Anda di halaman 1dari 35

DASAR-DASAR ANALISIS TAPAK

PENGERTIAN
Tapak. Tapak merupakan sebidang tanah atau lahan dengan luasan tertentu
yang akan dan atau sudah digunakan untuk kebutuhan tertentu pula.
Kepentingan tapak dalam arsitektur lanskap merupakan tempat atau areal yang
akan dan/atau digunakan untuk kepentingan pengguna lanskap. Dalam bidang
perencanaan lanskap,untuk membuat suatu tapak menjadi fungsional dan estetik,
diperlukan suatu analisis.
Analisis Tapak. Analisis tapak merupakan proses penggalian atau
pengumpulan informasi tentang semua karakteristik tapak, baik secara fisik maupun
sosial. Analisis Fisik dilakukan untuk mendapatkan informasi bentukan tapak dan
semua faktor pendukung / pembentuknya, sedangkan analisis sosial digunakan
untuk mendapat informasi tentang preferensi dan keinginan dari pengguna tapak,
termasuk kondisi sosial budaya yang ada di dalamnya. Kepentingan dilakukannya
analisis tapak lebih didasarkan untuk mendapatkan hasil karya lanskap yang sesuai
dengan keinginan penggunanya (fungsional), indah (estetik) dan tidak merusak
lingkungan / sumberdaya alamnya. Dengan kata lain, analisis tapak dilakukan agar
mendapat fungsi / manfaat yang maksimal serta dapat meminimalisir kerusakan
yang mungkin terjadi baik secara fisik, sosial maupun budayanya.

ELEMEN PEMBENTUK TAPAK


Tapak terbentuk dari beberapa elemen yang saling terkait satu dengan yang
lain. Secara umum, elemen tapak dapat dibagi menjadi dua, yaitu elemen fisik atau
sumberdaya alam dan elemen sosial-budaya. Elemen fisik antara lain meliputi
kondisi tanah, vegetasi, hidrologi, iklim dan topografi; sedangkan elemen sosial-
budaya antara lain meliputi ciri historis, estetika, tata guna tanah dan rintangan
fisiografi.
Elemen fisik / sumberdaya alam digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang kondisi fisik tapak sehingga dapat diperkiraan kelebihan dan kekurangan
dari perencanaan yang dilakukan ditapak tersebut. Dengan mengetahui kekurangan

1
yang ada, maka bisa ditentukan cara-cara pengendalian dan perbaikan yang dapat
dilakukan dengan sesedikit mungkin resiko yang harus ditanggung oleh tapak.
Elemen sosial-budaya diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang
sejarah tapak, estetika, tata guna tanah dan rintangan fisiografi yang ada dalam
tapak tersebut. Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan pola yang sesuai dari
tapak yang akan dibuat dengan memperhatikan pola budaya yang sudah terbentuk,
selain juga untuk memecahkan permasalahan yang mungkin timbul akibat pola
budaya yang ada.

Dalam proses perencanaan tapak, informasi tentang data dasar yang


merupakan elemen pembentuk tapak tersebut dikumpulkan dengan melihat kaitan
secara khusus dari masing-masing elemen pembentuk tapak dengan daerah
sekitarnya. Data tersebut harus meliputi hal-hal seperti rencana induk dan
penelaahannya, peraturan penzonaan, peta dasar dan udara, survei, data topografi,
informasi geologi, hidrologi, tipe tanah, vegetasi dan ruang terbuka yang ada dalam
tapak tersebut.

PENENTUAN KATEGORI SUMBERDAYA


Penentuan kategori sumberdaya dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang akurat dari tapak yang akan dianalisis. Sumberdaya yang dilihat harus yang
relevan dengan fungsi atau tata guna tanah yang sedang diperhitungkan. Faktor-
faktor (seperti tanah, air, vegetasi dan sebagainya) yang menentukan kesesuaian
sebuah tapak untuk fungsi yang direncanakan dapat dianggap sebagai faktor
penentu yang datanya harus diambil, dipetakan dan dievaluasi. Dengan mencatat
faktor-faktor yang relevan maka akan terlihat sumberdaya mana saja yang harus
diselidiki dan sejauh mana tingkat ketelitian data harus dikumpulkan.
Kegiatan perencanaan sumberdaya juga harus disesuaikan terhadap sifat-
sifat fisiografi setempat. Perbedaan permukaan tapak, iklim dan vegetasi sangat
mempengaruhi kendala-kendala serta kesempatan membangun. Sebuah fungsi
misalnya permukiman penduduk sebagian dipengaruhi fungsi yang di utara dan
sebagian lagi dari selatan. Oleh karena itu tidak ada satu faktor pun yang dapat
mewakili suatu fungsi secara tepat untuk semua situasi fisiografi. Akan tetapi, semua

2
faktor pada umumnya dapat dipertimbangkan berdasarkan suatu kerangka kerja
struktur sumberdaya alam dan budaya yang meliputi:
1. Tanah
2. Vegetasi
3. Hidrologi
4. Iklim
5. Topografi
6. Estetika
7. Ciri Historis
8. Tataguna Tanah
9. Rintangan Fisiografi
Setiap komponen struktur di atas menunjukkan daerah pengaruh lingkungan
utama terhadap sebagian besar fungsi. Pengaruh setiap komponen biasanya
tergantung pada jenis dan intensitas fungsi yang direncanakan. Demikian pula harus
ditekankan bahwa jenis informasi yang diperlukan untuk setiap komponen akan
tergantung pada fungsi atau tataguna yang sedang dipertimbangkan.
Hasil setiap tahap penentuan kategori sumberdaya harus berupa sebuah
daftar yang menyeluruh dari sumberdaya alam dan budaya yang datanya harus
dikumpulkan, dipetakan dan dievaluasi. Walaupun sebagian besar informasi yang
terdapat pada daftar rincian sumberdaya akan berkaitan dengan sumberdaya pada
tapak, namun perhatian juga harus diberikan pada faktor di luar tapak atau regional
yang mempengaruhi fenomena pada tapak tersebut.

Tanah. Pemahaman terhadap pembentukan tanah yang tergantung pada


bahan induk, topografi, iklim, gaya biotik dan waktu, akan memberikan gambaran
terhadap fenomena yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Pemahaman
terhadap tanah sangat pentingtidak hanya dari segi kemampuan rekayasa saja
tetapi juga dalam kaitannya dengan sistem sumberdaya alam yang lain.
Pemahaman yang ekstensif terhadap kondisi tanah pada sebuah tapak akan
membantu untuk menentukan kesesuaian tapak dalam menunjang bangunan
gedung dan jalan, demikian pula dapat memberikan wawasan terhadap komunitas
tanaman yang ada serta habitat satwa liar yang berkaitan dengannya.

3
Vegetasi. Jenis dan pola vegetasi merupakan sumberdaya rekreasi, visual
dan ekologi yang penting. Jenis vegetasi setempat berkaitan erat dengan tanah,
demikian pula terhadap iklim mikro, hidrologi dan topografi. Komponen ini
berpengaruh terhadap penentuan lokasi dari sebagian besar fungsi yang bersifat
alami.
Hidrologi. Jenis dan kualitas air pada suatu tapak merupakan sumberdaya
visual dan rekreasi yang penting. Akan tetapi yang lebih penting adalah
pertimbangan sistem hidrologi atau tata air yang saling berkaitan. Air permukaan
dan pola drainase akan sangat mempengaruhi vegetasi, kehidupan satwa liar dan
bahkan tata iklim. Kemampuan air juga harus diperhatikan apabila sistem hidrologis
tersebut akan dimanfaatkan sebagai sumberdaya yang berarti.
Iklim. Curah hujan keseluruhan dan perbedaan temperatur akan
berpengaruh terhadap tapak. Demikian juga jumlah simar matahari serta angin yang
ada dan mempengaruhi kondisi dalam tapak. Pertimbangan gejala iklim dalam skala
besar maupun kecil sangat penting. Sering terjadi bahwa perubahan iklim pada
tapak dipengaruhi atau berkaitan dengan perubahan topografi, orientasi kemiringan,
vegetasi dan kehadiran air. Kondisi iklim berkaitan erat dengan pola iklim regional
yang menyeluruh maupun oleh sifat khas tapak lain yang kurang berarti.
Topografi. Bentuk dasar permukaan tanah atau struktur topografi suatu
tapak merupakan sumberdaya visual dan estetika yang sangat mempengaruhi lokasi
dari berbagai tataguna tanah serta fungsi rekreasi, interpretatif dan sebagainya.
Pemahaman lengkap terhadap struktur topografi tidak hanya memberi petunjuk
terhadap pemilihan lokasi untuk jalan dan rute lintas alam misalnya, tetapi juga
menyatakan susunan keruangan dari tapak. Hal ini sangat penting apabila segi
visual dari tapak akan dipertimbangkan.
Estetika. Sumberdaya estetika sangat berperan dalam penentuan tapak
untuk rekreasi dan kegiatan cagar alam margasatwa. Sumberdaya ini ditentukan
oleh keragaman bentuk permukaan tanah, pola vegetasi dan air permukaan.
Demikian pula definisi keruangan, vista pemandangan maupun citra yang
ditimbulkan dari ciri tersebut.
Ciri Sejarah. Suatu daerah tertentu, sedikit – banyak mempunyai ciri sejarah
yang berupa benda acuhan (landmark). Pengetahuan terhadap letak dan kegunaan
benda acuhan ini sangat berharga untuk suatu penafsiran terhadap daerah yang

