Anda di halaman 1dari 44

roadmap

Pencapaian IKK Pembinaan Desa Penyangga


Kawasan Konservasi Tahun 2015 - 2019

Direktorat Kawasan Konservasi


Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ROADMAP
PENCAPAIAN IKK PEMBINAAN DESA PENYANGGA
KAWASAN KONSERVASI TAHUN 2015-2019

Direktorat Kawasan Konservasi


Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jakarta, 2015
KATA PENGANTAR

Pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa di daerah penyangga KSA dan KPA


merupakan salah satu upaya pembangunan berbasis konservasi. Tujuan
utamanya meningkatkan keberdayaan masyarakat di sekitar kawasan menuju ke
kemandirian dan hidup harmonis dengan kawasan konservasi dan alam sekitarnya.

Kegiatan pemberdayaan telah dilakukan sejak awal tahun 1990-an, namun belum
sepenuhnya mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain
sumber daya pengelolaan kawasan yang terbatas, letak desa-desa umumnya
terpencil, serta tingkat pemahaman dan peran aktif masyarakat masih rendah.
Selain itu, situasi dan kondisi setiap wilayah sangat beragam serta kegiatan
pembinaan/pemberdayaan bersifat multisektor dan multipihak.

Dalam upaya mempercepat tujuan tersebut, Renstra Direktorat Jenderal KSDAE


telah menetapkan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Program KSDAE periode tahun
2015-2019, yaitu “Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang
dibina sebanyak 77 desa selama 5 tahun”. Dan guna mewujudkan keberhasilan
program tersebut, maka diterbitkan “Roadmap Pencapaian IKK Pembinaan Desa
Binaan di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Tahun 2015-2019”.

Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan roadmap ini, kami
menyampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Desember 2015

Direktur Kawasan Konservasi


Direktorat Jenderal KSDAE,

Ir. Hartono, MSc


NIP. NIP. 19621113 199003 1 004

iii
DAFTAR ISI

Halaman

Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan


Ekosistem tentang Roadmap Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan
Program KSDAE Tahun 2015-2019 Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di
Daerah Penyangga Kawasan Konservasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
DAFTAR ISI ............................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................... v
BAB I. PENDAHULUAN .................................. 1
A. Latar Belakang ............................... 1
B. Pencapaian Pemberdayaan Masyarakat Daerah 2
Penyangga Hingga 2014 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Maksud dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
D. Manfaat ...................................... 2
E. Ruang Lingkup ................................ 3
F. Landasan Hukum .............................. 4
G. Batasan dan Pengertian ......................... 4
BAB II. ARAH KEBIJAKAN STRATEGIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
A. Landasan Pemikiran ............................ 7
B. Konsep Pembinaan/Pemberdayaan . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
C. Sasaran dan Tujuan Pembinaan Desa Binaan ........ 11
D. Indikator Keberhasilan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
BAB III. TAHAPAN PENCAPAIAN IKK PROGRAM KSDAE TAHUN
2015-2019 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
A. Perencanaan ................................. 18
B. Kelembagaan ................................ 16
C. Implementasi ............................... 18
D. Monitoring dan Evaluasi ......................... 20
BAB IV. IMPLEMENTASI DAN PRASYARAT PENCAPAIAN IKK
TAHUN 2015-2019 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
A. Implementasi Kegiatan .......................... 25
B. Prasyarat bagi Implementasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
BAB V. PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Nama Desa Binaan di Daerah Penyangga


Kawasan Konservasi Tahun 2015-2019 . . . . . . . . . . . . . 29

Lampiran 2. Daftar Nama Pendamping (Fasilitator UPT Direktorat


Jenderal KSDAE) Desa Binaan di Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi Tahun 2015-2019 ............ 30

Lampiran 3. Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga


Kawasan Konservasi Korelasi Dukungannya terhadap
Pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019. . . . . 31

Lampiran 4. Tahapan Pelaksanaan Pencapaian IKK Program KSDAE


Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi Periode Tahun 2015-2019. . . . . . . . . 32

Lampiran 5. Estimasi Pembiayaan Setiap Jenis/Tahap Kegiatan


dalam Pencapaian IKK Program KSDAE Kegiatan
Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga Kawasan
Konservasi Periode Tahun 2015-2019 ............ 33

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai salah satu negara mega-biodiversitas di dunia, Indonesia memiliki sumber
daya alam hayati tropis berlimpah dengan endemisme species sangat tinggi.
Sumber daya tersebut terdiri dari unsur-unsur hewani, nabati, dan fenomena alam
yang keseluruhannya mempunyai peran esensial dan tidak dapat digantikan dalam
sistem penyangga kehidupan. Oleh karenanya, konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya perlu dilakukan sepanjang generasi.

Dalam upaya konservasi alam, pemerintah telah menetapkan dan mengelola


kawasan konservasi berupa KSA, KPA, dan Taman Buru, yang hingga kini tercatat
523 unit dengan luas sekitar 27,36 juta hektar. Selain berfungsi sebagai pendukung
sistem penyangga kehidupan, kawasan konservasi juga berperan sebagai sarana
pendukung penelitian, pengetahuan, dan pendidikan serta menunjang budidaya
pertanian, rekreasi, dan pariwisata alam.

Pengelolaan kawasan konservasi, terutama yang berbatasan dengan pemukiman


penduduk (daerah penyangga kawasan konservasi), hingga kini belum dapat
sepenuhya berjalan optimal. Hal ini disebabkan berbagai faktor, antara lain
sumber daya pengelola terbatas serta adanya interaksi dan intervensi kegiatan
manusia yang mengganggu keutuhan dan kelestarian kawasan. Selain itu tedapat
interaksi eksploratif dan pemanfaatan ilegal sumber-sumber daya kawasan seperti
perambahan, penebangan pohon secara liar, pencurian hasil hutan, perburuan,
serta pemboman ikan dan terumbu karang telah mengakibatkan terjadinya konflik
dan permasalahan lingkungan yang serius dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Hingga tahun 2014 terdapat lebih kurang 3.746 desa di dalam dan di sekitar
kawasan konservasi dengan kondisi umum perekonomian masyarakat sangat
tertinggal. Guna membantu peningkatan ekonomi sekaligus melibatkan masyarakat
dalam pelestarian kawasan konservasi, sejak awal 1980-an pemerintah telah
menyelenggarakan pembinaan/ pemberdayaan masyarakat daerah penyangga
kawasan konservasi, namun pembinaan selama lima tahun terakhir baru mampu
diinisiasi dan dibina sekitar 120 desa. Hal ini disebabkan berbagai sebab antara
lain kompleksitas permasalahan yang menyangkut banyak pihak dan sektor,
terbatasnya regulasi teknis tentang penetapan dan pengelolaan daerah penyangga,
terbatasnya sumber daya pengelola, serta lemahnya pemahaman dan dukungan
para pihak dan sektor terhadap pembinaan desa di daerah penyangga akibat
kurangnya informasi dan sosialisasi program.

Renstra Direktorat Jenderal KSDAE Tahun 2015-2019 menyatakan bahwa dalam


rangka mendukung salah satu program konservasi sumber daya alam dan
ekosistem terdapat indikator kinerja kegiatan (IKK) terkait pengelolaan daerah
penyangga dan pemanfaatan kawasan konservasi dengan masyarakat, yang
kemudian dinyatakan kembali dalam Pedoman Pelaksanaan Pencapaian IKK
Program KSDAE Tahun 2015-2019, yaitu “Jumlah desa di daerah penyangga
kawasan konservasi yang dibina sebanyak 77 desa selama 5 tahun”. Hal ini
sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang
1
Pengelolaan KSA dan KPA Pasal 49 ayat (2) bahwa “Pemerintah dan pemerintah
daerah memiliki kewajiban untuk memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan
KPA guna meningkatkan kesejahteraannya melalui pengembangan kapasitas dan
pemberian akses pemanfaatan KSA dan KPA”.

Guna mendukung tercapainya target pencapaian IKK Program KSDAE tersebut


secara optimal, maka diterbitkan “Roadmap Pembinaan Desa di Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi Tahun 2015-2019”.

B. Pencapaian Pemberdayaan Masyarakat Daerah Penyangga Hingga Tahun 2014


Beberapa capaian kegiatan pembinaan/pemberdayaan masyarakat di daerah
penyangga hingga tahun 2014 dapat digambarkan secara umum sebagai berikut:

1. Pencapaian
a. Sebanyak 347 desa dari 3.746 desa di sekitar kawasan konservasi telah
teridentifikasi dan data dan informasinya sudah masuk di dalam database
pada aplikasi sistem informasi daerah penyangga kawasan konservasi
(SIMDPKK).
b. Pembinaan/pemberdayaan masyarakat 120 desa binaan di daerah
penyangga kawasan konservasi.
c. Peningkatan pendapatan kelompok masyarakat di desa binaan.
d. Peningkatan kapasitas pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat
dari UPT.
e. Pembentukan kelompok serta pendampingan dan peningkatan kapasitas
kelompok masyarakat desa binaan.
f. Penerbitan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) pemberdayaan
masyarakat di daerah penyangga kawasan konservasi meliputi:
− Pedoman Penyusunan Rencana Induk.
− Petunjuk Teknis Pendampingan.
− Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi.
− Instrumen Pendapatan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi.
− Perangkat lunak berupa aplikasi web database SIMDPKK (sistem
informasi daerah penyangga kawasan konservasi).
g. Sosialisasi NSPK pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga
kawasan konservasi.

2. Beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat


di daerah penyangga kawasan konservasi antara lain:
a. Perangkat manajemen, seperti aturan/kebijakan teknis operasional
(juklak/juknis) pembinaan kelompok masyarakat desa yang ada di daerah
penyangga kawasan konservasi masih terbatas.
b. Ketersediaan sumber daya pembinaan/pemberdayaan masyarakat di
daerah penyangga, khususnya dana, sangat terbatas.

2
c. Ketersediaan fasilitator UPT, baik kuantitas maupun kapasitasnya, untuk
pendampingan dalam kegiatan pembinaan/pemberdayaan masyarakat
masih terbatas.
d. Jenis dan bentuk kegiatan pembinaan/pemberdayaan masyarakat di
daerah penyangga belum sepenuhnya dirancang atas dasar peta potensi
(peta sosial) dan penilaian kebutuhan (need assessment) masyarakat.
e. Hampir seluruh UPT belum memiliki rencana (induk) pemberdayaan
masyarakat daerah penyangga yang saling terintegrasi dengan program
sektor/pihak lain.
f. Kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan pembinaan/pemberdayaan
masyarakat di daerah penyangga belum sepenuhnya dilaksanakan per
tahap/fase kegiatan.

C. Maksud dan Tujuan

1. Maksud : roadmap ini sebagai acuan bagi para pelaksana dan para pihak
dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan/pemberdayaan desa binaan di 77
desa yang ada di daerah penyangga kawasan konservasi.
2. Tujuan : tercapainya IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019.

D. Manfaat
Diharapkan roadmap ini bermanfaat bagi stakeholder sebagai berikut:
1. Bagi Direktorat Jenderal KSDAE dan UPT Direktorat Jenderal KSDAE: sebagai
acuan dalam merencanakan, merealisasikan/implementasi, serta monitoring
dan evaluasi pengelolaan daerah penyangga.
2. Bagi Pemerintah Daerah: sebagai referensi dalam pengelolaan daerah
penyangga kawasan konservasi yang mengintegrasikan kebijakan
pembangunan daerah dengan rencana pengelolaan kawasan konservasi.
3. Bagi pemangku kepentingan: sebagai referensi yang terkait pengelolaan
daerah penyangga kawasan konservasi.
4. Bagi pemangku kepentingan, baik sektor maupun para pihak terkait lan:
sebagai referensi dalam mendukung sekaligus mensinergikan program serupa
khususnya di desa yang sama dalam periode tersebut.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup roadmap pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019
meliputi:
1. Arah kebijakan strategis.
2. Indikator keberhasilan.
3. Strategi pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019.
4. Implementasi dan prasyarat pencapaian IKK Tahun 2015-2019.
5. Monitoring dan Evaluasi

3
F. Landasan Hukum
Landasan hukum pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019 antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
2. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa.
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan KSA dan
KPA.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa.
6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 Tentang Hasil Hutan
Bukan Kayu.
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013 Tentang
Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-
II/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
9. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa.
10. Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor 44/Kpts/DJ-VI/1997 Tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Pembinaan Daerah Penyangga.
11. Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor 49/Kpts/DJ-VI/1997 Tentang
Petunjuk Teknis Pengembangan Daerah Penyangga.
12. Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor SK 203/IV-KKBHL/2012 tentang
Petunjuk Teknis Pendampingan Pemberdayaan Masyarakat Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi.
13. Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor SK 204/IV-KKBHL/2012 Tentang
Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi.
14. Pedoman Pelaksanaan Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Program
KSDAE Tahun 2015-2019.

G. Batasan dan Pengertian


1. Daerah penyangga kawasan konservasi adalah wilayah yang berbatasan
dengan kawasan suaka alam dan/atau kawasan pelestarian alam, dapat
berupa kawasan hutan, yaitu hutan lindung dan hutan produksi, serta non-
kawasan hutan, yaitu hutan hak, tanah negara bebas, atau tanah yang
dibebani hak, yang berfungsi untuk menjaga keutuhan KSA dan/atau KPA yang
bersangkutan.

4
2. Pembinaan fungsi daerah penyangga, meliputi: (1) peningkatan pemahaman
masyarakat terhadap konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya; (2)
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraannya; dan (3) peningkatan produktivitas lahan.
3. Pembinaan desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi adalah
bimbingan/pendampingan berbagai kegiatan, mulai perencanaan hingga
pengawasan yang dilakukan oleh UPT Dijen KSDAE terhadap masyarakat
desa binaan dalam rangka mencapai tujuan bersama.
4. Pemberdayaan masyarakat daerah penyangga kawasan konservasi adalah
upaya meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok, dalam pengelolaan potensi sumber daya berikut permasalahannya
guna peningkatan kemandirian, kesejahteraan, dan kualitas hidup masyarakat
daerah penyangga kawasan konservasi dengan tetap menjaga kelestarian
kawasan konservasi.
5. Desa dan desa adat – atau dengan sebutan lain seperti kampung, nagari, huta,
marga, dan sebagainya – adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional.
6. Kawasan konservasi adalah kawasan, baik di daratan maupun di perairan,
yang memiliki ciri khas tertentu dan mempunyai fungsi pokok perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa beserta ekosistemnya, yang berdasarkan kondisi biogeofisiknya
dikategorikan kedalam kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, atau
taman buru.
7. Kawasan suaka alam, disingkat KSA, adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan. KSA dibagi ke dalam dua fungsi, yaitu:
a. Cagar alam, disingkat CA, adalah KSA yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami.
b. Suaka margasatwa, disingkat SM, adalah KSA yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
8. Kawasan pelestarian alam, disingkat KPA, adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. KPA dibagi ke dalam tiga fungsi sebagai berikut
a. Taman nasional, disingkat TN, adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi;

5
b. Taman wisata alam, disingkat TWA, adalah kawasan pelestarian alam
yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam;
c. Taman hutan raya, disingkat TAHURA, adalah kawasan pelestarian alam
untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan,
jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi.
9. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata
buru atau tempat diselenggarakan perburuan secara teratur.
10. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, disingkat KSDAHE,
adalah pengelolaan sumber daya alam hayati berikut ekosistemnya yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya.
11. Direktorat Jenderal KSDAE, disingkat Ditjen KSDAE, adalah direktorat jenderal
yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam urusan KSDAE.
12. Unit Pelaksana Teknis Ditjen KSDAE adalah unit kerja yang berada di bawah
Ditjen KSDAE, terdiri dari Balai Besar KSDA, Balai Besar Taman Nasional,
Balai KSDA, dan Balai Taman Nasional.

6
B A B II
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBINAAN

A. Landasan Pemikiran
Kebijakan pembinaan desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi
didasarkan atas tiga landasan pemikiran, yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis
yang ketiganya merupakan bagian integral dari dan berdasar atas tiga aspek
kehidupan, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial.

1. Landasan filosofis
Semua sumber daya memiliki manfaat yang dapat digunakan bagi
kesejahteraan manusia sesuai fungsi dan kemampuannya. Namun karena
fungsi dan sifat sumber daya alam hayati sebagai pendukung sistem
penyangga kehidupan tidak dapat tergantikan, maka sumber daya tersebut
wajib dilindungi dan dilestarikan sepanjang generasi.

Upaya perlindungan dan pelestarian sumber daya alam melalui pengelolaan


kawasan konservasi sangat dipengaruhi oleh tingkat interaksi masyarakat
dengan kawasan konservasi itu sendiri. Interaksi masyarakat daerah
penyangga dengan kawasan konservasi dimulai sejak awal pemukiman.
Interaksi tersebut acapkali menimbulkan dampak memprihatinkan, baik
langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan aspek ekologi, daerah penyangga dan kawasan konservasi


berada pada suatu bentang alam (landscape) yang terdiri dari beberapa tipe
ekosistem yang saling berinteraksi dan tergantung satu sama lain. Oleh
karenanya, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber
daya hayati dan ekosistemnya harus menjadi salah satu fokus pembinaan desa
binaan di daerah penyangga kawasan konservasi.

2. Landasan sosiologis dan ekonomis


Pada saat ini tidak kurang dari enam juta orang hidup di sekitar kawasan
konservasi dengan kondisi sosial ekonomi pada umumnya tertinggal atau
miskin. Sumber penghidupan utama masyarakat dari sektor pertanian, dan
sebagian besar masih menggantungkan hidupnya kepada kawasan
konservasi.

Aktivitas sosial ekonomi masyarakat di daerah penyangga tidak jarang


menimbukan ancaman bagi keutuhan dan kelestarian kawasan konservasi,
antara lain perambahan dan perladangan liar, perburuan liar, serta
pengambilan flora dan fauna yang dilindungi. Di daerah perairan sering terjadi
pemboman ikan dan pengambilan terumbu karang secara liar, sehingga
merusak keutuhan dan keanekaragaman populasi biota laut.

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan


masyarakat daerah penyangga perlu mendapat perhatian khusus pemerintah
dan pemangku kepentingan lainnya.

7
3. Landasan yuridis
Daerah penyangga mempunyai fungsi untuk menjaga KSA dan KPA dari
segala bentuk gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam kawasan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan/atau perubahan fungsi
kawasan (Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28
tahun 2011 Pasal 44 ayat (1).

