Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN EKSURSI BESAR

MATA KULIAH GEOLOGI STRUKTUR


ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
DAERAH GUNUNG RAMBUTAN KABUPATEN PASER
KALIMANTAN TIMUR

DISUSUN OLEH:

SYAHRIEF ILMI SOEKARNO

2204018

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MIGAS BALIKPAPAN
BALIKPAPAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN EKSKURSI BESAR


MATA KULIAH GEOLOGI STRUKTUR

Diajukan sebagai mengikuti Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Geologi Struktur
Semester I (Satu) Tahun Ajaran 2023/2024 Program Studi Teknik Geologi
Sekolah Tinggi Teknologi Migas Balikpapan

Disusun oleh:

SYAHRIEF ILMI SOEKARNO

2204018

KELOMPOK 01

Disahkan oleh:

DOSEN PENGAMPU
MATA KULIAH GEOLOGI STRUKTUR

Efrina Chandra Agusti Putri, S.T., M.Sc.


NIDN. 1126089101
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat petunjuk
dan hidayahNya laporan fieltrip Geologi Struktur daerah Kuaro dan sekitarnya dengan tepat
waktu. Harapan penyusun dalam membuat laporan ini yaitu semoga laporan ini dapat dibaca
dan diterima dengan baik untuk menjadi bahan pembelajaran kedepannya.
Penyusun juga berterima kasih kepada seluruh dosen dan asisten dosen yang telah
membantu dan membimbing dalam melakukan praktikum dilapangan. Dalam
menyelesaikan laporan fieltrip ini diajukan demi memenuhi syarat UTS pada tahun
2023/2024 mata kuliah Geologi Struktur S1 teknik Geologi sebagai data-data hasil selama
praktikum lapangan dilakukan Penyusun menyadari dalam penulisan laporan ini masih
banyak kekurangan baik itu pada teknis penulisan laporan yang penyusun lakukan ataupun
kesalahan penulisan kata dalam laporan ini, atas hal tersebut penyusun meminta maaf.
Penyusun berharap ada saran dan kritik yang diterima agar dapat menyempurnakan laporan
ini maupun dalam pembuatan laporan-laporan selanjutnya.
Semoga laporan ini dapat memberikan informasi yang dapat bermanfaat bagi kita
semua, serta dapat menambah pengetahuan untuk waktu yang selanjutnya dan semoga
Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat dan berkat untuk kita semua.

Balikpapan, 26 Oktober 2023

Penyusun,
Syahrief Ilmi Soekarno
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Geologi Struktur merupakan studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan
permukaannya yang datar atau pun terlipat, beserta susunan internaln ya. Geologi struktur
mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi, metamorfisme
dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat
dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan
kejadian deformasinya.
Geologi struktur sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Umumnya geologi
struktur diperlukan untuk eksplorasi bumi dan meneliti lapisan struktur bumi serta
bagaimana struktur geologi dalam suatu batuan terbentuk, khususnya struktur dan proses
terbentuknya lipatan dan patahan. Selain itu, dengan mempelajari geologi struktur, kita
dapat mengetahui proses kejadian jebakan sumber daya geologi seperti air, minyak bumi,
gas, dan mineral lainnya. Dengan mengetahui jenis struktur yang ada, seperti lipatan atau
sesar, kita dapat mengetahui keadaan bentuk muka bumi dengan lebih baik.
Adanya praktikum lapangan geologi struktur ini untuk mengetahui bentuk dan
struktur geologi khususnya struktur patahan dan lipatan dipermukaan bumi secara nyata,
proses terbentuk dan faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga mahasiswa tidak hanya
membayangkan bagaimana proses terbentuknya patahan dan lipatan dipermukaan bumi,
adanya singkapan dan karakteristik suatu batuan, serta proses terjadinya di alam bebas.
Tetapi dapat melihat langsung fenomena pembentukan patahan, lipatan, batuan, dan lain
sebagainya secara nyata. Faktanya teori yang diperoleh di perkuliahan tidak sama dengan
karakteristik bentuk permukaan bumi maupun karakteristik di alam secara nyata, sehingga
perlu adanya pemahaman dilapangan mengenai faktor-faktor perbedaan yang terjadi di alam
dengan teori yang diajarkan.
1.2. Maksud dan Tujuan
 Memahami konsep struktur geologi, sesar dan kekar
 Megidentifikasi proses terbentuknya sesar, kekar, dll
 Mengaplikasikan teori sesar dan kekar dengan studi kasus dilapangan secara
nyata
1.3. Dasar Teori (Geologi Struktur)
Struktur geologi adalah deformasi yang terjadi pada kerak atau batuan yang ada di
bumi dan bisa kita amati sekarang. Struktur ini adalah jenis fenomena yang telah terjadi
selama beratus-ratus tahun lalu (Sapiie dkk, 2014). Stuktur geologi pada umumnya terbagi
menjadi dua jenis yaitu struktur sekunder dan struktur primer. Struktur primer adalah stuktur
yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan dan mencerminkan kondisi lokal
dari genesa terbentuknya batuan tersebut, contoh dari stuktur ini adalah gradded-bedding,
cross-bedding, vesikuler dan kekar kolom. Sedangkan, struktur sekunder adalah struktur
yang tercipta pada batuan akibat gaya (force) setelah batuan tersebut terbentuk (Sapiie,
2011).
Struktur geologi dibangun oleh prinsip geometri yang ada pada suatu tubuh batuan
yang terstrukturkan, prinsip geometri suatu bidang atau garis ini adalah unsur yang
mempunyai kedudukan atau orientasi yang pasti di dalam ruang dan hubungan antara satu
dan lainnya dapat dideskripsikan. Suatu bidang atau garis harus mempunyai komponen
kedudukan (attitude), yang umumnya dinyatakan dalam koordinat grafis, arah dan besaran
kecondongan (inklinasi). Unsur struktur geologi berdasarkan geometri dibedakan: struktur
bidang (planar) misalnya: bidang perlapisan, bidang foliasi, bidang rekahan, bidang sesar,
bidang belahan (cleavage) dsb dan struktur garis (lincar) misalnya lineasi, sumbu lipatan,
gores-garis dsb (Sukartono, 2013).
A. Struktur Bidang
1. pengertian
Menurut Kudwadi (2018) struktur bidang adalah struktur batuan yang membentuk
geometri bidang. Kedudukan awal struktur bidang perlapisan pada umumnya membentuk
kedudukan horizontal, dan dapat berubah menjadi miring jika mengalami deformasi atau
pada kondisi tertentu, misalnya pada tepi cekungan atau pada lereng gunung api.
Padakondisi ini, kedudukan miringnya disebut initial dip. Menurut Sukartono (2013)
struktur bidang terdiri dari beberapa jenis yaitu:
 Kedudukan (attitude) adalah batasan umum untuk orientasi dari bidang atau garis di
dalam ruang umumnya dihubungkan dengan koordinat geografi dan bidang
horizontal, dan terdiri komponen arah dan kemiringan.
 Arah (trend) adalah arah dari suatu bidang horizontal, umumnya dinyatakan dengan
azimuth atau besaran sudut horizontal dengan garis tertentu (Bearing).
 Kecondongan (inclination) adalah sudut vertikal yang diukur kearah bawah dari
bidang horizontal ke suatu bidang atau garis dan apabila diukur pada bidang yang
tidak tegak lurus strike disebut kemiringan semu (Apperent dip)
 Jurus (Strike) adalah arah garis horizontal yang terletak pada bidang miring.
 Kemiringan (Dip) adalah sudut terbesar dari suatu bidang miring, yang diukur tegak
lurus jurus.