4
akan dikelola secara menyeluruh, juga dalam hal meletakkan tampilan khusus dan
menjadikannya sebagai pusat perhatian.
Tataguna Tanah. Pengetahuan yang mendalam terhadap keadaan tataguna
tanah pada tapak atau daerah sekitar yang berdekatan akan memberikan gambaran
yang terkendala dan bahkan keuntungan yang dapat diraih oleh seorang perencana.
Tataguna tanah seringkali menuntuk pembiayaan yang cukup tinggi dan harus
dipertimbagkan dengan cermat. Satu hal yang juga penting adalah untuk mencatat
fungsi-fungsi yang tidak digolongkan sebagai tataguna tanah, tetapi diasosiasikan
dengan tataguna tanah tertentu seperti jalan, pagar dan utilitas.
Rintangan Fisiografi. Rintangan fisiografi adalah unsur-unsur yang
merintangi atau membahayakan berbagai jenis pembangunan. Unsur-unsur
rintangan ini berkaitan dengan fungsi yang akan direncanakan. Kondisi seperti
sesar, gempa dan daerah banjir merupakan rintangan fisiografi yang sama sekali
tidak memungkinkan bagi suatu kegiatan umum yang memerlukan bangunan pada
lokasi tersebut, tetapi untuk rintangan yang lain mungkin lebih bisa diterima. Daerah
genangan banjir yang dianggap sebagai peintang untuk pembangunan fasilitas
secara intensif, masih dapat digunakan sebagai tempat piknik, lintas alam atau
fungsi lain yang tidak akan merusak atau dirusak oleh gejala fisiografi tersebut.

5
ANALISIS BIOFISIK DAN SOSIAL
TAPAK/LANSKAP

Analisis biofisik dan sosial lanskap dilakukan untuk mendapatkan gambaran


lengkap dari suatu tapak. Untuk memulai analisis biofisik dan sosial tapak harus
dimulai dengan pembuatan rencana dasar (base plan) sebagai btasan dalam
melakukan analisis.
Base plan merupakan suatu perencanaan kawasan yang dibuat dalam skala
kecil dan lebih detil. Walaupun perencanaannya dilakukan dalam skala yang kecil,
namun informasi yang diperoleh akan lebih lengkap karena semua faktor yang ada
dipertimbangkan. Data yang akan disurvei dan dianalisis sudah dirinci dalam base
plan antara lain dilakukan terhadap:
1. Topografi
2. Geologi
3. Hidrologi
4. Tanah
5. Iklim Mikro
6. Ekologi
7. Peninggalan Sejarah
8. Ketetanggaan dan Budaya
9. Visual

Topografi. Survei terhadap topografi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi


kemiringan dari lokasi yang akan dibuat beserta ikutan fisik yang ada di dalamnya
seperti artefact, vegetasi, batuan dan sebagainya serta tata letaknya. Sebelum
dilakukan survei terhadap topograsi, ada baiknya terlebih dahulu memperhatikan
kondisi aksesibilitas untuk mempermudah pengambilan dan pengumpulan data.
Survei yang dilakukan terhadap kondisi topografi biasanya menggunakan alat-alat
pengukuran seperti klinometer ataupun theodolith. Selain mempermudah dalam
pengukuran juga hasilnya lebih akurat dibandingkan secara manual.
Sedangkan analisis yang dilakukan terhadap topografi adalah bentuk
permukaan tanah. Dari hasil survei yang diperoleh berdasarkan ketinggian tempat
dan kemiringan akan diperoleh peta kontur yang selanjutnya bisa dianalisis

6
penggunaan / tataguna lahan yang dapat dikembagkan atau dilakukan di kawasan
tersebut.
Geologi. Kondisi geologi suatu tapak merupakan pondasi dari lanskap.
Banyak kondisi permukaan tanah merupakan konsekuensi dari kondisi geologi yang
ada di bawahnya. Survei geologi dilakukan terhadap klasifikasi batuan induk, bentuk
batuan termasuk topografi terutama yang dekat dengan permukaan serta
penyimpangannya, kondisi permukaan tanah, muka air tanah dan sebagainya.
Sedangkan analisis yang dilakukan meliputi beban yang harus ditanggung
(kapasitas beban), keadaan air tanah (jumlah, mataair) serta kemungkinan
pengembangannya, kemungkinan eksploitasi mineral yang dapat dilakukan serta
resiko yang harus ditanggung dan karakteristik batuan induknya. Selain itu
kemungkinan bencana alam yang ditimbulkan dan potensinya juga menjadi catatan
penting dalan analisisnya.
Hidrologi. Hidrologi merupakan kondisi tata air yang ada di dalam tapak. Hal
yang perlu diketahui (disurvei) dari kondisi hidrologi antara lain adalah: sumber mata
air, aliran air, volume, kedalaman muka air, air bawah tanah, water bodies, kualitas
air serta pencemaran yang mungkin sudah terjadi di badan air tersebut. Sedangkan
analisis yang dilakukan dari hasil survei yaitu kondisi bahaya yang mungkin terjadi di
dalam tapak (danger area) terhadap longsor, banjir dan erosi; kemungkinan
terjadinya perputaran aliran air yang masuk kembali ke dalam tapak serta posis dan
kondisi mata air sehingga dapat ditentukan pola pengembangan yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir kerusakan tapak.
Tanah. Tanah merupakan faktor penting dalam perencanaan lanskap. Survei
terhadap tanah perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi kondisi tanah yang
sebenarnya. Survei tanah antara lain dilakukan terhadap ukuran partikel yang ada
dalam tapak (batuan dasar, batuan, kerikil, pasir, lempung dan debu); klasifikasi
tanah yang terdistribusi dalam tapak; kondisi kesuburan tanah; are yang mungkin
dan sudah terjadi erosi dan polusi serta land fill material. Sedangkan analisis
terhadap hasil survei dilakukan untuk memperoleh informasi terntang kualitas tanah
dan kemungkinan pembenahannya, terutama untuk budidaya tanaman; cara
mencegah erosi dan polusi yang mungkin dan akan terjadi di tapak tersebut serta
kondisi tanaman yang ada dalam tapak beserta kemungkinan pengembangannya.

7
Iklim Mikro. Iklim mikro merupakan hal spesifik yang dipunyai suatu tapak.
Perbedaan iklim yang ada akan membuat terjadinya perbedaan tanah walaupun
dengan struktur geologi dan batuan induk yang sama. Survei tentang iklim mikro
dilakukan terhadap besarnya sinar matahari yang dapat diterima oleh tapak,
termasuk panjang harinya; besarnya curah huja yang terjadi dalam tapak dan/atau di
sekitarnya; suhu dan kelembaban yang ada dalam tapak; pola angin serta pola
naungan yang mungkin terjadi dalam tapak. Sedangkan analisis yang dilakukan dari
hasil survei digunakan untuk memperoleh informasi tentang kemungkinan
perubahan atau manipulasi iklim mikro yang dapat dilakukan untuk kepentingan
pengguna tapak, tetapi tidak menghilangkan karakteristik tapak.
Ekologi. Ekologi merupakan faktor utama dalam tapak, karena sistem
ekologi (ekosistem) yang ada merupakan perputaran energi yang terjadi di dalam
tapak. Survei ekologi dilakukan terhadap flora dan fauna yang ada di dalam tapak,
terutama yang spesifik. Fauna yang dilihat pun merupakan fauna dominan yang
memang mempunyai habitat hidup di lokasi tersebut. Sedangkan analisis dilakukan
untuk mendapatkan informasi tentang kondisi tanaman secara umum, baik itu umur,
sifat, menguntungkan atau merugikan apabila dikelola, kemampuannya dalam
menyerap nutrisi dan sebagianya. Kondisi fauna yang ada pun merupakan informasi
yang dibutuhkan. Yaitu apakah fauna tersebut merupakan fauna penting dalam
ekosistem, menguntungkan atau merugikan dan sebagainya.
Benda Peninggalan Sejarah. Benda-benda peninggalan sejarah merupakan
kekayaan tapak yang patut diperhitungkan karena benda peninggalan sejarah
tersebut bisa jadi merupakan daya tarik dan focal point dari tapak yang akan dibuat.
Survei dilakukan terhadap bangunan peninggalan tersebut dengan melihat pola
yang ada baik material, elevasi, mechanical servis maupun terhadap perpaduan
warna yang digunakan, tata letak serta identifikasi yang lain. Analisi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang nilai sejarah, gaya bangunan, masa, kondisi,
perawatan, kebutuhan shading & screen serta vista yang ditimbulkan dari benda
peninggalan tersebut.
Sistem Ketetanggaan dan Budaya. Sistem ketetanggaan merupakan pola
interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain dalam sistem kemasyarakatan.
Sedangkan budaya merupakan tata aturan kehidupan yang berlaku di masyarakat
termasuk norma yang ada. Survei terhadap sistem ketetanggaan dilakukan terhadap

