Anda di halaman 1dari 47

1.

Struktur makroskopis dan mikroskopis

Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk urin (ginjal) dan struktur-
struktur yang membawa urin dan ginjal keluar untuk dieliminasi dari tubuh. Ginjal
adalah sepasang organ berbentuk kacang dengan panjang 4-5 inci yang terletak di
belakang rongga abdomen (di antara rongga perut dan pinggang), satu di masing-
masing sisi kolumna vertebralis, sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal
mendapat satu arteri renalis dan satu vena renalis, yang masing-masing masuk dan
keluar ginjal di indentasi ginjal yang menyebabkan organ ini seperti kacang. Ginjal
bekerja pada plasma yang mengalir melaluinya untuk menghasilkan urin,
mengonservasi bahan-bahan yang akan dipertahankan di dalam tubuh dan
mengeluarkan bahan yang tidak diperlukan tubuh. 1

Gambar 1.1 Proyeksi ginjal (Ren) pada dinding tubuh dorsal 2

Bagian-bagian ginjal dan proyeksinya:

Polus superior: Vertebra thoracica Xll, Costa XI

Hilum: Vertebra lumbalis II

Polus inferior: Vertebra lumbalis III


Posisi ini hanya berlaku untuk ginjal kiri. Karena ukuran hepar, ginjal
kanan terletak sekitar setengah Vertebra lebih rendah. Polus superiornya terletak
tepat di bawah Costa Xl. Karena posisinya yang dekat dengan Diaphragma, posisi
kedua ginjal berubah ketika respirasi dan turun sekitar 3 cm sewaktu inspirasi.
Glandula suprarenalis berproyeksi di atas Caput costae Xl dan XII.1

Gambar 1.2 Posisi ginjal, Ren [Nephros], dan kelenjar anak ginjal, Glandula
suprarenalis, dalam rongga retroperitoneal; dilihat dari ventral. 1

Ginjal dan Glandula suprarenalis terletak di dalam rongga retroperitoneal,


di ventral M. psoas dan M. quadratus lumborum. Sistem Fascia: Permukaan ginjal
ditutup oleh Capsula fibrosa. Bersama dengan Glandula suprarenalis, ginjal
dilapisi oleh Capsula adiposa. Capsula adiposa dikelilingi oleh Fascia renalis. Di
medial dan inferior, Fascia renalis tetap terbuka untuk jalur Ureter dan pembuluh
darah. Lamina anterior fasciae renalis oleh para klinisi disebut sebagai Fascia
GEROTA.1
Kedekatan dengan saraf Plexus lumbalis: Di antara Fascia renalis pada area
Polus renalis inferior dan otot-otot dinding abdomen dorsal, N. iliohypogastricus
dan N. ilioinguinalis dari Plexus lumbosacralis turun. Kedua saraf ini
menginervasi kulit Regio inguinalis. N. genitofemoralis berjalan lebih kaudal
sehingga tidak memiliki kontak dengan ginjal, tetapi dengan Ureter. Lebih jauh ke
kranial, Nervus intercostalis Xl dan XII (Nervus intercostalis XII = N. subcostalis)
berjalan di bawah Costa bagian bawah di sepanjang sisi posterior ginjal.

Gambar 1.3 Ginjal, Ren [Nephros], dan kelenjar anak ginjal, Glandula
suprarenalis, sisi kiri dilihat dari ventral. 1

Ginjal yang berbentuk seperti kacang memiliki Polus superior dan inferior.
Hilum renale, yang terletak di antara Polus dan menghadap ke medial,
berhubungan dengan ruangan di dalam ginjal (Sinus renalis) dan berisi pembuluh
darah ginjal dan Ureter. Glandula suprarenalis berdekatan dengan Polus superior
ginjal. Tempat masuk pembuluh darah di garis medial terkadang disebut Hilum.1

Gambar 1.4 Ginjal, Ren Nephrosl, sisi kiri; dilihat dari ventral; setelah biseksi
vertical 1
Gambar 1.5 Ginjal, Ren Nephrosl, sisi kiri; dilihat
dari ventral; setelah biseksi vertical dan Pelvis renalis dibuka1

Ginjal terdiri dari Cortex (Cortex renalis) dan Medulla Medulla renalis).
Medulla dibagi lagi menjadi beberapa bagian yang, berdasarkan bentuknya,
disebut piramida ginjal (Pyramides renales). Columnae renales terletak di antara
piramida-piramida ginjal ini. Satu piramida dan area kortikal di dekatnya disebut
Lobus renalis. Batas antara 14 lobus tidak dapat dilihat pada permukaan ginjal
manusia dewasa. Ujung piramida (Papillae renales) memasuki Calices renales
majores dan minores untuk mengeluarkan urin (panah). Bersama dengan jaringan
adiposa dan pembuluh darah ginjal, Pelvis renalis terletak dalam Recessus
medialis parenkim ginjal (Sinus renalis).
Gambar 1.6 Ginjal, Ren [Nephros]; potongan transversal melalui Sinus renalis;
dilihat dari kaudal. 1

Korteks dan Medulla Ginjal

Potongan di garis tengah sagital ginjal (hemisected) memperlihatkan


gambaran korteks dan medula. Bagian korteks tampak berwarna coklat dan
granula, sedangkan medula terdiri atas 6-12 bagian berbentuk piramid, pucat, dan
bergaris (striated), bagian ini disebut pyramid ginjal. Dasar tiap piramid
menghadap korteks, membentuk batas kortikomedular. Sedangkan bagian puncak
pyramid (apeks), yang juga dikenal dengan nama papila renalis (papila ginjal),
menghadap ke hilus. Apeks ditembus oleh lebih dari 20 muara duktus papilaris
Bellini (ductus Bellini); bagian yang tampak seperti saringan ini disebut area
cribrosa. Bagian apeks piramid dikelilingi oleh bangunan seperti cangkir yang
disebut kaliks minor (minor calyx). Dua atau tiga kaliks minor yang bersebelahan
bergabung membentuk kaliks mayor (major calyx). Tiga atau empat kaliks mayor
membentuk bagian lebih besar yang mengosongkan isinya dalam pelvis renalis ,
bagian pelvis renalis ini ada yang melanjutkan diri menjadi bagian proksimal
ureter. Piramid ginjal dipisahkan satu sama lain oleh struktur yang serupa dengan
korteks, yaitu kolumna kortikalis Bertini (cortical columns of Bertin). 1

Bagian korteks yang menyelimuti dasar piramid disebut arkus korteks atau
lengkung korteks (cortical arch). Secara makroskopik, ada tiga struktur yang dapat
diamati pada korteks

1. Bagian berupa titik seperti granula berwarna merah, yaitu korpuskel ginjal
2. tubulus kontortus (tubulus bergelung), labirin korteks
3. garis-garis yang berjalan longitudinal, yaitu prosesus medula/berkas medulla
(prosesus Ferreini atau medullary ray), merupakan kelanjutan dari piramid ginjal
menjorok ke korteks. 1

Piramid ginjal, dengan arkus korteks dan kolumna kortikalisnya,


merupakan komponen yang menyusun satu lobus ginjal. Ginjal manusia
merupakan organ multilobus. Tiap berkas medula/medullary ray dengan bagian
labirin korteks di sekelilingnya membentuk lobulus ginjal, yang terus menjorok ke
medula membentuk struktur seperti kerucut. 2

Gambar 1.7 Cortex renalis; potongan mikroskopik, pembesaran 100 kali. 2


Gambar 1.8 A penampang segital ginjal memperlihatkan morfologi ginjal B,
Susunan nefron kortikal dan jukstamedular. 2

Unit Fungsional Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut tubulus uriniferus, struktur berupa saluran


bergelung, memproses cairan yang mengalir di dalamnya sampai di proses
pembuangan akhir (output) menjadi urin. Tubulus ini terdiri atas dua bagian,
masingmasing berasal dari jaringan embrional yang berbeda, nefron dan tubulus
pengumpul (collecting tubule). Ada sekitar 1, 3 juta nefron dalam tiap ginjal.
Beberapa bermuara pada satu tubulus pengumpul, dan beberapa tubulus
pengumpul bergabung pada bagian lebih dalam di medulla membentuk duktus
yang semakin lama semakin besar. Duktus terbesar adalah duktus papilaris Bellini
atau duktus Bellini, menembus papila renalis (papilla ginjal) pada bagian area
cribrosa.2

Tubulus uriniferus tersusun sangat padat, sehingga jaringan ikat stroma


ginjal hanya sedikit. Secara keseluruhan, tubulus uriniferus adalah epitel, tubulus-
tubulus ini dibatasi dari jaringan ikat stroma oleh lamina basalnya secara berselang
seling. Jaringan ikat tersebut mengandung banyak pembuluh darah yang memberi
suplai darah ke jaringan ginjal.1

