Anda di halaman 1dari 9

PERBANDINGAN POLITIK

Gerakan Masyarakat Adat (Indigenous People) yang Menjadi Kekuatan


Politik; Studi Perbandingan Bolivia dan Ekuador
DOSEN: Dr. TB. Massa Djafar, M.Si

DISUSUN OLEH:
DWI MUNTHAHA (18011865034)
NANA NURWAESARI (18011865032)

SEKOLAH PASCASARJANA ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

2019
 LATAR BELAKANG

Makalah ini akan membahas tentang bagaimana Gerakan masyarakat adat atau indigenous
people di Bolivia dan Ekuador telah berhasil menjadi kekuatan-kekuatan politik yang nyata.
Kedua negara di Amerika Latin ini memiliki gerakan sosial berbasis penduduk asli-nya
(indigenous people) masing-masing. Gerakan sosial di Bolivia bernama Cocaleros (Petani Koka)
yang bertransformasi menjadi Movimiento al Socialismo (MAS atau Gerakan menuju
Sosialisme), dan Gerakan sosial di Ekuador dikenal dengan Confederación de Nacionalidades
Indígenas del Ecuador (CONAEI atau Konfederasi Nasional Masyarakat Adat Ekuador) yang
bertransformasi menjadi Movimiento de Unidad Plurinacional Pachakutik (MUPP atau Gerakan
Persatuan Plurinasional Pachakutik).

 POKOK PERMASALAHAN

Sejak sebelum tahun 1980-1990an, identitas dan hak masyarakat adat di Bolivia dan Ekuador
tidak pernah menjadi bagian dari isu-isu publik yang penting dalam perpolitikan Amerika Latin.
Hal ini membuat para analis politik maupun pengambil kebijakan melihat bahwa para penduduk
asli Amerika Latin khususnya di Bolivia dan Ekuador, dipandang sebagai masyarakat yang
terbelakang, miskin, malas, konservatif, yang mana lambat-laun mereka akan lenyap atau
terserap dengan sendirinya dalam proses modernisasi.

Tidak hanya itu, penduduk asli ini diidentifikasi dan diorganisir sebagai petani, baik petani besar
maupun kecil (campesinos). Ironisnya, ketika mereka diidentifikasi secara nominal sebagai
penduduk Indian atau masyarakat adat, tuntutan-tuntutan mereka dan perlakuan kekuasaan
terhadap mereka hanya merefleksikan posisi sosial-ekonomi yang diterminologikan sebagai
kelas semata, bukan dalam pengertian politik identitas.1

Dalam kasus CONAINE (Konfederasi Nasional Penduduk Asli Ekuador) di Ekuador dan
Cocaleros (Petani Koka) di Bolivia, basis perjuangan yang mereka bangun di tingkat lokal
merupakan batu loncatan menuju ke arah kekuasaan nasional dan sekaligus menantang otoritas
kekuasaan negara. Perjuangan mereka di tingkat lokal ini sebagai reaksi terhadap kekerasan dan

1
Subono, Nur Iman. Dari Adat ke Politik; Transformasi Gerakan Sosial di Amerika Latin. Marjin Kiri: Tangerang
Selatan. 2017. Hal. 4-5.
pelanggaran hak asasi manusia, menjadi basis untuk mobilisasi nasional dan kampanye
solidaritas internasional.2 Lantas, “apa isu-isu yang diperjuangkan oleh Gerakan sosial
berbasis penduduk asli di Bolivia dan Ekuador?” Kedua Gerakan sosial berbasis penduduk asli
(indigenous people) di Bolivia dan Ekuador ini melakukan perjuangan politiknya dengan
memperjuangkan beberapa hal penting, yaitu sebagai berikut:

POKOK PERMASALAHAN

INDEPENDENSI  Mereka menuntut hak penentuan nasib sendiri secara


budaya (cultural self-determination);
 Hak untuk hidup menurut adat istiadat sendiri (usos y
costumbres);
 Memiliki pemerintahan sendiri (self-government) yang
sesuai dengan praktik dan kebiasaan lokal;

