Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Ainul Hakiki
NIM. 1113011000067
2017 M/ 1439 H
ABSTRAK
Ainul Hakiki (NIM. 1113011000067). Dampak Perceraian Orang Tua
Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat.
v
ABSTRACT
Ainul Hakiki (NIM. 1113011000067). The Impact Of Parental Divorce On
Student Motivation on Islamic Senior hight school Islamiyah Ciputat
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
vii
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam atas ilmu
pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis
selama perkuliahan.
6. Dra. Hj. Iin Kusnaeni, selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah
Islamiyah Ciputat, yang telah memberikan izin dan dukungan kepada
penulis dalam penelitan ini.
7. Heriyanto, S.Pdi., M.Si, selaku guru Bimbingan Pengajaran, yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam penelitian ini.
8. Segenap guru dan siswa yang telah bersedia menjadi subjek dalam
penelitian ini.
9. Pengelola perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas
dan layanan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Keluarga penulis, terutama kedua orang tua penulis Bpk. H. Surata
Hadibrata dan Ibu Hj. Umi Kulsum, yang telah memberikan do’a serta
dukungan moril maupun materil kepada penulis.
11. Ahmad Heryana, sebagai teman dekat, yang telah memberikan
dukungan semangat dan materi kepada penulis.
12. Teman-teman PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2013
terutama kelas CABHE, khususnya sahabat-sahabat penulis yang tidak
bisa disebutkan satu pesatu, yang telah banyak membantu dan
memberika semangat penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi amal
ibadah yang baik bagi penulis dan dapat bermanfaaat bagi diri penulis
sendiri, rekanrekan mahasiswa, masyarakat, dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ainul Hakiki
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
ix
B. Metode dan Desain Penelitian 62
C. Objek Penelitian 63
D. Jenis dan Sumber Data 63
E. Teknik Pengumpulan Data 68
F. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data 67
G. Teknik Analisis Data 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG
DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
A. Identitas Sekolah 69
B. Deskripsi Data 73
C. Pembahasan 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 99
B. Saran 100
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara 66
Tabel Tabel 4.1 Jumlah Peserta Didik Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat tahun
ajaran 2017-2018 71
Tabel 4.2 Sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Islamiyah Ciputat 71
Tabel 4.3 Kegiatan Ekstrakulikuler 72
Tabel 4.4 Faktor Perceraian 74
Tabel 4.4 Hasil Observasi 74
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
202.118 kasus cerai gugat, 77.502 kasus cerai talak, 521 kasus ijin poligami
dan 8.488 kasus dispensasi kawin. Semua perkara yang masuk kemudian
diproses untuk diputuskan apakah perkara yang masuk dikabulkan,
digugurkan, dicabut atau dicoret.2
Perceraian dianggap keputusan terbaik untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian tetap akan berdampak
serius bagi kehidupan anak. Perceraian dan perpisahan orang tua menjadi
faktor yang dapat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian
anak nantinya. Ketidakharmonisan keluarga mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak, dan banyak penelitian mengungkapkan banyaknya dampak
buruk perceraian bagi anggota keluarga khususnya bagi seorang anak.
Sebagian besar peneliti sepakat menyatakan bahwa remaja dan anak-anak
yang berasal dari keluarga yang orang tuanya bercerai memperlihatkan
penyesuaian diri yang buruk dibandingkan rekan-rekannya yang berasal dari
keluarga utuh.3
Anak- anak yang berasal dari keluarga bercerai cenderung menunjukkan
masalah masalah akademis, masalah eksternal (seperti kenakalan remaja) dan
masalah internal (seperti kecemasan dan depresi), kurang memiliki tanggung
jawab sosial, kurang kompeten dalam relasi yang akrab, putus sekolah, aktif
secara seksual di usia dini, mengkonsumsi obat-obatan, bergabung dengan
kawan-kawan yang anti sosial, memiliki penghargaan diri yang rendah, dan
kurang mengembangkan kelekatan yang aman sebagai orang dewasa awal.4
Dalam keluarga yang broken home, seorang anak akan kehilangan
keteladanan. Orang tua yang diharapkan memberikan keteladanan untuk anak,
ternyata belum mampu memperlihatkan sikap yang baik. Akhirnya anak akan
2
CATAHU 2017, Komnas Perempuan, diakses pada diunduh pada 13 September 2017, h. 12-
13. (https://www.komnasperempuan.go.id/wp-content/uploads/2017/04/CATAHU-2017-Komnas-
Perempuan.pdf).
3
John W Santrock, Remaja, Terj. dari Edolescence, Eleven Edition oleh Benedictine
Widyasinta, (Jakarta: Erlangga, 2007), jilid 2, h. 32.
4
ibid
3
merasa kecewa terhadap orang tuanya. Anak merasa resah dan gelisah
sehingga tidak betah tinggal di rumah.5
Seorang anak yang kehilangan keteladanan orang tuanya, akan mencari
sosok lain yang bisa ia jadikan sebagai tumpuan yang dianggap mampu
mengerti dirinya. Keadaan jiwa anak yang sedang tergoncang, tidak jarang
dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga
mereka mengarahkannya kepada tindakan jahiliyah, seperti melalukan
kejahatan (mencuri, berkelahi), bahkan sampai kepada pemakaian obat-obatan
terlarang.
Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa anak yang berasal dari
keluaga bercerai tidak memiliki masalah di atas. Sebagimana dikutip oleh
John Santrock, bukti riset memperlihatkan bahwa sebagian besar remaja
mampu mengatasi perceraian orang tua dengan baik dan melampiaskannya ke
arah yang positif.6
Segala sesuatu yang timbul diakibatkan oleh perpisahan orang tua
dikembalikan lagi kepada bagaimana orang tua dan anak menyikapi
permasalahan tersebut. Seorang anak akan terdorong ke arah positif jika orang
tua bisa mengarahkan dan menanamkan nilai-nilai kepada anak, baik dalam
pendidikan maupun dalam kehidupan sosial.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena
dalam keluargalah anak mulai mengenal segala sesuatu. Keluarga berperan
penting dalam tumbuh kembang seorang anak, baik dalam segi fisik maupun
psikis dan tidak terlepas pula dalam segi pendidikan. Dalam lingkungan
keluarga diharapkan anak selalu mendapatkan arahan, bimbingan, kasih
sayang, serta pengawasan dari orang tuanya maupun dari anggota keluarga
lain. Oleh karena itu komunikasi antar anggota keluarga sangat diperlukan
bagi tumbuh kembangnya seorang anak.
5
Syaiful Bhari Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), h. 49.
6
op.cit, h. 32.
4
Dalam sebuah keluarga yang utuh, dalam arti masih lengkap strukturnya (
ayah, ibu dan anak), bahagia dan tidak sering bertengkar, maka perhatian orang
tua terhadap anak akan lebih banyak terutama dalam hal belajar. Anak akan
merasa dirinya berharga bagi keluarganya, dan ia akan lebih berusaha dalam
belajar untuk menyenangkan orang tuanya, yang kelak akan berguna bagi
dirinya di masa depan.
Sebaliknya, jika dalam sebuah keluarga, salah satu atau kedua orang tua
meninggal, bercerai atau meninggalkan keluarga dalam jangka waktu yang
cukup lama, maka anak tidak akan mendapat perhatian dengan baik, kurang
7
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 448.
5
mendapat kasih sayang yang layak dan selanjutnya akan berdampak pada
motivasi belajarnya di sekolah.
8
Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Penyuluhan pada 23 Agustus 2017.
9
Hasil observasi di sekolah selama satu bulan sejak 23 Agustus sampai 20 September 2017.
6
baik lagi, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik seperti olah
raga, musik, dan ekstrakurikuler lain.10
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
Agar hasil penelitian ini dapat terarah dalam mencapai tujuan dan tidak
menyimpang dari judul yang telah ditetapkan sebelumnya, maka peneliti
membatasi penelitian, sebagai berikut:
1. Faktor perceraian yang terjadi pada orang tua siswa.
2. Siswa korban perceraian mengalami masalah psikis dan akademis.
3. Dampak perceraian terhadap motivasi belajar siswa di sekolah.
10
Op.cit
7
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Teoritis
Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya
dalam hal dampak perceraian yang terjadi pada orang tua terhadap
motivasi belajar siswa.
