Anda di halaman 1dari 45

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Lndasan Teori

2.1.1 Definisi

Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit

neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan

karena adanya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan

kapan saja (Muttaqin Arif, 2012).

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif

cepat, berupa defisit neurolgis fokal, atau/dan global, yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (M. Clevo Rendy, 2012).

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa

kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.

Secara sederhana stroke akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat

terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (Junaidi, Iskandar 2011).

2.1.2 Etiologi

1. Trombosis serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan

oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang

tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat

menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali

memburuk pada 48 jam setelah trombosis (Muttaqin Arif, 2012)

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan trombosis

otak: (Muttaqin Arif, 2012)

a. Aterosklerosis;

b. Hiperkoagulasi pada polisitemia

c. Arteritis (radang pada arteri)

d. Emboli

2. . Hemoragi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan

ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya

pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim

otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan

jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan

otak terekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin berhiasi

otak (Muttaqin Arif, 2012).

3. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah

b. Henti jantung dan paru

c. Penurunan curah jantung


4. Hipoksia setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral

b. Vasokontriksi arteri

2.1.3 Klasifikasi

1. Stroke hemoragik

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid.

Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otal tertentu.

Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa

juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin

Arif, 2012).

2. Stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral. Biasanya terjadi

saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari, tidak

terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan

selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadarannya biasanya

menurun (Muttaqin Arif, 2012).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang

terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi, dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke

akut gejala klinis meliputi:

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau

hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi

akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal,


kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada

hemisfer kanan, maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan

kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat

melakukan ekstensi maupun fleksi.

b. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan

sensabilitas terjadi karena kerusakan sistem saraf otonom dan gangguan

saraf sensorik.

c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma), terjadi

akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau

terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.

d. Afasia (kesulitan dalam berbicara)

Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam

membaca, menulis, dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat

kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri

dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle

serebral kiri..

e. Disartria (bicara cadel atau pelo)

Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya

menjadi tidak jelas. Namun demikian pasien dapat memahami

pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Distria terjadi

karena kerusakan nervus kranial sehingga terjadi kelemahan otot bibir,

lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan

menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia

Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,

gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena

kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat mengahambat

serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat

disebabkan karena kerusakan pada saraf kranial III, IV, dan VI

g. Disfagia

Disfagia atau kesulitan mene;an terjadi karena kerusakan nervus kranial

IX. Selama menelan lobus didorong oleh lidah dan glottis menutup

kemudian makanan masuk ke esofagus.

h. Inkontinensia

Inkontinensia baik bowel maupun bladder sering terjadi. Hal ini karena

terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.

i. Vertigo, mual, muntah dan nyerui kepala terjadi karena peningkatan

tekanan intrakranial , edema serebri

2.1.5 Patofisiologi

Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensitif oksigen dan glukosa

karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa

seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan,

namun menggunakan sekitar 25% suplai oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran

darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan

metabolisme otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak

disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika liran darah ke otak

terganggu lebih dari 30 detik pasien dapat menjadi tidak sadar dan dapat terjadi
kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah otak terganggu lebih dari

4 menit. Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan

dua mekanisme tubuh yaitu mekanimse anastomosis dan mekanisme autoregulasi.

Mekanisme anastomosis berhubungan dengan supali darah ke otak untuk

pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi

adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga

keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak

akan mengalami vasodilatasi.

Mekanisme Anastomosis

Otak dipengaruhi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri

karotis terbagi menjadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis interna

memberikan darah langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi

kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis eksterna

2.1.6 Penatalaksanaan

1. Demam

Demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus

diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres

dingin, jika diperlukan. Penyebab demam tersering adalah pneumonia

aspirasi, lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan antibiotik

intravena secara empiris (sulbenisilin, sepalospori, dll) dan terapi akhir

sesuai hasil kultur.

2. Nutrisi

Pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien

sadar penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan


satu sendok air putih kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan

kepala fleksi ke depan sampai dagu menyentuh dada, perhatikan pasien

tersedak atau batuk dan apakah suaranya berubah (negative). Bila tes

menelan negative dan pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan

enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama

setelah onset stroke.

3. Hidrasi intravena

Hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan

kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air,

larutan NaCL 0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus

dihindari

4. Glukosa

Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan iskemia.

Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi

para ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu

>200mg/dl) harus dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama

3-5 hari sejak onset stroke.

5. Perawatan paru

Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah

atelektasis paru pada pasien yang tidak bergerak.

6. Aktivitas

Pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan

fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik

stabil. Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan
posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.

Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk

mencegah kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam

posisi dorsofleksi dan dapat juga mencegah pemendekan tendon achiles.

Posisi kepala 30 derajat dari bidang horizontal untuk menjamin aliran

darah yang adekuat ke otak dan aliran balik vena ke jantung, kecuali pada

pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-muntah (dekubitus

lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala ekstensi).

Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobilisasi aktif ke

posisi tegak, duduk dan pindah ke kursi sesuai toleransi hemodinamik dan

neurologis.

7. Neurorestorasi dini

Stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak yang

terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini

mungkin.

8. Perawatan vesika

Kateter urin menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai

ketika ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia

global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi

intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah

kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika

terutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urin atau pasien

wanita dengan inkontinensia atau retensi urine. Latihan vesika harus

dilakukan bila pasien sudah sadar.


2.1.7 Komplikasi

1. Fase akut

a. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak.

Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan

maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran

darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan

hipoksia jaringan otak. Fungsi dari otak akan sangat terganggu pada

derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran darah ke otak sangat

terganggu pada tekanan darah, fungsi jantung atau kardiak output,

keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien dengan stroke

keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin perfusi

jaringan yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.

b. Edema serebri

Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema

terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka

tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan

cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan sehingga

cairan interstesial akan berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi

edema jaringan otak.

c. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)

Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema

otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya

defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri

kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan intrakranial yang


tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral yang dapat mengancam

kehidupan.

d. Aspirasi

Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentang

terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflex batuk dan

menelan.

2. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut

a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan

biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,

kontraktur, trombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urin dan

bowel.

b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas listrik

otak

c. Nyeri kepala kronis seperti migrain, nyeri kepala tension, nyeri kepala

cluster.

d. Malnutrisi, karena intake yang adekuat.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi

a. Computerized Tomografi Scaning (CT Scan): Mengetahui area infark,

edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI): Menunjukkan daerah yang

mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena.


c. Elektro Encephalografi (EEG): Mengidentifikasi masalah didasarkan

pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik.

d. Angiografi Serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik okulasi atau

ruptur.

e. Sinar X Tengkorak : Mengetahui adanya klasifikasi karotis interna

pada trombosis seebral.

f. Pungsi Lumbal: Menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan

meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik

subarachnoid atau perdarahan intrakranial. Kontraindikasi pada

peningkatan tekanan intrakranial.

g. Elektro Kardiogram: Mengetahui adanya kelainan jantung yang juga

menjadi faktor penyebab stoke.

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Definisi

Salah satu aspek yang penting dalam keperawatan adalah keluarga.

Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang perannya sangat penting untuk

membentuk kebudayaan yang sehat, dari keluarga inilah pendidikan kepada

individu dimulai, dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik,

sehingga untuk membangun suatu kebudayaan seseorang dimulai dari keluarga

(Padila, 2012).
Secara umum keluarga di definisikan sebagai unit sosial ekonomi terkecil

dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi. Keluarga

merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang mempunyai

jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah hubungan perkawinan, dan

adopsi (Bakri, 2014).

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih

yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak,

ibu, adik, kakak, kakek dan nenek (Reinser, 1980 dalam Bakri, 2014).

2.2.2 Ciri-Ciri Keluarga

Menurut Robert Mac Iverdan Charles Horton (Padila, 2012):

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau di pelihara.

3. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk

perhitungan garis keturunan.

4. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan

dan membesarkan anak.

5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga

Ciri keluarga Indonesia:

1. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong

royong .

2. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.


3. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan

secara musyawarah.

4. Berbentuk monogram

5. Bertanggung jawab

6. Mempunyai semangat gotong royong

2.2.3 Tipe Keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai

macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan social maka tipe keluarga

berkembang mengikutinya agar mengupayakan peran serta keluarga dalam

meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe

keluarga.

Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga digolongkan sebagai

tipe keluarga tradisional dan non tradisional atau bentuk normative atau non

normative. Sussman (1947), Macklin (1998) menjelaskan tipe-tipe keluarga

sebagai berikut:

1. Keluarga tradisional

a. Keluarga inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak. Biasanya

keluarga yang melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan

orang tua campuran atau orang tua tiri.

b. Pasangan istri, terdiri dari suami dan istri saja tanpa anak, atau tidak

ada anak yang tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga dengan

karier tunggal atau karier keduanya.

c. Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi dari

perceraian.
d. Bujangan dewasa sendirian.

e. Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang yang

berhubungan.

f. Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri sudah tua anak-

anaknya sudah berpisah.

2. Keluarga non tradisional

a. Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan

anak.

b. Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, didasarkan pada

hukum tertentu.

c. Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah.

d. Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin yang sama

hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.

e. Keluarga komuni, keluarga yang terdiri lebih dari pasangan

monogami dengan anak-anak secara bersama menggunakan fasilitas,

sumber yang sama.

Gambaran tentang bentuk atau tipe keluarga tersebut menggambarkan

banyaknya bentuk struktur yang meonjol dalam keluarga. Implikasi bagi

keperawatan bahwa tidak ada bentuk keluarga yang benar atau salah, layak atau

tidak layak, melainkan keluarga harus dipahami dalam konteksnya, tipe tersebut

hanya sebuah referensi bagi penataan kehidupan keluarga dan berbagai kerangka

kelompok kerja primer dengan memperhatikan setiap upaya keperawatan

dilandasi pemahaman dan keunikan dari setiap keluarga (Padila 2012).


2.2.4 Struktur Keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan

fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam,

diantaranya adalah:

1. Patrilineal

Adalah keluarga sederhana yang terdiri dari sanak saudara sederhana

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ayah.

2. Matrilineal

Adalah keluarga sederhana yang terdiri dari sanak saudara sederhana

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami.

5. Keluarga Kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya

hubungan dengan suami atau istri (Bakri, 2014).


2.2.5 Fungsi Keluarga

Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni satu sisi

keluarga berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi lain keluarga harus

memenuhi tuntutan dan harapna masyarakat, maka selanjutnya akan di bahas

tentang fungsi keluarga sebagai berikut:

Friedman (1998) dalam Padila (2012) mengidentifikasikan lima fungsi

dasar keluarga, yakni:

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak

melalui keluarga yang bahagia. Anggota keluarga mengembangkan konsep

diri yang positif , rasa di miliki dan memiliki, rasa berarti serta merupakan

sumber kasih sayang. Reinforcement dan support dipelajari dan

dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga.

