F18man PDF
F18man PDF
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-
Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilakukan selama magang pada Januari sampai Mei 2018 adalah Analisis
Pengaruh Parameter Proses Sterilisasi Terhadap Botol Susu Steril Penyok di PT
XYZ. Skripsi ini menyajikan penelitian mengenai -parameter proses sterilisasi dan
pengaruhnya terhadap jumlah botol penyok yang dihasilkan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi PT. XYZ dan dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi civitas akademika lainnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M. AppSc
selaku dosen pembimbing skripsi dan Bapak Widi Djanu SP, S.Si selaku
pembimbing di PT. XYZ yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan
penulisan karya ilmiah. Selain itu, terima kasih kepada Dr. Ir. Budi Nurtama, M.
Si dan Ir. Subarna, MSi selaku dosen penguji sidang skripsi. Terima kasih penulis
juga ucapkan untuk rekan-rekan Departemen Quality Assurance dan Produksi
yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian. Selain itu, terima kasih
penulis ucapkan untuk Iwan Waluya (Ayah), Ery Widiarini (Ibu), Aria, Aji, dan
segenap keluarga besar atas doa dan kasih sayang kepada penulis. Tak lupa juga
untuk rekan-rekan magang di PT. XYZ, Billy, Eka, Andini, Rizal, Kelvin, dan
Ricky atas bantuannya selama magang berlangsung, sahabat-sahabat selama
kuliah di IPB, Kirana, Hamzah, Devi, Fitrul, Sarah, Asih, Cita, Hardi, Ulfah,
Fitriyah, Bela, Johanes, Hana dan Bayang atas segala bentuk dukungannya selama
penulisan, keluarga kontrakan Dramaga Regensi B-15 Iqbal, Raka, Luri, Hendri,
Rijal, keluarga besar Paguyuban Mahasiswa Bandung IPB, serta rekan-rekan ITP
angkatan 51, dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari segala kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk menyempurnakan
skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Lokasi dan Waktu 3
Alat 3
Tahapan Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Proses Produksi Susu Steril Berperisa 6
Masalah dalam Produksi Susu Steril 10
Data Parameter Proses Sterilisasi 12
Data Jumlah Produk dengan Botol Penyok 20
Pengaruh Parameter Proses Sterilisasi terhadap Jumlah Produk dengan
Botol Penyok 21
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 48
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. Retort chart record proses sterilisasi 4
2. Ilustrasi botol penyok 11
3. Suhu dan tekanan proses sterilisasi dan segmentasi tahapan proses 12
4. Bentuk umum grafik kendali 14
5. Hasil analisis grafik kendali parameter proses sterilisasi retort A 15
6. Hasil analisis grafik kendali parameter proses sterilisasi retort B 16
7. Persentase botol penyok yang dihasilkan retort A 20
8. Persentase botol penyok yang dihasilkan retort B 20
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu menurut US-FDA (2017) adalah sekresi lakteal, bebas dari kolostrum,
yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat. Susu memiliki aktivitas air tinggi,
nilai pH yang berkisar di antara 6.6 hingga 6.7 dan sangat kaya akan nutrien
(Tamime 2009). Oleh karena itu banyak mikroorganisme, terutama bakteri yang
dapat tumbuh di dalam susu. Perlakuan panas yang tujuan utamanya untuk
membunuh bakteri berbahaya hampir selalu diterapkan pada susu, di antaranya
pasteurisasi dan sterilisasi (Walstra et al 2006).
PT XYZ merupakan perusahaan yang memproduksi produk nutrisi berbasis
susu. Produk yang dihasilkan oleh PT XYZ merupakan susu sterilisasi berperisa.
Berdasarkan Perka BPOM No 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan, susu steril
adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu yang dipanaskan pada suhu tidak
kurang dari 1000C selama waktu yang cukup untuk mencapai keadaan steril
komersial dan dikemas secara kedap (hermetis) (BPOM 2016). Dalam
menghasilkan produknya, PT. XYZ berkomitmen untuk menghasilkan produk
yang aman, halal, dan bermutu tinggi sesuai persyaratan pelanggan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku melalui implementasi Sistem Manajemen
Mutu dan Keamanan Pangan serta Jaminan Halal dengan perbaikan secara
berkesinambungan.
Mutu merupakan faktor penting dalam produk pangan. ISO 9000:2015
mendefinisikan mutu sebagai derajat kemampuan sekumpulan karakteristik yang
dimiliki sebuah objek dalam memenuhi syarat (ISO 2015). Pemerintah Indonesia
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan mewajibkan setiap produsen pangan untuk menerapkan sistem
manajemen mutu. Sistem manajemen mutu adalah sekumpulan proses-proses
bisnis yang berfokus pada memenuhi persyaratan dan meningkatkan kepuasan
konsumen (ISO 2015). Montgomery (2009) menyatakan bahwa manajemen mutu
yang efektif mampu melibatkan tiga aktivitas dengan baik, yaitu perencanaan
mutu, penjaminan mutu, serta pengendalian dan perbaikan mutu. Pengendalian
dan perbaikan mutu melibatkan sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk
memastikan produk yang dihasilkan sesuai dengan syarat dan diperbaiki secara
terus menerus.
Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan di PT. XYZ adalah uji fisik,
kimia, dan mikrobiologis pada saat proses dan produk akhir, pengendalian volume
bersih produk, penggunaan leak detector dan metal detector, serta inspeksi
manual seluruh produk akhir. Inspeksi manual adalah tahap yang dilakukan untuk
menyeleksi produk dan memisahkan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Karakteristik produk yang diperiksa adalah karakteristik fisik, yaitu kesesuaian
pada botol, label, alucap, serta kode produksi dan tanggal kadaluarsa. Inspeksi
produk dilakukan secara manual dengan cara memegang dan melihat kondisi fisik
setiap produk yang dihasilkan. Data jumlah produk yang tidak sesuai spesifikasi
dicatat dan dikategorikan berdasarkan jenis-jenis ketidaksesuaiannya.
Berdasarkan data hasil inspeksi manual pada 7 Januari hingga 23 Februari
2018, produk yang ditolak (reject) karena tidak sesuai standar (non-conforming)
2
masih dihasilkan dalam jumlah yang cukup banyak, yaitu sekitar 2% dari total
produksi. Ketidaksesuaian utama yang paling sering terjadi adalah botol penyok,
yaitu sekitar 1.6% dari seluruh total produksi atau 82% dari total reject. Tingginya
jumlah produk yang ditolak akan berpengaruh terhadap biaya mutu (cost of
quality). Menurut Duffy (2013), biaya mutu adalah biaya yang berhubungan
dengan penyediaan mutu produk atau jasa yang buruk. Produk yang ditolak akan
menjadi waste yang menyebabkan tingginya biaya kegagalan internal.