2. Fungsi Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta didik sesuai dengan
kebutuhan anak.
8
b. Bagi Pendidik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pelaksanaan pendidikan agar lebih
memperhatikan siswa yang mengalami situasi buruk akibat
perceraian orang tuanya.
c. Bagi Orangtua
Dapat memberikan pengetahuan kepada orang tua betapa seorang
anak mengalami masa yang sulit akibat perceraian yang terjadi
agar orang tua lebih memperhatikan kehidupan anak, baik dari segi
psikologis maupun pendidikannya.
BAB II
ﻚ
َ ِﺖ أَﳝَْﺎﻧُﻜُ ﻢْ ۚ ذَٰ ﻟ
ْ أَﻻ ﺗـَ ﻌْ ﺪِ ﻟُﻮا ﻓـَ ﻮَا ِﺣ َﺪ ةً أَ ْو ﻣَﺎ ﻣَ ﻠَ َﻜ
ث َو ُر َ عَ ۖ ﻓَﺈِ ْن ِﺧ ْﻔ ﺘُﻢْ ﱠ
َ َﺛُﻼ
َ و
ﲔ َﺣ َﺮجٌ ِﰲ
َ ِﻓـَ ﻠَﻤﱠﺎ ﻗَﻀَ ٰﻰ َزﻳْﺪٌ ِﻣ ﻨْـ َﻬ ﺎ َوﻃَﺮًا َز ﱠو ْﺟ ﻨَﺎ َﻛ َﻬ ﺎ ﻟِ َﻜ ْﻲ َﻻ ﻳَﻜُﻮ َن ﻋَ ﻠَﻰ ا ﻟْﻤُ ْﺆ ِﻣ ﻨ
ُﻮﻻ
ً أَ ْزوَا ِج أَدْ ﻋِ ﻴَﺎﺋِ ِﻬ ﻢْ إِذَا ﻗَﻀَ ﻮْا ِﻣ ﻨْـ ﻬُ ﻦﱠ َوﻃَﺮًا ۚ َو َﻛ ﺎ َن أَ ْﻣ ُﺮ ا ﱠِ ﻣَ ْﻔ ﻌ
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak
1
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 61
9
10
2
Ibid, h. 338
3
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media Grup, 2016), h. 23
4
Ibid, h. 25-26
5
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, ( Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2014), h. 45
11
bagi pasangan suami istri. Keluarga yang kekal dan bahagia itulah yang dituju.
Banyak pula perintah-perintah Tuhan dan Rasul mengenai cara menjaga
ketentraman keluarga selama hidup.
Ketika awal menjalin hubungan suami istri sering kali timbul harapan-
harapan yang indah, ingin hidup rukun, sejahtera, bahagia dan sebagainya
bersama-sama. Tetapi ketika harapan tersebut tidak berjalan dengan
semestinya, tidak jarang menimbulkan kekecewaan bagi istri maupun suami
yang akhirnya menjurus pada pertengkaran dan bahkan sampai pada
permusuhan. Keadaan tersebut adakalanya dapat diatasi dan diselesaikan,
sehingga hubungan suami istri baik kembali dan adakalanya tidak bisa
diselesaikan atau didamaikan. Akibatnya, jika persoalan tidak bisa lagi
diredakan hanya dengan jalan musyawarah, maka tidak jarang pasangan suami
istri mengambil jalan terakhir yang mungkin dirasa akan menyelesaikan
semuanya, yaitu dengan jalan percerian.
Menurut Erma Karim dalam T.O Ihromi, perceraian adalah cerai hidup
antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan
obligasi peran masing-masing, dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir
dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian
hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.6
Menurut Dariyo yang dikutip oleh Ningrum “perceraian merupakan titik
puncak dari pengumpulan berbagai permasalahan yang menumpuk beberapa
waktu sebelumnya dan jalan terakhir yang harus ditempuh ketika hubungan
perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi.”7 Perceraian merupakan
terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan
untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan
kewajibannya sebagai suami istri.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perceraian
merupakan berakhirnya hubungan suami istri karena ketidakcocokan diantara
6
T.O Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004),
h. 137
7
Putri Rosalia Ningrum, Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja, eJournal
Psikologi Vol. 1 No. 1, 2013, h. 74
12
“ Yang halal yang paling dibenci Allah ialah perceraian”. (HR. Abu daud
dan dinyatakan sohih oleh al- hakim).9
Adapula larangan Allah mengenai perceraian dalam bentuk sindiran,
seperti dalam surat An-Nisa ayat 19 bahwasanya "Tuhan menyuruh seorang
suami menggauli istrinya dengan baik dan memberikan peringatan bahwa
apabila seorang suami sudah tidak senang kepada istrinya, mungkin Tuhan
menjadikan sesuatu yang sangat baik dalam diri istri yang sudah tidak
disenangi suaminya itu".10
Dari ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika seorang suami sudah
tidak senang dengan istrinya, maka ia harus tetap memperlakukan istrinya
dengan baik dan jangan menceraikannya, tidak ada yang tau kemuliaan apa
yang akan istri terima di lain hari kelak.
8
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 156
9
ibid, h. 158
10
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, 1974), h.110
13
Pertengkaran berat antara suami istri tidak bisa langsung begitu saja
menjadikan mereka bercerai. Dalam hal ini terdapat prosedur perceraian yang
sudah diatur Allah dalam QS. An-Nisa ayat 35, yaitu:
َُﺎق ﺑـَْﻴﻨِ ِﻬﻤَﺎ ﻓَﺎﺑْـ َﻌﺜُﻮا َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِﻬَﺎ إِ ْن ﻳُِﺮﻳﺪَا إِﺻ َْﻼﺣًﺎ ﻳـُ َﻮﻓّ ِِﻖ ا ﱠ
َ َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷﻘ
ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠِﻴﻤًﺎ َﺧﺒِ ًﲑا
“ Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua hakim itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. an-
Nisa; 35).11
2. Faktor Terjadinya Perceraian
Perceraian sebagai sebuah cara yang harus ditempuh oleh pasangan
suami-istri ketika dihadapkan pada masalah-masalah dalam huhungan
perkawinan yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Perceraian bukanlah
tujuan akhir dari suatu perkawinan, akan tetapi sebuah bencana yang
melanda perkawinan antara pasangan suami-istri karena tujuan akhir dari
pernikahan adalah membangun sebuah kebahagiaan. Berikut terdapat
beberapa faktor penyebab perceraian diantaranya:
a. Kekerasan verbal
Kekerasan verbal (verbal violence) merupakan sebuah penganiayaan
yang dilakukan oleh seorang pasangan terhadap pasangan lainnya, dengan
menggunakan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar, tidak menghargai,
mengejek, mencaci-maki, menghina, menyakiti perasaan dan merendahkan
harkat-martabat. Akibat mendengarkan dan menghadapi perilaku pasangan
hidup yang demikian, membuat seseorang merasa terhina, kecewa, terluka
batinnya dan tidak betah untuk hidup berdampingan dalam perkawinan.12
11
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 66
12
Agoes Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, Jurnal
Psikologi Vol. 2 No. 2, 2004, h. 95
14
13
Ali Husain Muhammad Makki al- Amili, Perceraian Salah Siapa?, Terj. dari Ath-Thalaqu
Khoti’atu Man? Oleh Mudhor Ahmad Assegaf dan Hasan Shaleh, (Jakarta: Lentera, 2001), h. 52-
53
14
Dariyo, loc.cit
15
status ini berada pada pribadi yang tidak terpelihara dengan baik, maka
akan mudah timbul berbagai permasalahan yang berujung pada
perceraian.15
d. Perselingkuhan/ Ketidaksetiaan
Menurut Soemaliyah yang dikutip oleh Dariyo, perselingkuhan
merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup yang syah, padahal ia telah
terikat dalam perkawinan secara resmi dengan pasangan hidupnya. Jadi
perselingkuhan sebagai aktivitas hubungan sexual di luar perkawinan
(extra-marital sexual relationship).16
Keberadaan orang ketiga memang akan menggangu kehidupan
perkawinan. Bila diantara keduannya tidak ditemukan kata sepakat untuk
menyelesaikan dan tidak saling memaafkan, akhirnya percerainlah jalan
terbaik untuk mengakhiri hububungan pernikahan tersebut.