Selanjutnya pasal 45 Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011 menyatakan:


− Ayat (4), bahwa pengelolaan daerah penyangga KSA dan KPA dilakukan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah melalui:
a. penyusunan rencana pengelolaan daerah penyangga;
b. rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan, dan pengamanan;
c. pembinaan fungsi daerah penyangga.
− Ayat (5) menerangkan bahwa pembinaan fungsi daerah penyangga meliputi:
a. peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber
daya hayati dan ekosistemnya;
b. peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya;
c. peningkatan produktivitas lahan.
− Ayat (6) menerangkan bahwa rencana pengelolaan daerah penyangga
mengacu kepada rencana pengelolaan KSA dan KPA yang bersangkutan
dan rencana pembangunan daerah.

Dari pasal 45 tersebut diperoleh pengertian bahwa:


a. Pengelolaan daerah penyangga KSA dan KPA dilakukan oleh Pemerintah
yang diwakili oleh Unit Pelaksana Teknis Ditjen KSDAE, yaitu Balai Besar
KSDA, Balai Besar TN, Balai KSDA, dan Balai TN.
b. Pembinaan fungsi daerah penyangga dilaksanakan melalui pemberdayaan
masyarakat sekitar KSA dan KPA yang terkait dengan pasal 49 ayat (1) s/d
ayat (3).
c. Rencana pengelolaan daerah penyangga mengacu kepada rencana
pengelolaan KSA dan KPA yang bersangkutan dan kepada rencana
pembangunan daerah.

Pembangunan daerah diatur dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2014.


Pasal 258 ayat (1) menyebutkan bahwa tujuan pembangunan daerah adalah
untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan
kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik,
dan daya saing daerah.

Daerah penyangga berada di wilayah administrasi pemerintahan terkecil, yaitu


‘desa’. Oleh karenanya rencana pengelolaan daerah penyangga harus selaras
dengan rencana pembangunan desa.

Menurut Undang-undang nomor 6 tahun 2014 Pasal 78, pembangunan desa


bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas
hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan

8
potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan.

Ada persamaan antara tujuan pembinaan fungsi daerah penyangga KSA dan
KPA dengan tujuan pembangunan desa, yakni untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa. Seperti yang tertuang pada Pasal 49
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011 yang menyebutkan:
− Ayat (1), pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota
harus memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan KPA dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya;
− Ayat (2), pemberdayaan meliputi pengembangan kapasitas masyarakat
dan pemberian akses pemanfaatan KSA dan KPA.

Adapun pemberdayaan masyarakat desa yang dimaksud Undang-undang


nomor 6 tahun 2014 Pasal 1 adalah upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber
daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Pada
Pasal 18 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa merupakan
kewenangan desa yang didasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan
adat istiadat desa.

Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015–2019


menjelaskan bahwa sasaran program Direktorat Jenderal KSDAE adalah
‘Meningkatnya efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi
keanekaragaman hayati’. Sasaran kegiatan Direktorat Kawasan Konservasi
adalah ‘Terjaminnya efektivitas pengelolaan KSA, KPA, dan taman buru’.
Salah satu Indikator kinerja Program KSDAE Tahun 2015-2019 adalah ‘Jumlah
desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 77 desa
selama 5 tahun’.

B. Konsep Pembinaan/Pemberdayaan
Konsep pembinaan/pemberdayaan desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi dilaksanakan dengan prinsip dan strategi sebagai berikut:

1. Prinsip pembinaan/pemberdayaan masyarakat

a. Pembinaan/pemberdayaan sebagai proses transformasi


Pemberdayaan sebagai proses transformasi hubungan sosial ekonomi
masyarakat di daerah penyangga dengan kawasan konservasi.
Pemberdayaan masyarakat desa di daerah penyangga, meliputi:
− Upaya membangunkan daya masyarakat dengan memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki untuk
dikembangkan.
− Upaya memperkuat daya masyarakat dengan menyediakan berbagai
input seperti dana, sarana-prasarana dan membuka akses ke dalam

9
berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat
semakin berdaya.

b. Pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat


Pemberdayaan masyarakat akan menggerakkan sumber daya manusia
dan sumber daya alam yang ada di sekitar dalam proses produksi untuk
menghasilkan nilai tambah. Setelah berjalan selama 1 tahun kegiatan
produksi akan menghasilkan keuntungan. Sebagian keuntungan akan
dinikmati para anggota dan sisanya dihimpun sebagai pemupukan modal.
Penambahan pendapatan yang diterima masyarakat akan meningkatkan
kesejahteraan mereka.

c. Pemberdayaan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat


Masyarakat yang telah menikmati peningkatan kesejahteraan akan
meningkat pula kapasitas masyarakat (capacity building) menjadi modal
sosial. Jika semakin banyak individu yang mengikuti program
pemberdayaan maka modal sosial semakin kuat. Akumulasi modal sosial
akan menggerakkan masyarakat baik secara individual maupun kelompok
untuk memperjuangkan kelestarian kawasan konservasi.

2. Strategi pembinaan/pemberdayaan masyarakat

a. Menciptakan kemandirian
Capaian akhir dari program pembinaan/pemberdayaan adalah
memandirikan masyarakat artinya memampukan dan membangun
kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik.
Pemberdayaan masyarakat jangan menjadikan masyarakat semakin
tergantung pada berbagai pemberian (charity). Apa yang dinikmati
masyarakat harus dihasilkan dari usaha sendiri.

b. Penggunaan dana bantuan


Pengelolaan dana untuk kegiatan produksi agar menghasilkan pendapatan
yang memadai dan mendidik masyarakat untuk menjalankan usaha secara
ekonomis. Hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat sendiri sehingga
menciptakan kesejahteraan masyarakat bersama.

Dana bantuan merupakan hibah kepada masyarakat yang dipinjamkan


kepada anggota masyarakat dengan biaya/ bunganya ditentukan sendiri.
Kelompok masyarakat yang mengelola modal usaha ini yang selanjutnya
diharapkan berkembang menjadi lembaga dana desa (koperasi).
Pengaturan dana bantuan untuk pemberdayaan, sebagai berikut:
− Dana mudah diterima dan didaya-gunakan oleh masyarakat sebagai
pelaksana dan pengelola;
− Dana dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan;
− Dana yang terkumpul kembali akan digulirkan dan dikembangkan oleh
masyarakat dalam lingkup yang lebih luas.

c. Pendekatan kelompok
Kemiskinan telah menyebabkan masyarakat kurang pengetahuan/
informasi, bertindak tidak peduli atau bersikap acuh tak acuh dan
10
tergantung pada bantuan/ sumbangan para dermawan. Secara individual
masyarakat akan sulit mengatasi hambatan penyebab kemiskinan.

Pemberdayaan penduduk miskin memerlukan pendekatan kelompok


karena secara bersama-sama mereka dapat saling menguatkan dan
saling menutupi kelemahan. Dinamika kelompok dan sinergi akan
menghasilkan nilai lebih daripada upaya individual dalam kelompok.
Program pemberdayaan akan membina kelompok masyarakat yang terdiri
10 sampai 40 kepala keluarga. Pembinaan kelompok paling efektif karena
tumbuh dan berakar dari kalangan masyarakat sendiri.

d. Pendampingan
Pendamping diperlukan untuk peningkatan kualitas para anggota dan
pengurus kelompok. Pendamping akan membimbing masyarakat
meningkatkan pengetahuan budidaya, penanganan pasca panen dan
menjual produk. Pendamping sebagai fasilitator, komunikator dan
dinamisator sehingga perlu mengadakan komunikasi secara intensif
dengan kelompok.

Tugas pendamping menyertai proses perencanaan, pembentukan


kelompok dan penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan. Pendamping
harus siap bekerja setiap waktu, menghadiri pertemuan kelompok,
mengorganisasikan program latihan, serta membantu anggota kelompok
memperoleh akses terhadap berbagai pelayanan yang dibutuhkan.

e. Pelaksanaan secara partisipatif


Pemberdayaan secara partisipatif artinya dilaksanakan oleh yang menjadi
sasaran melalui belajar bersama, saling berbagi pengalaman, melibatkan
semua kelompok masyarakat, bebas dan informal, menghargai perbedaan
dan menemukan tujuan yang disepakati.

Tujuannya agar supaya bantuan dana efektif karena sesuai dengan


kehendak, kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat dilibatkan
sejak tahap merencanakan, melaksanakan dan mengelola input-input
pemberdayaan hingga mempertanggungjawabkannya.

C. Sasaran dan Tujuan Pembinaan Desa Binaan


Sasaran pembinaan/pemberdayaan masyarakat harus terarah (targetted), yaitu
untuk mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan konservasi dan
ditujukan untuk yang benar-benar membutuhkan.

1. Untuk mengatasi ketergantungan terhadap kawasan konservasi


Wilayah kerja sasaran pembinaan/pemberdayaan tahun 2015-2019 adalah 77
desa di daerah penyangga dari 523 unit kawasan konservasi. Sasaran utama
adalah masyarakat desa yang berada di daerah penyangga yang kawasan
konservasinya mengalami gangguan.