8
sirkulasi seputar tapak, lalulintas dan keberadaan pedestrian beserta tingkat
kepadatannya, bangunan yang ada dalam tapak (tipe, bentuk, penampilan, kualitas)
material bangunan lokal, karakter lanskap beserta flora dan fauna pendukungnya,
ruang terbuka yang adal dalam tapak serta fasilitas yang ada. Selain itu, survei
terhadap keamanan, keagamaan, area tradisional, monumen sumber polusi (udara,
suara, air), sejarah, serta adat-istiadat setempat juga perlu dilakukan. Sedangkan
analisis dilakukan untuk mengetahui sirkulasi dan aksesibilitas terhadap kawasan
tersebut, fungsi bangunan dan ruang terbuka serta pelayanan yang dapat dilakukan
dlam tapak. Analisis juga dilakukan terhadap kebutuhan untuk mengisolasi tapak
dari sumber polusi (udara, air, suara dan pandangan) serta kemungkinan untuk
penggabungan dengan tapak lain sebagai sarana untuk meningkatkan fungsi tapak.
Visual. Visual merupakan faktor penting dalam perencanaan lanskap, karena
keberhasilan perencanaan yang dilakukan seringkali ditentukan oleh kenyamanan
pandangan yang bisa dinikmati. Hal ini juga yang menyebabkan di beberapa tempat
mempunyai nilai yang cukup tinggi karena kualitas visual yang ditampilkan sangat
menarik. Survei nilai visual merupakan reverensi perencanaan untuk
memperlihatkan view point dan field of vision dari posis yang tepat dengan rute yang
jelas untuk mobilasi yang dapat dilakukan di dalam tapak. Kenampakan visual dari
tapak juga harus memperhitungkan kenampakan ketetanggaan, vista dan
panorama, peninggalan sejarah yang terkait dengan warna yang dimunculkan,
vegetasi yang memberikan nilai estetika yang tinggi serta proporsi struktur tapak
yang meliputi elevasi, perspektif serta kemungkinan pengembangan tapak dengan
memperhatikan kualitas visual yang dimunculkan. Analisis terhadap vista dilakukan
untuk memperoleh vista yang akan menjadi daya tarik dan meminimalisir munculnya
badview yang bisa terlihat baik dalam maupun di luar tapak. Selain itu, variasi
kondisi tapak yang dapat dimunculkan setiap tahun atau setiap musim juga dapat
dijadikan daya tarik dari tapak.

9
PERENCANAAN LANSKAP

Arsitektur Lanskap merupakan salah satu bidang ilmu yang sedang


berkembang di Indonesia, yang sejalan dengan peningkatan kepedulian terhadap
kualitas lingkungan dan kelestarian sumberdaya alam, serta tingkat dan kualitas
kesejahteraan masyarakat. Ilmu yang berorientasi terhadap kegiatan penataan dan
pemanfaatan ruang luar, out door, atau lahan (baik yang berbentuk alami maupun
bentuk binaan) - sehingga tidak merusak dan terlihat selaras dengan lingkungan
sekitarnya serta akseptibel dan mendukung kenyamanan dan kesejahteraan
masyarakat sekitarnya - telah memasuki suatu saat yang memerlukan ilmu-ilmu
pendukung sebagai panduan penyusunan dan kegiatannya.
Salah satu bidang dari ilmu Arsitektur Lanskap yang secara khusus mempelajari
aspek pemanfaatan sumberdaya lahan dan lanskap yang berbasis pada
kelestariannya ini secara sistematik, fungsional dan estetik adalah Perencanaan
Lanskap. Ilmu dan kegiatan Perencanaan Lanskap ini berorientasi terhadap
penataan dan penentuan kebijaksanaan penggunaan lahan sehingga mempunyai
penampakan bentang lam yang estetik selain berdaya guna tinggi dan juga lestari.
Melalui kegiatan perencanaan ini maka degradasi lahan terutama lanskap, baik
dalam skala mikro dan juga makro, dapat dihindari atau diminimumkan.

PENGERTIAN
Rencana (planning) dan rancangan (design) merupakan dua bentuk kata
atau pengertian penting yang sering digunakan untuk mendapatkan hasil nyata
seperti yang diinginkan oleh umum dengan cara mengelola alam. Walaupun kedua
relatif sulit untuk dibedakan, tetapi perencanaan merupakan kegiatan yang berusaha
untuk menghasilkan sesuatu dengan secara aktif mengelola prosesnya; dimana
perancangan merupakan kegiatan yang berusaha untuk menghasilkan sesuatu
produk dengan cara mengembangkan beberapa kriteria untuk mengatur kerja dari
proses tersebut sehingga hasil yang diinginkan akan didapatkan secara otomatis
tanpa terus menerus adanya campur tangan manusia . Karena skala dan
kompleksitas kegiatan manusia, perencanaan tidak dapat dielakkan membutuhkan
birokrasi yang tinggi dan intervensi yang aktif dalam kehidupan manusia. Sebagai

10
hasilnya, setiap kita mengenal dengan baik dengan istilah-istilah inefisiensi,
keterbatasan, biaya-biaya sosial.
Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan
untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan
atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan.
Perencanaan ini memuat perumusan dari berbagai tindakan yang dianggap perlu
untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Karena itu
kegiatan ini umumnya dikatagorikan juga dengan kegiatan pengelolaan .
Perencanaan ini berorientasi pada kepentingan masa yang akan datang terutama
untuk mendapatkan suatu bentuk social good . Karena itu sering dinyatakan bahwa
perencanaan merupakan hall mark dari suatu profesi.
Perencanaan merupakan suatu proses yang bertahap dan sistematis, untuk
menghasilkan suatu rencana fungsional, yang berorientasi terhadap dilakukannya
suatu bentuk tindakan (action oriented process) yang bertujuan untuk memecahkan
suatu permasalahan yang konflik dan meminimumkan suatu ketidakpastian (Fabos
dan Caswell, 1977). Secara teknis dikatakan bahwa merencana adalah proses
pemikiran dari suatu ide kearah suatu bentuk yang nyata melalui suatu kegiatan
pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan berdasarkan kemampuan
sumberdaya yang ada, serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien.
Kegiatan perencanaan ini dapat digunakan untuk mengatasi berbagai
permasalahan baik secara terpisah-pisah, seperti permasalahan-permasalahan di
bidang sosial, politik,ekonomi, fisik, transportasi atau masalah lanskap; ataupun
digunakan untuk mengatasi beberapa permasalahan secara bersamaan.
Pengertian terhadap perencanaan membutuhkan suatu definisi dari
permasalahan, tanpa melihat apakah pengambil keputusan adalah individu atau
kelompok, misalnya:
(1) Objektif – sasaran yg akan didapatkan melalui pilihan-pilihan, atau nilai yang
akan dipelihara atau didapatkan.
(2) Alternatif – alternatif yang diberikan bisa dua atau lebih pilihan untuk
mendapatkan objektif, dan memperlihatkan alternatif terbaik
(3) Keterkaitan (context) – tak ada permasalahan lanskap yang tak bisa diselesaikan
Dalam kegiatannya dilakukan pengendalian yang terus menerus terhadap
sumberdaya untuk kelestariannya pada masa yang akan datang dan juga untuk

11
mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi. Sifat kegiatannya yang dinamis,
kontinyu, dan fleksibel merupakan penciri dari kegiatan perencanaan ini.
Perencanaan memuat perumusan dari tindakan, secara tulisan dan grafis, yang
dapat dianggap perlu untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan
Perencanaan ini biasanya diterangkan dalam bentuk diagram dengan
penekanan pada tugas dan kegiatan tertentu, yang mencakup pekerjaan persiapan
atas beberapa rencana alternatif, kebijaksanaan, tindakan yang dilakukan.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat
kebutuhan dan lingkup perencanaan itu sendiri juga akan mengalami suatu
perkembangan. Usaha untuk menempatkan suatu penilaian yang tertinggi dari
rasionalitas dan aplikasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pencapaian
tujuan dan pelaksanaan perencanaan ini sangat dijunjung tinggi.
Suatu kegiatan perencanaan harus menghasilkan suatu rencana yang dapat
diwujudkan secara nyata. Oleh karena itu maka rencana harus dilandasi oleh suatu
rangkaian berfikir yang rasional dan aplikasi dari ilmu pengetahuan dengan
berdasarkan gambaran keadaan masa kini dan pengalaman masa lalu. Merupakan
kemampuan untuk mengumpulkan dan mengartikan data yang baik dan berguna
untu masa yad, suatu tindakan untuk mendapatkan suatu social good. Selain itu,
proses perencanaan yang rasional juga menjadi hal yang utama. Rational decision
making process akan memberikan pertimbangan dan evaluasi sistematis dalam
alternatif tujuan untuk mencapai goal.
Inti dari proses perencanaan ini sebenarnya adalah rasionalitas yaitu suatu
cara berpikir, yang identik dengan cara pendekatan ilmiah, atas suatu masalah.
Dalam cara berfikir ini telah diperhitungkan dampak baik dan buruk dari suatu
rencana, dimana yang tidak rasional umumnya adalah sesuatu yang berorientasi
tidak baik atau tidak memiliki nilai-nilai yang populer. Tetapi rasionalitas yang terkait
dalam kegiatan perencanaan tidak harus baik atau buruk. Bagi seorang perencana,
cara berfikir ini merupakan suatu alat yang sangat tergantung dari pemakai alat ini,
yaitu perencana tersebut. Yang paling utama baginya adalah cara memilih “the best
mean” untuk mendapatkan hasil rencana akhir yang baik. Rasionalitas ini
memberikan pertimbangan dan evaluasi sistem dalam alternatif tujuan untuk
mencapai sasaran yang diinginkan.