e. Keterlibatan dalam perjudian
Perjudian (gambling) merupakan aktivitas seseorang untuk
memperoleh keberuntungan yang lebih besar dengan mempertaruhkan
sejumlah uang tertentu. Seorang suami seharusnya menganggarkan
kebutuhan finansial untuk keperluan keluarga secara bijaksana.17
Ketika seorang suami lupa akan kebutuhan keluarganya dan
pengahasilan yang diperoleh olehnya dipakai untuk kegiatan perjudian,
maka seorang istri dan anak akan mengalami kekecewaan dan penderitaan
finansial, karena pada dasarnya perjuadian tidak akan menjadikan
seseorang kaya raya, tetapi sebaliknya akan membawa kesengsaraan bagi
pencandu perjudian.
15
Ali Husain Muhammad Makki al- Amili, op. cit, h. 78
16
Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, h. 96
17
Ibid, h. 95
16
18
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 148
17
19
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 23-24
18
4. Akibat-akibat Perceraian
Pasangan menikah yang telah melakukan perceraian pasti akan
mengalami dampak negatif. Hal-hal yang dapat dirasakan setelah terjadi
perceraian tersebut, diantaranya sebagai berikut:
a. Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan
Individu yang telah melakukan segala usaha demi mendapatkan
kehidupan rumah tangga yang bahagia ternyata harus menghadapi
pahitnya perceraian. Dampak yang akan dirasakan berupa kesedihan,
kekecewaan, frustasi, tidak nyaman, dan rasa khawatir berkepanjangan,
tidak dapat konsentrasi dalam bekerja, sulit tidur dan berbagai masalah
lainnya. Akibatnya, individu akan memiliki sikap benci terhadap diri
sendiri maupun pasangannya. Jika kondisi psikis tersebut tidak di
tanggulangi dengan baik, bisa mengakibatkan gangguan psikosomatis,
bunuh diri atau gangguan psikologis lainnya.
b. Pengalaman traumatis bagi anak
Anak-anak yang ditinggalkan juga akan mengalami dampak negatif
yang serius. Mereka akan mengalami kebingungan harus mengikuti siapa,
ayah atau ibu. Mereka tidak dapat mengidentifikasi orang tua. Akibatnya,
anak-anak mendapatkan gambaran buruk terhadap pernikahan karena tidak
ada contoh positif yang harus ditiru. Secara tidak langsung, mereka akan
beranggapan bahwa orang tua itu jahat, egois, tidak bertanggung jawab,
dan hanya mementingkan diri sendiri.
Kekhawatiran akan pernikahan bisa jadi terbawa hingga anak menjadi
dewasa dan takut untuk menikah dan bercerai. Akan tetapi adakalanya
menjadikan luka trauma dahulu menjadi pelajaran, dan menghindari
perceraian. Semua ini tergangung pada diri yang bersangkutan. Namun
yang jelas, perceraian orang tua akan mendatangkan perasaan traumatis
bagi anak.
c. Ketidakstabilan kehidupan dalam pekerjaan
Dampak psikologis yang terjadi akibat perceraian, akan berdampak
pula pada fisik individu tersebut seperti susah tidur dan tidak dapat
19
ْﺧﻴﱠ ِﺔ
ِ َﺣ ﱡﻞ َرﺑِﻄَِﺔ اﻟﺰﱠوَا ِز َو اِْ ﺎَءُ اﻟ َﻌﻼَﻗَِﺔ اﻟﺰﱠو
“Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubuan suami istri.”
Al-jaziry mendefinisikan:
ْص
ٍ ْﻆ ﳐَْﺼُﻮ
ٍ َﺢ ا َْو ﻧـُﻘْﺼﺎَ َن ﺣﻠِّ ِﻪ ﺑِﻠَﻔ
ِ َق اِزَاﻟَﺔُ اﻟﻨِّﻜ
ُ اﻟﻄﱠﻼ
“Talak ialah meghilangkan ikata perkwinan atau mengurangi
pelepasan ikatan dengan menggukan kata-kata tertentu.
Menurut Abu Zakaria Al-Anshari, talak ialah:
َِﳓ ِﻮﻩ
َْْﻆ اﻟﻄﱠﻠﻼ َِق و
ِ َﺣ ﱡﻞ َﻋ ْﻘ ِﺪ اﻟﻨِّﻜﺎ َِح ﺑِﻠَﻔ
“Lepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.”22
20
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 168-
169
21
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 159
22
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 191-192.
20
2) Macam-macam Talak
Terdapat beberapa macam talak jika ditinjau dari berbagai segi,
diantaranya:
a) Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak
terbagi menjadi 2 macam, sebagai berikut:
(1) Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan
tuntutan sunnah.23 “Talak sunni dijatuhkan satu kali oleh
suami atas istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam
waktu suci tersebut”.24 Dasar talak sunni pada firman Allah
surat al-Baqarah ayat 229:
23
Ibid, h. 193.
24
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), h. 273.
25
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
26
Ghazali. loc. cit.
21
27
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, h. 275
22
Talak jika ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang
diucapkan oleh suami, dibagai menjadi dua macam, yaitu:
(a) Engkau saya talak sekarang juga. Egkau saya cerai sekarang
juga
28
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 445
29
op.cit, h. 276
23
30
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, h.195
31
ibid, h. 195
24
32
Ibid, 196-197
25
35
Abdul Rahman Ghazali, op.cit, h. 200
36
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, h. 266
27
َﺎق ﺑـَْﻴﻨِ ِﻬﻤَﺎ ﻓَﺎﺑْـ َﻌﺜُﻮا َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ َو َﺣ َﻜﻤًﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْﻫﻠِﻬَﺎ إِ ْن ﻳُِﺮﻳﺪَا إِﺻ َْﻼﺣًﺎ
َ َوإِ ْن ِﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ ِﺷﻘ
ﻳـُ َﻮﻓّ ِِﻖ ا ﱠُ ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬﻤَﺎ ۗ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠِﻴﻤًﺎ َﺧﺒِ ًﲑا
37
Abdul Rahman Ghazali, h. 241
38
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 66
39
Kamal Muchtar, asas-asas hukum tentang perkawinan, h. 191-192.