Gambar 1.9 C, Tubulus uriniferus dengan vaskularisasi serta drainasenya. Nefron


jukstamedular menjorok lebih dalam ke medulla daripada nefron kortikal. 2

Nefron

Terdapat dua tipe nefron pada ginjal manusia: nefron kortikal yang pendek,
dan nefron jukstamedular yang panjang. Nefron kortikal dibagi menjadi dua
kelompok, nefron superfisial dan nefron midkortikal, kedua kelompok ini, tidak
ada yang mencapai medula. Sedangkan nefron jukstamedular, korpuskel renalnya
berada di korteks namun bagian tabularnya mencapai mendula. Lokasi spesifik
kedua tipe nefron itu, komposisi selular pada masing-masinglokasi, dan
pengaturan khusus antara masing-masing lokasi tersebut menyebabkan medula
terbagi menjadi 2 sub bagian, yaitu zona luar (outer zone) dan zona dalam (inner
zone). Zona luar medula dibagi lagi menjadi garis luar (outer stripe) dan garis
dalam (inner stripe). Kecuali diberi catatan khusus, semua yang dijelaskan ini
menjelaskan tentang nefron jukstaglomerular, walaupun hanya merupakan 15%
dari seluruh nefron.2

Tiap nefron juksta medular panjangnya kurang lebih 40 mm. Konstituen


dalam nefron mengalami mofikasi sehingga dapat menjalankan fungsi fisiologis
spesifik. Korpuskel ginjal (dengan glomerulus di dalamnya), melakukan filtrasi
cairan darah. Pada bagian tubular setelah itu (yaitu, tubulus proksimal, ansa Henle
segmen tipis, dan tubulus distal) terjadi proses modifikasi filtrat menjadi urin.2

Korpuskel Ginjal

Korpuskel ginjal, adalah struktur yang berbentuk oval sampai bulat dengan
diameter 200-250 μm, disusun oleh kapilar bergelung, glomerulus yang
mengalami invaginasi ke dalam kapsula Bowman yang berdilatasi dan membentuk
struktur seperti kantong, merupakan ujung proksimal nefron. Selama proses
tumbuh kembang, kapilar-kapilar dibentuk oleh ujung buntu bagian tubular nefron,
hampir seperti jika tangan ditekankan ke balon (yang sudah ditiup) sampai ke
ujung. Sehingga ruang dalam kapsula bowman yang disebut ruang Bowman atau
Bowman's space (ruang urinarius) menjadi berkurang volumenya. Glomerulus
melekat pada kapsula Bowman pars viseral yang disusun oleh modifikasi sel epitel
yang disebut podosit. Dinding luar yang mengelilingi ruang Bowman disusun oleh
epitel selapis gepeng (berdiri di atas lamina basal yang tipis), disebut lapisan
parietal (kapsula Bowman pars parietal).2

Bagian korpuskel ginjal tempat pembuluh darah masuk dan keluar disebut
kutub vaskular, sedangkan bagian muara pertemuan ruang Bowman dengan
tubulus proksimal disebut kutub urinarius. Glomerulus diperdarahi oleh arteriol
aferen glomerulus yang lurus dan pendek, sedangkan aliran darah baliknya dibawa
oleh arteriol eferen glomerulus; Glomerulusnya sendiri secara keseluruhan
merupakan bantalan kapilar. Meski diameter luar arteriol aferen lebih besar
daripada arteriol eferen, namun diameter lumennya kurang lebih sama ( dinding
arterial aferen lebih tebal).2

Arteriol eferen glomerulus memiliki tahanan lebih besar terhadap aliran


darah, menyebabkan tekanan kapilar glomerulus lebih tinggi daripada kapilar di
tempat lain.2

Cairan filtrat keluar menembus glomerulus masuk ke dalam ruang


Bowman melewati kompleks sawar filtrasi (filtration barrier) yang disusun oleh
dinding endotel kapilar, lamina basal endotel dan lapisan Bowman pars viseral.1

Gambar 1.10 Korpuskel ginjal dan apparatus jukstaglomerular 2

Filtrasi pada korpuskel renalis

Darah masuk ke glomerulus melalui arteriol glomerular aferen, bertemu


dengan tekanan yang berbeda, dimana tekanan darah intrakapilar lebih besar dari
tekanan cairan ruang Bowman, memaksa cairan dari kapilar masuk ke ruang
tersebut. Faktor tambahan, tekanan osmotik koloid protein darah, melawan cairan
yang masuk ke ruang Bowman, tapi efek akhirnya, yaitu kekuatan filtrasi, menjadi
tinggi (25 mm Hg). Cairan yang masuk ke ruang Bowman disebut ultrafiltrat
(glomerular).2

Terdapat tiga unsur sawar filtrasi (sel endotel, lamina basalis, celah filtrasi
atau diafragma), sehingga material selular dan makromolekul tidak dapat melewati
glomerulus; sehingga, ultrafiltrat sama dengan plasma (tanpa unsur
makromolekul).2

Molekul yang lebih besar dari 69.000Da (misalnya albumin) ditahan oleh
lamina basalis. Selain berat molekul, bentuk dan muatan molekul serta fungsi
sawar filtrasi, semua mempengaruhi kemampuan molekul melewati sawar filtrasi.
Karena sawar filtrasi bermuatan negatif, makromolekul yang bermuatan negatif
kurang mampu melewati sawar dibandingkan dengan makromolekul yang
bermuatan positif atau netral.2

Glomerulus

Glomerulus dibentuk oleh beberapa gelung anastomosis kapilar yang


berasal dari cabang arterial aferen glomerulus. Unsur jaringan ikat arterial aferen
tadi tidak ikut masuk menembus kapsula Bowmann, dan sel-sel jaringan ikatnya
berbeda dari sel-sel jaringan ikat pada umumnya, berupa sel khusus yang disebut
sel mesangial. Ada dua kelompok sel mesangial: sel mesangial ekstraglomerular
berada di kutub vaskular, dan sel mesangial interglomerular (seperti perisit) berada
dalam korpuskel ginjal. 2

Sel mesangial intraglomerular diduga memiliki kemampuan fagositosis dan


berfungsi dalam resorpsi pada lamina basal. Sel mesiangial juga dapat
berkontraksi karena memiliki reseptor untuk vasokonstriktor seperti angiotensin II
untuk mengurangi aliran darah glomerulus. Lebih lanjut, sel-sel ini bersama
dengan podosit dan membran basal glomerulus secara struktural menyokong
kapilar glomerulus. Glomerulus disusun oleh kapilar berpori yang sel endotelnya
tipis, kecuali di bagian yang mengandung inti; porinya tidak ditutup oleh
diafragma. Porinya besar, dengan diameter berukuran antara 70-90 nm; jadi,
kapilar di sini hanya menjadi barier terhadap elemenelemen darah dan
makromolekul yang diameternya lebih besar daripada pori.2

Lamina Basal

Lamina basal glomerulus (tebal-300), terdiri atas tiga lapisan. Lapisan


tengah, lamina densa, tebalnya sekitar 100 nm dan terdiri atas kolagen tipe IV,
disusun oleh rantai α3 α4, dan α5 (berbeda dengan tipe biasa yang disusun oleh
rantai α1 dan α2), lamina rara, lapisan dengan densitas elektron rendah,
mengandung laminin, fibronektin, dan proteoglikan polianionik terhidrasi tinggi,
tinggi, perlakan dan agrin, keduanya kaya akan heparin sulfat-terletak pada kedua
sisi lamina densa, Ada yang menamakannya lamina rara iterna, untuk lapisan yang
terletak di antara sel endotel kapilar dan lamina densa, dan lamina rara eksterna
untuk lapisan yang terletak di antara lamina densa dan kapsula Bowman pars
viseral. Fibronektin dan laminin membantu menjaga ikatan sel pedikel dan endotel
dengan lamina basal.2

Kapsula Bowman Pars Visceral

Kapsula Bowman pars viseral disusun oleh sel-sel epitel yang mengalami
modifikasi sehingga memiliki fungsi filtrasi yang sangat kuat. Sel-sel berukuran
besar ini disebut podosit, memiliki juluran sitoplasma panjang seperti tentakel,
yang disebut prosesus primer, yang berjalan sejajar dengan aksis longitudinal
kapilar glomerulus, namun tidak menempel. Masing-masing prosesus primer
memiliki banyak juluran yang disebut dengan prosesus sekunder atau dikenal
dengan pedikel yang tersusun rapi. Hampir semua kapilar glomerulus diselimuti
seluruh permukaannya oleh pedikel, karena pedikel tersusun secara interdigitasi
dengan pedikel di sebelahnya yang berasal dari prosesus primer podosit lain. 2

Pedikel memiliki glikokaliks yang sempurna disusun oleh sialoprotein


bermuatan negatif podokalsin (podocalyxin) dan podoendin (podoendin). Pedikel
menduduki lamina rara eksterna. Sitoplasmanya mengandung sedikit organel
namun memiliki mikrotubul dan mikrofilamen. Interdigitasi antar pedikel
menyebabkan terbentuknya celah sempit, dengan lebar 20-40 nm, yang disebut
dengan celah filtrasi (filtration slits). Celah filtrasi tidak terbuka sempurna;
melainkan dilapisi oleh diafragma tipis, disebut difragma celah (slit diaphragma)
yang membentang antara pedikel yang bersebelahan dan berlaku sebagai sawar
(barrier) filtrasi. Diafragma celah memiliki pusat berupa batang, di kedua sisi
batang tersebut terdapat barisan pori seluas 14 nm2. Badan sel podosit
mengandung organel sel seperti biasa. Tedapat inti dengan bentuk irregular, juga
reticulum endoplasma kasar atau rough endoplasmic reticulum (RER), apparatus
golgi, dan banyak ribosom bebas.2