12
Dari berbagai bahasan, dapat dinyatakan bahwa atribut dari suatu kegiatan
perencanaan adalah sebagai berikut:
(1) Merupakan suatu proses
(2) Mencakup persiapan atas rencana2 alternatif, kebijaksanaan, tindakan yang
dilakukan
(3) Berorientasi masa yang akan datang
(4) Diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu
(5) Menjunjung tinggi pendekatan rasional dalam mencapai tujuan dan pelaksanaan
(6) Dimengerti dan dihayati bahwa everything is connected to everything else
karena itu semua dampak harus diperhatikan dan dapat ditanggulangi.

Suatu perencanaan ditentukan oleh tiga faktor penting/utama pembentuknya,


yaitu:
(1) ruang, faktor ruang ini mencakup usaha pencapaian tujuan
(2) waktu,faktor waktu mencakup pengertian yang terkait dengan masa lalu,
sekarang, dan yang akan datang; dan
(3) sumberdaya., faktor sumberdaya mencakup ketersediaan alat, modal, dan cara
yang dapat dipergunakan untuk mencapai cita-cita, sasaran, dan tujuan di masa
yang akan datang.

Dalam proses dan pencapaian hasil, penghargaan yang tinggi terhadap


seorang perencana terutama diperhitungkan terhadap kemampuannya dalam:
(1) Mengumpulkan data yang benar dan bermakna
(2) Menginterpretasikan dan mengarahkannya untuk kepentingan yang akan datang
(3) Mengidentifikasikan permasalahan
(4) Memberikan pendekatan yang reasonable dalam memecahkan masalah dengan
jadwal kerja yang baik, biaya optimal, dan hasil yang maksimal

13
PERENCANAAN LANSKAP
Perencanaan Lanskap adalah proses yg dibuat untuk mempermudah
mencapai penggunaan yg terbaik dari suatu tapak dimuka bumi yg membentuk
perlindungan alam, produk dan keindahan alam. Perencanaan lanskap merupakan
the art of fitting land uses together to make harmonious places. The pleasing
combination of art and nature adapted to the use of man.
Perencanaan lanskap, menurut Fabos dan Caswell (1977), adalah suatu
input yg berusaha untuk:
(1) Maksimaliisasi pengaruh positif dari sumberdaya lahan (seperti suplai air, habitat
hidupan liar, dan pemandangan) baik yg berjangka waktu pendek maupun
panjang;
(2) Minimalisasi pengaruh negatif dari bahaya lanskap (landscape hazards) seperti
banjir) baik yg berjangka waktu pendek maupun panjang,;
(3) Maksimalisasi peluang alami untuk pembangunan (contohnya drainase yang
baik, tapak yangg sesuai); dan
(4) Minimalisasi dampak jangka panjang terhadap lingkungan yang lebih luas /
sistem ekosistem.
Menurut Laurie (1985), perencanaan lanskap dituntut untuk memperhatikan
faktor-faktor:
(1) ekologi – kawasan lahan
Ekologi merupakan satu prinsip utama dalam perencanaan lanskap.
Perencanaan yang tidak mempertimbangkan factor ekologi yang ada akan
menimbulkan dampak negative dan memicu munculnya landscape hazard.
(2) manusia – sosial, ekonomi, budaya
(3) faktor estetis
Perencanaan Lanskap menurut Simonds (1983), membutuhkan pemahaman
dan kerangka pemikiran yang lebih sempurna dari pada sekedar pertimbangan
lingkungan, kota atau kabupaten saja. Perencanaan lanskap menjadi penting dalam
kaitannya dengan social choice yang dilakukan pada saat pembangunan
Perencanaan Lanskap merupakan alat yang digunakan untuk mengelola
sumberdaya alam. Tataguna lahan yang tidak bijaksana dan hanya mementingkan
keuntungan ekonomi semata akan membuat kerusakan sumberdaya alam dan
seringkali akan sangat sulit diperbaiki. Oleh karena itu, pendekatan ekologi dalam

14
perencanaan lanskap akan dapat menyelamatkan sumberdaya alam dan
meminimalisir kerusakan yang mungkin ditimbulkan.
Konsep dari perencanaan lanskap lebih banyak dilakukan tidak hanya untuk
mendapatkan kepuasan secara fisik, tetapi juga secara keseluruhan terhadap
kenyamanan manusia. Perencanaan lanskap dalam kaitannya dengan manusia,
dilakukan tidak hanya pada skala ruang, tapak dan elemen pembentuknya (kondisi
fisik dari lanskap) tetapi juga harus dilakukan dengan insting, perasaan, ide dan
konsep yang matang. Dengan demikian hasil yang diperoleh akan lebih lengkap dan
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pengguna tapak.

PRINSIP PERENCANAAN LANSKAP


Perencanaan yang dilakukan pada suatu lanskap harus memuat hal-hal
sebagai berikut:
• Kombinasi yang memuaskan antara seni dan alam yang dapat bermanfaat
bagi kehidupan manusia
• The art of fitting land uses together menjadi harmonious places
• Planning and design with nature
• Sustainable development
• Menghindari kerusakan, mengurangi dan memperbaiki kerusakan,
meningkatkan fungsi
Secara prinsip, selain hal-hal tersebut diatas, dalam perencanaan lanskap
terdapat hal-hal dank ode etik yang tidak boleh dilanggar hany untuk mendapatkan
keuntungan secara ekonomi. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
(1) areal yg memiliki sumberdaya bernilai tinggi tidak boleh dikembangkan
(2) areal yg memiliki bahaya (alami, man-made) tak boleh dikembangkan
(3) areal yg sesuai untuk suatu fungsi tertentu boleh dilakukan dan bahkan
didukung
(4) Perencanaan yang dilakukan tidak boleh melebihi daya dukung ekologis

TUJUAN PERENCANAAN LANSKAP


Tujuan umum dari perencanaan lanskap adalah To help reconcile the
needs of competing land uses and to incorporate them into a landscape within which

15
civilizations can prosper without destroying the natural and cultural resources on
which societies are founded:
– Meningkatan keindahan, keselarasan, kenyamanan dan keamanan lingkungan
Untuk mengkonservasi dan memperbaiki atau meningkatkan niai dari suatu unit
lanskap
– Menyelamatkan dan memperbaiki “the collective landscape”
– Memadukan land uses menjadi suatu unit lanskap yang berkualitas dan bernilai
tinggi tanpa merusak sda dan budaya yang telah ada
– Good and harmonius places

Kesulitan dalam perencanaan lanskap adalah membagi areal pada unit-unit


yang tidak merusak dan sesuai dengan lanskap serta tujuan pembangunan dan
pengembangannya.
Perencanaan lanskap adalah suatu seni menata lingkungan fisik guna
mendukung kehidupan manusia (Lynch, 1971). Merencanakan suatu lanskap juga
harus memperhatikan faktor alam dan manusia sebagai pemakai lanskap tersebut.
Pernyataan spesifik atas kebijaksanaan penggunaan dan pengembangan
lahan/tapak/lanskap.
Secara spesifik, perencanaan lanskap merupakan suatu tindakan mengatur
dan menyatukan berbagai tata guna lahan dalam suatu proses berdasarkan
pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya. Oleh berbagai pakar arsitektur
lanskap dikemukakan bahwa perencanaan lanskap berfungsi sebagai suatu
panduan atau penuntun saling keterkaitan yang kompleks antara fungsi-fungsi
dengan habitat seperti memisahkan fungsi yang tidak berkesesuaian, menyatukan
kegunaan-kegunaan yangg berbeda serta memilih yang kompetitif, dan
menghubungkan tiap-tiap kegunaan yangg dikhususkan pada keseluruhan kawasan
lahan, dilihat sebagai suatu wadah kehidupan.
Secara teknis dinyatakan bahwa perencanaan suatu lansekap merupakan
penyesuaian program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya (Mrass,
1985). Hal-hal yang perlu dilestarikan antara lain pemandangan, ekosistem, atau
elemen-elemen langka guna mencapai penggunaan terbaiknya.
Merencanakan suatu lanskap juga harus memperhatikan faktor alam dan
manusia sebagai pemakai lanskap tersebut. Faktor alam tidak hanya elemen yang

16
berdiri sendiri tetapi dilihat sebagai suatu sistem yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi sedangkan faktor manusia tidak hanya sebagai bagian dari faktor
alam tetapi manusia yang secara nyata mempengaruhi dan membentuk lanskap
secara spesifik melalui budayanya.
Perencanaan tapak adalah pengaturan fungsi ruang, sirkulasi, keindahan,
dan keunikan dengan memanfaatkan elemen air, tanah, dan berbagai benda serta
keadaan yang ada seperti taman, bangunan, kondisi topografi dan pemandangan.
Perencanaan lanskap ini biasanya dinyatakan dalam bentuk grafis dan narasi
yang menerangkan fasilitas dan tata letaknya, bentuk program dan pemeliharaan
yang akan dilakukan, dan perkiraan biayanya.

