Anda di halaman 1dari 20

BUKU PANDUAN SKILL LAB

ILMU KESEHATAN
TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2018

PENDAHULUAN
1. Daftar isi

A. OTOLOGI
1. Mastoidektomi

B. RHINOLOGI

1. Cald well Luc


2. Septoplasty

C. LARING FARING

1. Trakeostomi
2. Direct Laringoskopi

D. ONKOLOGI

E. NEUROOTOLOGI

1. Audiometri Nada Murni

F. THT KOMUNITAS

1. BERA

G. BRONKOESOFAGOLOGI

1. Bronchoscopy
2. Esofagoskopi
A. OTOLOGI
1. Mastoidektomi

KEGIATAN

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF

 Nama
 Diagnosis
 Informed Choice & Informed Consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR TIMPANOMASTOIDEKTOMI
- Pemberian antibiotika preoperatif, secara injeksi
- Menyiapkan mikroskop dan alat-alat yang akan digunakan
- Cuci tangan, memakai baju operasi dan handscoon
- tindakan a dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya dengan menggunakan povidon
iodine atau antiseptik lainnya
- pasang kain penutup operasi steril pada pasien, kecuali di area operasi
- Posisi pasien: terlentang, kepala miring ke arah berlawanan dengan sisi telinga yang dioperasi
III. PROSEDUR OPERASI
- Operasi dilakukan dalam narkosis
- Pada daerah operasi yang akan diinsisi dilakukan suntikan dengan larutan Xylocaine 1% dengan
epinefrin 1 : 100.000., untuk memisahkan periosteum
- Dilakukan insisi retroaurikular 3-5 mm dari sulkus atau pada batas kulit rambut daerah
retroaurikular, mulai dari kulit, subkutis, hingga periosteum, mulai dari setinggi linea temporalis
sampai mendekati ujung mastoid
- Dilakukan pengambilan tandur fasia muskulus temporalis atau perikondrium tragus
Mastoidektomi superfisialis:
- Bor korteks mastoid dengan landmark segitiga Mc Ewen, dengan mengidentifikasi dinding
posterior liang telinga, linea temporalis dan spina Henle. Identifikasi tegmen timpani, tegmen
mastoid, sinus sigmoid dan kanalis semisirkulatis lateralis.
Mastoidektomi dalam
- Identifikasi aditus ad antrum, fosa inkudis, solid angle dan N. Fasialis pars vertikal. Bila ada
jaringan patologis/ jaringan granulasi dibersihkan
- Identifikasi inkus, inkudimaleolar join dan maleus serta periksa mobilitas osikel dan patensi
aditus ad antrum. Bila perlu dilakukan timpanotomi posterior.
- Pasang tandur yang sudah disiapkan dengan salah satu teknik pemasangan graft (inlay, underlay,
overlay, inlay-underlay), sesuai dengan tipe timpanoplasti
- Diletakkan tampon liang telinga yang sudah dilapisi oleh salep antibiotik.
- Luka operasi ditutup dengan jahitan lapis demi lapis
- Bila perlu dipasang pipa salir di daerah insisi

PASCA OPERASI
- Instruksi pasca operasi
- pemberian antibiotika
- pemberian analgetik/atiinflamasi
- evaluasi pascaoperasi berupa adanya: perdarahan, paresis N.fasialis dan gangguan pendengaran
sensorineurineural
- rencana pasien dipulangkan 2 hari pascaoperasi
- tampon luar dikeluarkan 1 minggu pascaoperasi dan tampon dalam 2 minggu pascaoperasi

B. RHINOLOGI
1. Cald well Luc
2. Septoplasty
1. Cald well Luc

KEGIATAN

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF


 Nama
 Diagnosis
 Informed Choice & Informed Consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR
 Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk prosedur tindakan
operatif pada sinusitis paranasal yang direncanakan telah tersedia dan lengkap, yaitu :
 Alat : sesuai dengan tindakan operasi
 Bahan : sesuai dengan tindakan operasi
 Obat : cairan, antibiotik, obat premedikasi, obat anestesi, lainnya

III. PROSEDUR

(Sebelumnya dilakukan prosedur anestesi infiltrasi)

 Pada sulkus ginggivobukal (fosa kanina), tepat diatas soket gigi dibuat insisi (insisi dapat antara
caninus sp premolar) melalui mukosa dan periosteum beberapa sentimeter dari garis
tengah. Mukosa secukupnya dipertahankan dibagian bawah untuk memudahkan penutupan
(A).
 Periosteum dielevasi. Insersi otot-otot wajah mungkin memerlukan diseksi tajam untuk
membebaskannya dari dinding depan antrum (B).