Kemasan yang digunakan pada produk susu steril berperisa merupakan
botol berbahan High-Density Poliethylene (HDPE). Merah et al (2006)
menyatakan bahwa yield stress dan modulus elastisitas material berbahan HDPE
menurun secara linear seiring dengan meningkatnya suhu. Yield stress adalah sifat
bahan yang didefinisikan sebagai gaya tegang (stress) yang dibutuhkan untuk
suatu bahan untuk terdeformasi secara plastis dan modulus elastisitas adalah
ketahanan suatu bahan untuk terdeformasi secara elastis ketika sebuah gaya
tegang diberlakukan terhadap bahan tersebut (Young dan Lovell 2011). Tahapan
proses produksi yang diduga menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan
penyok pada botol adalah sterilisasi. Sterilisasi merupakan penggunaan proses
panas untuk menghasilkan produk pangan yang shelf-stable atau steril komersial
(Singh dan Heldman 2013). Proses sterilisasi di PT. XYZ dilakukan dengan suhu
mencapai 121.9 oC dan tekanan sebesar 2 bar menggunakan retort dengan jenis
full water immersion.
Rumusan Masalah
Produksi susu steril di PT. XYZ masih menghasilkan produk tidak sesuai
standar dalam jumlah yang cukup tinggi karena terjadinya botol penyok. Tahapan
proses yang diduga sebagai penyebab terjadinya botol penyok adalah proses
sterilisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis pengaruh parameter proses
sterilisasi terhadap jumlah botol penyok, sehingga usaha perbaikan dapat
dilakukan.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan solusi terhadap
masalah penyebab botol penyok dengan mengetahui pengaruh dari parameter
kritis proses sterilisasi. Dengan demikian, langkah perbaikan untuk mengurangi
jumlah botol penyok dapat dilakukan.
3
METODE
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bolpoin, papan klip, buku
catatan, serta laptop yang dilengkapi dengan program Microsoft Excel 2010,
Yokogawa Electric Coorporation SMARTDAC+ Viewer, dan IBM SPSS 22.0.
Tahapan Penelitian
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan cara diskusi dengan supervisor
mengenai permasalahan dalam proses produksi, mengenai tingginya kehilangan
produk (product loss) yang disebabkan oleh dihasilkannya produk yang tidak
sesuai standar sehingga produk tersebut ditolak. Selain itu, identifikasi juga
dilakukan terhadap jenis-jenis ketidaksesuian yang terjadi selama proses produksi
serta jumlah dari masing-masing ketidaksesuaian tersebut.
Parameter suhu, tekanan, serta kecepatan putar secara terus menerus diukur
setiap 10 detik selama proses sterilisasi berlangsung dan data terekam dalam
retort chart recorder dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 1. Data
rekaman proses tersebut tersimpan dalam bentuk file dengan ekstensi *.dad di
dalam komputer Departemen Quality Control setiap proses sterilisasi selesai
dilakukan. File tersebut dapat dibuka menggunakan program Yokogawa Electric
Coorporation SMARTDAC+ Viewer. Data yang terdapat di dalam file tersebut
dapat dikonversikan menjadi file Microsoft Excel. Untuk menelusuri file rekaman
proses sterilisasi dari kode produksi sebuah lot, tanggal dan waktu dilakukannya
proses sterilisasi perlu diketahui terlebih dahulu. Tanggal dan waktu proses
sterilisasi tercatat dan dapat diperoleh dari record sterilisasi yang terdapat di
Departemen Quality Management System (QMS).
Suhu
Tekanan
RPM
Montgomery (2009) jenis grafik kendali tersebut berguna untuk memonitor proses
di mana besar sampel dalam pengukuran adalah 1 atau individual. Oleh karena itu,
grafik kendali tersebut digunakan dalam penelitian ini, di mana pengukuran
dilakukan pada setiap lot produksi. Grafik kendali individual menggunakan
moving range (MR) dari dua observasi yang berurutan sebagai basis dari
pendugaan variabilitas. Parameter-parameter grafik kendali individual adalah
sebagai berikut:
UCL
Center line
LCL
dengan MRi = | | dan nilai d2 = 1.128 untuk moving range dengan n=2
(Montgomery 2009).
Analisis Data
Data yang telah diperolah pada tahap-tahap sebelumnya direkap. Analisis
data dilakukan untuk menentukan terdapat atau tidaknya pengaruh parameter
proses sterilisasi terhadap persentase botol penyok.
Metode analisis yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linear berganda (multiple linear regression analysis).
Menurut Freund et al (2006), regresi linear berganda adalah ekstensi dari regresi
linear sederhana yang dapat digunakan jika terdapat lebih dari satu variabel bebas.
Tujuan dari metode ini adalah sama dengan regresi sederhana, yaitu untuk
mengetahui hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas untuk
memprediksi atau menjelaskan perilaku dari variabel terikat. Bentuk model
regresi linear berganda adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: Variabel terikat
, j = 1, 2, …, m : Variabel bebas yang berbeda sejumlah m variabel
6
Produk susu steril PT. XYZ merupakan susu rekombinasi, yang berdasarkan
BPOM (2016) memiliki definisi susu cair yang diperoleh dari campuran
komponen susu (susu skim, krim) dan air atau susu, atau keduanya. Campuran
bubuk skim dan AMF merupakan bahan yang digunakan di PT. XYZ. Bubuk
skim didefiniskan sebagai produk yang dihasilkan dari proses penghilangan lemak
dan air pada susu yang memiliki kadar air tidak lebih dari 5% dan lemak tidak
lebih dari 1.5% (Chandan et al 2009). Anhydrous Milk Fat (AMF) merupakan
lemak susu yang mengandung 99.8% lemak dan 0.1% air. AMF dapat digunakan
untuk proses rekombinasi atau rekonstitusi susu, dan secara luas digunakan pada
industri es krim dan coklat (NPCS 2012). Bahan lain yang digunakan adalah gula
yang berfungsi sebagai pemanis serta premiks yang merupakan campuran antara
perisa, pengemulsi, penstabil, vitamin dan pewarna.
Rangkaian kegiatan produksi susu steril yang dilakukan di PT. XYZ diawali
dengan tahap penerimaan bahan baku dan bahan kemasan. Bahan baku utama
yang digunakan merupakan air, bubuk susu skim, anhydrous milk fat (AMF),
gula, inulin, serta premix perisa, pengemulsi, penstabil, vitamin, dan pewarna.
Kemasan yang digunakan adalah botol jenis high density polyethylene (HDPE)
serta tutup berbahan aluminium. Diagram alir proses produksi susu steril di PT.
XYZ dapat dilihat pada Lampiran 1.
yang merupakan lapisan dengan sifat konduktif dan menginduksi eddy current
flow yang dengan segera menghasilkan panas. Panas tersebut merekatkan heat
seal coating pada alucap dengan botol sehingga botol tertutup hermetis (Rudnev
et al 2002).
Sterilisasi
Produk yang sudah terkemas secara hermetis di dalam botol dipindahkan
menggunakan belt conveyor menuju mesin loader. Produk disusun secara
otomatis di dalam keranjang pada mesin loader. Satu keranjang retort diisi dengan
sekitar 1900 botol dengan posisi saling bertumpuk sebanyak 6 lapis tumpukan
botol yang masing-masing lapisannya dipisahkan oleh divider. Keranjang yang
sudah berisi produk dimasukkan ke dalam retort untuk dilakukannya proses
sterilisasi. Sebanyak 4 keranjang produk atau 7600 botol diproses dalam satu kali
proses sterilisasi. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121.9 oC dan waktu holding 10
menit. Total waktu proses sterilisasi dari pintu retort ditutup sampai pintu retort
dibuka kembali adalah sekitar 50 menit dengan 20 menit waktu heating, 10 menit
holding, dan 20 menit waktu cooling. Singh dan Heldman (2013) menyatakan
bahwa sterilisasi komerisal merupakan penggunaan proses panas untuk
menghasilkan produk pangan yang shelf-stable atau steril komersial. Shelf-stable
atau steril komersial adalah kondisi di mana mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit dan dapat tumbuh pada produk pangan dalam suhu
ruangan selama penyimpanan dan distribusi sudah dieliminasi (Toledo 2007).