Komponen yang perlu di penuhi oleh keluarga untuk memenuhi fungsi

afektif adalah:

a. Saling mengasuh, cinta, kasih, kehangatan, saling menerima dan

mendukung. Setiap anggota keluarga yang mendapat kasih sayang dan

dukungan, maka kemampuannya untuk memberi akan meningkat

sehingga tercipta hubungan yang hangat dan mendukung. Hubungan

yang baik dalam keluarga tersebut akan menjadi dasar dalam

membina hubungan dengan orang lain di luar keluarga.


b. Saling menghargai, dengan mempertahankan ilkim yang positif

dimana setiap anggota keluarga baik orang tua maupun anak di akui

dan di hargai keberadaan dan haknya.

c. Ikatan dan identifikasi, ikatan ini mulai sejenak pasangan sepakat

hidup baru. Kemudian di kembangkan dan di sesuaikan dengan

berbagai aspek kehidupan dan keinginan yang tidak dapat dicapai

sendiri, misalnya mempunyai anak. Hubungan selanjutnya akan

dikembangkan menjadi hubungan orang tua anak dan antar anak

melalui proses identifikasi. Proses identifikasi merupakan inti ikatan

kasih sayang, oleh karena itu perlu diciptakan proees identifikasi yang

positif dimana anak meniru perilaku orang tua melalui hubungan

interaksi mereka. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang

menentukan kebahagiaan keluarga. Sering penceraian, kenalan anak

atau masalah keluarga lainnya timbul akibat fungsi afektif keluarga

yang tidak terpenuhi.

2. Fungsi sosialisasi

Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah.

3. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

meningkatkan sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga

berencana, maka fungsi ini sedikit dapat terkontrol. Namun disisi lain
banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan

sehingga lahirnya keluarga baru dengan satu orang tua (single parents).

4. Fungsi Ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan, pakaian

dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit

dipenuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan (gakin atau pra keluarga

sejahtera). Perawat berkontribusi untuk mencari sumber-sumber di

masyarakat yang dapat digunakan keluarga meningkatkan status kesehatan

mereka.

5. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi lain kesehatan adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain keluarga

menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi

melakukan asuhan keperawatan terhadap anggotanya baik untuk mencegah

terjadinya gangguan maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga

menentukan kapan anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

memerlukan bantuan atau pertolongan tenaga profesional. Kemampuan ini

sangat mempengaruhi status kesehatan individu dan keluarga.

Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap

anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan.

2.2.6 Tugas Keluarga

Menurut Padila (2012) pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas

pokok sebagai berikut:

1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga


3 Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya

masing-masing

4. Sosialisasi antar anggota keluarga

5. Pengaturan jumlah anggota keluarga

6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

7. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya

2.2.7 Peranan Keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang

dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan – harapan. Peran

keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam

konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan

situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Setiap anggota keluarga

mempunyai peran masing – masing, antara lain adalah:

1. Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari

nafkah, pendidik, pelindung / pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap

anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial

tertentu.

2. Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak – anak,

pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga

dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.


3. Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan

fisik, mental, sosial dan spiritual (Bakri, 2014).

2.2.8 Perkembangan Keluarga

Perkembangan keluarga adalah sebuah proses perubahan system keluarga

yang bergerak bertahap dari waktu ke waktu. Setiap tahapan umumnya memiliki

tugas dan resiko kesehatan yang berbeda-beda. Duval (Dion & Betan, 2013 dalam

Bakri, 2014), membagi keluarga dalam 8 tahap berbeda, yaitu:

1. Keluarga Baru (Berganning Family)

Keluarga baru dimulai ketika dua individu membentuk keluarga

melalui perkawinan. Pada tahap ini, pasangan baru memiliki tugas

perkembangan untuk membina hubungan intim yang memuaskan di dalam

keluarga, membuat berbagai kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama,

termasuk dalam hal merencanakan anak, persiapan menjadi orang tua dan

mencari pengetahuan prenatal care.

2. Keluarga dengan Anak Pertama < 30 bulan (Child Bearing)

Ialah masa transisi pasangan suami istri yang dimulai sejak anak

pertama lahir sampai berusia kurang dari 30 bulan. Pada masa ini sering

timbul konflik yang dipicu kecemburuan pasangan akan perhatian yang

lebih ditunjukan kepada anggota keluarga baru.

3. Keluarga dengan Anak Prasekolah

Tahap ini berlangsung sejak anak pertama berusia 2,5 tahun hingga

5 tahun. Adapun tugas perkembangan yang mesti dilakukan ialah

memenuhi kebutuhan anggota keluarga, membantu anak bersosialisasi


dengan lingkungan, cermat membagi tanggung jawab, mempertahankan

hubungan keluarga, serta mampu membagi waktu untuk diri sendiri,

pasangan dan anak.

4. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6-13 tahun)

Tahap ini berlangsung sejak anak pertama menginjak sekolah dasar

sampai masuk awal masa remaja. Dalam hal ini sosialisasi anak semakin

melebar. Tidak hanya di lingkungan rumah, melainkan juga di lingkungan

sekolah juga di lingkungan yang lebih luas lagi.

5. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun)

Pada perkembangan tahap remaja ini orang tua perlu memberikan

kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab. Hal ini mengingat

bahwa remaja adalah seseorang yang dewasa muda dan mulai memiliki

otonomi. Ia ingin mengatur kehidupannya sendiri tetapi masih

membutuhkan bimbingan.

6. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah)

Tahapan ini dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah.

Artinya keluarga sedang menghadapi persiapan anak yang mulai mandiri.

Dalam hal ini, orangtua mesti merelakan anak untuk pergi jauh dari

rumahnya demi tujuan tertentu.

7. Keluarga Usia Pertengahan (Middle Age Family)

Tahapan ini ditandai dengan perginya anak terakhir dari rumah dan

salah satu pasangan bersiap negative atau meninggal. Tugas

perkembangan keluarganya, yaitu menjaga kesehatan, meningkatkan


keharmonisan dengan pasangan, anak dan teman sebaya, serta

mempersiapkan masa tua.

8. Keluarga Lanjut Usia

Masa lanjut adalah masa-masa akhir kehidupan manusia. Maka

tugas perkembangan pada masa ini yaitu beradaptasi dengan perubahan

kehilangan pasangan, kawan, ataupun saudara. Selain itu melakukan “life

review” juga penting, disamping tetap mempertahankan kedamaian rumah,

menjaga kesehatan dan mempersiapkan kematian.

2.3 Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

A. Data Keluarga

1. Identitas Umum

a) Identitas perawat yang melakukan pengkajian

Tabel 2.3.1 Contoh Format Pengisian Identitas

Nama Puskesmas No Register

Nama Perawat Tanggal Pengkajian

1. Nama puskesmas

Di isi dengan nama pusksmas terdekat. Contohnya: puskesmas Tlogosari

2. Nama perawat

Di isi dengan nama perawat yang melakukan pengakajian atau nama

perawat yang bertanggung jawab. Contohnya: perawat Suci

3. No. Register
Contohnya: 10. 10. 99 (sesuai dengan rumah sakit / puskesmas)

4. Tanggal pegakajian

Diisi dengan tanggal, bulan, tahun dilakukannya pengkajian. Contoh : 28-

01-2020

Tabel 2.5 Contoh Format Kepala Keluarga

Nama Kepala Bahasa sehari-hari

Keluarga
Alamat Rumah & Yankes terdekat,

Telp Jarak
Pekerjaan Alat transportasi
Agama & Suku Status Kelas Sosial

1. Nama kepala keluarga

Di isi dengan nama kepala keluarga sesuai dengan kartu keluarga yang

ditulis dengan nama inisial dan diikuti dengan lebel status klien.

Contohnya: Tn. R (Tn. Tuan)

2. Alamat Rumah dan nomer telepon

Diisi dengan alamat rumah lengkap dengan no RT/RW dan nomer telpon

klien Contohnya: Desa Suojawa RT 01 / RW 01 Kecamatan Tlogosari

3. Pekerjaan

Diisi dengan pekerjaan, profesi, status, atau sesuai dengan pekerjaan

klien. Contohnya: dokter/perawat/wiraswasta/PNS

4. Agama & Suku

Agama : islam, kristen, hindu, uda, katolik

Suku : jawa, madura, batak, dll/WNI,WNA. Contohnya: islam,

jawa/WNI

5. Bahasa Sehari-hari.
Di isi bahasa sehari hari individu di keluarga tersebut. Contoh : Madura,

Indonesia, Inggris, Jawa.

6. Alat Transportasi

Di isi dengan alat transportasi sehari-hari keluarga tersebut. Contoh:

Mobil, sepeda Motor, Sepeda.

7. Yankes terdekat, jarak

Di isi jarak tempat pelayanan kesehatan terdekat dengan keluarga

tersebut. Contoh: jarak rumah dengan puskesmas 10 meter.

8. Status kelas sosial

Di isi dengan keadaan status sosial klien

Contohnya: menengah kebawah/ menengah keatas.

Tabel 2.6 Contoh Format Data Anggota Keluarga

N Na Hub Umur J S Pendidi Pekerja Status TTV Status

o Ma dengan K uk kan an Saat Gizi (TD, Imunisasi

KK u Terakhi Ini (TB, N, Dasar

r BB, S, P)

BMI)
1. Tn. Kepala 35 L M SMP Petani TB: TD: Lengkap

A keluarg Thn ad 170 120/90

a ur Cm mmHg

a BB: N: 98

75 x/mnt

Kg S: 36,7

BMI: 0C

26 P: 23

x/menit
1. Nama

Diisi dengan nama anggota keluarga

2. Hubungan dengan kepala keluarga

Diisi dengan hubungan anggota keluatga dengan kepala keluarga

Contohnya: istri, anak, kakak, mertua, orang tua, dll

3. Umur

Diisi dengan umur setiap aggota keluarga dalam tahun

Contohnya 28 tahun

4. Jk

Di isi dengan jenis kelamin contohnya: Laki Laki (L) / Perempuan (P)

5. Suku

Contohnya: madura, jawa, batak, dan Lain-lain

6. Pendidikan terakhir

Contohnya: SD, SMP, SMA, dan lain-lain

7. Pekerjaan saat ini

Diisi sesuai dengan pekerjaan anggota keluarga saat ini. Contohnya: siswa,

mahasiswa, PNS, wiraswasta, petani, dan lain-lain.

8. Status gizi (TB, BB, BMI)

Diisi sesuai dengan TB, BB, BMI masing-masing anggota keluarga.