28
40
Abdul Rahman Ghazali, op.cit, h. 234
41
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
42
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat , h. 236
29
43
Amir Taat Nasution, Rahasia Pernikahan dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1994), h. 46
44
Abdul Rahman Ghazali, op.cit, h. 228
30
mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita
yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-
sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.(2) Orang-
orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(3) Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang
tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang
miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada
siksaan yang sangat pedih. (Q.S. Al-Mujadilah: 2-4).45
45
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 433
31
ُوف ۚ وََﻻ
ٍ ُوف أ َْو َﺳِّﺮﺣُﻮُﻫ ﱠﻦ ﲟَِْﻌﺮ ٍ ْﺴﻜُﻮُﻫ ﱠﻦ ﲟَِْﻌﺮ ِ َوإِذَا ﻃَﻠﱠ ْﻘﺘُ ُﻢ اﻟﻨِّﺴَﺎءَ ﻓَـﺒَـﻠَ ْﻐ َﻦ أَ َﺟﻠَ ُﻬ ﱠﻦ ﻓَﺄَﻣ
ِﱠﺨ ُﺬوا آَ ِت ا ﱠ
ِ ِﻚ ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻇَﻠَ َﻢ ﻧـَ ْﻔ َﺴﻪُ ۚ وََﻻ ﺗَـﺘ
َ ُْﺴﻜُﻮُﻫ ﱠﻦ ِﺿﺮَارًا ﻟِﺘَـ ْﻌﺘَ ُﺪوا ۚ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَ ْﻔ َﻌ ْﻞ ٰذَﻟ
ِﲤ
ۚ َﺎب وَاﳊِْ ْﻜ َﻤ ِﺔ ﻳَﻌِﻈُ ُﻜ ْﻢ ﺑِِﻪ
ِ َﺖ ا ﱠِ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َوﻣَﺎ أَﻧْـﺰََل َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟْ ِﻜﺘ َ ُﻫﺰُوًا ۚ وَاذْ ُﻛ ُﺮوا ﻧِ ْﻌﻤ
وَاﺗـﱠ ُﻘﻮا ا ﱠَ وَا ْﻋﻠَ ُﻤﻮا أَ ﱠن ا ﱠَ ﺑِ ُﻜ ِّﻞ َﺷ ْﻲ ٍء َﻋﻠِﻴ ٌﻢ
49
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 29
50
Ghazali, op.cit, h. 245-247
33
Dari Said bin Mutsayab, dia berkata: Umar bin Khatab telah
menghukum bahwa suami yang impoten, (istri) disuruh menunggu
selama setahun. Rijal atau sanad atsar ini dipercayai. 51
Suami yang ‘unnah diberi tenggat satu tahun, yang bertujuan
untuk mengetahui jelas bahwa suami itu unnah atau tidak, dan bisa
sembuh atau tidak.
b) Suami tidak sanggup memberi nafkah
Memberi nafkah adalah suatu kewajiban seorang suami
terhadap istrinya. Nafkah sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan berumah tangga, agar terbina rumah tangga bahagia dan
sejahtera. Sudah banyak masalah pertengkaran rumah tangga yang
terjadi diakibatkan oleh krisis ekonomi karena suami tidak sanggup
memberi nafkah keluarganya.
Dalam hal ini undang-undang perkawinan memberikan jalan
bila dalam kehidupan suami dan istri terus-menerus terjadi
pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun kembali, maka
istri berhak menuntut cerai dengan jalan fasakh.52
Para ahli fiqih selain golongan Hanafiyah dan para ahli dhahir
membagi suami yang tidak memberi nafkah istrinya dalam tiga
macam, yaitu suami yang hadir dan mampu, suami yang hadir dan
tidak mampu, dan suami yang ghaib.
Apabila suami tidak bersedia memberi nafkah istri yang berada
di negeri (tidak bepergian) dan ia mampu, menurut pendapat imam
Syafi’i, pihak istri tidak berhak mengajukan gugatan perceraian
kepada pengadilan, hakim hanya dapat memerintahkan suami
memenuhi tanggung jawabnya kepada istri. Namun menurut imam
Malik dan imam Ahmad, istri mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan perceraian kepada pengadilan.53
51
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1989), h. 60-61
52
Ibid, h. 63
53
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 217
34
54
Muchtar. ibid, h. 217-218
55
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, h. 66
56
Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 219
35
57
Ibid, h. 219-220
58
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 28
36
59
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, h. 64
60
ibid
37
61
Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 221-222
62
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat kajian fiqih nikah lengkap, h. 185
63
ibid
64
Tihami dan Sohari Sahrani. op.cit. h. 186
38
Dalam hal ini, memukul istri jangan sampai melukai muka dan
bagian yang membahayakan, karena tujuan memukul hanya untuk
memberikan pelajaran (ta’zir) bukan untuk menyakiti.
c. Perceraian Sebab Meninggal Dunia
Yang dimaksudkan dengan mati yang menjadi sebab putusnya
perkawinan dalam hal ini meliputi baik mati secara fisik, yakni
memang kematian itu diketahui jenazahnya, maupun mati secara
yuridis, artinya dalam kasus suami yang mafqud (hilang tidak
diketahui hidup atau sudah mati dalam kurun waktu tertentu), lalu
melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian suami
tersebut.66
65
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 66
66
Abdul Rahman Al-Ghazali, Fiqih Munakahat, h. 248
39
67
Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Hukum Perkawinan, Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001), h. 13, diunduh
pada 28 September 2017 , (e-dokumen.kemenag.go.id/files/tdTAsFc51315881487.pdf).
40
B. Motivasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses kegiatan pendidikan disekolah, kegiatan
belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Oleh karena itu,
keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan bergantung dari
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik.
Namun disamping itu, tidak semua orang mengetahui makna dari belajar
itu sendiri. Sebenarnya dari kata “belajar” itu ada pengertian yang
tersimpan di dalamnya. Pengerian itulah yang perlu kita pahami dan hayati
agar tidak terjadi kekeliruan mengenai masalah belajar.
Misalnya ada yang berpendapat bahwa belajar merupakan suatu
kegiatan menghafal sejumlah teori atau fakta-fakta mengenai suatu ilmu.
Sejalan dengan ini, maka keberhasilan siswa dalam belajar akan ditandai
dengan banyaknya teori atau fakta-fakta yang telah ia hafal. Guru yang
berpendapat demikian akan merasa puas jika siswa yang dibimbingnya
telah menghafal banyak teori yang ia berikan. Pandangan seseorang
tentang definisi belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya dalam
belajar untuk mencapai suatu tujuan belajar, dan setiap orang memiliki
pandangan yang bereda-beda tentang definisi belajar itu sendiri.
Untuk memperoleh definisi yang objektif mengenai belajar terutama
belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas tentang definisi belajar.
Pengetian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut Slameto dalam bukunya
Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dia mengatakan;
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.”68
68
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, ( Jakarta: Rineka Cipta,
2010), h. 2.
41
69
Syaiful Bahri djamarah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 12-13
70
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya,
2010), h. 134
71
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 73
42
72
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, ( Bandung, Sinar Baru Algensindo,
2014), h. 173
73
Slameto, Belajar dan faktor-Faktor yang mempengaruhinya, h. 170
74
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, (
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 23
43
Motivasi adalah pendorong setiap potensi yang ada dalam diri seorang
manusia, sehingga manusia dapat mengoptimalkan apa yang ada di dalam
dirinya dengan pengetahuan dan disiplin ilmu yang menjadikannya mulia di
sisi Allah SWT. Dalam al-Qur’an, motivasi belajar dijelaskan dalam QS. al-
Mujadilah [58] ayat 11
75
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: Departemen Pendidikan &
Kebudayaan bersama Rineka Cipta, 1999), h. 80
76
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, h.432
44
3. Teori Motivasi
Menurut Elliot, dkk (1996) yang dikutip oleh Nyanyu Khodijah,
terdapat empat teori motivasi yang saat ini banyak dianut, yaitu teori
hierarki kebutuhan Maslow, teori kognitif Bruner, teori kebutuhan
prestasi, dan teori Attribusi.
a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori ini, seseorang termotivasi terhadap suatu
perilaku karena ia ingin memperoleh kepuasan kebutuhannya. Ada
lima tipe dasar dalam teori Maslow, yaitu: kebutuhan fisiologis,
kebuthan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan memiliki,
kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
b. Teori Kognitif Bruner
Kunci untuk membangkitkan motivasi bagi Bruner adalah
discovery learning. Siswa dapat melihat makna pengetahuan,
keterampilan dan sikap bila mereka menemukan itu sendiri.
c. Teori Kebutuhan Berprestasi
McClelland dalam Nyanyu Khodijah, menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi adalah
mereka yang berupaya mencari tantangan, tugas-tugas yang cukup
sulit, dan ia mampu melakukannya dengan baik, dan
mengharapkan umpan balik.
d. Teori Attribusi
Menurut Petri dalam Nyanyu Khodijah, teori Attribusi ini
bersandar pada tiga asumsi dasar. Pertama, individu ingin tahu
penyebab prilakunya dan perilaku orang lain, terutama perilaku
yang penting bangi mereka. Kedua, mereka tidak menetapkan
penyebab perilaku mereka secara rendom. Ada penjelasan logis
tentang penyebab perilaku yang berhubungan dengan perilaku.