Jenis retort yang digunakan untuk proses sterilisasi di PT. XYZ adalah
retort full water immersion. Prinsip kerja dari sistem retort full water immersion
adalah menggunakan sejumlah air yang telah dipanaskan pada suhu tertentu yang
disimpan pada tanki atau vessel yang terletak di atas retort. Ketika produk sudah
berada di dalam retort dan proses sterilisasi dimulai, Air tersebut kemudian
memenuhi ruang retort dan disirkulasikan menggunakan pompa. Air yang
digunakan dalam proses ini dipanaskan oleh steam. Pembukaan katup steam
dikendalikan secara otomatis sesuai dengan parameter suhu yang terprogram.
Tekanan juga dikendalikan secara terpisah dari suhu dengan cara menginjeksikan
atau mengeluarkan udara bertekanan (Ramaswamy dan Marcotte 2005).
Retort full water immersion merupakan salah satu dari jenis retort over-
pressure. Proses sterilisasi menggunakan retort over-pressure menerapkan
tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan yang biasa ditimbulkan
steam untuk mempertahankan suhunya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mempertahankan integritas dari kemasan yang terbuat dari plastik, kaca, atau
retort pouch. Ketika produk dipanaskan dalam proses sterilisasi, tekanan di dalam
kemasan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan ruangan retort.
Tekanan tinggi ini disebabkan oleh kombinasi dari peningkatan tekanan uap air
dan pemuaian isi produk. Pada kemasan kaleng yang terbuat dari logam, bahan
kaleng dapat menahan tekanan yang ditimbulkan isi produk tanpa menimbulkan
kerusakan pada kaleng, sementara pada kemasan yang tidak sekuat kaleng seperti
kaca atau plastik, over-pressure atau tekanan yang lebih tinggi pada ruangan retort
diperlukan untuk mencegah kebocoran atau kerusakan pada kemasan (US-FDA
2014). Hanrahan (2004) menyatakan bahwa overpressure diberikan dengan cara
memasukkan udara atau steam di atas air. Pada beberapa tahap, udara
ditambahkan kepada steam yang kemudian memanaskan udara tersebut. Udara
9
Karakteristik fisik dan visual dari setiap produk susu steril yang dihasilkan
di PT XYZ diperiksa dalam tahap sorting atau inspeksi manual. Tahap ini
dilakukan untuk mencegah sampainya produk yang tidak sesuai standar pada
konsumen. Inspeksi dilakukan setelah produk dihasilkan dan diinkubasi selama 3
hari. Karakteristik yang diperiksa dalam tahap ini adalah kesesuaian pada bentuk
fisik botol, label, aluminium cap, serta kode produksi dan tanggal kadaluarsa.
Produk-produk yang tidak memenuhi standar akan dipisahkan dan dibuang.
Berdasarkan record tahap sorting proses produksi yang dilakukan pada 7
Januari hingga 23 Februari 2018, total jumlah produk susu steril yang ditolak
karena tidak sesuai standar sebanyak 150.592 botol dari total 7.943.710 botol
produk yang dihasilkan. Jenis-jenis ketidaksesuaian yang menyebabkan produk
ditolak dapat dilihat pada Tabel 1.
yang tinggi. HDPE memenuhi persyaratan FDA untuk penerapan kontak langsung
dengan pangan (Vasile dan Pascu 2005). Zygoura et al (2004) menyatakan bahwa
botol berbahan HDPE baik monolayer maupun multilayer dapat memberikan
perlindungan yang cukup terhadap pertumbuhan mikroba, oksidasi lemak,
lipolisis, dan proteolisis pada susu pasteurisasi yang disimpan pada cahaya
fluoresen dan pendinginan selama 7 hari.
Produk dengan botol penyok dapat teramati secara visual, yaitu terdapatnya
lekukan ke arah dalam pada bagian samping botol yang memanjang secara
vertikal. Ilustasi botol penyok dapat dilihat pada Gambar 2. Produk-produk
dengan botol penyok dapat teramati pada tahap sorting atau inspeksi manual
setelah produk diinkubasi selama 3 hari. Proses sterilisasi diduga menjadi tahap
dihasilkannya produk dengan botol penyok, karena pada proses sterilisasi, produk
diberikan suhu dan tekanan yang tinggi serta gaya agitasi yang ditimbulkan saat
keranjang produk diputar dalam retort.
Proses sterilisasi melibatkan dua parameter penting, yaitu suhu dan tekanan.
Retort yang digunakan merupakan retort jenis full water immersion yang
menerapkan prinsip over-pressure. Tekanan pada process vessel retort bukan
hanya ditimbulkan oleh uap panas, tetapi juga oleh udara bertekanan. Tahapan
proses sterilisasi yang terjadi sama seperti retort pada umumnya, yaitu heating
atau peningkatan suhu, holding di mana suhu dipertahankan, serta cooling atau
pendinginginan. Namun, pada retort jenis full water immersion terdapat tahapan
yang berbeda, yaitu filling. Filling merupakan tahap awal sterilisasi di mana
setelah produk dimasukkan ke dalam process vessel, air panas dari storage vessel
masuk ke dalam process vessel sampai merendam produk. Hal ini yang mendasari
nama jenis retort tersebut yaitu water immersion yang artinya terendam air. Selain
itu, terdapat juga perbedaan pada tahap heating dan cooling. Tahap heating dan
cooling terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal yang disertai dengan
perubahan tekanan, dan tahap kedua di mana proses heating dan cooling terjadi
pada tekanan yang konstan. Tahapan proses sterilisasi menggunakan full
immersion water retort dapat dilihat pada Gambar 3.
140 5.0
4.5
120
4.0
IV
100 3.5
Tekanan (bar)
III V VI
II Suhu 3.0
Suhu (oC)
80
Tekanan 2.5
60 I
2.0
40 1.5
1.0
20
0.5
0 0.0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Waktu (detik)
Keterangan: (I) filling, (II) mixing, (III) heating, (IV) holding, (V) cooling I,
(VI) cooling II
Gambar 3 Suhu dan tekanan proses sterilisasi dan segmentasi tahapan proses
Tahapan-tahapan berbeda dari proses sterilisasi dijadikan landasan atas
penentuan parameter-parameter proses sterilisasi. Secara umum, hanya parameter
suhu dan tekanan yang dipertimbangkan. Namun, karakteristik suhu dan tekanan
berbeda pada tahapan sterilisasi yang berbeda. Pada tahap filling, hanya terdapat
kenaikan suhu yang terjadi akibat masuknya air panas ke dalam process vessel
dan belum ada perubahan tekanan. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap mixing,
terjadi kenaikan suhu yang diiringi juga dengan kenaikan tekanan pada process
vessel yang disebabkan oleh masuknya uap panas dan udara bertekanan. Ketika
13
tekanan sudah mencapai setting point sebesar 2 bar, pemanasan dilanjutkan pada
tekanan yang konstan, tahap ini disebut dengan heating. Setelah suhu setting point
sebesar 121.9 oC tercapai, suhu dan tekanan dipertahankan selama 10 menit pada
tahap holding. Setelah holding selama 10 menit selesai, tahapan proses
dilanjutkan dengan cooling yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu cooling I di
mana peturunan suhu diiringi dengan penurunan tekanan dan cooling II di mana
penurunan suhu dilanjutkan pada tekanan konstan.