Tubulus Proksimal

Cairan ultrafiltrat dari Ruang Bowman (Bowman's space) dialirkan menuju


tubulus proksimal melalui kutub tubular (kadang disebut leher tubulus proksimal,
sering diabaikan pada manusia), yang merupakan penghubung antara ruang
Bowman dan tubulus proksimal. Di kutub tubular ini, epitel gepeng selapis
kapsula Bowman pars parietal bergabung dengan epitel kuboid selapis tubulus
proksimal. Tubulus proksimal menyusun sebagian besar korteks ginjal,
diameternya kurang lebih 60 μm dan panjangnya sekitr14 mm. Tubulus ini terbagi
atas bagian yang sangat bergelung (pars kontortus) dan bagian yang lurus (pars
rektus). Bagian yang bergelung disebut juga tubulus kontortus proksimal, terletak
di dekat korpuskel ginjal. Sedangkan bagian yang lurus disebut tubulus rektus
proksimal atau ansa Henle segmen tebal pars desendens, yang turun masuk ke
dalam prosesus medula (medullary ray atau prosesus Ferreini) di daerah korteks
dan di daerah medula menyatu dengan lengkung Henle (loop of Henle) pada
pertemuan daerah garis luar dan garis dalam. 2

Jika diamati dengan mikroskop cahaya, tubulus kontortus proksimal


disusun oleh epitel kuboid selapis dengan granula sitoplasma eosinofilik. Sel-sel
nya memiliki paras sikat (brush border) yang padat dan prosesus lateral dengan
sistem saling mengunci dan menjalin dengan kompleks. Sehingga membran lateral
sel biasanya tidak dapat dilihat dengan jelas jika menggunakan mikroskop cahaya.
Tinggi sel bervariasi sesuai status fungsionalnya dari kuboid rendah sampai
kuboid.2

Metode dan kecepatan fiksasi mempengaruhi tampilan morfologi


mikroskopik tubulus kontortus proksimal karena lumennya selalu terbuka akibat
tekanan cairan. Fiksasi yang baik, idealnya menampilkan gambaran lumen yang
terbuka lebar dan kosong serta paras sikat tidak menggumpal. Namun potongan
parafin umumnya memperlihatkan gambaran lumen yang sebagian besar tertutup;
paras sikat bergelombang dan kusut; beberapa inti terlihat terletak di basal sel pada
potongan melintang; dan membran lateral sel tidak jelas. Sel-sel kuboid berada di
atas membran basal yang terbentuk sempurna, dapat dengan mudah terlihat dengan
pewarnaan reaksi periodic acid-Schiff (PAS). Tiap potongan melintang 1 tubulus
terdiri atas 10-20 sel, tetapi karena sel-selnya besar, umumnya hanya terlihat 6-8
inti saja.2
Gambar 1.11 Tubulus uriniferus dan morfologi potongan melintangnya. 1

Berdasarkan gambaran ultrastruktur untuk komponen selnya, tubulus proksimal


dibagi lagi berdasarkan 3 bagian lokasi sel:

a. 2/3 bagian awal dari tubulus kontortus (tubulus bergelung), disebut sebagai
daerah S1
b. Bagian tersisa dari tubulus kontortus (tubulus bergelung) dan sebagian besar
ansa Henle segmen tebal pars desendens (tubuh rektus), disebut sebagai daerah S2
c. Bagian sisa dari ansa Henle segmen tebal pars desendens (tubulus rektus),
disebut sebagai daerah S3
Sel-sel di daerah S1 memiliki mikrovili yang panjang (1,3-1,6 μm), dan
tersusun rapat serta sistem kaveol intermikrovili (caveolae) yang dikenal sebagai
kanalikuli apikal. Kanalikuli ini meluas sampai ke dalam sitoplasma apikal. Sistem
ini lebih panjang selama proses aktif diuresis, yang menunjukkan bahwa fungsinya
adalah meresorpsi protein saat bersihan tubular (tubular clearing) pada ultrafiltrat
glomerular. Mitikondria, apparatus Golgi, dan komponen-komponen sel normal
lainnya, dapat ditemukan pada sel-sel S1 ini. Dengan pengamatan lebih rinci,
ditemukan bahwa prosesus lateral dan basal dapat memanjang sampai hampir
seluruh ketinggian sel. Prosesus ini panjang dan sempit dan biasanya memiliki
mitokondria tubular yang memanjang.2

Sel-sel di daerah S2 serupa dengan sel-sel di daerah S1, namun memiliki


lebih sedikit mitokondria dan kanalikuli apikal, serta lebih rendah.3

Sel-sel di daerah S3 merupakan sel kuboid rendah dengan sedikit


mitokondria. Sel-sel ini hanya memiliki prosesus interselular yang jarang-jarang
dan tidak mempunyai kanalikuli apikal. 2

Sekitar 67%-80% natrium, klorida (C1-), dan air diresorpsi dari cairan
ultrafiltrat glomerular dan dibawa ke jaringan ikat stroma oleh sel-sel tubulus
proksimal. Natrium dipompa secara aktif keluar sel pada membran basolateral oleh
pompa natrium yang berhubungan dengan Natrium-Kalium adenosine trifosfatase
(Na+, K+-ATPase). Ion Natrium (Na+) diikuti oleh klorida untuk menjaga agar
muatan tetap netral dan diikuti juga oleh air untuk menjaga keseimbangan tekanan
osmotik. Air melewati channel aquaporin-1 yang berada di membran basolateral
sel. Sedangkan semua glukosa, asam amino, dan protein yang terkandung dalam
cairan ultrafiltrat glomerular diresorpsi oleh vakuol apparatus endositik sel tubulus
proksimal. Tubulus proksimal juga mengeliminasi larutan organik, obat, dan
toksin yang harus segera diekskresikan dari tubuh.3

Reabsorpsi di Tubulus Proksimal


Ultrafiltrat meninggalkan ruang Bowman melalui kutub/polus urinarius
untuk masuk ke tubulus kontortus proksimal, saat dimulainya modifikasi cairan.
Materi diresorpsi dari lumen tubulus proksimal masuk ke sel epitel tubular,
kemudian dieksositosis ke jaringan ikat interstisial. Disini substansi yang
diresorbsi tersebut masuk ke jejaring kapilar peritubular dan kembali ke tubuh
melalui aliran darah.3

Hampir semua proses resorpsi materi dari ultrafiltrat terjadi di tubulus


proksimal. Dalam keadaan normal, jumlah berikut ini diabsorpsi di tubulus
proksimal: 100% protein, glukosa, asam amino, dan kreatinin; hampir 100% ion
bikarbonat; 67%-80% ion natrium dan klorida; dan 67%-80% air.3

Pompa natrium yang diperantarai oleh Na+, K+-ATPase- pada basolateral


membran plasma sel tubulus proksimal memompa natrium ke interstisium ginjal.
Pergerakan ion natrium keluar dari sel pada membran basolateral menyebabkan
natrium pada lumen tubulus meninggalkan ultrafiltrat dan masuk ke sel melalui
bagian apikal membrane sel. Seluruh perpindahan natrium terjadi dengan cara ini
dari ultrafiltrat ke jaringan ikat pada ginjal. Untuk mempertahankan muatan
elektrik tetap netral, ion klorida secara pasif masuk mengikuti natrium.
Selanjutnya untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, air secara pasif masuk
mengikuti natrium (dengan cara osmosis).3

Sebagai tambahan terdapat pompa yang membutuhkan energi, yang


terletak di apikal plasmalema sel tubulus proksimal, berperan sebagai kotranspor
asam amino dan glukosa dengan natrium kedalam sel untuk dikeluarkan ke
interstisium ginjal. Protein, terbawa ke dalam sel dengan vesikel pinositotik,
didegradasi oleh enzim hidrolitik di dalam endosom akhir.3

Setiap hari, sebanyak 140g glukosa, 430g natrium, 500g klorida, 300g
bikarbonat, 18g ion kalium, 54g protein dan 142L air dipertahankan oleh tubulus
proksimal ginjal.3
Tubulus proksimal juga mengeluarkan substansi tertentunke dalam lumen
tubulus, yaitu hidrogen, amonia, fenol merah, asam hipurat, asam urat, basa
organik dan etilendiamintetraasetat dan juga obat-obatan seperti penisilin.3

Ansa Henle Segmen Tipis

Ansa Henle segmen tebal pars desendens (tubulus rektus proksimal)


melanjutkan diri menjadi ansa Henle segmen tipis. Segmen tipis yang secara
keseluruhan berdiameter 15-20 μm ini, disusun oleh epitel gepeng selapis dengan
tinggi kurang lebih 1,5-2 μm. Panjang segmen tipis ini bervariasi sesuai dengan
letak nefron. Pada nefron kortikal, panjang segmen tipis hanya 1-2 mm, atau ada
juga yang sama sekali tidak ada. Nefron jukstamedular lebih panjang, yaitu 9-10
mm dan memiliki lengkung seprti lengkungan pada jepitan rambut yang menjorok
masuk jauh ke bagian medula. Bagian segmen tipis yang merupakan kelanjutan
dari ansa Henle segmen tebal pars desendens (tubulus rektus proksimal) disebut
ansa Henle segmen tipis pars desendens, bagian yang menyerupai lengkung jepit
rambut adalah lengkung Henle (ansa Henle), dan bagian yang menghubungkan
bagian lengkung dengan tubulus distal disebut ansa Henle segmen tipis pars
asendens.3