DISKRIMINASI  Menuntut pengakuan sebagai unit-unit kolektif, dan


memperjuangkan agar istilah pueblos (rakyat kecil) masuk
ke dalam konstitusi;
 Tuntutan berdasarkan hak-hak kolektif meliputi:
Pendidikan dwibahasa, hak atas otonomi regional dan
lokal, dan juga tanah komunal sebagai basis reproduksi
kultural kelompok.3

2
Ibid. Hal.15.
3
Ibid. Hal. 7-8.
 TEORI

Pertanyaan yang paling penting untuk di jawab pada bagian teori ini adalah “Apa teori yang
layak digunakan untuk menganalisis beberapa pokok permasalahan dari Gerakan
masyarakat adat (indigenous people) yang telah menjadi kekuatan-kekuatan politik di Bolivia
dan Ekuador?”

Munculnya partai politik dari gerakan masyarakat adat di Bolivia dan Ekuador, pada dasarnya
secara alamiah terbentuk menyerupai sejarah awal lahirnya partai-partai politik. Pasca-
kolonialisme Spanyol, terbentuk parlemen diikuti dengan munculnya partai-partai politik di sana.
Charles Montesquieu (1689-1755) penggagas hadirnya badan legislatif dalam semangat trias
politica yang kemudian menjadi landasan keberadaan parlemen bahkan tidak pernah
menyinggung keberadaan partai politik dalam pemikiran pemikirannya. Menurut Maurice
Duverger hingga tahun 1850, kecuali di Amerika Serikat tidak dikenal adanya partai Politik
Modern.4

Ada tiga teori yang coba menjelaskan asal usul partai politik.5 Pertama, teori kelembagaan.
Partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif karena ada kebutuhan para anggota parlemen
untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat.
Kedua, teori situasi historik. Krisis situasi historik terjadi makala suatu sistem politik
mengalamai masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur
sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks. Pada situasi ini terjadi
berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk, perbaikan fasilitas kesehatan, perluasan
pendidikan, mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan industri, partisipasi media,
urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru dan
munculnya gerakan-gerakan populis. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan tiga macam
krisis, yakni legitimasi, integrasi dan partisipasi. Untuk mengatasi tiga permasalahan inilah partai
politik dibentuk.
Ketiga, teori pembangunan. Modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi
komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan,
industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan
berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu
yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang
mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi partai politik
merupakan produk logis dari modernisasi sosial ekonomi.

4
Partai politik yang dapat dikatakan sebagai benar benar modern pun baru muncul di tahun 1950. Lihat dalam
Maurice Duverger Asal Mula Partai Politik dalam Ichlasul Amal, Teori Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta
Tiara Wacana Yogyakarta, 1988, hal 1
5
Surbakti, Ramlan., Memahami Ilmu Politik, Yogyakarta, Grasindo, 1992, hal. 113
Dalam konteks Bolivia dan Ekuador, teori terbentuknya partai politik mengacu pada teori kedua
Ketidakpuasan terhadap pemerintah yang didominasi oleh elit yang berasal dari ras American-
Hispanic, memicu perlawanan dari masyarakat adat yang dimarginalisasikan sejak kemerdekaan
di wilayah tersebut diperoleh.
Gabriel Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis sosial dan tujuannya. Menurut
basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi empat tipe yaitu : (a) Partai politik yang
beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah dan bawah.
(b) Partai politik yang beranggotakan dari kalangan kelompok tertentu, seperti petani, buruh dan
pengusaha. (c) Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu,
seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu. (d) Partai yang anggota-anggotanya berasal dari
kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu. 6
Penggolongan partai politik bertujuan untuk memperjelas arena perjuangan kepentingannya.
Menurut Karl Marx, partai politik cendrung manipulatif karena hanya bekerja untuk kepentingan
kaum borjuis. Pertentangan klas menjadi tersamar karena pengelompokan partai yang didalamya
terdapat pertentangan klas.
Penguasaan alat produksi berakibat lahirnya klas tertindas (proletar) yang lemah secara
kelembagaan untuk meperjuangkan kepentingannya. Kelompok inilah yang kemudian
diorganisir oleh para aktivis kemanusiaan hingga terbentuk kekuatan politik hingga berwujud
partai politik di luar parlemen.7
Partai politik yang dibentuk oleh aktivis politik semacam inilah yang disebut oleh Duverger
sebagai partai politik yang didirikan di luar parlemen Partai politik model ini mengusung
idealisme yang secara garis besar egaliter dengan corak populis dan berkomitmen untuk
memperjuangkan hak hak masyarakat secara menyeluruh. Partai partai yang dibentuk dari dan
oleh rakyat ini memiliki hubungan dan pergaulan yang intens dengan kebanyakan rakyat biasa
dan tidak berorientasi semata untuk mendapatkan kursi di dalam parlemen. Kebanyakan partai
buruh partai sosialis dan partai kalangan kiri left wing parties lainnya merupakan pelopor
terbentuknya partai dengan karakter ini8

