Anda di halaman 1dari 191

DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI

BELAJAR SISWA DI MADRASAH ALIYAH ISLAMIYAH


CIPUTAT

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh
Ainul Hakiki
NIM. 1113011000067

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017 M/ 1439 H
ABSTRAK
Ainul Hakiki (NIM. 1113011000067). Dampak Perceraian Orang Tua
Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perceraian orang tua


terhadap motivasi belajar siswa di Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat. Penelitian
ini dilakukan pada 16 Agustus hingga selesai.
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Prosedur
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi. Sementara pemeriksaan atau pengecekan keabsahan datanya
menggunakan prosedur cek ulang secara cermat, ketekunan pengamatan, dan
triangulasi. Sedangkan teknik analisis data melalui empat tahapan, yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa Dampak
perceraian orang tua terhadap motivasi belajar siswa berbeda pada setiap anak.
Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, baginya perceraian orang tua
bukanlah hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka di sekolah. Tetapi
bukan berarti mereka tidak terpukul dengan keadaan keluarga yang tercerai berai,
justru mereka mampu mengatasi masalah yang dihadapi menjadi pelajaran
berharga dan tidak ingin mengalami hal serupa di masa depan. Bagi siswa yang
motivasi belajarnya rendah pasca perceraian orang tua, mereka belum mampu
mengendalikan emosi dengan baik dan akhirnya mempengaruhi kondisi
belajarnya, terlebih kurangnya dorongan dalam dirinya maupun dari luar seperti
keluarga atau teman untuk melakukan kegiatan belajar.

Kata kunci: Dampak Perceraian, Motivasi Belajar.

v
ABSTRACT
Ainul Hakiki (NIM. 1113011000067). The Impact Of Parental Divorce On
Student Motivation on Islamic Senior hight school Islamiyah Ciputat

This study aims to determine the impact of parental divorce on student


learning motivation on Islamic Senior hight school Islamiyah Ciputat. Tihis study
wa conducted on 16 August to complete.
This research is a qualitative research that using descriptive qualitative
method. The procedure of data collection were observation, interview, and
documentation. While checking the validity of the data used a repeatedly check
procedure, diligence observation, and triangulation. The technique of analysis
through four stages, there were the collection of raw data, data reduction, data
presentation, and conclusion.
The results of research that has been done show that the impact of divorce
parents on student motivation is different in each child. Students who have high
motivation to learn, for her parents divorce is not something that can affect their
learning achievement in school. But that does not mean they are not hit with the
family circumstances that are scattered, instead they are able to overcome the
problems faced into valuable lessons and do not want to experience similar things
in the future. For students who have low motivation for post-parental divorce,
they have not controlled their emotions and ultimately influenced their learning
conditions, especially the lack of encouragement in themselves and from outside
like family or friends to learn.

Keywords: Impact Divorce, Learning Motivation.

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya serta memberikan nikmat sehat kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw. beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan kepada seluruh
umat Islam baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd). Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak,
skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai
pihak atas dukungannya dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.A dan Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Aminudin Yakub, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
senantiasa memberikan bimbingan dan arahan, dalam pembuatan tugas
skripsi ini.
4. Dr. H. Bahris Salim, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama
menempuh studi S1 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan
Pendidikan Agama Islam.

vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam atas ilmu
pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis
selama perkuliahan.
6. Dra. Hj. Iin Kusnaeni, selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah
Islamiyah Ciputat, yang telah memberikan izin dan dukungan kepada
penulis dalam penelitan ini.
7. Heriyanto, S.Pdi., M.Si, selaku guru Bimbingan Pengajaran, yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam penelitian ini.
8. Segenap guru dan siswa yang telah bersedia menjadi subjek dalam
penelitian ini.
9. Pengelola perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas
dan layanan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Keluarga penulis, terutama kedua orang tua penulis Bpk. H. Surata
Hadibrata dan Ibu Hj. Umi Kulsum, yang telah memberikan do’a serta
dukungan moril maupun materil kepada penulis.
11. Ahmad Heryana, sebagai teman dekat, yang telah memberikan
dukungan semangat dan materi kepada penulis.
12. Teman-teman PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2013
terutama kelas CABHE, khususnya sahabat-sahabat penulis yang tidak
bisa disebutkan satu pesatu, yang telah banyak membantu dan
memberika semangat penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi amal
ibadah yang baik bagi penulis dan dapat bermanfaaat bagi diri penulis
sendiri, rekanrekan mahasiswa, masyarakat, dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 24 Oktober 2017

Ainul Hakiki

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi

BAB I PENDAHULUAN TENTANG DAMPAK PERCERAIAN


TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 6
C. Batasan Masalah 6
D. Rumusan Masalah 7
E. Tujuan Penelitian 7
F. Kegunaan Penelitian 8
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG DAMPAK PERCERAIAN
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
A. Perkawinan dan Perceraian 9
B. Motivasi Belajar 40
C. Dampak perceraian terhadap motivasi belajar 57
D. Penelitian Relevan 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN TENTANG DAMPAK
PERCERAIAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
A. Waktu dan tempat penelitian 61

ix
B. Metode dan Desain Penelitian 62
C. Objek Penelitian 63
D. Jenis dan Sumber Data 63
E. Teknik Pengumpulan Data 68
F. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data 67
G. Teknik Analisis Data 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG
DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
A. Identitas Sekolah 69
B. Deskripsi Data 73
C. Pembahasan 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 99
B. Saran 100

DAFTAR PUSTAKA 101


LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara 66
Tabel Tabel 4.1 Jumlah Peserta Didik Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat tahun
ajaran 2017-2018 71
Tabel 4.2 Sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat 71
Tabel 4.3 Kegiatan Ekstrakulikuler 72
Tabel 4.4 Faktor Perceraian 74
Tabel 4.4 Hasil Observasi 74

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini berbagai dampak dari modernisasi, industrialisasi, kemajuan


ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial kemasyarakatan yang
terjadi sekarang ini di berbagai belahan dunia baik di negara-negara yang
sudah maju atau yang sedang berkembang sangat memprihatikan. kejanggalan
yang terjadi memunculkan satu pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Fenomena bunuh diri di kalangan orang kaya yang secara materil tidak
kekurangan, penyakit mental (stress), problematika rumah tangga, obat-obatan
terlarang, abnormalisme seksual, tindak kriminal, anarkisme, dan lain
sebagainya, merupakan suatu problematika yang harus dicari jalan keluarnya.1

Salah satu dampak modernisasi di atas yaitu problematika rumah tangga.


Dalam menciptakan keluarga yang harmonis pada saat ini tidak semudah
membalikan telapak tangan, banyak sekali faktor yang melatarbelakangi
ketidakharmonisan sebuah keluarga, di antaranya kurangnya komunikasi
karena berbagai kesibukan masing-masing pihak misalnya orang tua yang
terlalu sibuk bekerja, merajalelanya sosial media yang mengakibatkan antar
anggota keluarga sulit berkomunikasi secara langsung karena sibuk
berkomunikasi dengan teman di sosial media, sudah tidak ada kecocokan di
antara suami istri serta berbagai perselisihan yang dapat memicu pertengkaran
hingga berujung pada perceraian.
Data perkara perceraian Pengadilan Agama yang diakses per Bulan Januari
2017 mencapai 288.629 perkara yang terbagi dalam tiga kategori cerai gugat,
cerai talak dan poligami. Dari seluruh perkara yang diproses ini ada 245.548
kasus (85%) telah mendapatkan putusan (akta cerai). Dari 288.629 perkara
perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama pada tahun 2016 terdapat
1
Ahmad Al Yakin, Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak (Studi Kasus di SMA
Negeri 1 Kecamatan Nosu Kabupaten Mamasa), Jurnal Pepatuzdu, Vol. 8, No. 1, November 2014,
h. 2.

1
2

202.118 kasus cerai gugat, 77.502 kasus cerai talak, 521 kasus ijin poligami
dan 8.488 kasus dispensasi kawin. Semua perkara yang masuk kemudian
diproses untuk diputuskan apakah perkara yang masuk dikabulkan,
digugurkan, dicabut atau dicoret.2
Perceraian dianggap keputusan terbaik untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian tetap akan berdampak
serius bagi kehidupan anak. Perceraian dan perpisahan orang tua menjadi
faktor yang dapat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian
anak nantinya. Ketidakharmonisan keluarga mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak, dan banyak penelitian mengungkapkan banyaknya dampak
buruk perceraian bagi anggota keluarga khususnya bagi seorang anak.
Sebagian besar peneliti sepakat menyatakan bahwa remaja dan anak-anak
yang berasal dari keluarga yang orang tuanya bercerai memperlihatkan
penyesuaian diri yang buruk dibandingkan rekan-rekannya yang berasal dari
keluarga utuh.3
Anak- anak yang berasal dari keluarga bercerai cenderung menunjukkan
masalah masalah akademis, masalah eksternal (seperti kenakalan remaja) dan
masalah internal (seperti kecemasan dan depresi), kurang memiliki tanggung
jawab sosial, kurang kompeten dalam relasi yang akrab, putus sekolah, aktif
secara seksual di usia dini, mengkonsumsi obat-obatan, bergabung dengan
kawan-kawan yang anti sosial, memiliki penghargaan diri yang rendah, dan
kurang mengembangkan kelekatan yang aman sebagai orang dewasa awal.4
Dalam keluarga yang broken home, seorang anak akan kehilangan
keteladanan. Orang tua yang diharapkan memberikan keteladanan untuk anak,
ternyata belum mampu memperlihatkan sikap yang baik. Akhirnya anak akan

2
CATAHU 2017, Komnas Perempuan, diakses pada diunduh pada 13 September 2017, h. 12-
13. (https://www.komnasperempuan.go.id/wp-content/uploads/2017/04/CATAHU-2017-Komnas-
Perempuan.pdf).
3
John W Santrock, Remaja, Terj. dari Edolescence, Eleven Edition oleh Benedictine
Widyasinta, (Jakarta: Erlangga, 2007), jilid 2, h. 32.
4
ibid
3

merasa kecewa terhadap orang tuanya. Anak merasa resah dan gelisah
sehingga tidak betah tinggal di rumah.5
Seorang anak yang kehilangan keteladanan orang tuanya, akan mencari
sosok lain yang bisa ia jadikan sebagai tumpuan yang dianggap mampu
mengerti dirinya. Keadaan jiwa anak yang sedang tergoncang, tidak jarang
dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga
mereka mengarahkannya kepada tindakan jahiliyah, seperti melalukan
kejahatan (mencuri, berkelahi), bahkan sampai kepada pemakaian obat-obatan
terlarang.
Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa anak yang berasal dari
keluaga bercerai tidak memiliki masalah di atas. Sebagimana dikutip oleh
John Santrock, bukti riset memperlihatkan bahwa sebagian besar remaja
mampu mengatasi perceraian orang tua dengan baik dan melampiaskannya ke
arah yang positif.6
Segala sesuatu yang timbul diakibatkan oleh perpisahan orang tua
dikembalikan lagi kepada bagaimana orang tua dan anak menyikapi
permasalahan tersebut. Seorang anak akan terdorong ke arah positif jika orang
tua bisa mengarahkan dan menanamkan nilai-nilai kepada anak, baik dalam
pendidikan maupun dalam kehidupan sosial.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena
dalam keluargalah anak mulai mengenal segala sesuatu. Keluarga berperan
penting dalam tumbuh kembang seorang anak, baik dalam segi fisik maupun
psikis dan tidak terlepas pula dalam segi pendidikan. Dalam lingkungan
keluarga diharapkan anak selalu mendapatkan arahan, bimbingan, kasih
sayang, serta pengawasan dari orang tuanya maupun dari anggota keluarga
lain. Oleh karena itu komunikasi antar anggota keluarga sangat diperlukan
bagi tumbuh kembangnya seorang anak.

Allah berfirman dalam surat At-Tahrim :

5
Syaiful Bhari Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), h. 49.
6
op.cit, h. 32.
4

‫اﻟﻨﺎس وَاﻟْ ِﺤ َﺎرَ ُة َﻠَﳱْ َﺎ ﻣ ََﻼ ِ َﻜ ٌﺔ َِﻼ ٌظ‬


ُ ‫ِﯿﲂ َ رًا وَ ﻗُﻮ ُدﻫَﺎ‬ ْ ُ ‫َ ﳞ َﺎ ا ِ ﻦَ ٓ َﻣ ُﻮا ﻗُﻮا ﻧْﻔُﺴَ ُ ْﲂ وَ ْﻫﻠ‬
َ‫ﺷِ ﺪَ ا ٌد َﻻ ﯾَﻌ ُْﺼﻮنَ ا َ ﻣَﺎ ﻣَﺮَ ﱒُ ْ وَ ﯾ َ ْﻔ َﻌﻠُﻮنَ ﻣَﺎ ﯾ ُﺆْ ﻣَﺮُ ون‬
“ Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan- Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6)7

Ayat diatas menggambarkan bahwa pendidikan anak dimulai dari


lingkungan keluarga. Allah memerintahkan kepada umat muslim khususnya
orang tua untuk menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari kedzoliman agar
tidak terjerumus ke dalam api neraka, atau dalam kata lain orang tua harus
mampu membina, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya kepada jalan
yang lurus, serta orang tua harus mampu menjadi contoh teladan bagi anak.
Untuk mencapai maksud tersebut, salah satu cara yang harus dilakukan adalah
membangun komunikasi yang baik dan harmonis dalam sebuah keluarga, agar
orang tua tidak mendapati dirinya dan anak-anaknya terjerumus dalam
kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam sebuah keluarga yang utuh, dalam arti masih lengkap strukturnya (
ayah, ibu dan anak), bahagia dan tidak sering bertengkar, maka perhatian orang
tua terhadap anak akan lebih banyak terutama dalam hal belajar. Anak akan
merasa dirinya berharga bagi keluarganya, dan ia akan lebih berusaha dalam
belajar untuk menyenangkan orang tuanya, yang kelak akan berguna bagi
dirinya di masa depan.

Sebaliknya, jika dalam sebuah keluarga, salah satu atau kedua orang tua
meninggal, bercerai atau meninggalkan keluarga dalam jangka waktu yang
cukup lama, maka anak tidak akan mendapat perhatian dengan baik, kurang

7
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 448.
5

mendapat kasih sayang yang layak dan selanjutnya akan berdampak pada
motivasi belajarnya di sekolah.

Satu di antara masalah-masalah yang timbul dari anak korban perceraian


adalah masalah akademis yaitu diantaranya, kesulitan belajar, membolos, pasif
di dalam kelas, dan rendahnya motivasi belajar yang dimiliki. Motivasi belajar
sangat berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran siswa. Besar kemauan
seorang anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya tentu juga harus didasari
oleh motivasi. Motivasi merupakan suatu keseluruhan daya penggerak di dalam
diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang memberikan arah pada
kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.
Peran keluarga sangat diperlukan dalam pemberian motivasi terhadap proses
belajar siswa agar siswa dapat mencapai tujuan dari belajar itu sendiri,
misalnya berupa prestasi dan hasil belajar yang baik di sekolah.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan penulis di Madrasah Aliyah


Islamiyah Ciputat, bahwa terdapat beberapa anak yang mengalami kondisi
perceraian orang tua. Setelah melakukan wawancara dengan guru Bimbingan
dan Penyuluhan di sekolah tersebut, penulis menemukan fakta bahwa kondisi
anak-anak yang mengalami perceraian orang tua cenderung menunjukan
masalah, baik masalah moral, akademik, maupun masalah internal. 8 Masalah
nyata yang ditemukan penulis dari kondisi anak-anak korban perceraian
diantaranya, siswa cenderung pendiam, tidak percaya diri, suka bolos sekolah,
nilai belajarnya rendah, tidak ada semangat untuk belajar, introvert dan masih
banyak lagi.9 Tetapi anak korban perceraian orang tua tidak selalu menunjukan
hal negatif, ada beberapa anak yang menujukan hal positif dengan keadaan
orang tua yang tidak sempurna, misalnya karena keadaan yang seperti itu
mereka menjadi lebih kuat dan menjadikannya sebagai motivasi untuk lebih

8
Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Penyuluhan pada 23 Agustus 2017.
9
Hasil observasi di sekolah selama satu bulan sejak 23 Agustus sampai 20 September 2017.
6

baik lagi, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik seperti olah
raga, musik, dan ekstrakurikuler lain.10

Setelah mengetahui masalah yang terjadi pada anak korban perceraian


orang tua di sekolah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian, guna
mengetahui apa saja dampak yang terjadi pada anak akibat perceraian orang
tuanya, khususnya terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu, penulis
mengemukakan judul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Motivasi
Belajar Siswa di Sekolah”. Lokasi sekolah yang penulis pilih dalam penelitian
ini yaitu MA Islamiyah Ciputat, dimana sekolah tersebut terdapat beberapa
siswa yang orang tuanya bercerai dengan latar belakang yang berbeda-beda.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat


diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Perceraian terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor.


2. Banyaknya siswa korban perceraian di sekolah.
3. Siswa korban perceraian mengalami masalah psikis maupun akademis.
4. Rendahnya motivasi belajar siswa dari keluarga bercerai.

C. Pembatasan Masalah

Agar hasil penelitian ini dapat terarah dalam mencapai tujuan dan tidak
menyimpang dari judul yang telah ditetapkan sebelumnya, maka peneliti
membatasi penelitian, sebagai berikut:
1. Faktor perceraian yang terjadi pada orang tua siswa.
2. Siswa korban perceraian mengalami masalah psikis dan akademis.
3. Dampak perceraian terhadap motivasi belajar siswa di sekolah.

10
Op.cit
7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka masalah yang menjadi


perhatian peneliti dan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor yang menyebabkan tejadinya perceraian?


2. Apa saja masalah yang terjadi terhadap siswa yang diakibatkan oleh
perceraian orang tua?
3. Bagaimana dampak perceraian otang tua terhadap motivasi belajar
siswa di sekolah?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah di atas, yaitu:

1. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya perceraian orang tua.

2. Untuk mengetahui dampak perceraian orang tua terhadap motivasi


belajar siswa.

3. Untuk mengetahui berpengaruh atau tidaknya perceraian orang tua


terhadap motivasi belajar siswa.

F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Teoritis
Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya
dalam hal dampak perceraian yang terjadi pada orang tua terhadap
motivasi belajar siswa.
2. Fungsi Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta didik sesuai dengan
kebutuhan anak.
8

b. Bagi Pendidik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pelaksanaan pendidikan agar lebih
memperhatikan siswa yang mengalami situasi buruk akibat
perceraian orang tuanya.
c. Bagi Orangtua
Dapat memberikan pengetahuan kepada orang tua betapa seorang
anak mengalami masa yang sulit akibat perceraian yang terjadi
agar orang tua lebih memperhatikan kehidupan anak, baik dari segi
psikologis maupun pendidikannya.
BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG DAMPAK PERCERAIAN


TERHADAP MOTIVASI BELAJAR

A. Pernikahan dan Perceraian


1. Pengertian Perkawinan dan Perceraian
Perkawinan atau pernikahan dalam bahasa arab disebut dengan dua kata,
yaitu nikah dan zawaj. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam al-Qur’an dengan
arti kawin, seperti dalam surat An-Nisa ayat 3:

َٰ‫ب ﻟَﻜُ ﻢْ ِﻣ َﻦ اﻟ ﻨِّ ﺴَﺎ ءِ ﻣَ ﺜـْﲎ‬


َ ‫أَﻻ ﺗـُ ْﻘ ِﺴ ﻄُﻮا ِﰲ ا ﻟْﻴـَ ﺘَﺎ ﻣَ ٰﻰ ﻓَﺎ ﻧْﻜِ ﺤُ ﻮا ﻣَﺎ ﻃَﺎ‬
‫َوإِ ْن ِﺧ ْﻔ ﺘُﻢْ ﱠ‬

‫ﻚ‬
َ ِ‫ﺖ أَﳝَْﺎﻧُﻜُ ﻢْ ۚ ذَٰ ﻟ‬
ْ ‫أَﻻ ﺗـَ ﻌْ ﺪِ ﻟُﻮا ﻓـَ ﻮَا ِﺣ َﺪ ةً أَ ْو ﻣَﺎ ﻣَ ﻠَ َﻜ‬
‫ث َو ُر َ عَ ۖ ﻓَﺈِ ْن ِﺧ ْﻔ ﺘُﻢْ ﱠ‬
َ ‫َﺛُﻼ‬
َ ‫و‬

‫أَﻻ ﺗـَ ﻌُﻮﻟُﻮا‬


‫أَدْﱏَٰ ﱠ‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.” 1
Demikian pula terdapat kata za-wa-ja dalam arti kawin, yaitu dalam surat
al-Ahzab ayat 37:

‫ﲔ َﺣ َﺮجٌ ِﰲ‬
َ ِ‫ﻓـَ ﻠَﻤﱠﺎ ﻗَﻀَ ٰﻰ َزﻳْﺪٌ ِﻣ ﻨْـ َﻬ ﺎ َوﻃَﺮًا َز ﱠو ْﺟ ﻨَﺎ َﻛ َﻬ ﺎ ﻟِ َﻜ ْﻲ َﻻ ﻳَﻜُﻮ َن ﻋَ ﻠَﻰ ا ﻟْﻤُ ْﺆ ِﻣ ﻨ‬

‫ُﻮﻻ‬
ً ‫أَ ْزوَا ِج أَدْ ﻋِ ﻴَﺎﺋِ ِﻬ ﻢْ إِذَا ﻗَﻀَ ﻮْا ِﻣ ﻨْـ ﻬُ ﻦﱠ َوﻃَﺮًا ۚ َو َﻛ ﺎ َن أَ ْﻣ ُﺮ ا ﱠِ ﻣَ ْﻔ ﻌ‬
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak

1
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 61

9
10

angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan


keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi.”2
Perkawinan secara etimologis memiliki arti yaitu berkumpul, bersatu,
bersetubuh dan akad. Pada hakikatnya, makna nikah adalah persetubuhan,
kemudian secara majaz diartikan akad, karena termasuk pengikatan sebab
akibat.3
Menurut UU No.1 Tahum 1974 tentang perkawinan, “perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.4 Dikatakan bahwa ikatan lahir
batin merupakan hal yang penting dari suatu perkawinan karena tujuan
perkawinan bukanlah semata-mata untuk memenuhi hajat hawa nafsu saja,
melainkan untuk mewujudkan keluarga bahagia dan dilandasi oleh ketuhanan
Yang Maha Esa.
Keluarga adalah suatu institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan
antara suami dan istri untuk hidup bersama, setia sekala, seiring dan satu
tujuan dalam membina rumah tangga untuk mencapai keluarga sakinah dan
diridhai Allah swt. Di dalamnya selain terdapat suami dan istri, juga terdapat
anak yang menjadi tanggung jawab orang tua.5
Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk
berlindung. Selain itu, keluarga pulalah yang pertama kali mengurus
pendidikan seorang anak. Dan keluarga juga merupakan fondasi primer bagi
perkembangan anak, karena keluarga merupakan tempat sebagian besar anak
menghabiskan waktu dalam kehidupannya.
Pada awalnya keluarga terbentuk karena adanya perkawinan. Perkawinan
ditunjukan untuk selama hidup dan bertujuan untuk membangun kebahagiaan

2
Ibid, h. 338
3
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media Grup, 2016), h. 23
4
Ibid, h. 25-26
5
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, ( Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2014), h. 45
11

bagi pasangan suami istri. Keluarga yang kekal dan bahagia itulah yang dituju.
Banyak pula perintah-perintah Tuhan dan Rasul mengenai cara menjaga
ketentraman keluarga selama hidup.
Ketika awal menjalin hubungan suami istri sering kali timbul harapan-
harapan yang indah, ingin hidup rukun, sejahtera, bahagia dan sebagainya
bersama-sama. Tetapi ketika harapan tersebut tidak berjalan dengan
semestinya, tidak jarang menimbulkan kekecewaan bagi istri maupun suami
yang akhirnya menjurus pada pertengkaran dan bahkan sampai pada
permusuhan. Keadaan tersebut adakalanya dapat diatasi dan diselesaikan,
sehingga hubungan suami istri baik kembali dan adakalanya tidak bisa
diselesaikan atau didamaikan. Akibatnya, jika persoalan tidak bisa lagi
diredakan hanya dengan jalan musyawarah, maka tidak jarang pasangan suami
istri mengambil jalan terakhir yang mungkin dirasa akan menyelesaikan
semuanya, yaitu dengan jalan percerian.
Menurut Erma Karim dalam T.O Ihromi, perceraian adalah cerai hidup
antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan
obligasi peran masing-masing, dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir
dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian
hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.6
Menurut Dariyo yang dikutip oleh Ningrum “perceraian merupakan titik
puncak dari pengumpulan berbagai permasalahan yang menumpuk beberapa
waktu sebelumnya dan jalan terakhir yang harus ditempuh ketika hubungan
perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi.”7 Perceraian merupakan
terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan
untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan
kewajibannya sebagai suami istri.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perceraian
merupakan berakhirnya hubungan suami istri karena ketidakcocokan diantara

6
T.O Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004),
h. 137
7
Putri Rosalia Ningrum, Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja, eJournal
Psikologi Vol. 1 No. 1, 2013, h. 74
12

keduanya yang disebabkan oleh berbagai faktor dan perceraian diputuskan


oleh hukum yang berlaku.
Menurut Kamal Muchtar, perceraian dalam fiqih disebut dengan kata
“talak” atau “furqah”. Talak berarti membuka ikatan, membatalkan perjanjian.
Furqah berarti bercerai, lawan dari berkumpul. Perkataan talak dan furqah
dalam ilmu fiqih memiliki dua arti, yakni arti umum dan arti khusus. Arti yang
umum ialah segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami yang
telah ditetapkan oleh hakim dan perceraian yang jatuh dengan sendirinya
seperti perceraian yang disebabkan meninggalnya salah seorang suami atau
istri. Arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja.8
Perlu ditegaskan, agama islam mensyariatkan perceraian bukan berarti
agama islam menyukai atau sekurang-kurangnya bersikap pasif terhadap
kemungkinan-kemungkinan terjadinya perceraian, atau boleh dilakukan setiap
saat, tetapi agama islam tetap memandangnya sebagai suatu yang musykil,
yaitu suatu yang tidak diingini terjadinya karena bertentangan dengan asas-
asas hukum islam. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw:

(‫ﷲ اﻟﻄﱠﻼَ ُق )رواﻩ أﺑﻮ داود و ﺻﺤﺢ اﳊﺎﻛﻢ‬


ِ ‫ﺾ اﳊََﻼِﻻ اِﻟَﺊ‬
ُ َ‫َو اَﺑْـﻐ‬

“ Yang halal yang paling dibenci Allah ialah perceraian”. (HR. Abu daud
dan dinyatakan sohih oleh al- hakim).9
Adapula larangan Allah mengenai perceraian dalam bentuk sindiran,
seperti dalam surat An-Nisa ayat 19 bahwasanya "Tuhan menyuruh seorang
suami menggauli istrinya dengan baik dan memberikan peringatan bahwa
apabila seorang suami sudah tidak senang kepada istrinya, mungkin Tuhan
menjadikan sesuatu yang sangat baik dalam diri istri yang sudah tidak
disenangi suaminya itu".10
Dari ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika seorang suami sudah
tidak senang dengan istrinya, maka ia harus tetap memperlakukan istrinya
dengan baik dan jangan menceraikannya, tidak ada yang tau kemuliaan apa
yang akan istri terima di lain hari kelak.