Rencana lanskap yang baik, apabila:


– semakin banyak fungsi yang dapat diakomodasikan
– semakin tinggi dan erat keterkaitan antar fungsi yang akan dikembangkan
– semakin kecil mengubah kondisi awal tapak untuk menunjang fungsi-fungsi
yangg akan dikembangkan
– adanya keterkaitan fungsi-fungsi dalam dan luar kawasan perencanaan.

PENDEKATAN PERENCANAAN LANSKAP


Ada dua bentuk pendekatan pada kegiatan perencanaan suatu lanskap, yaitu
pendekatan teknis, yaitu the landscape approach dan the parametric approach; serta
pendekatan sumberdaya, yaitu pendekatan yang berorientasi terhadap kelestarian
lingkungan (Ekosentris) dan yang berorientasi terhadap kenyamanan manuisa
pemakainya (antroposentris).
Pendekatan yang baik dalam perencanaan lanskap pada hakekatnya
berdasarkan pada lima faktor utama yaitu faktor alami, sosial, teknologi, metodologi
dan nilai-nilai. Dalam perencanaan diperlukan suatu pendekatan yang dilakukan
terhadap kebutuhan khusus dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatannya
harus efektif untuk penyediaan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi masyarakat
yang menggunakannya. Masyarakat atau orang yang mempunyai maksud dan
tujuan berbeda, yang mempengaruhi penggunaan ruangnya sehingga pengamatan
sosial ini menjadi suatu yang penting.

17
The Landscape Approach. Pada awalnya para ahli geografi, geologi dan
ilmuwan lain menggunakan pndekatan ini. Namun sejak tahun 60-an McHarg
mempelopori penggunaan pendekatan ini dalam perencanaan lansekap regional
pada kota-kota metropolitan, seperti di Nantucket.
Pendekatan ini meliputi dua hal utama, yaitu melakukan identifikasi karakter
lansekap sehingga diperoleh satuan lansekap atau landscape units (Fabos dan
Caswell, 1977) misalnya: dasar lembah, dinding lembah berhutan, dinding lembah
tanpa hutan, dataran berhutan dan dataran tanpa hutan yang homogen berupa peta
satuan lansekap. Selanjutnya satuan-satuan lansekap tersebut diidentifikasi dengan
mengevaluasi karaktereristik-karakteristik secara komposit terhadap tingkat
kesesuaian atas satuan lansekap untuk suatu peruntukan tertentu. Untuk yang
terakhir ini penilaian tingkat kesesuaian dilakukan dengan menentukan kelas
kesesuaian dari yang terendah (tidak sesuai) sampai yang tertinggi (sesuai).
Pendekatan yang dikenal juga dengan istilah metode gestalt ini dalam penentuan
satuan lahan yang homogen dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan
dimana secara implisit menggunakan karakteristik-karakteristik kunci dari topografi,
vegetasi, dan tanah dalam rangka memisahkan satuan-satuan yang berbeda.
Wilayah-wilayah yang homogen seperti dasar lembah, lereng yang menghadap ke
utara kemudian diberi peringkat bagi kesesuaiannya terhadap penuntukan lahan
tertentu (misalnya untuk perumahan berkepadatan tinggi/rendah). Satuan-satuan
lahan ini kemudian diberi simbol atau warna sesuai dengan kelas kesesuaiannya.
Pendekatan ini mempunyai kelemahan dalam hal bersifat subjektif dan kualitatif.

The Parametric Approach. Pendekatan ini diawali oleh adanya


perkembangan dalam pemanfaatan data sumberdaya lansekap. Dua kemajuan
yang men dasarinya adalah: pertama perkembangan teknologi perolehan informasi
elektronik terhadap data radiometrik melelalui penginderaan jauh (remote sensing)
seperti citra satelit. Bentuk perolehan data ini memungkinkan untuk mendapatkan
data lansekap yang lebih detail dimana dengan dalam skala yang lebih kecil
mempunyai akurasi data yang baik, disamping itu akses ketersediaannya juga lebih
mudah. Kedua, kemajuan teknologi komputer yang memungkinkan manipulasi
sejumlah data dengan cepat dan mudah. Mabutt (dalam Fabos dan Caswell, 1978)
mengungkapkan beberapa keunggulan pendekatan parametrik, yaitu dalam hal lebih

18
akurat dalam mendefinisikan satuan-satuan lahan, menghindari adanya subjektivitas
sebagaimana terjadi pada pendekatan lansekap, analisis bersifat kuantitatif,
dimungkinkan untuk melakukan perbandingan-perbandingan serta mempunyai
konsistensi yang tinggi dalam prosedur evaluasi lahan. Operasionalisasi
pendekatan ini dimungkinkan dengan adanya otomatisasi dalam teknik penyiaman
(scanning) dan komputer.
Berbeda dengan pendekatan lansekap dalam pendekatan parametrik ini
parameter atau atribut lansekap individual dipetakan dan secara terpisah dan diberi
peringkat terhadap kesesuaiannya. Selanjutnya peringkat-peringkat ini
dikombinasikan sehingga dihasilkan suatu indek kesesuaian yang
direpresenatasikan berupa peta komposit sebagi haisl dari overlai atas peta-peta
parameter/atribut individual berperingkat.
Beberapa contoh penggunaan pendekatan ini adalah pada METLAND
(Metropolitan Landscape Planning) yang dilakukan oleh Fabos dkk dari Universitas
Massachussett, Amhers.

PROSES PERENCANAAN
Proses perencanaan yang baik menurut Gold (1980) harus merupakan suatu
proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang. Proses ini merupakan
suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan pada suatu
saat awal, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model terbaik untuk mencapai
keadaan yang diinginkan ini.
Proses perencanaan lanskap pada awalnya dimulai dengan memperhatikan,
menafsirkan dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan
mengakomodasikan berbagai kepentingan ini kesuatu bentuk produk yang
direncanakan. Untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai
bentuk pelayanan, fasilitas dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber-sumber
tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia.
Pada tahapan atau proses perencanaan selalu terdapat kemungkinan terjadi
perubahan akibat penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang tidak dapat
dihindari sejauh tetap menunjang tujuan yang direncanakan sejak awalnya.
Proses perencanaan lanskap diawali dengan memperhatikan, menafsirkan dan
menjawab kepentingan manusia dan mengakomodasikan berbagai kepentingan ini

19
ke produk (lahan) yang direncanakan seperti antara lain untuk mengkreasikan dan
merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai
bentuk pemanfaatan sumberdaya tersedia lainnya dan nilai-nilai budaya manusia.
Secara sistematik proses perencanaan lanskap ini terdiri dari 5 (lima) tahapan
kerja utama yaitu:
Tahapan 1: Persiapan dan pengumpulan data
Tahapan 2: Analisis
Tahapan 3: Sintesis
Tahapan 4: Pengembangan konsep
Tahapan 5: Perencanaan lanskap

Tahapan 1: Persiapan dan pengumpulan data


Pada tahap ini dilakukan perumusan tujuan, program dan informasi lain
tentang berbagai keinginan pemilik dan penggunanya.
Selanjutnya dilakukan pengumpulan data untuk mendukung program, dapat
yang terkait langsung dengan tapak dan juga yang tidak terkait langsung tetapi
mempengaruhi keberadaan dan kelestarian tapak. Seluruh data yang
terkumpul disajikan dalam bentuk data spasial (ruang) seperti peta.

Tahapan 2: Analisis
Setelah diketahui potensi dari tapak terpilih perlu diketahui formulasi dan
pengembangan program dan analisis tapak. Penyusunan suatu program
kebutuhan2 yang logis dan tepat dapat dilakukan dengan jalan penelitian dan
penyelidikan yaitu yang dapat dijadikan untuk perencanaan.
Gold (1980) menyatakan bahwa analisis merupakan tahap untuk mengetahui
masalah, hambatan, potensi dan kemungkinan pengembangan lain dari tapak.
Pada tahap ini dibuat suatu program pengembangan yang menyeluruh dengan
menyusun tujuan dan metoda, daftar kebutuhan dalam perencanaan yang
akan dibuat dan deskripsi komponen proyek, serta hubungan antara
komponen tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisis terhadap tapak yang akan
direncanakan. Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek dan faktor yang
berperan terhadap rencana yang akan dikembangkan pada tapak sehingga

20
dapat diketahui masalah, hambatan, potensi dan berbagai tingkat kerentanan
tapak. Data dikelompokkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan
umumnya dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok data yang memberi
gambaran mengenai (1) potensi, (2) kendala, (3) kenyamanan (amenity), dan
(4) kemungkinan bahaya fisik yang terdapat pada tapak (danger signals). Pada
tahap ini dapat dibuat rencana berbagai kemungkinan program yang dapat
dikembangkan pada tapak, baik yang bersifat menyeluruh maupun yang hanya
pada bagian tertentu dari tapak. Pada tahapan ini dilakukan penyesuain antara
tapak dan program.