Contoh: TB : 165 cm, BB : 56 kg

9. TTV (TD, S, N, RR)


Diisi sesuai dengan TTV masing-masing anggota keluarga. Contoh: TD :

120 / 90 mm / Hg, N :98x / menit, S: 36,8 C, RR : 19x /menit

10. Status imunisasi dasar

Diisi dengan imunisasi apa yang sudah di berikan. Contoh:

(BCG,Polio,DPT,HB,Campak)

11. Alat Bantu

Di isi dengan alat bantu apa pun dalam menunjang ke seharian setiap

individu di keluarga tersebut. Contoh : Tn.K menggunakan alat bantu

pendengaran.

a. Komposisi keluarga

Komposisi ini biasanya terdiri dari nama, jenis kelamin, hubungan dengan

KK (kepala keluarga), umur, pendidikan dan status imunisasi

dari masing-masing anggota keluarga yang dibuat dalam bentuk tabel

untuk memudahkanpengamatan.

b. Genogram

Adalah simbol-simbol yang dipakai dalam pembuatan genogram untuk

menggambarkan susunan keluarga. Aturan pembuatan genogram yaitu :

1) Anggota keluarga yang lebih tua berada disebelah kiri

2) Umur anggota keluarga ditulis pada simbol laki-laki atau perempuan

3) Tahun dan penyebab kematian ditulis disebelah simbol laki-laki atau

perempuan

4) Paling sedikit disusun tiga generasi

5) Aturan symbol.

c. Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah

yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

d. Suku bangsa (Etnis)

1) Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarg, dikaji asal suku

bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa

tersebut terkait dengan kesehatan.

2) Tempat tinggal keluarga ( bagian dari sebuah lingkungan yang

secara etnis bersifat homogen).

3) Kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi, pendidikan

(apakah kegiatan-kegiatan ini berada dalam kelompok kultur /

budaya keluarga).

4) Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana (tradisional atau modern).

5) Struktur kekuasaan keluarga tradisional atau modern.

6) Penggunaan jasa-jasa perawat kesehatan keluarga dan praktisi.

7) Dikaji apakah keluarga mengunjungi pelayanan praktis, terlibat

dalam praktik-praktik pelayanan kesehatan tradisional, atau memiliki

kepercayaan tradisional asli dalam bidang kesehatan.

8) Pengunaan bahasa sehari-hari di rumah.

e. Agama dan Kepercayaan

1) Apakah anggota keluarga berada dalam praktik keyakinan beragama

mereka.

2) Seberapa aktif keluarga tersebut terliabat dalam kegiatan agama atau

organisasi-organisasi keagamaan lain.


3) Keluarga menganut agama apa.

4) Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai keagamaan yang dianut

dalam kehidupan keluargaterutama dalam hal kesehatan

f. Status sosial ekonomi keluarga

Sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala

keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status social

ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yag

dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

g. Aktivitas rekreasi keluarga

Reaksi keluarga tidak hanya untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu

namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan

aktivitas rekreasi.

B. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga adalah mengkaji keluarga berdasarkan

Tahap kehidupan keluarga berdasarkan Duvall, ditentukan dnegan anak

tertua dari keluarga inti dan mengkaji sejauhmana keluarga melaksanakan

tugas sesuai tahapan perkembangan.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Tahap ini ditentukan sampai dimana perkembangan keluarga saat ini dan

tahap apa yang belum dilakukan oleh keluarga serta kendalannya.

C. Riwayat Kesehatan Keluarga

1. Riwayat keluarga sebelumnya


Disini diuraikan riwayat keluarga kepala keluarga sebelum membentuk

keluarga sampai saat ini.

2. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga saat ini menjelaskan

mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat

penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing, anggota dan

sumber pelayanan yang digunakan keluarga.

D. Pengkajian Lingkungan

1. Gambar tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa kamar dan lain lain).

Apakah keluarga memiliki sendiri atau menyewa rumah ini.

2. Gambarkan kondisi rumah (baik interior maupun eksterior rumah). Interior

rumah meliputi, jumlah kamar dan tipe kamar (kamar tamu, kamar tidur

dan lain-lain), pengunaan-penggunaan kamar tersebut dan bagaimana

kamar tersebut diatur. Bagaimana kondisi dan kecukupan prabot. Apakah

penerangan fentilasi, pemanasan. Apakah lanitai, tangga, susunan dan

bangunan yang lain dalam kondisi yang adekuat.

3. Di dapur, amati suplai air minum, penggunaan alat-alat masak,

pengamanan untuk kebakaran.

E. Struktur Keluarga

1. Pola komunikasi keluarga

2. Struktur kekuatan keluarga

3. Struktur peran

4. Nilai atau norma keluarga

F. Fungsi Keluarga

1. Fungsi Afektif
2. Fungsi sosialisasi

3. Fungsi perawatan kesehatan

4. Fungsi reproduktif

5. Fungsi ekonomi

G. Stress dan Koping Keluarga

1. Stressor jangka pendek

2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor mengkaji

sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau stressor

3. Strategi koping yang digunakan strategi koping apa yang digunakan

keluarga bila menghadapi masalah

4. Strategi adaptasi disfungsional dijelaskan mengenai adaptasi disfungsional

yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

H. Pemeriksaan Fisik

Diperiksa persistem sesuai keadaan klien

I. Prioritas Diagnosa Keperawatan

Cara memprioritaskan masalah keperawatan keluarga adalah dengan

menggunakan skoring. Komponen dari prioritas masalah keperawatan

keluarga adalah kriteria, bobot, dan pembenaran. Kriteria prioritas masalah

keperawatan keluarga adalah berikut ini:

1. Sifat masalah. Kriteria sifat masalah ini dapat ditentukan dengan

melihat katagori diagnosis keperawatan. Adapun skornya adalah,

diagnosis keperawatan potensial skor 1, diagnosis keperawatan risiko

skor 2, dan diagnosis keperawatan aktual dengan skor 3.