Berdasarkan karakteristik tahapan proses sterilisasi, parameter proses yang
digunakan dalam analisis adalah laju kenaikan suhu pada tahap filling, mixing, dan
heating, rata-rata suhu tahap holding, serta laju penurunan suhu pada tahap
cooling I dan cooling II. Selain itu, laju kenaikan tekanan pada tahap mixing, rata-
rata tekanan pada tahap heating dan holding, serta laju penurunan tekanan pada
tahap cooling I.
Data parameter-parameter proses sterilisasi diambil dari dua retort yang
digunakan, yaitu retort A dan retort B. Data yang digunakan merupakan data dari
tanggal 7 Januari hingga 23 Februari 2018, yaitu sebanyak 323 lot untuk retort A
dan 322 lot untuk retort B. Rata-rata dan standar deviasi relatif (RSD) dari
parameter proses sterilisasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Retort A Retort B
Parameter Satuan Rata- Rata-
rata RSD rata RSD
o
Laju kenaikan suhu filling C/menit 17.94 0.132 16.83 0.183
o
Laju kenaikan suhu mixing C/menit 2.33 0.133 3.27 0.086
Laju kenaikan tekanan mixing Bar/menit 0.98 0.056 1.05 0.041
o
Laju kenaikan suhu heating C/menit 2.25 0.028 2.29 0.019
Rata-rata tekanan heating Bar 2.02 0.004 2.03 0.003
o
Rata-rata suhu holding C 121.88 0.002 122.10 0.001
Rata-rata tekanan holding Bar 2.00 0.006 1.99 0.005
o
Laju penurunan suhu cooling I C/menit 6.43 0.023 6.35 0.023
Laju penurunan tekanan cooling I Bar/menit 0.16 0.021 0.16 0.004
o
Laju penurunan suhu cooling II C/menit 3.98 0.042 3.77 0.048
o
Suhu maksimal C 122.18 0.002 122.32 0.001
Tekanan maksimal Bar 2.09 0.004 2.09 0.011
Berdasarkan rata-rata dan standar deviasi relatif pada Tabel 2, nilai rata-rata
beberapa parameter yang berhubungan dengan proses pemanasan, di antaranya
laju kenaikan suhu pada tahap mixing, dan heating, rata-rata suhu holding, suhu
maksimal proses sterilisasi, laju kenaikan tekanan mixing, serta rata-rata tekanan
heating pada retort A lebih rendah dibandingkan retort B. Namun, nilai RSD
parameter-parameter tersebut pada retort A lebih tinggi dibandingkan retort B. Hal
tersebut menunjukkan bahwa parameter proses di retort A memiliki variabilitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan retort B. Variabilitas yang tinggi tidak
diinginkan dalam parameter proses karena hal tersebut mengindikasikan
ketidakstabilan proses seiring dengan berjalannya waktu.
14
200
UCL 180 3σ
160
2σ
140
120 1σ
Center100
line X
80
1σ
60
40
2σ
LCL 20 3σ
0
0 10 20 30 40 50
Jamali dan Jinlin (2007) menyatakan bahwa tujuan utama dari penggunaan
grafik kendali adalah untuk mencapai stabilitas proses dan mengurangi
variabilitas. Grafik kendali dapat mendeteksi keadaan yang tidak terkendali ketika
terdapat titik yang berada di luar batas kendali. Menurut Montgomery (2009),
selain titik di luar batas kendali keadaan tidak terkendali juga dapat diindikasikan
oleh pola yang tidak acak. Oleh karena itu, pengamatan terhadap pola juga perlu
dilakukan untuk mendeteksi keadaan yang tidak terkendali. Aturan-aturan zone
rules for control charts dalam Montgomery (2009) dapat digunakan untuk
mendeteksi terdapatnya pola tidak acak pada grafik kendali. Aturan tersebut
menyatakan bahwa proses tidak terkendali apabila terjadi situasi-situasi berikut:
(1) 1 titik berada di luar batas kendali 3 sigma, (2) 2 dari 3 titik yang berurutan
berada di luar warning limit 2 sigma, (3) 4 dari 5 titik yang berurutan berada pada
jarak 1 sigma atau lebih dari center line, (4) 8 titik yang berurutan berada pada
satu sisi dari center line, (5) 6 titik yang berurutan terus meningkat, (6) 15 titik
yang berurutan berada di zona 1 sigma, (7) 14 titik yang berurutan naik turun
bergantian, (8) 8 titik yang berurutan berada pada kedua sisi center line tanpa satu
15
pun di zona 1 sigma, (9) pola tak biasa pada data, (10) 1 atau lebih titik berada di
dekat warning limit atau control limit.
Grafik-grafik kendali yang dihasilkan dari parameter proses sterilisasi
dianalisis dengan cara menghitung jumlah titik yang berada di luar batas kendali
serta menghitung jumlah pola tidak acak berdasarkan aturan-aturan zone rules for
control charts dalam Montgomery (2009)). Hasil analisis grafik kendali dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Kondisi proses yang tidak terkendali dapat
terdeteksi pada grafik kendali yang diindikasikan dengan terdapatnya titik yang
berada di luar batas kendali dan pola yang tidak acak (Montgomery 2009).
Semakin banyak titik di luar batas kendali dan pola tidak acak pada grafik kendali,
semakin tidak terkendali proses yang diamati.
180
Titik di luar batas kendali
160 (i-chart)
140 Titik di luar batas kendali
120 (MR-chart)
Jumlah (titik)
180
Titik di luar batas
160
kendali (i-chart)
140
Titik di luar batas
120
Jumlah (titik)
kendali (MR-chart)
100
Pola tidak acak
80
60
40
20
0
Parameter yang diambil dari tahap filling adalah laju kenaikan suhu. Laju
kenaikan suhu pada tahap filling dipengaruhi oleh suhu awal air di storage vessel
saat proses sterilisasi dimulai. Selain itu, suhu awal produk juga dapat
mempengaruhi laju kenaikan suhu tahap filling. Grafik data laju kenaikan suhu
filling dapat dilihat pada Lampiran 2. Parameter laju kenaikan suhu pada tahap
filling terkendali pada kedua retort, tidak terdapat titik yang melanggar batas
kendali. Selain itu, tidak teramati pola tidak acak pada parameter ini. Laju
kenaikan suhu filling retort A memiliki nilai rata-rata 17.94 oC/menit dan standar
deviasi 2.38 oC/menit, Laju kenaikan suhu filling retort B memiliki rata-rata 16.83
o
C/menit dan standar deviasi 3.08 oC/menit.
