin, ulama’ dan muballigh. Dengan
demikian, proses kegiatan belajar mengajar yang dilangsungkan
tidak hanya formal di SD, MTs, MA akan tetapi ada penambahan
pembelajaran materi dinniyah. Rupanya, adanya penambahan

| 131 |
THE SPIRIT of DAUZAN

materi dinniyah inilah yang menjadi daya tarik masyarakat


(khususnya yang mampu secara finansial) untuk menyekolahkan
anaknya di Panti Asuhan. Padahal, semula tempat ini didedikasikan
bagi mereka yang yatim, piatu, yatim piatu, miskin dan terlantar.
Animo masyarakat di atas diapresiasi cukup baik oleh para tokoh
Muhammadiyah ketika itu. KH. Hamim Hasan, KH. Abdul Fatah
(alm), Kyai Drs. Sutaman, dan juga pengasuh saat itu yakni Ust.
Muhammad Sholih, S.Pd., Ust. Muhammad Mubin, dan Ust. Suwito
Ibnu Kasby merencanakan untuk mendirikan pondok pesantren di
dalam panti asuhan. Selanjutnya, mereka melakukan studi band-
ing ke Pondok Pesantren Karangasem Paciran. Dan, tepat pada
tanggal 1 Juli 2000 resmi didirikan Pondok Pesantren Darul Aitam
Muhammadiyah yang selanjutnya berganti nama menjadi Pondok
Pesantren Al Mizan.
Kini, dibawah kepemimpinan KH Drs Sutaman, Panti Asuhan dan
Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah terus berkembang,
ditandai dengan diresmikannya bangunan baru Asrama Dakwah Al
Ghaihab Al Islamy tahun 2017. Berbagai prestasi dari bidang sains,
dakwah, keislaman dan lain sebagainya menjadi tradisi bagi para
santri Al Mizan.

Buletin Darul Aitam


Mengikuti perkembangan Al Mizan yang tengah berproses
panjang membangun peradaban, buletin Darul Aitam hadir
mengambil peran sebagai media pencerah umat dan media
penyambung antara donatur dan lembaga. Jargon yang digaungkan
juga tidak main-main, “siapa menanam pasti mengetam.” Jargon
yang selama 20 tahun menjadi prinsip pergerakan media ini yang
terbit setiap tiga bulan sekali.
Buletin Darul Aitam terbit sejak 1997, dipimpin langsung oleh
Bapak Sukadi, mengalami berbagai macam perkembangan serta
dinamika. Selama 20 tahun tersebut banyak diantara masyarakat
Lamongan yang mengapresiasi materi dalam buletin Darul Aitam
dan menjadikannya rujukan saat berceramah maupun berdakwah.

| 132 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Awal mula buletin Darul Aitam difungsikan hanya menjadi buah


tangan bagi para donatur ketika datang untuk bersedekah. Namun,
konsep buletin Darul Aitam lambat laun mengalami perubahan dan
perkembangan dalam segi gerakan. Buletin ini tidak hanya menjadi
buah tangan semata, tapi menjadi mata air yang jernih bagi
masyarakat Lamongan, hingga saat ini.
Buletin Darul Aitam kini menjadi wajah baru literasi di Kabupaten
Lamongan. Tidak hanya bergerak dalam dunia ilmu, buletin Darul
Aitam juga punya kelompok inspirasi yang berjalan sejak tahun 2012
dan bertugas khusus untuk menginspirasi anak-anak muda agar
terus-menerus berani bermimpi dan menjaga mimpi mereka.
Tahun 2017, dibawah pimpinan Irvan Shaifullah, buletin ini
mengalami perubahan wajah secara signifikan dan menjadi corak
baru. Tidak hanya corak, sasaran dakwah dan distribusi juga
dikembangkan, menjadi konsumsi publik secara luas keseluruh
jangkauan, melalui para alumni yang telah tersebar. Tidak hanya
dikonsumsi oleh pembaca usia 40 tahun keatas, buletin Darul Aitam
juga menyasar ke ranah pelajar dan remaja sebagai lahan dakwah
literasinya.
Kini, sejak dua bulan lalu, buletin Darul Aitam sedang merisntis
penerbitan baru dan Alhamdulillah sudah menerbitkan buku
dengan judul “secangkir kopi pahit” dengan tiras 1000 eksemplar
yang habis dalam satu minggu. Semangat ini tentunya semakin
menggembirakan gelora literasi di Lamongan terutamanya. Semoga
kedepan, buletin Darul Aitam sebagai bagian dari PA PP Al Mizan
dapat bertahan diranah sosial kultural dan tetap menginspirasi
masyarakat Lamongan dengan tanaman literasinya.

Irvan Shaifullah (irvanshaifullah14@gmail.com)


Buletin Darul Aitam
Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al-Mizan Lamongan

| 133 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Madrasah Literasi
Upaya Kembali Ke
Buku dan Pena
Kelik Nursetiyo Widiyanto

F
itnah, bila rakyat Indonesia dihakimi rendah dalam minat
baca. Bisa saja itu upaya mereka yang tidak suka bila Negara
ini maju. Dengan memvonis rakyat seperti itu, mereka
berharap rakyat Indonesia menjadi minder dan merasa rendah diri
dan semakin enggan membaca, belajar dan mencari ilmu. Ketika
seseorang dipandang negatif maka ada dua kemungkinan, ia akan
membenarkan anggapan itu dan enggan bergerak maju mematah-
kan anggapan negatif itu. Atau, ia mengambil jalan kedua, bersema-
ngat bergerak dan keluar dari anggapan itu.
Untuk membenarkan fitnah itu maka dilakukan berbagai cara
yang menguatkan bahwa memang rakyat Indonesia itu rendah
minat bacanya. Misalnya dengan data statistik jumlah buku yang
terbit setiap hari di Indonesia masih terbilang sedikit. Atau dengan
minimnya pengunjung perpustakaan. Ditambah dengan era
kekinian dibuktikan dengan rakyat Indonesia lebih suka bermain
gadget dibanding dengan membaca buku.
Fitnah itu bisa dibantahkan dengan kenyataan di lapangan.
Peminat perpustakaan itu setiap hari ada anggota baru. Setiap hari
di perpustakaan ada saja buku yang dipinjam. Ini membuktikan

| 134 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

bahwa rakyat Indonesia gemar membaca. Indikator minimnya


pengunjung perpustakaan terbantahkan.
Fitnah penerbit di Indonesia minim menerbitkan buku. Bahkan
dalam kenyataannya masih banyak penulis yang antri ingin diter-
bitkan bukunya. Permasalahan penerbitan di Indonesia, diantara-
nya, pertama, pajak royalty yang memberatkan penulis. Tere Liye
seorang penulis novel yang laris manis di toko buku, beberapa
waktu lalu menyatakan tidak akan menerbitkan novel lagi. Karena
pajak yang terlalu besar dalam royalty yang ia dapatkan. Padahal
ada banyak penulis yang menggantungkan hidupnya dari menulis
buku. Alangkah bijaksananya bila pemerintah membebaskan dari
pajak pendapatan dan pajak-pajak lainnya atas royalty dari para
penulis ini.
Kedua, komponen penerbitan buku berupa kertas tidak disubsidi
sehingga harga jual buku tergantung pada harga pasar kertas.
Padahal kertas merupakan komponen utama dalam penerbitan
buku. Alangkah eloknya bila pemerintah mensubsidi harga kertas
untuk penerbit buku dan bahan bacaan lainnya. Semakin murah
harga kertas, maka harga buku akan semakin terjangkau dan bisa
dibeli oleh masyarakat luas. Kini, daripada membeli buku lebih baik
membeli kebutuhan pangan dulu yang utama. Padahal buku adalah
santapan rohani bagi jiwa manusia.
Ketiga, putus mata rantai mafia distribusi buku. Salah satu harga
buku mahal juga karena mafia harga buku yang menjerat penerbit,
pedagang dan penulis. Para mafia ini mengambil keuntungan
sebesar-besarnya dengan meminta diskon sebesar-besarnya
kepada penerbit tetapi menjual dengan harga normal. Belum lagi
pada buku proyek pemerintah yang menunjukan kualitas buruk
birokrasi pemerintah.
Saat ini banyak sekali kelompok masyarakat yang berinisitif
mendirikan taman bacaan. Tidak hanya di kota tetapi merambah
hingga pelosok pedesaan. Di beberapa tempat, arena CFD dijadikan
sarana membudayakan baca buku bagi berbagai kalangan. CFD
sebagai ruang public baru tempat berinteraksi dari berbagai

| 135 |
THE SPIRIT of DAUZAN

kalangan masyarakat sangat membantu penyebaran budaya


membaca. Masyarakat yang berolahraga pun bisa menikmati sajian
buku-buku ini. Bahkan ada yang menyegaja setiap hari minggu
datang ke CFD bukan untuk berolahraga tetapi menukarkan buku
yang dulu pernah ia pinjam.
Bahkan rakyat berada di dalam hutan pun berusaha didatangi
oleh komunitas-komunitas yang peduli dengan pendidikan rakyat
Indonesia. Perjuangan para komunitas ini mengajarkan membaca
juga untuk memberikan cahaya pendidikan bagi kaum di peda-
laman. Mereka sangat antusias. Dengan pendekatan budaya yang
mereka anut, gairah menuntut ilmu yang diawali dengan belajar
membaca semakin tinggi. Tentunya ini berkorelasi dengan indeks
pendidikan.
Melihat fenomena tersebut sejatinya fitnah rakyat Indonesia
rendah minat bacanya terbantahkan. Permasalahannya adalah
minimnya bahan bacaan yang berkualitas bagi rakyat Indonesia.
Bahan bacaan yang menginspirasi, menggerakkan dan mencerah-
kan pemikiran sehingga mereka bisa meningkatkan kualitas
hidupnya. Ada pameo banyak orang pintar tetapi tidak memiliki
pekerjaan, karena jargon pendidikan kita adalah sekolah sebagai
sarana untuk mencari pekerjaan. Padahal sekolah adalah untuk
mencari jati diri sehingga bisa mengarungi kehidupan dalam bidang
apapun.
Sudah sewajibnya pemerintah menyediakan bahan bacaan bagi
masyarakat dengan harga murah atau bahkan gratis. Bahan bacaan
ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Bahan
bacaan yang menarik bagi anak-anak atau remaja untuk kembali
membaca buku dan meninggalkan gadget mereka.
Selain bahan bacaan adalah budaya literasi berikutnya juga tidak
kalah penting. Berdiskusi dan menulis merupakan langkah selanjut-
nya bagi terciptanya masyarakat literasi. Berdiskusi untuk menam-
bah wawasan dan menulis untuk mengikat makna setelah memba-
ca. Bila tiga kegiatan literasi membaca, berdiskusi dan menulis ini
tetap diamalkan oleh pegiat literasi maka budaya literasi di Indo-

| 136 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

nesia akan lebih maju, terlebih dengan semakin meningkatnya


jumlah rakyat Indonesia yang lulus sekolah menengah.
Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Jawa Barat
menggulirkan madrasah literasi. Sebuah wadah bagi AMM untuk
menyenangi dan menggeluti kegiatan literasi. Kelas pertama yang
mendapat tambahan pengetahuan tentang literasi ini adalah IMM
di Kota Bandung. Selanjutnya, madrasah literasi ini akan berkem-
bang ke berbagai komponen di Muhammadiyah dan di luar Muham-
madiyah. Anak-anak panti asuhan, kader HW, Tapak suci, pemuda,
Nasyiah, dll merupakan target berikutnya guna menyebar luaskan
gagasan madrasah literasi ini.
Di madrasah literasi ini, peserta akan mendapat ilmu dan penge-
tahuan tentang teknik menulis, mengembangkan gagasan dan
ragam tulisan. Dengan metode yang menarik dan tidak menje-
nuhkan peserta menikmati marasah literasi ini. Ke depannya MPI
PW Muhammadiyah Jawa Barat menjadikan madrasah literasi
adalah kawah candradimuka bagi kader. Sudah dibuktikan, para
pendahulu, pendiri dan warga Muhammadiyah banyak yang
menuangkan gagasannya di media massa dan buku. Tradisi ini mesti
berlanjut dan diperlukan upaya-upaya untuk mewujudkannya.
Madrasah literasi adalah salah satunya. Salam literasi.

Kelik Nursetiyo Widiyanto


Ketua Majelis Pustaka dan Informasi
PW Muhammadiyah Jawa Barat

| 137 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Komunitas Akar
Rumput Jogja
“Mengakar Kuat Memberi Manfaat”

Permasalahan sosial dan pendidikan merupakan fenomena


klasik yang belum terselesaikan di negeri ini. Kurangnya kepedulian
terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan, serta kurangnya budaya
membaca dan masih awamnya diskusi di ruang publik menye-
babkan hal ini menjadi semakin sukar untuk mencapai benang
merah dalam penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Pada tanggal 10 Oktober 2015 Komunitas Akar Rumput didirikan
oleh sekelompok mahasiswa pascasarjana yang berlatar belakang
daerah yang beragam dan dari multi disiplin ilmu di UGM.
“Mengakar Kuat Memberi Manfaat” menjadi slogan bagi komunitas
ini, memulai dengan hal yang sederhana namun dilakukan tekun
dan senang hati, yaitu membaca buku.
Rendahnya minat baca masyarakat dapat menyebabkan
terhambatnya kemajuan bangsa dalam berbagai bidang. Menurut
Sidik (2002), hal ini menjadi suatu yang tidak dapat ditawar lagi
bahwa menumbuhkan minat dan kegemaran membaca harus
menjadi salah satu prioritas pembangunan, yaitu dengan mengu-
bah sikap mental bangsa ini. Dalam mencapai suatu keadaaan yang
lebih makmur daripada sekarang, menurut Koentjaraningrat (2004)
perlu ada suatu intensitas usaha di segala lapangan, yang jauh lebih
besar daripada apa yang biasa kita gerakkan sampai kini.
| 138 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Komunitas Akar Rumput yang terbangun dengan asas kekeluar-


gaan ini memiliki arah dan tujuan yang jelas. Visi komunitas ini
adalah berperan aktif dalam proses pengembangan edukasi, sosial,
dan budaya membaca masyarakat. Misi Komunitas Akar Rumput
adalah mempopulerkan budaya membaca dan berdiskusi di tengah-
tengah masyarakat; mengampanyekan pembelajaran informal
sebagai salah satu jalur pendidikan alternatif; memanfaatkan kajian
berbagai multi-disiplin ilmu dalam mencari solusi permasalahan
masyarakat; serta memberi manfaat bagi perkembangan pengeta-
huan, sosial, dan budaya masyarakat dengan mengusahakan
transformasi sosial.
Nama dan logo komunitas Akar Rumput memiliki arti filosofis
sendiri. Nama akar rumput terinspirasi dari akar yang banyak
memberikan kepada batang, ranting, daun, hingga bunga yang
nampak di atas tanah, sedangkan akar rumput yang berada di dalam
tanah tidak perlu menonjolkan dirinya. Akar hanya cukup dengan
bekerja mencari penghidupan untuk dapat membuat tanaman
menjadi sehat dan tumbuh dengan baik. Berikut mengenai logo
Komunitas Akar Rumput:
Rumput (n): salah satu jenis tumbuhan, berukuran kecil,
terkadang dianggap tak bermanfaat, namun merupakan elemen
penting dalam rantai makanan pada suatu ekosistem.
Akar (n) : organ tumbuhan yang berada di bawah, tidak terlihat,
namun menjadi aktor utama dalam menyokong kehidupan ta-
naman dengan menyerap air dan nutrisi dari unsur hara. Bentuknya
yang seperti perisai perang menunjukkan bahwa akar tersebut
bersifat kuat.
Hal di atas merupakan proses berdirinya Komunitas Akar
Rumput, yang pada awal hanya melakukan hal sekecil apapun agar
dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, tanpa mengharapkan
pujian ataupun imbalan dari hasil kerja keras yang telah mengha-
biskan banyak materi dan meluangkan waktu di tengah kesibukan-
nya sebagai mahasiswa ataupun pekerja. Komunitas Akar Rumput
tidak perlu menunggu menjadi besar dan terkenal untuk bisa

| 139 |
THE SPIRIT of DAUZAN

bermanfaat, karena bermanfaat bukan tentang siapa yang


membuat, melainkan tentang apa yang bisa diperbuat untuk
kepentingan bersama.

Kegiatan Komunitas Akar Rumput


Kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas merupakan
aktivitas yang telah disepakati bersama, dan tidak ada yang dipak-
sakan jika ada anggota yang memang tidak dapat melaksanakan
kegiatan tersebut dikarenakan ada kesibukan atau kepentingan lain
di luar komunitas. Artinya, peran anggota dalam kegiatan komunitas
merupakan sesuatu yang bersifat suka rela. Berikut mengenai
kegiatan-kegiatan Komunitas Akar Rumput:

1. Perpustakaan Jalanan
Kegiatan perpustakaan jalanan tidak jauh berbeda dengan
perpustakaan pada umumnya, yaitu menyediakan buku-buku dari
berbagai macam disiplin ilmu, termasuk kategori buku anak-anak
hingga buku yang bersifat umum yang dipinjamkan untuk dibaca
di tempat dan dipinjamkan untuk dibaca di rumah. Namun, perpus-
takaan yang berlangsung setiap malam Minggu pada pukul 17.00 -
22.00 WIB di pelataran Tugu Yogyakarta ini memiliki konsep yang
berbeda dengan perpustakaan lainnya. Kegiatan perpustakaan
jalanan di wilayah Tugu Yogyakarta merupakan cagar budaya,
sehingga komunitas ini memiliki izin resmi secara tersurat kepada
Dinas Kebudayaan DIY.
Perpustakaan jalanan menawarkan tempat yang tidak kaku
seperti perpustakaan yang ada di kampus atau sekolah. Orang-or-
ang yang berkunjung tidak perlu memiliki kartu anggota untuk
membaca dan meminjam buku. Mereka dapat membacanya
dengan santai dan berdiskusi dengan teman-teman mereka, serta
dapat membacanya dengan duduk dimana saja, termasuk di
warung makan sambil menikmati jajanan yang dijual oleh pedagang
khas di sekitar Tugu Yogyakarta. Hal ini tentunya membuat
masyarakat pada umumnya mendapatkan akses yang mudah untuk

| 140 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

meningkatkan minat baca melalui perpustakaan.


Berdasarkan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas
yang diberitakan di kompas.com pada 2015 lalu, menunjukkan
bahwa lebih dari separuh responden yang berhasil dirangkum
pendapatnya menilai saat ini perpustakaan di daerah tempat tinggal
mereka belum bisa diakses secara bebas oleh masyarakat umum.
Sebagian pengelola perpustakaan masih mensyaratkan keanggo-
taan jika masyarakat ingin mengakses atau meminjam buku di
perpustakaan. Selain itu, minat baca masyarakat masih dianggap
rendah. Setiap tiga dari empat responden menilai minat baca,
terutama kalangan remaja, masih rendah. Rendahnya minat baca
di negeri ini juga tercermin dari kebiasaan membaca buku
masyarakatnya.
Konsep perpustakaan ini dapat dikatakan menjadi alternatif
sebagai media baru yang kreatif dan inovatif, yang dapat menjang-
kau masyarakat dengan mudah untuk mendapatkan akses informasi
dan pengetahuan yang lebih luas. Kedekatan perpustakaan jalanan
dengan masyarakat membuat buku menjadi bagian dari masyarakat
pula, dan membuat buku sebagai sesuatu yang tidak mahal untuk
dikonsumsi publik.
Perpustakaan yang lahir dari masyarakat, menurut Basuki
(1993), sejak semula sudah berfungsi dalam masyarakat berkat
pengetahuan yang cukup luas dan mendalam serta kemampuan
pengelola perpustakaan. Perpustakaan jalanan yang dikelola oleh
para pengurus Komunitas Akar Rumput bukanlah para ahli yang
profesional dalam bidang perpustakaan, namun integritas para
pengurus dan pengalamannya dalam berorganisasi membuat
kegiatan ini masih berjalan dengan baik sampai sekarang.

2. Menyelenggarakan Bedah Buku atau Diskusi Publik


Setiap malam minggu, selain kegiatan perpustakaan jalanan,
komunitas ini juga melakukan diskusi publik. Diskusi yang dilakukan
berupa bedah buku dan pembahasan dengan tema yang bersifat
aktual dari pukul 19.00-22.00 WIB. Buku yang pernah dibedah di

| 141 |
THE SPIRIT of DAUZAN

antaranya berjudul Sejarah Tanam Paksa di Jawa serta Wanita Jawa,


sedangkan pembahasan dengan tema yang aktual seperti di
antaranya adalah fenomena banjir dan tax amnesty.
Diskusi yang dilakukan tersebut dipimpin oleh seorang mod-
erator yang setiap minggunya berganti-ganti tugasnya dan diisi oleh
pemateri yang memiliki pengetahuan dan kapasitas dalam
pembahasan tersebut.
Sementara itu, diskusi ini juga ditinjau dari sudut pandang
daerah dan budaya yang berbeda sehingga harus dapat saling
mengerti dan memahami karakter kehidupan sosial dan budaya
anggota yang berasal dari daerah yang berbeda-beda. Dengan
demikian, melalui diskusi ini juga merupakan media yang
memberikan pendidikan untuk mengetahui budaya masing-masing
daerah di Indonesia yang multikultural, sehingga menumbuhkan
sikap saling menghargai dan menghormati terhadap pendapat atau
pernyataan dalam diskusi. Menurut Lafraya (2011), tujuan pendi-
dikan antar budaya semakin diperlukan, yaitu meliputi: pendidikan
di nilai-nilai perdamaian, hak asasi manusia, interkulturalisme,
menghormati perbedaan dan pandangan positif keanekaragaman,
yang menempatkan kelompok tertentu dalam model baru masya-
rakat dan umat manusia.

3. Mengajar Anak-anak
Orang-orang yang berkunjung di perpustakaan jalanan tidak
hanya pemuda dan orang tua, tapi banyak juga anak-anak yang
tertarik untuk membaca dan belajar di perpustakaan ini, mulai dari
anak usia dini dan yang duduk di sekolah dasar. Ada tim yang
memang bertugas untuk mengajar anak-anak tersebut, di antaranya
Vivi Nuraini, Muhammad Salisul Khakim, Adeguna Ridhlo, Selvi
Elvina, dan Siti Namoraja. Kegiatan mengajar anak-anak dilakukan
bersamaan dengan waktu perpustakaan jalanan.
Mengajar anak-anak tersebut dilakukan mulai dengan bercerita
atau berdongeng, mengajari membaca, mengajari berhitung,
hingga memberi pelajaran yang bersifat pengetahuan umum. Anak-

| 142 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

anak biasanya dibimbing dan diarahkan agar tidak cepat bosan


untuk belajar, sehingga anak-anak diberi kebebasan untuk belajar
apa saja yang menurutnya bagus dan menyenangkan.
Kebiasaan membaca perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan dari
sejak kecil. Menurut Erianto (2015), sebagaimana yang dikutip
dalam kompas.com, mengungkapkan bahwa orang tua yang
menyisihkan waktu untuk membaca dengan anak, memberikan
permulaan yang baik untuk memahami literasi merupakan contoh
yang ideal untuk mencapai prestasi pendidikan. Banyak penelitian
yang menunjukkan anak yang berhasil mencapai prestasi literasi
di sekolah biasanya datang dari lingkungan rumah yang menyedia-
kan buku, dan orang tua mempunyai kesempatan untuk membaca
dengan anak, serta melihat orang tua dan saudaranya melakukan
aktivitas membaca. Kebiasaan dan minat membaca sudah ter-
bentuk akan memberikan berbagai manfaat bagi individu tersebut.

4. Kerjasama
Komunitas Akar Rumput tidak hanya bekerja sendiri dalam
mewujudkan tujuan komunitas, yaitu untuk berperan aktif dalam
proses pengembangan edukasi, sosial, dan budaya membaca
masyarakat. Berikut mengenai hubungan kerjasama tersebut:
Pertama, Mengkampanyekan Budaya Membaca Lewat Radio.
Radio Masdha FM mengundang komunitas ini untuk mengisi acara
di radio tersebut pada 1 April 2016. Acara yang berlangsung sekitar
dua jam ini dipandu oleh dua penyiar radio yang cantik dan diwakili
oleh empat orang perwakilan komunitas, yaitu Muhammad Salisul
K., Vivi Nuraini, Robi Sembiring, dan Dany Juhandi. Kegiatan ini
menjadi media dan partner bagi Komunitas Akar Rumput untuk
mengkampanyekan kegiatan membaca dan mensosialisasikan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan lainnya. Hal ini tentunya juga
memberikan manfaat yang banyak bagi komunitas dan memberi-
kan informasi kepada masyarakat luas yang ingin bergabung
ataupun yang terinspirasi ingin membentuk komunitas serupa.
Kedua, Peringatan Hari Buku Sedunia. Peringatan Hari Buku

| 143 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Sedunia merupakan hari yang tepat untuk mengkampanyekan


pentingnya membaca buku, dan pada waktu itu komunitas ini
bekerjasama dengan Asosiasi Mahasiswa Ilmu Perpustakaan
(ALUS). Kumpulan mahasiswa ini merupakan organisasi yang sudah
cukup lama berada di Yogyakarta, karena eksistensi mereka didu-
kung dengan media organisasi yang memiliki latar belakang ilmu
pendidikan yang sama, yaitu ilmu perpustakaan. Asosiasi ini
mengajak kerjasama Komunitas Akar Rumput untuk mengisi
kegiatan perpustakaan jalanan di Titik Nol pada waktu hari Buku
Sedunia tanggal 23 April 2016 pukul 09.00–13.00 WIB.
Ketiga, Mitra Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY.
Komunitas Akar Rumput merupakan komunitas sosial edukatif yang
bermitra dengan BPAD DIY. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya
oleh komunitas ini akan bekerjasama dengan pemerintah dalam
membangun budaya membaca. Pada 18 April 2016 komunitas ini
diundang oleh kepala badan terkait untuk melakukan audiensi dan
mempresentasikan kegiatan-kegiatannya selama ini.
Audiensi yang diterima langsung oleh Kepala BPAD DIY didam-
pingi Dewi Ambarwati (Kasubbid Pembinaan dan Pemberdayaan
BPAD DIY) menyampaikan bahwa tujuan audiensi ialah untuk
mencari dukungan serta memperkenalkan Komunitas Baca Akar
Rumput kepada BPAD DIY. Kegiatan Komunitas Akar Rumput sangat
diapresiasi oleh pemerintah, dan pada kesempatan tersebut BPAD
DIY juga menghibahkan buku-buku kepada komunitas sebagai
koleksi tambahan untuk perpustakaan jalanan.
Acara Bedah Buku yang diselenggarakan oleh BPAD DIY di
Gedung Grhatama Pustaka juga mengundang secara resmi
Komunitas Akar Rumput untuk berpartisipasi dalam acara tersebut.
Dua kegiatan yang pernah diikuti oleh komunitas ini yaitu pada
waktu Bedah Buku Serat Centini 2 dan Buku Youth Leadership.
Kegiatan ini sangat memberikan dampak yang positif bagi para
anggota komunitas, karena memberikan motivasi dan inspirasi
untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia dalam
komunitas untuk menulis, membaca, hingga mengaplikasikan dari

| 144 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

bacaan tersebut.
Keempat, Malam Keakraban. Malam Keakraban dilaksanakan
pada tanggal 14 dan 15 Mei 2016 di Villa Taman Nirmala, Jalan
Kaliurang KM 24, Yogyakarta. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mempererat silaturahmi dan rasa kekeluargaan dalam kepengu-
rusan Komunitas Akar Rumput, yang diharapkan semakin solid dan
menumbuhkan rasa saling memiliki terhadap komunitas ini.
Kegiatan-kegiatan yang telah berjalan dalam komunitas selama
ini tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan yang menjadi
tantangan bagi komunitas untuk berjuang lebih keras dan lebih baik.
Kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak sejauh ini juga telah
membuat komunitas ini menjadi jauh lebih baik dari ekspektasi
awal ketika baru berdiri.
Segala proses yang terjadi dalam komunitas ini telah banyak
memberikan pembelajaran dan inspirasi yang akan dikenang oleh
para anggota komunitas dan akan memberikan dampak yang positif
bagi masyarakat secara luas. Setiap detail perjalanan Komunitas
Akar Rumput tidak cukup untuk dituangkan dalam tulisan seder-
hana ini, namun untuk mengetahui dengan lebih jelas perjalanan
komunitas ini dapat dilihat di media sosial instagram dengan akun
@akarrumput_jogja serta dapat dilihat melalui video dokumenter
di youtube, dengan kata kunci: Komunitas Akar Rumput Jogja.

REFERENSI
Basuki, S., 1993, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Hardjoprakoso, M., 2005, Bunga Rampai Kepustakawanan, Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Lafraya, Susana, 2011, Intercultural learning in non-formal educa-
tion: theoretical frameworks and starting points, Paris: Council
of Europe Publishing.
Koentjaraningrat, 2000, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

| 145 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Sidik, Umar, 2002, Pembudayaan Membaca Versus Tradisi Lisan,


Media Informasi, Vol. XIII, No. 11, Hlm. 30-37.
Siswati, 2010, Minat Membaca pada Mahasiswa (Studi Deskriptif
Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UNDIP Semester I), Jurnal
Psikologi UNDIP, Vol. 8, No.2, Hlm. 124-134.
Napitupulu, Ester L., 2012, Minat Baca Indonesia Masih Rendah,
diunduh dalam http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/29/
21400769/Minat.Baca.Indonesia.Masih.Rendah, pada 27 Mai
2016 Pukul 12.56 WIB.
Erianto, D., 2015, Popularitas Perpustakaan Semakin Pudar Dilibas
Digital, diunduh dalam http://print.kompas.com/baca/2015/09/
15/Popularitas-Perpustakaan-Semakin-Pudar-Dilibas-Dig, pada
27 Mei 2016 Pukul 13.00 WIB.

| 146 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Aktivitas Komunitas
“Book on The Street”
(BOTS) IPM Gresik
Imam Mawardi

B
ook on The Street (BOTS), terjemahan bahasa Indone
sianya buku di jalan. Komunitas ini lahir pada 2 Agustus
2015, dicetuskan langsung oleh Muhammad Manu,
Ketua Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten
Gresik tahun 2015-2017. Pusat BOTS waktu itu berada di Oemah
Boekoe yang berada di Gresik Kota Baru (GKB), kalau berbicara
geografis yaitu berpusat di Regional Gresik Tengah.
Adapun Oemah Boekoe sendiri adalah milik Ayahanda Zimam.
Ribuan judul buku ada di Oemah Boekoe, mulai dari dongeng cerita
anak-anak, buku mata pelajaran sekolah, hingga buku filsafat pun
ada. Adapun Oemah Bokoe pada hari efektif dimanfaatkan oleh
istri Pak Zimam sebagai tempat bimbingan belajar. Pada hari libur
dimanfaatkan oleh Kakanda Dion, alumni PD IPM Gresik, sebagai
Sekolah Filsafat yang diselenggarakan setiap dua minggu sekali.
Peserta banyak dari kalangan mahasiswa dan pelajar, bahkan warga
sekitarpun berminat mengikuti.
Disinilah BOTS memposisikan dirinya untuk ikut mengembang-
kan aktivitas Oemah Bokoe dengan memanfaatkan koleksi buku
untuk khalayak umum, sebagai sadar membaca adalah bagian dari
jendela dunia. Agenda aksi Komunitas BOTS sendiri yang masih
dipegang oleh PD IPM Gresik, tahun 2015-2017. Waktu itu hanya
| 147 |
THE SPIRIT of DAUZAN

berpusat di Bunderan Taman Bermain GKB, seminggu sekali pada


saat CFD. Banyak warga, mulai dari anak-anak remaja sampai dari
orang yang sudah berkeluarga, yang antusias bermain di Bunderan
GKB, membaca buku yang disediakan oleh BOTS secara gratis.
Semenjak itu BOTS mulai dikenal oleh IPM Jawa timur, hingga
IPM Gresik sendiri dikenal oleh IPM Jawa timur sebagai pusat
gerakan literasi. Belum selesai dari history BOTS, hal yang menarik
dari BOTS adalah sebagai virus yang dapat menyebar pada jaringan
struktural IPM dibawah Pimpinan Daerah, yaitu Pimpinan Cabang
IPM dan Pimpinan Ranting IPM di Gresik. Di PC IPM Balongpang-
gang, BOTS di-copy paste oleh mereka dalam kepengurusannya.
Agenda aksinya berada di Alun-alun Kedungpring Balongpanggang,
satu bulan sekali pada pagi hari,.
Tak hanya dari PC IPM saja yang mengadakan BOTS, virus BOTS
mulai menyebar kepada PR IPM Wotan di daerah Panceng. Dengan
konsep yang berbeda dan perkembangan yang sangat mengin-
spirasi, yaitu virus literasi yang di terapkan oleh PR IPM Wotan.
Agenda aksinya ada di warung kopi yang dikelola langsung oleh PR
IPM Wotan. Warung kopi tak hanya menyediakan makanan dan
minuman saja, tapi mereka menyediakan buku-buku gratis yang
dikonsep sebagai perpustakaan pada warung kopi. Virus BOTS yang
dicetuskan oleh Muhammad Manu ini sangat menginspirasi
perkembangan literasi di Kabupaten Gresik.
Beliaulah yang kusebut sebagai kakanda alumni PD IPM Gresik
2015-2017, Muhammad Manu pencetus komunitas BOTS beserta
kawan-kawan PD IPM periode 2015-2017. Setelah akhir jabatan-
nya, BOTS tak kan pernah tergantikan, kata para kakanda PD IPM
periode 2017-2019. Namun, BOTS sebagai wadah pengembangan
gerakan literasi di Gresik, bisa ditularkan dengan konsep yang
berbeda. Kami struktural PD IPM periode baru (2017-2019) takkan
pernah menghilangkan Komunitas BOTS. Sebagai pengurus baru,
kami mencoba mengembangkan dan merubah sistem serta konsep
dalam komunitas BOTS agar secara revolusioner gerakan literasi
diminati oleh pelajar dan warga secara luas.

| 148 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Komunitas BOTS yang kami teruskan, agenda aksi yang digagas


di periode PD IPM baru, kami petakan dan kami fokuskan di re-
gional tengah, supaya terfokus dan sebagai ranjau gerakan literasi.
Harapan kami petakan untuk lebih menjangkau budaya minat baca
dan memfokuskan arti literasi yang sebenarnya. Untuk kegiatan
BOTS sendiri kami tetap mengadakan setiap satu minggu sekali,
akan tetapi sekarang BOTS tak hanya berpusat di Taman Bermain
GKB saja. BOTS akan merambah atau berpindah-pindah tempat,
setiap satu minggu sekali. Dan masih terfokus pada regional Gresik
tengah. Tak hanya BOTS saja, kami sudah membentuk kader literasi,
dimana kader literasi ini berasal dari tiga regional yaitu Gresik utara,
tengah dan selatan. Mereka, para kader literasi itu menjadi ujung
tombak penyebar virus gerakan BOTS ini.
Pada perkembangan BOTS selanjutnya, selain kader literasi, kami
juga mengadakan bedah buku. Dalam kegiatan bedah buku ini kita
tidak mengambil pemateri para ahli, tetapi para pematerinya ber-
asal dari anak-anak pelajar regional Gresik tengah dan para kader
literasi. Di dalam kegiatan bedah buku ini, siapapun yang jadi pema-
teri, kita bebaskan untuk memilih buku apa yang mereka sukai un-
tuk dibedah. Dalam penyampaian materi bedah buku, mereka me-
nyampaikan materi dalam tiga tahap pembelajaran. Pertama, mem-
buat artikel maksimal dua lembar, untuk dibagikan kepada peserta
bedah buku. Kedua, memakai bahan presentasi , seperti membuat
power point, dan ketiga, mereka juga belajar untuk menyampaikan
materi dengan pembawaan yang menarik. Kegiatan bedah buku
ini juga sebagai ajang spontanitas mental membacakan puisi.
Kedepan, harapan kami, akan menambahkan Bedah Film sebagai
bagian dari kegiatan bedah buku oleh Komunitas BOTS Gresik.

Imam Mawardi (pd.ipmgresik@gmail.com)


Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Gresik
www.instagram.com/pdipmgresik

| 149 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan
“Koperjas”
Komunitas
Perpustakaan Jalanan
Solo
Lian Bintang (So Lian W)

K
emajuan teknologi membuat arus informasi
menjadi begitu cepat dan kompleks. Keadaan seperti
itu tidak dapat dibendung, namun harus disikapi
dengan menyediakan informasi yang lengkap dan cepat.
Untuk menghadapi semua ini, masyarakat harus mau mencari
informasi dari berbagai sumber agar tidak tertinggal dengan peru-
bahan yang ada. Begitu juga dengan segala sumber daya yang ada
khususnya dari pihak Komunitas Koperjas bertekad untuk meme-
nuhi tuntutan jaman dengan mewujudkan perpustakaan jalanan.
Dalam perkembangan perpustakaan dewasa ini, berhubungan
langsung dengan dunia pendidikan formal. Perkembangan ketram-
pilan literasi ini diawali dengan suatu usaha untuk merumuskan
cara melakukan penelitian sederhana melalui bimbingan pemakai
bagi pemustaka. Unsur dari penunjang pelaksanaan literasi infor-
masi antara lain:
| 150 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

~ Koleksi perpustakaan yang bervariasi serta terkini.


~ Lokasi dan tempat di adakannya Perpustakaan tersebut.
Dengan dibukanya Perpustakaan Jalanan di kota Solo ini masya-
rakat khususnya anak-anak dan kalangan muda bisa memiliki minat
yang lebih untuk membaca buku. Perpustakaan Jalanan yang diga-
gas oleh Komunitas Perpustakaan Jalanan Solo (Koperjas) ini ber-
tempat di sekitar Sriwedari. Adapun fungsi serta diadakannya
perpustakaan jalanan ini antara lain:
~ Agar masyarakat memiliki niat untuk membaca buku.
~ Menumbuhkan kecintaan terhadap budaya membaca.
~ Memperkaya pengalaman membaca
~ Menanamkan kebiasaan untuk membaca.
~ Melatih rasa bertanggung jawab.
~ Membantu perkembangan kecakapan berbahasa.
~ Membantu proses penguasaan teknik membaca.
~ Membantu untuk memperoleh jawaban dari rasa keingintahuan.

Demikian sekilas tentang Perpustakaan “Koperjas” di kota Solo


yang dari tahun ke tahun akan selalu berubah menjadi lebih baik.
Semoga sedikit informasi ini bisa berarti banyak bagi Pemustaka,
dan mendorong untuk mengetahui lebih dalam dengan berkunjung
ke perpustakaan jalanan untuk memberikan dukungan guna mema-
jukan minat masyarakat membaca dari segala usia di kota Solo
khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Selamat Berkunjung.

Lian Bintang (So Lian W) (koperjas2016@gmail.com)


Komunitas Perpustakaan Jalanan Solo

| 151 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Catatan Liputan Media:

Komunitas Perpustakaan Jalanan Solo


Ajak Masyarakat Kembali Membaca Buku
6 November 2016 | TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Komunitas
Perpustakaan Jalanan Solo (Koperjas) mengajak masyarakat untuk
kembali membaca buku.
“Membaca itu tidak hanya tentang internet atau media sosial
saja, tetapi kita harus membaca buku,” kata penanggung jawab
Koperjas, Brondy Sasciki, Minggu (6/11/2016).
“Karena ilmu itu berawal dari semua buku,” katanya.
Oleh karena itu, komunitas yang beranggotan 17 orang terdiri
dari kalangan umum dan mahasiswa membuka perpustakaan
jalanan.
Perpustakaan ini mengambil venue car free day (CFD) setiap
Minggu pagi di Jalan Slamet Riyadi Solo.
Pembukaan perpustakaan jalanan ini sekaligus untuk menunjuk-
kan kepada Pemerintah bahwa anak muda juga bisa berkreasi.
“Kita memiliki sebanyak 300 koleksi buku sebagai bahan bacaan
masyarakat,” ungkapnya.
Sebagian besar bukunya tersebut berasal dari sumbangan.
Lebih jauh, pihaknya berencana akan masuk ke sekolah- sekolah
di Solo untuk mengajak anak-anak atau siswa meningkatkan minat
baca.
“Sementara sekolah yang kita masuki ini yang dekat dengan loka-
si kita di kawasan UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta),”
ujarnya.
Setelah semua berjalan dengan baik, kata mahasiswa Fakultas
Ilmu Komunikasi UMS ini. pihaknya akan melanjutkan program
tersebut ke sekolah lain.(*)

| 152 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Gerakan Literasi
Ramadan
M. Azis Dzikri

Bulan Ramadan merupakan bulan di mana kasih sayang Allah


turun berlipat ganda. Karenanya, sangatlah beruntung bagi mereka
yang berusaha memaksimalkan amal shalehnya di bulan ini. Sebab,
sebagaimana Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang pada
bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan,
nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan
pada bulan lainnya. Dan barangsiapa yang melakukan suatu
kewajiban pada bulan itu, nilainya sama dengan 70 kali lipat dari
kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya.” (HR. Bukhari
Muslim).
Selain menahan lapar dan hawa nafsu, di bulan ini pula banyak
kegiatan yang mampu mendekatkan diri kepada-Nya; seperti
bertadarus membaca Al-Qur ’an siang dan malam. Dengan
bertadarus, selain untuk mendekatkan diri pada Allah, juga sedang
meningkatkan budaya literasi kita. Karena, jika membaca Al-Qur’an
beserta maknanya, selain menambah pahala, juga dapat
meningkatkan nalar seorang muslim. Allah Swt., di dalam Quran
Surat Shad, ayat 29, berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka
mentadabburi (memperhatikan) ayat-ayat-Nya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”
| 153 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Bulan Ramadan pula merupakan bulan di mana Al-Qur’an


diturunkan sebagai pedoman hidup manusia. Ketika Al-Qur’an
diturunkan, anjuran membaca sebagai gerakan literasi telah
digaungkan dalam penyebaran Islam. Di dalam Al-Quran
diwartakan, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari (sesuatu) yang
melekat. Bacalah, dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]:1-
5).
Mengenai ayat pertama dari surat Al-Alaq, dalam Tafsir Al-
Mishbah (2011: 454), Prof. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa
kalimat pertamanya diawali dengan fi’il amr (kata kerja perintah)
yaitu Iqra’. Iqra’ memiliki beragam makna antara lain: membaca,
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-
ciri sesuatu.
Maka dari itu, melaksanakan tadarus sebagai upaya
meningkatkan kualitas diri serta meningkatkan budaya literasi
bangsa begitu penting di bulan Ramadan. Banyak variasi bertadarus
dalam rangka mencari ilmu. Entah itu tadarus Al-Qur’an siang dan
malam; tadarus buku berbagai ilmu pengetahuan; tadarus
pemikiran dengan cara berdiskusi; atau bahkan merefleksikan hasil
tadarus tersebut dengan menuliskannya.
Karena, pada tahun 2016 lalu sebanyak 3,56 persen penduduk
Indonesia atau dari 5,7 juta orang masih buta aksara. Ini
berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) pertahun 2015, angka tersebut menurun tipis dari
tahun 2014 sebelumnya yakni 3,7 persen atau 5,9 juta penduduk.
Juga, data mengenai buta huruf Al-Qur’an di Indonesia, pada tahun
2016 saja, menurut pemaparan Pimpinan Akademik Al-Qur’an
Wildan Lc, sekitar 60 persen umat Islam di Indonesia belum bisa
membaca Al-Qur’an.
Di Indonesia terdapat beberapa organisasi sosial keagamaan
yang dibangun atas dasar fondasi literasi yang kuat, salah satunya

| 154 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial


keagamaan secara fondasi didirikan setelah melalui proses
pembacaan sosial setempat yang menghawatirkan. KH. Ahmad
Dahlan mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah atas
dasar tadarus bahan bacaan teks dan konteks yang amatlah kuat.
Teks-teks yang ditadarusi Dahlan tak hanya yang bersifat teologis
saja; namun ia membaca teks progresif yang menggerakan jiwa
terjajah menjadi jiwa merdeka, seperti majalah Al-Manar yang
diterbitkan di Paris, Prancis. Serta—cerita fenomenal dan mele-
genda—ketika ia mengajarkan ngaji surat Al-Mau’un kepada
muridnya, ia mengajarkan untuk membumi-manusiakan pesan Al-
lah yang melangit agar bisa dinikmati oleh seluruh mahluk-Nya
sebagai penjawab tantangan zaman.
Fenomena pengajaran surat Al-Maun antara Dahlan dan
muridnya, secara tidak langsung Dahlan menggiring muridnya—
sebagai penerus persyarikatan Muhammadiyah kelak—untuk
berpikir rasional dan terbuka. Kemanusiaan yang dibangun oleh
Muhammadiyah berbobot literasi tinggi yang tak menanggalkan
konteks zaman. Maka tak heran jika Moeslim Abdurahman menem-
patkan Ahmad Dahlan serta Nurcholis Madjid sebagai tokoh
penemu kunci-kunci hermeneutis di zamannya. Dahlan mampu
mengembangkan terma-terma TBC (Taklid, Bid’ah dan Churafat)
sebagai bahan penumpas imprealisme-kolonialisme yang amat
membunuh rasionalistas masyarakat pribumi zaman itu, serta juga
agar masyarakat terlepas dari penjajahan dan keluar dari tradisi
yang meninabobokan atas penjajahan tersebut.
Juga ketika membicarakan Nurcholis Madjid, Cak Nur meman-
dang bahwa Dahlan merupakan salah satu tokoh profetik sebab
mampu membaca zaman dengan cara-cara kenabian yang amat
menjunjung tinggi kemanusiaan serta benar-benar mengerti islam
yang rahmatan lil alamin. Melihat itu, akan sangat disayangkan
jika dalam tubuh Muhammadiyah—khususnya generasi mudanya—
meninggalkan tradisi literasi atau tadarus progresif tersebut, dan
hanya mendekati hal-hal remeh temeh yang jauh dari sifat pem-

| 155 |
THE SPIRIT of DAUZAN

bangunan peradaban. Muhammadiyah sebagai partner berbangsa


dan bernegara republik ini mesti terus dan mampu menyegarkan
intelektualitasnya melalui tradisi literasi tinggi.
Jika melihat bulan Ramadan sebagai tonggak literasi peradaban
dunia, serta jika kita melihat budaya bangsa, pada saat bulan
Ramadan orang-orang semakin giat melakukan aktivitas keaga-
maan. Entah itu shalat berjamaah di masjid maupun tadarus. Hanya
saja, jangan sampai ketika bulan yang penuh kasih sayang Allah
tersebut akan berakhir, budaya tadarus ditinggalkan secara
perlahan. Hal tersebut sangat disayangkan, karena melihat budaya
literasi kita yang masih minim. Sebab melalui tadarus atau
membaca, sama saja kita sedang keluar dari kegelapan dan
kebodohan menuju pencerahan peradaban.
Akhirul kalam, seyogyanya seorang Muslim mempertahankan
aktivitas positif demi masa depan peradaban bangsa yang progresif.
Bulan Ramadan, di mana Allah menurunkan wahyu kepada
Rasulullah, harus kita baca sebagai pesan gerakan literasi. Karena
dengan membaca itu sendiri, di bulan suci Ramadan Rasulullah
dapat melakukan pembebasan yang tak hanya menyangkut
persoalan teologis (ketuhanan), namun juga dalam hal kemajuan
peradaban duniawi. Wallahua’lam

M. Azis Dzikri (aziz.dzikri22@gmail.com)


IMM UIN Bandung, LiSIP (Lingkar Studi Islam dan Peradaban)

| 156 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Perpustakaan Dusun
(Se)Harusnya
Menyapa Warga
Muhammad Bintang Akbar

Budaya Literasi: Data Semata atau Keadaan Sesungguhnya?


Central Connecticut State University di tahun 2016 merilis data
yang menunjukkan bahwa Indonesia berdiri di peringkat 61 dari
62 negara pada ranah minat baca atau literasi. Tak hanya data
tersebut yang membuat kita merasa semakin minder. 4 tahun
sebelumnya, melalui UNESCO, data tentang indek membaca di In-
donesia adalah 0,0001 sehingga menunjukkan bahwa dari 1000
orang Indonesia, hanya 1 orang yang serius membaca. Lantas timbul
pertanyaan menggelitik, sebegitukah Indonesia yang sudah
dianggap semakin berkembang ini?
Namun, bagi Nirwan Ahmad Arsuka, hal tersebut sebenarnya
bukan kebenaran yang harus diamini sepenuhnya. Dalam Seminar
Sejarah dan Kebangsaan: Nasionalisme di Tengah Kewargaan
Budaya dan Ekstrimisme Global, di Universitas Sanata Dharma pada
21 Oktober 2017, Nirwan menerangkan bahwa sebenarnya bukan
minat baca yang rendah, melainkan bacaan tersebut tidak mampu
menyapa hingga sudut-sudut sunyi. Nirwan pun tidak ketinggalan
akal untuk mengolah bacaan agar mampu menebar ilmu di seluruh
pelosok negeri.
Ia mendirikan “Pustaka Bergerak” sebagai satu solusi mengatasi
problematika literasi di Indonesia. Salah satu contoh yang dicerita-
kannya adalah pedati pustaka (menggunakan pedati untuk
| 157 |
THE SPIRIT of DAUZAN

membawa buku), kuda pustaka (menggunakan kuda untuk


membawa buku), hingga jamu pustaka (pedagang jamu sekaligus
membawa buku untuk dipinjamkan). Antusias justru timbul dari
anak-anak generasi penerus Indonesia. Bahkan, mereka pun dalam
waktu seminggu sekali selalu meminta ganti buku. Hal tersebut
menuntut Nirwan agar membuka jaringan hingga seluruh Indone-
sia, sehingga ia dapat menghadirkan persaudaraan sesama Indo-
nesia melalui bacaan.
Berkaca pada hal di atas, Nirwan telah memberikan logika
terbalik untuk menjadi pisau analisis kita dalam memandang literasi
di Indonesia. Wadah pustaka seperti perpustakaan (se)harusnya
tidak mendeklarasikan diri dengan kegagahan dan kemewahaan
serta pegiat pustaka (se)harusnya tidak merasa cerdas dan eksklusif
di menara gading bernama “perpustakaan”. Sikap merendah dan
bersedia memahami pun harus menjadi nafas pergerakan bagi
seluruh elemen yang bergiat di urusan literasi. Perpustakaan pun
jangan menjadi jendela berkabut yang tidak dapat memberikan
pandangan luasnya dunia, tetapi wajib menyapa pemustaka agar
dapat hadir dan merasa menjadi bagian darinya. Contoh nyata yang
dapat kita lihat sekarang adalah perpustakaan jalanan maupun
perpustakaan bergerak yang banyak berjamuran di berbagai kota
di Indonesia, selalu hadir dalam jangka waktu tertentu. Kedepan-
nya, perpustakaan dengan tema demikian dapat dikembangkan
menjadi perpustakaan layanan antar yang dapat melayani buku
bergerak dari rumah ke rumah dan mengetuk dari pintu ke pintu
untuk menyebarkan ilmu.

”Bintang-Matahari”: Berusaha Menjadi Cahaya untuk Warga


Literasi adalah tanggung jawab bersama. Bertumpu pada kali-
mat tersebut, sebuah langkah usaha untuk menjadi bagian dalam
kebersamaan membangun kecerdasan bangsa pun dilakukan.
Perpustakaan Dusun Kadipiro “Bintang-Matahari” mencoba
memformulasikan aksi bergerak dari Nirwan Arsuka dan Dauzan
Farouk dengan semangat Haji Mochtar secara kelembagaan. Bukti

| 158 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

nyata tersebut dimanifestasikan melalui sebuah perpustakaan yang


tidak gagah berdiri sendiri namun melebur dalam sanubari warga
dengan konsep dari pintu ke pintu untuk menyediakan layanan
pustaka antar. Direncanakan, pelayanan bacaan antar dapat dinik-
mati pemustaka di seluruh wilayah Dusun Kadipiro Yogyakarta
dalam waktu dekat ini.
Pelaksanaan dari model perpustakaan bergerak yang diterapkan
di Perpustakaan Dusun Kadipiro “Bintang-Matahari” adalah sebagai
berikut.
1. Fasilitas Pendukung Utama
a) Fasilitas komunikasi, seperti telepon (genggam atau pesa-
wat), layanan berbalas pesan (SMS, Whatsapp, Line, dan lain-
lain), dan situs internet layanan perpustakaan (dengan model
seperti situs jual-beli online)
b) Katalog bacaan, baik elektronik maupun manual. Katalog
menjadi organ penting untuk layanan perpustakaan sehingga
harus selalu terbarukan apabila ada bacaan baru. Katalog
pun dapat berbentuk unggahan di situs internet layanan
perpustakaan maupun berbentuk dokumen yang dapat
disebar ke berbagai aplikasi layanan komunikasi sehingga
katalog dapat tersampaikan dengan baik.
2. Konsep Layanan Perpustakaan
a) Layanan Bacaan Antar. Pemustaka dapat melakukan pemin-
jaman bacaan dengan langkah menghubungi perpustakaan
(melalui situs internet layanan perpustakaan maupun meng-
hubungi pustakawan) untuk mencari bacaan yang diperlukan.
Apabila bacaan yang diperlukan tersedia maka pemustaka
dapat memilih layanan ambil atau antar. Apabila pemustaka
memilih antar maka buku akan diantar ke posisi pemustaka
dalam kurun waktu tertentu (idealnya 2x24 jam, tetapi apa-
bila mendesak bisa dilakukan secara langsung).
b) Layanan Kebutuhan Pustaka. Perpustakaan Dusun harus
mampu menjadi bagian dari kebutuhan literasi warga. Maka
dari itu, penambahan koleksi tidak sekedar keinginan

| 159 |
THE SPIRIT of DAUZAN

perpustakaan dusun namun harus memperhatikan kebu-


tuhan literasi warganya. Dengan cara ini, penambahan ba-
caan sesuai kebutuhan warga dengan konsep kolektif (meli-
hat kebutuhan literasi di wilayah RT tertentu sebagai kebu-
tuhan bersama) dan juga tidak mengesampingkan kebutuhan
minor seperti penyandang disabilitas seperti tuna netra yang
membutuhkan buku braille.
c) Layanan Telusur Pustaka. Apabila Perpustakaan Dusun tidak
memiliki bahan bacaan yang dibutuhkan pemustaka, tentu
mencarikan ditempat lain adalah sebuah kewajiban.
Perpustakaan dusun dapat dikatakan sebagai kacamata yang
langsung bersentuhan dengan kebutuhan pemustaka. Dalam
era modern, situs internet seperti jogjalib.com yang memiliki
koneksi dengan berbagai perpustakaan besar di Yogyakarta
dapat disosialisasikan ke pemustaka tingkat dusun apabila
perpustakaan dusun tidak bisa memberikan bacaan tersebut.
d) Layanan Jasa Ilmiah. Kebutuhan tentang penelitian di tingkat
dusun pasti ada. Walaupun skala penelitian kecil namun
melayani jasa ilmiah untuk proses penelitian menjadi
tanggung jawab perpustakaan dusun sebagai wadah pustaka.
Membantu mencarikan narasumber, referensi, hingga
penyelesaian akhir dapat dijadikan sebagai langkah kecil yang
kelak berdampak besar.
3. Pendukung Utama Pelayanan Perpustakaan
a) Ketua RT dan Tokoh Masyarakat. Ketua RT dan tokoh masya-
rakat menjadi mitra utama dalam pelayanan perpustakaan.
Posisi mereka sebagai “penguasa” dan ujung tombak untuk
dapat mengkoordinasi warga tentu diperlukan dalam proses
distribusi bacaan ke pemustaka. Bahkan jika mereka berke-
nan, dapat dijadikan tempat transit bacaan sebelum sampai
kepada pemustaka. Ibaratnya, mereka memberikan restu
dan wewenang agar perpustakaan dapat terus bergerak.
b) Lembaga Pemerintah. Kerja literasi tentu tidak dapat sepe-
nuhnya mengandalkan pemerintah namun “menjemput”

| 160 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

pemerintah untuk berkontribusi tentu bukan hal yang salah.