Pemilihan masyarakat desa sasaran dilaksanakan oleh UPT. Setiap UPT


memilih satu wilayah kawasan konservasi yang terdapat gangguan keamanan

11
paling tinggi. Gangguan ini menunjukkan adanya ketergantungan masyarakat
terhadap kawasan konservasi. Indikator gangguan keamanan dapat diketahui
dari frekuensi dan intensitas pelanggaran, seperti perambahan, penebangan
liar, serta pencurian dan perdagangan ilegal flora fauna.

2. Bagi yang benar-benar membutuhkan


Desa sasaran dipilih UPT dari desa-desa yang ada di daerah penyangga yang
masyarakatnya memiliki ketergantungan paling tinggi terhadap kawasan
konservasi.

Desa miskin dapat diketahui dari kondisi pemukiman dan aksesibilitas publik.
Pemukiman masyarakat pedesaan yang termiskin dicirikan: rumah yang
berlantai tanah, tidak memiliki jamban sendiri, sumber air bersih terbatas,
sanitasi yang buruk. Aksesibilitas publik dicirikan oleh terbatas atau tidak
adanya layanan listrik, layanan pendidikan, layanan kesehatan, layanan
telekomunikasi, dan ketersediaan sarana prasarana transportasi yang minim.
Kondisi masyarakat inilah yang memenuhi kriteria benar-benar membutuhkan.

D. Indikator Keberhasilan
Pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi diselenggarakan guna mewujudkan IKK Program KSDAE Tahun 2015-
2019. Guna mengukur tingkat pencapaian/keberhasilan program tersebut
dibutuhkan indikator keberhasilan.

Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Pencapaian IKK Program KSDAE Tahun


2015-2019, indikator keberhasilan pembinaan/pemberdayaan masyarakat di
daerah penyangga kawasan konservasi adalah:
1. Indikator 1 : Meningkatnya jumlah anggota/kelompok masyarakat peduli
terhadap konservasi kawasan (jumlah anggota kelompok).
2. Indikator 2 : Meningkatnya pendapatan kelompok yang dibina (peningkatan
melalui pengembangan usaha ekonomi).
3. Indikator 3 : Menurunnya jumlah masyarakat/orang yang mempunyai interaksi
negatif dan/atau melakukan pelanggaran terhadap kawasan
konservasi (jumlah orang).
4. Indikator 4 : Meningkatnya kegiatan ekonomi produktif dengan usaha yang
mencirikan desa konservasi (jumlah orang berkesempatan
kerja dan/atau jumlah usaha).
Pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi mencapai keberhasilan apabila memenuhi setidaknya 2 dari empat
indikator keberhasilan di atas.

12
BAB III
TAHAPAN PENCAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN
PROGRAM KSDAE TAHUN 2015-2019

A. Perencanaan

1. Koordinasi dan sosialisasi


Guna menyamakan pemahaman sekaligus memperoleh dukungan dari
pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, setiap
kegiatan pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa binaan di daerah
penyangga kawasan konservasi perlu dikoordinasikan dan disosialisasikan,
mulai persiapan hingga implementasi berlangsung dan monitoring evaluasi
dilaksanakan.

Selain terbangunnya kesamaan pemahaman, tujuan utama koordinasi dan


sosialisasi adalah diperolehnya komitmen konkrit dari para pihak dalam skala
lebih luas, guna keberhasilan pembinaan/ pemberdayaan masyarakat daerah
penyangga kawasan konservasi.

a. Pada tahap persiapan


Pada tahap ini, baik di pusat maupun di daerah, sosialisasi difokuskan
kepada penyamaan persepsi, pembangunan komitmen pemangku
kepentingan, serta penetapan entry strategy pembinaan/pemberdayaan
masyarakat daerah penyangga.

Materi pokok sosialisasi dan koordinasi mencakup apa, mengapa, dimana,


kapan, dan bagaimana kegiatan pembinaan/pemberdayaan masyarakat
desa di daerah penyangga diselenggarakan serta apa, kapan, dan
bagaimana sektor dan para pihak dapat memberikan dukungan riil dan
pengintegrasian program serupa terhadap kegiatan pemberdayaan
masyarakat daerah penyangga.

Dukungan dan komitmen para pihak dan sektor (apa, kapan, bagaimana)
dari hasil koordinasi menjadi bagian penting yang perlu dituangkan ke
dalam rencana.

b. Pada tahap implementasi


Pada tahap ini, sosialisasi dan koordinasi dilakukan untuk mewujudkan
rencana yang telah ditetapkan, sekaligus dimanfaatkan untuk perancangan
exit strategy pembinaan/ pemberdayaan masyarakat desa binaan di
daerah penyangga kawasan konservasi.

Pemberdayaan dilakukan secara berkelanjutan, namun tidak untuk


menciptakan ketergantungan melainkan untuk mempercepat proses
kemandirian masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan harus memiliki
batasan waktu sehingga perlu ditetapkan exit strategy-nya.

13
Di tingkat desa, UPT harus proaktif melakukan koordinasi dengan
perangkat desa dan mengikuti musyawarah desa (musdes) guna
memastikan bahwa kegiatan pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa
di daerah penyangga wilayahnya mendapat perhatian serius sehingga
menjadi salah satu program desa yang bersangkutan.

2. Pengumpulan data dan informasi potensi desa


UPT berkewajiban melakukan pengumpulan data dan informasi calon desa
binaan. Seluruh data dan informasi yang terkumpul diseleksi, kemudian
dimasukkan kedalam web database UPT, sebagai bahan kajian dan penetapan
kebijakan lebih lanjut.

Data dan informasi potensi yang dikumpulkan diantaranya mencakup:


1) Identitas desa (nama, luas, batas, wilayah administrasi pemerintahan).
2) Sejarah desa.
3) Gambaran umum desa.
4) Kependudukan.
5) Kondisi pemukiman.
6) Mata pencaharian,
7) Penghasilan anggota kelompok rata-rata /bulan.
8) Rata-rata luas kepemilikan lahan.
9) Lahan budidaya.
10) Ketersediaan layanan publik.
11) Potensi jasa lingkungan.
12) Produk unggulan desa.
13) Ancaman/gangguan/kerawanan desa.
14) Pembinaan/pemberdayaan masyarakat yang pernah diterima.
15) Persepsi/isu penting masyarakat dengan kawasan konservasi sekitar:
− persepsi terhadap ‘pengelolaan’ kawasan konservasi;
− persepsi terhadap ‘pengelola’ kawasan konservasi;
− persepsi terhadap kegiatan ‘pembinaan/pemberdayaan masyarakat’.

Tatacara pengumpulan data dan informasi potensi desa secara partisipatif


(PRA), dapat dilihat lebih lanjut pada “Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana
Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi”.

3. Penetapan desa binaan dan pendampingnya


Data dan informasi yang terkumpul kemudian diseleksi dan dikaji. Dari hasil
kajian dibuatkan pemeringkatan desa sebagai calon desa binaan prioritas.
Peringkat pertama dan kedua (2 desa) diusulkan oleh Kepala UPT kepada
Direktur Jenderal KSDAE untuk dapat ditetapkan menjadi calon desa binaan
periode tahun 2015-2019.

Adapun kriteria pemeringkatan desa sebagai calon desa binaan adalah:


- Desa yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi.

14
- Desa yang memiliki interaksi terkuat (interaksi negatif atau positif) dengan
kawasan konservasi.
- Desa yang merupakan penyangga KPHK atau calon KPHK.
- Desa model desa konservasi (MDK) atau diprioritaskan bagi desa-desa
yang telah siap menjadi desa konservasi.
- Desa baru yang belum dan perlu dibina.

Tahap selanjutnya adalah penetapan desa binaan dan penetapan


pendamping/fasilitator desa binaan sebagai berikut:
1) Kepala UPT memilih dan mengusulkan 2 (dua) desa prioritas hasil kajian
kepada Direktur Jenderal KSDAE cq. Direktur Kawasan Konservasi untuk
ditetapkan menjadi desa binaan.
2) Kepala UPT memilih dan mengusulkan 2 (dua) orang petugas (penyuluh
kehutanan/staf fungsional (PEH)/staf fungsional umum) yang ada di UPT
untuk ditetapkan sebagai pendamping/fasilitator masing-masing 1 (satu)
orang di desa binaan.
3) Nama desa binaan dan pendamping/fasilitator desa binaan yang diusulkan
oleh Kepala UPT (butir 1 dan 2) dan disetujui oleh Direktur Jenderal
KSDAE ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE.

4. Forum Grup Diskusi dan pembentukkan kelompok


Forum Grup Diskusi (FGD) akan dilaksanakan berdasarkan metoda PRA
sehingga menghasilkan data dan informasi potensi desa yang komprehensif,
akuntabel, dan akurat bagi perencanaan dan implementasi kegiatan
pembinaan desa binaan yang bersangkutan.

Potensi sumber daya yang dimiliki individu masyarakat pedesaan – secara


ekonomi, sosial budaya, dan politik – pada umumnya relatif kecil dan terbatas,
bahkan acapkali memiliki posisi tawar relatif lemah. Namun apabila
diakumulasikan melalui kelompok untuk kepentingan bersama, potensi tersebut
akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat berarti. Artinya, kelompok
merupakan sebuah media paling efektif bagi setiap individu guna membuka
peluang bersinergi, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam pemanfatan
potensi sumber daya.

