Anda di halaman 1dari 13

A.

DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycrobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. (Kusuma. H. 2016)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari pneumothoraks adalah sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas
2. Adanya rupture ‘bleb’ pleura
3. Traumatik misalnya pada luka tusuk
4. Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhilasi dan bahan
kimia
5. Penyakit inflamasi paru akut dan kronik (penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), TB paru. Fibrosis paru, abses paru, kanker dan tumor metastase
ke pleura.
Pneumorhoraks dapat di klasifikasikan menjadi spontan dan traumatik
1. Pneumorhoraks dapat dibagi lagi menjadi:
 Pneumorhoraks iatroganik
Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini
diberikan menjadi dua yaitu:
- Pneumorhoraks traumatik iatrogonik aksidental ini terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan
tindakan tersebut, misal pada biopsi/aspirasi paru perkutaneus
- Pneumorhoraks traumatik iatrogonik artificial (deliberate)
merupakan Pneumorhoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum
dengan satu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi
tuberkulosis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai
permukaan paru.
 Pneumorhoraks non-iatrogenik (accidental)
2. Pneumorhoraks spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa
adanya penyakit yang mendasarinya) ataupun sekunder (komolikasi
dari penyakit paru akut atau kronik).
C. MANIFESTASI KLINIS
 Tuberkulosis Paru:
Tanda dan Gejala dari Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut:
1. Demam 40-41˚C, serta ada batuk atau batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam hari
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi pada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
 Pneumothoraks:
Tanda dan Gejala dari pneumothoraks adalah sebagai berikut:
1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terkolarisasi pada paru yang sakit
2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai dengan sesak, peningkatan kerja
pernafasan dan dispnea.
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat
4. Suara nafas jauh atau tidak ada
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumothoraks
7. Tension pneumothorkas
- Hipoksemia (tanda awal)
- Ketakutan
- Gawat nafas (takipnea berat)
- Peningkatan tekanan jalan nafas puncak dan rerata, penurunan
komplians, dan auto tekanan ekspirasi akhir positif (auto-
PEEP) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis
- Kolaps kardiovaskular (frekuensi jantung >140 x/menit pada
setiap hal berikut: sianosis perifer, hipotensi,aktivitas lintrik
tanpa denyut nadi) (Morton, 2012)

D. WOC

Tr
Trauma tajam & Tumpul Toraks

Akumulasi cairan Pneumothoraks


dalam kavum pleura

Resiko Infeksi

Espansi paru Pemasangan Diskontinuitas


WSD Jaringan

Gangguan Pola
Thorakdrains Merangsang reseptor
Nafas
bergeser nyeri pada periver kulit

Nyeri Akut

Kusuma H & nurarif A. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Edisi 2.


Yogyakarta. Mediaction. Publizhing
E. ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN
 ANATOMI