Selain memohon hak literasi (pendidikan) sebagai warga
negara juga dapat menghadirkan kontribusi negara di tingkat
dusun. Banyak lembaga-lembaga negara yang menerbitkan
bacaan seperti UPT dibawah Kementerian, LIPI, hingga dinas-
dinas di daerah.
c) Lembaga Swadaya Masyarakat (Nirlaba). Peranan lembaga
tersebut tentu dirasa akan lebih bermanfaat jika dapat
berdampak langsung dengan masyarakat. Lembaga yang
selama ini berperan untuk kalangan mereka sendiri maka
dapat dihadirkan untuk turun ke bawah, ke perpustakaan
kecil di sudut-sudut sunyi dan menyapa warga dengan baca-
an. Lembaga tersebut seperti LSM, institut, hingga yayasan
baik asing maupun lokal.
d) Jaringan Literasi. Posisi mereka dapat dijadikan sebagai
“teman seperjuangan” dalam kerja-kerja literasi. Jaringan
literasi adalah hubungan bersama antar pegiat literasi yang
bergerak melalui taman bacaan, perpustakaan, perpustakaan
jalanan, maupun pegiat literasi lainnya. Saling bertukar
pikiran dan dukungan tentu akan semakin memperkuat
kerja-kerja literasi.
e) Donatur Umum. Mereka menyumbang atas dasar dukungan
terhadap kerja-kerja literasi. Status mereka bisa dari kalangan
warga dusun maupun luar dusun. Disini batas-batas akan
lebur dalam semangat kemanusiaan melalui literasi. Satu
contoh Perpustakaan Dusun Kadipiro “Bintang-Matahari”
telah berhasil mengundang donatur umum dari luar Kadipiro
seperti penerbit Kendi (penerbit indie di Jogja) dan keluarga
dari Bapak Romanus Roesy dan Ibu Sri Sundari yang telah
menjadi diaspora di Swiss.
4. Evaluasi Pelayanan Perpustakaan.
a) Menjaga Perpustakaan Dusun Secara Berkala. Perawatan
berkala terhadap fasilitas perpustakaan menjadi hal yang
harus diperhatikan pertama kali. Mulai dari merawat bacaan

| 161 |
THE SPIRIT of DAUZAN

hingga bangunan. Hal tersebut bertujuan menjaga perpus-


takaan dusun agar tetap dapat memberikan kebaikan dalam
berbagai hal.
b) Mengolah Apresiasi Warga. Warga dusun menjadi pemus-
taka utama, tentu merekalah yang pertama didengar suara-
nya. Untuk mengakomodir kebutuhan pustaka dari pemus-
taka warga maka sudah sepatutnya penghargaan warga
terhadap Perpustakaan Dusun “dibalas” dengan memberikan
pelayanan sesuai kebutuhan mereka.
c) Memperkuat Jaringan dan Dukungan. Jaringan pertemanan
dan hubungan komunikasi yang baik tentu melahirkan
dukungan yang mantap. Dengan terus memperbanyak relasi
kerjasama antar pegiat literasi dan lembaganya, tentu akan
semakin dinamis dalam melakukan kerja-kerja literasi.
d) Memperkuat Fasilitas Pendukung. Fasilitas pendukung
menjadi hal yang perlu diperhatikan. Mulai dari bacaan
hingga alat-alat pendukung literasi seperti meja, kursi, lampu,
dan lain-lain adalah hal yang penting. Semua dilengkapi agar
tidak terjadi ketimpangan dalam proses berliterasi.
e) Bergerak Maju. Perpustakaan Dusun harus melek perubahan
yang sangat dinamis. Tidak bisa bersifat menang sendiri
namun juga tidak selalu mengalah. Harus menjadi lembaga
yang merdeka dan memiliki otoritas istimewa karena ilmu
tidak bisa dibatasi untuk semakin maju dan terbuka.

Usaha Berharap Berhasil


Harapan dari konsep tersebut adalah saling bersinerginya
kekuatan literasi bergerak dan kekuatan literasi kelembagaan. Hasil
akhirnya adalah konsep perpustakaan yang ada secara lembaga
namun juga bergerak hingga ke pemustaka di wilayah Dusun
Kadipiro. Sejatinya, bahan bacaan yang tidak tersalurkan ibarat
kemubaziran yang hakiki.
Mengutip perkataan Joseph Brodsky “Ada kejahatan yang lebih
buruk daripada membakar buku, salah satunya adalah tidak

| 162 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

membacanya”. Berdasarkan kalimat tersebut maka diharapkan


kelak kedepannya perpustakaan dusun dapat menerapkan konsep
perpustakaan klasikal namun juga melayani dari pintu ke pintu.
Harapannya buku tidak sekedar menjadi gantungan sarang laba-
laba dan rumah rayap tetapi menjadi pelita yang diantarkan dalam
relung pemikiran warga dusun dimana Perpustakaan Dusun
tersebut berada.

Muhammad Bintang Akbar (bintangzakbar@gmail.com)


Perpustakaan Dusun Kadipiro “Bintang-Matahari” Yogyakarta

| 163 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Sahabat Literasi PAI


UM Surabaya
Muhammad Septian Hammam Muhyiddin

P
erkenalkan nama Saya Muhammad Septian Hammam
Muhyiddin, asal saya Surabaya, saya kuliah di Univer-
sitas Muhammadiyah Surabaya, Semester 3, Prodi S1
Pendidikan Agama Islam. Saya disini perwakilan dari komunitas
SERASI (Sahabat Literasi PAI) UMSurabaya. Saya akan berbagi
pengalaman saya kepada jenengan, pengalaman saya dari semes-
ter 1 sampai semester 3 ini tentang literasi.
Pada awalnya SERASI PAI tahun ini baru berjalan 1 tahun waktu
saya semester 2 awal. Waktu itu saya dan teman-teman PAI dari
semester 2-8 mengikuti pelatihan oleh 2 dosen PAI UMSurabaya
yang bernama Pak Arfan dan Pak Charis. Kedua dosen inilah yang
mengajari dan menyeleksi saya dan teman-teman PAI bagaimana
cara kita membuat cerita pendek. Adapun caranya sebagai berikut,
yang pertama, membuat 1 kata di tengah, yang kedua, bercabang
jadi 4 kotak 1 kotak berisi 1 kata, yang ketiga bercabang jadi 16
kotak 1 kotak tadi dipecah lagi jadi 4, sama 1 kotaknya itu 1 kata
setelah itu memilih dari kotak yang pertama terus pilih 1 kata dari
4 kata tersebut lalu pilih lagi 1 kata dari 16 kotak tersebut setelah
memilih 3 kata kemudian dijadikan cerita dalam 1 paragraf terdiri
dari 6 baris.
| 164 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Setelah saya dan teman dicoba untuk membuat cerita pendek


dengan 1 paragraf itu hasilnya dikumpulkan. Saya dan teman-teman
berjumlah 30 orang akhirnya terpilih mengikuti proses selanjutnya
tentang SERASI PAI UMSurabaya. Saya, teman-teman, dan 2 dosen
tersebut menginginkan agar SERASI ini dapat perjalan dengan
semestinya. 2 dosen tersebut mewajibkan kepada 30 mahasiswa
PAI untuk membuat tulisan apapun itu di web FAI UMSurabaya
selama 1 bulan sekali. Setelah itu 2 dosen tersebut membuat grup
WA SERASI (Sahabat Literasi PAI UMSurabaya) dengan berisikan
30 mahasiswa yang keterima/lolos ke babak selanjutnya.
Selanjutnya, 2 dosen tersebut menginformasikan bahwa siapa
yang mau menjadi delegasi SERASI di ITS Surabaya max 5 orang
untuk mengikuti kopdar di ITS salah satunya saya sendiri, teman
saya 1 kelas yang lain dari semester atas. Adapun syarat setelah
mengikuti acara tersebut ialach membuat rangkuman minimal 3
halaman dari pemateri KOPDAR di ITS. 5 mahasiswa dalam acara
KOPDAR tersebut mendapatkan masing-masing 3 macam buku dari
SPN (Sahabat Pena Nusantara). Adapun pematerinya bernama
Hernowo Hasim, Much. Khoiri, Muhammad Chirzin, Ngainun Naim.
Inilah ringkasan dari KOPDAR IV SPN di ITS. Bapak Hernowo
Hasim mengisi tentang Latihan “Menulis Mengalir Bebas” untuk
menyamankan dan melejitkan kemampuan menulis. Berisikan
teknik “free writing” ala Elbow dan Goldberg, saya pakai untuk
berlatih menulis tanpa bentuk dalam tiga jalur. Jalur pertama untuk
membebaskan pikiran, jalur kedua untuk mengeksplorasi gagasan,
dan jalur ketiga untuk mengikat makna. Durasi waktu yang saya
pakai untuk jalur pertama 2 atau 5 menit, jalur kedua 10 menit,
dan jalur ketiga 15 menit. Saya melakukannya berselang-seling
hampir setiap hari.
Ketika mempraktikkan teknik “free writing”, saya mengikuti dua
petunjuk yang berasal dari Elbow dan Goldberg. Petunjuk pertama
dari Elbow diringkaskan dengan baik oleh Radhar Panca Dahana:
“’Menulis bebas’ ini sederhana, semacam disiplin kecil untuk tiap
hari menulis tanpa henti selama 10 menit. Bukan untuk mengha-

| 165 |
THE SPIRIT of DAUZAN

silkan tulisan bagus tetapi sekadar menulis tanpa prosedur sensor


dan editing. ‘Tak perlu melihat ke belakang (lagi), tak ragu melang-
gar sesuatu, tak peduli bagaimana ejaan atau bahkan memikirkan
apa yang tengah kamu kerjakan’. Satu-satunya aturan: Jangan
berhenti menulis!”
Ringkasan Radhar tersebut saya temukan dalam pengantar
untuk buku terjemahan Elbow, Merdeka dalam Menulis!
(iPublishing, Jakarta, 2007). Judul pengantar Radhar, “Metabolisme
Tulisan”. Jadi, ketika Anda berlatih menulis bebas, tolong perhatikan
dengan saksama hal ini: (1) menulis tanpa henti dalam durasi waktu
tertentu (gunakan alarm), (2) menulis tanpa sensor dan tanpa
perbaikan, (3) tidak memedulikan apa yang ditulis dan juga abaikan
kaidah-kaidah berbahasa dalam menulis. Jika ada satu aturan yang
perlu diperhatkan ya hanya ini: Jangan berhenti menulis sebelum
bel (alarm) berbunyi.
Dalam bahasa Goldberg, sebagaimana diringkaskan oleh Yuliani
Liputo, penerjemah buku Goldberg, petunjuk melakukan “free
writing” itu demikian: “Metode ‘free writing’ yang ditawarkan
Goldberg mudah saja. Sisihkan waktu khusus untuk menulis setiap
hari selama sepuluh menit. Berkomitmenlah selama sepuluh menit
itu hanya untuk menulis, terus (tanpa henti) menggerakkan pikiran
dan tangan, menumpahkan segala yang ada di dalam pikiran dan
perasaan Anda.” (Lihat Alirkan Jati Dirimu: Esai-Esai Ringan untuk
Meruntuhkan Tembok Kemalasan Menulis [Penerbit MLC, 2005]).
Dalam jalur pertama untuk membebaskan pikiran, saya
menyetel alarm kadang 2 atau 5 menit. Setelah alarm saya setel,
saya menulis bebas—hanya mengetik tombol mesin ketik—tanpa
berpikir. Artinya, saya mengetikkan apa saja. Kadang ketikan saya
tak bermakna seperti ini: “Bahae2846b jag6wjva j6qhisvS SGW
JSJSU ntwn.” Yang penting, saya tidak risau dan tidak tertekan
selama menulis bebas dalam jangka waktu 2 atau 5 menit tersebut.
Saya ingin membebaskan pikiran dari tekanan.
Dalam jalur kedua untuk mengeksplorasi gagasan, saya
menentukan topik yang hendak saya tulis. Biasanya durasi

| 166 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

waktunya juga saya perpanjang menjadi 10 atau 15 menit. Setelah


menyetel alarm, saya menuliskan topik di layar laptop saya.
Misalnya, topik itu adalah “Mengatasi Konflik dalam Rumah
Tangga”. Dan dalam jalur ketiga untuk mengikat makna, saya tentu
harus membaca teks terlebih dahulu. Teks yang saya baca juga tidak
harus banyak. Saya menyebut kegiatan membaca ini sebagai
membaca ngemil.
Inilah Ringkasan dari KOPDAR IV SPN di ITS dengan Bapak Much.
Khairi, mengisi tentang Menulis Buku untuk Warisan: Jangan Mati
sebelum Menulis Buku. Kalau saya tangkap dari materi ini, saya
mendapatkan ilmu tentang warisan ilmu, maksudnya itu apabila
seseorang ingin dikenal cucu-cucunya maka orang tersebut membu-
at buku untuk dikenal sama cucu-cucunya.
Inilah Ringkasan dari KOPDAR IV SPN di ITS dengan Bapak
Muhammad Chirzin mengisi tentang Mengikat Makna MASNAWI,
dengan isinya Masnawi-i-Ma’nawi adalah masterpiece Jalaluddin
Rumi. Karangan bersajak tentang makna-makna terdalam ajaran
agama. Terdiri atas 25.000 bait prosa lirik. Sumber lain menye-
butnya terdiri atas 40.000 bait. Ditulis dalam bahasa Persia pada
abad ke-13 oleh Rumi, sufi besar sepanjang zaman. Nama lengkap-
nya Muhammad bin Muhammad bin Husain al-Balkhi (Balkh, Af-
ghanistan, 30 September 1207-16 Desember 1273).
Masnawi ditulis untuk memenuhi permintaan Husamuddin,
salah seorang murid sekaligus sahabat Rumi yang terkemuka. Abdul
Rahman Al-Jami, sufi Persia abad ke-15 M menyatakan bahwa
Masnawi merupakan “tafsir Al-Quran yang indah dalam bahasa
Persia.” Maksudnya, takwil atau tafsir keruhanian terhadap ayat-
ayat Al-Quran yang ditulis dalam bentuk karangan bersajak yang
indah.
Inilah Ringkasan dari KOPDAR IV SPN di ITS dengan Bapak
Ngainun Naim, mengisi tentang Menyunting Naskah: Catatan
Berbasis Pengalaman. Menyunting naskah secara sederhana dapat
dimaknai sebagai kegiatan pemeriksaan kembali suatu tulisan atau
naskah sebelum dipublikasikan. Sebuah naskah dibuat biasanya

| 167 |
THE SPIRIT of DAUZAN

melalui tiga tahap, yaitu persiapan, penulisan, dan penyuntingan.


Naskah yang dibuat tanpa proses penyuntingan memiliki peluang
kesalahan teknis dan substansi. Pada titik inilah, proses penyun-
tingan berfungsi untuk meminimalisir kekurangan sebuah naskah.
Proses penyuntingan bisa dilakukan terhadap tulisan sendiri dan
bisa juga dilakukan terhadap tulisan orang lain. Mengacu pada
pengertiannya, maka kegiatan menyunting naskah mengharuskan
saya membaca secara cermat terhadap naskah yang harus saya
sunting. Tentu tidak hanya berhenti dengan membaca saja, tetapi
juga melakukan proses perbaikan. Karena itu menyunting naskah
disebut juga sebagai kegiatan mengedit.

Muhammad Septian Hammam Muhyiddin


(septian.hammam@gmail.com)
Komunitas SERASI (Sahabat Literasi PAI) UMSurabaya.

| 168 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Membangun Lembaga
Media, Membangun
Literasi Pelajar
Indonesia
Nabhan Mudrik Alyaum

P
impinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan
struktur tertinggi pada hierarki kepemimpinan IPM.
Gagasan, gerakan, hingga program di lingkup IPM secara
nasional bermula dari PP IPM, segala inisiasi dapat berjalan dengan
baik jika digerakkan oleh PP IPM. Dari kenyataan tersebut tentunya
dibutuhkan publikasi masif agar gagasan, gerakan, dan program
tersebar di seluruh Indonesia.
Persoalan muncul ketika PP IPM belum memiliki media massa
yang efektif dan berkelanjutan untuk mempublikasi gagasan,
gerakan, maupun program. Terlebih lagi, media sosial yang dimiliki
oleh IPM belum terorganisir dengan baik. Sering terjadi kenyataan
bahwa gerakan dan gagasan yang diusung PP IPM hanya tersebar
di tingkat pusat dan wilayah, sementara program tidak terlalu dapat
diharapkan dampak yang berkelanjutan bagi IPM karena beda
periode pimpinan akan memiliki program yang berbeda pula.
Kenyataan-kenyataan tersebut melatarbelakangi dirintisnya
Lembaga Media PP IPM pada akhir tahun 2016 silam. Dimulai dari
aktivitas Tim Media selama Muktamar ke-20 IPM, kinerja yang baik
| 169 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dari Tim Media dilanjutkan bahkan kemudian diresmikan menjadi


Lembaga Media, Komunikasi, dan Teknologi Informasi PP IPM
(Selanjutnya cukup disebut dengan Lembaga Media). Setelah
pembentukannya, perlahan tapi pasti Lembaga Media terus
meningkatkan kualitasnya dan melanjutkan keaktifan hingga kini.
Secara umum, Lembaga Media PP IPM memiliki tugas utama
mengelola segala aktivitas PP IPM di dunia maya. Hal ini terjadi
karena PP IPM secara personalia tidak lagi memungkinkan untuk
mengorganisir hal-hal teknis semacam pengelolaan media sosial
dan aktivitas internet lainnya seperti situs resmi PP IPM. Setelah
media digital PP IPM dikelola oleh Lembaga Media, terbukti bahwa
aktivitas meningkat dan diiringi pula oleh peningkatan kualitas kon-
ten ditinjau dari jangkauan kiriman yang makin meluas.
Sejak PP IPM menyeriusi urusan media digital, lini media yang
diprioritaskan pengelolaannya mengalami perkembangan yang
sangat signifikan. Sebagai sampel, medsos Instagram PP IPM
mengalami peningkatan lebih dari 13.000 followers sejak Januari
2016 (Data PPIPM pada 1 Desember 2017). Sementara itu situs
resmi ipm.or.id mengalami peningkatan dari sisi view dan post, view
bulanan situs PP IPM berada di kisaran 7.000 - 38.000 views semen-
tara rata-rata kiriman selalu lebih dari 10 kiriman per bulan. (Data
statistik web PP IPM Juni 2016 - Oktober 2017).
Statistik berbicara bahwa Lembaga Media PP IPM sukses
mengembangkan berbagai lini media digital PP IPM. Khusus untuk
Instagram, akun resmi PP IPM menjadi akun dengan followers ter-
banyak dibandingkan dengan ortom Muhammadiyah lain. Pun jika
dibandingkan dengan organisasi kepemudaan lainnya IPM tergo-
long unggul, hanya kalah jumlah followers dari akun resmi IPPNU
—itupun secara kualitas kiriman PP IPM jauh lebih baik dengan
interaksi yang jauh lebih tinggi. Secara umum pengelolaan akun
medsos lainnya juga makin membaik, kuantitas dari aktivitas segala
lini media PP IPM pun terus meningkat semakin pesat. Namun
keberhasilan-keberhasilan tersebut bukanlah titik tekan dari
bahasan ini.

| 170 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Sejak lini media PP IPM dikhususkan pengelolaannya oleh


Lembaga Media, muncul kenyataan menarik bahwa segala aktivitas
melalui akun medsos dan situs menghilangkan batas-batas struk-
tural yang selama ini ada. Jika stuktur yang menaungi tidak terlalu
proaktif, kader dan pimpinan IPM dapat langsung berinteraksi
dengan PP IPM, begitu pula dengan agenda-agenda IPM tingkat
nasional yang dapat terpublikasikan melalui lini media digital IPM.
Hal ini menumbuhkan kontribusi pelajar sebagai basis massa IPM
yang lebih aktif lagi, terutama dalam kaitannya dengan literasi.
Akun medsos dan situs PP IPM berhasil menstimulasi kader-
kader IPM se-Indonesia dari Aceh hingga Papua untuk mengem-
bangkan kemampuan literasi. Dalam hal ini, literasi yang dimaksud
adalah segala kemampuan kognitif dasar yang berkontribusi
terhadap perkembangan sosial-ekonomi untuk menumbuhkan
kapasitas kesadaran sosial dan refleksi kritis sebagai jalan menuju
perubahan sosial dan personal. (UNESCO. 2006. Global Monitor-
ing Report). Secara khusus, kemampuan kognitif dasar sebagai
bagian paling utama dari cakupan literasi yang didalami IPM adalah
membaca dan menulis.
Literasi berhasil dikembangkan karena media digital yang dimiliki
PP IPM membuka kesempatan seluas-luasnya agar pelajar dapat
melatih kemampuan literasi. Terhitung ratusan akun resmi IPM di
setiap struktur mulai merambah Instagram sejak PP IPM menyeriusi
pengelolaan Instagram awal tahun 2016 lalu. Dari ratusan akun
tersebut terdapat puluhan akun resmi struktur-struktur IPM yang
mengembangkan keaktifannya melebihi batas-batas yang bahkan
tidak terbayangkan sebelumnya. Pengembangan seperti desain
visual hingga videografis (tentunya dengan muatan literasi) makin
marak dan makin subur terkembang di kalangan basis massa IPM.
Berbicara tentang Instagram, pembahasan tidak hanya berkutat
tentang foto dan video, namun juga caption. Dari caption itulah
pelajar mulai melatih kemampuan literasi. Dari caption pula lah
kemudian literasi dapat didalami. Caption merupakan media yang
baik untuk mulai mendalami literasi dari hal yang umum dan ringan,

| 171 |
THE SPIRIT of DAUZAN

tidak melalui jalan yang lebih serius seperti penelitian ataupun


pembuatan tulisan-tulisan ilmiah lain.
Tak berhenti di urusan caption, Instagram juga mampu menjadi
jalan untuk menyebarkan berita yang dipublikasikan di situs resmi.
Sehingga dalam hal ini Instagram juga berperan penting dalam
penyebaran karya-karya literasi pelajar se-Indonesia. Program-pro-
gram dari struktur IPM se-Indonesia dapat terpublikasikan secara
masif karena dengan lebih dari 14.000 followers, Instagram resmi
PP IPM membuka diri untuk merepost segala kegiatan tersebut.
Suplai materi berita di situs resmi IPM tak pernah berhenti da-
tang dari kader dan basis massa di seluruh Indonesia. Hal ini didu-
kung oleh medsos IPM dan jaringan grup di aplikasi instant mes-
saging yang tersebar di seluruh Indonesia sehingga memudahkan
persebaran informasi. Kader IPM dimanapun berada dapat menjadi
kontributor berita kemudian menyumbangkan konten bagi situs
resmi IPM. Selain itu, berita-berita yang ada di situs juga datang
dari informasi-informasi ringan tentang agenda IPM di Instagram
yang kemudian ditindakklanjuti pembuatan beritanya
Kinerja Lembaga Media juga menjadi ujung tombak dalam
penyebaran event-event literasi yang diselenggarakan oleh PP IPM.
Dimulai dari Tahun 2016 dimana even Sayembara Ekoliterasi meng-
gunakan medsos dan situs resmi PP IPM sebagai media publikasi
dari awal hingga akhir penyelenggaraannya. Disusul kemudian
beberapa bulan lalu di Tahun 2017, Sayembara Pekan Bahasa dari
Bidang ASBO PP IPM juga mengandalkan medsos dan situs PP IPM
untuk penyebaran informasi terkait agenda tersebut. Dari kedua
agenda ini, dapat disaksikan bersama bahwa informasi tentang
kedua agenda tersebut sangat dimudahkan persebarannya berkat
bantuan publikasi dari berbagai lini media digital PP IPM, hingga
kemudian menemui keberhasilan dalam penyelenggaraannya.
Menjadi suatu kehormatan besar bagi Lembaga Media untuk
terus mengembangkan kontribusi melalui bermacam media digi-
tal PP IPM, karena dengan kontribusi tersebut perlahan namun
pasti literasi pelajar Indonesia dapat terus tumbuh. Literasi melalui

| 172 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

medsos dan situs resmi inilah yang begitu dekat dengan dunia
pelajar. Sehingga mampu mencerdaskan dan membuka jalan bagi
setiap pelajar untuk memberikan sumbangsih positif secara
langsung dalam urusan literasi.
Keberadaan media digital PP IPM membuat pelajar terutama
kader IPM memulai langkah mendalami literasi secara proaktif dan
sukarela tanpa paksaan. Kesukarelaan inilah yang memudahkan
jalan untuk mendalami dan menyebarkan budaya literasi. Sehingga
besar harapan bahwa literasi pelajar lewat jalur digital tumbuh
berkelanjutan, untuk kemudian menjadi jalan pengembangan
literasi di bidang lain yang memiliki daya ubah lebih besar.
Terlebih lagi dalam proyeksi ke depan Lembaga Media sesuai
nama lengkap yang telah disebutkan di awal tentunya akan me-
ngembangkan ranah lain selain media, yaitu komunikasi dan tek-
nologi informasi. Dalam pengembangan ranah-ranah lain selain
media digital IPM tentunya akan makin banyak melibatkan kader
IPM dan semakin membuka peluang tumbuh pesatnya literasi
pelajar terutama kader IPM. Sehingga seiringnya berjalannya waktu
literasi terus menjadi perhatian sebagai bagian dari ranah gerak
Lembaga Media PP IPM.
Demikian uraian tentang proses pembangunan Lembaga Me-
dia, Komunikasi, dan Teknologi Informasi PP IPM yang telah ditem-
puh hingga saat ini. Dimana keseluruh usaha-usaha tersebut secara
nyata memiliki dampak positif menumbuhkan semangat literasi di
dalam diri pelajar Indonesia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembangunan Lembaga Media PP IPM berkontribusi nyata
terhadap pembangunan budaya literasi Pelajar Indonesia melalui
aktivitas media digital yang terus meningkat; dulu, kini, dan masa
depan.

Nabhan Mudrik Alyaum (naban.mudrik@gmail.com)


Lembaga Media, Komunikasi, dan Teknologi Informasi PP IPM,
Ketua Umum PD IPM Kota Yogyakarta (2017-2019)

| 173 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan Masjid
Gedhe Kauman
Yogyakarta
Nana Yuliana

“Mengumpulkan orang untuk demo lebih mudah daripada


mengajak ke perpustakaan”
–Haedar Nashir

H
al pertama yang menjadi tantangan bagi para relawan
Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman setelah membuka
kembali pelayanan di perpustakaan ini pada tahun 2015
lalu yaitu bagaimana mengajak masyarakat Kauman dan sekitar
untuk datang ke perpustakaan. Tidak berhenti untuk sekadar
berkunjung ke perpustakaan, tapi bagaimana kegiatan-kegiatan di
perpustakaan mampu menggerakkan masyarakat untuk berkarya,
bertumbuh, bahkan memajukan literasi di Yogyakarta. Para pengu-
rus yang berangkat dari semangat untuk memberikan manfaat
kepada masyarakat, mulai menyusun beberapa strategi untuk
mewujudkan visi dan misi yang dimiliki Perpustakaan Masjid Gedhe
Kauman.
Program belajar bahasa Arab dan bimbingan belajar untuk SD,
SMP, bahkan SMA menjadi kegiatan awal untuk menarik minat
masyarakat datang ke perpustakaan. Mayoritas yang mengikuti
program belajar bahasa Arab yaitu orangtua, khususnya bapak-
| 174 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

bapak. Tidak hanya belajar, namun mereka juga sering meminjam


buku-buku di perpustakaan. Hal tersebut membuat para pengurus
dan relawan semakin bersemangat untuk menambah koleksi buku
berkaitan dengan Agama Islam. Program bimbingan belajar juga
mampu memberikan semangat anak-anak Kauman dan sekitarnya
untuk belajar bersama di perpustakaan yakni dua kali dalam
seminggu mereka datang ke perpustakaan.
Tidak puas dengan dua kegiatan rutin tersebut, para relawan
mencoba untuk membuat kegiatan workshop di perpustakaan.
Workshop pertama yang terselenggara yaitu “Kepenulisan”
bersama M. Anwar Djaelani penulis buku 50 Pendakwah Pengubah
Sejarah bekerjasama dengan Departemen Pers dan Penerbitan JAA
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan peserta yaitu
mahasiswa umum dan anggota JAA UMY. Dalam workshop ini, para
peserta diberikan bekal bagaimana proses kreatif dalam membuat
sebuah buku.
Workshop kedua yaitu “Story Telling” bersama dosen-dosen
Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada workshop ini diikuti oleh para siswa dan siswi SMP di sekitar
perpustakaan yang belajar bagaimana mendongeng dalam bahasa
Inggris. Workshop selanjutnya yaitu “Creative Writing (Novel &
Poem)” yang menghadirkan Rangga Almahendra dan Edrida
Pulungan yang memberikan pengetahuan bagaimana menuangkan
ide dalam tulisan serta bagaimana membuat puisi yang indah.
Dalam workshop ini, para pengurus mengundang para siswa dan
siswi SMA di sekitar Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman.
Menyadari bahwa para relawan juga membutuhkan wawasan
dalam mengelola perpustakaan dan mereka tidak memiliki back-
ground perpustakaan, terdapat beberapa agenda yang bertujuan
untuk menambah pengetahuan para relawan berkaitan dengan
dunia perpustakaan dan literasi yaitu Manajemen Perpustakaan
Masjid dan Proses Input Buku dengan narasumber perwakilan
Perpustakaan Kota Jogja. Setelah mendapatkan dua pelatihan
tersebut, para pengurus dan relawan mengadakan agenda input

| 175 |
THE SPIRIT of DAUZAN

buku bersama. Selain itu, dibentuklah Divisi Pers yang setiap


bulannya akan membuat buletin “SERAMBI” yang memiliki tujuan
untuk menggerakkan semangat literasi bagi para pengurus dan
relawan. Terdapat 5 bagian dalam buletin SERAMBI yakni Kajian
Utama, Bincang Tokoh, Reportase, Suara Kita, dan Resensi. Kelima
bagian tersebut yang menentukan konsep hingga mencetak
dilaksanakan oleh Divisi Pers bersama para relawan.
Buletin SERAMBI menjadi wadah para relawan untuk belajar
kepenulisan serta bagaimana proses kreatif dalam membuat suatu
buletin. Untuk memberikan suasana keakraban dan menciptakan
ide-ide kreatif di perpustakaan, dilaksanakanlah “Gathering
Balapustaka” yaitu sekali dalam dua bulan. Dalam kegiatan terse-
but, semua relawan dengan pengurus berbagi cerita, menulis ha-
rapan-harapan untuk perpus ke depannya, serta memberikan sa-
ran dan solusi untuk permasalahan di perpustakaan.
Berkomitmen dalam memberikan edukasi, menggaungkan
literasi, dan semangat membaca, Perpustakaan Masjid Gedhe
Kauman mempunyai dua kegiatan andalan yakni Perpustakaan
Keliling Kauman (PKK) dan Little Library Project (LLP). PKK dilaksa-
nakan seminggu sekali bertempat di Kampung Kauman. Tidak hanya
menyediakan buku-buku yang dapat dibaca oleh masyarakat,
namun kegiatan mendongeng untuk anak-anak menjadi daya tarik
tersendiri. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam program
hibah buku dalam kegiatan PKK serta juga dapat melakukan
peminjam buku.
Buku-buku yang dihibahkan masyarakat serta donasi dalam
bentuk dana pembuatan rak atau dana pengelolaan dari masyarakat
disalurkan oleh Perpustakaan Gedhe Kauman melalui Little Library
Project (LLP). LLP merupakan sebuah proyek pengadaan perpusta-
kaan kecil di Panti Asuhan, Pondok Pesantren, atau tempat-tempat
umum yang keseluruhan biaya prosesnya merupakan donasi dari
masyarakat umum. Saat ini sudah ada 6 perpustakaan kecil yang
tersebar di Yogyakarta dan sekitarnya.
Berdasarkan data divisi pelayanan, pengunjung perpustakaan

| 176 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

yang paling banyak jumlahnya yaitu anak-anak. Sehingga,


Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman berusaha untuk memberikan
kegiatan-kegiatan yang mampu sebagai wadah anak-anak dalam
berkarya, belajar, dan bermain. Salah satunya yaitu Little Scientist
Club (LSC) dimana anak-anak belajar sains dengan cara yang
menyenangkan misalnya membuat robot dari sikat gigi, robot “the
runner”, membuat roket air, dan sebagainya. Melihat antusias anak-
anak yang tinggi untuk datang ke perpustakaan, maka dibutuhkan
ruang baca khusus anak-anak yang nantinya tidak hanya untuk
membaca dan mendapatkan informasi, tetapi juga sebagai wadah
untuk menumbuhkan kreatifitas dan inovasi sejak dini.
Oleh karena itu, Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman telah
meresmikan Kids Corner Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman pada
tanggal 29 Oktober 2017. Kids Corner ini memiliki maksud dan
tujuan untuk memberikan fasilitas kepada anak-anak untuk me-
ngembangkan minat dan bakat melalui program-program Kids
Corner seperti mendongeng, menggambar, membuat mading,
origami, dan kirigami. Selain itu, juga untuk mendekatkan anak-
anak dengan perpustakaan sehingga menjadi terbiasa dengan
aktifitas membaca, bersosialisasi, serta berpikir kreatif. Melalui
kegiatan-kegiatan di Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman, diha-
rapkan akan membawa perubahan dan kemajuan pada dunia lite-
rasi di Yogyakarta serta dapat mencetak generasi emas kebanggan
Indonesia.

Nana Yuliana (nanaplumeria@gmail.com)


Perpustakaan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

| 177 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Majalah Sekolah
Sebagai Strategi GLS
Novita Utami

M
ajalah Arba’a SD Muhammadiyah 4 Surabaya adalah
majalah sekolah kami yang telah berumur kurang lebih
20 tahun. Pasang surut penerbitan majalah sekolah
sangat tergantung pada tim redaksinya. Menerima amanah untuk
menjadi penanggung jawab majalah sekolah dua tahun yang lalu
adalah suatu tantangan. Mendapati seringnya majalah Arba’a tidak
disambut antusias oleh para siswa, Tim Redaksi melakukan survey
dengan responden siswa-siswi SD Muhammadiyah 4 sebagai pasar
utama. Hasil survey dijadikan pijakan untuk perbaikan Arba’a edisi
selanjutnya.
Meningkatkan keterlibatan siswa pada proses produksi majalah
sekolah sangat efetif untuk menarik minat siswa pada majalah
sekolah. Penambahan beberapa rubrik untuk anak, dan beberapa
penyesuaian seperti pada lay out maupun bahasa diharapkan dapat
meningkatkan ketertarikan siswa.
Majalah sekolah sebagai strategi gerakan literasi sekolah (GLS)
artinya majalah sekolah menjadi strategi untuk meningkatkan
budaya literasi di sekolah. Tujuan gerakan literasi di sekolah adalah
menumbuhkan kesenangan dan minat membaca yang pada
akhirnya akan menjadi kebiasaan membaca yang akan dibawa
sampai seumur hidup. Agar siswa tumbuh minat dan kebiasaan
membacanya maka syarat dari program ini haruslah mudah dan
| 178 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

menyenangkan. Artinya program ini dirancang menjadi sebuah


program yang menyenangkan dan tidak membebani, baik untuk
siswa maupun orang tua siswa.
Beberapa program dalam gerakan literasi sekolah yang
dilaksanakan di SD Muhammadiyah 4 Surabaya antara lain: sus-
tained silent reading, perpustakaan kelas, tantangan membaca dan
menerbitkan kumpulan cerpen dan puisi siswa. Sustained silent
reading, adalah program membaca sunyi secara terus menerus.
Kita memulainya dengan 15 menit membaca sunyi sebelum
kegiatan belajar mengajar dimulai. Program ini harus dilakukan
setiap hari, dan gurupun harus mengikutinya. Artinya guru dan
semua siswanya membaca sunyi selama 15 menit setiap hari
sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Program ini bertujuan
untuk membiasakan siswa-siswa kita membaca. Untuk mendukung
program pertama maka di setiap kelas sebaiknya mempunyai pojok
baca atau perpustakaan kelas. Pengadaan buku untuk perpustakaan
kelas dapat dilakukan secara mandiri caranya adalah dengan
meminta setiap siswa membawa 1 atau 2 buku perpustakaan di
kelas. Buku tersebut bisa diganti setiap bulannya, sehingga semua
siswa bisa membaca buku yang dibawa oleh siswa lainnya.
Langkah lanjutan yang kami lakukan adalah tantangan membaca
atau reading challenge merupakan program tantangan untuk
membaca sejumlah buku. Sekolah atau guru memberikan daftar
judul buku yang harus dibaca dalam rentang waktu tertentu oleh
siswa. Judul buku yang dipilih harus disesuaikan dengan tingkatan
atau kelas siswa, buku yang dipilihkan harus sesuai dengan usia
dan perkembangan bahasa peserta didik. Buku-buku tersebut dapat
diakses siswa di sekolah, dan kalaupun harus membeli hal yang
penting diperhatikan adalah buku tersebut mudah didapatkan.
Siswa tinggal memberi tanda pada kartu daftar judul buku dan guru
bisa melakukan verifikasi secara lisan untuk mengetahui apakah
mereka benar-benar membaca buku tersebut atau tidak. Program
ini sangat diminati oleh siswa karena sekolah memberikan reward
pada siswa yang berhasil melakukan tantangan tersebut.

| 179 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Program selanjutnya adalah penerbitan hasil tulis siswa. Majalah


Arba’a memberikan ruang yang cukup banyak. Misalnya, pada
rubrik prestasi dan cita-citaku, siswa dapat menulis cerita
pengalaman pribadi mereka cukup satu atau dua paragraf saja.
Karya cerpen, atau puisi yang dibuat oleh siswa juga dapat
diterbitkan dalam majalah sekolah, bahkan kisah atau cerita
perjalanan liburan mereka dapat dimuat di rubrik jalan-jalan.
Penerbitan ini adalah bentuk reward untuk memberikan motivasi
kepada siswa untuk terus berkarya. Penerbitan karya-karya siswa
bisa secara online maupun dicetak secara offline seperti ditampilkan
di majalah didinding atau di majalah sekolah.
Yang harus diperhatikan agar gerakan literasi sekolah ini berhasil
adalah: kegiatan membaca haruslah menyenangkan dan tidak
membebani siswa, guru sebagai contoh (guru harus ikut membaca
bersama siswa di kelas, selalu membawa buku bacaan ke mana
pun, mempromosikan buku yang sudah dibacanya, dan lain-lain.),
berjangka panjang (minimal satu tahun baru dapat dilihat hasilnya),
dan ketersediaan buku di setiap kelas.
Bagaiman peranan majalah sekolah dalam program GLS? Seperti
yang telah dibahas diatas salah satu program dalam GLS adalah
penerbitan hasil karya siswa, karya siswa disini berupa karya tulis
seperti puisi, cerpen, comik maupun novel. When you speak, your
words echo only across the room, or down the hall. But when you
write, your words echo down the ages. Sedangkan dalam kaitannya
dengan menulis, Hernowo (2005) menyebut bahwa menulis dapat
membuat pikiran kita lebih tertata tentang topik yang kita tulis,
membuat kita bisa merumuskan keadaan diri, mengikat dan
mengonstruksi gagasan, mengefektifkan atau membuat kita
memiliki sugesti (keyakinan/pengaruh) positif, membuat kita
semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan pemahaman),
meningkatkan daya ingat, membuat kita lebih mengenali diri kita
sendiri, mengalirkan diri, membuang kotoran diri, merekam
momen mengesankan yang kita alami, meninggalkan jejak pikiran
yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi, memperbanyak kosa-

| 180 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan


pengetahuan. Oleh sebab itu kemampuan menulis tidak dapat
dipisahkan dengan kemampuan membaca. Karena dua ketrampilan
literasi tersebut adalah syarat mutlak seseorang dikatakan literat.
Pada kegiatan menulis inilah majalah sekolah bisa menjadi
media yang mendukung keberhasilah program literasi sekolah.
Majalah sekolah yang terbit secara berkala merupakan wadah
untuk mempublikasikan hasil karya siswa, artinya karya-karya siswa
tidak hanya di baca atau di ketahui oleh teman-teman dikelasnya
karena hanya di tempel di majalah dinding tetapi dapat dilihat dan
dibaca oleh seluruh warga sekolah bahkan keluarga mereka. Hal
ini merupakan pengahargaan yang sangat luar biasa bagi seorang
anak.

Novita Utami (novitarizal14@gmail.com)


Majalah Arba’a SD Muhammadiyah 4 Surabaya

| 181 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Bisakah Literasi
Kritis sebagai Gaya
Hidup?
Nu’man Suhadi

M
uhammadiyah telah lahir sebagai sebuah tradisi besar
dengan sejumlah kisah sukses. Muhammadiyah
memiliki modal sosial yang cukup besar sebagai
gerakan Islam yang besar di negeri ini, bukan hanya lahir dan besar
di Indonesia tetapi juga memiliki stigma postif yang membedakan
dengan organisasi Islam lainya dengan mengusung semangat Is-
lam berkemajuan, Organisasi lain boleh merasa lebih besar dari
segi kuantitas anggotanya, namun dari segi kualitas dalam amal
usaha, gagasan-gagasan pemikiran, infrastruktur dan sistem
organisasi, serta kepercayaan publik sesungguhnya Muham-
madiyah terbilang unggul atau lebih besar. Sebagai organisasi Is-
lam modern bahkan Muhammadiyah termasuk terbesar di dunia
Islam. Kondisi ini harus disyukuri sebagai nikmat dan karunia Allah
yang sangat berharga, karena itu tidak boleh potensi yang besar
tersebut dibiarkan laksana genangan danau yang diam, apalagi
seperti “gajah bengkak” yang sulit bergerak.
Organisasi besar seperti Muhammadiyah bisajadi memiliki
kelemahan karena kebesarannya, terlena karena kemapanannya,
kehilangan jejak karena tak mampu merawat sejarahnya dan
mungkin latah karena kehilangan orisinilatas dalam pemikiran, tak

| 182 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

jarang beberapa kader muda Muhammadiyah yang mengkritik


bahwa muhammadiyah mengalami stagnasi dalam konteks
pembaharuannya sebagai agenda utamanya sebagai akibat tarikan-
tarikan hal yang bersifat praktis dan administratif seperti penge-
lolaan Amal Usaha, belum lagi keterjebakan pada politik kekuasaan
yang cenderung transaksional sehingga aspek pembaharuan
pemikiran yang dahulu menjadi kunci pembuka proses perubahan
sosial yang menjadi identitas pergerakan muhammadiyah rasanya
seperti menjadi romantisme sejarah, diawetkan dengan meme-
lihara rutinitas organisasi, maka membaca ulang ide pemikiran dan
gerakan di dalam muhammadiyah menjadi kebutuhan agar dina-
misasi pergerakan menjadi bermakna dan dan dapat memberikan
berkontribusi dalam usia muhammadiyah yang telah melampaui
se-Abad.
Bagaimana gerakan dan pemikiran Muhammadiyah yang besar
itu di baca kembali sekaligus dikontekstualkan dengan kondisi saat
ini khususnya di era yang serba digital ini, untuk menjadi kekuatan
aktual yang lebih besar? Dalam sebuah aktivisme sosial memer-
lukan juga kerangka teoritik yang harus senantiasa diperbaharui
mengikuti zamannya, tujuannya tentu saja agar praktek sosial itu
tidak berhenti ditengeh jalan, tidak tepat sasaran dan hanya menja-
di rutinitas yang tanpa makna, maka dalam konteks inilah kegiatan
mempertemukan simpul-simpul pegiat literasi yang dimiliki
Muhammadiyah punya makna strategis mengingat gerakan literasi
yang tengah marak disemak belukar jarang mendapat apresiasi
secara struktural ini dapat menjadi poros kebaharuan dari perge-
rakan muhammadiyah dalam menjawab tantangan zamannya, pada
saat yang sama belum ada mekanisme yang tepat dalam merawat
gerakan literasi yang semakin bergerak sebagai cara alternatif dalam
proses menguatkan sekaligus menjadikan gerakan literasi ini
sebagai gaya hidup di dalam muhammadiyah.
Dalam kamus online Merriam-Webster, Literasi berasal dari
istilah latin ‘literature‘ dan bahasa Inggris ‘letter‘. Literasi meru-
pakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di

| 183 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun


lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang
artinya “kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang
disampaikan secara visual (adegan, video, gambar), di zaman yang
seakan bergerak cepat, gerakan literasi sebagai gaya hidup menjadi
punya nilai kebaharuan.
Di negara negara maju seperti Finlandia, Denmark, Amerika
Serikat, literasi telah menjaddi habitus gaya hidup tentu juga karena
keperpihakan pemerintahnya. Misal, di Finlandia ada perhatian
sejak dini soal literasi dengan pemberian paket perkembangan anak
yang didalamnya tidak sekedar berisi keperluan bayi tetapi juga
buku bacaan baik untuk orang tua ataupun anak. Akses menda-
patkan buku bacaan juga hadir disetiap tempat, semarak dunia
penerbitan khususnya bacaan anak-anak lebih massif dibanding
buku lainnya dengan harga yang terjangkau. Mendongeng dan
bercerita menjadi cara keluarga mendekatkan emosi, bahkan dibuat
regulasi agar acara/film asing tidak lagi dialihbahasakan agar anak
rajin membaca.
Bagaimana dengan di Indonesia, wabil khusus Muhammadiyah?
Membangun gerakan literasi sebagai gaya hidup tidak lah
semudah membalik telapak tangan, mengingat kemampuan literasi
bukanlah seperti keajaiban yang bisa terjadi hanya dalam semalam,
ia adalah kemampuan yang mendaku kepada proses dan segala
nilai yang terkandung di dalamnya. Kemampuan literasi adalah
kemampuan yang berjalan saling beriringan yang artinya minat
baca yang sudah tumbuh otomatis akan merangsang minat menulis
secara simultan.
Budaya membaca dan menulis adalah suatu paket komplit yang
tak mungkin dipisahkan, apabila minat membaca sudah menjadi
satu kebiasaan maka budaya menulispun akan terbangun, keha-
diran taman bacaan, pojok baca, kedai baca dan apapun namanya
dimanapun tempatnya diharapkan selalu saja bisa memberikan
dampak bagi sekitarnya paling tidak kehadirannya adalah sebuah
simbol yang menawarkan perlawanan kebodohan. Rendahnya

| 184 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kualitas sumberdaya manusia bisa jadi karena daya baca masyarakat


yang rendah pula, membaca merupakan kunci keberhasilan masya-
rakat dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Minat
baca akan tumbuh dan berkembang melalui kebiasaan membaca
baik dilingkungan formal (dunia pendidikan) maupun dalam
lingkungan masyarakat dan keluarga.
Memupuk minat baca merupakan proses pelatihan yang dila-
kukan secara terus menerus. minat baca masyarakat yang rendah
mempengaruhi kualitas masyarakatnya. Sejarah belum pernah
mencatat ada orang pintar dan hebat yang tak banyak membaca.
Sayang, hal ini belum menjadi kesadaran serius bagi sebagian besar
orang tua, masyarakat dan warga Muhammadiyah. Disinilah betapa
pentingnya mempertegas gerakan literasi disaat muhammadiyah
tengah menjadi mualaf dalam kebudayaan. Di zaman yang sedang
berlari cepat sebagai akibat perkembangan teknologi informasi
yang semakin masif, tidak cukup literasi sebagai gaya hidup, meng-
ingat literasi sendiri telah merubah wujud dalam dimensi digital
dengan beragam variasi. Dibutuhkan juga gerakan literasi kritis
ditengah perkembangan media yang semakin liar, pertanyaannya
sederhana, bisakah menjadikan gerakan litersi kritis ini sebagai gaya
hidup tradisi Muhammadiyah yang mampu diwariskan di abad
selanjutnya?