Selain itu, kelompok dapat menumbuhkan solidaritas dan memupuk


kebersamaan di antara anggota, disamping kemudahan bagi para pihak untuk
melakukan komunikasi dan koordinasi sehingga individu yang lemah tadi akan
memiliki posisi tawar yang kuat dan seimbang jika harus berhubungan dengan
pihak yang lebih kuat.

Pendekatan ini tidak selalu menuntut pembentukkan kelompok baru,


pendayagunaan kelompok-kelompok yang ada akan jauh lebih baik;
pembentukkan bisa dilakukan apabila kelompok tersebut belum ada.

Kelompok masyarakat daerah penyangga paling tidak harus memiliki:


a. kepengurusan, terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara yang berasal
dari dan dipilih oleh anggota;
b. tujuan dan sasaran kelompok;

15
c. aturan main secara tertulis;
d. ukuran/indikator keberhasilan pembinaan/pemberdayaan masyarakat
daerah penyangga yang disepakati bersama; serta
e. penetapan/pengakuan kelompok secara tertulis dari Kepala Desa dan/atau
Kepala UPT KSDAE setempat.
Pada tahap pembinaan lebih lanjut, kelompok didorong agar dapat dilegalisasi
dengan akta notaris.

5. Penyusunan Rencana
Rencana pembinaan desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi
disusun berdasarkan atas kajian data dan informasi potensi desa hasil FGD
melalui PRA.

Rencana pembinaan merupakan serangkaian kegiatan yang disusun mulai dari


pengumpulan data dan informasi potensi sumber daya desa, analisis data dan
informasi, penentuan jenis dan proyeksi kegiatan yang akan dilaksanakan,
hingga pengesahan rencana.

Rencana pembinaan desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi


memiliki hierarki atau terdiri atas jenis rencana berikut:
− Rencana Pembinaan Lima Tahun (RPL), memuat rencana kegiatan selama
5 tahun.
− Rencana Kerja Tahunan (RKT), memuat rencana kegiatan selama satu
tahun, yang merupakan jabaran tahunan dari RPL.

Tahap penyusunan rencana, baik RPL maupun RKT, sebagai berikut:


1) Penyusunan
Konsep rencana disusun secara partisipatif oleh kelompok masyarakat
desa binaan, pendamping dari UPT, serta aparat desa.
2) Penilaian
Penilai konsep rencana dilakukan oleh Penilai yang terdiri dari Kepala UPT
KSDAE dan Sekretaris Desa atau Aparat Desa yang ditunjuk Kepala Desa.
3) Pengesahan
Konsep rencana yang sudah dinilai dan telah ditandatangani para penilai,
disahkan oleh Kepala Desa yang berkewenangan dengan membubuhkan
Nama Terang, Tandatangan, dan Cap Desa pada LEMBAR PENGESAHAN.

Selanjutnya tatacara penyusunan rencana tersebut dapat dilihat dalam


“Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pembinaan Desa Binaan di Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi”.

B. Kelembagaan

1. Penyusunan dan penetapan NSPK


Dalam pencapaian kinerja pembinaan desa di daerah penyangga kawasan
konservasi diperlukan acuan teknis operasional lebih rinci, baik bagi para
pelaksana lapangan maupun bagi pengambil kebijakan.
16
Beberapa pedoman dan petunjuk teknis dimaksud adalah:
1) Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pemberdayaan Masyarakat Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi.
2) Petunjuk Teknis Pendampingan Pemberdayaan Masyarakat Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi.
3) Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat
Daerah Penyangga Kawasan Konservasi.
4) Instrumen Pendapatan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi.
5) Aplikasi Sistem Informasi Daerah Penyangga Kawasan Konservasi serta
buku panduan pengoperasiannya.

Beberapa Peraturan Menteri yang sedang dalam proses pengesahan adalah:


1) Tata Cara Penetapan dan Pengelolaan Daerah Penyangga pada Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
2) Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam.

Beberapa norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang masih


diperlukan antara lain:
1) Penyusunan Rencana Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi.
2) Pola Pembinaan/Pendampingan Masyarakat Desa Binaan di Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi.
3) Indikator dan Kriteria Keberhasilan Pembinaan/Pemberdayaan Masyarakat
Desa Binaan di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi.
4) Pelaporan Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi.
5) Standard operating prosedur (SOP) yang berkaitan dengan kegiatan
pembinaan/pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan
konservasi
6) Petunjuk teknis (serial), antara lain mencakup materi:
− Pengembangan usaha ekonomi produktif pedesaan berbasis hayati.
− Teknologi tepat guna pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa
binaan di daerah penyangga kawasan konservasi.
− Penguatan kapasitas masyarakat desa binaan di daerah penyangga
kawasan konservasi.

2. Pembuatan dan pengelolaan database desa binaan


Pengelolaan database desa binaan dilakukan guna menyediakan serta
memudahkan akses data dan informasi kelompok masyarakat, serta
memungkinkan pengembangannya lebih lanjut dalam sistem database daerah
penyangga kawasan konservasi melalui Aplikasi SIMDPKK (Sistem Informasi
Manajemen Daerah Penyangga Kawasan Konservasi).

Segera setelah pembangunan/pengadaan/pembuatan sistem database


dilakukan (tahun pertama), SIMDPKK dikelola secara baik dan benar.
17
Pengelolaan meliputi entry dan updating data, serta pemeliharaan software dan
hardware system selama tahun 2015-2019.

C. Implementasi
Implementasi kegiatan pembinaan desa binaan di daerah penyangga
dislenggarakan sesuai rencana (RPL dan RKT) yang sudah disahkan.

Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Pencapaian IKK Program KSDAE Tahun


2015-2019, terdapat enam kegiatan pembinaan utama sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas kelompok


Peningkatan kapasitas dimaksudkan guna meningkatkan kemampuan anggota
dan kelompok binaan untuk menghasilkan kinerja yang optimal.

Peningkatan kapasitas mencakup peningkatan wawasan, pengetahuan, dan


pengembangan keterampilan-keterampilan teknis sesuai tingkat kemampuan
dan kebutuhan kelompok.

Bidang-bidang peningkatan kapasitas dapat mencakup pemanfaatan dan


pelestarian sumber daya, pengelolaan lingkungan alam, pemeliharaan kearifan
lokal dan seni budaya tradisional, kepariwisataan, kelembagaan/ organisasi
masyarakat, dan lain-lain. Sedangkan peningkatan keterampilan teknis dapat
meliputi kewirausahaan, manajerial – termasuk tata usaha dan administrasi
keuangan – pengolahan aneka sumber daya, penggunaan teknologi ramah
lingkungan yang tepat guna, penanganan paska panen, pengemasan produk,
hingga pemasaran.

Penguatan kapasitas dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan-kegiatan


penyuluhan, temu muka, pelatihan, sekolah lapang, magang, latihan kerja,
temu usaha, studi banding, lokalatih, dan lain-lain.

2. Pengembangan produktivitas sumber daya sekitarnya


Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana suatu
sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil optimal.

Pengembangan produktivitas sumber daya dalam rangka pembinaan/


pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga kawasan konservasi, antara
lain difokuskan kepada:
a. pelaksanaan proses produksi,
b. pembukaan dan perluasan akses pasar,
c. kemampuan permodalan (salah satu alternatif “permodalan bergulir”),
d. kemampuan daya saing, serta
e. pengembangan /perluasan jaringan (networking).

3. Pendampingan
Pendampingan merupakan sebuah upaya membantu, mengarahkan, dan
mendukung masyarakat dalam penggalian potensi sumber daya yang mereka

18
miliki, pemberian akses terhadap sumber daya lain, perumusan masalah,
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan.

Pendampingan masyarakat dimaksudkan untuk:


a. meningkatkan kapasitas sumber daya manusia agar mereka tahu dan
mampu menjawab secara mandiri permasalahan yang dihadapi;
b. mengembangkan usaha ekonomi melalui peningkatan produktivitas
usahanya;
c. meningkatkan partisipasi dan peran aktif dalam membantu pengamanan dan
perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Tujuan utama pendampingan adalah terwujudnya kemandirian dan


meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat, baik secara ekonomi, sosial,
maupun budaya, serta meningkatnya kepedulian terhadap kelestarian alam
dan lingkungan, termasuk kawasan konservasi yang berbatasan dengan desa
mereka.

Pendampingan perlu dilakukan secara penuh, simultan, dan berkelanjutan.


Pendampingan tidak menciptakan ketergantungan, justru sebaliknya dapat
mempercepat proses kemandirian masyarakat. Oleh karena itu,
pendampingan harus disertai batasan waktu. Artinya, pendampingan kepada
masyarakat tidak bisa dilakukan sepanjang masa, tetapi dalam batas waktu
berdasarkan ketersediaan sumber daya pendukung serta tingkat kemadirian
masyarakat itu sendiri. Untuk itu, pola dan strategi pendampingan harus
dirancang untuk mampu menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam batas
waktu tertentu.

Adapun teknis pendampingan dapat dilihat lebih lanjut dalam “Petunjuk Teknis
Pendampingan Pembinaan/Pemberdayaan Desa Binaan di Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi”.

4. Peningkatan kapasitas pendamping desa binaan


Kapasitas pendamping desa binaan perlu ditingkatkan secara berkala
sesuaikan dengan perkembangan kegiatan serta perannya sebagai fasilitator,
motivator, dan dinamisator dalam proses dan penyelenggaraan kegiatan
pembinaan/pemberdayaan desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi.