45
77
Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2014), 154-155
78
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 86- 91
46
79
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 90
80
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 149
47
81
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 75
48
85
Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), cet. I, h. 104-106
50
86
Sumardi Suryabrata, psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), h.
236-237
51
87
Syaifu Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 158
88
Ibid., h. 159
52
89
Syaifu Bahri Djamarah, Psikologi Belajar , h. 160
90
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 93
53
91
Ibid
92
Syaiful Bhari Djamarah, Psikologi Belajar, h. 163
54
99
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 169
100
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, h. 176
57
d. Mengarahkan
Seorang guru harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan
cara memberikan respons terhadap siswa mengenai hal-hal yang
tidak ada dalam kegiatan belajar di kelas. Anak didik yang diam,
membuat keributan, berbicara semaunya, dan sebagainya harus
diberikan teguran secara arif dan bijaksana. Usaha menghentikan
perilaku anak didik yang negatif dengan memberi gelar yang tidak
baik adalah tidak manusiawi. 101
Jadi, cara mengarahkan perilaku siswa yang kurang baik adalah
dengan memberikan penugasan, bergerak mendekati, memberikan
hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan
dengan perkataan yang ramah dan baik.
C. Dampak Perceraian terhadap Motivasi Belajar
Perceraian baik secara resmi maupun secara tidak resmi berdampak negatif
bagi pasangan yang bercerai, lingkungan, dan yang paling terasa berat
dampaknya terjadi pada anak. Adapun dampak perceraian itu sendiri dapat
menyebabkan:102
101
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, h. 170
102
Maryanti Rosmiani, Keluarga Bercerai Dan Intensitas Interaksi Anak Terhadap Orang
Tuanya (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Sunggal), Jurnal Harmoni Sosial, Volume I, No.
2, Januari 2007, h. 63-64
58
104
Widi Tri Estuti, “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Tingkat Kematangan Emosi
Anak Kasus Pada 3 Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Pekuncen Banyumas Tahun Ajaran
2012/2013”, Skripsi Jurusan Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang, 2013.
105
Khusnul Mawati, “Pengaruh Ketidakharmonisan Keluarga Terhadap Motivasi Belajar
Siswa Kelas Xi Smk Negeri Kebonagung Tahun Pelajaran 2014/2015”, Skripsi pada Universitas
Nusantara PGRI Kediri, 2014.
60
106
Felistas Purnaningsih, “Motivasi Belajar Remaja yang mengalami Broke Home”, skripsi
pada Universitas Sanata Dharma yogyakarta, 2016.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN TENTANG DAMPAK
PERCERAIAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2016), h.15
61
62
2
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2010), h. 6
3
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Toeri dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta 2011), h.
87
4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 112
5
Danang Sunyoto, Metode Penelitian untuk Ekonomi, (Yogyakarta: CAPS 2011), h. 22
63
b. Data Sekunder
Menurut Lexy J. Moleong, “data sekunder merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder umumnya
berupa buku, majalah ilmiah, catatan atau laporan historis berupa arsip,
dokumen pribadi dan dokumen resmi yang mendukung dalam penelitian
serta melengkapi data primer.”6
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku- buku
yang mendukung penelitian, jurnal, artikel, dan hasil belajar subjek berupa
raport tahunan yang diperoleh dari sekolah.
2. Sumber Data
Menurut Sukandar Rumidi “sumber data dimaksudkan adalah semua
informan yang terdiri dari benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa
atau gejala baik secara kuantitatif dan kualitatif”.7 Sumber data disebut
responden, yaitu yang dapat merespon atau menjawab pertanyaan peneliti,
baik tertuilis maupun lisan. Responden yang dipilih dalam penelitian ini
yaitu teman terdekat subjek, wali kelas dan guru bidang studi, yang dirasa
mampu memberikan informasi terkait subjek penelitian.
6
Lexy J. Moleong, Op.cit. h. 88
7
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press 2012),
h. 44
8
John W. Creswell, Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research), (Boston: Pearson Education, 2012), forth edition, pp. 213
64
9
Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), h. 131
10
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010), h. 115
11
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, h. 71
12
V Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, ( Yogyakarta: PT. Pustaka Baru, 2014), h. 74
13
John W. Creswell, Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research), pp. 217
14
Ibid, pp. 218-219
65
15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 233
66
3. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu
merupakan sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi. Sebagaian besar data berbentuk surat, catatan harian,
arsip foto, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data jenis ini mempunyai sifat tak
terbatas ruang dan waktu sehingga bisa diapakai untuk menggali informasi
yang terjadi di masa silam.16
Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi dokumen berupa catatan
hasil belajar siswa, catatan absen siswa dan lain sebagainya yang dirasa
diperlukan dalam penelitian. Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat
mengetahui lebih banyak tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
perceraian dan pengaruhnya terhadap motivasi belajar.
16
John W. Creswell, op.cit, pp. 33
17
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 189
18
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Penulisan Skripsi, h. 73
67
3. Triangulasi
Teknik triangulasi data sering dikenal dengan istilah cek dan ricek yaitu
pengecekan data menggunakan berbagai sumber, teknik dan waktu.
Beragam teknik berarti menggunakan berbagai cara untuk memastikan
data yang diperoleh benar atau tidak. Beragam sumber maksudnya
memastikan kebenaran data tersebut dari berbagai sumber yang dapat
dipercaya.19
Data diperoleh peneliti dari berbagai teknik dan sumber yaitu observasi,
wawancara dan analisis dokumen. Penulis melakukan observasi terhadap
subjek yang bersangkutan, kemudian melakukan wawancara dengan subjek
dan pihak yang perlu diperoleh informasinya mengenai masalah yang diteliti,
seperti guru bimbinga konseling atau wali kelas, dan teman dekat subjek.
Penulis juga menganalisis dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan
subjek dalam wawancara seperti hasil belajar, absensi dan dokumen lain.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model analisis
data mengalir (flow model). Sejumlah langkah analisis terdapat dalam model
ini, diantaranya:
1. Reduksi data
Karena data yang dikumpulkan cukup banyak, maka pengumpulan
data dilakukan dengan alat bantu recording dan video, kemudian data
tersebut dicatat berdasarkan garis-garis besar atau kesimpulan yang
menyeluruh dari data yang diperoleh pada saat melakukan observasi
partisipan.
2. Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung diolah
dan disajikan dalam teks naratif agar lebih mudah dipahami dan dikaitkan
dengan teori yang dijadikan landasan berpikir. Penyajian data dalam
penelitian kualitatif ini dilakukan dengan membuat uraian singkat, bagan,
19
Nusa Putra, Penelitia Kualitatif Proses dan Aplikasi, (Jakarta: Permata Puri Media, 2012),
h. 189
68
A. Identitas Sekolah
1. Identitas Madrasah
L P
1 X (IIS) 9 9 18
2 X (MIA) 9 9 18
3 XI (IIS) 15 21 36
4 XI (MIA) 10 6 16
5 XII-IPS 15 17 32
6 XII-MIA 5 17 22
Keterangan
1 Masjid/musholah √
72
2 Perpustakaan √
3 Lapangan olahraga √
4 Alat-alat kesenian √
5 Alat-alat keterampilan √
6 Laboratorium M-IPA √
7 Laboratorium computer √
8 Laboratorium Bahasa √
9 WC Guru √
10 WC Siswa √
1 Pramuka √
2 Palang merah √
3 Pengajian siswa √
4 Marawis √
7 KIR √
8 Paskibra √
9 Tari Saman √
B. Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan studi
dokumen. Peneliti terlebih dahulu melakukan observasi terhadap subjek
yang akan diteliti. Tempat penelitian yang dipakai adalah sekolah tempat
peneliti PPKT dahulu, jadi observasi yang dilakukan tidak membutuhkan
waktu terlalu lama, karena peneliti sudah mengetahui perilaku subjek yang
akan diteliti baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Hasil observasi
akan digunakan dalam penyusunan guide interview yang akan dipakai
dalam penelitian.
