BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengertian
Geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari bentuk arsitektur kulit
bumi serta gejala-gejala yang menyebabkan pembentuknya. Beberapa ahli
memberi sinonim geologi struktur dengan geologi tektonik, atau geotektonik.
Perbedaan antara sinonim-sinonim tersebut terletak pada penekanan masalah yang
dipelajari dan skalanya.
Geologi struktur lebih cenderung pada geometri batuan dengan skala kecil
(lokal atau regional), sementara yang lain lebih cenderung pada gaya-gaya dan
pergerakan yang menghasilkan struktur geologi. Pengertian tersebut dapat
diuraikan dari akar kata geotektonik yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata geo yang berarti earth (bumi) dan tekton yang berarti builder
(pembangun/pembentuk).
1|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
B. Struktur Sekunder
Struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk setelah batuan tersebut
terbentuk. Contoh struktur sekunder ini yaitu Kekar, Lipatan dan Sesar.
2|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
3|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
4|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
ke dalam gambaran dua dimensi. Selain itu, didalam melakukan analisis struktur
geologi, diperlukan data dari hasil pengukuran yang cukup banyak. Data tersebut
dapat disajikan dalam bentuk diagram seperti, histogram, diagram roset, diagram
kontur dan sebagainya, dan pengolahannya dilakukan dengan menerapkan metode
statistik. kedudukannya ke dalam gambaran dua dimensi.
5|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB II
STRUKTUR GARIS DAN STRUKTUR BIDANG
2.1. Tujuan
Adapun tujuan dari acara praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Mampu menggambarkan geometri struktur garis ke dalam proyeksi dua
dimensi (secara grafis).
2. Mampu menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada suatu bidang.
3. Mampu menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan perpotongan
dua bidang.
2.3. Pengertian
2.3.1. Struktur garis
Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis,
antara lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur garis
dapat dibedakan menjadi stuktur garis riil, struktur garis semu. Dimana struktur
garis riil yaitu struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati dan
diukur langsung di lapangan, contoh: gores garis yang terdapat pada bidang sesar.
Sedangakan struktur garis semu semua struktur garis yang arah atau
kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk
kelurusan atau liniasi, contoh: liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral
dalam batuan beku, arah liniasi struktur sedimen (groove cast, flute cast) dan
sebagainya.
6|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2. Sistem Kuadran : tergantung pada posisi kuadran dan arah bearing besarnya
maksimal 900 dimana 00 berwal dari N dan S sedangkan 900 berada pada E dan
W.
Contoh : 20°, N 045° E (atau dalam sistem kwadran sama dengan 20°, N
45° E) 20°, S 45°W (atau dalam sistem azimuth sama dengan 20°, N 225°
E).
Penggambaran simbol struktur garis : (Gambar 2.2)
1. Bearingnya digambarkan dengan tanda panah.
2. Tulis besar penunjamannya (plunge) pada ujung tanda panah tersebut.
8|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
a. Menempelkan sisi “W” kompas pada sisi atas alat bantu yang masih dalam
keaadan vertikal.
b. Memutar klinometer hingga gelembung pada nivo tabung berada di tengah
nivo dan besar sudut penunjaman (plunge) merupakan besaran sudut
vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer.
3. Cara pengukuran Rake/Pitch : (Gambar 2.3c)
a. Membuat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis tesebut
terdapat (garis horizontal sama dengan jurus dari bidang tersebut) yang
memotong struktur garis.
b. Mengukur besar dari sudut lancip yang dibentuk oleh garis horizontal
(dengan menggunakan busur derajat).
9|I ST AKP RI ND
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
10 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
12 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 2.7. Contoh penggambaran kedudukan batuan pada setiap lokasi penelitian
(Kurdiawan, 2013)
13 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
14 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Dari dua arah dan kemiringan semu yang diketahui kedudukanya pada titik
OCF dan ODE mencari kedudukan lapisan sebenarnya strike titik ABEF, dan dip
titik OLK.
Contoh soal:
Diketahi arah dip dari 2 kemiringan semu pada dua singkapan batuan yang
sama pada dua singkapan batuan sedimen adalah 44°/N 100° E dan 38°/N 200°E
dan tidak menunjukan adanya gejala struktur sesar. Tentukan jurus dan
kemiringan lapisan batuan.
15 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Langkah kerja :
1. Buatlah garis vertikal pada lembar kerja sebagai acuan arah utara atau N 0° E.
2. Tentukan titik A pada garis utara, posisi titik sebaiknya di tengah garis utara.
3. Buatlah garis dengan arah N 100° E dari titik A ke titik B, panjang garis
terserah anda
4. Buatlah garis dip semu 44° pada titik AB’ dari arah N 100° E, posisi garis
disesuaikan bisa pada bagian atas atau bagian bawah garis AB asalkan posisi
0° pada garis AB. Buatlah langkah yang sama untuk garis AC, N 200° E dan
dip 38° pada titik A C’.
