Anda di halaman 1dari 35

HANNIBAL

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:


Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
a
THOMAS HARRIS

HANNIBAL
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.

MR. Collection's

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama


Jakarta, 2001
HANNIBAL
by Thomas Harris
Copyright © 1987 by Jack Ryan Enterprises Ltd.
All rights reserved.

HANNIBAL
Alih bahasa: Joko Raswono
GM 402 01.313
Foto sampul oleh: Phil Bray
Sampul dikerjakan oleh: Eduard Iwan Mangopang
Hak cipta terjemahan Indonesia:
PT Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Selatan 24 - 26
Jakarta 10270
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI,
Jakarta, Februari 2001

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

HARRIS, Thomas
Hannibal/Thomas Harris; alih bahasa, Joko Raswono—Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2001.
432 hlm; 18 cm.

Judul asli: Hannibal


ISBN 979-686-313-8

I. Judul II. Raswono, Joko

813

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab percetakan
I
WASHINGTON, D.C.
Bab
1
Begitu dahsyat yang terjadi,
mestinya hari kemarin enggan berganti....

MOBIL Mustang Clarice Starling melaju menaiki landaian masuk yang


menuju kantor BATF—Biro Alkohol, Tembakau, dan Senjata Api—di
Massachusetts Avenue. Kantor Markas Besar yang disewa dari Pendeta
Sun Myung Moon untuk alasan ekonomis.
Pasukan penyerang menunggu dalam tiga kendaraan: paling depan,
sebuah van butut untuk penyamaran, dan dua van hitam SWAT di
belakangnya, sudah berawak dan sedang menunggu di garasi yang mirip
gua.
Starling mengeluarkan tas peralatan dari mobilnya dan lari menuju
mobil paling depan, sebuah van putih kotor yang di sisi kanan-kirinya
bertuliskan MARCELL'S CRAB HOUSE.
Melalui pintu belakang van yang terbuka, empat pria memperhatikan
kedatangan Starling. Wanita itu tampak semampai dalam pakaian kerja
dan bergerak cepat mengangkut tas peralatan. Rambutnya berkilauan
dalam cahaya temaram lampu neon.
"Perempuan. Selalu terlambat," kata seorang perwira polisi D.C.
Agen Khusus BATF John Brigham yang memegang komando.
"Dia tidak terlambat. Aku baru menghubunginya setelah menerima
informasi," kata Brigham. "Dia pasti datang terburu-buru dari Quantico.
Hei, Starling, berikan tas itu."
Starling ber-high five dengan Brigham. "Hei, John."
Brigham bicara pada polisi rahasia yang kumuh di belakang kemudi,
dan van itu melaju pergi bahkan sebelum pintu belakangnya tertutup,
memasuki senja musim gugur yang nyaman.
Clarice Starling, yang sudah veteran dalam bekerja di van pengawas,

7
merunduk di bawah lensa periskop di bagian belakang van, sedekat
mungkin dengan blok es kering seberat tujuh puluh lima kilo yang
digunakan sebagai AC bila mereka harus mengintai dengan mesin di-
matikan.
Van butut itu berbau keringat dan rasa takut yang tak pernah bisa
lenyap sepenuhnya. Pada masanya van itu telah diberi banyak label.
Tulisan yang kotor dan telah memudar di pintunya baru dipasang
setengah jam lalu. Lubang-lubang peluru yang ditutup dengan Bond-O
sudah lebih lama umurnya.
Jendela-jendela belakang merupakan cerrnin satu arah yang telah dicat
hitam. Starling dapat melihat van-van SWAT hitam besar mengikutinya.
la berharap mereka semua tak perlu terkurung berjam-jam di dalam van
ini.
Para polisi pria memandanginya setiap kali ia berpaling ke jendela.
Agen Khusus FBI Clarice Starling, tiga puluh dua tahun, selalu
tampak sesuai usianya. Dan ia senantiasa tampak cantik, sekalipun dalam
pakaian kerja.
Brigham mengambil clipboard dari tempat duduk di depan.
"Mengapa kau selalu ikut dalam operasi ini, Starling?" tanyanya
sambil tersenyum.
"Sebab kau selalu memintaku," jawab Starling.
"Untuk ini aku memerlukanmu. Tapi kulihat kau sedang ditugasi di
regu penyergap. Aku tidak pernah tanya-tanya, tapi seseorang di Buzzard's
Point membencimu, kurasa. Kau harus bekerja denganku. Ini anak-anak
buahku, Agen Marquez Burke dan John Hare. Dan ini Officer Bolton
dari Kepolisian D.C."
Tim penggerebekan gabungan yang terdiri atas BATF, tim-tim SWAT
DEA, dan FBI merupakan produk paksaan demi pengetatan anggaran
pada masa ketika bahkan Akademi FBI pun ditutup karena kekurangan
dana.
Burke dan Hare tampak seperti agen, sedangkan Bolton, polisi D.C.
itu, tampak seperti j u r u sita. Ia berasia sekitar empat puluh lima tahun,
terlalu gemuk dan tidak meyakinkan.
Wali Kota Washington, karena ingin tampak tegas dalam soal narkotika,
sesuai dengan keyakinannya sendiri mengenai narkoba, mendesak ke-
polisian D.C. untuk ambil bagian dalam setiap penggerebekan besar di
Washington. Karena itulah Bolton ikut serta.
"Hari ini gerombolan Drumgo sedang beraksi," kata Brigham.
"Evelda Drumgo, aku sudah tahu itu," kata Starling tanpa gairah.
Brigham mengangguk. "Dia sudah membuka pabrik 'es' di sebelah
Pasar Ikan Feliciana di tepi sungai. Informan kita mengatakan dia
sedang mengolah sejumlah kristal hari ini, dan dia sudah pesan tempat
di Grand Cayman untuk malam ini. Kita tak bisa menunggu."

8
Kristal metamfetamin alias met yang di jalanan disebut "es", merupakan
obat keras dan membuat orang kecanduan bukan kepalang.
"Soal obat itu urusan DEA. Tapi kita memerlukan Evelda dalam kasus
transportasi senjata-senjata Kelas Tiga antarnegara bagian. Surat perintah
merinci beberapa senapan mesin ringan Berreta dan sejumlah MAC 10.
Dan dia tahu di mana masih ada sejumlah senjata lain lagi. Aku ingin
kau berkonsentrasi pada Evelda, Starling. Kau pernah menangani dia.
Anak buahku akan membantumu."
"Kita mendapatkan pekerjaan mudah," kata Officer Bolton dengan
lega.
"Kurasa lebih baik kau menceritakan tentang Evelda pada mereka,
Starling," kata Brigham.
Starling menunggu sementara van melintasi rel kereta api.
"Evelda akan melawan kalian," kata Starling. "Dari luar, dia tidak
tampak seperti itu—dia dulu seorang model—tapi dia akan melawan
kalian. Dia janda Dijon Drumgo. Aku telah menahannya dua kali, me-
makai surat perintah RICO. Yang pertama kali bersama Dijon.
"Terakhir kali dia membawa senjata sembilan mili dan tiga kotak
peluru serta gas air mata Mace di tasnya, juga sebilah belati di balik
BH-nya. Aku tidak tahu apa yang dibawanya sekarang.
"Pada penahanan kedua, aku memintanya dengan sangat sopan untuk
menyerah. Dan dia menurut. Kemudian dalam tahanan D.C. dia mem-
bunuh sesama napi bernama Marsha Valentine dengan gagang sendok.
Jadi, kalian tidak tahu... wajahnya sukar dibaca. Dewan juri memutuskan
itu tindakan bela diri.
"Dia lolos dari tuntutan RICO yang pertama, dan yang berikutnya dia
kalahkan dengan argumentasi. Beberapa tuduhan karena bersenjata dihapus
karena dia punya anak-anak yang masih bayi, dan suaminya baru saja
terbunuh di jalan samping Pleasant Avenue, mungkin oleh gerombolan
Spliff.
"Aku akan memintanya agar menyerah. Mudah-mudahan dia mau
menurut—kita akan unjuk gigi di depannya! Tapi—dengarkan aku baik-
baik—kalau kita harus menaklukkan Evelda Drumgo, aku menginginkan
bantuan sungguh-sungguh. Tidak usah memikirkan melindungiku. Aku
ingin kalian bertindak tegas terhadapnya. Rekan-rekan, jangan harap
kalian akan menontonku bergulat dengan Evelda."
Dulu Starling menaruh hormat pada pria-pria ini. Sekarang mereka
tidak menyukai apa yang diucapkannya, namun ia tidak peduli. Sudah
terlalu banyak yang dilihatnya.
"Evelda Drumgo berkaitan dengan Trey-Eight Crip melalui Dijon,"
kata Brigham. "Menurut informan kita, Evelda memperoleh pengamanan
dari Crip. Dan Crip ini adalah distributor di sepanjang pantai. Pengamanan
itu terutama untuk melawan gerombolan Spliff. Aku tidak tahu apa yang

