Anda di halaman 1dari 93

BUDIDAYA IKAN BOTIA Chromobotia macracanthus DAN

SINODONTIS Synodontis eupterus DI BALAI PENELITIAN


DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS DEPOK,
JAWA BARAT

KARINA PRATIWI

PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN


MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan Tugas Akhir Budidaya Ikan Botia
Chromobotia macracanthus dan Sinodontis Synodontis eupterus di Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat adalah
karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.

Bogor, Juni 2014

Karina Pratiwi
NIM J3H111018
ABSTRAK

KARINA PRATIWI. Budidaya Ikan Botia Chromobotia macracanthus dan


Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias Depok, Jawa Barat. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI.
Ikan botia Chromobotia macracanthus dan sinodontis Synodontis eupterus
merupakan komoditas ikan hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat
dikembangkan. Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan di Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat. Tujuan
dari pelaksanaan PKL yaitu untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
dalam budidaya ikan botia dan sinodontis secara langsung, baik dari segi
pembenihan maupun pendederan. Kegiatan pembenihan terdiri dari pemeliharaan
induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva, kultur pakan alami,
dan pemeliharaan benih. Kegiatan pendederan terdiri dari pemeliharaan benih,
pemberian pakan, sampling, sortir, manajemen kualitas air, penanganan hama
serta pemanenan dan pascapanen. Hasil yang dicapai pada kegiatan PKL budidaya
ikan botia yaitu fekunditas 34 266 butir telur per induk, FR (Fertilization Rate)
94,14%, HR (Hatching Rate) 76,51%, dan SR (Survival Rate) larva 82,31% serta
panen larva pada hari ke-7 yaitu 20 050 ekor. Keuntungan yang didapatkan pada
budidaya ikan botia ini sebesar Rp 201 668 262 Sedangkan hasil yang dicapai
pada kegiatan budidaya ikan sinodontis yaitu fekunditas 23 399 butir telur per
induk, FR 96,11%, HR 84,03%, dan SR larva 70,01% dan panen larva pada hari
ke-10 yaitu 11 400 ekor. Keuntungan pertahun yang didapatkan pada budidaya
ikan sinodontis ini sebesar Rp 100 994 188

Kata kunci: Botia, sinodontis, pembenihan, pendederan

ABSTRACT

KARINA PRATIWI. The culture of Botia Chromobotia macracanthus and


Sinodontis Synodontis eupterus at The Research and Development of Ornamental
Fish Culture Depok, West Java. Supervised by MIA SETIAWATI.
Botia Chromobotia macracanthus and sinodontis Synodontis eupterus
ornamental fish are commodities that has a high economic value and can be
developed. The internship is implemented at the Research Institute for
Aquaculture and Ornamental Fish Development Depok, West Java. The purpose
of the implementation of the internship is to increase knowledge and skills in fish
farming Botia and sinodontis directly, in terms of both seed production and grow
out. Seed production activities consist of the broodstock maintenance and
spawning, egg hatching, larval rearing, natural food culture, and maintenance of
seed. Activities of the grow out are feeding, sampling, sorting, water quality
management, pest management, and harvest and post-harvest. The results
achieved in fish farming activities of Botia is fecundity 34 266 eggs per
broodstock, FR (Fertilization rate) 94.14%, HR (Hatching Rate) 76.51% and SR
(Survival Rate) 82.31% larvae and harvest larvae on day 7 of the 20 050
individuals. The gains on Botia fish farming is Rp 201 668 262 While the results
achieved in fish farming activities sinodontis is fecundity 23 399 eggs per
broodstock, FR 96.11%, 84.03% HR and SR larvae 70.01% and larvae harvested
on day 10 ie 11 400 tail. The advantage gained per year in fish farming sinodontis
of Rp 100 994 188.