Peran pendamping dalam pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa binaan


di daerah penyangga kawasan konservasi antara lain:
a. Memfasilitasi identifikasi potensi ekonomi produktif pedesaan yang dimiliki
desa yang bersangkutan.
b. Memfasilitasi identifikasi dan perumusan masalah serta membantu
mengorganisasi pengambilan keputusan tentang alternatif solusinya.
c. Memberikan pelatihan/penguatan kapasitas usaha ekonomi produktif
berbasis hayati (hasil hutan bukan kayu), baik barang maupun jasa, sesuai
potensi desa yang bersangkutan.

19
d. Memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi,
informasi, pasar, dan jaringan.
e. Memberikan bimbingan teknis dan administrasi kelompok dalam
pengelolaan usaha, termasuk pengelolaan sumber daya dan pengelolaan
keuangannya.
f. Memberikan pendampingan dalam proses pembentukkan kelompok dan
pengembangan kelembagaan.
g. Memberikan pelayanan lain yang dibutuhkan kelompok sesuai tugas,
kewenangan, dan tanggung jawab sebagai pendamping pembinaan/
pemberdayaan desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi.

Peningkatan kapasitas pendamping dapat dilakukan antara lain melalui


pelatihan, magang, studi banding, lokalatih, semiloka, dan seminar.

5. Bimbingan teknis dan supervisi


Bimbingan teknis diberikan secara berkala dan berkelanjutan kepada para
pelaksana/penyelenggara kegiatan di lapangan, sedangkan supervisi dilakukan
secara berkala atau pada saat diperlukan.

Bimbingan teknis dan supervisi tidak hanya berkaitan dengan aspek-aspek


yang bersifat teknis, tetapi juga yang bersifat administratif dan koordinatif,
termasuk penyusunan rencana, pengelolaan administrasi dan keuangan,
pelaporan, dan lain-lain. Dengan demikian, bimbingan teknis dilakukan oleh
pendamping untuk meningkatkan kemampuan teknis para pelaksana lapangan,
sedangkan supervisi dilakukan oleh pusat dan/atau UPT untuk meningkatkan
kemampuan teknis dan kemampuan administrasi UPT dan/atau pendamping.

6. Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap kawasan konservasi


Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap
lingkungan alam dan kepeduliannya terhadap kelestarian eksistensi dan fungsi
kawasan konservasi.

Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan alam dan kawasan


konservasi dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan temu muka dan/atau
melalui media komunikasi dan plot percontohan.

a. Temu muka
Antara lain dilakukan dalam bentuk:
− Sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah berikut ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kehutanan,
lingkungan hidup, dan konservasi SDAHE, termasuk isu-isu,
permasalahan, serta solusi yang perlu ditindaklanjuti.
− Penyuluhan, baik menyangkut kebijakan maupun teknik-teknik
pengelolaan sumber daya, dalam implementasi pembinaan desa
binaan yang berwawasan lingkungan;
− Kunjungan pendamping ke sekolah-sekolah di desa binaan guna
memberikan pendidikan konservasi alam di lapangan sekaligus
merupakan dukungan terhadap muatan lokal lingkungan.
20
b. Media komunikasi
Penyebaran visual yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati,
lingkungan, dan konservasi SDAHE, termasuk kegiatan pembinaan desa
binaan di daerah penyangga kawasan konservasi, diantaranya:
− media cetak, misalnya brosur, leaflet, booklet, buletin;
− media elektronik, misal CD dan video (memuat film pendek), kaset,
radio, TV;
− pameran, biasanya pada hari-hari besar nasional atau hari-hari spesial
setempat;
− spanduk atau billboard yang dipasang di tempat-tempat strategis;
− pusat informasi konservasi alam, yaitu sebuah media atau institusi
yang menyediakan informasi keanekaragaman hayati setempat, baik
yang berkaitan dengan DPKK maupun yang berkaitan dengan
kawasan konservasi di sekitarnya.

c. Plot percontohan
Plot-plot percontohan, baik proses maupun hasil, guna memudahkan
pembelajaran serta mempercepat pemahaman masyarakat atas
pentingnya kelestarian lingkungan sekaligus pengelolaan potensi sumber
daya secara berkelanjutan.

Berbagai bentuk plot percontohan dapat mencakup:


− pengelolaan sampah;
− pengelolaan/daur ulang limbah rumah tangga;
− budidaya dan penangkaran tanaman/tumbuhan alam dan/atau
ternak/satwa;
− pembangkit listrik tenaga air (mikro hidro);
− dan lain-lain.

D. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi pembinaan desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi ditujukan untuk memastikan terselenggaranya konsistensi antara
kebijakan dan rencana dengan pelaksanaan dan berhasilnya kegiatan. Dalam
proses ini terdapat pekerjaan membandingkan antara realisasi yang telah dilakukan
(hingga saat monitoring dan evaluasi), dengan target yang seharusnya terjadi
menurut proyeksi dalam rencana.

Monitoring dan evaluasi merupakan suatu fungsi internal dalam suatu kegiatan atau
suatu organisasi. Evaluasi merupakan rangkuman hasil pengukuran capaian
kinerja secara menyeluruh selama periode tahun berjalan, atau beberapa tahun
sebelumnya. Selain menilai realisasi pelaksanaan, evaluasi juga menilai aspek-
aspek efisiensi, efektivitas, dan capaian manfaat (outcomes) yang ditetapkan dalam
Rencana Strategi (Renstra). Keseluruhan capaian kinerja tersebut merupakan
ukuran keberhasilan manajemen (UPT KSDAE) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, dalam hal ini kegiatan pembinaan desa binaan di daerah penyangga
kawasan konservasi.

21
1. Monitoring
Monitoring adalah pengumpulan data dan informasi yang dilakukan secara
terus menerus sepanjang kegiatan (selama siklus program, dalam hal ini lima
tahun), yang disesuaikan dengan tahapan proses dalam rencana, baik fisik,
sumber daya, maupun waktu. Dengan kata lain, data dan informasi hasil
monitoring digunakan untuk menginformasikan perkembangan kemajuan
kegiatan guna kepentingan manajemen.

a. Tujuan monitoring
Tujuan pokok monitoring pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa
binaan di daerah penyangga kawasan konservasi antara lain untuk
mengetahui tingkat kemajuan pekerjaan, mencegah atau mencarikan
solusi atas permasalahan, menumbuhkan pengawasan melekat, serta
memastikan pertanggungjawaban pelaksanaan (yang diatur dalam
rencana) kepada pihak-pihak yang berkewenangan.

b. Sasaran monitoring
Sasaran monitoring adalah seluruh jenis kegiatan (mulai persiapan,
perencanaan, hingga implementasi), mencakup unsur-unsur masukan
(inputs), keluaran (outputs), proses, dan tujuan antara
pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa binaan di daerah penyangga
kawasan konservasi.

c. Acuan monitoring
Pelaksanaan monitoring mengacu pada :
1) DIPA UPT dan DIPA pusat;
2) Rencana (RPL, RKT) Pembinaan/Pemberdayaan Desa Binaan di
Daerah Penyangga Kawasan Konservasi yang bersangkutan;
3) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Program KSDAE Tahun 2015-2019.
4) Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), baik pedoman,
petunjuk teknis, prosedur kerja, dan lain-lain, misalnya Indikator
Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga;
5) Laporan rutin kemajuan kegiatan (bulanan, tahunan);
6) Hasil monitoring yang telah dilakukan sebelumnya (jika ada);
7) Self assessment.

2. Evaluasi
Evaluasi merupakan rangkuman hasil pengukuran capaian kinerja secara
menyeluruh selama tahun berjalan atau sampai dengan tahun lalu.
Evaluasi dilakukan antara lain dengan membandingkan apa yang dihasilkan
dengan apa yang direncanakan, menganalisisnya, serta menghitung tingkat
capaian dalam ukuran kuantitatif yang tertera dalam indikator capaian.

a. Tujuan evaluasi
Tujuan umum evaluasi kegiatan ini adalah untuk mengetahui tingkat
capaian kinerja atau tingkat keberhasilan kegiatan pembinaan/
pemberdayaan masyarakat desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi periode tahun berjalan serta seberapa besar kontribusi

22
terhadap capaian output dan outcome yang ditetapkan dalam Rencana
Strategi (Renstra).

b. Sasaran evaluasi
Berdasarkan jenis kegiatan, sasaran evaluasi adalah seluruh jenis
kegiatan (mulai dari perencanaan hingga pengawasan, termasuk
permasalahan (jika ada) dan langkah yang dilakukan.

Sedangkan berdasarkan realisasi capaiannya, sasaran evaluasi mencakup


unsur-unsur masukan (inputs), keluaran (outputs), proses, tujuan, serta
efisiensi, efektivitas, dan manfaat (outcomes) kegiatan
pembinaan/pemberdayaan desa binaan di daerah penyangga kawasan
konservasi.

1) Evaluasi awal
Dilakukan pada tahap permulaan kegiatan, yaitu menilai proses
perencanaan dan implementasi awal kegiatan, dengan tujuan menilai
tingkat fungsi dan kelayakan dokumen rencana yang dihasilkan serta
progres kegiatan awal hingga pada saat evaluasi ini dilakukan.