Tahap mixing terjadi setelah tahap filling selesai, yaitu ketika tinggi
permukaan air (water level) di dalam process vessel telah merendam seluruh
produk atau sekitar 85%. Pada tahap mixing, katup uap panas dan udara
bertekanan terbuka, sehingga uap panas dan udara bertekanan masuk ke dalam
retort meningkatkan suhu dan tekanan di dalam retort secara bersamaan. Tahap
mixing berhenti ketika tekanan set point sebesar 2.00 bar sudah tercapai.
Parameter yang diukur pada tahap mixing adalah laju kenaikan suhu dan laju
kenaikan tekanan. Grafik laju kenaikan suhu tahap mixing dapat dilihat pada
Lampiran 3. Laju kenaikan suhu tahap mixing memiliki nilai rata-rata 2.33
o
C/menit dan standar deviasi 0.31 oC/menit untuk retort A, dan nilai rata-rata 3.27
o
C/menit dan standar deviasi 0.28 oC/menit untuk retort B. Dapat diamati pada
Lampiran 3 bahwa parameter laju kenaikan suhu mixing terlihat cukup terkendali
dengan jumlah titik di luar batas kendali sebanyak 8 pada retort A dan 12 pada
retort B serta pola tidak acak sebanyak 7 pada retort A dan 2 pada retort B.
Parameter lain yang terdapat dalam tahap mixing adalah laju kenaikan
tekanan. Tekanan naik dari tekanan atmosfer sampai pada tekanan setting point
17
yaitu sebesar 2.00 bar. Grafik kendali laju kenaikan tekanan tahap mixing dapat
dilihat pada Lampiran 4. Laju kenaikan tekanan tahap mixing memiliki nilai rata-
rata 0.98 Bar/menit dan standar deviasi 0.06 Bar/menit untuk retort A, dan nilai
rata-rata 1.05 Bar/menit dan standar deviasi 0.04 Bar/menit untuk retort B.
Parameter laju kenaikan tahap mixing terkendali dengan jumlah titik di luar batas
kendali sebanyak 11 pada retort A dan 9 pada retort B serta pola tidak acak
sebanyak 7 pada retort A dan 20 pada retort B.
Tahap heating adalah tahap ketika tekanan sudah mencapai setting point
yaitu sebesar 2 bar dan kenaikan suhu masih berlangsung pada tekanan yang
konstan. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah laju kenaikan suhu dan
rata-rata tekanan selama heating berlangsung. Grafik kendali parameter laju
kenaikan suhu tahap heating dapat dilihat pada Lampiran 5. Laju kenaikan suhu
tahap heating memiliki nilai rata-rata 2.25 oC/menit dan standar deviasi 0.06
o
C/menit untuk retort A, dan nilai rata-rata 2.29 oC/menit dan standar deviasi 0.04
o
C/menit untuk retort B. Berdasarkan Lampiran 5 dapat teramati bahwa terdapat
trend yang jelas pada kenaikan suhu heating retort A, yaitu terjadi kecenderungan
nilai yang semakin turun dari lot 196 sampai lot 244, pola ini tidak teramati pada
retort B. Namun teramati pola naik turun yang tidak sejelas pada retort A.
Pada tahap heating, tekanan dipertahankan pada setting point sebesar 2 bar.
Grafik kendali parameter rata-rata tekanan tahap heating dapat dilihat pada
Lampiran 6. Parameter rata-rata tekanan tahap heating memiliki nilai rata-rata
2.02 bar dan standar deviasi 0.008 bar untuk retort A, dan nilai rata-rata 2.03 bar dan
standar deviasi 0.006 bar untuk retort B. Berdasarkan Lampiran 6, parameter rata-
rata tekanan tahap heating kurang terkendali, terutama pada retort A. Pada retort
A, dapat teramati terdapatnya trend dan pergeseran rata-rata pada lot 129 sampai
lot 192, sehingga sebagian besar titik di antara kedua lot tersebut berada di atas
UCL. Pada retort B, teramati adanya trend naik turun walaupun tidak sebesar pada
retort A. Trend teramati pada kedua retort, namun bentuk pola yang teramati pada
kedua retort berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan parameter tekanan
tidak disebabkan oleh suplai uap panas atau udara bertekanan, karena sumber
suplai uap panas dan udara bertekanan yang digunakan sama.
Tahap holding merupakan tahap di mana suhu dan tekanan setting point
yang sudah tercapai dipertahankan selama 10 menit. Setting point suhu adalah
121.9 oC dan tekanan sebesar 2 bar. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah
rata-rata suhu dan rata-rata tekanan selama tahap holding berlangsung. Grafik
kendali individual rata-rata suhu holding dapat dilihat pada Lampiran 7. Parameter
rata-rata suhu tahap holding memiliki nilai rata-rata 121.88 oC dan standar deviasi
0.21 oC untuk retort A, dan nilai rata-rata 122.10 oC dan standar deviasi 0.16 oC
untuk retort B. Berdasarkan Lampiran 7, parameter rata-rata suhu holding tidak
terkendali. Pada retort A, terdapat 168 lot atau sebanyak 52.01% dari proses yang
diamati di mana parameter proses berada di luar batas kendali. Pada retort B,
terdapat 140 lot atau 43.48% dari proses yang diamati di mana parameter proses
berada di luar batas kendali.
Parameter lain yang diamati pada tahap holding adalah rata-rata tekanan
yang seharusnya di pertahankan pada setting point sebesar 2 bar. Grafik kendali
individual rata-rata tekanan holding dapat dilihat pada Lampiran 8. Parameter
rata-rata tekanan tahap holding memiliki nilai rata-rata 2.00 bar dan standar deviasi
0.012 bar untuk retort A, dan nilai rata-rata 1.99 bar dan standar deviasi 0.009 bar
18
rata 122.32 oC dan standar deviasi 0.16 oC untuk retort B. Berdasarkan Lampiran
12, parameter suhu tertinggi pada kedua retort tidak terkendali. Pada retort A,
terdapat 108 lot atau 33.44% dari proses yang diamati di mana nilai parameter
suhu maksimal berada di luar batas kritis, sebanyak 58 lot lebih tinggi dari UCL
dan 50 lot lebih rendah dari LCL. Pada retort B, terdapat 141 lot atau 43.79% dari
proses yang diamati di mana nilai parameter suhu maksimal tidak terkendali atau
berada di luar batas kritis, sebanyak 78 lot lebih tinggi dari nilai UCL dan 63 lot
lebih rendah dari nilai LCL.
Tekanan maksimal terjadi pada akhir tahap mixing sebelum memasuki tahap
heating. Grafik kendali parameter tekanan maksimal proses sterilisasi dapat
dilihat pada Lampiran 13. Parameter tekanan maksimal proses sterilisasi memiliki
nilai rata-rata 2.09 bar dan standar deviasi 0.008 untuk retort A, dan nilai rata-rata
2.09 dan standar deviasi 0.023 untuk retort B. Berdasarkan Lampiran 13
parameter tekanan maksimal saat proses sterilisasi berlangsung pada retort A
terlihat cukup stabil, namun masih terdapat 9 lot dari proses yang diamati di mana
nilai tekanan maksimal berada di luar batas kritis, 7 lot bernilai lebih tinggi dari
UCl dan 2 lot lebih rendah dari LCL. Parameter tekanan maksimal proses
sterilisasi pada retort B cukup terkendali namun terdapat 8 titik yang bernilai
sangat jauh di atas UCL.
