Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH DOSEN PENGAMPU

HADIST TARBAWI Lailatul Isnaniah, S.Ag, M. Pd

“KEIMANAN”

Di susun oleh:

Ahmad Junaidi : 180101030731


Muhammad Yasfi Mardhana : 180101030206
Muhammad Zaki Mubaraq : 180101030728

Pendidikan Bahasa Inggris


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Antasari
Banjarmasin
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
melimpahkan hidayah serta taufik-Nya karena berkat rahmat, karunia, serta
pertolongan-Nya sehingga dapat tersusun dan menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “KEIMANAN“
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita
nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau dari
dulu, sekarang, hingga akhir zaman.
Dan tentu saja dalam penyelesaian makalah ini tak lupa saya
menghaturkan ucapan terima kasih khususnya kepada :
 Lailatul Isnaniah, S.Ag, M. Pd selaku pengajar mata kuliah Ulumul
Hadist
 Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi kepada kami,
Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini memang tidak mudah,
masih banyak kekurangan baik itu dari segi isi maupun penyusunan, untuk itu
saya berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 27 November 2019


Hormat kami,

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...
BAB I 1
:PENDAHULUAN………………………………………………………..
A. Latar Belakang 1
Masalah...........................................................................
1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................
BAB II 2
:PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Hubungan Iman, Islam, Ihsan, dan Hari 2
Kiamat....................................
B. Berkurangnya Iman dan Islam karena 9
Maksiat.....................................
C. Rasa Malu Sebagian dari Iman 1
……………………………………….... 0
D. Cabang-cabang Iman 1
………………………………………………….... 2
BAB III 1
:PENUTUP............................................................................................... 7
1
A. Kesimpulan.................................................................................................
7
1
DAFTAR PUSTAKA………………………………....………………………….
8

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan.
Tiap-tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.

Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam
adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang
dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan jika
keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna dan
hukumnya tersendiri.

Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin
berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada
sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam
disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada
pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat kita simpulkan bahwa rumusan masalahnya
sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan iman, islam, ihsan dan hari kiamat?
2. Bagaimana penjelasan tentang berkurangnya iman karena maksiat?
3. Bagaimana penjelasan malu adalah sebagian dari iman?
4. Bagaimana penjelasan tentang cabang-cabang iman?
C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami pengertian iman, islam, ihsan dan hari kiamat.
2. Mengetahui dan memahami tentang berkurangnya iman karena maksiat.
3. Mengetahui dan memahami tentang malu adalah sebagian dari iman.
Mengetahui dan memahami tentang cabang-cabang iman.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan Iman, Islam, Ihsan, dan Hari Kiamat


َ‫َ ممما‬:‫س فمأمتمماَهج مرججملل فمممقماَمل‬ ‫صنلِىَّ اًلج معلِمويسه مومسلِنمم مباَسرمزاً يمموومماَ سللِنماَ س‬ ‫َ مكاَمن اًلنبسيي م‬:‫َ مقاَمل‬،‫ث أمسبي جهمريوممرمة‬ ‫محسديو ج‬
‫ل ومملئسمكتمس مسه وبسلِسمقمماَئسسه وبسرسم ملِسسه وتجم موؤسمن بسمماَلبموع س‬ ‫س‬ ‫س‬
َ‫َ مممما‬:‫ث«ِ قممماَمل‬ ‫مجج م م م‬ ‫م‬ ‫َ »اً وسليومممماَجن أمون تجم موؤممن بسمماَ م م‬:‫اً وسليومممماَجن؟ُ قممماَمل‬
‫ضةم‬ ‫ي اًلمزمكمماَمة اًلمممموفجرو م‬ ‫ص مملةم موتجم ممؤدد م‬‫َ »اً وسلوس مملجم أمون تمموعبجممد اًلمم مومل تجشُ مسرمك بسمسه موتجسقوي ممم اًل ن‬:‫اً وسلوس مملجم؟ُ قممماَمل‬
‫َ فممسإون لمموم تمجكمون تم ممراًهج فممسإ نهج‬،‫ك تم ممراًجه‬‫َ »أمون تمموعبجممد اًلمم مكأمنم م‬:‫سمماَجن؟ُ قممماَمل‬ ‫َ مممماَ اً وسلوح م‬:‫ضمماَمن«ِ قممماَمل‬ ‫صممومم مرمم م‬
‫موتم ج‬
‫َ مومسم مأجوخبسجرمك معم مون‬،‫س مماَئسسل‬ ‫َ »مم مماَ اًلم مم موسجئوجل مع ونممه مماَ بسم مأموعلِممم سمم ممن اًل ن‬:‫س مماَمعجة؟ُ قممماَمل‬‫َ ممتم ممىَّ اًل ن‬:‫يمم ممراًمك«ِ قممماَمل‬
‫س مل‬ ‫َ سفممي مخومم م س‬،‫َ موإسمذاً تمطممماَمومل جرمعمماَةج اًلبمس مسل اًلبمموهم مجم سفممي اًلبجم ونميممماَسن‬،َ‫ت اًلمممم مةج مربنممهمما‬ ‫أموشم مراًسطمهاَ؛ إسمذاً ولمم ممد س‬
‫م‬ ‫م‬
‫َ ثجنم أمودبمممر‬،‫سماَمعسة(ِ اًليممة‬ ‫صنلِىَّ اًلج معلِمويسه مومسلِنمم )إسنن اًلم سعونمدهج سعولِمجم اًل ن‬ ‫ل«ِ ثجنم تممل اًلنبسيي م‬ ‫يمموعلِمجمجهنن إسلن اً ج‬
‫ )أموخمرمجم مهج‬.ِ«‫س سديومنممجهم موم‬ ‫س‬
‫َ »مهم ممذأ جوبسريوم ملج مج مماَءم يجممعلِدم مجم اًلنمماَ م‬:‫َ فمممق مماَمل‬،َ‫َ »جريدوجه«ِ فمملِمم موم يمم ممروواً مشم مويئما‬:‫فمممق مماَمل‬
‫ عم ممن اًليمم مماَن‬.‫م‬.‫َ بم مماَب س م مؤاًل جبريم ممل اًلنم ممبي ص‬: 37 َ: ‫ كتم مماَب اًليمم مماَن‬2 َ: َّ‫اًلبجمخم مماَسري فم ممى‬
.‫واًلسلم‬
1. Terjemahan hadits