Gambar1.1 Kedudukan bidang dan garis di dalam ruang

2. Jurus dan Kemiringan


Jurus dan Kemiringan adalah besaran untuk menyatakan kedudukan semua struktur
bidang, misalnya perlapisan, foliasi, kekar, sesar dsb. Contoh penulisan kedudukan
bidang: Kemiringan & Arah Kemiringan: 30°, N 215° E
Tabel 1.1 Contoh Stike dan Dip

3. Cara pengukuran
Menurut Kudwadi (2018) pengukuran bidang dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a. Pengukuran jurus dan kemiringan (strike/dip)
 Pengukuran strike dilakukan dengan menempelkan sisi "E" kompas pada
bidang yang diukur dalam posisi kompas horizontal (gelembung berada pada
pusat lingkaran nivo mata sapi). Angka azimuth yang ditunjuk oleh jarum
"N" merupakan arah strike yang diukur (jangan lupa menandai garis strike
yang akan dipakai untuk pengukuran dip).
 Pengukuran dip dilakukan dengan menempelkan sisi "W" kompas pada
bidang yang diukur dalam posisi kompas tegak lurus garis strike (posisi nivo
tabung berada di atas). Putar klinometer sampai gelembung berada pada pusat
nivo tabung.

Gambar 1.2 Cara pengukuran strike dan dip menggunakan kompas geologi tipe
Brunton
b. Pengukuran “kemiringan dan arah kemiringan" (dip,dip direction)
 Pengukuran arah kemiringan dilakukan dengan menempelkan sisi "s" kompas
pada bidang yang diukur dalam posisi kompas horizontal (gelembung berada
pada pusat lingkaran nivo mata sapi). Angka azimuth yang ditunjuk oleh
jarum "N" merupakan arah kemiringan yang diukur.
 Pengukuran dip dilakukan dengan cara sama seperti yang dijelaskan
sebelumnya.
B. Struktur Garis
Menurut Kudwadi (2018) Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk
geometri garis, antara lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur
garis dapat dibedakan menjadi stuktur garis riil dan struktur garis semu.
Struktur garis riil adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati dan
diukur langsung di lapangan, contoh: gores garis yang terdapat pada bidang sesar.
Sedangkan struktur garis semu adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya
ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi.
Berdasarkan saat pembentukannya, struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur
garis primer yang meliputi: liniasi atau penjajaran mineral-mineral pada batuan beku
tertentu, dan arah liniasi struktur sedimen. Struktur garis sekunder yang meliputi: gores-
garis, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan, kelurusan-kelurusan dari
topografi, sungai dan sebagainya.

Gambar 1.3 Kenampakan struktur garis di lapangan


1. Cara Pengukuran
Menurut Kudwadi (2018) cara pengukuran struktur dibagi menjadi dua jenis
pengukuran yaitu:
a. Cara pengukuran struktur garis yang mempunyai arah penunjaman
1. Cara pengukuran arah penunjaman (trend)
 Menempelkan alat bantu (buku lapangan atau clipboard) pada posisi tegak
dan sejajar dengan arah yakni struktur garis yang diukur.
 Menempelkan sisi "W" atau "E" kompas pada posisi kanan atau kiri alat
bantu dengan visir kompas (sigthing arm) mengarah pada penunjaman
struktur garis tersebut.
 Menghorizontalkan Kompas (nivo mata sapi dalam keadaan
horizontal/gelembung berada di tengah nivo), maka harga yang ditunjuk oleh
jarum utara kompas adalah harga arah penunjamannya (trend).
2. Cara pengukuran sudut penunjaman (plunge)
 Menempelkan sisi "W" kompas pada sisi atas alat bantu yang masih dalam
keaadan vertikal.
 Memutar klinometer hingga gelembung pada nivo tabung berada di tengah
nivo dan besar sudut penunjaman (plunge) merupakan besaran sudut
vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer.

Gambar 1.4 Teknik mengukur trend dan plunge suatu struktur garis L
C. Kekar (Joint)
Kekar didefinisikan sebagai rekahan atau pecahan batuan yang tidak mengalami
pergeseran, hanya peregangan (ekstension) dengan bidang planar dan licin yang memotong
batuan (Sapiie, 2011). Kekar terbentuk akibat tegasan ulama dan merupakan gaya yang
diterima oleh batuan dengan sumber gaya yang berasal dari gaya tektonik. Kebanyakan
kekar merupakan hasil dari pembubungan kerak, kompresi, tarikan (tension) yang berkaitan
dengan sesar atau lipatan (Sapiie dkk, 2014). Kekar terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Kekar Tension
Kekar ini adalah kekar yang diakibatkan oleh pelepasan beban atau pemuaian hatuan
(Sapiie dkk, 2014). Kekar ini juga disebabkan akibat adanya regangan oleh stress
tektonik. dan temperatur sehingga membentuk rekahan yang lurus, planar dan tidak
terjadi pergeseran (Sapiie, 2011).
Gambar 1.5 Kekar Tension
2. Kekar Berpasangan (Shear Joint)
Menurut Nugraha (2018) mekanisme terbentuknya kekar berpasangan adalah ketika
arah tegasan utama atau disimbolkan dengan ð1, yang merupakan gaya terkuat, dengan
ð2, kekuatan tegasan lebih kecil daripada tegasan utama dan merupakan pelepasan gaya
dari ð1, serta ð3, dengan tegasan yang paling kecil hasil pelepasan dari gaya ð2,
mengenai suatu tubuh batuan dan dari ketiga gaya tersebut batuan akan menunjukan
struktur kekar tension dan juga kekar berpasangan (shear joint).

Gambar 1.6 Shear joint


D. Lipatan (Fault)
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu batuan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis bidang di dalam
batuan tersebut. Pembentukan lipatan dapat terjadi melalui proses buckling yang
merupakan proses penekanan lateral dari suatu bidang planar dan proses pelengkungan ini
terjadi pada kedua sisi selama terjadi penekanan, serta proses bending yang diakibatkan
oleh pengaruh gerakan vertikal pada suatu lapisan, misalnya penurunan lapisan, pergeseran
pada jalur gerus, atau pelengseran suatu massa batuan pada bidang yang tidak rata. Lipatan
juga dapat terbentuk akibat proses atau pengaruh dari tektonik, gaya berat (pelengseran),
akibat pengaruh-pengaruh setempat, kompaksi, intrusi batuan beku dalam dan injeksi
garam (diapir) (Sapiie, 2011).