Berdasarkan grafik kendali individual parameter-parameter proses
sterilisasi, terdapat parameter proses yang terkendali dan tidak terkendali.
Parameter proses yang stabil dan terkendali adalah laju kenaikan suhu tahap
filling. Parameter-parameter proses yang cukup terkendali dan stabil namun
terdapat sedikit titik yang melanggar batas kritis di antaranya adalah laju kenaikan
suhu dan tekanan tahap mixing, laju penurunan tekanan tahap cooling I, dan laju
penurunan suhu tahap cooling II, serta tekanan maksimal proses. Parameter-
parameter proses yang kurang terkendali dan terdapat trend naik turun yang jelas
di antaranya adalah laju kenaikan suhu tahap heating, rata-rata tekanan tahap
heating dan holding, dan laju penurunan suhu tahap cooling I. Parameter proses
yang paling tidak terkendali adalah rata-rata suhu tahap holding serta suhu
maksimal proses sterilisasi.
Pada umumnya, parameter-parameter yang tidak atau kurang terkendali
adalah parameter yang berhubungan dengan proses pemanasan yaitu pada tahap
heating dan holding di mana salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah
kondisi steam atau uap panas. Kondisi yang dapat memengaruhi keadaan steam
dalam retort adalah suplai steam dari boiler dan katup solenoid yang berfungsi
untuk mengatur masuknya steam ke dalam retort. Katup solenoid dikendalikan
oleh sistem kendali otomatik retort agar kondisi retort sesuai dengan set point.
Stabilitas parameter proses kemungkinan tidak dipengaruhi oleh steam supply.
Hal ini dapat dibuktikan dengan teramatinya perbedaan pola pergerakan parameter
rata-rata suhu holding pada retort A dan retort B. Jika variabilitas suhu holding
dipengaruhi oleh steam, seharusnya terdapat pola pergerakan parameter proses
yang sama pada retort A dan retort B karena kedua retort tersebut menggunakan
sumber steam yang sama. Oleh karena itu, kondisi katup solenoid uap dan sistem
otomatis diperkirakan lebih berpengaruh terhadap parameter-parameter proses
pemanasan dibandingkan dengan kondisi sumber steam. Selain itu, perbedaan
yang cukup signifikan antara rata-rata nilai-nilai parameter proses retort A dan
retort B pada Tabel 2 juga mengindikasikan adanya perbedaan kondisi katup-
20
katup solenoid dan sistem otomatik pada kedua retort karena setting point, sumber
steam, udara bertekanan, serta air pendingin yang digunakan pada kedua retort
sama.
Data jumlah botol penyok dikumpulkan dari record tahap inspeksi manual
dari tanggal 7 Januari hingga 23 Februari 2018 sebanyak 323 lot untuk retort A
dan 322 lot retort B. Jumlah botol penyok dibagi dengan jumlah total botol yang
diproses dalam satu kali proses retorting atau satu lot sehingga dihasilkan nilai
persentase botol penyok setiap lotnya. Grafik persentase botol penyok yang
dihasilkan oleh retort A dan retort B dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
4.0
3.5
3.0
Jumlah botol penyok (%)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Lot produksi
Gambar 7 Persentase botol penyok yang dihasilkan retort A bulan Januari -
Februari 2018
5.0
4.5
Jumlah botol penyok (%)
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Lot produksi
Gambar 8 Persentase botol penyok yang dihasilkan retort B bulan Januari -
Februari 2018
21
variabel bebas, sementara persentase botol penyok di-input sebagai varibel terikat
seperti pada Tabel 3.
Hasil analisis regresi linear berganda dari data 2 retort yang berbeda
menghasilkan 2 persamaan yang berbeda yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara parameter proses sterilisasi terhadap jumlah botol
penyok. Terdapat kejanggalan jika kedua persamaan yang dihasilkan
dibandingkan. Seharusnya tidak terdapat perbedaan parameter yang berpengaruh
terhadap jumlah botol penyok yang dihasilkan antara retort A dan retort B. Namun
hasil analisis menunjukan bahwa terdapat 6 parameter yang memengaruhi jumlah
botol penyok pada retort A dan hanya 3 parameter yang memengaruhi jumlah
botol penyok pada retort B. Parameter laju kenaikan tekanan mixing berpengaruh
di retort B, tetapi tidak berpengaruh di retort A. Parameter laju kenaikan suhu
heating dan laju penurunan suhu cooling II memiliki korelasi negatif dengan
jumlah produk dengan botol penyok yang dihasilkan pada persamaan retort A,
tetapi kedua parameter tersebut berkorelasi positif dengan jumlah produk dengan
botol penyok yang dihasilkan pada retort B. Selain itu, persamaan yang dihasilkan
memiliki nilai adjusted R squared yang kecil. Persamaan dari retort A memiliki
nilai adjusted R2 sebesar 0.221, sementara persamaan dari retort B hanya 0.039.
Nilai adjusted R2 persamaan yang dihasilkan dari data retort B sangat kecil karena
hanya dapat menjelaskan 3.9% dari ragam variabel terikat, sehingga persamaan
yang dihasilkan dari data retort B tidak dapat digunakan untuk menduga hubungan
antara parameter proses sterilisasi dengan jumlah botol penyok yang dihasilkan
dengan baik. Dengan demikian persamaan dari retort A digunakan untuk menduga
hubungan antara parameter proses sterilisasi dengan jumlah produk dengan botol
penyok yang dihasilkan.
Sebagian besar variabel yang berdasarkan analisis regresi linear
memengaruhi persentase botol penyok berdasarkan persamaan dari data retort A
merupakan parameter-parameter proses yang kurang atau tidak terkendali. Dari 6
26
melainkan hanya terjadi pada sebagian botol. Hal ini dapat disebabkan oleh
kemungkinan terdapatnya variasi dari ketebalan botol yang digunakan, sehingga
beberapa botol lebih mudah penyok karena memiliki ketebalan yang lebih rendah.
Selain itu, perbedaan posisi botol dalam keranjang juga kemungkinan dapat
menyebabkan perbedaan tingkat stress yang dialami oleh botol. Botol yang berada
di samping keranjang akan mengalami stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan botol yang berada di tengah keranjang, karena ketika keranjang diputar,
botol di bagian samping akan tertindih dan menahan beban yang lebih besar. Oleh
karena itu, sebagian botol yang berada di posisi samping atau luar keranjang akan
lebih rentan terhadap terjadinya penyok.
