Anda di halaman 1dari 5

TELAAH EPISTIMOLOGIS STANDAR EVIDANCIAL MATTER

SERTA IMPLIKASINYA PADA KUALITAS AUDIT


DAN INTEGRITAS PELAPORAN KEUANGAN DI INDONESIA

Ringkasan Materi Kuliah (RMK)


Matakuliah Auditing dan Assurance
Pengampu Mata Kuliah
Prof. Dr. Sutrisno., SE., M.Si., Ak.

Disusun oleh:
DINY FARIHA ZAKHIR
196020300111004

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
TELAAH ERPISTIMOLOHIS STANDAR EVIDENCIAL MATTER
SERTA IMPLIKASINYA PADA KUALITAS AUDIT
DAN INTEGRITAS PELAPORAM KEUANGAN DI INDONESIA

Audit adalah pemeriksaan keuangan oleh auditor independen sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh IAI yang ditujukan untuk menilai integritas
pelaporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK, yang juga dikeluarkan oleh IAI. Audit
adalah suatu pekerjaan yang sarat dengan acuan normatif dan muatan moral. Pekerjaan audit
merupakan suatu pekerjaan yang menentukan integritas pengungkapan informasi dalam
laporan keuangan. Integritas dibagi menjadi tiga tingkatan: pertama, keamanahan direksi
dalam dalam menjalankan tugas yang diamanatkan kepadanya. Kedua, kejujuran direksi dalam
melakukan pelaporan keuangan. Ketiga, integritas auditor dalam mengaudit dan kemudian
memberikan opini atas integritas direksi dalam pelaporan keuangan.
Telaah epistimologis dalam artikel ini menyingkaap beberapa fakta. Pertama, literatur
pengauditan di Amerika yang selama ini menjadi kiblat bagi wacana pengauditan di Indonesia
baik pada tingkat akademis maupun praktis, juga tidak terlalu jelas dalam membedakan antara
evidence dan evidencial matter, sehingga kesalahpahaman yang kaprah dan melembaga itu di
indonesia sampai tingkat tertentubisa dipahami. Kedua, telaah epistimologis itu memberikan
pemahaman baru yang lebih mendalam tentang keterlibatan moral judgement dalam proses
audit. Ketiga, pemahaman baru tentang proses keterlibatan moral jjudgement dalam proses
audit itu, pada gilirannya sangat membantu dalam mengevaluasi tingkat mutu audit dan tingkat
integritas pelaporan keuangan di Indonesia.

ANALISIS KALIMAT STANDAR EVIDENTIAL MATTER


Kalimat asli dari standar evidential matter adalah sebagai berikut: “Sufficient competent
evidential matter is to be obtained through inspection, observation, inquiries and confirmation
to afford a reasonable basis for an opinion regarding the financial statements under
examination.” (AICPA, 1980).
Sufficient competent evidential matter atau evidential matter yang kompeten dalam
jumlah dan kualitas yang cukup menjadi hal yang penting untuk ditemukan oleh
auditor.prosedur pengauditan untuk memperoleh evidential matter adalah observasi, inspeksi,
konformasi, dan wawancara. Evidential matter juga harus diperoleh oleh auditor untuk dipakai
sebagai basis intelektual dan moral dalam menyatakan pendapatanya tentang laporan keuangan
yang diauditnya.

1
ANALISIS EPISTIMOLOGIS TERHADAP STANDAR EVIDENTIAL MATTER
Telaah epistimologis terhadap standar evidential matter menjadi relevan karena standar
tersebut berbicara tentang pemahaman dan keyakinan auditor tentang obyek pengauditan yang
dipakai sebagai basis intelektual dan moral dalam menyatakan pendapatnya.
Subyek dalam pengauditan adalah auditor yang mempunyai bakat dan kemampuan
memahami dan meyakini karena ia mempunyai indera, intelek (otak), dan hati. Obyek
pengauditan adalah konkrit dan rill yaitu bukti-bukti atau evidence. Hasil dari aktivitas tersebut
adalah kognisi atau pemahaman dan keyakinan akan bukti-bukti pengauditan. Pemaham dan
keyakinan akan bukti-bukti pengauditan tersebut merupakan evidential matter, sehingga
evidential matter terdapat dalam benak auditor bukan suatu realitas obyektif dan konkrit yang
berada di luar kesadaran intelektual dan mental auditor.
Tujuan pengauditan adalah penerbitan pernyataan inteletual dan moral yang merupakan
kesaksian tertulis auditor tentang integritas pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan telah
secara substantif disusun sesuai dengan SAK yang diterbitkan IAI.