2. Kriteria kedua, adalah kemungkinan untuk diubah. Kriteria ini dapat

ditentukan dengan melihat pengetahuan, sumber daya keluarga,

sumber daya perawatan yang tersedia, dan dukungan masyarakatnya.

Kriteria kemungkinan untuk diubah ini skornya terdiri atas, mudah

dengan skor 2, sebagian dengan skor 1, dan tidak dapat dengan skor

nol.

3. Kriteria ketiga, adalah potensial untuk dicegah. Kriteria ini dapat

ditentukan dengan melihat kepelikan masalah, lamanya masalah, dan

tindakan yangsedang dilakukan. Skor dari kriteria ini terdiri atas,

tinggi dengan skor 3, cukup dengan skor 2, dan rendah dengan skor 1.

4. Kriteria terakhir adalah menonjolnya masalah. Kriteria ini dapat

ditentukan berdasarkan persepsi keluarga dalam melihat masalah.

Penilaian dari criteria ini terdiri atas, segera dengan skor 2, tidak perlu

segera skornya 1, dan tidak dirasakan dengan skor nol 0.

Cara perhitungannya sebagai berikut:

1. Tentukan skor dari masing-masing kriteria untuk setiap masalah

keperawatan yang terjadi. Skor yang ditentukan akan dibagi dengan

nilai tertinggi, kemudian dikalikan bobot dari masing-masing kriteria.

Bobot merupakan nilai konstanta dari tiap kriteria dan tidak bisa

diubah (Skor/angka tertinggi x bobot).

2. Jumlahkan skor dari masing-masing kriteria untuk tiap diagnosis

keperawatan keluarga.

3. Skor tertinggi yang diperoleh adalah diagnosis keperawatan keluarga

yang prioritas.
Skoring yang dilakukan di tiap-tiap kriteria harus diberikan pembenaran

sebagai justifikasi dari skor yang telah ditentukan oleh perawat, Justifikasi yang

diberikan berdasarkan data yang ditemukan dari klien dan keluarga. Contoh

skoring prioritas masalah pada penderita diabetes Asma bronchial Risiko

perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada Ibu P yang merupakan

keluarga Bapak J, berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus. Hal tersebut dapat kita lihat

pada matriks di bawah ini.

Tabel 2.7 Skoring Diagnosa Keperawatan

NO KRITERIA SKOR BOBOT SKORING

1. Sifat Masalah 3 1

Skala : 2

Tidak/kurang sehat 1

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera

2. Kemungkinan masalah 3 2

dapat diubah 2

Skala : 1

Mudah 0

Sebagian

Tidak dapat

3. Potensial masalah untuk 3 1

dicegah 2

Skala : 1

Tinggi

Cukup
Rendah

4. Menonjolnya masalah 2 1

Skala : 1

Masalah berat, harus 0

segera ditangani

Ada masalah tetapi tidak

perlu

ditangani

Masalah tidak dirasakan

Jumlah

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kesiapan Meningkatkan Manajemen Kesehatan

Definisi:

Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proes keluarga suatu

program untuk pengobatan penyakit dan sekuelanyayang tidak

memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan tertemtu dari unit keluarga.

Batasan karakteristik:

1) Akselerasi gejala penyakit seorang anggota keluarga

2) Kurang perhatian pada penyakit

3) Kesulita dengan regimen yang ditetapkan

4) Kegagalan melakukan tindakan mengurangi faktor resiko

5) Ketidaktepatan aktivitas keluarga untuk memenuhi tujuan kesehatan.

Populasi beresiko:

Kesulitan ekonomi
2.3.2 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.8 Intervensi dan Kriteria Hasil

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

(NOC) (NIC)
Pengetahuan: Manajemen Hipertensi Manajemen Diri : Hipertensi

Manajemen diri : Hipertensi

1. Menggambarkan faktor penyebab 5 1. Tentukan pengetahuan kesehatan dan

(secara konsisten menunjukkan). gaya hidup perilaku saat ini pada

individu, keluarga atau kelompok

sasaran.

2. Mengenali pemicu hipertensi 5 (secara 2. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait

Konsisten menunjukkan). dengan proses penyakit yang spesifik.

3. Menginisiasi tindakan untuk mencegah 3. Bimbing keluarga mengulangi

Pemicu pribadi 5 (secara konsisten penjelasan yang diberikan.

Menunjukkan).

4. Menyerahkan hipertensi pada orang 4. Kontrak waktu dengan keluarga serta

Relavan 5 (secara konsisten jelaskan tujuan yang akan di lakukan.

Menunjukkan).

5. Menyerahkan perencanaan 5 (secara 5. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital

konsisten pada seluruh anggota keluarga

Menunjukkan).

6. Menyesuaikan kehidupan rutin untuk 6. Lakukan pemeriksaan tekanan darah

Mengoptimalkan kesehatan 5 (secara secara berkala

Konsisten menunjukkan).