Nu’man Suhadi
Direktur Lembaga Pengkajian, Pemberdayaan dan Pengaduan
Masyarakat (LP3M) dan Koordinator JIMM Kab. Lamongan

| 185 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Rumah Baca
Muhammadiyah
(RBM) sebagai Basis
Dakwah Literasi
Nurris Septa Pratama

K
ota Metro memiliki visi sebagai kota pendidikan dimana
paradigma Kota Pendidikan telah terbangun di tengah
masyarakat. Prioritas program dan anggaran juga telah
diarahkan pada sektor pendidikan. Perhatian Pemda terhadap pen-
didikan masyarakat (nonformal) pun relatif tinggi, baik berkaitan
membangun partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam proses
pembangunan, demokratisasi, maupun pelayanan publik. Secara
formal, prestasi dalam bidang pendidikan, kesehatan, kebersihan,
ketahanan pangan, yang telah berhasil diraih Kota Metro relatif
baik dan terus meningkat, baik pada tingkat regional maupun
nasional. Pemerataan dan kualitas pelayanan publik juga terus
dibenahi.
Dalam rangka mendorong visi Kota Metro sebagai kota pendi-
dikan, tentu Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan
yang telah teruji kemampuan berorganisasi harus mau dan berpe-
ran aktif dalam pembangunan masyarakat baik dalam bidang
pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
| 186 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Muhammadiyah hadir di Kota Metro tidak vakum dari kondisi


Kota Metro saat ini dan kondisi yang diinginkan ke depan. Jika
menempatkan Muhammadiyah sebagai pelopor, pelangsung dan
penyempurna hidup dan kehidupan masyarakat, maka Muham-
madiyah dan warganya harus satu langkah lebih maju dari ummat
lainnya.
Salah satu ikhtiar dakwah Muhammadiyah Metro dalam bidang
literasi yaitu Rumah Baca Muhammadiyah (RBM) sebuah program
MPI yang mendorong berdirinya wahana belajar masyarakat/ran-
ting yang berbasis pada potensi dan kebutuhan dari, oleh dan untuk
masyarakat itu sendiri untuk mengembangkan kearifan dan kecer-
dasan lokal ditingkat ranting. Penerima manfaat dari program ini
secara umum adalah warga masyarakat Kota Metro, sedangkan
secara khusus adalah warga Ranting Muhammadiyah Kota Metro.
Adapun gagasan program RBM yang akan dijalankan MPI PDM
Kota Metro saat ini tertuang sebagai berikut:
1. Landasan Pikir RBM
• Program Kerja Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kota
Metro Periode 2015-2020.
• Ikhtiar Majelis Pustaka dan Informasi dalam dakwah literasi
• Membaca merupakan pintu gerbang mencapai kemajuan
kehidupan manusia.
• Pengetahuan adalah modal untuk membangun peradaban
yang bermartabat demi pencerahan kehidupan manusia dan
nilai kemanusiaan.
2. Target RBM
• Terbentuknya Rumah Baca Muhammadiyah di setiap rant-
ing Muhammadiyah diKota Metro.
• Tersedianya fasilitas buku untuk setiap Rumah Baca Muham-
madiyah di masing-masing ranting.
• Terselenggaranya pengelolaan Rumah Baca Muhammadiyah
disetiap ranting yang berbasis potensi dan kebutuhan dari,
oleh dan untuk masyarakat dengan kegiatan-kegiatan pen-
dukung yang produktif, edukatif, inovatif dan menyenangkan

| 187 |
THE SPIRIT of DAUZAN

3. Langkah Aksi RBM


; Langkah Pertama:
Melakukan penjajakan kebutuhan (need assessment) bersa-
ma masyarakat/ranting tentang bagaimana kebutuhan dan
potensi masyarakat terhadap “Rumah Baca Muhammadi-
yah”, untuk pengelolaan dan pengembangan RBM agar bisa
berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi pencerdasan
masyarakat lokal di setiap ranting.
; Langkah Kedua:
Penyiapan lokasi/tempat Rumah Baca Muhammadiyah di
rumah warga/kader dan penyiapan sarana prasarana yang
dibutuhkan melalui swadaya lokal masyarakat/ranting.
; Langkah Ketiga:
Melakukan penggalangan buku melalui:
9 Gerakan “Hibah Buku untuk Ranting” yang berbasis pada
masyarakat lokal (potensi lokal) dimana Rumah Baca Mu-
hammadiyah didirikan. (oleh, dari dan untuk masyarakat).
9 Melakukan kerjasama dengan elemen-elemen strategis
masyarakat dalam gerakan “Hibah Buku untuk Ranting”
9 Membangun Jejaring Hibah Buku dengan berbagai pihak
baik pemerintah maupun pihak-pihak swasta dan upaya-
upaya lain yang tidak mengikat dan halal.
9 Mendata dan menginventarisir hasil penggalangan buku
dan mempublikasikan hasil penggalangan buku kepada
masyarakat.
; Langkah Keempat:
Melakukan penguatan ranting melalui pengembangan kapa-
sitas (capacity building) dan program pengembangan kegi-
atan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi warga di
tingkat lokal.
; Langkah Kelima:
Menjaring “Relawan Pencerdas Ranting” yang mau berbagi
pengalaman dan keilmuannya demi kemajuan hidup masya-
rakat dan nilai kemanusiaan.

| 188 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

; Langkah Keenam:
Melakukan pendampingan atas pengelolaan dan pengem-
bangan “Rumah Baca Muhammadiyah” agar lebih produk-
tif, edukatif, inovatif, dan mandiri.
4. Alur Managemen RBM

5. Fungsi RBM
• Pusat belajar dan pembelajaran warga
• Pusat pelatihan & pengembangan ketrampilan hidup warga
• Pusat pengembangan potensi kewirausahaan dan ekonomi
warga
6. Aktivitas RBM
A. Pusat Belajar dan Pembelajaran Warga:
• Bimbingan Belajar Baca Qur‘an (BBQ) atau Taman Pendi-
dikan Al-Qur‘an (TPA)
• Pengembangan Komunitas Anak Kreatif
• Bimbingan Belajar (Bimbel) untuk anak-anak komunitas
• Komunitas Belajar Warga
B. Pusat Pelatihan dan Ketrampilan Warga:
Pelatihan-pelatihan ketrampilan hidup warga (Life Skill)

| 189 |
THE SPIRIT of DAUZAN

C. Pusat pengembangan potensi kewirausahaan dan ekonomi


Warga
• Mendorong berdirinya Usaha Komunitas Mandiri (UKM)
warga
• Mendorong terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) Komunitas
7. Penangungjawab RBM
A. Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kota Metro
B. PCM
C. PRM
8. Peran TIM RBM
Peran MPI:
A. Tim Pendamping/Fasilitator disetiap RBM
B. Penggalangan Donatur Buku (melakukan kegiatan pengga-
langan buku, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik
pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, perguruan tinggi,
penerbit dan lainnya)
C. Penyiapan Relawan Pencerdas Komunitas/Tim Fasilitator
Pendamping di setiap RBM
D. Penyiapan Spanduk Banner RBM
E. Penyiapan Pelatihan bagi Relawan Lokal dan Pengelola RBM
dari masing-masing Ranting.
Peran PCM:
A. Menunjuk satu ranting untuk menjadi pilot project RBM di
tahun 2018
B. Menjadi mitra pembentukan dan pengawasan RBM
C. Dan hal-hal lain yang dapat dikontribusikan untuk pendidikan
komunitas
Peran PRM:
A. Penyiapan tempat RBM
B. Tim penggalang donatur buku di tingkat warga
C. Tim pengelola/pengurus RBM
D. Penyiapan sarana dan prasarana RBMmelalui swadaya
masyarakat

| 190 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

E. Menyiapkan tenaga relawan lokal sebagai relawan pencerdas


komunitas

Gagasan program Rumah Baca Muhammadiyah (RBM) adalah


langkah kecil ikhtiar MPI PDM Kota Metro dalam bergerak dan ber-
dakwah literasi. Masyarakat sebagai subyek utama harus mau ber-
gerak bersama dalam mencerdaskan generasi bangsa ditengah
hiruk-pikuk kemajuan zaman. Sebagai bagian dari penggiat literasi
perjuangan dalam menyemai bibit masa depan bangsa akan terus
bergerak tanpa lelah dan bersama-sama.
Wallahu a’lam bi showab.

Nurris Septa Pratama, S.Pd., M.Pd. (pakcik.septa88@gmail.com)


Sekretaris MPI PDM Kota Metro
metro-kota.muhammadiyah.or.id | pdmkotametro.or.id

| 191 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Angon Buku
“Literasi Kampung
Tapi Tak Kampungan”
Nushrat Uyun

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya”
(Qs. Al-‘Alaq 1-5)

Perpustakaan Masjid Nawwal Utsman As Subai’i, yang sebelum-


nya bernama Masjid Al-Muhajirin, di situlah ada gerakan
Komunitas “Angon Buku” oleh para pemuda kampung aktifis
Muhammadiyah di Desa Sooko.

C
atatan dunia sejarah Islam pada awal kerasulan
Muhammad, beliau berkhalwat (meninggalkan kera-
maian) di Goa Hira. Setelah itu beliau menerima wahyu
yang pertama, Surat Al ‘Alaq 1-5. Inilah wahyu pertama yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Wahyu
inilah juga yang menjadi tonggak perubahan peradaban dunia.
Dengan turunnya ayat tersebut maka berubahlah garis sejarah umat
manusia. Berubah dari kehidupan jahiliyah nan gelap dalam semua
| 192 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

aspek, termasuk di dalamnya kegelapan ilmu pengetahuian,


menjadi terang benderang. Dan tidak dipungkiri perubahan-
perubahan itu ternyata diawali dengan “Iqra” (bacalah).
Perkembangan hebat yang merekam jejak dan pencapaian sejak
dulu hingga sekarang manusia di sepanjang sejarah menjadikan
gerakan literasi memperkaya wacana pada warga masyarakat
hingga di pelosok kampung desa. Berhadapan dengan hal-hal yang
begitu rumit dan tak terjelaskan, setelah banyak memiliki pengeta-
huan dan nalar imajinatif di masyarakat desa, maka orang bisa
mengurai hubungan-hubungan yang ada dalam kehidupan di
kampung. Dengan pemahaman tentang hubungan-hubungan antar
suatu hal dengan pemahaman baru, masyarakat yang terliterasikan
akan menemukan dunianya yang baru. Dunia yang kian mudah
untuk dihadapi dengan pikiran, dengan sikap dan tindakan. Orang
yang terliterasikan kemudian akan mudah untuk berperan
mengatasi masalah-masalahnya sendiri dan membantu mengatasi
masalah orang lain.

Tentang Komunitas Angon Buku


Komunitas Angon Buku, mendengar sekilas namanya yang
begitu ndeso aneh di telinga. Kata “angon” berarti mengembala,
Angon Buku berarti mengembala buku. Di situ saya mengibaratkan
sebagai perjalanan untuk mencari ilmu kehidupan. Di sinilah Angon
Buku berawal gerakan literasi desa dengan tujuan membuat sema-
kin banyak orang membaca dan menulis. Membaca sebagai budaya
akan membantu imajinasi kreatif masyarakat kampung. Sedangkan
implementasinya adalah budaya menulis dan bicara yang membuat
masyarakat bisa menyampaikan pesan, informasi, persuasi atau
berkomunikasi untuk mengatasi masalahnya. Dari kemampuan
memahami menjadi kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi
aktif inilah sebenarnya jantung dari gerakan literasi itu.

Literasi Kampung Desa


Angon Buku gerakan yang sejak awal memang adalah gerakan

| 193 |
THE SPIRIT of DAUZAN

literasi desa dengan tagline: Datang, Baca, Gembira. Awal


perkenalan orang yang baru tahu apa itu literasi? Orang hanya
sekedar bisa mengartikan hanya membaca dan menulis saja, tetapi
juga perlu pemahaman menggunakan kemampuan itu untuk
meningkatkan wawasan dan mendorong untuk berpartisipasi aktif
untuk menyikapi persoalan-persoalan. Sebagaimana membaca
definisi UNESCO tentang literasi, juga menyebutkan bahwa gerakan
ini harus mendorong orang untuk “active power” atau berdaya aktif.
Yang saya fahami dari definisi UNESCO, saya beranggapan bahwa
gerakan literasi adalah sebuah proses, bukan hanya sekedar tujuan
akhir. Gerakan Literasi yang berarti pemberdayaan melalu kemam-
puan berliterasi. Dalam bahasanya sebagaimana yang sering
mengampanyekan gerakan cinta literasi melalui buka lapak baca
perpustakan adalah soal untuk menumbuhkan minat budaya baca
sebagai basis kegiatan menggapai pengetahuan, terciptanya nalar
kritis, imajinasi kreatif. Asumsinya adalah bahwa dengan semakin
terbuka imajinasi masyarakat desa untuk memahami dunia dengan
dialektikanya dan relasi-relasi antar bagian-bagiannya.
Menurut Mr.Fredick Mc Donald dalam Burns terbitan tahun
1996 halaman 8, definisi membaca merupakan rangkaian beberapa
respon yang lengkap, yaitu mencakup respon sikap, kognitif, dan
manipulatif. Definisi membaca dapat dibagi menjadi sub ketram-
pilan, meliputi sensori; persepsi; sekuensi; pengalaman; berpikir,
belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurut Fredick, aktivitas
membaca bisa terjadi apabila beberapa subketrampilan itu dilaku-
kan bersama-sama pada suatu keseluruhan yang saling terpadu.
Maka kemudian, Angon Buku yang berada di lereng Gunung
Wilis Dusun Sombro, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten
Ponorogo, dengan adanya perpustakaan itu sebagai modal awal
pergerakan dan peningkatan minat baca kepada masyarakat. Dan
kedepannya akan dijadikan sebagai lokasi perpustakaan untuk
msyarakat sekitar. Angon buku yang sekarang berlokasi di masjid
mendukung keberadaan di pusat keramaian perekonomian masya-
rakat karena berada dekat dengan pasar.

| 194 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Awal niat yang berkutat dibenak, yang menjadikan kenapa


bertempat di masjid? Karena, fungsi awal perpustakaan itu menye-
diakan buku untuk dibaca oleh jamaah dan adik-adik TPA di masjid
dusun sombro. Melihat kegiatan masyarakat mayoritas adalah
petani dan wirausaha, menjadikan asumsi buku yang sering dicari
adalah buku budidaya tanaman ataupun budidaya peternakan.
Kegiatan lapak baca gratis dari Angon Buku digelar keliling desa
setiap hari Ahad. Setiap Ahad Wage Angon Buku menggelar lapak
baca gratis di Masjid Jami’ desa. Setiap Ahad Wage diadakan kegi-
atan pengajian rutin, dan disitulah Angon Buku mendekat, menge-
nalkan dan mensosialisasikan minat baca kepada msyarakat. Antu-
sias masyarakat sungguh luar biasa, pencapaian peminjaman buku
gratis tidak kurang dari 10 orang peminjam buku. Inilah langkah-
langkah kami menumbuhkan minat baca masyarakat.
Harapan besar dari buka lapak baca gratis itu menjadikan sebuah
kualitas dan kuantitas masyarakat desa. Orang kampung tapi tak
kampungan, dengan itu Angon Buku yang datang dengan menaruh
harapan agar masyarakat bisa berkembang dan mampu menjadi
sejarah menghempas kebodohan kampung desa.

Nushrat Uyun (nushuyun34@gmail.com)


Komunitas Angon Buku lereng Gunung Wilis
Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Sooko, Ponorogo

| 195 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Menyadari Literasi
Mampu Tumbuhkan
Peduli: Pengalaman
Berliterasi Melalui
Tumblr
Oase Aulia Amjad

T
umblr adalah platform mikroblog sekaligus jejaring sosial
yang memungkinkan pengguna untuk mengirimkan konten
multimedia dalam bentuk blog pendek. Tumblr muncul
melengkapi beragamnya situs media sosial yang digunakan masya-
rakat kita, terutama bagi para pemuda Indonesia.
Fokus tumblr yang lebih kepada tulisan, dan perpaduannya yang
menarik antara website pribadi dengan media sosial menjadikan
tumblr sebagai situs yang berbeda. Ini menjadikan tumblr berhasil
menjadi pelarian bagi para pengguna blog ataupun wordpress yang
menginginkan platform yang lebih simple, namun nyaman
digunakan.
Begitu pula dengan saya, satu setengah tahun yang lalu, saya
mulai menjadi pengguna aktif tumblr. Saya ingin cerita yang saya
tulis akan lebih mudah untuk diakses teman-teman saya, atau
bahkan diakses siapa saja, dan lebih-lebih tampilan tumblr yang
memungkinkan pengguna untuk mengatur tampilannya dengan
mudahnya membuat saya jatuh hati.
| 196 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Dan ternyata itu terbukti, pembaca tulisan-tulisan di tumblr saya


meningkat. Bukan hanya secara jumlah pembaca, tapi beragamnya
jenis pembaca saya, yang awalnya sebatas teman-teman terdekat
menjadi lebih luas dari itu.
Tumblr bak tren yang akhirnya berkembang luar biasa di ling-
kungan saya, satu per satu teman-teman saya bergabung menjadi
pengguna tumblr. Satu teman mengajak teman yang lain, lalu
mempengaruhi temannya yang lain. Begitu seterusnya, tumblr
menjadi semakin ramai, bermanfaat banyak namun tetap dibung-
kus secara ringan dan menyenangkan.
Namun ada yang lebih penting dari sekedar menambahnya
jumlah viewers saya, ataupun meningkatnya penggunanya. Tumblr
berhasil menjadi media yang luar biasa. Mempertemukan ide-ide
yang awalnya tertahan ragu di benak pemuda Indonesia, bahkan,
menyebarluaskan pemikiran-pemikiran yang membangunkan sisi-
sisi kemanusiaan kita.
Saya ambil contoh, pengguna akun @academicus oleh Iqbal
Hariadi yang aktif menyebarkan opini-opininya, tentang perma-
salahan sederhana di keseharian kita, hingga tentang Indonesia
yang membuat saya (dan saya yakin ratusan pembaca lainnya)
merasa terusik, tergugah, terinsipirasi.
Bicara soal tumblr sebagai media penebar inspirasi, tidak afdhal
jika saya tidak menyebutkan salah satu penulis favorit saya, Kurnia-
wan Gunadi. Tulisan-tulisan Mas Gun mampu menggerakkan saya
untuk memperhatikan apa yang tidak saya perhatikan, mengge-
rakkan saya untuk mau ‘membaca’, membaca kondisi sosial ling-
kungan saya dan berani mengambil sikap sesuai jati diri saya,
sebagai seorang muslim misalnya. Tumblr berjasa memperkenalkan
saya dengan Mas Gun, seorang penulis, designer, dan bagi saya,
seorang pegiat literasi.
Karena bagi saya, literasi bukan hanya sebatas membaca buku,
lalu sudah begitu saja. Tapi membaca dalam artian yang sangat
luas, memperhatikan -memproses- dan memahami apa yang ada
di sekelilingnya. Membaca keadaan sosial masyarakat kita salah

| 197 |
THE SPIRIT of DAUZAN

satu contohnya. Karena literasi seharusnya mampu menjadikan


manusia sebagai subjek yang kritis terhadap dirinya maupun
lingkungannya, sebagai jalan membentuk perubahan-perubahan,
perkembangan-perkembangan bagi masyarakat kita.
Kekuatan literasi bagi saya adalah kekuatan menggerakkan,
menggerakkan manusia untuk terus peduli, terus berbenah dan
terus mempertahankan kebaikan. Pada akhirnya, ini berbicara
tentang posisi manusia di dunia, sebagai khalifah yang bertugas
memberi kemaslahatan bagi dirinya, lingkungannya dan kepada
dunia.
Dan saya merasakan tumblr mampu menjadi media yang tepat
untuk menyebarkan semangat ber-literasi. Saya merasakannya
sendiri. Agustus 2016 saya berkesempatan berangkat ke China,
sebagai peserta program AFS, yaitu pertukaran pelajar untuk siswa-
siswi SMA/MA. Dengan AFS, saya menetap di sana kurang lebih
selama 11 bulan, tinggal di host family, yaitu orang tua asuh yang
dengan suka rela mengasuh saya sebagai anak mereka. Saya juga
bersekolah di sana seperti teman sebaya lainnya di sana.
Dengan pengalaman seperti itu, saya memiliki banyak cerita
yang sayang sekali jika hanya saya simpan didalam buku harian
saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk membagikannya di
halaman tumblr saya. Awal mulanya, tumblr berhasil memicu saya
untuk terus menulis, terus berliterasi, tidak boleh absen mengamati
dan terus berbagi.
Lambat-laun, tanpa saya sadari saya mendapat feedback dari
para pembaca, mereka menyukai cerita saya, dan mengaku terin-
spirasi dengan apa yang saya ceritakan.
Bukan tentang pengakuan itu yang saya tekankan, tapi betapa
tumblr mampu dengan efektifnya menyebarkan inspirasi bagi
penggunanya.
Hingga akhirnya, saya membuat semacam seri tulisan dengan
judul ‘Tentang China’, itu berisi kumpulan cerita saya tentang
budaya China, tentang orang-orang China, dan tentang hal-hal
remeh tapi ternyata bisa mendefinisikan China di mata saya. Dan

| 198 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

tanpa saya sadari, kumpulan-kumpulan cerita tersebut mampu


menggerakkan pemahaman para pembaca. Banyak yang mengaku
menjadi ‘mengenal’ China berkat cerita yang saya tulisankan.
Secara tidak saya sadari, saya menulis cerita-cerita yang mem-
bantah stereotype orang-orang China. Yang saya sendiri percaya,
bahwa untuk membangun hubungan yang baik antar satu bangsa
dengan bangsa yang lain, antar satu agama dengan agama yang
lain dan bahkan antara satu etnis dengan etnis, yang paling penting
adalah mereka harus saling mengenal. Dan pastinya, dibutuhkan
pemahaman yang baik diantara mereka, pemahaman yang benar,
bukan sekedar stereotype. Sehingga saya percaya, membantah ste-
reotype adalah upaya yang bisa saya lakukan sebagai modal
membentuk pemahaman yang lebih baik antara bangsa di dunia.
Untuk mewujudkan dunia yang damai, dunia yang mampu
menerima beda.
Atas dasar pengamatan dan pengalaman, saya percaya bahwa
tumblr bisa menjadi media literasi yang tepat bagi pemula seperti
saya. Sederhana, mudah, namun tetap mampu memberi dampak
menggerakkan orang-orang di lingkungan kita, seperti tujuan dari
literasi itu sendiri.
Tumblr mampu menjadi sarana untuk menumbuhkan kemam-
puan dan motivasi dalam menulis dan membaca apa-apa yang
terjadi di sekeliling kita. Sebagai ikhtiar mendalami literasi, untuk
memunculkan peduli.

Oase Aulia Amjad (tukbanyubening@gmail.com)


Peserta pertukaran pelajar AFS 2016-2017
di Harbin, Heilongjiang, China.
PR IPM Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta
oaseamjad.tumblr.com

| 199 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Kegiatan Literasi di
SD Negeri Gambaran
Puji Astuti

K
egiatan literasi di SDN Gambaran Kaliwiro Wonosobo
dilaksanakan setiap hari 15 menit sebelum pelajaran di
mulai. Semua siswa dari kelas I sampai kelas VI melakukan
kegiatan membaca. Teknik membaca di kelas I dan kelas II dengan
membaca lirih didampingi guru kelas. Sedang untuk kelas III sampai
kelas VI dengan membaca pemahaman, atau membaca dalam hati,
sering disebut membaca hening.
Buku yang digunakan adalah Buku Bacaan Berjenjang bantuan
dari Program USAID Prioritas. Setiap hari Sabtu guru menyiapkan
buku bacaan sesuai level siswa (A-F) untuk stok bacaan selama satu
minggu. Setiap pagi dari hari Senin-Jumat sebelum pelajaran dimu-
lai siswa wajib membaca selama 10 menit. Waktu membaca diba-
tasi dengan star mulai membaca bersama-sama. Setelah 10 menit
guru menghentikan kegiatan membaca dan menarik semua buku
bacaan dari hadapan siswa. Selesai atau tidak semua siswa harus
menghentikan kegiatan membacanya.
Selanjutnya, guru membagikan buku catatan khusus untuk
kegiatan literasi dan anak menuliskan/menceritakan kembali secara
tertulis apa yang sudah dibaca. Guru mendampingi siswa menulis
dengan mengingatkan penggunaan huruf kapital, tanda baca, dan
pengelolaan ide siswa. Kegiatan menulis dibatasi selama 5 menit.
Ketika waktu 5 menit habis semua siswa berhenti menulis dan
| 200 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

mengumpulkan buku catatannya. Hari itu juga guru memeriksa hasil


tulisan siswa dan memberi catatan penting di bawah tulisan siswa.
Buku itu akan dikembalikan pada siswa pada esok harinya sebelum
siswa menulis kembali siswa membaca catatan guru dan mema-
hami apa yang harus diperbaiki. Kegiatan itu berlangsung setiap
hari hingga hari Jumat.
Teknik literasi dilakukan berbeda pada hari Sabtu. Khusus hari
sabtu semua siswa melakukan senam pagi bersama. Setelah itu
setiap siswa berkumpul sesuai kelasnya masing-masing. Guru kelas
menyiapkan buku bacaan dan membagikan pada siswanya sesuai
urutan atau jenjang yang sudah dilakukan siswa pada hari sebe-
lumnya. Waktu membaca sama dengan kegiatan lierasi di kelas yaitu
10 menit. Melalui pengeras suara guru yang bertugas sebagai koor-
dinator mengumumkan waktu dimulainya membaca. Semua siswa
membaca hening kecuali siswa kelas I yang rata-rata kemampuan
membacanya masih di tingkat awal, sehingga siswa kelas 1 diberi
tempat agak terpisah dari kelas lainnya supaya aktifitas memba-
canya tidak mengganggu siswa lain. Guru kelas mendampingi siswa
untuk mengantisipasi siswa yang tidak bersungguh-sungguh dalam
membaca, bercanda, atau mengganggu teman lain.
Setelah 10 menit berlangsung, guru koordinator memberita-
hukan bahwa waktu sudah habis. Semua siswa menghentikan
kegiatan membacanya dan semua guru kelas menarik buku bacaan
dari tangan siswa. Guru koordinator meminta setiap kelas untuk
menyiapkan satu siswa yang paling siap untuk maju ke depan kelas,
menceritakan kembali apa yang sudah dibacanya kepada semua
siswa. Kegiatan menceritakan kembali secara lisan dilakukan secara
urut dari kelas VI, kelas V, kelas IV dan seterusnya hingga terakhir
kelas I. Hal ini dilakukan dengan tujuan siswa kelas VI sudah mampu
memberi contoh berpenampilan yang menarik saat menceritakan
kembali di depan semua teman. Baik dari segi ekspresi, diksi, into-
nasi, maupun rasa percaya diri yang dibangun saat bercerita. Ini
penting supaya terjadi pemodelan untuk adik kelasnya masing-
masing. Waktu bercerita juga dibatasi selama 5 menit.

| 201 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Untuk mengapresiasi dan memotivasi siswa agar semakin


bersemangat dalam melakukan kegiatan literasi, sekolah menye-
diakan riward bagi siswa yang mampu menuliskan alur cerita de-
ngan runtut, penggunaan tanda baca dan huruf kapital dengan te-
pat, serta mampu menceritakan kembali sesuai kemampuan ber-
bahasanya bukan sekedar menghafal atau menjiplak bacaan yang
baru dibacanya. Reward berupa kartu smile, yang jika sudah menda-
patkan 10 kartu dapat ditukar dengan alat tulis di koperasi sekolah.
Bagi siswa yang sudah melakukan kegiatan menceritakan kem-
bali secara lisan, setiap hari sabtu selama 3 kali juga mendapatkan
reward dari sekolah berupa bingkisan menarik juga berisi alat tulis
yang bermanfaat untuk siswa.
Kegiatan literasi ternyata membawa dampak positif bagi siswa.
Bukan saja dari segi kognitifnya, namun juga dari segi pengem-
bangan karakter. Hal positif itu antara lain:
a. Dari segi kognitif
1. Perbendaharaan kosa kata siswa semakin meningkat
2. Peningkatan dalam pemahaman konsep
3. Siswa terbiasa berfikir aktif, dan kreatif
4. Kemampuan mengeluarkan ide, pendapat, dan tanggapan
dalam melakukan diskusi kelompok.
b. Dari segi sikap
Pengembagan karakter dapat diimplementasikan pada kegiatan
literasi, antara lain:
1. Kemampuan siswa mengelola waktu dengan baik mendu-
kung meningkatnya karakter disiplin.
2. Saling menghargai, tercermin dalam kegiatan membaca he-
ning siswa menjadi sadar untuk menghargai kebutuhan ke-
nyamanan teman lain pada waktu kegiatan membaca. Hal
ini juga tercermin ketika siswa lain sedang bercerita di depan
siswa diam memperhatikan dan jika ada tanggapan meng-
gunakan bahasa yang santun dan tidak menyinggung.
3. Rasa percaya diri, saat siswa menceritakan kembali di depan
teman-temannya dibutuhkan rasa percaya dan pemberani.

| 202 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

c. Dari segi ketrampilan


Aspek ini tidak bisa serta merta terbentuk, namun kegiatan
literasi membantu terbentuknya ketrampilan siswa dalam hal:
1. Siswa terbiasa menggunakan ketrampilan berbahasa yang
baik
2. Siswa terbias menulis dengan menggunakan kerampialn
menulis yang baik dari sistematika, isi, dan EYD nya.
Mengingat begitu pentingnya manfaat kegiatan literasi SDN
Gambaran berusaha meningkatkan kegiatan tersebut walaupun
tidak sedikit kesulitan yang dihadapi, antara lain:
1. Minimnya stok bahan bacaan yang dimiliki, selama ini SDN
Gambaran hanya mengandalkan bahan literasi dari Buku Bacaan
Berjenjang yang sebetulnya buku tersebut hanya diperuntukkan
bagi siswa kelas awal yaitu kelas I, II, dan III.
2. Kemampuan guru dalam mengelola waktu harus terus diting-
katkan, jangan sampai kegiatan literasi justru mengganggu
kegiatan pembelajaran
3. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari pihak guru dan kepala
sekolah untuk mensukseskan program literasi. Kedisiplinan dalm
mengkondisikan waktu dan menyiapkan bahan bacaan tidak
boleh diabaikan.
4. Perlunya dukungan dan kerja sama dari semua stake holder
bidang pendidikan termasuk peran serta dinas pendidikan, or-
ang tua, dan masyarakat sekitar.
Menjadikan program literasi di sekolah menjadi sebuah kebu-
tuhan bukan hal yang mudah semudah membalik telapak tangan.
Namun jika semua itu diawali dengan keinginan yang kuat, sema-
ngat, dan komitmen yang tinggi, keberhasilan pasti akan dapat
diraih.

Puji Astuti (puji.astutipuji@yahoo.co.id)


Kepala SD Negeri Gambaran Kaliwiro Wonosobo

| 203 |
THE SPIRIT of DAUZAN

KUNTUM, 40 Tahun
Menginspirasi Kaum
Muda
Rasyid Sidiq

“Menulislah, apa pun, jangan pernah takut tulisanmu


tidak dibaca orang, yang penting tulis, tulis, dan tulis,
suatu saat pasti berguna.”
(Rumah Kaca- Pramoedya Ananta Toer)

A
wal tahun 1976, Agatha Christie, novelis kondang
berdarah dingin kelahiran Torquay menghembuskan
nafas terakhirnya. Saat itu pula, beliau berhenti me-
nulis dan meninggalkan sejarah lewat karyanya. Beliau bersinar di
masa keemasan fiksi detektif. Lebih dari 80 karya tulisnya pun laris
manis terjual di pasaran dunia. Pasca kabar duka tersebut, Steve
Jobs dan Steve Wozniak tengah sibuk merakit piranti mutakhir
berlabel Apple Inc. di meja kerjanya, yang hingga kini menjadi maha
karya yang digandrungi semua umat. Sedangkan ulama, politisi,
sekaligus penulis kebangaan Indonesia, Mohammad Natsir, tengah
berada di London, menghadiri “Pesta Dunia Islam” atau dikenal
dengan World of Islam Festival. Sebuah acara perayaan yang penuh
tanda tanya, karena Islam khususunya di Asia Tenggara kala itu
sedang tidak dalam keadaan patut untuk dipestakan.
| 204 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Sedangkan di Kota Pelajar Yogyakarta, pada pertengahan 1976


silam, sekumpulan bocah ingusan bertitel pelajar malah asyik
berkumpul menggosipkan Timor Timur yang baru saja diangkat
menjadi provinsi ke-27 Indonesia. Tak sekedar bergosip ria, diam-
diam mereka pun menyusun strategi dengan merajut gagasan
literasi berbasis komunitas pelajar. KUNTUM, ibarat kuncup bunga
yang hampir mekar, hendak dijadikan simbol kebebasan anak muda
tersebut dalam mengekspresikan karyanya lewat sebuah tulisan.
Boleh jadi, mereka tengah mengamalkan ajaran “Menulis adalah
sebuah keberanian…” yang dianut oleh kakek Pram dengan menja-
dikan KUNTUM sebagai ruang tukar pikiran melalui tulisan.
Tak cukup sampai disitu, merasa miris akan miskinnya sumber
bacaan (baca: khususnya majalah remaja) kala itu, yang lebih
mengagungkan “lifestyle” sebagai topik utamanya. Sebaliknya,
“Inspirasi Kaum Muda” pun didapuk menjadi jargon abadi KUNTUM
dalam menyebarkan paham-paham bernilai “edukatif” dan
“inspiratif” ke remaja lewat tren majalah. Sederhana, harapannya
karya mereka tersalurkan dengan baik dan para remaja pun dapat
mengkonsumsi bacaan bergizi cukup alias mendidik.
Semakin besarnya minat para pembaca yang akrab disapa Sobat
Kuntum, membuat KUNTUM yang awalnya hanya terdistribusi di
kota pelajar, diambil alih pengelolaannya oleh Pimpinan Pusat
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) yang merupakan organisasi
pelajar terbesar di Indonesia dengan lebih dari tujuh juta pelajar
sebagai anggotanya. Sehingga, pada tahun 1988 menjadi era
KUNTUM secara resmi mendapatkan izin terbit dan terdistribusi
secara nasional.
Perlu diketahui, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah
salah satu organisasi kepemudaan Muhammadiyah yang tersebar
di seluruh sekolah muhammadiyah di Indonesia dengan basis massa
pelajar. IPM pernah dinobatkan sebagai peraih penghargaan
Organisasi Kepemudaan terbaik se-Indonesia tahun 2006, 2011,
2013 dan 2015 oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia, serta meraih ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Or-

| 205 |
THE SPIRIT of DAUZAN

ganization in ASEAN) Award pada tahun 2013, dan masih banyak


lagi.
KUNTUM hingga saat ini menjadi majalah pelajar muslim
bulanan terbesar di tanah air dengan oplah kurang lebih 5.000
eksemplar yang disebarkan ke seluruh sekolah Muhammadiyah di
seluruh wilayah Indonesia. KUNTUM menjadi majalah wajib
anggota IPM di seluruh SMP dan SMA Muhamamdiyah di Indone-
sia yang terus melakukan transformasi fisik dan kelembagaan.
Selain di sekolah Muhammadiyah, sekolah negeri juga menjadi
penikmat majalah KUNTUM melalui jaringan ROHIS yang juga
menjadi pembaca setia KUNTUM.
KUNTUM selalu berusaha menghadirkan rubrik-rubrik yang
sesuai dengan keinginan maupun kebutuhan para pelajar. Seperti
rubrik Resensi, Review, What’s Up, Youth Profile, E-Lifestyle, Cam-
pus, Tokoh, Unique, Klinik Remaja, Kuliner, Speak Up, dan rubrik-
rubrik menarik lainnya, yang menjadi kebutuhan para remaja.
KUNTUM pun membuka ruang selebar-lebarnya bagi Sobat Kuntum
untuk ikut andil mengirimkan karya terbaiknya. Seperti halnya,
rubrik kiriman fiksi berupa Cerpen dan Puisi, lalu non-fiksi berupa
Idea dan Sana-Sini, hingga fotografi lewat rubrik On The Spot.
Topik utama yang diangkat di Majalah KUNTUM pun selalu
melihat isu-isu terkini yang tengah berkembang dikalangan pelajar
secara lokal hingga nasional. Misalnya, pada edisi 388 yang terbit
pada Mei 2017 lalu, KUNTUM pun turut serta menyemarakkan Hari
Pendidikan Nasional dengan topik utama berjudul “Sekolah
Idaman”. Bahkan, pada edisi 393 yang terbit pada Oktober 2017
lalu, KUNTUM mengangkat isu tentang “Kids Zaman Now” sebagai
respon aktif KUNTUM terhadap kondisi remaja masa sekarang. Dan
masih banyak lagi, isu-isu penting dikalangan pelajar yang pernah
KUNTUM muat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab media
remaja khususnya kalangan pelajar.
Setiap bulannya, KUNTUM terbit rutin dengan tebal 48 halaman
dan dibaca lebih dari 1.000.000 pelajar se-Indonesia lewat 2.984
sekolah yang menjadi pelanggan setia KUNTUM selama bertahun-

| 206 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

tahun. Sebagian besar, didistribusikan kepada para pelanggan setia


yang berlangganan secara kolektif dari tingkat SMP hingga SMA
di Indonesia. Sebagian lainnya, didistribusikan secara gratis untuk
para pelajar melalui Perpustakaan dan Ikatan Pelajar Muham-
madiyah atau bahkan OSIS di SMP atau SMA sederajat serta bebe-
rapa perguruan tinggi swasta dan negeri di Indonesia.
KUNTUM pun kembali menghidupkan semangat komunitas
literasi lewat Komunitas Sobat Kuntum di tahun 2017. Hal tersebut,
didasari akan keprihatinan KUNTUM terhadap remaja yang mulai
meninggalkan etos literasi dengan lebih memilih gadget sebagai
sarana pelampiasan kesenangan duniawi semata. Tak masalah,
asalkan budaya literasi berupa baca, tulis, pun tetap diamalkan
ditengah budaya narsis di media sosial dan internet. Justru, ha-
rapannya malah remaja masa kini harus mampu memanfaatkan
media sosial dan internet untuk lebih melek literasi.
Hingga kini, ditengah arus digital yang semakin ketat, selama
40 tahun lamanya KUNTUM masih eksis terbit menebar semangat
literasi berkat dukungan Sobat Kuntum. KUNTUM sadar, bahwa
cepat atau lambat tren cetak memang tidak bisa terlalu diharapkan
sepenuhnya. KUNTUM pun turut serta eksis menyemarakkan gaung
tren digital melalui www.majalahkuntum.com dan media sosial
KUNTUM melalui fanspage Facebook (Kuntum Magazine), Twitter
@MajalahKuntum, dan Instagram @KuntumMagazine. Kemudian,
banyak terlibat pula menebar inspirasi literasi dalam kegiatan jur-
nalistik di sekolah-sekolah ataupun komunitas. Yogyakarta, Mage-
lang, Gunung Kidul, Sragen, Purworejo, Surabaya, dan beberapa
kota lainnya adalah daerah-daerah yang pernah KUNTUM singgahi.
Sesuai semboyan brand KUNTUM, “Inspirasi Kaum Muda”.
Panjang umur kreativitas!

Rasyid Sidiq (rasyid.hai@gmail.com)


Crew Majalah Kuntum
http://id.majalahkuntum.com

| 207 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan Pondok
Shabran
Rezza Perwiranegara Sudirman

“Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau harus


tahan lelahnya kebodohan”
(Imam Syafi’i)

M
enjadi kebanggan tersendiri ketika mempunyai
identitas sebagai mahasiswa dikalangan masyarakat
awam. Agent of change itulah sebutan yang sering
didengar oleh mahasiswa, gelar mahasiswa bukan hanya sebagai
kebanggan saja. Namun kebanggaan itu harus bisa diiringi dengan
semangat revolusioner untuk belajar dimana saja seperti kata
Muhammad Abduh salah satu pemikir islam pembaharu ”setiap
orang adalah guru dan setiap tempat adalah madrasah”. mahasiswa
harus menempa diri guna mendedikasikanya serta mampu men-
transformasikan masyarakat awam menjadi masyarakat yang berke-
majuan dengan berbagai metode.
Pondok Hajjah Nuriyah Shabran adalah pondok kader Muham-
madiyah yang diawasi langsung oleh Pimpinan Pusat Muham-
madiyah, mahasantrinya terdiri dari utusan pimpinan wilayah
muhammadiyah di seluruh indonesia. Pondo k Shabran mempunyai
perpustakaan yang memiliiki berbagai macam jenis buku mulai dari
buku hadits, tafir, sosial politik, filsafat dan macam lainnya. Kegiatan
| 208 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

yang sering di lakukan di perpustakaan adalah diskusi kultural yang


di adakan oleh mahasantri shabran guna mengasah nalar intelektual
mahasantri.
Beriring jalannya waktu menjadi mahasiswa di Universitas
Muhammadiyah Surakarta banyak sekali tantangan dan cobaannya.
Berbagai pergaulan yang cukup bebas keadaan mahasiswa yang
sudah teracuni oleh hedonisme dan konsumerisme membuat
aktivitas di Perpustakaan Shabran menjadi terhambat. Diskusi
hanya dilakukan oleh segilintiran orang yang memang masih sadar
dengan butuhnya asupan gizi intelektual. Namun itu semua tidak
mengurangi semangat untuk terus belajar. Teringat perkataan
Dahlan Iskan yang menjadikan kita tetap semangat “orang hebat
tidak dihasilkan dari kemudahan, kesenangan dan kenyamanan.
Mereka dibentuk melalui kesulitan dan air mata”. Maka dari itu
kita tetap melaksanakan proses pembelajaran di perpustakaan.
Abad 21 dikenal sebagai abad informasi, karena itu salah
satu aspek penting agar sebuah bangsa bisa keluar sebagai peme-
nang di abad ini adalah kemampuan untuk mendekatkan infor-
mation literacy masyarakatnya. Bila hal tersebut dapat dilaksanakan
maka akan muncul kekuatan information competency, yaitu ke-
mampuan untuk mendayagunakan informasi yang di perolehnya
untuk meningkatkan kinerja aktivitas sehari-hari, sehingga mem-
pengaruhi dan mempercepat dinamika masyarakatnya dan pada
akhirnya berpengaruh pada kemajuan negara. (Rodliyah, 2012).
Maka dari itu aktivitas pembedahan buku dari karya para tokoh
cendekiawan diselenggarakan dan dibedah oleh mahasantri itu
sendiri guna memotivasi mahasantri serta dapat melawan arus era
informasi yang dapat menghancurkan moral para anak bangsa.
Langkah yang dapat dilakukan ialah dengan menggencarkan
gerakan literasi di pondok selain untuk melawan kebodohan juga
memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Semenjak awal tahun 2017
aktivitas literasi sangat aktif sekali di perpustakaan shabran, diskusi
issue, ideologi, filsafat, belajar menulis, dan lain-lain. Semua itu di
lakukan secara bersama oleh orang-orang yang haus keilmuan.

| 209 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Namun pasca liburan semester genap semua terasa hampa


aktivitas literasi di perpustakan sangat berkurang. Terlalu disibukan
dengan aktivitas organisasi di kampus, mengadakan event orga-
nizing untuk menarik perhatian para mahasiswa baru agar bisa aktiv
di organisasi. Memang kegiatan seperti itu bagus tapi jangan sampai
meninggalkan aktivitas lterasi kita, karena sejujurnya ketika menga-
dakan event-event semacam itu aktivitas literasi kita berkurang,
seperti membaca, diskusi bahkan menulispun jadi berkurang.
Padahal membaca menjadi sangat hal yang harus dilakukan oleh
mahasiswa. Karena membaca bukan hanya membuka jendela dunia
tapi memungkinkan untuk menggegam dan menguasai dunia
(Mohammad ali, 2012). Persoalan yang dihadapi mahasiswa
semakin kompleks, disisi lain dampak negatif dari arus globalisasi
sangat terasa oleh kalangan pemuda mulai dari hedonisme,
konsumerisme, individualisme, kemorosotan moral bahkan sampai
budaya plagiarisme sering dijumpai di lingkungan universitas.
Memang yang saya rasakan adalah seperti itu, lebih ironisnya
lagi dalam lingkungan akademik dalam obrolan sehari-hari itu
menggosipi orang lain sampai pembicaraan yang berbau porno-
grafipun sering di jumpai di rubik akademik, padahal seharusnya
mahasiswa membicarakan persoalan-persoalan kampus, penin-
dasan, ketidakadilan yang terjadi masyarakat kemudian meng-
analisa dan menjawab segala persoalan yang ada di masyarakat
dengan ilmu pengetahuan yang sudah didapat dikampus. Bukankah
itu tugas seorang mahasiswa? Akademisi atau lebih cocok disebut
calon cendekiawan sebagaimana Kuntowijoyo mendifinisikannya.
cendekiawan ialah pemikir yang tidak tercabut dari akar-akar
sosialnya, yang menginjakkan kaki di bumi dan memiliki kesadaran
akan tanggung jawab sosial untuk memusnahkan kejahatan, kepe-
dulian terhadap kaum dhu’afa, orang lemah, orang yang tertindas
dari sistem kekuasaan. (Halim Sani, 2011).
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kita sudah memper-
siapkan diri kita untuk menjadi seorang cendekiawan atau seorang
intelektual? Seperti itukah yang dilakukan seorang intelektual

| 210 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

membicarakan hal yang tidak penting dibicarakan sibuk dengan


urusan pribadinya saja, membaca buku jarang, apalagi mau
berdiskusi dengan teman lainya. padahal para tokoh pahlawan kita
terdahulu adalah seorang kutu buku semua.
Karena tidak dapat dipungkiri juga bahwa orang-orang besar
adalah orang yang rajin membaca dan menulis bahkan menjadi
seorang yang kutu buku. Buku adalah bagian hidup yang tidak bisa
dipisahkan, bagi pemikir, buku bagaikan istri kedua. Ini juga dilaku-
kan oleh pendiri negara Indonesia, Muhammad Hatta dan Tan
Malaka, kemana pun mereka pergi selalu membawa berpeti-peti
buku. Bagi mereka hidup terasa mati bila tidak ada buku di
sampingnya. (Mardana, 2004).
Seperti itulah sedikit keadaan Perpustakaan Shabran untuk bela-
kangan ini, memang buku-bukunya sangat banyak, namun penge-
lolaan yang kurang kita pahami serta kesadaran untuk bergerak di
bidang literasi masih sangat minim sekali. Berangkat dari hal terse-
but, harapan saya sendiri ikut kepesertaan dalam Kopdarnas
Penggiat Literasi ini dapat mengelola perpustakaan dengan maksi-
mal serta dapat lebih menyadarkan diri saya sendiri dan teman-
teman saya betapa penting nya kita berliterasi terkhusus membaca,
membaca, membaca dan menulis untuk melawan kebodohan dan
ketidakbebasan serta melancarkan pendidikan guna memanusia-
kan manusia, agar pendidikan yang sedang kita tempuh di perguru-
an tinggi ini tidak sia-sia dan tidak mengecewakan orangtua kita
yang sudah kerja keras untuk membiayai pendidikan kita.
Seperti kata Paulo Freire, salah satu tokoh pembela kaum
tertindas asal Brasil, bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk
melakukan humanisasi manusia melalui proses penyadaran secara
terus-menerus sehingga manusia dapat terbebaskan dari belenggu
ketidakbebasan (Paulo Freire, 2000). Karena jangan sampai kita
belajar tidak mengetahui artinya kita belajar serta tidak dapat
membentuk karakter kita, pendidikan karakter sudah seharusnya
kita cari secara andragogi untuk dapat memanusiakan manusia dan
memajukan kehidupan bangsa. Tetapi prasyarat terbangunnya

| 211 |
THE SPIRIT of DAUZAN

pendidikan karakter nilai-nilai keutamaan adalah kebebasan, tanpa


kebebasan yang terjadi bukanlah pertumbuhan karakter. Tetapi
pembusukan karakter. (Mohammad Ali. 2012).
Disamping itu cita-cita saya seketika kembali ke kampung ha-
laman bisa menularkan budaya literasi dengan membentuk rumah
baca ataupun komunitas literasi ini kepada anak-anak dan para
pemuda serta masyarakat yang tinggal disana, agar pergaulan dan
pola pikirnya tidak terpengaruh oleh arus globalisasi yang negatif
dan bisa membentuk satu kampung yang giat dalam aktivitas literasi
untuk menuju masyarakat yang berkarakter dan berkemajuan.
Sekian tulisan ini saya sampaikan semoga bisa bermanfaat untuk
para pembaca budiman.

Rezza Perwiranegara Sudirman (rezzaalqarny@gmail.com)


Perpustakaan Pondok Hajjah Nuriyah Shabran UMS

| 212 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Membangkitkan
Tradisi Keilmuan
Melalui Gerakan
Literasi
Riza Azyumarridha Azra

S
ejarah mengajarkan bahwa tanpa ilmu, bangsa yang
mempunyai kekuasaanpun, tidak dapat mempertahankan
miliknya, malah dia akan bergantung kepada orang atau
bangsa lain yang lebih berilmu. Amerika sangat memahami posisi
penting dunia ilmu ini, Philip Coomb, mantan wakil menteri Menteri
Luar Negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan John F
Kennedy, menjadikan pendidikan dan kebudayaan sebagai aspek
keempat dari politik luar negeri, disamping ekonomi, diplomasi dan
militer. Dalam perang modern, persenjataan lebih bergantung pada
ilmu pengetahuan ilmiah dibandingkan dengan hitungan tradisional
jumlah tentara dan militer .
Hanya saja mencari bulir ilmu dan hikmah diantara tumpukan
sampah peradaban yang bercorak duniawi bukanlah hal yang mu-
dah. Hal ini semakin diperparah dengan lebarnya jarak antara
kemajuan peradaban Barat dengan dunia Islam, menyebabkan
lembaga-lembaga pendidikan di dunia Islam, sampai pada pergu-
ruan tingginya merupakan konsumen dari ilmu pengetahuan yang
dihasilkan oleh peradaban Barat. Kondisi ini oleh Syed Hussein al
| 213 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Attas disebut sebagai benak yang terbelenggu (captive mind) yang


ditandai dengan tidak dimilikinya kreatifitas dan kemampuan untuk
mengungkapkan masalah yang orisinal, mengalami pandangan
yang terpecah dan terasing dari isu-isu besar masyarakat maupun
tradisi bangsanya sendiri.
Kaum terdidik yang dihasilkan oleh benak yang terbelenggu,
alih-alih mencerdaskan kehidupan bangsanya justru menjadikannya
semakin terjerat kedalam neo imperialisme. Tidak punya kebera-
nian untuk merumuskan alternative keluar dari bangsa penjajah,
tapi menghambakan dirinya pada korporasi trans nasional yang siap
memanjakan kehidupan individualnya. Pada posisi inilah sebenar-
nya peran mahasiswa Islam dan Perguruan Tinggi Islam ditunggu
kiprahnya untuk memberikan kesadaran intelektual betapa pen-
tingnya melakukan rekonsktruksi peradaban milik sendiri, sehingga
kehidupannya tidak bergantung pada pihak lain. Mendidik barisan
intelektual yang berjiwa merdeka dan berani berjuang untuk me-
negakkan peradabannya sendiri. Muhammad Natsir pernah meng-
ingatkan pentingnya membentuk karakter manusia pejuang ini.
“Sejarah telah memberi tahu pada kita, bahwa bangsa manapun
yang berjuang demi kelangsungan merek, dengan menempuh
marabahaya demi mempertahankan eksistensi, tentu pada suatu
saat akan mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Mereka akan
menemukan kebudayaan sendiri. Mereka dapat “memberikan
pelajaran budaya” pada bangsa-bangsa lainnya, disamping membe-
rikan “warisan budaya” pada keturunan atau bangsa-bangsa di
belakang mereka. Ini adalah sunnatullah yang berlaku baik di Barat
maupun di Timur, sejak dari bangsa Cina, India, Mesir, Romawi,
Arab, sampai bangsa-bangsa dunia Barat sekarang ini.
Gerakan Literasi mempunyai peranan penting dalam mem-
bangkitkan budaya ilmu untuk membentuk bangsa yang tangguh
yang mampu menemukan kebudayaannya sendiri. Gerakan literasi
perlu untuk terus digulirkan dan dijaga eksistensinya, karena de-
ngan gerakan literasi yang massif maka akan membangkitkan tradisi
keilmuan di masyarakat yang nantinya akan menciptakan cara

| 214 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

pandangan ilmu secara otentik melalui gerakan literasi yang orisinil.


kerap kali ketika kita mendengar literasi yang tergambar dalam
benak kita adalah buku, tetapi hakikatnya literasi tidak melulu ber-
bicara masalah buku tetapi bagaimana kita bisa membaca alam
membaca sosial masyarakat serta membaca problem yang ada
dilingkungan serta bisa berinteraksi dengan sekitar menggunakan
nalar ilmu yang sehat.

Mencari Model Gerakan Literasi


Saat ini, gerakan literasi khususnya melalui budaya membaca
belum menemukan komposisi yang pas untuk bisa menyatu dengan
masyarakat. Tidak bisa kita pungkiri rendahnya minat baca dalam
masyarakat bisa menjadi salah satu tolak ukur bahwa membaca
untuk memperoleh ilmu belum menjadi suatu kebanggaan, hoby
atau ekstrimnya belum bisa menjadi candu di masyarakat. Padahal
sebegitu pentingnya budaya literasi untuk membentuk masyarakat
ilmu serta melalui buku pula jendela dunia akan terbuka lebar
memberikan inspirasi baru dan pengalaman baru dalam kehidupan.
Dalam kitab suci Al Qur’an ayat yang pertama kali diturunkan adalah
iqra’ bacalah, hal tersebut menekankan kepada kaum muslim
bahwa wahyu pertama yang diajarkan adalah bacalah bagaimana
seseorang didorong untuk mendapatkan ilmu dengan membaca.
Perlunya mencari komposisi yang ideal untuk mencari model
gerakan literasi yang bisa dengan mudah berdiaspora dan menyatu
dengan masyarakat, menjadi suatu gerakan yang orisinil dan
otentik, untuk membentuk atmosfer keilmuan di masyarakat.
Memang tidak mudah untuk menciptakan budaya literasi dalam
suatu tatanan masyarakat, butuh proses panjang untuk bisa men-
ciptakan atmosfer ilmu. Selain itu, membutuhkan banyak pihak un-
tuk bergerak bersama saling menguatkan.
Gerakan literasi harus berjamaah, antara guru, orang tua dan
komunitas harus serentak menciptakan atmosfer ilmu di masing-
masing jangkauan. Bagaimana guru bisa bergerak menciptkan
budaya literasi di kelas-kelas, kemudian ada orang tua yang bisa

| 215 |
THE SPIRIT of DAUZAN

membentuk budaya literasi di rumah-rumah. Terakhir, ada komu-


nitas yang terus mendorong lingkungan masyarakat untuk ber-
literasi yang menggembirakan. Tiga komponen tersebut berperan
besar untuk bahu-membahu berjamaah, membuat atmosfer
keilmuan baru terkait literasi, karena ketiganya saling beririsan dan
saling terhubung satu sama lain. Tinggal saat ini bagaimana kesa-
daran dari elemen tersebut untuk bergerak berjamaah, memasifkan
gerakan literasi, terkhusus budaya membaca yang saat ini masih
sangat memprihatinkan di masyarakat.
“Gropyokan Literasi” tidak hanya dilakukan berjamaah oleh
guru, orang tua ataupun komunitas, tetapi juga pihak pemegang
kebijakan, dalam hal ini pemerintah. Baik pemerintah pusat mau-
pun daerah bisa membuat kebijakan yang menciptakan atmosfer
keilmuan di masyarakat, serta bisa semakin menguatkan gerakan
literasi di akar rumput. Meskipun kebijakan pemerintah tidak ber-
implikasi besar, tetapi setidaknya gayung bersambut untuk gropyok-
an atau kroyokan literasi yang bisa menciptakan masyarakat ilmu.
Selain itu, peran media masa juga cukup strategis dalam mengisu-
kan gerakan literasi, khususnya budaya membaca dan membangkit-
kan kecintaan terhadap ilmu.
Bagaimana budaya membaca bisa menjadi suatu model baru
yang digemari generasi saat ini, setidaknya ketika media ikut aktif
mengisukan gerakan literasi secara massif, bisa menggantikan
berita-berita hoax, kriminal maupun berita negatif, diganti dengan
berita-berita positif yang menginspirasi di dunia literasi. Yang ter-
akhir adalah peran NGO atau lembaga zakat untuk bergerak ber-
sama menguatkan gerakan literasi, dengan mem-backup pendana-
an atau menguatkan dengan fasilitas pendukung Komunitas-
komunitas literasi, bisa membantu anak-anak yang tidak mampu
di daerah pedalaman, dengan dukungan melalui lembaga zakat
yang ada. Hal ini akan lebih menguatlkan sinergitas gerakan literasi
untuk membangkitkan kembali tradisi keilmuan.
Di Banjarnegara ada suatu semangat baru yang menggembira-
kan literasi, kolaborasi yang begitu indah untuk menggelorakan

| 216 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

gerakan literasi dan membangkitkan tradisi keilmuan. Gerakan


literasi di gerakkan oleh anak-anak muda yang inspiratif, ada
komunitas sekolah inpsirasi pedalaman yang setiap bulan sekali
anak-anak muda ini turun ke pedalaman-pedalaman banjarnegara
untuk belajar bersama anak-anak di pedalaman yang putus sekolah
serta mengisnisiasi taman pustaka di sekitar daerah tersebut,
berawal dari keprihatin para pejuang literasi banjarnegara melihat
Indeks Pembangunan Manusia Banjarnegara menempati urutan
nomer dua terendah se jawa tengah, hal tersebut yang mendorong
anak-anak muda yang inspiratif ini untuk terus bergerak menginspi-
rasi dan memberikan kebermanfaatan, tidak hanya itu terkadang
mereka juga membawa para pejabat, pengusaha, polisi, wartawan,
dokter, dan lain-lain untuk ikut bercerita di pedalaman agar
meciptakan kepedulian bersama serta timbul rasa peduli untuk
bergerak bersama.
Disisi lain, ada Lazismu Banjarnegara yang terus tiada henti
memberikan supportnya pada sekolah inspirasi pedalaman dalam
hal finansial maupun fasilitasi transportasi berupa mobil dan yang
lainnya menambah kekuatan dalam dalam gerakan literasi tersebut.
Ada pula para wartawan yang secara otomatis meliput setiap kegi-
atan yang dilakukan oleh teman-teman sekolah inspirasi pedalaman
serta yang terakhir peran pemerintah selaku pemegang kebijakan
yang juga ikut mendukung teman-teman sekolah inspirasi peda-
laman, bahkan pernah wakil bupati banjarnegara ikut blusukan ke
pedalaman Banjarnegara untuk belajar bersama anak-anak peda-
laman. Tak berhenti disitu, para pejuang literasi Banjarnegara juga
melakukan langkah progresif dengan menginisiasi Rumah Baca
Komunitas di Kampung Kauman, di pusat kota Banjarnegara.
Rumah Baca Komunitas saat ini bisa menjadi corong gerakan
literasi di Banjarnegara sebagai tempat berkumpulnya seluruh
komunitas yang bergerak dibidang literasi, berkumpulnya para
guru-guru pembelajar, pusat diskusi berbagi pikiran para pegiat
literasi, serta bedah buku yang diagendakan rutin dengan mengun-
dang para pemegang kebijakan agar lebih massif membumikan

| 217 |
THE SPIRIT of DAUZAN

budaya literasi di masyarakat. Rumah Baca Komunitas oleh anak-


anak muda progresif di setting dengan indah dan sangat nyaman,
buku-buku bertebaran yang semakin menguatkan atmosfer
keilmuan.
Guru-guru pembelajar dan juga para pegiat literasi membuat
suatu komunitas baru yang disebut Komunitas Guru Belajar. Fo-
rum ini memberikan ruang belajar tiada henti untuk para guru,
orang tua dan komunitas agar bisa saling berbagi ilmu terkait prob-
lem di lapangan, kemudian problem tersebut disleseikan bersama-
sama. Hal tersebut menciptakan atmosfer yang semakin kental
untuk kolaborasi literasi. Rumah Baca Komunitas Kampung Kauman
menyebarkan virus-virus literasi secara massif, dalam rangka
menciptakan budaya literasi di Banjarnegara.
Terakhir, hal menarik yang saya catat disini adalah melihat
kepentingan untuk kembali membangkitkan tradisi keilmuan me-
lalui gerakan literasi secara berjamaah, atau berkolaborasi dan
melibatkan kesadaran bersama di seluruh elemen masyarakat.
Gerakan literasi ini tidak bisa dilakukan sendiri, harus dilakukan
secara berjamaah dan kroyokan. Ketika seluruh elemen masyarakat
sudah sadar dan secara bersama bergerak, maka akan terbentuk
atmosfer literasi yang menggembirakan. Selain itu membentuk
tatanan masyarakat ilmu yang juga menggembirakan, dan kelak
akan segera hadir bangsa tangguh yang kokoh dengan jatidirinya.