 Pemaparan diperluas ke atas sampai titik tepat dibawah tepi orbita, dimana saraf infra orbita
diidentifikasi dan dipertahankan. Dengan menggunakan osteotom atau bor, dinding depan
antrum dibuka. Lubang ini harus benar-benar diatas soket gigi dan diatas lantai antrum.
Semua fragmen patahan tulang diambil (C).
 Dengan cunam Kerrison, lubang dilebarkan sampai ukuran yang diinginkan untuk
memungkinkan eksplorasi (D).

 Pengangkatan jaringan patologis selanjutnya dilakukan dengan menggunakan forceps. Mukosa


normal diusahakan tidak cidera; tetapi semua mukosa patologis hendaknya diambil (E).
 Pada kasus-kasus tertentu, misalnya pada polip antrokoanal atau bola jamur yang besar,
prosedur ini dapat dilakukan bersama dengan prosedur lainnya.
 Jabir mukosa diatas lubang dinding depan didekatkan dengan jahitan satu-satu atau jelujur
menggunakan benang nilon atau terserap 4-0
 Bila diperlukan dilakukan pemasangan tampon anterior cavum nasi

2. Septoplasty

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF

II. PERSIAPAN PROSEDUR RESEKSI SUB MUKOSA


III. PROSEDUR OPERASI

- Angkat tampon hidung yang telah dipasang


- Diberikan suntikan dengan larutan Xylocaine 1% dengan epinefrin 1 : 100.000 sampai 1 :
200.000. Bevel jarum suntik diarahkan ke arah tip septum, tepat di bawah septum. Suntikan
dilakukan perlahan-lahan dengan tekanan yang tetap, sehingga mukosa terangkat dari lapisan
kartilago

- Suntikan diteruskan ke bagian yang cembung maupun cekung septum, untuk mengangkat
lapisan ini. Alat suction sangat membantu untuk mengangkat area ini.

- Suntikan dilakukan sejauh mungkin dan ke arah posterior

- Suntikan dilakukan pada kedua sisi (bilateral)

- Basis kolumela juga harus dianestesi

- Dilakukan incisi hemitransfiksi di atas kartilago septum bagian kaudal.

- Insisi harus dapat memisahkan kartilago dengan mukoperikondrium septum

- Setelah lapisan antara kartilago dan mukokondrium dapat dipisahkan, diseksi ke arah posterior
kartilago septum dari arah berlawanan dengan respatorium

- Kartilago septal dibebaskan dari perpendicular plate os ethmoid dan vomer (kondrotomi
posterior), sehingga diseksi dapat dilanjutkan ke arah posterior dari dua sisi untuk menyisihkan
septum bagian tulang (bony septum)

- Diseksi dapat diteruskan sepanjang dasar/lantai dari hidung

- Kartilago dapat dipotong dengan mudah di area maxilary crest (kondrotomi inferior). Kartilago
disini biasanya berlebihan di crest ini dan dapat direseksi pada satu sisi atau sisi lainnya.

- Bagian tulang septum (bony septum) dan bagian-bagian tulang lain yang tidak pada tempatnya
(displaced) harus direseksi

- Bila terdapat perforasi mukosa yang kecil, biasanya tidak menjadi persoalan, kecuali terdapat
perforasi kedua sisi. Bila terjadi perforasi seperti ini, harus dijahit dengan benang catgut 4-0 dan
jarum kecil.

- Kedua lapisan mukoperikondrium dapat dijahit bersamaan menggunakan benang catgut plain 4-
0 dengan jarum Keith yang kecil.

- Insisi hemitransfiksi ditutup dengan jahitan 2 matras dengan benang chromic catgut 4-0 dengan
jarum Keith.

- Septal splint yang dibuat dari silastik, dapat dipasang untuk mencegah sinekia, terutama apabila
septoplasti dikombinasi dengan reseksi konkha atau operasi bedah sinus endoskopi.

- Splint tersebut dipasang dengan jahitan transseptal memakai benang nylon 5-0

- Hidung ditampon dengan tampon yang sudah dilapisi oleh salep antibiotik.