“Abu hurairah r.a. berkata, pada suatu hari ketika Nabi Muhammad SAW sedang
duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan bertanya,
“Apakah iman itu?” Jawab Nabi SAW, “Iman adalah percaya kepada Allah SWT,
para malaikat-Nya, berhadapan dengan Allah, para Rasul-Nya, dan percaya
pada hari berbangkit dari kubur. Lalu laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah islam
itu?” Jawab Nabi SAW, “Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat
yang difardhukan, dan berpuasa di bulan Ramadhan”. Lalu laki-laki itu bertanya
lagi, “ Apakah Ihsan itu?” Jawab Nabi SAW, Ihsan ialahmenyembah kepada
Alah seakan-akan engkau melihat-Nya kalau engkau tidak mampu melihat-Nya,
ketahuilah bahwa Allah melihat-Mu”. Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “ Apakah
hari kiamat itu?” Nabi SAW menjawab, “orang yang ditanya tidak lebih
mengetahui daripada yang bertanya, tetapi saya memberikan kepadamu
beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya
telah melahirkan majikannya, dan jika pengembala onta dan ternak lainnya telah
berlomba-lomba membangun gedung-gedung. Dan termasuk dalam lima macam
yang tidak dapat mengetahuinya kecuali Allah, yaitu tersebut dalam ayat Lukman

2
ayat 31-34, “ sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui
hari kiamat, dan Dia pula yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang
didalam rahim ibu, dan tiada seorang pun yang mengetahui apa yang akan
terjadi esok hari, dan tidak seorang pun yang mengetahui dimanakah ia akan
mati. Sesungguhnya maha mengetahui sedalam-dalamnya.” Kemudian pergilah
orang itu. Lalu Nabi SAW menyuruh sahabat, “Antarkanlah orang itu. Akan
tetapi, sahabat tidak melihat bekas orang itu. Maka Nabi SAW bersabda, “itu
adalah Malaikat Jibril a.s yang datang untuk mengajarkan agama kepada
manusia.”

2. Biografi perawi

Menurut pendapat mayoritas, nama beliau adalah 'Abdurrahman bin


Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada
pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau
Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-
main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga
dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Tersebut
dalam Shahihul Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.

Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam
Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau


Radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al
Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan
Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu 'anhum. Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan
sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu, dan beliau Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal
dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling
utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Imam asy Syafi’i berkata,"Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah orang


yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa
sahabat).”Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu masuk Islam antara setelah perjanjian
Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu 'anhu datang ke
Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.

3
Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram
tahun ke-7 H.

Humaid al Himyari berkata,"Aku menemani seorang sahabat yang pernah


menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama empat tahun
sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.”

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah


Radhiyallahu 'anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan do’a
tersebut dikabulkan. Beliau Radhiyallahu 'anhu wafat pada tahun 57 H menurut
pendapat yang terkuat.

3. Penjelasan singkat

Hadis di atas mengetengahkan 4 (empat) masalah pokok yang saling


berkaitan satu sama lain, yaitu iman, Islam, ihsan, dan hari kiamat. Pernyataan
Nabi saw. di penghujung hadis di atas bahwa “itu adalah Malaikat Jibril datang
mengajarkan agama kepada manusia” mengisyaratkan bahwa keempat masalah
yang disampaikan oleh malaikat Jibril dalam hadis di atas terangkum dalam
istilah ad-din (baca: agama Islam). Hal ini menunjukkan bahwa keberagamaan
seseorang baru dikatakan benar jika dibangun di atas pondasi Islam dengan segala
kriterianya, disemangati oleh iman, segala aktifitas dijalankan atas
dasar ihsan, dan orientasi akhir segala aktifitas adalah ukhrawi.

Atas dasar tersebut di atas, maka seseorang yang hanya menganut Islam
sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan iman. Sebaliknya, iman
tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya,
kebermaknaan Islam dan iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi
dengan ihsan, sebab ihsan mengandung konsep keikhlasan tanpa pamrih dalam
ibadah. Keterkaitan antara ketiga konsep di atas (Islam, iman, dan ihsan) dengan
hari kiamat karena karena hari kiamat (baca: akhirat) merupakan terminal tujuan
dari segala perjalanan manusia tempat menerima ganjaran dari segala aktifitas
manusia yang kepastaian kedatangannya menjadi rahasia Allah swt. Berikut ini
akan dibahas lebih rinci tentang iman, Islam, ihsan, dan hari kiamat.

a. Iman

Pengertian dasar dari istilah “iman” ialah “memberi ketenangan hati;


pembenaran hati”. Jadi makna iman secara umum mengandung pengertian
pembenaran hati yang dapat menggerakkan anggota badan memenuhi segala
konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh hati.