Riza Azyumarridha Azra (riza.azra91@gmail.com)


Rumah Baca Komunitas Kampung Kauman Banjarnegara

| 218 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Literasi sebagai
Strategi Membangun
Islam Berkemajuan
Rizal Hermawan

L
iterasi merupakan kegiatan fitrah bagi manusia, karena
dalam konteks primodial sejak awal ayat yang pertama
turun dalam Al Qur’an adalah perintah membaca, baik
membaca dalam pengertian umum maupun membaca dalam arti
yang lebih luas. Gerakan literasi merupakan pengembangan dari
aksara. Masyarakat kita mengalami lompatan budaya yang sangat
dahsyat dari tradisi bertutur menjadi tradisi melihat tanpa melalui
tradisi menulis, sehingga kondisi menjadikan gegar budaya yang
dalam pengamatan praktis kita sering sangat gampang terpengaruh
oleh informasi tanpa melalui klarifikasi atau tabayyun akan
kebenaran informasi tersebut.
Gerakan literasi sangat berkaitan dengan termonologi berke-
majuan, definisi Islam berkemajuan secara geneologi kita bisa
merujuk rekomendasi Muktamar Muhammadiyah ke-47 di
Makassar, dalam keyakinan bahwa Indonesia atau negara Pancasila
bagi umat Islam merupakan dar al-ahd wa al syaha’da (negara yang
merupakan hasil konsensus dan tempat pembuktian untuk menjadi
negeri yang aman dan damai), bahwa dakwah yang perlu dilakukan
pada masa sekarang adalah model dakwah pencerahan berbasis
komunitas. Literasi berbasis komunitas merupakan bentuk lain
dakwah pencerahan.
| 219 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Pada sisi lain semarak berliterasi di seantreo negeri ini tidak


menjadikan perubahan sosial yang signifikan di masyarakat baik
dari sisi kultur maupun taraf kehidupan. Memang, ada kisah sukses
tentang kekuatan literasi, misal Andrea Hirata dengan Laskar
Pelanginya yang mampu menggerakan potensi wisata unik di
Kepulauan Bangka Belitung, atau kisah sukses A Fuadi tentang
mendapatkan beasiswa ke luar negeri.
Pada titik inilah MPI PCM Ngagel Kota Surabaya menggelar pro-
gram literasi berbasis komunitas, terutama masjid dan sanggar
belajar. Prinsip yang dijalankan dalam membangun literasi berbasis
komunitas di lingkungan Muhammadiyah Ngagel adalah partisipasi,
kolaborasi dan kreatif. Kami melihat peran masjid yang strategis
sebagai basis gerakan literasi, karena masjid merupakan basis
kegiatan umat Islam terutama warga Persyarikatan Muhammadiyah
Ngagel. Ini menjadi strategis untuk mengurangi kesenjangan
informasi dalam Persyarikatan. Sering, wacana atau discourse yang
dikembangkan oleh PP Muhammadiyah gagal difahami di tingkatan
ranting atau warga Muhammadiyah secara umum. Akibatnya,
banyak warga Muhammadiyah yang gampang terpengaruh ideologi
lain.
Basis kegiatan literasi di Sanggar Belajar Masyarakat merupakan
kolaborasi dengan Pemerintah Kota Surabaya, karena Surabaya
sudah mendeklarasikan sebagai kota literasi sehingga segenap
penjuru kota hadir taman bacaan masyarakat baik milik masyarakat
maupun pemerintah.
Konsep gerakan literasi berbasis komunitas yang dikembangkan
MPI PCM Ngagel terbagi dalam beberapa kegiatan atau aktifitas.
Pertama, literasi sains. Kemampuan menggunakan pengeta-
huan sains untuk mengidentifikasi permasalahan dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta
membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia (PISA, 2000).
Secara umum, kemampuan literasi sains anak Indonesia, teru-
tama pada aspek membaca sederhana cenderung tidak

| 220 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

memuaskan. Kita hanya berada pada urutan 64 dari 65 negara yang


disurvei oleh OECD.
Pendekatan dalam literasi sains menggunakan design thingking,
yaitu: (1) Feel (merasakan), dimulai dengan observasi, memilih dan
terlibat dari setiap masalah sehari-hari; (2) Imagine, yaitu memba-
yangkan keberhasilan di mulai dengan brainstorming tools yaitu
mengeksplorasi ide-ide yang dapat menciptakan dampak tercepat
terluas serta paling berkelanjutan untuk menyelesaikan masalah;
(3) Do (melakukan), anak melaksanakan ide ide yang mereka susun
dan membuat perubahan dengan tahapan merencanakan, imple-
mentasikan dan refleksikan; dan (4) Share, membagikan karya
dengan cara mepresentasikan cara penyelesaian masalah. Target
utama peserta literasi sains adalah anak-anak dan remaja ini meru-
pakan elemen strategis karena saat ini kita sedang mengalami bo-
nus demografi.
Kedua, literasi Al Qur’an. Ini penting karena selama ini kita hanya
mampu membunyikan bacaan Qur’an, tetapi gagal memahami Al
Qur’an itu sendiri. Menurut kami, inilah inti dari gerakan literasi di
tubuh Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu melakukan restorasi
atau Reformasi Muhammadiyah dari kebekuan dan konservatif
Persyarikatan, dalam bentuk kajian serta penyediaan buku-buku
dengan tema-tema hermeneutika, teori sosial kritis dan new sosial
movement.
Target utama dari literasi Al Qur’an adalah mengaktualisasikan
kembali teologi Al Maun dan Al Ashr, baik dalam tataran wacana
maupun praksis. Dalam tataran praktis kita menggelar workshop
dan pelatihan literasi Al Qur’an, serta membangun Perpustakaan
Masjid di seluruh wilayah PCM Ngagel Kota Surabaya.
Ketiga, literasi informasi. Ini merupakan menjawab tantangan
zaman untuk menyiapkan masa depan. Secara difinisi, literasi infor-
masi adalah konsep belajar. Dia adalah seperangkat keteram-
pilan (soft skill) yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjadi
pembelajar mandiri. Menurut Snavely dan Cooper (Snavely & Coo-
per, 1997), ada 8 kemampuan literasi yang dibutuhkan di abad 21

| 221 |
THE SPIRIT of DAUZAN

ini yaitu: Computer literacy, Critical literacy, Library literacy, Me-


dia literacy, Technology literacy, Visual literacy, Web literacy, dan
Workplace literacy.
Selain itu, Shapiro dan Hughes (Shapiro & Hughes, 1996) sebe-
lumnya mengatakan bahwa skill literasi terbagi ke dalam 7 area,
yaitu: Tool literacy, Resource literacy, Social-structural literacy, Re-
search literacy, Publishing literacy, Emerging technology literacy,
dan Critical literacy.
Aplikasi praksis dari literasi informasi adalah pembuatan web
almaun.id dan pengelolaan grup WA buat seluruh jajaran seluruh
pimpinan Muhammadiyah se PCM Ngagel. Rencana ke depan
adalah mengembangkan start up informasi untuk sinergisitas
semua stoke holder Muhammadiyah Cabang Ngagel.
Gerakan literasi di lingkungan Muhammadiyah Ngagel Surabaya
semuanya ditujukan untuk memberikan kesadaran sosial tentang
gerakan Muhammadiyah beridentitas gerakan Islam kosmopolit,
siap berdialog dengan berbagai peradapan.

Rizal Hermawan (novzal09@gmail.com)


MPI PCM Ngagel Kota Surabaya
https://almaun.id

| 222 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Viralisasi Tren
Berliterasi di
Kalangan Pelajar
Setyawan Putra Sujana

I
katan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah gerakan amar
ma’ruf nahi munkar di kalangan pelajar. IPM adalah gerakan
pelajar yang menghasilkan karya nyata hasil usaha dan
kerjanya dalam menciptakan pelajar muslim yang sebenar-
benarnya. IPM selalu turun tangan dan peduli dalam masalah aktual
yang berada di kawasan pelajar. IPM juga adalah gerakan pelajar
yang membangun nalar keilmuan dan selalu responsif terhadap
perkembangan zaman.
Pertama, data statistika tahun 2017 menunjukkan terdapat lebih
dari 50 juta pelajar aktif di Indonesia, mulai dari tingkat sekolah
dasar hingga sekolah tinggi. Seperlima penduduk Indonesia adalah
pelajar. Ini adalah angka yang sangat besar. Kedua, pelajar adalah
mereka-mereka yang masih berada dalam usia muda, yang mana
akan selalu update dan aktual dalam masalah terkini. Ini menun-
jukkkan potensi besar dalam masifikasi berita atau informasi
dikalangan para pelajar. Ketiga, dikarenakan masa mudanya, pelajar
cenderung berada dalam masa pencarian jati diri, dimana ia akan
mudah terpengaruhi oleh kawan dan lingkungan sekitarnya. Ini
menunjukkan potensi besar dalam viralisasi tren tertentu di
kalangan pelajar. Tiga kesimpulan diataslah yang membuat saya
| 223 |
THE SPIRIT of DAUZAN

berkesimpulan bahwa pelajar adalah wadah yang memiliki potensi


besar dalam menyebarkan budaya dan semangat literasi.
Lalu mengapa harus literasi? “Literasi itu adalah kekuatan meng-
gerakkan. Peradaban manusia itu dipengaruhi oleh buku dan ilmu
pengetahuan. Dan kabar baiknya, takdir buku-buku itu bisa diten-
tukan oleh manusia”, ujar Cak David Efendi pada acara Literacy
Camp 2017 yang diadakan oleh PD IPM Kota Yogyakarta.
Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi
adalah hal yang sangat mempengaruhi peradaban manusia.
Manusia dapat menggerakkan manusia lainnya dengan kekuatan
literasi, yang meliputi baca, tulis dan kemampuan olah informasi,
entah melalui perantara buku, tulisan di sosial media dan juga
diskusi. Melihat pentingnya peran literasi terhadap peradaban dan
juga potensi besar pelajar sebagai wadah penyebaran tren,
alangkah baiknya memasukkan budaya literasi dalam kehidupan
para pelajar, yang tentunya dengan pengarahan yang baik dapat
membuahkan generasi emas kedepannya.
PD IPM Kota Yogyakarta yang merupakan organisasi berbasis
pelajar, apalagi berlokasi di kota pelajar, melihat kesempatan besar
ini. PD IPM Kota Yogyakarta memiliki salah satu bidang yang disebut
Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) yang diarahkan untuk
membentuk tradisi membaca, menulis dan diskusi serta pengem-
bangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada diri pelajar di kota
Yogyakarta.
Bidang PIP PD IPM Kota Yogyakarta berusaha berkolaborasi
memanfaatkan pelajar sebagai wadah penumbuhan dan penye-
baran budaya literasi di kalangan pelajar itu sendiri. Hal itu dapat
diwujudkan dalam program kerja yang digawang bidang PIP pada
tahun ini. Contohnya, pembentukan LPR (Lembaga Pers Remaja)
sebagai komunitas pelajar yang bergerak dalam pengembangan
kemampuan bidang jurnalistik, pengawasan dan pembinaan bidang
PIP di Pimpinan Ranting dan Cabang IPM kota Yogyakarta, penga-
daan tim media PD IPM sebagai lahan literasi dalam platform me-
dia sosial, diskusi internal dan eksternal sebagai penumbuhan minat

| 224 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

literasi dan peningkatan ilmu pengetahuan, kejuaraan debat dan


essay, dan juga yang akan saya bahas dibawah yaitu literacy camp.
Literacy Camp adalah kegiatan terobosan baru bidang PIP PD
IPM Kota Yogyakarta, berbentuk sekolah literasi bagi pelajar se-
Kota Yogyakarta yang dikemas secara menarik dan menyenangkan
menyerupai camping. Literacy camp ini adalah agenda tahunan PD
IPM Kota Yogyakarta, yang pada tahun 2017 ini diadakan pada
tanggal 30 September hingga 1 Oktober 2017 di Balai Pelatihan
Kesehatan Yogyakarta. Agenda ini diikuti oleh 25 pelajar se-kota
Yogyakarta yang meliputi SMA Muhammadiyah dan juga SMA
Negeri. Kegiatan-kegiatan dalam rangkaian ini ditujukan dan
ditekankan untuk menumbuhkan dan meningkatkan semangat dan
budaya literasi pesertanya.
Dalam berjalannya acara, para peserta diberikan materi tentang
literasi baca tulis yang memahamkan mereka akan apa itu literasi,
manfaat literasi serta urgensi berliterasi sebagai pelajar. Lalu
mereka mendapatkan materi kepenulisan tentang pentingnya
menulis serta tips trik dalam menulis. Mereka juga mengikuti
talkshow AFS (American Field Service), yaitu materi tentang studi
negara yang disampaikan oleh native speaker siswi pertukaran
pelajar dari Amerika, dan juga tiga siswa Indonesia, returnee
pertukaran pelajar ke Italia dan China. Yang terakhir adalah diskusi
dan bedah film yang dipandu oleh panitia acara.
Ada enam poin output atau hasil dari literacy camp ini. Pertama,
tentunya telah berhasil membuat perubahan dan meningkatan
kemampuan serta pengetahuan peserta. Kali ini meliputi tiga hal
krusial bagi seorang pelajar, yakni menguatkan semangat dan
budaya literasi, menumbuhkan sikap peka dan kritis terhadap
lingkungan keadaan sekitar, dan juga menimbulkan jiwa sosial.
Menggabungkan jiwa sosial dengan sikap peka dan kritis, ditambah
dasar ilmu literasi membuat para peserta dapat berkontribusi
menyalurkan ide dan pikirannya dalam bentuk tulisan.
Kedua, meningkatkan ghirah berdiskusi. Sebagaimana kita tahu,
berdiskusi berarti saling bertukar pendapat dengan orang lain.

| 225 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Dengan berdiskusi, pelajar dapat meningkatkan kemampuan olah


informasinya. Selain itu, saling bertukar ide dan pendapat jelas
dapat memperluas pengetahuan dan pandangan pelajar, dimana
pelajar masa kini dituntut untuk peduli terhadap sosial lingkungan
sekitarnya. Inilah pentingnya berdiskusi bagi pelajar.
Ketiga, studi negara lain lewat AFS yang dapat menambah
pandangan pelajar tentang bagaimana budaya literasi di negara
lain. Selain menambah wawasan global, dari sini pelajar dapat
membandingkan budaya literasi berbagai negara dengan Indone-
sia, memberi penilaian terhadapnya, dan paham kekurangan
sekaligus kelebihan masing-masing budaya.
Keempat, membuka jaringan ke sekolah negeri. Kegiatan IPM
yang biasanya berpusat dari dan untuk pelajar Muhammadiyah,
kali ini dapat membuka sayapnya lebih lebar untuk dapat menjaring
dan memberi manfaat juga untuk pelajar dari sekolah negeri.
Kelima, kolaborasi alumni literacy camp dalam bentuk Rencana
Kerja Tindak Lanjut (RKTL). Disini, para alumni literacy camp dibe-
rikan wadah, pembinaan dan fasilitas dalam mengimplementasikan
ilmu yang telah didapat selama kegiatan literacy camp. Khusus pada
tahun ini, para alumni menentukan akan melakukan dua hal. Yang
pertama mengadakan seminar literasi. Yang kedua adalah menga-
dakan arisan literasi dengan platform media sosial. Jadi mereka
secara individual melatih kemampuan mereka dalam menulis,
entah berita, opini, fakta ataupun artikel, yang kemudian hasilnya
akan di-publish di media sosial.
Keenam, menciptakan agen literasi. Setelah mengetahui
manfaat, urgensi, keren dan asyiknya berliterasi mereka akan
merasa memiliki tanggung jawab untuk menjadi trend setter dalam
hal yang positif ini. Dari sini mereka bisa berkontribusi dengan
berbagai cara, entah mengkontribusikan dirinya dalam membentuk
tulisan, ataupun mengajak kawan sebaya untuk paham dan ikut
berliterasi.
Dari semua hal di atas, hal yang terpenting dalam keefektifan
viralisasi tren berliterasi adalah kemampuan agen literasi atau

| 226 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

pelajar pada umumnya dalam melakukan dakwah sebaya. Yang


dimaksudkan adalah bagaimana mereka mengajak, mempengaruhi
dan mengajarkan kawannya untuk turut berliterasi dalam bung-
kusan atau cara yang semenarik mungkin. Harus dipahamkan
bahwa literasi bukanlah hal tak penting, tak keren dan berat yang
akan membebani pelajar. Banyak hal yang bisa dilakukan sebe-
narnya. Misalkan yang sedang viral saat ini adalah menyampaikan
opini dalam bentuk tulisan di sosial media, bisa berupa post di akun
Line, ataupun caption foto di Instagram. Berliterasi adalah hal yang
asyik, dapat menambah pengetahuan, dapat menyalurkan penda-
pat dan banyak lainnya.
Pada akhirnya, apabila mindset ini tertanam dalam jiwa pelajar,
maka viralisasi tren berliterasi di kalangan pelajar ini akan terjadi
secara automatis melihat beberapa pandangan yang tersebut di
tulisan ini. Dan yang tersebut pula, budaya literasi yang baik akan
membawa bangsa menuju peradaban yang lebih baik kedepannya.
Dan juga, semua itu dapat kita bangun melalui para pelajar, kader
penerus bangsa.

Setyawan Putra Sujana


Peserta pertukaran pelajar AFS 2016-2017
di Casamassima, Puglia, Italia.
Pimpinan Daerah IPM Kota Yogyakarta

| 227 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Pengalamanku
Blusukan Literasi
Sri Lestari Linawati

K
epedulianku terhadap peningkatan kualitas pendidikan
anak, mendorongku jadi guru bantu di SD (sekolah dasar).
Kutawarkan diri melamar sebagai guru bantu di SD Mu-
hammadiyah tempat studi putri keduaku. Tidak ada respon.
Setelah lama tiada tanda welcome, kucoba tawarkan diri bantu-
bantu di SD Muhammadiyah tempat studi putra pertamaku. Agak
jauh lagi dari rumah kami. Dia ingin satu sekolah dengan sahabat-
nya. Hadeh.. yang berat itu jadi orang tua. Hla gimana enggak ?
Aku harus belajar menghargai pilihannya, sekolah agak jauh, naik
sepeda, melintas di jalan raya Jogja - Wates. Duh, Rabb..
Niatku tak berbalas. Aku coba terus jaga semangatku untuk
peduli Muhammadiyah. Aku bukan terlahir dari keluarga Muham-
madiyah, namun aku yakin pengetahuanku tentang Muhamma-
diyah sebagaimana diajarkan di Taruna Melati sangat dibutuhkan
bagi kemajuan Muhammadiyah. Ya, aku belajar untuk menerima
anakku saja apa adanya.
Aku tak dapat menolak gelora dalam dada. Kalau SD Muham-
madiyah tidak membutuhkanku, biarlah kuwakafkan pengeta-
huanku untuk kemanusiaan pada umumnya. Siapapun yang berte-
kad maju, harus kubantu. Kebetulan SD Negeri Kanoman yang
hanya berjarak 200 meter dari rumah, menyambutku dengan
tangan terbuka. Tahun pertama, aku membantu mengajar IPA di
| 228 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kelas 1. Para siswa sangat senang dengan metode belajar yang tidak
hanya di kelas saja dan tidak menuliiis saja.
Tahun kedua, aku diminta bantu di perpustakaan. Sekolah punya
stok buku yang saaangat banyak. Nah, mungkin dari sinilah cerita
itu dimulai.
Awalnya aku tidak tertarik karena inginku tetap bantu IPA. Mas
suami hanya bilang agar aku tetap membantu sekolah tersebut,
nggak usah menghiraukan lainnya. Kita harus bantu orang-orang
baik yang punya niat maju, begitu selalu pesan mas suami coba
menguatkan hatiku yang mulai runtuh. Haha.. gila juga kan rumah
tangga kami ? Kayak orang kurang kerjaan saja. Dan aku tuh kok yo
mau-maunya nglakuin gitu. Seneng saja. Sudah. Hahaha..
Gimana aku harus membongkar isi dua lemari besar itu,
kemudian menata, mendata, hingga tersaji untuk dipilih-pilih oleh
pembaca ? Waktunya butuh cepet pula.. Hla kondisinya adalah buku
semua dalam keadaan bersampul coklat, hanya jadi penunggu
almari perpust. Pikir.. Dipikir.. I make be happy with this activity.
Niatkan karena Allah. Lakukan kegiatan penataan buku-buku perpus
ini dengan suka cita dan melibatkan siswa. Alhamdulillah para siswa
ikut bantu dengan penuh suka cita pula. Yang paling susah adalah
ketika harus keliling toko di Yogyakarta untuk membeli steples
tembak. Maklumlah, buku-buku itu sudah karatan steplesnya.
Aku melihat bahwa minat baca siswa sekolah bukan karena
terpencil ataupun kurang buku, namun kurang pembinaan dan
peluang. Pembinaan itu meliputi SDM dan program baca, ulas,
cerita ulang, menulis. Adapun peluang itu adalah kesempatan
seluas-luasnya bagi para siswa dan guru untuk pemanfaatan
perpustakaan.
Ending-nya nih yang ingin kuceritakan pada teman-teman pegiat
literasi. Kepala Sekolah menindaklanjutinya dengan mengajukan
anggaran gedung perpustakaan ke Dinas Pendidikan dan dapaaaat..
Tak lama setelah itu gedung perpustakaan segera dibangun. Tentu
saja aku bersyukur. Aku belajar bahwa Allahlah yang akan menyem-
purnakan setiap upaya kita, karena itu teruslah tebar kebaikan.

| 229 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Teruslah menulis dan tingkatkan kemajuan pendidikan anak-anak


bangsa. []
Wallahu a’lam

Di antara riuh Milad Muhammadiyah


di Ranting Banyuraden Yogyakarta, 12 November 2017 M

Sri Lestari Linawati (sllinawati@unisa.ac.id)


Penggagas PAUD Berbasis Alam dan Komunitas “BirruNA”

| 230 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Literasi Berkemajuan
Berorientasi
Pengabdian
Masyarakat
Suhanto

G
erakan literasi kita terinspirasi dari Al-Qur’an surat Al-
Alaq, Iqra’ yang artinya Bacalah. Ayat pertama yang turun
kepada Muhammad adalah perintah membaca. Wahyu
pertama surat Al-Alaq ayat 1-5 menjadi hal terpenting dalam
sejarah kerosulan Nabi Muhammad saw., karena wahyu inilah
Muhammad saw. diangkat menjadi Nabi setelah menirukan Jibril
mengucap ayat tersebut. Dari sini kami mengambil hikmah bahwa
Muhammad yang semula manusia biasa setelah menerima wahyu
yang berupa perintah membaca beliau naik derajat menjadi rasul
kekasih Allah. Maka kita untuk menaikkan derajat dan kualitas diri
maka hal pertama yang harus dilakukan adalah membaca.
Gerakan literasi atau komunitas yang bergerak dalam bidang
literasi diharapkan menjadi wadah untuk meningkatkan semangat
untuk membaca dan menulis. Satu paket kegiatan dalam kegiatan
literasi. Lemahnya tingkat membaca dan menulis masyarakat In-
donesia inilah satu faktor bangsa ini sulit untuk maju. Kemajuan
suatu bangsa dilihat sejauh mana bidang keilmuan dikembangkan.
Maka komunitas-komunitas literasi perlu ditumbuhkan dengan
| 231 |
THE SPIRIT of DAUZAN

maksud membangun budaya keilmuan dikalangan remaja dan


mahasiswa.
Sejarah telah membuktikan, peradaban Islam pada abad
pertengahan yang begitu maju tidak lepas dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang begitu pesat. Penghargaan kepada penulis kitab
sangat tinggi, ini bisa dilihat dari penghargaan berupa emas sesuai
dengan berat kitab yang ditulis. Perpustakan-perpustakaan diba-
ngun mewah, komplit dengan berbagai kitab pada zamannya
dengan berbagai fasilitas untuk memuliakan para pencari ilmu.
Disisi lain bangsa Barat masih mengalami masa kegelapan, kemu-
dian mengadopsi berbagai disiplin keilmuan dari peradaban Islam
yang akhirnya mampu mengubah wajah peradaban Barat. Semua
berawal dari satu titik yaitu ilmu pengetahuan yang berupa mem-
baca, menulis, dan analisis.
Candu keilmuan sekarang berada pada titik nadi yang menge-
naskan, lemahnya semangat remaja baik dari level usia SMP, SMA,
bahkan mahasiswa dalam dunia literasi sudah sampai level mempri-
hatinkan. Maka kreativitas dalam kegiatan literasi sangat perlu
dikembangkan untuk menarik minat remaja. Generasi jaman now
perlu kegiatan yang tidak hanya sekedar melihat huruf-huruf yang
berbaris rapi kemudian mengolah kembali menjadi tulisan yang
renyah untuk dinikmati dan dibaca. Kegiatan literasi harus didesain
sedemikian rupa agar jiwa kids jaman now tidak berubah menjadi
generasi celana karung goni.
Komunitas Srawungan Literasi yang sedang tukul (tumbuh)
belum seusia jagung ini mencoba menggerakkan literasi di tlatah
Ponorogo. Literasi berkemajuan yang diusung oleh Komunitas Pena
Pesantren adalah membaca, menulis, bedah buku, bedah film, dan
membaca realitas masyarakat.
Membaca dan menulis adalah hal yang paling membosankan
bagi remaja awam literasi. Kreatifitas dalam membaca dan menulis
disesuaikan dengan selera dan kebiasaan usia remaja. Bedah buku,
bedah film, ataupun kajian budaya dan tempat-tempat bersejarah
atau tempat yang ngehits bisa menjadi daya tawar kepada para

| 232 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

remaja. Tidak masalah misalkan kita membedah film korea, atau


membedah film yang lagi tren model reborn-reborn, dan sebagai-
nya untuk dianalis dibawa ke alam nyata. Film-film yang beredar
saat inipun banyak yang penuh dengan propaganda yang meng-
giring opini pada maksud dan paham tertentu, sehingga bedah film
diperlukan sebagai benteng terhadap propaganda tertentu agar
lebih berhati-hati.
Komunitas literasi harus banyak berdiri seperti jamur saat
musim hujan dan memiliki progres membawa kemajuan pada
generasi milenial. Mengapa mahasiswa dan siswa yang dibidik dan
kenapa orientasinya pengabdian? Pertama, mahasiswa dan siswa
adalah generasi penerus atau pemimpin bangsa ini. Keberhasilan
pemimpin sekarang adalah bagaimana menyiapkan kader di masa
mendatang, maka mahasiswa dan siswa ini harus dibekali dan
disiapkan sejak dini.
Kedua, jaman milineal menyebabkan kepekaan bermasyarakat
minim sekali, bahkan sesama tetangga sendiri tidak kenal. Teknologi
menyebabkan semua hal bisa dikontrol dengan dari dalam rumah,
mulai pesan ojek/taksi, pesan makan, minum, transfer uang, dan
lain-lain, hubungan dengan sesama manusia saling bertatap muka
dan saling lempar senyum sudah menjadi hal langka. Ditambah
semua komunikasi dengan siapapun, dimanapun, kapanpun, cukup
hp baik lewat wa, sms, fb, telpon dan lain-lain, kecuali beberapa
orang yang berada di pedalaman yang memang tidak ada sinyal
atau sejenisnya.
Ketiga, mahasiswa sekarang minim sekali penelitiannya yang
berkaitannya dengan problematika masyarakat langsung. Penelitian
lebih cenderung pada kajian pustaka, penelitian lembaga, penelitian
produk, atau sejenisnya. Masyarakat yang menjadi tempat kembali
para mahasiswa kelak seharusnya diteliti untuk merumuskan tero-
bosan dalam pembangunan jiwa dan raga masyarakat. Sedikitnya
penelitian yang berorientasi pada masyarakat menandakan
kepekaan terhadap masalah sosial sudah berada pada posisi
mengkhawatirkan.

| 233 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Literasi berorientasi pengabdian, dikarenakan masyarakat


adalah tempat kembali para mahasiswa dan pemuda kelak. Maha-
siswa yang dianggap serba bisa oleh masyarakat harus bisa meru-
muskan permasalahan, terobosan-terobosan, yang mampu mem-
berikan berbagai masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Kepeka-
an terhadap permasalahan masyarakat tidak bisa secara ujug-ujug
muncul dalam benak mahasiswa dan siswa saat ini, perlu dikenal-
kan dan disentuh hatinya.
Literasi berkemajuan berorientasi pengabdian masyarakat,
diawali dari pengurus atau pengelola dari komunitas literasi itu sen-
diri. Komunitas literasi ini harus mengabdikan diri kepada masya-
rakat khususnya mahasiswa atau pelajar yang memang menjadi
bidikan awal dari komunitas. Mahasiswa dan siswa di dekatkan
dengan kegiatan literasi sesuai dengan kesenangannya, karena
mereka produk tahun 90-an akhir dan tahun 2.000-an.
Ending dari kegiatan literasi adalah pengabdian kepada masya-
rakat. Maka kepekaan terhadap masalah-masalah yang berkubang
di tengah masyarakat perlu dibaca dan didiskusikan dengan
komunitas literasi untuk dianalisa dan dicarikan solusinya. Kepekaan
pelajar atau mahasiswa sekarang terhadap problematika umat
sudah berada diambang batas kewajaran, cuek bebek. Hidup gue-
hidup gue, hidup elo urusan elo. Ini prinsip generasi anak dunia
maya, sangat peduli berita dan gosip tetapi masalah tetangga
sebelah yang kelaparan tidak pernah diketahui.
Literasi yang akan datang harus berorientasi kepada pengabdian
masyarakat, membaca dan menulis hanya sebagai sarana mengasah
kepekaan dan sumber referensi untuk diterapkan di masyarakat.

Suhanto
Komunitas Pena Santri
Pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Amin Ponorogo

| 234 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Agenda-Agenda
Menumbuhkan
Semangat Literasi
Sunarno

J
ika ingin mengenal dunia maka bacalah, jika ingin dikenal
dunia maka menulislah. Untuk menjadi manusia kompeten
tentunya harus cakap dalam berilmu, baik agama maupun
umum. Salah satu sumber dari keilmuan adalah buku. Semakin
banyak membaca maka akan semakin banyak tahu, dan perpus-
takaan merupakan salah satu gudang-gudang ilmu tersebut.
Ungkapan semakin baik perpustakaan maka semakin baik pula
lembaga tersebut tak selamanya salah. Karena semakin banyak
koleksi buku yang bisa dibaca, maka akan semakin banyak ilmu.
Meskipun jaman yang modern ini informasi mudah didapat dengan
bantuan teknologi, buku ternyata masih banyak memiliki unggulan.
Diantara keunggulan buku adalah mudahnya diakses tanpa perlu
jaringan internet, tidak perlu listrik/baterai, lebih menyehatkan
mata, sedikit gangguan karena tidak ada iklan yang berkeliaran,
lebih aman bagi anak-anak, terhindar dari pornografi.
Begitupun, pendidikan literasi dalam pesantren adalah sudah
menjadi kebiasaan, setiap hari mulai bangun tidur baca alQur’an,
habis subuh baca ayat/surat/dzikir pagi-petang, masuk kelas
pelajaran biasa, sore hari baca hadist. Pada hari tertentu, para santri
juga diberi kesempatan belajar berpidato sebagai persiapan mereka
untuk berdakwah. Mereka dipersilakan untuk menyampaikan atau
membahas satu permasalahan dan disimak oleh santri-santri yang
| 235 |
THE SPIRIT of DAUZAN

lain. Kegiatan tersebut disamping untuk meningkatkan kemampuan


bicara di muka umum, juga untuk meningkatkan kepercayaan diri,
karena bicara didepan umum bukan hal yang mudah.
Seorang pendakwah, disamping harus menguasai permasalahan
yang disampaikannya, juga harus memiliki kemampuan berkomu-
nikasi yang baik, menguasai psikologi massa, persuasif, mampu
mempengaruhi, berkata dengan sopan, dan bersikap santun. Ka-
dang, humor diperlukan untuk memecah kebosanan atau mengun-
dang perhatian jamaah.
Berangkat dari itu semua maka perlu adanya semangat yang
baru untuk menumbuhkan minat baca bagi semua kalangan.
Diantara agenda-agenda tersebut adalah:
1. Mengadakan lomba baca cepat. Lomba baca cepat diadakan
dalam even-even tertentu, misal hari kemerdekaan 17 Agustus.
Dengan cara seperti ini nantinya diharapkan menjadi kegemaran
dalam membaca buku.
2. Buku berkaki. Di kawasan pinggiran, minat baca yang kurang,
salah satu penyebabnya adalah karena minimnya buku yang ada,
fasilitas-fasilitas perpustakaan belum dapat dijangkau, maka
berangkat dari itu semua kita adakan even harian dengan
menyediakan buku bagi peserta yang ikut kegiatan tersebut.
Mengantarkan buku menuju pembacanya.
3. Camp book. Dalam rangka untuk memfasilitasi para pembaca,
maka kegiatan camp book ini dirasa cocok bagi semua kalangan.
Kegiatan yang diadakan dalam waktu beberapa hari ini diharap-
kan dapat menambah wawasan tanpa biaya mahal.
4. Berkerjasama dengan organisasi-organisasi diluar. Kegiatan ini
adalah mengajak dan menfasilitasi para organisasi untuk ikut
dalam literasi, misal dengan mengajak menulis kegiatan-
kegiatannya lalu dibukukan, dipajang dalam perpustakaan.
5. Mengadakan belajar bareng tentang literasi.
6. Mengadakan pojok baca di sekolah/perpustakaan sekolah.
Sunarno;
Forum Perpustakaan Sekolah Muhammadiyah-Aisyiyah Ponorogo
| 236 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Literasi Anak dan


Critical Perspective
Umi Salamah

Opening
“I’d like move to”
Ini adalah quote yang membuat saya suka sama dunia literasi
untuk pertama kalinya. Buku menjadi jembatan pertama yang
membuatku hijrah, baik dari sisi personal sampai sisi spiritual.
Masa SMA memang masa-masa penemuan diri. Berawal dari
buku-buku yang saya baca, saya menjadi mengerti bahwa berhijab
adalah wajib. Finally, sampai kemudian saya putuskan untuk
memakai hijab sampai sekarang. Alhamdulillah.
Berlanjut, ketika mengambil kuliah Sastra Inggris di sebuah uni-
versitas di Semarang. Musti belajar dunia literasi, master piece of
english literatur dari jaman old english, middle english, renaisance,
restoration, romantic age, victorian, 20th literature sampai Mod-
ern Drama.
Belajar sastra its mean belajar tentang bagaimana dunia literasi
hadir sebagai critical perspective terhadap kondisi sosial di masya-
rakat yang terjadi dimasanya.
Berbagi waktu dengan kuliahku di Solo, aku beneran jatuh cinta
dengan dunia buku dan segala isinya. Sampai kemudian terpilih
menjadi Duta Perpustakaan di Perpustakaan Universitas Muham-
madiyah Surakarta. Tugas Duta Perpustakaan adalah sebagai pusta-
kawan penghubung, belajar tentang sirkulasi buku, bagaimana
| 237 |
THE SPIRIT of DAUZAN

mengolah buku, mulai dari pengadaan, kataloging dan pengkla-


sifikasian buku-buku, teknis peminjaman buku, teknis membuat
kartu sampai syuting untuk company profile perpustakaan Univer-
sitas Muhammadiyah Surakarta.
Cinta buku, tetapi tidak bisa menulis kayaknya absurd. Maka,
mulailah saya bergabung dengan dunia blogging kompasiana.com,
mendapat pelatihan menulis bersama wartawan kompas, ikut acara
gathering, lomba menulis sampai kampanye gerakan-gerakan
positif untuk sekolah-sekolah dan kampus-kampus bersama ID Kita
Kompasiana.
Menjadi guru TK itu pilihan profesi yang unik. Menyukai dunia
anak-anak dengan segala bentuknya dan ingin membawa semangat
literasi kepada anak-anak sejak dini. Didukung oleh kepala sekolah
yang kece, kami membuka perpustakaan “Taman Bacaan Balita”.
Kepala sekolah menyerahkan sepenuhnya perpustakaan itu untuk
dikelola. Mulai dari disain sampai pengadaan buku-bukunya.
Usia TK, anak-anak yang belum bisa membaca, tidak menyu-
rutkan kami semua untuk memperkenalkan dunia buku kepada
mereka sejak dini. Berawal dari bukulah mereka mengerti berbagai
bentuk huruf, mulai mengenal bentu-bentuk huruf, menghafalnya,
membaca gambar sampai kemudian mereka bisa membaca kata
dan kalimat. Itulah tahapan membaca pada anak-anak. Melalui
program jurnal pagi dan I Love Book, pelan-pelan mereka mulai
bisa membaca.
Tidak sebatas lingkup sekolah, taman bacaan ini juga mulai
dibuka untuk umum pada Juli 2017 kemarin. Tujuannya untuk
menyebarkan gerakan Iqra (terispirasi dari Gerakan Iqra debut oleh
Bidang PIP PP IPM tahun 2007, kalau tidak salah) kepada masya-
rakat luas, sekolah lain, masyarakat di sekitaran Purwokerto.
Buku-buku yang ready di Taman Bacaan Balita tentunya seputar
buku-buku bergambar yang minim kalimat, tentu karena konteks-
nya buku untuk anak-anak. Selain itu, ready juga buku-buku
parenting, crafting, seputar seni mendidik dan psikologi.

| 238 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Point View
Wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad adalah Quran surat Al A’laq ayat 1-
5. Malaikat Jibril sampai harus mengulangkan beberapa kali kata
“Iqra, Bacalah”, agar Nabi Muhammad paham benar akan makna
“membaca.” Makna membaca menjadi sangat luas tafsirannya.
membaca bisa apa saja, dan ayat pertama dalam surat Al A’laq ini
memiliki arti yang begitu indah; “Bacalah dengan Nama Tuhan Mu
yang menciptakan.”
Nilai dibalik turunnya wahyu yang pertama ini mencakup banyak
hal. Bisa dikatakan bahwa membaca adalah pembuka; pembuka
pengetahuan, pembuka kebenaran. Islam telah memposisikan
“membaca” menjadi suatu pekerjaan yang sangat didahulukan dan
penting. Sayangnya tidak banyak orang yang menyadari bahwa
pentingnya membiasakan diri kita untuk membaca bahkan membu-
dayakan membaca kepada anak-anak kita. Membaca adalah jalan
menuju ilmu dan perpustakaan merupakan rumahnya ilmu.
Kedudukan perpustakaan menjadi sangat penting, bahkan
keberadaan perpustakaan menjadi salah satu tolak ukur kejayaan
Islam dimasa silam. Hal ini berbanding lurus antara pengetahuan
(perpustakaan) dengan kemajuan suatu bangsa. Pada masa keja-
yaan Islam, di Andalusia terdapat 20 perpustakaan, yang terkenal
diantaranya yaitu; a) Perpustakaan Mosul, didirikan oleh Ja’far Ibn
Muhammad, b) Perpustakaan Cordova, memiliki koleksi 400 ribu
judul buku, c) Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo dengan 2 juta
koleksi judul buku, dan d) Perpustakaan Al Hakim di Syam dengan
3 juta koleksi judul buku.
Whats a wonderfull world, kemegahan dan kesadaran akan
menggali pengetahuan yang sangat pesat dan didukung dengan
kebijakan pemerintahan Islam dimasa itu, yang begitu menghargai
ilmu dan usaha-usaha mereka dalam membumikan ilmu penge-
tahuan, melalui penelitian-penelitian di bidang ilmu perbintangan,
kedokteran, filsafat, seni budaya dan sebagainya, maka tidak heran
jika Islam mampu mencapai masa kejayaan yang gemilang.

| 239 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Taman Bacaan Balita


Sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebagai lahan
pendidikan basic untuk anak-anak mengemban tugas yang sangat
besar. Di sinilah segalanya bermula, sebagai penanaman akhlaq,
aqidah dan ibadah, berdampingan peran lingkungan keluarga dan
lingkungan sosial, yaitu mengantarkan para generasi muda menjadi
generasi intelektual, generasi pemikir, generasi yang mau dan
menghargai proses untuk menumbuhkan pengertian yang baik,
pengetahuan yang baik dan sikap yang baik pula. Suatu sekolah
dinyatakan gagal apabila pesan-pesan pendidikan tersebut tidak
sampai kepada peserta didik, sehingga keberadaan perpustakaan
dalam lingkup sekolah PAUD amatlah penting sebagai salah satu
penyalur pesan pendidikan tersebut.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di
dunia, ternyata tidak serasi dengan nilai wahyu pertama dalam Al-
Quran surat Al-Qalam. Kualitas rating membaca di Indonesia sangat
cekak. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan. Maka, bagaima-
nakah caranya peran kita untuk memulai menumbuhkan kecintaan
terhadap buku sejak dini.
“Taman Bacaan Balita” dengan motto “Aku Suka Membaca”, ber-
usaha memberikan rumah yang nyaman serta ramah untuk belajar,
kepada anak-anak usia dini. Anak-anak terlihat antusias memilah
buku, melihat-lihat buku. Sebagian berdiskusi tentang gambar yang
mereka lihat, sebagai tahapan pertama dalam membaca. Sebagian
mulai bisa membaca, mengeja satu demi satu huruf yang mereka
lihat dan membacanya. Bagi anak-anak, perpustakaan merupakan
tempat rekreasi karena disediakan kasur, karpet, meja dan kursi
warna-warni yang nyaman untuk anak-anak; memberikan pela-
yanan terbaik kepada pemustaka cilik sebagai bentuk ibadah.
Aktivitas kegiatan anak-anak dalam Taman Bacaan Balita ini
lumayan beragam dan menarik minat anak-anak. Suatu hari, diada-
kan kegiatan main peran menjadi penjual buku, para siswa terlibat
secara aktif dan komunikatif dalam bermain peran. Mereka meme-
san buku-buku kepada penjual buku, membayar buku dengan uang

| 240 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kertas dan membuat buku cerita mini sederhana karya mereka


sendiri.
Buku adalah jendelanya dunia, memperkenalkan buku sejak dini
kepada anak-anak, menjadi pintu bagi mereka untuk menyukai
pengetahuan baru yang akan mereka temukan dan mereka dapat-
kan. Selain itu, menyebarkan semangat mencintai buku sejak dini
secara lebih luas lagi.

Umi Salamah (umisalama115@gmail.com)


Pengelola Taman Bacaan Balita, Alumni PW IPM Jateng

| 241 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Ekoliterasi: Sebuah
Konsep Pembelajaran
Efektif, Berbasis
Fitrah Anak dan
Menyenangkan bagi
Siswa Sekolah Dasar
Uswatun Hasanah

A
nak adalah anugrah Tuhan yang luar biasa yang dititipkan
kepada kedua orang tua untuk diasuh dan dirawat hingga
memasuki masa dewasa. Masa kanak-kanak dimulai
setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-
kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual. Ahli
psikologi perkembangan Elizabeth Hurlock membagi masa kanak-
kanak menjadi dua yaitu masa kanak-kanak awal dan masa kanak-
kanak tengah dan akhir. Masa kanak-kanak awal berlangsung dari
usia dua hingga enam tahun dan masa kanak-kanak akhir dimulai
dari usia tujuh tahun hingga usia tiga belas tahun atau anak matang
secara seksual.
Pada masa kanak-kanak awal masa ini merupakan masa
keemasan bagi anak (golden age). Pada masa ini perkembangan
fisik, kognitif, sosial, bahasa, motorik, moral dan lain sebagainya
| 242 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

berlangsung dan mengalami peningkatan yang sangat signifikan.