Key words: Botia, synodontis, seed production, grow out


RINGKASAN

KARINA PRATIWI. Budidaya Ikan Botia Chromobotia macracanthus dan


Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias Depok, Jawa Barat. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI.
Ikan botia Chromobotia macracanthus memiliki bentuk tubuh yang indah
dengan punggung agak membungkuk sehingga tampak seperti pesawat tempur,
warna tubuh kuning cerah dengan tiga garis lebar atau hitam lebar. Ikan botia
menjadi primadona ekspor ikan hias sampai saat ini. Ketersediaan benih dan
induk ikan hias botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Kondisi
pada tingkat ekploitasi tinggi akan mengancam kelestarian ikan hias botia di alam.
Melihat aspek kebutuhan pasokan benih disatu pihak dan pelestarian jenis ikan
dipihak lain, maka penguasaan teknologi pembenihan ikan hias botia mutlak perlu
dilakukan. Sejak tahun 2005, Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok,
telah melakukan upaya pembenihan ikan botia. Upaya-upaya perbaikan dan
peningkatan produksi terus dilakukan dan mulai tahun 2009 pembenihan ikan
botia di BRBIH, Depok sudah sampai tahap produksi massal.
Ikan sinodontis Synodontis eupterus dikenal dengan keindahan sirip
dorsalnya yang tegak dan memanjang, sehingga sering disebut featherfin catfish.
Selain itu, ikan ini juga memiliki kebiasaan berenang terbalik sehingga karena
keindahan dan keunikannya itu, Sinodontis banyak digemari oleh para penggemar
ikan hias air tawar.
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pembenihan dan pendederan ikan
hias botia dan sinodontis dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan
08 Mei 2014di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok, Jawa Barat.
Proses budidaya ikan botia dan sinodontis meliputi tahap pembenihan
hingga pendederan. Kegiatan pembenihandiawali dengan pemeliharaan induk,
pemijahan, penetesan telur, kultur pakan alami, pemeliharaan larva dan
pemeliharaan benih sedangkan untuk kegiatan pendederan meliputi pendederan
benih, sortir, sampling, pemanenan, pengepakan dan transportasi.
Kegiatan pembenihan botia yaitu induk botia yang baru datang dari alam
(Sumatera dan Kalimantan) dikarantina terlebih dahuluselama 2-3 minggu.
Setelah dikarantina, induk dimasukkan ke dalam SBB (Sirkulasi Bak Bundar).
Pakan yang diberikan berupa cacing tanah,pemberian pakan dengan metode
sekenyangnya (ad libitum), induk diberikan pakan 1x dalam sehari, yaitu pada
siang hari pukul 13.00 WIB. Teknik pemijahan yang dilakukan yaitu secara
buatan (Induced breeding), pengeluaran telur dan sperma dibantu dengan
stimulasi hormon sintesis HCG dan ovaprim. Penyuntikan hormon sintesis HCG
dengan dosis 0,3 mL/kg bobot ikan dan ovaprim dengan dosis 0,6 mL/kg bobot.
Penyuntikan pada induk betina dilakukan 2x, pada malam hari pukul 00.00 WIB
(HCG) dan penyuntikan dilakukan kembali pukul 00.00 WIB (ovaprim). Indukan
jantan disuntik hanya 1x saja, pukul 15.00 WIB (ovaprim).Rasio pemijahan jantan
dan betina,yaitu 2:1. Lokasi penyuntikan dibagian punggung atau di bawah sirip
dorsal (intramuscular). Pengeluaran telur dan sperma dengan cara pengurutan
(stripping) dengan waktu laten (dihitung setelah penyuntikan kedua) sekitar 09-18
jam. Pengeluaran sperma dilakukan terlebih dahulu, setelah itu induk betina.
Pembuahan dilakukan dengan mencampur telur dan sperma (dibilas dengan air
mineral), kemudian telur yang telah terbuahi ditebar ke dalam corong penetasan.
Setiap jamnya dilakukan pengecekan untuk mengatur debit air yang keluar dari
keran sehingga telur dikondisikan tetap memutar/melayang.
Fekunditas yang didapat yaitu 34 266 butir telur per induk. Nilai FR
(Fertilization Rate)94,14% dan nilai HR (Hatching Rate) 76,51%. Setelah 19-25
jamdari waktu pembuahan, maka telurmenetas menjadi larva. Setelah berumur 4
hari (dipelihara di corong), larva diberi pakan Artemia sp. dengan frekwensi