Gambar 1.7 Lipatan


Geometri Lipatan
Menurut Sapiie dkk (2014) Unsur-unsur Lipatan dapat ditunjukkan pada suatu
penampang lipatan. Beberapa titik pada profil permukaan dideskripksikan antara lain:
Gambar 1.8 Geometri lipatan
 Hinge point adalah titik maksimun pelengkungan pada lapisan yang terlipat.
 Crest adalah titik tertinggi pada pelengkungan
 Trough adalah titik terendah pada pelengkungan
 Inflection point adalah titik batas dari dua pelengkungan yang berlawanan.
 Fold axis (sumbu lipatan/hinge line) adalah garis maksimum pelengkungan pada
suatu permukaan bidang yang terlipat.
 Axial plane (bidang sumbu) adalah bidang yang dibentuk melalui garis-garis sumbu
pada suatu lipatan. Bidang ini tidak selalu berupa bidang lurus (planar), tetapi dapat
melengkung yang umum disebut sebagai axial surface.
 Fold limb (sayap lipatan) adalah sisi-sisi da
 ri bidang yang terlipat yang berada diantara. daerah pelengkungan (hinge zone) dan
batas pelengkungan (inflection line).
E. Sesar (Fault)
Menurut Sapiie (2011) sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergeseran melalui bidang rekahnya. Sesar merupakan patahan/rekahan tunggal
atau suatu zona pecahan pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan yang
cukup besar, pararel dengan rekahan atau zona pecahan.
Gambar 1.9 Sesar
Jenis-jenis sesar
Menurut Sapiie dkk (2014) sesar terdiri dari tiga jenis yaitu:
a. Sesar Turun (Normal Fault)

Gambar 1.10 Sesar Normal


Sesar ini adalah sesar yang disebabkan oleh stress tensional yang seolah-olah
menarik/memisahkan kerak. Hangingwall relatif turun terhadap footwall pada sesar
jenis ini.
b. Sesar Naik (Reverse & Thrust)

Gambar 1.11 Sesar Naik


Sesar naik berkembang karena adanya stress kompresional. Hangingwall
relatif naik terhadap footwall pada sesar jenis ini. Bila kemiringan (dip) bidang
sesarnya lebih kecil dari 45° maka sesar tersebut dinamakan dengan sesar anjakan
(hrust fault). Jenis sesar ini umumnya berasosiasi dengan struktur perlipatan.
c. Sesar Geser atau Mendatar

Gambar 1.12 Lateral Fault


Sesar jenis ini terjadi karena bekerjanya shear stress dengan arah gerak utama sesar
ini adalah horizontal dan sejajar dengan bidang sesarnya.
2.1. Metodologi Penelitian
Tahapan penelitian ini untuk mendapatkan data lapangan secara deskriptif dan
kinematik. Koleksi data lapangan untuk analisis struktur makro (meso-scale structures) dan
pola mineralisasi dibagi berdasarkan jenis struktur geologi yang meliputi data kekar, lipatan,
sesar, vein, arah vein, jenis batuan dan jenis mineral alterasi yang dijumpai. Dalam
pengerjaan data lapangan dilakukan pemetaan struktur detail. Pemetaan dilakukan dengan
peta dasar dan kombinasi plotting data dengan GPS serta pengukuran struktur bidang dan
struktur garis dengan kompas geologi. Untuk mendukung kelengkapan data juga dilakukan
fotografi dan pengambilan sampel batuan baik yang terdampak alterasi maupun yang tidak.
Unsur-unsur struktur geologi yang diukur berupa bidang perlapisan, kekar, lipatan dan sesar
yang termasuk dalam skala megaskopis, sedangkan unsur-unsur alterasi dan mineralisasi
yang diukur berupa arah vein, kontak batuan dinding (wall rock) dengan batuan yang
teralterasi dan juga arah sebaran alterasi dan mineralisasi.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut dalam penentuan interpretasi dan analisis data
struktur maka dapat digunakan dalam penentuan metode penelitian dengan menggunakan
analisis pola struktur menurut McClay, 1987. yaitu :
 Analisis Deskriptif
Meliputi identifikasi dan pencatatan data struktur geologi secara sistematis dalam buku
catatan lapangan. Berupa data kedudukan batuan serta kekar. Untuk mengukur jurus dan
kemiringan dengan kompas geologi dapat mengikuti prosedur berikut :
 Buka cermin kompas sehingga membentuk sudut tumpul dengan dasarnya,
 Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W pada bidang yang akan
diukur.
 Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horizontal dengan bantuan indikator
"mata lembu". Tetapi harus dijaga agar sisi kompas tetap menempel pada bidang yang
diukur. Bila bidangnya tidak rata, lakukanlah dengan bantuan clipboard atau
sejenisnya.
 Bacalah jarum utara dan segera catat agar tidak lupa (pengunci jarum pada kompas
dapat digunakan agar apabila kompas diangkat jarum tidak akan bergerak). Angka
yang anda baca adalah jurus bidang yang diukur,
 Tandailah garis potong antara bidang yang diukur dengan bidang datar kompas/bidang
horizontal (>> Jurus),
 Ubahlah posisi kompas, tegak pada sisi samping kompas dan tegak lurus terhadap
jurus (pada butir 5),
 Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah.
Kemudian bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat diangkat).
Hasil yang diperoleh adalah besarnya kemiringan (Dip),
 Untuk mengetahui arah kemiringan letakkan sisi belakang kompas (tanda S)
sedemikian sehingga posisinya menjadi seperti pada (Gambar 1.1 c). Aturlah
posisinya menjadi horizontal dan bacalah arah (Kuadran) yang ditunjukkan jarum
Utara. Hasil pembacaan adalah arah kemiringan, misalnya N, NE, E, SE, S, SW, W,
NW.

Gambar 1.13 Cara pengukuran jurus dan kemiringan lapisan (Compton, 1985)
 Analisis Kinematis
Meliputi identifikasi untuk mengetahui arah pergerakan struktur yang mana dapat
dilihat langsung di lapangan atau dari peta topografi. Berupa data rake dan pitch pada
bidang sesar, arah pola pelurusan topografi sekitar daerah penelitian, serta hasil perhitungan
bidang dan net slip sesar.
1. Pengukuran Arah Trend
 Tempelkan alat bantu (buku lapangan atau clipboard) pada posisi tegak dan sejajar
dengan arah struktur garis yang diukur.
 Tempelkan sisi E atau W kompas geologi pada posisi kanan atau kiri alat bantu
dengan visir kompas mengarah ke penunjaman struktur garis tersebut.
 Levelkan atau horizontalkan maka nilai yang ditunjuk oleh jarum Utara adalah nilai
penunjaman (Trend).
2. Pengukuran Plunge
 Tempelkan sisi W kompas geologi pada posisi alat bantu yang masih dalam keadaan
vertikal.
 Levelkan klinometer dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh
penunjuk pada klinometer.
3. Pengukuran Pitch Net Slip/Rake
 Buat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis tersebut terdapat yang
memotong struktur garis yang akan diukur Rakenya.
Gambar 1.14 Teknik mengukur trend dan plunge suatu struktur garis L
BAB II
GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

Secara umum, geologi regional merupakan penggambaran dari tatanan geologi pada
daerah penelitian. Pembahasan geologi regional terbagi ke dalam tiga aspek yaitu, tatanan
tektonik, stratigrafi, dan struktur geologi yang hadir pada daerah penelitian. Tatanan
tektonik membahas mengenai proses terbentuknya daerah penelitian berdasarkan aktivitas
tektonik yang terjadi. Stratigrafi membahas mengenai jenis, karakteristik, hubungan, dan
proses yang mempresentasikan dari formasi yang terbentuk. Struktur geologi membahas
mengenai struktur apa saja yang terbentuk dan mekanisme perkembangan struktur pada
daerah penelitian.