9
akan dilakukan Crip bila melihat kitalah yang menggerebek. Mereka tak
akan melawan FBI bila mungkin."
"Kalian mestinya tahu—Evelda positif mengidap HIV," kata Starling.
"Dijon menjangkitinya melalui jarum suntik. Evelda mengetahuinya ketika
berada dalam tahanan, dan dia langsung kalap. Pada hari itu dia mem-
bunuh Marsha Valentine dan dalam penjara dia melawan para penjaga.
Bila dia tidak bersenjata dan melawan, kalian siap-siap saja mendapat
semprotan dengan cairan apa pun yang dapat dia siramkan. Dia akan
meludah dan menggigit, dia akan mengencingi dan buang kotoran di atas
kalian kalau kalian mencoba menjinakkannya. Maka pakailah sarung
tangan dan masker. Bila dia kalian masukkan ke dalam mobil patroli,
hati-hati terhadap jarum di rambutnya saat kalian memegang kepalanya,
dan amankan kakinya."
Wajah Burke dan Hare menjadi kecut. Officer Bolton tampak tak
senang. Dengan dagunya yang kemerahan ia menunjuk ke pistol utama
Starling, sebuah Colt .45 yang telah lama digunakan, dengan sebuah pita
tali skateboard di pegangannya, bertengger di atas sarung Yaqui di
belakang pinggul. "Kau pergi ke mana-mana dengan benda itu selalu
terkokang?" ia ingin tahu.
"Terkokang dan terkunci setiap saat, sepanjang hari," jawab Starling.
"Berbahaya," kata Bolton.
"Datanglah ke lapangan tembak. Nanti kujelaskan padamu, Officer."
Brigham menyela. "Bolton, aku melatih Starling ketika dia menjadi
juara tembak antardinas tiga tahun berturut-turut. Jangan mengkhawatirkan
senjatanya. Orang-orang dari Tim Penyelamat Sandera, the Velcro Cow-
boys... apa sebutan mereka untukmu setelah kau mengalahkan mereka,
Starling? Annie Oakley?"
"Poison Oakley," sahut Starling sambil memandang kosong ke luar
jendela.
Starling merasa tertekan dan kesepian di dalam van yang penuh
dengan lelaki itu. Chaps, Brut, Old Spice, keringat, dan kulit. Ia merasa
agak takut, dan perasaan takut itu mengganjal bagaikan sekeping uang
logam di bawah lidah. Sebuah bayangan muncul dalam pikirannya:
ayahnya yang berbau tembakau dan sabun kasar sedang mengupas jeruk
dengan pisau saku. Bilah pisau itu menguliti jeruk tersebut dengan
mantap. Dan ia membagi jeruk itu dengan Starling di dapur. Lampu
belakang pickup ayahnya menghilang ketika ia pergi patroli malam,
yang akhirnya menyebabkan kematiannya. Pakaian-pakaiannya di lemari.
Kemeja untuk dansa. Beberapa barang indah di kamar Starling sendiri
yang kini tak pernah dipakainya. Pakaian-pakaian pesta yang tergantung
menyedihkan, seperti mainan di kamar loteng.
"Sekitar sepuluh menit lagi," pengemudi memberitahu.
Brigham memandang keluar melalui kaca depan dan melihat jamnya.

10
"Ini denahnya," ia berkata. Di tangannya ada sketsa kasar yang digambar
tergesa-gesa dengan Magic Marker, berikut denah lantai yang agak
buram, yang dikirim kepadanya melalui faks oleh Departemen Pekerjaan
Umum. "Gedung pasar ikan letaknya sejajar dengan toko-toko dan
gudang sepanjang tebing sungai. Ujung Parcell Street masuk ke dalam
Riverside Avenue di alun-alun kecil di depan pasar ikan.
"Lihat, bangunan pasar ikan itu membelakangi tepi sungai. Di belakang
sana ada dok yang terbentang sepanjang belakang gedung, tepat di sini.
Di sebelah pasar ikan di lantai dasar terletak lab Evelda. Pintu masuk
ada di depan sini. Tepat di sebelah awning pasar ikan. Evelda menyuruh
orang-orangnya berjaga di luar, sementara dia mengolah obatnya. Paling
sedikit mereka tersebar tiga blok di sekitar situ. Pada operasi sebelumnya,
mereka telah memberitahu dia pada waktunya, sehingga dia sempat
melenyapkan bahannya. Maka... sebuah tim penggerebekan DEA dalam
van ketiga akan masuk dari. sebuah perahu nelayan di sisi dok pada
pukul 15.00. Kita bisa lebih mendekat daripada siapa pun dengan van
ini, tepat di pintu masuknya, beberapa menit sebelum penggerebekan
dimulai. Bila Evelda keluar dari depan, kita menangkapnya. Bila dia
tetap di dalam, kita serang pintu di sisi jalan ini setelah mereka
menyerang sisi satunya. Mobil van kedua bisa melindungi kita. Ada
tujuh orang. Mereka masuk pukul 15.00, kecuali kalau kita menelepon
mereka terlebih dahulu."
"Kita apakan pintu itu?" tanya Starling.
Burke menjawab. "Bila terdengar tenang, kita dobrak. Bila terdengar
gedoran atau tembakan, 'Avon calling'." Burke menepuk senjatanya.
Starling mengerti maksudnya. "Avon calling" adalah selongsong senapan
magnum tiga inci yang diisi peluru berbubuk halus untuk meledakkan
gembok tanpa melukai orang-orang di dalam.
"Anak-anak Evelda... di mana mereka?" tanya Starling.
"Informan kita melihat mereka dititipkan di tempat penitipan anak,"
kata Brigham. "Informan kita itu dekat dengan keluarga tersebut. Se-
dekat... yah, pokoknya sedekat yang dimungkinkan dengan seks yang
aman."
Radio Brigham berderik-derik pada alat pendengarnya, dan ia me-
nengadah, mencari-cari bagian di langit yang bisa ia lihat dari jendela
belakang. "Mungkin dia hanya sedang memantau keadaan lalu lintas,"
katanya melalui mikrofon pada lehernya. Pada sopirnya ia berkata,
"Strike Two melihat helikopter berita sesaat yang lalu. Kau melihat
sesuatu?"
"Tidak."
"Sebaiknya dia cuma mengawasi lalu lintas. Ayo kita siap-siap."
Tujuh puluh lima kilo es kering tak akan bisa menyejukkan lima
orang yang berada di bagian belakang van pada hari panas itu. Khususnya

11
bila mereka mengenakan berbagai alat pelindung tubuh. Ketika Bolton
mengangkat tangannya, terbukti bahwa satu semprotan parfum tidak bisa
menggantikan mandi bersih-bersih.
Clarice Starling telah menjahitkan bantalan bahu dalam pakaian kerja-
nya, untuk menahan berat rompi Kevlar yang semoga saja antipeluru.
Rompi itu diberi sebuah lempengan keramik di bagian depan dan
belakang, hingga menambah beratnya.
Pengalaman tragis telah memberi pelajaran tentang pentingnya
lempengan di belakang itu. Memimpin serangan dengan tim beranggotakan
orang-orang yang tidak dikenal dan dengan tingkat kemahiran berbeda-
beda, sungguh-sungguh merupakan suatu kegiatan berbahaya. Tembakan
seorang teman dapat menghancurkan tulang punggung saat kau maju
mendahului regu yang masih hijau dan ketakutan.
Dua mil dari sungai, van ketiga menurunkan penumpang guna meng-
angkut tim DEA ke tempat pertemuan di perahu nelayan. Dan mobil van
pelindung menurunkan orang-orangnya pada jarak yang tidak mencolok
di belakang van penyamaran warna putih itu.
Lingkungan di situ sudah kumuh. Sepertiga dari gedung-gedung itu
penuh sesak oleh penghuni, dan rongsokan mobil-mobil terbakar teronggok
di tepi jalan. Anak-anak muda luntang-lantung di sudut-sudut jalan di
depan bar dan toko-toko kecil. Anak-anak bermain-main di seputar kasur
terbakar di trotoar.
Kalaupun satuan keamanan Evelda berada di luar, mereka berbaur
dengan baik di antara para pejalan kaki di trotoar. Laki-laki duduk di
mobil, berbincang-bincang di sekitar toko minuman keras dan di tempat
parkir toko kelontong.
Sebuah mobil Impala dengan kap terbuka, ditumpangi empat pemuda
kulit hitam, memasuki lalu lintas yang tidak begitu padat dan meluncur
di belakang van. Para penumpang itu melompat keluar dari mobil untuk
beraksi bagi gadis-gadis yang mereka lewati. Dentum keras stereo mereka
mendengung di pelat logam dalam van.
Sambil mengawasi melalui cermin satu arah di jendela belakang,
Starling dapat melihat bahwa anak-anak muda dalam mobil kap terbuka
itu bukanlah ancaman bagi mereka. Kelompok Crip hampir selalu me-
makai sedan besar dan kokoh, atau station wagon yang sudah cukup tua
untuk berbaur dengan lingkungan sekitar dan jendela-jendela belakangnya
selalu terbuka. Berawak tiga atau kadang empat orang. Sebuah tim
basket dalam mobil Buick bisa tampak menyeramkan bila pikiran selalu
dipenuhi kecurigaan.
Sementara menunggu di lampu lalu lintas, Brigham membuka tutup
lensa periskop dan menepuk lutut Bolton.
"Lihat sekeliling, apakah ada selebriti lokal di trotoar," kata Brigham.