Peningkatan kemampuan serta koordinasi dan pengendalian
motorik yang baik ini mendukung anak untuk mengeksplorasi
lingkungan. Terlebih dengan masa kanak-kanak tengah dan akhir,
anak-anak berada dalam zona berbeda yang menjadi milik suatu
generasi dengan pola pikir tersendiri. Masa kanak-kanak tengah
dan akhir ini mereka lebih siap untuk belajar dengan menggunakan
periode imajinasi yang lebih luas dibandingkan dengan periode
perkembangan lainnya, anak-anak tersebut tidak hanya sekedar
belajar atau menciptakan suatu hal tetapi mereka akan berusaha
untuk menciptakan dan menikmatinya dengan sangat sempurna.
Seiring dengan kemampuan tersebut, pada masa kanak-kanak
tersebut sepatutnya didukung oleh lingkungan dimana tempat anak
belajar seperti lingkungan keluarga, sekolah dan tempat tinggal.
Hal ini disebabkan oleh lingkungan yang memiliki efek langsung
pada perilaku dan bagaimana anak merespon perilaku. Sebaliknya,
anak juga akan memberikan respon positif bilamana lingkungan
sosialnya mendukung (Essa, 2008). Oleh karena itu, untuk mendu-
kung tumbuh kembang masa kanak-kanak agar optimal hal ini harus
didukung dengan sebuah konsep pembelajaran yang dapat diterap-
kan dilingkungan sekolah khususnya sekolah dasar yakni membuat
sebuah konsep pembelajaran efektif, aplikatif, dan menyenangkan,
dari konsep tersebut pastinya akan membantu tumbuh kembang
anak secara optimal.
Fakta yang terjadi, perkembangan zaman dan teknologi kini tak
mampu membendung setiap manusia untuk mengakses infomasi
dengan mudah dan tanpa batas, hal ini juga berlaku pada anak-
anak usia sekolah dasar. Kondisi yang terjadi saat ini menimpa anak-
anak yaitu sulitnya membedakan produk yang layak dikonsumsi
oleh anak-anak ataupun orang dewasa. Anak-anak saat ini cende-
rung lebih mengetahui lagu-lagu orang dewasa dibandingkan lagu
anak-anak, lebih menyukain tontonan yang tertuju untuk usia 17
tahun keatas, mengenakan busana layaknya orang dewasa, dan
permainan tradisional yang saat ini mulai ditinggalkan. Dilansir dari

| 243 |
THE SPIRIT of DAUZAN

berbagai sumber seperti (bandungbisnis, 2016) dan (astralife, 2016)


yaitu maraknya kasus kekerasan seksual pada anak dan disebutkan
pada tahun 2014 sekitar 5000 kasus kekerasan seksual pada anak
terjadi, mirisnya anak tidak hanya sebagai korban namun anak juga
sebagai pelaku.
Berbagai permasalahan tersebut, sepatutnya sekolah sebagai
sumber regulasi anak harus mampu menegakkan tindakan preven-
tif, kuratif, bahkan rehabilitatif pada anak dari maraknya permasa-
lahan diatas. Berbicara mengenai pendidikan sekolah dasar meru-
pakan sebuah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
usia enam atau tujuh tahun sampai dengan usia tiga belas tahun.
Hal ini salah satunya dilakukan dengan pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Tujuannya untuk memberikan dasar keilmu-
an, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta membangun
kemandirian pada anak agar memiliki kesiapan memasuki jenjang
pendidikan lebih lanjut dan sebagai fondasi untuk menyongsong
masa depan yang lebih baik. Mengingat bahwa anak-anak berbeda
dengan orang dewasa, dimana potensi yang dimiliki anak harus
terus selalu dikembangkan dan tidak memiliki karakteristik dan
perkembangan tidak sama seperti orang dewasa akan tetapi masa
kanak-kanak merupakan jembatan perkembangan untuk menjadi
manusia dewasa seutuhnya.
Pendidikan sekolah dasar merupakan salah satu pendidikan
yang fundamental bagi tahap tumbuh kembang seorang anak
ditahap selanjutnya. Anak-anak usia sekolah dasar mengalami
peningkatan dalam mengeksplorasi lingkungan lebih dalam. Hal ini
ditandai dengan peningkatan kemampuan motorik yang disertai
dengan peningkatan kemampuan berbahasa dan berinteraksi
dengan orang lain. Desmita (2015) juga berpendapat bahwa
perkembangan anak dari sisi kognitif juga mengalami peningkatan
seperti kemampuan berimajinasi dan berpikir kreatif. Peningkatan
tersebut patutnya didukung dengan konsep pendidikan dan kondisi
lingkungan yang kondusif.

| 244 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Ironisnya, pada abad ke 21 saat ini pelbagai penelitian dari para


ahli menunjukkan bahwa eksistensi lingkungan hidup dan kelesta-
riannya secara signifikan mulai terancam. Maraknya kerusakan alam
dan perubahan iklim dunia menjadi masalah terbesar yang dihadapi
umat manusia pada saat ini. Orientasi manusia pada saat ini adalah
melakukan pembanguanan tanpa mempertimbangkan harmonisasi
antara pembangunan dan kelestarian alam. Pembangunan yang
terus dilakukan untuk memenuhi kepentingan sebagian golongan
saja dan merugikan banyak golongan. Berakar dari permasalahan
tersebut pendidikan berwawasan lingkungan akhir-akhir ini sedang
naik daun dan diminati penerapannya di dunia pendidikan.
Konsep pendidikan sekolah dasar berbasis lingkungan merupa-
kan sebuah rencana konsep pendidikan yang berpusat pada anak.
Konsep pendidikan ini dirancang dalam salah satu teknik pembela-
jaran dengan nama ekoliterasi pendidikan sekolah dasar. Tujuan
dari konsep ini adalah untuk menciptakan generasi yang peduli
terhadap lingkungan, sehat secara mental, fisikal dan peduli terha-
dap keberlanjutannya. Eva Essa mengungkapkan bahwa sepatutnya
sejak dini anak sudah seharusnya diajarkan untuk bertanggung
jawab dengan lingkungannya. Jika anak sejak dini dibentuk dan
memiliki empati dengan lingkungan sekitar maka anak sedini
mungkin menjadi agen kecil dalam menyelamatkan lingkungan dan
mementingkan keberlanjutannya. Anak juga tidak hanya dibina
untuk peduli terhadap lingkungan tetapi juga terhadap lingkungan
belajar yang sesuai dengan fitrahnya dan konsep ekoliterasi mampu
menjadi wadah optimal bagi tujuan tersebut.
Konsep ekoliterasi berarti keadaan dimana orang sudah terce-
rahkan tentang pentingnya lingkungan hidup atau ekoliterasi
merupakan gambaran kesadaran tantang pentingnya lingkungan
hidup. Orang-orang yang menerapkan konsep ekoliterasi merupa-
kan orang-orang yang sudah menyadari betapa pentingnya ling-
kungan hidup, pentingnya merawat, menjaga bumi, ekosistem alam
sebagai tempat tinggal dan berkembangnya kehidupan (Keraf,
2014). Atas dasar dan digerakkan oleh kesadaran inilah pendidikan

| 245 |
THE SPIRIT of DAUZAN

tertuju untuk sekolah dasar dicanangkan agar anak-anak sejak dini


memiliki kesadaran serta mampu menata gaya hidupnya menjadi
gaya hidup yang selaras dengan lingkungan. Lalu, dari kesadaran
tersebut menjadi tuntunan hidup dalam segala dimensi hingga
menjadi sebuah budaya yang merasuki semua elemen masyarakat
yang akhirnya menciptakan generasi yang berkelanjutan. Kita
semua perlu menyadari bahwasanya bumi tempat kita berpijak saat
ini bukanlah milik manusia yang hidup pada masa kini melainkan
miliki generasi setalah kita dan seterusnya. Pemahaman ini harus
selalu ditanamkan guna terciptanya sustainable society.
Menurut hemat penulis, konsep ekoliterasi ini dapat menjadi
terobosan baru dalam teknik pembelajaran efektif-menyenangkan
dan sesuai dengan fitrah anak. Konsep ekoliterasi dalam pendidikan
sekolah dasar merupakan konsep pendidikan yang berpusat pada
anak, secara keseluruhan dan menaruh perhatian pada perkem-
bangan fisik, kognitif, dan sosial emosi anak. Instruksi yang diatur
berdasarkan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak. Dalam hal
ini, seluruh pendidikan anak sekolah dasar yang merefleksikan
filosofi yang dirangkai dalam aktivitas khusus kemudian dapat
membentuk anak secara holistik dan terintegrasi.
Teknik pembelajaran yang berdasar pada konsep ekoliterasi
pada siswa SD juga bukan hanya sekedar kumpulan kegiatan me-
lainkan kerangka perkembangan yang koheren belajar dari penga-
laman dan mencapai apa yang telah ditunjukkan. Santrock (2011)
menambahkan Penekanan diletakkan pada proses belajar diban-
dingkan pada apa yang dipelajari. Lebih lanjut, Santrock juga menja-
barkan ada tiga prinsip dasar pendidikan berpusat pada anak yaitu;
(1) setiap anak mengikuti pola perkembangan yang unik, (2) anak-
anak belajar melalui pengalaman langsung dengan berbagai orang
dan materi, (3) dan bermain merupakan hal yang sangat penting
bagi perkembangan anak secara total. Bereksperimen, bereksplo-
rasi, menemukan, mencoba, melakukan restrukturisasi, berbicara
dan mendengarkan, aktivitas-aktivitas tersebut dapat mendasari
pada konsep ekoliterasi pada pendidikan sekolah dasar.

| 246 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Dalam rangka mewujudkan hal tersebut dibutuhkan ruang


terbuka yang teduh sebagai ruang belajar bagi anak. Selain itu,
untuk mewujudkan konsep ekoliterasi dibutuhkan fasilitas-fasilitas
yang menunjang tumbuh kembang anak seperti yang membantu
mengasah kemampuan motorik kasar anak dengan pengadaan
rumah pohon, lapangan untuk bermain, lahan kosong untuk latihan
cocok tanam, jalan-jalan ke kebun binatang, dsb. Pembelajaran
pada anak harus mengajarkan anak untuk memiliki ketertarikan
pada tubuh, hewan,tumbuhan dan mahluk hidup lainnya, anak juga
dapat mengobservasi dan mempelajari hewan disekitar sekolah,
dan anak juga dapat mengembangkan pemahaman mereka tentang
dunia dengan belajar mengenai tumbuhan, fungsi, kebutuhan, nilai
estetik, dsb. Model pembelajaran tersebut dapat disisipkan dalam
beberapa pertemuan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam,
olahraga, kesenian, dan agama.
Lalu untuk menunjang aspek motorik halus dan juga kognitif
anak guru dapat memberikan program belajar menggunakan
tumbuh-tumbuhan, biji-bijian sebagai media belajar matematika,
pengelolaan kertas bekas yang nantinya akan dibuat kerajinan, art,
atau sebagai media penunjang proses belajar efektif-menye-
nangkan. Untuk menunjang aspek sosio-emosi anak, siswa diajak
untuk melakukan trip ke tempat wisata, berkebun atau bercocok
tanam bersama para petani, mendaur ulang barang-barang bekas
bersama teman-temannya, membentuk kelas memasak bagi anak-
anak dan sumber masakan anak-anak dapat memperolehnya dari
kebun sekolah, kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya bersifat
konstruktif namun akademik karena anak tidak hanya memprak-
tekkannya tetapi juga belajar secara langsung, melihat, mengamati
proses pembelajarannya. Anak juga sejak dini belajar untuk men-
cintai lingkungan tidak hanya lingkungan alam yang ditekankan
melainkan lingkungan sosial juga turut menjadi perhatian meng-
ingat keduanya memliki relasi.
Melalui konsep ekoliterasi ini ruang kelas bukan menjadi hal
yang monoton bagi siswa dalam menerima stimulasi pembelajaran.

| 247 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Lingkungan outdoor harus berukuran lebih besar kerena tempat


tersebut merupakan tempat dimana anak-anak dapat mening-
katkan sosialisasi, kognitif, bahasa, pengembangan, eksplorasi,
sensorik, dan apresiasi terhadap alam. Aspek-aspek lain juga dapat
dikembangkan melalui kurikulum ini seperti aspek kognitif yaitu
anak dapat belajar sains misalnya dengan mengamati proses tum-
buh kembangnya tumbuhan atau mengamati hewan.
Tidak hanya itu, aspek bahasa anak-anak diajak untuk belajar
melalui story telling dari guru-guru dengan memberikan cerita yang
dapat memberikan anak pengetahuan tentang lingkungan dan juga
guru dapat mengajak anak untuk bermain peran dengan menggu-
nakan media barang-barang bekas yang dapat digunakan sebagai
kostum ataupun alat musik. Guru mengajari anak-anak untuk mem-
buat baju dari daun, dari kertas bekas, botol bekas atau kaleng
dapat menjadi alat musik dan sebagainya. Tidak hanya itu, konsep
ekoliterasi ini menekankan pembelajaran anak pada bermain,
karena bermain harus mengakomodasi semua kurikulum.
Kurikulum ini dapat diterapkan diwilayah manapun yang terda-
pat di seluruh Indonesia. Untuk menerapkan sistem pembelajaran
ekoliterasi tidak perlu membutuhkan ruang yang luas, dana yang
lebih, dan bangunan yang mewah. Konsep dari teknik pembelajaran
efektif ini dapat diterapkan baik dilingkungan perkotaan terlebih
pedesaan. Hadirnya konsep ekoliterasi ini dalam pendidikan sekolah
dasar menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi saat ini.
Sejatinya seorang anak yang sedang dalam masa kanak-kanak sepa-
tutnya diberi stimulasi yang baik, tidak monoton belajar hanya
dalam ruangan terlebih ruangan yang sempit dan sama sekali tidak
memberikan stimulasi dari luar ruangan, tidak kaku dan harus
ramah terhadap fitrah anak.
Melalui konsep ini, anak dibantu untuk menemukan fitrahnya
sebagai manusia yang seutuhnya. Manusia yang seutuhnya meru-
pakan manusia yang peduli dengan lingkungan sekitar dalam hal
ini lingkungan alam dan sosial dan peduli terhadap keberlanjutan-
nya. Di sisi lain, anak juga tidak akan tergantung dengan gadget

| 248 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

ataupun tontonan yang disajikan di televisi yang beberapa tidak


memiliki mutu yang baik dan tidak pantas dipertontonkan pada
anak-anak. Konsep ini, anak sudah menemukan media untuk ber-
main dan belajar dengan cara lebih menyenangkan, tidak membo-
sankan dan tentu saja memberikan manfaat yang optimal bagi
tumbuh kembang anak, dan membantu anak untuk mencapai masa
yang bermakna dan menyenangkan.
Sebagai penutup dalam tulisan ini, alam telah memberikan
banyak ilmu pengetahuan dengan menampilkan beragam proses
dan gejala dengan penuh harmoni, kembali kealam dan menjaga
keberlangsungannya menjadi kunci dalam pembelajaran efektif-
menyenangkan pada anak. Belajar tidak hanya sebatas aktivitas
didalam ruang kelas, bermain, memanfaatkan hasil alam sekitar
juga sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan. Tugas kita
sebagai pendidik, orangtua, pemerintah, dan masyarakat untuk
membantu menciptakan suasana yang kondusif untuk proses
pembelajaran pada anak. Jika anak mencintai lingkungannya sejak
dini, sudah sangat jelas kecintaan anak untuk memajukan negara
dan bangsa akan semakin besar.

Referensi:
Desmita. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya
Essa, Eva. L. 2008. Introduction to Early Childhood Education.
Canada: Delmar Learning.
Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan sebagai Suatu
Pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima.
Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Istiwidianti, dkk. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Keraf, Sonny. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup: Alam sebagai Sebuah
Sistem Kehidupan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Santrock, J.W. 2011. Life Span Development 13th Edition. New York:
McGraw-Hill

| 249 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Situs Online:
www.bandungbisnis.com, diakses pada tanggal 8 Oktober 2017
pukul 21.00
www.astralife.co.id, diakses pada tanggal 8 oktober 2017 pukul
21.15

Uswatun Hasanah, S.Psi. (uhasanah1709@gmail.com)


Pegiat Literasi RumahBacaKomunitas.org
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah

| 250 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Menstimulasi
Kemampuan Bahasa
dan Membaca Anak
dengan Membacakan
Cerita kepada Anak
Uswatun Hasanah

Sering kali kita mendengar ungkapan bahwa buku adalah jendela


dunia mereka, dengan membaca merupakan jalan pintas untuk
membuka cakrawala berpikir kita terhadap hal-hal atau ide baru.
Begitu banyak manfaat membaca baik dalam hal peningkatan
kemampuan kognitif, meningkatkan kemampuan emosional, dan
juga membaca buku dapat meningkatkan kemampuan sosial.
Membaca tidak hanya menjadi pelengkap dalam hidup namun
menjadi sebuah kebutuhan dalam semua ranah kehidupan
manusia. Tidak hanya itu, membaca juga dapat meningkatkan
kemampuan imajinasi, melatih konsentrasi, dan mampu
membangun kemampuan kecakapan menulis.
Begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh dari kebiasaan
membaca, namun dengan segudang manfaat tersebut tidak
membuat sebagian masyarakat tergiur dan mencoba kebiasaan
| 251 |
THE SPIRIT of DAUZAN

tersebut. Dilansir dari berbagai sumber ternyata Indonesia


menduduki peringkat ke-60 dari 61 Negara yang memiliki minat
baca terendah (tribunnews.com, 2017). Kondisi tersebut sangat
memprihatinkan, mengingat kehidupan pada abad ini yang semakin
dinamis, masyarakat abad ini tidak hanya dituntut untuk mmeiliki
kemampuan melek huruf (literacy) tanpa memilki tradisi membaca
yang kuat.
Tradisi atau kebiasaan membaca pada setiap individu bukanlah
sebuah proses instan dan tidak bisa dibentuk secara tiba-tiba da
kondisi tersebut harus mulai ditumbuhkan sejak dini. Sudah Men-
jadi tanggung jawab bersama khususnya bagi para orangtua untuk
mengenali bahan bacaan yang menarik kepada anak sedini
mungkin.

Peran Orangtua dan Pengasuh dalam Menstimulasi Minat Baca


Anak Sejak Dini
Ketika anak berada pada usia dini atau dibawah lima tahun,
orangtua atau guru disadari atau tidak disadari melalui pengamatan
kita anak-anak memiliki pemikiran yang sangat luar biasa. Baik itu
imajinasi yang dibangun oleh anak-anak sendiri, rasa ingin tahu
yang besar mengenai hal-hal yang mereka lihat dan apa yang
mereka rasakan dari lingkungannya, munculnya ide-ide dari pikiran
mereka yang tak jarang orangtua terheran-heran dengan pola pikir
mereka.
Teori tabula rasa John Locke da Francis Bacon mengungkapkan
bahwa anak ibarat kertas putih bersih yang belum terisi tulisan
dan warna apapun maka orangtua dan lingkungan yang akan
memberi warna dan tulisan pada anak. Anak dapat dibentuk sesuai
dengan pendidikan yang mereka peroleh dari lingkungannya. Disisi
lain bagi anak, orangtua adalah role model dalam kehidupannya,
anak merupakan peniru ulung, mereka akan mengamati dan
menginternalisasi dalam diri menjadi sebuah perilaku apa yang
selama ini mereka lihat dan apa yang mereka dapatkan dari
lingkungannya terlepas itu adalah hal yang bermanfaat ataupun

| 252 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

tidak bermanfaat pada anak. Alangkah baiknya setiap orangtua


memberikan dan mencontohkan hal-hal yang baik dan bermanfaat
pada anak karena orangtua adalah sekolah pertama anak sebelum
anak memasuki pendidikan formal. Sebelum orangtua mencoba
untuk menumbuhkan kebiasaan membaca pada anak, maka orang-
tua sepatutnya memperlihatkan kebmerekasaan membaca terse-
but tumbuh dalam lingkungan tempat anak tinggal.
Orangtua harus memahami anak memiliki masa dimana semua
aspek dalam proses tumbuh kembangnya (kognitif, emosi, psikis,
fisikal, dan sosial) mengalami perkembangan yang pesat yang kerap
kita kenal sebagai masa golden age atau masa keemasan anak.
Orangtua harus pandai memanfaatkan kondisi ini dengan mengop-
timalkan semua kemampuan yang dimiliki orangtua, dalam kondisi
ini juga tradisi membaca anak dapat dibentuk. Simister (2009)
mengungkapkan bahwa secara biologis ditahun-tahun awal masa
tumbuh kembang anak, kekenyalan otak atau dengan kata lain
kapasitas untuk menumbuhkan keterampilan, nilai, dan perilaku
nantinya akan menjadi kebiasaan hingga berada pada kondisi pun-
cak. Bahkan perubahan-perubahan kecil pada orangtua dalam
berbicara dan bermain dengan anak dapat memiliki dampak yang
nyata.

Membacakan Cerita pada Anak


Berbagai pro-kontra mengenai usia yang tepat bagi orangtua
ataupun pendidik untuk memulai mengajarkan anak mengenai
keterampilan membaca. Namun yang perlu dipahami orangtua dan
pendidik bahwa pendidikan atau pengenalan yang vital adalah pada
anak memasuki masa ke-emasan seperti yang telah penulis jelaskan
sebelumnya. Pada usia tersebut merupakan usia yang tepat pada
penanaman dasar nilai-nilai kehidupan dan sebagai fondasi dalam
pembentukan kepribadian anak. Temasuk didalamnya dalam
menumbuhkan kecakapan dan keterampilan hidupnya seperti
keterampilan menulis dan membaca.
Perlu diingat bahwa memberikan pembelajaran membaca

| 253 |
THE SPIRIT of DAUZAN

kepada anak usia dini dalam hal ini tidak mengharuskan anak untuk
bisa membaca pada usia tersebut akan tetapi mengacu pada tujuan
agar anak memiliki minat dan menumbuhkan tradisi membaca
sejak dini. Anak juga dapat terbiasa dengan melihat rangkaian kata-
kata, gambar-gambar yang menarik pada buku, terbiasa mende-
ngar, dan terpenting menumbuhkan daya imajinasi yang kuat pada
anak .
Pemberian stimulasi kepada anak dimulai dengan kebiasaan
membacakan cerita pada anak berupa dogeng, cerita nabi-nabi,
dan cerita yang memiliki nilai tersirat terhadap perkembangan
anak. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orangtua dan pendidik
dalam menstimulasi dan meningkatkan minat baca pada anak:
1. Memberi aturan yang jelas kepada anak terhadap batasan waktu
dalam menonton televisi dan bermain gadget.
Zaman serba instan dengan berbagai penawaran kemudahan,
kerap orangtua memilih jalan tersebut untuk memberikan
hiburan pada anak bahkan terdapat beberapa orangtua yang
menggunakan televisi dan gadget sebagai media untuk mene-
nangkan anak yang rewel. Menjadikan televisi dan gadged
sebagai media pembelajaran pada anak sah-sah saja asal dengan
waktu yang tidak lebih dari 24 jam dalam seminggu karena dapat
memberikan beragam pengaruh negatif terhadap perkem-
bangan anak, orangtua harus tegas dalam menjalankan ini.
2. Menjadikan kebiasaan membacakan cerita atau mendongeng
sebagai tradisi wajib dalam keluarga.
Contohnya orangtua dapat memulai kebiasaan tersebut ketika
anak hendak istirahat di malam hari. Tidak perlu waktu yang
banyak cukup 10-15 menit orangtua menyempatkan waktu un-
tuk menanyakan hal-hal apa saja yang diperoleh anak hari ini,
orangtua dapat membacakan cerita melalui buku dengan meng-
gunakan buku yang menarik dan penuh dengan warna. Setiap
minggu orangtua dapat memulai untuk menceritakan hal-hal
menarik yang ditemukan atau membuat cerita dan berikutnya
anak diminta untuk menggunakan daya imajinasinya untuk

| 254 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

melanjutkan cerita tersebut. Jika kondisi ini konsisten dilakukan


selain mampu menumbuhkan tradisi membaca pada anak juga
dapat menciptakan kehangatan dan kelekatan secara emosional
pada anak dan orangtua.
3. Pilih buku cerita menarik, penuh gambar, warna cerah, dan
pemilihan cerita yang dapat membangun karakter dan imajinasi
anak.
Salah satu metode yang banyak digunakan oleh para pakar
pendidikan dan psikologi untuk meningkatkan minat baca pada
anak adalah dengan cara membuat anak tertarik dengan buku
atau bacaan, jika sejak awal anak memiliki ketertarikan terhadap
buku atau bacaan maka dengan sendirinya akan menimbulkan
rasa ingin tahu atau rasa penasaran anak terhadap buku terse-
but. Kemudian orangtua dengan perlahan memperlihatkan dan
menjelaskan gambar-gambar yang ada di buku tersebut.
4. Sesekali ajak anak untuk mengenal lingkungan luarnya.
Salah satu cara untuk meningkatkan dan menguatkan daya ima-
jinasi anak adalah dengan mengajak anak mengenal ling-
kungannya lebih dekat. Selain dapat meningkatkan kemampuan
motorik halus dan kasar pada anak juga dapat meningkatkan
daya tahan fisik juga emosi pada anak.

Terpenting dari semua ini adalah jangan pernah melakukan


pemaksaan pada anak, jangan menggunakan metode yang mem-
bosankan dan berulang-ulang, ketika mengajar anak orangtua men-
coba melihat kondisi emosi dirinya ketika akan menghadapi anak.
Orangtua dihimbau untuk tidak mengajari anak dalam kondisi pe-
nuh tekanan. Banyak orangtua keliru dengan memulai mengajari
anak dari abjad terlebih dahulu, sebaiknya mengajar anak dengan
mengenali gambar dan warna yang menarik.
Orangtua juga senantiasa menciptakan suasana yang gembira
pada anak, selalu berinovasi dalam mengajari anak, tidak pernah
mengabaikan setiap pertanyaan dan cerita dari anak, dan berilah
buku-buku terbaik. Sebagai penutup penulis pernah membaca

| 255 |
THE SPIRIT of DAUZAN

sebuah kutipan menarik dari Jacqueline Kennedy bahwa mem-


bacakan buku untuk anak-anak merupakan suatu aktifitas terpen-
ting untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang
mereka perlukan untuk belajar membaca.

Referensi:
Nurhadi, Muljani, dkk. 2007. Potret Ilmu Pendidikan. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Simister. C. J. 2009. Anak-anak Cemerlang. Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta
Tajuddin, Yuliyatun. 2014. Belajar Membaca Bagi Anak Usia Dini:
Stimulasi Menumbuhkan Minat Baca Anak. Vol. 2, No. 1. Jurnal
STAIN Kudus.

Uswatun Hasanah, S.Psi. (uhasanah1709@gmail.com)


Pegiat Literasi RumahBacaKomunitas.org
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah

| 256 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Membaca Serikat
Taman Pustaka Dari
Lorong Seberang
W. Yono

Fragmen 1
Di pinggiran sebuah desa yang jauh dari episentrum Literasi,
Bapak yang jenggotnya mulai memutih itu tengah asyik menata
lembar-lembar majalah bekas di serambi musholla, tempat dia
biasa sholat dan bersih-bersih musholla.
Majalah-majalah itu berserakan tidak beraturan, sehabis dibolak
balik dan dibaca sebagian anak-anak yang sore itu habis mengaji.
Majalah-majalah lusuh itu dia dapatkan dari tukang loak keliling.
Dia beli kiloan. Dia bersihkan dan ditata seadanya. Diletakkan di
sebuah bangku kecil yang mulai agak reyot. Disuguhkan kepada
anak-anak yang mengaji di musholla. Begitu saja. Tidak lebih.
“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

Fragmen 2
Seorang pengusaha muda sangat bergairah mengembangkan
bisnisnya di sebuah kota kecil. Sebuah kota yang bersolek dengan
banyaknya industrialisasi. Sang pengusaha muda, dengan menying-
singkan lengan bajunya, terus merambah sektor-sektor usaha baru
yang belum ada pesaingnya di kota kecil tersebut. Waktunya sedikit
demi sedikit terkuras. Tandas. Dihabiskan berlarian dari satu kota
ke kota lainnya. Dari satu relasi ke relasi lainnya. Dari satu konsumen
| 257 |
THE SPIRIT of DAUZAN

ke konsumen lainnya. Sampai sang pengusaha muda terperangah.


Ada yang kurang. Ada yang kosong di dalam palung hatinya. Sampai
akhirnya, ia putuskan untuk mendesain salah satu mobil bak milik-
nya, sedemikian rupa. Ia penuhi mobil itu dengan berbagai jenis
buku. Entah ratusan, mungkin sudah ribuan. Ia tugasi dua karyawan-
nya untuk membawa mobil itu ke alun-alun kota, setiap sore. Tanpa
jeda. Tanpa hari libur. Agar masyarakat kotanya bisa menikmati
setiap menu bacaan, yang tersedia di mobil itu. Begitu saja
rutinitasnya. Tidak lebih.
“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

Fragmen 3
Pagi itu. Di sebuah lapak warung kopi di pinggir pasar. Terlihat
seorang pemuda sedang asyik dengan gadget-nya. Umurnya
mungkin 30-an tahun atau bahkan nyaris 40 tahun. Entah. Yang
pasti, ia masih lajang. Kata orang jomblo. Sambil menyeruput
kopinya yang masih mengepulkan asap dia berselancar dengan
gadgetnya. Membuka laman-laman media sosial. Keningnya berke-
rut. Keringat mulai menyerumbul dari pori-porinya. Ia temukan
banyak orang berkegiatan. Lalu lalang mengabarkan aktifitasnya.
Ia temukan nama-nama asing di gawainya. Ada David Efendi yang
entah apa pekerjaan utamanya. Gak jelas. Ia temukan juga nama
Nirwan Ahmad Arsuka yang entah dari mana asalnya. Juga kawan-
kawan dari David dan Nirwan. Banyak sekali.
Ia letakkan sejenak gawainya. Ia kembali menyeruput kopinya
yang sudah mulai dingin. Matanya nanar. Pikirannya berkelebat
entah kemana. Lalu ia ambil kembali gawainya. Kembali berselusur.
Menyusuri lorong-lorong Facebook. Kali ini ia temukan frasa-frasa
asing di faset mata majemuknya. Matanya menangkap Rumah Baca
Komunitas. Berselancar lagi. Kemudian jarinya berhenti. Matanya
bersitatap dengan Pustaka Indonesia Bergerak. Semakin lama
semakin banyak. Ada TBM-TBM dengan berbagai nama. Rumah
Baca Rumah Baca dengan berbagai merk. Sesekali matanya silau
ketika bersitatap dengan Rumah Baca Cahaya. Ada Serikat Taman

| 258 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Pustaka. Ada Kopdarnas. Ada Literasi. Entah apa lagi.


Kopinya sudah tandas. Mata pemuda itu menerawang. Perta-
nyaan berkecamuk dalam benaknya. Kenapa semua yang berseli-
weran di media sosial itu tidak ada satupun yang terjadi di desanya.
Apakah bisa seperti mereka. Bagaimana caranya beraktifitas seperti
itu. Tanya kepada siapa. Ah........
“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)

Itu hanya beberapa fragmen. Masih banyak lagi fragmen-


fragmen yang berserakan di rimba belantara literasi. Datang dari
sudut-sudut kota. Pelosok-pelosok desa. Tepian-tepian sungai dan
laut. Lereng-lereng ngarai dan bebukitan. Dan entah darimanapun.
Banyak diantara mereka para pelaku, penggerak dan pegiat literasi
bermunculan dari latar belakang yang berbeda. Ada yang pintar
menulis dengan memakai istilah-istilah ilmiah, ada yang hanya bisa
bermain kata. Ada yang cuma bisa corat coret. Ada yang hanya
bisa bercerita. Bahkan mungkin hanya bisa menganggukkan kepala.
Tapi ada satu kesamaan mereka. Mereka sama-sama mengusung
tekad. Sama-sama memanggul semangat untuk memajukan
sesama. Agar masyarakat melek pengetahuan, melek baca tulis,
melek literasi atau apapun istilah dan sebutannya.
Kopdarnas Pegiat Literasi sebagai sebuah ihtiar dari Majelis
Pustaka Informasi PP Muhammadiyah untuk membangkitkan
kembali budaya literasi di lingkungan Muhammadiyah patut untuk
diapresiasi. Pembentukan Serikat Taman Pustaka, atau apapun
istilahnya, nanti juga patut disyukuri.
Tapi kalau Kopdarnas dimaknai hanya sebagai sebuah ajang
untuk berkumpulnya para pelaku, penggerak dan pegiat literasi
dengan syahwat menulis yang membuncah, jangan berharap
Serikat Taman Pustaka bisa mengecambah di ruang-ruang amal
usaha Muhammadiyah…
Seandainya kegiatan Kopdarnas itu hanya dijadikan sebagai
sarana berkumpulnya pelaku, penggerak dan pegiat literasi dengan
titel kesarjanaan bertumpuk, kemudian ramai-ramai mendaki

| 259 |
THE SPIRIT of DAUZAN

menara gading sambil membusungkan dada, maka jangan berharap


Serikat Taman Pustaka bisa tampil megah layaknya Pustaka Indo-
nesia Bergerak, TBM atau Rumah Baca Asma Nadia.
Saya berharap Kopdarnas Pegiat Literasi, yang akan dihelat di
UM Surakarta ini, bisa ramai dan berwarna, sehingga bisa menjadi
pemercik api tekad dan semangat semua orang, semua kalangan,
untuk menumbuhkan budaya literasi di lingkungan Muhammadiyah
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Bukan sekedar tempik
sorak segelintir orang yang jumawa.
Jumawa itu akan tetap bernama jumawa meski berselimut pena
dan tinta.
Kesombongan itu akan tetap bernama kesombongan meski
berkalung sorban (David Efendi, Entah kapan)
“Siapa saja bisa menjadi penggerak literasi” (Dauzan Farook)
Selamat BerKopdarnas!

Wariyono (warokyono@yahoo.com)
Sanggar Baca Madani PR PM Blimbing Paciran Lamongan

| 260 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

KBM dan Motivasi


Untuk Maju
Wira Prakasa Nurdia

“Bagi saya menulis itu bukan ihwal teoritis tetapi praksis, proses
menulis itu menyangkut dedikasi dan konsistensi,” ujar Ahmad
Sahide, lirih.
Ahmad Sahide, saya mengetahui dirinya sekitar tiga setengah
tahun yang lalu di sebuah percakapan antar-dinding pada platform
media sosial sejuta umat, Facebook. Saya kurang begitu mengingat
mengapa saya bisa dengan mudahnya menemukan akun profilnya
di antara ribuan akun lainnya. Namun yang jelas, satu hal yang
menggugah saya untuk tidak ragu meminta hubungan pertemanan
dengannya adalah karena pada bilah profilnya disebutkan bahwa
ia merupakan penggerak pada sebuah komunitas literasi:
Komunitas Belajar Menulis.
Di Yogyakarta banyak komunitas sejenis yang mengusung literasi
sebagai simpul pergerakan. Aktivitasnya begitu rupa: membagikan
buku secara gratis, perpustakaan keliling, lapak taman baca di akhir
pekan, bahkan sampai mengedukasi anak-anak di kawasan ping-
giran. Semua usaha tersebut umumnya dilandasi oleh kesukarelaan
serta tanpa pamrih demi sebuah tujuan mulia, yaitu memberda-
yakan. Akumulasi kerja-kerja literer di atas merupakan sebuah kabar
yang menggembirakan di tengah pesimisme kita terhadap temuan
studi Most Littered Nation in The World oleh Central Connecticut
State pada 2016 silam, di mana minat baca masyarakat Indonesia
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara.
| 261 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Begitu pula dengan Komunitas Belajar Menulis atau jamak


disingkat KBM. KBM dibentuk salah satunya sebagai respons ketia-
daan medium di lingkungan kampus untuk menyalurkan potensi
literer, terutama menulis. Kegelisahan tersebutlah yang mendorong
ketiga mahasiswa kritis seperti Ahmad Sahide, Rezky Satris, dan
Arkie Aninditya membentuk suatu komunitas yang titik pijaknya
dimulai dari hobi yang sama, yakni menulis. Mengapa harus
komunitas? Pertanyaan ini gampang-gampang susah, namun jika
harus ditarik ke belakang jawabannya terletak pada pembredelan
tulisan-tulisan mereka di mading kampus.
Tahun 2010 berbeda dengan era sekarang di mana setiap indi-
vidu mampu mengakses secara luas informasi berbasis internet.
Dulu, sebagaimana cerita Ahmad, salah satu cara untuk mengkritik
fenomena mahasiswa adalah melalui sebuah tulisan yang ditem-
pelkan pada dinding mading. Mading disediakan oleh pihak kampus
sebagai salah satu media alternatif mahasiswa, pun juga dikelola
mahasiswa sendiri. Ahmad dan kedua temannya menyadari dan
memahami hak itu, mereka memenuhi dinding mading dengan
kegelisahan mereka terhadap kebijakan kampus dan kabinet
mahasiswa saat itu. Namun, dasar mahasiswa, tulisan mereka tak
sampai sehari “nangkring”, langsung hilang berganti dengan infor-
masi lain. Rangkaian awal mula perjalanan KBM di atas mengingat-
kan saya pada sebuah film biografi populer yang digarap apik oleh
sutradara gaek, Riri Riza, didasarkan pada sebuah catatan buku
seorang aktivis mahasiswa Universitas Indonesia, Soe Hok Gie pada
dasawarsa tahun 60-an. Di mana buku dan tulisan merupakan dua
instrumen paling fundamental dalam sebuah pergerakan
revolusioner.
Namun saat ini, KBM sudah bukan lagi komunitas yang hanya
merespons isu lokal –egosentrisme mahasiswa-. Ia masuk lebih
dalam lagi, mengepakkan sayapnya menjadi komunitas yang mem-
buka diri terhadap siapapun yang ingin bergabung dan bersama-
sama belajar menulis, termasuk di antaranya saya yang notabene
berbeda universitas. Pasca-ditinggal dua sahabatnya (Arkie

| 262 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

meninggal dunia, Rezky pulang ke daerah), Ahmad Sahide praktis


sendiri menggawangi komunitas yang sudah berjalan selama tujuh
tahun ini.

Pola dan Berbagai Kegiatan KBM


Ahmad Sahide berkali-kali mengingatkan kepada peserta yang
hadir dalam lingkar KBM setiap Minggu malam, bahwa karakteristik
dasar sebuah komunitas tidak ada unsur paksaan. Selebihnya ia
merupakan kesadaran pribadi, penghargaan terhadap suatu proses
dan kemauan untuk maju terutama dalam bidang menulis. Me-
mang untuk yang terakhir ini bukan merupakan suatu garansi,
tergantung si empunya asalkan ia konsisten, tekun, dan tekad yang
kuat.
Untuk pola, Ahmad Sahide mewajibkan peserta datang mem-
bawa karya tulis, baik itu berupa essay, puisi, cerita pendek
(cerpen), dan karya ilmiah. Setiap karya harus dibagikan masing-
masing kepada seluruh peserta, dan diklinik satu sama lain. Hampir
seluruh anggota yang baru pertama kali bertandang ke sekretariat
KBM selalu merasakan kegetiran ketika tulisannya harus dibaca dan
dikritik. Namun kritik merupakan sebuah keniscayaan, dan ini
berlaku kepada siapapun termasuk Ahmad Sahide meskipun ia
sudah bergelar Doktor sekalipun. Selain kritik sebagai evaluasi
tulisan, pola formasi tersebut juga menunjukkan kesetaraan satu
dengan yang lainnya yang bersimpul pada sebuah karya. Bukan
gelar, status dan lain-lain. Jika Anda membawa sebuah karya berku-
alitas teman-teman lain tak akan sungkan untuk mengapresiasi,
tetapi jika sebaliknya, konsekuensinya Anda bisa saja mendapat
kritik yang pedas.
Tentu dalam perjalanan panjang selama tujuh tahun, KBM tidak
saja berkutat pada kegiatan klinik menulis. Beberapa kali kami
mengadakan workshop dengan mengundang tokoh-tokoh kom-
peten, terutama yang berkaitan dengan bidang literasi. Terakhir,
kami mengundang seorang aktivis pergerakan literasi dari Sulawesi
Tenggara, Ridwan Mandar yang mendedikasikan dirinya

| 263 |
THE SPIRIT of DAUZAN

mengarungi lautan lepas untuk mendistribusikan buku-buku secara


gratis ke daerah pelosok di pulau Sulawesi. Kegiatan tersebut
mendapat respons yang cukup positif. Banyak peserta yang hadir
dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, tokoh literasi, tokoh
masyarakat, bahkan dosen dari berbagai universitas.
Di samping berkegiatan, tiap tahunnya kami juga menerbitkan
karya anggota KBM dalam sehimpun antologi buku. Buku tersebut
merupakan fragmentasi dari karya masing-masing anggota,
sekaligus apresiasi bagi mereka yang konsisten untuk berproses.
Beberapa karya tersebut di antaranya adalah; Pesan Mama Tentang
Kematian yang Indah, Filsafat dan Cinta yang Menggebu, KBM dan
Insomnia Kota Jogja. Ahmad Sahide pun tak lelah mendorong serta
mengingatkan anggotanya mengenai pentingnya publikasi karya,
terutama media cetak nasional. Beberapa di antaranya sudah
dimuat di media cetak arus utama seperti Kompas, Tribun Jogja,
Republika, Seputar Indonesia dan media daring. Meskipun
berbentuk komunitas yang serba terbatas, namun KBM mempunyai
arti penting bagi anggotanya. Minimal ini semacam suplemen yang
memompa dan mendorong kami untuk lebih giat lagi.

Wira Prakasa Nurdia (wiraprakasan@yahoo.com)


Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta

| 264 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Kampung ‘Imajinasi”
Muhammadiyah 2050
Yohani

Kampung Dakwah Digital


Guyuran hujan menepati janjinya, setelah hampir satu jam
mendung bergelayut di atas desa kecil nan mungil di ujung kota
dingin, Wonosobo. Dusun asri yang diapit dua bukit kembar laksana
sepasang pengantin yang enggan beranjak tua, untuk terus
menikmati indahnya pernikahan. Kabut tebal di atas desa itu sirna
sudah, berganti gelap dan derasnya hujan disertai guntur mengge-
legar, memecah kesunyian alam asri.
Dari kejauhan warna-warni payung melambai bergerak meng-
ikuti gerakan tangan sang pemegang, ada satu dua tiga orang keluar
dari gang-gang sempit sambil cincing mengangkat sarung dan
celana menghindari percikan air hujan. Mereka menuju pusat kajian
jamaah “Masjid Assalam “.
Beberapa diantaranya perempuan tua mengapit rindik di ping-
gang kanannya, berisikan jajanan yang sudah terbungkus rapi. Di
belakangnya anak remaja putri, ditangan kanannya berayun ceret
tempat minum dari tembaga, sesekali singgah di rumah pinggir
jalan yang ia lewati, sekedar memanggil penghuni rumah untuk
diajak serta, beberapa menyahut dan beberapa sepi tandanya
sudah mendahului. Senyum ceria mengiringi langkah mereka, tidak
ada duka, yang ada saling menyapa saat berjumpa di gang
berikutnya…
| 265 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Hari itu adalah jadwal kajian Ustadz Muslim dari Majelis Tabligh
PDM Wonosobo, kajian rutin setiap 35 hari sekali yang biasa
disebut dengan selapanan itu terus ramai dihadiri jamaah, tua
muda. Undangan via mailing list sudah diedarkan oleh Pimpinan
Ranting Mekar Wangi. Mekar Wangi adalah salah satu Ranting di
desa Randu Alas, masuk Kecamatan Sukoharjo. Meski masuk
Kecamatan Sukoharjo, akan tetapi akses jalan harus melewat
kabupaten Banjarnegara yang berjarak 5 kilometer dari pusat kota
Wonosobo.
Sudah empat tahun Haji Sujak, sang ketua Ranting, menggagas
konsep digitaliasi undangan dalam rangka menjawab kebutuhan
warga akan percepatan informasi. Sebetulnya, undangan masih bisa
menggunakan kertas surat dan diedarkan dari rumah ke rumah,
akan tetapi dengan cara ini ternyata efektif untuk mengajarkan
kepada orang tua tentang pentingnya surat elektonik atau e-mail.
Saat ini, dari seratus kepala keluarga di Ranting itu sudah menggu-
nakan perangkat elektronik untuk kebutuhan layanan Persyari-
katan, email, whatsapp dan lain sebagainya.
Para pemuda sudah terbiasa menggunakan sosial media,
website, blog maupun vlog untuk berkomunikasi dan syiar kegiatan
Ranting, blog dakwah, Tapak Suci, IPM, Pemuda, Nasyiatul Aisyiyah.
Tepat jam 16.00 WIB kajian dimulai. Semua tenang dan khusuk
mendengarkan kajian. Generasi muda-mudi memegang buku
catatan kecil di tangan dengan ballpoint yang siap menuangkan
dalam tulisan. Salah satu notulen utama duduk tepat di samping
moderator yang siap dengan laptop. Nampak khusuk mende-
ngarkan dan secepat kilat kembali matanya ke layar monitor,
menggerakkan jari-jarinya lincah menulis intisari kajian.
Itu adalah pola kajian yang sudah diterapkan di salah satu rant-
ing di Wonosobo. Pembagian tugas yang cantik, atas kesadaran
yang tinggi mampu merubah paradigma bahwa kajian itu membo-
sankan. Mereka bergiliran bertugas sebagai notulen utama. Tugas-
nya tidak hanya mencatat resume kajian tapi bertanggung jawab
langsung untuk mem-publish dalam pemberitaan di media cetak

| 266 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

maupun elektronik. Saat ini ranting sudah bekerjasama dalam


publikasi berita ke beberapa media seperti Wonosobo Ekspress,
Suara Merdeka, Jawa Pos, Republika dan Wawasan. Selain itu,
media online Persyarikatan dan Media Sosial yang akunnya
dipegang oleh tiap-tiap ketua Ortom juga siap mempublikasi hasil
kajian tersebut.
Teringat saat itu, Januari 2014, jama’ah sudah memenuhi
halaman masjid kebanggaan untuk mendengarkan tausiyah rutin
dari Ustadz Ahmad Qodarullah. Rencana yang sudah disusun
matang buyar karena satu hal. Meskipun kajian itu adalah agenda
bulanan, ternyata Allah berkehendak lain, yang ditunggu terlambat
datang, beliau sakit, kecelakaan, mengharuskan dibawa kerumah
sakit. Alhamdulillah, setelah terhubung lewat ponselnya, beliau
hanya luka ringan di sekitar kaki kanannya dan beliau menyatakan
siap untuk tetap melaksanakan kajian secara live streaming dari
rumah sakit, Subhanallah…
Panitia dengan sigap menyiapkan perangkat proyektor yang
sudah terkoneksi dengan laptop untuk segera siaran live Youtube.
Kajian bersama Ustadz Ahmad akhirnya bisa terlaksana sekalipun
Ustadz berada di Rumah Sakit PKU.
Sudah bukan hal yang baru, warga Ranting tidak lagi gagap
teknologi informasi, model digitalisasi kajian wajib dilakukan.
Alhasil, warga tidak kecewa, dan bisa pulang dengan senyum yang
sama, membawa hasil siraman rohani, sambil menanti 35 hari lagi,
sampai jadwal berikutnya dengan ustad yang berbeda.
Password wifi yang selalu berganti dengan kata-kata dakwah : “
Yuk_Jamaah”, “Go_ Sholeh “ “ zakat_yuk” memotivasi setiap
jama’ah pengguna gadget, dan siapapun yang datang ke Masjid
Darul Arqom untuk update diri dengan situasi terkini.
Warga Persyarikatan setengah wajib memegang gawai, karena
informasi Persyarikatan pasti melalui surat rlektronik maupun
media sosial. Warga Aisyiyah dan NA secara rutin sebulan sekali
meng-update informasi tentang teknik “digital marketing” yang
dibina langsung dari Majelis Ekonomi PDM Wonosobo.

| 267 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Di pojok rumah bercat biru dengan dinding setengah bata,


terpampang jelas sebuah banner iklan “Service Laptop/ Komputer
“. Yang lebih menarik lagi tambahan tag iklan “Gratis jasa untuk
warga yang sudah hafal Al-Qur’an Juz 27. Angka dua puluh tujuh
ternyata portable, bisa diganti kapanpun, dan itu berganti setiap
tiga bulan sekali ke angka berikutnya, untuk memotivasi pengguna
layanan servisnya, fastabiqul khairat dengan program tahfidz dari
Bidang Dakwah PRM.
One home one laptop/personal computer adalah sebuah pro-
gres PRM menjawab tantangan jaman. Era digital tidak mungkin
bisa ditolak atau kita lari darinya. Ia akan terus mengejar siapapun
yang akan hidup sepuluh sampai dua puluh tahun kedepan. Peluang
kerja yang semakin sulit memaksa orang tua untuk berpikir ulang
menyekolahkan anak dengan output bekerja menjadi karyawan,
dan menentukan pekerjaan di era digital yang paling menjanjikan
adalah yang berhubungan dengan teknologi informasi. Maka,
kedepannya, seorang Insinyur akan kalah jauh penghasilannya
dengan seorang pedagang celana kolor online saat ia tidak punya
modal merintis perusahaan. Dan itu akan menjadi fakta yang tak
terbantahkan.

Ranting Sebagai Pusat Ekonomi


Juma’at pekan pertama adalah sarana untuk bercengkrama
dengan sesama jama’ah, mereka mendirikan sholat jum’at dengan
membawa buku tabungan BMT yang lokasinya ada di samping
Masjid. Berlanjut bercengkrama akrab ditemani secangkir teh atau
kopi hangat yang tersedia di serambil masjid, membahas isu terkini
tentang ekomoni kreatif. Di pojok kanan Masjid, sebuah kedai yang
dikelola Nasyiatul Aisyiyah, terlihat beberapa pemuda serius
merancang konsep peta dakwah untuk adik-adik IPM, tentang
kaderisasi ummat lewat Muhammadiyah.
Petugas BMT berkeliling membagikan buku setoran yang sudah
di-print out. Tidak usah kita bayangkan bagaimana mereka setoran
ke BMT, iuran dan tabungan warga sudah dikelola dengan sistem

| 268 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

online banking. Layaknya pada sistem pembelian pulsa telepon dan


listrik, transaksi tabungan dan ZIS warga sudah secara otomatis
dari sistem teknologi keuangan (fin-tech) BMT, ada juga diantaranya
yang memanfaatkan e-money sebagai alat pembayaran, sungguh
pemandangan yang berkemajuan…
Konsep ekonomi kreatif terbentuk, berawal dari Kajian Pemuda
yang berinisiatif mengumpulkan infak sekedarnya setiap malam
Jum’at dan berlanjut ke ortom yang lain, hingga saat ini perputaran
keuangan warga selalu berpusat di BMT. Ada warga yang mendiri-
kan bengkel sepeda motor, maka warga yang menggunakan jasa
servisnya terhitung gratis dengan penggantian oleh BMT dipotong
dari tabungannya. Demikian juga konsep asuransi, semua warga
Persyarikatan diberikan gratis berobat di klinik layanan kesehatan
terdekat, dengan plafon maksimal seratus ribu perbulan dan diakhir
bulan pihak klinik kesehatan mengklaim ke BMT. Semua pinjaman
keuangan atas dasar keyakinan bahwa Allah yang menjamin. Ridha
bima qosamallah.
Dengan pelayanan yang prima demikian, ternyata Allah membu-
kakan pintu rizki dari berbagai macam lini, wakaf, hibah, infak dan
shodaqoh tidak pernah putus dari warga Muhammadiyah, non-
Muhammadiyah dan bahkan dari luar negeri pun mengantri mene-
rima pahala Allah dari ZIS mereka..
“Apapun kesulitan keuanganmu, Masjid tempat kembalimu”
(untuk memberikan solusi)… Allahu Akbar…
Pemberdayaan ekonomi di tingkat Ranting akan sangat mem-
bantu pengelolaan keuangan di tingkat Cabang dan Daerah bahkan
di Pusat. Tetapi, saat potensi Ranting belum digali secara optimal,
maka yang terjadi warga Persyarikatan akan merasa keberatan
dengan berbagai macam tarikan iuran organisasi.

Ranting Sarungan
Lampu-lampu rumah mulai bercahaya, terlihat satu-satu dinya-
lakan. Kelap-kelip lampu dari rumah-rumah penduduk sudah mulai
menerangi sebagian besar rumah warga. Kumandang adzan Shubuh

| 269 |
THE SPIRIT of DAUZAN

terdengar merdu. Wasirun mengumandangkan adzan dengan suara


khasnya, membangunkan manusia-manusia muslim dari peraduan-
nya, bergegas bangkit menuju tempat berwudhu, ada diantaranya
langsung menuju masjid untuk berwudhu di sana.
Satu-satu berdatangan meski dengam muka yang beraneka
macam, capek, ngantuk dan lelah, namun keceriaan tampak di
wajah mereka saat saling bersalaman bertemu di teras masjid. Para
pemuda membuka obrolan dengan kisah hari yang lalu ditemani
semilir angin pagi.…
Masjid Assalam adalah masjid bersejarah yang penuh kisah di
awal pendiriannya. Masjid penuh kenangan bagi siapapun yang
pernah muda di kampung ini, dan masjid yang sejuk bagi siapapun
pendatang yang menunaikan sholat di sini. Bukan karena tempatnya
yang luas, ataupun lokasinya yang strategis, tetapi karena ada ruh
dakwah didalamnya. Ada lantunan dzikir di setiap waktunya, karena
jama’ah menyadari bahwa masjid adalah pusat peradaban manusia,
dari dulu dan yang akan datang. Pusat studi bagi penimba ilmu
para generasi sholeh… tanpanya hampa dunia dari ruhul jihad.
Kami sebut dengan Ranting sarungan, bukan karena jamaah
masjid rutin memakai sarung, dan bukan pula penggemar sarung
sebagai tradisi para santri, tapi lebih kepada nilai historis dan sejarah
bahwa sarung pernah menjadi ikon dakwah para santri, dengannya
semangat dakwah muncul kembali dengan aneka metode.
Warga Peryarikatan selalu berduyun-duyun mendatangi masjid
saat adzan berkumandang, meninggalkan segala aktifitas perda-
gangan, pelaku usaha mewajibkan karyawan untuk segera meng-
ambil air wudhu melaksanakan panggilan Allah. Mungkin inilah
yang namanya berkah, dan inilah konsep dakwah yang benar di
era digital tanpa meninggalkan syariat yang diajarkan salafush-
shaleh.
Desember 2016, Ahad tanggal 16, tepat pukul 08.00 WIB. Gema
lagu Persyarikatan dikumandangkan dari pengeras suara di Gedung
Pertemuan, dilanjut alunan murottal dari Syaikh Sudais, menyirat-
kan agenda pertemuan akan segera dimulai. Beberapa panitia

| 270 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

duduk di kursi penerima tamu dengan memegang gawai, menjawab


komentar di group WA tentang agenda hari itu. Beberapa anak IPM
hilir mudik menyiapkan perangkat proyektor, yang lainnya sibuk
merapikan kursi dan meja.
Mereka adalah kader-kader ummat yang sengaja pulang kam-
pung menyempatkan bertemu dan menggelar even “Friends Gath-
ering”. Setiap tahun, PRM memberangkatkan kader-kader muda
untuk menimba ilmu, baik di pesantren maupun sekolah-sekolah
kader di berbagai kota, diantaranya sudah kembali dengan me-
nyandang gelar sarjana. Semua pembiayaan diperoleh dari dana
Zakat, Infak, Shodaqoh, dari ummat yang dikembalikan untuk
ummat dalam wujud beasiswa kader.
Gagasan warga tentang satu rumah satu sarjana disambut baik
bahkan didukung penuh oleh beberapa Perguruan Tinggi Muham-
madiyah, sehingga menjadikan Mekar Wangi menyandang predikat
sebagai kampung sarjana. Tidak terbayang saat itu, 20 tahun yang
lalu, membangun sebuah konsep peradaban di sebuah kampung
terbelakang yang bernama Mekar Wangi

One House One Hundred Books


“Buku adalah jendela ilmu”, “banyak baca banyak tahu, sedikit
baca sedikit tahu”, adalah slogan-slogan para pencari ilmu yang
haus dengan luasnya ilmu Allah.
Menjaga dan melestarikan sumber daya alam bagi siapapun
akan terasa mudah saat sumber daya manusianya sudah digarap
dengan serius. SDM yang mumpuni bisa melejitkan puluhan bahkan
ribuan Amal Usaha produktif. Dimulai dari kajian ringan dengan
mewajibkan setiap jamaah untuk membawa catatan, maka muncul-
lah ide kreatif “One House One Hundred Books”, satu rumah seratus
buku. Berlanjut kepada gerakan “One Month One Book”, satu bulan
satu buku. Artinya, dalam satu bulan warga menyisihkan penda-
patannya untuk membeli buku bacaan. Sebesar apapun gagasan
kalau tidak didukung stake holder maka akan menguap begitu saja.
Maka Ranting menggandeng desa untuk pemanfaatan

| 271 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan Desa, sekaligus kerjasama dengan Perpustakaan


Daerah untuk secara rutin melakukan rolling buku bacaan pada
saat kajian bulanan berlangsung.
Walhasil, dengan ratusan buku di setiap rumah warga Muham-
madiyah maka secara tidak langsung ada ribuan gagasan yang
bersumber dari bacaan yang mereka baca. Konsep 18-21 yang
dicanangkan pemerintah daerah sudah lama diterapkan di rumah
warga Muhammadiyah, sehingga kita tidak akan menemui TV, ra-
dio atau gawai dimainkan saat jam belajar pada pukul 18.00 sampai
21.00 itu berlangsung.
Ratusan kata-kata motivasi terpampang rapi dan indah dengan
aneka kreasi di sepanjang jalan, disudut-sudut gang dan di “Play
Ground “ yang ada di ujung kampung. Sungguh, inilah sebuah
kampung asri nan religius. Rasanya tidak berlebihan kalau kampung
ini disebut dengan “The Village of Civilization”, Kampung
Peradaban.

Wonosobo, 25 Oktober 2017.


Yohani, S.S.
MPI PDM Wonosobo | wonosobo.muhammadiyah.or.id

| 272 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Bagian
Ketiga

| 273 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Gerakan Literasi dan


Perkembangannya1
Dr. Firman Hadiansyah2

P
erkembangan gerakan literasi di Indonesia kian hari kian
menggembirakan. Selain institusi formal seperti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Perpusta-
kaan Nasional yang terlibat dan punya kewajiban dalam menum-
buhkan budaya baca, para pegiat literasi yang ikut terpanggil dalam
menginisiasi komunitas literasi di pelbagai tempat, hadir dan
terlibat menjadi bagian dari pengembangan budaya baca. Partisi-
pasi aktif dari elemen masyarakat ini membuktikan bahwa kepedu-
lian terkait budaya baca bukan hanya menjadi milik pemerintah
semata.
Secara etimologis, literasi diambil dari bahasa latin “literatus”
yang berarti orang yang belajar. Menurut Unesco3, pemahaman
seseorang mengenai makna literasi sangat dipengaruhi oleh pene-
litian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan
pengalaman. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa entitas literasi
tidak bisa berdiri sendiri. Ia hadir atas pengaruh dari pelbagai
institusi sosial yang melingkupinya.