(sumber : Pusat Survey Geologi : 2006 Geological Survey)


Gambar 2.1. Peta Regional Lembar Balikpapan, Kalimantan Timur.
2.1. Fisiografi Regional
Kalimantan merupakan pulau terbesar kedua di kepulauan Indonesia (736,000km^2).
Pulau Kalimantan terletak di sebelah tenggara lempeng Eurasia, sebelah utara berbatasan
dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan sabuk aktif Filipina, dan sebelah
selatan berbatasan dengan Busur Banda dan Sunda, serta bagian barat berbatasan dengan
Paparan Sunda dan Semenanjung Malaya. Geomorfologi pulau Kalimantan memiliki relief
perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian tidak lebih dari 1,500 meter.
2.1.1. Fisiografi Cekungan Kutai
Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah
seluas ±60.000 km2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan mencapai
14 km (Rose dan Hartono, 1971 op.cit. Mora dkk.,2001). Cekungan ini merupakan
cekungan terbesar dan terdalam di Indonesia Bagian Timur. Cekungan Kutai terletak di tepi
bagian timur dari Paparan Sunda, yang dihasilkan sebagai akibat dari gaya ekstensi di
bagian selatan Lempeng Eurasia (Howes, 1977 op.cit. Allen & Chambers, 1998).
Struktur tektonik yang berkembang pada Cekungan Kutai berarah timur laut-barat
daya (NE-SW) yang dibentuk oleh Antiklinorium Samarinda, yang berada di bagian timur –
tenggara cekungan (Supriatna dkk., 1995). Antiklinorium Samarinda tersebut memiliki
karakteristik terlipat kuat, antiklin asimetris dan dibatasi oleh sinklin-sinklin yang terisi oleh
sedimen silisiklastik Miosen (Satyana dkk., 1999) Teori mengenai asal terbentuknya
struktur-struktur pada Cekungan Kutai masih dalam perdebatan. Beberapa peneliti
mengajukan teori seperti Vertical diapirism, gravitational gliding oleh Rose dan Hartono,
1978 op.cit. Ott 1987; Inversion trough regional wrenching oleh Biantoro dkk., 1992;
Micro-continental collision, detachment folding above overpressured sediments oleh
Chambers dan Daley, 1992; differential loading on deltaic Bab II Geologi Regional II-3
sedimen and inverted delta growth fault system oleh Ferguson dan McClay, 1997 Secara
umum, digambarkan bahwa sesar-sesar dan struktur yang mempengaruhi pembentukan
Cekungan Kutai.
Pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya kolisi dengan mikrokontinen, busur
kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi granit, membentuk batuan menjadi
dasar Cekungan Kutai selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal (Moss, 1998 op.cit
Chambers & Moss, 2000). Pada Eosen Tengah, Cekungan Kutai terbentuk oleh proses
pemekaran yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian utara dan Laut Sulawesi
(Chambers & Moss, 2000).
Gambar 2.3 Fisiografi Cekungan Kutai
2.1.2. Fisiografi Cekungan Barito
Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di
Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km2 dan mengandung endapan
berumur Tersier dengan ketebalan mencapai 14 km (Rose dan Hartono, 1971 op.cit.Mora
dkk.,2001). Cekungan ini merupakan cekungan terbesar dan terdalam di Indonesia Bagian
Timur. Cekungan Kutai terletak di tepi bagian timur dari Paparan Sunda, yang
dihasilkan sebagai akibat dari gaya ekstensi di bagian selatan Lempeng Eurasia
(Howes, 1977 op.cit. Allen & Chambers, 1998).
Cekungan dibatasi di bagian utara oleh suatu daerah tinggian batuan dasar yang
terjadi pada Oligosen (Chambers dan Moss, 2000), yaitu Tinggian Mangkalihat
dan Sesar Sangkulirang yang memisahkannya dengan Cekungan Tarakan. Di
bagian timur daerah cekungan ini, terdapat Delta Mahakam yang terbuka ke Selat
Makasar. Di bagian barat, cekungan dibatasi oleh daerah Tinggian Kuching (Central
Kalimantan Ranges) yang berumur Kapur (Chambers dan Moss, 2000). Di bagian
tenggara cekungan ini, terdapat Paparan Paternoster yang dipisahkan oleh gugusan
Pegunungan Meratus. Di bagian selatan cekungan ini, dijumpai Cekungan Barito
yang dipisahkan oleh Sesar Adang.
Gambar 2.4 Fisiografi Cekungan Barito
2.2. Stratigrafi Regional
Secara stratigrafi, pada daerah penelitian umumnya merupakan endapan Tersier.
Urutan stratigrafi pada daerah penelitian dapat dilihat pada Peta Geologi Regional Lembar
Balikpapan (S. Hidayat dan I. Umar, 1994).

Gambar 2.5. Stratigrafi Regional.


(sumber : S. Hidayat dan I. Umar, 1994)
Apabila dilakukan pengurutan stratigrafi dari tua ke muda pada stasiun daerah penelitian,
maka akan ditemukan beberapa formasi yang tersingkap di daerah penelitian:

 Formasi Telakai (Tetk): batulempung, batupasir lempungan dan serpih dengan sisipan
batugamping dan napal. Berumur Eosen Akhir dan terendapkan di lingkungan lebih
dalam daripada sedimen Formasi Kuaro. Tebal formasi 1700 meter dan menindih
selaras Formasi Kuaro.
 Formasi Kuaro (Tek) : Batupasir dan konglomerat dengan sisipan batubara, napal,
batugamping dan serpih lempungan. Fosil yang teramati terdiri atas: Globigerapsis
mexilana, Globigerapsis semiinvoluta, Globorotalia cerroazulensis, Operculina sp, dan
Discoclyina sp., yang menunjukkan umur Eosen Awal
 Formasi Tanjung (Tet): Perselingan batupasir, batulempung, konglomerat, dan napal
dengan sisipan tipis batubara. Batupasir dan batugamping menunjukkan struktur
perlapisan bersusun dan simpang-siur. Fosil yang dijumpai antara lain : Pellatispira
provaleae YABE, Discoclyina dispanca SOWERBY; Nummulites pengaroensis
VEERBEK; Operculina sp., Milliolidae, menunjukkan umur Eosen Akhir.

2.2.1. Stratigrafi Cekungan Kutai


Secara umum Cekungan Kutai tersusun atas endapan-endapan sedimen berumur
Tersier yang memperlihatkan hasil siklus transgresi dan regresi laut. Sistem delta yang
berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi
ke arah timur disertai oleh tumbuhnya delta yang terus-menerus yang diselingi oleh fase
genang laut secara lokal. Urutan stratigrafi dari tua ke muda pada Cekungan Kutai secara
umum yaitu Formasi Kiham Haloq, Formasi Atan dan Formasi Kedango, Formasi Vulkanik
Sembulu, Formasi Pamaluan, Kelompok Bebulu, Kelompok Balikpapan, Kelompok
Kampung Baru, Kelompok Mahakam yang terlihat seperti gambar ….
A. Endapan paleogen