7. Melakukan modifikasi lingkungan yang 7. Lakukan penyuluhan kesehatan kepada

Tepat 5 (secara konsisten menunjukkan). anggota keluarga yang mengalami

penyakit hipertensi

Dukungan pengambilan keputusan Dukungan pengambilan keputusan

1. Mengidentifikasi informasi yang relevan 1. Bina hubungan baik yang saling


5 (tidak terganggu) mempercayai

2. Mengidentifikasi alternative (pilihan) 5 2. Tentukan apakah terdapat perbedaan

(tidak terganggu) antara pandangan pasien dan pandangan

penyedia perawatan kesehatan mengenai

kondisi pasien

3. Mengidentifikasi kemungkinan 3. Informasikan pada pasien dan keluarga

Konsekuensi dari masing-masing pilihan mengenai pandangan-pandangan atau

5 (tidak terganggu) solusi alternative dengan cara yang jelas

dan mendukung

4. Mengidentifikasi sumber daya yang 4. Fasilitasi pengambilan keputusan

dibutuhkan untuk mendukung setiap kolaboratif

alternative 5 (tidak terganggu)

2.3.4 Implementasi

Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini,

perawat mengasuh keluarga sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu

melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan

kesehatan dirumah. Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan keluarga, yaitu :

1. Tahap 1 : persiapan

a. Persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan :

b. Kontrak dengan keluarga ( kapan dilaksanakan, berapa lama

waktunya, materi yang akan didiskusikan, siapa yang melaksanakan,

anggota keluarga yang perlu mendapatkan informasi).

c. Mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

d. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif.

e. Mengindentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.


f. Kegiatan ini bertujuan agar keluarga dan perawat mempunyai

kesiapan secara fisik dan psikis pada saat implemantasi.

2. Tahap 2 : intervensi

Tindakan keperawatan keluarga berdasarkan kewenangan dan tanggung

jawab perawat secara professional adalah :

a. Independent

Adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan

kompetensi keperawatan tanpa petunjuk dan perintah dari tenaga

kesehatan lainnya. lingkup tindakan independent ini adalah :

1) Mengkaji terhadap klien dan keluarga melalui riwayat

keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status

kesehatan klien.

2) Merumuskan diagnosa keperawatan.

3) Mengindentifikasi tindakan keperawatan.

4) Melaksanakan rencana pengukuran.

5) Merujuk kepada tenaga kesehatan lain.

6) Mengevaluasi respon klien.

7) Partisipasi dengan konsumen atau tenaga kesehatan lainnya dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Tipe tindakan independent keperawatan dapat dikatagorikan menjadi

yaitu :

1. Tindakan diagnostik

a) Wawancara dengan klien.

b) Observasi dan pemeriksaan fisik


c) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, misalnya

(Hb) dan membaca hasil pemeriksaan laboratorium tersebut.

2. Tindakan terapeutik

Tindakan untuk mencegah mengurangi dan mengatasi masalah

klien.

a) Tindakan edukatif

Tindakan untuk merubah perilaku klien melalui promosi

kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien.

b) Tindakan merujuk

Tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.

b. Interdependent

Yaitu suatu kegiatan yang memerluka suatu kerja sama dengan tenaga

kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan

dokter yang lainnya.

c. Dependent

Yaitu pelaksanaan rencana tindakan medis. Misalnya dokter

menuliskan “perawatan kateter”. Tindakan keperawatan adalah

mendefinisikan perawatan kateter berdasarkan kebutuhan individu

dari klien.

3. Tahap 3 : Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang

lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.


Tabel 2.9 Format Pelaksanaan tindakan keperawatan

No. Diagnosa/ Tanggal/Pukul Tindakan Paraf

masalah Kolaboratif

1. Nomer diagnosa /masalah kolaboratif

Tuliskan nomor diagnosa keperawatan/masalah kolaboratif sesuai dengan

masalah yang sudah teridentifikasi dalam format diagnosis keperawatan.

2. Tanggal/jam

Tuliskan tanggal, bulan, tahun, dan jam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

3. Tindakan

a. Tuliskan nomor urut tindakan

b. Tindakan dituliskan yang dilakukan beserta hasil/respon pasien

dengan jelasJangan lupa menuliskan nama/jenis obat, dosis, cara

memberikan, dan instruksi medis yang lain dengan jelas.

c. Jangan menuliskan istilah sering, kecil, besar, atau istilah lain yang

dapat menimbulkan persepsi yang berbeda atau masih menimbulkan

pertanyaan. Contoh: “memberikan makan lebih sering dari biasanya”.

Lebih baik tuliskan pada jam berapa saja memberikan makan dan

dalam berapa porsi makanan diberikan.


d. Untuk tindakan pendidikan kesehatan, tuliskan “melakukan penkes

tentang….., laporan penkes terlampir

e. Bila penkes dilakukan secara singkat, tuliskan tindakan dan respon

pasien setelah penkes dengan jelas.

4. Paraf

Tuliskan paraf dan nama terang

2.3.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis

dan terencana tenntang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan

klien dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemamuan keluarga dalam mencapai tujuan. Evaluasi dapat dibagi dalam

2 jenis, yaitu :

1. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format

catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami

oleh keluarga. Format yang dipakai adalah format SOAP :Subjektif,

Objektif, Analisis, Planing. Komponen SOAP/SOAPIER (Subjektif,

Objektif, Analisis, Planing,Implementasi, Evaluasi, Reassesment) Untuk

memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien,

digunakan komponen SOAPIER (Subjektif, Objektif, Analisis,


Planing,Implementasi, Evaluasi, Reassesment). Penggunaanya tergantung

dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER (Subjektif, Objektif,

Analisis, Planing,Implementasi, Evaluasi,Reassesment) adalah sebagai

berikut ;

1.) S : Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

2.) O : Data Objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang

dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

3.) A : Analisis

Interprestasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang

terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah

teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.