PASCA OPERASI
Instruksi pasca operasi

a. pemberian antibiotik

b. pemberian analgetik/atiinflamasi

c. rencana buka tampon anterior setelah 24 jam

d. rencana buka septal splint minimal 1 minggu pasca operasi

C.LARING FARING
1. TRAKEOSTOMI

KEGIATAN
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
- Nama
- Diagnosis
- Informed Choice & Informed Consent
- Rencana Tindakan
- Persiapan Sebelum Tindakan
- Evaluasi ulang indikasi dan kontra indikasi operasi
II. PROSEDUR OPERASI
- Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk prosedur Trakeostomi
telah tersedia dan lengkap
- Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
- Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung diganjal bantal).
- Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi dipersempit dengan doek
steril.
- Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan vasokonstriksi.
- Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai batas atas suprasternal,
lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
- Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis, hati-hati terhadap vena jugularis
anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar tiroid (ismus tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya
diligasi/kauter atau disisihkan ke atas atau ke bawah).
- Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila mengenai lumen trakea ditandai
udara masuk dalam spuit).
- Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan insisi trakea pada ring kedua
dan ketiga dari arah inferior ke superior.
- Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang (bila kanul trakea masuk dalam
lumen trakea, maka benang akan bergerak dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
- Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada kulit leher, dan pita leher.
- Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar, terakhir ditutup dengan kasa, anak
kanul dipasang.
- Operasi selesai.
III. PASCA OPERASI
- Observasi pasase kanul, perdarahan, tekanan darah, suhu dan nadi secara teratur
- Mencegah terjadinya dehidrasi
- Pemberian antibiotik segera setelah operasi
- Mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi
IV. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
- perawatan kanul
- Perawatan komplikasi
- Bila fiksasi menggunakan balon, maka balon dikempiskan dalam 24 jam.
- Jahitan fiksasi kulit leher diangkat sebelum penderita dipulangkan atau pada hari ke-5.
- Penderita diedukasi cara perawatan kanul dan anak kanul serta tindakan pertama bila kanul
buntu total atau salah posisi
- Prosedur Dekanulasi

2. Direct Laringoskopi

Sarana dan Alat Bantu Latih :


 Model anatomi laring video
 Penuntun belajar (learning guide) terlampir
 Tempat belajar (training setting): bangsal THT-KL, Poliklinik THT-KL, kamar operasi, bangsal
perawatan pasca bedah THT-KL
KEGIATAN/LANGKAH KLINIK
PERSIAPAN PRA-TINDAKAN

 Informed Consent

 Pemeriksaan Penunjang

 Penderita Puasa

 Memeriksa Dan Melengkapi Alat

 Persiapan Tindakan

 Cara Tidur Penderita Dan Posisi Kepala

TINDAKAN

 Memasukkan Laringoskop

 Memasukkan Teleskop

 Evaluasi Laring

2.

3. LARINGOSKOPI SERAT OPTIK (FOL)

KEGIATAN/LANGKAH KLINIK

PERSIAPAN PRA-TINDAKAN

- Informed Consent

- Pemeriksaan Penunjang

- Memeriksa Dan Melengkapi Alat

- Persiapan Tindakan

- Cara Duduk Penderita Dan Posisi Kepala


TINDAKAN

- Memasukkan Fibre Optic

- Evaluasi Rongga Hidung

- Evaluasi Nasofaring

- Evaluasi Laring

D. ONKOLOGI
E.NEUROOTOLOGI
1. Audiometri Nada Murni

Untuk pemeriksaan PTA, perlu diperhatikan beberapa syarat antara lain:

1. Alat audiometer yang telah distandardisasi oleh American National Standards Institute (ANSI).
2. Suasana yang tenang. Bila perlu ruangan kedap suara.
3. Pemeriksa yang sabar dab teliti.
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik maka prosedir yang perlu diperhatikan antara lain :