5. Buatlah garis tegak lurus dari garis arah N 100° E dan garis N 200° E dengan
panjang 2 cm (untuk panjang 2 cm tersarah anda bisa 1cm atau 3cm
disesuaikan dengan lembar kerja asalkan apabila menggunakan panjang garis 2
cm maka panjang semuanya harus sama yaitu 2 cm).
6. Hubungkan titik X1 dan X2 mendaptakan garis strike, pada titik A gambarkan
garis yang sejajar garis strike kemudian mengukur sudut garis tersebut dari
arah utara hasil pengukuran adalah strike dari bidang sebenarnya.
7. Mencari dip sebenarnya. Buatlah garis tegak lurus garis strike (garis E G), dari
titik G ke titk F panjangnya 2 cm karena pada langkah no 5 sepakat
mengunakan 2cm sebagai acuan. Ukurlah sudut yang dibentuk dari titik EG EF
merupakan dip sebenarnya.
16 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 2.12. Diagram blok penentuan kedudukan bidang berdasarkan problem tiga titik
17 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
18 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
4. Jadi dalam sebenarnya titik bor N= 75m dan dalam titik bor M= 125m.
(apabila elevasi titik bor sama, maka kedalaman titik bor langsung diplot pada
lembar kerja tidak perlu mencari dalam sebenarnya).
5. Masukan kedalaman sebenarnya pada lembar kerja dengan skala disesuaikan
per 1cm dan hubungkan ketiga titik tersebut mendapatkan titik M’ N’
O’(untuk contoh soal digunakan skala 1cm = 25m).
6. Kedalaman titik bor N adalah kedalaman yang menengah, maka tariklah garis
horisontal (sejajar garis X) dari N’ ke P’. Kemudian buatlah gari P’ P (garis
P’ P tegak lurus garis N’ P’)
7. Tarik garis strike dan titik N ke titik P panjang garis disesuaikan lembar kerja,
kemudian buatlah garis dari titik M dan O yang sejajar garis strike.
8. Buatlah garis folding line (FL) posisi garis tegak lurus garis strike jadi acuan
bidang permukaan. Buatlah titik kedalaman pada garis strike dengan acuan
FL = 0 meter 1 cm = 25 meter mengikuti skala kedalaman dan plotkan titik
kedalaman mendapatkan titik OX NX MX.
9. Hubungkan ketiga titik tersebut dan diukur sudutnya mendapatkan sudut dip.
10. Untuk strike buatlah garis bantu yang vertikal atau sejajar sumbu y pada titik
NX kemudian diukur sudut yang dibentuk antara garis strike dan garis utara
dengan acuan utara = N 0° E.
19 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 2.15. Diagram blok iustrasi kedudukan batuan berdasarkan problem tiga tiik
20 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB III
KETEBALAN DAN KEDALAMAN
3.1. Tujuan
Tujuan dari perhitungan tebal dan kedalaman ini yaitu untuk mengetahui
tebal dari suatu lapisan batuan yang tidak atau sulit dihitung secara langsung,
seprti lapisan dibawah permukaan.
3.3. Pengertian
Ketebalan adalah jarak terpendek yang diukur antara dua bidang sejajar
yang merupakan batas antara dua lapisan. Kedalaman adalah jarak vertikal dari
suatu ketinggian tertentu terhadap suatu titik (misalnya muka air laut) terhadap
suatu titik, garis atau bidang. Pengukuran ketebalan dan kedalaman dapat
ditempuh dengan dua cara, yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran
secara tidak langsung.
Pengukuran kedalaman dan ketebalan secara langsung dilakukan pada
daerah yang relatif datar dengan kedudukan perlapisan hampir tegak, atau pada
tebing terjal dengan lapisan relatif mendatar. Dengan kata lain pengukuran
ketebalan secara langsung diterapkan bila topografi tegaklurus dengan kemiringan
batuan.
Pengukuran ketebalan dan kedalaman secara tidak langsung dilakukan
pada kondisi medan tertentu, sehingga pengukuran secara langsung sulit
dilaksanakan. Perhitungan dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:
1. Cara matematis
21 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2. Cara grafis.
Ketebalan dapat juga dihitung dari peta geologi, yaitu dengan mengukur
dua komponen jarak lereng yang diukur tegak lurus dengan jurus umum lapisan.
Gambar 3.1. Contoh diagram blok menunjukan ketebalan dan kedalaman suatu
lapisan batuan.
22 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
4. Membuat garis bantu arah utara pada titik B, kemudian tarik garis dari titik B
ke titik C sejauh 3 cm dengan arah N 50° E.