Tahapan 3: Sintesis
Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi suatu
tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan (Gold, 1980).
Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari tahap analisis dikembangkan sebagai
suatu masukan (input) untuk mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai
dengan tujuan dan program yang diinginkan. Selanjutnya dicari berbagai
kemungkinan atau alternatif penanggulangan yang terbaik dari berbagai kendala
dan hambatan yang terdapat pada tapak untuk mendapatkan keasrian,
kelestarian, dan keindahan lanskap tersebut; berbagai potensi dan amenity yang
terdapat dan berada disekitar tapak/lanskap diusahakan untuk digunakan dan
dikembangkan; dan bagian tapak yang rentan dusahakan untuk tidak diganggu
atau dirusak. Hasil dari tahap sintesis adalah satu bentuk rencana terbaik (the
best) atau dapat jga berupa berbagai alternatif rencana.

Tahapan 4: Pengembangan Konsep


Pengembangan konsep merupakan tahapan untuk mendpatkan hasil yang
berbeda dan dituntut kreatifitas yang cukup tinggi. Dari konsep dasar suatu
perencanaan dapat dikembangkan menjadi beberapa bentuk turunan /
pecahan konsep yang membuat hasil perencanaan tapak yang satu akan
berbeda dengan yang lain serta bisa memunculkan ciri khusus.

21
Tahapan 5: Perencanaan Tapak dan/atau Lanskap
Dari hasil tahap sintesis ditentukan satu alternatif terpilih. Alternatif terpilih
dapat berupa satu alternatif atau modifikasi dan kombinasi dari beberapa
alternatif pra-rencana
Alternatif terpilih ini disebut sebagai konsep perencanaan yang umumnya
disajikan dalam bentuk Rencana Tata Letak, Rencana Tapak, atau Rencana
Lanskap.

BENTUK HASIL
Perencanaan ini biasanya diterangkan dalam bentuk diagram dengan
penekanan pada tugas dan kegiatan tertentu, yang mencakup pekerjaan persiapan
atas beberapa rencana alternatif, kebijaksanaan, tindakan yang dilakukan.
Bentuk hasil dari proses perencanaan ini bukanlah suatu pendugaan atau pra-
konsep yang masih mentah. Konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan
kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari
masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut.

22
DAYA DUKUNG DALAM PERENCANAAN LANSKAP

KONSEP DASAR DAYA DUKUNG


Pembangunan, terutama pembangunan secara fisik akan membuka ataupun
mengubah bentukan lanskap. Dalam perencanaan pembangunan seringkali
kepentingan ekonomi mengalahkan kepentingan ekologi sehingga konsep yang
dikembangkan pun lebih banyak akan mengubah bentukan lanskap tanpa ada
perbaikan. Secara ideal, dalam pembangunan juga membutuhkan suatu ukuran atau
penilaian untuk menentukan keberhasilan penggunaan dan pemanfaatan
pembangunan yang dilakukan terutama pembangunan fisik terutama untuk
kepentingan pembangunan yang berjangka panjang dan berkelanjutan.
Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatn
pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran
kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan
atau degradasi suatu sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian
keberadaan dan fungsinya dapat tetap terwujud, dan pada saat dan ruang yang
sama, pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya tersebut tetap berada
dalam kondisi sejahtera dan atau tidak merugikan.
Pada awal dikembangkan dan diperkenalkan, Odum (1971) menyatakan
bahwa daya dukung merupakan pembatasan penggunaan dari suatu areal yang
memiliki beberapa factor alam dan lingkungan. Hendee, Stankey dan Lucas (1978)
juga menyatakan bahwa daya dukung ini merupakan ukuran batas maksimal
penggunaan suatu area berdasarkan kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi
berbagai faktor alami, misalnya ketersediaan makanan, ruang untuk hidup dan
berlindung, atau air. Sedangkan Knudson (1980) menyatakan bahwa daya dukung
merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumberdaya yang
dapat diperbaharui (renewable resources).
Daya dukung dapat dinyatakan sebagai jumlah biomassa / organisme /
populasi tertinggi yang dapat hidup, tumbuh dan berkembang pada suatu lingkungan
pada kondisi tertentu (Gambar 1).

23
Populasi

Daya dukung

Waktu

Gambar 1. Hubungan Teoritis Daya Dukung dengan Populasi di Alam

Pada kondisi makanan dan sumberdaya alam lain yang berlimpah maka
pertumbuhan populasi dari suatu organisme akan sangat cepat dan dapat
digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan eksponensial. Tetapi pada saat
terjadi keterbatasan sumberdaya maka kurva ini akan menjadi landai yang
digambarkan sebagai kurva pertumbuhan asimptotik. Gambar 2 menggambarkan
tertang fenomena pengaturan populasi dalam kondisi lingkungan alam yang stabil,
dimana populasi cenderung naik-turun sesuai ketersediaan sumberdaya alam.

Populasi Populasi

daya daya
dukung dukung

Waktu Waktu

Gambar 2. Hubungan Daya Dukung dengan Populasi di Alam

Di alam, dikenal adanya the law of limiting factor yang menyatakan adanya
batas minimum dan maksimum ketersediaan sumberdaya alam (gambar 3). Di luar

24
batas toleransi ini, maka akan terjadi kerusakan dari sumberdaya alam dan
ekosistem, bahkan berpeluang untuk terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan
ekosistem.

Kenaikan Daya Dukung

Minimum Maximum
Limits Limits

daya dukung daya dukung


rusak rusak

Faktor-faktor Lingkungan

Gambar 3. The Law of Limiting Factors dari Daya Dukung

Batasan daya dukung untuk populasi manusia yaitu jumlah individu yang
dapat didukung oleh suatu satuan luas sumberdaya dan lingkungan dalam keadaan
sejahtera (Soerianegara, 1977). Jadi, daya dukung mempunyai dua komponen yang
harus diperhatikan, yaitu:
1. Jumlah populasi makhluk hidup yang akan menggunakan sumberdaya tersebut
pada tingkat kesejahteraan yang baik, dan
2. Ukuran atau luas sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat memberikan
kesejahteraan kepada populasi manusia pada tingkat yang lestari.
Sumberdaya yang terkait dengan kehidupan manusia sangat beragam. Salah
satu diantaranya yang terpenting adalah daya dukung lahan pertanian terutama
untuk bahan makanan / pangan pokok masyarakat seperti untuk lahan pertanaman
padi, jagung atau sagu. Di daerah perkotaan telah mulai dan cenderung akan
dipadati oleh berbagai fasilitas sosial-ekonomi (bangunan, fasilitas transportasi,
industri dan sebagainya) serta berbagai dampak negatif yang ditimbulkan sebagai
konsekuensi dari kegiatan pembangunan tersebut antara lain pencemaran,
berkurangnya air tanah dan menurunnya kenyamanan lingkungan kehidupan. Untuk
itu hal yang perlu diketahui adalah kemampuan lahan perkotaan untuk mendukung
populasi warga kota dengan tingkat kesejahteraan yang baik atau yang relatif

25
memadai. Dalam kaitannya dengan bidang Arsitektur Lanskap, perubahan atau
kerusakan lanskap secara visual (arsitektur dan estetika lingkungan, sampah,
vandalisme) juga dapat merupakan indikator dari daya dukung populasi manusia
(masyarakat, pengunjung) yang telah terlampaui dari sumberdaya lanskap tersebut.
Daya dukung tidak saja melakukan penilaian terhadap segi ekologis dan fisik
tetapi juga dapat digunakan dalam memperkirakan nilai daya dukung dari segi
sosial. Dalam bidang penataan suatu lanskap, perhitungan daya dukung dari segi
sosial misalnya perhitungan terhadap pengalaman pelaku rekreasi pada suatu tapak
terhadap pembangunan kawasan rekreasi tertentu; atau penilaian terhadap
terjadinya perubahan perilaku sosial dari masyarakat (misalnya vandalisme);
penilaian terhadap bentuk konflik antar kelompok sosial akibat stress karena tidak
sesuainya jumlah pengguna dan fasilitas yang terdapat atau disediakan pada
kawasan tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, tergantung dari tingkat lestari
sumberdaya alam dan lingkungan serta tingkat kesejahteraan atau kepuasan
tertentu yang ingin dicapai masyarakat pemakai / pengguna, maka pengukuran daya
dukung juga dapat digunakan untuk berbagai tujuan, manfaat dan kepentingan lain.