ANALISIS

Kesamaan Historis dan Kultural

Trauma di negara-negara postkolonial, memposisikan masyarakat pribumi di Amerika Latin


sebagai golongan yang tertindas dan termarginalisasikan. Kendati mayoritas, akses untuk

6
Surbakti, Ramlan., Ibid, hal. 123-124
7
Roy C Macridis, Sejarah Fungsi dan Tipologi Partai Partai dalam Ichlasul Amal, op. cit, hal 20-21
8
Ichlasul Amal, ibid, hal 8-16
memperjuangkan kepentingan mereka terhambat karena regulasi membatasi mereka untuk
berorganisasi. Situasi ini terjadi di Bolivia dan Ekuador sejak awal kemerdekaannya.
Namun, lambat laun bentuk marginalisasi dan diskriminasi tersebut menimbulkan perlawanan.
Organisasi-oraganisasi non pemerintah termasuk di dalamnya kelembagaan gereja, mulai
mengorganisir gerekan-gerakan kaum termajinalkan tersebut.

Kondisi di Bolivia dan Ekuador yang relatif sama, menjadikan konstruksi gerakan perlawanan di
kedua wilayah tersebut memiliki beberapa kemiripan. Di kedua wilayah tersebut, populasi
masyarakat adatnya tinggi. Namun tingkat kemiskinan juga menyertai tingginya jumlah populasi
tersebut. Derita kemiskinan itu mewajah dalam bentuk pendapatan yang sangat rendah, buruknya
akses kesehatan, pendidikan, perumahan dan keadilan sosial lainnya.

Tabel Persamaan. Kondisi Objektif Masyarakat Adat (Indigenous People) Bolivia dan
Ekuador

Bolivia dan Ekuador


1. Secara sosial dan ekonomi, kedua negara merupakan negara-negara termiskin di Amerika
Latin. Mayoritas penduduknya berada di bawah garis kemiskinan yaitu, Ekuador 67% dan
Bolivia 63%. Bahkan ironisnya, penduduk asli mereka masuk ke dalam kategori “poorest of
the poor” dari penduduk yang ada.
Penduduk aslinya menderita karena pendapatan yang sangat rendah, buruknya akses
terhadap pendidikan, jaminan kesehatan, perumahan dan keadilan.

2. Kedua negara dikenal tidak stabil secara politik, didominasi oleh kaum elit, diwarnai oleh
kudeta militer. Bahkan, institusionalisasi politik mereka disebut sebagai “inchoate party
system” atau “non or weakly institutionalized party system”, yang mengakibatkan rendahnya
keterwakilan kepentingan dari sektor-sektor masyarakat yang terpinggirkan, khususnya
masyarakat adat.