8
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 156
9
ibid, h. 158
10
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, 1974), h.110
13

Pertengkaran berat antara suami istri tidak bisa langsung begitu saja
menjadikan mereka bercerai. Dalam hal ini terdapat prosedur perceraian yang
sudah diatur Allah dalam QS. An-Nisa ayat 35, yaitu:

ُ‫َﺎق ﺑـَْﻴﻨِ ِﻬﻤَﺎ ﻓَﺎﺑْـ َﻌﺜُﻮا َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِﻬَﺎ إِ ْن ﻳُِﺮﻳﺪَا إِﺻ َْﻼﺣًﺎ ﻳـُ َﻮﻓّ ِِﻖ ا ﱠ‬
َ ‫َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷﻘ‬
‫ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠِﻴﻤًﺎ َﺧﺒِ ًﲑا‬
“ Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua hakim itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. an-
Nisa; 35).11
2. Faktor Terjadinya Perceraian
Perceraian sebagai sebuah cara yang harus ditempuh oleh pasangan
suami-istri ketika dihadapkan pada masalah-masalah dalam huhungan
perkawinan yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Perceraian bukanlah
tujuan akhir dari suatu perkawinan, akan tetapi sebuah bencana yang
melanda perkawinan antara pasangan suami-istri karena tujuan akhir dari
pernikahan adalah membangun sebuah kebahagiaan. Berikut terdapat
beberapa faktor penyebab perceraian diantaranya:
a. Kekerasan verbal
Kekerasan verbal (verbal violence) merupakan sebuah penganiayaan
yang dilakukan oleh seorang pasangan terhadap pasangan lainnya, dengan
menggunakan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar, tidak menghargai,
mengejek, mencaci-maki, menghina, menyakiti perasaan dan merendahkan
harkat-martabat. Akibat mendengarkan dan menghadapi perilaku pasangan
hidup yang demikian, membuat seseorang merasa terhina, kecewa, terluka
batinnya dan tidak betah untuk hidup berdampingan dalam perkawinan.12

11
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 66
12
Agoes Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, Jurnal
Psikologi Vol. 2 No. 2, 2004, h. 95
14

b. Krisis atau Tekanan Ekonomi


Salah satu faktor keberlangsungan dan kebahagiaan sebuah
perkawinan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi-finansialnya.
Pada awal kehidupan suami istri, tidak jarang suami menjanjikan
kebahagiaan dan kehidupan sejahtera kepada istri, seperti mempunyai
rumah, mobil, kehidupan sehari-hari tercukupi, anak-anak bersekolah di
sekolah yang terbaik dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya tidak
semua pasangan bisa mewujudkan mimpi yang sama.
Kehidupan baru menuntut sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari yang semakin tinggi dan kompleks sedangkan keadaan
penghasilan suami tidak bisa mengimbangi. Banyaknya tuntutan dari
pihak istri menjadikan suami resah, bimbang dan putus asa.13 Akibatnya
mudah menimbulkan konflik pertengkaran suami-istri, yang akhirnya
berdampak buruk dengan keputusan perceraian.
Di sisi lain, ada keluarga yang berkecukupan secara finansial, namun
suami memiliki perilaku buruk yaitu berupaya membatasi sumber
keuangan kepada istrinya. Hal ini dinamakan kekerasan ekonomi. Yang
dimaksud dengan kekerasan ekonomi yaitu suatu kondisi kehidupan
finansial yang sulit dalam melangsungkan kegiatan rumah tangga, akibat
perlakuan sengaja dari pasangan hidupnya, terutama suami. Walaupun
seorang suami berpenghasilan secara memadai, akan tetapi ia membatasi
pemberian uang untuk kegiatan ekonomi rumah tangga, sehingga keluarga
merasa kekurangan dan menderita secara finansial.14
c. Pebedaan Status Sosial
Perbedaan status yang dapat menghalangi pernikahan ialah apabila
dapat menimbulkan perasaan kurang pas pada diri suami istri, dan akan
menyebabkan keresahan bagi masa depan. Sehingga mereka tidak
mendapatkan kebahagiaan hidup yang diharapkan. Apabila perbedaan

13
Ali Husain Muhammad Makki al- Amili, Perceraian Salah Siapa?, Terj. dari Ath-Thalaqu
Khoti’atu Man? Oleh Mudhor Ahmad Assegaf dan Hasan Shaleh, (Jakarta: Lentera, 2001), h. 52-
53
14
Dariyo, loc.cit
15

status ini berada pada pribadi yang tidak terpelihara dengan baik, maka
akan mudah timbul berbagai permasalahan yang berujung pada
perceraian.15
d. Perselingkuhan/ Ketidaksetiaan
Menurut Soemaliyah yang dikutip oleh Dariyo, perselingkuhan
merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup yang syah, padahal ia telah
terikat dalam perkawinan secara resmi dengan pasangan hidupnya. Jadi
perselingkuhan sebagai aktivitas hubungan sexual di luar perkawinan
(extra-marital sexual relationship).16
Keberadaan orang ketiga memang akan menggangu kehidupan
perkawinan. Bila diantara keduannya tidak ditemukan kata sepakat untuk
menyelesaikan dan tidak saling memaafkan, akhirnya percerainlah jalan
terbaik untuk mengakhiri hububungan pernikahan tersebut.
e. Keterlibatan dalam perjudian
Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk
memperoleh keberuntungan yang lebih besar dengan mempertaruhkan
sejumlah uang tertentu. Seorang suami seharusnya menganggarkan
kebutuhan finansial untuk keperluan keluarga secara bijaksana.17
Ketika seorang suami lupa akan kebutuhan keluarganya dan
pengahasilan yang diperoleh olehnya dipakai untuk kegiatan perjudian,
maka seorang istri dan anak akan mengalami kekecewaan dan penderitaan
finansial, karena pada dasarnya perjuadian tidak akan menjadikan
seseorang kaya raya, tetapi sebaliknya akan membawa kesengsaraan bagi
pencandu perjudian.

Adapun faktor perceraian menurut Peraturan Pemerintah (PP) pasal 19


No. 9 Tahun 1975, yaitu:

15
Ali Husain Muhammad Makki al- Amili, op. cit, h. 78
16
Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, h. 96
17
Ibid, h. 95
16

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,


penjudi, dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-
turut tapa izin atau tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama lima tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yan
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak menderita cacat badan atau penyakit lain dengan
akibat tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suamil istri.
f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.18
Dari beberapa faktor-faktor di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa faktor-faktor penyebab perceraian antara lain yaitu adanya
perbedaan prinsip antara suami dan istri, kekerasan dalam rumah tangga,
tekanan kebutuhan ekonomi, kematian, perselingkuhan, dan
ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
3. Hukum Perceraian
Menurut Syaikh Hasan Ayyub dalam Muhammad Syaifuddin, hukum
cerai menurut syariat islam terdapat lima tergantung illat (sebab-sebab dan
waktunya), yaitu sebagai berikut:
a. Wajib, yaitu cerainya orang yang melalukan ila’ setelah masa
menunggu apabila ia menolak kembali menyetubuhi istrinya, cerai
yang diputuskan dua hakam dalam kasus perselisihan suami istri
yang beranggapan bahwa cerai lebih baik untuk keduanya, dan
cerai yang apabila tidak dilakukan akan mendatangkan bahaya dan
menjadi penyebab terjerumusnya suami istri ke dalam
kemaksiatan.

18
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 148
17

b. Makruh, yaitu cerai tanpa ada hajat. Terdapat dua riwayat


mengenai cerai macam ini, yaitu sebagai berikut:
1) Berdasarkan sabda Nabi saw “ Tidak boleh membahayakan diri
sendiri dan orang lain”, karena cerai mendatangkan mudharat
bagi diri sendiri dan istri, serta menghilangkan maslahat yang
mereka peroleh tanpa adanya hajat, maka hukumnya haram.
2) Hukumnya boleh bedasarkan sabda Nabi “ perkara hal yang
paling dibenci Allah adalah cerai” dalam lafadz lain disebutkan
“ Allah tidak menghalalkan sesuatu yang lebih di benci-Nya
daripada cerai” (HR. Abu Daud, Isnadnya cacat). Cerai yang
dibenci adalah cerai yang tanpa hajat, karena Nabi
menyebutnya halal juga karena cerai meniadakan pernikahan
yang mengandung maslahat-maslahat yang dianjurkan,
sehingga hukumnya makruh.
c. Mubah, yaitu cerai ketika ada hajat, baik karena buruknya perangai
dan pergaulan istri, dan karena istri dirugikan tanpa mencapai
tujuan.
d. Dianjurkan, yaitu ketika istri melalaikan kewajibannya kepada
Allah seperti solat dan sebagainya, sedang suami sudah tidak bisa
memaksanya lagi, atau ketika suami istri sudah tidak bisa menjaga
moral.
e. Dilarang, yaitu cerai ketika haid atau dalam masa suci dimana
suami telah menyetubuhinya. Ulama seluruh negri dan zaman
sepakat akan keharamannya. Kondisi seperti ini disebut juga cerai
bid’ah, dimana suami mentalak istri ketika sedang haid itu
menentang sunah dan meninggalkan perintah Allah dan Rasul-
Nya.19

19
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 23-24
18

4. Akibat-akibat Perceraian
Pasangan menikah yang telah melakukan perceraian pasti akan
mengalami dampak negatif. Hal-hal yang dapat dirasakan setelah terjadi
perceraian tersebut, diantaranya sebagai berikut:
a. Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan
Individu yang telah melakukan segala usaha demi mendapatkan
kehidupan rumah tangga yang bahagia ternyata harus menghadapi
pahitnya perceraian. Dampak yang akan dirasakan berupa kesedihan,
kekecewaan, frustasi, tidak nyaman, dan rasa khawatir berkepanjangan,
tidak dapat konsentrasi dalam bekerja, sulit tidur dan berbagai masalah
lainnya. Akibatnya, individu akan memiliki sikap benci terhadap diri
sendiri maupun pasangannya. Jika kondisi psikis tersebut tidak di
tanggulangi dengan baik, bisa mengakibatkan gangguan psikosomatis,
bunuh diri atau gangguan psikologis lainnya.
b. Pengalaman traumatis bagi anak
Anak-anak yang ditinggalkan juga akan mengalami dampak negatif
yang serius. Mereka akan mengalami kebingungan harus mengikuti siapa,
ayah atau ibu. Mereka tidak dapat mengidentifikasi orang tua. Akibatnya,
anak-anak mendapatkan gambaran buruk terhadap pernikahan karena tidak
ada contoh positif yang harus ditiru. Secara tidak langsung, mereka akan
beranggapan bahwa orang tua itu jahat, egois, tidak bertanggung jawab,
dan hanya mementingkan diri sendiri.
Kekhawatiran akan pernikahan bisa jadi terbawa hingga anak menjadi
dewasa dan takut untuk menikah dan bercerai. Akan tetapi adakalanya
menjadikan luka trauma dahulu menjadi pelajaran, dan menghindari
perceraian. Semua ini tergangung pada diri yang bersangkutan. Namun
yang jelas, perceraian orang tua akan mendatangkan perasaan traumatis
bagi anak.
c. Ketidakstabilan kehidupan dalam pekerjaan
Dampak psikologis yang terjadi akibat perceraian, akan berdampak
pula pada fisik individu tersebut seperti susah tidur dan tidak dapat
19

berkonsentrasi dalam bekerja sehingga mengganggu kehidupan kerja,


misalnya pekerjaan menjadi terbengkalai. 20

5. Sebab-Sebab Putusnya Perkawinan dalam Islam


Putusnya perkawinan ditinjau dari segi orang yang berwenang
menjatuhkan atau memutuskan, maka perceraian dapat dibagi kepada tiga:
a. Yang dijatuhkan oleh suami dinamakan talak, b. Yang diputuskan atau
ditetapkan oleh hakim, c. Yang putus dengan sendirinya, seperti karena
salah seorang suami atau istri meninggal dunia. 21
a. Sebab Perceraian yang Dijatuhkan oleh Suami (Talak)
1) Pengertian Talak

Talak diambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya


“melepasan atau meninggalkan”. Menurut istila syara’, talak yaitu:

‫ْﺧﻴﱠ ِﺔ‬
ِ ‫َﺣ ﱡﻞ َرﺑِﻄَِﺔ اﻟﺰﱠوَا ِز َو اِْ ﺎَءُ اﻟ َﻌﻼَﻗَِﺔ اﻟﺰﱠو‬
“Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubuan suami istri.”
Al-jaziry mendefinisikan:

‫ْص‬
ٍ ‫ْﻆ ﳐَْﺼُﻮ‬
ٍ ‫َﺢ ا َْو ﻧـُﻘْﺼﺎَ َن ﺣﻠِّ ِﻪ ﺑِﻠَﻔ‬
ِ ‫َق اِزَاﻟَﺔُ اﻟﻨِّﻜ‬
ُ ‫اﻟﻄﱠﻼ‬
“Talak ialah meghilangkan ikata perkwinan atau mengurangi
pelepasan ikatan dengan menggukan kata-kata tertentu.
Menurut Abu Zakaria Al-Anshari, talak ialah:

ِ‫َﳓ ِﻮﻩ‬
َْ‫ْﻆ اﻟﻄﱠﻠﻼ َِق و‬
ِ ‫َﺣ ﱡﻞ َﻋ ْﻘ ِﺪ اﻟﻨِّﻜﺎ َِح ﺑِﻠَﻔ‬
“Lepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.”22

Dari beberapa definisi talak di atas, dapat disimpulkan bahwa talak


ialah menghilangkan atau memutuskan ikatan hubungan perkawinan
antara suami istri dengan kata-kata tertentu, dan setelah hilangnya
ikatan tersebut, istri tidak lagi halal bagi suaminya.

20
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 168-
169
21
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 159
22
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 191-192.
20

2) Macam-macam Talak
Terdapat beberapa macam talak jika ditinjau dari berbagai segi,
diantaranya:
a) Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak
terbagi menjadi 2 macam, sebagai berikut:
(1) Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan
tuntutan sunnah.23 “Talak sunni dijatuhkan satu kali oleh
suami atas istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam
waktu suci tersebut”.24 Dasar talak sunni pada firman Allah
surat al-Baqarah ayat 229:

(٢٢٩ :‫ْف أ َْو ﺗَ ْﺴ ِﺮﻳْ ٌﺢ ِِ ْﺣﺴَﺎ ٍۗن )اﻟﺒﻘﺮة‬


ٍ ‫ﺎك ﲟَِْﻌﺮُو‬
ٌ ‫اَﻟﻄ َﱠﻼ ُق َﻣﱠﺮٰﺗ ِۖﻦ ﻓَِﺈ ْﻣ َﺴ‬
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Q.S. Al-
Baqarah: 229).25

Artinya bahwa talak yang dijatuhkan dan dibolehkan dirujuk itu


hanya dua kali, dan untuk talak yang ketiga kali suami boleh
merujuk dengan cara yang ma’ruf yakni dengan akad yang baru
berserta syarat dan rukun pernikahan yang baru, atau melepaskan
dengan cara yang baik.

Dapat dikatakan talak sunni jika memenuhi syarat sebagai


berikut:26
(a) Istri yang ditalak sudah pernah digauli.
(b) Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak,
yaitu dalam keadaan suci dari haid.. menurut ulama

23
Ibid, h. 193.
24
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), h. 273.
25
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
26
Ghazali. loc. cit.
21

syafi’iyah, perhitungan iddah bagi wanita ialah tiga kali


suci, bukan tiga kali haid.
(c) Talak itu dijatuhi ketika istri dalam keadaan suci, baik di
permulaan, di pertengahan maupun di akhir suci.
(d) Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci
dimana talak itu dijatuhkan.

(2) Talak Bai’n, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai


dengan tuntutan sunnah. Yaitu talak yang dijatuhkan pada
waktu istri dalam keadaan haid, atau suci tetapi sudah
digauli oleh suami pada waktu suci tersebut.

Para ulama berpendapat bahwa talak bid’i ini haram, bila


dikerjakan berdosa. Sebagian ulama salaf diantaranya Ibnu
Ulaiyah, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qayyim,
berpendapat bahwa talak bid’i itu jatuh karena tidak diizinkan
Allah bahkan termasuk larangan yang harus dihindari.27
sebagaimana firman Allah dalam surat at-Talaq ayat 1:

َ‫ﺼﻮا اﻟْﻌِ ﱠﺪ َة وَاﺗـﱠ ُﻘﻮا ا ﱠ‬


ُ ‫ﱠﱯ إِذَا ﻃَﻠﱠ ْﻘﺘُ ُﻢ اﻟﻨِّﺴَﺎءَ ﻓَﻄَﻠِّﻘُﻮُﻫ ﱠﻦ ﻟِﻌِ ﱠﺪ ِِ ﱠﻦ َوأَ ْﺣ‬
‫َ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﻨِ ﱡ‬
‫ْﻚ‬
َ ‫َﺎﺣ َﺸ ٍﺔ ُﻣﺒَﻴِّﻨَ ٍﺔ َوﺗِﻠ‬
ِ ‫ﲔ ﺑِﻔ‬َ ِ‫َرﺑﱠ ُﻜ ْﻢ ﻻ ﲣُْ ِﺮﺟُﻮُﻫ ﱠﻦ ِﻣ ْﻦ ﺑـُﻴُﻮِِ ﱠﻦ وَﻻ ﳜَُْﺮ ْﺟ َﻦ إِﻻ أَ ْن َْﺗ‬
‫ِث ﺑـَ ْﻌ َﺪ‬
ُ ‫ُﺣﺪُو ُد ا ﱠِ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَﺘَـ َﻌ ﱠﺪ ُﺣ ُﺪوَد ا ﱠِ ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻇَﻠَ َﻢ ﻧـَ ْﻔ َﺴﻪُ ﻻ ﺗَ ْﺪرِي ﻟَ َﻌ ﱠﻞ ا ﱠَ ُْﳛﺪ‬
.‫ِﻚ أَْﻣﺮًا‬
َ ‫َذﻟ‬
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka
hendaklah kamu ceraikan mereka, pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu
iddah itu, serta bertaqwalah kepada Allah Rabb-mu.
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka, dan
janganlah mereka (diijinkan) ke luar, kecuali kalau mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum
Allah, dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah,
maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya

27
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, h. 275
22

sendiri. Kamu tidak mengetahui, barangkali Allah


mengadakan sesudah itu, sesuatu hal yang baru." (QS. At-
Talaq:1)28

Rasulullah marah ketika Ibnu Umar menceraikan istrinya


disaat sedang haid, padahal Rasulullah tidak pernah marah
terhadap sesuatu yang halal. Kemudian disepakati bahwa talak
yang berlawanan dengan talak sunni tidak dapat diterima dan
dinamakan talak bid’i. Rasulullah bersabda:

‫َﻼﻟٍَﺔ ِﰱ اﻟﻨﱠﺎ ِر‬


َ ‫ﺿ َﻼﻟَﺔ َو ُﻛ ﱠﻞ ﺿ‬
َ ‫اِ ْن ُﻛ ﱠﻞ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔ‬
“semua yang bid’’ah adalah sesat, dan semua yang sesat masuk
neraka”29

b) Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya perkataan talak

Talak jika ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang
diucapkan oleh suami, dibagai menjadi dua macam, yaitu:

(1) Talak sharih, yaitu talak dengan menggunakan kata-kata


yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai ucapan talak
atau cerai ketika diucapkan.

Ahl al-Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali


dengan mempergunakan salah satu dari tiga kata, karena talak
adalah perbuatan ibadah, karenanya talak diisyaratkan
menggunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara’,
berikut beberapa kata talak yang diucapkan suami kepada istri
sebagai berikut:

(a) Engkau saya talak sekarang juga. Egkau saya cerai sekarang
juga

28
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 445
29
op.cit, h. 276
23

(b) Engkau saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan


sekarang juga.
(c) Engkau saya sarah sekarang juga. Engkau saya lepas
sekarang juga.30
Apabila suami menjatuhkan talak degan talak sharih, maka
jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapan itu
diucapkan dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.
(2) Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-
kata sindiran, atau samar-samar, seperti suami berkata
kepada istrinya:
(a) Engkau sekarang telah jauh dariku
(b) Selesaikan sendiri segala urusanmu
(c) Janganlah engkau mendekati aku lagi
(d) Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga
(e) Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga
(f) Susullah keluargamu sekarang juga
(g) Pulanglah kerumah orang tuamu sekarang beriddahlah
engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu
(h) Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang
(i) Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian
Ketentuan talak dengan kinayah ini sebagaimana
dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, talak akan jatuh
tergantung kepada niat suami. Jika suami mengucapkan kata-
kata tersebut dengan niat untuk mentalak, maka jatuhlah talak
tersebut, tetapi jika tidak ada niat untuk mentalak, maka tidak
jatuh talak.31
c) Talak ditinjau dari segi kemungkinan rujuk

30
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, h.195
31
ibid, h. 195
24

Talak ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan


bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi
menjadi dua macam, sebagai berikut:
(1) Talak Raj’i
Talak Raj’i yaitu menurut Dr. As-Sibai’ mengakatakan
bahwa talak raj’i adalah talak yang membolehkan kembalinya
bekas istri kepada bekas suami dengan tidak memerlukan
pembaharuan akad nikah, tidak memerlukan mahar, serta tidak
memerlukan persaksian.
Setelah talak raj’i, maka istri wajib beriddah. Jika dalam
masa iddah suami ingin kembali kepada istri, maka hal itu
dapat dilakukan dengan rujuk, tetapi jika suami baru ingin
kembali setelah masa iddahnya berakhir, maka talak ini
menjadi talak bai’n, maka wajib dilakukan dengan akad baru
dan dengan mahar bau pula. 32
(2) Talak ba’in
Talak ba’in yaitu talak yang tidak memberikan hak rujuk
bagi bekas suami terhadap bekas istri. Untuk mengembalikan
bekas istri kepada bekas suami harus melalui akad nikah baru,
lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya.
Talak ba’in ada dua macam, yaitu talak ba’in shugro dan
ba’in kubro, yiatu: 1) talak bain shugro adalah talak ba’in yang
menghilangkan kepemilikan bekas suami terhadap istri tetapi
tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin
kembali kepada bekas istri. Artinya, bekas suami boleh
mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam
masa iddah maupun setelah masa iddah berakhir. Yang
termasuk talak ba’in shugro ialah: talak sebelum berkumpul,
talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu, talak
karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, talak

32
Ibid, 196-197
25

karena penganiayaan, atau yang semacamnya. 2) talak ba’in


kubro, yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami
terhadap bekas istri serta menghilagkan kehalalan bekas suami
untuk kawin kembali dengan bekas istri, kecuali istri telah
kawin lagi dengan laki-laki lain, dan telah berkumpul
kemudian berpisah dengan wajar dan menyelesaikan masa
iddahnya. Talak ba’in kubro ini terjadi pada talak ketiga. 33 Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat
230:

‫َﱴ ﺗَـْﻨ ِﻜ َﺢ زَْو ًﺟﺎ َﻏْﻴـَﺮﻩُ ۗ ﻓَِﺈ ْن ﻃَﻠﱠ َﻘﻬَﺎ ﻓ ََﻼ‬


ٰ‫ﻓَِﺈ ْن ﻃَﻠﱠ َﻘﻬَﺎ ﻓ ََﻼ َِﲢ ﱡﻞ ﻟَﻪُ ِﻣ ْﻦ ﺑـَ ْﻌ ُﺪ ﺣ ﱠ‬
ِ‫ْﻚ ُﺣﺪُو ُد ا ﱠ‬ َ ‫ُﺟﻨَﺎ َح َﻋﻠَْﻴ ِﻬﻤَﺎ أَ ْن ﻳـَﺘَـﺮَا َﺟﻌَﺎ إِ ْن ﻇَﻨﱠﺎ أَ ْن ﻳُﻘِﻴﻤَﺎ ُﺣﺪُوَد ا ﱠِ ۗ َوﺗِﻠ‬
‫ﻳـُﺒَـﻴِّﻨُـﻬَﺎ ﻟِﻘَﻮٍْم ﻳـَ ْﻌﻠَﻤُﻮ َن‬

”Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang


kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga
dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya
(bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 230).34

d) Talak dari segi cara menjatuhkannya


Ditijau dari segi cara suami menjatuhkan talak terhadap istri,
maka terdapat beberapa macam diantaranya:
(1) Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami dengan ucapan yang jelas dihadapan istrinya secara
langsung.
(2) Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan suami
secara tertulis, kemudian istri membaca dan memahami
maksud suaminya tersebut untuk menjatuhkan talak. Talak
33
Ibid, 198-199
34
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
26

tersebut dipandang sah, karena talak dengan tulisan


termasuk talak kinayah dan talak tersebut tergantung pada
niat suami.
(3) Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dijatuhkan dalam
bentuk isyarat oleh suami yang tuna wisma.35 Bagi seorang
tuna wisma, isyarat dipandang sebagai ucapan dalam
menjatuhkan talak apabila isyarat itu dimaksudkan untuk
mengakhiri perkawinan. Namun, ulama mensyaratkan
bahwa tuna wisma tersebut haruslah tidak bisa menulis dan
membaca, apabila ia mampu menulis, maka talaknya tidak
cukup hanya dengan isyarat, karena tulisan dianggap lebih
jelas dalam menunjukan maksud mengakhiri perkawinan.
(4) Talak dengan utusan. Apabila talak dengan ucapan yang
sharih dan kinayah dengan tulisan, maka talak dengan
utusanpun sah dilakukan, artinya suami mengutus
seseorang kepada istri dengan maksud menceraikannya.
Utusan disini kedudukannya sama dengan suami, talaknya
sah dan berlaku.36
b. Perceraian yang Diputuskan atau Ditetapkan oleh Hakim.
Selain perceraian yang disebabkan oleh talak yang dijatuhkan oleh
suami, adapula perceraian yang dijatuhkan oleh hakim berdasarkan
kepada gugatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berhak terhadap
perkawinan. Terdapat beberapa perkara perceraian yang dijatuhkan
oleh hakim diantaranya perkara syiqaq, ila’, zihar, li’an, pasakh, dan
nusyuz.
1) Putusnya perkawinan sebab syiqaq
Syiqaq adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami istri
sedemikian rupa, sehingga terjadi pertentangan pendapat dan

35
Abdul Rahman Ghazali, op.cit, h. 200
36
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, h. 266
27

pertengkaran, menjadikan kedua belah pihak tidak mampu


37
dipertemukan dan keduanya tidak dapat mengatasinya.
Mengenai perkara syiqaq, Allah berfirman dalam surah an-Nisa
ayat 35:

‫َﺎق ﺑـَْﻴﻨِ ِﻬﻤَﺎ ﻓَﺎﺑْـ َﻌﺜُﻮا َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِﻬَﺎ إِ ْن ﻳُِﺮﻳﺪَا إِﺻ َْﻼﺣًﺎ‬
َ ‫َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷﻘ‬
‫ﻳـُ َﻮﻓّ ِِﻖ ا ﱠُ ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ ۗ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠِﻴﻤًﺎ َﺧﺒِ ًﲑا‬

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,


maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (Q.S. An-Nisa: 35).38

Menurut firman tersebut, jika terjadi kasus syiqaq diantara suami


istri, maka harus diutus seorang hakam dari kedua belah pihak untuk
mengadakan penyelidikan mengenai sebab terjadinya syiqaq, dan
berusaha mendamaikannya, atau mengambil prakarsa putusnya
perkawinan jika dirasa inilah jalan terbaik bagi keduanya. Kedudukan
cerai sebab perkara syiqaq adalah bersifat ba’in. Artinya, bekas suami
hanya dapat kembali sebagai suami istri dengan akad nikah yang baru.
2) Putusnya perkawinan sebab ila’
Ila’ menurut bahasa berarti “bersumpah tidak akan mengerjakan
suatu pekerjaan”. Dalam pandangan orang Arab Jahiliyah
perkataan ila’ telah mempunyai arti yang khusus dan telah menjadi
istilah dalam perkawinan mereka bahwa arti ila’ ialah sumpah
suami bahwa ia tidak akan melakukan hubungan suami istri dengan
istrinya. Apabila suami telah mengila’ istrinya, maka suami itu
telah mencerai istrinya untuk selamanya dan istri tersebut boleh
dinikahi oleh laki-laki lain.39

37
Abdul Rahman Ghazali, h. 241
38
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 66
39
Kamal Muchtar, asas-asas hukum tentang perkawinan, h. 191-192.
28

Menurut istilah, ila’ ialah sumpah yang diucapkan suami


dengan menyebut nama Allah atau sifat-Nya yang bertujuan untuk
tidak mendekati istrinya, baik secara mutlak maupun dibatasi
dengan ucapan selamanya, atau selama empat bulan atau lebih.40
Dasar hukum pengaturan ila’ ialah firman Allah surat al-
Baqarah ayat 226-227:

‫ٌ◌ َوإِ ْن‬


َ ‫َﺣﻴﻢ‬
ِ‫ﺺ أ َْرﺑـَ َﻌ ِﺔ أَ ْﺷ ُﻬ ٍﺮ ۖ ﻓَِﺈ ْن ﻓَﺎءُوا ﻓَِﺈ ﱠن ا ﱠَ َﻏﻔُﻮٌر ر‬ُ ‫ﻟِﻠﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳـ ُْﺆﻟُﻮ َن ِﻣ ْﻦ ﻧِﺴَﺎﺋِ ِﻬ ْﻢ ﺗَـَﺮﺑﱡ‬
.‫َﻋَﺰُﻣﻮا اﻟﻄ َﱠﻼ َق ﻓَِﺈ ﱠن ا ﱠَ ﲰَِﻴ ٌﻊ َﻋﻠِﻴ ٌﻢ‬

“Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh


empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada
isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (226) Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk)
talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”(227)41

Bagi suami yang meng-ila’ istrinya, maka wajib menjauhinya


selama empat bulan, dimaksudkan untuk pemberian pengajaran
bagi suami maupun istri. Jika suami dalam waktu empat bulan
tersebut ingin kembali kepada istri, maka suami diwajibkan
membayar kafarat sumpah karena telah mempergunakan nama
Allah untuk keperluan dirinya.
Kafarat sumpah itu berupa:
a) Menjamu makan 10 orang miskin, atau
b) Memberi pakaian kepada 10 orang miskin, atau
c) Memerdekakan seorang budak.
Jika tidak mampu melakukan salah satu hal diatas, maka kafarat
yang harus dilakukan adalah puasa tiga hari beturut-turut.42
3) Putusnya perkawinan sebab zihar