Selanjutnya guide interview disusun berdasarkan beberapa pertanyaan
dan diharapkan mampu mengungkapkan hal-hal yang menjadi pertanyaan
penelitian. Selanjutnya disusun daftar wawancara yang dapat dilihat pada
lampiran. Dalam proses wawancara, pertanyaan dapat dikembangkan
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penelitian.
Setelah melakukan penelitian di MA Islamiyah Ciputat kurang lebih
satu bulan, saya menemukan 10 siswa yang menjadi korban perceraian
orang tua dari 142 siswa di madrasah tersebut, baik itu perceraian hidup
atau perceraian yang diakibatkan salah satu orang tua meninggal dunia,
diantaranya terdapat 5 orang bercerai hidup dan 5 orang bercerai
meninggal dunia dengan latar belakang dan masalah yang berbeda-beda.
74
Tabel 4.4
Faktor Perceraian
Perceraian Hidup Perceraian Meninggal
Tabel 4.4
Hasil Observasi
Rahmat Kegiatan Saat belajar subjek termasuk anak yang pasif dan
Sobrianto pembelajaran di cenderung pendiam sekali tetapi tetap
75
Dela Nur Kegiatan Subjek merupakan siswa pindahan sejak dua bulan
Hafifah pembelajaran di lalu. Sejauh ini belum terlihat bagaimana prestasinya
di sekolah secara keseluruhan. Tetapi ketika peneliti
ruang kelas
melakukan observasi di kelas, subjek cukup
memperhatikan pelajaran dengan baik walaupun
sesekali ia mengobrol dengan teman sebangku dan
main handphone.
Mei Rahma Kegiatan Subjek termasuk anak yang pintar dan berprestasi.
pembelajaran di Memiliki kemauan belajar yang tinggi. Walaupun
sesekali melanggar peraturan sekolah, seperti
ruang kelas
memakai sepatu yang tidak sesuai dengan peraturan.
Muhammad Kegiatan Saat belajar sering tidak fokus dan bercanda. Dalam
Arif Asy’ari pembelajaran di mengerjakan tugaspun ia siswa yang lamban.
C. Pembahasan
Dalam bab ini peneliti akan memaparkan secara rinci faktor perceraian
orang tua subjek yang telah diteliti dan bagaimana dampaknya terhadap
motivasi belajarnya di sekolah.
1. Faktor Perceraian
Perceraian merupakan cara yang harus ditempuh oleh pasangan
suami-istri ketika dihadapkan pada masalah-masalah dalam huhungan
perkawinan yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Perceraian terjadi
karena disebabkan oleh berbagai faktor seperti kekerasan fisik atau
verbal, krisis ekonomi, perbedaan status sosial, perselingkuhan,
keterlibatan dalam perjudian, dan lain sebagainya.
Putusnya perkawinan ditinjau dari segi orang yang berwenang
menjatuhkan atau memutuskan, maka perceraian dapat dibagi kepada
tiga: a. Yang dijatuhkan oleh suami dinamakan talak, b. Yang
diputuskan atau ditetapkan oleh hakim seperti perkara syiqaq, lian,
nusyuz, ila’ zihar, dan fasakh, c. Yang putus dengan sendirinya, seperti
1
karena salah seorang suami atau istri meninggal dunia. berikut
peneliti paparkan faktor perceraian yang terjadi pada orang subjek
yang telah diteliti:
a. Perceraian yang dijatuhkan oleh hakim ( perceraian hidup)
1) Putri Sabriah
Menurut pengakuan subjek orang tuanya bercerai ketika ia
masih kecil (usia lima tahun). Perceraian terjadi diakibatkan karena
perselingkuhan yang dilakukan oleh ayah bersama teman ibu.
Ketika itu ia mengaku sangat sedih dengan kondisi keluarganya, ia
harus tinggal dengan nenek dan harus menanggung masalah di
sekolah. Ketika pesantren (MTs) ia sering merasa iri dan sedih
setiap minggu ketika melihat anak lain di kunjungi oleh kedua
orang tuanya, sedangkan ia hanya dikunjungi nenek. Tetapi ketika
1
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h. 159
78
kelas VIII neneknya meninggal dan ia tinggal dengan ayah dan ibu
tiri. Sedangkan ibu kandungnya tinggal di Medan dan menikah
lagi, tetapi ia bersyukur bahwa ibunya menemukan sosok suami
yang sangat baik (secara finansial maupun kasih sayang) dan
menjadi ayah tiri yang baik untuknya walaupun terpisah jarak yang
sangat jauh.
Perceraian yang terjadi dalam keluarga subjek merupakan
perceraian yang diakibatkan oleh perselingkuhan. Seperti yang
telah peneliti bahasa dalam kajian teori. Perselingkuhan merupakan
faktor terjadinya perceraian, menurut Agoes Dariyo
“Perselingkuhan merupakan sebuah perzinaan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain yang bukan menjadi pasangan hidup
yang sah, padahal ia telah terikat dalam perkawinan secara resmi
dengan pasangan hidupnya.”2 Akibat semua itu, kemungkinan
seseorang memilih untuk bercerai dari pasangan hidupnya terlebih
dari perselingkuhan tersebut membuahkan hasil yaitu seorang
anak.
Dalam islam putusnya perkawinan yang dialami orang tua
subjek termasuk putusnya perkawinan karena sebab fasakh.
Menurut Kamal Muchtar, fasakh berarti perceraian yang
disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami
atau istri atau keduanya, sehingga mereka tidak sanggup untuk
melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuannya.3
Istri yang menderita fisik maupun batin karena tingkat suaminya,
misalnya suami melakukan kekerasan, menghilang tidak tahu
keberadaannya, dihukum penjara, istri atau suami berbuat zina dan
lain sebagainya, sehingga istri menderita lahir batin, maka dalam
2
Agoes Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, Jurnal
Psikologi Vol. 2 No. 2, 2004, h. 96
3
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 212
79
4
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 247
5
ibid, h. 241
80
3) Wimelia keryna
4) Rahman Sobrianto
Subjek merupakan salah satu siswa korban perceraian yang
cenderung bermasalah. Subjek sering bolos sekolah saat pelajaran
6
Hasil wawancara dengan subjek pada 24 Agustus 2017 di ruang kelas.
7
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 219
81
8
Hasil wawancara dengan Preli selaku wali kelas XII MIA pada 30 Agustus 2017 di Kantor
guru MA Islamiyah.
9
Hasil wawancara dengan subjek pada 9 September 2017 di kelas.
10
Dariyo, Memahami Psikologi Perceraian Dalam Kehidupan Keluarga, h. 95
82
11
ibid, h. 96
83
12
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 185
13
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, ( Jakarta: UI-Press, 1986), h. 61
84
memberi tahu subjek. Ibu subjek juga tidak memberi tahu penyebab
kepergian ayah hingga saat ini.14
Dalam hukum islam, seorang suami yang pergi meninggalkan
istrinya selama lebih dari empat bulan dengan suka rela ataupun
terpaksa, maka istri berhak mengajukan perkara cerai atau
membatalkan akad ikah kepada hakim jika kepergian suami tidak
diketahui atau tidak bisa dihubungi.15 Dalam kasus ini, ayah subjek
sudah pergi sangat lama, tanpa pernah memberi kabar apalagi
memberikan nafkah. Bahkan, subjek dan keluarga tidak
mengetahui apakah ayah masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Saat ini ibu subjek sudah menikah lagi, tetapi hubungan subjek
dengan ayah tiri tidak terlalu baik, karena subjek tidak begitu setuju
jika ibunya menikah lagi di usia yang sudah tidak muda. Saat ini
subjek tinggal di pondok pesantren Al-Matiin untuk belajar tahfidz
dan qiraat. Ia bercita-cita ketika lulus dari sekolah sudah hafal 30
Juz al-Qur’an .