Inti sel penyusun ansa Henle segmen tipis, menonjol ke arah lumen;
sehingga dalam sediaan blok parafin, tampilannya seperti kapilar yang terpotong
melintang. Perbedaannya dengan kapilar adalah sel-sel epitelnya sedikit lebih
tinggi, inti terwarna kurang padat, dan dalam lumen tidak ada sel darah.3

Ultrastruktur sel epitel penyusun segmen tipis ini seperti biasa, terdapat
beberapa mikrofili yang pendek gemuk pada permukaan lumen dan beberapa
mitokondria di sitoplasma di sekeliling inti. Banyak prosesus menjulur dari bagian
basal mengadakan interdigitasi dengan sel di sebelahnya.3

Keempat tipe sel penyusun ansa Henle di lokasi yang berbeda ini dapat
dibedakan berdasarkan ultrastrukturnya. Ansa Henle segmen tipis pars desendens
memiliki permebilitas yang tinggi terhadap air, karena terdapat banyak kanal air
aquaporin-1, yang permeable terhadap urea, natrium, klorida, dan ion-ion lainnya.
Perbedaan utama antara segmen tipis pars asendens dengan pars desendens adalah
bahwa pars asendens hanya memiliki permeabilitas sedang terhadap air. Perbedaan
yang nyata sehubungan dengan permeabilitas terhadap air ini akan didiskusikan
kemudian. 3

Tabel 1.1 Macam-macam sel penyusun ansa henle segmen tipis 3

Tubulus Distal

Tubulus distal dibagi menjadi bagian yang lurus (parsrektus) dan bagian
yang bergelung (pars kontortus). Bagian yang lurus merupakan kelanjutan dari
ansa Henle segmen tipis pars asendens, juga dikenal dengan nama ansa Henle
segmen tebal pars asendens atau tubulus rektus distal. Sedangkan bagian yang
bergelung disebut juga tubulus kontortus distal. Ada struktur khusus yang berada
di peralihan bagian lurus dengan bagian bergelung, yang disebut makula densa,
merupakan modifikasi sel-sel tubulus distal.3

Ansa Henle segrnen tebal pars asendens panjangnya kurang lebih 9-10 mm
dengan diameter sekitar 30-40 μm. Bagian ini menghubungkan ansa Henle segmen
tipis pars asendens di daerah garis dalam medula dan terus naik melewati medulla
mencapai korteks. Epitel kuboid selapis yang membentuk ansa Henle segmen tebal
pars asendens ini memiliki inti di tengah, berbentuk bulat sampai oval dan sedikit
mikrovili yang pendek seperti drum stick (club-shaped). Meskipun bagian lateral
sel berinterdigitasi satu sama lain, namun hubungan antar sel yang bersebelahan
itu masih belum terungkap sejelas tubulus kontortus proksimal. Interdigitasi di
daerah basal lebih luas, dan jumlah mitokondria sel ini lebih banyak daripada
tubulus kontortus proksimal. Lebih lanjut, sel-sel ini membentuk zonula okludens
(zonulae occludentes) yang sangat efisien dengan sel di sebelahnya.3

Ansa Henle segmen tebal pars asendens tidak permeable terhadap air dan
urea. Sebagai tambahan, sel-selnya memiliki pompa klorida (kemungkinan juga
natrium) yang berfungsi dalam transport aktif klorida (dan natrium) dari
lumennya. Saat cairan filtrat mencapai korteks ginjal dalam lumen tubulus distal,
konsentrasi garamnya rendah dan konsentrasi ureanya tetap tinggi. Sel-sel ini juga
merupakan pabrik protein Tamm-Horsfall, yang dilepaskan ke lumen ansa Henle
segmen tebal pars asendens untuk mencegah pembentukan batu ginjal.3

Saat ansa Henle segmen tebal pars asendens berjalan dekat korpuskel
ginjalnya sendiri, maka ansa Henle tersebut berada di antara arterial aferen dan
eferen glomerulus. Di daerah ini, tubulus distal diberi nama makula densa. Karena
sel macula densa tinggi dan langsing, maka inti selnya terlihat jauh lebih rapat
daripada inti sel tubulus distal di lokasi lain.3

Tubulus kontortus distal tidak panjang, (hanya 4-5 mm saja) dengan


diameter keseluruhan 25-45 μm. Jika dibandingkan dengan tubulus kontortus
proksimal, pada sediaan parafin, lumen tubulus ini tampak terbuka lebar, dengan
granula sitoplasma lebih pucat, dan karena selnya lebih langsing maka lebih
banyak inti yang terlihat pada potongan melintang tubulus. Ultrastruktur sel ini
memperlihatkan sitoplasma yang jernih dan pucat, dengan sedikit mikrovili apikal
yang tumpul. Inti kurang lebih berbentuk bulat dan terletak apikal, memiliki satu
atau dua anak inti padat. Jika dibandingkan dengan ansa Henle segmen tebal pars
asendens, mitokondria kurang banyak, dan interdigitasi basal kurang luas.3

Karena tubulus kontortus distal jauh lebih pendek daripada tubulus


kontortus proksimal, maka potongan korteks ginjal manapun akan memperlihatkan
lebih banyak potongan tubulus kontortus proksimal daripada tubulus kontortus
distal.3

Perbandingan tubulus kontortus proksimal dengan tubulus kontortus distal


pada satu korpuskel ginjal adalah 7:1.

Tubulus kontortus distal umumnya naik sedikit di atas korpuskelnya dan


bermuara pada bagian melengkung ductus koligens.

Serupa dengan ansa Henle segmen tebal pars asendens, tubulus kontortus
distal juga tidak permeabel terhadap air dan urea. Namun pada plasmalema
basolateral sel ini, berlangsung aktivitas Na+, K+-ATPase yang tinggi,
menggerakkan pompa pertukaran natriumkalium. Sebagai respons terhadap
hormon aldosteron, sel-sel ini secara aktifmeresorpsi hampir semua sisa natrium
(dan resorpsi klorida secara pasif) dari lumen tubulus ke jaringan interstisial ginjal.
Selanjutnya, kalium dan ion hidrogen secara aktif disekresi ke dalam lumen, hal
ini untuk mengontrol kadar kalium cairan ekstraselular tubuh dan selanjutnya juga
mengontrol keasaman urin.3

Ansa Henle dan Sistem Pengganda Berlawanan Arah

Osmolaritas ultrafiltrat glomerular sama dengan darah. Osrnolaritas ini


tidak diubah oleh tubulus proksimal karena air meninggalkan lumen sebagai
respon atas pergerakan ion. Bagaimanapun, tekanan osmotik urin berbeda dengan
darah. Perbedaan tekanan osmotik dibentuk oleh bagian lain dari tubulus
uriniferus. Osmolaritas dan volume urin bervariasi, mengindikasikan bahwa ginjal
dapat mengatur faktor ini.3

Gradien osmolaritas meningkat dari perbatasan kortikomedular ke bagian


dalam medula, dipertahankan di interstisium medula ginjal. Ansa Henle nefron
jukstamedular membantu tidak hanya membentuk gradien osmotik tapi juga
mempertahankannya melalui system pengganda berlawanan arah (countercurrent
multiplier system). Sel pada ansa Henle segmen tipis pars desenden sangat
permeabel terhadap air dan garam. Oleh sebab itu, pergerakan air bereaksi
terhadap tekanan osmotik dari lingkungan mikro sekitrnya. Ansa Henle segmen
tipis pars asenden relatif tidak permeabel terhadap air, tapi garam dapat masuk dan
keluar tubulus tergantung dari kondisi interstisium. Sangat penting untuk dipahami
bahwa pada titik ini, urea memasuki lumen ansa Henle segmen tipis.3

Ansa Henle segmen tebal pars asenden impermeable terhadap air, namun
pompa klorida secara aktif memindahkan ion klorida dari lumen tubulus dan ion
ini masuk ke interstisium ginjal. Ion natrium mengikuti secara pasif (walaupun ada
beberapa yang mengatakan terdapat pompa natrium) untuk mempertahankan
muatan elektrik dalam keadaan netral. Makin naik filtrat maka ion makin sedikit;
oleh sebab itu jumlah garam yang berpindah ke interstisium menurun. Jadi,
gradien konsentrasi garam terbentuk dimana osmolaritas interstisial tertinggi
berada di dalam medula, dan osmolaritas intersisial makin menurun ke arah
korteks.3