40
Abdul Rahman Ghazali, op.cit, h. 234
41
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
42
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat , h. 236
29

Zihar adalah sejenis talak yang berlaku dengan sendirinya apabila


telah diucapkan oleh suami. Misalnya seorang suami mengatakan
kepada istrinya: “kau seperti ibuku, atau serupa dengan perutnya, atau
pahanya, atau yang lainnya atau serupa dengan kakak kandungnya.”
Ketika itu diucapkan, maka haramlah suami menggauli istrinya, dan
mereka tidak dapat menikah lagi selama-lamanya.43
Ucapan zihar pada zaman jahiliah dipergunakan untuk
mengharamkan menyetubuhi istri dan berakibat menjadi haramnya
istri itu bagi suami dan laki-laki lain untuk selama-lamanya.
Syariat islam menjadikan ucapan zihar itu berakibat hukum
duniawi dan ukhrawi. Hukum zihar yang bersifat duniawi ialah
menjadikan haramnya suami menggauli istri yang dizaharnya sampai
suami melakukan kafarat ziharnya, sebagai pendidikan baginya agar
tidak mengulangi perbuatannya. Sedangkan hukum ukhrawi zihar
ialah zihar itu perbuatan dosa, dan untuk membersihkannya wajib
bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.44
Sebagai dasar pengaturan hukum zihar ialah firman Allah surat Al-
Mujadilah ayat 2-4 dan surat Al-Ahzab ayat 4:

ۚ ‫اﻟﻼﺋِﻲ َوﻟَ ْﺪﻧـَ ُﻬ ْﻢ‬


‫اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳُﻈَﺎ ِﻫﺮُو َن ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ﻧِﺴَﺎﺋِ ِﻬ ْﻢ ﻣَﺎ ُﻫ ﱠﻦ أُﱠﻣﻬَﺎِِ ْﻢ ۖ إِ ْن أُﱠﻣﻬَﺎﺗـُ ُﻬ ْﻢ إﱠِﻻ ﱠ‬
‫ٌ◌ وَاﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳُﻈَﺎ ِﻫﺮُو َن ِﻣ ْﻦ‬ َ ‫َوإِﻧـﱠ ُﻬ ْﻢ ﻟَﻴَـ ُﻘﻮﻟُﻮ َن ُﻣْﻨ َﻜﺮًا ِﻣ َﻦ اﻟْﻘَﻮِْل َوزُورًا ۚ َوإِ ﱠن ا ﱠَ ﻟَ َﻌ ُﻔ ﱞﻮ َﻏﻔُﻮر‬
ُ‫ﻧِﺴَﺎﺋِ ِﻬ ْﻢ ﰒُﱠ ﻳَـﻌُﻮدُو َن ﻟِﻤَﺎ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻓَـﺘَ ْﺤ ِﺮﻳ ُﺮ َرﻗَـﺒَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ﻗَـﺒ ِْﻞ أَ ْن ﻳـَﺘَﻤَﺎﺳﱠﺎ ۚ ٰذَﻟِ ُﻜ ْﻢ ﺗُﻮ َﻋﻈُﻮ َن ﺑِِﻪ ۚ وَا ﱠ‬
ْ‫َﲔ ِﻣ ْﻦ ﻗَـﺒ ِْﻞ أَ ْن ﻳـَﺘَﻤَﺎﺳﱠﺎ ۖ ﻓَ َﻤ ْﻦ َﱂ‬
ِ ْ ‫ﺼﻴَﺎمُ َﺷ ْﻬَﺮﻳْ ِﻦ ُﻣﺘَـﺘَﺎﺑِﻌ‬ ِ َ‫ﲟَِﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧﺒِﲑٌَ ﻓَ َﻤ ْﻦ َﱂْ َِﳚ ْﺪ ﻓ‬
‫ْﻚ ُﺣﺪُو ُد ا ﱠِ ۗ َوﻟِْﻠ َﻜﺎﻓِ ِﺮﻳ َﻦ‬
َ ‫ِﻚ ﻟِﺘـ ُْﺆِﻣﻨُﻮا ِ ﱠِ َوَر ُﺳﻮﻟِِﻪ ۚ َوﺗِﻠ‬
َ ‫ﲔ ِﻣ ْﺴﻜِﻴﻨًﺎ ۚ َٰذﻟ‬
َ ِّ‫ﻳَ ْﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ ﻓَِﺈﻃْﻌَﺎ ُم ِﺳﺘ‬
(٤-٢:‫َاب أَﻟِﻴ ٌﻢَ )ا ﺎدﻟﻪ‬ ٌ ‫َﻋﺬ‬

“Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu,


(menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri

43
Amir Taat Nasution, Rahasia Pernikahan dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1994), h. 46
44
Abdul Rahman Ghazali, op.cit, h. 228
30

mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita
yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-
sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.(2) Orang-
orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(3) Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang
tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang
miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada
siksaan yang sangat pedih. (Q.S. Al-Mujadilah: 2-4).45

Menurut ayat di atas, jika suami yang menzihar istrinya ingin


kembali, maka ia wajib memerdekakan budak. Jika tidak mendapatkan
budak, maka berpuasalah selama dua bulan berturut-turut. Apabila
tidak kuasa, maka ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin
serta bertaubat dan meminta ampun kepada Allah.

‫اﻟﻼﺋِﻲ ﺗُﻈَﺎ ِﻫﺮُو َن ِﻣْﻨـ ُﻬ ﱠﻦ‬


‫ﲔ ِﰲ ﺟ َْﻮﻓِ ِﻪ ۚ َوﻣَﺎ َﺟ َﻌ َﻞ أَزْوَا َﺟ ُﻜ ُﻢ ﱠ‬ ِ ْ ‫ُﻞ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﻠﺒَـ‬
ٍ ‫ﻣَﺎ َﺟ َﻌ َﻞ ا ﱠُ ﻟَِﺮﺟ‬
‫ُﻮ‬
َ ‫ُﻮل اﳊَْ ﱠﻖ َوﻫ‬ ُ ‫أُﱠﻣﻬَﺎﺗِ ُﻜ ْﻢ ۚ َوﻣَﺎ َﺟ َﻌ َﻞ أَ ْد ِﻋﻴَﺎءَ ُﻛ ْﻢ أَﺑْـﻨَﺎءَ ُﻛ ْﻢ ۚ َٰذﻟِ ُﻜ ْﻢ ﻗـ َْﻮﻟُ ُﻜ ْﻢ َِﻓْـﻮَا ِﻫ ُﻜ ْﻢ ۖ وَا ﱠُ ﻳـَﻘ‬
.‫ﻳـَ ْﻬﺪِي اﻟ ﱠﺴﺒِﻴ َﻞ‬

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati


dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu
zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu
hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang

45
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 433
31

sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”. (Q.S. Al-


Ahzab: 4)46

4) Putusnya perkawinan sebab lia’n


Menurut hukum islam, lian ialah sumpah yang diucapkan suami
ketika menuduh istrinya berbuat zina dengan dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya,
kemudian pada sumpah kesaksian ke lima disertai persyaratan bahwa
ia bersedia menerima laknat Allah jika ia berdusta dalam tuduhannya
itu.47
5) Putusnya perkawinan sebab fasakh
Fasakh berarti “mencabut” atau “menghapus”. Maksudnya ialah
perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap
berat oleh suami atau istri atau keduanya, sehingga mereka tidak
sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai
tujuannya.48
Hukum islam mewajibkan suami untuk menunaikan hak-hak istri
dan memelihara istri sebaik-baiknya, tidak boleh menganiaya, dan
menimbulkan kemadharatan terhadapnya. Suami dilarang
menyengsarakan kehidupan istri dan menyia-nyiakan haknya. Firman
Allah dalam surat al-Baqarah ayat 231 menyatakan:

‫ُوف ۚ وََﻻ‬
ٍ ‫ُوف أ َْو َﺳِّﺮﺣُﻮُﻫ ﱠﻦ ﲟَِْﻌﺮ‬ ٍ ‫ْﺴﻜُﻮُﻫ ﱠﻦ ﲟَِْﻌﺮ‬ ِ ‫َوإِذَا ﻃَﻠﱠ ْﻘﺘُ ُﻢ اﻟﻨِّﺴَﺎءَ ﻓَـﺒَـﻠَ ْﻐ َﻦ أَ َﺟﻠَ ُﻬ ﱠﻦ ﻓَﺄَﻣ‬
ِ‫ﱠﺨ ُﺬوا آَ ِت ا ﱠ‬
ِ ‫ِﻚ ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻇَﻠَ َﻢ ﻧـَ ْﻔ َﺴﻪُ ۚ وََﻻ ﺗَـﺘ‬
َ ‫ُْﺴﻜُﻮُﻫ ﱠﻦ ِﺿﺮَارًا ﻟِﺘَـ ْﻌﺘَ ُﺪوا ۚ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَ ْﻔ َﻌ ْﻞ ٰذَﻟ‬
ِ‫ﲤ‬
ۚ ‫َﺎب وَاﳊِْ ْﻜ َﻤ ِﺔ ﻳَﻌِﻈُ ُﻜ ْﻢ ﺑِِﻪ‬
ِ ‫َﺖ ا ﱠِ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َوﻣَﺎ أَﻧْـﺰََل َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟْ ِﻜﺘ‬ َ ‫ُﻫﺰُوًا ۚ وَاذْ ُﻛ ُﺮوا ﻧِ ْﻌﻤ‬
‫وَاﺗـﱠ ُﻘﻮا ا ﱠَ وَا ْﻋﻠَ ُﻤﻮا أَ ﱠن ا ﱠَ ﺑِ ُﻜ ِّﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﻋﻠِﻴ ٌﻢ‬

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati


akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu
rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian
46
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 334
47
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, h. 239
48
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 212
32

kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka


sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah
kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat
Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al
Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran
kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah
kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”. 49

Para fuqoha menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami istri


terjadi keadaan, sifat dan sikap yang menimbulkan kemadharatan pada
salah satu pihak yang menderita dapat mengambil prakarsa untuk
putusnya perkawinan, dengan melakukan pengaduan kepada hakim
yang berwenang.50 Dengan keputusan pengadilan atas dasar pengaduan
pihak yang menderita, maka perkawinan dapat difasakhkan. Berikut
beberapa alasan fasakh, yaitu:
a) Suami mempunyai cacat atau penyakit
Penyakit atau cacat yang dimaksud disini ialah penyakit
jasmani atau rohani, yang mana penyakit ini tidak dapat
disembuhkan. Kalaupun dapat disembuhkan memerlukan waktu
yang lama, sehingga menghalangi suami bersetubuh yang
mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perkawinan. Penyakit
tersebut juga dapat mendatangkan kemudharatan atau bahaya bagi
pihak istri.
Dalam hal ini telah dibatasi salah satu penyakit yang ada pada
suami saja yaitu ‘unnah atau impoten. Berdasarkan pada atsar yang
menerangkan bahwa:

.ً‫ِﲔ ﻳـُ َﺆ ﱠﺟ ُﻞ َﺳﻨَﺔ‬


َ ْ ّ‫ ﻗَﻀَﻲ ﻋُ َﻤ ُﺮ اَ ﱠن اﻟﻌِﻨ‬: ‫ﱠﺐ اَﻳْﻀﺎً ﻗﺎ ََل‬
ِ ‫َو ِﻣ ْﻦ ﻃَ ِﺮﻳ ِْﻖ َﺳﻌِْﻴ ِﺪ اﺑْ ِﻦ اﳌُ َﺴﻴ‬
‫َت‬
ٌ ‫َورِﺟﺎَﻟُﻪُ ﺛِﻘﺎ‬

49
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 29
50
Ghazali, op.cit, h. 245-247
33

Dari Said bin Mutsayab, dia berkata: Umar bin Khatab telah
menghukum bahwa suami yang impoten, (istri) disuruh menunggu
selama setahun. Rijal atau sanad atsar ini dipercayai. 51
Suami yang ‘unnah diberi tenggat satu tahun, yang bertujuan
untuk mengetahui jelas bahwa suami itu unnah atau tidak, dan bisa
sembuh atau tidak.
b) Suami tidak sanggup memberi nafkah
Memberi nafkah adalah suatu kewajiban seorang suami
terhadap istrinya. Nafkah sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan berumah tangga, agar terbina rumah tangga bahagia dan
sejahtera. Sudah banyak masalah pertengkaran rumah tangga yang
terjadi diakibatkan oleh krisis ekonomi karena suami tidak sanggup
memberi nafkah keluarganya.
Dalam hal ini undang-undang perkawinan memberikan jalan
bila dalam kehidupan suami dan istri terus-menerus terjadi
pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun kembali, maka
istri berhak menuntut cerai dengan jalan fasakh.52
Para ahli fiqih selain golongan Hanafiyah dan para ahli dhahir
membagi suami yang tidak memberi nafkah istrinya dalam tiga
macam, yaitu suami yang hadir dan mampu, suami yang hadir dan
tidak mampu, dan suami yang ghaib.
Apabila suami tidak bersedia memberi nafkah istri yang berada
di negeri (tidak bepergian) dan ia mampu, menurut pendapat imam
Syafi’i, pihak istri tidak berhak mengajukan gugatan perceraian
kepada pengadilan, hakim hanya dapat memerintahkan suami
memenuhi tanggung jawabnya kepada istri. Namun menurut imam
Malik dan imam Ahmad, istri mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan perceraian kepada pengadilan.53

51
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1989), h. 60-61
52
Ibid, h. 63
53
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 217
34

Apabila suami berada di negeri, dan ia terkenal miskin,


menurut pendapat Abu Hurairah, Sa’id bin Musa dan Asy-syafi’i
pihak istri boleh memilih antara bersabar sambil menunggu suami
mampu, atau menuntut agar hakim menentukan keputusan
perceraian.
Mengenai suami yang ghaib, menurut pendapat imam Malik
dan imam Ahmad, sama hukumnya dengan suami yang hadir dan
tidak musafir, sedang menurut imam Syafi’i pihak istri tidak
berhak mengajukan tuntutan perceraian kepada hakim selama
belum terbukti tentang ketidakmampuan suami yang ghaib itu
memberi nafkah istrinya.54
c) Meninggalkan tempat kediaman bersama
Apabila suami meninggalkan tempat kediaman bersama, tidak
diketahui kemana perginya, dan tidak diketahui hidup atau
matinya, dalam hal ini istri boleh mengadukan halnya kepada
hakim. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah no 9 tahun 1975
pasal 19 huruf b yaitu: salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang
shah atau karna hal lain di luar kemampuannya.55
Sedangkan para ahli fiqih berbeda pendapat mengenai batasan
waktu istri boleh mengajukan gugatan dengan alasan suami
meninggalkan kediaman bersama. Imam Malik menetapkan waktu
satu tahun bagi istri untuk menunggu. Apabila telah lewat, ia boleh
mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan. Apabila
ada kemungkinan hakim bisa menghubungi suami, maka hakim
bisa memintan suami memenuhi tanggung jawabnya terhadap istri.
Apabila suami tidak menyanggupi, maka hakim boleh memutuskan
perceraian tersebut.56

54
Muchtar. ibid, h. 217-218
55
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, h. 66
56
Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 219
35

Sedangkan imam Ahmad membedakan antara suami yang pergi


dengan alasan dan suami pergi tanpa alasan. Bagi yang tidak
mempunyai alasan, ditetapkan waktu enam bulan sebagai waktu
menunggu bagi istri, berdasarkan perbuatan Umar bin Khattab.
Sedangkan bagi suami yang memiliki alasan, maka waktu
menunngu istri adalah satu tahun.57
d) Suami melakukan kekejaman
Apabila suami melakukan kekejaman atau penganiayaan
terhadap istri, sudah jelas bahwa tujuan perkawinan mereka tidak
tercapai. Rumah tangga yang seharusnya membawa kebahagiaan,
tempat memberikan kasih sayang, dan saling menghormati, malah
menjadi petaka yang merugikan. Sedangkan Allah memerintahkan
untuk berhubungan baik antara suami istri, seperti dalam firman
Allah:

‫ُوف أ َْو ﺗَ ْﺴ ِﺮﻳ ٌﺢ ِِ ْﺣﺴَﺎ ٍن ۗ وََﻻ َِﳛ ﱡﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ أَ ْن َْ ُﺧ ُﺬوا ﳑِﱠﺎ‬


ٍ ‫َﺎك ﲟَِْﻌﺮ‬ٌ ‫اﻟﻄ َﱠﻼ ُق َﻣﺮﱠَ ِن ۖ ﻓَِﺈ ْﻣﺴ‬
‫آﺗَـْﻴـﺘُﻤُﻮُﻫ ﱠﻦ َﺷْﻴـﺌًﺎ إﱠِﻻ أَ ْن ﳜََﺎﻓَﺎ أﱠَﻻ ﻳُﻘِﻴﻤَﺎ ُﺣﺪُوَد ا ﱠِ ۖ ﻓَِﺈ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ أﱠَﻻ ﻳُﻘِﻴﻤَﺎ ُﺣﺪُوَد ا ﱠِ ﻓ ََﻼ‬
ِ‫ْﻚ ُﺣﺪُو ُد ا ﱠِ ﻓ ََﻼ ﺗَـ ْﻌﺘَﺪُوﻫَﺎ ۚ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَﺘَـ َﻌ ﱠﺪ ُﺣﺪُوَد ا ﱠ‬
َ ‫َت ﺑِِﻪ ۗ ﺗِﻠ‬
ْ ‫ُﺟﻨَﺎ َح َﻋﻠَْﻴ ِﻬﻤَﺎ ﻓِﻴﻤَﺎ اﻓْـﺘَﺪ‬
. ‫ِﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟﻈﱠﺎﻟِﻤُﻮ َن‬
َ ‫ﻓَﺄُوٰﻟَﺌ‬
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Baqarah:
229) 58
Ayat ini menerangkan perkara khulu atau talak tebus. Dengan
pengertian bahwa jika suami istri tidak dapat menjalankan

57
Ibid, h. 219-220
58
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
36

peraturan-peraturan Allah, maka suami boleh mengambil tebusan


dari istrinya agar suami itu menjatuhkan talaknya.59
Allah memberikan perintah bahwa suami istri harus bergaul
secara baik, dan dilarang sebaliknya. Tentu saja segala macam
tindakan kekerasan suami yang melampaui batas hingga
menimbulkan penganiayaan sangat dilarang oleh Allah.
Hal ini juga diatur oleh Undang-Undang Perkawinan di
Indonesia yang tertera dalam Peraturan Pemerintah no. 9 tahun
1975 pasal 19 huruf d, yang menerangkan bahwa salah satu alasan
yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian ialah salah satu pihak
melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain. Alasan disini termasuk alasan minta
fasakh.60
e) Suami atau istri melakukan zina
Perbuatan zina menurut agama islam termasuk kejahatan dan
dosa besar bagi yang melakukannya. Pezina diancam pidana rajam
atau jilid 100 kali. Biasanya pidana rajam dan jlid menyebabkan
kematian.
Dalam surat An-Nur ayat 3 menyatakan bahwa orang-orang
pezina baik laki-laki maupun perempuan biasanya menikah dengan
pezina pula atau dengan orang musyrik. Pernikahan itu haram
hukumnya bagi orang-orang mukmin. dalam hal ini Rasulullah
pernah memberi keputusan perceraian antara laki-laki mukmin
yang menikahi perempuan pezina.
f) Murtad atau masuk islam
Sebagaimana halnya dengan agama lain, maka agama islam
bersikap secara tegas terhadap orang-orang yang keluar dari agama
islam atau murtad. Bahkan orang yang murtad maksimum diancam
dengan pidana mati, seandainya setelah murtad mereka berada di

59
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, h. 64
60
ibid
37

pihak yang menentang agama islam. Murtad juga berakibat pada


perubahan kedudukan hukum suami istri dalam perkawinan. Para
imam madzhab berpendapat bahwa murtadnya seorang suami atau
istri dapat dijadikan alasan oleh pihak yang lain untuk bercerai. 61
6) Putusnya perkawinan sebab nusyuz
Arti kata nuzyuz ialah membangkang. Menurut Slamet Abidin dan
H. Aminuddin dalam Tihami, nusyuz berarti berduka. Artinya,
seorang istri melakukan perbuatan yang menentang suami tanpa
alasan yang dapat diterima oleh syara’. Ia tidak menaati suaminya atau
menolak diajak ketempat tidurnya.62
Seorang istri dapat dikatakan nusyuz apabila istri melakukan hal
seperti berikut;
a) Istri tak mau mengikuti suami untuk menempati tempat tinggal
yang disediakan suami sesuai kemampuannya. Atau istri
meninggalkan rumah tanpa izin suami.
b) Istri melarang suami masuk ke dalam rumah milik istri.
c) Istri dilarang bepergian tanpa suami atau mahramnya waupun
perjalanan wajib, seperti haji, karena perjalanan perempuan
tanpa suami atau mahramnya termasuk maksiat.
d) Istri enggan diajak ke tempat tidur oleh suaminya.63
Apabila suami mendapati sikap istri menunjukan tanda-tanda
durhaka, maka ia harus memberinya nasehat dengan baik,
kemudian apabila istri tetap berbuat demikian, maka berpisah
kamarlah. Dan jika setelah itu istri meneruskan kedurhakaannya,
maka suami boleh memukulnya dengan syarat tidak melukai
badannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa
ayat 34:64

61
Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 221-222
62
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, h. 185
63
ibid
64
Tihami dan Sohari Sahrani. op.cit. h. 186
38

‫ْﺾ وَﲟَِﺎ أَﻧْـ َﻔ ُﻘﻮا ِﻣ ْﻦ‬


ٍ ‫َﻰ ﺑـَﻌ‬
ٰ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠ‬
َ ‫ﻀ َﻞ ا ﱠُ ﺑـَ ْﻌ‬
‫َﺎل ﻗَـﻮﱠاﻣُﻮ َن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِّﺴَﺎ ِء ﲟَِﺎ ﻓَ ﱠ‬
ُ ‫اﻟِّﺮﺟ‬
‫َاﻟﻼِﰐ ﲣََﺎﻓُﻮ َن‬ ‫ﻆ ا ﱠُ ۚ و ﱠ‬ َ ‫ْﺐ ﲟَِﺎ َﺣ ِﻔ‬ ِ ‫َﺎت ﻟِْﻠﻐَﻴ‬
ٌ ‫َﺎت ﺣَﺎﻓِﻈ‬ ٌ ‫َِﺎت ﻗَﺎﻧِﺘ‬ُ ‫أَْﻣﻮَاﳍِِ ْﻢ ۚ ﻓَﺎﻟﺼﱠﺎﳊ‬
‫ﺿ ِﺮﺑُﻮُﻫ ﱠﻦ ۖ ﻓَِﺈ ْن أَﻃَ ْﻌﻨَ ُﻜ ْﻢ ﻓ ََﻼ ﺗَـْﺒـﻐُﻮا‬
ْ ‫َﺎﺟ ِﻊ وَا‬
ِ ‫ﻧُﺸُﻮَزُﻫ ﱠﻦ ﻓَﻌِﻈُﻮُﻫ ﱠﻦ وَا ْﻫ ُﺠ ُﺮوُﻫ ﱠﻦ ِﰲ اﻟْ َﻤﻀ‬
‫ِﻴﻼ ۗ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠِﻴﺎ َﻛﺒِ ًﲑا‬
ً ‫َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ﱠﻦ َﺳﺒ‬

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh


karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.(QS. An-
Nisa: 34).65

Dalam hal ini, memukul istri jangan sampai melukai muka dan
bagian yang membahayakan, karena tujuan memukul hanya untuk
memberikan pelajaran (ta’zir) bukan untuk menyakiti.
c. Perceraian Sebab Meninggal Dunia
Yang dimaksudkan dengan mati yang menjadi sebab putusnya
perkawinan dalam hal ini meliputi baik mati secara fisik, yakni
memang kematian itu diketahui jenazahnya, maupun mati secara
yuridis, artinya dalam kasus suami yang mafqud (hilang tidak
diketahui hidup atau sudah mati dalam kurun waktu tertentu), lalu
melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian suami
tersebut.66

65
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 66
66
Abdul Rahman Al-Ghazali, Fiqih Munakahat, h. 248
39

Apabila ikatan perkawinan putus sebagai akibat meninggalnya


suami, maka istri menjalani masa iddah dan bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan anak-anaknya serta mendapat bagian harta
warisan dari suaminya. Hal tersebut dinyatakan dalam pasal 157 KHI
yang berbunyi “harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana
tersebut dalam pasal 96 dan 97”.
Pasal 96 KHI
1) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi
hak pasangan yang hidup lebih lama.
2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri
atau suaminya hilang, harus ditangguhkan sampai adanya
kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas
dasar putusan Pengadilan Agama.
Pasal 97 KHI
“Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta
bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan ”.
Pasal 96 KHI tersebut, menjelaskan ikatan perkawinan yang putus
karena salah seorang pasangan suami istri meninggal sehingga pembagian
harta bersama dilakukan oleh ahli waris berdasarkan proporsi, termasuk
bagian pasangan yang masih hidup. Pembagian harta bersama dimaksud,
dilakukan oleh ahli waris bila harta itu ada.
Namun bila harta bersama belum ada karena kelangsungan ikatan
perkawinan sangat singkat, maka pihak yang masih hidup tidak mendapat
bagian. Sebaliknya, bila perkawinan itu putus sebagai akibat cerai hidup,
maka pasal 97 KHI menjelaskan bahwa janda atau duda cerai hidup
masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.67

67
Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Hukum Perkawinan, Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001), h. 13, diunduh
pada 28 September 2017 , (e-dokumen.kemenag.go.id/files/tdTAsFc51315881487.pdf).
40

B. Motivasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses kegiatan pendidikan disekolah, kegiatan
belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Oleh karena itu,
keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan bergantung dari
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik.
Namun disamping itu, tidak semua orang mengetahui makna dari belajar
itu sendiri. Sebenarnya dari kata “belajar” itu ada pengertian yang
tersimpan di dalamnya. Pengerian itulah yang perlu kita pahami dan hayati
agar tidak terjadi kekeliruan mengenai masalah belajar.
Misalnya ada yang berpendapat bahwa belajar merupakan suatu
kegiatan menghafal sejumlah teori atau fakta-fakta mengenai suatu ilmu.
Sejalan dengan ini, maka keberhasilan siswa dalam belajar akan ditandai
dengan banyaknya teori atau fakta-fakta yang telah ia hafal. Guru yang
berpendapat demikian akan merasa puas jika siswa yang dibimbingnya
telah menghafal banyak teori yang ia berikan. Pandangan seseorang
tentang definisi belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya dalam
belajar untuk mencapai suatu tujuan belajar, dan setiap orang memiliki
pandangan yang bereda-beda tentang definisi belajar itu sendiri.
Untuk memperoleh definisi yang objektif mengenai belajar terutama
belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas tentang definisi belajar.
Pengetian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut Slameto dalam bukunya
Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dia mengatakan;
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.”68

68
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, ( Jakarta: Rineka Cipta,
2010), h. 2.
41

Menurut James O. Whitteker dalam yang dikutip oleh Djamarah,


merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan Cronbach
berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of
experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalam. Disamping itu
Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the procces by which
behavior (in the broader sense) is originated or change through practice
or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas)
ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.69
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tentang pengertian
belajar di atas, bahwa belajar adalah serangkaia kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang didapatkan dari
pengalamannya dengan lingkungannya, berupa perubahan kognitif, afektif,
dan psikomotor, serta berlangsung seumur hidup.
2. Pengertian Motivasi Belajar
Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme baik
manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk
bertingkah laku secara terarah.70
Menurut Sardiman, kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat diartikan
sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif juga dapat
diartikan kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka
motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.
Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.71

69
Syaiful Bahri djamarah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 12-13
70
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya,
2010), h. 134
71
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 73
42

Menurut Mc. Donald dalam Hamalik, “Motivation is a energy change


within the person characterized by effective arousal and anticipatory goal
reaction”. Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya efektif dan reaksi untuk mecapai tujuan.72
Motivasi yang dirumuskan oleh Eysenck dan kawan-kawan (dalam
Slameto), yaitu suatu proses yang menentukan tingkat kegiatan, intensitas,
konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan
konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat,
konsep diri, sikap dan sebagainya.73
Dari beberapa pendapat yang sudah dikemukakan oleh para ahli
mengenai pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang masing-
masing, kesimpulannya bahwa motivasi sebagai suatu pendorong yang
mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktifitas nyata
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi.
Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang
sedang belajar untuk mengadakan tingkah laku, pada umumnya dengan
beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan
berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya
harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar,
(5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan
belajar yang kondusif.74
Jadi motivasi belajar adalah suatu dorongan yang mengubah energi
dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktifitas belajar untuk mencapai
tujuan tertentu dengan beberapa indikator yang mendukung keberhasilan
seseorang dalam belajar.