Gambar 2.6. Cekungan Kutai


Cekungan Kutai memiliki batuan dasar yang tersusun atas asosiasi batuan mafik dan
sedimen dengan tingkat metamorfisme ya Batuan dasar vulkanik yang dilaporkan
tersingkap di Sunga 5/24 merupakan hasil aktivitas vulkanik pada Eosen Awal-Tengan.
Datuän sedimen Tersier tertua pada stratigrafi Cekungan Kutai adalah terdiri dari batu
serpih, lanau, dan batupasir sangat halus. Batuan-batuan tersebut mengandung foramina
feraplanktonik yang berumur Eosen Tengah. Pada beberapa lokasi, formasi ini
berasosiasi dengan batuan vulkaniklastik (daerah Mangkalihat) dan aliran Lava
(ketebalan 1.400meter). Pada batas Eosen Tengah-Akhir, fase regresi ditunjukan oleh
terjadinya pembajian lapisan sedimen klastik yang diikuti oleh endapan laut berumur
Eosen Akhir hingga Oligosen Awal.
B. Endapan Oligosen Akhir-Miosen Tengah
Pengendapan sedimen pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah terdiri dari sikuen
tunggal dan beberapa terdiri dari dua siklus transgresi dan regresi. Ketidak selarasan ini
diakibatkan oleh fase tektonik yang secara intensif mempengaruhi struktur batuan di
daerah dan membentuk keadaan Cekungan Kutai saat ini. Pengendapan dimulai pada
Oligosen Akhir yang ditandai dengan pengendapan klastik yang berubah secara
berangsur menjadi serpih dan batu lumpur dari Formasi Pamaluan, yang diikuti oleh
pengendapan batuan karbonat dari Formasi Bebulu dan pada akhir pengendapannya
diendapkan serpih napal dan batu lanau dari Formasi Pulau Balang yang berumur Miosen
Awal-Tengah. Formasi Pamaluan yang tersusun atas sikuen serpih-batu lanau dengan
ketebalan mencapai 1000 meter. Formasi Pamaluan berubah secara berangsur menjadi
batu gamping dari Formasi Bebulu, yang membentuk suatu paparan di Cekungan Kutai
bagian dalam dengan ketebalan 100-200m. Formasi bebulu(bebulu grup) ini menjadi
batas bawah formasi dari penelitian ini. Formasi Bebulu secara selaras tersuksesi oleh
Formasi Pulau Balang yang terdiri dari batu lumpur-serpih dengan perlapisan batu
gamping dan batupasir dengan ketebalan berkisar 1.500 meter.
C. Endapan Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Kelompok batuan yang dinamai Grup Balikpapan pada umur ini umumnya tersusun
sangat kompleks dan masih membingungkan. Bagian bawah dari kelompok batuan ini
tersusun atas batuan klastik Formasi Mentawir dan dapat dibedakan dari bagian atasnya
yang tersusun atas serpih- karbonat Formasi Mentawir. Batupasir Formasi Mentawir
memiliki ciri litologi masif, berbutir halus-sedang, berlapis dengan serpih, lanau,dan
batubara. Ketebalan unit batuan ini kurang lebih 450 meter. Secara selaras Grup
Balikpapan ini ditutupi oleh Formasi Klandasan, yang tersusun atas serpih, napal dan
karbonat. Ke arah barat, Formasi Klandasan semakin intensif tererosi. Batu pasir basal
dengan ketebalan 1000 meter berubah secara berangsur menjadi lanau dan serpih.
Formasi Klandasan dengan interval karbonat dikenal dengan Formasi Meruat, yang
berangsur ke arah basinward menjadi napal. Formasi Sepinggan menutupi Formasi
Klandasan secara selaras. Formasi Sepinggan disusun oleh sikuen ini serpih-batu lumpur
dengan ketebalan kurang lebih 1.000 meter. Di daerah Runtu-Agar dan Sangatta,
interkalasi batu pasir sangat halus dan batubara mencirikan endapan delta bagian distal
dari bagian timur kompleks delta prograding yang menyatu dengan klastik anggota Grup
Balikpapan. Sikuen ini dikenal dengan Formasi Sangatta(batubaraan) dengan ketebalan
mencapai 2.200 meter. Pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, siklus sedimentasi
ditutup oleh regresi pada Miosen Akhir, yang diindikasikan oleh pembajian klastik yang
membentuk bagian dari Formasi Kampung Baru.
D. Endapan Pliosen dan Kuarter
Formasi Kampung Baru dapat dikenali pada area tepi pantai di daerah tenggara dari
Cekungan Kutai (daerah Balikpapan), yang secara tidak selaras menutupi Formasi
Balikpapan. Formasi ini tersusun atas batupasir, batu lanau dan serpih yang kaya akan
batubara. Klastik yang lebih kasar umumnya lebih banyak terdapat pada bagian bawah dari
formasi ini dengan ketebalan 30-120 meter. Batupasir ini membaji ke arah timur menjadi
unit serpih seluruhnya. Unit klastik pada bagian atas lapisan ini merupakan sebuah bukti
transgresi pada pliosen awal ke arah basinward unit ini bergradasi menjadi fasies karbonat
(Batu gamping Sepinggan).
2.2.2. Stratigrafi Cekungan Barito
Secara umum pada Cekungan Barito terdapat dua kelompok batuan utama,
yaitu kelompok batuan alas dengan kelompok batuan sedimen pengisi cekungan. Kelompok
batuan alas terdiri atas campuran batuan yang kompleks, diantaranya batuan ultrabasa,
rijang, batuan vulkanik, batugamping, dan batuan metamorf Sedangkan kelompok batuan
sedimen pengisi cekungan terdiri atas batupasir, batulempung, batugamping dan batubara.

Batuan Alas Cekungan Barito


Batuan alas yang menempati Cekungan Barito di sisi barat dan timur sangat
berbeda, di sisi timur didominasi oleh batuan campuran antara kerak samudera dengan
kerak benua, sedangkan di sisi barat hanya didominasi oleh batuan kerak benua. Batuan
alas Cekungan Barito di sisi timur dapat dibagi menjadi dua kelompok batuan, yaitu
kelompok batuan Pra-Kapur dan batuan Kapur Akhir.

Batuan Pra-Kapur

Batuan Pra-Kapur terdiri atas batuan granitan, malihan, ofiolit, dan sedimen.
Batuan ini berumur Karbon-Permo hingga Kapur Awal.
 Granit
Terdapat tiga jenis granit yang menjadi batuan alas Cekungan Barito, granit ini
dibedakan berdasarkan penanggalan radiometri. Kelompok Granit Lumo yang
berdasarkan penanggalan radiometri K-Ar memiliki umur 260 jtl (Permian Awal) (Dirk
dan Amiruddin, 2000; dalam Heryanto, 2010). Granit Puruidalam memiliki umur 155,27 jtl
(Jura Tengah), batuan ini memiliki asosiasi dengan ofiolit yang menunjukkan batuan ini
termasuk ke dalam ofiolit. Granit Belawaiyan yang merupakan granit plutonik tersusun
atas batuan granit, tonalit dan diorit, memiliki umur 101-131,10 jtl (Hartono dkk., 1997;
dalam Heryanto, 2010). Pada stratigrafi regional, granit ini masuk kedalam Formasi Granit
Mesozoik (Mgr) (Gambar 2.2).

 Batuan Malihan

Terdapat dua macam sekis di Tinggian Meratus, yaitu sekis hijau dan sekis biru.
Sekis hijau Filit Pelihari merupakan batuan malihan tingkat rendah yang ada di Tinggian
Meratus yang kemudian dipercaya sebagai batuan alas Cekungan Barito, terdiri atas
litologi filit dan batu sabak. Berdasarkan penanggalan radiometrik, didapatkan sekis
dengan dua umur yang berbeda yaitu yang terbentuk pada 110-119 jtl (Sikumbang dan
Heryanto, 1994; dalam Heryanto, 2010) dan yang terbentuk pada 165 jtl (Zulkarnain drr.,
1996; dalam Heryanto, 2010). Pada stratigrafi regional, formasi ini masuk kedalam
Formasi Batuan Metamorf Mesozoik (Mm) (Gambar 2.2)
 Ofiolit

Kelompok batuan ini terdiri atas litologi lherzolit, hazburgit, wherlit, dunit, olivin
klinopiroksen, olivin peridotit dan serpentinit. Pada sebagian tempat terdapat litologi rijang
radiolaria yang berasosiasi dengan ofiolit (Sikumbang, 1986 dalam Heryanto, 2010). Pada
stratigrafi regional, formasi ini masuk kedalam Formasi Batuan Ultrabasa Mesozoik (Mub)
(Gambar 2.2).

 Batuan Sedimen

Kelompok batuan ini terdiri atas Formasi Paniungan dan Batununggal, keduanya
berumur Kapur Awal. Formasi Paniungan (Kpn) terdiri atas batulumpur dengan sisipan
batupasir. Pada lokasi tipe formasi ini terdapat fosil moluska yang menunjukkan umur Jura
Akhir sampai Kapur Awal. Formasi ini diendapkan pada lingkungan pengendapan paparan
luar (outer-shelf). Formasi Batununggal (Klb) mengandung fosil Orbitolina spp. (Krol,
1920; dalam Heryanto, 2010) (Gambar 2.2
Formasi Kapur Akhir

 Formasi Pudak (Kap) diajukan oleh Sikumbang dan Heryanto (1994) terdiri atas
batupasir vulkarenit berbutir kasar yang sebagian konglomeratan dengan sisipan
breksi mengandung bongkah besar batugamping. Satuan ini diendapkan dengan
mekanisme gaya berat atau olisostrom menunjukkan suatu endapan lereng bawah
laut sebagai flexo turbidite dan bagian atasnya bercirikan dengan struktur sedimen
saluran yang mencirikan endapan bawah laut sebagai turbidit proximal dan distal
(Heryanto, 2000a dalam Heryanto, 2010).

 Formasi Keramaian (Kak) terdiri atas litologi batupasir vulkanik (vulkarenit)


bervariasi dari sangat halus hingga sedang, berselingan dengan batulanau dan
batulempung, setempat bersisipan dengan batugamping klastik halus, setempat
memiliki struktur turbidit. Batupasir yang merupakan rombakan dari produk
vulkanik yang terdiri atas mineral plagioklas, piroksen, kuarsa dan sedikit
batugamping dan batuan malihan. Diendapkan pada sistem kipas bawah laut.

 Formasi Manunggul (Km) terdiri atas litologi batulumpur berwarna cokelat


kemerahan dengan batupasir berbutir sedang, juga terdapat konglomerat polimik.
Diendapkan pada lingkungan pengendapan kipas bawah laut.

 Formasi Pitanak (Kvpi) ini terdiri atas litologi lava andesit warna kelabu
kecokelatan yang berasosiasi dengan breksi vulkanik. Lava bertekstur porfiritik
dengan fenokris plagioklas, umumnya diisi oleh zeolit dan kuarsa, setempat
dijumpai struktur bantal.

 Formasi Paau (Kvp) terdiri dari litologi breksi vulkanik berwarna kelabu kehitaman
dengan komponen andesit-basalt dengan masa dasar batupasir. Batuan Pengisi
Cekungan

 Formasi Tanjung (Tet) terdiri atas litologi konglomerat, batupasir, batulempung,


batubara, dan lensa batugamping. Satuan ini diendapkan pada Eosen (Heryanto,
2010) sebagai endapan syn-rift (Satyana & Silitonga, 1994) dimana ketebalan
sangat bervariasi. Bagian bawah dari formasi ini didominasi oleh litologi
konglomerat dengan lingkungan pengendapan kipas aluvial, kemudian berangsur
beralih ke lingkungan pengendapan delta dicirikan dengan perlapisan batupasir
yang berseling dengan batulempung dengan suksesi batuan mengasar ke atas,
bagian atas formasi ini terdiri dari litologi batulempung dengan lingkungan
pengendapan laut (Rotinsulu dkk., 1993).

 Formasi Berai (Tomb) terdiri atas litologi batugamping berwarna putih, di beberapa
tempat memiliki sifat chalky, diendapkan pada Oligosen-Miosen. Pembentukan
Formasi Berai diawali dengan proses penurunan (sagging) yang semakin berkurang
lajunya, kemudian dilanjutkan pengendapan Formasi ini di Cekungan dalam kondisi
sagging hingga akhir dari pengendapan Formasi Berai. Formasi ini memiliki batas
yang berangsur dengan formasi yang diendapkan di atasnya, yaitu Formasi
Warukin.

 Formasi Warukin (Tmw) terdiri atas litologi batupasir, batulempung dan batubara.
Formasi ini diendapkan pada Miosen. Beberapa penulis meyakini bahwa endapan
ini diendapkan sebagai endapan syn-inversion, pada saat ini diendapkan rezim
tektonik yang terjadi adalah rezim kompresi (Kusuma & Darin, 1989; Mason dkk.,
1993; Satyana & Silitonga, 1993; Satyana Silitonga, 1994). Formasi ini diendapkan
pada lingkungan delta, dicirikan dengan suksesi litologi dan struktur sedimennya
(Satyana & Silitonga, 1994).

 Formasi Dahor (Tqd) terdiri atas litologi konglomerat dan batupasir, endapan ini
belum terkonsolidasi hingga hari ini. Endapan ini merupakan endapan syn-
inversion dari proses kompresi lanjut yang terjadi pada cekungan.
2.3. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi
Struktur tektonik yang berkembang pada Cekungan Kutai berarah timur lautbarat
daya (NE-SW) yang dibentuk oleh Antiklinorium Samarinda, yang berada di bagian
timur – tenggara cekungan (Supriatna dkk., 1995). Antiklinorium Samarinda tersebut
memiliki karakteristik terlipat kuat, antiklin asimetris dan dibatasi oleh sinklin-sinklin
yang terisi oleh sedimen silisiklastik Miosen (Satyana dkk., 1999) Teori mengenai asal
terbentuknya struktur-struktur pada Cekungan Kutai masih dalam perdebatan. Beberapa
peneliti mengajukan teori seperti Vertical diapirism, gravitational gliding oleh Rose dan
Hartono, 1978 op.cit. Ott 1987; Inversion trough regional wrenching oleh Biantoro
dkk., 1992; Microcontinental collision, detachment folding above overpressured
sediments (Chambers & Daley, 199).

2.3.1. Struktur Tektonik Cekungan Kutai


pada Cekungan Kutai berarah timur lautbarat daya (NE-SW) yang dibentuk oleh
Antiklinorium Samarinda, yang berada di bagian timur – tenggara cekungan (Supriatna
dkk., 1995). Antiklinorium Samarinda tersebut memiliki karakteristik terlipat kuat,
antiklin asimetris dan dibatasi oleh sinklin-sinklin yang terisi oleh sedimen silisiklastik
Miosen (Satyana dkk., 1999) Teori mengenai asal terbentuknya struktur-struktur pada
Cekungan Kutai masih dalam perdebatan. Beberapa peneliti mengajukan teori seperti
Vertical diapirism, gravitational gliding oleh Rose dan Hartono, 1978 op.cit. Ott 1987;
Inversion trough regional wrenching oleh Biantoro dkk., 1992; Microcontinental
collision, detachment folding above overpressured sediments (Chambers & Daley, 199).
Cekungan kutai merupakan salah satu cekungan terbesar di Indonesia. Dengan
basementadalah batuan kerak benua dan akresi dari mikrokontinen, cekungan berumur
tersier initerbagi atas cekungan kutai bagian atas yang berada di bagian barat dan
cekungan kutai bagian bawah yang posisinya di sebelah timur pulau Kalimantan. Pulau
Kalimantan telah mengalami sejarah tektonik yang cukup panjang, termasuk cekungan
kutai. Tektonik yang cukup kompleks terjadi selama masa Paleogen hingga resen
menghasilkan struktur-struktur yang cukup kompleks. Struktur tektonik yang
berkembang

2.3.2. Struktur Tektonik Cekungan Barito

Cekungan Barito berada di Pulau Kalimantan, berdasarkan penelitian yang


dilakukan terdahulu Pulau Kalimantan terbentuk oleh proses geologi yang kuat
sehingga membentuk Pulau Kalimantan seperti hari ini. Proses-proses tersebut
meninggalkan relik-relik yang pada hari ini beberapa diantaranya masih aktif, elik-
relik tersebut dikemukakan sebagai elemen tektonik oleh beberapa penulis terdahulu.