4
Iman sering juga dikenal dengan istilah aqidah, yang berarti ikatan, yaitu
ikatan hati. Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya
dengan sesuatu kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain.
Aqidah tersebut akan menjadi pegangan dan pedoman hidup, mendarah daging
dalam diri yang tidak dapat dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin. Bahkan
seorang mukmin sanggup berkorban segalanya, harta dan bahkan jiwa demi
mempertahankan aqidahnya.

Adapun pengertian iman secara khusus sebagaimana yang tertera dalam


hadis di atas ialah: keyakinan tentang adanya Allah swt., malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab yang diturunkan-Nya, Rasul-rasul utusan-Nya, dan yakin tentang
kebenaran adanya hari kebangkitan dari alam kubur.

Dalam hadis lain, yang senada dengan hadis di atas yang diriwayatkan
oleh Kahmas dan Sulaiman al-Tamimi, selain menyebutkan kelima hal di atas
sebagai kriteria iman, terdapat tambahan satu kriteria yaitu: beriman
kepada qadha dan qadar Allah, yang baik maupun yang buruk.

Dalam Alqur’an ditemukan sejumlah ayat yang senada dengan hadis di


atas yang mendeskripsikan tentang konsep keimanan, antara lain firman Allah
swt. dalam QS. Al-Baqarah (2): 285: Terjemahnya: Rasul Telah beriman kepada
al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-
bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan
mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (mereka berdoa): “Ampunilah
kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

Keimanan dipandang sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah,


pembenaran dengan hati secara yakin dan tidak bercampur keraguan, dan
dilaksanakan dalam bentuk perbuatan sehari-hari, serta keimanan tersebut
berpengaruh terhadap pandangan hidup dan cita-cita seseorang.

Meskipun keimanan merupakan perbuatan hati, tetapi pantulan dari


keimanan tersebut melahirkan perbuatan-perbuatan nyata yang menjadi tuntutan
keimanan tersebut. Oleh sebab itu, al-Quran menjelaskan kewajiban-kewajiban,
sikap-sikap, dan tingkah laku seorang yang harus terwujud dalam diri setiap orang
beriman dalam kehidupannya. Konsep seperti itu misalnya ditemukan dalam
firman Allah dalam QS. al-Mu’minun (23): 1-6 sebagai berikut: Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan

5
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau
budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Dalam QS. al-Anfal (8): 2-3 Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang


yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan
Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan
kepada mereka.

Dengan demikian, iman saja tidaklah cukup, tetapi harus disertai berbagai
amal saleh sebagai perwujudan dari keyakinan tersebut. Sekedar kepercayaan
menyangkut sesuatu, belum dapat dinamai iman, karena iman menghasilkan
ketenangan. Karena itu pula iman berbeda dengan ilmu, karena ilmu tidak jarang
menghasilkan keresahan dalam hati pemiliknya, berbeda dengan iman. Meskipun
ilmu diibaratkan dengan air telaga, tetapi tidak jarang ia keruh. Tetapi iman ketika
diibaratkan dengan air bah dengan gemuruhnya, tetapi ia selalu jernih sehingga
menghasilkan ketenangan.

Disamping itu, iman dapat diibaratkan sebagai makanan rohani. Jiwa yang
kosong dari iman akan lemah dan hampa sebagaimana jasad yang tidak diberi
makan. Dengan demikian, iman merupakan inti kehidupan batin dan sekaligus
menjadi penyelamat dari siksa abadi di akhirat kelak.

b. Islam

Islam berasal dari akar kata kerja aslama secara harfiyah berarti kepatuhan
atau tindakan penyerahan diri seseorang sepenuhnya kepada kehendak orang lain.
Islam adalah kepatuhan menjalankan perintah Allah dengan segala keikhlasan dan
kesungguhan hati. Hal itu sesuai dengan arti kata Islam, yakni penyerahan.
Seorang muslim harus menyerahkan dirinya kepada Allah secara total karena
memang manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.

Islam menurut istilah adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah
dan disempurnakan oleh Rasulullah saw. yang memiliki sumber pokok al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah saw. sebagai petunjuk kepada umat manusia sepanjang
masa. (Q.S. 48: 28, dan 5: 3).

Intisari Islam sebagai agama adalah keterikatan dan ketundukan pada


Allah swt. yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia dan bersifat gaib yang dapat ditangkap oleh indera tetapi bisa dirasakan

6
dan diyakini akan adanya. Tauhid (pengesaan Allah) merupakan seruan pertama
dan terakhir dari Islam. Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa
(faith in the unity of God). Suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa hanya
Allah-lah yang mencipta, memberi hukum, mengatur alam semesta ini. Sebagai
konsekuensinya maka hanya Allah pulalah yang satu-satunya yang wajib
disembah.

