Anda di halaman 1dari 3

Dalam hal ini penasihat hukum (angela marthavia and partners) mengajukan

keberatan atas surat dakwaan penuntut umum dengan alasan keberatan sebagai
berikut:

1. Pengadilan Negeri Tual Tidak Berwenang Mengadili Perkara A Quo


Bahwa kami tim Penasihat Hukum Terdakwa 1 dan Terdakwa Pengurus keberatan mengenai
Pengadilan Negeri Tual Berwenang Mengadili Perkara A Quo didasarkan fakta bahwa sejak
awal Dakwaan ini didasari prosedur penyidikan, penuntutan hingga prosedur beracara yang
salah (Error In Procedure) dikarenakan penyidikan, penuntutan hingga beracara dalam perkara
a quo seharusnya menggunakan atau tunduk pada ketentuan hukum yang diatur di dalam
Undang-Undang Perikanan. Karena telah nyata dan jelas bahwa baik uraian delik, lokasi dan
dampak dari tindak pidana, masuk dan tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perikanan,
sehingga Pengadilan yang berwenang seharusnya Pengadilan Perikanan Tual.

Bahwa sesuai asas lex specialis derogat legi generalis dan asas lex specialis sistematis
menjelaskan undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang
bersifat umum dan diantara undang-undang yang bersifat khusus terdapat undang-undang
yang lebih khusus yang secara sistematis didahulukan ketimbang undang-undang khusus
lainnya. Sebuah aturan dikategorikan lex spesialis jika materiilnya khusus, formilnya khusus
(ada pengadilan yang khusus) dan Adresat (subjek) khusus.

Bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan bersifat lebih


khusus/lebih specialis dari pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hal ini dikarenakan:

a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan telah mengatur pasal


tersendiri mengenai perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan
sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana diatur di dalam Pasal 86
ayat (1) Jo. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan. Sementara yang dimaksud dengan lingkungan sumber daya ikan adalah
adalah perairan tempat kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota dan faktor
alamiah sekitarnya.

Bahwa telah nyata dalam Dakwaan Jaksa Penuntut umum menyebutkan bahwa tindak
pidana dilakukan dan berakibat pada tercemarnya Perairan Arafura yang terletak di sekitar
Kabupaten Maluku Tenggara yang merupakan perairan tempat kehidupan sumber daya
ikan. Sehingga menjadi tidak relevan jika Dakwaan perkara a quo tidak menggunakan
ketentuan pasal ini sebagai landasan dalam mendakwa Para Terdakwa. Hal ini juga menjadi
bukti tidak taatnya Jaksa Penuntut Umum karena telah mengesampingkan asas lex specialis
derogat legi generalis dan asas lex specialis sistematis.

Maka dengan demikian Pengadilan Negeri Tual Tidak Berwenang Mengadili Perkara A
quo.

2. Surat Dakwaan Penuntut Umum Batal Demi Hukum karena Tidak Cermat dalam
Menerapkan Undang-Undang

Bahwa dari rumusan unsur delik tersebut diatas maka uraian tindak pidana yang
disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum di dalam Dakwaannya lebih tepat bila
menggunakan rumusan pasal yang diatur di dalam Pasal 86 ayat (1) jo. Pasal 12 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Lebih lagi berdasarkan uraian
fakta yang dituangkan di dalam Surat Dakwaan bahwa semua tidak tersebut dilakukan pada
locus delicti yang berlokasi di Perairan Arafuru yang adalah wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia. Dalam hal ini berlakulah asas Lex specialis derogat legi generalis dan
asas Lex specialis sistematis sebagaimana yang telah kami uraikan pada poin-poin
sebelumnya.

Dalam hal misalnya Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa tindak pidana yang
dilakukan oleh Para Terdakwa juga masuk dalam lingkup Tindak Pidana Lingkungan Hidup,
maka Penuntut Umum wajib menggunakan concursus (penggabungan tindak pidana)
dalam perkara a quo dengan tetap memasukan ketentuan Pasal 86 ayat (1) jo. Pasal 12 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Hal ini mengingat bahwa
unsur-unsur pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
memiliki kesamaan dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang
didakwakan di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Dengan tidak digunakannya ketentuan Undang-Undang Perikanan, hal ini menimbulkan


ketidakpastiaan dan ketidakadilan hukum bagi Terdakwa karena Terdakwa kehilangan haknya
untuk mendapatkan proses persidangan yang cepat, sederhana dan biaya ringan sebagaimana
yang diatur di dalam Undang-Undang Perikanan.

Maka, berdasarkan ketidakcermatan surat dakwaan Penuntut Umum tersebut, maka kami
Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim pada perkara a quo untuk
menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum BATAL DEMI HUKUM karena tidak
memenuhi syarat materiil Surat Dakwaan.
DENGAN PERMOHONAN:

1. Menerima keberatan dari Terdakwa 1 PT KU dan Terdakwa Pengurus Ni Putu


Watanabe, M.A., atau Penasihat Hukumnya.
2. Menyatakan Surat Dakwaan dari Penuntut Umum BATAL DEMI HUKUM atau setidak-
tidaknya TIDAK DAPAT DITERIMA atau sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk
memeriksa perkara a quo.
3. Memulihkan harkat, martabat, dan nama baik Terdakwa 1 PT KU dan Terdakwa
Pengurus Ni Putu Watanabe, M.A.
4. Menetapkan bahwa perkara a quo tidak dapat dilanjutkan.
5. Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membebaskan Terdakwa Ni Putu Watanabe,
M.A dari penahanan;
6. Membebankan biaya perkara pada Negara.
atau,
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka kami mohon agar diberikan putusan yang
seadil-adilnya (ex aquo et bono). Terima kasih

Hormat kami,

TIM PENASIHAT HUKUM TERDAKWA

Anda mungkin juga menyukai