2) Evaluasi pertengahan
Dilakukan secara berkala 2 tahun hingga 4 tahun dengan tujuan untuk
menilai kegiatan yang dilaksanakan pada tahun ke 2-3-4 periode
berjalan, mencakup output atau tingkat capaian kinerja yang telah
dilaksanakan, apakah kegiatan-kegiatan tersebut berhasil mencapai
tujuan-tujuan antara yang ditetapkan.

3) Evaluasi keseluruhan atau evaluasi akhir


Dilakukan lima tahun sekali atau menjelang kegiatan pembinaan desa
binaan suatu periode tertentu (lima tahun) berakhir. Evaluasi
bertujuan menilai tingkat keberhasilan kegiatan, termasuk pengaruh
kegiatan secara keseluruhan, baik positif maupun negatif, terhadap
aspek ekonomi, sosial budaya, serta aspek lingkungan dan
kelestarian kawasan konservasi.

Evaluasi keseluruhan juga dilakukan guna mengetahui apakah


kegiatan perlu dilanjutkan atau harus diberhentikan karena satu dan
lain hal, kemudian dicarikan solusinya.

c. Acuan evaluasi
Pelaksanaan evaluasi mengacu kepada:
1) DIPA UPT dan DIPA pusat;
2) Rencana (RPL, RKT) Pembinaan/Pemberdayaan Desa Binaan di
Daerah Penyangga Kawasan Konservasi yang bersangkutan;
3) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Program KSDAE Tahun 2015-2019.
4) Landasan hukum pelaksanaan program/kegiatan, termasuk norma,
standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), baik pedoman, petunjuk teknis,
prosedur kerja, dan lain-lain, misalnya Indikator Keberhasilan Kegiatan
Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga;
23
5) Laporan rutin kemajuan kegiatan (bulanan, tahunan) dan laporan
khusus (jika ada);
6) Hasil monitoring dan/atau evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya
(jika ada);
7) Self assessment.

Tatacara monitoring dan evaluasi pembinaan/pemberdayaan masyarakat di


desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi dapat dilihat lebih lanjut
dalam “Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembinaan Desa
Binaan di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi”.

24
B A B IV
IMPLEMENTASI DAN PRASYARAT PENCAPAIAN IKK
TAHUN 2015-2019

Pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019 diselenggarakan melalui


serangkaian kegiatan. Adapun target keluaran, penanggungjawab/pelaksana kegiatan,
jadwal implementasi, serta prasyarat bagi implementasi/penyelenggaraan kegiatan
pencapaian IKK adalah sebagai berikut.

A. Implementasi Kegiatan
Terdapat sepuluh kegiatan pokok dalam pencapaian IKK Program KSDAE Tahun
2015-2019, yaitu:
1. Pengumpulan data dan informasi potensi desa binaan di daerah penyangga
kawasan konservasi;;
2. Penetapan desa binaan dan pendampingnya;
3. Penyusunan dan penetapan NSPK;
4. Pembuatan (dan pengelolaan) database desa binaan;
5. Penyusunan rencana pembinaan desa binaan;
6. Pembinaan/pemberdaayaan masyarakat di desa binaan;
7. Peningkatan kapasitas fasilitator/pendamping desa binaan;
8. Koordinasi dan sosialisasi pembinaan/pemberdayaan masyarakat di desa
binaan di daerah penyangga kawasan konservasi;
9. Bimbingan teknis dan supervisi; serta
10. Monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan pembinaan desa binaan di daerah
penyangga kawasan konservasi.

Pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019 tersebut harus mengacu


kepada 4 (empat) indikator keberhasilan pembinaan desa di daerah penyangga
kawasan konservasi sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II. D.

Korelasi antara jenis-jenis kegiatan yang ditargetkan dengan masing-masing


indikator keberhasilan pencapaian IKK tersebut disajikan pada Lampiran 3,
sedangkan target keluaran fisik, estimasi/perkiraan biaya indikatif, penanggungjawab
dan pelaksana, serta tata waktu pelaksanaan setiap kegiatan pada IKK Program
KSDAE Tahun 2015-2019 disajikan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

B. Prasyarat bagi Implementasi


Guna terselenggaranya kegiatan-kegiatan dalam pencapaian IKK Program KSDAE
Tahun 2015-2019, dibutuhkan prasyarat penting yang harus terpenuhi. Artinya,
tingkat kinerja yang dicapai akan sangat bergantung kepada prasyarat yang ada,
baik prasyarat ideal maupun prasyarat minimum. Berikut prasyarat dimaksud .

25
1. Prasyarat ideal
Prasyarat ideal adalah semua kondisi – baik sumber daya manusia, bahan dan
peralatan, pendanaan, waktu, maupun regulasi – terkait pencapaian IKK
Program KSDAE Tahun 2015-2019 yang diperlukan, harus terpenuhi, yaitu:

a. Peran dan dukungan Pemerintah Daerah


Secara teoritis dan aturan hukum, kawasan konservasi harus bebas dari
gangguan apapun. Oleh karenanya, disamping penerapan hukum yang
berlaku, pengentasan kemiskinan masyarakat di daerah penyangga
kawasan konservasi menjadi kewajiban dan perhatian khusus pemerintah.
Perhatian ini tidak hanya melalui program pembinaan/pemberdayaan oleh
sektor lingkungan hidup dan kehutanan, tetapi juga melalui peran dan
dukungan penuh dari Pemerintah Daerah yang berkewenangan.

Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 menyatakan,


bahwa Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
harus memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan KPA dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.

b. Pendanaan
Pembinaan desa binaan di daerah penyangga kawasan konservasi
membutuhkan dukungan pendanaan yang memadai. Oleh karenanya,
selain dianggarkan dalam APBN bidang KSDAE Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, baik di Direktorat KKBHL maupun di UPT,
seyogyanya kegiatan ini dipadukan dengan program pemberdayaan
masyarakat pemerintah daerah, sektor, dan mitra kerja, baik pengusaha
maupun lembaga swadaya masyarakat luar dan dalam negeri. Oleh karena
itu, keikutsertaan dan peran aktif UPT dalam musyawarah desa (musdes)
dan musyawarah perencanaan pembangunan daerah (musrenbang)
menjadi sangat penting.

c. Pendampingan
Pendampingan merupakan salah satu strategi yang umum diterapkan dan
sangat penting dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Hal
ini dilandasi oleh pemikiran bahwa masyarakat perdesaan secara umum
berada dalam kondisi yang lemah, baik secara ekonomi, sosial budaya,
maupun politik. Kondisi demikian seringkali menjadi salah satu kendala
cukup serius bagi pelaksanaan program-program pembangunan dimana
masyarakat seharusnya dapat berpartisipasi aktif sebagai subyek
pembangunan. Oleh karenanya, pendampingan mutlak diperlukan
sebagai salah satu pendekatan terbaik dalam mengatasi kendala tersebut.

Ketersediaan (kuantitas) dan kapasitas pendamping juga merupakan faktor


kunci bagi terselenggaranya pendampingan dalam pembinaan masyarakat
desa. Disamping tugas pokoknya yang jelas, tenaga-tenaga penyuluh dan
PEH (Pengendali Ekisistem Hutan) yang ditugaskan dengan Surat
Keputusan Kepala UPT KSDAE harus memenuhi kompetensi sebagai
pendamping/fasilitator dalam kegiatan pembinaan desa binaan di daerah
penyangga kawasan konservasi.

26
d. Dukungan teknologi
Teknologi memiliki peran penting dalam mendukung peningkatan kinerja.
Teknologi terapan yang tepatguna, sederhana, dan mudah diaplikasikan
akan sangat membantu dalam proses percepatan tercapainya keberhasilan
pembinaan/pemberdayaan masyarakat. Teknologi terapan yang diperlukan
sehari-hari masyarakat pedesaan terutama untuk proses produksi pertanian
(dalam arti luas), penanganan paska panen, dan pelayanan jasa pariwisata.

Teknologi informasi dan teknologi lainnya seperti teknologi identifikasi dan


inventarisasi keanekaragaman hayati juga diperlukan guna memperluas
akses masyarakat terhadap potensi sumber daya hutan, misalnya untuk
tujuan penangkaran, budidaya, dan pariwisata alam.

e. Ketepatan waktu (jadwal)


Pembinaan masyarakat desa di daerah penyangga tidak dimaksudkan
untuk menciptakan ketergantungan, justru sebaliknya untuk mempercepat
proses kemandirian masyarakat. Masyarakat mandiri ialah masyarakat
yang bebas dari ketergantungan, artinya setelah fasilitas pembinaan tidak
lagi ada, mereka mampu melakukannya sendiri secara mandiri.

Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat merupakan pilihan strategis


yang harus disertai batasan waktu. Artinya, kegiatan ini tidak bisa
dilakukan secara terus menerus, tetapi dalam batas waktu yang ditetapkan
berdasarkan program yang telah ditetapkan dalam Roadmap ini.

Namun demikian, idealnya adalah ketepatan waktu turunnya sumber daya


pembinaan (dana, bahan dan alat, pendamping/fasilitator, dan sebagainya)
harus sesuai jadwal serta sesuai dengan kondisi dan iklim setempat.

f. Regulasi (NSPK) terkait pencapaian IKK (metoda/mekanisme)


Dalam implementasi pembinaan/pemberdayaan masyarakat desa di daerah
penyangga kawasan konservasi – disamping aturan yang telah ada,
diperlukan kepastian hukum dan kemudahan teknis operasional melalui
dukungan regulasi lain yang memadai, praktis, dan aplikatif. Regulasi
teknis dimaksud dapat berupa pedoman, panduan, petunjuk teknis,
standard operating prosedure (SOP), atau lainnya, baik yang dikeluarkan
oleh Menteri, Direktur Jenderal, maupun oleh Kepala UPT.