5. Buatlah garis strike N 30° E dari titik A dan titik B.
6. Buatlah garis folding line (FL) tegak lurus garis strike menemukan titik A A’.
7. Dari titik A dan A’ tarik garis dip lapisan batupasir 45° dengan acuan garis
FL adalah 0°.
8. Buatlah garis dari titk AO ke A’ tegak lurus garis dip, kemudian mengukur
panjang garis dari titik A ke titik AO, hasil pengukuran dikalikan dengan skala
maka menapatkan ketabalan sebenarnya.
9. Buatlah garis dari titik C ke CO tegak lurus garis FL, mengukur panjang garis
dari titik C ke titik CO kemudian hasil pengukuran dikalikan skala maka
mendapatkan kedalaman sebenarnya.
Keterangan:
a. Garis FL memnggambarkan permukaan bidang horisontal.
b. Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi silakan melipat kertas hasil kerja
metode grafis mengikuti garis FL.
B. Cara matematis
Langkah-langkah menentukan tebal dan kedalam secara matematis adalah
sebagai berikut:
1. Tebal sinkapan sebenarnya batupasir adalah A’ AO untuk menghitung tebal
sebenarnya maka harus menghitungnya dengan menggunakan rumus segitiga
pada segitiga (A, A’, AO) namun nilai dari A, A’ (lebar singkapan belum
diketahui), karena Geologist tersebut tidak bejalan searah dip batupasir
melainkan dari titik A ke titik B, langkah pertama harus menentukan lebar
singkapan dengan menggunakan segitiga A, B, dan A’.
2. setelah diketahui lebar singkapan A A’, maka bisa dicari tebal batupasir
sebenarnya (A’ AO) pada segitiga A, A’, AO.
24 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 3.3. Diagram blok perhitungan ketebalan dan kedalam secara grafis dan
matematis
25 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB IV
PRINSIP DASAR PEMBENTUKAN STRUKTUR GEOLOGI
Apabila suatu batuan terkena gaya dengan tegasan utama Ō1 maka retakan
atau kekar yang pertama terbentuk adalah shear joint (1) kemudian terbentuk
extension joint (2) akibat dari Ō2 dan release joint (3) akibat dari Ō3. Apabila
gaya dari Ō1 diteruskan maka akan terjadi patahan/sesar mengikuti bidang dari
bidang shear joint seperti pada gambar 4.2.
26 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
27 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 4.3. Model pure shear, hubungan struktur sesar, lipatan dan kekar
(Moody and Hill, 1956).
28 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 4.4. Model simple shear (Harding, 1973) dan posisi struktur penyerta dalam
sesar mendatar kanan (modifikasi dari Sylvester 1988)
Gambar 4.5. Pure shear dan simple shear (modifikasi dari Sylvester 1988)
29 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
merupakan hasil dari percobaan pada material lempung yang diberikan gaya
lateral.
30 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 4.7. Pemodelan struktur pulau Jawa Berdasarkan model pure shear Moody and
Hill, 1956 (Situmorang et. Al, 1976)
Gambar 4.8. Pemodelan struktur pulau Jawa Berdasarkan model simple shear Harding,
1973 (Satyana,2002)
31 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB V
PROYEKSI STEREOGRAFIS
5.1. Tujuan
Adapun tujuan dari acara praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Mampu memecahkan masalah geometri bidang dan geometri garis secara
stereografis.
2. Mampu menggunakan proyeksi stereografis dalam tahap awal analisis data
yang diperoleh di lapangan untuk berbagai macam data struktur.
5.3. Pengertian
Proyeksi stereografis merupakan salah satu metode proyeksi di mana
bidang proyeksinya berupa permukaan setengah bola. Biasanya yang dipakai
adalah permukaan setengah bola bagian bawah (lower hemisphere). Macam-
macam proyeksi sterografi :
1. Equal angle projection net atau Wulf net.
2. Equal area projection net atau Schmidt net.
3. Orthographic net.
4. Polar projection.
32 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 5.1. Equal angle projection, menghubungkan titik-titik permukaan bola ke zenith
33 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
34 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
C. Orthogonal projection
Dengan proyeksi orthogonal titik-titik pada permukaan bola diproyeksikan
tegak lurus pada bidang proyeksi, sehingga hasilnya kebalikan dari equal angle
projection, yaitu lingkaran besar akan semakin renggang ke arah pusat.
Stereogram dari proyeksi ini dikenal dengan Orthographic Net (gambar 5.4), yang
digunakan untuk penggambaran blok diagram.
35 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
D. Polar projection
Dengan proyeksi kutub (polar), baik garis maupun bidang digambarkan
sebagai titik. Bila garis maka proyeksinya adalah proyeksi titik tembus garis
tersebut dengan permukaan bola. Bila yang diproyeksikan bidang, maka
proyeksinya berupa proyeksi titik tembus garis melalui pusat yang tegak lurus
bidang tersebut.
