Anda di halaman 1dari 12

 Home

 About Me
 Ketentuan
 My Links
 Portofolio

Entries RSS | Comments RSS

 Kicauan Terakhir
o Keren betul. twitter.com/ceritadestinas… 13 hours ago
o #KarnavalPesonaParahyangan tinggal 3 hari lagi, dari Aceh juga akan ikut serta
meriahkan karnaval nasional ini. https://t.co/XLKUxSXzk4 13 hours ago
 Baca Juga
o

Menelisik Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh

Mengenal Keturunan di Aceh


o

Demi Masa: Empat Kriteria Orang Yang Tidak Merugi

Diantara Persimpangan Jalan Aceh Bisa "Merdeka"

"Turkish Graveyard" Jejak Turki di Aceh

Rumoh Aceh Nasibmu Kini

Ekspedisi ke Peusangan Siblah Krueng (Bag. I)

Bukhari al-Jauhari: 10 Syarat Calon Pemimpin Negeri

Bisnis Jual Beli Followers itu Murah Kok!

Jangan Ada Dusta di Antara Kita

 Komentar Anda
keptenaz on Demi Masa: Empat Kriteria Oran…
Ketika #Pesona10001S… on Menunggu Kepastian Dihelatnya…
Aulia Fitri on Sekedar Tips dari Twitter untu…
Aulia Fitri on Serbuan Komentar Togel Banjiri…
harga laptop on Serbuan Komentar Togel Banjiri…
ultrabook acer on Sekedar Tips dari Twitter untu…
kamus jenius on Voucher Diskon Jadi Tren Belan…

 Arsip
Arsip

Kategori
Kategori


Mengenal Keturunan di Aceh
Posted on Monday, 20 July 2009 by Aulia Fitri

6 Votes

KETURUNAN atau
sukee dalam bahasa Aceh dikenal sejak zaman Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah yang diperkirakan
pada tahun 1537 Masehi. Sultan Ala’uddin juga dikenal dengan nama dan sebutan lain, yakni Al-
Kahhar atau Al-Kahhas setelah mangkat menjadi sultan.

Terdapat empat kaum atau dalam bahasa Aceh disebut kawom, untuk mengenal hal tersebut
masyarakat sering mengingatnya dengan lantunan baik itu melalui syair dan sajak yakni sebagai
berikut:
Sukee Lhee Reutoh
ban aneuk drang;
Sukee Ja Sandang
jra haleuba;
Sukee Ja Batee
na bacut-bacut;
Sukee Imum Peuet
nyang gok-gok donya;

Bila diartikan menjadi “Kaum Tiga Ratus sebagai biji drang, sebangsa kacang tanah yang
tumbuh setelah musin memotong padi; segala jerami mati lalu tumbuh sendiri pohon drang
dengan subur. Kaum Ja Sandang sebagai jeura haleba (biji kelabat) warna kuning. Biji ini
digunakan untuk campuran menghilangkan bau hanyir. Biji tersebut lebih besar sedikit dari biji
drang. Kaum Ja Batee atau disebut Tok Batee bacut-bacut, yakni hanya sedikit. Kaum Imum
Peuet, mereka yang mengguncang dunia maksudnya berpengaruh besar dan berperanan penting
dalam pemerintahan.”

Syair yang sering dikenal dalam masyarakat tersebut, kini juga populer dinyanyikan oleh
seniman asal Aceh, Rafly dalam albumnya Surga Firdaus dengan judul Sukee 300. Jadi, secara
tidak langsung banyak juga orang Aceh yang lupa dengan keberadaan kawom dan suku yang
berada di Aceh. Sehingga tidak mengherankan, jika sekarang orang akan bertanya-tanya dengan
sukee, bahasa apa itu serta apa maksudnya.

Asal muasal sebutan Lhee Reutoh atau “Tiga Ratus”, menurut cerita suatu ketika terjadi sengketa
hebat antara golongan rakyat asli sekitar tiga ratus orang, dengan golongan pendatang Hindu
sekitar empat ratus. Persengketaan hampir saja disusul dengan bentrok senjata antara dua
golongan tersebut yang dipicu oleh kasus perzinahan. Namun, ditengah kecamuk tersebut,
hadirlah penengah untuk memberikan jalan keluar dari persengketaan yang berlangsung.