Pulau Kalimantan terdiri atas beberapa afinitas batuan dasar, diantaranya batuan
yang memiliki afinitas kontinental dan yang memiliki afinitas samudera, kedua hal
ini bisa diamati berdasarkan data lapangan, dimana pada daerah dengan afinitas
batuan kontinental didapati batuan-batuan granitoid dan batuan yang berasosiasi
dengan kontinental. Batuan sejenis ini dapat ditemui di bagian Barat Cekungan
Barito, seperti di Tinggian Kuching dan Tinggian Schwanner.

Sisi Timur Pulau Kalimantan, khususnya Cekungan Barito, memiliki afinitas


batuan samudera dicirikan dengan terdapatnya asosiasi batuan kerak samudera seperti
gabbro, lava basalt, rijang dan lainnya. Hubungan diantara kedua afinitas batuan
tersebut masih merupakan perdebatan, namun penulis terkini menyatakan hubungan
kedua tersebut adalah obduksi, dimana batuan dengan afinitas kerak samudera naik
ke atas batuan dengan afinitas kerak kontinen (Satyana & Silitonga, 1994) hal ini
didukung oleh data gravitasi dan keberadaan di lapangan.

Selain itu juga terdapat cekungan sedimen Tersier di pulau Kalimantan, diantaranya
Cekungan Kutai, Barito, Asam-asam, Tarakan, Buntok, Melawai, dan Ketungu.
Cekungan ini dibatasi oleh tinggian ketika masa pembentukannya. Unsur-unsur
tektonik lainnya yang ada di Pulau Kalimantan antara lain Sesar Adang Lupar,
Tinggian Mangkalihat dan Tinggian Meratus (Satyana & Silitonga, 1994).
BAB III
HASIL OBSERVASI LAPANGAN DAN PENGAMBILAN DATA STRUKTUR
GEOLOGI

3.1. Lintasan Hari ke-1


Pada peta lintasan hari 1 ini memiliki koordinat -1,8482548, 116,0564070
Ditandai dengan pertemuan antara jalan dengan Sungai sebagai interpretasi awal lokasi.
Dapat dilihat di peta lintasan untuk garis berwarna merah menunjukkan arah lintasan
dari basecamp (rumah) hingga stop site 1 (Sungai Muru)

Gambar 3.1 lintasan hari pertama


3.1.1. Stop site 1
Di stop site 1 ini berlokasi di Sungai Muru dengan koordinat -1,8482548,
116,0564070, lebih tepatnya berada tidak jauh dari masjid Nurul Jihad. Lokasi
pengamatan pertama berada di hilir sungai, dengan kondisi cuaca cerah berawan.
Litologi yang dijumpai berupa lempung dan napal, Litologi tersebut dipotong oleh sesar
mendatar yang juga menjadi kontak, selain itu kekar gerus juga memotong litologi
tersebut yang seakan akan menunjukan adanya suatu perlapisan. formasi tek (Tersier
Eocene Kuaro) dan Berumur Eocene awal dengan litologi Batupasir dan Konglomerat
dengan sisipan Batugamping, batubara, napal, dan serpih, terendapkan di lingkungan
paralik-laut dangkal dengan ketebalan sekitar 700 m.

Gambar 3.2 Kenampakan pengamatan pada st1 lokasi pertama


Tempat pengamatan ke 2 masih berada di sungai muru -1,8483875,
116,0527340, lebih tepatnya maju ke arah hulu sungai. Litologi yang dijumpai berupa
lempung, batupasir dan lempung sisipan batubara. Kekar gerus yang memotong seakan
akan menunjukan adanya suatu perlapisan. Dijumpai juga berupa sesar turun di bagian
hulu sungai.
Gambar 3.3 Kenampakan pengamatan pada st1 lokasi kedua

3.2. Lintasan Hari ke-2


Pada peta lintasan hari 2 ini memiliki 3 peta yang berbeda dengan koordinat
pertama yaitu st2 1°51'8,963 S 116°2'43,309"E Pada peta lintasan tersebut bisa dilihat
interpretasi lokasi awal dengan melihat morfologi sekitaran daerah tersebut, yaitu
menggunakan dataran tinggi sebagai titik acuan interpretasi awal. Stop site 3 (Sungai
Lolo) berada di bawah jembatan Jl. Tj. Kuaro dengan titik koordinat 1°50′52,184 S
116°2'28,246 E., interpretasi lokasi awal dapat menggunakan tanda jalan, jembatan dan
aliran air. Stop site 4 (Bukit Rambutan) dengan titik koordinat -1.813404 º LS dan
116.001517º BT.
Gambar 3.4 Peta lintasan Stop site 2, 3, 4.
Pada Peta Lintasan meliputi Stop site 5 (Batu Sopang) dengan titik
koordinat 1°48'38,902″S 115°51'9,342"E. Singkapan ini dapat mudah ditemui
karena berada di samping jalan Tj.- Kuaro. Interpretasi awal dapat menggunakan
morfologi daerah yang ada, berupa dataran tinggi disekitar.

Gambar 3.5 Peta Lintasan Stop site 5.


Pada Peta Lintasan (Gambar 14) meliputi Stop site 6 (Goa Losan)
dengan titik koordinat 1.693974º LS dan 115.816700º BT yang berada pada
Desa Batu Butok, Kec. Muara Komam. Interpretasi awal dapat menggunakan
bentuk morfologi daerah tersebut, berupa dataran tinggi disekitar, terdapat dipeta
memiliki tingkat ketinggian mencapai 95 mdpl.

Gambar 3.6 Lintasan Stop site 6

3.2.1. Stop site 2


Stop site 2 berada di sungai terik, Kec. Batu sopang dengan koordinat
1°51'8,963 S 116°2'43,309"E. Lokasi ini mudah untuk dijangkau karena posisinya yang
berada di pinggir jalan Jl. Tj.-Kuaro. Stop site 2 masuk kedalam formasi Ultramafik
(Jura), singkapan ini merupakan batuan metamorf (serpentine) dengan batuan asalnya
tersusun oleh mineral utamanya oleh olivin dan piroken dan singkapan ini terlihat
adanya beberapa lapisan seperti topsoil bewarna merah, red limonit berwarna biru,
yellow limonit berwarna kuning dan saprolite bewarna hijau. Yang mengalami proses
pelapukan kimia, yaitu pelapukan yang disebabkan oleh senyawa kimiawi contohnya
adalah air hujan.
Gambar 3.7 Lokasi pengamatan Stop site 2 (endapan laterit)
3.2.2 Stop site 3
Stop site 3 berada di bawah jembatan Jl. Tj.-Kuaro dengan koordinat
1°50′52,184 S 116°2'28,246 E. Lokasi ini dapat ditempuh dengan jalur darat dan
letaknya yang berada tidak jauh dari jalan raya. Lokasi merupakan sungai tipe muda
dengan batuan yang tersingkap adalah batuan beku basalt dan memiliki struktur aliran.
Dari formasi ini juga masih masuk dalam formasi Ultramafik (jura) pada lokasi ini
ditemukan juga kontak batuan dengan litologi lempung.