4.) P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah

menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan

tindakan ulang pada umunya dihentikan. Tindakan yang perlu

dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk


menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk

mencapai keberhasilanya. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah

tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah

klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai

alternative pilihan yang lain yang diduga dapat membantu

mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, rencana tindakan

yang baru/sebelumnya tidak dapat ditentukan bila timbul masalah

baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak kompeten lagi

untuk menyelesaikan masalah yang ada.

5.) I : Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P

(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam

pelaksanaan.

6.) E : Evaluasi

Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

7.) R : Reassesment

Reassessment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan (Rohmah,

2018).

2. Evaluasi akhir (formatif)


Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan

yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin

semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar

didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

a. Metode Evaluasi

Metode yang dipakai dalam evaluasi antara lain adalah :

1) Observasi langsung

2) Wawancara

3) Memeriksa laporan

4) Latihan stimulasi

b. Mengukur pencapaian keluarga

Faktor yang dievaluasi ada beberapa komponen, meliputi :

Lingkup evaluasi kognitif adalah :

1) Pengetahuan keluarga mengenai penyakitnya.

2) Mengontrol gejala-gejalanya.

3) Pengobatan.

4) Diet, aktivitas, persediaan alat-alat.

5) Risiko komplikasi.

6) Gejala yang harus dilaporkan.

7) Pencegahan.

Informasi ini dapat diperoleh dengan cara :

1) Interview

Dengan menggunakan cara :


a) Menanyakan kepada keluarga untuk mengingat beberapa fakta yang

sudah diajarkan.

b) Menanyakan kepada keluarga untuk menyatakan informasi yang spesifik

dengan kata-kata keluarga sendiri (pendapat keluarga sendiri).

c) Mengajak keluarga pada situasi hipotesa dan tanyakan tindakan yang

tepat terhadap apa yang ditanyakan.

2) Kertas dan pensil

Perawat menggunakan kertas dan pensil untuk mengevaluasi pengetahuan

keluarga terhadap hal-hal yang telah diajarkan.

3) Afektif

Dengan cara observasi langsung, yaitu dengan cara observasi wajah, postur

tubuh, nada suara, isi pesan verbal pada waktu melakukan wawanncara.

4) Psikomotor

Dengan cara melihat apa yang dilakukan keluarga sesuai dengan yang

diharapkan.

c. Penentuan keputusan pada tahap evaluasi

Ada tiga kemungkinan pada tahap ini, yaitu :

1) Keluarga telah mecapai hasil yang ditentukan dalam tujuan,

sehingga rencana mungkin dihentikan.

2) Keluarga masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan,

sehingga perlu penambahan waktu, reseources, intervensi

sebelum tujuan berhasil.


3) Keluarga tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan,

sehingga perlu :

a) Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat.

b) Membuat outcome yang baru, mungkin outcome pertama

tidak realistis atau

c) mungkin keluarga tidak menghendaki terhada tujuan yang

disusun oleh perawat.

d) Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan

untuk mencapai tujuan sebelumnya.

Tabel 2.10 Format Evaluasi

Masalah Kep/Kolaboratif Tanggal/Jam Catatan Perkembangan Paraf

A. Pedoman Pengisian Format Evaluasi/Catatan Perkembangan

1. Masalah Keperawatan/Masalah Kolaboratif

Tulislah masalah keperawatan/masalah kolaboratif (hanya problem saja).

2. Tanggal/Jam

Tulislah tanggal, bulan, tahun, dan jam waktu evaluasi dilakukan.

3. Catatan Perkembangan (Menggunakan SOAP)

a. Tulislah data perkembangan yang diperoleh dari catatan tindakan

keperawatan.

b. Tulislah data dalam kelompok data subjektif dan objektif (S-O).


c. Tulislah data perkembangan hanya data yang bersesuaian dengan

kriteria hasil, jadi jangan menuliskan data yang tidak perlu atau

meniadakan data yang diperlukan.

d. Tulislah masalah keperawatan/kondisi masalah keperawatan dalam

analisis (A) untuk evaluasi proses. Contoh : nyeriakut/nyeri akut

berlanjut/nyeri akut masih terjadi.

e. Tulislah dalam analisis (A) tujuan teratasi, teratasi sebagian, tidak

teratasi untuk evaluasi hasil.

f. Bila ditemukan masalah yang baru, tuliskan masalah dalam bentuk

diagnosis keperawatan dengan formulasi yang tepat.

g. Tulislah dalam perencanaan (P) nomor dari rencana tindakan

keperawatan untuk rencana tindakan yang dikehendaki untuk

dilanjutkan/dipertahankan atau dihentikan.

h. Tulislah rencana tindakan baru bila dikehendaki sebagaimana teknik

penulisan rencana tindakan.

i. Bila menggunakan SOAPIE/SOAPIER, tulislah pelaksanaan tindakan

dalam item I/implementasi dan respons klien dituliskan dalam item

E/evaluasi, kemudian tentukan rencana berikutnya pada item

R/reassessment.

4. Paraf

Tulislah paraf dan nama terang (Rohmah, 2018).

Anda mungkin juga menyukai