Stereogram proyeksi kutub dinamakan Polar Net atau Billings Net
(gambar 5.5). Polar net ini diperoleh dari equal area projection, sehingga apabila
akan mengembalikan proyeksi kutub yang berupa titik ke dalam bidang (lingkaran
besar) harus digunakan Schmidt Net.
36 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
b. Struktur Garis.
Bearing : 0° dimulai dari arah utara / North (N) pada Schmidt net.
Plunge : 0° dimulai dari lingkaran primitif (tepi) dan 90° berada pada
pusat Schmidt net.
B. Proyeksi Kutub (menggunakan Polar Equal Area Net)
a. Struktur Bidang.
Strike : 0° dimulai dari sisi West (W) pada Polar equal area net.
Dip : 0° dimulai dari pusat dan 90° berada di lingkaran primitif (tepi)
b. Struktur Garis.
Bearing : 0° dimulai dari North (N).
Plunge : 0° dari ligkaran primitif (tepi) dan 90° berada di pusat.
38 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2. Proyeksi kutub
Proyeksi kutub sebuah garis adalah titik tembus garis tersebut dengan
bidang permukaan bola imajiner. Dengan Schmidt net atau Wulff net maupun
Polar net proyeksi garis berupa titik. Trend dihitung pada lingkaran luar, plunge
dihitung dari luar ke pusat.
B. Penggambaran struktur bidang
Contoh:
Gambarkan bidang N1400E/400
1. Proyeksi stereografis
a. Letakkan kertas kalkir di atas stereonet. Buat lingkaran pinggir dan tandai
titik utara, selatan, timur dan barat.
b. Untuk menentukan jurus hitung 1400 searah jarum jam dari utara. Beri
tanda. Putar kertas kalkir berlawanan arah jarum jam sampai tanda yang
dibuat tepat berada pada titik N dari net, yang berarti memutar sebesar
1400 berlawanan arah jarum jam dari posisi semula.
39 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 5.7. Penggambaran bidang miring N1400E/400E dan titik P adalah proyeksi
kutub.
2. Proyeksi kutub
a. Dengan Wulff Net atau Schmidt Net:
Bila lingkaran besar sudah dilukis, tambahkan 900 sepanjang sumbu
E-W. Kembalikan kalkir ke posisi semula. Titik tersebut adalah proyeksi
kutub dari bidang N1400E/400E.
b. Dengan Polar Net (Billings Net):
Dengan polar net, jurus N00E diplot pada sisi W (bukan N). Dip
dihitung dari pusat ke tepi. Sedangkan N900E diplot pada N, dst.
40 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
41 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
atas Jaring Kalsbeek pada suatu posisi yang tetap dan tidak tergantung pada
arah-arah mata angin, posisi tetap ini diusahakan tidak berubah sampai proses
zonasi selesai.
3. Buatlah tiap segi enam yang berisi titik-titik tadi. Hitunglah jumlah titik-titik
yang masuk ke dalam setiap bentuk segi enam dan cantumkan angka pada
titik pusat segi enam yang bersangkutan, nilai titik pusat segi enam
merupakan jumlah titik yang ada didalam setiap segi enam (gambar 5.9).
Untuk titik-titik yang jatuh pada tempat-tempat tertentu pada Jaring Kalsbeek,
perhitungannya tidak menggunakan bentuk segi enam, tetapi dapat berbentuk
lingkaran, separuh lingkaran, separuh segi enam dan segi lima, Untuk titik-
titik pusat segi enam yang letaknya di pinggir jaring bentuknya menjadi
separuh segi enam atau separuh lingkaran angka kerapatan yang dicantumkan
pada pusatnya merupakan jumlah titik-titik kutub dari dua bentuk separuh
lingkaran atau segi enam yang saling berseberangan.
42 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
tarik harus bersifat tertutup, sehingga jika ada garis kontur yang memotong
garis tepi jaring harus dibuat tertutup melalui titik-titik berseberangan dengan
titik-titik potong dengan tepi jaring.
5. Beri tanda yang berbeda untuk setiap daerah yang dibatasi oleh dua kontur
kerapatan yang berbeda. Dengan demikian setiap tanda yang dibuat akan
menunjukkan kisaran atau interval harga-harga kerapatannya.
6. Harga tertinggi atau maksimal dianggap sebagai "Pole" kedudukan
umumnya. Tarik garis dengan menghubugkan titik pusat ingkaran dengan
titik tertinggi kontur dan baca kedudukannya dengan Polar Equal Area
(Gambar 5.11)
43 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
44 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB VI
ANAISIS KEKAR
6.1. Tujuan
Adapun ujuan dari acara praktikum analisis kekar ini yaitu sebagai berikut:
1. Mampu menafsirkan arah gaya yang bekerja dalam pembentukan kekar,
sehingga diharapkan dapat membantu interpretasi struktur sesar maupun
lipatan.