- Penderita ditempatkan sedemikian rupa sehingga ia tidak melihat gerakan tangan


pemeriksa, karena hal ini akan mempengaruhi penderita bahwa nada tes sedang disajikan.
- Untuk mengurangi interferensi dari suara-suara latar belakang yang berasal dari
sekitarnya maka tempat yang terbaik adalah ruangan kedap suara akan tetapi bila tidak ada
maka tes dilakukan di ruangan tersembunyi.
- Instruksi kepada penderita harus jelas misalnya “anda akan diperiksa dan akan
mendengar bunyi yang kadang-kadang keras dan kadang-kadang lemah melalui earphone.
Bila mendengar bunyi itu, tekan tombol dan acungkan tangan. Kalau mendengar di sebelah
kanan acungkan tangan kanan dan kalau didengar pada telinga kiri maka acungkan tangan
kiri”.
- Earphone harus diletakkan secara tepat diatas liang telinga luar,warna merah di sebelah
kanan dan warna biru di sebelah kiri.
- Telinga yang diperiksa terlebih dahulu harus yang berfungsi lebih baik. Bila oleh
penderita mengatkan kedua telinga sama tulinya, maka yang diperiksakan terlebih dahulu
adalah telinga kanan.
- Penyajian nada tes tidak boleh dengan irama yang konstan dan lamanya interval antara
dua bunyi harus selalu diubah-ubah. Tidak boleh memutar tombol (dial) pengatur selama
penyaji masih ditekan.
- Pemeriksaan pertama dimulai pada frekuensi 1000 Hz karena nada ini dapat memberi
hasil akurat yang konsisten. Kemudian periksa nada-nada lebih tinggi 2000 Hz, 3000 Hz, 4000
Hz, 6000 Hz, dan 8000 Hz.

F. THT KOMUNITAS
1. Pemeriksaan BERA

I. PERSIAPAN PASIEN
 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
 Memeriksa Identitas Pasien
- Informed consent
 Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai pemeriksaan
 yang akan dijalani serta risiko pemakaian obat-obatan yang akan
 digunakan, disertai dengan tanda tangan persetujuan dari orang tua.
- Rencana pemeriksaan
- Persiapan sebelum tindakan
 Persiapan pasien: sehat, tidak menderita ISPA
II. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
 Persiapan status
 Memeriksa kesiapan alat; timpanometer , OAE dan AABR
 Persiapan tempat (<40 dB)
 Pemeriksaan THT (otoskopi & timpanometri)
 Mengetahui keadaan liang telinga, membran timpani serta fungsi telinga tengah. Bila ada
kelainan, dilakukan penanganan terlebih dahulu
 Bila perlu, diberikan sedasi
(contoh: chloral hidrat 50 – 75 mg/kgBB, maksimal pemberian 1.800 mg perkali (perhatikan indikasi
dan kontraindikasi))
III. PROSEDUR PEMERIKSAAN
 Setelah anak tidur dilakukan pembersihan kulit dengan alkohol 70 %, dan abrasive gel pada
tempat untuk menempelkan elektroda
 Dilakukan pemasangan elektroda dikedua mastoid dan dahi/pipi.
 Dilakukan pemeriksaan impedance sampai tercapai impedance 3 – 5 kOhm (Bila impedance
masih tinggi, penempelan dan penempatan elektroda diperbaiki).
 Dilakukan pemeriksaan skrining OAE
 Dilakukan pemeriksaan AABR ( Automated Auditory Brainstem
 Respons )
 Melakukan analisis dan intepretasi hasil pemeriksaan
 Bila hasil OAE dan AABR lulus skrining (Pass) pada anak dengan faktor risiko, perlu tetap
dipantau sampai anak berbicara.
 Bila hasil Refer maka dilakukan pemeriksaan ulang sesuai dengan alur skrining HTA 2010
 Diagnosis ditegakkan sebelum usia 3 bulan.

2. Skrining Pendengaran Anak Sekolah

I. KAJI ULANG SKRINING PEMERIKSAAN PENDENGARAN


 Identitas
 Informed Consent
 Penjelasan kepada keluarga secara tertulis mengenai pemeriksaan yang akan dijalani

II. PERSIAPAN PEMERIKSAAN


- Kalibarasi alat timpanometri dan audiometri nada murni
- Tempat pemeriksaan tida boleh melebihi batas bising lingkungan (<40 db), pengukuran dengan
Sound Level Meter