Atas dasar itulah sehingga Rasulullah saw. dalam hadis di atas


menjadikan tauhid (penyembahan hanya kepada Allah semata) sebagai pilar
utama dalam keislaman seorang, selanjutnya disusul dengan kewajiban-kewajiban
yang lain, yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan, berpuasa
di bulan Ramadhan. Dalam hadis lain ditambahkan satu kewajiban lagi, yakni
menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, sebagaimana dinyatakan dalam hadis
berikut:

‫رحملدثَّرمنراَ ِععبْرمبيمعد ِاللمنه ِببمعن ِعموُرسممىَ ِقرماَرل ِأربخبْرمررنرماَ ِرحبنظرلرمعة ِببمعن ِأرنبمم ِعسمبفيراَرن ِرعمبن ِنعبكنررممرة ِببمنن ِرخاَلنمدد ِرعمبن ِاببمنن ِععرممرر‬
‫ن‬ ‫صللىَ ِاللعه ِرعلربينه ِرورسلرم ِبعنن ِانلبسلرعم ِرعرلىَ ِرخب د‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫س ِرشمرهاَردة ِأربن ِرل ِإنلرمهر‬ ‫ر‬ ‫ررضري ِاللعه ِرعبنمعهرماَ ِقراَرل ِرقاَرل ِررعسوُعل ِالله ِ ر‬
‫صلرنة ِوإنيِتاَنء ِاللزركاَنة ِوابلجج ِو ن‬
)‫َ)رواه ِالبْخاَري‬.‫ضاَرن‬ ‫صبوُم ِرررم ر‬
‫ر ر رر‬ ‫ل ِاللعه ِروأرلن ِعمرلمددا ِررعسوُعل ِاللنه ِروإنرقاَنم ِال ل ر ر‬ ‫إن ل‬

Artinya: ‘Abdullah ibn Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa
Hanzhalah ibn Abi Sufyan telah memberitakan kepada kami, dari Ikrimah ibn
Khalid, dari ibn Umar r.a berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Islam
didirikan atas lima perkara, yakni bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah swt,
dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
melaksanakan ibadah haji (ke Baitullah), dan berpuasa dibulan Ramadhan”. (H.R.
Al-Bukhari)

c. Ihsan

Ihsan secara bahasa berasal dari akar kata kerja ahsana-yuhsinu, yang
artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk mashdarnya adalah ihsan yang
artinya kebaikan. Mengenai hal ini, Allah swt. berfirman dalam QS. an-Nahl (16):
90: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan ..........”

Adapun pengertian ihsan secara khusus yang disebutkan dalam hadis di


atas, yaitu "menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika
engkau tidak mampu melihatnya, ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat."

7
Pernyataan menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-
Nya", mengandung arti bahwa dalam menyembah kepada-Nya, kita harus
bersungguh-sungguh, serius dan penuh keikhlasan serta melebihi sikap seorang
rakyat jelata ketika menghadap Raja. Dalam hati harus ditumbuhkan keyakinan
bahwa Allah seakan-akan berada di hadapannya, dan Dia melihat dirinya.
Sedangkan pernyataan "jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa
Allah melihatmu," maksudnya kita harus merasa bahwa Allah selamanya hadir
dan menyaksikan segala perbuatannya.

Ihsan meliputi tiga aspek fundamental, yaitu ibadah, muamalah, dan


akhlak.

1. Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan


semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang
benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini
tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat
pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-
Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya,
karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik
dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.
Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, “Hendaklah kamu
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

2. Muamalah

Ihsan sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah beribadah kepada Allah


dengan sikap seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak dapat melihat-Nya, maka
Allah melihat kita. Sedangkan ihsan dari segi muamalah, yang termasuk di
dalamnya adalah:

3. Akhlak.

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan


muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia
telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits
yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu “menyembah Allah seakan-akan

8
melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
senantiasa melihat kita”. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka
sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah.

d. Hari Kiamat

Percaya akan datangnya hari kiamat termasuk salah satu rukun iman yang
harus diyakini oleh semua orang yang beriman meskipun tidak ada yang tahu
kapan saatnya tiba. Bagi mereka yang beriman, misteri terjadinya hari kiamat
tidak akan mengurangi kadar keimanannya. Mereka justru lebih waspada dan
senantiasa meningkatkan amal kebaikan untuk bekal menghadapi-Nya.

Namun demikian, Rasulullah saw. memberikan dua tanda terjadinya


kiamat, yakni jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika
penggembala onta dan ternak lainnya berlomba-lomba membangun gedung-
gedung yang megah dan tinggi.

4. Fiqh al-Hadis

1. Iman ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan dengan
Allah, para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dari kubur, dan percaya
kepada qadha dan qadar. Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat
yang difardhukan, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan; dan Ihsan ialah
menyembah kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu
melihat-Nya, harus diyakini bahwa Allah melihat kita.

2. Ketiga hal di atas, ditambah mempercayai terjadinya hari kiamat, yang tidak
seorangpun mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk mengabdi kepada Allah
sehingga mendapat keridhaan-Nya.

B. Berkurangnya Iman dan Islam karena Maksiat


‫ٌ ِرورل‬،‫يم ِيِرمبزننمم ِروعهمروُ ِعممبؤنمنن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫َ ِ»رل ِيِرمبزننمم ِاللزاننمم ِح ب ر‬:‫صمللىَ ِالمعم ِرعلربيمه ِرورسملرم ِقمرماَرل‬ ‫بمم ِ ر‬ ‫ٌ ِأرلن ِالنلن ل‬،‫ث ِأرنبمم ِعهرريِب مرررة‬
‫رحمديِ ع‬
‫يم ِيِربسمنرعق ِروعهمروُ ِعممبؤنمنن ِرورزارد ِنفم ِنروايِردة ِرورل‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫ٌ ِرورل ِيِربسمنرعق ِاللسماَنرعق ِح ر‬،‫يم ِيِربشمرربمعرهاَ ِروعهمروُ ِعممبؤمنن‬
‫ن‬
‫ب ِابلربمرر ِح ر‬ ‫يِربشرر ع‬
‫ن‬ ‫ن ن‬ ‫ن‬ ‫د‬
‫س ِإنلربيم مه ِأرببص مماَررعهبم ِفيره مماَ ِح ر‬
‫َ ِ﴿أربخرررجم مهع‬.ٌ«‫يم م ِيِرمبنترنهبْعمره مماَ ِروعهم مروُ ِعمم مبؤمنن‬ ‫ت ِرشم مررف ِيِرمبرفرم معع ِالنلمماَ ع‬ ‫ب ِنمعبهبْرم مدة ِرذا ر‬ ‫ن‬
‫يِرمبنترهم م ع‬