pemberian pakan 5x dalam sehari pada pukul 08.00; 10.00; 12.00; 14.00; dan
16.00 WIB. Pada saat larva berumur 7 hari, larva tersebut dipindahkan ke wadah
berupa akuarium dengan padat tebar 250 ekor/wadah. pakan yang diberikan yaitu
Artemia sp. dengan metode sekenyangnya (ad libitum). Setelah larva berumur 40
hari (benih), maka dilakukan overlapping pakan dengan bloodworm yang dicacah.
Pengelolaan kualitas air yaitu dengan cara penyifonan 1x sehari dan pengisian air
dilakukan di tandon resirkulasi 3 hari sekali. Kegiatan pendederan, benih
dipelihara di dalam akuarium yang sama dengan akuarium larva. Pakan yang
diberikan berupa bloodworm. Benih berumur 55 hari diberi pakanbloodwormdan
diselingi dengan Artemia sp. dengan frekwensi pemberian pakan 3x dalam sehari,
yaitu pukul 08.00 (bloodworm); 12.00 (Artemia sp.); dan 16.00 (bloodworm).
Pakan diberikan dengan metode sekenyangnya (ad libitum).
Setelah benih berumur 3-4 bulan, maka dipelihara di bak beton
(pendederan). Pakan yang diberikan berupa larva bloodworm dengan frekwensi
pemberian pakan 3 kali dalam sehari, yaitu pukul 08.00; 12.00; dan 16.00 WIB.
Pakan diberikan sekenyangnya. Setelah benih berumur ±6 bulan atau berukuran 2
inchi, maka dipisahkan ke wadah yang telah disediakan. Ikan dimasukkan ke
dalam plastik packing berlapis 2 yang sebelumnya sudah diisi air ±2 Liter air.
Ikan tersebut dimasukkan sebanyak 65-85 ekor/kantong, selanjutnya diberi
oksigen murni dengan perbandingan oksigen dan air sebesar 2:1, lalu plastik
diikat kuat dengan karet, jumlah karet yang digunakan adalah 3 buah.Setelah
selesai, kantong-kantong tersebut dimasukkan kedalam styrofoam dan
dimasukkan es batu yang sudah dipotong ke dalam styrofoam. Harga ikan botia
berukuran 3cmadalah Rp 3 000,-.
Kegiatan pembenihan pada ikan sinodontis dimulai dari pemeliharaan
induk. Induk didapatkan dari petani di daerah Depok. Induk diadaptasikan di
akuarium pemeliharaan dengan sistem resirkulasi. Proses adaptasi selama 10-20
menit.Pakan yang diberikan berupa cacing tanah. Pemberian pakan pada induk
dilakukan 1x sehari, pada pukul 13.00 WIB. Induk ditebar diakuarium sebanyak
10 ekor. Pemeliharaan induk jantan dan betina dipisah. Pemijahan dilakukan
secara buatan dengan pemberian stimulasi hormon sintesis yaitu ovaprim. Dosis
yang digunakan untuk induk jantan 0,6 mL/kg sedangkan betina 0,7 mL/kg bobot
ikan. Induk jantan dan betina hanya disuntik 1x, pada sore hari pukul 18.40 WIB.
Rasio jantan dan betina adalah 2:1. Lokasi penyuntikan dibagian punggung di
bawah sirip dorsaldengan kemiringan 30derajat. Pengeluaran telur dan sperma
dilakukan dengan cara pengurutan. Waktu laten untuk ovulasi yaitu 18 jam setelah
jarak penyuntikan kedua.Pengeluaranspermadilakukan terlebih dahulu sebelum
telur. Pembuahan dilakukan dengan mencampur telur dan sperma (dibilasdengan
air mineral). Setelah telur terbuahi maka telur ditebar. Fekunditas yang didapat
yaitu 23 399 butir telur per induk, FR 96,11% dan HR 84,03%. Pada hari ke-4,
larva diberi pakan Artemia sp. Larva diberi pakan 4 kali dalam sehari, yaitu pada
pukul 08.00; 12.00; 16.00; dan20.00 WIB. Pakandiberikan dengan metode
sekenyangnya. Pada hari ke-7 dilakukan overlapping dengan cacing sutera
(Tubifex sp.)Pakandiberikan3 kali dalam sehari, yaitu pukul 08.00; 12.00; dan
16.00WIB.Pengelolaan kualitas air tidak dilakukan sampai larva berumur 7 hari.
Kegiatan pendederan dilakukan setelah benih berumur 10 hari lalu
dipindahkan ke kolam bak beton dan pemeliharaan selama 30 hari. Setelah benih
berumur ±1 bulan berukuran ¾ inchi (1,8 cm), maka dipisahkan ke wadah yang
telah disediakan. Ikan dimasukkan ke dalam plastik packing berlapis 2 yang
sebelumnya sudah diisi air ±2 Liter air. Setelah selesai, kantong-kantong tersebut
dimasukkan ke dalam Styrofoam dan dimasukkan es batu yang sudah dipotong ke
dalam styrofoam. Harga ikan sinodontis berukuran ¾ inchi (1,8 cm) adalah Rp
300,- dan 1cm dihargai Rp 150,-.

Kata kunci : Botia, sinodontis, pembenihan, pendederan


BUDIDAYA IKAN BOTIA Chromobotia macracanthus DAN
SINODONTIS Synodontis eupterusDI BALAI PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS DEPOK, JAWA
BARAT

KARINA PRATIWI

Laporan Tugas Akhir


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Diploma Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya

PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN


MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIANBOGOR
BOGOR
2014
Judul Tugas Akhir : Budidaya Ikan Botia Chromobotia macracanthus dan
Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat
Nama : Karina Pratiwi
NIM : J3H111018

Disetujui oleh

Dr Ir Mia Setiawati, MSi


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bagus P. Purwanto, MAgr Ir Irzal Effendi, MSi.


Direktur Koordinator Progam Keahlian

Tanggal lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Lapang (PKL) ini dengan baik yang berjudul “Budidaya Ikan Botia Chromobotia
macracanthus dan Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat” Praktik Kerja Lapang ini
merupakan tugas akhir bagi semua mahasiswa Program Keahlian Teknologi
Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Program Diploma, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua beserta segenap kelurga besar yang telah memberikan
dukungan baik secara moril maupun materil serta selalu mengiringi setiap
langkah penulis dengan doa dan semangat.
2. Ibu Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam pembuatan proposal PKL ini.
3. Bapak Ir Irzal Effendi, MSi selaku koordinator Program Keahlian
Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya.
4. Bapak Ir Dadang Shafrudin, MSi selaku dosen penguji
5. Bapak Drs I Wayan Subamia, MSi. dan Staf Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat
6. Bapak Asep Permana, SPi. dan Bapak Sawung Cindelaras, SPi. selaku
pembimbing lapangan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias Depok, Jawa Barat yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingannya selama proses kegiatan PKL ini berlangsung.
7. Mas Rinal, Mbak Santi, Mas Rona, Mas Angga, Pak Hasan, Mas Budi dan
seluruh pihak yang telah membantu dalam seluruh kegiatan PKL untuk
meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam kegiatan pembenihan
dan pendederan.
8. Teman-teman mahasiswa UNAIR, UNSOED, UIN, UNDIP, UMP dan
Polinela Lampung yang telah memberikan semangat dan keceriaan selama
PKL.
9. Rekan-rekan seperjuangan IKN angkatan 48 yang banyak memberikan
dukungan dan motivasi.

Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis


danpembaca yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2014

Karina Pratiwi
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Metode 2
II. KEADAAN LOKASI PRAKTIK 3
2.1 Letak Geografis 3
2.2 Sejarah 3
2.3 Struktur Organisasi 5
III. INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI 5
3.1 Pembenihan dan Pendederan Ikan Botia dan sinodontis 5
3.1.1 Fasilitas Utama 5
3.1.2 Fasilitas Pendukung 11
IV. KEGIATAN PEMBENIHAN 13
A Ikan botia Chromobotia macrachantus 13
4.1 Pemeliharaan Induk 13
4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan 13
4.1.2 Penebaran Induk 14
4.1.3 Pemberian Pakan 15
4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Induk 15
4.1.5 Pengobatan Penyakit dan Pencegahan Hama pada Induk 16
4.1.6 Sampling Kematangan Gonad Induk 16
4.2 Pemijahan Induk 18
4.2.1 Persiapan Wadah 18
4.2.2 Pemijahan 19
4.3 Penetasan Telur 22
4.4 Pemeliharaan Larva 23
4.4.1 Persiapan wadah pemeliharaan 23
4.4.2 Penebaran Larva 24
4.4.3 Pemberian Pakan 24
4.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Larva 24
4.4.6 Sampling Pertumbuhan dan Jumlah Populasi 25
iii

4.5 Pakan Alami (Penetasan dan Pemanenan Artemia sp.) 26


4.6 Pemeliharaan benih 27
4.6.1 Persiapan Wadah 27
4.6.2 Penebaran Benih 27
4.6.3 Pemberian Pakan Benih 27
4.6.4 Pengelolaan Kualitas Air Benih 28
B Ikan Sinodontis Synodontis eupterus 28
4.1 Pemelihraan Induk 28
4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharan Induk 28
4.1.2 Penebaran Induk 29
4.1.3 Pemberian Pakan Induk 29
4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Induk 30
4.1.5 Pengobatan Penyakit dan Pemberantas Hama pada Induk 30
4.1.6 Sampling Kematangan Gonad Induk 30
4.2 Pemijahan Induk 32
4.2.1 Persiapan Wadah 32
4.2.2 Stimulasi Pemijahan 33
4.3 Penetasan Telur 35
4.4 Pemeliharaan Larva 37
4.4.1 Persiapan Wadah 37
4.4.2 Penebaran Larva 37
4.4.3 Pemberian Pakan Larva 37
4.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Larva 37
4.4.5 Pencegahan Penyakit dan Pemberantas Hama Pada Larva 38
4.5 Pakan Alami (Penetasan dan Pemanenan Artemia sp. ) 38
V. KEGIATAN PENDEDERAN 39
A Ikan botia Chromobotia macracanthus 39
5.1 Pemeliharaan benih 39
5.1.1 Persiapan wadah 39
5.1.2 Penebaran benih 39
5.1.3 Pemberian Pakan 40
5.1.4 Pengelolaan Kualitas Air 40
5.1.5 Pengepakan dan Transportasi 40
B Ikan sinodontis Synodontis eupterus 41
5.1 Pemeliharaan benih 41
5.1.1 Persiapan Wadah 41
5.1.2 Penebaran benih 42
iv

5.1.3 Pemberian Pakan 42


5.1.4 Pengelolaan Kualitas Air pada benih 43
5.1.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit pada Benih 43
5.1.6 Sampling Pertumbuhan 43
5.1.7 Pengepakan dan Transportasi 44
VI. ASPEK USAHA 45
A Ikan botia Chromobotia macracanthus 45
6.1 Pemasaran 45
6.2 Analisis Usaha 45
B Ikan sinodontis Synodontis eupterus 52
6.1 Pemasaran 52
6.2 Analisis Usaha 52
VII. PENUTUP 59
7.1 Kesimpulan 59
7.2 Saran 59
DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN 61

DAFTAR TABEL

1 Fasilitas utama ikan botia dan sinodontis di BPPBIH Depok tahun 2014 5
2 Fasilitas pendukung pembenihan dan pendederan ikan botia dan sinodontis.12
3 Hasil pengukuran kualitas air induk pada tiap minggu sekali 16
4 Data pemijahan ikan botia tanggal 03 februari 2014 22
5 Data sampling rata-rata panjang dan bobot ikan botia 26
6 Data pemijahan ikan sinodontis tanggal 12 April 2014 36
7 Biaya Investasi dan penyusutan kegiatan pembenihan dan pendederan ikan
botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok 46
8 Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia
macracanthus di BPPBIH Depok 48
9 Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia
macracanthus di BPPBIH Depok 49
10 Biaya Investasi dan penyusutan kegiatan pembenihan dan pendederan ikan
sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok 53
11 Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis
eupterus di BPPBIH Depok 55
12 Biaya variabel kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis
Synodontis eupterus di BPPBIH Depok 56
v

DAFTAR GAMBAR

1 Hanggar 1 dan hanggar 2 7


2 Wadah karantina induk botia 7
3 Wadah pemeliharaan induk botia 7
4 Wadah pemijahan ikan botia 8
5 Corong penetasan telur 8
6 Wadah pemeliharaan larva ikan botia 8
7 Wadah pemeliharaan benih ikan botia 9
8 Wadah penetasan cyste Artemia sp. 9
9 Bak penampungan air (tandon) ikan botia 9
10 Wadah pemeliharaan dan pemijahan induk sinodontis 10
11 Wadah penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih ikan sinodontis 10
12 Bak penampungan air (tandon) ikan sinodontis 10
13 Sumber Air. (a) Sumur bor, (b) Pompa STA RITE 11
14 Hi-blow tipe HG-1100 11
15 Genset 12
16 Tabung oksigen 12
17 Alat transportasi 13
18 Pakan indukan 15
19 Pengelolaan kualitas air (a) Alat sifon, (b) cara penyifonan 16
20 Induk botia (a) Indukan jantan, (b) Indukan betina 17
21 Perbedaan sperma. (a) visual, (b) mikroskopis (b1) sperma yang tidak
menggumpal, (b2) sperma yang menggumpal 17
22 Kegiatan sampling kematangan gonad induk jantan dan betina. (a) Phenoxy
etanol, (b) Pemingsanan ikan, (c) Pengecekan nomer tag, (d) Pengukuran
panjang, (e) Pengukuran bobot, (f) Stripping jantan, (g) Kanulasi betina, (h)
Menghitung diameter telur 18
23 Kegiatan stimulasi hormon. (a) Phenoxy etanol, (b) Pemingsanan ikan, (c)
Pengecekan nomer tag, (d) HCG (e) Ovaprim (f) Penyuntikan secara
intramuscular 20
24 Kegiatan stripping jantan 20
25 Kegiatan stripping betina 21
26 Proses pembuahan. (a) Pencampuran telur dan sperma, (b) Pembilasan 21
27 Perbedaan telur. (a) terbuahi, (b) tidak terbuahi 22
28 Penebaran telur 22
29 Wadah pemeliharaan larva 23
30 Proses penebaran larva 24
31 Pakan larva 24
32 Penyifonan 25
33 Kegiatan sampling. (a) Pengukuran panjang, (b) Pengukuran bobot 26
34 Pemanenan cyste Artemia sp. (a) cyste Artemia sp. (b) Pemanenan cyste
Artemia sp. 27
35 Pemberian pakan. (a) Pencacahan bloodworm dan pemberian pakan untuk
benih ± D40, (b) Perendaman bloodworm untuk benih ± D55 28
36 Proses persiapan wadah induk sinodontis 29
37 Pemberian pakan induk. (a) Cacing tanah, (b) Pemberian pakan 30
38 Penyifonan akuariuminduk sinodontis 30
vi