III. PROSEDUR PEMERIKSAAN


- Melakukan anamnesis untuk mengetahui gejala dan tanda gangguan pendengaran serta
kemungkinan etiologi dan faktor risiko yang mengakibatkan gangguan pendengaran,
termasuk perkembangan auditori, perkembangan bicara serta perkembangan motorik
- Pemeriksaan THT untuk mengetahui keadaan liang telinga, membran timpani serta fungsi
telinga tengah.
- Otoskopi
- Tes Penala
*Bila ada kelainan (misal serumen, benda asing, peradangan pada telinga luar dan telinga tengah)
diberi terapi terlebih dahulu dan dianjurkan untuk kembali kontrol dan menjalankan pemeriksaan
skrining pendengaran berikutnya.
**Apabila Apabila tidak ada kelainan dilakukan pemeriksaan pendengaran dengan Audiometri
dan timpanometri.
- Pemeriksaan timpanometri ( bila tersedia )
- Pemeriksaan audiometri
- untuk menghindari respon visual yang dapat mengganggu. Anak duduk dengan sudut oblik
sehingga pemeriksa dan audiometer tidak terlihat dari pandangan anak
- Pemeriksa tidak boleh memberi tanda visual seperti ekspresi muka, gerakan mata atau kepala.
- Penempatan headphone atau earphone harus tepat. Kesalahan penempatan earphone 1 inchi
menyebabkan pergeseran ambang dengar 30-35 dB
- Menjelaskan kepada anak tentang pemeriksaan yang akan dilakukan. Memberikan stimulus awal
60 db pada 1000 Hz untuk memperkenalkan suara yang harus diperhatikan oleh anak.
Selanjutnya anak diinstruksikan untuk mengangkat tangan sesuai dengan sisi telinga yang
mendengar.
- Pemeriksaan dilakukan untuk hantaran udara pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz dikedua
telinga
- Waktu pemeriksaan cukup 3-5 menit
- Pemberian stimulus nada tidak boleh terlalu lama atau terlalu cepat (cukup 1-2 detik)

IV. ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL SKRINING


- Bila hasil pemeriksaan anak menunjukan respons <
- atau sama dengan 40 db (pada frekuensi
- 500,1000,2000, 4000 Hz berarti : Lulus skrining.
- Bila hasil pemeriksaan anak menunjukan respons >40 db pada frekuensi 500,1000,2000, 4000
Hz berarti : tidak Lulus skrining  rujuk
- Bila hasil pemeriksaan anak menunjukan respons >40 db pada frekuensi 500 Hz , sedangkan
respons <atau sama dengan 40 db (,1000,2000, 4000 Hz) maka lihat batas bising lingkungan.
Bila bising lingkungan < 40 db - tidak lulus skrining  rujuk
Bila bising lingkungan > 40 db, maka konfirmasi dengan hasil tes penala Weber dan
timpanometri
- *Bila tidak terdapat lateralisasi pada tes Weber dan timpanometri normal - lulus skrining
- *Bila terdapat lateralisasi pada tes penala Weber dan timpanometri tidak normal - tidak lulus
skrining
- rujuk
V. PENATALAKSANAAN
- Penyuluhan mengenai kesehatan telinga dan pendengaran. Melakukan rujukan ke rumah Sakit
yang memiliki fasilitas pemeriksaan lebih lengkap.
- Diberi terapi disesuaikan dengan hasil pemeriksaan (misalnya bila ada serumen, OMSK)
- Rehabilitasi disesuaikan dengan hasil pemeriksaan.
G. Broncho esofagologi
1. Bronchoscopy

PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR BRONKOSKOPI KAKU


I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan

II. PERSIAPAN PROSEDUR OPERASI


1. Informed consent Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta risiko komplikasi disertai dengan tanda tangan persetujuan dan permohonan dari penderita
untuk dilakukan operasi.
2. Laboratorium
3. Pemeriksaan tambahan : analisa gas darah (bila perlu)
4. Konsul anestesi, pediatri dan penyakit dalam (bila perlu)
5. Memeriksa persiapan alat dan kelengkapan operasi
Anestesi
1. Narkose umum dan anestesi topikal (spray) pada pita suara
2. Narkose harus dalam dan napas spontan
Persiapan Bronkoskopi
1. Penderita terlentang di atas meja operasi, seorang asisten membantu memegang dan mengatur posisi
kepala ekstensi maksimal dengan bahu diganjal.
2. Alat-alat endoskopi disiapkan di bagian sebelah kanan operator untuk memudahkan operator, alat apa
yang akan dibutuhkan dan dibantu oleh perawat instrumen
III. PROSEDUR OPERASI
Tindakan Bronkoskopi
A. Bronkoskopi / Trakeoskopi dengan Bantuan Laringoskop lurus
1. Laringoskop dengan Removable slide dipegang dengan tangan kiri kemudian dimasukkan,
(sementara gigi atas dan bawah dilindungi); sampai terlihat rima glotis.
2. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan, dan dimasukkan dengan bantuan laringoskop
sampai mendekati rima glotis, posisi bronkoskop diputar ke kanan 900 sampai melewati pita
suara. Kemudian posisi bronkoskop diputar kembali ke posisi semula.
3. Laringoskop dikeluarkan sehingga hanya bronkoskop yang tertinggal dan bagian distal
bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang pensil.
4. Setelah bronkoskop masuk ke lumen trakea, anestesi dan oksigen disambung pada bronkoskop
(Holinger Ventilation Bronchoscope)
5. Lumen bronkoskop ditutup dengan penutup kaca (glass cupped adaptor)
6. Bronkoskopi dimasukkan ke distal dengan mendorong menggunakan ibu jari tangan kiri sampai
ditemukan karina yang terletak pada ujung distal trakea sambil dilakukan evaluasi trakea
7. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengan posisi kepala dimiringkan ke kiri sedangkan
untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan memiringkan kepala ke kanan
8. Bila terjadi desaturasi oksigen, bronkoskop ditarik kembali sampai di depan karina. Setelah
saturasi membaik, proses evaluasi dapat dilanjutkan.
9. Bila ditemukan benda asing pada salah satu bronkus dilakukan ekstraksi dengan forsep yang
sesuai. Bila benda asing berukuran kecil dapat dikeluarkan dengan forsepnya melalui lumen
bronskoskop. Bila benda asing berukuran besar maka dikeluarkan bersama-sama dengan
bronkoskop.
10. Setelah ekstraksi berhasil dilakukan bronkoskopi ulang untuk evaluasi seperti teknik diatas
B. Bronkoskopi / Trakeoskopi tanpa Laringoskop lurus
1. Posisi kepala difleksikan, bronkoskop dipegang dengan tangan kanan
seperti memegang pensil dimasukkan ke rongga mulut pada garis tengah sampai terlihat
epiglotis.
2. Bronkoskop lewat di bawah epiglotis hingga tampak rima glotis
kemudian kepala diekstensikan. Sesaat sebelum bronkoskop masuk melalui rima glotis, posisi
bronkoskop diputar 900 ke kanan, kemudian di dorong masuk melewati pita suara.
3. Setelah bronkoskop masuk ke dalam lumen trakea, posisi bronkoskop
diputar 900 ke kiri (ke posisi semula). Kepala lebih ekstensi saat bronkoskop melewati trakea
4. Bronkoskop disambungkan dengan anestesi dan oksigen (Holinger
Ventilation Bronchoscope) setelah berada di trakea
5. Lumen bronkoskop ditutup dengan penutup kaca (glass cupped adaptor)
6. Bronkoskopi dimasukkan ke distal dengan mendorong menggunakan ibu
jari tangan kiri sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung distal trakea sambil dilakukan
evaluasi trakea
7. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengan posisi kepala
dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan memiringkan kepala ke
kanan
8. Bila terjadi desaturasi oksigen, bronkoskop ditarik kembali sampai di
depan karina. Setelah saturasi membaik, proses evaluasi dapat dilanjutkan.
9. Bila ditemukan benda asing pada salah satu bronkus dilakukan ekstraksi
dengan forsep yang sesuai. Bila benda asing berukuran kecil dapat dikeluarkan dengan forsepnya
melalui lumen bronskoskop. Bila benda asing berukuran besar maka dikeluarkan bersama-sama
dengan bronkoskop
10. Setelah ekstraksi berhasil dilakukan bronkoskopi ulang untuk evaluasi
seperti teknik diatas
IV. PASCA OPERASI
1. Observasi tanda-tanda perforasi atau komplikasi lain
2. Dilakukan foto toraks bila perlu.
3. Diberi terapi antibiotik dan kortikosteroid.
2. Esofagoskopi

PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR ESOFAGOSKOPI KAKU

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR


- Nama
- Diagnosis
- Informed Choice&Informed Consent
- Rencana Tindakan
- Persiapan Sebelum Tindakan
- Laboratorium
- Pemeriksaan penunjang