1
Makalah ini disampaikan pada Kopdarnas Pegiat Literasi, Mejelis Pustaka
dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Solo, 9 Desember 2017.
2
Ketua Forum TBM Periode 2015-2020, Dosen di Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa Banten.
3
Unesco, Understanding of Literacy, http://www.unesco.org/education/
GMR2006/full/chapt6_eng.pdf diunduh pada tanggal 14 April 2017 pukul 01.36

| 274 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Jika menggali dari sisi istilah, maka akan ditemukan beberapa


kata yang berdekatan yaitu literacy (literasi), literary, literature/
litere (literatur) bahkan letter (huruf). Terlepas dari istilah-istilah
yang muncul tersebut dan pasti akan berkembang sesuai dengan
definisi yang dianut, potensi benang merah dari semua itu menukik
pada aktivitas membaca dan menulis. Dengan demikian, konsep
literasi bermula pada dua keterampilan berbahasa tersebut,
sehingga apapun pengembangan definisi literasi, maka ia tidak bisa
melepaskan diri dari aktivitas membaca dan menulis.
Apa lagi jika merunut pada sejarah dijadikannya tanggal 8 Sep-
tember sebagai International Literacy Day yang didasari dari
konferensi Tingkat menteri negara-negara anggota PBB pada
tanggal 17 November 1965 di Teheran, Iran. Waktu itu hampir 2/3
masyarakat dunia buta huruf sehingga momentum tersebut
menjadi vocal point di dalam mengingatkan dunia mengenai
persoalan ini.
Jauh sebelum munculnya kesepakatan dari konferensi di atas,
kesadaran Indonesia sebagai sebuah bangsa yang mencita-citakan
warganya literet sudah mulai diwacanakan oleh Soekarno. Pada
tahun 1948, Pemberantasan Buta Aksara dalam skala besar dilaksa-
nakan di seluruh pelosok Nusantara. Kemudian pada tahun 1960,
Presiden mengeluarkan mandat yang disebut “Komando Presiden”
untuk memberantas buta aksara sampai akhir tahun 1964. Kebijak-
an Pemberantasan Buta Aksara tetap dilanjutkan walapun pemerin-
tahan beralih ke tangan Presiden Soeharto dengan pelbagai model
seperti Pemberantasan Buta Huruf fungsional hingga program
Paket A yang dianggap berhasil oleh Unesco sehingga Presiden
Soeharto dianugerahi “Aviciena Award”
Pada saat itu, pemerintah berupaya keras agar masyarakat yang
sudah “melek huruf” agar tidak kembali buta aksara. Ketersediaan
akses bacaan bisa mengakibatkan masyarakat kembali buta aksara.
Atas dasar itu, pada tahun 1992, pemerintah melalui Direktorat
Pendidikan Masyarakat, membuat kebijakan dengan menyediakan
Taman Bacaan masyarakat di pelbagai daerah, terutama di pelosok

| 275 |
THE SPIRIT of DAUZAN

desa yang padat buta aksara. Namun seperti yang diungkapkan di


dalam penelitian Haklev (2008: 19) penyelenggaraan TBM hanya
dibuat sebagai program jangka pendek dan tidak pernah dibuat
menjadi pendukung program jangka panjang. Koleksi-koleksinya
difokuskan pada buku-buku mengenai Pancasila, doktrin pemerin-
tah dan propaganda politik Orde Baru, yang membuat TBM tidak
menarik bagi masyarakat setempat dan tidak mendapatkan
dukungan dari mereka.
Seiring runtuhnya Orde Baru dan berkembangnya semangat
pembaharuan, sejumlah masyarakat kelas menengah, LSM, anak-
anak muda, intelektual kampus dan mahasiswa yang berada di kota-
kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Jogjakarta kemudian
mendirikan Taman Bacaan yang lebih independen yang selanjutnya
berkembang menjadi sebuah gerakan literasi hingga saat ini ketika
pemerintah dianggap belum optimal dengan pengembangan
budaya baca. Taman bacaan yang digagas ini tidak hanya menye-
diakan bahan bacaan untuk dibaca secara gratis. Taman Bacaan
sudah bermetamorfosis menjadi learning center, bedah buku,
pelatihan menulis, dan pelatihan soft skills lainnya.
Pengembangan budaya baca mulai direformulasi oleh Kemen-
terian Pendidikan Nasional pada sekitar tahun 2008 dengan
didirikannya Sub-Direktorat Budaya Baca di bawah Direktorat Pendi-
dikan Masyarakat. Fungsi dari subdit Budaya Baca salah satunya
adalah membina Taman Bacaan Masyarakat yang sempat tidak
terlalu banyak diurus lagi oleh Pemerintah. Kehadiran subdirektorat
ini awalnya membawa angin segar bagi para pengelola TBM di In-
donesia. Pembinaan yang dilakukan tidak hanya memberi stimulan
berupa blockgrant bagi lembaga TBM tetapi ikut melakukan pem-
berdayaan bagi para pengelolanya.
Namun, kebijakan tersebut tidak berlangsung lama. Perubahan
SOTK yang awalnya subdirektorat turun menjadi seleval “seksi”
Walaupun demikian, beberapa terobosan seperti “Gerakan Indo-
nesia Membaca” pada tahun 2015 yang di dalamnya terdapat pro-
gram “Kampung Literasi” cukup menjadi daya tarik dalam

| 276 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

pengembangan budaya baca di Indonesia dan masih bertahan


hingga kini. Bahkan pada tanggal 28 Oktober 2017, Mendikbud
Muhadjir Effendy mencanangkan Gerakan Literasi Nasional, sebuah
inisiasi yang patut dirayakan.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa literasi menjadi tren baik di
kalangan pemerintah, institusi formal hingga komunitas? Bagi In-
donesia yang hingga kini masih dilabeli sebagai negara berkembang,
urusan literasi (dengan definisi yang lebih general) belumlah usai.
Indonesia masih dibayang-bayangi oleh kemampuan literasi yang
rendah. Menurut data Unesco, pada tahun 2012, minat membaca
masyarakat Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya dari 1000 pendu-
duk, hanya 1 orang yang mau membaca dengan serius.
Pada pemeringkatan terbaru, menurut data World’s Most Lit-
erate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State Univer-
sity tahun 2016, Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 61
negara yang diteliti. Indonesia hanya satu peringkat lebih baik dari
Botswana, sebuah Negara miskin di kawasan selatan Afrika. Aspek
yang diuji antara lain perpustakaan, Koran, input sistem pendidikan,
output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer. Disangkal
atau tidak, angka-angka tersebut tentu menjadi bahan refletif yang
tak bisa diabaikan begitu saja.
Sementara untuk urusan akses media internet, Indonesia justru
masuk dalam peringkat ke-6 besar sebagai pengguna internet
terbesar setelah Cina, Amerika serikat, India, Brazil dan Jepang.4
Problematika yang dilematis seperti inilah yang sekarang ini terjadi
di Indonesia. Jika lebih dari 83,7 juta masyarakat Indonesia meng-
akses internet pada tahun 2014, dan menurut perkiraan eMarketer
pada tahun 2017 ini akan meningkat mencapai 112 juta orang dan
diprediksi mengalahkan Jepang, pertanyaannya digunakan untuk
apakah masyarakat Indonesia ketika mengakses internet?
Jawabannya media sosial. Masyarakat Indonesia menempati
rangking ke-2 di dunia setelah Amerika serikat. Fenomena anomali
4
https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-internet-indonesia-
nomor-enam-dunia/0/sorotan_media diakses tanggal 14 April 2017 pukul 03.00
| 277 |
THE SPIRIT of DAUZAN

ini mengharuskan pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang


lebih strategis. Mungkin dari sisi ini pula, ada kesadaran literer yang
tumbuh dari masyarakat dalam upaya membangun gerakan literasi,
walupun masih terkesan parsial.

Budaya Baca
Dalam konsep budaya membaca, setidaknya ada tiga penge-
lompokkan yaitu iliterat, aliterat dan literat. Iliterat adalah masya-
rakat yang sama sekali tidak mengenal dunia baca-tulis. Aliterat
adalah masyarakat yang sudah terbebas dari buta aksara. Mereka
bisa membaca dan menulis tetapi tidak menjadi bagian dari kebuda-
yaannya. Sementara kelompok yang ketiga adalah masyarakat
literat yaitu masyarakat yang sudah menjadikan membaca dan
menulis terfungsikan dan menjadikannya sebagai sebuah kebu-
dayaan.
Jika melihat pengelompokkan tersebut, masyarakat Indonesia,
kendati masuk dalam peringkat ke-2 di dunia yang menggunakan
facebook, masih dianggap menjadi bagian masyarakat yang aliterat
karena secara konsep dan karakteristiknya, pengguna media sosial
hanya memakai tulisan sebagai alat komunikasi lisan. Artinya, ken-
dati memakai sarana “letters” tetapi penggunaannya lebih cende-
rung untuk “lisan”. Dengan demikian, korelasi antara pengguna
media sosial dengan budaya baca dianggap tidak terlalu relevan.
Namun kondisi ini berbanding terbalik dengan kehadiran dari
para pegiat literasi yang mendirikan komunitas literasi seperti
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di berbagai daerah. Kegiatan
literasi yang telah dilakukan oleh pelbagai pihak tersebut bahkan
mendapatkan apresiasi dari Presiden Republik Indonesia, Joko
Widodo, dengan mengundang pegiat literasi dan pengelola TBM
ke istana Presiden yang jatuh bertepatan dengan peringatan Hari
Pendidikan nasional tanggal 2 Mei 2017. Di dalam sejarah
perkembangan literasi di Indonesia, baru kali ini seorang Presiden
mengapresiasi langsung kerja-kerja literer yang dilakukan oleh
masyarakat tersebut. Dari hasil pertemuan tersebut, disepakati

| 278 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

bahwa negara menanggung pengiriman buku gratis tiap tanggal


17 setiap bulannya. Dengan demikian, entitas para pegiat literasi
yang hadir di masyarakat sudah mulai diperhatikan.
TBM yang diselenggarakan oleh masyarakat dan untuk masya-
rakat bertujuan untuk memberi kemudahan akses kepada warga
masyarakat untuk memperoleh bahan bacaan. Di samping itu, TBM
berperan dalam meningkatkan minat baca, menumbuhkan budaya
baca dan cinta buku bagi warga belajar dan masyarakat. Secara
khusus TBM dimaksudkan untuk mendukung gerakan pemberan-
tasan buta aksara yang antara lain karena kurangnya sarana yang
memungkinkan para aksarawan baru dapat memelihara dan
meningkatkan kemampuan baca tulisnya.
TBM juga ditujukan untuk memperluas akses dalam memberi-
kan kesempatan kepada masyarakat mendapatkan layanan pendi-
dikan (Depdiknas, 2008). TBM memiliki fungsi sebagai sarana
pembelajaran masyarakat, sarana hiburan dan pemanfaatan waktu
secara efektif dengan memanfaatkan bahan-bahan bacaan dan
sumber informasi lain, sehingga warga masyarakat dapat mempe-
roleh pengetahuan dan informasi baru guna meningkatkan penge-
tahuan mereka, sarana informasi berupa buku dan bahan bacaan
lainnya yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan
masyarakat.
Direktorat Pendidikan Masyarakat (2009) menyatakan bahwa
Taman Bacaan masyarakat adalah sebuah wadah/tempat yang
didirikan atau dikelola baik masyarakat maupun pemerintah yang
berfungsi sebagai sumber belajar untuk memberikan akses layanan
bahan bacaan yang sesuai dan berguna bagi masyarakat sekitar.
Kelompok masyarakat tersebut perlu terus dibina dan dikem-
bangkan ke arah terbentuknya masyarakat informasi atau masya-
rakat yang cerdas. Mengingat pentingnya perpustakaan umum
sebagai perpustakaan masyarakat umum, sehingga UNESCO, yaitu
badan PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan kebudayaan) menyatakan “perpustakaan umum
sebagai media kehidupan bangsa.

| 279 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Di sisi lain, problematika TBM sebagai lembaga atau hanya


sekadar program (merujuk Permendikbud 81 tahun 2013) masih
menjadi dilema tersendiri. Di beberapa tempat, Pemerintah Daerah
tidak bersedia mengeluarkan Surat Izin Operasional dikarenakan
belum adanya acuan regulasi terkait dengan TBM. Di dalam
Permendikbud tersebut, TBM masih dianggap sebagai program
yang menjadi pelengkap di Satuan Pendidikan seperti Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), sementara di masyarakat,
banyak TBM lahir secara independen dan menjadi learning soci-
ety.

Literasi
Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial dan
historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan
makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah
kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara
konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaannya serta
idealnya kemampuan untuk berrefleksi secara kritis tentang
hubungan-hubungan itu. Literasi bersifat dinamis, tidak statis, dan
dapat berada di antara diskursus komunitas dan wacana kebuda-
yaan. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif.
Pengetahuan bahasa tulis dan lisan. Jenis-jenis pengetahuan dan
pengetahuan kebudayaan (Kern, 2000).
Dari pendapat Kern di atas, literasi sangat luas cakupannya.
Terkait dengan pendidikan literasi, Kern membagi atas tujuh hal
yaitu:
(1) Literasi melibatkan interpretasi. Penulis/pembicara dan
pembaca/ penyimak berpartisipasi dalam tindak interpretasi,
yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa,
pengalaman, gagasan, perasaan dan lain-lain) dan pembaca/
penyimak kemudian menginterpretasikan interpretasi penulis/
pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
(2) Literasi melibatkan kolaborasi. Terdapat kerjasama antara dua
pihak yaitu penulis/pembicara dan pembaca/penyimak.

| 280 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu


pemahaman bersama. Penulis/pembicara memutusan apa yang
harus ditulis/dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/dikatakan
berdasarkann pemahaman mereka terhadap pembaca/penyi-
maknya. Sementara pembaca/ penyimak mencurahkan moti-
vasi, pengetahuan dan pengalaman mereka agar dapat
membuat teks penulis bermakna.
(3) Literasi melibatkan konvensi. Orang-orang membaca dan
menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh kon-
vensi/kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang
melalui penggunaan dan modifikasi untuk tujuan-tujuan indi-
vidual. Konvensi disini mencakup aturan-aturan bahasa baik
lisan maupun tertulis.
(4) Literasi melibatkan pengetahuan kultural. Membaca dan
menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-
sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita dan nilai tertentu.
Sehingga orang-orang yang berada di luar suatu sistem budaya
itu rentan/beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang
berada dalam sistem budaya tersebut.
(5) Literasi melibatkan pemecahan masalah. Karena kata-kata se-
lalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingku-
pinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca dan menulis
itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di
antara kata-kata, frase, kalimat, unit-unit makna, teks dan dunia.
Upaya membayangkan/ memikirkan/ mempertimbangkan ini
merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
(6) Literasi melibatkan refleksi/ refleksi diri. Pembaca/ penyimak
dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-
hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah
mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan
apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya dan
mengapa mengatakan hal tersebut.
(7) Literasi melibatkan penggunaan bahasa. Literasi tidaklah
sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/ tulisan) melainkan

| 281 |
THE SPIRIT of DAUZAN

mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu


digunakan baik dalam konteks lisan maupun tulisan untuk
menciptakan sebuah wacana/ diskursus.
Dari pendapat Kern di atas mengenai pendidikan literasi, maka
bisa disimpulkan bahwa pengembangan pendidikan literasi bersifat
dinamis dan disesuaikan dengan konteksnya. Hal ini senada dengan
konsep pendidikan literasi Abad ke-21 yang ditulis oleh Thoman
dan Jolls (2003: 8) Mereka mencoba membandingkan perbedaan
antara konsep pembelajaran sebelum dan ketika di Abad ke-21 ini.

19th-20th Century Learning 21st Century Learning


Limited access to knowledge and Infinite access to knowledge and
information (i.e. content) primarily information (content) increasingly to the
through print internet
Emphassis on learning content knowledge Emphasis on process skills for lige long
that may not be used in life learning
Goals is to master content knowledge Goal is to learning skills (access, analyze,
(literature, history, science, etc) evaluate, create) to solve problem
Fact of information are “spoon-fed” by Teachers use discovery, inquiry-based
teachers to students approach
Print-based information analysis Multimedia information alalysis
Pencil/ pen and paper or word processing Powerfull multimedia technology tools for
for expression expressions
Classroom-limited learning and World-wide learning and disseminations
dissemination
Textbook learning from one source, Real world, real time learning from multiple
primarily print source, mostly visual and electronic
Conceptual learning from one source, Project-based learning on team basis
primarily print
Lock-step age-based exposure to content Flexible individualized exposure to content
knowledge knowledge
Teacher selecting and lecturing Teacher framing and guiding
Teacher evakuates and assesses work and Students learn to set criteria and to
assigns grade evaluate own work
Teaching with state-adopted textbooks Teaching to state education standard with
for subject area with little accountability testing for accountability
for teaching

| 282 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Dari bagan di atas dijelaskan perbedaan yang mendasar antara


pendidikan tradisional yang diselenggarakan pada masa lalu dengan
menjadikan guru sebagai “pusat ilmu pengetahuan” diubah untuk
mempersiapkan siswa dalam menjalani hidup mereka dalam
budaya media pada abad ke-21. Pendidikan literasi media, dengan
penyelidikan sebagai intinya, menyediakan jembatan pengikat yang
bisa dilewati siswa dengan pembelajaran keterampilan kritis, agar
tidak hanya bertahan tetapi berkembang seperti orang dewasa di
abad ke-21. Hal ini senada seperti yang dikatakan oleh Alvin Tofler
bahwa yang disebut orang yang iliterat pada abad ke-21 bukan lagi
orang yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang
tidak mau belajar, tak hendak belajar dan tak mau belajar lagi. Jadi
kuncinya adalah belajar sepanjang hayat (long life education).
Pada perhelatan World Economic Forum tahun 2015, titik tekan
yang paling penting di dalam pertemuan tersebut adalah terkait
dengan pengembangan enam literasi dasar yaitu literasi baca-tulis,
literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan
literasi budaya dan kewarganegaraan.
Berikut ini penjelasan dari enam kemampuan dasar (Kemdikbud,
2017)
a. Literasi baca-tulis adalah kemampuan untuk membaca, mema-
hami, dan menggunakan bahasa tertulis.
b. Literasi numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan
angka-angka dan simbol-simbol lain dalam rangka memahami
dan mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif.
c. Literasi sains adalah kemampuan untuk menggunakan pengeta-
huan dan prinsip-prinsip saintifik untuk memahami lingkungan
dan menguji hipotesis.
d. Literasi teknologi informasi dan komunikasi adalah kemampuan
untuk menggunakan dana menciptakan konten berbasis tekno-
logi, termasuk menemukan dan membagikan informasi, menja-
wab pertanyaan, berinteraksi dengan orang lain dan pemro-
graman komputer.
e. Literasi finansial adalah kemampuan untuk memahami dan

| 283 |
THE SPIRIT of DAUZAN

mengaplikasikan aspek-aspek konseptual dan numerikal dari


dunia keuangan.
f. Literasi kebudayaan dan kewarganegaraan adalah kemampuan
untuk memahami, mengapresiasi, menganalisa, dan mengapli-
kasikan pengetahuan mengenai kemanusiaan.

Pengembangan enam literasi dasar tersebut diyakini akan bisa


menjadi bekal bagi bangsa Indonesia untuk ikut bersaing bahkan
memenangi persaingan global dalam upaya meningkatkan taraf
hidup masyarakat untuk bisa bersaing dengan negara lain.

| 284 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Komunitas Sebagai
Pilar Gerakan Literasi
Bangsa1
Faiz Ahsoul2

Negara digerakkan oleh tiga pilar: Pemerintah, Swasta, dan


Masyarakat (komunitas). Kalau satu di antara ketiganya ada
yang patah, negara akan pincang, akan roboh, akan bangkrut,
dan bubar pada waktunya. Gerakan literasi, tidak sekadar
menjadi tangungjawab pemerintah, tapi swasta dan masyarakat
pun harus mengambil bagian dan peran sesuai dengan
proporsinya. Negara menjadi kuat, jika anak bangsanya literat.

P
ara pendahulu kita sudah memberikan praktik dan contoh
yang sangat baik bagaimana sebuah gerakan untuk
perubahan selalu dibarengi dengan kerja-kerja media
publikasi dan alat kampanye pengetahuan, termasuk buku. Kita
ambil contoh, Muhammadiyah sebagai organisasi berbasis keaga-
maan yang berdiri 1912, tiga tahun kemudian langsung membuat

1
Dibacakan dalam acara KOPDARNAS Pegiat Literasi di Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 8-10 Desember 2017. Sesi Diskusi Pertama dengan
tajuk Media Literasi dan Perbukuan. Posisi makalah ini sebagai suara pembicara
pendamping berbasis komunitas literasi.
2
Pegiat Literasi Indonesia Buku/Radio Buku
| 285 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Suara Muhammadiyah, sebuah majalah sebagai corong sarana


dakwah organisasi. Majalah yang kali pertama terbit Januari 1915,
s e m u l a b e r h u r u f J a w a ngoko.
y a n g m e n g g u n a k a n b a h a s a J a w a

Mengikuti pekerkembangan zaman dan perubahan peta politik


kebangikitan nasional, terutama sejak tahun 1928, pasca Sumpah
Pemuda, Suara Muhammadiyah mulai menggunakan bahasa
Melayu. Harapannya, Suara Muhammadiyah bisa dibaca sampai
pelosok Nusantara.
Memasuki era revolusi teknologi informasi, Suara Muham-
madiyah tidak cukup menggunakan media cetak, tapi lengkap
dengan media portal http://www.suaramuhammadiyah.id/. Dalam
jejak sejarah media dan perss Indonesia, hanya Suara Muham-
madiyah yang masih hidup dan bertahan sampai seabad lebih.
Maka, kalau kita bicara tentang media dan literasi, jejak Suara
Muhamadiyah bisa menjadi salah satu contoh konsistensinya.
Perubahan sebuah bangsa menuju hal lebih baik tidak akan
terjadi, jika anak bangsanya tidak memiliki budaya literasi. Salah
satu ciri bangsa yang cerdas, mampu mencerna dan mengolah
informasi secara kritis. Budaya literasi akan tumbuh kembang secara
progresif jika dinamika media perss dan sistem perbukuan berjalan
secara menyeluruh dalam ekosistem yang baik. Namun, apakah
kondisi yang diharapkan tersebut akan bisa hadir dengan sendiri-
nya? Jelas tidak. Kita sebagai anak bangsa dan pegiat literasi, harus
mampu menciptakan kultur dan budaya literat, minimal di ling-
kungan terdekat sendiri. Untuk itu, saya tidak akan banyak cerita
di luar yang saya ketahui dan kerjakan sehari. Ijinkan saya berbagi
pengalaman sehari-hari saya bersama kawan-kawan Indonesia
Buku dengan berbagai kegiatan literasi berbasis komunitas.

GELARAN IBUKU (Hak Buku untuk Semua)


Awal berdiri Gelaran Ibuku menempati rumah kontrakan di
Jeron Beteng (Dalam Benteng) Keraton Yogyakarta, tepatnya di
Jl.Patehan Wetan No. 03, Keraton Yogyakarta. Resmi menjadi Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) pada tanggal 23 April 2009 di bawah

| 286 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

naungan Yayasan Indonesia Buku/IBOEKOE yang lahir pada tanggal


23 April 2006. Memasuki awal tahun 2014, Gelaran Ibu migrasi ke
desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, tepatnya di Jl. Sewon Indah
No.01 (barat kampus Institut Seni Indonesia-Sewon). Perpindahan
ini sekaligus tanda Gelaran Ibuku menetap secara permanen di
gedung Bale Black Box berlantai dua dan menjadi warga desa
Panggungharjo secara utuh.
Tagline Hak Buku untuk Semua yang diusung Gelaran Ibuku
merupakan spirit berbagi pengetahuan dan kesempatan belajar
secara kolektif. Buka 10 jam setiap hari Selasa-Minggu dari Jam
13.00–22.00 WIB. Senin libur. Fasilitas pendukung di area TBM
selain ruang perpustakaan dan ruang baca, ruang kerja kearsipan
dan mini gallery books, ruang diskusi, performance dan ruang
pameran indor dan outdor, juga studio radio buku untuk siaran dan
rekaman, serta halaman parkir luas, tempat sholat, MCK dan akses
internet gratis (Wifi).
Gelaran Ibuku mempunyai ribuan koleksi buku, sekitar 3.965
judul buku sudah terkatalog secara online yang bisa diakses di
www.katalogbersama.net/ucs. Koleksi umumnya bertema sejarah,
biografi, kawasan, seni sastra, pers, dan referensi, juga tersedia
beberapa keranjang khusus untuk menampung buku-buku bacaan
anak. Di luar koleksi Gelaran Ibuku yang berada di lantai dua, di
lantai dasar ada sekitar 2000an judul koleksi pustaka Dr. George
Junus Aditjondro yang bisa diakses secara terbatas. Selain buku, di
Gelaran Ibuku juga mempunyai ribuan koleksi koran nasional seper-
ti Kompas, Media Indonesia, Jawa Pos, Koran Tempo, Republika
dan lain-lain sejak tahun 90-an. Juga majalah Tempo, Jakarta-
jakarta, Kartini, Femina dan lain-lain.
Pusat data berbasis online yang dirancang dan dibangun pada
tahun 2007 menggunakan alamat www.indonesiabuku.com, atas
pertimbangan efesiensi pengelolaan dikemudian dimigrasikan ke
www,radiobuku.com dan warungarsip.co. Radio Buku dan Warung
Arsip, selain menjadi pusat informasi internal Taman Bacaan
Masyarakan Gelaran Ibuku, juga menjadi rujukan sebagai pusat data

| 287 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dan informasi tentang situasi perbukuan di Indonesia.


Migrasi Gelaran Ibuku dari pusat titik kota Yogyakarta yang
mayoritas berbasis masyarakat urban perkotaan, ke desa Panggung-
harjo yang berbasis urban perdesaan, membawa konsekwensi
tersendiri. Terutama pola dan model pendekatan kepada warga,
disesuaikan dengan potensi sosial dan peluang kultural yang ada
di desa Panggungharjo untuk tetap menggulirkan gerakan literasi
masyarakat.

PROGRAM KREATIF GELARAN IBUKU (Menghidupkan Buku)

1. Radio Buku (Suara Buku Indonesia)


Banyak sebutan disematkan untuk Yogyakarta. Selain sebagai
kota budaya, seni dan pendidikan, juga kota buku. Nyaris semua
komponen yang ada dalam buku tumbuh secara bersamaan di Yog-
yakarta. Perguruan tinggi, lembaga swasta, dan komunitas mencip-
takan penulis, toko buku, percetakan yang tumbuh di kampung-
kampung, penerbit yang hidup di gang-gang, distributor, taman
bacaan dan komunitas, pameran dan bazar, serta pembaca. Boleh
dibilang Yogyakarta menyiapkan semua pranata yang memung-
kinkan tumbuhnya produksi dan kehidupan buku.
Gelaran Ibuku merintis Radio buku berbasis internet atau biasa
disebut dengan Live Streaming. Radio Buku Live Streaming adalah
radio berbasis internet pertama di Indonesia yang mengangkat
tema perbukuan dan seputar buku. Diawali dengan pembuatan
studio radio yang representatif untuk rekaman dan siaran pada
Bulan Oktober 2010. Setelah pembuatan studio radio, dua bulan
berikutnya adalah persiapan-persiapan diantaranya masalah
manajemen dan program.
Pada Bulan Januari 2011, Radio Buku online, namum masih
dalam taraf uji coba. Mulai Bulan Februari 2011 Radio Buku eksis
online. Radio Buku bisa diakses melalui daring www.radiobuku.com.
Selasa sampai Sabtu, pukul 13.00–17.00 dan 19.00-22.00 WIB.
Radio Buku mengusung visi “Memasyarakatkan Buku Lewat Radio”.

| 288 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Karena itu mottonya adalah “Mendengarkan Buku”. Tepatnya


tanggal 23 April 2011, Radio Buku dilaunching ke publik, sekaligus
penanda berdirinya Radio Buku yang bertepatan dengan peringatan
Hari Buku Dunia.
Di sini, buku bukan hanya dibaca, tapi juga bisa didengarkan.
Termasuk di dalamnya informasi berita sekitar buku, harga buku,
isi buku, dan kajian-kajian buku kepada seluruh masyarakat yang
tersambungkan dengan internet. Sejak tahun 2015 akhir, Radio
Buku juga menyelenggarakan magang jurnalistik dan pelatihan
menulis kreatif berbasis Radio setiap tiga bulan sekali yang sudah
menghasilkan lima angkatan. Pelatihan ini bertujuan untuk mere-
krut dan mendidik generasi muda menjadi jurnalis radio stream-
ing dan penulis muda yang progresif. Dalam perjalanannya, Radio
Buku diharapkan bisa terus menerus eksis dan mampu menghidupi
Radio Buku sendiri, syukur-syukur bisa memberikan suport dana
operasional Gelaran Ibuku.

2. Warung Arsip (Gerakan Revitaslisasi Arsip)


Penulis yang menulis tanpa data akan lumpuh. Wartawan yang
menulis tanpa data akan menyesatkan. Seniman yang berkarya
tanpa arsip akan kehilangan arah. Perusahaan yang bekerja tanpa
arsip akan tumbuh lamban. Jika semua orang ditanya, pentingkah
arsip, maka semuanya menjawab penting. Sementara kerap kali
arsip juga adalah ihwal yang paling diabaikan. Bahkan hanya satu
trip berada di atas sampah. Lantaran itulah Gelaran Ibuku dan
komunitas-komunitas literasi yang sepaham dengannya tak jemu-
jemunya mengajak untuk selalu melakukan revitalisasi arsip dengan
cara sekreatif-kreatifnya yang dimampui.
Meja Arsip adalah alat digitalisasi arsip berupa koran hingga
ukuran A0. Ukuran yang demikian umum kita temukan pada koran-
koran yang terbit sepanjang abad 20. Digitalisasi arsip adalah solusi
bagi komunitas yang memiliki ruang penyimpanan yang terbatas.
Selain itu, digitalisasi menjadi model kliping untuk masyarakat di
milenium alaf yang hidup di alam digital internet. Sekaligus ini

| 289 |
THE SPIRIT of DAUZAN

pembeda dengan pola pengklipingan abad 20 yang melahirkan dua


maestronya: HB Jassin dan Pramoedya Ananta Toer. Meja Arsip
adalah ikhtiar mengubah arsip cetak dalam dunia analog menjadi
file-file dalam dunia digital.
Warung arsip menjadi program yang memberikan banyak ruang
pada generasi muda untuk mengeksplorasi kemampuan jurnalistik,
menulis, dan bersosialisasi antar komunitas dan lembaga. Untuk
mempersiapkan program ini, Tim Warung Arsip lebih dulu dibekali
dengan workshop. Arahan dari program ini adalah untuk meng-
arsipkan bukti jejak literasi, dari mulai buku, koran, majalah, buletin,
poster, undangan, dan media-media lain sebagai saksi sejarah yang
hingga kini masih bisa dijumpai. Tim Warung Arsip akan bekerja
mewujudkan cita-cita tersebut.

3. Belajar Bersama Menulis Sejarah Kampung (Gerakan Literasi


Lokal)
Menulis sejarah kampung merupakan upaya agar masyarakat
lebih mengenal diri serta lingkungan di mana mereka tinggal. Bahwa
mereka juga punya cerita dan suara yang berhak didengar sebagai-
mana orang-orang besar. Dengan menuliskan sendiri hal ikhwal
kampung di mana mereka berada, mereka juga berproses untuk
tidak sekedar menjadi konsumen gagasan tapi juga menjadi
produsen yang melahirkan gagasan.
Dalam bentangan kawasan, jumlah kampung (baca desa) di In-
donesia kurang lebih 75.000 dari 13.000 pulau yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote yang
digarisi oleh pantai 95.181 kilometer (km). Dan dari jumlah itu,
sebagaimana disarikan BPS sekira 32.379 desa dikategorikan
tertinggal. Suatu jumlah yang sangat besar, (sumber: BPS 2007).
Yang menarik, nyaris tak ada data yang menginformasikan jumlah
kampung yang tak bernama. Semuanya punya nama. Tapi memiliki
nama tak berarti memiliki sejarah yang utuh. Sebuah kampung yang
memiliki cerita, tuturan, dan silsilah.
Tatkala kampung tak punya cerita, tuturan, dan silsilah hidup,

| 290 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

ini hanya menambah rentetan pandangan antropologis dan politik


sebelumnya bahwa di mana-mana, orang-orang kecil atau warga
biasa tak punya hak untuk memiliki kisah yang menjadikannya hero.
Inilah bias pertama penulisan sejarah selama ini yang hanya
berbuhul pada ego-ego tertentu dan tempat-tempat tertentu. Dan
ini diproduksi secara massal oleh pendidikan di mana murid-mu-
rid Pulau Rote atau Sabang dipaksa mengetahui sejarah Diponegoro
ketimbang sejarah orang tua atau tetangga atau kisah-kisah yang
bisu yang pernah berlangsung di kampungnya.
Untuk itu, belajar bersama membaca dan menulis sejarah kam-
pung sudah sepantasnya menjadi gerakan yang perlu dimasifkan
dan diterapkan dalam agenda kerja lembaga-lembaga maupun
komunitas-komunitas pendidikan masyarakat.

4. Obrolan Senja (Klub Baca)


Obrolan Senja rutin menggelar diskusi setiap bulan sekali pukul
16.00 WIB sampai selesai. Yang didiskusikan atau lebih tepatnya
dibedah adalah draft naskah baik itu draf novel, kumpulan puisi,
cerpen atau tema-tema lain yang oleh penyusunnya dipersiapkan
menjadi sebuah buku. Sedangkan pembicaranya adalah penulis/
penyusun draf naskah tersebut. Kegiatan ini bertujuan memberikan
masukan ataupun saran agar buku yang akan diterbitkan dan
disajikan ke publik kelak punya kualitas yang lebih baik.
Pesertanya adalah masyarakat umum lingkungan sekitar TBM,
mahasiswa, pemerhati sastra, pekerja buku, dan lain-lain. Peserta
yang hadir semuanya diminta komentar dan sarannya. Kegiatan ini
diharapkan juga menjadi ajang pembelajaran bersama, karena
peserta mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru terkait
dengan proses kelahiran sebuah buku.

5. Boekoe BIKE (Menjemput Pembaca)


Sepeda Buku, dalam hal ini, selain sebagai bentuk dukungan
atas aktivitas bersepeda yang menyehatkan raga dan lingkungan,
juga ambil bagian dalam kampanye literasi masyarakat sepeda.

| 291 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Kotak Buku yang dibawanya ke mana-mana menjadi penghubung


bahwa buku dan sepeda saudara. Sepeda menyehatkan raga, buku
menyehatkan pikiran. Karena itu namanya Boekoe BIKE. Frase itu
bila dilafalkan bisa berarti “Buku Baik”.
Buku yang berada dalam kotak Sepeda Buku adalah buku-buku
bermutu dalam pelbagai genre. Bisa pula dilafalkan “Buku-Bike”,
frase yang menandai bahwa pencipta sepeda Buku ini adalah dua
komunitas, yakni IBOEKOE dan HUB. IBOEKOE adalah komunitas
yang konsens dengan gerakan literasi, buku, dan revitalisasi arsip
berbasis kampung; sementara HUB adalah komunitas yang mencin-
tai sepeda sebagai bagian dari gerakan sosial dan lingkungan.

6. Gelaran Ibuku Mengundang


Gelaran Ibuku Mengundang, mempersilahkan komunitas atau
perseorangan untuk mengadakan kegiatan literasi dan buku.
Kegiatan itu bisa berupa Bedah Buku, Peluncuran Buku, Diskusi,
Pelatihan atau seminar, dan lain-lain. Gelaran Ibuku menyediakan
ruang dengan fasilitas pendukung di antaranya ruang pertemuan
yang nyaman, LCD proyektor, warung angkringan, studio untuk
rekaman, dan halaman parkir yang luas.
Komunitas yang sudah menggunakan Gelaran Ibuku untuk
menggelar kegiatan literasi, antara lain Komunitas Belajar Menulis
(“Metode Penulisan Karya Sastra), Komunitas SLIMs (“Sinau Ber-
sama Perpustakaan Online”), Goodreads Indonesia Chp Yogyakarta
(“Kopdar Buku”), Apresiasi Sastra atau APSAS yang menggelar (“Pa-
rade Obrolan Karya, 10 Buku Dibedah dalam Semalam”), Komu-
nitas penerbit dan penjual buku Indie Jogja, Komunitas RupaSastra,
Dewan Budaya Desa Panggungharjo, dan lain-lain.

Demikianlah, kami mencoba hadir menjadi bagian dari gerakan


literasi masyarakat yang berusaha menguatkan salah satu pilar
penggerak negara. Tabik.

| 292 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Perjalanan Rumah
Baca Komunitas 1
Tahun 2012-2016
Fauzan Anwar Sandiah2

B
untut dari kebutaan panjang adalah ketidaktahuan kita
akan pentingnya gerakan literasi, tentu saja dengan
pengertian sifat yang emansipatif. Sebab, bagaimana pun
gerakan literasi telah dikenal secara anakromisme dalam narasi
yang sebenarnya jauh dari kesan emansipatif. Bahkan hal itu
perlahan tapi pasti nyaris menjangkiti gerakan literasi bahkan yang
dikelola independen dari struktur Negara. Di luar itu, beberapa
gerakan literasi dalam pengertian yang tak absolut dengan makna
“gerakan membaca” atau “gerakan pemberantasan buta huruf”
tengah tumbuh segar di tangan pegiat-pegiat yang acuh dengan
publikasi-publikasi.
Sekalipun begitu, akhir-akhir ini karena ketertarikan media
maupun karena jejaring mereka semakin kuat dengan kehadiran
gerakan yang serupa di berbagai tempat, tak terelakkan lagi mereka
saling terhubung. Jangan kaget, jika gerakan literasi tidak hanya
terhubung dengan media sebagai bentuk publikasi profil, tetapi
turut masuk sebagai gerakan sosial terpenting awal abad 21 di In-
donesia, suatu bentuk transformasi yang tak terimajinasikan bagi

1
Dibacakan dalam acara KOPDARNAS Pegiat Literasi di Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 8-10 Desember 2017.
2
Pegiat Literasi dan Kurator RumahBacaKomunitas.Org
| 293 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Negara maju. Gerakan literasi di Indonesia, dalam hal ini dari


beberapa sisi banyak dipengaruhi oleh Brazil ketimbang Eropa atau
Amerika.
Tanggal 2 Mei tahun 2012, dalam rumah kontrakan seadanya di
daerah Onggobayan, Bantul, Yogyakarta berdiri Rumah Baca
Komunitas. Tuntutan dan tanggungjawab sebagai anak bangsa
untuk segera mengambil peran sekecil apapun merupakan cara
untuk menahan laju kerusakan. Luka-luka bangsa yang terlanjur
jadi borok berkepanjangan. Identitas kebangsaan kita nyaris abu-
abu dalam kacamata kemanusiaan, meskipun adapula yang tentu-
nya masih melegakan. Keretakan relasi sosial, eksploitasi berkepan-
jangan dan tak rasional, kekerasan, hingga kemiskinan, selalu
menjadi tantangan Indonesia.
Tidak ada cara selain terus bergerak meskipun harus dilakukan
dengan skala terkecil sekalipun. Harus ada segenap pihak yang mau
mengambil peran untuk membangun kekuatan bersama, dan saling
memperkuat. Musuh kita sekarang adalah “Kebodohan” ini adalah
salah-satu biang keladi terdahsyat kemelaratan bangsa. Kondisi
bangsa yang terpuruk bisa dibangun kembali dengan menumpas
kebodohan. Eksploitasi alam dan manusia bersumber dari “kebo-
dohan” yang telah menutup rasionalitas manusia. Di tengah kondisi
yang seperti itu, RBK mencoba lahir sebagai gerakan literasi.
Gebrakan awal yang dilakukan tentunya adalah dengan menye-
diakan sebanyak mungkin bahan bacaan. Rumah kontrakan tempat
RBK bermukim sudah didaulat sebagai perpustakaan kecil. Bebe-
rapa pengurus bentukan awal RBK mulai menghubungi teman-
teman dekat yang bersedia menyumbangkan atau sekedar menitip-
kan buku-bukunya ke RBK. Langkah ini ternyata disambut dengan
antusias oleh mahasiswa, dosen, hingga Ibu rumah tangga. Alhasil
sebulan bergerak, buku-buku mulai membanjiri kantor RBK yang
saat itu bertempat di Onggobayan.
RBK menawarkan gagasan bahwa gerakan literasi merupakan
salah-satu ujud dari keinginan untuk “segera berbuat”. Ada banyak
komunitas lain yang kehadirannya telah mendorong RBK semakin

| 294 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kuat. Meskipun bukan dalam format gerakan literasi, komunitas-


komunitas itu telah memberikan inspirasi bahwa konsep berbagi
adalah jalan keluar alternatif. Pada masa-masa awal, pegiat RBK
berhasil mengumpulkan sekitar seribu buku. Selain buku, bahan
bacaan lain seperti majalah, tabloid, koran, jurnal, dan lain sebagai-
nya juga berhasil dikumpulkan. Proses pengumpulan bahan bacaan
tersebut berlangsung selama lima bulan hingga satu tahun. Setelah
bahan bacaan terkumpul, proses distribusi terhadap berbagai
komunitas literasi dilakukan oleh RBK.
Kegiatan-kegiatan yang diusung oleh RBK bukan perjuangan
literasi dalam arti yang lazim dikenal seperti gerakan taman baca,
tapi juga perjuangan lainnya yang serumpun dengan semangat
pemberantasan kebodohan. RBK mendisain “kantor”nya untuk
beragam tujuan. Selain perpustakaan, kantor RBK juga dijadikan
sarana belajar masyarakat, anak-anak, remaja, hingga orang dewa-
sa. RBK mengadakan sejumlah aktivitas seperti perpustakaan
jalanan, ekoliterasi, diskusi reboan, dejure, kursus komputer gratis,
bioskop edukasi sederhana, penerbitan majalah, sekolah literasi
dan lain sebagainya. Upaya-upaya ini diharapkan menjadi gerbong
awal dari semangat mencerdaskan bangsa.
RBK bergerak berdasarkan epos yang diyakini harus diperju-
angkan. Maka, pada tahun 2013, RBK dengan berbagai kondisi yang
ada menjalankan gerakan literasinya secara bergembira. Saat itu,
RBK hanya dikelola oleh empat sampai enam orang saja. Pertemuan
rutin pegiat RBK dilakukan satu minggu sekali. setiap minggu kami
mengadakan diskusi yang kadang-kadang terdiri dari dua atau tiga
orang. Saat itu pegiat RBK sadar betul bahwa perjuangan literasi
sedang memasuki tahap transisi yang cukup penting. Maka, menga-
walinya dengan bertekad tanpa patah arang adalah satu-satunya
cara. Proses itu membawa pegiat RBK ke dalam kesadaran untuk
selalu bergembira untuk setiap langkah dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh RBK sejak 2012 hingga 2013 juga dila-
kukan oleh gerakan literasi yang lain. RBK juga mengalami apa yang
lazim dialami oleh gerakan literasi lain. Niat dan tekad pegiat RBK

| 295 |
THE SPIRIT of DAUZAN

memang sedang diproses melalui pengalaman-pengalaman. Pegiat


RBK sadar bahwa problem yang ditemuinya saat itu pasti akan
terjadi lagi di tahun depan. Maka, pegiat RBK selalu melakukan
diskusi reflektif untuk memupuk semangat juang pegiat RBK. Tidak
mudah, tapi pegiat RBK tidak ingin menyebutnya sulit. Karena,
dalam menjalankan gerakan literasi, satu hal yang sangat penting
adalah perasaan senang.

Tahun 2012: Madzab Onggobayan


RBK berdiri pada 2 Mei tahun 2012, meskipun keterangan
historis menyatakan bahwa RBK lahir menurut proses yang panjang.
Di antara sekian nama tersebut, yang saya ingat adalah Ahmad
Sarkawi, Irfa Fahd Rizal, Fida Afif, Labib Ulinuha, serta banyak nama
yang tidak saya ingat lagi. Kalau dirunut ke belakang lagi, maka
banyak nama yang sebenarnya terlibat. Kelompok-kelompok literasi
kecil tersebut dijalankan secara kolektif tanpa terikat. Maka, RBK
tidak lahir dalam bentuk yang didisain sejak awal. RBK lahir dari
proses yang dijalani oleh pegiat literasi sehari-hari. Maka pelabelan
tanggal kelahiran RBK sebenarnya tidak menyatakan keterangan
historis yang sebenarnya. Penggunaan tanggal 2 Mei sebagai hari
kelahiran RBK pada kenyataannya adalah semacam konsensus saja.
Meski begitu, spirit pendidikan yang diasosiasikan terhadap tanggal
2 Mei digunakan RBK dalam rangka apresiasi.
Tahun 2012, hal pertama yang dilakukan RBK adalah proses
pengumpulan bahan literasi. Gerakan Hibah yang dilakukan oleh
LaPSI (Lembaga Pengembangan Sumberdaya Insani) diafirmasi RBK
melalui program Gerakan Hibah Buku Nasional. Program tersebut
memiliki dua tujuan utama, pertama RBK berniat menjadi wadah
distribusi yang berperan merekomendasikan kepada pihak
penghibah atau donatur untuk menyalurkan buku-bukunya. RBK
memiliki rekomendasi tempat-tempat literasi. Tujuan kedua, adalah
RBK mengambil peran sebagai perawat buku, dahulu disebut
“memberdayakan buku”. Artinya, buku yang diperoleh RBK melalui
gerakan hibah dimanfaatkan untuk kebutuhan banyak orang. Buku-

| 296 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

buku itu dikelola agar dapat digunakan oleh masyarakat. RBK


menyediakan tempat agar buku dapat diakses 24 jam setiap oleh
siapa saja. Rumah kontrakan di daerah Onggobayan (Bantul) disewa
oleh RBK sebagai tempat komunitas. Rumah kontrakan itu dibuka
selama 24 Jam untuk membaca. Peminat pada saat itu sudah
datang dari berbagai kalangan dan ragam usia.
Pegiat RBK bebas mengusulkan dan menjalankan berbagai pro-
gram yang memperkuat perjuangan literasi. Misalnya, ada program
Meningkatkan Minat Baca Anak dilakukan dengan aktivitas “Koin
Literasi”, yakni setiap anak yang selesai membaca buku akan
diberikan koin literasi kemudian memasukkannya ke dalam
celengan agar dapat mengakses komputer atau komik. Cara yang
diperkenalkan oleh Irfa tersebut disukai oleh anak-anak yang
terbiasa bermain di RBK. Selain itu juga ada program Bimbingan
Belajar Anak dan Remaja yang dilakukan melalui aktivitas Belajar
Bersama setiap sore. Ada juga kegiatan belajar melukis yang
difasilitatori oleh Mas Turi, beliau adalah seorang karikatur majalah
dan koran. Seminggu sekali pegiat RBK rutin mengadakan Nobar
(nonton bersama) film-film edukatif.
Aktivitas dan program RBK di tahun 2012 memang banyak
didedikasikan bagi anak-anak. Berkaitan dengan hal itu, ada konsep
menarik yang disebut community learning (CL), yakni sebuah
konsep belajar berbasis komunitas yang berusaha digunakan, dan
merupakan cikal bakal RBK For Kidz. Konsep CL digunakan oleh
RBK karena mengandung nilai emansipatif dan egaliterian. Konsep
CL berasumsi bahwa proses belajar berbasis komunitas dapat
mendorong pengetahuan berakar dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menggunakan CL, hirarki pengetahuan secara sosiologis
hendak dikritisi. Secara ekstrim terkadang dimaknai bahwa setiap
orang adalah murid sekaligus juga guru. Secara tidak langsung, CL
ini berakar dari model pendidikan kritis yang banyak berkembang
dalam diskusi maupun praktik pendidikan populer yang ditekuni
oleh pegiat-pegiat RBK. CL inilah yang menandai model madzab
Onggobayan (nama dusun di mana RBK dilahirkan).

| 297 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Tahun 2013: Madzab Paris


Rumah kontrakan RBK di Onggobayan ditempati selama satu
tahun. Bulan Februari 2013, RBK pindah ke Jl. Parangtritis, biasa
disebut Paris. Perpindahan lokasi RBK pertama ini banyak menandai
atau secara khusus menjadi simbol berbagai hal di RBK. Sebelum
RBK memutuskan untuk pindah ke Paris, diadakan rapat untuk
membahas lokasi kontrakan yang baru RBK. Saat itu memang ada
beberapa alasan mengapa RBK tidak dapat memperpanjang
kontrakan. Melalui Ahmad Sarkawi (Kak Wiek), kami mendapatkan
rekomendasi sebuah rumah di Jl. Parangtritis.
Rumah itu dikelola oleh Pak Ridwan, beliau adalah dosen UII,
aktivis PII, pengelola BMT di Sleman, dan seorang yang mencintai
dunia literasi. Rumah di Jl. Parangtritis disewa sejumlah Rp. 3.5
juta. Sebenarnya biaya itu termasuk murah, karena RBK hanya
mengganti biaya perbaikan rumah termasuk sanitasi saja. Uang
sewa diperoleh dari donasi banyak pihak, termasuk swadaya dari
pegiat RBK sendiri. Biaya listrik saat itu juga ditanggung oleh Pak
Ridwan. Rumah yang digunakan RBK terdiri atas ruang tengah, dua
kamar, kamar mandi, dan satu ruang dapur.
Perjuangan literasi RBK di tahun 2013 diawali oleh refleksi
bersama (istilah RBK untuk rapat). Beberapa nama yang hadir saat
itu ialah Kak Wiek, Fikri Fadhilah, Panggih Priyo Subagyo, Cak David,
dan Saya. Dalam rapat kami membahas dinamika RBK selama satu
tahun di Onggobayan. Pertama, kami membahas evaluasi pegiat
RBK, dan cerita-cerita berkenaan dengan program serta aktivitas
selama di Onggobayan. Kedua, kami membahas hal positif apa saja
yang harus diafirmasi sebagai kekuatan di tahun 2013 bagi RBK.
Selesai rapat kami berbagi peran, Cak David yang awalnya meru-
pakan Direktur RBK menjadi Pembina RBK, Kak Wiek menjadi
Direktur RBK, Fikri, Panggih, dan saya masing-masing menjadi
kordinator rumah tangga, kefasilitatoran, dan divisi riset.
Proses berbagi peran selesai dalam waktu yang tidak lama.
Beberapa hari setelah itu kami memulai proses penataan buku-
buku, sambil menyicil membersihkan rumah. Saat itu Pak Ridwan

| 298 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

meminta kami agar mengundang anak-anak sekitar Paris untuk


mengunjungi RBK. Kata Pak Ridwan, kehadiran RBK harus segera
diketahui oleh anak-anak. Akhirnya, kami mengundang anak-anak
sekitar untuk ramah-tamah. Kami memperkenalkan diri dan
mengajak anak-anak untuk ikut memanfaatkan waktu di RBK.
Pertemuan ramah-tamah tersebut menjadi awal aktivitas RBK For
Kids. RBK banyak didukung oleh gerakan-gerakan sosial yang
digagas oleh mahasiswa lintas kampus, semacam Xynergy untuk
menjalankan RBK For Kids. Aktivitas ini berlangsung hingga akhir
tahun 2013.
Sewaktu pindah ke Paris, pegiat RBK berkomitmen untuk
memperkuat basis gerakan dengan berbagai macam diskursus.
Seminggu sekali diadakan diskusi kecil untuk mengkaji berbagai
topik. Tampaknya, salah-satu semangat penting dari diskusi yang
diadakan RBK saat itu adalah menggemakan spirit partisipasi.
Aktivitas berdiskusi pegiat RBK sejak tahun 2012 merupakan
tonggak penting.
Keunikan khusus RBK di tahun 2013 adalah diskusi yang sangat
intens. Pertemuan-pertemuan sesama pegiat selalu diwarnai oleh
diskusi. Memang saat itu tidak mudah menjaga semangat diskusi
mengingat jumlah peserta diskusi selalu tidak lebih dari lima or-
ang. Setiap diskusi biasanya terdiri atas Kak Wiek, Mascu, dan Saya
sendiri. Tetapi keseriusan diskusi tidak pernah berkaitan dengan
jumlah peserta diskusi. Keseriusan diskusi adalah bagian lain dari
sikap menelaah keadaan aktual berdasarkan pada ketajaman
analisis. Maka, proses pembentukan kesadaran, di dalam diskusi
menjadi titik penting. Diskusi RBK melibatkan berbagai macam hal.
Komitmen dalam menghargai forum diskusi sebagai tempat untuk
“belajar bersama” terus dilakukan.
Mengenai komitmen tersebut, pegiat RBK belajar untuk meng-
apresiasi setiap argumentasi secara tepat. Setiap argumentasi
dianalisis dan dikembangkan bersama. Proses tersebut memang
memakan waktu yang tidak singkat. Meskipun begitu, setiap kali
mengadakan diskusi tampak bahwa komitmen “belajar bersama”

| 299 |
THE SPIRIT of DAUZAN

sangat penting untuk dipertahankan dalam diskusi. Ahmad Sarkawi


yang saat itu menjadi direktur RBK memandang forum diskusi
sebagai “arena pembebasan”, pertama-tama harus berangkat dari
persepsi bahwa setiap orang setara. Ilmu pengetahuan harus
mengakar dengan manusia sebagai subjek yang mereproduksinya.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dengan segala tingkatannya
harus diapresiasi.
Forum diskusi di RBK sebenarnya memiliki nama. Sewaktu di
Onggobayan, pegiat RBK memiliki forum diskusi yang disebut
Dejure yang berarti “diskusi jum’at sore”. Sedangkan di Paris, nama
forum diskusi tidak ada. Meskipun begitu, istilah Dejure tetap
dipertahankan sebagai nama aktivitas diskusi. Kajian feminisme,
postmodernisme, hingga teori sosial kontemporer menjadi
pendukung dari diskusi-diskusi pegiat RBK. Pak Ridwan pada saat
itu juga memperkaya diskusi pegiat RBK dengan topik ekonomi
kerakyatan.
Pak Ridwan memberikan kesempatan pegiat RBK untuk meman-
faatkan koleksi pribadinya seputar ekonomi kerakyatan ala Moham-
mad Hatta. Lewat Pak Ridwan juga saya mengenal karangan-
karangan Hatta yang susah diperoleh di pasaran. Misalnya, koleksi-
koleksi makalah Hatta. Selain itu, Pak Ridwan selalu menemani saya
berdiskusi soal ide-ide Islam menurut Hamka. Di sela-sela waktu
saya sendirian di kantor RBK, Pak Ridwan selalu membuka diskusi.
Hal itu, memberi warna tersendiri selama masa-masa berkem-
bangnya RBK di Paris.
Di Paris, topik diskusi yang berkaitan dengan feminisme banyak
dibincangkan dengan Kak Wiek, panggilan akrab Ahmad Sarkawi.
Topik diskusi ekonomi dan Islam dari Pak Ridwan. Sedangkan dari
Cak David, kami berdiskusi seputar politik keseharian (everyday
politic). Topik diskusi dengan Cak David berkembang terus hingga
ekonomi-politik. Hal ini menjadi menarik sebab, Pak Ridwan juga
mulai membahas kritik Hatta terhadap Karl Marx. Maka, diskusi
seputar ekonomi-politik di Paris menjadi semakin berwarna.
Apalagi, di Paris kami mulai menemukan lagi sastra dan seni

| 300 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

pembebasan. Cak David memiliki banyak koleksi novel Pramoedya


Ananta Toer, Kak Wiek yang mulai mendorong pegiat RBK agar
terbiasa dengan puisi, serta Pak Ridwan yang memulai diskusi
seputar roman Hamka membuat kombinasi yang sangat baik.
Panggih, seorang pegiat yang berasal dari Kulonprogo juga
memperkenalkan pegiat RBK yang lain tentang seni ala Jawa.
Melalui dirinya juga saya mulai terbiasa dengan aktivitas orang jawa
dalam hal seni dan pandangan hidup. Saya, Panggih, dan Fikri di
sela-sela waktu membersihkan kantor, terkadang beristirahat
sambil mendengar tembang jawa, atau dengan antusias mendengar
Panggih bercerita soal Cak Nun. Di Paris, pegiat RBK berhadapan
dengan berbagai macam hal. Dan itu juga yang mendorong pegiat
RBK untuk memahami perbedaan setiap orang. Pegiat RBK
semacam dilatih untuk berpikir menggunakan berbagai macam
landasan sembari mengingat bahwa setiap orang akan berproses
dengan cara yang berbeda-beda.