2. Prasyarat minimum
Prasyarat minimum pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019 adalah:
a. Perencanaan yang skematis, sinergis, partisipatif, dan aplikatif.
b. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebutuhan sumber daya (dana, SDM,
peralatan, regulasi) yang telah ditetapkan dalam rencana.
c. Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan.
d. Pemantapan komunikasi dan sosialisasi kegiatan pembinaan/pemberdayaan
masyarakat desa binaan di daerah penyangga.
e. Pembangunan kesepahaman serta dukungan dan sinergitas pemberdayaan
masyarakat daerah penyangga kawasan konservasi dengan program
serupa dari para pihak.

27
B A B IV
PENUTUP

Roadmap ini merupakan acuan bagi para pelaksana dan para pihak dalam mewujudkan
tercapainya IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019, yaitu terbinanya 77 desa di daerah
penyangga kawasan konservasi selama 5 tahun.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembinaan desa binaan di


daerah penyangga, baik teknis non-teknis, internal eksternal, maupun faktor
pendorong dan penghambat. Oleh karenanya, dalam implementasi roadmap ini masih
sangat mungkin dijumpai kesulitan atau hambatan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, selain melakukan sosialisasi dan koordinasi secara
proaktif, Kepala UPT KSDAE agar menindaklanjuti dan menjabarkan roadmap ini
kedalam petunjuk praktis, standard operating prosedure (SOP), atau petunjuk lainnya,
yang memuat penjabaran lebih jelas bagi para pelaksana lapangan.

28
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Nama Desa Binaan di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Tahun 2015-2019

Nama Kawasan Kecamatan, Kabupaten,


No. UPT KSDAE Nama Desa Binaan Keterangan
Konservasi Provinsi

1 2 3 4 5 6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

76.
77.

29
Lampiran 2. Daftar Nama Pendamping (Fasilitator UPT Direktorat Jenderal KSDAE) Desa Binaan di Daerah Penyangga Kawasan
Konservasi Tahun 2015-2019

Pendamping/Fasilitator Kecamatan,
No. UPT KSDAE Nama Desa Binaan Kabupaten, Provinsi
Nama, NIP Jabatan
1 2 3 4 5 6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

75.
76.
77.

30
Lampiran 3. Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Korelasi Dukungannya terhadap
Pencapaian IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019

Indikator Keberhasilan IKK Program KSDAE Tahun 2015-2019


Indikator 1: Indikator 2: Indikator 3: Indikator 4:
Kegiatan Pembinaan Desa Binaan Meningkatnya jumlah Meningkatnya Menurunnya ∑ Meningkatnya kegiatan
anggota/ kelompok pendapatan kelompok masyarakat yang ekonomi produktif dgn
masyarakat peduli yang dibina (melalui melakukan pelanggaran usaha mencirikan desa
terhadap kawasan konservasi (∑ orang
terhadap konservasi pengembangan usaha konservasi berke-sempatan usaha/
kawasan ekonomi) (∑ orang) jumlah usaha)
1 2 3 4 5
1. Pengumpulan data dan informasi potensi desa V V V V
2. Pengusulan Desa Binaan dan Pendampingnya VV V V V
3. Penyusunan dan Penetapan NSPK VV VV VV VV
4. Pembuatan (dan Pengelolaan) Database
Pembinaan Desa Binaan V V V V

5. Penyusunan Rencana Pembinaan Desa Binaan VV VV VV VV


6. Pembinaan Desa Binaan VVV VVV VVV VVV
7. Peningkatan Kapasitas Fasilitator/ Pendamping VVV VVV VVV VVV
Desa Binaan
8. Koordinasi dan Sosialisasi VV VV VV VV
9. Bimbingan Teknis dan Supervisi VV VV VV VV
10. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan V V V V

Keterangan:
V CUKUP PENTING DIPERLUKAN mendukung indikator TIDAK LANGSUNG

VV PENTING DIBUTUHKAN mendukung indikator TIDAK LANGSUNG

VVV SANGAT PENTING MUTLAK DIBUTUHKAN mendukung indikator LANGSUNG


31
Lampiran 4. Tahapan Pelaksanaan Pencapaian IKK Program KSDAE Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah Penyangga
Kawasan Konservasi Periode Tahun 2015-2019

Penanggungjawab Jadwal Pelaksanaan dan Verifier Keluaran


No. Jenis/Tahap Kegiatan Target Sasaran dan Pelaksana 2015 2016 2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pengumpulan data dan Teridentifikasi potensi 154 cqln desa UPT Ditjen KSDAE 77 Profil
informasi potensi desa binaan Desa
Pengusulan Desa Binaan dan Usulan dan penetapan 77 desa yang akan Usulan oleh Kepala UPT
2.
Pendampingnya
dibina tahun 2015-2019 dan
Penetapan oleh Dirjen SK Dirjen
pendamping setiap desa binaan
NSPK tentang pemberdayaan, Penanggung Jawab Pusat;
3. Penyusunan dan Penetapan penetapan daerah penyangga, pola masukan dari para pihak Peratur-
NSPK pembinaan, indikator keberhasilan, SOP,
terkait an Dirjen
dll
Pembuatan dan/atau Pengelolaan database
4. Kersediaan dan terdokumentasinya data Pusat (seluruh desa) dan Aplikasi
Pengelolaan Database dan informasi 77 desa binaan UPT (masing-masing desa)
Pembinaan Desa Binaan
database (entry, updating, pemeliharaan sistem)
Penanggung Jawab UPT; 77 Rencana
5. Penyusunan Rencana 77 Rencana Pemberdayaan Masyara-kat penyusunan oleh Tim Pembinaan (RPL) dan 231 RKT tahun 3, 4, 5
Pembinaan Desa Binaan (RPL 5 Tahun) Desa Binaan Penyusun (SK Ka UPT) 154 RKT thn 1, 2
Penanggung Jawab UPT;
6. Pembinaan Desa Binaan
Terselenggaranya keiatan Pembinaan
Dibantu Penjab Lapangan, Laporan dan dokumen pelaksanaan setiap
Desa Binaan di 77 UPT jenis kegiatan pembinaan 77 desa binaan
Pendamping, Kelompok
Peningkatan Kapasitas Peningkatan wawasan dan kemampuan Pusat cq. Direktorat Laporan, prosiding, dan
7.
Pendamping Desa Binaan pendamping 77 desa binaan Konservasi Kawasan dokumen peningkatan kapasitas
pendamping dari 77 UPT
Penyamaan pemahaman dan kerjasama Laporan dan dokumen pelaksanaan
8. Koordinasi dan Sosialisasi dengan para pihak (pemda, sektor, dll) Pusat dan UPT
di 77 UPT koordinasi dan sosialisasi 77 desa binaan

Bimbingan Teknis dan Peningkatan kemampuan UPT dan Laporan dan dokumen pelaksanaan
9.
Supervisi
fasilitator/pendamping dalam Pusat dan UPT Bimbingan Teknis dan Supervisi 77 UPT
pelaksanaan pembinaan 77 desa binaan

10. Monitoring, Evaluasi, dan Diketahui progres secara berkala dan Pusat dan UPT Laporan, dokumen, dan rekomendasi
Pelaporan tingkat kinerja kegiatan di 77 desa monev serta bahan kebijakan lebih lanjut

32
Lampiran 5. Estimasi Pembiayaan Setiap Jenis/Tahap Kegiatan dalam Pencapaian
IKK Program KSDAE Kegiatan Pembinaan Desa Binaan di Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi Periode Tahun 2015-2019

Penanggu Biaya Indikatif Per Tahun ( x Rp. 1.000)


No. Jenis/Tahap Kegiatan ng Jawab/
Pelaksana 2015 2016 2017 2018 2019

Pengumpulan data
1. dan informasi potensi UPT 160.000 - - - -
desa
Penetapan Desa
2. Binaan dan UPT 200.000 - - - -
Pendampingnya
Pusat 200.000 - - - -

Penyusunan dan
3. Pusat 100.000 ? ? ? ?
Penetapan NSPK
(Pembuatan dan)
4. Pengelolaan Database Pusat 50.000 ? ? ? ?
Desa Binaan di DPKK
UPT ? ? ? ? ?

Penyusunan Rencana
Pemberdayaan
5. UPT 3.850.000 3.850.000
Masya-rakat Desa
Binaan
Pembinaan Desa
6. UPT - 7.700.000 7.700.000 7.700.000 7.700.000
Binaan di DPKK
Peningkatan
Kapasitas Fasilitator/
7. Pendamping Desa Pusat - 300.000 300.000 300.000 -
Binaan tahun 2015-
2019
Koordinasi dan Pusat (dan
8. - 4.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000
Sosialisasi UPT)
UPT -

Bimbingan Teknis dan Pusat (dan


9. - 300.000 300.000 300.000 300.000
Supervisi UPT)
Monitoring, Evaluasi,
10. Pusat - 1.540.000 1.540.000 1.540.000 1.540.000
dan Pelaporan
UPT -

33
Jakarta, 2015

Anda mungkin juga menyukai