2) Mei Rahma
Subjek merupakan salah satu siswa dengan orang tua tunggal
(ayah). Ibu subjek meningal dunia ketika ia duduk di kelas IX.
Menurut pengakuan subjek, ibunya meninggl dunia akibat sakit
dijahili (sakit akibat ilmu gaib), dan tidak bisa disembuhkan oleh
tenaga medis yang akhirnya menyebabkan kematian.
Setelah lulus dari sekolah SMP subjek tinggal dengan bibinya
(adik dari pihak ibu) dan pindah ke Tangerang (Pamulang), karena
ayahnya sudah menikah lagi dan lebih mementingkan keluarga
baru dari pada subjek. Ayah subjek tidak lagi memberikan nafkah
17
Abdul Rahman Al-Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 248
86
ِوَ ﻋﻠﻰ اﻟﻤَﻮْ ﻟُﻮ ِد ﻟﮫُ رَ زْ ﻗُﮭُﻦﱠ وَ ِﻛﺴْﻮَ ﺗُﮭُﻦﱠ ﺑِﺎﻟ َﻤﻌْﺮُ ف
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS. al-Baqarah
233)20
3) Kholimatul Ilahiyah
Dari hasil wawancara dengan subjek, ayah subjek meningal
dunia akibat sakit paru-paru. Ketika ayahnya sakit, subjek di
pondok pesantren dan tidak diizinkan pulang oleh pihak pesantren.
Hingga ayahnya meninggal, subjek tidak sempat melihat jenazah
ayah untuk terakhir kali.
18
Hasil wawancara dengan subjek pada 25 Agustus 2017 di ruang OSIS.
19
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, ( Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2014), h. 45
20
Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 29
87
21
Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Hukum Perkawinan, Direktorat Pembinaan Peradilan
Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001), h. 13, diunduh
pada 28 September 2017 , (e-dokumen.kemenag.go.id/files/tdTAsFc51315881487.pdf).
22
Hasil wawancara dengan subjek pada 30 Agustus 2017 di ruang kelas.
88
Ibu subjek meninggal dunia pada tahun lalu karena sakit ketika
ia duduk di kelas x. Ibu subjek meninggal dunia akibat sakit.
Sekarang ia tinggal dengan ayah dan adik, karena kakak sudah
menikah dan berkeluarga. Baginya ayah adalah sosok yang tegar
dan kuat, ayah mampu mengatasi kesedihannya setelah ibu
meninggal. Karena ekonomi keluarga subjek tidak begitu baik,
ayah selalu sibuk bekerja dan kurang memperhatikan sekolah
subjek, akibatnya subjek terkadang bolos sekolah dan melakukan
pelanggaran-pelanggaran lain di sekolah.23
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat
dan keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar dan harapan akan
cita-cita dan faktor ekstrinsik yaitu adanya penghargaan, lingkungan
belajar yang kondusif, kegiatan belajar yang menarik serta dorongan
dari orang-orang terkasih. Berikut peneliti uraikan motivasi belajar
dari siswa korban perceraian orang tua, diantaranya:
a. Motivasi belajar dari subjek korban perceraian hidup
1) Putri Sabriah
23
Hasil wawancara dengan subjek pada 30 Agustus 2017 di ruang kelas.
89
Selain itu menurut wali kelas, subjek adalah anak yang egois
dalam mengemukakan pendapat atau ketika menginginkan sesuatu,
tetapi masih dalam tahap wajar.25 Ia juga termasuk anak yang ceria
dan memiliki banyak teman. Walaupun subjek kurang mendapat
kasih sayang dan perhatian dari ayah dan ibu tirinya, ia mampu
mengatasinya dengan baik dan mengarahkan dirinya pada hal
positif.
2) Yuni Khoiriah
24
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1994), h. 89
25
Hasil wawancara dengan Preli selaku wali kelas XII MIA pada 30 Agustus 2017 di ruang
guru MA Islamiyah.
90
3) Wimelia Keryna
26
Hasil wawancara dengan subjek pada Jumat 25 Agustus 2017 di ruang OSIS.
27
Hasil wawancara dengan teman subjek pada 25 Agustus 2017 di ruang kelas.
91
28
Hasil wawancara degan Aida selaku wali kelas XI IIS pada 24 Agustus 2017.
29
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan pembelajaran, (Jakarta: Rineka Ciptra, 1999), h. 88
30
Hasil wawancara dengan teman subjek
92
31
Hasil wawancara dengan subjek
32
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan pembelajaran, h. 89
33
Hasil wawancara dengan teman subjek pada 8 September 2017 di kelas
34
John W Santrock, Remaja, Terj. dari Edolescence, Eleven Edition oleh Benedictine
Widyasinta, (Jakarta: Erlangga, 2007), jilid 2, h. 32
93
35
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 149-150
94
36
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1989), h. 354
95
37
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 109-110
96
3) Kholimatul Ilahiyah
Subjek termasuk ke dalam kategori siswa yang memiliki
motivasi belajar ditingkat pertengahan. Karena ia mengaku belajar
di rumah hanya jika ada pr dan ulangan. Tetapi ketika
pembelajaran di kelas berlangsung ia cukup memperhatikan dan
antusias mengikuti berbagai aktifitas pembelajaran walaupun
masih kurang aktif.
Subjek merupakan siswa yang tinggal di pesantren dan jauh
dari orang tua. Walaupun jarang bertemu, tetapi ibu subjek cukup
memperhatikan belajar subjek dengan memberikan dorongan
melalui telepon. Hal ini menunjukan bahwa subjek mendapatkan
dorongan atau motivasi belajar dari ibunya. Motivasi belajar subjek
cenderung ia dapatkan dari luar dirinya, sedangkan dari dalam
dirinya masih terlihat kurang. Walaupun begitu subjek masih bisa
mengikuti pelajaran dengan cukup baik dan tidak pernah
melanggar tata tertib sekolah.
4) Silmi Hakiki
Saat melakukan wawancara dengan subjek, peneliti cukup
kesulitan mendapatkan informasi mengenai dirinya dan
keluarganya. Subjek sangat menutup diri, ia hanya menjawab
dengan jawaban singkat, tidak seperti subjek lain yang nyaman
bercerita kepada peneliti saat wawancara. Begitupun dalam
pergaulannya di sekolah, ia termasuk anak yang sangat pendiam,
dan hanya bermain dengan satu atau dua orang teman yang bahkan
tidak begitu akrab.
Mengenai masalah belajar, subjek juga termasuk anak yang
lamban dan tidak terlihat bersemangat ketika belajar, hanya
memperhatikan guru tanpa ikut terlibat aktif dalam pembelajaran.
5) Muhammad Arif Asy’ari Lubis
Dari hasil pengamatan peneliti ketika melalukan observasi di
Madrasah tersebut, subjek sering menunjukan perilaku yang
97
38
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011), h. 90-91
98
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Madrasah Islamiyah
Ciputat mengenai dampak perceraian orang tua terhadap motivasi belajar
siswa, berikut peneliti uraikan faktor perceraian dan dampaknya terhadap
motivasi belajar siswa, diantaranya:
1. Perceraian yang terjadi kepada orang tua siswa diakibatkan oleh
berbagai faktor, diantaranya akibat perselingkuhan, krisis ekonomi,
terlibat perjudian, pertengkaran yang tidak kunjung reda, ayah
pergi tanpa kabar dalam jangka waktu yang sangat lama, dan orang
tua meninggal dunia dengan latar belakang masalah yang berbeda-
beda.
2. Terdapat beberapa masalah yang dialami subjek korban perceraian,
yaitu masalah psikis yaitu kecemasan, stress, kesedihan yang
mendalam, merasa tidak percaya diri, dan kurang bisa
bersosialisasi, dan masalah akademis seperti malas belajar, bolos
sekolah, melanggar tata tertib, malas mengerjakan tugas, dan
lainnya.