Tahun 2014: Kelahiran Perpustakaan Jalanan


Setelah mengontrak rumah di jalan Paris, Yogyakarta, RBK
pindah ke Dusun Sidorejo. Jaraknya dekat dengan tempat kontrakan
RBK yang pertama yakni Onggobayan. Sidorejo dan Onggobayan
di pisahkan oleh jalan Wates. Onggobayan terletak di sebelah utara,
sedangkan Sidorejo di sebelah selatan. Sewaktu berniat mencari
lokasi rumah kontrakan, Bang Alfian menawarkan pegiat RBK untuk
mencari informasi di sekitar Sidorejo, sebab rumah Bang Alfian juga
berada di daerah sekitar itu yakni Brenggosan. Kira-kira pukul 4
sore saya dan Zulfikar mampir di rumah Bang Alfian. Kami bertiga
duduk di teras depan rumahnya dan bercerita soal rumah kontrakan
baru untuk RBK.
Singkat cerita, melalui informasi dari seorang Dukuh Sidorejo
kami memperoleh informasi sebuah rumah di RT 08. Rumah itu
terletak di dekat Sungai Kalibedog. Rumah itu peninggalan
Almarhum Pak Junaedi, seorang Pelawak Jawa, pemain Ketoprak,
sekaligus Mubaligh yang cukup terkenal tahun 80/90-an di

| 301 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Yogyakarta. Melalui proses satu minggu akhirnya pegiat RBK


sepakat untuk mengontrak rumah tersebut. Cerita baru RBK dimulai
lagi disini.
RBK mengontrak rumah tersebut dengan nominal Rp. 4.5 juta.
Menurut pemilik rumah, RBK merupakan pihak pertama yang
mengontrak rumah tersebut. Uang yang diperoleh RBK terkumpul
menjelang hari H pembayaran panjar atau tanda jadi. RBK berusaha
memperoleh uang minimal Rp 2 juta sebagai tanda sepakat. Sisanya
dilunasi RBK kira-kira dua atau tiga minggu setelah rumah
ditempati. Proses mencari uang untuk mengontrak rumah baru
tidak mudah. Saat itu saya ingat Cak David berkata “kalau kita
berniat baik pasti ada yang membantu”. Saya juga beberapa kali
diberitahu oleh Kak Wiek bahwa RBK mendapat donasi dari
beragam pihak mulai dari nominal Rp. 50 ribu atau 100 ribu. Saya
dan Zulfikar diminta untuk fokus mencari kontrakan, sedangkan
uang untuk keperluan sewa akan diusahakan.
Rumah tersebut merupakan warisan Pak Junedi kepada anak
sulungnya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Sehingga
hak mengurus rumah diserahkan kepada istri anak sulung Pak
Junedi bernama Bu Yuli. Rumah tersebut terdiri atas tiga kamar
tidur, dua ruangan besar. Kamar mandi dan dapur terletak di luar
rumah. Ruang depan rumah tersebut cukup besar dan luas, begitu
juga dengan ruangan tengah. Hal itu cukup menggembirakan pegiat
RBK. Apalagi, suasana rumah yang dekat dengan area kampung.
Selain itu, jarak rumah yang berada di area perkampungan menjadi-
kannya bebas dari kebisingan kendaraan bermotor.
Hari pertama menempati rumah baru pegiat RBK dibantu tiga
hingga empat voluntir mahasiswa yang berasal dari UMY. Target
pada hari pertama adalah membawa semua barang RBK yang terdiri
atas lemari buku, meja, kursi-kursi, dan berbagai perlengkapan
lainnya. Setelah itu, rumah dibersihkan dan diberi alas karpet
plastik. Hampir dua minggu penataan rumah baru berlangsung
karena dilakukan di sela-sela aktivitas pegiat RBK.
Agenda awal RBK seperti biasa adalah malam refleksi pegiat

| 302 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

RBK. Kami mengundang pegiat RBK, dan beberapa voluntir untuk


ikut berdiskusi di kantor baru RBK. Agenda refleksi itu dilakukan
beberapa kali. Voluntir RBK yang baru maupun yang lama kami
undang meskipun tidak semua dapat hadir. Pembahasan refleksi
RBK pada umumnya berbicara mengenai evaluasi gerakan literasi
RBK, mimpi-mimpi pegiat RBK soal gerakan literasi, dan berbagi
peran. Pembagian peran dan pengurus harian RBK masih sama
dengan di Paris. Hanya saja kami semakin banyak. Hingga perte-
ngahan tahun, Sakir, Andan, Abdullah, Indra, Agam, Vitho, Unggul,
Lisa, Uswah, Tyas, Chaca serta teman-teman voluntir yang berasal
dari berbagai latar belakang menjadi bagian penting RBK Kalibedog.
Satu hal positif yang perlu didorong kembali di Kalibedog adalah
spirit berbagi. Sejak dari Onggobayan hingga Paris, RBK selalu
identik dengan slogan Sharing is Power. Dalam hal apapun slogan
ini tampak begitu penting. Hampir semua pegiat dan voluntir selalu
kami ceritakan soal pentingnya perspektif “berbagi”. Misalnya
berkaitan dengan diskusi, RBK selalu menekankan konsep “berbagi”
sebagai landasan awal dalam memulai diskusi. Dengan kata
“berbagi” setiap orang yang terlibat diajak untuk sadar bahwa posisi
mereka setara, sehingga masing-masing dapat mengambil peran
dan tanggungjawab. Perspektif ini sangat berguna dalam memba-
ngun aktivitas atau program organisasi. Dengan bersandar pada
konsep “berbagi”, kekuatan setiap orang dapat berkembang. Saat
inilah kemudian RBK membawa buku ke jalanan yaitu dengan
membuka perpustakaan jalanan atau RBK on the street tepatnya
di bulan Juni 2014.
Konsep berbagi tampaknya telah mendekonstruksi banyak hal
dalam cara-cara RBK membangun gerakan jika dibandingkan
dengan gerakan lainnya. Konsep “berbagi” memberi semangat
kepada para pegiat untuk memahami bahwa di dalam setiap
aktivitas, proses merupakan hal yang penting. Misalnya aktivitas
diskusi RBK pada umumnya diisi oleh pegiat atau voluntir RBK
sendiri. Tentu saja dengan kemampuannya masing-masing. RBK
selalu membuka ruang bagi siapa saja untuk menawarkan diri

| 303 |
THE SPIRIT of DAUZAN

menjadi pemantik diskusi. Maka tidak mengherankan jika diskusi


Dejure atau Reboan, yakni forum diskusi yang dilakukan setiap hari
rabu selalu rutin diadakan.
Konsep berbagi merupakan hal yang layak untuk diketahui.
Konsep berbagi tersusun atas berbagai pandangan, misalnya; (1)
setiap orang setara, (2) setiap orang memiliki kekuatan, (3) setiap
orang memiliki kesempatan yang sama, (4) berbagi akan melipat-
gandakan kekuatan, (5) berbagi merupakan manifestasi kemanu-
siaan setiap manusia, (6) berbagi akan mengurangi kekerasan ter-
selubung di balik bahasa, budaya, dan perilaku sehari-hari, (7) ber-
bagi adalah bentuk relasi antara manusia dengan alam. Tentu saja
ada banyak pandangan yang menyusun konsep berbagi. Sedemi-
kian elementernya konsep berbagi, sehingga konsep ini seakan
merangkum apa yang menjadi substansi dari aktivitas RBK sejak
Onggobayan hingga Kalibedog.
Konsep berbagi telah mengantarkan pegiat RBK kepada kesa-
daran, atau biasa disebut sebagai kewarasan. Aksi-aksi yang dilaku-
kan pegiat RBK pada umumnya dilakukan sebagai bentuk kewa-
rasaan kemanusiaannya. Di Kalibedog sensitifitas terhadap keke-
rasan dan diskriminasi, menghasilkan urgensitas untuk selalu berla-
ku apresiatif. Konsep berbagi tampaknya juga berhubungan erat
dengan perlakuan apresiatif RBK. Tidak jarang ada testimoni yang
sangat positif disampaikan oleh beberapa orang. Mereka pada
umumnya merasa diterima di RBK.
Seorang penulis novel muda pernah mengucapkan terima kasih
karena sudah diundang untuk berbagi cerita seputar novel yang
baru saja ditulisnya. Novelis muda itu menuturkan terima kasih
karena direspon dengan sangat baik dan apresiatif. Begitupun
seorang mahasiswa merasa tidak terbebani saat menjadi pemantik
diskusi di RBK, meskipun dia mengakui bahwa dirinya sebenarnya
menyadari tidak cukup banyak tahu. Tetapi respon yang diberikan
oleh audiens justru turut membantunya dalam memahami
topiknya sendiri. Hal itu dimungkinkan sebab audiens di RBK tidak
pernah mempersoalkan seberapa dalam pengetahuan seseorang,

| 304 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

sebab hal itu bukan persoalan besar. Keinginan belajar setiap or-
ang untuk berbagi adalah hal penting yang harus diapresiasi.
Tahun 2014 merupakan babak baru RBK dalam aksi-aksi sosial.
Pentas seni yang disebut Apsas singkatan dari Apresiasi Seni
merupakan salah-satu contoh penting. Apsas merupakan konsep
pentas seni yang berbeda, terkadang spontan, tak direncanakan,
dan hampir selalu berangkat dari kegelisahan mendadak. Tidak
jarang ketika Kak Wiek, Indra, Mascu, sedang duduk diskusi tiba-
tiba bergerak untuk mendisain “panggung”. Kain-kain tipis berwar-
na hitam atau merah mereka ambil. Proses dekorasi “panggung”
terlalu antusias. Masing-masing orang tergerak untuk menambah
bagian-bagian yang diperlukan tanpa diperintah. Indra mengatur
lampu. Mascu mengatur tampilan panggung. Sedangkan Kak Wiek
berjalan ke sana ke mari secara cepat untuk memperoleh tam-
bahan-tambahan baru bagi panggung. Maka, Apsas terkadang tidak
pernah direncanakan sebelumnya.
Apsas tampaknya telah menjadi cara hidup pegiat RBK. Melewati
diskusi yang panjang terkadang membuat mereka tergelitik untuk
membuat manifestasinya lewat seni, sastra, atau tampilan budaya.
Apa yang disebut sebagai “panggung” dalam Apsas pun sebenarnya
terdiri atas satu kursi, beberapa kain yang disulap menjadi latar,
dan lampu dengan cahaya kuning. Kadang-kadang juga meja disulap
menjadi tempat duduk. Hal itu menjadikan panggung seperti “milik
bersama”, itu yang memunculkan istilah “berkreasi suka-suka”.
Setelah panggung selesai biasanya Mas Sakir akan membeli jajanan
dan buah. Cak David juga mempersiapkan puisi untuk pentas, dan
kamera sebagai salah-satu alat penting untuk mengabadikan proses
unik tersebut.
Melalui Apsas, RBK menuju jembatan perjuangan yang lain.
Kesadaran bahwa manusia membutuhkan seni, menjadi jalan pegiat
RBK untuk mengapresiasi alam semesta. “Kita tidak bisa mencintai
manusia jika tidak mencintai alam”. Melalui seni pegiat RBK diajak
untuk sensitif terhadap rasa kemanusiaan mereka. Saat membaca
puisi Wiji Thukul, WS Rendra, Taufik Ismail. Atau saat menikmati

| 305 |
THE SPIRIT of DAUZAN

novel Pramoedya Ananta Toer, Hamka, Luis Sepulveda. Belantara


kehidupan manusia dan alam seperti terhampar serta menggugah
kesadaran. Kesadaran terhadap perbaikan relasi antara manusia
dan alam seperti terbuka dengan sendirinya. Perlahan tapi pasti
seperti melibatkan alam semesta dalam setiap horison pemikiran.
Muncullah istilah Ekoliterasi.
Istilah Ekoliterasi pertama kali muncul dari Fritjof Chapra tentang
kesadaran tinggi ekologi yakni ecoliteracy. Menurutnya, karena
kebiasaan membaca, menulis dan berdiskusi pegiat RBK telah
terhubung dengan kesadaran peduli terhadap lingkungan maka
istilah itu muncul. Pegiat RBK memang semakin merambat ke novel-
novel, puisi, film, buku, yang bercerita tentang lingkungan. Indra
dan Dollah biasanya mencari film-film tentang lingkungan. Kak Wiek
membedah novel tentang lingkungan. Keterlibatan RBK terhadap
isu lingkungan misalnya berkaitan dengan kasus Rembang.
Selain itu kami juga diajari oleh Mas Adim untuk mengelola
sampah. Mas Adim adalah salah-seorang yang sangat mendukung
misi literasi pegiat RBK. Beliau adalah seorang penulis, editor buku,
disainer, dan beragam hal dapat dilakukannya. Tanpa lelah juga dia
mengingatkan kami untuk menyimpan sampah plastik mulai dari
tas plastik, kemasan minuman, hingga karet gelang. Menurutnya
hal itu tidak bisa disepelekan. Jika tidak sedang sibuk menyusun
buku, Mas Adim tidak segan-segan mampir di RBK untuk memisah-
kan antara sampah plastik dan sampah organik. Mas Adim sengaja
melakukan itu supaya pegiat RBK mudah untuk membuangnya.
Meskipun tujuan utamanya agar sampah tertentu dapat diolah
kembali menjadi barang kreasi, misalnya untuk kebutuhan Apsas.
Meskipun tidak mudah, pegiat RBK belajar banyak hal dari proses
tersebut.

Tahun 2015 dan Refleksi Panjang Ikhtiar


Salah-satu hal yang menjadi penting dilakukan oleh setiap
gerakan sosial saat ini adalah dengan melipatgandakan kekuatan.
Pentingnya hal ini menunjukkan bahwa pegiat gerakan sosial mulai

| 306 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

dari gerakan literasi, gerakan lingkungan, gerakan mahasiswa, dan


gerakan lainnya harus menyadari kebutuhan untuk memperkuat
jaringan. “Dengan berjejaring kemampuan setiap gerakan sosial
akan berlipat”. Hal itu disampaikan oleh Kak Wiek berulang kali.
Jika setiap pegiat gerakan saling menegasikan perjuangan-
perjuangan sosialnya maka tidak ada hal lain yang mereka perolah
selain narsisme saja.
Saya ingat, bagaimana antara sesama aktivis hanya bertukar
sarkasme untuk tujuan narsistik sedangkan musuh mereka semakin
elegan dan efektif. Mereka tampak tidak memiliki selera humor
yang pantas. Beberapa kali misalnya mereka mengomentari
“dengan gerakan literasi kalian mau apa?”. Pertanyaan itu pernah
saya jawab dalam salah-satu tulisan. Ada juga seseorang yang
pernah berkomentar “gerakan literasi itu hanya gerakan untuk anak-
anak”, untuk komentar terakhir ini tampak sekali bahwa asumsi-
asumsi dasar mereka terlalu keliru. Komentar itu sepenuhnya tidak
dapat diragukan lagi berangkat dari pembacaan realitas yang
ahistoris. Tidak perlu saya singgung terlalu banyak.
Tahun 2015 adalah tahun penting bagi RBK karena membuktikan
beberapa hal. Pertama, perasaan senang-hati akan menjadi
landasan kuat dalam membangun gerakan sosial. Perasaan senang-
hati berasal dari kesadaran bahwa banyak orang yang sebenarnya
menjadi teman kita bersama dalam membangun gerakan sosial.
Kita mungkin belum pernah bertemu dengan mereka, tetapi
melalui tulisan, kita semua terhubung. Gagasan kita atau mereka
saling mendorong bagi terciptannya entitas-entitas baru. Mulai dari
pertengahan tahun 2014 hingga tahun 2015 RBK membuka lapak
perpustakaan jalanan di Alun-alun Kidul (Alkid). Perpustakaan
jalanan itu kami sebut RBK On The Street (ROTS). Banyak orang
bertanya bagaimana caranya mempertahankan ROTS, jawabannya
adalah kebahagiaan melihat orang lain membaca. Tanpa perasaan
itu tampaknya dibayar berapapun tidak akan bertahan lama.
Seorang mahasiswa pernah berkata “senang aja lihat orang lain
senang baca buku”.

| 307 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Kedua, gerakan sosial dengan jenis perjuangan apapun mulai


dari sekarang harus menentukan secara mandiri gerakannya.
Sesama pegiat harus meninggalkan sisa-sisa sarkasme historis.
“Sudah saatnya manusia Indonesia membangun narasi yang lebih
manusiawi di Bumi Manusia” kata Cak David. Atau, Kak Wiek yang
juga tanpa lelah mengingatkan kita soal refleksi anti-kekerasan yang
harus dijalani penuh komitmen. Berjuang penuh kegembiraan dan
berkomitmen penuh terhadap kemanusiaan serta alam semesta
adalah jalan pegiat literasi. Dengan demikian, “siapa saja dapat
menjadi penggerak literasi” kata Dauzan Farook yang ingin saya
haturkan penuh keharuan.
Madzab baru ekoliterasi inilah yang kemudian menandai komu-
nitas ini sebagai madzab kalibedog yang merupakan nama sungai
di mana kita berkegiatan dan berproses mendemokratisasikan
bacaan dan mengupayakan pembelaaan ekologi.

| 308 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Jihad Literasi
Menggelorakan
Gerakan Literasi
Sekolah 1

Arif Jamali Muis2

D
ata beberapa survei tentang literasi di Indonesia
mencengangkan sekaligus memprihatinkan. Data
UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat
membaca orang Indonesia hanyalah 0,001, itu artinya, dari 1.000
penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan
serius. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan jumlah pengguna
internet di Indonesia yang mencapai 88,1 juta pada 2014. Penelitian
UNESCO mengenai minat baca pada tahun 2014 lagi-lagi menye-
butkan bahwa anak-anak Indonesia membaca hanya 27 halaman
buku dalam satu tahun, bisa dibayangkang betapa sedikit sekali
yang dibaca oleh anak-anak kita.
Pemeringkatan terbaru, menurut data World’s Most Literate
Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University

1
Dipresentasikan dalam acara KOPDARNAS Pegiat Literasi di Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 8-10 Desember 2017.
2
Guru SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah DIY.
| 309 |
THE SPIRIT of DAUZAN

tahun 2016, peringkat literasi kita berada di posisi kedua terbawah


dari 61 negara yang diteliti! Indonesia hanya lebih baik da-
ri Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika, yang kita jarang
sekali mendengar nama negara itu. survei tiga tahunan Badan Pusat
Statistik (BPS) mengenai minat membaca dan menonton anak-anak
Indonesia, yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2012. Dikatakan,
hanya 17,66% anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca.
Sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67%.
Data di atas saya tampilkan untuk menunjukkan betapa sangat
memprihatinkan minat membaca generasi muda bangsa ini,
padahal sejarah mencatat kemajuan suatu bangsa karena budaya
literasi bangsa tersebut baik. Dampak rendahnya budaya literasi,
kita sering termakan berita hoax yang menyesatkan, kadang tanpa
perlu konfermasi dan kesahihan berita tersebut dengan sangat
mudah kita menyebarkannya, akibatnya kegaduhan, keresahan
menjalarkan di masyarakat, banyak energi positif bangsa ini ter-
buang hanya gara-gara berita hoax.
Disisi lain, rendahnya minat baca dan menulis di masyarakat
kita kadang menyebabkan mudahnya aroma kebencian menyebar,
saling menuduh, budaya tabayun dan saling membagi informasi
hampir tidak ada. Manusia yang tidak membaca tentu mempunyai
keterbatasan informasi dan cakrawala dalam memandang perso-
alan, sehingga cara berfikirnya picik dan sempit. Betapa akut dan
bahaya akibat dari rendahnya budaya baca dan menulis. Bangsa
Indonesia tidak akan maju jika tidak ada gerakan yang menggelo-
rakan literasi.

Jihad Literasi
Mengapa harus jihad ? Problem literasi sudah sangat akut dan
berdampak luas bagi masa depan bangsa ini, menyelesaikannya
tidak bisa dengan biasa-biasa saja. Harus ada kesungguhan dan
kesadaran dari setiap elemen bangsa. Kesungguhan ini lah yang
saya maksud Jihad. Harus ada upaya yang memaksa generasi muda
kita (siswa/mahasiswa) untuk membaca, tidak mudah mungkin

| 310 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

tetapi jika kita paksa membaca, tentu dengan sistem pendidikan


yang baik dan suatu saat menjadi kebiasaan maka budaya literasi
akan terbentuk digenerasi muda kita.
Ada minimal tiga institusi/lembaga yang bisa menggelorakan
budaya literasi generasi muda kita: pertama, Keluarga, orang tua
harus mulai mendidik anak-anaknya dengan budaya literasi yang
baik dirumah, kenalkan buku-buku sejak kecil kepada anak-anak
kita, ciptakan di rumah suasana membaca, tentu tidak bisa kita
meminta anak-anak membaca tetapi orang tua malah menonton
sinetron, perbanyak buku-buku bacaan dirumah sehingga anak-
anak terbiasa melihat buku, dan ajak anak-anak ke toko buku,
ajarkan kepada anak-anak kita ke toko buku adalah refreshing.
Menciptakan budaya literasi dirumah butuh kesadaran orang tua,
dan ini semua demi masa depan anak- anak kita.
Kedua, Sekolah. Lembaga pendidikan wajib menerapkan pro-
gram literasi sekolah, setiap pagi peserta didik diwajibkan selama
10 menit membaca buku bacaan diluar buku pelajaran, dan kemu-
dian menuliskan seberapapun hasil yang dibaca kedalam bahasa
mereka sendiri. Bayangkan, jika siswa selama 10 menit membaca
satu-dua halaman buku sehari, sebulan mereka bisa membaca 20
sampai 30 halaman, dalam satu semester peserta didik ada yang
sudah membaca satu buku. Jika ini diterapkan dan dilaksanakan
secara sungguh-sungguh oleh sekolah sebagai bagian dari program
wajib, maka bukan tidak mungkin anak-anak kita akan tumbuh
budaya literasinya. Program literasi ini juga bisa diintegrasikan
dalam mata pelajaran, dan untuk itu tentu membutuhkan guru-
guru yang punya budaya literasi yang baik.
Ketiga Pemerintah dalam hal ini kemendikbud harus membuat
program-program yang menjadikan budaya literasi muncul di
lembaga-lembaga pendidikan. Kuncurkan dana untuk subsidi buku
non pelajaran, Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus bisa digunakan
untuk membeli buku murah bagi siswa. Perbaiki perpustakaan-
perpustakaan sekolah, latihan dan didik guru-guru sehingga muncul
juga budaya literasi dikalangan guru.

| 311 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Jika institusi keluarga, sekolah dan pemerintah berjihad


(bersungguh-sungguh) dalam budaya literasi ini, generasi emas
dengan bonus demografinya akan menjadi generasi yang punya
wawasan dan cakrawala yang luas, yang bisa membawa bangsa ini
menuju keperadaban yang utama. Walahualam Bishowab.

Arif Jamali Muis (jamaliarif@yahoo.com)


@arifjamalimuis
Guru SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta,
Wakil Ketua PWM DIY

| 312 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Tradisi Literasi
Muhammadiyah
Roni Tabroni

M
uhammadiyah, selain gerakan sosial, pendidikan, dan
kesehatan, juga di media (informasi). Suara Muham-
madiyah (SM), dalam catatan sejarah persurat kabaran
Islam di Indonesia sesungguhnya bukan yang pertama lahir. Setidak-
nya, sejauh penelusuran, SM merupakan media cetak Islam yang
lahir kedua di tanah air setelah Al Munir yang terbit pada tahun
1911 di Sumatera Barat. Majalah Al Munir merupakan majalah
dakwah yang dikelola oleh para ulama di Minangkabau dan
dipimpin oleh Abdullah Ahmad, murid Syekh Ahmad Khatib
Minangkabau. Majalah yang terbit hanya beberapa tahun ini memi-
liki oplah 1.000 eksemplar dan menyebar hingga ke Jawa dan
Semenanjung Malaysia.
Sebenarnya, ada juga yang memasukan media dakwah lain
seperti Al Imam sebelum lahirnya Al Munir. Al Imam, terbit pada
tahun 1906 di Siangapura yang notabene pada saat itu masih tanah
melayu yang sama dengan Nusantara. Media ini digagas oleh Syekh
Tahir Jalaluddin yang baru pulang dari Kairo, beserta Haji Abbas
bin Muhammad Taha dari Aceh. Al Imam merupakan media dakwah
pertama di tanah Melayu-Nusantara (sebelum ada nama Indone-
sia, Singapura dan Malaysia).
Setelah Al Munir, belum ada lagi media cetak Islam yang terbit,
hingga akhirnya di tahun 1915, Suara Muhammadiyah lahir. Jadi,

| 313 |
THE SPIRIT of DAUZAN

terang sesungguhnya SM bukanlah media Islam yang pertama lahir,


tetapi SM merupakan media cetak Islam paling tua yang masih
terbit hingga kini. Sebelum dan setelah SM, ada media massa Is-
lam, namun usianya rata-rata tidak panjang. Tidak ada media cetak
di Indonesia saat ini yang usianya sampai satu abad seperti SM.

Tradisi Literasi
Sebagai organisasi Islam modern yang gandrung dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, di tubuh Muhammadiyah sudah
mengurat-mengakar sebuah tradisi literasi yang melekat. Jika kini
kita masih menyaksikan kehadiran SM dan Suara Aisyiyah, maka
dalam catatan sejarah media yang pernah dilahirkan oleh “tubuh”
Muhammadiyah sesungguhnya lebih banyak lagi.
Dalam Katalog Majalah terbitan Indonesia yang dikoleksi
Perpustakaan Nasional misalnya, di antara rentang tahun 1779-
1980 saja, sedikitnya ada 31 media yang diterbitkan oleh Muham-
madiyah. Sebagai penerbitnya ada yang langsung oleh PP Muham-
madiyah, ada yang oleh Majelis Taman Pustaka, oleh Wilayah dan
juga Ortom Muhammadiyah.
Rentang waktu yang cukup jadul dalam peradaban bangsa ini,
Muhammadiyah sangat agresif dalam tradisi jurnalistik. Peran
dakwah Muhammadiyah benar-benar dikibarkan lewat media
massa sebagai sarana penyampaian pesan. Namun, lagi-lagi
kebanyakan media itu bertumbangan sebelum besar sehingga tidak
bisa bertahan lama.
Di antara nama-nama media yang pernah diterbitkan oleh
persyarikatan Muhammadiyah seperti: Al Fatch, Annida, Arabic
Monthly Paper, Bahteramasa, Berita, Berita (beda tahun dan
penerbit), Brantas, Fadjar, Halal-Bhialal, Al Islam, Kemaoean
Zaman, Kentongan, Madrasah-Moehammadijah, Al-Mahdi,
Menara-Koedoes, Menara Koedoes (beda tahun dan penerbit),
Menara Ngampel, Miratoel Moehammadijah, Moehammadi,
Penerangan Islam, Penjiar Islam, Perikatan, Poestaka Moeham-
madijah Dairah Banjoemas, Sinar Islam, Soeara Moehamadijah,

| 314 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Suara Aisjijah, Suara Aisyah (penyesuaian ejaan), Suara Muham-


madijah (penyesuaian ejaan), Suluh Pendidikan Muhammadijah,
Tacawoeff-Islam, Tjahaja.
Di luar yang disebutkan di atas, diduga kuat masih banyak me-
dia massa Islam yang diterbitkan bukan oleh tokoh-tokoh atau
personal Muhammadiyah, tanpa menyebutkan Muhammadi-
yahnya. Setidaknya, gambaran sekilas ini menyiratkan betapa
kepedulian Muhammadiyah dan para anggotanya dalam mengi-
barkan semangat literasi sejak dulu hingga kini –terlebih pasca
tahun 1980 yang belum terhitung berapa banyak jumlahnya.
Yang lebih menarik lagi, sebenarnya jika kita mendiskusikan
aspek-pesan dari SM yang sudah mengalami bebarapa kali peru-
bahan karakter kontennya. Walaupun secara umum SM merupakan
media dakwah untuk pencerahan peradaban, namun jika dibedah
secara detail, keberadaan muatan dakwahnya dikemas dalam
beberapa karakteristik yang unik.
Secara umum, jika kita melihat media massa Islam yang pernah
ada, kita dapat membagi empat karakter konten. Pertama, kritis
argumentatif. Yaitu konten media massa Islam yang memberikan
muatan pemikiran yang tajam dan mencerahkan. Isinya sangat
argumentatif dan sarat dengan referensi ketika mengupas tentang
sebuah fenomena tertentu. Kedua, subjektif reaktif. Konten ini
selalu menyajikan konten yang menghakimi pihak lain dengan
penggunaan diksi-diksi yang membakar, hitam putih dalam menilai
sebuah fenomena sosial.
Ketiga, fikih ibadah. Konten ini lebih mengedepankan aspek
bahasan fiqih dengan sejumlah dalil-dalil yang disajikan. Di
dalamnya juga ada berbagai tuntunan ibadah, baik yang ritual
maupun muamalah. Keempat, ekonomis hedonis. Yaitu media
massa Islam yang mengeksploitasi gemerlap budaya pop baik pada
aspek fashion, pergaulan, makanan, aksesoris, maupun aspek
duniawi lainnya.
Secara kasat mata, dengan klaim sebagai media pencerahan,
tentu saja SM ada di posisi pertama. Namun, ketika membuka

| 315 |
THE SPIRIT of DAUZAN

lempar-lembar SM, kita juga akan melihat taburan konten yang


berada di posisi tiga. Yang justru menarik, ketika secara subjektif,
SM pun sempat nyerempet ke karakter yang kedua, dimana SM
menjadi media yang secara hitam putih menyajika karya jurnalis-
tiknya dengan tanpa memperhatikan prinsip keberimbangan.
Tetapi secara keseluruhan, tradisi Muhammadiyah tetap ter-
pelihara dan menjadi karakter yang tidak terpisahkan dalam
majalah yang menjadi kebanggaan warganya. Terpeliharanya SM,
tentu saja karena keberhasilannya menangkap ruh Muhammadiyah
secara utuh sehingga dapat dijadikan bahan referensi sekaligus
etalasenya Muhammadiyah.
Semangat dakwah bil qalam diduga membuat SM tetap ber-
tahan, walaupun tidak menjadi sebuah perusahaan besar layaknya
industri media yang menggurita dari sisi ekonomi. Bahkan, spirit
jihad memang biasanya menjadi salah satu pondasi penting keha-
diran media massa Islam –tidak didasarkan pada modal. Tetapi yang
lebih istimewa lagi yaitu tradisi literasi di tubuh Muhammadiyah
membuat SM tetap terpelihara dan mampu bertahan lebih dari
satu abad lamanya.

Roni Tabroni (roni_tepas@yahoo.com)


Wakil Sekretaris Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah
Dosen Komunikasi USB YPKP dan UIN SGD Bandung,

| 316 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Mem”BACA”kan
Masyarakat dan
Me”NULIS”kan
Intelektual 1

Lasa Hs.2

“Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama tidak


menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
(Pramoedya Ananta Toer)

“Tanpa buku, sejarah akan diam, sastra terbungkam,


sains akan lumpuh, dan pemikiran macet.”
(Taufik Ismail, 2005)

1
Makalah ini dipresentasikan dalam Kopi Darat Nasional (Kopdarnas)
Pegiat Literasi Muhammadiyah, 8-10 Desember 2017 di Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
2
Lasa Hs., Pustakawan Utama. Ketua FPPTMA (Forum Perpustakaan
PTM-PTA). 70 tahun (lahir 1 Januari 1947), di Nogosari, Boyolali.
Pendidikan terakhir S2 Manajemen Perpustakaan UGM. Pengalaman;
Pustakawan Utama (IV/e), guru, dosen, asesor BAN PT, kepala
perpustakaan PT, penulis, mitra bestari/reviewer jurnal UGM dan UII, juri
berbagai lomba kepustakawanan, tim penyiapan akreditasi perpustakaan
DIY, redaksi jurnal. Karya tulis berupa buku, baru 53 judul (mandiri atau
kolaborasi, diterbitkan 15 penerbit), ratusan artikel dan makalah.
Tulisannya disitasi oleh Google scholar 1.400 kali, dan webometrik
repositiry 807 kali.
| 317 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Pendahuluan

M
embaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang
tak terpisahkan. Ayat Al Quran yang turun ke bumi
diawali dengan iqra” (bacalah). Beberapa bulan
kemudian turun ayat Nun, walqolami wama yasthurun. (Nun, demi
qalam dan apa yang mereka tulis).
Iqra’ bukan sekedar melek huruf, tetapi proses penyerapan dan
penggalian ilmu pengetahuan melalui proses merekam, merenung,
berpikir, melakukan penelitian dan lainnya pada fenomena alam
dan kemasyarakatan. Hasil kegiatan ini lalu dirumuskan dan disem-
purnakan. Setelah itu seharusnya direkam, ditulis, dan disosiali-
sasikan/dikembangkan kepada masyarakat. Disinilah proses nun wal
qolami wama yasthurun.
Telah banyak penelitian dan pendapat tentang rendahnya minat
baca dan minat tulis di negeri ini. Tidak diketahui berapa milyar
rupiah yang telah dihabiskan untuk sekedar “ngrumpi” tentang
minat baca. Sementara itu, minat baca belum beranjak menjadi
gemar membaca, apalagi menjadi kultur membaca. Justru yang
meningkat adalah minat baca televisi, smartphone, dan pengguna
internet.
Badan Pusat Statistik/BPS (2012) menyatakan bahwa sebanyak
91,68 % penduduk berusia 10 tahun ke atas lebih menyukai menon-
ton televisi. Hanya sekitar 17.66% dari mereka yang membaca dari
beberapa sumber bacaan. Sementara itu, pengguna internet me-
naik tajam dari tahun ke tahun. Di negeri ini pengguna internet
pada tahun 2001 tercatat 1,9 juta orang (JITU dalam Lasa Hs, 2016).
Kemudian minat penggunaan internet ini menjadi 88,1 juta pada
tahun 2014 (APJII, 2015 dalam Lasa Hs, 2017).
Kesadaran menulis di kalangan intelektual masih rendah, apalagi
dalam masyarakat umum. Penulisan di kalangan akademisi sebatas
keterpaksaan (peraturan akademik, proyek, kenaikan jabatan,
lomba, call paper). Ilmu dan hasil penelitian mereka disosialisasikan
secara lisan (ceramah, mengajar, narasumber seminar, dialog,
diskusi). Bahkan karya akademik yang mungkin bernilai suma

| 318 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

cumlaude itu disembunyikan di lemari besi. Juga sebagian besar


hasil-hasil penelitian itu tidak sempat diketahui masyarakat dan
hanya sebagai dokumen pertanggungjawaban keuangan.
Untuk itu perlu dorongan-dorongan untuk open acces terhadap
sumber-sumber ilmiah itu agar masyarakat tercerahkan oleh
pemikiran para intelektual itu.
(Seperti dilakukan oleh Perpustakaan UMY, karya tesis dan
disertasi, dan lain-lain, bisa diakses publik, melalui tautan berikut:
http://repository.umy.ac.id/ —peny.)

Membaca dan Menulis


Membaca dan menulis merupakan dua elemen yang saling
mendukung dan tak bisa dipisahkan. Menulis tanpa membaca iba-
rat orang buta berjalan. Artinya, dalam proses penulisan diperlukan
ide, pemikiran, pengalaman dan hasil penelitian yang diperoleh
melalui proses baca (merekam, mengamati, melihat). Menulis
tanpa diawali dengan membaca (dalam arti luas) kiranya akan
kehabisan materi penulisan dan akan mengalami kebingungan
bahkan kemandekan. Sebaliknya, membaca tanpa menulis ibarat
orang pincang yang berjalan. Artinya, apalah gunanya ide, teori,
pengalaman yang dimiliki seseorang itu apabila tidak disampaikan
melalui lisan atau tulisan kepada orang lain. Dengan demikian, apa
yang ada di benak seseorang itu tak banyak memberikan makna
dalam kehidupan.
Membaca merupakan proses penyerapan informasi dan akan
berpengaruh positif terhadap kreativitas seseorang. Membaca pada
hakekatnya adalah menebarkan gagasan dan upaya yang kreatif.
Siklus membaca sebenarnya merupakan siklus mengalirnya ide
pengarang/penulis dalam diri pembaca yang pada gilirannya akan
mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui buku atau rekaman
lainnya. Dalam hal ini, Arthur Shopenhauer (1851), seorang penulis
Jerman, menyatakan bahwa membaca setara dengan berpikir
dengan menggunakan pikiran orang lain, bukan pikiran sendiri
(Hernowo, 2003: 35).

| 319 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Kalau membaca itu merupakan proses perekaman gagasan, ide


dan pemikiran orang lain, maka menulis merupakan proses penu-
angan gagasan dan ide tersebut dalam bentuk tulisan. Dengan
demikian, persoalan penulisan menjadi penting, karena merupakan
masalah pendokumentasian ide dan pengembangan ilmu.
Namun demikian, pembaca yang baik belum tentu berbanding
lurus dengan menjadi penulis yang baik. Sebaliknya, penulis yang
baik pasti sebagai pembaca yang baik.
Penulis, terutama penulis buku, hanya bicara sekali tetapi kesan-
nya akan melekat terus dalam hati pembaca dan menjadi buah
bibir sepanjang masa. Buku yang berisi pikiran-pikiran penulis itu
akan mampu membentuk pendapat umum (public opinion). Yakni
pandangan orang banyak yang tidak terorganisir dan menyebar
kemana-mana. Mereka memiliki kesamaan pandangan tentang
sesuatu dan dalam keadaan tertentu bisa menjadi revolusi.

Membaca dan Manfaatnya


Membaca memiliki manfaat dan banyak makna. Dengan banyak
membaca bacaan yang berkualitas dan selektif akan memeroleh
pengalaman dan pelajaran dari orang lain. Bahkan, dengan mem-
baca buku, seseorang dapat terhindar dari kerusakan jaringan otak
di masa tua. Maka, orang yang suka membaca (belajar, berpikir
positif) insya Allah tidak mengalami kepikunan. Suatu penelitian
pernah menyatakan bahwa membaca buku dapat membantu
seseorang untuk menumbuhkan syaraf baru (Hernowo, 2003: 33).
Beberapa manfaat membaca, antara lain:

1. Merangsang Sel-sel Otak


Membaca merupakan proses berpikir positif karena menyerap
ide dan pengalaman orang lain. Kegiatan ini akan merangsang sel-
sel otak. Otak sebagai pengatur kegiatan manusia memiliki struktur
dan sifat yang unik, misteri dan penuh keajaiban. Otak memegang
peranan penting dalam kehidupan intelektual manusia karena
seluruh syaraf diatur oleh otak ini. Maka otak perlu dijaga

| 320 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

vitalitasnya, dijaga kesegarannya, dan perlu dicegah proses penua-


annya. Penuaan dan penyusutan orang, insya Allah dapat dikurangi
dan dapat dicegah sejak dini.
Aktif menulis pasti aktif membaca. Tetapi aktif membaca belum
tentu aktif menulis. Jadi seorang penulis itu adalah orang yang aktif
menggunakan otaknya untuk membaca dan menulis untuk meng-
up date ilmu pengetahuannya agar tulisannya tidak out to date.
Maka tidak mengherankan jika seorang Achdiat Kartamiharja,
penulis novel, masih me-launching bukunya di usia 95 tahun pada
tahun 2006 (Leo, 2017).
Secara psikologis, agar otak terjaga vitalitasnya, hendaknya
digunakan untuk berpikir positif, rasional, obyektif, khusnudhan dan
rileks. Sebab, pikiran-pikiran yang negatif, emosional dapat menim-
bulkan distress dan merusak kesehatan. Mereka yang mampu
mengoptimalkan kerja intelektual otak dengan menghasilkan
pemikiran yang positif (misalnya menulis buku, artikel, pengalaman,
kebijakan), inovatif, dan membawa kemaslahatan manusia adalah
orang yang mampu memperpanjang usia otak secara fisik dan
psikologis.

2. Menumbuhkan Kreativitas
Dengan membaca, kita memperoleh pandangan, ide dan penga-
laman orang lain. Hasil bacaan ini kemudian kita renungkan=,
pikirkan, dan praktekkan serta dikembangkan kepada orang lain.
Cara baca inilah sebenarnya merupakan cara baca yang berkualitas.
Sebab, dalam proses baca ini terjadi proses seleksi, pengolahan
dan usaha kreatif untuk dikembangkan. Maka dapat dikatakan
bahwa orang yang kreativitasnya menonjol, rata-rata memiliki
kemampuan baca yang tinggi. Hanya orang-orang yang kreatif dan
beranilah yang mampu membawa perubahan.

3. Meningkatkan perbendaharaan kata


Banyaknya kata-kata yang diserap seseorang akan memengaruhi
kelancaran komunikasi lisan dan tulis. Maka membaca merupakan

| 321 |
THE SPIRIT of DAUZAN

penyerapan kosakata, pengetahuan, tatabahasa dan pengenalan


ungkapan. Kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk meningkat-
kan perbendaharaan kata.

4. Membantu Mengekspresikan Pemikiran


Banyak orang yang lancar bicara dalam ceramah, pidato, sebagai
narasumber dalam mengekspresikan pemikirannya. Tetapi sedikit
orang yang mampu menulis dengan baik. Hal ini mungkin disebab-
kan kurang terbiasa mengekspresikan pemikiran melalui tulisan.
Ekspresi melalui tulisan memang berbeda dengan ekspresi
melalui lisan. Kegiatan menulis memerlukan penguasaan materi,
pemilihan kata, perenungan masalah, dan penyusunan kalimat.
Semua kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat, teliti dan penuh
pertimbangan. Karena itu kualitas dan kuantitas bacaan akan
memengaruhi kualitas tulisan. Kata Peter Bolsius “If you do not
read, you do not write (Nurudin, 2004: 81).

Menulis dan Manfaatnya


Masalah penulisan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan intelek-
tual dan kemasyarakatan. Sebab dalam pelaksanaan kegiatan itu
diperlukan ide, pemikiran dan pengalaman yang dituangkan dalam
bentuk tulisan. Melalui tulisan-tulisan itulah, suatu ide dan pemi-
kiran dapat dipahami orang banyak, diikuti dan dikembangkan.
Dari sisi lain, menulis sebenarnya merupakan kegiatan keilmuan
dan pendidikan. Betapa besar peran menulis dalam upaya men-
cerdaskan kehidupan bangsa dan kemajuan seseorang. Seorang
ilmuwan yang tidak menulis ibarat burung bersayap satu. Burung
itu hanya mampu hinggap dari ranting satu ke ranting lain, atau
dari satu pohon ke pohon berikutnya. Ilmuwan yang menulis (buku,
penelitian, artikel) ibarat burung bersayap dua. Artinya, ide dan
pemikirannya menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Faktor kepenulisan inilah yang membedakan ilmuwan satu
dengan lainnya. Sehingga ada yang mengatakan bahwa all scien-
tist are same until one of them writes books. Mereka yang memiliki

| 322 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kesadaran, kemauan dan kemampuan menulis inilah yang akan


memeroleh manfaat materi dan nonmateri.

Mitos Penulisan
Rendahnya kesadaran penulisan diakui oleh banyak pihak.
Jangankan di kalangan masyarakat, bahkan di kalangan akademik-
pun juga rendah. Dalam hal ini antara lain dikemukakan oleh Ahmad
Fauzi (2017: 1) selaku anggota Evaluasi Guru Besar, menyatakan
bahwa pada tahun 2015 jumlah publikasi ilmiah internasional In-
donesia yang mempunyai dampak dari Scimago Journal Rank /JSR
hanya 6.280, sementara Malaysia sudah mencapai angka 23.414,
Singapura 17.976, dan Thailand 11.632. Padahal, di Indonesia, pada
tahun 2016 tercatat 5.273 orang bergelar profesor. Andaikata
mereka itu setiap tahun menulis buku 1 (satu) judul saja, maka
setiap tahun akan terbit 5.273 judul buku. Tetapi kenyataannya tidak
seperti yang diharapkan.
Penulisan di kalangan akademik nampaknya belum menjadi
kesadaran menulis, tetapi terpaksa menulis. Mereka menulis karena
dipaksa oleh kebutuhan angka kredit, royalti dan popularitas yang
bersifat materialis dan bukan idealis. Dalam hal ini, Sudarsono
(2010: 138) melakukan penelitian produktivitas dosen perguruan
tinggi negeri terkenal di Yogyakarta dengan 208 responden.
Hasilnya adalah sebanyak 69 orang dosen (33,17 %) menulis buku
untuk mencari angka kredit, 28 orang (13,46 %) untuk mendapatkan
royalti, kemudian 22 orang (10,58 %) untuk mencari popularitas,
sedangkan 89 orang (43,84 %) menyatakan lainnya.
Data lain menyebutkan bahwa rendahnya kesadaran penulisan
juga terjadi pada guru sebagai tenaga pendidik. Sekedar contoh
bahwa di Indonesia terdapat 1,4 juta guru yang berstatus PNS pada
tahun 2009. Umumnya guru-guru tersebut menduduki golongan
pangkat III/a-III/d yang jumlahnya 996.926 orang. Mereka yang
menduduki golongan pangkat IV/a sebanyak 334.189 orang,
golongan IV/b sebanyak 2.314 guru, golongan IV/c hanya 84 orang
guru, dan hanya 15 guru menduduki golongan pangkat IV/d

| 323 |
THE SPIRIT of DAUZAN

(Kedaulatan Rakyat, 27 Maret 2009). Menumpuknya guru di


golongan II atau golongan IV/a ini kemungkinan karena kurang
mampu menulis karya ilmiah. Sebab untuk naik pangkat ke
golongan IV/b seorang guru harus menulis karya ilmiah.
Di kalangan pustakawanpun, kesadaran menulis masih rendah.
Dalam hal ini, Sutarji dan Sri Ismi Maulidah melakukan penelitian
terhadap artikel yang ditulis dalam Jurnal Perpustakaan Pertanian
tahun 2001-2010 (sepuluh tahun), ternyata hanya 0,04 artikel per
pustakawan per tahun.

Menulis dan Manfaatnya


Kepenulisan merupakan dunia idealis, ilmu pengetahuan, bu-
daya, informasi dan nilai. Dari kepenulisan sering muncul ide
cemerlang yang terekam, menyebar dan berkembang. Perkem-
bangan ilmu pengetahuan lebih cepat karena didukung kepenu-
lisan. Nilai dan budaya bangsa akan turun temurun karena adanya
tradisi penulisan.
Menulis memiliki banyak makna dan manfaat. Ide sederhana
kadang menjadi berkembang hebat kalau ditulis. Seperti buku The
Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway yang pernah men-
dapat hadiah Nobel itu sebenarnya hanya cerita tentang nelayan.
Sebaliknya, ide yang cemerlang tidak akan menjadi apa-apa apabila
tidak diekspresikan antara lain melalui tulisan.
Seorang penulis dapat memeroleh popularitas dan namanya
menasional bahkan mendunia. Buah pikiran mereka dapat menem-
bus belahan dunia lain, mampu memengaruhi sikap, tindakan dan
perilaku orang lain. Dapat dikatakan bahwa pikiran penulis itu abadi,
tetap hidup dan berkembang terus seolah-olah mereka masih hidup
diantara kita. Mereka itu hidup (pikiran dan ide) dalam kematian
(jasad). Maka, sebagaimana dikatakan oleh Pramoedya Ananta
Toer, “orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama tidak
menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” (Leo,
2017: 8).

| 324 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Para penulis profesional (ikhlas) mengaku mendapatkan


manfaat dari kegiatan menulis, antara lain:

1. Mendapatkan Kemuliaan
Penulis profesional adalah seorang yang ikhlas memberi dan
tidak mengharapkan balasan materi (royalti, angka kredit, jabatan,
popularitas, hadiah). Mereka memberi ilmu kepada banyak orang
(dikenal atau tidak dikenal). Bukankah tangan di atas (pemberi)
lebih baik/mulia daripada tangan di bawah (yadu al ‘ulya khairun
min al yadi as sufla).
Dalam hal ini, Imam Ghazali menyatakan: If you neither a prince
nor a child of famous religious leader, do write (apabila kalian bukan
anak raja dan bukan anak ulama, maka menulislah). Disini ada pesan
bahwa penulis itu akan mendapatkan kemuliaan sama dengan
mulianya anak raja atau anak ulama/kiyai. Begitu mulianya kedu-
dukan penulis sebagai perekam dan pengembang ilmu penge-
tahuan. Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah mengingatkan: qaid al
‘ilma bil kitabah (ikatlah ilmu dengan tulisan).

2. Memeroleh Keberanian
Kebanyakan orang takut menulis, karena khawatir jangan-jangan
tulisannya dicemooh, kurang bermutu, tidak dibayar royalti, dibajak
dan lainnya. Menulis saja belum kok takut dibajak, maka sampai
mati tak akan pernah menulis. Ketakutan menulis harus dilawan
dengan keberanian menulis. Para penulis terkenal memang pada
awalnya mengalami kekhawatiran. Namun berkat keberanian dan
nekat mencoba, berlatih, ketakutan itu berubah menjadi kese-
nangan dan kepuasan.

3. Menyehatkan kulit wajah


Fatimah Mernisi, wanita penulis Islam dari Maroko, pernah
menulis dalam salah satu bukunya: “Usahakan menulis setiap hari,
niscaya kulit anda akan menjadi segar kembali, akibat kandungan-
nya luar biasa. Dari saat anda bangun, menulislah. Sebab menulis

| 325 |
THE SPIRIT of DAUZAN

itu akan meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di


atas kertas kosong, kantuk di mata anda akan hilang dan kulit wajah
anda akan terasa segar kembali”.
Pernyataan itu dikuatkan oleh suatu penelitian yang hasilnya
ditulis dalam buku Opening Up: The Healing Power of Expressing
Emotions. Dalam buku ini diuraikan bahwa mengungkapkan
pengalaman dalam bentuk tulisan akan memroleh pemikiran,
perasaan dan kesehatan tubuh seseorang (Hernowo, 2003).