12
Lensa objektif periskop itu tersembunyi di ventilator atas. Lensa itu
hanya dapat melihat ke kanan dan ke kiri.
Bolton memeriksa sepenuh putaran dan berhenti serta menyeka mata.
"Terlalu goyang bila mobil sedang berjalan," katanya.
Melalui radio, Brigham mencek tim di perahu. "Empat ratus meter ke
hilir dan sedang mendekat," ia mengulanginya untuk awak mobil van.
Van itu terhenti oleh lampu merah satu Wok dari Parcell Street, dan
berhenti berhadapan dengan pasar selama waktu yang terasa sangat lama.
Si pengemudi berpaling, seolah-olah memeriksa cermin spion sebelah
kanan, dan berkata dari sudut mulutnya pada Brigham, "Kelihatannya
tidak banyak orang membeli ikah. Ini dia."
Lampu berganti hijau, dan pada pukul tiga kurang tiga menit siang—
tepat tiga menit sebelum jam yang ditentukan—van penyamaran yang
butut itu berhenti di depan Pasar Ikan Feliciana, di sebuah tempat
strategis dekat belokan.
Di belakang, mereka mendengar suara menderit ketika pengemudi
memasang rem tangan.
Brigham menyerahkan periskop pada Starling. "Periksalah."
Starling menyapu bagian depan gedung dengan periskop. Meja-meja
dan counter-counter ikan di atas es berkilauan di bawah awning kanvas
di trotoar. Ikan-ikan laut dari pantai Carolina ditata rapi menurut kelompok
di atas potongan-potongan es, kepiting-kepiting merayap di dalam kotak-
kotak terbuka, dan udang-udang barong merangkak satu di atas yang lain
di sebuah tangki. Penjual ikan yang cerdik telah membasahi mata ikan
yang besar-besar supaya tetap tampak segar sampai sore nanti, saat
rombongan ibu rumah tangga kelahiran Karibia yang lihai-lihai datang
untuk mengendus dan memelototi dagangannya.
Sinar matahari memantulkan pelangi pada semburan air dari meja
tempat membersihkan ikan di luar. Di situ seorang lelaki bertampang
Latin dengan lengan besar sedang memenggal-menggal ikan hiu raksasa
dengan tebasan-tebasan luwes pisau lengkungnya. Lalu ia menyiram ikan
besar itu dengan semprotan yang ia pegangi. Air yang kemerah-merahan
karena darah mengalir ke selokan, dan Starling dapat mendengarnya
mengucur di bawah van.
Starling melihat pengemudi berbicara dengan penjual ikan. Menanyakan
sesuatu. Penjual ikan melihat jamnya. Ia angkat bahu, lalu menunjuk ke
sebuah tempat makan siang. Si pengemudi mengamat-amati pasar sesaat.
Ia menyulut rokok, lalu pergi menuju kafe.
Sebuah radio bersuara nyaring di pasar sedang memperdengarkan La
Macarena. Cukup keras untuk didengar Starling dalam van. Ia tak akan
pernah tahan lagi mendengar lagu itu seumur hidupnya.
Pintu yang sedang diintai berada di sebelah kanan. Sebuah pintu

13
logam berdaun ganda dengan dorongan keluar dari logam, serta satu
anak tangga dari beton.
Starling baru saja akan menyerahkan periskop ketika pintu dibuka.
Seorang pria kulit putih bertubuh besar, dengan kemeja Hawaii dan
bersandal, keluar. la memegangi sebuah kantong di depan dadanya.
Tangan satunya ada di belakang kantong. Seorang pria kulit hitam yang
kurus berotot mengikuti di belakangnya sambil membawa jas hujan.
"Hati-hati," kata Starling.
Evelda Drumgo keluar di belakang kedua pria itu. Lehernya yang
panjang dan wajah cantiknya tampak di belakang bahu kedua orang
tersebut.
"Evelda keluar di belakang dua lelaki, tampaknya mereka berdua
bersenjata," kata Starling.
Starling tidak cukup cepat menyerahkan periskop, hingga Brigham
menabraknya. Starling mengenakan helmnya.
Brigham bicara melalui radio. "Strike One pada semua unit. Siaga.
Siaga. Evelda keluar melalui sisi ini. Kita bergerak.
"Ringkus mereka setenang mungkin," kata Brigham. la mengokang
senjatanya. "Perahu akan tiba dalam tiga puluh detik. Mari kita
laksanakan."
Starling yang pertama-tama keluar. Rambut kepang Evelda bergoyang
ketika ia berpaling kepada Starling. Starling sadar akan dua lelaki di
samping Evelda, dengan senjata siap di tangan. Ia berseru, "Tiarap.
Tiarap!"
Evelda maju ke depan dari antara dua lelaki yang mengapitnya.
Ia menggendong bayi di lehernya.
"Tunggu. Tunggu. Aku tak ingin keributan," katanya pada kedua
lelaki di sampingnya. "Tunggu. Tunggu." Ia maju ke depan. Sosok tegak
berwibawa. Membopong bayinya tinggi-tinggi di depan, sejauh memung-
kinkan, sementara selimut bayinya terjuntai ke bawah.
Beri dia kesempatan. Dengan gerakan cepat, Starling menyarungkan
pistolnya. Ia membentangkan kedua lengannya, tangannya terbuka.
"Evelda! Menyerahlah. Datanglah padaku." Di belakang Starling terdengar
deru mobil V8 besar dan decit ban-ban. Starling tak dapat berputar.
Lindungi aku.
Evelda tidak menggubris Starling; ia berjalan ke arah Brigham, selimut
bayinya menggeletar ketika senjata MAC 10 di baliknya meletus. Brigham
tersungkur. Masker wajahnya berlumuran darah.
Si lelaki kulit putih bertubuh besar menjatuhkan kantong yang dibawa-
nya. Burke melihat pistol otomatisnya dan menembakkan bubuk timah
dari peluru Avon senapannya. Ia mengokang, tapi tidak cukup cepat.
Lelaki besar itu memberondongnya dengan peluru, terarah ke selangkangan
Burke di bawah rompi, sambil berputar ke arah Starling ketika wanita

14
itu baru mengeluarkan senjata. Starling menembaknya dua kali di tengah
kemeja Hawaii-nya sebelum orang itu dapat menembak.
Terdengar tembakan di belakang Starling, dan lelaki kulit hitam kurus
itu menjatuhkan jas hujannya yang menutupi senapan, sambil membungkuk
masuk ke dalam gedung. Sementara itu, sebuah dorongan keras semacam
bogem mentah menghantam punggung Starling, membuatnya sempoyongan
dan megap-megap kehabisan napas. Starling berpaling dan melihat ge-
rombolan penembak Crip melancarkan tembakan serentak dari jalan,
dalam sebuah sedan Cadillac, jendela-jendelanya terbuka, dua penembak
duduk bergaya Indian Cheyenne di jendela kiri-kanan sambil menembak
dari atas, dan orang ketiga menembak dari tempat duduk belakang. Api
dan asap keluar dari tiga moncong senjata api, peluru berdesingan di
udara di sekitar Starling.
Starling merunduk di antara dua mobil yang diparkir. la melihat
Burke kejang-kejang di jalan. Brigham tergeletak diam. Helmnya me-
ngeluarkan genangan darah. Hare dan Bolton menembak dari antara
mobil-mobil di suatu tempat di seberang jalan. Dan di sana kaca-kaca
mobil hancur berantakan dan bergemerencing di jalan; sebuah ban
meletus saat dihantam senapan otomatis dari Cadillac. Starling, sambil
menginjakkan satu kaki di selokan, muncul keluar untuk melihat.
Dua penembak duduk di jendela sambil menembak melintasi atap mobil,
pengemudinya menembakkan pistol dengan satu tangan yang bebas. Orang
keempat di tempat duduk belakang dengan pintu terbuka sedang menarik
Evelda dan bayinya. Evelda membawa kantong tadi. Mereka menembaki
Hare dan Bolton di seberang jalan. Asap mengepul dari ban belakang
Cadillac, dan mobil itu mulai meluncur. Starling berdiri dan berputar,
menembak si pengemudi di sisi kepalanya. la menembak dua kali ke
penembak yang duduk di jendela depan. Orang itu terjungkal. Starling
menjatuhkan magasin peluru kosong dari pistol kaliber .45-nya dan, tanpa
mengalihkan pandangan dari Cadillac, mengisinya dengan yang baru,
bahkan sebelum magasin kosong tadi menyentuh tanah.
Cadillac itu menabrak sederetan mobil di seberang jalan, dan akhirnya
berhenti sepenuhnya.
Kini Starling berjalan menuju Cadillac. Seorang penembak masih
duduk di jendela belakang. Matanya jelalatan dan tangannya mendorong-
dorong atap mobil, dadanya terimpit di antara Cadillac dan sebuah mobil
yang diparkir. Senjatanya telah terlepas dari atas atap. Dua tangan
kosong muncul dari dekat jendela belakang. Seorang lelaki yang memakai
bandana biru keluar dengan tangan terangkat. la lari. Starling tidak
menggubrisnya.
Terdengar tembakan dari sebelah kanan Starling. Penembaknya me-
luncur ke depan dengan wajah telungkup, mencoba merangkak ke bawah
sebuah mobil. Baling-baling helikopter berdesing-desing di atas Starling.