2. Mampu menganalisis kekar hingga mengetahui arah tegasanya
6.3. Pengertian
Kekar (joint) adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami
pergeseran. Dari hasil eksperimen dengan memberi gaya pada contoh batuan akan
diperoleh retakan (fracture) yang menyudut lancip dengan arah gaya kompresi
yang tidak pernah melebihi 450, umumnya sekitar 300, tergantung sudut geser
dalam dari batuan.
Kekar dapat terbentuk baik secara primer (bersamaan dengan
pembentukan batuan, misalnya kekar kolom dan kekar melembar pada batuan
beku) maupun secara sekunder (setelah proses pembentukan batuan, umumnya
merupakan kekar tektonik). Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya, dibagi
menjadi :
45 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
1. Shear joint (kekar gerus), yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan kompresif
(compressive stress).
2. Tension joint (kekar tarik) ,yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan tarikan
(tension stress), yang dibedakan menjadi :
a. Extension joint, terjadi akibat peregangan / tarikan.
b. Release joint, terjadi akibat hilangnya tegasan yang bekerja.
Gaya-gaya pembentuk kekar dapat diuraikan menjadi gaya-gaya yang
saling tegak lurus satu sama lain (lihat gambar 6.1). Gaya utama yang terbesar
(σ1) membentuk sudut lancip dengan kekar gerus yang saling berpasangan (shear
joint). Gaya menengah (σ2) sejajar dengan perpotongan kedua kekar gerus yang
berpasangan tersebut, dan gaya terkecil (σ3) membagi dua sudut tumpul.
Gambar 6.1. Hubungan gaya dan pembentukan pola kekar pada suatu batuan
46 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
lateral. Karena arah kemiringan kekar diabaikan, maka dalam perhitungan kekar
yang mempunyai arah N1800E dihitung sama dengan N00E, N1900E dihitung
sama dengan N100E. Jadi semua pengukuran dihitung ke dalam interval N00E-
N900E dan N00W - N900W.
Untuk analisis statistik, data yang diperkenankan umumnya 50 data, tetapi
30 data masih di perkenankan. Dalam analisis ini kekar gerus dan kekar tarik
dipisahkan, karena gaya yang bekerja untuk kedua jenis kekar tersebut berbeda.
1. Buat tabulasi dari data pengukuran kekar berdasarkan jurus kekar ke dalam
tabel (tabel 6.1). Buat interval 50. Hitung frekuensi dan presentase masing-
masing interval. Presentase dihitung masing-masing interval terhadap seluruh
pengukuran.
2. Membuat diagram kipas.
a. Buat setengah lingkaran bagian atas dengan jari-jari menunjukkan jumlah
dari interval yang ada (misal 5).
b. Pada sumbu datar plot prosentase. Dari pusat 0 jari-jari terluar = jumlah
terbesar (5).
c. Busur lingkaran dibagi menurut interval (jika interval 5 derajat maka
dibagi menjadi 18 segmen). Plot jurus kekar sesuai interval (270, 275, …,
355, 0, 5,…, 85, 90 ).
d. Buat busur lingkaran dengan jari-jari = prosentase masing-masing interval
mulai dari batas bawah interval hingga batas atas interval. Misal interval
N0W prosentase = 20%, maka buat busur lingkaran dari sumbu tegak (N
0E) hingga N 50 W dengan jari-jari skala 20%.
3. Arah gaya pembentuk kekar adalah besarnya sudut (jurus kekar) yang terbaca
pada busur lingkaran, yang diperoleh dengan membagi dua dari dua maksima
(interval dengan prosentase terbesar) yang berjarak kurang dari 90 derajat.
Bila sudut antara dua kedudukan umum merupakan sudut tumpul, maka sudut
baginya merupakan arah dari σ3. (Gambar 6.2) Bila sudut antara dua
kedudukan umum merupakan sudut lancip maka sudut baginya merupakan
arah dari σ1.
47 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
48 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
1. Mencari kedudukan umum kekar (shear joint) dengan diagram kontur seperti
pada metode statistik pada stereografis (Bab 5).
2. Mengeplotkan kedudukan umum tersebut ke dalam wulf net (gambar 6.3)
a. Tandai nilai strike dengan garis kecil, kemudian tanda tersebut diletakan
pada N.
b. Buat bidang dengan nilai dip yang ada (pada sisi sebelah kan wulf net
sesuai kaidah tangan kiri).
49 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
5. Perpotongan antara bidang bantu dengan kedua shear joint: (gambar 6.5)
a. Apabila membentuk sudut lancip, maka sudut baginya adalah titik σ1, dan
titik σ3 dibuat 90° dari σ1 pada bidang bantu (dimana bidang bantu tetap
pada kedudukan N-S)
b. Apabila membentuk sudut tumpul, maka sudut baginya adalah titil σ3 dan
σ1 dibuat 90° dari σ3 pada bidang bantu (dimana bidang bantu tetap pada
kedudukan N-S).
50 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
51 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
52 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB VII
ANALISIS SESAR
7.1. Tujuan
Adapun ujuan dari acara praktikum analisis sesar ini yaitu sebagai berikut:
1. Mampu mengetahui definisi dan mengenali unsur-unsur sesar.
2. Mampu menentukan pergerakan sesar baik secara langsung di lapangan
maupun secara stereografis.
3. Mampu menganalisa dan menentukan arah tegasan pembentuk sesar.
4. Mampu menentukan nama sesar berdasarkan klasifikasi yang ada.
7.3. Pengertian
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran melalui bidang rekahnya. Sesar merupakan patahan/rekahan tunggal
atau suatu zona pecahan pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya
pergerakan yang cukup besar, paralel dengan rekahan atau zona pecahan.
Suatu sesar dapat berupa Bidang Sesar (Fault Plane), atau rekahan
tunggal. Tetapi lebih sering berupa Jalur Sesar (Fault Zone), yang terdiri dari
lebih dari satu sesar. Jalur sesar atau gerusan (shear), mempunyai dimensi
panjang dan lebar yang beragam, dari skala minor atau sampai puluhan kilometer.
53 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Sesar yang terjadi pada daerah yang cukup dalam, pada kondisi temperatur dan
tekanan tinggi akan berkembang sebagai jalur gerusan (Shear zones) seperti pada
gambar 7.1. Contoh jalur gerusan dalam sekala besar yakni shear zone yang
terbentuk pada Sumatera fault zone dapat dilihat pada gambar 7.2.
54 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
55 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
56 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
57 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
58 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2. Sesar Turun (Normal Fault), terbentuk ketika tegasan utama maksimum (σ1)
pada posisi vertikal.
3. Sesar mendatar (Strike slip fault),terbentuk ketika tegasan utama maksimum
(σ1) dan minimum (σ3) pada posisi mendatar/horizontal.
Gambar 7.9. Hubungan jenis sesar dengan pola tegasan utama (Anderson, 1951 dalam
fossen, 2010)
60 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
61 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.15. Struktur seretan: reverse drag (kiri), normal drag (kanan)
63 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
64 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Penyelesaian :
1. Letakan kertas kalkir diatas stereonet, salin lingkaran primitif (lingkaran
pinggir) ke kertas kalkir dan beri tanda arah mata anginya.
2. Buat bidang GF dan SF pada stereonet.
a. Untuk menetukan jurus GF hitung 82° searah jarum jam dari utara (N)
dan beri tanda. Kemudian putar kertas kalkir berlawanan arah jarum jam
sampai tanda yang dibuat berada pada titik N dari stereonet, yang berarti
memutar 82° berlawanan arah jarum jam seperti pada gambar 7.17.
65 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
d. Dengan cara yang sama buat bidang SF, lalu tentukan titik perpotongan
GF dan SF.
66 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.21. Pembuatan bidang sesar dengan bantuan titik perpotongan shear dan gash
b. Buat lingkaran besar melalui titik potong lingkaran besar GF dan SF, maka
bidang tersebut adalah bidang sesar seperi pada gambar 7.22.
67 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.22. Penggambaran bidang sesar dengan titik perpotongan shear dan gash
sebagai penunjuk nilai dip bidang sesar
68 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
4. Bawa titik perpotongan GF, SF dan Bidang sesar ke sumbu E-W, kemudian
hitung 90˚ sepanjang sumbu E-W melalui pusat stereonet. 4. Melalui titik 90˚
tersebut buat garis busur mengikuti lingkaran besar, garis ini adalah bidang
bantu seperti pada gambar 7.24.
5. Perpotongan bidang sesar dengan bidang bantu adalah Net Slip. Baca
kedudukan Net Slip tersebut.
69 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
6. Putar kalkir sampai bidang sesar berada pada sumbu N-S, lalu baca nilai
Rake. Nilai Rake dibaca melalui lingkaran kecil sepanjang bidang sesar, dari
lingkaran luar sampai ke titik perpotongan bidang sesar dengan bidang bantu
seperti pada gambar 7.26.
70 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
71 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
10. Tentukan arah gaya pembentuk sesar. konsepnya sama seperti halnya pada
analisis kekar. Jadi yang dicari adalah σ1, σ2 dan σ3 perhatikan gambar 7.29.
a. Putar kalkir sampai bidang bantu berada pada sumbu N-S.
b. σ1 dihitung 30˚ dari titik perpotongan bidang bantu dengan bidang sesar
(titik Net Slip) kearah GF, sepanjang bidang bantu.