 FISIOLOGI
1. Rongga Hidung
Hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah
menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Hidung meliputi bagian eksternal yang
menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat
penyalur udara. Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping
hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian atas farings
(nasofaring). Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum,
yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi.
Permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki ciri adanya kelenjar
sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi tempat terdapat kelenjar
sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar. Rambut ini
berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat dalam udara inspirasi.
Terdapat 3 fungsi rongga hidung :
1. Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani 3 proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghanatan, dan pelembaban.
2. Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam
penerimaan bau.
3. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik
dimana ia berfungsi sebagai ruang resonasi.
Pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti buah alpukat, terbagi dua
oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral menonjol tiga lengkungan
tulang yang dilapisi oleh mukosa, yaitu:
• Konka nasalis superior,
• Konka nasalis medius,
• Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil
yaitu pleksus vena besar, berdinding tipis, dekat permukaan.
Sinus paranasal adalah rerongga berisi udara yang terdapat dalam tulang-tulang
tengkorak dan berhubungan dengan rongga hidung. Macam-macam sinus yang
ada adalah sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus
sfenoidalis.
2. Faring (Rongga tekak)
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang
menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larings pada dasar tengkorak.
Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas
palatum molle. Pada bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya saluran
yang menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii
bermuara pada nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada
kedua sisi membrane timpani. Apabila tidak sama, telinga terasa sakit. Untuk
membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga bagian tengah.
2. Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang
hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana
orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di
belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah
berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki fungsi pada
system pernapasan dan system pencernaan. refleks menelan berawal dari
orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke saluran
cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup menutup laring untuk mencegah
makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut
oleh fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti
tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila lingual.
3. Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring merupakan posisi
terendah dari farings. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi menjadi
terpisah dari sitem digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan
makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel.
3. Larings (Kotak suara)
Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan antara lintasan
makanan dan lintasan udara. Laring terangkat dibawah lidah saat menelan dan
karenanya mencegah makanan masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings
adalah untuk melindungi jalan napas atau jalan udara dari farings ke saluran
napas lainnya , namun juga sebagai organ pembentuk suara atau menghasilkan
sebagian besar suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi.
Larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah
tulang rawan tiroid (Adam’s apple), yang khas nyata pada pria, namun kurang
jelas pada wanita. Di bawah tulang rawan ini terdapat tulang rawan krikoid, yang
berhubungan dengan trakea.
Epiglotis terletak diatas seperti katup penutup. Epiglotis adalah sekeping tulang
rawan elastis yang menutupi lubang larings sewaktu menelan dan terbuka
kembali sesudahnya. Pada dasarnya, Larings bertindak sebagai katup, menutup
selama menelan unutk mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke
dalam batang tracheobronchial.
Mamalia menghasilkan getaran dari pita suara pada dasar larings. Sumber utama
suara manusia adalah getaran pita suara (Frekuensi 50 Hertz adalah suara bas
berat sampai 1700 Hz untuk soprano tinggi). Selain pada frekuensi getaran,
tinggi rendah suara tergantung panjang dan tebalnya pita suara itu sendiri.
Apabila pita lebih panjang dan tebal pada pria menghasilkan suara lebih berat,
sedangkan pada wanita pita suara lebih pendek. Kemudian hasil akhir suara
ditentukan perubahan posisi bibir, lidah dan palatum molle.
Disamping fungsi dalam produksi suara, ada fungsi lain yang lebih penting, yaitu
Larings bertindak sebagai katup selama batuk, penutupan pita suara selama
batuk, memungkinkan terjadinya tekanan yang sangat tinggi pada batang
tracheobronchial saat otot-otot trorax dan abdominal berkontraksi, dan pada saat
pita suara terbuka, tekanan yang tinggi ini menjadi penicu ekspirasi yang sangat
kuat dalam mendorong sekresi keluar.
4. Trakea (Batang tenggorok)
Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10 sampai 12 cm.
Trakea terletak di daerah leher depan esophagus dan merupakan pipa yang terdiri
dari gelang-gelang tulang rawan. Di daerah dada, trakea meluas dari larings
sampai ke puncak paru, tempat ia bercabang menjadi bronkus kiri dan kanan.
Jalan napas yang lebih besar ini mempunyai lempeng-lempeng kartilago di
dindingnya, untuk mencegah dari kempes selama perubahan tekanan udara dalam
paru-paru. Tempat terbukanya trakea disebabkan tunjangan sederetan tulang
rawan (16-20 buah) yang berbentuk huruf C (Cincin-cincin kartilago) dengan
bagian terbuka mengarah ke posterior (esofagus).
Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia (epithelium yang menghasilkan
lendir) yang berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan hidung,
ke arah faring untuk kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan dan sel
gobet yang menghasikan mukus. Potongan melintang trakea khas berbentuk
huruf D.
5. Bronkus dan Percabangannya
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru.
Trakea bercabang menjadi bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus
kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit
lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn
di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
(sekunder) dan kemudian menjadi lobus segmentalis (tersier). Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki diameter
kurang lebih 1 mm. saluran ini disebut bronkiolus. Bronkiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Bronkiolus memasuki lolubus pada bagian puncaknya, bercabang
lagi membentuk empat sampai tujuh bronkiolus terminalis. Seluruh saluran udara
ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran
gas paru-paru.
Alveolus adalah unit fungsional paru. Setiap paru mengandung lebih dari 350