9
‫َ ِإنماَ ِالممر ِواليسمر ِوالنصماَب ِوالزلم‬:ِ ‫ ِ– ِباَب ِقوُل ِال ِتعاَل‬1ِ ‫ ِكتاَب ِالشربة‬74ِ َ:ِ ‫ي ِ ِف‬‫البْعرخاَنر ي‬
(َ.ِ َ.ِ ‫رجس ِمن ِعمل ِالشيطاَن‬
1. Terjemahan Hadits

Abu Hurairah r.a berkata bahwa Nabi saw.telah bersabda, tidak akan
berzina seorang pelacur di waktu berzina jika ia sedang beriman, dan tidak akan
meminum khamar seseorang di waktu meminum jika ia sedang beriman, dan
tidak akan mencuri seseorang di waktu mencuri jika iasedang beriman. Dan tidak
akan merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan
mata kepadanya ketika merampas jika ia sedang beriman.

2. Penjelasan Singkat

Orang yang beriman akan merasa bahwa segala tingkah lakunya


senantiasa diawasi oleh Allah swt. Tidak ada suatu perbuatan yang ia lakukan
luput dari pengawasan Allah swt. Di samping itu, ia selalu sadar bahwa segala
perbuatan yang dilakukannya harus dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya, dan
ia sendiri yang akan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun buruk,
sekecil apapun perbuatan itu. Hal ini disinyalir Allah dalam QS. az-Zalzalah (99):
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

Atas dasar kesadaran tersebut, maka orang yang benar-benar beriman


senantiasa berusaha mengerjakan perbuatan yang baik dan menghindari
perbuatanyang dilarang oleh Allah swt. Seorang yang beriman tidak mungkin
dengan sengaja melakukan maksiat kepada Allah, karena ia merasa malu dan takut
menghadapi azab- Nya serta takut tidak mendapatkan ridha-Nya. Sebaliknya,
orang yang tidak beriman kepada Allah swt. akan merasa bahwa hidupnya di
dunia tidak memiliki beban apa-apa. Ia hidup semaunya, dan yang penting
baginya adalah ia merasa senang dan bahagia. Ia tidak memikirkan kehidupan
setelah mati kelak karena ia tidak mempercayainya.

Dengan demikian, perbuatannya pun tidak terlalu dipusingkan oleh


masalah baik ataupun buruk. Kalaupun ia melakukan suatu perbuatan baik, maka
perbuatannya tersebut bukan karena mengharapkan ridha Allah swt. karena ia
tidak percaya kepada-Nya. Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya
beriman, tetapi sering melakukan perbuatan dosa/maksiat, mereka merasa dan
mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan dosa, tetapi
mereka tidak berusaha untuk mencegah dirinya dari perbuatan tersebut. Hal itu
antara lain karena kuatnya godaan setan dan besarnya dorongan hawa nafsu untuk

10
melakukan perbuatan maksiat. Dalam keadaan seperti ini, ia tetap beriman, hanya
saja keimanannya lemah (berkurang).

C. Rasa Malu Sebagian dari Iman


‫صماَنر ِروعهمروُ ِيِرعنم ع‬
‫ظ ِأررخماَعه ِنفم‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫ل ِرعلربيه ِرورسلرم ِرملر ِرعرلىَ ِررعجدل ِممرن ِالرنب ر‬ ‫صللىَ ِا ع‬ ‫ٌ ِأرلن ِررعسوُرل ِال ِ ر‬،‫ث ِاببنن ِععرمرر‬
‫رحديِ ع‬
‫َ ِ»ردبععه ِفرنإلن ِابلررياَرء ِنمرن ِانل برياَنن‬:‫ل ِرعلربينه ِرورسلرم‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫صللىَ ِا ع‬
‫ٌ ِفرمرقاَرل ِررعسوُعل ِال ِ ر‬،‫ابلريراَء‬
1. Terjemahan Hadits

Ibnu Umar r.a. berkata bahwa Nabi SAW melewati (melihat) seorang
lelaki kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya karena malu, maka Nabi
SAW telah bersabda: Biarkanlah ia karena sesungguhnya malu itu sebagian dari
iman.

2. Penjelasan Singkat

Tujuan utama dari Risalah Islamiyah adalah untuk membentuk Insan


Kamil,yaitu manusia yang seluruh aspek hidup dan kehidupannya telah dijiwai
oleh iman, Islam dan ihsan.