3. Dampak perceraian orang tua terhadap motivasi belajar siswa
berbeda pada setiap anak. Siswa yang memiliki motivasi belajar
tinggi, baginya perceraian orang tua bukanlah hal yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar mereka di sekolah. Tetapi bukan
berarti mereka tidak terpukul dengan keadaan keluarga yang
tercerai berai, justru mereka mampu mengatasi masalah yang
dihadapi menjadi pelajaran berharga dan tidak ingin mengalami hal
serupa di masa depan. Bagi siswa yang motivasi belajarnya rendah
pasca perceraian orang tua, mereka belum bisa mengendalikan
emosi dengan baik dan akhirnya mempengaruhi kondisi belajarnya,
99
100
al- Amili, Ali Husain Muhammad Makki. Perceraian Salah Siapa?. Terj. dari
Ath-Thalaqu Khoti’atu Man? Oleh Mudhor Ahmad Assegaf dan Hasan
Shaleh. Jakarta: Lentera. 2001.
-------. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Rineka
Cipta. 2014.
101
102
Mun’im, Syaikh Abdul. Saat Cerai Menjadi Pilihan. Solo: PT. Aqwam.
Terjemahan. 2012.
Ningrum, Putri Rosalia, Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja,
eJournal Psikologi, Vol. 1 No. 1, 2013.
Putra, Nusa. Penelitia Kualitatif Proses dan Aplikasi. Jakarta: Permata Puri
Media. 2012.
103
Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Toeri dan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta 2011.
Tihami dan Sohari Sahrani. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap.
Jakarta: Rajawali Pers. 2009.
104
Tujuan : Mengetahui perilaku subjek saat belajar di kelas dan di luar kelas
Putri Sabriah Kegiatan Saat belajar di kelas, subjek aktif bertanya dan
pembelajaran menjawab pertanyaan yang diberikan guru,
antusias dalam mengerjakan tugas.
di ruang kelas
Di luar kelas, subjek termasuk siswa yang ceria
Kegiatan di dan mudah bergaul. Ia juga aktif dalam organisasi
luar kelas osis dan pramuka.
Rahmat Kegiatan Saat belajar subjek termasuk anak yang pasif dan
Sobrianto pembelajaran cenderung pendiam sekali tetapi tetap
memperhatikan pelajaran.
di ruang kelas
Subjek juga tidak pernah terlihat bergaul dengan
Kegiatan di teman-teman. Cenderung menutup diri dari dunia
luar kelas luar. Ia hanya bermain handphone ketika istirahat.
Dela Nur Kegiatan Subjek merupakan siswa pindahan sejak dua bulan
Hafifah pembelajaran lalu. Sejauh ini belum terlihat bagaimana
prestasinya di sekolah secara keseluruhan. Tetapi
di ruang kelas ketika peneliti melakukan observasi di kelas,
subjek cukup memperhatikan pelajaran dengan
baik walaupun sesekali ia mengobrol dengan
teman sebangku dan main handphone.
Mei Rahma Kegiatan Subjek termasuk anak yang pintar dan berprestasi.
pembelajaran Memiliki kemauan belajar yang tinggi. Walaupun
sesekali melanggar peraturan sekolah, seperti
di ruang kelas
memakai sepatu yang tidak sesuai dengan
peraturan.
Silmi Hakiki Kegiatan Ketika belajar di kelas subjek termasuk anak yang
pembelajaran tidak aktif, tetapi cukup memperhatikan dengan
baik. Dalam mengerjakan tugas, ia siswa yang
di ruang kelas
cenderung lamban, harus selalu ditegur guru untuk
mengumpulkan tugas.
Jawaban: Sekolah sih hubugannya baik ya sama orang tua, Cuma kalau
putri saya belum pernah ketemu orangtuanya, kalau Rahman pernah sekali
karna anaknya sering bolos juga. Bakapnya sih welcome sama sekolah ga
nutup-nutupin keadaan anaknya.
1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Baru dua bulan terakhir ini
saya dekat dengan dela, karna dia siswa baru.
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Saya sudah anggap dela seperti
saudara saya sendiri ka.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari disekolah? Pertahian
sama temen, petakilan (ga bisa diem), kadang-kadang males.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? dia anaknya mudah bergaul
ka.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Iyah dia suka cerita sama saya.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Pernah sekali. Katanya
ayah kandungnya pergi waktu dia masih bayi. Tapi dia udah punya ayah
baru sekarang dan dia sayang banget sama ayahnya yang sekarang.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Kadang males-
malesan.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Kadang males kadang rajin ka,
semoodnya dia aja.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Rendah sih menurut saya, soalnya dia suka ga
perduli sama tugas.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Saya bisa menegurnya dan memberikan semangat agar dia
termotivasi lagi, kalau ada yang tidak di mengerti kami akan berdikusi.
HASIL WAWANCARA
1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kurang lebih satu tahun
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Lumayan dekat, seperti sahabat,
temen curhat juga.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari disekolah? Menurut
saya sikap dia sehari-harinya di sekolah sangat baik ka, mudah berbaur
dengan siapapun, dan punya rasa percaya diri yang cukup baik.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? sikapnya sangat baik
terhadap teman-teman, tidak membeda-bedakan teman.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Ga pernah cerita kalo sama saya, tapi tidak tahu kalo sama yang lain.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Ga pernah.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Dia tertib selama
pelajaran berlangsung, tapi dia ga aktif dalam menjawab dan bertanya.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia cukup rajin.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Menurut saya motivasi belajarnya rendah, karena
dia ga aktif.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Sebagai teman saya akan membimbing dan memberikan motivasi
agar dia semangat belajar kembali.
HASIL WAWANCARA
1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kurang lebih satu tahun
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Tidak begitu dekat
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Dia tidak
terlalu aktif dan cenderung pendiam.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? dia tidak banyak bicara,
sangat pendiam
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Kalau sama saya tidak pernah, tapi kalau sama temen lainnya saya ga tau
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Tidak pernah
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar sangat aktif dan rajin.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia anak yang rajin belajar dan
memiliki kemauan tinggi ka.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Motivasi belajarnya sangat tinggi ka, karena dia
punya kemauan kuat buat jadi orang sukses. Contohnya aja dia jadi juara
kelas di kelas semester kemarin.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Sebagai teman jika dia kesulitan saya akan membantu selagi saya
bisa.
HASIL WAWANCARA
Informan : Syamsiatun
1. Sudah berapa lama berteman dengan subjek? Kurang lebih satu tahun
2. Seberapa dekat kamu dengan subjek? Tidak dekat ka.
3. Menurut kamu bagaimana sikap subjek sehari-hari di sekolah? Dia
anaknya cenderung bermasalah di sekolah.
4. Bagaimana sikap dia terhadap teman-teman? dia bergaul dengan teman-
teman yang kurang baik. Dia dam temen-temennya suka bolos sekolah dan
melanggar tata tertib sekolah.
5. Apakah dia suka menceritakan masalahnya kepada kamu atau teman lain?
Tidak pernah.
6. Apakah dia pernah bercerita tentang keluarganya? Tidak pernah.
7. Bagaimana cara subjek bersikap ketika sedang belajar? Sikap dia saat
belajar tidak aktif, jarang memperhatikan juga, terkadang jalan-jalan di
dalam kelas ketika pelajaran berlangsung.
8. Apakah dia orang yang rajin/malas? Dia anaknya males.
9. Menurut kamu apa dia memiliki motivasi belajar yang rendah/ tinggi?
Contohnya seperti apa? Motivasi belajarnya rendah, terlihat dari cara dia
belajar di kelas, seperti tidak ada tujuan. Mungkin dia seperti itu karena
terlibat pergaulan yang salah ka.
10. Sebagai teman apa yang kamu lakukan jika dia mengalami kesulitan dalam
belajar? Sebagai teman jika dia kesulitan saya akan membantu selagi saya
bisa.
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner