Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur
dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi
obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-bahan lain tersebut
termasuk obat tradisional dansenyawa kimia lain. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai
macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi,
absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila
berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu,
obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi
berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemenelemen dalam darah, sel darah putih,
dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan. Penyakit ini ditandai dengan
munculnya warna kemerahan, bengkak, nyeri dan disertai panas. Anti inflamasi adalah usaha
tubuh menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan
mengatur perbaikan derajat.

Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling banyak diresepkan dan
juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat golongan ini merupakan suatu obat yang
heterogen secara kimia. Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya karena ada
AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS yang
berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Ternyata sebagian besar efek terapi dan
efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
1.2. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non steroid (AINS) ?

2. Apa kegunaan dari obat AINS ?

4. Apa contoh dari obat-obat AINS ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anti inflamasi non steroid (AINS).

2. Mengetahui kegunaan obat AINS.

3. Mengetahui mekanisme dari kerja obat AINS.

4. Bagaimana mekanisme kerja dari obat-obat AINS ?

5. Mengetahui macam-macam obat dari AINS.

BAB II
2.1. Pengertian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non
Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik
(pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang). Istilah "non steroid"
digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa.
AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Inflamasi adalah salah satu respon utama dari system
kekebalan tubuh terhadap infeksi atau iritasi.

OAINS dikelompokkan kedalam beberapa golongan kimiawi. Meskipun terdapat banyak perbedaan
dalam kinetik OAINS, semuanya memiliki kesamaan dalam beberapa sifat umum. Metabolisme OAINS
terutama dilanjutkan oleh famili CYP3A atau CYP2C dari enzim P450 dihati. Meskipun eksresi ginjal
merupakan jalur eliminasi terakhir yang paling penting, hampir semua OAINS mengalami eksresi dan
reabsorbsi bilier yang bervariasi. Kebanyakan OAINS sangat terikat pada protein (~98%) biasanya kepada
albumin. Semua OAINS dapat ditemukan dalam cairan sinovial setelah pemberian dosis berulang.

2.2 Kegunaan dari Obat AINS

AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan aktif yang secara farmakologi
tidak homogen dan terutama bekerja menghambat produksi prostaglandin serta digunakan untuk
perawatan nyeri akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan
inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.

2.3 Mekanisme Kerja

Mekanisme dan sifat dasar AINS, obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu kelompok
sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya
berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX).
Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan penjelasan mengapa kelompok yang
heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang berhubungan
dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang
memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi
enzimatik PG. Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan
dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin,yang
diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat cyclooxysigenase dengan
cara yang berbeda.2 AINS dikelompokkan berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan
ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas
hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible
cycloocygenase-2 (COX-2).COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam
mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya ,COX-2
merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan
meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan
berikatan pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi tidak
berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin. AINS
yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah
ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat
menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif
menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat
selektif menghambat COX-2.

2.4 Penggunaan NSAID

Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (enzim
pembentuk prostaglandin). NSAID hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan antipiretik akibat produksi
prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi, analgesik (untuk nyeri ringan hingga
sedang), dan antipiretik. Namun, NSAID tidak bisa digunakan untuk mengatasi nyeri karena angina
pectoris karena nyeri disebabkan karena hipoksia dan penumpukan laktat. Penggunaan NSAID sebagai
analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah hilang, pemberiannya harus dihentikan.

Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi inflamasinya. Asam urat yang
meningkat dan menurun masih dapat menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri. Asam urat
dapat menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki tampak tofi, bendol- bendol). Penggunaan NSAID
masih menimbulkan recruitment sel radang karena tidak menghambat LOX/ leukotrien (chemotoxin).
Namun efeknya ini perlu diturunkan untuk mencegah adanya kemotaksis dengan penggunaan
kortikosteroid.

NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan jaringan muskuloskeletal) dan hanya
mencegah simtom peningkatan prostaglandin pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok
pembentukan prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID efeknya bersifat sentral, sehingga
tidak menimbulkan adiksi.

Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang patologis (tidak digunakan untuk
demam karena peningkatan suhu setelah aktivitas yang berlebih). Demam patologis dirangsang oleh zat
pirogen endogen (IL-1) yang mengakibatkan pelepasan prostaglandin di preoptik hipotalamus.
Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas turun harus dihentikan).

2.5 Efek samping

Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki efek samping serupa, karena
didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua
mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi
kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.

2.6 Contoh-contoh Dari Obat AINS

1. Asam mefenamat dan Meklofenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif
dibandingkan dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada reumatoid dan
osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan antranilat. Asam mefenamat
terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus
diperhatikan.

Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan
gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-400 mg sehari. Karena efek
toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan
pemberian tidak melebihi 7 hari.

2. Diklofenak

Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung
lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisma lintas
pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di
cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.

Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua AINS,
pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak
dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.

3. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali dibanyak negara. Obat
ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi
ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam.
90% ibuprofen terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.

Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena dapat mengurangi
efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin ginjal. Efek samping
terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum
wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris
dan amerika karena tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama
dikenal.

4. Fenbufen

Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug. Jadi fenbufen bersifat inaktif dan
metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup
diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam
7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus
berhati-hati. Pada gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300
mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.

5. Indometasin

Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis
reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini
dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek
analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin menghambat enzim siklooksigenase, seperti
kolkisin.

Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein plasma dan
metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek samping
pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung dan
pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia
dapat terjadi akibat penghambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.

Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada gangguan
lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25
mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur.

6. Piroksikam dan Meloksikam

Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu
paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung,
terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46%
dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri
kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan
yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.

Meloksikam cenderung menghambat COXS-2 dari pada COXS-1. Efek samping meloksikam terhadap
saluran cerna kurang dari piroksikam.

7. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti
inflamasi yang sangat luas digunakan. Struktur kimia golongan salisilat.

Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai
secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk
memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300
mg/ml. Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung.
Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar
ke jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang
paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah gangguan
fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan.

8. Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat merupakan sejenis obat yang sering digunakan sebagai penghilang rasa
nyeri atau sakit minor, peradangan atau anti-inflamasi, dan antipiretik (pada demam). Selain digunakan
sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab (sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore,
neuralgia, gout, dan sebagainya), dan untuk kondisi demam, aspirin juga berguna dalam mengobati
penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan
darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul.

Aspirin menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2. Molekul aspirin
menempel pada enzim COX-2.Penempelan ini menghambat enzim melakukan reaksi kimia. Bila tidak
ada reaksi kimia yang dihasilkan, tidak ada pesan ditransmisikan ke otak untuk memproduksi
prostaglandin. Dengan tidak diproduksinya prostaglandin, rasa sakit kepala dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sama sekali.

Dosis aspirin bervariasi sesuai dengan intensitas rasa sakit yang dirasakan. Biasanya dosis normal adalah
324 mg setiap empat jam. Untuk sakit kepala berat, Anda dapat mengambil hingga 648 mg aspirin setiap
empat jam. Disarankan tidak mengonsumsi lebih dari 48 tablet dalam jangka waktu dua puluh empat
jam. Anak-anak di bawah usia dua belas tahun harus berkonsultasi dengan dokter sebelum
mengonsumsi aspirin.

BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

1. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda
nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).

2. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang disertai
dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.

3. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2
terganggu.

4. Asam mefenamat dan Meklofenamat, Diklofenak, Ibuprofen, Fenbufen, Indometasin, Piroksikam dan
Meloksikam, Salisilat, Diflunsial, Fenilbutazon dan Oksifenbutazon.

Anda mungkin juga menyukai