15
Seseorang berteriak di dalam pasar ikan, "Tetap tiarap. Tetap tiarap."
Orang-orang tiarap di bawah counter-counter dan air mengucur di meja
pembersih ikan yang telah ditinggalkan.
Starling maju menuju Cadillac. Ada gerakan di bagian belakang
mobil. Mobil itu berguncang-guncang. Bayi di dalamnya menjerit-jerit.
Terdengar tembakan dan jendela belakang mobil itu hancur berantakan.
Starling mengangkat tangan dan berteriak tanpa berputar, "TAHAN.
Jangan tembak. Awasi pintu. Di belakangku. Awasi pintu pasar ikan."
"Evelda." Tampak gerakan di bagian belakang mobil. Dan bayi itu
menjerit-jerit di dalamnya. "Evelda, keluarkan tanganmu lewat jendela
mobil."
Kini Evelda Drumgo keluar. Bayinya tetap menjerit-jerit. Lagu La
Macarena berdentam-dentam pada pengeras suara di pasar ikan. Evelda
keluar dan berjalan menuju Starling, kepalanya tertunduk, kedua lengannya
mendekap si bayi.
Burke kejang-kejang di jalan di antara mereka. Kini kejang-kejang itu
semakin sedikit, karena ia sudah hampir kehabisan darah. La Macarena
menyentak-nyentak bersama Burke. Seseorang merunduk dan cepat-cepat
mendekatinya, berbaring di sebelahnya, berusaha menghentikan perdarah-
annya.
Starling mengarahkan senjatanya ke tanah di depan Evelda. "Evelda,
tunjukkan tanganmu. Ayolah, tunjukkan tanganmu padaku."
Di balik selimut ada sebuah tonjolan. Evelda, dengan rambut dikepang
dan matanya yang hitam, mendongakkan kepala dan memandang Star-
ling.
"Ternyata kau, Starling," katanya.
"Evelda, jangan lakukan ini. Pikirkan bayimu."
"Mari kita bertukar darah, brengsek."
Selimut itu menggelepar. Udara bagai terempas. Starling menembak
Evelda Drumgo pada bibir atas, dan belakang kepalanya pecah keluar.
Starling, entah bagaimana, terduduk dengan rasa nyeri di sisi kepala.
Dan ia megap-megap kehabisan napas. Evelda juga terduduk di jalan. Ia
ambruk ke depan, di antara kedua kakinya. Darah bercucuran keluar dari
mulutnya, melumuri si bayi yang tangisannya teredam oleh tubuh Evelda.
Starling merangkak mendekati Evelda dan melepaskan sabuk gendongan
bayi yang licin. Ia mengambil belati dari BH Evelda, membukanya tanpa
melihat, dan memotong tali gendongan bayi itu. Bayi itu merah dan
licin, sulit digendong oleh Starling.
Starling, sambil menggendongnya, mengangkat mata dengan cemas. Ia
dapat melihat air menyembur ke udara dari pasar ikan, dan ia lari ke
sana sambil menggendong bayi yang berlumuran darah itu. Ia menyapu
jatuh pisau-pisau dan isi perut ikan, lalu menempatkan si bayi di meja
pemotongan ikan. Disemprotnya anak itu dengan air dari semprotan.

16
Anak kecil hitam itu tergeletak di meja pemotongan yang putih, di
tengah-tengah pisau dan isi perut ikan, dengan kepala ikan hiu di
sampingnya. la dicuci dari darah yang positif terjangkit HIV, sementara
darah Starling sendiri mengucur di atasnya, menyatu dengan darah
Evelda dalam arus yang sama, seasin lautan.
Air menyembur, memantulkan pelangi semu Perjanjian Tuhan, panji-
panji berkilauan atas karya palu-Nya yang buta. Tak ada lubang peluru
pada anak manusia ini yang bisa dilihat Starling. Pengeras suara tetap
mengumandangkan La Macarena. Lampu blitz berkeredap dan terus
berkeredap, sampai Hare menyeret pergi si fotografer.

17
Bab
2

SEBUAH jalan buntu di permukiman kaum buruh di Arlington, Virginia,


beberapa saat setelah tengah malam. Suatu malam yang gerah di musim
gugur, setelah turun hujan. Udara bergerak berat di depan gelombang
dingin. Di tengah bau tanah dan dedaunan yang basah, seekor jangkrik
mengerik. Ia terdiam ketika sebuah getaran keras sampai kepadanya.
Sebuah Mustang 5.0 liter menderum teredam dengan tabung pipa baja
memasuki jalan buntu itu, diikuti oleh sebuah mobil marshal federal.
Kedua mobil tersebut meluncur ke jalan masuk sebuah rumah dupleks
yang rapi, lalu berhenti. Mustang tadi masih bergetar sedikit sementara
mesinnya masih hidup. Ketika mesin berhenti, si jangkrik menunggu
sesaat, lalu mulai mengerik lagi. Nyanyian terakhirnya sebelum salju
datang. Nyanyian terakhir untuk selamanya.
Seorang marshal federal berseragam keluar dari tempat duduk
pengemudi mobil Mustang. Ia mengitari mobil untuk membukakan pintu
penumpang bagi Clarice Starling. Starling keluar. Sebuah pita kepala
warna putih mengikat perban di atas telinganya. Ada noda-noda Betadin
warna jingga pada leher di atas pakaian bedah warna hijau yang ia
kenakan.
Ia membawa barang-barang pribadinya di sebuah kantong plastik
beritsleting—isinya antara lain beberapa permen, kunci, kartu identitas
sebagai Agen Khusus FBI, sebuah magasin peluru cepat muat berisi lima
butir peluru, dan sebuah kaleng kecil gas air mata Mace. Selain itu, ia
membawa sebuah ikat pinggang dan sarung pistol yang kosong.
Sang marshal menyerahkan kunci-kunci mobil kepadanya.
"Terima kasih, Bobby."

18
"Kau ingin aku dan Pharon masuk dan duduk sebentar menemanimu?
Atau kupanggil Sandra? Dia masih menungguku. Akan kuajak dia kemari.
Kau memerlukan teman...."
"Tidak. Aku akan masuk sekarang. Sebentar lagi Ardelia pulang.
Terima kasih, Bobby."
Si marshal dan rekannya masuk ke dalam mobil yang sedang me-
nunggu. Ketika ia melihat Starling telah aman masuk ke dalam rumah,
mobil federal itu pergi.
Ruang cuci pakaian di rumah Starling hangat dan berbau pelembut
tekstil. Selang-selang mesin cuci dan pengering pakaian dijepit rapi
dengan jepitan plastik. Starling meletakkan barang-barang pribadinya di
atas mesin cuci. Kunci-kunci berdenting keras di atas tutupnya yang
terbuat dari logam. Ia mengeluarkan sejumlah cucian dari mesin cuci
dan memasukkannya ke dalam mesin pengering. Ia melepas celana
kerjanya dan melemparnya ke dalam mesin cuci, beserta pakaian bedah
hijau dan BH yang bernoda darah. Lalu ia menghidupkan mesin. Ia
mengenakan kaus kaki serta celana dalam dan pistol khusus kaliber .38
dengan pelatuk terselubung di sarung yang dipasang pada mata kaki.
Punggung dan tulang rusuknya menampakkan memar-memar baru dan
sikunya tergores. Mata dan pipi kanannya bengkak.
Mesin cuci mulai memanas dan mengaduk-aduk. Starling menyelimuti
diri dengan handuk pantai yang lebar dan berjalan ke ruang duduk. Ia
kembali dengan membawa gelas berisi Jack Daniel's. Ia duduk di keset
karet di depan mesin cuci dan bersandar di situ dalam gelap, sementara
mesin yang hangat itu berdegup-degup dan mengaduk-aduk. Ia duduk di
lantai dengan wajah menengadah, terisak-isak sedikit sebelum akhirnya
air mata mengalir. Air mata hangat yang membasahi pipi, mengalir di
wajahnya.

Ardelia Mapp diantar pulang oleh teman kencannya pada pukul satu
kurang seperempat malam, sesudah suatu perjalanan bermobil yang
panjang dari Cape May, dan Ardelia mengucapkan selamat malam di
pintu. Ia sedang berada di kamar mandi ketika mendengar air mengalir
ke dalam pipa-pipa saat mesin cuci berputar.
Mapp pergi ke belakang rumah dan menyalakan lampu dapur yang ia
gunakan bersama Starling. Ia dapat melihat ke dalam ruang cuci. Ia juga
dapat melihat Starling duduk di lantai, kepalanya diperban.
"Starling! Oh, Sayang." Ia cepat-cepat berlutut di samping Starling.
"Ada apa?"
"Aku tertembak di telinga, Ardelia. Mereka merawatku di Walter
Reed. Jangan nyalakan lampu, oke?"
"Oke. Akan kubuatkan sesuatu. Aku belum mendengar apa-apa. Kami
memasang tape selama perjalanan dalam mobil. Ceritakanlah."

19
"John meninggal, Ardelia."
"Bukan Johnny Brigham, kan!" Mapp dan Starling sama-sama naksir
Brigham ketika Brigham menjadi instruktur tembak di Akademi FBI.
Mereka mencoba melihat gambar tatonya melalui lengan kemejanya.
Starling mengangguk dan menyeka mata dengan punggung tangan,
seperti anak kecil. "Evelda Drumgo dan beberapa anggota gerombolan
Crip. Evelda menembaknya, Mereka juga membunuh Burke. Marquez
Burke dari BATF. Kami semua masuk bersama-sama. Evelda sudah
diberitahu terlebih dahulu dan rombongan berita TV datang bersamaan
waktu dengan kami. Evelda adalah urusanku. Dia tidak mau menyerah,
Ardelia. Dia tidak mau menyerah dan dia menggendong bayi. Kami
baku tembak. Dia mati."
Mapp belum pernah melihat Starling menangis sebelum ini.
"Ardelia, aku membunuh lima orang hari ini."
Mapp duduk di lantai di sebelah Starling dan merangkul Starling.
Berdua mereka bersandar pada mesin cuci yang sedang bekerja. "Bagai-
mana dengan bayi Evelda?"
"Bayi itu kucuci dari lumuran darah. Tak ada luka pada kulitnya,
sejauh yang dapat kulihat. Rumah sakit mengatakan secara fisik dia tak
apa-apa. Dalam beberapa hari dia akan diserahkan pada ibu Evelda. Kau
tahu ucapan terakhir Evelda padaku, Ardelia? Dia berkata, 'Ayo kita
bertukar darah, brengsek.'"
"Akan kubuatkan sesuatu," kata Mapp,
"Apa?" kata Starling.