Kecilnya nilai adjusted R2 dari kedua persamaan yang dihasilkan
menunjukan bahwa parameter-parameter proses sterilisasi memiliki hubungan
linear yang rendah dengan jumlah botol penyok yang dihasilkan. Dengan
demikian, terdapat faktor lain yang diduga lebih berpengaruh terhadap jumlah
produk dengan botol penyok yang dihasilkan. Faktor-faktor selain parameter
proses sterilisasi yang diduga dapat memengaruhi variasi dari jumlah botol
penyok yang dihasilkan di antaranya adalah variasi dari mutu atau ketebalan
bahan kemasan yang digunakan, variasi dari volume produk di dalam botol,
variasi tekanan headspace produk, serta perbedaan posisi produk saat proses
sterilisasi. Kemasan yang digunakan diperoleh dari supplier, sehingga terdapat
kemungkinan adanya variasi mutu kemasan yang digunakan. Ketebalan botol dan
keseragaman ketebalan pada sekeliling botol yang digunakan sangat berpengaruh
terhadap kemungkinan dihasilkannya botol penyok. Bagian botol yang tipis akan
lebih mudah penyok ketika diberi tekanan dan suhu yang tinggi dibandingkan
dengan bagian botol yang tebal. Dengan demikian, pengawasan dan pengendalian
mutu bahan kemasan yang digunakan merupakan hal yang penting untuk
dilakukan.
Selain faktor variasi ketebalan botol, variasi dari volume produk di dalam
kemasan juga dapat berpengaruh terhadap botol penyok. Volume produk di dalam
botol akan berpengaruh terhadap volume headspace di dalam botol. Ketika tahap
heating berlangsung, tekanan internal botol akan meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu karena terjadinya ekspansi gas dan meningkatnya tekanan uap
air. Integritas botol dipertahankan dengan cara menyeimbangkan tekanan di
process vessel dengan prinsip over-pressure (Hanrahan 2004). Ketika proses
cooling berlangsung, suhu dan tekanan diturunkan secara berkala. Tekanan vakum
terbentuk di dalam botol pada tahap cooling. Hal tersebut diakibatkan oleh
kondensasi uap air di bagian headspace (Singh dan Heldman 2014). Tekanan
vakum yang terbentuk akan lebih besar jika volume headspace lebih besar atau
volume produk lebih kecil. Tekanan vakum yang besar di dalam botol dapat
menyebabkan perbedaan tekanan yang besar antara tekanan internal produk
dengan process vessel. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyok pada
botol. Tekanan awal headspace sebelum sterilisasi dilakukan juga dapat
berpengaruh terhadap terjadinya penyok pada botol. Tekanan headspace awal
yang terlalu rendah akan meningkatkan tekanan vakum yang terbentuk ketika
tahap cooling berlangsung.
Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap botol penyok adalah posisi
atau konfigurasi botol di dalam keranjang retort pada saat sterilisasi. Posisi botol
yang tidak optimal saat proses cage loading, misalnya jumlah botol yang kurang
28
dalam satu layer atau terdapatnya botol dengan posisi miring dapat menyebabkan
cengkeraman terhadap botol di dalam keranjang tidak optimal. Hal tersebut dapat
menyebabkan sebagian botol tertindih beban yang terlalu berat atau terbanting
ketika keranjang diputar dalam proses sterilisasi. Selain itu, botol yang berada di
bagian samping keranjang lebih rentan terhadap penyok karena botol tersebut
terjepit di antara beban botol-botol lain dalam keranjang dengan rangka keranjang.
Perbedaan posisi botol dalam keranjang juga diduga dapat menyebabkan
perbedaan besarnya panas yang diterima oleh masing-masing botol. Botol yang
menerima panas lebih tinggi akan cenderung lebih mudah untuk terdeformasi.
Kejadian-kejadian tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah produk dengan
botol penyok yang dihasilkan.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hubbard MR. 2003. Statistical Quality Control for the Food Industry 3rd Edition.
New York (US): Kluwer Academic.
[ISO] International Organization for Standardization. 2015. ISO 9001:2015
Quality Management Systems: Fundamentals and vocabulary [Internet].
[Diakses pada 2018 Februari 17]. Tersedia pada https://www.iso.org/obp/ui/#
iso:std:iso:9000:ed-4:v1:en.
Jamali AS, Jinlin L. 2007. Average run length performance of shewart control
chart with interpretation rules using markov chain approach. Di dalam Chandio
AF, editor. IEEE International Conference on Control and Automation; 2007
Mei 30- Jun 1; Ghuangzhou, China. New Jersey (US): Institute of Electrical
and Electronics Engineering. p 2055-2059.
Jensen WA, Jones-Farmer LA, Champ CW, Woodal WH. 2006. Effect of
parameter estimation on control chart properties: a literature review. Journal of
Quality Technology 38 (4): 349-365.
Jones RM. 2009. Deformation Theory of Plasticity. Blacksburg(US): Bull Ridge
Publishing.
Kadoya T. 2012. Food Packaging. New York (US): Academic Press.
Lawson HW. 1995. Food Oils and Fats: Technology, Utilization and Nutrition.
New York (US): Springer Science and Business.
Lubliner J. 2008. Plasticity Theory. Chelmsford (US): Courier Corporation.
Merah N, Saghir F, Khan Z, Bazoune A. 2006. Effect of temperature on tensile
properties of HDPE pipe material. Plastics, Rubber and Composites 35(5):
226-230.
Montgomery DC. 2009. Introduction to Statistical Quality Control 6th Edition.
Hoboken (US): John Wiley and Sons.
[NPCS] Niir Project Consultancy Services. 2012. The Complete Technology Book
on Dairy & Poultry Industries With Farming and Processing (2nd Revised
Edition). New Delhi (IN): Niir Project Consultancy Services.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Keamanan,
Mutu Dan Gizi Pangan. 5 Oktober 2004. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4424.
Qiu P. 2014. Introduction to Statistical Process Control. New York (US): CRC
Press.
Ramaswamy HS, Marcotte M. 2005. Food Processing: Principles and
Applications. New York (US): CRC Press.
Ramesh MN. 2007. Pasteurization and Food Preservation. Di dalam: Rahman MS,
editor. Handbook of Food Preservation 2nd Edition. New York (US): CRC
Press.
Ranken MD. 2012. Food Industries Manual 23rd Edition. New York (US):
Springer Science and Business Media.
Robson GD. 2010. Continuous Process Improvement. New York (US): Simon and
Schuster.
Rudnev V, Loveless, Cook RL, Black M. 2002. Handbook of Induction Heating.
New York (US): CRC Press.
Singh RP, Heldman DR. 2014. Introduction to Food Engineering 5th Edition. New
York (US): Academic Press.
Tamime AY. 2009. Milk Processing and Quality Management. Hoboken (US):
John Wiley and Sons.