3. Adanya persamaan tahun-tahun proses politik yang terjadi pada kedua negara, yaitu sebagai
berikut:
 Transisi demokrasi dan pemilu di Bolivia (1982) dan Ekuador (1979) sebagai tanda
kembalinya pemerintahan sipil.
 Terbentuknya partai politik berbasis etnis di Bolivia (1995) dan Ekuador (1996).
 Perluasan dan konsolidasi dalam memasuki politik elektoral, yakni memasuki
pemerintahan lokal; Bolivia (1995) dan Ekuador (1996).
 Kedua Gerakan menang dalam pemilihan anggota legislatif; Bolivia (1997) dan Ekuador
(1996).
 Kedua Gerakan memenangkan kursi presiden; Bolivia (2005) dan Ekuador (2002).
Perbedaan Model Gerakan

Persamaan dalam mengkonstruksi gerakan, ternyata berbeda dalam bentuk orientasi dan
implementasinya. Di Bolivia, tercipta soliditas gerakan dengan menggunnakan basis petani koka
yang asli Indian. Kelompok ini makin lama makin membesar dan berhasil mempengaruhi
gerakan buruh dan kelompok-kelompok kiri lainnya untuk bergabung bersama mereka.

Puncaknya, gerakan masyrakat adat di Bolivia berhasil menjadi kekuatan politik yang
menghantarkan Evo Morales, seorang asli pribumi Indian menjadi presiden.

Berbeda dengan di Ekuador, gerakan masyrakat adatnya terpecah-pecah dalam beberapa


golongan. Sekalipun kemudia muncul sebuah konsorsium gerakan, CONAIE (Confederacion de
Nacionalidades Indigenas del Equador), mereka tidak mampu mencapai kekuasaan politik
karena termanfaatkan oleh kekuatan politik lainnya.

Tabel Perbandingan. Faktor Perbedaan Gerakan Masyarakat Adat Bolivia dan Ekuador

No Bolivia Ekuador
1. Mayoritas populasinya adalah penduduk asli Jumlah populasinya tidak didominasi oleh
secara nasional, namun penyebarannya penduduk asli secara nasional, namun
terpencar-pencar berdasarkan etnis di berbagai penyebaran mereka terpusat di daerah
wilayah negara tersebut. dataran tinggi dan Amazon.

2. Salah satu negara Amerika Latin yang Ekuador tetap menjadi negara yang memiliki
mengalami revolusi sosial. Pada 1952, partai karakter otoriterisme dan personalisme,
kiri-tengah Movimiento Nacionalista meskipun keberadaannya sudah dalam
Revolucionario (MNR) berhasil menduduki pemerintah Republik.
bangku pemerintahan dan dalam waktu kurang
dari setahun berhasil menggencarkan sejumlah Apapun konstitusi yang berlaku, negara ini
perubahan struktural yang berdampak secara akan tetap didominasi oleh elit-elit sosial
mendalam pada realitas sosial, ekonomi dan ekonomi, dan dipimpin oleh kekuatan mapan
politik Bolivia. yang biasanya figur tunggal politik.

Walaupun pada 1964 pemerintahan MNR


digulingkan oleh kudeta militer, namun
revolusi sosial tersebut berhasil menghancurkan
tatanan lama yang feodal, tertutup dan
hierarkis.

3. Meskipun Bolivia memiliki kohesitas yang Ekuador adalah satu-satunya negara di


lebih rendah daripada Ekuador, namun Gerakan Amerika Latin yang memiliki konfederasi
Menuju Sosialisme (MAS) atau Movimiento al nasional penduduk asli dengan sebutan
Socialismo yang berbasis pada penduduk asli, CONAIE (Confederacion de Nacionalidades
mampu meraih sekitar 53,7% suara nasional Indigenas del Equador). Meskipun begitu,
dalam Pemilu 2005 di Bolivia. Hal ini membuat Gerakan masyarakat ini tidak pernah berhasil
pemilu di Bolivia cukup satu putaran saja. mencapai prestasi yang spektakuler dalam
politik nasional, terutama dalam meraih
suara yang signifikan dalam pemilu
(biasanya di bawah 5% di tingkat nasional).