Misi yang diemban Rasulullah berorientasi pada prinsipnya merujuk


kepada tujuan global, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dalam
pengertian yang sangat luas.Rasa malu merupakan salah satu sifat yang
dianugerahkan Allah kepada manusia dan sekaligus merupakan salah satu sifat
yang membedakan manusia dengan binatang. Kadar rasa malu pada tiap-tiap
orang berbeda-beda, dan motif yang menyebabkan orang malu juga sangat
variatif. Dengan demikian, malu kadang yang dapat dikategorikan sebagai sifat
yang baik, dan adapula kalanya dapat dikategorikan sebagai sifat tercela. Oleh
sebab itu, sifat ini harus ditempatkan secara proporsional. Malu bukan hanya
merupakan sifat dasar manusia, kan tetapi lebih dari itu termasuk dalam salah satu
ciri orang yang beriman dan simbol keberimanan seseorang. Oleh sebab itulah
sehingga Rasulullah dalam hadis di atas menjadikan rasa malu sebagai bagian dari
iman.

Namun demikian, malu yang dimaksud dalam hadis di atas bukan dalam
arti bahasa, tetapi arti malu di sini adalah malu dalam mengerjakan hal-hal yang
jelek dan bertentangan dengan syariat maupun norma-norma etika Islam. Hal itu
dipertegas oleh hadis lain: Artinya : “Adam telah menceritakan kepada kami,
Syu’bah telah menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Abi al-Sawwar al-
µAdawiy ia berkata bahwa ia telah mendengar Imran bin Husain r.a berkata
bahwa Rasulullah SAW telah telah bersabda: Malu itu tidak aka menimbulkan
sesuatu kecuali kebaikan semata.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

11
Sehubungan dengan makna malu sebagaimana yang disebutkan di atas,
ulama merumuskan definisi malu sebagai berikut Artinya: Hakikat malu adalah
sifat atau perasaan yang mendorong untuk meninggalkan perbuatan jelek dan
menghalangi mengurangi hak orang lain” Menurut Abu al-Qasim (Junaid),
perasaan malu akan timbul bila memandang budi kebaikan dan melihat
kekurangan diri. Hampir senada dengan itu, al-Hulaimy berpendapat bahwa
hakikat malu adalah rasa takut untuk melaksanakan kejelekan. Diantara ulama,
ada pula yang berpendapat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar
dalam kitab Fathu al-Bary bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan
haram adalah wajib; dalam mengerjakan pekerjaan makruh adalah sunnah; dan
dalam mengerjakan perbuatan yang mubah adalah kebiasaan/adat. Perasaan malu
seperti itulah yang merupakan salah satu cabang iman.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan ulama sebagaimana


disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa malu dalam melakukan perbuatan
baik tidak termasuk dalam kategori malu pada hadis ini. Demikian pula, tidak
termasuk dalam kategori ini jika malu untuk melarang orang lain berbuat
kejelekan, karena Allah swt. sendiri tidak malu menerangkan kebenaran.
Sehubungan dengan hal ini Allah swt. berfirman dalam QS. al-Ahzab (33): 53:
Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Al-Faqih Abu Laits al-
Samarqandi mengklasifikasikan malu dalam syariat Islam menjadi dua, yaitu:

1. Malu kepada Allah swt., maksudnya ialah malu melakukan maksiat kepadaAllah
karena menyadari besarnya nikmat Allah swt. yang dianugerahkan kepadanya.

2. Malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yangtidak
berguna.Malu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Oleh sebab
itu, jika manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak ada lagi
bedanyadengan binatang. Kehilangan rasa malu akan menyebabkan orang
menjadi permissif, sehingga membenarkan segala cara demi untuk kepuasan
naluri kemanusiaannya dan bahkan naluri dan kebinatangan yang ada pada
dirinya.

D. Cabang-cabang Iman

‫ٌ ِأربو‬،‫سبْمععوُرن‬
‫ضمنع ِرو ر ب‬ ‫َ ِا بنليرماَعن ِبن ب‬:ِ ‫صمللىَ ِاللعه ِرعلربيمنه ِرورسملرم‬ ‫ن‬ ‫ن‬
‫رعبن ِأرنب ِعهرريِبمرررة ِررضري ِاللعه ِرعبنمعه ِقرماَرل ِرقاَرل ِررعسمبوُعل ِالم ِ ر‬
‫ٌ ِروابلريرماَعء ِعشمبعبْرةن‬،‫ٌ ِروأربدرناَرهماَ ِإنرماَطرمعة ِابلررذىَ ِرعمنن ِالطلنريِمنق‬،‫َ ِرل ِإنلرره ِإنلل ِاللمعه‬:ِ ‫ضلعرهاَ ِقرمبوُعل‬ ‫بن ب ن‬
‫ٌ ِفرأرفب ر‬،‫ضنع ِروستتوُرن ِعشبعبْردة‬
‫نمرن ِابنلرياَنن‬

12
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam
puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan
yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu
termasuk bagian dari iman.

SYARAH HADITS

Hadits ini menunjukkan bahwa iman mencakup keyakinan dan perbuatan hati,
amalan anggota badan, perkataan lisan, serta semua yang bisa mendekatkan diri
kepada Allâh Azza wa Jalla , juga segala yang dicintai dan diridhai-Nya, baik
yang wajib maupun yang mustahabb. Itu semua masuk dalam iman.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫ضنع ِرونستمبوُرن ِعشبعبْرةد‬ ‫اربنل برياَعن ِبن ب‬


‫ضنع ِرورسببْمععبوُرن ِأربوبن ب‬

Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih , atau enam puluh cabang lebih

Definisi iman menurut Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa dien dan iman adalah
ucapan dan perbuatan; perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota
tubuh. Iman itu bertambah dengan sebab ketaatan dan bisa berkurang dengan
sebab perbuatan dosa dan maksiat.