Hal ini didasarkan bahwa, untuk kebanyakan batuan memiliki sudut geser
72 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
11. Baca dan catat kedudukan arah umum gaya pembentuk sesar.
73 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
3. Baca nilai rake dari proyeksi stereografis (nilainya akan sama dengan
pengukuran rake di lapangan)
74 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.33. Pembacaan nilai rake dari sesar pada proyeksi streografis
4. Dari titik perpotongan net slip dengan bidang sesar, tarik 90˚ sepanjang
lingkaran besar bidang sesar, lalu beri tanda titik. Titik ini adalah σ2
75 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
5. Bawa titik σ2 ke sumbu E-W, lalu tambah 90˚ melalui titik pusat stereonet.
Tandai titik tersebut pada gambar 7.35.
6. Gambar bidang bantu melalui titik tersebut.
7. Tentukan arah gaya pembentuk sesar. konsepnya sama seperti halnya pada
analisis kekar. Jadi yang dicari adalah σ1, σ2 dan σ3 perhatikan gambar 7.36.
a. Putar kalkir sampai bidang bantu berada pada sumbu N-S.
b. Karen sesar dekstral maka, σ1 dihitung 30˚ ke kanan dari perpotongan
bidang bantu dengan bidang sesar (ke arah kanan dari Net Slip) sepanjang
bidang bantu. Hal ini didasarkan bahwa, untuk kebanyakan batuan
memiliki sudut geser dalam atau maka sesar akan terbentuk 30˚
terhadap maksimum stress (σ1) seperti pada gambar 7.29.
c. σ3 dihitung 90˚ dari titik σ1 sepanjang bidang bantu.
76 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.37. Penentuan jenis sesar dari arah tegasan utama dan kedudukan bidang sesar
77 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
78 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.40. Penentuan titik tengah bidang bantu diantara kedua bidang sayap lipatan
79 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 7.43.Pengeplotan sumbu microfold dan bidang sesar pada lembar kalkir baru
81 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
e. Pergeseran sesar akan menuju sudut tumpul yang dibentuk antara bidang
sesar dengan sumbu microfold. (untuk mempermudah gambarkan
jurus/strike bidang sesar dan sumbu microfold).
f. Penentuan pergerakan sesar didasarkan pada hubungan pergerakan sesar
dengan orientasi microfold
82 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
83 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
e. Kembalikan kalkir ke posisi semula. Baca dan catat arah tegasan umum
pembentuk sesar.
84 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB VIII
ANALISIS LIPATAN
8.1. Tujuan
Adapun ujuan dari acara praktikum analisis lipatan ini yaitu sebagai
berikut:
1. Mengenal macam-macam / jenis lipatan serta mekanisme gaya yang
membentuknya.
2. Dapat meganalisis lipatan hingga mengetahui nama lipatan berdasarkan
klasifikasi yang ada
3. Mampu merekonstruksi dan menganalisa lipatan.
8.3. Pengertian
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur garis atau
bidang dalam bahan tersebut. Unsur bidang yang disertakan umumnya bidang
perlapisan (Hansen, 1971, dalam Ragan, 1973).
Mekanisme gaya yang menyebabkannya terbentuknya lipatan ada dua macam :
1. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng (Gambar 8.1.a)
85 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus
permukaan lempeng (Gambar 8.1.b)
Gambar 8.1. (a) Gaya tekan horizontal, sebelum terkena gaya dan sesudah terkena gaya,
(b)Gaya bending, sebelum terkena gaya dan sesudah terkena gaya
86 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
87 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 8.4. Diagram klsifikasi berdasarkan besarnya sudut kemiringan hinge surface
dan sudut penunjaman hinge line
88 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 8.6. Diagram untuk menentukan jenis lipatan, digunakan setelah diagram
89 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
90 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2. Titik σ2 diletakkan pada garis East - West (garis EW), kemudian membuat
bidang bantu yaitu 90° dari σ2 melewati pusat dihitung pada pembagian skala
yang terdapat di garis EW (bidang bantu tetap pada posisi NS). Seperti
gambar 8.9.
91 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
92 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
6. Membaca rake (pitch) posisikan bidang hinge surface N-S hitunglah nilai
rake dari N atau S ke titik σ2.
93 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
94 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
95 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
96 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
97 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
4. Untuk kemiringan yang searah, dibuat lebih dulu garis bisectornya kemudian
diukurkan pada garis yang sejajar dengan kemiringan yang besar.
5. Untuk mendapatkan posisi boundary ray dari tabel kemiringan lapisan
diinterpolasi dan dikelompokkan lebih dulu menjadi kelipatan 50 lihat tabel
8.2.
Tabel 8.2. Sudut boundary ray untuk penipisan kompaksi sebesar 50 % (Gill, 1953)
98 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Apabila pembuatan penampang tidak tegak lurus jurus lapisan, maka yang
dipakai adalah kemiringan yang telah dikoreksi (gambar 8.17).
Untuk mendapatkan posisi boundary ray dari banyak data pengukuran
perlapisan lapisan, harus terlebih dahulu dilakukan pengelompokkan dip dalam
kelipatan 50 (lihat gambar 8.17) menjadi dip zone. Apabila pembuatan penampang
tidak tegak lurus jurus lapisan, maka data dip harus dikoreksi terlebih dulu dengan
tabel 8.3.
Gambar 8.17. Konstruksi penampang geologi yang mengalami penipisan pada sayap
lipatan dengan metode boundary ray (Gill, 1953).
99 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Tabel 8.2. Konversi kemiringan perlapisan sesungguhnya (true dip) ke dalam komponen
garis penampang (Forrester, 1946)
100 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
BAB IX
PETA GEOLOGI
9.1. Pendahuluan
Permukaan bumi merupakan salah satu bagian yang harus dipelajari dalam
penguasaan ilmu geologi karena ekspresi topografi dapat menunjukkan keadaan
geologi baik struktur maupun litologinya. Dengan demikian, geomorfologi sangat
terkait dalam mempelajari geologi struktur. Bentukanbentukan morfologi yang
kita jumpai sekarang merupakan hasil dari gaya yang bekerja baik itu berasal dari
dalam maupun dari luar bumi. Bentukan-bentukan tersebut akan berbeda-beda
bentuknya tergantung dari sistem yang mempengaruhinya. Misalnya,
perkembangan sistem tektonik di suatu daerah akan memberikan konstribusi bagi
perkembangan struktur geologi yang secara langsung maupun tidak langsung akan
terilustrasi dipermukaan.
Pada sisi lain litologi juga berperan dalam mengekspresikan topografi.
Nilai resisten dan tidaknya litologi akan memberikan relief yang berbeda-beda di
permukaan. Litologi yang keras (resisten) cenderung membentuk relief yang lebih
menonjol (tinggi) daripada daerah dengan litologi yang lebih lunak (kurang
resisten).
Peta geologi adalah bentuk informasi geologi suatu daerah / wilayah /
kawasan dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta dan
menggambarkan informasi tektonik, stratigrafi, struktur, jenis dan sifat batuan
yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak atau
gabungan ketiganya.
101 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 9.1. Pola penyebaran singkapan batuan berdasarkan topografi dan kemiringan
lapisan batuan (hukum V) (Ragan, 1973).
102 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
103 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 9.2. Mencari pola singkapan (Billings, 1977). Diketahui kedudukan lapisan
batuan di X adalah N900E/200. Pola sebaran singkapan yang diharapkan
(tanpa adanya gangguan struktur) akan diperlihatkan oleh garis tebal yang
melewati garis-garis kontur.
B. Metode kedua
Diketahui dilokasi A dijumpai singkapan batugamping dengan kedudukan
N2200E/100. Buatlah pola penyebaran singkapan batugamping tersebut.
interval kontur
spasi antar kontur
dips
3. Setelah dibuat semua garis dengan nila ketinggian yang ada hubungkan titik
perpotongan garis sejajar strike dengan garis kontur topografi yang memiliki
104 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Gambar 9.3. Penarikan pola penyebaran singkapan yang tidak tergangu struktur geologi
berdasarkan strike dan dip (Lisle,2004)
105 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
106 | I S T A K P R I N D
Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur
Laboratorium Geologi Dinamik
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Kalsbeek, F. 1963. A Hexagonal Net for the Counting Out and Testing of Fabric
Diagrams. Neues Jahrbuch für Mineralogie, Monatshefte, 7, pp. 1173-
1776.
Lisle, R.J. 2004. Geological Structures and Maps 3rd Edition.Butterworth
Heinemann. Oxford
McClay, K.R. 1987. The Mapping of Geological Structures. Geological Society of
London Handbook. Open University Press, Keynes, 161 pp.
Mertie, J.B., Jr. 1922. Graphic and Mechanical Computation of Thickness of
Strata and Distance to a Stratum. United States Geological Survey
Professional Paper, 129, pp. 39-52.
Moody, J.D. and Hill, M.J. 1956. Wrench Fault Tectonics. Bulletin Geological
Society of America, 67, pp. 1207-1246.
Palmer, H.S. 1918. New Graphic Method for Determining the Depth and
Thickness of Strata and the Projection of Dip. United States Geological
Survey Professional Paper, 120, pp. 122-128.
Ragan, D.M. 1973. Structural Geology: An Introduction to Geometrical
Techniques, 2nd ed. John Wiley & Sons, New York
Rickard, M. J. 1971. A Classification Diagram for Fold Orientations. Geological
Magazine, 108(1), pp. 23-26.
Sylvester, A.G. 1988. Stike-slip Fault. Geological Society of America Bulletin.
Department of Geological Sciences. California.
107 | I S T A K P R I N D