Gambar 1.12 Histofisiologi tubulus uriniferus.3

Karena medula terdiri atas ansa Henle segmen tebal dan tipis (pars asenden
dan pars desenden) dan duktus koligens, gradien osmolaritas yang terbentuk akan
menyebar dan berdampak sama pada seluruh tubulus. Oleh sebab itu, kita dapat
menyimpulkan pergerakan ion dan air dimulai sebagai ultrafiltrat yang isotonik
dengan darah sewaktu meninggalkan tubulus proksimal pars rekta.2

Saat ultrafiltrat berada pada ansa Henle segmen tipis pars desenden,
ultrafiltrat mulai kehilangan air (mengurangi volume dan meningkatkan
osmolaritas), bereaksi terhadap gradien osmotik interstisium, sehingga filtrat
intraluminal lebih kurang seimbang dengan jaringan ikat sekitarnya.2

Cairan dengan osmolaritas tinggi ini naik ke ansa Henle segmen tipis pars
asenden, yang sebagian besar impenneabel terhadap air tapi tidak terhadap garam.
Sehingga volume ultrafiltrat tidak berubah (artinya volume ultrafiltrat sama saat
meninggalkan dan masuk ansa Henle segmen tipis pars asenden) tapi osmolaritas
ultrafiltrat dalam tubulus menyesuaikan dengan osmolaritas intertsisium.2

Cairan yang masuk ke ansa Henle segmen tebal pars asenden melewati
daerah yang tidak permeable terhadap air, namun memiliki pompa klorida, yang
mengeluarkan ion klorida dari lumen, diikuti secara pasif (bisa juga aktif) oleh ion
natrium. Karena air tidak dapat meninggalkan lumen, cairan ultrafiltrat menjadi
hipotonik namun volumenya tetap stabil saat berjalan ke atas dalam ansa Henle
segmen tebal pars asenden menuju korteks. Ion klorida dan natrium yang dibawa
keluar dari lumen ansa Henle segmen tebal pars asenden ke jaringan ikat
bertanggung jawab dalam menjaga kestabilan gradien konsentrasi dalam
interstisial ginjal di zona luar medula.2

Aparatus Jukstaglomerular

Aparatus jukstaglomerular terdiri atas makula densa (bagian dari tubulus


distal), sel-sel jukstaglomerular (bagian dari arterial aferen glomerulus terdekat,
dan ada juga di arterial eferen), dan sel-sel mesangial ektraglomerular (atau
Polkissen, sel lacis, atau bantal kutub).2

Sel-sel makula densa tinggi, langsing, dan pucat dengan inti di sentral.
Karena sel-sel ini langsing, inti yang terwarna padat terlihat berdekatan, bersama-
sama, dengan mikroskop cahaya inti-inti tersebut terlihat sebagai bercak padat.
Dengan mikroskop elektron, terlihat banyak mikrovili, mitokondria kecil, dan
badan golgi terletak di bawah inti (infranuclear).2

Sel-sel jukstaglomerular, merupakan modifikasi sel-sel otot polos tunika


media arterial aferen (dan, terkadang eferen) glomerulus. Sel-sel ini memiliki
banyak sekali persarafan serat saraf simpatis. Inti sel nya bulat, tidak memanjang.
Sel jukstaglomerular mengandung granula spesifik yang ternyata merupakan
enzim protealitik bernama renin. Angiotensin-converting enzyme (ACE),
angiotensin I, dan angiotensin II juga terdapat pada sel ini.2

Sel jukstaglamerular dan makula densa memiliki hubungan geagrafik yang


spesial karena lamina basal yang normalnya terdapat pada epitel dan jaringan lain,
tidak ditemukan di lokasi ini, sehingga terjadi kantak yang sangat erat antara sel-
sel makula densa dengan sel-sel aparaus jukstaglamerular.2

Sel mesangial ekstraglamerular, adalah anggota ketiga penyusun apparatus


jukstaglamerular, menempati ruangan yang dibatasi aleh arterial aferen, makula
densa, arterial eferen dan kutub vaskular karpuskel ginjal. Sel-sel mesangial
terkadang mengandung granula dan mungkin berhubungan dengan sel mesangial
intraglomerular.2

Pemantauan Filtrat pada Aparatus Juksta Glomerular

Sel makula densa bertugas mengawasi volume dan konsentrasi filtrat. Bila
konsentrasi natrium di bawah ambang batas, sel macula densa akan melakukan dua
hal berikut:

a. Dilatasi arterial aferen glomerulus sehingga meningkatkan aliran darah ke


glomerulus
b. Memerintahkan sel jukstaglomerular untuk mengeluarkan enzim renin ke dalam
sirkulasi.

Enzim renin mengubah angiotensinogen yang dalam keadaan normal


berada dalam aliran darah, menjadi angiotensin I dekapeptida yang bersifat
vaskonstriktor ringan. Pada kapilar paru, ginjal dan organ lain di tubuh (namun
tidak sebanyak di paru), angiotensin-converting enzyme (ACE) mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II, yakni hormon oktapeptida dengan berbagai
efek biologis. Sebagai vasokonstriktor kuat, angiotensin II mengurangi diameter
lumen pembuluh darah sehingga menyebabkan konstriksi arteriol eferen
glomerulus dan kemudian meningkatkan tekanan dalam glomerulus.2

Peningkatan tekanan intraglomerular bersamaan dengan peningkatan


volume aliran darah, mengakibatkan peningkatan laju filtrasi glomerulus dari
volume darah yang lebih banyak. Angiotensin II juga mempengaruhi korteks
adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, hormon yang bekerja pada sel tubulus
kontortus distal untuk meningkatkan resorpsi ion natrium dan klorida.2

Duktus Koligens (Collecting Tubules atau Tubulus Pengumpul)

Duktus koligens bukan merupakan bagian nefron. Saluran ini berasal dari
jaringan embryologi yang berbeda, dan baru pada tahap perkembangan selanjutnya
bergabung dengan nefron membentuk struktur yang kontinu. Tubulus kontortus
distal dari beberapa nefron bergabung membentuk saluran pendek, yaitu tubulus
penghubung (connecting tubule) yang kemudian bermuara pada duktus koligens
(collecting tubule). Cairan yang masuk ke dalam duktus koligens dimodifikasi dan
dialirkan ke papilla medul. Panjang duktus koligens kurang lebih 20 mm dan
ditemukan di tiga lokasi:

a. Kortikal
b. Medular
c. Papilar

Duktus koligens kortikal terletak di prosesus medula (prosesus Ferreini)


dan disusun oleh dua tipe sel kuboid:

a. Sel-sel Prinsipal
b. Sel-sel interkalaris
Sel-sel prinsipal memiliki inti oval dan terletak sentral, sedikit mitokondria,
serta mikrovili pendek dan jarang. Membran basal sel memiliki banyak lipatan.
Sedangkan membran lateral selnya tidak memiliki lipatan, sehingga dapat terlihat
jelas dengan menggunakan mikroskop cahaya. Sel-sel ini memiliki banyak kanal
aquaporin-2 yang sangat sensitive terhadap hormon anti-diuretik/ antidiuretic
hormone (ADH) dan membuatnya permeabel terhadap air.3

Sel-sel interkalaris memiliki banyak vesikel apical berdiameter 50-200 nm,


mikroplika di plasmalema apikal, dan banyak mitokondria. Inti selnya bulat dan
terletak di tengah. Ada dua tipe sel interkalaris: tipe A, yang membrane lumen
selnya memiliki H+-ATPase yang berfungsi membawa ion H+ ke dalam lumen
tubulus sehingga membuat urin menjadi asam; tipe B, yang membran basolateral
selnya memiliki H+ -ATPase juga, namun memiliki fungsi lain yaitu meresorpsi
ion H+ dan sekresi HCO3-.3

Duktus koligens medular memiliki ukuran yang lebih besar karena


terbentuk dari gabungan beberapa ductus koligens kortikal. Duktus koligens yang
berada di zona luar medula dengan yang berada di korteks sama-sarna memiliki sel
prinsipal dan sel interkalaris, sedangkan yang berada di zona dalam medulla hanya
memiliki sel prinsipal.3

Duktus papilaris Bellini, masing-masing dibentuk oleh pertemuan beberapa


duktus koligen medular. Duktus ini besar, dengan diameter 200-300 μm, dan
bermuara pada area cribrosa (daerah seperti saiingan) papila ginjal untuk
kemudian dialirkan ke dalam kaliks minor. Duktus ini hanya disusun oleh sel-sel
principal kolumnar tinggi.3

Duktus koligens bersifat impermeabel terhadap air. Namun jika ada ADH,
menjadi permeabel terhadap air (dan sampai batas tertentu, juga urea). Sehingga
tanpa adanya ADH urine menjadi sangat banyak dan hipotonik, sedangkan jika ada
ADH, volume urin sedikit dan pekat.3
Hilangnya Air dan Urea dari Filtrat pada Duktus Koligen

Filtrat yang meninggalkan tubulus kontortus distal dan masuk ke duktus


koligen bersifat hipotonik. Saat ductus koligen melewati medula untuk mencapai
area kribrosa, duktus ini mempunyai gradien osmotik yang sama dengan ansa
Henle segmen pars asenden dan desenden. Bila hormon antidiuretik (ADH) tidak
ada, sel ductus koligen dan tubulus kontortus distal menjadi impermeable terhadap
air (lihat Gambar 19-20). Oleh sebab itu filtrate atau urin tidak dimodifikasi pada
duktus koligen dan urin tetap encer (hipotonik).3