Dalam hadits ini disebutkan iman yang paling utama, yang paling rendah, serta
yang pertengahan. Yang pertengahan yaitu malu. Malu disebutkan di sini, karena
ia merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang mengerjakan seluruh
cabang keimanan. Orang merasa malu terhadap Allâh Azza wa Jalla karena
menyadari nikmat Allâh Azza wa Jalla yang melimpah kepadanya,
kedermawanan-Nya, kemuliaan nama-nama dan sifat-sifat-Nya –sementara dia
seorang hamba yang sangat banyak kekurangannya terhadap Rabbnya Yang Maha
Mulia dan Maha Besar, dia menzhalimi dirinya dan bermaksiat. Kesadaran ini
mengharuskan dirinya memiliki rasa malu untuk mencegahnya dari (berbuat)
kejahatan dan mengerjakan segala kewajiban dan keutamaan-keutamaan.

Cabang iman yang paling tinggi, paling pokoknya, akar dan pondasi iman adalah
perkataan ‫ هل إإلهااهه إإلل اااا‬dengan jujur dari hatinya, dalam keadaan tahu, sadar dan

13
meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya
Allâh semata. Allâh Azza wa Jalla, Rabb yang mengurusnya dan mengurus
seluruh alam dengan keutamaan dan kebaikan-Nya. Segala sesuatu itu selain Allâh
Azza wa Jalla itu faqir, hanya Allâh Yang Maha Kaya. Segala sesuatu itu lemah,
hanya Allâh Yang Maha Kuat. Kemudian seorang hamba beribadah kepada Allâh
Azza wa Jalla dalam setiap keadaan, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya.
Karena semua cabang-cabang iman itu merupakan cabang dan buah dari pokok
ini.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa sebagian iman itu kembali kepada
pengikhlasan ibadah kepada Allâh dan sebagiannya lagi kembali kepada berbuat
baik kepada sesama makhluk.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫ضلعرهاَ ِقرمبوُعل ِرلإنلرره ِإنلل ِالع‬


‫فرأرفب ر‬

Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh

Kalimat syahadat merupakan kalimat yang paling agung dan memiliki banyak
keutamaan. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, “Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar
selain Allâh. Kalimat yang menjadi tegak dengannya langit dan bumi. Semua
makhluk diciptakan karena kalimat ini. Dengan (membawa misi) kalimat itu,
Allâh Azza wa Jalla mengutus para Rasul-Nya, menurunkan Kitab-kitab-Nya, dan
menetapkan syari’at-Nya. Dengan sebab kalimat itulah mizan (timbangan)
diadakan, diletakkan catatan-catatan amal, serta manusia digiring menuju surga
atau neraka. Dengan sebab kalimat ini, makhluk terbagi menjadi dua: Mukmin
dan kafir, serta yang baik dan yang jahat. Kalimat itu adalah pangkal dari
penciptaan, perintah, pahala, dan siksa. Ia adalah kebenaran yang karenanya
makhluk diciptakan. Tentangnya dan tentang hak-haknya diadakan pertanyaan
dan hisab (perhitungan). Atas dasar kalimat itulah ada pahala dan siksa, kiblat
dipancangkan, dan azas-azas agama diletakkan. Dan karena kalimat inilah
pedang-pedang jihad dihunus. Dia adalah hak Allâh Subhanahu wa Ta’ala atas
segenap makhluk-Nya. Dia adalah kalimat Islam dan kunci negeri kesejahteraan
(Surga). Tentangnyalah makhluk yang pertama dan yang terakhir akan ditanya.
Sungguh, kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser di hadapan Allâh Azza
wa Jalla sampai dia tanya tentang dua pertanyaan:

14
1. Apa yang dahulu engkau ibadahi?

2. Bagaimana sambutanmu terhadap para Rasul?

Jawaban pertanyaan pertama ialah dengan mewujudkan (syahadat)


“Lâ ilâha illallâh (tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Allâh)” dalam ‘ilmu (pengetahuan), pengakuan dan pengamalan. Sedang jawaban
pertanyaan kedua adalah dengan mewujudkan (syahadat) “bahwa
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allâh” baik
dalam ‘ilmu (pengetahuan), pengakuan, kepatuhan, dan ketaatan.”

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫روأربدرناَرهاَ ِإنرماَطرعة ِابلررذىَ ِرع ن‬


‫ن ِالطلنرب إ‬
‫يِق‬

Dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan keharusan menyingkirkan


gangguan dari semua jalan kebaikan, Karena itu merupakan kebaikan yang
mengandung banyak manfaat, serta bisa mencegah bahaya pada makhluk. Seorang
yang beriman harus berusaha menyingkirkan apa saja yang mengganggu jalan
kaum Muslimin. Dia harus berusaha menyingkirkan batu, duri, kayu, pohon yang
tumbang, dahan yang patah, pecahan kaca dan yang lainnya. Dan termasuk
mengganggu jalan kaum Muslimin yaitu bila seseorang parkir mobil atau motor
atau berhenti sembarangan yang menutup jalan orang lewat. Oleh karena itu
seseorang harus parkir pada tempatnya dan tidak boleh mengganggu jalan kaum
Muslimin. Menyingkirkan gangguan dari jalan kaum Muslimin mempunyai
banyak keutamaan, di antaranya:

1. Menghilangkan gangguan dari kaum Muslimin.

2. Memperlancar jalan kaum Muslimin.

3. Memudahkan orang untuk melewati jalan tersebut.

4. Termasuk tolong menolong dalam kebaikan.

5. Allâh akan mengampuni dosa orang tersebut.

6. Allâh akan memasukkan orang tersebut ke dalam surga.

15
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ي‬ ‫نن‬ ‫لررقبد ِرأريِت ِرجلد ِيِمتمرقلب ِنف ِالنلنة ِنف ِرشجردة ِقرطرعهاَ ِنمن ِظرهنر ِالطلنريِنق ِركاَنر ن‬
‫ت ِتعمبؤذي ِالبعمبسلم ب ر‬
‫ب‬ ‫ب‬ ‫رر ر ر ب ب‬ ‫ر‬ ‫ر ب ع ر ع رر ع‬

Sungguh, aku melihat seseorang bolak-balik (bersenang-senang) di surga dengan


sebab sebatang pohon yang ia potong dari jalan karena mengganggu kaum
Muslimin.