39 Perbedaan induk sinodontis (a) jantan (b) betina 31


40 Kegiatan seleksi induk (a) Pengambilan induk, (b) Phenoxy etanol, (c)
Pemingsanan ikan, (d) Penimbangan, (e) Pengukuran, (f) Stripping jantan,
(g) Kanulasi betina 32
41 Penyifonan 32
42 Stimulasi hormon dengan Ovaprim 33
43 Stripping induk jantan 34
44 Stripping induk betina 34
45 Proses pembuahan. (a) Pencampuran telur dan sperma, (b) Pengadukan telur
dan sperma, (c) Pembilasan 35
46 Penebaran telur 35
47 Penyifonan 37
48 Pengecekan kualitas air 38
49 Penetasan cyste Artemia sp. 39
50 Pembersihan bak pemeliharaan benih 39
51 Bloodworm 40
52 Pengecekan kualitas air 40
53 Proses pengepakan. (a) Penyortiran, (b) Pengisian air 2 L, (c) Oksigen : air =
2 : 1, (d) Pengikatan plastik packing, (e) Penyimpanan di styrofoam, (f)
Packingan siap dikirim 41
54 Pembersihan kolam 42
55 Penebaran benih 42
56 Hama. (a) Larva kumbang Dyticus marginalis, (b) Larva capung Odonata sp,
(c) Katak 43
57 Sampling pertumbuhan. (a) Pengukuran bobot, (b) Pengukuran panjang 44
58 Pengemasan. (a) Penyortiran, (b) Pengisian oksigen, (c) Oksigen : air = 2 : 1,
(d) Pengikatan dengan karet, (e) Penyimpanan dikarung, (f) Dikirim
menggunakan motor 44

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Balai Peneltian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH)
Depok 62
2 Struktur organisasi di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok 62
3 Data sampling kematangan gonad ikan botia Chromobita macracanthus pada
tanggal 03 Februari 2014 63
4 Embriologi pada ikan botia Chromobotia macracanthus 63
5 Data sampling ikan botia Chromobotia macracanthus 64
6 Data kelangsungan hidup (SR) pada ikan botia Chromobita macracanthus
(Awal tebar 250 ekor) 64
7 Data sampling matang gonad ikan sinodotis Synodopntis eupterus 65
8 Embriologi pada ikan sinodontis Synodontis eupterus 65
9 Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia 66
vii