Mereka yang bersalah akhirnya menerima keputusan, sehingga kesalahan mereka dimaafkan dan
kedua pihak kemudian mengikat silaturrahmi dengan akrab. Cerita ini memang tidak terjamin
kebenarannya, karena ada pendapat yang menyatakan bahwa sebutan lhee reutoh dimaksudkan
300 keluarga atau 300 pria yang sanggup berperang, bahwa yang dimaksud disini adalah
persekutuan (konfederasi) zaman dulu dan pasti terjadi dalam masa kesukaran atau perjuangan
bersama.

Ja Sandang atau Tok Sandang. ja atau to yang berarti nenek moyang, kedua nama tersebut juga
disebut Eumpee (dalam bahasa Melayu: empu). Sedangkan Cut berarti kecil, dipakai untuk awal
nama pria atau wanita terkemuka. Sandang yang sebenarnya berarti membawa sesuatu di bawah
lengan yang diikat pada tali yang melingkar bahu, nama ini masih melekat pada seorang pria
saudara lelaki dan banta dari Teuku Nek yang sekarang disebut Teuku Sandang.

Selain ada cerita turun temurun di kawasang Mukim XXII, wilayah suku pribumi Manteue atau
sering disebut sekarang daerah Lampanah yang menceritakan bahwa ketika Sulatan Al-Kahhar
berangkat ke Pidie untuk suatu pengamanan, maka melewati Mukim XXII Lampanah dan
mengalami kehausan, tiba-tiba saja dia bertemu dengan orang penyandang nira (ie jok). Orang
tersebut menawarkan air niranya kepada Sultan dan menyambutnya dengan begitu rasa lega
terutama setelah selesai memimunnya.

Sultan pun berterima kasih dan mengundang orang tersebut ke Dalam (sebutan Istana, -pen) di
Banda Aceh untuk memberikan dia penghargaan sebagai tanda balas jasa atas kebaikan yang
diberikannya kepada Sultan. Namun, orang tersebut pun bertanya, bagaimana bisa dia masuk ke
Dalam dan dikenal oleh para pengawal istana. Sultan pun memberi petunjuk kepada orang
tersebut dengan menyandang bambu (pajok) nira serta memberikan tanda sehelai daun kelapa di
kepalanya. Akhir cerita setiap kali Ja Sandang pergi ke Istana, lambat laun diangkat oleh Sultan
menjadi kadi dengan gelar Maliku’l Adil (Malikon Ade) karena dipercaya sebagai orang baik.

Ja Batee atau Tok Batee, menurut cerita ketika Sultan Al-Kahhar merencanakan pembangunann
sebuah istana batu, maka dikeluarkan perintah supaya golongan pendatang dari luar daerah ini
bergotong royong untuk mencari dan membawa batu-batu untuk pembangunan istana. Tiba-tiba
pada suatu hari golongan ini saat mengumpulkan batu, Sultan memberikan seruan bahwa
pencarian batu bisa dihentikan dan sudah cukup (tok batee). Sejak itulah golongan tersebut
dinamakan kaum Tok Batee.

Sedangkan kawom terakhir yang dikenal dengan Imum Peueut (Empat Imam) disebabkan karena
mereka menempati empat mukim, yaitu Tanoh Abe, Lam Loot, Montasik dan Lam Nga. Setiap
mukim yang didiami dikepalai oleh seorang imam masing-masing dan kesemuanya ada empat
imam sehingga menjadi Imum Peueut.

Memang jika dilihat lebih telisik, Imum Peueut menunjukkan persekutuan berbeda dibandingkan
tiga sukee (Lhee Reutoh, Ja Sandang dan Ja Batee). Perlu diketahui bahwa jabatan Imum sama
sekali terpisah dari kawom. Imum ini bertugas sebagai pemimpin dalam hal ibadah dan tidak
memperoleh pangkat apa pun di dalam masyarakat.

Selain itu juga ada Imum yang menjadi kepala daerah (mukim), jabatan yang dimaksud adalah
penguasa yang membentuknya tentu ada hubungan dengan agama.