‫نن‬ ‫َ ِوا ن‬:ِ ‫ٌ ِفرمرقمماَرل‬،ِ ‫َ ِمملر ِرجمل ِبنغعصمنن ِرشمجردة ِعلرمىَ ِظرهمنر ِطرنريِمدق‬:ِ ‫ونفمم ِنروايِمدة‬
‫ي ِرهمرذا ِرعمنن ِالبعمبسملم ب ر‬
‫ي ِرل‬ ‫لم ِرلعنمرجح م ر ل‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫رر ر‬ ‫ر رر ر رع ن ب‬
‫ٌ ِفرأعبدنخرل ِالبمجمرنلةر‬،ِ ‫يِمعبؤنذيِبنهبم‬

Dalam riwayat lain: Ada laki-laki yang melewati batang pohon yang berada di
tengah jalan, lalu ia berkata, ‘Demi Allâh! Saya akan menyingkirkannya agar
tidak mengganggu kaum Muslimin.’ Maka (dengan itu) ia dimasukkan ke surga.”

‫ٌ ِفرمغررفمرر‬،ِ ‫صرن ِرشبوُدك ِرعرلىَ ِالطلنريِبنق ِفرأرلخررعه ِفررشمركرر ِالمعم ِلرمعه‬ ‫ن‬ ‫د‬
‫َ ِبربميمنررماَ ِررعجنل ِريبشي ِبنرطريِبدق ِرورجرد ِغع ب‬:ِ َ‫رونف ِنرروايِرة ِرلعرما‬
‫لرهع‬

Dalam riwayat lain di al-Bukhâri dan Muslim, “Suatu hari seseorang melewati
sebuah jalan lalu mendapati dahan berduri di jalan tersebut. Lalu ia
menyingkirkannya, kemudian dengan itu Allâh berterima kasih kepadanya dan
mengampuninya.”

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadis di atas mengetengahkan 4 (empat) masalah pokok yang saling


berkaitan satu sama lain, yaitu iman, Islam, ihsan, dan hari kiamat. Pernyataan
Nabi saw. di penghujung hadis di atas bahwa “itu adalah Malaikat Jibril datang
mengajarkan agama kepada manusia” mengisyaratkan bahwa keempat masalah
yang disampaikan oleh malaikat Jibril dalam hadis di atas terangkum dalam
istilah ad-din (baca: agama Islam). Hal ini menunjukkan bahwa keberagamaan
seseorang baru dikatakan benar jika dibangun di atas pondasi Islam dengan segala
kriterianya, disemangati oleh iman, segala aktifitas dijalankan atas
dasar ihsan, dan orientasi akhir segala aktifitas adalah ukhrawi.

Orang yang beriman akan merasa bahwa segala tingkah lakunya


senantiasa diawasi oleh Allah swt. Tidak ada suatu perbuatan yang ia lakukan
luput dari pengawasan Allah swt. Di samping itu, ia selalu sadar bahwa segala
perbuatan yangdilakukannya harus dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya, dan
ia sendiri yangakan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun buruk,
sekecil apapun perbuatan itu.Hal ini disinyalir Allah dalam QS. az-Zalzalah (99):
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia
akanmelihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahp un, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

Al-Faqih Abu Laits al-Samarqandi mengklasifikasin malu dalam syariat


Islammenjadi dua, yaitu:

1. Malu kepada Allah swt., maksudnya ialah malu melakukan maksiat kepadaAllah
karena menyadari besarnya nikmat Allah swt. yang dianugerahkankepadanya.

2. Malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yangtidak
berguna.Malu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Oleh sebab
itu, jika manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak ada lagi
bedanyadengan binatang. Kehilangan rasa malu akan menyebabkan orang
menjadi permissif, sehingga membenarkan segala cara demi untuk kepuasan
nalurikemanusiaannya dan bahkan naluri dan kebinatangan yang ada pada dirinya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Shan’aniy, Muhammad bin Ismailm, Subul al-Salam. Juz IV. Cet. IV; Beirut: Dar Ihya al-
Turats al-Arabiy, 1379 H.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah. Shahih al-Bukhari, op.cit., h. 2240;
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairiy an-Naisaburi, Shahih
Muslim, juz I. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiy, t.th.

At Tibrizi, Imam. Misykatul Mashaabih. Kitab Bhavan. 1994.

Baqi, Muhammad Fuad Abdul. Allu’lu’u Wal Marjan. Aqwam medika. 2014.

Samarqandi, Al-Faqih Abu Laits. Ghafilin, Tanhibul. Pembangun Jiwa Moral Umat.
(penerjemah Abu Imam Taqiyuddin). Malang: Dar al-Ihya, 1986.

Syafie’i, Rachmat. Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. Pustaka Setya: 2000.

18

Anda mungkin juga menyukai