juta alveoli, masing-masing dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli bentuknya
peligonal atau heksagonal. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri
dari bronkhiolus dan respiratorius (lintasan berdinding tipis dan pendek) yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki
tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
6. Paru-paru
Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam rongga
torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di sisi kiri
dan kanan mediastinum (struktur blok padat yang berada di belakang tulang
dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esophagus dan trakea).
Paru-paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula.
2. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. Basis, Terletak pada diafragma.
Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura (dinding thorax) dan
visceral pleura (membrane serous). Di antara rongga pleura ini terdapat rongga
potensial yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan
sekitar 10-20 cc cairan yang berfungsi untukmenurunkan gaya gesek permukaan
selama pergerakan kedua pleura saat respirasi. Tekanan rongga pleura dalam
keadaan normal ini memiliki tekanan -2,5 mmHg.
Paru kanan relative lebih kecil dibandingkan yang kiri dan memiliki bentuk
bagian bawah seperti concave karena tertekan oleh hati. Paru kanan dibagi atas
tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior.
paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus
oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
• Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian conduction
portion, bagian paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Darah kembali
melalui vena-vena bronchial.
• Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi bagian
paru yang terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tatalaksana dari kelainan ini bergantung pada tipe, manifestasi klinis,
serta penyakit yang menyertainya. Ukuran pneumothoraks ditentukan
berdasarkan jarak antara, seperti lihat pada rontgen toraks posisi tegak.
Dikaitkan pneumothoraks minimal bila jaraknya adalah <3 cm.
Pada kelainan yang minimal kecuali tidak membutuhkan adanya
intervensi dan pasien dapat di observasi kecuali menetapnya udara yang
terkumpul. Tidak dibutuhkan adanya tindakan yang lebih jauh lagi bila pada
pemeriksaan foto rontgen menujukkan hasil yang sama dalam 24 jam. Pada
pneumothoraks yang luas, dibutuhkan tatalaksana rawat inap.
Tatalaksana dari kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga
pleura dan menutup kebocoran yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang
terjebak memiliki volume yang cukup besar dan pasien mengalami kesulitan
bernafas, dibutuhkan penusukan selang torokostomi dan pemberian tekanan
negatif dngan menggunakan suction (-20cmH2O). Selang torakostomi
ditusukkan pada garis mid aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami ekspansi
secara lambat karena ekspansi secara cepat akibat evakuasi udara yang
terjebak, dapat menimbulkan komplikasi baru yaitu udema paru. Pada
keadaan pneumothoraks yang cukup luas, akan lebih baik untuk tidak
memberikan tekanan negatif secara terburu-buru namun sebaliknya
membiarkan udara yang terjebak untuk keluar secara perlanan-lahan dan
kemudian membaik spontan sebelum suction digunakan.
Suction dapat dipertahankan sampai tidak di dapatkannya udara pada
rongga toraks. Suction kemudian dapat dilepaskan namun selang WSD dapat
dipertahankan. Jika ada pemantauan selama 24 jam, tidak ditemukan adanya
udara lagi, maka selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan maka hal
tersebut merupakan tanda adanya kerusakan permukaan lapisan pleura,
parenkim paru atau fistula bronkopleura yang membutuhkan tindakan operasi.
G. PENATALAKSANAAN PENUNJANG
- Foto thoraks : Deviasi mediastinal menunjukkan adanya tegangan
(tension) umunya didapat garis penguncupan paru yang sangat halus
(pleural line) bila disertai darah atau cairan lainnya akan tampak garis
mendatar yang merupakan batas udara dan cairan (air fluid level)
- Saturasi oksigen harus diukur, biasanya normal kecuali dada penyakit
paru
- Ultrasonografi atau CT Scan toraks baik dalam mendeteksi
pneumotoraks kecil dan biasanya digunakan setelah biopsi paru
perkutan. (Swidarmoko Boedi)
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
- Nama mahasiswa: Diisi dengan nama perawat yang mengkaji
- Tgl/Jam MRS: Diisi tanggal-bulan-tahun dan jam MRS
- Diagnosa Medis: Diisi dengan diagnosa yang ditegakkan oleh tim
medis
- No. RM: Diisi No. Rekam Medik pasien
A. Identitas pasien
- Nama: untuk keperluan pembelajaran diisi inisial
- Umur: Diisi umur dalam satuan hari, bulan, tahun
- Jenis kelamin: Laki-laki/perempuan
- Status: kawin/tidak kawin
- Agama: diisi agama klien
- Suku/bangsa: jawa, madura dll
- Bahasa: bhasa pengantar sehari-hari yang digunakan
- Pendidikan: pendidikan terakhir pasien
- Pekerjaan: sesuai dengan pekerjaan pasien
- Alamat& no. HP: ditulis alamat secara inisial
- Penanggung jawab : diisi inisial penanggungjawab
B. Riwayat sakit dan kesehatan
1. Keluhan utama: diisi singkat jelas yang merupakan keluhan pasien
2. Riwayat penyakit sekarang: merupakan penjelasan dari permulaan
3. Riwayat penyakit keluarga: riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan adanya dengan adanya kemungkinan penyakit keluarga
4. Riwayat penyakit dahulu: diisi riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan penyakit sekarang
5. Susunan keluarga: dituliskan tiga generasi
6. Riwayat alergi: diisi alergi klien
C. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan tatalksana kesehatan
Diisi dengan persepsi pasien/keluarga terhadap konsep sehat/sakit
2. Pola aktivitas dari latihan
a. Kemampuan perawatan diri
b. Kebersihan diri
c. Aktivitas sehari-hari
d. Rekreasi
e. Olahraga
3. Pola istirahat dan tidur: kualitas dan kuantitas pasien tidur
4. Pola nutrisi-metabolik
5. Pola eliminasi: diisi eliminasi urine dan alvi
6. Pola kognitif perseptual
7. Konsep diri
8. Pola koping
9. Pola seksual-Reproduktifitas
10. Pola peran-berhubungan
11. Pola nutrisi- kepercayaan
D. Pemeriksanaan Fisik
1. Keadaan umum: lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah rewel
2. Tanda-tanda vital
- Suhu
- Nadi
- Tekanan darah
- Frekuensi nafas
- Tinggi badan
- Berat badan
3. Kepala
- Rambut: warna, distribusi, kebersihan
- Muka: raut wajah, kebersihan, jerawat, luka
4. Mata
Kelopak mata, konjungtiva, pupil, sklera, lapang pandang
5. Telinga
Kebersihan, sekresi, dan pemeriksaan penunjang
6. Hidung
Kebersihan, sekresi, dan pernafasan cuping hidung
7. Mulut
Bibir, Mukosa mulut dan lidah
8. Leher
Pembesaran kelenjar
9. Dada
- Jantung
I: Ictus cordis tampak
P: Ictus Cordis teraba pada ICS
P: Bunyi yang dihasilkan
A: S1 dan S2 tunggal
- Paru
I: bentuk dada simetris
P: ada/tidak retraksi dada
P: bunyi yang dihasilkan sonor/hipersonor
A: adakah suara tambahan wheezing, ronkhi
10. Abdomen
I: Warna, jaringan parut
A: bising usus
P: nyeri tekan, massa, benjolan
P: bunyi yang dihasilkan (Timpani)
11. Urogenital: kebersihan
12. Ekstrmitas: kekuatan otot
13. Kulit & kuku: kebersihan
14. Keadaan lokal:
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Terapi
Ditulis tanggal, nama obat lengkap, dosis, frekuensi, dan cara pemberian
obat

G. DIAGANOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Pola Nafas (Nanda 2018-2020)
Definisi: Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
Batasan Karakteristik:
- Perubahan kedalaman pernafasan
- Perubahan ekskursi dada
- Mengambil posisi tiga titik
- Bradipnea
- Penurunan tekanan ekpirasi
- Penurunan ventilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Dipnea
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Ortopneu
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir
- Takipnea
Faktor yang berhubungan:
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Keletihan
- Hiperventilasi
- Sindrom hipoventilasi
- Gangguan muskuloskeletal
- Kerusakan neurologi
- Nyeri keletihan otot pernafasan cedera medulla spinalis

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Ketidakefetifan Pola Nafas Tujuan: Manajemen
Setelah dilakukan pernafasan
tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafs,
selama .....x gunakan teknik
diharapkan chin lift
Ketidakefetifan Pola 2. Posisikan pasien
Nafas dapat tertasi untuk
dengan memeaksimalkan
KH: ventilasi
Status Pernafasan 3. Identifikasi
(0415) pasien perlunya
1. Frekuensi pemasangan alat
pernafasan (5) jalan nafas
2. Irama pernafasan buatan
(5) 4. Lakukan
3. Kedalaman fisioterapi dada
inspirasi (5) 5. Kaluarkan sekret
4. Suara auskultasi dengan batuk dan
(5) suction
5. Retraksi dinding 6. Auskultasi suara
dada (5) nafas, catat
adanya suara
tambahan
Nyeri Akut Tujuan: Manajemen nyeri
Setelah dilakukan 1. Lakukan
tindakan keperawatan pengakjian nyeri
selama .....x secara
diharapkan Nyeri Akut komprehensif
dapat tertasi dengan termasuk lokasi,
KH: karakterisik,
1. Mampu durasi, frekuensi,
mengontrol nyeri kualitas dan
(5) faktor presipitasi
2. Melaporkan bahwa 2. Observasi reaksi
nyeri berkurang (5) nonverbal dan
3. Mampu mengenali ketidaknymanan
nyeri (5) 3. Gunakan teknik
4. Menyatakan rasa komunikasi
nyaman setelah terapeutik untuk
nyeri berkurang (5) mengetahui
pengalaman nyeri
4. Kaji kultur yang
mempengaruhi
respon nyeri
5. Evaluasi nyeri
pada massa
lampau
6. Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan
7. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Resiko Infeksi Tujuan: Kontrol infeksi
Setelah dilakukan 1. Bersihkan
tindakan keperawatan lingkungan
selama .....x setelah dipakai
diharapkan resiko pasien lain
infeksi dapat tertasi 2. Pertahankan
dengan teknik sosial
KH: 3. Batasi
1. Klien bebas dari pengunjung jika
tanda dan gejala perlu
dari infeksi (5) 4. Instruksikan pada
2. Mendeskripsikan pengunjung
proses penularan untuk mencuci
penyakit (5) tangan saat
3. Menunjukkan berkunjung dan
kemampuan untuk setalah
mencegah (5) berkunjung
timbulnya infeksi 5. Gunakan sabun
4. Jumlah leukosit antimikroba
dalam batas untuk cuci tangan
normal (5)
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma H & nurarif A. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Edisi 2.


Yogyakarta. Mediaction. Publizhing

Anda mungkin juga menyukai