Begitulah sederatan kisah Sukee atau keturunan dalam masyarakat Aceh, yang sampai saat ini
cukup banyak mengalami kehilangan identitas diri dalam masyarakat Aceh sendiri, hadirnya
sukee dalam masyarakat Aceh terjadi sama sekali tidak membuat perbedaan yang sangat berarti,
melainkan sebagai media penyatu umat yang dinilai oleh bangsa luar sebagai bentuk susunan
kesempurnaan keturunan yang lengkap sekali.[]

Referensi:
 “Aceh Sepanjang Abad” Jilid I, H. Mohammad Said, Harian WASPADA Medan, 2007.
 “De Atjehers” Jilid I, Dr. C. Snouck Hurgronje, E.J. Brill, Leiden, 1893.

Advertisements

Berbagilah walau lewat satu media sosial

 Click to print (Opens in new window)


 1Click to share on Pinterest (Opens in new window)1
 1Click to share on LinkedIn (Opens in new window)1
 Click to share on Twitter (Opens in new window)
 Click to share on Google+ (Opens in new window)
 492Share on Facebook (Opens in new window)492
 Click to share on Tumblr (Opens in new window)
 Click to share on Pocket (Opens in new window)
 Click to share on Telegram (Opens in new window)
 Click to share on WhatsApp (Opens in new window)

Related

Menelisik Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh

In "Aceh Hari Ini"

Mempertahankan Peradaban Aceh

In "History"

Rumoh Aceh Nasibmu Kini


In "Aceh Hari Ini"

Filed under: History | Tagged: Aceh, Al-Kahhar, Ala'uddin Ri'ayat Syah, Cut, Empat Imam,
Golongan, Identitas, Kawom, Malikon Ade, Masyarakat, Mukim, Rafly, Sukee, Sukee Imum
Peuet, Sukee Ja Batee, Sukee Ja Sandang, Sukee Lhee Reutoh, Sultan, Syair, Teuku Sandang |

« Mempertahankan Peradaban Aceh Menguak Keindahan Alam di Tanoh Jeumpa »

22 Responses

1.

Gayo Mulai Risihkan Aceh Lagi « Orekan Waktu Luang, on Saturday, 25 December
2010 at 3:44 AM said:

Rate This

[…] atau ‘dicaplok’ oleh siapa pun. Gayo di Aceh, dan masih banyak suku-suku lain
yang jarang orang sendiri untuk tahu […]

Reply

2.

Pulau Tidung, on Friday, 6 September 2013 at 9:22 PM said:

0
Rate This

Kalau bukan kita siapa lagi. Salam dari Pulau Tidung

Reply

3.

san, on Saturday, 17 September 2016 at 7:39 AM said:

Rate This

Saya lebih yakin kalo sukee 300 adalah pasukan perang yang dipimpin oleh johansyah
dari kerajaan linge

Reply

Aulia Fitri, on Saturday, 17 September 2016 at 8:26 AM said:

Rate This

Kalau ada literatur dan referensi ini tentu menarik juga buat ditelusuri.
Reply

« Older Comments

Komentar berisi spam dan SARA, tidak akan ditayangkan!

 Jumlah Lawatan
o 445,259 Hits sejak 21/02/07
 Email Subscription
Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts
by email.

Join 6,070 other followers


 Akses Tags

ABC Aceh Aceh Blogger Aceh Blogger Community Aceh Blogger Days
Allah SWT Aplikasi Banda Aceh Berita Bireuen Bisnis Blog Blogger Blogging Cerita
Cinta Cyber Crime Depok Design Facebook Fasilkom Film Fitna Foto Friendster FUKI GAM Google Hidup
Indonesia Informasi Internet Islam IT Jejaring Sosial Kampus Khatib Khutbah
Jum'at Komunitas Komunitas Blogger Aceh Kuliah Lomba Mahasiswa Media Menulis Muhammad
SAW MUI Nabi Online Orekan Waktu Luang OWL Pendidikan Pesta Blogger Ramadhan Renungan
SARA Sejarah Sejarah Aceh Semangat Serambi Mekkah Shalat Social Media Social Network
Syariat Islam Tahun Baru Teknologi Teknologi Mobile The Light of Aceh Tsunami Twitter UI Ulama
UU ITE Visit Aceh Wanita

 Other’s


Create a free website or blog at WordPress.com. WP Designer.

Anda mungkin juga menyukai