Gambar 3.8 Lokasi pengamatan Stop site 3 (sungai Lolo)


3.2.3 Stop site 4
Lokasi St 4. yaitu Air Terjun Gunung Rambutan terletak pada koordinat
1.813404 º LS dan 116.001517º BT yang berada pada Desa Sungai Terik,
Kecamatan Batu Sopang pada cuaca yang cerah. Jenis kekar yang ditemukan pada
daerah penelitian adalah shear fracture Jenis kekarnya adalah kekar gerus. Kekar gerus
mempunyai ciri-ciri di lapangan seperti membentuk garis horisontal, permukaan relatif
licin dan mempunyai bukaan kekar yang kecil. Dan dijumpai berpaangan pasangan,
arahnya sejajar, dan mempunyai bidang kekar yang berbeda.

Gambar 3.9 Stop site 4


Pada stop site ini dilakukan pengambilan data berupa kedudukan berupa
struktur garis seperti penunjaman (plunge) dan arah penunjaman (trend).
Cara pengukuran trend di lapangan yaitu sebagai berikut:
 Tempelkan alat bantu ( bisa buku lapangan atau clipboard) pada
posisi tegak lurus dan sejajar dengan struktur garis yang akan diukur.
 Tempelkan sisi W atau E kompas pada posisi kanan atau kiri alat
bantu dengan visir kompas (sighting arm) mengarah ke penunjaman
struktur garis tersebut
 Horizontalkan kompas (bull’s eye level dalam keadaan horizontal),
maka nilai yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah nilai arah
penunjamanya.
Cara pengukuran plunge di lapangan yaitu sebagai berikut
 Tempelkan sisi W kompas geologi pada posisi alat bantu yang masih
dalam keadaan vertikal.
 Levelkan klinometer dan baca besaran sudut vertikal yang
ditunjukkan oleh penunjuk pada klinometer.
Tabel 3.1 Data struktur geologi air terjun gunung rambutan
NO Shear Gash
1. 40°, N 195°E dan 37°, N 292°E 9°, N 321° E
2. 37°, N 181°E dan 05°, N 321°E 6°, N 176°E
3. 3°, N 108°E dan 20°, N 192°E 11°, N 301°E
4. 5°, N 171°E dan 19°, N 062°E 28°, N 233°E
5. 25°, N 175°E dan 06°, N 291°E 45°, N 148°E
6. 11°, N 306°E dan 37°, N 246°E 16°, N 285°E
7. 18°, N 161°E dan 31°, N 051°E 19°, N 283°E
8. 6°, N 313°E dan 19°, N 195°E 28°, N 304°E
9. 8°, N 304°E dan 18°, N 173°E 10°, N 290°E
10. 6°, N 096°E dan 45°, N 186°E 27°, N 296°E
11. 3°, N 109°E dan 21°, N 023°E 30°, N 237°E
12. 2°, N 317°E dan 18°, N 267°E 28°, N 298°E
13. 4°, N 269°E dan 14°, N 175°E 18°, N 337°E
14. 7°, N 266°E dan 10°, N 205°E 29°, N 288°E
15. 30°, N 251°E dan 02°, N 296°E 18°, N 285°E
16. 28°, N 233°E dan 17°, N 305°E 40°, N 268°E
17. 9°, N 281°E dan 26°, N 255°E 10°, N 269°E
18. 14°, N 037°E dan 26°, N 294°E 15°, N 240°E
19. 24°, N 200°E dan 16°, N 161°E 20°, N 045°E
20. 14°, N 042°E dan 60°, N 080°E 13°, N 217°E
21. 4°, N 300°E dan 73°, N 010°E 31°, N 301°E
22. 49°, N 061°E dan 11°, N 109°E 15°, N 265°E
23. 31°, N 284°Edan 17°, N 336°E 09°, N 112°E
24. 46°, N 085°E dan 30°, N 154°E 26°, N 302°E
25. 22°, N 130°E dan 65°, N 047°E 14°, N 040°E
26. 32°, N 091°E dan 41°, N 175°E 13°, N 116°E
27. 16°, N 166°E dan 19°, N 125°E 31°, N 321°E
28. 35°, N 214°E dan 41°, N 084°E 11°, N 314°E
29. 11°, N 110°E
30. 09°, N 146°E
31. 16°, N 099°E
32. 35°, N 303°E
33. 02°, N 357°E
34. 18°, N 258°E
35. 32°, N 284°E
36. 26°, N 302°E
37. 39°, N 268°E
38. 08°, N 307°E
39. 15°, N 267°E
40. 18°, N 259°E

3.2.4. Stop site 5


Stop site 5 yang berada di Kec. Batu Sopang. 1°48'38,902″S
115°51'9,342"ELokasi ini sangat mudah dijangkau karena posisinya yang berada di
samping jalan Tj. – Kuaro. Stop site ini masuk kedalam formasi berai (Tomb), litologi
yang dijumpai pada lokasi ini berupa batugamping cristalin. Di stop site ini juga kita
bisa menemukan berbagai macam fosil. Dari singkapan kita bisa lihat ada struktur
geologi berupa kekar menjurus ke bawah diduga karena pengaruh gaya dan tektonik
yang
Gambar 3.10 Lokasi pengamatan Stop site 5
3.2.4 Stop site 6
Pada daerah stop site 6 (Goa Losan) koordinat -1°41'39,228″S
115°48'58,944"E dengan cuaca yang cerah, terdapat bentuk kegiatan wisata yang
memanfaatkan fenomena kebumian dari lingkungannya sebagai daya Tarik
(Geowisata). Berdasarkan peta geologi lembar Balikpapan menurut Hidayat dan
Umar (1994), lokasi ini berada pada formasi berai (Tomb). Litologi yang dijumpai
di lokasi ini berupa batugamping. Pada goa ini dijumpai berbagai ornamen seperti
stalaktit dan stalagmite.

Gambar 3.11. Stop site 6 (Goa Losan)


3.3. Lintasan Hari ke-3
Lintasan hari ke-3 ini meliputi lintasan stop site 7 (Jemparing) saja,
dengan titik koordinat -1.556160 LS, 116.25425 BT. , lokasi ini biasa ditempuh
dengan kendaraan karena lokasinya yang berada di samping jalan Panajam-
Kuaro. Interpretasi awal dapat menggunakan bentuk morfologi daerah yang
terdapat di lokasi tersebut, yaitu dengan mengamati dataran tinggi nya.

Merah : jalan
Biru : st7

Gambar 3.12 Lintasan Hari ke-3


3.3.1. Stop site 7
Stop site 7 Jemparing terletak pada -1.559662, dan 116.255769 yang berada di
Kec. Long ikis dan terpantau cuaca cerah, lokasi ini bias ditempuh dengan kendaraan
karena lokasinya yang berada di samping jalan Panajam-Kuaro. Litologi yang dijumpai
pada lokasi ini berupa lempung, dan batupasir. Pada batuan ditemukan juga struktur
wave bedding yaitu antar litologi batupasir dan batulempung.
Gambar 3.13 Stop site 7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Plotting Data Struktur Geologi Air Terjun Gunung Rambutan


4.2. Analisis Tegasan Utama Struktur Geologi Daerah Penelitian
Gambar 4.1
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai