Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EKOPZI

FORTIFIKASI GARAM TINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA


MANUSIA INDONESIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

NAMA : 1.Chintya Yoseba Violanita

2. Delvina Julia Laura

3. Fhateha Fitaloka

4. Marcella Juliantri

5. Syahririn Tuma Esa

KELAS : IIIA/DIII.GIZI

DOSEN PEMBIMBING :

Mardiana, SE,M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI

TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya saya
bisa menyelesaikan makalah tentang “Fortifikasi Garam Tingkatkan Kualitas
Sumber Daya Manusia Indonesia”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Ekopzi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palembang, 16 Desember 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 4

1.3 Tujuan ........................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 5

2.1 Upaya Fortifikasi Garam ............................................................... 5

2.2 Kendala Pengawasan Fortifikasi Garam ....................................... 6

2.3 Masalah Akibat Kekurangan Iodium ............................................. 7

2.4 Fortifikasi Pangan .......................................................................... 9

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan .................................................................................... 11

3.2 Saran .............................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kekurangan zat gizi mikro merupakan fenomena yang sangat jelas
menunjukkan rendahnya asupan zat gizi dari menu sehari-hari. Indonesia sampai
sekarang masih menghadapi masalah gizi mikro. Masalah gizi mikro utama di Indonesia
diantaranya adalah Gangguan akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY merupakan
salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai
penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain gondok,kretenisme, reterdasi mental
dll.
Beberapa negara menetapkan target untuk menghilangkan kekurangan zat gizi
mikro pada tahun 2000. Tujuan dasar dari semua program-program zat gizi mikro
nasional adalah untuk manjamin bahwa zat gizi mikro yang dibutuhkan tersedia dan
dikonsunsi dalam jumlah yang cukup, oleh penduduk (terutama penduduk yang rentan
terhadap kekurangan zat gizi mikro tersebut). Strategi-strategi yang digunakan harus
tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem dan teknologi yang
tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian ASI, modifikasi
makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan pangan dan meningkatkan konsumsi
pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi.
Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizi mikro
adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status
mikronutrien pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari
zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari
fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi, dengan demikian menghindari
terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio
ekonomis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja upaya fortifikasi garam pada isu pangan dan gizi ?
2. Apa saja kendala pengawasan fortifikasi garam pada isu pangan dan gizi ?
3. Apa saja masalah akibat kekurangan iodium pada isu pangan dan gizi ?
4. Bagaimana fortifikasi pangan garam beryodium pada isu pangan dan gizi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui upaya fortifikasi garam pada isu pangan dan gizi
2. Mengetahui kendala pengawasan garam pada isu pangan dan gizi
3. Mengetahui masalah akibat kekurangan iodium pada isu pangan dan gizi
4. Mengetahui fortifikasi pangan garam beryodium pada isu pangan dan gizi

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Upaya Fortifikasi Garam


Surabaya, Mengawali tahun 2019 pemerintah fokus pada peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM). Peningkatan kualitas SDM juga sesuai dalam tujuan
pembangunan millennium (millennium development goals) melalui perbaikan kualitas
nutrisi agar tumbuh kembang terjaga sejak dalam kandungan. Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman melalui Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa
mendorong peningkatan kualitas SDM, salah satunya melalui fortifikasi yodium pada
garam konsumsi yang beredar di Indonesia. Hal ini ditegaskan kembali oleh Deputi
Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman Agung Kuswandono dalam FGD Fortifikasi Garam Pangan: Harmonisasi
Tujuan Peningkatan Kualitas Kesehatan Masyarakat dan debottlenecking Upaya
Peningkatan Nilai Tambah Produk Pergaraman, Surabaya (04 April 2019).
Fortifikasi yodium pada garam konsumsi bertujuan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia. Yodium merupakan unsur mineral yang menjadi
nutrisi penting bagi tubuh. Yodium menjaga fungsi tiroid tetap stabil. Hormon tiroid
yang baik berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak dan sistem saraf. Selama masa
pertumbuhan sejak dari dalam kandungan. Hormon tiroid membantu perkembangan
janin, agar fungsi otak dan sistem saraf berkembang normal. Defisiensi (kekurangan)
yodium pada ibu hamil, bila sudah parah dapat berdampak pada retardasi kesehatan dan
pertumbuhan yang terhambat. Begitu pentingnya yodium bagi kesehatan dan tumbuh
kembang anak, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong upaya pencegahan
defisiensi yodium melalui fortifikasi yodium pada bahan pangan. Karena fortifikasi
yodium pada garam konsumsi dapat mencegah masalah stunting (kondisi gagal tumbuh
kembang pada balita) di Indonesia. “Tujuan utamanya sebetulnya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat tapi kalau kita angkat ini kan salah enggak jelas kesejahteraan
seperti apa ini kita arahkan kepada masalah yang sangat krusial yaitu fortifikasi garam
itu pemberian zat yodium agar terhindar masalah stunting” pungkas Deputi Agung.
Fenomena stunting di Indonesia sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Pada tahun 2013 37% anak Indonesia dibawah usia 5 tahun atau lebih kurang 9 juta
anak mengalami stunting. Pemerintah Indonesia telah melakukan akselerasi demi
mencegah stunting, bahkan pencegahan stunting telah menjadi komitmen nasional. Pada
tahun 2018, telah terjadi penurunan stunting yakni 30.8% Deputi Agung dalam
paparannya menegaskan kembali, signifikansi fortifikasi yodium pada garam konsumsi
serta masalah-masalah yang menjadi kendala fortifikasi yodium khususnya pada
produsen garam pangan skala kecil. “Saat ini hanya ada satu provider kalium iodat
(yodium) di Indonesia, yaitu PT.Kimia Farma.
Deputi Agung juga menekankan poin-poin penting dalam FGD ini yakni
fortifikasi yodium untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia, mencegah dan

5
mengeliminasi stunting, mencari solusi demi mengatasi kendala dalam fortifikasi
yodium dan meningkatkan nilai tambah produk pergaraman. Solusi-solusi terbaik yang
dapat dimplementasikan dalam tata kelola garam.
“Ada dua hal penting, yakni meningkatkan kualitas SDM melalui
eliminasi stunting, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.” Deputi Agung juga
mengajak semua pihak untuk menjadi solusi. “Ini masalah kita semua, mari bekerja
sama, mari kita satukan semua kegiatan yang ada, sehingga semuanya tahu dan
mengerti. Yang paling penting tujuan utama kita adalah kesejahteraan masyarakat dan
mengatasistunting. Untuk masa depan Indonesia, masa depan kita semua”, tambah
Deputi Agung.
Kegiatan ini akan dilanjutkan dengan peninjauan lapangan fortifikasi garam ke
Watudakon pada tanggal 05 April 2019. Kegiatan FGD ini diikuti oleh Kementerian
Kesehatan, BPOM, BPPT, BSN, Kementerian Perindustrian, pemerintah daerah,
PT.Kimia Farma, PT Garam, pelaku usaha garam, asosiasi pergaraman, dan media
massa.

2.2 Kendala Pengawasan Fortifikasi Garam


Meski fortifikasi atau penambahan gizi pada makanan untuk memperbaiki
kandungan gizi warga sudah lama dijalankan di Indonesia, namun masih ada
kebingungan soal siapa yang akan mengawasi pelaksanaan fortifikasi di Indonesia.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pun melalui Deputi Bidang Koordinasi
Sumber Daya Alam dan Jasa pun mengadakan Focus Group Discussion untuk
membahas masalah ini.
Fortifikasi pada makanan, saat ini sudah diwajibkan untuk untuk beberapa
produk makanan seperti penambahan yodium dalam garam dan vitamin A dalam
minyak goreng. Yodium sendiri bermanfaat untuk menjaga fungsi tiroid tetap stabil.
Hormon tiroid ini yang berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak dan sistem syaraf.
Hormon tiroid juga dipercaya membantu perkembangan janin, agar fungsi otak dan
sistem syaraf berkembang normal.
"Tujuan fortifikasi yodium pada garam tentunya untuk peningkatan kualitas
kesehatan masyarakat. Mengantisipasistunting sejak anak dalam kandungan yang dapat
terjadi karena kekurangan yodium," ujar Agung Kuswandono Deputi Bidang
Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Kemaritiman di
sela-sela Focus Group Discussion di Hotel Hotel Fairfield Marriott, Kamis 4 April
2019.
Kata Agung, meski sudah ada landasan hukum soal produsen garam yang wajib
fortifiksi yodium, namun dalam pelaksanaanya siapa yang bakal mengawasi program
ini, menurut dia masih belum jelas.Kata Agung, selama ini memang sudah banyak
garam beryodium yang muncul di pasaran. Namun berapa jumlah yodium yang
ditambahkan dalam garam dan siapa yang mengawasi masih menjadi pertanyaan.
Agung mencontohkan garam yang diproduksi oleh Usaha Kecil dan Menengah
(UMKM) yang juga memproduksi garam. Pertanyaannya apakah mereka juga sudah

6
melakukan fortifikasi yodium dalam produk garamnya? Kata dia, UKM yang
memproduksi garam juga harus mendapat perhatian dari pemerintah derah setempat.
Pasalnya, ada banyak sekali harus diawasi, mulai dari proses pemberian yodium sampai
proses pemasarannya.
“Saat ini hanya ada satu provider kalium iodat (yodium) di Indonesia, yaitu
PT.Kimia Farma. Sekarang bagaimana cara memastikan distribusi kalium iodat untuk
produsen garam seluruh Indonesia? Siapa yang menangani monitoring dan evaluasi
fortifikasi yodium, khususnya untuk garam rakyat produksi UMKM, bagaimana
pengawasan standarisasi kadar yodiumnya?” tanya dia.
Seolah menjawab kebingungan dari Kementerian Koordinator Kemaritiman,
Direktur Pengawas Pangan Risiko Rendah dan Sedang Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), Ema Setyawati menyebut jika sudah ada acuan untuk memberikan
kadar yodium dalam garam. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
165/MEN.KES/SK/II/1986 sudah menentukan standar yodium yang harus ada dalam
garam. "Yaitu sebesar 40-50 bagian per sejuta kalium yodat (40-50 mg/kg KIO3) pada
tingkat produksi. Sedangkan untuk tingkat distribusi sebesar 30-50 bagian per sejuta
kalium yodat (30-t0 mg/kg KIO3)," kata Ema.
Ema Setyawati juga menjawab kebingungan Agung soal siapa yang akan
mengawasi fortifikasi yodium dalam garam. Ema mengatakan jika BPOM yang akan
melakukan pengawasan fortifikasi yodium dalam garam tersebut. "Seperti yang
ditanyakan Pak Deputi tadi siapa yang melakukan pengawasan, BPOM yang akan
melakukan pengawasan fortifikasi garam beryodium," tambah Ema.
Menurut catatan BPOM, tahun 2013 masih ditemukan kekurangan yodium pada
ibu hamil di wilayah Indonesia Timur. Selain itu, BPOM juga menemukan kualitas
garam di daerah-daerah terpencil semakin menurun. (pit)

2.3 Masalah Akibat Kekurangan Iodium


Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini
tetap aktual terutama di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia.
Kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan,
sehingga sering ditemukan ketidakmampuan masyarakat dalam hal pengelolaan
makanan yang baik sesuai dengan standar gizi kesehatan. Salah satu upaya yang
mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Status gizi yang baik tersebut berkaitan dengan pemenuhan zat gizi yang
dikonsumsi masyarakat khususnya zat gizi mikro. Kekurangan akan tiga jenis zat gizi
mikro (micronutrient) yaitu iodium, besi, dan vitamin A secara luas menimpa lebih dari
sepertiga penduduk dunia. Konsekuensi serius dari kekurangan tersebut terhadap
individu dan keluarga termasuk ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan
produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian.