72
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, ( Bandung, Sinar Baru Algensindo,
2014), h. 173
73
Slameto, Belajar dan faktor-Faktor yang mempengaruhinya, h. 170
74
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, (
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 23
43

Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakan dan


mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi
terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakan,
meyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.75
Terdapat tiga komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan,
dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu merasa ada
ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dengan yang ia harapkan.
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam
rangka memenuhi harapan. Tujuan merupakan keinginan yang harus
dicapai oleh individu. Tujuan tersebut yang akan mengarahkan pada
perubahan perilaku, dalam hal ini tujuan yang dimaksud yaitu tujuan
belajar.

Motivasi adalah pendorong setiap potensi yang ada dalam diri seorang
manusia, sehingga manusia dapat mengoptimalkan apa yang ada di dalam
dirinya dengan pengetahuan dan disiplin ilmu yang menjadikannya mulia di
sisi Allah SWT. Dalam al-Qur’an, motivasi belajar dijelaskan dalam QS. al-
Mujadilah [58] ayat 11

ٌ‫َﺎت وَا ﱠُ ﲟَِﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧﺒِﲑ‬


ٍ ‫ﻳـ َْﺮﻓَ ِﻊ ا ﱠُ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ آ َﻣﻨُﻮا ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ وَاﻟﱠﺬِﻳ َﻦ أُوﺗُﻮا اﻟْﻌِْﻠ َﻢ َد َرﺟ‬
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah [58]:
11)76

Dalam Ayat tersebut Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk


menuntut ilmu atau belajar, karena Allah telah menjanjikan surga dan
derajat yang tinggi bagi orang yang berilmu, itu sebagai motivasi belajar
bagi manusia untuk tetap menuntut ilmu karena wajib hukumnya.

75
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: Departemen Pendidikan &
Kebudayaan bersama Rineka Cipta, 1999), h. 80
76
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h.432
44

3. Teori Motivasi
Menurut Elliot, dkk (1996) yang dikutip oleh Nyanyu Khodijah,
terdapat empat teori motivasi yang saat ini banyak dianut, yaitu teori
hierarki kebutuhan Maslow, teori kognitif Bruner, teori kebutuhan
prestasi, dan teori Attribusi.
a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori ini, seseorang termotivasi terhadap suatu
perilaku karena ia ingin memperoleh kepuasan kebutuhannya. Ada
lima tipe dasar dalam teori Maslow, yaitu: kebutuhan fisiologis,
kebuthan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan memiliki,
kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
b. Teori Kognitif Bruner
Kunci untuk membangkitkan motivasi bagi Bruner adalah
discovery learning. Siswa dapat melihat makna pengetahuan,
keterampilan dan sikap bila mereka menemukan itu sendiri.
c. Teori Kebutuhan Berprestasi
McClelland dalam Nyanyu Khodijah, menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi adalah
mereka yang berupaya mencari tantangan, tugas-tugas yang cukup
sulit, dan ia mampu melakukannya dengan baik, dan
mengharapkan umpan balik.
d. Teori Attribusi
Menurut Petri dalam Nyanyu Khodijah, teori Attribusi ini
bersandar pada tiga asumsi dasar. Pertama, individu ingin tahu
penyebab prilakunya dan perilaku orang lain, terutama perilaku
yang penting bangi mereka. Kedua, mereka tidak menetapkan
penyebab perilaku mereka secara rendom. Ada penjelasan logis
tentang penyebab perilaku yang berhubungan dengan perilaku.
45

Ketiga, penyebab perilaku yang ditetapkan individu memengaruhi


perilaku berikutnya.77
4. Macam-Macam Motivasi
Menurut sardiman mengenai macam-macam atau jenis motivasi dilihat
dari berbagai sudut pandang terbagi menjadi empat, diantaranya: 78
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
1) Motif-motif bawaan
Motif bawaan bisa diartikan sebagai motif yang dibawa sejak lahir
dan ada tanpa dipelajari. Misalnya, dorongan untuk makan, bekerja
dan beristirahat. Motif-motif ini seringkali disebut motif yang
disyaratkan secara biologis. Arden N. Frandes dalam sardiman,
memberi jenis motivasi ini dengan istilah physiological drives.
2) Motif-motif yang dipelajari
Motif ini timbul karena dipelajari, misalnya dorongan untuk belajar
suatu ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di
masyarakat. Motif ini disebut dengan motif yang seringkali
diisyaratkan secara sosial. Sebab manusia hidup saling
berdampingan di lingkungan sosial, sehingga motivasi itu
terbentuk. Frandes mengistilahkan jenis motif ini dengan affiliative
needs.
b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
1) Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan
makan, bernafas, seksual, dan beristirahat. Ini sesuai dengan
physiological drives dari Frandes.
2) Motif-motif darurat. Yang termasuk kedalam jenis motif ini antara
lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, untuk berusaha, untuk
memburu. Motivasi ini muncul karena rangsangan dari luar.
3) Motif-motif objek. Motif ini menyangkut hal kebutuhan untuk
melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh

77
Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2014), 154-155
78
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 86- 91
46

minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk menghadapi


dunia luar secara efektif.
c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Yang termasuk motivasi jasmaniah misalnya: refleks, insting
otomatis, dan nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah
adalah kemauan.
Kemauan pada setiap diri manusia terbentuk melalui empat
momen.
1) Momen timbulnya alasan. Maksudnya momen ini timbul karena
adanya suatu alasan.
2) Momen pilihan yaitu keadaan ketika terdapat alternatif-alternatif
yang mengakibatkan adanya persaingan diantara alternatif-
alternatif tersebut sehingga seseorang harus menimbang-nimbang
dan menentukan pilihan.
3) Momen putusan. Salah satu alternatif yang telah melalui
pertimbangan yang akan menjadi putusan untuk dikerjakan.
4) Momen terbentuknya kemauan. Kalau seseorang sudh menetapkan
suatu putusan untuk dikerjakan, tibullah dorongan pada dirinya
untuk bertindak melaksanakan putusan itu. 79
d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
1) Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu.80
Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak perlu
ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin untuk
mencari buku dan membacanya. Kemudian jika dilihat dari segi
tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar)

79
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 90
80
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 149
47

maka yang dimaksud motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai


tujuan yang terkandung dari perbuatan belajar itu sendiri.
Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya,
maka ia akan secara sadar melakukan kegiatan tanpa harus ada
dorongan dari luar. Dalam aktifitas belajar, motivasi intrinsik
sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak
memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar
secara terus-menerus.
Adapun mengenai ciri-ciri seorang siswa yang mempunyai
motivasi belajar menurut Sardiman antara lain:81
a) Aktif dalam belajar.
b) Tekun menghadapi tugas dalam waktu yang lama dan tidak
pernah berhenti sebelum selesai.
c) Ulet dalam menghadapai kesulitan dan tidak muda putus
asa.
d) Menunjukkan minat pada suatu masalah yang berhubungan
dengan bidang studi.
e) Lebih senang bekerja sendiri.
f) Senang mencari dan memecahkan masalah dalam belajar.
g) Dapat mempertahankan pendapat.
Apabila seseorang telah memiliki motivasi Intrinsik dalam
dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas
belajar, motivasi intrinsik ini sangat diperlukan terutama belajar
sendiri. Keinginan itu dilatar belakangi oleh pemikiran yang
positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang
akan dibutuhkan dan sangat berguna dimasa kini dan mendatang.
2) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif atau
berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh,

81
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 75
48

seseorang belajar karena ia tahu bahwa besok akan melaksanakan


ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji
oleh guru dan temannya.82 Jadi yang penting baginya bukan belajar
karena ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai
baik atau pujian.
Motivasi belajar dikatakan intrinsik apabila anak didik
menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar
( resides in some factors outside the learning situaion). Anak didik
belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak diluar hal
yang dipelajarinya. Misalnya, utuk mencapai nilai yang tinggi,
gelar, diploma, kehormatan, dan sebagainya.83
Motivasi eksterinsik banyak dilakukan di sekolah dan
masyarakat. Hadiah dan hukuman sering digunakan untuk
meningkatkan kegiatan belajar. Jika siswa memberikan hasil
belajar yang sangat memuaskan, maka akan mendapatkan hadiah
dari orang tua maupun guru. Maka sebaliknya, jika siswa
mendapatkan hasil yang rendah, maka ia akan memperoleh
peringatan atau bahkan hukuman dari guru dan orang tua, dan
peringatan tersebut tidak disenangi siswa. motivasi belajar akan
meningkat, sebab siswa tidak senang memperoleh peringatan dari
guru dan orang tua.84 Dalam hal ini, hadiah dan hukuman dapat
menjadi motivasi ekstrinsik bagi siswa untuk belajar dengan
semangat.
Dengan mengoptimalkan motivasi ekstrinsik, pelajar dapat
mengembangkan aktivitas dan inisiatif siswa dalam belajar, dapat
mengarahkan dan memelihara ketekunan siswa dalam melakukan
kegiatan belajar. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-kadang
tepat, dan kadang- kadang juga bisa kurang sesuai. Hal ini guru
harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi
82
Ibid., h. 91
83
Djamarah. loc. cit.
84
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, h. 92
49

kegiatan belajar para anak didik. Guru harus bisa membangkitkan


motivasi siswa dengan memanfaatkan motivasi ekstinstik dalam
berbagai macam bentuknya.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Untuk mengetahui adanya motivasi belajar pada siswa maka harus


diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa,
sebagaimana menurut Max Darsono yang dikutip oleh Fadhilah Suralaga
sebagai berikut85:
a. Cita-cita atau aspirasi
Cita-cita atau aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai. Setiap
siswa memiliki cita-cita atau aspirasi masing-masing. Dalam
menentukan cita-cita, seorang siswa menentukan taraf keberhasilan
yang ditentukan oleh siswa itu sendiri dan berharap agar tercapai.
Taraf keberhasilan ini dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan
apakah siswa sukses atau tidak.
b. Kemampuan belajar
Seorang siswa yang memiliki kemampuan belajar yang tinggi
biasanya juga memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hal ini
dikarenakan siswa dapat mencapai kesuksesannya, dan kesuksesan
tersebut membuat motivasinya semakin kuat.
c. Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat
berpengaruh terhadap motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang
sakit akan mengganggu konsentrasi dalam belajar. Sedangkan siswa
yang sehat akan memiliki konsentrasi dalam belajar.
d. Kondisi lingkungan
Lingkungan belajar yang aman, nyaman, menarik dan menyenangkan
dapat membantu siswa memiliki motivasi dalam belajar.

85
Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), cet. I, h. 104-106
50

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar


Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang
keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, misalnya keadaan
emosional siswa, gairah belajar, dan situasi dalam keluarga.
f. Upaya guru membelajarkan siswa
Upaya guru dalam membelajarkan siswa diantaranya bagaimana guru
mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari
penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa
dan mengevaluasi belajar siswa

Selain itu, Arden N. Frandsen yang dikutip oleh Sumardi Suryabrata,


menyebutkan ada beberapa hal yang mendorong motivasi belajar, yaitu:86
a. Adanya sifat ingin tahu untuk belajar dan menyelidiki dunia yang lebih
luas.
b. Adanya sifat yang kreatif pada manusia dan berkeinginan untuk terus
maju.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman.
d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baik melalui kooperasi maupun dengan kompetisi.
e. Adanya keinginan untuk mendapatkan kenyamanan bila menguasai
pelajaran.
f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir kegiatan pembelajaran.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap hasil usaha seseorang. Bila
usaha yang dilakukan peserta didik itu adalah hal-hal yang positif dan
menunjang serta berorientasi pada kegiatan belajar, maka motivasi belajar
akan mempengaruhi hasil belajarnya.

6. Bentuk-bentuk Motivasi Belajar

86
Sumardi Suryabrata, psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), h.
236-237
51

Dalam proses belajar mengajar, baik motivasi intrinsik maupun


ekstrinsik, sangat diperlukan untuk mendorong siswa agar giat belajar.
Motivasi ekstrinsik sangat diperlukan apabila terdapat siswa yang kurang
berminat mengikuti pelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Peranan motivasi ekstrinsik sangat berpengaruh terhadap
meningkatnya motivasi belajar siswa. Biasanya para guru memanfaatkan
motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan minat anak didik agar lebih
bergairah dalam belajar meski terkadang tidak tepat. Drs Wasty soemanto
(dalam Djamarah) mengatakan, bahwa guru-guru sangat menyadari
pentingnya motivasi dalam bimbingan belajar murid. Berbagai macam
teknik telah digunakan untuk mendorong murid agar mau belajar,
misalnya kenaikan tingkat/ kelas, penghargaan, piagam-piagam prestasi,
pujian seta celaan. Adakalanya guru-guru mempergunakan teknik-teknik
tersebut secara tidak tepat.87
Ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka
mengarahkan belajar anak didik dikelas, sebagai berikut:
a. Pemberian angka
Angka yang dimaksud adalah sebagai simbol nilai dari hasil
belajar siswa. angka yang diberikan kepada siswa biasanya
bervariasi, sesuai hasil yang telah mereka peroleh dari penilaian
guru melalui ulangan, bukan karena belas kasihan guru.
Angka merupakan motivasi yang cukup memberikan
rangsangan kepada siswa untuk mempertahankan atau bahkan
lebih meningkatkan prestasi belajar mereka di masa mendatang.
Namun, guru harus lebih menyadari bahwa angka bukanlah hasil
belajar yang sejati, karena hasil belajar seperti itu lebih mneyentuh
aspek kognitif. Bisa saja nilani itu bertentangan dengan aspek
afektif siswa.88 Untuk itu, guru juga perlu memberikan nilai pada
aspek afektif dan psikomotirik yang diperlihatkan siswa dalam

87
Syaifu Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 158
88
Ibid., h. 159
52

pergaulannya sehari-hari dengan cara mengamati kehidupannya


disekolah, tidak hanya semata-mata berpedoman pada hasil
ulangan dikelas, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif.
b. Hadiah
Dalam dunia pendidikan, selain angka hadiah juga bisa
dijadikan sebagai alat motivasi guna merangsang minat siswa
dalam belajar. Hadiah dapat diberikan kepada siswa yang
berprestasi tinggi dari anak didik lainnya.
Dalam pendidikan modern, siswa yang berprestasi tinggi
mendapatkan predikat sebagai anak didik teladan. Sebagai
penghargaan atas prestasi mereka dalam belajar, uang beasiswa
supersemarpun mereka terima setiap bulan dengan jumlah dan
jangka waktu tertentu. Hadiah berupa uang beasiswa diberikan
adalah untuk memotivasi siswa agar senantiasa mempertahankan
prestasi belajarnya.89
c. Saingan/kompetisi
Persaingan dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan dapat meningkatkan presatasi
belajar siswa, baik dalam persaingan individu mapun persaingan
kelompok.90 Persaingan juga dapat menimbulkan kondisi belajar
menjadi kondusif. Siswa dituntut untuk berkompetisi dalam
memahami pembelajaran yang disampaikan guru. Siswa akan
terlibat kedalam suasana belajar. Guru sebagai fasilitator,
sementara siswa aktif belajar sebagai subjek yang memiliki tujuan.
d. Ego/ involvement
Salah satu bentuk motivasi yang cukup penting adalah
menumbuhkan kesadaran siswa agar merasakan pentingnya tugas
dan menerimanya sebagai tantangan sehingga ia bekerja keras
dengan mempertaruhkan harga dirinya. Siswa akan berusaha

89
Syaifu Bahri Djamarah, Psikologi Belajar , h. 160
90
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 93
53

dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan


menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah
simbol kebanggaan dan harga diri. Para siswa akan belajar dengan
keras bisa jadi karena harga dirinya.91
e. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan
diadakan ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan juga termasuk
ke dalam alat motivasi belajar yang boleh diperhitungkan.
Tetapi yang harus diingat oleh guru adalah jangan terlalu sering
memberikan ulangan karena bisa membosankan bagi siswa. dalam
hal ini, guru juga harus memberitahukan terlebih dahulu kepada
siswa sebelum ulangan dilaksanakan agar siswa dapat
mempersiapkan diri terlebih dahulu. Guru juga dapat memberikan
tes dadakan berupa kuis kepada siswa agar suasana kelas menjadi
hidup dan murid merasa tertantang untuk terus giat belajar
walaupun ketika tidak ada ulangan.
f. Mengetahui hasil
Mengetahui hasil belajar sendiri bisa dijadikan alat motivasi
siswa. dengan mnegetahui hasil, siswa terdorong untuk belajar
lebih giat lagi. Apabila hasil belajar mengalami kemajuan, maka
siswa akan berusah untuk mempertahankannya, atau bahkan
meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan hasil lebih
baik lagi.92
g. Pujian
Pujian merupakan bentuk reinforcement yang positif dan
sekaligus motivasi yang baik. Oleh karena itu, agar pujian ini
menjadi motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang
tepat, akan memupuk suasana yang menyenangkan dan

91
Ibid
92
Syaiful Bhari Djamarah, Psikologi Belajar, h. 163
54

mempertinggi gairah belajar serta akan membangkitkan harga diri


siswa.93
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi jika
diberikan secara tepat dan bijak, maka bisa mnejadi alat motivasi
yang baik. Oleh karena itu, guru harus memahami dengan baik
prinsip-prinsip pemberian hukuman.
i. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan potensi yang tersedia di dalam
diri anak didik. Potensi itu harus ditumbuhsuburkan dengan
menyediakan lingkungan belajar yang kreatif sebagai pendukung
utamanya. Motivasi ekstrinsik sangat diperlukan di sini, agar hasrat
untuk belajar itu menjelma menjadi perilaku belajar.94
j. Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada
suatu hal atau aktivitas, tanpa ada rasa paksaan. Pada dasarnya
minat adalah penetimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat hubungan tersebut, maka
semakin besar pula minat pada hal tersebut.95
Minat dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan;
2) Menghubungkan suatu persoalan pengalaman yang lampau;
3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik;
4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
k. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa,
merupakan bentuk motivasi yang sangat penting. Sebab dengan
memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna
dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus
93
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 94
94
Djamarah, Psikologi Belajar, h. 166
95
Ibid
55

belajar.96 Tujuan disini dapat berupa hasil belajar atau ranking


yang diberikan kepada siswa yang berprestasi pada akhir semester.
Dengan adanya tujuan tersebut siswa akan lebih berusaha dari
sebelumnya.
7. Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan suatu pendorong untuk melakukan suatu
kegiatan/ pekerjaan. Begitu pula dalam kegiatan belajar, motivasi sangat
dibutuhkan agar hasil belajar menjadi optimal. Semakin tepat motivasi
yang diberikan, maka semakin baik juga hasil belajar yang di dapat. Perlu
dketahui, motivasi erat kaitannya dengan tujuan. Suatu pekerjaan akan
terpengaruh jika terdapat motivasi di dalamnya, karena suatu tujuan yang
ingin dicapai.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat tiga fungsi motivasi dalam
belajar, yaitu:
a. Motivasi menentukan ketekukan seseorang dalam belajar. Orang
yang termotivasi akan berusaha mempelajari suatu pelajaran
dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang
baik.97
b. Mengarahkan kegiatan belajar siswa kepada suatu tujuan tertentu
yang berkaitan dengan masa depan dan cita-cita.
c. Membantu siswa untuk mencari atau menentukan suatu metode
belajar yang tepat dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Sehingga siswa tidak melakukan suatu metode belajar yang sulit
dilakukan dan membuang waktu.98
8. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Menurut De Decce dan Grawford yang dikutip oleh Djamarah terdapat
empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara
pemeliharaan dan peningkatan motivasi beljar siswa, yaitu guru harus
menggairahkan siswa, memberikan harapan yang realistis, memberikan
96
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Semarang: Niaga Swadaya, 2005), h. 27
97
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, h. 28
98
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 85
56

insentif, dan mnegarahkan perilaku siswa ke arah yang menunjang


tercapainya tujuan pengajaran, penjelasanya akan diuraikan sebagai
berikut:99
a. Menggairahkan siswa
Guru harus selalu memelihara minat siswa dalam belajar, yaitu
dengan memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu
aspek ke lain aspek pelajaran dalam situasi belajar. Guru harus
berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan dapat
membosankan siswa. guru harus memberikan cukup banyak hal
yang harus dipikirkan dan dilakukan oleh siswa.
b. Memberikan harapan realistis
Guru harus memelihara harapan-harapan siswa yang realistis
dan memodifikasi harapan-harapan yang tidak realistis. Untuk itu,
guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kegagalan
dan keberhasilan akademis setiap siswa di masa lalu. Dengan
demikian, guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang
realistis, pesimistis, atau terlalu optimis.
Harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan degan
pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah
kebohongan dan itu yang tidak disenangi oleh siswa. jadi, bagi
guru jangan coba-coba menjual harapan palsu bila tidak
ingindirugikan oleh siswa.
c. Memberikan insentif
Bila siswa mengalami keberhasilan, diharapkan guru
memberikan hadiah kepada siswa (dapat berupa pujian, angka yang
baik, dan sebagainya) atas keberhasilannya, sehingga siswa
terdorong untuk melakukan usaha lebih guna mencapai tujuan-
tujuan pengajaran.100 Insentif yang demikian diakui ampuh untuk
membangkitkan motivasi siswa secara signifikan.

99
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 169
100
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, h. 176
57

d. Mengarahkan
Seorang guru harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan
cara memberikan respons terhadap siswa mengenai hal-hal yang
tidak ada dalam kegiatan belajar di kelas. Anak didik yang diam,
membuat keributan, berbicara semaunya, dan sebagainya harus
diberikan teguran secara arif dan bijaksana. Usaha menghentikan
perilaku anak didik yang negatif dengan memberi gelar yang tidak
baik adalah tidak manusiawi. 101
Jadi, cara mengarahkan perilaku siswa yang kurang baik adalah
dengan memberikan penugasan, bergerak mendekati, memberikan
hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan
dengan perkataan yang ramah dan baik.
C. Dampak Perceraian terhadap Motivasi Belajar
Perceraian baik secara resmi maupun secara tidak resmi berdampak negatif
bagi pasangan yang bercerai, lingkungan, dan yang paling terasa berat
dampaknya terjadi pada anak. Adapun dampak perceraian itu sendiri dapat
menyebabkan:102

1. Anak mempunyai kemarahan, frustasi dan ingin melampiaskannya dengan


cara melakukan hal-hal yang berlawanan dengan peraturan-peraturan,
memberontak, dan lain sebagainya.
2. Bila anak tinggal dengan ibu, anak kehilangan figur otoritas ayah. ketika
figur otoritas itu menghilang, anak seringkali tidak terlalu takut pada
ibunya.
3. Anak kehilangan jati diri sosialnya atau identitas sosial. Status sebagai
anak cerai memberikan suatu perasaan berbeda dari anak-anak lain.

Perceraian yang terjadi pada suatu keluarga memberikan dampak yang


mempengaruhi jiwa dan kondisi anak. Anak akan mendapat gambaran buruk

101
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 170
102
Maryanti Rosmiani, Keluarga Bercerai Dan Intensitas Interaksi Anak Terhadap Orang
Tuanya (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Sunggal), Jurnal Harmoni Sosial, Volume I, No.
2, Januari 2007, h. 63-64
58

tentang kehidupan berkeluarga. Dalam perasaan anak, perceraian adalah suatu


kekurangan yang memalukan. Perceraian hampir selalu membuat anak
bersedih, marah, dan lemah. Anak akan merasa terasing diantara masyarakat
yang kebanyakan terdiri atas keluarga yang utuh.
Dampak pedih dari perceraian juga akan sangat dirasakan anak dalam
dunia pendidikannya. Anak akan merasa terkucil ditengah teman-temannya
yang memiliki keluarga utuh baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan
bermain. Mereka akan merasa malu untuk bergaul dan bersosialisasi seperti
sebelumnya saat ketika orang tuanya masih utuh. Selain itu, anak juga tidak
akan fokus dengan pelajaran yang diberikan guru, karena pikiran dan hatinya
sedang mengalami guncangan yang begitu hebat akibat perpisahan orang
tuanya. Tidak ada lagi gairah untuk belajar, karena orang tuanya lah yang
selama ini memberikan motivasi dan dukungan penuh kepada anak untuk terus
belajar dan berprestasi. Akibatnya, anak jadi malas, senang menyendiri,
perhatian dan minat belajarnya menurun, bahkan terdapat beberapa kasus dari
perceraian orang tua yang membuat seorang anak menjadi brutal, anarkis, dan
terjerumus kedalam kejahatan.
Tetapi apakah perceraian selalu berdampak negatif? Tentu tidak selalu
demikian. Banyak para peneliti menemukan bahwa anak yang diasuh oleh
orang tua tunggal akan jauh lebih baik dan sukses daripada anak yang diasuh
oleh keluarga utuh yang selalu diselimuti rasa tertekan. Bagi beberapa
keluarga, percerian diangap putusan terbaik untuk mengakhiri rasa tertekan,
rasa takut, cemas, dan ketidaktentraman.103
D. Penelitian Relevan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil kepustakaan dari beberapa
judul skripsi yang ada relevansinya dengan skripsi penulis, sehingga tidak
menjadikan salah penafsiran dan pemahaman.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Widi Tri Estuti Mahasiswa Lulusan
Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Dampak Perceraian
Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi Anak Kasus Pada 3
103
Save M Dagun, Psikologi Keluarga, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 136
59

Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Pekuncen Banyumas Tahun Ajaran


2012/2013”. jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Dampak perceraian orang tua
terhadap tingkat kematangan emosi anak dapat berdampak negatif
maupun positif. Dampak negatif dimaksud banyak ditampakkan oleh
ekspresi emosi yang berlebihan, tidak terkontrol dan lebih agresif, rasa
frustrasi menghadapi masa depan serta tidak mampu bersikap rasional,
obyektif dan realistik dalam menghadapi kenyataan. Sedangkan dampak
positif perceraian terhadap perkembangan dan kematangan emosional
anak usia remaja banyak ditampakkan dengan tidak menunjukkan rasa
frustrasi, mampu berfikir dan bersikap realistik, obyektif dan rasional
dalam menyikapi realitas kehidupannya. 104
2. “Pengaruh Ketidakharmonisan Keluarga Terhadap Motivasi Belajar
Siswa Kelas Xi Smk Negeri Kebonagung Tahun Pelajaran
2014/2015”. Penelitian ini ditulis oleh Khusnul Mawati mahasiswa
lulusan Progam Studi Bimbingan Dan Konseling Fakulitas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara Pgri Kediri. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif deskripsif dengan
menggunakan studi kasus intrinsik. Hasil dari penelitian ini yaitu di
SMK Negeri Kebonagung ternyata banyak sekali siswa yang
mengalami gangguan dalam belajar terutama dari ketidakharmonisan
keluarga yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Namun, setelah
diadakan layanan Bimbingan Konseling ternyata mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa. 105
3. Penelitian yang ditulis oleh Felisitas Purnaningsih Mahasiswa lulusan
Universitas Sanata Dharma yogyakarta berjudul “Motivasi Belajar

104
Widi Tri Estuti, “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi
Anak Kasus Pada 3 Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Pekuncen Banyumas Tahun Ajaran
2012/2013”, Skripsi Jurusan Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang, 2013.
105
Khusnul Mawati, “Pengaruh Ketidakharmonisan Keluarga Terhadap Motivasi Belajar
Siswa Kelas Xi Smk Negeri Kebonagung Tahun Pelajaran 2014/2015”, Skripsi pada Universitas
Nusantara PGRI Kediri, 2014.
60

Remaja yang Mengalami Broken Home (Studi Kasus)”. Jenis


penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa subjek yang mengalami
keluarga broken home masih memiliki motivasi belajar dan masih
mendapat prestasi di sekolah. Motivasi belajar subjek di dapat dari
orang terkasih seperti keluarga, teman, dan pacar.106

106
Felistas Purnaningsih, “Motivasi Belajar Remaja yang mengalami Broke Home”, skripsi
pada Universitas Sanata Dharma yogyakarta, 2016.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN TENTANG DAMPAK
PERCERAIAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat dan waktu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian dilakukan pada 23 Agustus 2017 hingga
selesai.
B. Metode dan Desain Penelitian
Berdasarkan permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu
mengenai dampak perceraian orang tua terhadap motivasi belajar siswa, maka
penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif
kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball,
teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifar
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.1
Menurut Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2016), h.15

61
62

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode


alamiah.2
C. Objek Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah mengetahui apa saja faktor yang
menyebabkan pasangan suami istri bercerai, dan akibatnya bagi keluarga
terutama anak, serta bagaimana dampaknya terhadap motivasi belajar anak di
sekolah.
Cara penyajiannya bersifat deskriptif analisis. Penyajian deskriptif adalah
menjelaskan tentang faktor- faktor penyebab perceraian. Analisisnya adalah
menganalisa bagaimana perceraian tersebut dapat mempengaruhi motivasi
belajar anak.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Menurut Joko Subagyo “data adalah semua keterangan seseorang yang
dijadikan responden maupun yang berasal dari dokumen- dokumen baik
dalam bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan yang
dimaksud”.3 Sedangkan menurut Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong
“sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.4
Dalam penelitian ini data yang digunakan meliputi dua jenis data, yaitu :
a. Data Primer
Menurut Danang Sunyoto, “data primer merupakan data asli yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti dan data utama yang diperoleh secara
langsung yang dilakukan melalui wawancara dan observasi” 5. Data yang
diperlukan untuk memenuhi penelitian ini yaitu: (1) hasil observasi
terhadap subjek penelitian (2) hasil wawancara dengan subjek penelitian.