Dibawah pengaruh (ADH), sel duktus koligen (dan tubulus kontortus distal
pada hewan selain manusia dan monyet), menjadi lebih permeabel terhadap air dan
urea.3

Saat filtrat dalam duktus koligen turun menuju medulla dan akan
berhadapan dengan perbedaan tekanan osmotic yang diatur oleh ansa Henle
(hairpinlike loops) dan vasa rekta, dan air meninggalkan lumen duktus koligen
untuk memasuki interstisium. Jadi dengan adanya ADH, urin menjadi lebih
terkonsentrasi dan hipertonik.3

Sebagai tambahan, konsentrasi urea menjadi sangat meningkat dalam


lumen duktus koligen dan dengan adanya ADH, urea secara pasif masuk ke
interstisium medula bagian dalam. Jadi gradien konsentrasi interstisium ginjal
pada medula bagian dalam lebih disebabkan oleh adanya urea daripada natrium
dan klorida.3

Kerja ADH dipercaya tergantung kepada reseptor V2 yang terletak pada


basolateral membran plasma sel prinsipal duktus koligen. Ketika ADH berikatan
dengan reseptor V2, maka akan terjadi hal berikut:3

a. Protein GS akan diaktivasi


b. Adenilat siklase akan menghasilkan cyclic adenosine monophosphate (cAMP).
c. Kanal aquaporin-2 (AQP2) akan masuk ke membrane plasma luminal (tabel
19-3)
d. Air dari lumen duktus koligen masuk ke dalam sel
e. Air meninggalkan sel melalui kanal aquaporin 3 (AQP 3) dan aquaporin 4
(AQP 4) (selalu ada pada basolateral membran sel) untuk masuk ke
interstisium ginjal.

URETER, KANDUNG KEMIH & URETHRA

Urine diangkut oleh ureter ke kandung kemih tempat urine disimpan sampai
dikeluarkan selama miksi melalui urethra. Kaliks, pelvis renalis, ureter dan
kandung kemih memiliki struktur dasar histologis yang sama dengan dinding yang
semakin tebal saat mendekati kandung kemih. Mukosa organorgan ini dilapisi oleh
epitel transisional unik berlapis atau urothelium. Epitel ini dikelilingi oleh lamina
propria dan submukosa yang terlipat, diikuti dengan sarung jalinan lapisan otot
polos dan tunica adventitia. Urine bergerak dari pelvis renalis ke kandung kemih
karena kontraksi peristaltik. Urothelium terdiri atas tiga lapisan berikut:

a. selapis sel basal yang terletak pada membran basal yang sangat tipis

b. Regio peralihan yang terdiri atas satu atau beberapa lapis sel yang lebih
kolumnar

c. Sebuah lapisan superfisial sel bulbosa polihedral yang sangat besar yang
disebut umbellocytus (umbrella ceII) yang terkadang berinti dua atau
multinuklear dan sangat terdiferensiasi melindungi sel-sel di bawahnya dari
efek sitotoksik urine hipertonik.2

Umbellocytus khususnya berkembang baik dalam kandung kemih di mana


kontak dengan urine paling mencolok. Sel-sel tersebut berdiameter hingga 100
μm, memiliki kompleks taut antarsel yang luas dan mengelilingi membran apikal
yang unik. Sebagian besar permukaan apikal terdiri atas membran unit asimetris,
dengan area lapisan lipid luar yang tampak dua kali lebih tebal daripada lapisan di
dalam. Regio tersebut merupakan "rakit" lipid (lipid rafts) yang mengandung
sebagian besar protein membran integral yang disebut uroplakin yang terakit
menjadi susunan parakristalin plak kaku berdiameter 16 nm. Urine terutama
berkontak dengan piak membran tersebut yang bersifat impermeabel dan
melindungi sitoplasma dan sel-sel di bawahnya dari efek hiperosmotik. Plak
dihubungkan bersama-sama oleh area membran khusus yang lebih sempit. Bila
kandung kemih kosong, bukan hanya mukosa yang sangat terlipat, melainkan
juga setiap umbellocytus mengurangi luas permukaan apikalnya dengan melipat
membran di domain hubungannya dan menginternalisasi plak yang terlipat berupa
vesikel diskoid. Sewaktu kandung kemih terisi lagi, vesikel diskoid menyatukan
lagi membran apikalnya, yang meningkatkan luas permukaannya sewaktu sel
berubah bentuk dari bulat menjadi pipih. Urothelium menjadi lebih tipis,
tampaknya akibat sel-sel intermedia yang terdorong dan tertarik ke arah lateral
untuk mengakomodasikan peningkatan volume urine.2

Lamina propria kandung kemih dan jaringan ikat iregular padat submukosa
banyak vaskularisasi. Muscularis terdiri atas tiga lapisan yang tidak berbatas
tegas, secara kolektif disebut otot detrusor yang berkontraksi mengosongkan
kandung kemih . Ketiga lapisan otot terlihat paling jelas di leher kandung kemih
dekat urethra. Ureter melintas melalui dinding kandung kemih secara oblik, yang
membenfuk suatu katup yang mencegah aliran balik urine ke dalam ureter. Semua
pasase urine dilapisi tunika adventisia di luar, kecuali bagian atas kandung kemih
yang dilapisi peritoneum serosa.2

Urethra merupakan suatu saluran yang membawa urine dari kandung kemih
ke luar. Mukosa urethra memiliki lipatan longitudinal yang besar, yang
memberikannya tampilan khusus dalam potongan melintang. Pada pria, dua
duktus untuk transpor sperma selama ejakulasi menyatukan urethra di kelenjar
prostat.2

Urethra pria lebih panjang dan terdiri atas tiga segmen:

a. Urethra prostatica dengan panjang3-4 cm, terbentang melalui kelenjar prostat


dan dilapisi oleh urothelium
b. Urethra membranosa, suafu segmen pendek, berjalan melalui suatu sfingter
eksternal otot rangka dan dilapisi oleh epitel bertingkat dan epitel berlapis

c. Urethra spongiosa, dengan panjang 15 cm, terbenam dalam jaringan erektil


penis dan dilapisi oleh epitel kolumnar bertingkat dan kolumnar berlapis
dengan epitel skuamosa berlapis di distal.2

Pada wanita, urethra hanyalah organ perkemihan. Urethra wanita adalah


saluran dengan panjang 4 sampai 5 cm, yang awalnya dilapisi epitel transisional,
lalu oleh epitel skuamosa berlapis dan sejumlah area epitel kolumnar bertingkat.
Bagian tengah urethra wanita dikelilingi oleh otot rangka eksternal sfingter.2

Gambar 1.13 Ureter.2

mengangkut urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih untuk disimpan


sebelum dikeluarkan melalui urethra. (a): Diagram ureter pada potongan
melintang memperlihatkan pola khas mukosa yang terlipat longitudinal, yang
dikelilingi oleh suatu muscularis tebal yang menggerakkan urine melalui
gelombang peristalsis yang regulai" Lamina propria dilapisi oleh suatu epitel
berlapis khas yang disebut epitel transisional atau urothelium yang tahan
terhadap etet< yang berpotensi merugikan dari kontak dengan urine hipertonik.
(b): Secara histologis, muscularis jauh lebih tebal ketimbang mukosa dan tunika
adventisia juga dijumpai. 1Bx. H&E.2

Gambar 1.14 Kandung kemih.2

Kandung kemih adalah suatu kantong berotot yang dapat meregang


sewaktu terisi dengan urine. (a): Mikrograf memperlihatkan lipatan mukosa,
submukosa, dan muskularis dinding kandung kemih, dengan pembesaran yang
memperlihatkan epitel transisional berlapis (urothelium) dan lamina propria. 1Bx
dan B0x. H&E. (b): Diagram ini memperlihatkan pandangan sagital yang
memperlihatkan bahwa kandung kemih meregang terutama ke atas dan menjadi
lebih lonjong ketika terisi dengan urine. Kandung kemih pada orang dewasa
rerata dapat menampung 400-600 mL urine, dengan keinginan untuk miksi yang
mulai muncul pada volume sebesar 150-200 mL.2
Gambar1.15 Urethra.2

Urethra merupakan suatu saluran fibromuskular yang membawa urine dari


kandung kemih ke luar tubuh. (a): Potongan transversal memperlihatkan bahwa
mukosa memiliki lipatan longitudinal besar di sekitar lumen (L). 50x. H&E. (b):
Pembesaran epitel urethra yang lebih kuat diperlihatkan pada mikrograf ini.
Lapisan epitel tebal adalah epitel kolumnar berlapis pada sejumlah area dan
epitel kolumnar bertingkat di tempat lain, tetapi menjadi epitel skuamosa berlapis
di uiung distal urethra. 250x. H&E.2

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Urin

a. Kontrol fisiologis terhadap filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal

Penentu LFG yang paling bervariasi dan menjadi subjek kontrol


fisiologis ialah tekanan hidrostatik glomerulus dan tekanan osmotik koloid di
kapiler glomerulus. Selanjutnya, variabel ini dipengaruhi oleh sistem saraf
simpatis, hormon dan autakoid (zat vasoaktif yang dilepaskan dalam ginjal
dan bekerja secara lokal), dan kontrol umpan balik lainnya yang bersifat
intrinsik terhadap ginjal. 3
b. Penurunan LFG Akibat Aktivasi Sistem Saraf Simpatis

Pada dasarnya semua pembuluh darah ginjal, termasuk arteriol aferen dan
simpatis
eferen, kaya akan persarafan serat saraf . Aktivasi saraf simpatis ginjal
yang kuat dapat mengakibatkan konstriksi arteriol ginjal dan menurunkan
aliran darah ginjal serta LFG. Rangsang simpatis yang ringan atau sedang
memberikan pengaruh yang kecil pada aliran darah ginjal dan LFG. Sebagai
contoh, aktivasi refleks sistem saraf simpatis yang disebabkan oleh penurunan
sedang pada tekanan baroreseptor di sinus karotid atau reseptor
kardiopulmonal hanya memberikan pengaruh kecil pada aliran darah ginjal
atau LFG. Saraf simpatis ginjal tampaknya berperan penting dalam
menurunkan LFG selama gangguan akut dan berat, yang berlangsung selama
beberapa menit sampai beberapa jam, seperti yang ditimbulkan oleh reaksi
pertahanan, iskemia otak, atau perdarahan hebat. Pada orang sehat dalam
keadaan istirahat, tampaknya tonus simpatis hanya akan memberi sedikit
pengaruh terhadap aliran darah ginjal. 3

c. Kontrol hormonal dan autakoid pada sirkulasi ginjal

Beberapa hormon dan autakoid dapat memengaruhi LFG dan aliran


darah ginjal, seperti yang dicantumkan pada table di bawah ini :

Gambar 2.1 Hormon dan Autakoid yang mempengaruhi LFG 3


Norepinefrin, Epinefrin, dan Endotelin Menyebabkan Konstriksi
Pembuluh Darah Ginjal dan Menurunkan LFG. Hormon yang mengakibatkan
konstriksi arteriol aferen dan eferen, sehingga menyebabkan penurunan LFG
dan aliran darah ginjal, antara lain ialah norepinefrin dan epinefrin yang
dilepaskan dari medula adrenal. Pada umumnya, kadar hormon-hormon
tersebut dalam darah sejajar dengan aktivitas sistem saraf simpatis; jadi,
norepinefrin dan epinefrin hanya memberi sedikit pengaruh pada
hemodinamika ginjal kecuali dalam kondisi yang ekstrem, seperti perdarahan
hebat. Vasokonstriktor lain, yaitu endotelin, adalah suatu peptida yang dapat
dilepaskan oleh sel endotel vaskular ginjal atau jaringan lain yang rusak.3

Peran fisiologis autakoid ini tidak seluruhnya dimengerti. Namun, jika


pembuluh darah terpotong, sehingga endotel rusak dan melepaskan endotelin,
maka vasokonstriktor kuat ini dapat membantu hemostasis (mengurangi
kehilangan darah). Kadar endotelin dalam plasma juga meningkat pada
keadaan sakit tertentu yang disertai dengan cedera vaskular, seperti toksemia
pada kehamilan, gagal ginjal akut, dan uremia kronis, dan mungkin berperan
dalam proses vasokonstriksi ginjal dan menurunkan LFG pada beberapa
keadaan yang patofisiologis ini. 3

Angiotensin II lebih cenderung menyebabkan konstriksi arteriol eferen


pada sebagian besar keadaan fisiologis.

Vasokonstriktor ginjal yang kuat, yaitu angiotensin II, dapat dianggap


sebagai hormon yang beredar, dan juga sebagai autakoid yang dihasilkan
secara lokal, karena dibentuk dalam ginjal dan sirkulasi sistemik. Reseptor
untuk angiotensin II ada di hampir semua pembuluh darah ginjal. Namun
demikian, pembuluh darah praglomerular, terutama arteriol aferen nampaknya
relatif terlindungi dari konstriksi akibat angiotensin II pada sebagian besar
keadaan fisiologis yang berkaitan dengan pengaktifan sistem renin-
angiotensin seperti selama diet rendah-natrium atau tekanan perfusi ginjal
yang berkurang akibat stenosis arteri renalis.3
Perlindungan ini disebabkan oleh pelepasan vasodilator, terutama oksida
nitrat dan prostaglandin, yang meniadakan pengaruh vasokonstriktor
angiotensin II di pembuluh darah ini. Namun demikian, arteriol eferen sangat
peka terhadap angiotensin II. Oleh karena angiotensin II secara khusus
menyebabkan konstriksi arteriol eferen pada sebagian besar keadaan
fisiologis, maka peningkatan kadar angiotensin II akan meningkatkan tekanan
hidrostatik glomerulus dan menurunkan aliran darah ginjal. Kita harus ingat
bahwa kenaikan pembentukan angiotensin II biasanya terjadi pada keadaan
yang disertai dengan penurunan tekanan arteri atau kehilangan volume, yang
cenderung menurunkan LFG. Pada keadaan ini, kenaikan kadar angiotensin II,
yang menyebabkan konstriksi arteriol eferen, dapat membantu mencegah
penurunan tekanan hidrostatik glomerulus dan LFG; namun, pada saat yang
sama, penurunan aliran darah ginjal yang disebabkan oleh konstriksi arteriol
eferen turut berperan dalam penurunan aliran darah yang melalui kapiler
peritubulus, yang kemudian menyebabkan kenaikan reabsorpsi natrium dan
air. 3

Jadi, kenaikan kadar angiotensin II yang terjadi pada diet rendah natrium
atau kehilangan volume, dapat membantu mempertahankan LFG dan ekskresi
produk sisa metabolik (seperti ureum dan kreatinin) yang normal, yang
ekskresinya bergantung pada filtrasi glomerulus; pada waktu yang bersamaan,
konstriksi arteriol eferen yang dipicu oleh angiotensin II dapat menyebabkan
kenaikan reabsorpsi natrium dan air di dalam tubulus, yang membantu
memulihkan volume darah dan tekanan darah.3

Endothelial-deribed nitric oxide menurunkan tahanan vaskular ginjal


dan meningkatkan LFG.

Suatu jenis autakoid yang menurunkan tahanan vaskular ginjal dan


dilepaskan oleh endotel vaskular ke seluruh tubuh disebut endothelial-derived
nitric oxide. Produksi oksida nitrat (nitric oxide) dalam kadar basal
tampaknya penting untuk mempertahankan vasodilatasi ginjal, sehingga
memungkinkan ginjal untuk mengekskresikan natrium dan air dalam jumlah
normal. Oleh karena itu, pemberian obat yang menghambat pembentukan
oksida nitrat dapat meningkatkan tahanan vaskular ginjal dan menurunkan
LFG serta ekskresi natrium urine, dan akhirnya menyebabkan tekanan darah
tinggi. Pada beberapa pasien hipertensi atau pada pasien dengan
aterosklerosis, kerusakan endotel pembuluh darah dan produksi oksida nitrat
yang terganggu dapat berperan dalam meningkatkan vasokonstriksi ginjal dan
peningkatan tekanan darah. 3

Prostoglandin dan bradikinin cenderung meningkatkan LFG.

Hormon dan autakoid yang menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan


aliran darah ginjal dan LFG antara lain prostaglandin (PGE2 dan PGI1) dan
bradikinin. Meskipun vasodilator ini tampaknya bukan merupakan faktor
utama yang mengatur aliran darah ginjal atau LFG dalam kondisi normal,
vasodilator tersebut dapat mengurangi efek vasokonstriktor ginjal akibat
aktivasi saraf simpatis atau angiotensin II, terutama pengaruhnya terhadap
konstriksi arteriol aferen. Dengan melawan vasokonstriksi arteriol aferen,
prostaglandin dapat membantu mencegah penurunan LFG dan aliran darah
ginjal yang berlebihan. Dalam kondisi yang penuh stres, seperti pada keadaan
kehilangan volume atau setelah operasi, pemberian obat anti-inflamasi
nonsteroid, seperti aspirin, yang menghambat sintesis prostaglandin, dapat
mengakibatkan penurunan LFG yang berarti. 3

Ginjal mengekskresi kelebihan air dengan membentuk urine encer

Ginjal normal memiliki kemampuan besar untuk membentuk berbagai


perbandingan relatif zat terlarut dan air dalam urine sebagai respons terhadap
berbagai perubahan. Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh dan osmolaritas
cairan tubuh menurun, ginjal akan mengekskresikan urine dengan osmolaritas
sebesar 50 mOsm/L, suatu konsentrasi yang hanya sekitar seperenam dari
osmolaritas cairan ekstraselular normal. Sebaliknya, bila terjadi kekurangan
air dan osmolaritas cairan ekstraselular tinggi, ginjal mengekskresikan urine
dengan konsentrasi 1.200 sampai 1.400 mOsm/L. Selain itu, ginjal dapat
mengekskresikan sejumlah besar urine encer atau sejumlah kecil urine pekat
tanpa perubahan besar dalam kecepatan ekskresi zat terlarut seperti natrium
dan kalium. Kemampuan mengatur pengeluaran air yang tidak bergantung
pada pengeluaran zat terlarut ini, penting untuk bertahan hidup, terutama bila
asupan cairan terbatas.3