7
Yodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun
jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau
sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya yodium sering disebut sebagai mineral mikro
atautrace element. Manusia tidak dapat membuat unsur yodium dalam tubuhnya seperti
membuat protein atau gula. Manusia harus mendapatkan yodium dari luar tubuhnya
(secara alamiah), yakni melalui serapan dari yodium yang terkandung dalam makanan
dan minuman.
Kebutuhan tubuh akan yodium rata-rata mencapai 1-2 mikrogram per kilogram
berat badan per hari. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi menganjurkan
konsumsiyodium per hari berdasarkan kelompok umur. Sesungguhnya kebutuhan
terhadapyodium sangat kecil, pada orang dewasa hanya 150 mikrogram (1 mikrogram =
seperseribu miligram).
Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang dianjurkan saat ini adalah:
1. 50 mikrogram untuk bayi (12 bulan pertama)
2. 90 mikrogram untuk anak (usia 2-6 tahun)
3. 120 mikrogram untuk anak usia sekolah (usia 7-12 tahun)
4. 150 mikrogram untuk dewasa (diatas usia 12 tahun)
5. 200 mikrogram untuk ibu hamil dan menyusui.

Yodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen
dari hormon tirokin. Yodium dikonsentrasikan di dalam kelenjar gondok (glandula
thyroide) untuk dipergunakan dalam sintesa hormon tiroksin. Hormon ini ditimbun
dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein (globulin), dan disebut
trioglobulin, bila diperlukan triglobulin dipecah dan terlepas, hormon tiroksin yang
dikeluarkan dari folikel kelenjar masuk ke dalam aliran darah (Sediaoetama, 2006).
Apabila jumlah yodium yang tersedia tidak mencukupi, produksi tiroksin menurun,
akibatnya sekresi triglobulin oleh sel tiroid meningkat yang menyebabkan kelenjar
membesar dan terjadi hiperplasia yang mengakibatkan gondok (Cahyadi, 2004).
Defisiensi yodium memberikan berbagai gambaran klinik, yang kesemuanya
disebutIodium Deficiency Deseases (IDD), atau Gangguan Akibat Kurang Yodium
(GAKY). GAKY dapat terjadi pada manusia baik pria maupun wanita. Kelompok pria
yang tergolong rentan GAKY adalah sampai dengan usia 20 tahun, sedangkan
kelompok wanita sampai dengan usia 49 tahun. Timbulnya gangguan dapat terjadi pada
manusia sejak masih janin dalam kandungan. Pada janin, kekurangan yodium dapat
mengakibatkan abortus spontan (keguguran), lahir mati, kelainan/kematian perinatal,
kematian bayi meningkat, bayi lahir kretin dan kelambatan perkembangan gerak.
Pada anak remaja dapat mengakibatkan gondok, hipotiroid, gangguan fungsi
mental dan intelejensi, gangguan perkembangan fisik dan kretin. Pada dewasa dapat
mengakibatkan gondok dengan segala komplikasinya, hipotiroid dan gangguan fungsi
mental dan intelejensi. Dampak yang ditimbulkan sudah tentu sangat besar dan luas.
Apalagi kelompok yang beresiko paling tinggi adalah wanita.Kekurangan yodium
terutama bagi ibu hamil akan menagkibatkan bayi atau janin yang dikandung

8
akan mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan
perkembangan fetus dan pasca lahir,kematian perinatal (abortus) meningkat, kemudian
setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan
pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil
akan mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid (gondok). Ibu hamil yang ada di
daerah endemik GAKY akan melahirkan generasi penerus dengan tingkat intelejensi
rendah atau melahirkan sumber daya manusia yang rendah.
Kekurangan intake yodium disebabkan karena faktor lingkungan air dan tanah
dengan kandungan yodium yang rendah akibat yodium terkikis dari tanah, sehingga
seluruh hewan dan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber bahan makanan bagi
manusia akan kekurangan yodium (Dirjen, 1999). Bahan makanan sumber yodium
antara lain seafood, rumput laut, dan garam yang telah difortifikasi dengan yodium.

2.4 Fortifikasi Pangan


Tujuan dasar dari program zat gizi mikro nasional adalah untuk menjamin bahwa
zat gizi mikro yang dibutuhkan tersedia dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh
penduduk (terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizi mikro
tersebut). Strategi – strategi yang digunakan harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan
harus menggunakan sistem yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup
promosi pemberian asi, modifikasi makanan (meningkatkan ketersediaan dan konsumsi
pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi. Fortifikasi pangan (pangan yang lazim
dikonsumsi) dengan zat gizi.
Diantara strategi - strategi penghapusan GAKY untuk jangka panjang adalah
fortifikasi yodium. Fortifikasi yodium adalah penambahan yodium dalam jumlah
tertentu pada suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat
berfungsi sebagai sumber penyedia yodium, terutama bagi masyarakat yang mengalami
kekurangan yodium. Sampai tahun 60an, beberapa cara suplementasi yodium kedalam
berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti, susu, gula dan air telah dicoba.
Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak negara di
dunia, sebab garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan
dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat disegala tingkat ekonomi.
Disamping itu, kadar dan cara konsumsi garam bisa dikatakan hampir seragam,
prosesnya sederhana dan tidak mahal.
Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat
(KIO3). Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan
(kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa garam.
Negara-negara dengan program iodisasi garam, efektif memperlihatkan pengurangan
yang berkesinambungan akan pravelensi GAKY (Siagian, 2003). Penggunaan garam
sebagai pangan tunggangan pada fortifikasi yodium telah dilakukan secara nasional dan
terbukti berhasil menanggulangi defisiensi yodium.
Garam beriodium pertama kali digunakan di Switzerland tahun 1920. Penggunaan
garam beriodium di Indonesia dilakukan tahun 1927 di daerah Tengger dan Dieng.

9
Wilayah Tengger dan Dieng merupakan daerah pegunungan yang endemis
GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium), dibandingkan model penanggulangan
GAKY yang lain, penggunaan garam beriodium yang paling murah biayanya. Hal ini
disebabkan garam merupakan kebutuhan sehari-hari, tidak ada pengolahan makanan
yang tidak menggunakan garam.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fortifikasi yodium adalah penambahan yodium dalam jumlah tertentu pada
suatu produk pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat berfungsi sebagai
sumber penyediayodium, terutama bagi masyarakat yang mengalami
kekurangan yodium. Garam beriodium adalah suatu inovasi yang ditawarkan kepada
konsumen atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan yodium sebagai upaya
jangka panjang.
Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat
(KIO3). Iodat lebih stabil dalam garam murni pada penyerapan dan kondisi lingkungan
(kelembapan) yang buruk, tidak menyebabkan perubahan warna dan rasa
garam. Iodisasi garam menjadi metode paling umum yang dapat diterima oleh banyak
negara di dunia, sebab garam merupakan bahan pangan yang murah, mudah didapat dan
dikonsumsi setiap hari oleh seluruh lapisan masyarakat disegala tingkat ekonomi.

3.2 Saran
Untuk melakukan fortifikasi yodium disarankan tidak menyebabkan perubahan
warna dan rasa serta penggunaan garam beriodium yang paling murah biayanya bagi
masyarakat yang mengalami kekurangan yodium.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2010. Penyakit akibat kekurangan iodium. (on-


line)http://www.smallcrab.com/kesehatan/458-penyakit-akibat-kekurangan-yodium.
Anonym. 2011. Gangguan akibat kekurangan yodium. (on-
line)http://www.scribd.com/doc/25831579/Gangguan-Akibat-Kekurangan-Yodium.

Cahyadi, W. 2004. Peranan Iodium dalam Tubuh. (On line).www.pikiranrakyat.com.


Diakses 1 Mei 2012

DepKes RI. 2004. Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program Penanggulangan


GAKI. Jakarta: Hal 5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia.Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Hal: 694.

Siagan, A. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah Kekurangan


Zat Gizi Mikro. On line.http://reporsitory.usu.ac.id.

https://maritim.go.id/fortifikasi-garam-tingkatkan-kualitas-sumber-daya-manusia-
indonesia/

https://www.google.com/amp/s/www.ngopibareng.id/timeline/fortifikasi-garam-
beryodium-masih-terkendala-pengawasan-2016154/amp

12

Anda mungkin juga menyukai