2
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2010), h. 6
3
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Toeri dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta 2011), h.
87
4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 112
5
Danang Sunyoto, Metode Penelitian untuk Ekonomi, (Yogyakarta: CAPS 2011), h. 22
63

b. Data Sekunder
Menurut Lexy J. Moleong, “data sekunder merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder umumnya
berupa buku, majalah ilmiah, catatan atau laporan historis berupa arsip,
dokumen pribadi dan dokumen resmi yang mendukung dalam penelitian
serta melengkapi data primer.”6
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku- buku
yang mendukung penelitian, jurnal, artikel, dan hasil belajar subjek berupa
raport tahunan yang diperoleh dari sekolah.
2. Sumber Data
Menurut Sukandar Rumidi “sumber data dimaksudkan adalah semua
informan yang terdiri dari benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa
atau gejala baik secara kuantitatif dan kualitatif”.7 Sumber data disebut
responden, yaitu yang dapat merespon atau menjawab pertanyaan peneliti,
baik tertuilis maupun lisan. Responden yang dipilih dalam penelitian ini
yaitu teman terdekat subjek, wali kelas dan guru bidang studi, yang dirasa
mampu memberikan informasi terkait subjek penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Observasi Partisipan
Observasi secara bahasa berarti memperhatikan dan mengikuti. Menurut
John W. Creswell “observation is the process of gathering open-ended,
firsthand information by observing people and places at a research site”.8
Sedangkan menurut Cartwright dan Cartwright dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial karya Haris Herdiansyah,
observasi adalah suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta

6
Lexy J. Moleong, Op.cit. h. 88
7
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press 2012),
h. 44
8
John W. Creswell, Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research), (Boston: Pearson Education, 2012), forth edition, pp. 213
64

merekam perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.9 Observasi


juga dapat diartukan suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk
memberikan suatu kesimpulan melalui pengamatan dan pengindraan.10
Dalam observasi partisipan observer terlibat langsung dan ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek yang diamati. 11 Dalam
observasi partisipan, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,
mendengarkan apa yang mereka ungkapkan dan berpatisipasi dalam aktifitas
mereka. Oleh karena itu, dalam observasi ini peneliti ikut berpartisipasi dalam
kegiatan pembelajaran di dalam kelas serta mengikuti kegiatan subjek ketika
di luar kelas, seperti ketika waktu istirahat atau ketika melakukan kegiatan
ekstrakurikuler.
2. Wawancara Semi Terstruktur
Wawancara adalah salah satu instrumen yang dilakukan untuk menggali
data secara lisan. Hal ini harus dilakukan secara mendalam agar mendapatkan
data yang valid dan detail.12 Sedangkan menurut John W. Creswell “A
qualitative interview occurs when researchers ask one or more general, open-
ended and record their answers. The researcher then transcribes and types the
data into a computer file for analysis”.13 Lebih lanjut, menurut Creswell
interview (wawancara) dapat dilakukan dengan one-on-one interviews
(wawancara secara personal), Focus Group Interviews (wawancara
sekelompok orang), Telephone Interviews (wawancara melalui telepon), dan
E-Mail Interviews (wawancara melalui e-mail).14
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi struktur yang
termasuk dalam kategori wawancara mendalam (indepth interview). Tujuan
dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih

9
Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), h. 131
10
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010), h. 115
11
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, h. 71
12
V Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, ( Yogyakarta: PT. Pustaka Baru, 2014), h. 74
13
John W. Creswell, Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research), pp. 217
14
Ibid, pp. 218-219
65

terbuka”.15 Wawancara semi struktur dilakukan dengan menggunakan


pedoman wawancara yang dapat dikembangkan lebih jauh sesuai dengan
kondisi di lapangan.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara kepada subjek yang
berkaitan, guru Bimbingan Konseling, dan kepada wali kelas, serta
melakukan wawancara kepada teman-teman yang dianggap dekat dengan
subjek penelitian, dan orang tua subjek jika memungkinkan. Wawancara juga
dilakukan kepada pihak-pihak yang dianggap perlu diperoleh informasinya
mengenai masalah yang diteliti.
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Wawancara
Objek penelitian Indikator Sumber data

Perceraian orang tua -Latar belakang keluarga - Siswa, guru.

-Faktor terjadinya - Siswa.


perceraian

-Dampak yang terjadi


- Siswa, guru.
akibat perceraian

-Cara mengatasi dampak


perceraian - Siswa.

Motivasi belajar -Sikap dan perilaku di - Guru, teman sejawat


dalam kelas

-Sikap dan perilaku di


- Guru, teman sejawat.
luar kelas

15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 233
66

3. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu
merupakan sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi. Sebagaian besar data berbentuk surat, catatan harian,
arsip foto, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data jenis ini mempunyai sifat tak
terbatas ruang dan waktu sehingga bisa diapakai untuk menggali informasi
yang terjadi di masa silam.16
Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi dokumen berupa catatan
hasil belajar siswa, catatan absen siswa dan lain sebagainya yang dirasa
diperlukan dalam penelitian. Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat
mengetahui lebih banyak tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
perceraian dan pengaruhnya terhadap motivasi belajar.

F. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data


Dalam upaya untuk memberikan keabsahan data yang akurat maka
penelitian ini menggunakan beberapa cara, diantaranya:
1. Melakukan prosedur cek ulang secara cermat
Prosedur cek ulang merupakan teknik yang efektif untuk melihat
keabsahan data temuan. Diantara hal yang dapat dilakukan dalam cek
ulang adalah dengan cara verifikasi data temuan yakni melakukan
pengecekan apakah data yang diungkapkan oleh narasumber atau subjek
penelitian sesuai dengan situasi konkret yang ditemukan di lapangan. 17
2. Ketekunan pengamatan
Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dengan teliti dan
rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.
Kemudian melakukan penelaahan secara rinci hingga pada suatu titik
sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh
faktor yang ditelaah dapat dipahami dengan cara yang biasa.18

16
John W. Creswell, op.cit, pp. 33
17
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 189
18
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Penulisan Skripsi, h. 73
67

3. Triangulasi
Teknik triangulasi data sering dikenal dengan istilah cek dan ricek yaitu
pengecekan data menggunakan berbagai sumber, teknik dan waktu.
Beragam teknik berarti menggunakan berbagai cara untuk memastikan
data yang diperoleh benar atau tidak. Beragam sumber maksudnya
memastikan kebenaran data tersebut dari berbagai sumber yang dapat
dipercaya.19
Data diperoleh peneliti dari berbagai teknik dan sumber yaitu observasi,
wawancara dan analisis dokumen. Penulis melakukan observasi terhadap
subjek yang bersangkutan, kemudian melakukan wawancara dengan subjek
dan pihak yang perlu diperoleh informasinya mengenai masalah yang diteliti,
seperti guru bimbinga konseling atau wali kelas, dan teman dekat subjek.
Penulis juga menganalisis dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan
subjek dalam wawancara seperti hasil belajar, absensi dan dokumen lain.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model analisis
data mengalir (flow model). Sejumlah langkah analisis terdapat dalam model
ini, diantaranya:
1. Reduksi data
Karena data yang dikumpulkan cukup banyak, maka pengumpulan
data dilakukan dengan alat bantu recording dan video, kemudian data
tersebut dicatat berdasarkan garis-garis besar atau kesimpulan yang
menyeluruh dari data yang diperoleh pada saat melakukan observasi
partisipan.
2. Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung diolah
dan disajikan dalam teks naratif agar lebih mudah dipahami dan dikaitkan
dengan teori yang dijadikan landasan berpikir. Penyajian data dalam
penelitian kualitatif ini dilakukan dengan membuat uraian singkat, bagan,

19
Nusa Putra, Penelitia Kualitatif Proses dan Aplikasi, (Jakarta: Permata Puri Media, 2012),
h. 189
68

presentase, dan sebagainya, karena penelitian kualitatif ini


menggambarkan kejadian alamiah ataupun kejadian yang sebenarnya
terjadi pada objek penelitian
3. Penyimpulan dan Verifikasi
Kesimpualan dalam penelitian ini merupakan gambaran umum yang
didapat dari penelitian yang telah dilakukan, sebuah temuan baru yang
menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan dimuka.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Sekolah
1. Identitas Madrasah

Nama Sekolah: Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat


Nama Kepala Sekolah: Dra. Hj. Iin Kusnaeni
Alamat : Jl. Ki Hajar Dewantoro no. 23 Ciputat Tangerang 15411
Telp. : (021)7409814
NPSN : 20623305
Akreditasi : A
Status : Swasta
Luas Tanah: 770 m2
Kurikulum: 2013
2. Sejarah Singkat Madrasah
Yayasan Islamiyah Ciputat bergerak dibidang pendidikan dan sosial.
Yang didirikan sejak tahun 1964 oleh para tokoh muda yang mempunyai
semangat untuk membangun bangsa, seperti Drs.H. Zakarsih Nur, Drs. H.
Syaiful Millah, MM, MBA., H. Moh Anwar Nur S.Ag., H. Abdul Munir,
BA dan Hj. Muniroh Nur. Selanjutnya pada tahun 1965 para pengurus
Yayasan Islamiyah membuka sekolah Agama yaitu Pendidikan Guru
Agama (PGA), tahun 1966 membuka sekolah Menengah Pertama Islam
(SMPI), selanjutnya tahun 1980 pengurus Yayasan Islamiyah Ciputat
membuka SMEA/SMK dan terakhir tahun 2001 Pengurus membuka
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jurusan Ekonomi Pembangunan dan
Akuntansi.
Sesuai peraturan pemerintah pada tahun 1979 PGA di ganti menjadi
MTs untuk PGAP dan MA untuk PGAA. Setelah mengalami pasang surut
alhamdulillah sampai saat ini Madrsah Aliyah Islamiyah Ciputat masih
mampu melaksanakan kegiatan pendidikan dan masih banyak diminati
69
70

masyarakat, karena para pendidik terus berusaha untuk melaksanakan


pembinaan para siswa sesuai harapan masyarakat.
Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat telah banyak memiliki prestasi
baik akademik (melanjutkan ke Perguruan Tinggi termasuk ke UIN)
maupun prestasi non akademik (kegiatan Ekskul). Gedung MA Islamiyah
Ciputat berlantai dua dengan jumlah rombongan belajar sebanyak 6
rombel Terdiri dari kelas X (sepuluh) dua rombel (IIS dan MIA) , kelas
XI (sebelas) dua rombel (IIS dan MIA) dan kelas XII (dua belas) dua
rombel (IIS dan MIA).
3. Visi, Misi, dan Tujuan
Visi dan misi dari Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat adalah
sebagai berikut:
a. Visi
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman,
bertaqwa, mandiri dan berwawasan nasional menuju wawasan
internasional yang handal.
b. Misi
1) Melatih dan mendidik siswa agar dapat mandiri.
2) Memperluas wawasan pengetahuan, baik pengetahuan umum
maupun pengetahuan agama.
3) Mengembangkan kreatifitas siswa melalui kegiatan intra
maupun ekstra kulikuler.
4) Membantu pemerintah dalam bidang sosial, ekonomi dan
budaya.
4. Guru dan Tenaga Kependidikan
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan MA Islamiyah Ciputat
berjumlah 15 orang dengan latar pendidikan S1 dan S2 dan telah
berpengalaman dalam mendidik peserta didik.
5. Jumlah Siswa
71

Siswa MA Islamiyah Ciputat Tahun Pelajaran 2017/2018


berjumlah 142 orang terdiri dari kelas X s.d. XII. Adapun rinciannya
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Peserta Didik Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat tahun
ajaran 2017-2018
No Kelas Jenis Kelamin Jumlah

L P

1 X (IIS) 9 9 18

2 X (MIA) 9 9 18

3 XI (IIS) 15 21 36

4 XI (MIA) 10 6 16

5 XII-IPS 15 17 32

6 XII-MIA 5 17 22

Jumlah Keseluruhan 63 79 142

6. Sarana dan Prasarana


Tabel 4.2
Sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat

Keterangan

No Sarana dan Prasarana Ada Tidak


Pendukung Ada

1 Masjid/musholah √
72

2 Perpustakaan √

3 Lapangan olahraga √

4 Alat-alat kesenian √

5 Alat-alat keterampilan √

6 Laboratorium M-IPA √

7 Laboratorium computer √

8 Laboratorium Bahasa √

9 WC Guru √

10 WC Siswa √

7. Lainnya yang relevan


Tabel 4.3
Kegiatan Ekstrakulikuler
Keterangan

No Kegiatan Ekstrakurikuler Ada Tidak


Ada

1 Pramuka √

2 Palang merah √

3 Pengajian siswa √

4 Marawis √

5 Seni Baca al-Qur’an √


73

6 Olah raga (termasuk beladiri) √

7 KIR √

8 Paskibra √

9 Tari Saman √

10 Seni lukis/ Kaligrafi √

11 Buletin atau Majalah √

B. Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan studi
dokumen. Peneliti terlebih dahulu melakukan observasi terhadap subjek
yang akan diteliti. Tempat penelitian yang dipakai adalah sekolah tempat
peneliti PPKT dahulu, jadi observasi yang dilakukan tidak membutuhkan
waktu terlalu lama, karena peneliti sudah mengetahui perilaku subjek yang
akan diteliti baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Hasil observasi
akan digunakan dalam penyusunan guide interview yang akan dipakai
dalam penelitian.
Selanjutnya guide interview disusun berdasarkan beberapa pertanyaan
dan diharapkan mampu mengungkapkan hal-hal yang menjadi pertanyaan
penelitian. Selanjutnya disusun daftar wawancara yang dapat dilihat pada
lampiran. Dalam proses wawancara, pertanyaan dapat dikembangkan
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penelitian.
Setelah melakukan penelitian di MA Islamiyah Ciputat kurang lebih
satu bulan, saya menemukan 10 siswa yang menjadi korban perceraian
orang tua dari 142 siswa di madrasah tersebut, baik itu perceraian hidup
atau perceraian yang diakibatkan salah satu orang tua meninggal dunia,
diantaranya terdapat 5 orang bercerai hidup dan 5 orang bercerai
meninggal dunia dengan latar belakang dan masalah yang berbeda-beda.
74

Tabel 4.4
Faktor Perceraian
Perceraian Hidup Perceraian Meninggal

Putri Sabriah Mei Rahma

Rahman Sobrianto Silmi Hakiki

Dela Nur Hafifah Muhammad Arif Asy’ari

Yuni khoiriah Kholimatul Ilahiyah

Wimelia kerina Siti Zainab

Observasi dilakukan peneliti selama penelitian berlangsung yaitu


selama satu bulan. Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, diperoleh
data sebagai berikut:
Tema : Dampak perceraian terhadap motivasi belajar siswa
Tujuan : Mengetahui perilaku subjek saat belajar dan di luar kelas

Tabel 4.4

Hasil Observasi

Nama anak Objek Keterangan


pengamatan

Putri Kegiatan  Saat belajar di kelas, subjek aktif bertanya dan


Sabriah pembelajaran di menjawab pertanyaan yang diberikan guru, antusias
dalam mengerjakan tugas.
ruang kelas
 Di luar kelas, subjek termasuk siswa yang ceria dan
Kegiatan di luar mudah bergaul. Ia juga aktif dalam organisasi osis
kelas dan pramuka.

Rahmat Kegiatan  Saat belajar subjek termasuk anak yang pasif dan
Sobrianto pembelajaran di cenderung pendiam sekali tetapi tetap
75

ruang kelas memperhatikan pelajaran.

Kegiatan di luar  Subjek juga tidak pernah terlihat bergaul dengan


teman-teman. Cenderung menutup diri dari dunia
kelas
luar. Ia hanya bermain handphone ketika istirahat.

Yuni Kegiatan  Yuni termasuk siswa yang pendiam, tetapi ia mampu


Khoiriah pembelajaran di bergaul dan menyesuaikan diri dengan baik di
sekolah.
ruang kelas
 Saat belajar ia cenderung pasif, tetapi tetap
Kegiatan di luar memperhatikan dan mengikuti pelajaran. Terdakang
kelas ia malas untuk mengerjakan tugas, tetapi ada teman
yang selalu membantu dan mengingatkannya.

Dela Nur Kegiatan  Subjek merupakan siswa pindahan sejak dua bulan
Hafifah pembelajaran di lalu. Sejauh ini belum terlihat bagaimana prestasinya
di sekolah secara keseluruhan. Tetapi ketika peneliti
ruang kelas
melakukan observasi di kelas, subjek cukup
memperhatikan pelajaran dengan baik walaupun
sesekali ia mengobrol dengan teman sebangku dan
main handphone.

Kegiatan di luar  Walaupun terhitung baru di sekolah tersebut, tetapi


kelas subjek sudah memiliki banyak teman dan beberapa
teman yang sangat akrab dengan subjek.

Mei Rahma Kegiatan  Subjek termasuk anak yang pintar dan berprestasi.
pembelajaran di Memiliki kemauan belajar yang tinggi. Walaupun
sesekali melanggar peraturan sekolah, seperti
ruang kelas
memakai sepatu yang tidak sesuai dengan peraturan.

 Subjek merupakan pribadi yang ceria. Ia juga akrab


dengan teman-teman di kelas.
Kegiatan di luar
kelas

Wimelia Kegiatan  Saat belajar dalam kelas ia termasuk siswa yang


Kerina pembelajaran di biasa saja, terkadang memperhatikan, kadang juga
asik mengobrol atau main handphone. Dalam
ruang kelas
mengerjakan tugas ia termasuk siswa yang mampu
mengikuti dengan baik.
76

 Dalam bergaul ia cenderung siswa yang ceria dan


mempunyai banyak teman. tetapi ia sering datang
Kegiatan di luar
terlambat ke sekolah, bahkan beberapa kali sampai
kelas
melewatkan jam pelajaran pertama.

Silmi Kegiatan  Ketika belajar di kelas subjek termasuk anak yang


Hakiki pembelajaran di tidak aktif, tetapi cukup memperhatikan dengan
baik. Dalam mengerjakan tugas, ia siswa yang
ruang kelas
cenderung lamban, harus selalu ditegur guru untuk
mengumpulkan tugas.

 Di dalam maupun di luar kelas, subjek termasuk


Kegiatan di luar
siswa yang introvert, ia sangat tertutup dan pendiam.
kelas
Ia hanya mau berbicara dengan teman tertentu saja.

Muhammad Kegiatan  Saat belajar sering tidak fokus dan bercanda. Dalam
Arif Asy’ari pembelajaran di mengerjakan tugaspun ia siswa yang lamban.

ruang kelas  Subjek termasuk siswa yang agak bermasalah di


sekolah. Ia kerap kali bolos sekolah dengan teman-
Kegiatan di luar temannya.
kelas

Kholimatul Kegiatan  Dalam belajar subjek termasuk siswa yang pasif


Ilahiyah pembelajaran di tetapi masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik
dan memperhatikan, serta mengerjakan tugas dengan
ruang kelas
baik.
Kegiatan di luar  Subjek cenderung pendiam dalam bergaul, ia hanya
kelas dekat dengan teman yang satu pondok pesantren
dengannya sama.

Zainab Kegiatan  Subjek merupakan siswa yang berprestasi, memiliki


pembelajaran di cita-cita yang tinggi dan mulia (menghafal 30 juz al-
Qur’an ketika lulus SMA).
ruang kelas
 Dalam bergaul ia termasuk anak yang baik kepada
Kegiatan di luar siapapun dan mau menolong teman yang kesulitan
kelas dalam belajar, ia juga ceria dan aktif dalam
ekstrakurikuler seperti marawis.
77

C. Pembahasan
Dalam bab ini peneliti akan memaparkan secara rinci faktor perceraian
orang tua subjek yang telah diteliti dan bagaimana dampaknya terhadap
motivasi belajarnya di sekolah.
1. Faktor Perceraian
Perceraian merupakan cara yang harus ditempuh oleh pasangan
suami-istri ketika dihadapkan pada masalah-masalah dalam huhungan
perkawinan yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Perceraian terjadi
karena disebabkan oleh berbagai faktor seperti kekerasan fisik atau
verbal, krisis ekonomi, perbedaan status sosial, perselingkuhan,
keterlibatan dalam perjudian, dan lain sebagainya.
Putusnya perkawinan ditinjau dari segi orang yang berwenang
menjatuhkan atau memutuskan, maka perceraian dapat dibagi kepada
tiga: a. Yang dijatuhkan oleh suami dinamakan talak, b. Yang
diputuskan atau ditetapkan oleh hakim seperti perkara syiqaq, lian,
nusyuz, ila’ zihar, dan fasakh, c. Yang putus dengan sendirinya, seperti
1
karena salah seorang suami atau istri meninggal dunia. berikut
peneliti paparkan faktor perceraian yang terjadi pada orang subjek
yang telah diteliti:
a. Perceraian yang dijatuhkan oleh hakim ( perceraian hidup)
1) Putri Sabriah
Menurut pengakuan subjek orang tuanya bercerai ketika ia
masih kecil (usia lima tahun). Perceraian terjadi diakibatkan karena
perselingkuhan yang dilakukan oleh ayah bersama teman ibu.
Ketika itu ia mengaku sangat sedih dengan kondisi keluarganya, ia
harus tinggal dengan nenek dan harus menanggung masalah di
sekolah. Ketika pesantren (MTs) ia sering merasa iri dan sedih
setiap minggu ketika melihat anak lain di kunjungi oleh kedua
orang tuanya, sedangkan ia hanya dikunjungi nenek. Tetapi ketika

1
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 159
78

kelas VIII neneknya meninggal dan ia tinggal dengan ayah dan ibu
tiri. Sedangkan ibu kandungnya tinggal di Medan dan menikah
lagi, tetapi ia bersyukur bahwa ibunya menemukan sosok suami
yang sangat baik (secara finansial maupun kasih sayang) dan
menjadi ayah tiri yang baik untuknya walaupun terpisah jarak yang
sangat jauh.
Perceraian yang terjadi dalam keluarga subjek merupakan
perceraian yang diakibatkan oleh perselingkuhan. Seperti yang
telah peneliti bahasa dalam kajian teori. Perselingkuhan merupakan
faktor terjadinya perceraian, menurut Agoes Dariyo
“Perselingkuhan merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup
yang sah, padahal ia telah terikat dalam perkawinan secara resmi
dengan pasangan hidupnya.”2 Akibat semua itu, kemungkinan
seseorang memilih untuk bercerai dari pasangan hidupnya terlebih
dari perselingkuhan tersebut membuahkan hasil yaitu seorang
anak.
Dalam islam putusnya perkawinan yang dialami orang tua
subjek termasuk putusnya perkawinan karena sebab fasakh.
Menurut Kamal Muchtar, fasakh berarti perceraian yang
disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami
atau istri atau keduanya, sehingga mereka tidak sanggup untuk
melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuannya.3
Istri yang menderita fisik maupun batin karena tingkat suaminya,
misalnya suami melakukan kekerasan, menghilang tidak tahu
keberadaannya, dihukum penjara, istri atau suami berbuat zina dan
lain sebagainya, sehingga istri menderita lahir batin, maka dalam

2
Agoes Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, Jurnal
Psikologi Vol. 2 No. 2, 2004, h. 96
3
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 212
79

ini istri berhak mengadukan kepada hakim, kemudian pengadilan


memutuskan perkawinannya.4
Dalam kasus ini, jelas bahwa suami yang berbuat zina termasuk
ke dalam alasan perkara fasakh. Sehingga terdapat ketidakadilan
yang dirasakan ibu subjek akibat perbuatan suaminya. Ia merasa
berat untuk menerima keadaan bahwa suaminya berzina dan ingin
berpoligami. Sehingga menurut pengakuan subjek, ibunya lebih
memilih untuk bercerai dari pada harus merasakan kesengsaraan
yang lebih pahit di kemudian hari.
2) Yuni Khoiriah
Dalam wawancara yang dilakukan dengan subjek, ia mengaku
orang tuanya bercerai dikarenakan ayah merasa tidak dihargai lagi
oleh keluarga karena kakak subjek saat itu lebih memilih menikah
daripada kuliah dan disetujui oleh ibu subjek. Terlepas dari
masalah itu, ayah subjek saat itu tinggal di Jakarta untuk bekerja
dan jarang pulang, sedangkan subjek dan keluarga tinggal di Garut,
sehingga mengakibatkan kurangnya komunikasi antara ayah dan
keluarga yang berujung pada kesalahpahaman dan pertengkaran
yang tidak berujung reda. Akhirnya orang tua subjek memilih
untuk bercerai demi kebahagiaan masing-masing.

Dalam islam, perceraian seperti ini merupakan putusnya


pernikahan karena sebab syiqaq, yaitu krisis memuncak yang
terjadi antara suami istri sedemikian rupa, sehingga terjadi
pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadikan kedua belah
pihak tidak mampu dipertemukan dan keduanya tidak dapat
mengatasinya.5 Dalam kasus ini, terlihat jelas bahwa orang tua
subjek mengalami hal serupa, dimana terjadi pertengkaran yang
ditimbulkan dari kesalahpahaman dan keegoisan sehingga

4
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 247
5
ibid, h. 241
80

persoalan yang terjadi dalam keluarganya sudah tidak bisa


diperbaiki lagi.

3) Wimelia keryna

Dalam wawancara yang dilakukan dengan subjek, ia bercerita


bahwa sudah tidak bertemu ayahnya sejak usia tiga tahun, dan
terakhir komunikasi satu bulan lalu. Ibu subjek adalah istri kedua
ayahnya, sedangkan keluarga ayahnya maupun ibu tirinya tidak
mengetahui bahwa ayahnya berselingkuh dan memiliki anak, yaitu
subjek dan kakaknya.6

Putusnya perkawinan dalam kasus ini disebabkan fasakh,


karena ayah meninggalkan tempat kediaman bersama dalam waktu
yang lama. Kamal Mucktar dalam bukunya Asas-Asas Hukum
Islam Tentang Perkawinan, mengatakan bahwa Imam Malik dan
Imam Ahmad membolehkan istri untuk mengambil tindakan
perceraian terhadap suami, sekalipun suami meninggalkan harta
yang dapat dijadikan nafkah oleh suaminya. Dasarnya ialah: bahwa
disamping nafkah, istri juga berhak mendapat pergaulan yang baik
dari suaminya, hidup dalam keluarga yang diliputi kasih sayang
dan sebagainya. Meskipun hak nafkah tetap diperoleh oleh istri
selama suaminya pergi, tetapi hak lain yang lebih penting tidak
diterimanya. Dalam hal ini, Imam Malik menetapkan waktu satu
tahun bagi istri untuk menunggu suaminya kembali, jika sudah
lebih dari satu tahun maka istri berhak mengajukan gugatan kepada
hakim.7

4) Rahman Sobrianto
Subjek merupakan salah satu siswa korban perceraian yang
cenderung bermasalah. Subjek sering bolos sekolah saat pelajaran

6
Hasil wawancara dengan subjek pada 24 Agustus 2017 di ruang kelas.
7
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 219
81

berlangsung bahkan tidak datang ke sekolah sama sekali. 8 Ia


mengaku bahwa melalakukan hal seperti itu karena bosan dan
selalu memikirkan masalah keluarga.
Dari hasil wawancara dengan subjek, orang tua subjek bercerai
karena berbagai alasan. Perceraian orang tua subjek diawali saat
ayah selalu mementingkan hobinya, memancing di siang hari
kemudian bermain kartu dan berjudi pada malam hari sambil
bergadang dengan teman-temannya, sehingga ketika pagi hari
saatnya mencari nafkah ia tidak pergi karena tidur. Akibatnya
keuangan keluarga menjadi tidak terkontrol sehingga ibu harus
mencari jalan keluar, yaitu pergi bekerja ke kampung karena diajak
teman. selang tiga bulan, ternyata ibu berselingkuh dan menikah
lagi.9 Faktor-faktor di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Ayah terlibat perjudian
Menurut Agoes Dariyo, terlibat perjudian termasuk dalam
sebab terjadinya pasangan suami istri memutuskan perkawinan.
Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk
memperoleh keberuntungan yang lebih besar dengan
mempertaruhkan sejumlah uang tertentu. Seorang suami
seharusnya menganggarkan kebutuhan finansial untuk keperluan
keluarga secara bijaksana.10 Ketika seorang suami lupa akan
kebutuhan keluarganya dan pengahasilan yang diperolehnya
dipakai untuk kegiatan perjudian, maka seorang istri dan anak akan
mengalami kekecewaan dan penderitaan finansial, karena pada
dasarnya perjudian tidak akan menjadikan seseorang kaya raya,
tetapi sebaliknya akan membawa kesengsaraan bagi pencandu
perjudian.
b) Krisis ekonomi keluarga

8
Hasil wawancara dengan Preli selaku wali kelas XII MIA pada 30 Agustus 2017 di Kantor
guru MA Islamiyah.
9
Hasil wawancara dengan subjek pada 9 September 2017 di kelas.
10
Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, h. 95
82

Kemalasan ayah untuk pergi bekerja dan terlibat dalam


perjudian menyebabkan memburuknya perekonomian keluarga
subjek. Masalah perekonomian keluarga dapat menjadi pemicu
terjadinya konflik dalam rumah tangga yang tidak jarang berujung
pada pengajuan gugatan cerai oleh istri.
c) Perselingkuhan
Menurut Somaliyah dalam Tihami dan Sohari, perselingkuhan
merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup yang
syah, padahal ia telah terikat dalam perkawinan secara resmi
dengan pasangan hidupnya. Jadi perselingkuhan sebagai aktivitas
hubungan sexual di luar perkawina (extra-marital sexual
relationship).11
Dalam kasus ini, orang yang melakukan perselingkuhan adalah
pihak istri dengan alasan sudah tidak sanggup menahan perlakukan
suaminya yang tidak bertanggung jawab menafkahi keluarga.
Dalam islam perbuatan istri termasuk ke dalam perkara nusyuz
istri.
Nusyuz dapat diartikan durhaka, yakni kedurhakaan istri kepada
suami tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’. Seorang istri
dapat dikatakan nusyuz apabila istri melakukan hal seperti berikut;
(1) Istri tak mau mengikuti suami untuk menempati tempat tinggal
yang disediakan suami sesuai kemampuannya. Atau istri
meninggalkan rumah tanpa izin suami.
(2) Istri melarang suami masuk ke dalam rumah milik istri.
(3) Istri dilarang bepergian tanpa suami atau mahramnya waupun
perjalanan wajib, seperti haji, karena perjalanan perempuan
tanpa suami atau mahramnya termasuk maksiat.