31
LAMPIRAN
33
Lampiran 2 Grafik kendali individual dan moving range laju kenaikan suhu filling
Laju kenaikan suhu 35
30
filling (oC/menit)
25 UCL
20
15 X
10
LCL
5
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan suhu filling retort A
10
UCL
8
Moving range
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan suhu filling retort A
30.0
Laju kenaikan suhu
filling (oC/menit)
25.0 UCL
20.0
15.0 X
10.0
5.0 LCL
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan suhu filling retort B
14
12
UCL
10
Moving range
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan suhu filling retort B
35
Lampiran 3 Grafik kendali individual dan moving range laju kenaikan suhu
mixing
5.02
Laju kenaikan suhu
mixing (oC/menit) 4.02
3.02 UCL
2.02 X
LCL
1.02
0.02
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot Produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan suhu mixing retort A
1.6
1.4
1.2
Moving range
1.0
UCL
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan suhu mixing retort A
5.00
Laju kenaikan suhu
4.50
mixing (oC/menit)
4.00
3.50 UCL
3.00 X
2.50
2.00
LCL
1.50
1.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan suhu mixing retort B
2.0
1.5
Moving range
1.0
UCL
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan suhu mixing retort B
36
Lampiran 4 Grafik kendali individual dan moving range laju kenaikan tekanan
mixing
1.3
Laju peningkatan
1.2
tekanan mixing
(bar/menit)
1.1 UCL
1.0
0.9 X
0.8 LCL
0.7
0.6
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan tekanan mixing retort A
0.30
0.25
Moving range
0.20
0.15 UCL
0.10
0.05
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan tekanan mixing retort A
1.3
Laju kenaikan tekanan
mixing (bar/menit)
1.2
1.1 UCL
1.0 X
0.9 LCL
0.8
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan tekanan mixing retort B
0.20
0.15
Moving range
UCL
0.10
0.05
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan tekanan mixing retort B
37
Lampiran 5 Grafik kendali individual dan moving range laju kenaikan suhu
heating
2.50
2.40 UCL
Laju kenaikan suhu
heating (oC/menit)
2.30
X
2.20
LCL
2.10
2.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot Produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan suhu heating retort A
0.30
0.25
Moving range
0.20
0.15
UCL
0.10
0.05
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan suhu heating retort A
2.50
Laju kenaikan suhu
heating (oC/menit)
2.40
UCL
2.30
X
2.20
LCL
2.10
2.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju kenaikan suhu heating retort B
0.25
0.20
Moving range
0.15
0.10 UCL
0.05
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju kenaikan suhu heating retort B
38
Lampiran 6 Grafik kendali individual dan moving range rata-rata tekanan heating
2.05
Rata-rata tekanan
2.04
heating (bar)
2.03 UCL
2.02
X
2.01 LCL
2.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual rata-rata tekanan heating retort A
0.025
0.020
Moving range
0.015
0.010
UCL
0.005
0.000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range rata-rata tekanan heating retort A
2.06
Tekanan heating (bar)
2.05
2.04 UCL
2.03
X
2.02
LCL
2.01
2.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual rata-rata tekanan heating retort B
0.020
0.015
Moving range
UCL
0.010
0.005
0.000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range rata-rata tekanan heating retort B
39
Lampiran 7 Grafik kendali individual dan moving range rata-rata suhu holding
122.5
121.7
LCL
121.5
121.3
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot Produksi
Grafik kendali individual rata-rata suhu holding retort A
0.60
0.50
Moving range
0.40
0.30
0.20 UCL
0.10
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range rata-rata suhu holding retort A
Rata-rata suhu holding
122.4
122.2 UCL
(oC)
122.0 X
121.8 LCL
121.6
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual rata-rata suhu holding retort B
0.5
0.4
Moving range
0.3
0.2 UCL
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range rata-rata suhu holding retort B
40
Lampiran 8 Grafik kendali individual dan moving range rata-rata tekanan holding
2.04
Rata-rata tekanan
2.03
holding (bar)
2.02
2.01
UCL
2.00
1.99 X
1.98
1.97 LCL
1.96
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual rata-rata tekanan holding retort A
0.040
0.035
0.030
Moving range
0.025 UCL
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range rata-rata tekanan holding retort A
2.03
Tekanan holding (bar)
2.02
2.01 UCL
2.00
1.99 X
1.98
1.97
1.96
LCL
1.95
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual rata-rata tekanan holding retort B
0.050
0.040
Moving range
0.030 UCL
0.020
0.010
0.000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range rata-rata tekanan holding retort B
41
Lampiran 9 Grafik kendali individual dan moving range laju penurunan suhu
cooling I
7.0
Laju penurunan suhu
cooling I (oC/menit) 6.8
UCL
6.6
6.4
X
6.2
6.0 LCL
5.8
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot Produksi
Grafik kendali individual laju penurunan suhu cooling I retort A
0.7
0.6
0.5
Moving range
0.4 UCL
0.3
0.2
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju penurunan suhu cooling I retort A
7.0
Laju penurunan suhu
cooling I (oC/menit)
6.8
6.6 UCL
6.4
6.2 X
6.0
LCL
5.8
5.6
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju penurunan suhu cooling I retort B
0.7
0.6
Moving range
0.5
0.4
UCL
0.3
0.2
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju penurunan suhu cooling I retort B
42
Lampiran 10 Grafik kendali individual dan moving range laju penurunan tekanan
cooling I
0.18
Laju penurunan tekanan
cooling (bar/menit)
0.17 UCL
0.16 X
0.15 LCL
0.14
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju penurunan tekanan cooling I retort A
0.014
0.012 UCL
0.010
Moving range
0.008
0.006
0.004
0.002
0.000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju penurunan tekanan cooling I retort A
0.18
Laju penurunan tekanan
cooling I (bar/menit)
0.17
UCL
0.16
X
0.15 LCL
0.14
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju penurunan tekanan cooling I retort B
0.020
0.015
Moving range
0.010 UCL
0.005
0.000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju penurunan tekanan cooling I retort B
43
Lampiran 11 Grafik kendali individual dan moving range laju penurunan suhu
cooling II
5.0
Laju penurunan suhu
cooling II (oC/menit) 4.5
UCL
4.0
X
3.5
LCL
3.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual laju penurunan suhu cooling II retort A
0.8
0.7
0.6
Moving range
0.5 UCL
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju penurunan suhu cooling II retort A
5.0
Laju penurunan suhu
cooling II (oC/menit)
4.5
UCL
4.0
X
3.5
LCL
3.0
2.5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot Produksi
Grafik kendali individual laju penurunan suhu cooling II retort B
0.7
0.6
0.5 UCL
Moving range
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range laju penurunan suhu cooling II retort B
44
Lampiran 12 Grafik kendali individual dan moving range suhu maksimal proses
Suhu maksimal (oC) 122.9
122.7
122.5
122.3 UCL
122.1 X
121.9
LCL
121.7
121.5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual suhu maksimal proses retort A
0.5
0.4
Moving range
0.3
UCL
0.2
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range suhu maksimal proses retort A
122.8
Suhu maksimal (oC)
122.6
122.4 UCL
122.2 X
122 LCL
121.8
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot Produksi
Grafik kendali individual suhu maksimal proses retort B
0.5
0.4
Moving range
0.3
UCL
0.2
0.1
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range suhu maksimal proses retort B
45
2.12
UCL
2.1
(bar)
X
2.08
LCL
2.06
2.04
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual tekanan maksimal proses retort A
0.05
0.04
Moving range
0.03
0.02 UCL
0.01
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range tekanan maksimal proses retort A
2.4
Tekanan maksimal
2.3
(bar)
2.2
2.1 UCL
X
LCL
2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali individual tekanan maksimal proses retort B
0.30
0.25
Moving range
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340
Lot produksi
Grafik kendali moving range tekanan maksimal proses retort B
46
RIWAYAT HIDUP