II. PERSIAPAN PROSEDUR


A. Pastikan kelengkapan peralatan esofagoskopi telah tersedia dan lengkap, yaitu:
1. Esofagoskop berbagai ukuran
2. Teleskop 0
3. Forsep ekstraksi sesuai dengan jenis benda asing
4. Kanul suction
5. Sumber cahaya + kabel sumber cahaya
6. Camera system, monitor dan lumina jika tersedia
B. Persiapan Pasien
1. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum esofagoskopi
2. Anestesi umum
3. Penderita berbaring terlentang dengan posisi kepala ditinggikan 15 cm dari
meja operasi sehingga leher fleksi dan kepala ekstensi maksimal
4. Asisten duduk sebelah kiri pasien memegang kepala

III. TAHAPAN PROSEDUR TINDAKAN


1. Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan di
bagian proksimal dan tangan kiri di bagian distal seperti memegang pensil
2. Jari tengah dan jari manis tangan kiri membuka bibir atas dan mengait gigi insisivus
3. Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri memegang bagian distal esofagoskop serta menarik bibir agar
tidak terjepit di antara esofagoskop dengan gigi
4. Tangan kanan memegang bagian proksimal esofagoskop dengan menjepit di antara jari telunjuk dan
jari tengah
5. Esofagoskop didorong perlahan dengan menggerakkan ibu jari tangan kiri menyusuri sisi bawah
esofagoskop dan tangan kanan berfungsi untuk mengarahkan esofagoskop dengan memegangnya
seperti memegang pensil pada leher pegangan
6. Esofagoskop dimasukkan secara vertikal ke dalam mulut pada garis tengah lidah
7. Identifikasi uvula dan dinding faring posterior
8. Esofagoskop didorong menyusuri dinding posterior faring sampai terlihat adanya aritenoid kanan
dan kiri
9. Esofagoskop disusupkan ke bawah aritenoid. Suatu gerakan ringan ibu jari tangan kiri diberikan pada
ujung esofagoskop sehingga tampak lumen introitus esofagus
10. Skope didorong memasuki lumen esofagus dengan hati-hati dengan menggerakan ibu jari tangan kiri
secara perlahan. Dilakukan evaluasi introitus kearah atas, bawah, kanan dan kiri
11. Selanjutnya esofagoskop didorong menyusuri lumen esofagus dengan gerakan ibu jari tangan kiri
12. Melalui esofagus segmen torakal. Kepala penderita harus diturunkan sampai mendatar untuk
menyesuaikan sumbu esofagus sehingga lumen tetap tampak.Bila posisi penderita benar maka
esofagoskop biasanya akan menyusup masuk dengan mudah. Pada waktu esofagoskop mencapai
penyempitan aorta dan bronkus kiri, lumen akan menyempit di anterior.
13. Melalui penyempitan pada hiatus diafragma. Kepala penderita direndahkan lagi, kemudian leher dan
kepala digeser agak ke kanan untuk menjaga agar sumbu pipa sesuai dengan sumbu sepertiga bagian
bawah esofagus. Operator mengarahkan esofagoskop ke spina iliaka anterior superior kiri. Hiatus
esofagus dapat dilihat seperti celah yang miring antara jam 10 dan jam 4
14. Setelah melewati diafragma, kepala penderita harus diturunkan sesuai dengan kebutuhan untuk
mempertahankan visualisasi lumen esofagus
15. Selama melakukan tahapan tersebut, dilakukan identifikasi dan posisi benda asing, dilakukan
evakuasi menggunakan forcep yang sesuai
16. Pada saat mengeluarkan esofagoskop, posisi penderita dan arah gerakan esofagoskop dilakukan
dengan cara yang berlawanan
17. Untuk evaluasi (adanya sisa benda asing, laserasi mukosa, perdarahan, perforasi dan kemungkinan
adanya kelainan esofagus yang lain) dilakukan esofagoskopi ulangan sampai sfingter esofagus bawah
IV. PASCA TINDAKAN
1. Observasi tanda perdarahan akibat laserasi atau adanya perforasi
2. Bila terdapat laserasi dalam sampai lapisan muskularis atau perforasi, maka
dilakukan penanganan konservatif berupa pemasangan NGT dalam 3 jam pertama dan
dipertahankan selama 10 hari dengan pemantauan klinis yang ketat, CT scan dan atau esofagoskopi
fleksibel bila diperlukan

Anda mungkin juga menyukai