11
ibid, h. 96
83

(4) Istri enggan diajak ke tempat tidur oleh suaminya.12


Dalam kasus ini jelas perbuatan ibu subjek termasuk dalam
syarat seorang istri dapat dikatakan nusyuz, yaitu pergi bekerja di
kampung tanpa suaminya. Terlebih ia melakukan perselingkuhan
dan menikah lagi tanpa bercerai terlebih dahulu dengan suami
sebelumnya. Perbuatan seperti ini dinamakan poliandri, dimana
seorang perempuan memiliki dua orang suami dalam waktu
bersamaan. Menurut Sayuti thalib seorang wanita tidak dibolehkan
berpoliandri, karena hikmah utama dari larangan ini ialah untuk
menjaga kemurnian keturunan dan kepastian hukum seorang anak.
Dalam al-Qur’an An-Nisa ayat 24 menyebutkan bahwa janganlah
kamu mengawini seorang wanita yang sedang bersuami. Jika
dilihat dari sisi si wanita yang bersangkutan, maka ketentuan ayat
ini adalah berupa larangan untuk berpoliandri.13
Orang tua bertanggung jawab terhadap anak dalam segala hal,
baik pendidikan maupun kehidupan jasamani dan rohaninya. Bagi
anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani.
Sebagai model, seharusnya orang tua mampu memberikan contoh
terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan prilaku orang tua
harus mencerminkan akhlak mulia dan bukan melakukan hal buruk
yang tidak mustahil akan ditiru oleh anak dan kemudian berdampak
buruk pula bagi kehidupannya kelak.
5) Dela Nur Hafifah
Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek beberapa waktu
lalu, subjek mengaku ayahnya pergi dan memutuskan hubungan
ketika ia baru berumur 2 bulan. Ia bahkan tidak pernah mengenal
sosok ayah meski hanya dalam foto, karena ibu tidak pernah

12
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 185
13
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, ( Jakarta: UI-Press, 1986), h. 61
84

memberi tahu subjek. Ibu subjek juga tidak memberi tahu penyebab
kepergian ayah hingga saat ini.14
Dalam hukum islam, seorang suami yang pergi meninggalkan
istrinya selama lebih dari empat bulan dengan suka rela ataupun
terpaksa, maka istri berhak mengajukan perkara cerai atau
membatalkan akad ikah kepada hakim jika kepergian suami tidak
diketahui atau tidak bisa dihubungi.15 Dalam kasus ini, ayah subjek
sudah pergi sangat lama, tanpa pernah memberi kabar apalagi
memberikan nafkah. Bahkan, subjek dan keluarga tidak
mengetahui apakah ayah masih hidup atau sudah meninggal dunia.

b. Putusnya perkawinan akibat meninggal dunia


Meninggal dunia dikatakan bercerai karena berakhirnya ikatan dan
tanggung jawab terhadap masing-masing pihak dan suami atau istri
sah menikah kembali dengan orang lain setelah melewati masa iddah
selama empat bulan sepuluh hari untuk istri. Berikut peneliti uraikan
beberapa subjek yang mengalami perceraian orang tua akibat
meninggal dunia, diantaranya:
1) Siti Zainab
Subjek merupakan salah satu siswa yang memiliki orang tua
tunggal yaitu Ibu, sedangkan ayahnya sudah meninggal dunia sejak
ia masih dalam kandungan. Dalam agama Islam, meninggalnya
salah satu pihak dalam hubungan suami istri juga merupakan sebab
putusnya hubungan perkawinan. Hal ini sejalan dengan Undang-
Undang no. 1 mengenai putusnya perkawinan tahun 1974 Bab
VIII pasal 38 dikenal ada tiga macam cara putusnya perkawinan,
yaitu: kematian, perceraian, dan keputusan pengadilan.16
Yang dimaksudkan dengan kematian yang menjadi sebab
putusnya perkawinan dalam hal ini meliputi baik mati secara fisik,
14
Hasil wawancara dengan subjek pada 30 Agustus 2017 di ruang Kelas.
15
Syaikh Abdul Mun’im, Saat Cerai Menjadi Pilihan, (Solo: PT. Aqwam, 2012), Terj, h. 162
16
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 231
85

yakni memang kematian itu diketahui jenazahnya, maupun mati


secara yuridis, artinya dalam kasus suami yang mafqud (hilang
tidak diketahui hidup atau sudah mati dalam kurun waktu tertentu),
lalu melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian
suami tersebut.17 Dalam hal ini, ayah subjek termasuk kedalam
ketegori mati secara fisik, karena diketahui jenazahnya dan di
makamkan secara layak.

Namun menurut pengakuan subjek, sampai saat ini pun ia tidak


pernah melihat foto ayah dan tidak tahu bagaimana kehidupan
ayah sebelum meninggal karena ibu selalu menyembunyikannya
dengan alasan belum saatnya mengenalkan sosok ayah kepada
subjek.

Saat ini ibu subjek sudah menikah lagi, tetapi hubungan subjek
dengan ayah tiri tidak terlalu baik, karena subjek tidak begitu setuju
jika ibunya menikah lagi di usia yang sudah tidak muda. Saat ini
subjek tinggal di pondok pesantren Al-Matiin untuk belajar tahfidz
dan qiraat. Ia bercita-cita ketika lulus dari sekolah sudah hafal 30
Juz al-Qur’an .

2) Mei Rahma
Subjek merupakan salah satu siswa dengan orang tua tunggal
(ayah). Ibu subjek meningal dunia ketika ia duduk di kelas IX.
Menurut pengakuan subjek, ibunya meninggl dunia akibat sakit
dijahili (sakit akibat ilmu gaib), dan tidak bisa disembuhkan oleh
tenaga medis yang akhirnya menyebabkan kematian.
Setelah lulus dari sekolah SMP subjek tinggal dengan bibinya
(adik dari pihak ibu) dan pindah ke Tangerang (Pamulang), karena
ayahnya sudah menikah lagi dan lebih mementingkan keluarga
baru dari pada subjek. Ayah subjek tidak lagi memberikan nafkah

17
Abdul Rahman Al-Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 248
86

kepada subjek dan sudah tidak menghubungi sejak bulan lalu,


begitupun dengan kakak-kakak subjek, mereka sibuk dengan
keluarga masing-masing dan tidak memperdulikan subjek.18
Dalam kasus ini, sebagai orang tua, ayah subjek berkewajiban
mengurus dan memberi nafkah baginya, bukan menelantarkan dan
menyerahkan tanggung jawabnya kepada orang lain. Kewajiban
orang tua terhadap anak tidak hanya mengurus dan memberi nafkah
semata, melainkan terdapat hal-hal lain yang harus dipenuhi orang
tua terhadap anak.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan (2002; 157) dalam Djamarah,
tanggung jawab orang tua terhadap anak diantaranya, tanggung
jawab pada aspek pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan
fisik, pendidikan rasio atau akal, pendidikan kejiwaan, pendidikan
sosial, dan pendidikan seksual.19
Ayah berkewajiban memberi nafkah anak-anaknya dan
membimbing mereka sebagimana Allah Ta'ala berfirman:

ِ‫وَ ﻋﻠﻰ اﻟﻤَﻮْ ﻟُﻮ ِد ﻟﮫُ رَ زْ ﻗُﮭُﻦﱠ وَ ِﻛﺴْﻮَ ﺗُﮭُﻦﱠ ﺑِﺎﻟ َﻤﻌْﺮُ ف‬
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS. al-Baqarah
233)20
3) Kholimatul Ilahiyah
Dari hasil wawancara dengan subjek, ayah subjek meningal
dunia akibat sakit paru-paru. Ketika ayahnya sakit, subjek di
pondok pesantren dan tidak diizinkan pulang oleh pihak pesantren.
Hingga ayahnya meninggal, subjek tidak sempat melihat jenazah
ayah untuk terakhir kali.

18
Hasil wawancara dengan subjek pada 25 Agustus 2017 di ruang OSIS.
19
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, ( Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2014), h. 45
20
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 29
87

Saat ini subjek diurus oleh ibunya walaupun terkadang


mengalami kesulitan ekonomi, tetapi ibu berusaha untuk
mencukupinya karena sudah kewajiban ibu sebagai orang tua untuk
mengurus kebutuhan anak. Apabila ikatan perkawinan putus
sebagai akibat meninggalnya suami, maka istri menjalani masa
iddah dan bertanggung jawab terhadap pemeliharaan anak-anaknya
serta mendapat bagian harta warisan dari suaminya. Hal tersebut
dinyatakan dalam pasal 157 KHI yang berbunyi “harta bersama
dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96
dan 97”.
Pasal 96 KHI
a) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi
hak pasangan yang hidup lebih lama.
b) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang
istri atau suaminya hilang, harus ditangguhkan sampai adanya
kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas
dasar putusan Pengadilan Agama.21
4) Silmi Hakiki Al-Barabasi
Dari hasil wawancara dengan subjek, kondisi subjek mirip
dengan kasus teman/ subjek lain di atas. Ayah subjek meninggal
dunia satu tahun lalu akibat sakit. Saat ini subjek tinggal dengan
ibu dan saudara-saudaranya. Menurut pengakuan subjek, saat ini
tidak ada masalah kompleks pasca kematian ayah, kecuali masalah
ekonomi keluarga yang semakin hari semakin memburuk. Karena
hanya ibu yang bekerja, subjek dan kakak masih sekolah dan ada
dua adik yang masih bayi dan balita.22
5) Arif Asy’ari Lubis

21
Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Hukum Perkawinan, Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001), h. 13, diunduh
pada 28 September 2017 , (e-dokumen.kemenag.go.id/files/tdTAsFc51315881487.pdf).
22
Hasil wawancara dengan subjek pada 30 Agustus 2017 di ruang kelas.
88

Ibu subjek meninggal dunia pada tahun lalu karena sakit ketika
ia duduk di kelas x. Ibu subjek meninggal dunia akibat sakit.
Sekarang ia tinggal dengan ayah dan adik, karena kakak sudah
menikah dan berkeluarga. Baginya ayah adalah sosok yang tegar
dan kuat, ayah mampu mengatasi kesedihannya setelah ibu
meninggal. Karena ekonomi keluarga subjek tidak begitu baik,
ayah selalu sibuk bekerja dan kurang memperhatikan sekolah
subjek, akibatnya subjek terkadang bolos sekolah dan melakukan
pelanggaran-pelanggaran lain di sekolah.23
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat
dan keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar dan harapan akan
cita-cita dan faktor ekstrinsik yaitu adanya penghargaan, lingkungan
belajar yang kondusif, kegiatan belajar yang menarik serta dorongan
dari orang-orang terkasih. Berikut peneliti uraikan motivasi belajar
dari siswa korban perceraian orang tua, diantaranya:
a. Motivasi belajar dari subjek korban perceraian hidup
1) Putri Sabriah

Dari hasil wawancara dengan subjek, ia mengaku ketika SMP


ia sangat kesepian harus hidup di pesantren dan jauh dari ibu
terlebih ketika neneknya meninggal, ia hanya dikunjungi oleh ayah
dan ibu tiriya. Tidak ada semangat dalam belajar, tetapi ia berusaha
untuk terus mengikuti pelajaran dengan baik.

Menurut observasi yang dilakukan peneliti, didukung oleh


pernyataan wali kelas dan teman subjek, saat ini motivasi belajar
yang dimiliki subjek cukup tinggi. Terlihat ketika di dalam kelas,
ia aktif menjawab dan bertanya kepada guru, serta selalu antusias
dalam mengerjakan tugas, absensi subjek pun cukup bagus. Subjek

23
Hasil wawancara dengan subjek pada 30 Agustus 2017 di ruang kelas.
89

termasuk siswa yang berprestasi karena ia termasuk ke dalam


peringkat 10 pada semester lalu. Selain itu, ia juga aktif dalam
kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka dan OSIS. Menurut
pengakuan subjek, ia ingin mengubah pandangan orang terhadap
anak-anak korban perceraian bahwa tidak semua anak yang
mengalami hal seperti itu adalah anak yang nakal dan rusak, ia
ingin menjukan bahwa saya bisa sukses walaupun keluarga saya
berantakan.

Motivasi belajar subjek dapat dikatakan cukup tinggi karena ia


memiliki cita-cita untuk menjadi seorang yang sukses. Hal ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Dimyati dan
Mudjiono, bahwa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
belajar seseorang salah satunya yaitu cita-cita atau aspirasi siswa
sendiri. Karena Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat
lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk ”menjadi
seseorang” akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan
pelaku belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar
intrinsik maupun ektrinsik sebab tercapainya suatu cita-cita akan
mewujudkan aktualisasi diri.24

Selain itu menurut wali kelas, subjek adalah anak yang egois
dalam mengemukakan pendapat atau ketika menginginkan sesuatu,
tetapi masih dalam tahap wajar.25 Ia juga termasuk anak yang ceria
dan memiliki banyak teman. Walaupun subjek kurang mendapat
kasih sayang dan perhatian dari ayah dan ibu tirinya, ia mampu
mengatasinya dengan baik dan mengarahkan dirinya pada hal
positif.

2) Yuni Khoiriah

24
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1994), h. 89
25
Hasil wawancara dengan Preli selaku wali kelas XII MIA pada 30 Agustus 2017 di ruang
guru MA Islamiyah.
90

Selama peneliti melakukan observasi di kelas XII IIS, peneliti


menemukan kondisi dimana subjek sangat pasif selama proses
pembelajaran berlangsung. Hal ini sejalan dengan pernyataan salah
satu guru, bahwa subjek memang pribadi yang pendiam dan
cenderung pasif di kelas. Begitupun menurut pernyataan teman
dekatnya, subjek diam dan terkadang main handphone saat belajar.
Subjek termasuk anak yang malas mengerjakan tugas.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan subjek, ia


memiliki meotivasi yang cukup tinggi sesuai dengan
pernyataannya “saya ingin sukses membahagiakan orang tua
walaupun mereka sudah jauh”26 Begitupun menurut teman subjek,
ia ingin memiliki pengetahuan yang luas dan sukses, hanya saja ia
malas untuk belajar tidak ada tindakan. Tetapi ia akan rajin jika
temannya memarahinya untuk belajar atau mengerjakan tugas. 27

Rendahnya motivasi belajar subjek dipengaruhi oleh faktor


eksternal yaitu faktor keadaan keluarga subjek. Subjek terlalu malu
dalam membangun kepercayaan dirinya untuk ikut aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Ia hanya bisa mengikuti pembelajaran
dengan memperhatikan guru bicara tanpa ada keinginan
mengemukakan pendapat atau bertanya mengenai materi yang
tidak ia pahami. Sebenarnya subjek memiliki keinginan untuk
belajar lebih giat lagi tetapi ia terlalu malu dan malas untuk
melakukannya.

3) Wimelia Keryna

Menurut pernyataan wali kelas dan pengakuan teman mengenai


motivasi subjek sejauh ini biasa saja. Dalam belajar dan
mengerjakan tugas, ia harus terus mendapat dorongan dari luar,

26
Hasil wawancara dengan subjek pada Jumat 25 Agustus 2017 di ruang OSIS.
27
Hasil wawancara dengan teman subjek pada 25 Agustus 2017 di ruang kelas.
91

artinya motivasi ekstrinsiknya lebih cenderung dari pada motivasi


intrinsik.28 Seperti pengakuan subjek kepada peneliti, ia
mengatakan bahwa tidak suka belajar di rumah karena kesepian,
walaupun selalu diingatkan ibunya. Subjek akan belajar dan
mengerjakan tugas ketika di sekolah karena banyak teman yang
membantunya, dan ia mengaku giat belajar karena ingin sukses dan
membuktikan kepada ayahnya bahwa subjek bisa sukses tanpa
ayah. Artinya, motivasi yang berasal dari dalam diri subjek
termasuk masih rendah, karena harus selalu mendapat dorongan
dari luar dan hanya ingin mendapat pengakuan dari ayahnya.

Sejalan denga teori Thomas dan Znaniecki dalam Dimyati,


mereka menggolongkan motivasi ekstrinsik menjadi keinginan 1)
memperoleh pengalaman baru, 2) untuk mendapat respons, 3)
memperoleh pengakuan, 4) memperoleh rasa aman.29 Tetapi
walaupun motivasi belajar subjek tergolong rendah, subjek mampu
mengikuti pelajaran dengan baik seperti teman yang lain, ia juga
merupakan siswa yang ceria dan memiliki banyak teman.

4) Dela Nur Hafifah


Subjek merupakan siswa pindahan sejak tiga bulan lalu.
Walaupun belum cukup lama, ia mampu menyesuaikan diri dengan
dengan baik di lingkungan barunya. Mengenai motivasi belajarnya,
subjek mengaku tidak ada dorongan yang cukup untuknya
melakukan belajar lebih giat lagi. Begitupun menurut pernyataan
teman subjek, jika di dalam kelas ia terkadang memperhatikan guru
terkadang juga acuh.30
Menurut subjek, ia agak sulit untuk mencerna pelajaran yang
diberikan guru tidak seperti teman-teman yang lain, tetapi masih

28
Hasil wawancara degan Aida selaku wali kelas XI IIS pada 24 Agustus 2017.
29
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan pembelajaran, (Jakarta: Rineka Ciptra, 1999), h. 88
30
Hasil wawancara dengan teman subjek
92

bisa mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas dengan baik.31


Menurut Dimyati dan Mudjiono, rendahnya motivasi belajar subjek
dipengaruhi oleh kemampuan belajarnya. Dalam belajar
dibutuhkan berbagai kemampuan, kemampuan ini meliputi
beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa. Misalnya
pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir dan fantasi di dalam
kemampuan belajar ini, sehingga perkembangan berfikir siswa
menjadi ukuran.32
5) Rahman Sobrianto
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan subjek, orang tua
subjek bercerai sudah lama sejak ia berumur 7 tahun, tetapi
dampak yang dirasakan subjek masih berlanjut hingga sekarang.
Menurut pernyataan teman sekelasnya, ia suka menyendiri, tidak
berbaur dengan teman seperti memiliki dunianya sendiri, dan
teman yang dimilikinya hanya handphone.33
Sebagian besar peneliti sepakat bahwa remaja yang mengalami
perceraian orang tua memperlihatkan penyesuaian diri yang buruk
dibandingkan rekan-rekannya. Remaja yang telah mengalami
perceraian orang tua memiliki resiko lebih besar. Mereka
memperlihatkan masalah- masalah serius, diantaranya masalah
akademis, masalah yang bersifat eksternal (seperti bertingkah dan
kenakalan remaja) serta masalah yang bersifat internalisasi ( seperti
kecemasan dan depresi, kurang memiliki tanggung jawab sosial,
kurang kompeten dalam relasi pertemanan, memiliki harga diri
rendah dan lain sebagainya.34
Masalah yang dialami subjek tidak hanya masalah akademik
saja, tetapi ia juga mengalami masalah internal seperti kurang

31
Hasil wawancara dengan subjek
32
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan pembelajaran, h. 89
33
Hasil wawancara dengan teman subjek pada 8 September 2017 di kelas
34
John W Santrock, Remaja, Terj. dari Edolescence, Eleven Edition oleh Benedictine
Widyasinta, (Jakarta: Erlangga, 2007), jilid 2, h. 32
93

mampu membangun relasi pertemanan, tidak percaya diri, kurang


memiliki tanggung jawab terhadap dirinya dan orang tua seperti
sering bolos sekolah dan kabur dari rumah.
Dalam belajar, subjek juga memiliki motivasi belajar yang
cukup rendah, ia kurang termotivasi untuk melakukan belajar.
Selain karena masalah keluarga yang tidak kunjung usai, ia juga
mengalami masalah pertemanan di dalam kelas. Lingkungan juga
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya
motivasi belajar siswa.
b. Motivasi belajar dari subjek korban perceraian akibat meninggal
dunia
1) Siti Zainab
Menurut pernyataan guru dan teman dekat subjek, motivasi
belajar yang dimiliki subjek sangatlah tinggi, terbukti dari nilai
rapor semester genap lalu, subjek mendapat peringkat pertama dari
15 siswa di kelas X MIA. Ia juga merupakan pribadi yang ceria
dan menyenangkan bagi teman-temannya.

Motivasi yang dimiliki subjek cenderung berasal dari dalam


dirinya (intrinsik), ia belajar karena ingin mendapat ilmu
pengetahuan dan tidak mengharapkan penghargaan apapun.
Dikatakan intriksik karena ia memiliki tujuan semata-mata untuk
menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran,
bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai
tinggi, atau hadiah.35

Subjek memiliki motivasi untuk terus berprestasi dalam


sekolah maupun di luar sekolah. Menurut pernyataan teman, subjek
merupakan siswa yang sangat rajin dan memiliki kemauan yang
tinggi dalam belajar, jika ia kesulitan selalu bertanya kepada guru
atau teman lain, dan senantiasa membantu teman yang kesulitan

35
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 149-150
94

memahami suatu pelajaran. Menurut Mc Clelland dan Atkinson


(1948) dalam Sri Esti, motivasi berprestasi yaitu “dimana keadaan
seseorang cenderung ingin terus berjuang untuk mencapai sukses
atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses
atau gagal”.36 Siswa yang termotivasi untuk mencapai prestasi
ingin dan mengharapkan sukses. Dan jika mereka gagal mereka
akan berusaha lebih keras lagi sampai sukses.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki


karakteristik sebagai berikut:

a) Menyukai tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi


atas hasil-hasilnya, dan bukan atas dasar untung-untungan
atau kebetulan.

b) Memilih tujuan yang realistis tapi menantang dari pada


tujuan yang terlalu mudah dicapai dan terlalu beresiko.

c) Mencari pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik


dengan segera dan nyata untuk menentukan baik tidaknya
hasil pekerjaannya.

d) Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli


orang lain.

e) Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa


depan yang lebih baik.

f) Tidak tergugah untuk mendapatkan uang, status atau


keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal

36
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1989), h. 354
95

tersebut merupakan lambang prestasi atau suatu ukuran


keberhasilan.37

Dari keenam karakteristik diatas, subjek telah memenuhi


karakteristik tersebut, salah satunya terlihat dalam keseharian
subjek yang selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dengan
cara berusaha keras dalam segala tugas.

2) Mei rahma aulia


Subjek termasuk siswa yang berprestasi di sekolah, terbukti
dari hasil raport subjek semester lalu, ia mendapatkan peringkat ke
dua di kelas XI IIS. Motivasi belajar subjek cukup tinggi, hal itu
terlihat ketika peneliti melakukan observasi di dalam kelas. Subjek
memperhatikan pembelajaran dengan baik dan ikut aktif dalam
diskusi kelompok. Begitupun menurut pernyataan teman dekat
subjek, subjek merupakan siswa yang rajin belajar, dan cukup
pintar.
Motivasi belajar yang tinggi ia dapat dari dalam dan luar
dirinya, ia ingin memiliki kemampuan dan ilmu pengetahuan yang
didapat dari belajar, dan ia juga ingin mendapatkan pengakuan dari
ayah yang telah menelantarkannya, dan ingin membahagiakan
bibinya yang telah mengasuh dan menanggung semua kebutuhan
hidupnya. Ia juga selalu mendapatkan dorongan dari bibinya untuk
terus belajar dengan giat.
Jadi motivasi belajar yang dimiliki subjek seimbang, ia
memiliki dorongan yang kuat dalam dirinya untuk mendapat
pengetahuan mengenai suatu ilmu (motivasi internal), dan
didukung oleh dorongan bibinya serta ingin mendapat pengakuan
dari ayahnya (motivasi eksternal), maka timbulah kegiatan belajar
yang terus menerus sehingga subjek mendapat hasil dari tujuan
belajar dengan maksimal.