20
Bab
3

BERSAMA temaramnya subuh, datang koran dan siaran berita dini hari di
televisi.
Mapp datang membawa beberapa potong kue ketika mendengar Star-
ling telah bangun, dan mereka menonton bersama.
CNN dan saluran-saluran lain membeli film dari kamera helikopter
WFUL-TV. Hasil tangkapan yang luar biasa, langsung dari atas.
Starling menonton satu kali. la harus melihat bahwa Evelda menembak
lebih dulu. la memandangi Mapp dan melihat kemarahan di wajahnya
yang cokelat.
Kemudian Starling lari untuk muntah.
"Berat sekali melihatnya," kata Starling ketika kembali dengan kaki
goyah dan wajah pucat.
Seperti biasanya, Mapp bicara blak-blakan. "Pertanyaanmu adalah
bagaimana perasaanku mengenai kau membunuh wanita kulit hitam yang
menggendong bayi itu. Inilah jawabannya. Dia menembakmu lebih dulu.
Aku ingin kau tetap hidup. Tapi, Starling, pikirkan tentang siapa yang
membuat kebijakan gila ini di sini. Pikiran tolol macam apa yang
menyebabkan kau dan Evelda Drumgo bertemu di tempat menyedihkan
itu hingga kalian dapat memecahkan persoalan narkotika tersebut dengan
senjata? Seberapa cerdaskah cara itu? Kuharap kau memikirkan, apakah
kau masih mau menjadi alat mereka lagi." Mapp menuangkan teh. "Kau
ingin aku menemanimu? Aku akan ambil cuti pribadi."
"Terima kasih. Kau tak perlu melakukan itu. Telepon aku."
Tabloid National Tattler, yang paling banyak diuntungkan dari boom-
ing tabloid di tahun 90-an, menerbitkan edisi ekstra yang, berdasarkan

21
standar mereka sendiri pun, cukup luar biasa. Pada pertengahan pagi,
seseorang melemparkannya ke rumah. Ketika mendengar suara buk
tersebut, Starling keluar dan menemukannya. la sudah siap menghadapi
yang terburuk. Dan dugaannya benar.
"MALAIKAT MAUT: CLARICE STARLING, MESIN PEMBUNUH FBI",
merupakan judul utama National Tattler dengan huruf-huruf mencolok
Railroad Gotik tujuh puluh dua poin. Tiga foto di halaman depan
menunjukkan: Clarice Starling dalam pakaian kerja sedang menembakkan
pistol kaliber .45 dalam suatu pertandingan. Evelda Drumgo membungkuk
di atas bayinya di jalan, kepalanya miring, otaknya terhambur keluar.
Lalu foto Starling meletakkan seorang bayi cokelat di meja putih pe-
motongan ikan, di tengah pisau-pisau dan isi perut ikan serta kepala hiu.
Tulisan di bawah foto berbunyi, "Agen Khusus FBI Clarice Starling,
pembantai pembunuh berantai Jame Gumb, menambahkan paling sedikit
lima catatan lagi pada senjatanya. Seorang ibu dengan bayinya, beserta
dua perwira polisi, termasuk korban yang tewas setelah penggerebekan
obat terlarang yang berantakan."
Kisah utama meliputi karier Evelda Drumgo dan Dijon Drumgo di
bidang narkotika, dan munculnya gerombolan Crip di daerah Washington
D.C. yang tercabik-cabik bentrokan. Secara singkat diungkapkan karier
militer Officer John Brigham yang tewas dan tanda-tanda kehormatan
yang pernah diperolehnya.
Clarice Starling dibahas penuh dalam kisah lanjutan di bawah sebuah
foto Starling yang diambil tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, saat
ia berada di sebuah restoran, mengenakan gaun berleher rendah dan
wajah berseri-seri.

Clarice Starling, Agen Khusus FBI, menikmati lima belas menit ketenaran
ketika ia menembak mati pembunuh berantai Jame Gumb—"Buffalo
Bill"—di ruang bawah tanahnya tujuh tahun silam. Kini ia mungkin
akan menghadapi tuntutan departemen dan pertanggungjawaban sipil
dalam kematian seorang ibu pada hari Kamis di Washington, yang
didakwa membuat amfetamin secara ilegal (Lihat berita utama di hlm. 1)
"Mungkin ini akan menjadi akhir kariernya," kata suatu sumber di
Biro Alkohol, Tembakau, dan Senjata Api, yang merupakan "saudara"
FBI. "Kami tidak tahu kejadiannya secara rinci, tapi John Brigham
seharusnya sekarang masih hidup. FBI sama sekali tidak menginginkan
hal seperti ini terjadi, sesudah peristiwa Ruby Ridge, " kata sumber yang
menolak identitasnya diketahui itu.
Karier Clarice Starling yang penuh warna dimulai segera setelah ia
menjadi siswa di Akademi FBI. Ia lulus dengan cum laude dari Univer-
sitas Virginia dalam psikologi dan kriminologi, dan pernah ditugasi
mewawancarai Dr. Hannibal Lecter yang sinting dan berbahaya, yang

22
oleh koran ini dijuluki "Hannibal the Cannibal", dan menerima informasi
penting darinya dalam melacak Jame Gumb serta membebaskan sandera-
nya, Catherine Martin, putri mantan senator dari Tennessee.
Clarice Starling adalah juara tembak pistol antardinas selama tiga
tahun berturut-turut sebelum ia menarik diri dari kejuaraan tersebut.
Ironisnya, Officer Brigham yang tewas di sisinya adalah instruktur
senjata api di Quantico ketika Starling dilatih di sana, dan menjadi
pelatih Starling dalam kejuaraan.
Seorang juru bicara FBI mengatakan bahwa Agen Starling akan
dibebastugaskan dari lapangan dengan digaji, selama belum ada hasil
penyelidikan intern FBI. Pemeriksaan akan dilangsungkan dalam minggu
ini di depan Dinas Pertanggungjawaban Profesional, yaitu investigasi
menakutkan dari FBI sendiri.
Para kerabat almarhumah Evelda Drumgo mengatakan mereka akan
mencari ganti rugi sipil dari pemerintah Amerika dan dari Starling
pribadi, dengan gugatan kematian yang melanggar undang-undang.
Putra Drumgo yang berusia tiga bulan, yang tampak dalam foto
digendong ibunya dalam baku tembak, tidak cedera.
Pengacara Telford Higgins yang membela keluarga Drumgo dalam
berbagai proses pidana, menyebutkan bahwa senjata Agen Khusus Star-
ling, yaitu sebuah pistol semiotomatis Colt kaliber .45 yang dimodifikasi,
tidak diizinkan digunakan dalam penegakan hukum di kota Washington.
"Itu merupakan alat berbahaya dan mematikan yang tidak sesuai di-
gunakan dalam penegakan hukum, " kata Higgins. "Penggunaannya mem-
bahayakan kehidupan manusia secara serampangan," demikian kata
pengacara pembela yang terkenal itu.

Tabloid Tattler telah membeli nomor telepon rumah Clarice Starling dari
salah seorang informan dan berkali-kali meneleponnya, hingga Starling
mengangkat telepon itu dari sangkutan, dan ia menggunakan ponsel FBI
untuk berhubungan dengan kantornya.
Starling tidak merasa terlalu kesakitan di bagian telinga dan sisi
wajahnya yang membengkak, selama ia tidak menyentuh perbannya.
Setidaknya ia tidak merasakan denyut-denyut nyeri. Dua butir Tylenol
membuatnya bertahan. Ia tidak memerlukan Percocet yang telah diresepkan
dokter. Ia bersandar terkantuk-kantuk pada papan kepala ranjangnya.
Koran Washington Post meluncur dari selimut ke lantai. Di tangannya
terdapat sisa-sisa mesiu, dan air mata mengering kaku di pipinya.

23
Bab
4
Anda jatuh cinta pada Biro,
tapi Biro tidak jatuh cinta pada Anda.
—SEBUAH PETUAH DALAM KONSELING
PERPISAHAN DENGAN FBI

PADA jam sedini ini, ruang olahraga dalam gedung J. Edgar Hoover hampir
lengang. Dua pria setengah baya berlari-lari pelan dalam putaran di lintasan
dalam gedung. Dentang alat timbangan di sudut yang jauh dan teriakan-
teriakan serta dampak permainan tenis menggema di ruangan besar.
Suara-suara dua pelari itu tidak terdengar. Jack Crawford sedang lari-
lari dengan Direktur FBI, Tunberry, atas permintaan sang direktur.
Mereka telah lari sejauh dua mil dan mulai terengah-engah.
"Blaylock di BATF harus berkelit akan pindah ke Waco. Itu tak akan
terjadi sekarang ini. Tapi dia sudah 'habis' dan dia tahu itu," kata
Direktur. "Mestinya dia sekalian saja memberitahu Pendeta Moon bahwa
dia akan mengosongkan tempatnya." Fakta bahwa BATF menyewa ruang-
an kantor di Washington dari Pendeta Sun Myung Moon merupakan hal
yang menggelikan bagi FBI.
"Dan Farriday pindah ke Ruby Ridge," lanjut Direktur.
"Tidak mungkin," kata Crawford. la pernah berdinas di New York
bersama Farriday pada tahun 1970-an, ketika rakyat mengepung kantor
cabang FBI di Third Avenue dan 69th Street. "Farriday orang baik. Dia
tidak menyusun aturan-aturan ikatan kerja."
"Sudah kukatakan padanya kemarin pagi."
"Dia pergi tenang-tenang?" tanya Crawford.
"Kita katakan saja dia masih memperoleh uang pensiunnya. Masa
yang berbahaya, Jack."
Kedua pria itu berlari-lari dengan kepala mendongak. Langkah mereka
sedikit dipercepat. Dari sudut matanya, Crawford melihat sang direktur
tengah mengamati dirinya.