PENDUGAAN NILAI DAYA DUKUNG KAWASAN


Pada dasarnya, pendugaan nilai daya dukung suatu kawasan, apakah akan
digunakan untuk areal rekreasi, lahan pertanian, areal permuiman, kawasan
perkotaan dan berbagai penggunaan yang lain, ditentukan oleh tiga aspek utama,
yaitu:
1. Kepekaan sumberdaya alam dan site productivity, yang terkait dengan
karakteristik biofisik sumberdaya atau tapak tersebut, antara lain meliputi:
kualitas udara, air / hidrologi, tanah, stabilitas ekosistem dan erosi tanah;
2. Bentuk, cara dan laju (rate) penggunaan serta tingkat apresiasi dari pemakai
atau pengguna sumberdaya alam dan lingkungan; misalnya perilaku dan tingkat
vandalisme pemakai, image (citra) dan persepsinya terhadap suatu area;
3. Bentuk pengelolaan (fisik dan non-fisik), bertujuan jelas dan berjangka panjang;
Hal ini terkait dengan kapasitas system infrastruktur atau fasilitas, antara lain
meliputi: jalan raya, persediaan air, unit pengelolaan limbah, fasilitas pengolahan

26
sampah padat; serta kualitas pengelola dan system pengelolaan yang
digunakan.
Menurut Tivy (1972), ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan dalam
menduga daya dukung, yaitu:
1. Faktor pembatas dan evaluasi dampak (limiting factors and the evaluation
impacts)
2. Keawetan dan kerusakan areal (site deterioration and durability)
3. Kepuasan pengguna (user satisfaction)
Pendekatan pertama dan kedua merupakan pendekatan yang berorientasi
terhadap kepentingan dan potensi yang dimiliki oleh tapak tersebut secara alami
atau biofisik, dikenal sebagai suatu bentuk pendekatan ekosentrik atau biosentrik.
Pendekatan ketiga beroriantasi terhadap kepentingan manusia yang menggunakan
tapak dengan semua tingkat keinginan dan kepuasan, yang dikenal sebagai
pendekatan antroposentrik. Khusus untuk pendekatan pertama, dalam kaitannya
dengan kegiatan penataan ruang juga dikenal sebagai kapasitas rencana /
rancangan atau design / planning capacity (Lier, 1973; Godin & Leonard, 1977; Lier
& Bijkerk, 1980), atau dapat dinyatakan sebagai suatu batas-batas rancangan atau
design limits (Becker & Jubenville, 1982).
Dalam tujuan pengembangan dan pelestarian lanskap suatu kawasan,
perhitungan dan analisis terhadap daya dukung dapat dilakukan menggunakan
berbagai pendekatan, sejauh sasaran kelestarian dan keindahan sumberdaya alam,
lanskap dan lingkungan dapat tetap terjaga dan atau terkendalikan. Walaupun sering
terdapat ketidakseragaman dalam penentuan nilai daya dukung suatu sumberdaya,
Ortolano (1984) mengemukakan bahwa dalam menganalisis daya dukung terdapat
dua faktor yang penting dan juga perlu dipertimbangkan, yaitu yang terkait dengan:
1. Peubah pertumbuhan (growth variable)
Peubah pertumbuhan dapat direpresentasikan sebagai populasi (seperti
jumlah unit perumahan baru per tahun) atau ukuran kegiatan manusia (mislanya
jumlah pengunjung taman atau areal wisata yang melakukan kegiatan rekreasi
per hari)
2. Faktor pembatas (limiting factor)
Faktor pembatas, antara lain sumber daya alam, infrastruktur fisik dan
elemen-elemen lain dimana ketersediaannya tidak berada dalam jumlah yang

27
tak terbatas, sehingga faktor ini dapat menjadi kendala untuk faktor peubah
pertumbuhan.
Penentuan besarnya nilai daya dukung untuk mempertahankan
kelestariannya secara fisik dan kemanfaatannya bagi pengguna, juga dapat
dilakukan dengan membangun model hubungan kuantitatif antara faktor pembatas
dan peubah pertumbuhan dimana nilai maksimum dan minimum pada suatu tingkat
pertumbuhan akan ditentukan berdasarkan faktor pembatas tertentu (Ortolano,
1084). Menurut Hendee, et al (1978), penilaian kemampuan suatu kawasan
berdasarkan pendekatan nilai daya dukung ini cenderung merupakan suatu
probabilistic concept dan bukanlah suatu yang bersifat absolute / mutlak karena hasil
perhitungan yang diperoleh merupakan nilai optimasi atau perpaduan dari
kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut dengan tingkat pengelolaan
yang tersewdia atau yang mungkin dilakukan.
Apabila daya dukung suatu ekosistem atau sumberdaya lanskap diartikan
sebagai batas penggunaan lanskap yang lestari secara alami, maka untuk
meningkatkan kemampuannya juga dapat dilakukan menggunakan masukan ilmu
dan teknologi (iptek) ke dalam lingkungan tersebut atau dengan menggunakan
subsidi energi. Tetapi peningkatan kemampuan atau daya dukung dari ekosistem
atau sumberdaya lanskap ini juga memiliki batas0batas tertentu. Bila batas-batas
daya dukung ini dilalui, maka akan sulit atau tidak ekonomis lagi untuk meningkatkan
kemampuannya karena hal ini akan menyebabkan kerusakan yang lebih lanjut
terhadap sumberdaya alam dan ekosistem tersebut. Dalam kaitannya dengan
lingkup penataan (perencanaan dan perancangan) serta pengelolaan lanskap,
upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak negatif akibat terlampauinya batas
daya dukung suatu sumberdaya lanskap antara lain dengan menggunakan berbagai
teknik dan atau teknologi yang tersedia serta pengetahuan dan kebijakan organisasi
atau penataan ruang. Tindakan fisik yang umum dilakukan antara lain melalui:
1. Zonasi, tata ruang, tata guna lahan yang sesuai dengan kemampuannya
2. Konsentrasi pengguna / pengunjung pada areal tertentu yang berdaya dukung
relatif tinggi
3. Reinforced ground dengan berbagai bentuk penurapan yang ramah lingkungan,
mislnya penggunaan biostructures

28
4. Teknik budidaya tanaman yang tidak merusak lingkungan, misalnya sistem
tanpa olah tanah (TOT).
Penggunaan iptek yang tidak bijaksana dan tidak terencana dengan baik
dalam upaya untuk mengatasi kerusakan sumberdaya ini justru akan dapat
menghancurkan lingkungan (Gambar 4).

Populasi

daya dukung

Waktu

Gambar 4. Kemunduran Daya Dukung Karena Beban


yang Melampaui Daya Dukung

Sedangkan penggunaan iptek oleh manusia terhadap sumberdaya alam yang


terbatas akan berimplikasi terhadap peningkatan daya dukung yang bersifat sigmoid
pada tahap-tahap awal, tetapi pada akhirnya juga akan menurun (Gambar 5).

Kenaikan Daya Dukung

Batasan Kenaikan Daya Dukung

Penambahan iptek dan energi

Gambar 5. Hubungan Peningkatan Daya Dukung dan


Penggunaan Iptek dan Energi

29
RAGAM DAYA DUKUNG
Pengukuran / pendugaan nilai daya dukung suatu lanskap dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Secara umum pengukuran terhadap kemampuan tapak dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Model daya dukung yang berorientasi terhadap kepekaan ekologis dan fisik
tapak / lanskap (seperti faktor pembatas, keawetan atau durability). Misalnya,
daya dukung untuk kelestarian wetland, ketersediaan air bersih, habitat satwa
jenis tertentu, sustainable landscape dan sebagainya
2. Model daya dukung yang berorientasi terhadap kepuasan dan aspek sosial
pengguna tapak, misalnya daya dukung terhadap areal rekreasi, ruang-ruang
kehidupan sosial masyarakat, kawasan wisata, CBD dan sebagainya.

Daya Dukung Ekologis. Daya dukung ekologis suatu tapak adalah tingkatan
maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah
maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu
penurunan dalam kualitas ekologi kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk
estetika lingkungan / alami yang dimiliki. Kawasan yang menjadi perhatian utama
dalam penilaian daya dukung ekologis adalah jenis kawasan yang rapuh (fragile)
dan yang tidak dapat pulih (unrenewable), seperti ekosistem lahan bawah (wetland)
antara lain rawa, danau, laut, pesisir dan sungai. Kawasan yang bernilai visual
lanskap yang indah juga merupakan perhatian utama dalam pengembangan suatu
tapak atau kawasan.
Pengertian ekosistem yang digunakan sebagai dasar penilaian daya dukung
dinyatakan sebagai suatu sistem (tatanan) kesatuan secara utuh antara semua
unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Odum (1971) menyatakan
bahwa ekosistem merupakan suatu sistem dalam alam yang mengandung makhluk
hidup (unsur biotik) dan lingkungannya yang terdiri dari zat-zat yang tak hidup (unsur
abiotik) dan saling mempengaruhi, dan diantara keduanya terjadi pertukaran zat
atau energi yang diperlukan dalam dan untuk kehidupannya.
Ekosistem merupakan suatu kawasan yang harus dipertahankan, walaupun
secara alamiah kondisinya tidak statis, karena setiap biota yang ada dan hidup di
dalamnya akan menjadi tua dan mati yang selanjutnya akan tergantikan oleh biota
lain yang sejenis. Namun bila ada gangguan yang melampaui batas pemulihan dari