37
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 109-110
96

3) Kholimatul Ilahiyah
Subjek termasuk ke dalam kategori siswa yang memiliki
motivasi belajar ditingkat pertengahan. Karena ia mengaku belajar
di rumah hanya jika ada pr dan ulangan. Tetapi ketika
pembelajaran di kelas berlangsung ia cukup memperhatikan dan
antusias mengikuti berbagai aktifitas pembelajaran walaupun
masih kurang aktif.
Subjek merupakan siswa yang tinggal di pesantren dan jauh
dari orang tua. Walaupun jarang bertemu, tetapi ibu subjek cukup
memperhatikan belajar subjek dengan memberikan dorongan
melalui telepon. Hal ini menunjukan bahwa subjek mendapatkan
dorongan atau motivasi belajar dari ibunya. Motivasi belajar subjek
cenderung ia dapatkan dari luar dirinya, sedangkan dari dalam
dirinya masih terlihat kurang. Walaupun begitu subjek masih bisa
mengikuti pelajaran dengan cukup baik dan tidak pernah
melanggar tata tertib sekolah.
4) Silmi Hakiki
Saat melakukan wawancara dengan subjek, peneliti cukup
kesulitan mendapatkan informasi mengenai dirinya dan
keluarganya. Subjek sangat menutup diri, ia hanya menjawab
dengan jawaban singkat, tidak seperti subjek lain yang nyaman
bercerita kepada peneliti saat wawancara. Begitupun dalam
pergaulannya di sekolah, ia termasuk anak yang sangat pendiam,
dan hanya bermain dengan satu atau dua orang teman yang bahkan
tidak begitu akrab.
Mengenai masalah belajar, subjek juga termasuk anak yang
lamban dan tidak terlihat bersemangat ketika belajar, hanya
memperhatikan guru tanpa ikut terlibat aktif dalam pembelajaran.
5) Muhammad Arif Asy’ari Lubis
Dari hasil pengamatan peneliti ketika melalukan observasi di
Madrasah tersebut, subjek sering menunjukan perilaku yang
97

melanggar peraturan sekolah, seperti bolos sekolah, bolos pada jam


pelajaran tertentu bersama teman-temannya, mengacuhkan guru
yang sedang mengajar, dan masalah-masalah lainnya.
Dalam belajar, subjek hampir tidak memiliki dorongan dari
dalam dirinya. Menurut pengakuan subjek, ia belajar karena ingin
membanggakan ayahnya tetapi yang ia lakukan hanya mengikuti
pelajaran tanpa ada keseriusan dalam dirinya. subjek akan belajar
jika akan ada ulangan atau ketika dimarahi guru. Hal ini
menunjukan motivasi belajar subjek hanya datang dari luar dirinya.
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukanan oleh Sardiman,
bahwa motivasi ekstrinsik adalah motif- motif yang aktif berfungsi
karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang
belajar karena tahu besok ada ulangan dengan harapan mendapat
nilai baik, atau mendapat pujian dan pengakuan. Jadi yang penting
bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi hanya ingin
mendapat nilai baik dan pujian.38
Dari uraian di atas, terlihat bahwa perceraian yang terjadi kepada
keluarga subjek disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
perselingkuhan, terlibat perjudian, krisis ekonomi, ayah meninggalkan
keluarga dalam kurun waktu yang sangat lama, pertengkaran yang tidak
kunjung reda, serta salah satu dari ayah atau ibu meninggal dunia. Dari
sepuluh siswa yang dijadikan subjek penelitian, terdapat dua orang siswa
korban perceraian karena faktor perselingkuhan dan krisis ekonomi, satu
orang karena faktor pertengkaran yang tidak kunjung reda, dua orang
karena faktor ayah pergi tanpa kabar dalam jangka waktu yang sangat
lama, dan lima orang siswa karena faktor orang tua meninggal dunia
dengan latar belakang masalah yang berbeda-beda.
Subjek mengalami dampak yang serius akibat perceraian yang terjadi
pada orang tuanya, walaupun perceraian itu terjadi di masa lalu, seperti

38
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011), h. 90-91
98

rasa cemas, malu, kurang bersosialisasi, nakal, mencari perhatian di


tempat lain dan lainnya. Sebagian subjek mampu mengatasi masalahnya
dengan baik pasca perceraian orang tua, tetapi sebagian lagi sulit untuk
mengatasinya, khususnya pada motivasi belajarnya.
Dari sepuluh siswa korban perceraian orang tua, terdapat tiga orang
siswa yang memiliki motivasi belajar cukup tinggi, motivasi tersebut
mereka dapatkan dari dalam maupun luar dirinya seperti keluarga, teman
dan keadaan lingkungan sekolah yang dapat mendukung kegiatan
belajarnya, empat orang siswa memiliki motivasi belajar yang rendah,
karena kurangnya dukungan keluarga serta buruknya penyesuaian diri
anak terhadap lingkungannya, dan terdapat tiga orang siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tidak begitu tinggi dan tidak rendah, karena motivasi
ekstrinsik yang mereka dapatkan dari keluarga, teman dan lingkungan
sekolah tidak cukup untuk membangkitkan motivasi intrinsiknya, sehingga
kegiatan belajar yang dilakukannya tidak datang dari hatinya melainkan
hanya karena ingin mendapatkan sesuatu.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Madrasah Islamiyah
Ciputat mengenai dampak perceraian orang tua terhadap motivasi belajar
siswa, berikut peneliti uraikan faktor perceraian dan dampaknya terhadap
motivasi belajar siswa, diantaranya:
1. Perceraian yang terjadi kepada orang tua siswa diakibatkan oleh
berbagai faktor, diantaranya akibat perselingkuhan, krisis ekonomi,
terlibat perjudian, pertengkaran yang tidak kunjung reda, ayah
pergi tanpa kabar dalam jangka waktu yang sangat lama, dan orang
tua meninggal dunia dengan latar belakang masalah yang berbeda-
beda.
2. Terdapat beberapa masalah yang dialami subjek korban perceraian,
yaitu masalah psikis yaitu kecemasan, stress, kesedihan yang
mendalam, merasa tidak percaya diri, dan kurang bisa
bersosialisasi, dan masalah akademis seperti malas belajar, bolos
sekolah, melanggar tata tertib, malas mengerjakan tugas, dan
lainnya.
3. Dampak perceraian orang tua terhadap motivasi belajar siswa
berbeda pada setiap anak. Siswa yang memiliki motivasi belajar
tinggi, baginya perceraian orang tua bukanlah hal yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar mereka di sekolah. Tetapi bukan
berarti mereka tidak terpukul dengan keadaan keluarga yang
tercerai berai, justru mereka mampu mengatasi masalah yang
dihadapi menjadi pelajaran berharga dan tidak ingin mengalami hal
serupa di masa depan. Bagi siswa yang motivasi belajarnya rendah
pasca perceraian orang tua, mereka belum bisa mengendalikan
emosi dengan baik dan akhirnya mempengaruhi kondisi belajarnya,

99
100

terlebih kurangnya dorongan dalam dirinya maupun dari luar


seperti keluarga atau teman untuk melakukan kegiatan belajar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka ada beberapa saran dari
peneliti sebagai berikut:
1. Subjek penelitian
Subjek diharapkan tetap memiliki motivasi belajar, karena belajar
sangatlah penting bagi kehidupan. Tanamkan dalam diri bahwa hidup
sebagai manusia selalu butuh akan pegetahuan sebagai motivasi intrinsik.
Motivasi juga bisa didapat dari orang terkasih seperti orang tua teman dan
guru, maka bangunlah relasi pertemanan yang kuat dimanapun subjek
berada.
2. Pihak Orang tua
Pihak orang tua perlu senantiasa memberikan dorongan semangat bagi
anak untuk selalu belajar dengan giat, mengingat hal ini sangat penting
untuk membangun kemandirian anak di masa depan. Jangan biarkan anak
terlantar akibat perceraian yang terjadi, tetap berikan dukungan moral agar
anak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan yang baru.
3. Pihak sekolah
Bagi pihak sekolah juga perlu untuk selalu memberikan motivasi
kepada siswa sebagai motivasi ekstrinsik, karena motivasi intrinsik
terkadang tidak stabil, sehingga perlu motivasi dari luar. Pemberian
motivasi dapat dilakukan dengan cara pemberian angka, hadiah, pujian,
ulangan, memberitahu hasil ulangan, dan ubah metode pembelajaran di
dalam kelas menjadi lebih menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA

al- Amili, Ali Husain Muhammad Makki. Perceraian Salah Siapa?. Terj. dari
Ath-Thalaqu Khoti’atu Man? Oleh Mudhor Ahmad Assegaf dan Hasan
Shaleh. Jakarta: Lentera. 2001.

Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Grup. 2010.

Creswell, John W. Educational Research. Planning, Conducting, and


Evaluating Quantitative and Qualitative Research). Boston: Pearson
Education. 2012.

Dagun, Save M. Psikologi Kelurga. Jakarta : Rineka Cipta. 2013.

Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.


2005.

-------. Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, Jurnal


Psikologi Vol. 2 No. 2, 2004.

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen


Pendidikan & Kebudayaan bersama Rineka Cipta. 1999.

-------. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta. 1994.

Djaali. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.

Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2011.

-------. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Rineka
Cipta. 2014.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 1989.

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Pedoman Penulisan Skripsi. 2015.

Firdaweri. Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan. Jakarta: CV. Pedoman


Ilmu Jaya. 1989.

Ghazali, Abdul Rahman. Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media. 2003.

Hakim, Thursan. Belajar Secara Efektif. Semarang: Niaga Swadaya. 2005.

101
102

Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung, Sinar Baru


Algensindo. 2014.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.


Jakarta: Salemba Humanika. 2010.

Ihromi, T.O. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor


Indonesia. 2004.

Kharlie, Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.


2013.

Khodijah, Nyanyu. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


2014.

Komnas Perempuan, “CATAHU 2017”. 2017.


(https://www.komnasperempuan.go.id/wp-
content/uploads/2017/04/CATAHU-2017-Komnas-Perempuan.pdf)

Kompilasi Hukum Islam Indonesia, “Hukum Perkawinan”, Direktorat


Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam
Departemen Agama. 2017. (e-
dokumen.kemenag.go.id/files/tdTAsFc51315881487.pdf).

Mardani. Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Grup.


2016.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosda Karya. 2010.

Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan


Bintang. 1974.

Mun’im, Syaikh Abdul. Saat Cerai Menjadi Pilihan. Solo: PT. Aqwam.
Terjemahan. 2012.

Nasution, Amir Taat. Rahasia Pernikahan dalam Islam. (Jakarta: Pedoman


Ilmu Jaya. 1994.

Ningrum, Putri Rosalia, Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja,
eJournal Psikologi, Vol. 1 No. 1, 2013.

Putra, Nusa. Penelitia Kualitatif Proses dan Aplikasi. Jakarta: Permata Puri
Media. 2012.
103

Rumidi, Sukandar. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press. 2012.

Rosmiani, Maryanti, Keluarga Bercerai Dan Intensitas Interaksi Anak


Terhadap Orang Tuanya (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Sunggal),
Jurnal Harmoni Sosial, Volume I, No. 2. 2007.

Santrock, John W. Remaja. Terj. dari Edolescence. Eleven Edition oleh


Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga. 2007.

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.


2011.

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta. 2010.

Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Toeri dan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta. 2012.

-------------. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2016.

Sujarweni, V Wiratna. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.


2014.

Sunyoto, Danang. Metode Penelitian untuk Ekonomi. Yogyakarta: CAPS 2011.

Suryabrata, Sumardi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.


2011.

Syaifuddin, Muhammad, dkk. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika. 2014.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:


Rosda Karya. 2010.

Thalib, Sajuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Penerbit


Universitas Indonesia. 1974.

--------------. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Penerbit


Universitas Indonesia. 1986

Tihami dan Sohari Sahrani. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap.
Jakarta: Rajawali Pers. 2009.
104

Uno, Hamzah B. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang


Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2008.

Al Yakin, Ahmad. “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak (Studi


Kasus di SMA Negeri 1 Kecamatan Nosu Kabupaten Mamasa)”. Jurnal
Pepatuzdu, Vol. 8, No. 1, 2014.

Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan


Terjemahnya. Bandung: sinar Baru Algensindo. 2013.

Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya. 2009.

Suralaga, Fadhilah dan Solicha. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Lembaga


Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.
LAMPIRAN
HASIL OBSERVASI

Tema : Dampak perceraian terhadap motivasi belajar

Tujuan : Mengetahui perilaku subjek saat belajar di kelas dan di luar kelas

Nama anak Objek Keterangan


pengamatan

Putri Sabriah Kegiatan  Saat belajar di kelas, subjek aktif bertanya dan
pembelajaran menjawab pertanyaan yang diberikan guru,
antusias dalam mengerjakan tugas.
di ruang kelas
 Di luar kelas, subjek termasuk siswa yang ceria
Kegiatan di dan mudah bergaul. Ia juga aktif dalam organisasi
luar kelas osis dan pramuka.

Rahmat Kegiatan  Saat belajar subjek termasuk anak yang pasif dan
Sobrianto pembelajaran cenderung pendiam sekali tetapi tetap
memperhatikan pelajaran.
di ruang kelas
 Subjek juga tidak pernah terlihat bergaul dengan
Kegiatan di teman-teman. Cenderung menutup diri dari dunia
luar kelas luar. Ia hanya bermain handphone ketika istirahat.

Yuni Khoiriah Kegiatan  Yuni termasuk siswa yang pendiam, tetapi ia


pembelajaran mampu bergaul dan menyesuaikan diri dengan
baik di sekolah.
di ruang kelas
 Saat belajar ia cenderung pasif, tetapi tetap
Kegiatan di memperhatikan dan mengikuti pelajaran.
luar kelas Terdakang ia malas untuk mengerjakan tugas,
tetapi ada teman yang selalu membantu dan
mengingatkannya.

Dela Nur Kegiatan  Subjek merupakan siswa pindahan sejak dua bulan
Hafifah pembelajaran lalu. Sejauh ini belum terlihat bagaimana
prestasinya di sekolah secara keseluruhan. Tetapi
di ruang kelas ketika peneliti melakukan observasi di kelas,
subjek cukup memperhatikan pelajaran dengan
baik walaupun sesekali ia mengobrol dengan
teman sebangku dan main handphone.

 Walaupun terhitung baru di sekolah tersebut, tetapi


Kegiatan di
subjek sudah memiliki banyak teman dan beberapa
luar kelas
teman yang sangat akrab dengan subjek.

Mei Rahma Kegiatan  Subjek termasuk anak yang pintar dan berprestasi.
pembelajaran Memiliki kemauan belajar yang tinggi. Walaupun
sesekali melanggar peraturan sekolah, seperti
di ruang kelas
memakai sepatu yang tidak sesuai dengan
peraturan.

 Subjek merupakan pribadi yang ceria. Ia juga


Kegiatan di
akrab dengan teman-teman di kelas.
luar kelas

Wimelia Kegiatan  Saat belajar dalam kelas ia termasuk siswa yang


Kerina pembelajaran biasa saja, terkadang memperhatikan, kadang juga
asik mengobrol atau main handphone. Dalam
di ruang kelas
mengerjakan tugas ia termasuk siswa yang mampu
mengikuti dengan baik.

 Dalam bergaul ia cenderung siswa yang ceria dan


mempunyai banyak teman. tetapi ia sering datang
Kegiatan di terlambat ke sekolah, bahkan beberapa kali sampai
luar kelas melewatkan jam pelajaran pertama.

Silmi Hakiki Kegiatan  Ketika belajar di kelas subjek termasuk anak yang
pembelajaran tidak aktif, tetapi cukup memperhatikan dengan
baik. Dalam mengerjakan tugas, ia siswa yang
di ruang kelas
cenderung lamban, harus selalu ditegur guru untuk
mengumpulkan tugas.

 Di dalam maupun di luar kelas, subjek termasuk


Kegiatan di
siswa yang introvert, ia sangat tertutup dan
luar kelas
pendiam. Ia hanya mau berbicara dengan teman
tertentu saja.

Muhammad Kegiatan  Saat belajar sering tidak fokus dan bercanda.


Dalam mengerjakan tugaspun ia siswa yang
Arif Asy’ari pembelajaran lamban.
di ruang kelas  Subjek termasuk siswa yang agak bermasalah di
sekolah. Ia kerap kali bolos sekolah dengan teman-
Kegiatan di
temannya.
luar kelas

Kholimatul Kegiatan  Dalam belajar subjek termasuk siswa yang pasif


Ilahiyah pembelajaran tetapi masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik
dan memperhatikan, serta mengerjakan tugas
di ruang kelas
dengan baik.
Kegiatan di  Subjek cenderung pendiam dalam bergaul, ia
luar kelas hanya dekat dengan teman yang satu pondok
pesantren dengannya sama.

Zainab Kegiatan  Subjek merupakan siswa yang berprestasi,


pembelajaran memiliki cita-cita yang tinggi dan mulia
(menghafal 30 juz al-Qur’an ketika lulus SMA).
di ruang kelas
 Dalam bergaul ia termasuk anak yang baik kepada
Kegiatan di siapapun dan mau menolong teman yang kesulitan
luar kelas dalam belajar, ia juga ceria dan aktif dalam
ekstrakurikuler seperti marawis.
HASIL WAWANCARA

Informan : Heriyanto S.Pdi., M.Si

Jabatan : Guru Bimbingan dan Penyuluhan, Guru Seni Budaya

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 23 Agustus 2017

Pertanyaan dan Jawaban

1. Ada berapa banyak anak korban perceraian di sekolah ini pak?


Jawaban: di sekolah ini ada tiga macam siswa, diantaranya 10 %
orang tua dengan ekonomi mapan tetapi berpisah, keluarga dengan
Ekonomi rendah ada 40%, dan sisanya ekonominya berada di
pertengahan dan memiliki keluarga utuh.
2. Masalah apa saja yang ditemukan dari siswa korban perceraian
pak?
Jawaban: anak jadi tidak percaya diri, suka bolos sekolah, anak
mencari kesenangan lain, sehingga mempengaruhi belajarnya,
mencari uang bantu ibu, seperti parkir dan lain” sehingga
mempengaruhi sekolahnya. Antara orangtua utuh tapi miskin lebih
baik dari orangtua punya tapi pisah.
3. Apakah ada contoh positif yang ditemukan dari siswa korban
perceraian pak?
Jawaban: Contoh positifnya ada, semangat belajar, berprestasi
dalam bidang lain seperti musik, olahraga dan ekstrakurikuler.
4. Treatment apa yang telah diberikan sekolah untuk siswa yang
mengalami hal seperti ini pak?
Jawaban: Treatmen untuk anak” ini, biasanya wali kelas dan bp
memberikan motivasi, memberikan siraman” rohani/ islami.
HASIL WAWANCARA

Informan : Aida Sri Rahayu, S.Pd


Jabatan : Wali kelas Xi IIS, guru mata pelajaran Sosiologi
Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah
Waktu Wawancara : 24 Agustus 2017

Nama Subjek Pertanyaan dan Jawaban

Wimelia Keryna 1. Bagaimana sikap subjek dikelas?


Jawaban: kalo belajar di kelas biasa aja ya, cukup baik
memperhatikan pelajaran.
2. Apakah subjek bersemangat dalam belajar/ sebaliknya?
Cukup bersemangat tapi memang masih pasif. Walaupun
pasif tapi dia masih bisa ngikutin pelajaran dengan baik.
Dalam mengumpulkan tugas juga tidak pernah terlambat.
Cuma ya itu dia sering sekali terlambat masuk kalo pagi,
alasannya sih rumahnya jauh katanya dan naik angkot
berangkatnya, dan kalo pagi suka sakit perut. Karna ke
toilet dulu makanya sering terlambat.
3. Bagaimana hubungan sekolah/ guru dengan wali murid
yang menjadi korban perceraian?
Jawaban: Sejauh ini sih saya belum pernah ketemu
dengan orang tuanya, karna masih baru jadi wali kelas,
tapi ibunya pernah beberapa kali telpon saya untuk minta
izin wimelia akan terlambat karena sakit perut.
Silmi Hakiki Al- 1. Bagaimana sikap subjek dikelas?
Barabasi Jawaban: sikap silmi di kelas baik. Memperhatikan
pelajaran cukup baik.
2. Apakah subjek bersemangat dalam belajar/ sebaliknya?
Jawaban: anaknya sangat tertutup, intovert bukan hanya
kepada saya, tetapi juga sama teman-temannya, dia hanya
mau ngobrol dengan orang-orang tertentu aja, untuk tugas
harus didorong terus, di dalam kelas juga pasif, dia harus
dapet motivasi terus dari luar, dia untuk urusan apapun
anaknya agak lambat responnya. Saya ajak ngobrol saat
pulang sekolah juga susah selalu menghindar.
3. Bagaimana hubungan sekolah/ guru dengan wali murid
yang menjadi korban perceraian?
Jawaban: kalau dengan ibu silmi pernah ketemu, ibunya
baik, kooperatif dengan sekolah
Kholimatul 1. Bagaimana sikap subjek dikelas?
Ilahiyah Jawaban: Holimah anaknya baik, selalu menjaga sikap
kalo di sekolah
2. Apakah subjek bersemangat dalam belajar/ sebaliknya?
Jawaban: motivasinya cukup baik, tidak malas, walau
didalam kelas masih pasif, tidak pernah terlambat
mengumpulkan tugas, masih bisa mengikuti pelajaran
3. Bagaimana hubungan sekolah/ guru dengan wali murid
yang menjadi korban perceraian?
Jawaban: karena dia di pondok biasanya dengan pihak
pesantrennya ( al-matiin), kalau mengurus apapun lewat
pengurus pesantren, jadi belum pernah ketemu langsung
dengan ibunya.

Muhammad Arif 1. Bagaimana sikap subjek dikelas?


Asy’ari Lubis Jawaban:
2. Apakah subjek bersemangat dalam belajar/ sebaliknya?
Jawaban:
3. Bagaimana hubungan sekolah/ guru dengan wali murid
yang menjadi korban perceraian?
Jawaban:
4. Menurut ibu/bapak bagaimana cara guru mengatasi
kesulitan belajar siswa korban perceraian tersebut?
Jawaban:
5. Sudahkah sekolah melakukan tindakan atau treatment
terhadap siswa korban perceraian?
Jawaban:
1. Menurut ibu/bapak bagaimana cara guru mengatasi
kesulitan belajar siswa korban perceraian tersebut?
Jawaban: Biasanya dipanggil anaknya, problemnya sih
malu ga terlalu deket dengan teman-teman, saya minta
untuk aktif di kelas, Cuma biasanya anak-anak yang
biasanya aktif selalu mendominasi, akibatnya anak-anak
ini jadi tidak mendapat kesempatan karena minder/
kurang percaya diri, padahal mereka mampu. Pokoknya
wali kelas harus selalu melakukan pendekatan.
2. Sudahkah sekolah melakukan tindakan atau treatment
terhadap siswa korban perceraian?
Jawaban: Tidak ada perlakuan khusus untuk anak-anak
seperti ini, wali kelas membantu sama seperti yang
lainnya.
HASIL WAWANCARA

Informan : Preli Ratnawati, S.Pd

Jabatan : Wali Kelas Xii MIA, guru mata pelajaran B. Inggris

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 30 Agustus 2017

Pertanyaan dan Jawaban

1. Bagaimana sikap subjek dikelas?


Jawaban: kalau dalam belajar sih Putri ga ada masalah baik-baik aja,
malah tergolong rajin dan aktif. Tapi sikapnya itu agak keras, mungkin
karna pengaruh keadaan keluarganya juga, masih bisa diatur sih tapi beda
sama yang lainnya. Ketika ia mengemukakan pendapat dia cenderung
ngotot dan ingin menang sendiri. Putri sih anaknya lebih membaur.
Kalau Rahman, dia lebih asik dengan dunianya sendiri, lebih menyendiri.
Dia seperti tidak mau berteman dengan siapapun. Kalau ketika belajar dia
selalu izin keluar, penah juga waktu itu pelajaran pak juang dia bolos
kelua kelas selama 2 jam pelajaran, balik lagi ketika sekolah udah bubar.
Dia tipe orang yang tidak betah di kelas.
2. Menurut ibu apakah sikap subjek yang seperti itu ada hubungannya
dengan keadaan keluarganya saat ini?
Jawaban: Pasti ada hubunganya dengan keadaan keluarga mereka.
Menurut saya si rahman itu mencari perhatian dengan cara yang salah
karna dirumah ga pernah diperhatikan sama orang tuanya. Dia itu tinggal
sama bapak dan ibu tirinya, ibunya kandung itu jauh tinggalnya di pondok
cabe. Ibu tirinya sama sekali ga perhatian (ga pernah nyuruh makan, solat
apalagi belajar), jadi mulai dari bangun sekolah sampe tidur lagi dia
sendirian. Sekarang juga udah 2 hari bolos, kata bapaknya sih larinya ke
rumah ibunya.
Kalau putri mungkin iyah. Dia sikapnya itu agak keras, mungkin karna
pengaruh keadaan keluarganya, masih bisa diatur sih tapi beda sama yang
lainnya.
3. Bagaimana hubungan sekolah/ guru dengan wali murid yang menjadi
korban perceraian?

Jawaban: Sekolah sih hubugannya baik ya sama orang tua, Cuma kalau
putri saya belum pernah ketemu orangtuanya, kalau Rahman pernah sekali
karna anaknya sering bolos juga. Bakapnya sih welcome sama sekolah ga
nutup-nutupin keadaan anaknya.

4. Menurut ibu/bapak bagaimana cara guru mengatasi kesulitan belajar siswa


korban perceraian tersebut?
Jawaban: Treatmen buat anak-anak ini gimana ya, saya juga baru tau ya
kalau mereka korban perceraian karena saya wali kelas baru. Paling saya
melakukan pendekatan aja, kaya kemarin anak-anak ngeluh soal si rahman
karena bau badan, saya panggil rahmannya saya kasih masukan aja.
Saking ga diperhatikannya sama ibunya, dia juga ga memperhatikan
kebersihan dirinya, kasih semangat motivasi biar dia ga mereka dikucilkan
karena dia ga ada perhatian.
HASIL WAWANCARA

Informan : Putri Sabriah

Jabatan : Subjek penelitian kelas xii MIA

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 01 September 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang Tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? XII MIA
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak ke 2
dari 3 bersaudara (kandung), tiri (3 adik) ibu tiri, 2 adik
dari papah tiri
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Ayah
gimana ya, udah lama pergi garagara katanya
ngehamilin orang (temen mamah),
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Sayang
banget sama mamah
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah? Ga baik, ayah
ga perduli, ayah kurang perhatian.
f. Bagaimana hubungan kamu dengan ibu? Baik sampe
sekarang, komunikasi masih terjalin baik.
g. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Dengan ayah dan
ibu tiri
h. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami?
i. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu?
2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap
orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu bercerai/ berpisah? Sejak
umur 5 tahun
b. Faktor apa yang menyebabkan mereka bercerai? Ayah
selingkuh dan menikah lagi
c. Menurut kamu, pernikahan yang seharusnya itu seperti
apa?
d. Bagaimana perasaan kamu ketika mengetahui mereka
akan bercerai? Walaupun masih kecil putri sedih
e. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu hadapi
pasca perceraian orang tua? Banyak ka, pas putri
pesantren tuh sedih kalo liat orang dijengukin karena
kan mamah putri jauh di medan ga bisa jengukin, paling
ayah jenguk Cuma ngasih duit pulang lagi. Putri iri...
ade putri juga diangkat sama orang karna waktu itu
mamah ga bisa beli susu. Nenek juga waktu itu lagi
bangkrut karena tokonya kebakaran.
f. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah sebelum
dan sesudah terjadinya perceraian orang tua? Sempet
ngeblank di pesantren
g. Contohnya masalah seperti apa? Putri sebenrnya betah
dipondok, tapi setiap minggu tuh ga kuat ngeliat orang
dijengikin putri engga, satu tahun putri di pondok nenek
meninggal, jadi sama sekali ga ada yang perduli sama
putri.
h. Apa harapan kamu untuk orang tua? Putri sih pengen
bahagiain mamah ka. Putri juga pengen bawa kaka putri
keluar dari rumah itu (rumah ayah bersama ibu tiri).
Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Apa motivasi terbesar kamu dalam belajar? putri tuh
pengen bahagiain mamah, pengen buktiin ke ayah kalo
putri bisa sukses, putri mau buktiin ke orang- orang kalo
anak-anak korban broken home itu ga selalu buruk, ga
semuanya nakal atau rusak.
b. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
terjadinya perceraian? Prestasi putri turun
c. Apaah motivasi belajar kamu mengalami perubahan?
Seperti apa? Sempet ngeblak di pesantren, tapi sekarang
udah engga, kemaren peringkat 10
d. Apakah ada kaitannya dengan keadaan keluarga kamu
saat ini? Putri nyoba kuat aja, ga dipikirin.
e. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Ayah Engga perduli.
f. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup? Kalo
dari ayah engga, paling dari keluarga mamah. Papah
yang di Medan tuh suka ngirimin putri uang ka.
Kemaren aja pas lebaran ngasihnya banyak, ga kaya
papah kandung putri lebih mentingin keluarga barunya.
g. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah? Ga
ngapa-ngapain.
h. Apakah kamu dirumah belajar? Belajar tapi ga setiap
malem.
HASIL WAWANCARA

Informan : Mei Rahma

Jabatan : Subjek penelitian kelas xii IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 01 September 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Perceraian Orang
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? Xii IIS
Tua
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak ke
3 dari 3 bersaudara kandung semua.
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Dulu baik
sekarang kejam, sejak ayah menikah lagi,
kepribadiannya beda, ayah mengutamakan keluarga
baru dari pada keluarga lama.
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Baik
banget, tapi mei nyesel, dulu tuh mei bandel, ibu sakit
(ada yang jailin), mei ga ngurusin beliau, tapi pas mei
sakit ibu bela-belain ke rumah sakit ngurusin mei.
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah/ibu? Lost
kontak udah sebulan, tapi sejak mei di sini ga pernah
jengukin, ayah di jawa. sebelum sebulan lost kontak
kemaren masih suka nanyain kabar lewat telpon. Tapi
udah sebulan ga tau kemana.
f. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Sama bu de,
(pamulang)
g. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami?
h. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu?