24
"Berapa umurmu, Jack, lima puluh enam?"
"Betul."
"Satu tahun lagi wajib pensiun. Banyak orang keluar pada usia empat
puluh delapan, lima puluh, ketika mereka masih dapat memperoleh
pekerjaan. Kau tak pernah menghendaki itu. Kau ingin tetap sibuk
setelah kematian Bella."
Ketika Crawford tidak menjawab selama setengah putaran, tahulah
sang direktur bahwa ia sudah salah bicara.
"Aku tidak bermaksud menganggap enteng hal itu, Jack. Kemarin
Doreen berkata betapa..."
"Masih ada hal-hal yang harus dilakukan di Quantico. Kami ingin
menyederhanakan VICAP—Program Penangkapan Kriminal Rudapaksa di
Web, sehingga setiap polisi bisa menggunakannya. Kau sudah melihatnya
dalam anggaran."
"Apa kau pernah menginginkan menjadi direktur, Jack?"
"Rasanya itu bukan jenis pekerjaan yang cocok buatku."
"Memang bukan, Jack. Kau bukan politikus. Kau tak akan pernah
menjadi direktur. Kau tak akan pernah menjadi seorang Eisenhower, atau
Omar Bradley." Direktur memberi isyarat pada Crawford untuk berhenti,
dan mereka berdua berdiri terengah-engah di sisi lintasan. "Tapi kau bisa
saja menjadi seorang Patton, Jack. Kau dapat memimpin mereka melewati
berbagai hambatan dan membuat mereka mencintaimu. Itu sebuah karunia
yang tidak kumiliki. Aku harus mendorong-dorong mereka." Tunberry
memandang sekelilingnya sekilas, lalu menyambar handuknya dari bangku
dan menyelimutkannya di seputar bahu, seperti toga seorang hakim yang
hendak menjaruhkan hukuman garitung. Matanya berbinar-binar.
Ada orang yang harus melampiaskan kemarahan untuk bisa tegar,
pikir Crawford saat melihat mulut Tunberry bergerak-gerak.
"Dalam kasus mendiang Mrs. Drumgo dengan MAC 10 dan
laboratorium met-nya, tertembak mati saat sedang menggendong bayinya:
Pengawas Kehakiman menghendaki korban daging. Daging segar. Yang
masih hidup. Demikian pula media. DEA harus melemparkan daging.
BATF juga. Dan kita pun demikian. Tapi dalam kasus kita, mereka
mungkin puas diberi unggas. Menurut Krendler, kita mungkin bisa
memberikan Clarice Starling dan mereka tak akan mengganggu gugat
kita lagi. Aku setuju dengannya. BATF dan DEA mendapat hukuman
karena merencanakan penggerebekan. Starling yang menarik picu."
"Terhadap penembak polisi yang lebih dulu menembak Starling."
"Ingat foto-foto itu, Jack. Kau tidak paham, ya? Publik tidak melihat
Evelda Drumgo menembak John Brigham. Mereka tidak melihat Evelda
menembak Starling lebih dulu. Kau tidak melihatnya kalau kau tidak
tahu apa yang sedang kaulihat. Dua ratus juta orang, sepersepuluhnya
memberikan suara, melihat Evelda Drumgo duduk di jalan dengan sikap

25
melindungi bayinya, dengan otak berhamburan keluar. Jangan katakan,
Jack—aku tahu kau berpikir untuk sementara Starling akan berada di
bawah perlindunganmu. Tapi Starling berlidah tajam, Jack, dan dia
mengambil langkah awal yang salah dengan orang-orang tertentu..."
"Krendler memang pengecut."
"Dengarkan aku dan jangan bilang apa-apa hingga aku selesai. Bagai-
manapun, karier Starling tidak akan pernah maju. Dia akan memperoleh
pemberhentian administratif tanpa prasangka, surat-suratnya tak akan
lebih buruk daripada hukuman sementara dan wajib lapor. Dia akan bisa
memperoleh pekerjaan. Jack, kau telah banyak berjasa di FBI, dalam
Ilmu Perilaku. Banyak orang berpendapat kalau kau sedikit lebih meng-
utamakan kepentinganmu sendiri, kedudukanmu akan lebih tinggi daripada
sekadar kepala seksi. Kau berhak menerima lebih daripada itu. Aku
orang pertama yang akan mengatakan itu. Jack, kau akan pensiun
sebagai wakil direktur. Aku berani janjikan itu."
"Maksudmu kalau aku mau melepaskan hal ini?"
"Dalam keadaan normal, Jack. Damai di seluruh kerajaan. Itulah yang
akan terjadi. Jack, pandanglah aku."
"Ya, Direktur Tunberry?"
"Aku tidak meminta. Aku memberi perintah langsung padamu. Jauhi
perkara ini. Jangan sia-siakan kesempatan ini, Jack. Kadang-kadang
orang hanya perlu memalingkan wajah. Aku pernah melakukannya.
Dengar, ini memang berat. Percayalah, aku tahu bagaimana perasaanmu."
"Bagaimana perasaanku? Aku merasa perlu mandi," kata Crawford.

26
Bab
5

STARLING bisa mengurus rumah dengan efisien, tapi tidak rapi. Bagian
rumah yang ditinggalinya bersih dan ia dapat menemukan barang-
barangnya dengan mudah, tapi barang-barang itu cenderung menumpuk—
cucian bersih yang belum dipilah-pilah, majalah-majalah yang jumlahnya
lebih banyak daripada tempat yang tersedia. Ia ahli menyetrika pakaian
pada saat-saat terakhir, dan ia tak pernah bersolek, maka ia dapat me-
rapikan diri dengan cepat.
Jika menginginkan ketertiban, ia pergi melewati dapur yang ia gunakan
bersama Ardelia, menuju bagian rumah tempat Ardelia tinggal. Jika
Ardelia ada, ia dapat memanfaatkan nasihatnya yang selalu berguna,
walau kadang-kadang ucapan Ardelia lebih tajam daripada yang diinginkan
Starling. Jika Ardelia tidak ada, mereka sudah sepakat bahwa Starling
boleh duduk di kediaman Ardelia yang rapi itu untuk berpikir, asalkan ia
tidak meninggalkan apa pun. Maka hari ini ia duduk di situ. Ardelia
adalah jenis orang yang selalu meninggalkan kesan kehadirannya di
kediamannya, entah ia sendiri ada di situ atau tidak.
Starling duduk memandangi polis asuransi nenek Ardelia, yang di-
gantung di tembok dengan bingkai buatan sendiri, tepat sebagaimana
polis itu telah bergantung di rumah pertanian sewaan sang nenek, dan di
ruang apartemen proyek keluarga Mapp selama Ardelia masih kanak-
kanak. Nenek Ardelia menjual sayur-mayur dan bunga dari kebun dan
menabung penghasilannya untuk membayar premi asuransi itu. Dan ia
mampu mendapatkan pinjaman dengan agunan polis yang telah dibayar
tersebut guna membantu Ardelia menyelesaikan kuliahnya. Ada juga
potret wanita kecil itu, tanpa senyuman sedikit pun, mengenakan baju

27
berkerah putih yang kaku oleh kanji. Matanya yang hitam berbinar
memancarkan kebijaksanaan di bawah tepi topi jeraminya.
Ardelia merasakan betul latar belakang keluarganya, dan dari situ ia
menemukan kekuatan setiap harinya. Kini Starling mencoba meraba-raba
latar belakangnya sendiri, untuk menemukan jati dirinya. Lutheran Home
di Bozeman telah memberinya makanan dan pakaian dan model perilaku
yang pantas. Tapi apa yang ia perlukan sekarang harus ia konsultasikan
kepada latar belakang keturunannya.
Apa yang kaumiliki jika kau berasal dari latar belakang kulit putih
yang miskin? Apalagi dari suatu tempat di mana periode Rekonstruksi
baru berakhir pada tahun 1950-an? Bila kau berasal dari kalangan yang
di kampus-kampus disebut sebagai cracker dan redneck, atau—dengan
nada merendahkan—kerah biru, atau orang-orang, kulit putih miskin dari
Pegunungan Appalachia? Bila bahkan kaum ningrat dari Selatan yang
sama sekali tidak menghargai pekerjaan fisik menyebut kalanganmu
sebagai peckerwood—maka dari tradisi macam apa kau menemukan
kebanggaanmu? Bahwa kalian telah menghajar mereka saat pertama kali
di Bull Run? Bahwa kakek buyutmu telah berprestasi baik di Vicksburg,
bahwa ada sebuah sudut di Shiloh yang tetap bernama Yazoo City?
Memang suatu kehormatan besar dan jauh lebih berarti bila kau bisa
berhasil dengan apa yang diwariskan, bila kau dapat menghasilkan
sesuatu dari sebidang tanah empat puluh ekar dan seekor bagal berlumpur.
Tapi kau harus mampu melihatnya sendiri. Takkan ada seorang pun yang
mau mengatakannya kepadamu.
Starling telah berhasil dalam pelatihan FBI karena ia tidak memiliki
latar belakang sebagai pendukungnya. Ia berhasil bertahan dalam hidupnya,
yang sebagian besar ia lewatkan di berbagai institusi, dengan cara
menaruh hormat serta kerja keras dan disiplin mengikuti segala peraturan.
Ia selalu maju, memperoleh beasiswa, menjadi bintang dalam tim. Ke-
gagalannya untuk menapak lebih jauh di FBI setelah permulaan yang
gemilang merupakan pengalaman baru yang menyakitkan baginya. Ia
memukul-mukul langit-langit kaca, seperti seekor lebah di dalam botol.
Ia memperoleh empat hari untuk berkabung bagi John Brigham yang
tewas tertembak di depan matanya. Lama berselang John Brigham
pernah menanyakan sesuatu padanya, dan Starling berkata tidak. Kemudian
Brigham bertanya dengan tulus, apakah mereka bisa berteman, dan
Starling menjawab ya, dengan tulus pula.
Starling harus berdamai dengan dirinya sendiri mengenai fakta bahwa
ia telah membunuh lima orang di Pasar Ikan Feliciana. Lagi-lagi terlintas
dalam benaknya seorang anggota Crip yang terjepit dadanya di antara
dua mobil, dengan tangan mencakari atap mobil, sementara senjatanya
tergelincir ke bawah.
Suatu kali, untuk melegakan diri, ia menengok bayi Evelda di rumah

28
sakit. Ibu Evelda ada di sana sambil menggendong cucunya, sedang
siap-siap membawanya pulang. la mengenali Starling dari foto di koran.
la menyerahkan bayi itu kepada perawat, dan sebelum Starling menyadari
apa yang hendak dilakukannya, wanita itu menampar wajah Starling
keras-keras di sisi yang diperban.
Starling tidak membalas, tapi menelikung wanita tua itu pada jendela
ruang bersalin dan mengunci pergelangan tangannya, sampai wanita itu
tidak meronta-ronta lagi, wajahnya menjadi tak keruan dilihat melalui
kaca kotor penuh busa dan ludah. Darah mengucur di leher Starling, dan
rasa sakit membuatnya pening. Telinganya dijahit lagi di ruang gawat
darurat, dan ia menolak mengajukan tuntutan. Seorang pembantu di
ruang gawat darurat memberikan informasi kepada tabloid Tattler dan
menerima imbalan tiga ratus dolar.
Starling harus pergi keluar dua kali lagi—untuk mengurus acara
pemakaman bagi John Brigham dan menghadiri upacara tersebut di
Arlington National Cemetery. Kerabat Brigham hanya sedikit dan jauh-
jauh, dan dalam permohonan tertulisnya yang terakhir ia menyebutkan
Starling untuk mengurusnya.
Luka-luka pada wajahnya membuat peti matinya harus ditutup, tapi
Starling telah mengurus penampilan Brigham sedapat mungkin. Brigham
dibaringkan dalam seragam Marinir biru-biru yang sempurna, disertai
Bintang Perak serta pita-pita kehormatannya yang lain.
Setelah upacara, komandan Brigham menyerahkan sebuah kotak kepada
Starling, berisi senjata pribadi Brigham, lencana, dan beberapa barang
dari mejanya yang selalu berantakan, termasuk sebuah burung-burungan
lucu penunjuk cuaca yang minum dari gelas.
Lima hari lagi Starling akan menghadapi pemeriksaan yang dapat
menghancurkannya. Telepon kerjanya bungkam. Hanya ada satu pesan dari
Jack Crawford, dan sudah tidak ada lagi Brigham yang bisa diajak bicara.
Starling menelepon walinya di Asosiasi Agen FBI. Nasihatnya adalah
agar tidak mengenakan anting-anting panjang dan sepatu terbuka selama
pemeriksaan.
Setiap hari televisi dan koran-koran memanfaatkan kisah kematian
Evelda Drumgo dan mengeksploitasinya.
Di sini, di bagian tempat tinggal Ardelia Mapp yang rapi, Starling
mencoba berpikir.
Yang menggerogoti dirimu adalah godaan untuk sependapat dengan
para pengecammu, guna memperoleh persetujuan mereka.
Terdengar suara yang mengganggu.
Starling berusaha mengingat-ingat setepatnya kata-kata yang ia ucapkan
ketika berada dalam van penyamaran. Apakah ia telah bicara lebih dari
yang diperlukan? Terdengar suara yang mengganggu.
Brigham telah menyuruhnya memberi brifing pada yang lain-lain

29
tentang Evelda. Apakah ia telah menunjukkan sikap bermusuhan, meng-
ucapkan cercaan...
Terdengar suara yang mengganggu.
Ia kembali tersadar dan menyadari bahwa suara yang didengarnya itu
adalah bel bagian rumahnya di sebelah. Mungkin seorang wartawan.
Atau surat panggilan ke pengadilan. Ia menyibakkan tirai depan Ardelia
dan mengintip, melihat tukang pos kembali ke truknya. Ia membuka
pintu dan mendekati tukang pos itu, menandatangani pos kilat tersebut
sambil memunggungi mobil pers di seberang jalan dengan kamera
berlensa tele. Amplop itu berwarna lembayung muda, dengan kertas
halus berserat samar. Dalam keadaan bingung seperti ini pun, surat itu
mengingatkannya akan sesuatu. Setelah kembali ke dalam rumah, tak
lagi dapat ditonton orang, ia melihat alamatnya. Tulisan tangannya
bagus, seperti tercetak pada lempengan tembaga.
Mengatasi dengung rasa takut yang terus-menerus terdengar dalam
benaknya, Starling mendadak teringat sesuatu. Ia merasa kulit perutnya
merinding, seakan-akan ia telah meneteskan sesuatu yang dingin di
bagian depan tubuhnya.
Starling memegang amplop itu pada sudut-sudutnya dan membawanya
ke dapur. Dari dompet ia mengambil sarung tangan putih yang selalu
tersedia untuk menangani barang bukti. Ia menekan amplop itu pada
permukaan meja dapur yang keras dan meraba-raba seluruhnya dengan
hati-hati. Walau bahan amplop itu tebal, ia akan bisa merasakan kalau di
dalamnya ada sekeping baterai jam yang siap menembakkan C-4. Ia tahu
seharusnya ia memeriksanya di bawah fluoroskop. Jika ia membukanya,
mungkin ia akan mendapat kesulitan. Kesulitan. Betul. Masa bodoh.
Ia mengiris lipatan amplop itu dengan pisau dapur dan mengambil
selembar kertas mengilap yang halus. Bahkan sebelum melihat tanda
tangan penulisnya, ia langsung tahu siapa yang menyurati dirinya.

Dear Clarice,

Dengan antusias aku mengikuti proses dipermalukannya dirimu


di depan publik. Nasibku sendiri tidak begitu kuhiraukan, kecuali
ketidaknyamanan karena dipenjara, tapi kau mungkin kurang bisa
memahaminya.
Selama diskusi-diskusi kita di ruang bawah tanah dulu, jelaslah
bagiku bahwa ayahmu, penjaga malam yang sudah almarhum itu,
mempunyai pengaruh besar dalam sistem nilaimu. Kurasa yang
paling kaunikmati dari keberhasilanmu menghabisi karier Jame
Gumb sebagai perancang busana adalah karena kau dapat mem-
bayangkan ayahmulah yang melakukannya.
Sekarang hubunganmu dengan FBI sudah rusak. Apa kau sering

30
membayangkan ayahmu mendahuluimu di sana, menjadi kepala
seksi, atau bahkan lebih baik lagi daripada Jack Crawford: menjadi
seorang WAKIL DIREKTUR, sambil mengamati kemajuanmu dengan
bangga? Dan sekarang apakah kau membayangkan dia merasa
malu dan hancur karena aibmu? Karena kegagalanmu? Akhir
menyedihkan dari sebuah karier yang sangat menjanjikan? Apakah
kau melihat dirimu sendiri mengerjakan tugas-tugas kasar yang
terpaksa dilakukan ibumu setelah para pencandu itu menewaskan
AYAHMU? Hmmmm? Apakah kegagalanmu mempunyai pengaruh
atas diri mereka? Apakah orang-orang selamanya akan mempercayai
hal-hal yang tidak benar, bahwa orangtuamu adalah orang-orang
kulit putih miskin yang tinggal di trailer rongsokan? Katakan
sejujurnya padaku, Agen Khusus Starling.
Pikirkan sejenak sebelum kita melanjutkannya.
Kini akan kutunjukkan kualitas yang kaumiliki, yang akan me-
nolongmu: Kau tidak dibuat buta oleh air mata, kau punya ke-
beranian untuk terus membaca.
Ada sebuah latihan yang mungkin berguna. Aku ingin kau melaku-
kannya secara fisik denganku:
Kau punya wajan hitam dari besi? Kau seorang gadis gunung
dari Selatan. Tak bisa kubayangkan kau tidak memilikinya. Letakkan
wajan itu di meja dapur. Dan nyalakan lampu-lampu di atas.

Dari neneknya, Ardelia mewarisi sebuah wajan dan kerap kali meng-
gunakannya. Wajan itu mempunyai permukaan hitam seperti kaca dan tak
pernah tersentuh sabun. Starling meletakkannya di depannya, di meja.

Lihatlah ke dalam wajan, Clarice. Membungkuklah di atasnya


dan lihatlah ke dalamnya. Seandainya wajan itu milik ibumu, dan
itu mungkin saja, maka di antara molekul-molekulnya akan tersimpan
vibrasi dari segala percakapan yang pernah terjadi dalam kehadir-
annya. Segala komunikasi, segala rasa kesal karena hal-hal sepele,
pengakuan-pengakuan mematikan, penyampaian musibah yang apa
adanya, dan segala gerutuan serta puisi cinta.
Duduklah di depan meja, Clarice. Lihat ke dalam wajan. Bila
dirawat baik, wajan itu akan mengilap seperti danau yang hitam,
bukan? Rasanya seperti memandang ke dalam sumur. Pantulan-
pantulanmu yang rinci tidak terdapat di dasarnya, tapi wajahmu
tampak samar-samar, bukan? Dengan lampu di belakangmu, wajah-
mu yang tampak hitam, dengan korona di kepalamu, seakan-akan
rambutmu sedang terbakar.
Kita ini hasil bentukan karbon, Clarice. Kau, wajan itu, dan
ayahmu yang telah terkubur di tanah, dingin seperti wajan itu

31
sendiri. Semuanya masih ada di sana. Dengarkanlah. Bagaimana
suara mereka yang sebenarnya, dan kehidupan mereka—orangtuamu
yang miskin. Kenang-kenangan yang konkret, bukan imaji yang
membusungkan dadamu.
Mengapa ayahmu tidak menjadi wakil sheriff, berhubungan erat
dengan orang-orang di gedung pengadilan? Mengapa ibumu mem-
bersihkan motel-motel guna menghidupi dirimu, walaupun dia gagal
merawatmu sepenuhnya hingga kau dewasa?
Apa kenanganmu yang paling hidup dari dapur? Bukan dari
rumah sakit, tapi dapur.

Ibuku mencuci noda darah dari topi ayahku.

Apa kenangan yang paling kauingat di dapur?

Ayahku sedang mengupas jeruk dengan pisau saku tua yang ujungnya
sudah patah, lalu ia memberikan potongan-potongan jeruk itu pada kami.

Ayahmu, Clarice, adalah seorang penjaga malam. Ibumu seorang


pelayan pembersih kamar.
Apakah karier federal yang besar merupakan harapanmu atau
harapan mereka? Seberapa jauh ayahmu bersedia berkompromi
mengikuti birokrasi yang bobrok? Seberapa jauh dia bersedia men-
jilat? Apakah selama hidupmu kau pernah melihatnya berlaku
seperti budak atau penjilat?
Apakah para penyeliamu telah mencontohkan nilai-nilai apa pun,
Clarice? Bagaimana dengan orangtuamu? Apakah mereka telah
mencontohkan nilai apa pun? Bila demikian, apakah nilai-nilai itu
sama?
Pandanglah wajan besi yang jujur itu dan katakan padaku.
Apakah kau telah mengecewakan keluargamu yang telah tiada?
Apakah mereka menginginkan kau menjilat? Bagaimana pandangan
mereka mengenai keteguhan hati? Kau bisa sekuat yang kau-
kehendaki.
Kau seorang pejuang, Clarice. Musuh sudah mati. Si bayi selamat.
Kau seorang pejuang.
Unsur-unsur yang paling stabil, Clarice, muncul di tengah tabel
periodik, berada di antara besi dan perak.
Antara besi dan perak. Kurasa itulah bandingan yang cocok
untukmu.

Hannibal Lecter

32
P.S. Kau masih berutang beberapa informasi, ingat. Apa kau
masih suka terjaga mendengar domba-domba mengembik? Pasanglah
sebuah iklan pada salah satu hari Minggu, dalam kolom iklan
pribadi di edisi nasional Times, International Herald-Tribune, dan
dalam China Mail. Alamatkan kepada A.A. Aaron, supaya dimasuk-
kan sebagai yang pertama, dan tanda tanganilah dengan nama
Hannah.

Selama membaca, Starling serasa mendengar kata-kata itu diucapkan


dengan suara yang sama yang telah mengejek dan menikam jantungnya,
mengorek kehidupannya dan membuatnya tersadar di dalam rumah sakit
jiwa berpenjagaan paling ketat itu, ketika ia harus menukarkan ringkasan
hidupnya kepada Hannibal Lecter sebagai imbalan pengetahuan Lecter
yang sangat penting mengenai Buffalo Bill. Nada dingin dari suara yang
jarang digunakan itu masih menggema dalam mimpi-mimpinya.
Ada sarang labah-labah baru di sudut langit-langit dapur. Starling
memandanginya sementara pikirannya berkecamuk. Gembira dan sesal.
Sesal dan gembira. Gembira karena mendapat pertolongan. Gembira
karena melihat jalan untuk penyembuhan. Gembira dan sesal karena
dinas pengiriman pos-kembali dari Dr. Lecter di Los Angeles pasti
menggunakan jasa murahan—mereka menggunakan alat pengecap biaya
prangko kali ini. Jack Crawford pasti sangat senang dengan surat itu.
Demikian pula para pejabat pos dan laboratorium.

33
Bab
6

KAMAR tempat Mason tinggal bersuasana tenang, tapi mempunyai denyut


lembut tersendiri. Desis dan desah respirator yang memberinya napas.
Ruang itu gelap, satu-satunya cahaya yang ada terpancar dari akuarium
besar di mana seekor belut eksotik melingkar-lingkar membuat angka
delapan yang tak habis-habisnya. Bayangannya terpantul bergerak seperti
pita di dalam kamar.
Rambut Mason yang dikepang tergeletak dalam gulungan tebal di atas
selongsong alat pernapasan yang menutupi dadanya, di ranjang yang
ditinggikan. Ada sebuah alat yang terdiri atas pipa-pipa seperti panpipe
tergantung di depannya.
Lidah Mason yang panjang menjulur di antara gigi-giginya. la me-
lingkarkan lidahnya di seputar ujung pipa akhir dan mengembus bersamaan
dengan denyut berikutnya dari alat pernapasan itu.
Dengan segera sebuah suara menjawab dari pengeras suara pada
dinding. "Ya, Sir."
"Tattler." Huruf t pertama hilang. Tapi suaranya dalam dan berdengung.
Suara seorang penyiar.
"Halaman pertama mengatakan..."
"Jangan bacakan itu padaku. Pasanglah pada monitor di anjungan."
Huruf p, d, dan m tak bisa diucapkan oleh Mason.
Layar lebar sebuah monitor yang terpasang di anjungan berderik-
derik. Cahayanya yang biru kehijau-hijauan menjadi merah muda ketika
kop koran Tattler yang merah itu muncul.
"MALAIKAT MAUT: CLARICE STARLING, MESIN PEMBUNUH
FBI," Mason membaca sepanjang tiga napas lambat dari respirator. la
dapat membuat close-up foto-foto yang ada.

34
Hanya satu lengannya yang keluar dari balik seprai. Tangan di lengan
itu bisa digerakkan sedikit. Tangan itu bergerak seperti seekor kepiting
pucat, lebih karena gerakan jemarinya daripada karena kekuatan lengannya
yang sudah tidak berfungsi. Karena Mason tak bisa banyak memalingkan
kepala untuk melihat, jari telunjuk dan jari tengahnya meraba-raba
seperti antena, sementara ibu jari dan jari manis serta kelingkingnya
mendorong tangan tersebut. Tangan itu menemukan remote control. Kini
ia dapat memperbesar dan membalik halaman.
Mason membaca dengan lambat. Goggle yang ia kenakan di matanya
yang hanya satu mendesis lirih dua kali tiap menit, sementara menyem-
protkan cairan pada bola mata yang tidak berpelupuk, sehingga kerap
kali membuat lensa berkabut. Ia memerlukan waktu dua puluh menit
untuk membaca artikel pokok dan kelanjutannya.
"Pasang sinar X," katanya setelah selesai membaca.
Selang sesaat. Lembaran lebar film sinar X memerlukan meja kecil
supaya tampak jelas pada monitor. Tampak sebuah tangan manusia yang
sudah cacat. Pada gambar lain tampak tampilan yang menunjukkan
tangan dan seluruh lengan. Sebuah penunjuk pada sinar X menunjukkan
retak lama pada tulang humerus, di tengah-tengah antara siku dan bahu.
Mason memandanginya berlama-lama. Akhirnya ia berkata, "Pasanglah
suratnya."
Tulisan tangan yang bagus, seperti tercetak, muncul di layar. Tulisannya
diperbesar dalam ukuran luar biasa.
Mason membaca, Dear Clarice, dengan antusias aku mengikuti proses
dipermalukannya dirimu di depan publik.... Irama suara itu membangkit-
kan di dalam dirinya berbagai pikiran lama yang membuat ia serasa ber-
pusar, begitu pula tempat tidurnya, kamarnya, merobek bekas-bekas luka
dari mimpi-mimpinya yang tak terutarakan, memacu jantungnya men-
dahului pernapasan. Mesin itu merasakan gejolak di dalam dirinya dan
memenuhi paru-parunya dengan lebih cepat lagi.
Ia membaca itu semua dengan temponya yang menyakitkan, membaca
melalui mesin yang bergerak itu, seperti membaca di atas pelana kuda.
Mason tak dapat memejamkan matanya, tapi setelah ia selesai membaca,
pikirannya lepas dari mata, guna berpikir sejenak. Mesin pernapasan itu
melambat. Kemudian Mason mengembus pada pipanya.
"Ya, Sir."
"Hubungi anggota Kongres, Vellmore. Berikan padaku headphone, dan
matikan speakerphone."
"Clarice Starling," katanya pada diri sendiri dalam embusan napas berikut
yang diberikan mesin itu. Nama itu tidak mengandung bunyi plosif, dan ia
bisa mengucapkannya dengan baik. Tak ada suara yang hilang. Sementara
menunggu telepon, ia terkantuk-kantuk sesaat. Bayangan belut itu merayap
di atas seprai, juga di atas wajah dan rambutnya yang terkepang melingkar.

35

Anda mungkin juga menyukai