30
ekosistem, akan menyebabkan proses pemulihan yang terjadi memakan waktu yang
sangat panjang (dapat berpuluh bahkan beribu tahun). Lama waktu pemulihan suatu
ekosistem tegantung dari: 1) Kondisi atau tingkat kerapuhan atau kepekaan
ekosistem tersebut; 2) Lamanya terjadi gangguan; dan 3) Frekuensi terjadinya
gangguan (misalnya terjadi secara berulang-ulang). Semakin rapuh atau peka
ekosistem tersebut (misalnya wetland), dan gangguan yang terjadi relatif lama dan
dengan intensitas serta frekuensi yang tinggi maka peluang untuk pulih bagi
ekosistem ini akan semakin sulit.
Tingkat kerapuhan suatu ekosistem sangat tergantung pada kondisi
parameter yang mendukung di dalamnya atau yang membentuk ekosistem,
misalnya keberadaan vegetasi dan satwa, kondisi topografi dan tanah, iklim dan
keterlibatan manusia di dalmnya. Selain itu, terdapat perbedaan dalam tingkat
kerapuhan masing-masing ekosistem, seperti ekosistem kawasan estuari yang
cenderung lebih peka / sensitif dan rawan terhadap gangguan dibandingkan dengan
tipe / bentuk hutan dan guna lana yang lain. Hal ini mencerminkan daya dukung
yang rendah dari tipe ekosistem entuari, dan bila terjadi gangguan yang cukup
intensif maka peluan hilangnya ekosistem estuari akan menjadi sangat tinggi.
Pendekatan ekologis, atau pendekatan dari sisi ekosistem, selain dapat
digunakan untuk menggambarkan daya dukung atau kemampuannya juga dapat
digunakan untuk menentukan indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakaian yang
berlebihan (eksploitatif). Sebagai contoh, indikator kerusakan ekosistem atai
lingkungan akobat kegiatan rekreasi pengunjung pada suatu kawasan wisata dapat
digambarkan oleh adanya berbagai kerusakan seperti pada vegetasi (rusak, hilang,
padang rumput menjadi ’botak’), habitat satwa (menurunnya atau hilangnya
populasi), degradasi tanah (erosi, pemadatan ground akibat banyaknya pengunjung
dan intensifnya kunjungan), kualitas air (pencemaran akibat limbah dan sampah),
bertumpuknya sampah, kerusakan visual dari obyek wisata alam yang potensial
serta berbagai bentuk vandalisme lainnya. Walaupun demikian, penerapan teknologi
pencegah dampak negatif terhadap lingkungan dapat digunakan untuk
meningkatkan daya dukung ekologis atau dapat mencegah penurunan kualitas
ekosistem atau lingkungan pada suatu tempat.

31
Data Dukung Fisik. Daya dukung fisik suatu kawasn atau areal merupakan
jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam
kawasan atau areal tersebut tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan
kualitas kawasan tersebut secara fisik (Pigram, 1983). Kawasan yang telah
melampaui kondisi daya dukungnya secara fisik, antara lain dapat dilihat dari
tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan terutama udara dan air sungai /
permukaan, banyaknya sampah kota, suhu kota yang meningkat, konflik sosial yang
terjadi pada masyarakat karena terbatasnya fasilitas umum, atau pemadatan tanah
yang terjadi pada tempat-tempat rekreasi. Dari contoh yang dikemukakan, dapat
dilihat bahwa terlampauinya daya dukung fisik suatu kawasan akan berdampak
negatif, tidak saja terhadap aspek fisiknya tetapi juga terhadap aspek yang lain
(sosial, ekonomi, ekologis).
Daya dukung fisik pada hakekatnya juga merupakan suatu bentuk ukuran
kapasitas rancangan untuk berbagai fasilitas yang diakomodasikan pada kawasan
tersebut. Salah satu contohnya adalah bentuk ukuran dan model konservasi yang
akan dilakukan pada suatu lahan akibat telah terjadinya erosi yang berlebihan.
Tingkat atau jumlah erosi tanah yang terjadi pada suatu kawasan merupakan
gambaran telah terlampauinya batas daya dukung pada kawasan tersebut secara
fisik.
Penggunaan umum dari daya dukung fisik ini adalah perhitungan terhadap
jumpah populasi penduduk di kawasan perkotaan berdasarkan ukuran dan
kebutuhan untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan warga kota misalnya
terhadap kebutuhan air (air permukaan dan air tanah dangkal) dan terhadap
kesegaran udara kota dengan menggunakan ketersediaan oksigen secara alami.
Kedua kebutuhan ini, perhitungan daya dukungnya dapat didekati berdasarkan
ketersediaan alaminya yaitu dengan menggunakan unsur tanaman (dalam banyak
kasus dengan perhitungan terhadap luas RTH baik yang berbentuk hutan kota
maupun bentuk penghijauan kota yang lain) yang terdapat dalam tapak tersebut.
Contoh perhitungan lain terhadap daya dukung fisik ini adalah ketersediaan air
bersih pada pulau-pulau kecil untuk mendukung pengembangannya sebagai
kawasan wisata, ketersediaan air irigasi untuk persawahan produktif, jumlah sarana
transportasi dalam wilayah perkotaan, dan sebagainya.

32
Khusus dalam bidang Arsitektur Lanskap, daya dukung fisik merupakan
pendekatan yang sejak awal dan umum diguankan dalam pembagian ruang atau
pembagian tata guna lahan (land use). Walau demikian, dengan semakin
berkembangnya iptek, berbagai model pendekatan lain atau kombinasi dan
modifikasinya juga digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, lebih sesuai
dan komprehensif.
Perhitungan luas ruang pertanaman / penghijauan untuk kelangsungan atau
kenyamanan kehidupan warga / masyarakat didasarkan pada:
1. Besarnya supai oksigen dari tanaman dalam suatu ruang kota dengan
pendekatan persamaan luas hutan kota sebagai penyedia air berdasarkan
metode Gerarkis:

Lt = (Pt + Kt + Tt) m2
(54) (0.9375) (4)

Keterangan
Lt : Luas hutan kota pada tahun t
Pt : Jumlah kebutuhan oksigen untuk penduduk pada tahun ke-t
Kt : Jumlah kebutuhan oksigen untuk kendaraan pada tahun ke-t
Tt : Jumlah kebutuhan oksigen untuk ternak pada tahun ke-t
54 : Konstanta, tiap m2 luas penghijauan menghasilkan 54 gram berat
kering/hari
0.9375 : Konstanta, 1 gram berat kering tanaman menghasilkan oksigen
0.9375 gram/hari
4 : Konstanta, tiap tahun terdiri dari 4 musim

2. Ketersediaan air tanah untuk keperluan kehidupan manusia dengan pendekatan


persamaan luas hutan kota sebagai penyedia air:

La = Po.K (1 + r – c)t – PAM – Pa


a

33
Keterangan
La : Luas hutan kota yang harus dibangun
Po : Jumlah penduduk (jiwa)
K : Konsumsi air per kapita (l/hari)
r : Laju peningkatan pemakaian air (sebanding dengan laju
pertumbuhan penduduk)
c : Faktor pengendali (sebanding dengan upaya pemerintah dalam
mengendalikan pertumbuhan penduduk)
PAM : Kapasitas suplai Perusahaan Air Minum (m3/tahun)
t : Tahun
Pa : Potensi air tanah (m3/tahun)
z : Kemampuan hutan kota dalam menyimpan air (m3/tahun/ha);
z = -356.6 + 0.9599 y
y : Curah hujan rata-rata per tahun (mm/tahun)

Daya Dukung Sosial. Konsep daya dukung sosial pada suatu tapak atau
kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang
pada waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran
orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini
berkenaan dengan tingkat comfortability atau kenyamanan dan apresiasi pemakai
kawasan karena terjadinya atau pengaruh over crowding pada suatu tapak. Daya
dukung suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah
dan tingkat penggunaan, dalam suatu kawasan yang berada dalam kondisi telah
melampaui batas daya dukung akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan
kualitas pengalaman atau kepuasan pengguna dalam kawasan tersebut (Pigram,
1983). Terganggunya pola, tatanan atau sistem kehidupan dan sosial budaya
manusia (individu, kelompok) pengguna ruang tersebut, yang dpat dinyatakan
sebagai ruang sosialnya, juga merupakan gambaran telah terlampauinya batas daya
dukung sosial ruang tersebut. Dampak negatif akibat terganggunya daya dukung
sosial dapat dilihat dari pertikaian ’perebutan teritori’ dari suatu kelompok tertentu
(kelompok preman, anak-anak atau etnik tertentu), ketidak-nyamanan sosial dalam
bermain atau berekreasi karena adanya gangguan sosial, ketakutan dan kecurigaan.

34
Disamping dampak yang terjadi yang berpeluang tinggi untuk mengganggu
kenyamanan atau kepuasan pengguna kawasan / ruang ini, dampak negatif lanjutan
lain dapat terjadi, misalnya menurunnya kualitas lingkungan kawasan karena
terjadinya vandalisme. Suatu bentuk ilustrasi yang menggambarkan hubungan
antara daya dukung sosial dan kualitas pengalaman berekreasi seseorang
penggunanya dapat dilihat pada gambar 6.

Tinggi Tinggi

Rendah Rendah
Jumlah Orang Jumlah Orang

Kawasan Wilderness Lomba Memancing

Gambar 6. Pengaruh Overcrowding terhadap Kualitas Pengalaman Berekreasi

35

Anda mungkin juga menyukai