2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap


orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu meninggal? Waktu kelas 3
smp pas mau UN
b. Diakibatkan oleh apa? Sakit atau memang ada insiden
lain? Sakit ada yang jailin.
c. Saat itu kamu pasti sedih, bagaimana cara kamu
mengatasi kesedihan kamu?
d. Waktu itu sama sekali ga bisa diatasin, sampe nilai UN
jelek banget waktu itu, tapi sekarang udah ga sedih lagi
e. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi pasca kematian orang tua? Keganggu banget
karena sedih ditinggal ibu ditambah setiap malem
selametan meninggalnya ibu jadi pas UN mei ga bisa
belajar sama sekali. Karena meninggalnya pas banget
UN
f. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah setelah
itu? Iyah sangat
g. Contohnya masalah seperti apa? Ga bisa fokus belajar
h. Apa harapan kamu untuk keluarga saat ini? Pengen
buat mereka bangga
Motivasi Belajar 1. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Apa motivasi terbesar dalam belajar? Bu de, walaupun
bu de bukan keluarga inti mei, tapi bu de perduli sama
mei, keluarga mei pun ga ada yang mau ngurusin mei,
kk juga udah pada punya keluarga sendiri.
b. Mei pengen nunjukin sama ayah kalo mei bisa sukses,
walaupun ayah begitu, ga perduli sama mei.
c. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
ibu/ bapak meninggal? Dulu buruk sekarang
alhamdulillah kemarin peringkat 2
d. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Iyah bu de sangat perduli, ketat.
e. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk mendukung
pendidikan kamu? Banyak, bu de sangat mendukung.
f. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
Cukup banget kelebihan malah.
g. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah? Di
rumah bantu-bantu bu de
h. Apakah kamu dirumah belajar? Belajar setiap malem
i. Apakah kamu pergi ke tempat mengaji/ pengajian?
Dulu pernah sekarang engga, karena kalo malem ga
boleh keluar.
HASIL WAWANCARA

Informan : Yuni Khoiriah

Jabatan : Subjek penelitian kelas xii IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 01 September 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Perceraian Orang
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? XII IIS
Tua
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak
ke3 (kandung)
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Karena
bagaimanapun saya harus menghormati ayah
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Baik
banget, perhatian banget.
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah? baik
f. Bagaimana hubungan kamu dengan ibu? Baik,
walaupun mamah jauh kerja di malaysia. Ketemu kalo
lebaran doang.
g. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Ayah (bukan
keinginan saya), sama ade 2(tiri).
h. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami? Paling sama mei, karena
mengalami hal yang sama
2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap
orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu bercerai/ berpisah? Sejak
kelas 6 SD
b. Faktor apa yang menyebabkan mereka bercerai? Setau
saya sih karena kakak saya ga nurut sama bapak,
tadinya mau dikuliahin pas bapak ke garut ( pulang
kampung) kakak malah milih nikah, bapak
menganggap ga dihargai sama keluarga. Bapak marah
jadinya milih cerai. Sebelum cerai juga bapak jarang
pulang ( di jakarta).
c. Bagaimana perasaan kamu ketika mengetahui mereka
akan bercerai? Sedih banget.
d. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi pasca perceraian orang tua? Sangat berdampak
sama sekolah saya. Apalagi waktu itu pas lagi UAN
SD, saya hampir ga belajar sama sekali.
e. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah sebelum
dan sesudah terjadinya perceraian orang tua?
f. Contohnya masalah seperti apa? Ga fokus belajar
g. Apakah kamu juga mengalami masalah dalam belajar?
Iyah terganggu dan sangat berdampak dalam belajar
h. Apa harapan kamu untuk orang tua? Sama mamah
sayang sama bapak juga sayang. Jadi pengen banggain
semuanya.
Motivasi belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
terjadinya perceraian? sekarang masih rendah.
b. Apakah ada kaitannya dengan keadaan keluarga kamu
saat ini? Iyah. Sekarang juga masih berat sama
perceraian orang tua.
c. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Ibu perhatian banget walaupun jauh. Ayah
biasa aja
d. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk mendukung
pendidikan kamu? Paling perhatian sama materi yang
cukup aja.
e. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
cukup
f. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah?
Beres-beres rumah, jagain adik.
g. Apakah kamu dirumah belajar? Belajar kadang-
kadang.
HASIL WAWANCARA

Informan : Wimelia Keryna

Jabatan : Subjek penelitian kelas xi IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 24 Agustus 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? Xi iis
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak
ke 4 dari 4 bersaudara kaka kandung 1 kaka tiri 2
(beda ayah)
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Biasa
aja, dibilang sayang sih ga terlalu sayang, soalnya
jarang ada. Ga pernah ketemu sejak umur 3 tahun.
Kata mamah selagi papah ngirim duit mamah ga mau
cari suami lagi
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu?
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah? Ga terlalu
baik, jarang komunikasi, soalnya istri pertama ayah
ga tau kalo ayah punya istri lagi.
f. Bagaimana hubungan kamu dengan ibu? Deket
banget kalo sama mamah, soalny apa-apa cerita sama
mamah
g. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Dengan ibu di
jombang
h. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami? Sama temen
i. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu? Wanda,
ana, farisa, dll
2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi
terhadap orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu bercerai/ berpisah?
b. Faktor apa yang menyebabkan mereka bercerai?
Papah ga pernah pulang, pilih istri pertmanya.
c. Menurut kamu, pernikahan yang seharusnya itu
seperti apa?
d. Bagaimana perasaan kamu ketika mengetahui mereka
akan bercerai? Sedih banget
e. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi pasca perceraian orang tua? Waktu DS suka
dibilang anak haram
f. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah sebelum
dan sesudah terjadinya perceraian orang tua? Biasa
aja.
g. Contohnya masalah seperti apa?
h. Apakah kamu juga mengalami masalah dalam
belajar? Biasa aja
i. Apa harapan kamu untuk orang tua? Pengen yang
terbaik buat mamah, waktu itu mamah pernah nanya,
kamu mau ga mau ketemu papah, tapi katanya ga ada
waktu

Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar


(siswa)
a. Motivasi terbesar kamu? Mamah. Pengen kasih yang
terbaik buat mamah
b. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
terjadinya perceraian? Biasa aja
c. Apaah motivasi belajar kamu mengalami perubahan?
Seperti apa? Biasa aja.
d. Apakah ada kaitannya dengan keadaan keluarga kamu
saat ini? Iyah. Mau berusaha buat berprestasi tuh
percuma, karena pengen nunjukin ke papah juga ga
bisa. Kalau suatu hari hari kerin suksespun takut ga
bisa ketemu papah, karena sekarang umur papah juga
udh tua banget (68). Bingung kalo papah meninggal
siapa yang ngasih tau kita
e. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Mamah merhatiin banget, selalu nyuruh
belajar.
f. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
Sangat cukup, walaupun dari uang yang dikirimin
papah.
g. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah?
Paling bantuin mamah cuci piring, beres-beres rumah.
h. Apakah kamu dirumah belajar? Kadang-kadang.
Paling belajar di sekolah, kalo dirumah kesepian, jadi
bawaannya sedih. Ga ada yang nyemangatin, kadang
mamah juga sibuk sama kerjaannya. Kalo disekolah
ada temen-temen, jadi belajar sama temen-temen di
bantuin.
i. Apakah kamu pergi ke tempat mengaji/ pengajian?
Engga soalnya di lingkungan itu kerin termasuk baru,
jadi ga punya temen.
HASIL WAWANCARA

Informan : Kholimatul Ilahiyah

Jabatan : Subjek penelitian kelas xi IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 24 Agustus 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? Xi IIS
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak
ke 2 dari 5
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Ayah
sudah ga ada, menurut ila ayah lebih sayang sama ila.
Ayah baik selalu menasehati ila harus lebih baik dari
kakak, karena kakak suka melawan guru, kalo ila ga
boleh ngelawan gruu
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Ibu baik
sama ila
e. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Di pesantren al
matin, pulang setahun 2 kali
f. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami? Sama teh arini ( kelas xii mia)
g. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu? arini

2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi


terhadap orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu meninggal? Naik kelas 3
SMP
b. Diakibatkan oleh apa? Sakit atau memang ada insiden
lain? Sakit paru-paru
c. Saat itu kamu pasti sedih, bagaimana cara kamu
mengatasi kesedihan kamu? Waktu bapa sakit ila ga
boleh pulang, pas meninggal ila ga sempet liat wajah
bapak. Cara ila ngatasin sedih jangan ingetin terus,
banyak berdoa.
d. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi pasca kematian orang tua? Paling suka sedih
aja, apalagi jauh dari ibu.
e. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah setelah
itu? iyah
f. Contohnya masalah seperti apa? Pelajaran ga masuk,
ga konsentrasi kalo belajar, padahal waktu itu udah
kelas 3 dan mau UN.
g. Apa harapan kamu untuk keluarga saat ini? Ila
pengen bahagiain Ibu. Pengen bisa berangkatin ibu
haji.
a. Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Menurut kamu apa itu motivasi belajar ? dorongan
belajar
b. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
ibu/ bapak meninggal? Biasa aja
c. Apa motivasi terbesar kamu dalam belajar? Pengen
bahagiain ibu, ila mau jadi qori.
d. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Walaupun jauh ibu suka nanya gimana
sekolahnya, gimana ngajinya,lewat telepon walaupun
jarang.
e. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk
mendukung pendidikan kamu?
f. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
Ibu sih Cuma ngasih uang jajan, kalo yang lainkan ila
suka dapet santunan, disini (sekolah) juga kemaren
dapet bantuan.
g. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah? Abis
pulang sekolah istirahat terus solat asar terus ngaji
sampai magrib, abis magrib ngaji lagi sampe jam 10.
h. Apakah kamu dirumah belajar? Iya belajar setelah
ngaji, walaupun jarang.
HASIL WAWANCARA

Informan : Silmi Hakiki Al-Barabasi

Jabatan : Subjek penelitian kelas xi IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 30 Agustus 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? Xi iis
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak
ke 2 dari 4 bersaudara
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah?
Perhatian kadang biasa aja
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Kalau ibu
baik perhatian, penyayang.
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah/ibu? Biasa
saja
f. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? ibu
g. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami? Tidak ada
h. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu? Saat ini
tidak ada

2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi


terhadap orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu meninggal? 1 tahun yang
lalu pada bulan Ramadhan
b. Diakibatkan oleh apa? Sakit atau memang ada insiden
lain? Karena sakit
c. Saat itu kamu pasti sedih, bagaimana cara kamu
mengatasi kesedihan kamu? Berusaha melupakan,
tidak diingat terus.
d. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi pasca kematian orang tua? Paling masalah
ekonomi yang semakin hari makin menipis.
e. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah setelah
itu? Tidak ada
f. Apakah kamu juga mengalami masalah dalam
belajar? Cuma belajar aja agak keganggu
g. Apa harapan kamu untuk keluarga saat ini? Saya
berharap kebutuhan ekonomi keluarga terpenuhi.
Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Apa motivasi terbesar kamu dalam belajar? Saya igin
menjadi orang yang sukses agar bisa santai.
b. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
ibu/ bapak meninggal? Biasa saja
c. Apakah motivasi belajar kamu mengalami
perubahan? Seperti apa? Tidak ada
d. Apakah ada kaitannya dengan keadaan keluarga kamu
saat ini? Tidak sama sekali
e. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Sa rasa tidak
f. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk
mendukung pendidikan kamu? Membiayai saya
g. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
Sudah cukup
h. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah?
Terkadang mengurus adik samil main hp.
i. Apakah kamu dirumah belajar? Ia kalau lagi pengen.
j. Apakah kamu pergi ke tempat mengaji/ pengajian?
iyah
HASIL WAWANCARA

Informan : Muhammad Arif Asy’ari Lubis

Jabatan : Subjek penelitian kelas xi IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 30 Agustus 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? XI IIS
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? 3 dari 4
bersaudara
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Ayah
adalah sosok yang paling kuat dan tegar dalam hidup
saya
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Ibu adalah
sosok pahlawan yang saya sayangi.
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah/ibu? Sangat
baik
f. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Dengan ayah
g. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami? Teman dekat
h. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu? Osama
2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap
orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu meninggal? Waktu kelas x
17 juli 2016
b. Diakibatkan oleh apa? Sakit atau memang ada insiden
lain? Karena sakit
c. Saat itu kamu pasti sedih, bagaimana cara kamu
mengatasi kesedihan kamu? Selalu memberikan doa
supaya ibu tenang dan masuk surga.
d. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi pasca kematian orang tua? Tidak ada.
e. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah setelah
itu? Iyah ka
f. Contohnya masalah seperti apa? Kurang semangat
dalam belajar karena mungkin kurang support dari ayah
g. Apa harapan kamu untuk keluarga saat ini? Harapan
saya bisa membawa ayah saya umrah dan bisa
membanggakan.
Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Apa motivasi terbesar kamu dalam belajar? Ingin
membuat ayah bangga
b. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah ibu/
bapak meninggal? Prestasi saya jadi menurun
c. Apakah motivasi belajar kamu mengalami perubahan?
Seperti apa? Iyah berubah
d. Apakah ada kaitannya dengan keadaan keluarga kamu
saat ini? iyah
e. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Kadang memperhatikan
f. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk mendukung
pendidikan kamu? Berusaha memberikan kebutuhan
sekolah saya kalo
g. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
cukup
h. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah? Bantu
beres-beres rumah
i. Apakah kamu dirumah belajar? Tidak tentu
j. Apakah kamu pergi ke tempat mengaji/ pengajian?
mengaji
HASIL WAWANCARA

Informan : Siti Zainab

Jabatan : Subjek penelitian kelas xi MIA

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 30 Agustus 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? Xi MIA
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak ke 5
dari 5 saudara
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Selama ini
belum boleh liat wajah ayah, saya Cuma dikasih tahu
pekerjaan ayah. Jadi dulu itu ayah seorang tentara
angkatan darat. Saya taunya segitu doang. Kata ibu
belum saatnya saya tau ayah. Di rahasiain sama ibu dan
semua keluarga.
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Ibu itu
seseorang yang menyemangati saya, ibu itu sebagai ibu
sekaligus ayah bagi saya. Ibu bekerja untuk saya. Ibu
sebagai pengganti ayah juga.
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah/ibu?
Hubungannya sangat baik.
f. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Saya tinggal di
pondok yayasan Al-Matiin.
g. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah yang
kamu alami? Saya ga pernah cerita sama siapa- siapa.
h. Apakah tidak menjadi beban? Awalnya emang jadi
beban banget apalagi dengan umur yang masih segini,
tapi saya berusaha di bawa enjoy aja ka. Lama-lama
terbiasa dengan keadaan yang seperti ini. Banyak temen
juga yang ngajak bercanda, jadi beban itu sedikit-sedikit
ilang.

2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap


orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu meninggal? Ayah
meninggal sejak saya berumur 2 bulan.
b. Diakibatkan oleh apa? Sakit atau memang ada insiden
lain? Engga tau ka. Ga dikasih tau sama ibu.
c. Apakah ibu menikah lagi? Iyah. Ibu menikah lagi tapi
gimana ya ka, saya sama ayah yang sekarang tuh kurang
srek, jadi kalo pulang ke rumah biasa aja. Soalnya ibu
saya waktu nikah itu tanpa sepengetahuan saya. Jadi
jarang tegur sapa.
d. Apakah kamu juga mengalami masalah dalam belajar di
sekolah? Engga ada masalah ka. Paling saya suka iri
sama teman-teman kalo pengambilan rapor, mereka
didampingi sama orang tuanya, sedangkan saya kalo
pengurus pondok ga ngambil, saya ngambil raport
sendiri. Padahal saya juga pengen orang tua berinteraksi
langsung dengan wali kelas mengenai perkembangan
saya di sekolah ka.
e. Apa harapan kamu untuk keluarga saat ini? Pengen
sukses banggain orang tua ibu dan ayah walaupun ayah
udah ga ada. Ingin meringankan beban ekonomi
keluarga juga.

Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar


(siswa)
a. Apa motivasi terbesar kamu dalam belajar? Motivasi
saya dalam belajar sih ibu dan ayah. Saya ingin sukses
membahagiakan ibu yang udah jadi sosok ibu sekaligus
ayah buat saya. Saya juga mau banggain ayah, walaupun
ayah udah meninggal tapi saya pengen buat dia bangga
punya anak kaya saya walaupun saya ga pernah liat
beliau.
b. Apakah masalah yang kamu hadapi selama ini
berdampak pada pendidikan kamu? Iyah berdampak ka
pastinya. Tapi dampaknya lebih ke hal yang positif.
Saya punya target kalo lulus aliyah itu saya sudah hafal
30 juz. Terus saya juga mau ngembangin prestasi saya
lagi baik yang formal maupun non formal. Kalo yang
non formal saya aktifnya di pondok sih ka, ambil tahfidz
sama qira’at.
c. Bagaimana prestasi kamu di sekolah? Alhamdulillah ka
semester kemarin dapat peringkat 1 di kelas X MIA.
d. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Kadang perhatian ka, walaupun lewat telpon
sekedar nanya gimana sekolah lancar atau engga.
e. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk mendukung
pendidikan kamu? Banyak ka. Walaupun ibu susah tapi
ibu itu selalu berusaha mencukupi kebutuhan saya,
beliau ga ngebiarin saya kekurangan apapun.
HASIL WAWANCARA

Informan : Rahman Sobrianto

Jabatan : Subjek penelitian kelas xii MIA

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 09 September 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? Xii MIA
b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak
pertamaari 2 bersaudara
c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Terlalu
mementingkan uang tapi semua kebutuhan tidak
terpenuhi dengan baik. Selalu lari dari masalah katanya
masalah dapat diselesaikan dengan waktu
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Sangat
mementingkan anak, tidak mau anaknya terlantar
karena perceraian, sampe- sampe dirinya tidak
dipikirkan.
e. Bagaimana hubungan kamu dengan ayah? Kadang
baik, tapi kadang ga saling kenal kalo ketemu
f. Bagaimana hubungan kamu dengan ibu? Selalu baik,
tapi kadang saya menghindar, karena saya tidak ingin
ibu saya melihat saya susah.
g. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Saya tinggal
dengan ayah dan ibu tiri
h. Dengan siapa kamu biasa bercerita tentang masalah
yang kamu alami? guru tertentu.
i. Siapa teman yang paling dekat dengan kamu? Tidak
punya.
2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap
orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu bercerai/ berpisah? Ketika
saya berumur 7 tahun
b. Faktor apa yang menyebabkan mereka bercerai? Banyak
ka. Ayah selalu mentingin hobinya (mancing dan main
kartu/berjudi) sampe bergadang dan jarang kerja,
akhirnya ibu kerja di kampung diajak temennya selama
tiga bulan. Ternyata pas pulang ibu udah nikah sirih
sama orang lain.
c. Bagaimana perasaan kamu ketika mengetahui mereka
akan bercerai? Bingung ka.
d. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu hadapi
pasca perceraian orang tua? Saya sering tidak sekolah
karena sering kabur dari rumah.
e. Apakah kamu juga mengalami masalah dalam belajar?
Saya susah mengingat pelajaran.
f. Apa harapan kamu untuk orang tua? Saya mau ayah dan
ibu tetap bersilaturahmi walaupun sudah bercerai dan
hidup dengan keuarga masing-masing.
a. Motivasi 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
Belajar (siswa)
b. Bagaimana dengan prestasi kamu disekolah setelah
terjadinya perceraian? Menurun ka.
c. Apaah motivasi belajar kamu mengalami perubahan?
Iyah saya tidak bisa belajar karena selalu kepikiran
masalah.
d. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Tidak sama sekali, saya belajarpun ayah tidak
perduli.
e. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk mendukung
pendidikan kamu? Memberikan kebutuhan fisik.
f. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
Saya rasa kurang
g. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah?
Mampir ke rumah teman.
h. Apakah kamu dirumah belajar? Tidak/ jarang.
i. Apakah kamu pergi ke tempat mengaji/ pengajian?
Tidak pernah.
HASIL WAWANCARA

Informan : Dela Nur Hafifah

Jabatan : Subjek penelitian kelas xii IIS

Tempat Wawancara : Madrasah Aliyah Islamiyah

Waktu Wawancara : 01 September 2017

Objek Penelitian Pertanyaan dan Jawaban

Faktor Perceraian 1. Mengetahui latar belakang subjek (siswa)


Orang tua
a. Kamu duduk di kelas berapa sekarang? xii iis

b. Kamu anak keberapa dari berapa bersaudara? Anak


satu-satunya tapi sekarang udah punya ayah baru jadi
anaknya ada 2, dan aku jadi adik.

c. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah? Aku ga


tau ka. Ga pernah dikasih tau mamah. Entah ayah
masih hidup atau udah meninggal aku engga tau.
d. Bagaimana pandangan kamu terhadap ayah tiri?
Semenjak punya ayah baru enak, ekonomi keluarga
lebih bisa teratasi, pengertian dan ga beda-bedain.
e. Bagaimana pandangan kamu terhadap ibu? Ibu baik ga
beda-bedain.
f. Bagaimana hubungan kamu dengan ibu? Sangat baik
g. Sekarang kamu tinggal dengan siapa? Sama mamah
dan ayah tiri
2. Mengetahui faktor perceraian yang terjadi terhadap
orang tua subjek (siswa)
a. Sejak kapan orang tua kamu bercerai/ berpisah? Kata
bu de, Ayah pergi pas aku masih bayi ka pas baru
keluar.
b. Faktor apa yang menyebabkan mereka bercerai?
Engga tau ka. Sampe sekarang engga tau. Ga pernah
dikasih tau sama mamah. Mungkin karna ada sesuatu
yang bikin mamah sakit sampe mau ngelupain ayah
selamanya dan ga pengen aku ngerasain sakit juga
kaya mamah.
c. Masalah apa yang paling sulit yang pernah kamu
hadapi selama tidak ada ayah? Pasti sedih ka. Aku ga
pernah ngerasain punya ayah.
d. Apakah kamu mengalami masalah di sekolah
sebelum dan sesudah terjadinya perceraian orang
tua? Menurut dela, dela bandel kaya gini mungkin
karna ga punya ayah. Ga tau sosok ayah tuh kaya
gimana yang seharusnya nasehatin dela.
e. Contohnya masalah seperti apa? Waktu di pondok
dela sering kabur- kaburan. Walaupun ada ayah tiri
tapi rasanya beda aja, ga merasa kaya ayah kandung
walaupun dela belum pernah ngerasain di sayang
sama ayah kandung. Dela bandel juga karna
kekangan mamah yang ga pernah ngizinin dela main
sama sekali kalo lagi liburan.
f. Apa harapan kamu untuk orang tua? Pengen orang
tua bahagia karena kesuksesan dela.
Motivasi Belajar 3. Mengetahui pemahaman terhadap motivasi belajar
(siswa)
a. Apa motivasi terbesar kamu dalam belajar?
b. Apakah kamu mengelami kesulitan dalam belajar di
kelas? Aku sih masih bisa ngikutin pelajaran ka,
Cuma kurang cepet nangkepnya. Agak lambat
ngertinya.
c. Apakah ada kaitannya dengan keadaan keluarga kamu
saat ini? Mungkin ada ka, karna kadang pikiran aku
suka kemana-mana, tapi sekarang sih alhamdulillah di
sekolah baru ini ada banyak temen yang bantuin aku.
d. Apakah orang tua memperhatikan kamu dalam soal
belajar? Mamah perhatian banget.
e. Apa yang sudah ibu/ bapak lakukan untuk mendukung
pendidikan kamu? Memenuhi kebutuhan sekolah dela
sama ngasih dorongan paling ka.
f. Apakah mereka memberikan fasilitas yang cukup?
Sangat cukup
g. Apa yang kamu lakukan setelah pulang sekolah?
Maen, kalo ga bantu beres-beres di rumah
h. Apakah kamu dirumah belajar? Kadang-kadang
belajarnya
HASIL WAWANCARA

Informan : Nina Nur hayati

Jabatan : Teman subjek (Rahman Sobrianto)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Sudah 2 tahun ka.


2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Biasa aja.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari disekolah? Pendiem banget
ka.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? Cuek banget, kaya ga punya
temen.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Iyah pernah.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Pernah sekali. Katanya
orang tuanya cerai terus dia ga betah di rumah karena ada ibu tirinya.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Menyendiri temennya
Cuma hp.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Males kalo di kelas.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Rendah sih menurut saya, soalnya dia sering bolos pas
pelajaran.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Pasti saya bantu ka kalo dia nanya.
HASIL WAWANCARA

Informan : Nurdina Syifa Qulbi

Jabatan : Teman subjek (Dela Nur Hafifah)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Baru dua bulan terakhir ini
saya dekat dengan dela, karna dia siswa baru.
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Saya sudah anggap dela seperti
saudara saya sendiri ka.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari disekolah? Pertahian
sama temen, petakilan (ga bisa diem), kadang-kadang males.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? dia anaknya mudah bergaul
ka.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Iyah dia suka cerita sama saya.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Pernah sekali. Katanya
ayah kandungnya pergi waktu dia masih bayi. Tapi dia udah punya ayah
baru sekarang dan dia sayang banget sama ayahnya yang sekarang.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Kadang males-
malesan.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Kadang males kadang rajin ka,
semoodnya dia aja.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Rendah sih menurut saya, soalnya dia suka ga
perduli sama tugas.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Saya bisa menegurnya dan memberikan semangat agar dia
termotivasi lagi, kalau ada yang tidak di mengerti kami akan berdikusi.
HASIL WAWANCARA

Informan : Fauzah Azkiya. L

Jabatan : Teman subjek (Mei Rahma Aulia)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kira-kira 2 tahunan ka


2. Seberapa dekat kamu dengan subjek?sudah seperti saudara sendiri.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari disekolah? Menurut
saya dia pemalu, rajin kadang-kadang juga nyebelin.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? sikap dia ke temen-temennya
itu sopan, bahkan dia anggap temen-temennya itu keluarga ka.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Karena dia pemalu jadi dia jarang cerita ka.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Pernah beberapa kali.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Dia sering
bertanya, orangnya aktif dan cerdas.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia anak yang rajin belajar ka.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Motivasi belajarnya cukup tinggi ka, karena dia
selalu dapat support dari kerabat dekatnya, seperti bu de nya.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Saya akan mencoba membantu sebisa saya ka.
HASIL WAWANCARA

Informan : Nur Jihan Hafshoh

Jabatan : Teman subjek (Siti Zainab)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kurang lebih satu tahun
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Lumayan dekat, seperti sahabat,
temen curhat juga.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari disekolah? Menurut
saya sikap dia sehari-harinya di sekolah sangat baik ka, mudah berbaur
dengan siapapun, dan punya rasa percaya diri yang cukup baik.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? sikapnya sangat baik
terhadap teman-teman, tidak membeda-bedakan teman.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Ga pernah cerita kalo sama saya, tapi tidak tahu kalo sama yang lain.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Ga pernah.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Dia tertib selama
pelajaran berlangsung, tapi dia ga aktif dalam menjawab dan bertanya.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia cukup rajin.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Menurut saya motivasi belajarnya rendah, karena
dia ga aktif.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Sebagai teman saya akan membimbing dan memberikan motivasi
agar dia semangat belajar kembali.
HASIL WAWANCARA

Informan : Kirana Ramadani Nurfitri

Jabatan : Teman subjek (Holimatul Ilahiyah)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kurang lebih satu tahun
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Tidak begitu dekat
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Dia tidak
terlalu aktif dan cenderung pendiam.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? dia tidak banyak bicara,
sangat pendiam
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Kalau sama saya tidak pernah, tapi kalau sama temen lainnya saya ga tau
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Tidak pernah
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar sangat aktif dan rajin.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia anak yang rajin belajar dan
memiliki kemauan tinggi ka.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Motivasi belajarnya sangat tinggi ka, karena dia
punya kemauan kuat buat jadi orang sukses. Contohnya aja dia jadi juara
kelas di kelas semester kemarin.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Sebagai teman jika dia kesulitan saya akan membantu selagi saya
bisa.
HASIL WAWANCARA

Informan : Ana Marini

Jabatan : Teman subjek (Wimelia Keryna)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Satu tahun


2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Dekat sebagai kakak
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Dia baik,
friendly.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? Ramah, suka bercanda.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Iya suka cerita.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Iyah pernah, katanya
ortunya kan cerai terus ayahnya udah beberapa bulan terakhir ga ada
kabar, ternyata berobat ke Singapur.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar baik, kadang males-malesan.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Biasa aja.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Biasa aja.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Membantu.
HASIL WAWANCARA

Informan : Syamsiatun

Jabatan : Teman subjek (Yuni Khoiriah)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? 2 tahun hampir 3 tahun.


2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Seperti adik dan kakak.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Pendiam ka
anaknya.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? biasa aja.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Iyah. Tapi dia cerita sama saya doang. Sama yang lain ga pernah.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Pernah ka.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar diem aja, kadang main hp.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia itu anaknya males, tapi kalau saya
tegur pasti dia nurut dan langsung rajin.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Dia sebenernya punya motivasi tinggi, pengen
punya pengetahuan, tapi dia males buat bergerak.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Saya bantuin.
HASIL WAWANCARA

Informan : Nur Yaman

Jabatan : Teman subjek (Silmi Hakiki al-Barabasi)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Sejak masuk SMA


2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Dekat sekali.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Dia anak
yang baik, ramah, sopan, pendiam.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? baik, tapi kurang bisa bergaul
dengan teman lain.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Tidak pernah ka.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Tidak pernah.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar baik, tidak pernah mengganggu.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Kadang rajin kadang malas, harus
selalu di tegur guru.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Biasa aja, tapi dia suka menasehati teman dan
mengajak ke hal yang positif.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Membantunya.
HASIL WAWANCARA

Informan : Nur Jihan Hafshoh

Jabatan : Teman subjek (Muhammad Arif Asy’ari Lubis)

1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kurang lebih satu tahun
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Tidak dekat ka.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Dia
anaknya cenderung bermasalah di sekolah.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? dia bergaul dengan teman-
teman yang kurang baik. Dia dam temen-temennya suka bolos sekolah dan
melanggar tata tertib sekolah.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Tidak pernah.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Tidak pernah.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar tidak aktif, jarang memperhatikan juga, terkadang jalan-jalan di
dalam kelas ketika pelajaran berlangsung.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia anaknya males.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Motivasi belajarnya rendah, terlihat dari cara dia
belajar di kelas, seperti tidak ada tujuan. Mungkin dia seperti itu karena
terlibat pergaulan yang salah ka.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Sebagai teman jika dia kesulitan saya akan membantu selagi saya
bisa.
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner

Anda mungkin juga menyukai