PENUTUP

Dalam konteks Bolivia dan Ekuador, penguasaan ekonomi oleh kepentingan asing sudah terjadi
sejak lama. Praktek tersebutlah yang membuat ketimpangan sosial-ekonomi yang parah.
Mayoritas penduduk di sana adalah pribumi keturunan Indian yang bekerja sebagai petani. Hak-
hak mereka sebagai warga negara terabaikan dan tertindas hingga akhirnya munculnya gerakan
politik dari Movimiento of Socialismo (MAS) di mana Evo Morales merupakan tokohnya. Di
Ekuador, organisasi serupa juga tumbuh dengan berbagai variannya. Untuk konsolidasikan
organisasi-organisasi tersebut, kemudian terbentuk CONAIE (Confederacion de Nacionalidades
Indigenas del Equador). Sayangnya, masyarakat adat di Ekuador tidak mampu menyamaikan
gerakan yang terjadi di Bolivia.

Namun demikian, walau sampai pada puncak kekuasaan, gangguan terhadap kekuasaan tersebut
tidak berhenti. Kelompok sayap kanan yang didukung oleh kepentingan ekonomi global terus
berusaha merebut kekuasaan.

Di Bolivia, saat menjadi presiden, Evo Morales melakukan beberapa perubahan drastis. Di aspek
sosial-politik, Morales memberi kesempatan warga pribumi untuk berkembang dan menduduki
jabatan-jabatan politik dan fungsional strategis. Pada aspek ekonomi, Morales melakukan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan tambang asing. Hal inilah yang memancing ketegangan
hubungan internasional, terutama dengan AS. Ditambah faktor lain yakni kebijakan Morales
yang melegalkan produksi tanaman koka bahan dasar membuat kokain.

Berbagai kebijakan Morales tersebutlah yang membuat pemerintahannya selalu dalam tekanan,
walau terbukti mampu bertahan selama 3 periode. Selama masa kekuasaannya, Morales
melepaskan diri belenggu World Bank dan IMF. Simbol bisnis AS seperti gerai restoran cepat
saji Mc Donald yang tersebar di dunia, tidak ditemukan di Bolivia. Demikian juga Coca Cola,
minuman soda yang di Indonesia terdistribusi hingga ke pelosok-pelosok desa. Upaya
mewujudkan “sistem ekonomi sosial” yang dilakukan Morales, pada dasarnya mampu menjaga
stabilitas perekonomian di sana. Pada tahun 2018, di saat pertumbuhan rata-rata di Amerika
Selatan berada di angka 0,7 hingga 1, 5 %, Bolivia mampu berada di angka 4,5%. Dari data
Centre for Economic and Policy Research (CEPR), Morales juga mampu menurunkan angka
kemiskinan hingga 25% dan kemiskinan ektrem 45%.

Namun demikian, atas nama demokrasi liberal, perubahan konstitusi di Bolivia yang
memperpanjang masa periode kekuasaan presiden yang sebelumnya dibatasi hanya dua periode,
menjadikan Morales tergusur dari kekuasaannya. Hasil pilpres yang memenangkan dirinya,
dianggap tidak sah, hingga menimbulkan gelombang aksi yang memperoleh dukungan tentara
dan polisi.

Pencapaian Morales untuk membangun kesejahteraan di negaranya di mana warga pribumi


terlindungi haknya, akhirnya dikalahkan oleh koalisi kepentingan sayap kanan yang didukung
oleh kepentingan asing.

Terlepas dari peristiwa mutakhir di Bolivia, kesungguhan untuk memperjuangkan masyarakat


adat hingga masuk pada arena politik, setidaknya secara empirik mampu menunjukkan hasil
nyata. MAS sempat menjadi partai penguasa dari sebelumnya anggotanya merupakan mayoritas
masyrakat tradisional yang tertindas. Hanya dalam waktu 20 tahun, pengorganisasian gerakan
berhasil menembus kekuatan kelompok kanan yang didukung oleh kekuatan asing.

 DAFTAR PUSTAKA
 Subono, Nur Iman. Dari Adat ke Politik; Transformasi Gerakan Sosial di Amerika Latin.
Marjin Kiri: Tangerang Selatan. 2017.

Anda mungkin juga menyukai