PROSES PENGEMBANGAN EVIDENTIAL MATTER DAN KETERLIBATAN HATI


AUDITOR DI DALAMNYA
Evidential matter merupakan realitas abstrak-subyektif yang berada di dalam kesadaran
intelektual-moral auditor. Dalam menjalankan tugasnya auditor memberikan dua tingkat
persaksian. Pertama, intelektualnya akan memberikan kesaksian tentang kemasukakalan
informasi keuangan yang diaudit. Kedua, hati nuraninya akan memberikan kesaksian yang
sejujur-jujurnya tentang integritas pengungkapan informasi keuangan tersebut. Proses
tersebutlah yang disebut professional judgment. Hasil dari peroses tersebut merupakan
evidential matter. Professional judgement tidak hanya mensyaratkan kompetensi teknis
keprofesian saja dari auditor, tetapi juga integritas moral auditor. Reduksi standar evidential
matter, malangnya, sangat berpotensi untuk mendorong pelanggaran terhadap standar umum
kebebasan sikap mental yang sarat dengan muatan moral tersebut.
Moral atau etika atau akhlak mengacu kepada pemilihan diktomis antara baik dan
buruk, benar dan salah, adil dan tak adil, terpuji dan terkutuk, atau pemilihan dikotomis lainnya
antara yang positif dan negatif. Dengan kehadiran moralitas dalam diri seorang auditor,
seharusnya menjadi kepedulian utama manusia dalam mengarungi perjalanan
spasiotemporalnya di dunia ini.
Agama memandang moralitas sebagai suatu altruisme. Jiwa manusia dalam kondisi
fitrahnya memang sudah mempunyai kemampuan untuk melakukan moral judgment. Lebih

2
dari itu, komitmen moral manusia adalah bagian vital dari dedikasinya serta penyerahan dirinya
yang total kepada tuhan, sementara dedikasi dan penyerahan diri total itu adalah bagiam vital
dari kontrak eksistensialnya dengan Tuhan. Moralitas merupakan suatu paket altruisme yang
oleh Tuhan ditawarkan kepada manusia yang mempunyai kebebasan memilih. Seorang auditor
yang tidak jujur dan tidak amanah menjalankan tugas pengauditan, telah membuat kerusakan
di muka bumi sekaligus kerusakan pada jiwanya sendiri, dan ia kelak akan celaka masuk
neraka.
Moralitas bagi profesi auditor independen adalah masalah mengamankan dirinya dalam
menjalankan evolusinya di alam melewati rentetan laten ujian seleksi alam. Selain itu moral
bagi profesi auditor juga sebagai maslah kesejahteraan jiwa didunia dan di akhirat. Mengingat
mempertahankan standar moralitas bagi profesi auditor independen adalah begitu penting.

KEPARALELAN DENGAN PRINSIP SUBSTANCE OVER FORMS DALAM


AKUNTANSI KEUANGAN
Di suatu lingkungan hukum yang baik, legalitas bukti pada umumnya mendukung
evidential matter menjadi evidential. Akan tetapi, di lingkungan hukum yang tidak baik dan
tidak efektif seperti di Indonesia dewasa ini, legalitas formal bukti justru kadang dipakai oleh
pihak-pihak tertentu untuk menutupi substansi ekonomis yang sebenarnya dari transaksi atau
peristiwa yang didokumentasikan dihasilkan oleh bukti.

KETERLIBATAN DENGAN STANDAR UMUM TENTANG KOMPETENSI TEKNIS


KEPROFESIAN
Reduksi standar evidential matter menjadi standar buktu audit. Auditor akan cenderung
untuk memandang sebagian besar pekerjaan audit sebagai pekerjaan tekis yang tidak
memeerlukan profesional judgment. Akibatnya, ia akan cenderung untuk mendelegasikan
sebagaimana sebagian besar pekerjaan audit kepada para asistennya, dan akan memperkerjakan
asisten dalam jumlah yang terlalu besar dari jumlah yang sehatusnya, untuk mengkompensasi
penurunan keterlibatannya dalam proses audit. Reduksi itu sangat berpotensi untuk mendorong
pelanggaran terhadap seluruh standar umum dari Standar Profesional Akuntan Publik yang
diterbitkan oleh IAI. Tentu saja kualitas audit yangseperti itu menjadi substandar. Observasi
menujukkan, betapa standar evidential matter merupakan standar yang begitu sentral dan
terkait erta dengan filosofi audit.

3
DAMPAK EDUKATIF PADA INTEGRITAS PELAPORAN KEUANGAN DI
INDONESIA
Jika sebagai dampak reduksi dari standar evidential matter itu laporan keuangan
menjadi kurang merefleksikan substansi ekonomis perusahaan, dan laporan itu karena reduksi
itu kemudian diaudit dengan cara yang substandar, maka tentunya integritas pelaporan
keuangan di Indonesia menjadi ikut tereduksi secara serius pula.

KONKLUSI
Mengingat American Institute of Certified Public Accountants sendiri, yang selama ini
menjadi kiblat dari IAI, tidak mempunyai wawasan epistimologis dan kurang menggunakan
wawasan etika dalam pengembangan standar audit, maka pidato ini barangkali bisa dipakai
sebagai masukan bagi IAI dalam mengembangkanstandar audit dan pendidikan
keprofesianaudit di Indonesia secara lebih mandiri.
Epistimologis, yang dijadikan sudut pandang dalam astikel ini, mengacu kepada
sebagaimana manusia memahami atau menyalahpahami sesuai. Kepahaman maupun
kesalahpahaman manusia sangat erat kaitannya dengan bagaimana manusia menggunakan dan
mengembangkan bahasanya, karena kepahaman dan kesalahpahaman di benak manusia selalu
terstruktur di dalam dan oleh bahasa yang dipakai untuk memahami. Kejernihan dan disiplin
yang ketat dalam penggunaan bahasa. Kemampuan dan kejernihan berbahasa mempunyai
keefektifan kecerdasan, dan karenanya juga keefektifan pemahaman, meskipun yang
sebaliknya juga betul, yaitu bahwa kecerdasan mempengaruhi kemampuan dan kejernihan
berbahasa.

Anda mungkin juga menyukai