4. Mengatasi Trauma
Dalam sejarah hidup seseorang kadang mengalami kehidupan
yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bisa ditulis dan kadang
menjadi buku best seller. Sebut saja contoh, Azka Corbuzier (10
tahun) menulis nasib dirinya, Gol A Gong (Heri Hendrayana Harris)
yang kehilangan tangan kanannya menjadi penulis novel yang pro-
duktif dan terkenal. Bahkan seorang pengemis Perancis pernah
menulis buku yang best seller di negaranya. (Jean-Marie Roughol ,
menulis buku berjudul Je tape la Manche: Une Vie Dans la Rue -
Hidup Saya sebagai Seorang Pengemis: Kehidupan di Jalanan-,
terjual 40 ribu eksemplar -peny.).
Begitu juga dengan Dave Pelzer menceritakan kisah hidupnya
semasa kecil dalam bukunya berjudul A Child Called it. Dalam buku
ini, beliau menceritakan pedihnya disiksa ibu kandungnya sendiri
yang merupakan pengalaman yang tak bisa dilupakan. Ternyata
buku ini menjadi best seller pada jamannya. Karl Mark yang menulis
buku Das Capital ketika ia hidup miskin, menderita, dan golongan
buruh diekploitir kaum borjuis. Tan Malaka menulis bu-
ku Madilog ketika dihimpit kemiskinan dan sakit parah. Bahkan
Buya Hamka merampungkan Tafsir Al Azhar 30 juz itu, justru ketika
dipenjara oleh rezim Orde Lama.
Dunia kepenulisan dan dunia perbukuan identik dengan
perkembangan ilmu pengetahuan bangsa. Bangsa yang maju adalah
bangsa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kalau dunia perbukuan bagus, maka masyarakatnya akan

| 326 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

berkualitas. Tanpa buku, sejarah akan diam, sastra terbungkam,


sains akan lumpuh, dan pemikiran macet (Taufik Ismail, 2005)

Daftar Bacaan
Lasa Hs. 2005. Menulis Itu Segampang Ngomong. Yogyakarta: Pinus
————. 2006. Menaklukkan Reaktur. Yogyakarta: Pinus
————. 2017. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta:
Calipus
————. 2017. Menulis Artikel dan Luteratur Sekunder (nas-
kah). Jakarta: Universitas Terbuka
—————. 2017. Manajemen dan Standardisasi Perpustakaan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah/PTMA. Yogya-
karta: MPI PP Muhammadiyah
—————; Roby Kurniadi. 2015. Manajemen dan Standardisasi
Perpustakaan Sekolah/Madrasah Muhammadiyah. Yogya-
karta: Mengari Publisher (MPI PDM Kota Yogyakarta).
Leo, Sutanto. 2017. Mencerahkan Bakat Menulis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Siregar, A. Ridwan., 2004. Perpustakaan Energi Pembangunan
Bangsa. Medan: USU Press.
Susan, Bunda. 2017. Biblioterapi Untuk Pengasuhan. Bandung:
Noura Publishing.

| 327 |
Manusia yang tidak membaca mempunyai keterbatasan informasi dan
cakrawala dalam memandang persoalan, sehingga cara berfikirnya picik
dan sempit. Betapa akut dan bahaya akibat dari rendahnya budaya baca
dan menulis. Bangsa Indonesia tidak akan maju jika tidak ada gerakan
yang menggelorakan literasi.
Problem literasi sudah sangat akut dan berdampak luas bagi masa
depan bangsa ini. Harus ada kesungguhan dan kesadaran dari setiap
elemen bangsa untuk melakukan Jihad Literasi. Harus ada upaya yang
memaksa generasi muda kita (siswa/mahasiswa) untuk membaca.
Tidak mudah mungkin, tetapi jika kita paksa membaca, tentu dengan
sistem pendidikan yang baik dan suatu saat menjadi kebiasaan maka
budaya literasi akan terbentuk digenerasi muda kita.
(Arif Jamali Muis)
http://www.muhammadiyah.or.id/id/artikel-ipm-dan-jihad-literasi-detail-773.html
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Bagian
Keempat

| 329 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Memasalahkan (Lagi)
Literasi
Setyaningsih

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (11/12/2017). Penulis


dan pembimbing ekstrakurikuler menulis di SD Al-Islam 2, Jamsaren,
Kota Solo. e-mail penulis: langit_abjad@yahoo.com.

Solopos.com, SOLO–Setelah memperkenalkan diri, seorang lelaki


muda berjaket hitam tidak mampu menahan luapan emosi. Dia
tiba-tiba menangis di tengah hadirin yang menghening, di depan
Presiden Pustaka Bergerak, Nirwan Arsuka. Di dekat Nirwan ada
Umi Zuraidah, seorang perempuan pendidik di Pulau Sebatik,
perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Lelaki itu seorang penghafal Alquran, tapi merasa hina karena
belum melengkapi hidupnya dengan ibadah sosial, memberi kepada
sesama. Luapan emosi mengemka setelah mendengar pemaparan
inspiratif, ngislami, dan militan dari Umi Zuraidah.
Lelaki itu langsung berkeputusan untuk hidupnya: mau berga-
bung dengan Umi Zuraidah tahun depan. Ia ingin bergerak, tapi
bukan karena Pustaka Bergerak. Nah! Spanduk di belakang pang-
gung Nirwan Arsuka dan Zuraidah bertuliskan “Seminar Nasional,
Gerakan Literasi Untuk Kemajuan Bangsa”.
Spanduk itu berwarna serbamerah sekaligus ada foto-foto para
pembicara kunci dan narasumber seperti Muhadjir Effendy, Hilmar
Farid, Najwa Shihab, dan lain-lain. Jangan dibayangkan semua
| 330 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

orang beken literer pasti hadir. Ini adalah rangkaian agenda Kopi
Darat Nasional (Kopdarnas) Penggiat Literasi #1 yang diseleng-
garakan Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Mu-
hammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
bertempat di Gedung Induk Siti Walidah pada 8-9 Desember 2017.
Di lantai VII gedung itu orang-orang mempermasalahkan (lagi)
tentang bangsa dan nasib budaya literer dan literasi. Mereka ber-
kumpul, berbagi, selfie, dan makan. Di koridor lantai VII juga ada
lapak-lapak penjual buku.

Bombastis
Kita selalu disapa agenda literasi yang bombastis, mengundang
pembicara terkenal dan diikuti peserta dari seluruh Nusantara. Se-
minar nasional gerakan literasi di UMS ini juga mendatangkan Direk-
tur PT Pos Indonesia, Kepala Perpusnas Syarif Bondo, dan petinggi-
petinggi Muhammadiyah.
Mereka bermaksud menguatkan jaringan literasi lewat simbol
penandatanganan kerja sama. Terulang lagi untuk kali kesekian dan
diselenggarakan oleh pihak yang merasa prihatin dengan budaya
literasi bangsa, ditegaskan dengan segalak-galaknya prestasi literasi
Indonesia yang parah, remuk, dan terbawah.
Nirwan Arsuka yang mengawali sesi seminar pada Sabtu sore
mengatakan sebenarnya enggan hadir dalam acara-acara literasi.
“Sudah basi!” kata dia. Nirwan Arsuka seolah-olah tidak mampu
bergerak saat didaulat menjadi narasumber di tempat yang cende-
rung eksklusif.
Literasi tidak bergerak dari lantai VII gedung berpendingin
ruangan dan berlift! Nirwan lebih banyak bercerita tentang gerakan-
gerakan berpustaka di daerah. Nirwan memang tidak membawa
serta buku-buku, apalagi anak sungguhan yang membaca buku.
Foto-foto gerakan pustaka di layar putih cukup memberikan
testimoni.
Dua dekade terakhir ini bisa dikatakan banyak komunitas di In-
donesia yang gencar bergerak mengantarkan pustaka ke pelbagai

| 331 |
THE SPIRIT of DAUZAN

wilayah. Ada becak pustaka, bendi pustaka, pedati pustaka, perahu


pustaka, vespa pustaka, kuda pustaka, motor pustaka, dan pelbagai
taman/rumah baca yang menggeser dogma negera-negara Barat
sebagai negara penderma buku yang terdepan.
Nirwan juga menekankan Indonesia harus memproduksi buku
yang bagus karena saat ini buku bagus pasti buku terjemahan. Buku-
buku bacaan Indonesia terlalu didominasi kisah-kisah yang terlalu
moralis, tidak “bandel”, dan mengerdilkan imajinasi. Gerakan pus-
taka seharusnya tidak hanya tentang mengirim buku sebanyak-
banyaknya dan gratis, tapi menciptakan buku bermutu dan
imajinatif.

Berupaya
Negara-negara Barat memang selalu berupaya menyelamatkan
budaya literasi di negara-negara dunia Ketiga. Sejak kemunculan
badan amal, lembaga charity, atau aksi donatur bagi kemanusiaan,
buku jadi sumbangan berarti bagi dunia.
Kita mengingat John Wood, mantan pejabat Microsof yang
mendirikan organisasi nirlaba Room to Read untuk memberesi
masalah pendidikan, perempuan, dan etos berbuku anak-anak. Di
buku Mengembangkan Ruang Baca (2014), Wood bercerita bukan
hanya karena harga buku yang mahal, faktor geografis dan resepsi
atas buku makin menjadi kendala mendatangkan buku.
Di desa terpencil negara-negara dunia ketiga, buku benar-benar
menjadi kemewahan di tengah kesulitan makan dan beban kerja
harian rumah tangga. Setiap masa di pelbagai negara bersiap tidak
hanya untuk melawan gesekan ras, krisis ekonomi, paceklik pangan
dan air, tapi juga paceklik buku.
Paceklik melek baca biasanya lebih ganas melanda dan berjang-
ka lebih panjang. Terasa ironis merasakan selama dua hari seminar
ternyata sedikit sekali pihak pembicara atau peserta yang saling
mengomongkan buku. Mereka lebih bersemangat mengomongkan
teknis dan kuantitas: jumlah pengunjung perpustakaan, anggota
taman baca, jumlah sumbangan buku, jumlah sukarelawan, jumlah

| 332 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

komunitas, tata pengelolaan perpustakaan.


Nyaris tidak banyak banyak cerita tentang judul-judul buku yang
telah sampai kepada anak-anak atau kisah efek buku itu ketika
sampai kepada pembaca. Seingat saya, para pembicara yang semua-
nya terhormat jarang sekali menyebut judul buku yang berpengaruh
dalam hidup mereka dan harus dibaca.
Mereka juga terlalu rendah diri menyebutkan bacaan-bacaan
terakhir untuk mengecambahkan gairah bahwa para pemikir dan
penggerak budaya literasi memang orang yang terus-menerus
membaca, bukan orang yang dahulu pernah membaca atau hanya
menyuruh membaca tapi dirinya tidak membaca.

Daya Magis
Sungguh nuansa seminar jauh dari daya magis seolah-olah me-
masuki lorong berbuku Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken (Jostein
Gaarder dan Klaus Hagerup, 2011) atau menyimak kegilaan orang-
orang di Rumah Kertas (Carlos Maria Dominguez, 2016). Saya
seperti kesusahan menemukan pembaca di acara sosialisasi budaya
membaca!
Bukankah ini masalah tatkala para penggerak literasi (ketua
komunitas, pustakawan, sukarelawan) adalah pihak yang sudah
pensiun dari membaca dan menulis? Tugas menggerakkan budaya
literasi seolah-olah hanya menyebarkan buku, menghimpun spon-
sor, mengurus pengiriman, menata buku, membuat program, dan
akhirnya terdampar di acara-acara bincang literasi sebagai nara-
sumber.
Tentu yang tidak dapat berubah bahwa sosialisasi gerakan lite-
rasi, terutama membaca, selalu bermula dari kesimpulan bahwa
orang-orang (lain) tidak membaca. “Aku” yang masih membaca dan
purna membaca tidak dimasalahkan.
Di ruang yang sejuk dan berkursi empuk, di pojokan tampak
tiga lelaki tidur nyenyak seolah-olah terbuai setelah menerima
dongeng tentang literasi. Saya ingat orang-orang masih sempat
tergelak bangga sekaligus mengangguk-angguk tatkala Ketua

| 333 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Perpustakaan Nasional bersemangat mengatakan hanya di Indo-


nesia gerakan membaca terus disosialisasikan dengan galak.
Dia berkata di negara lain tidak ada yang peduli soal ini.
(Bah…apakah kita harus bangga untuk terus dioyak-oyak agar
bangun dari kubangan malas berbuku?). Sekali lagi, hadirin bangga
dan bertepuk tangan!

| 334 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Muhammadiyah dan
Literasi di Abad
Kedua
(Refleksi terhadap Kopdarnas
Literasi Majelis Pustaka dan
Informasi)
Fauzan Anwar Sandiah

Solopos, Senin (11/12/2017), memuat opini Setyaningsih dengan


judul “Mempermasalahkan (Lagi) Literasi”. Opini tersebut mengo-
mentari diskusi-diskusi yang muncul selama penyelenggaraan
Kopdarnas Literasi Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah
Surakarta (8-10 Desember 2017). Pertama, Setyaningsih mencatat
bahwa pertumbuhan budaya literasi pada umumnya tidak dapat
dilepaskan dari konteks hadirnya campur tangan negara maju
terhadap negara dunia ketiga. Dia menulis, “Negara-negara Barat
memang selalu berupaya menyelamatkan budaya literasi di negara-
negara dunia ketiga” melalui produksi dan distribusi buku.
Kedua, secara mengesankan dia menulis bahwa setiap sudut
penyelenggaraan Kopdarnas Literasi Muhammadiyah sebagai
“bombastis”. Tentu saja istilah bombastis bermaksud untuk menun-
jukkan betapa semunya rangkaian sesi penguatan jaringan literasi
yang hanya dilakukan melalui “penandatanganan kerja sama”
| 335 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dengan nuansa hadirnya “petinggi-petinggi” di “..gedung berpen-


dingin” tanpa paham bahwa buku adalah persoalan “kemewahan
di tengah kesulitan makan dan beban kerja”.
Ketiga, Setyaningsih menyatakan bahwa dalam acara Kopdarnas,
sama sekali tidak tampak situasi kehidupan dan diskusi tentang
buku-buku, sehingga keseluruhan diskusi Kopdarnas hanya berisi
“dongeng literasi”. Keempat, secara meyakinkan Setyaningsih
menulis “..sosialisasi gerakan literasi, terutama membaca, selalu
bermula dari kesimpulan bahwa orang-orang (lain) tidak membaca.
‘Aku’ yang masih membaca dan purna membaca tidak
dimasalahkan”.
Tulisan ini bermaksud untuk mendiskusikan empat hal tersebut.
Jika dibaca secara seksama, Setyaningsih menulis empat problem
dalam Kopdarnas tersebut berdasarkan satu sesi yang memang
pada dasarnya bersifat seremonial. Secara keseluruhan, dia mem-
bangun kesimpulan dengan mengambil secara acak potongan-
potongan kejadian, kemudian menyesuaikannya dengan kerangka
internalnya sendiri untuk melakukan penilaian kritis.
Seorang penulis opini pada dasarnya tidak bekerja untuk memi-
lih fenomena supaya bersesuaian dengan asumsi dirinya sendiri.
Etos Ptolemian semacam itu jamak ditemukan, di mana orang-
orang memilih untuk membuat supaya setiap fenomena dapat
dibaca melalui asumsinya sendiri. Alhasil, fenomena sebagai proses
materil harus ditundukkan pada asumsi yang belum tentu tetap
relevan.
Perlu ditegaskan, bahwa saya tidak bermaksud untuk menjebak-
kan diri sendiri dalam perdebatan soal benar-salah apa yang ditulis
oleh Setyaningish. Bagi saya, hal itu tidak relevan untuk menjadi
pengantar diskusi yang reflektif. Barangkali saya sebenarnya hanya
ingin merefleksikannya dengan apa yang saya catat dan renungi
dari penyelenggaraan Kopdarnas Literasi layaknya sebagai seorang
insider. Dan jika memungkinkan, tulisan ini juga berupaya merespon
empat problem Kopdarnas yang diangkat sehingga menjadi jelas
posisinya dalam perjalanan gerakan literasi di Muhammadiyah.

| 336 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Apa Sebenarnya Kopdarnas Literasi?


Secara keseluruhan Kopdarnas Literasi dikonsep dari rumus
sederhana; 10% seremoni, 50% pemaparan rekomendasi dan
penjabaran perkembangan praktik literasi, 40% terdiri dari aktivitas
partisipatif. Kopdarnas, sejak awal, bermaksud mengafirmasi kerja-
kerja literasi pegiat dan aktivis Muhammadiyah. Pengurus Majelis
Pustaka dan Informasi Pimpunan Pusat Muhammadiyah (MPI PP
Muhammadiyah) mengonsepnya menjadi satu pertemuan yang
fleksibel, bernuansa komunitas, dan berusaha mengakomodir
beragam isu-isu mendasar mengenai literasi. Semua ini sebenarnya
tercermin dengan sangat kasat mata di mana hampir 60% peserta
yang hadir merupakan aktivis Muhammadiyah yang sehari-hari juga
mengurus perpustakaan publik di desa, kampung, pinggir sungai,
dan area pegunungan. Mereka terdiri dari mubaligh Pimpinan
Cabang dan Ranting Muhammadiyah (PCM dan PRM, struktur orga-
nisasi untuk tingkat kecamatan dan desa), guru sekolah, pusta-
kawan sekolah, angkatan muda Muhammadiyah, pemilik lapak
buku lawasan, pengurus MPI tingkat Wilayah (Provinsi) dan Daerah
(Kabupaten Kota).
Partisipan Kopdarnas sebanyak 40% terdiri dari partisipan swa-
daya yang sengaja datang untuk bertemu dengan rekan-rekan
sesama penggerak literasi dari berbagai tempat. Mereka berkeli-
aran dari satu tempat ke tempat lain untuk berbicara tentang bagai-
mana upaya-upaya menggerakan komunitas literasi. Saya kira fo-
rum Kopdarnas tidak saja yang terjadi di dalam ruangan “berpendi-
ngin” tetapi juga di lobi gedung, di sana ada pelapak-pelapak
majalah gratis, buku gratis, lapak jual buku sastra, filsafat, ilmu
sosial, buku lawasan, hingga buku-buku “terlarang”.

Soal Dunia Buku dan Orang Muhammadiyah


Saya ingin menggambarkan bagaimana aktivis Muhammadiyah
mengelola gerakan literasi. Barangkali karena saya sendiri terlibat
dalam Muhammadiyah, sekaligus juga ikut mengelola komunitas
literasi. Saya dekat dengan orang-orang Muhammadiyah yang

| 337 |
THE SPIRIT of DAUZAN

terlibat dengan dunia perbukuan. Penting bagi saya untuk mere-


fleksikannya sekedar menjawab bagaimana dalam rentang waktu
yang terbaru, orang-orang Muhammadiyah beraktivitas seputar
dunia perbukuan dan dunia literasi.
Orang-orang perbukuan di Muhammadiyah ini pada umumnya
merupakan pengajar/guru yang menyenangi membaca karya
sastra, entah Kahlil Gibran, Hemingway, atau Hamka. Pengurus
Pemuda Muhammadiyah yang sejak dulu dikenal sebagai pembaca,
kolektor buku langka; pustakawan-pustakawan Muhammadiyah.
“Ibunda” dan “Ayahanda” Muhammadiyah di mana hampir seper-
tiga rumahnya dipenuhi oleh buku (terdiri atas kitab-kitab tafsir,
pemikiran Islam klasik, filsafat, bacaan populer, dan yang berkaitan
dengan profesi masing-masing) sehingga merupakan perpustakaan
yang tidak saja menyimpan sejarah tetapi juga sebuah sumber
inspirasi hidup mereka. Atau, juga anak-anak muda Muhammadiyah
yang tekun mengorganisir, menulis buku, melakukan perlawatan
literasi, hingga terlibat dalam kerja-kerja riset penting. Beberapa
yang banyak adalah simpatisan Muhammadiyah, mereka tumbuh
di lingkungan pendidikan Muhammadiyah, menjadi aktor dalam
dunia perbukuan.
Beragamnya karakter penggiat buku di Muhammadiyah, kita
memahami bahwa ini tidak saja karena faktor sosiologis, di mana
Muhammadiyah tumbuh di kota-kota, atau sentral kebudayaan.
Faktor yang sebenarnya adalah bahwa Muhammadiyah pada
dasarnya memang rumah bagi orang-orang yang menginginkan
proses modernisasi kehidupan. Orang-orang Muhammadiyah
terbiasa bersentuhan dengan perkembangan kehidupan modern;
entah itu dalam pemikiran keagamaan ataupun dalam tindakan-
tindakan pribadi dan publik.
Proses ini menciptakan karakter keagenan literasi yang unik. Di
Muhammadiyah, sejak generasi awal, menghasilkan satu kelas
cendekia yang menulis dan mendokumentasikan tindak-tunduk
kolektifnya. Orang-orang ini terdorong untuk memperbarui
informasi dan mengintegrasikannya ke inovasi organisasi. Pasca

| 338 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

generasi cendekia masa-masa awal berdirinya Muhammadiyah—


dengan melampaui masa pertengahan 1950-an—aktivis Muham-
madiyah tetap mempertahankan literasi sebagai kata kerja untuk
menjelaskan bagaimana perilaku konsumsi buku, produksi buku,
distribusi informasi, dan penguatan ideologi mereka kerjakan.
Orang-orang perbukuan di Muhammadiyah, yang lebih terkini
pasca 1998, dibentuk oleh beragam situasi. Sepanjang tahun 1990-
an, kelompok cendekia Muhammadiyah yang juga sering disebut
sebagai kelompok “Begawan” di antaranya Amien Rais, Kunto-
wijoyo, Muslim Abdurrahman, Ahmad Syafii Ma’arif, Dawam
Rahardjo, dan Abdul Munir Mulkhan, membuka jembatan penting
bagi interaksi diskursif aktivitis Muhammadiyah yang lebih muda
dalam konteks politik baru pasca otoritarianisme, lengkap dengan
semua implikasinya.
Pasca masa “Begawan”, orang-orang perbukuan di Muham-
madiyah diisi oleh generasi yang lebih muda. Mereka ditumbuhkan
secara matang oleh peredaran bahan bacaan yang karena peru-
bahan situasi politik menjadi lebih memungkin. Generasi yang lebih
muda ini mengembangkan aktivitas literasi secara radikal. Mereka
adalah orang-orang yang mencoba mempraktikkan gagasan Islam
Transformatif secara kolektif melalui organisasi otonom Muham-
madiyah. Mereka memprakarsarai modifikasi acuan-acuan pendi-
dikan kekaderan, dan mengubah bentuk interaksi pedagogik.
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Azaki Khoiruddin (2016), sebe-
lum generasi ini populer di bawah label organisatoris yang disebut
“Islam Berkemajuan”, eksperimen perbukuannya justru banyak
berinteraksi dengan gagasan-gagasan pendidikan kritis ala Paulo
Freire atau pemikiran Mahzab Frankfurt.
Barangkali hal ini secara langsung dapat teramati dalam diskusi-
diskusi yang diselenggarakan oleh aktivis pelajar Muhammadiyah
(IPM) dan mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang membuat ke-
lompok-kelompok epistemik pasca tahun 2000. Mereka berupaya
keras untuk menemukan jalur pengetahuan mengenai Islam Trans-
formatif dengan membaca buku-buku dan menyelenggarakan

| 339 |
THE SPIRIT of DAUZAN

aktivitas literasi. Mereka juga mewarisi kebiasaan menulis di edaran


offline hingga online. Orang-orang perbukuan di Muhammadiyah
hanya dapat dipelajari melalui pemahaman keadaan semacam ini.
Di kota-kota menengah, orang-orang perbukuan Muhammadi-
yah juga digerakkan oleh generasi yang lebih muda, di mana mereka
yang telah mewarisi kestabilan infrastruktur organisasi tidak
menemui kesulitan yang berarti kecuali keadaan literasi lokal juga
kondusif. Sedangkan di tempat-tempat di mana kompetisi mendiri-
kan infrastruktur Persyarikatan begitu terasa, anak-anak muda se-
lain mengurus aktivitas literasi juga terlibat dalam jabatan-jabatan
publik, dan mendorong berdirinya AUM yang “progresif”.
Alumni organisasi otonom di Muhammadiyah juga terlibat
dalam dunia pendidikan. Mereka menjadi kepala sekolah, guru,
pengajar, akademisi, yang membawa praktik-praktik kehidupan
epistemik diskusi buku ke dalam dunia baru yang mereka tekuni.
Maka tidak heran, sebagai guru mereka juga aktif menulis, dan
sangat tertarik dengan berbagai perdebatan-perdebatan yang
beredar offline (jika dulu melalui media cetak) dan tentu saja 90%
merespon perdebatan yang bersebar di aplikasi wicara serta me-
dia sosial. Di samping itu, tidak bisa dikesampingkan juga bahwa
orang-orang buku di Muhammadiyah tidak lahir dari komunitas
epistemik di organisasi otonom.

Genealogi Gerakan Literasi


Hanya ada satu dugaan yang paling populer mengenai asal-usul
dari apa yang sekarang dikenal dengan istilah literasi. Manusia
mentransformasi ruang sosial sebagai implikasi dari waktu-luang
menjadi ruang diskursif. Kelompok borjuis menggunakan waktu-
luang untuk membaca, menulis, dan mendiskusikan tema-tema
mengenai teater, pertunjukan musik, atau menanggapi panjang
lebar orasi-orasi yang jamak ditemukan di ruang publik. Pada abad
delapanbelas dan sembilanbelas, praktik semacam ini berubah
menjadi jalur kritik politik.
Orang-orang membentuk kolektif-kolektif membahas selebaran-

| 340 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

selebaran resmi pemerintah, koran-koran, hingga menanggapi


catatan perjalanan seorang kolektor barang langka tentang bidang
ilmu pengetahuan terkini. Pada abad duapuluh, klub-klub baca, dan
pentas-pentas drama klasik di Radio menjadi bentuk pertama
aktivitas yang sekarang menjadi satu-satunya kategori kita tentang
apa itu gerakan literasi. Tidak heran jika aktivitas yang berhubungan
langsung dengan buku (membaca dan menulis) menjadi ciri khas
gerakan literasi, kendati masa industri telah memberinya sebuah
tugas baru sebagai proses mempersiapkan suatu kelas tenaga kerja
modern.
Gerakan literasi pada umumnya dibaca menggunakan pende-
katan gerakan sosial (social movement approach), sehingga
membuka aspek lain dari gagasan mengenai kampanye membaca,
perpustakaan publik, dan akses informasi tidak sekedar kebutuhan
pengembangan kapasitas diri, melainkan alat mengartikulasikan
ide pengubahan. Selain itu, gerakan literasi sebenarnya bersumber
secara langsung pada masa-masa pendidikan kritis diperkenalkan
misalnya di Amerika Latin. Sedangkan jika ditelusuri menggunakan
sejarah perdebatan sastra sejak masa modern, maka diketahui bah-
wa gerakan literasi pada awalnya merupakan upaya menyediakan
ruang untuk membawa ide-ide soal hak individu dan kolektif.
Gerakan literasi di Indonesia tidak diragukan lagi muncul dari
imajinasi antikolonial. Di Kota-kota besar pada akhir tahun 1890
hingga 1900-an semacam Jakarta, Bandung, dan Surayaba, klub-
klub pembaca buku muncul. Korespondensi surat-menyurat pada
masa itu tidak jarang membicarakan buku. Orang-orang non-Eropa
juga mengoleksi buku di rumahnya, menerbitkan koran secara
mandiri, dan membuat diskusi-diskusi terbatas.
Orang-orang melibatkan diri dalam ruang literasi didorong oleh
prinsip mendasar bahwa pengetahuan menjadi kunci pembebasan.
Literasi dalam pengertian sebagai proses mengakses ilmu penge-
tahuan merupakan kunci masyarakat yang berdaya-tahan. Artinya
jika belajar dari genealogi gerakan ini, dasar motif keterlibatan
orang-orang dalam gerakan literasi tidak dilandasi oleh spirit

| 341 |
THE SPIRIT of DAUZAN

pedagogik semata, tetapi juga spirit liberasi. Kehadiran gerakan


literasi merupakan fase kedua yang mengawali peristiwa-peristiwa
transisi sosial dalam situasi politik modern.

Refleksi Abad Literasi Baru Muhammadiyah


Paling tidak ada beberapa hal penting yang patut dicatat selama
penyelenggaraan Kopdarnas Literasi. Pertama, adalah bahwa lite-
rasi melampaui persoalan “pemberantasan buta huruf”. Peristiwa
sesungguhnya dari literasi tidak hanya tentang “minat baca”, tetapi
kebudayaan dan bagaimana otonomitas Bangsa berasal dari kerja
kebudayaan. Literasi dengan demikian merupakan suatu pekerjaan
kebudayaan. Jadi ketika orang Muhammadiyah bekerja untuk
literasi pada dasarnya mereka didorong untuk mengambil bagian
bersama-sama pihak lain untuk mengemansipasi suatu wujud
budaya.
Kedua, dalam Kopdarnas etos kolaborasi menjadi sangat
dominan. Setiap orang Muhammadiyah yang terlibat dalam kerja
literasi pada umumnya mengembangkan daya-tahannya masing-
masing karena kemampuan berkolaborasi. Mereka membentuk
jejaring sosial (perkawanan) untuk memberi energi bagi inisiasi baru
gerakan literasi. Ketiga, Kopdarnas membuka peluang untuk
menerka bagaimana genealogi gerakan literasi di Muhammadiyah
terbentuk, yang pada kenyataannya tumbuh secara “tak terhubung
tetapi terhubung”.
Pegiat literasi dalam Muhammadiyah terhubung dalam bentuk
imajinasi bahwa persoalan literasi merupakan misi bersama,
sehingga sekalipun tidak terhubung secara fisik, tetapi mengem-
bangkan imajinasi kolektif bahwa “Muhammadiyah itu gerakan
literasi”. Orang Muhammadiyah dihubungkan dengan satu imajinasi
bersama bahwa literasi adalah “kerja utama” yang sudah terjadi
sejak awal mula Muhammadiyah lahir.

| 342 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Tentang Kopdarnas
Literasi: Berkumpul,
Berbagi, dan
Bergerak Bersama
Kampus UMSurakarta, 8-10 Desember2017

David Efendi*

Awalnya forum rembug ini didesain secara nyantai dan penuh


keakraban bagi para pegiat literasi di lingkungan Muhammadiyah:
pengelola taman pustaka, pengurus perpustakaan, pengurus MPI
yang punya concern dalan urusan literasi, pemerhati perbukuan,
penerbit,calon penggerak literasi, dan seterusnya. Namun, karena
kita ingin pertemuan ini maksimal dan kontributif dalam ihwal
literasi, lalu didesainlah sesi seminar, sharing, gathering penerbit
agar kelak menjadi “bekal” energi literasi yang terbarukan di hari-
hari yang akan datang.
Beberapa pertanyaan masuk ke japri saya:
“Saya bukan pengurus Muhammadiyah, bolehlah datang di
Kopdarnas?”
“Saya mau hadir, sebagai pribadi boleh, Mas?”
“Saya mau bertiga hadir, boleh atau tidak, Mas?”

*
David Efendi , SIP., M.Si., M.A. Anggota MPI PP Muhammadiyah,
Panitia Pengarah Kopdarnas Penggiat Literasi, pegiat literasi di
RumahBacaKomunitas.org
| 343 |
THE SPIRIT of DAUZAN

“Registrasinya free atau berbayar, Mas, berapa pendaf-


tarannya?”
“Mantab, Mas, Kopdarnas literasi, insya Allah merapat”
“Jadinya di Solo, ya?” Yup, jawab saya.
Dan sebagainya, yang tidak saya upload di sini. Saatnyalah saya
meringkaskan jawaban untuk sedikit memberikan informasi. Tapi
ini bukan sesi Q & A ala generasi milennial ya.
Mulai dari thema yang kita ambil: berkumpul, berbagi, Dan
bergerak bersama. Millennials bilang: gathering, sharing, and act-
ing together. Wih...tema yang serasa asik. Semoga asik!

Berkumpul
Ya, kumpul-kumpul saja dengan hati riang, pikiran tenang, rileks
dan siap bertemu dengan segala keadaan di TKP. Forum ini tidak
ekslusif, tetapi membuka ruang ruang pertemuan beragam komu-
nitas, beragam latar dan satu hal yang penting: berkumpul untuk
menyusun kekuatan, melipatgandakan energi kebaikan untuk
mendorong kerja literasi yang militan, ideologis (iqra’). Juga mem-
bangun keyakinan bersama bahwa bangsa harus move on dari
bencana tuna literasi. Kumpul-kumpul banyak manfaat, Dan semua
itu harus dibangun dari kedalaman jiwa para pelakunya.
Kumpul dalam Kopdarnas punya makna konstruktif: bahwa kita
tak pernah merasa sendirian dalam berhidmat dan berkiprah dalam
Gerakan Literasi, banyak teman, banyak aktor, sehingga lebih
memberdayakan diri dan memperkuat barisan, ketimbang pera-
saan sudah melakukan banyak hal, lelah sendirian dan mati dima-
kan sunyi. Kehadiran banyak teman adalah kekuatan apresiatif
untuk kembali menggerakan pengetahuan, merayakan Abad
Pencerahan!
Kerja-kerja literasi akan tetap ada di dalam dimensi sunyi, tetapi
dengan hadirnya model-model perpustakaan jalanan, pustaka
bergerak, dan seterusnya. Kreativitas pelaku gerakan menjadikan
kesunyian itu termaknakan oleh kegembiraan yang luar biasa.
Setidaknya, saya mengalaminya dan bersama banyak pegiat lain

| 344 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

merasakan hal serupa: bahagia itu sederhana, dengan punya teman


dan bisa kumpul bersama buku, dalam suasana kekeluargaan di
dalamnya. Dengan demikian, Gerakan Literasi tak pernah hanya
soal buku dan rak buku, tetapi juga soal kepekaan sosial, soal
persahabatan, soal solidaritas, dan soal keimanan pada firman Al-
lah yaitu perintah membaca.
Berkumpullah bersama para pegiat literasi, agar hatimu
beriman sejenak!

Berbagi
Sangat asik jika nanti di Kopdarnas bisa berbagi buku antar
penulis, penerbit, juga panitia memberikan dukungan bagi pegiat
untuk menambah bacaan. Tentu sekarang lebih mudah berbagi
buku karena ada fasilitas pengiriman buku bebas ongkos kirim, tiap
tanggal 17, di Kantor Pos (syarat terdaftar/tidak sulit). Dan kedepan,
kita bisa membuat Komunitas sendiri yang bisa mendaftar langsung
ke Kantor Pos agar lebih cepat lagi proses dan taktik berbagi bacaan
ini. Sampai detik ini, yang terdaftar di Kantor Pos baru tiga kanal:
FTBM (ribuan TBM), Pustaka Bergerak Indonesia (200an, Oktober
2017), dan Rumah Baca Asma Nadia (67 komunitas). Kita akan
menyusulkan satu kanal lagi: Jaringan Taman Pustaka, atau apalah
namanya.
Itu baru soal bacaan. Hal penting lainnya di Kopdarnas yang
dapat dibagi adalah pengalaman, militansi, kisah perjuangan,
rencana rencana, dan beragam energi positif lainnya.
Berbagi ide dan gagasan adalah salah satu mesin organik yang
dapat memproduksi pengetahuan yang sangat penting. Gagasan
dari banyak kepala, pasti lebih punya daya kreatif, daya ubah, daya
gugah yang sangat dahsyat, yang pada akhirnya dapat mengisi
energi daya tahan yang diperlukan pelakunya. Pentingnya gagasan
yang dibagi tidak diragukan lagi. Berbagi adalah kunci segala hal
mengenai keberhasilan sebuah gerakan sosial.

| 345 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Beraksi Bersama
Aksi literasi satu orang sangat mungkin mengubah keadaan,
tetapi aksi literasi yang dilakukan banyak orang, di berbagai skala
dan lokasi punya peluang besar untuk mengubah takdir manusia/
bangsa, juga mengubah takdir buku-buku —yang sedianya hanya
memberi makna guna sedikit orang menjadi multi impact:
sentripetal dan sentrufugal. Kekuatan kerja sama menjadi
eksprimen baru dalam perayaan era informasi: kolaborasi, multi-
media, multi stakeholders yang akan menarik gerbong Gerakan
Kebudayaan Literasi lebih akseleratif, lebih bertanaga di masa-masa
yang akan datang.
Sama dengan teori gaya erupsi, aksi kolaborasi dalam literasi
dapat bergaya internal dan eksternal atau kombinasi. Gempa
literasi, tsunami literasi atau badai literasi dapat diproduksi dari
kerja dan aksi bersama. Meminjam istilah Pak Jokowi: literasi,
literasi, literasi! Sekian semoga manfaat untuk menghangatkan
Kopdarnas.

| 346 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Epilog

Potret, Makna, dan


Ide Literasi bagi
Seorang Veteran Perang
(Mengenang Dauzan Farook)
Fauzan Anwar Sandiah

P
asca krisis ekonomi di Tepi Pasifik tahun 1990-an hanya
sedikit contoh Negara-negara di Asia yang berhasil
memperbaiki pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi
fondasi penting bagi produksi buku dan konsumsi buku. India dan
Cina (sekarang disebut Republik Rakyat Tiongkok) termasuk yang
mampu keluar dari krisis tersebut, memungkinkan tingkat konsumsi
buku tetap tinggi. Sementara Negara semacam Indonesia semakin
miskin dan sangat bergantung pada modal asing, juga menjadi dasar
mengapa dibutuhkan waktu yang cukup panjang setelah pemulihan
ekonomi, pemerataan aktivitas industri perbukuan. Maka, tidak
aneh juga jika diskursus dunia pengetahuan Indonesia pasca-
Soeharto pada awal tahun 2000-an secara umum merespon isu
industri perbukuan sebagai bagian dari agenda pembangunan,
serta kemungkinan revolusi media yang bersiap menjadi ancaman
bagi industri buku cetak.
Di tengah hiruk-pikuk tersebut istilah “literasi” jarang digunakan
untuk menghubungkan semua proses dunia perbukuan dan kepen-
tingan pengetahuan masyarakat. Istilah literasi pada umumnya
digunakan sebagai bagian terpisah dari aktivitas perbukuan,
| 347 |
THE SPIRIT of DAUZAN

penerbit, dan pengarang. Misalnya di pameran-pameran buku


internasional pada tahun 1990-an dikenal pembagian pengunjung/
partisipan; penerbit, pengarang, agen literasi (literary agent), dan
pengunjung umum. Agen literasi di sini bermakna seseorang yang
terlibat dengan minat-minat mengenai perkembangan industri
perbukuan.
Tanpa bermaksud membesar-besarkan, diksi literasi kini begitu
populer digunakan di media massa, penggorganisasian aktivitas,
dan opini kritik sosial-pendidikan. Sebuah diksi yang digunakan
secara massal menjadi penanda atas perubahan-perubahan kecil
yang tak disadari di dalam masyarakat. Penggunaan diksi literasi
menunjukkan apa yang tengah terjadi di dalam gagasan masyarakat
mengenai betapa sentralnya pengetahuan. Pengertian resmi literasi
sebagai “melek” seringkali gagal dan justru memberikan nuansa
ambigu jika dilibatkan dengan praktik-praktik aktivitas literasi.
Istilah “melek” tampaknya tidak mampu menopang kompleksitas
penggunaan diksi literasi yang terlanjur meluas dan lentur.
Seorang penulis esai, pecinta buku, penjual buku, atau peng-
gerak perpustakaan desa, akan mengklaim bahwa aktivitas yang
mereka lakukan merupakan bagian dari literasi. Bagaimana “melek”
sebagai pengertian resmi literasi mengatasi hal semacam ini? Pokok
utamanya ternyata terletak pada sifat diksi literasi sebagai sebuah
gagasan daripada sekedar istilah. Diksi literasi diperlakukan sebagai
gagasan yang merangkum banyak hal berkaitan dengan proses
mengapresiasi pengetahuan atau semacam etos memuliakan
pengetahuan.
Sebagai sebuah gagasan, sangat wajar jika diksi literasi dapat
digunakan selama itu berkaitan dengan apresiasi pengetahuan.
Gagasan bahwa literasi merupakan proses apresiasi pengetahuan
mengakar melalui perspektif baru bahwa aksesibilitasi atas
pengetahuan berhubungan erat dengan tingkat kesejahteraan.
Dalam masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rentan, hal
tersebut berarti proses refleksi antara pemenuhan kebutuhan
ekomoni dasar dan perjuangan mengakses pengetahuan.

| 348 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Literasi sebagai aktivitas atau minat untuk mengapresiasi


pengetahuan menunjukkan bahwa menguatnya makna suatu
gagasan (baik keluasan dan kelenturannya) memiliki landasan
kebudayaan material yang terlihat jelas. Gerakan literasi dengan
berbagai bentuknya; perpustakaan komunitas atau umum, kam-
panye melek informasi, kolektif-kolektif yang memanfaatkan ruang
publik, serta pegiat dunia perbukuan (penulis, penerjemah, pener-
bit, dan kritikus), adalah tubuh dari diksi literasi yang sebenarnya.
Inti pokok lahirnya makna apresiasi pengetahuan tumbuh dari
kerja panjang literasi sebagai platform gerakan. Aktivitas membuka
akses terhadap berbagai media pengetahuan, menciptakan nuansa
dan perspektif yang berbeda mengenai posisi pengetahuan bagi
masyarakat non-kampus. Pengetahuan tidak lagi dimaknai sebagai
pembeda sosial tetapi sebagai bagian dari hak menerima pendi-
dikan. Inisiasi-inisiasi perpustakaan komunitas atau Taman Baca
Masyarakat (TBM) yang fokus menyediakan akses serta mendorong
tumbuhnya apresiasi pengetahuan merupakan peralihan penting
diksi literasi sebagai gagasan menjadi gerakan.
Diksi literasi tumbuh koheren dengan kemunculan perpus-
takaan-perpustakaan umum. Apalagi dengan kemunculan perpus-
takaan komunitas yang menjadi ekspresi kebutuhan ruang publik
baru, di mana kebebasan berpendapat dan anti-sensor penge-
tahuan memperoleh bentuknya. Perpustakaan umum ataupun
perpustakaan komunitas sebagaimana mereka memproduksi
makna literasi, telah mengubah arti subjek pengetahuan, dan
memperluas arti penting pengetahuan bagi perubahan sosial.
Perpustakaan umum/komunitas merepresentasikan suatu
usaha untuk memperkenalkan bentuk keruangan tanpa hirarki dan
pembatasan. Bagaimana hal semacam ini dapat terjadi dalam
pengertian literasi yang tidak lagi sekedar “melek” melainkan
usaha-usaha menciptakan ruang baru bagi keadilan akses terhadap
pengetahuan. Orang-orang yang terlibat dengan penciptaan
perpustakaan umum dan komunitas inilah yang menuntun cara
tumbuh baru bagi diksi literasi.

| 349 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Potret, Makna, dan Ide Literasi


Barangkali hanya ada sedikit penjelasan yang memuaskan
tentang mengapa Dauzan Farook (1925-2007), seorang veteran
perang, pada tahun 1993 membangun perpustakaan umum di
rumahnya, di Kauman, Yogyakarta, berkeliling kampung menawar-
kan peminjaman buku selain bahwa itu adalah suatu ekspresi
bahwa literasi menghubungkan makna keintiman antara kemanu-
siaan dan ilmu pengetahuan. Dauzan adalah veteran perang yang
senang jika bukunya dibaca orang lain. Dauzan tumbuh besar seba-
gai seorang pecinta buku, dibesarkan oleh seorang ayah yang juga
pengurus Taman Poestaka Moehammadijah.
Ayah Dauzan memiliki perpustakaan pribadi, tempat Dauzan
muda menikmati membaca buku. Farook mendirikan perpustakaan
umum yang diberi nama Mabulir (sebuah akronim unik yang
merujuk pada “Majalah dan Buku Keliling Bergilir”). Dauzan sangat
tertarik dengan ide “terobosan perpustakaan” yang berarti “pro-
aktif, gratis, dan tanpa birokrasi”. Ide Dauzan saat ini terasa begitu
lazim, tapi berbeda dengan konteks saat gagasan soal “terobosan
perpustakaan” itu hadir sebagai respon atas lambannya perpusta-
kaan menghadapi perubahan sosiologis dan teknologi. Dauzan
menghabiskan uang pensiunnya, waktu luang, dan sumber daya
(buku dan majalah cetak).
Kekuatan Dauzan dan gagasannya soal “terobosan perpusta-
kaan” itu menguat bersamaan dengan kemunculan berbagai
gagasan lain tentang strategi populisme di berbagai bidang pela-
yanan publik. Tentu saja, Farook berangkat dari pengalaman yang
sangat personal bagaimana membaca telah menjadi landasan
ambisi hidupnya. Sedangkan gagasan populisme yang muncul
dengan (salah-satunya didorong oleh) kehadiran media sosial, serta
apa yang seringkali dikenal dengan perubahan demografi, memaksa
perubahan fundamental untuk merespon transformasi sosial.
Tidak semua pegiat literasi yang terlibat dalam komunitas literasi
pernah bertemu atau berbicara dengan Dauzan, mengingat Dauzan
meninggal jauh sebelum beberapa situasi semacam menguatnya

| 350 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

kembali komunitas penerbitan indie, siasat-siasat baru memperoleh


buku murah berkualitas, dan kegelisahan kelas menengah soal data
(yang sebenarnya simpang-siur dan kontroversial) rendahnya minat
baca yang memaksa mereka ikut membahas literasi secara serius.
Kendati demikian, Dauzan selalu diingat sebagai panutan jika mem-
bahas gerakan literasi. Farook seolah-olah menjadi penanda suatu
era di mana perpustakaan umum dan perpustakaan komunitas
merupakan bentuk terobosan. Meskipun gagasan tentang gerakan
literasi jika dilacak melalui agenda kampanye membaca mempunyai
akar sejarah panjang sejak masa demokrasi terpimpin.
Apa yang membedakan gagasan Dauzan tentang terobosan per-
pustakaan dengan gagasan yang sama di masa sekarang? Bedanya
kentara, yakni dalam imajinasi Dauzan bahwa perpustakaan harus
menemukan pembaca, dan sebagaimana ujaran populernya, “siapa
saja bisa menjadi pegiat literasi”. Sedangkan makna terobosan
perpustakaan yang hari ini dapat dijumpai dalam berbagai opini
populer (demikian populernya sampai diulang-ulang tanpa sadar)
secara ontologis berawal dari data tentang rendahnya minat baca
dan kapasitas sains siswa di Indonesia. Maka wajar jika problem
ontologis Dauzan mengarah pada fasilitasi pengetahuan yang dapat
diakses tanpa keribetan yang tidak diperlukan.
Gagasan cemerlang Dauzan menyadarkan bahwa perpustakaan
yang penuh tumpukan buku saja tidak cukup, orang-orang harus
datang dan membaca buku. Tanpa ada penikmat buku, perpusta-
kaan menjadi gudang pengetahuan yang lengkap dengan konfi-
gurasi sebagai kuncinya. Keputusan Dauzan untuk menghabiskan
masa tuanya sebagai pegiat literasi sangat berkesan bagi rekan-
rekan, dan secara khusus bagi penggemarnya di masa yang Dauzan
sendiri mungkin tidak pernah membayangkannya sama sekali.
Apalagi jika Dauzan menyaksikan sendiri bagaimana pegiat perbu-
kuan dan komunitas literasi telah menjadikannya semacam simbol
penting anti-hirarkisme dalam mengakses pengetahuan.
Di pusat pengetahuan dan perbukuan semacam Yogyakarta, arti
penting Dauzan tidak saja seorang veteran perang, pegiat literasi,

| 351 |
THE SPIRIT of DAUZAN

dan pecinta peradaban, tetapi secara khusus minat dan idenya itu
sendiri. Bila seseorang memandang Yogyakarta dari cara pandang
berbeda kota ini dibesarkan melalui ide-ide, maka nama Dauzan
mungkin muncul sebagai potret memukau. Lalu, bagaimana
memahami potret itu sebagai tesa lampau yang penting bagi
gerakan literasi hari ini?
Ujaran Dauzan bahwa “siapa saja bisa menjadi pegiat literasi”
benar-benar terjadi. Orang-orang muda yang melibatkan diri
dengan komunitas atau kolektif, sekalipun ikut mengurus buku,
tidak semuanya memahami aktivitas literasi sebagai intensitas ting-
gi membaca buku atau menulis. Sebagiannya memakai kelenturan
diksi literasi juga untuk bermusik atau melakukan kerja seni rupa.
Apa yang menghubungkan semua kelenturan diksi literasi ini? Tak
dapat dipungkiri sebagaimana kata Dauzan , yakni “senang melihat
orang lain membaca buku..”, ini semacam keterlibatan moral dan
intelektual tentang mengapa literasi bukan sekedar melek yang
sangat personal maknanya, tetapi kejadian-kejadian refleksi emosi
yang bersifat sosial juga termanifestasi dalam diksi literasi.
Ide Dauzan tampaknya membawa pemahaman baru bahwa
dorongan sosial sangat sentral dalam kegiatan literasi. “Perpusta-
kaan” dalam ide semacam ini memiliki makna lain yakni proses
penciptaan pengalaman dan peristiwa sosial di mana buku dan
manusia-manusia terlibat di dalamnya. Harus ada peristiwa sosial
di setiap perpustakaan, buku, dan aktivitas literasi secara keselu-
ruhan. Tampaknya apa yang mendorong Dauzan menggunakan
semua waktu lowong membawa buku dengan sepeda hampir
terasa terjawab.
Dari sebuah wawancara yang dilakukan terhadap dirinya, pende-
ngar akan menangkap kesan bahwa Dauzan memperoleh keterca-
paian ambisi pribadinya jika seseorang berbahagia membaca buku
koleksinya. Dauzan cukup puas dengan pembaca setia buku-buku
dan majalah koleksi Mabulir, mungkin membuatnya merasa bahwa
tugas literasi begitu menyenangkan sehingga siapa saja bisa
mengambil posisi untuk peran ini.

| 352 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Daftar Pustaka
Basuki, S., 1993, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Cooperrider, D.L. And Whitney, D. 2005. Appreciative Inquiry: A
Positive Revolution in Change. In P. Holman and T. Devane
(eds.), The Change Handbook, Berrett-Koehler Publishers,
Inc., 245-263.
Desmita. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya
Erianto, D., 2015, Popularitas Perpustakaan Semakin Pudar Dilibas
Digital, diunduh dalam http://print.kompas.com/baca/2015/09/
15/Popularitas-Perpustakaan-Semakin-Pudar-Dilibas-Dig
Essa, Eva. L. 2008. Introduction to Early Childhood Education.
Canada: Delmar Learning.
Hardjoprakoso, M., 2005, Bunga Rampai Kepustakawanan, Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Homat, George. 2011. Mencipta Kenyataan Baru: Panduan Vision-
ing dan Perencanaan Pemenuhan Hak Dasar: Pendekatan
Appreciative Inquiry. Kupang, Perhimpunan Pikul.juga dapat
diakses di http://www.perkumpulanpikul.org/download/
buku(2)/mencipta-kenyataan-baru-panduan-visioning.pdf
Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan sebagai Suatu
Pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima.
Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Istiwidianti, dkk. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

| 353 |
THE SPIRIT of DAUZAN

Keraf, Sonny. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup: Alam sebagai Sebuah


Sistem Kehidupan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Koentjaraningrat, 2000, Kebudayaan Mentalitas dan Pemba-
ngunan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lafraya, Susana, 2011, Intercultural learning in non-formal educa-
tion: theoretical frameworks and starting points, Paris: Council
of Europe Publishing.
Lasa Hs. 2005. Menulis Itu Segampang Ngomong. Yogyakarta: Pinus
————. 2006. Menaklukkan Reaktur. Yogyakarta: Pinus
————. 2017. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta:
Calipus
————. 2017. Menulis Artikel dan Luteratur Sekunder (nas-
kah). Jakarta: Universitas Terbuka
—————. 2017. Manajemen dan Standardisasi Perpustakaan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah/PTMA. Yogya-
karta: MPI PP Muhammadiyah
—————; Roby Kurniadi. 2015. Manajemen dan Standardisasi
Perpustakaan Sekolah/Madrasah Muhammadiyah. Yogya-
karta: Mengari Publisher (MPI PDM Kota Yogyakarta).
Leo, Sutanto. 2017. Mencerahkan Bakat Menulis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Napitupulu, Ester L., 2012, Minat Baca Indonesia Masih Rendah,
diunduh dalam http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/29/
21400769/Minat.Baca.Indonesia.Masih.Rendah, pada 27 Mai
2016 Pukul 12.56 WIB.
Nurhadi, Muljani, dkk. 2007. Potret Ilmu Pendidikan. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Retnaningdyah, P. artikel. Meningkatkan Minat Baca ala Sekolah
Australia dari sumber http://www.radioaustralia.net.au/
indonesian/2015-02-09/meningkatkan-minat-baca-ala-sekolah-
australia/1408053 diakses tanggal 21 Juni 2015.
| 354 |
Gagasan dan Aksi Pegiat Literasi

Sahrul Sarea, 2013. Pentingnya Buku dan Minat Baca dalam


Menunjang Kemajuan Pendidikan.
Santrock, J.W. 2011. Life Span Development 13th Edition. New York:
McGraw-Hill
Sidik, Umar, 2002, Pembudayaan Membaca Versus Tradisi Lisan,
Media Informasi, Vol. XIII, No. 11, Hlm. 30-37.
Siswati, 2010, Minat Membaca pada Mahasiswa (Studi Deskriptif
pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UNDIP Semester I), Jurnal
Psikologi UNDIP, Vol. 8, No.2, Hlm. 124-134.
Simister. C. J. 2009. Anak-anak Cemerlang. Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta
Siregar, A. Ridwan., 2004. Perpustakaan Energi Pembangunan
Bangsa. Medan: USU Press.
Susan, Bunda. 2017. Biblioterapi Untuk Pengasuhan. Bandung:
Noura Publishing.
Tajuddin, Yuliyatun. 2014. Belajar Membaca Bagi Anak Usia Dini:
Stimulasi Menumbuhkan Minat Baca Anak. Vol. 2, No. 1. Jurnal
STAIN Kudus.
Whitney, Diana dan Trosten-Bloom, Amanda. 2010. The Power of
Appreciative Inquiry. Berrett-Koehler Publishers

Situs Online:
www.astralife.co.id.
www.appreciativeinquiry.case.edu
www.bandungbisnis.com.
www.koran-sindo.com
www.muhammadiyah.or.id
www.mpi.muhammadiyah.or.id
www.nasional.sindonews.com
www.print.kompas.com
www.pustakamu.id
www.radioaustralia.net.au
| 355 |
THE SPIRIT of DAUZAN

www.rumahbacakomunitas.org
www.suaramuhammadiyah.id
www.tegal.muhammadiyah.or.id
www.wawasan pendidikan.com

| 356 |

Anda mungkin juga menyukai