Hormon antidiuretik mengatur kepekatan urine

Ada sistem umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas plasma
dan konsentrasi natrium, yang bekerja dengan mengubah ekskresi air oleh
ginjal, dan tidak bergantung kepada kecepatan ekskresi zat terlarut. Pelaku
utama sistem umpan balik ini adalah hormon antidiuretik (ADH), yang juga
disebut vasopresin. Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat di atas normal
(yaitu, zat terlarut dalam cairan tubuh menjadi terlalu pekat), kelenjar
hipofisis posterior akan menyekresi lebih banyak ADH, yang meningkatkan
permeabilitas tubulus distal dan duktus koligens terhadap air. Keadaan ini
memungkinkan terjadinya reabsorbsi air dalam jumlah besar dan penurunan
volume urine, tetapi tidak mengubah kecepatan ekskresi zat terlarut oleh
ginjal secara berarti. Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh dan osmolaritas
cairan ekstraselular menurun, maka sekresi ADH oleh hipofisis posterior akan
menurun. Oleh sebab itu, permeabilitas tubulus distal dan duktus koligens
terhadap air akan menurun, sehingga menghasilkan sejumlah besar urine
encer. Jadi, kecepatan sekresi ADH sangat menentukan encer atau pekatnya
urine yang akan dikeluarkan ginjal.3
3. Refleks miksi dan regulasi
Miksi (berkemih)

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi
melibatkan dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara progresif
hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas;
keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua, yaitu adanya refleks saraf disebut
refleks miksi yang akan mengosongkan kandung kemih atau, jika gagal,
setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Meskipun
refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, refleks ini dapat
dihambat atau difasilitasi oleh pusat di korteks serebri atau batang otak.4

Refleks Miksi

Gambar 3.1 Sistometrogram normal, juga menunjukkan gelombang tekanan akut


(kurva runcing terputus-putus) yang disebabkan oleh refleks miksi.4

Pada gambar diatas, seiring dengan pengisian kandung kemih, tampak


tumpang tindih kurva peningkatan kontraksi miksi, seperti yang ditunjukkan oleh
kurva berbentuk runcing terputus-putus. Kontraksi ini dihasilkan dari refleks
regang yang dipicu oleh reseptor regang sensorik di dalam dinding kandung
kemih, terutama oleh reseptor di uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi
dengan urine pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari
reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke segmen sakralis dari medula
spinalis melalui nervus pelvikus, dan kemudian dikembalikan secara refleks ke
kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis dengan menggunakan persarafan
yang sama.4

Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi miksi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih
terus terisi, refleks miksi menjadi semakin sering dan menyebabkan kontraksi otot
detrusor yang lebih kuat.4

Sekali refleks miksi dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri." Artinya,
kontraksi awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor regang yang
menyebabkan peningkatan impuls sensorik yang lebih banyak dari kandung kemih
dan uretra posterior, sehingga menyebabkan peningkatan refleks kontraksi
kandung kemih selanjutnya; jadi, siklus ini akan berulang terus-menerus sampai
kandung kemih mencapai derajat kontraksi yang cukup kuat. Kemudian, setelah
beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang beregenerasi sendiri ini
mulai kelelahan dan siklus regeneratif pada refleks miksi menjadi terhenti,
memungkinkan kandung kemih berelaksasi.4

Jadi, refleks miksi merupakan siklus yang lengkap yang terdiri atas (1)
kenaikan tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, dan (3)
kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila refleks miksi yang
telah terjadi tidak mampu mengosongkan kandung kemih, persarafan pada refleks
ini biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit hingga
1 jam atau lebih, sebelum terjadi refleks miksi berikutnya. Bila kandung kemih
terus-menerus diisi, akan terjadi refleks miksi yang semakin sering dan semakin
kuat.4

Bila refleks miksi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan
melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi
ini lebih kuat di dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter
eksterna, maka akan terjadi pengeluaran urine. Jika tidak, pengeluaran urine tidak
akan terjadi hingga kandung kemih terus terisi dan refleks miksi menjadi lebih
kuat lagi.4

Fasilitasi atau Inhibisi Proses Miksi oleh Otak

Refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, tetapi dapat
dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi (1) pusat fasilitasi
dan inhibisi kuat di batang otak, terutama terletak di pons, dan (2) beberapa pusat
yang terletak di korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi tetapi dapat berubah
menjadi eksitasi.

Refleks miksi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang
lebih tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk proses miksi sebagai
berikut.

(1) Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks miksi tetap terhambat sebagian,
kecuali bila miksi diinginkan.

(2) Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah miksi, bahkan jika terjadi refleks
miksi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna melakukan kontraksi tonik
hingga saat yang tepat datang.

(3) Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat miksi sakral
untuk membantu memulai refleks miksi dan pada saat yang sama menghambat
sfingter eksterna sehingga pengeluaran urine dapat terjadi.4
Pengeluaran urine secara volunter biasanya dimulai dengan cara berikut: Mula-
mula, orang tersebut secara volunter mengontraksikan otot perutnya, yang akan
meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memungkinkan urine
tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior akibat tekanan,
sehingga meregangkan dindingnya.4

4. Perbedaan struktur saluran kemih pada pria dan wanita


A. Batas-batas Vesica urinaria
Pada laki - laki

Gambar 4.1 Potongan sagittal pelvis laki-laki4


a. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan dinding anterior
abdomen.
b. Ke posterior: ductus deferens, vesicula seminalis, fascia rectovesicalis,
dan rectum.
c. Ke laterale: di atas musculus obturator internus dan dibawah musculus
levator ani.
d. Ke superior: cavitas peritonealis, lengkung ileum, dan colon sigmoideum.
e. Ke inferior: prostata. 4
Pada perempuan

Gambar 4.2 Potongan sagittal pelvis perempuan.4

a. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubica, dan dinding anterior


abdomen.
b. Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh vagina.
c. Ke laterale: di atas musculus obturator internus dan dibawah musculus
levator ani.
d. Ke superior: excavatio uterovesicalis dan corpus uteri.
e. Ke inferior: diaphragma urogentitale. 4
B. Uretra
Urethra merupakan tabung kecil dari collum vesicae ke luar. Muara urethra
pada permukaan luar disebut ostium urethrae.
a. Urethra Masculina
Panjang urethra masculina kurang lebih 8 inci (20 cm) dan terbentang
dari collum vesicae ke meatus externus di glans penis. Urethra terbagi
atas tiga bagian: pars prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa.
Urethra pars prostatica panjangnya kurang lebih 7,25 inci (3 cm) dan
mulai dari collum vesicae. Urethra pars prostatica berjalan melalui prostat
dari basis sampai ke apex. Urethra pars prostatica merupakan bagian yang
paling lebar dan berdiameter paling lebar dari seluruh urethra. Pada
dinding posterior terdapat peninggian longitudinal yang disebut crista
urethralis. Pada setiap sisi crista urethralis terdapat alur yang disebut
sinus prostaticus, glandulae prostatae bermuara pada sinus ini. Pada
puncak crista pubica terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus.
Pada pinggir utriculus terdapat muara kedua ductus ejaculatorius. Urethra
pars membranacea panjangnya kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm), terletak di
dalam diaphragma urogenitale, dikelilingi oleh musculus sphincter
urethrae. Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling pendek dan
paling kurang dapat dilebarkan. Urethra pars spongiosa panjangnya
kurang lebih 6 nci (15,75 cm) dan dikelilingi jaringan erektil di dalam
bulbus dan corpus spongiosum penis. Meatus urethrae externus
merupakan bagian yang tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra
yang terletak di dalam glans penis melebar membentuk fossa terminalis
(fossa navicularis). Glandula bulbourethralis bermuara ke daiam urethra
pars spongiosa distalis dari diaphragma urogenitale.4
Gambar 4.3 Potongan corona pelvis laki-laki, memperlihatkan prostat dan urethra
pars membranacea, diaphragma urogenitale, dan isi spatium perineale supediciale.4

b. Urethra Feminina
Urethra feminina panjangnya sekitar 1,5 inci (3,8 cm). Urethra terbentang
dari collum vesicae urinariae sampai meatus urethrae externus, yang
bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inci (2,5 cm) distal dari clitoris.
Urethra menembus musculus sphincter urethrae dan terletak tepat dari
depan vagina. Di samping meatus urethrae externus terdapat muara kecil
dari ductus glandula paraurethralis. Urethra dapat dilebarkan dengan
mudah. 4
Gambar 4.4 Radix dan corpus clitoridis beserta otot-otot perineal
Memperlihatkan orificium urethrae.4
Daftar Pustaka
1. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th
Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
2. Mescher A.L . Histologi Dasar JUNQUIERA . Jakarta : EGC . 2011
3. Guyton and hall. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Elsevier: Singapore; 2016.
4. Laurale Sherwood. fisiologi manusia dari sel ke sistem. EGC: jakarta; 2012.

Anda mungkin juga menyukai