10 Pola tanam kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia


Chromobotia macracanthus 67
11 Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan sinodontis
Synodontis eupterus 68
12 Pola tanam kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan sinodontis
Synodontis eupterus 69
13 Data diameter telur ikan sinodontis Synodontis eupterus (14 Maret 2014) 70
14 Diameter kuning telur ikan sinodontis Synodontis eupterus 70
15 Parameter kualitas air ikan botia Chromobotia macracanthus 71
16 Data sampling ikan sinodontis Synodontis eupterus 72
17 Jadwal pemberian pakan ikan botia Chromobotia macracanthus 74
18 Jadwal pemberian pakan ikan sinodontis Synodontis eupterus 74
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai
US$70 juta atau sekitar Rp764 miliar, naik 20 persen dari sekitar US$58 juta pada
tahun 2012.Pada Maret 2013 sesuai data Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) nilai ekspor ikan hias Indonesia terus meningkat atau mencapai 115,16 %
dari target yang ditetapkan. Selama ini, pangsa pasar eskpor ikan hias Indonesia
paling banyak adalah Singapura kemudian juga Amerika Serikat. Sedangkan
untuk ikan hias air laut Indonesia memiliki lebih dari 700 jenis spesies (KKP
2013).
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH)
Depok, adalah salah satu Balai Riset di bawah Pusat Riset Perikanan yang
berfungsi sebagai lembaga penghasil teknologi hasil riset budidaya ikan hias air
tawar yang bernaung dibawah Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Banyak berbagai macam ikan hias dibalai tersebut diantaranya yaitu ikan botia
Chromobotia macracanthus dan ikan sinodontis Synodontis eupterus yang sangat
menarik untuk dipelajari, karena memiliki nilai jual ekonomi cukup tinggi di
pasar, tingkah laku yang unik serta menjadi favorit di dalam serta luar negeri.
Ikan botia merupakan ikan alam asli Indonesia yang berasal dari Sungai
Barito, Kalimantan Selatan dan Sungai Batanghari, Jambi. Memiliki bentuk tubuh
yang indah dengan punggung agak membungkuk sehingga tampak seperti
pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan tiga garis lebar atau hitam
lebar. Melihat aspek kebutuhan pasokan benih disatu pihak dan pelestarian jenis
ikan dipihak lain, maka penguasaan teknologi pembenihan ikan hias botia mutlak
perlu dilakukan. Sejak tahun 2005, Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok, telah
melakukan upaya pembenihan ikan botia. Pada tahun 2007 dengan bantuan teknis
dari Institut de Recherche pour le Dévelopment (IRD) Perancis telah berhasil
membenihkan ikan ini walaupun masih skala laboratorium. Upaya-upaya
perbaikan dan peningkatan produksi terus dilakukan dan mulai tahun 2009
pembenihan ikan botia di BRBIH, Depok sudah sampai tahap produksi massal.
Ikan sinodontis merupakan ikan air tawar yang berasal dari benua Afrika.
Ikan ini termasuk dalam golongan catfish dari famili Mochokidae. Nama
Synodontis berasal dari bahasa Yunani, yaitu Syn berarti bersama dan odon berarti
gigi karena ikan Sinodontis senang berkelompok bersama sejenisnya dan
memiliki gigi-gigi mandibular (Anonim 2010).
Ikan ini dikenal dengan keindahan sirip dorsalnya yang tegak dan
memanjang, sehingga sering disebut featherfin catfish. Selain itu, ikan ini juga
memiliki kebiasaan berenang terbalik sehingga karena keindahan dan
keunikannya itu, Sinodontis banyak digemari oleh para penggemar ikan hias air
tawar.
Kegiatan budidaya botia dan sinodontis dapat dibedakan menjadi kegiatan
pembenihan dan pendederan. Kegiatan pembenihan merupakan salah satu
kegiatan on farm yang sangat menentukan tahap kegiatan selanjutnya, yaitu
2

kegiatan pendederan. Kegiatan pendederan bertujuan untuk menghasilkan ikan


yang siap jual.
Pengelolaan pembenihan dimulai dari kegiatan pemeliharaan induk,
pemijahan, penetesan telur, kultur pakan alami, pemeliharaan larva dan
pemeliharaan benih. Kegiatan pendederan dimulai dari kegiatan pendederan
benih, sortir, sampling, pemanenan, pengepakan dan transportasi.
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini dilakukan di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, Jawa Barat.Perusahaan ini telah
melakukan produksi ikan botia dan sinodontis secara intensif dan berkelanjutan
dengan penggunaan teknologi dan sarana yang memadai.

1.2 Tujuan

Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini mempunyai tujuan


sebagai berikut:
1. Mengamati kegiatan budidaya ikan botia dan sinodontis secara langsung di
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat.
2. Menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan mengenai kegiatan
budidaya ikan botia dan sinodontis secara langsung di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat.
3. Mengetahui permasalahan dan solusi dalam kegiatan budidaya ikan botia dan
sinodontis secara langsung di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias Depok, Jawa Barat.
4. Menerapkan ilmu yang diperoleh sewaktu kuliah dalam kegiatan budidaya ikan
hias air tawar secara langsung di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias Depok, Jawa Barat.

1.3 Metode

1.3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktik Kerja Lapang pembenihan dan pendederan ikan botia dan
sinodontis dilakukan pada satu lokasi. Kegiatan PKL pembenihan dilaksanakan
pada tanggal 03 Februari hingga 8 Mei 2014 yang berlokasi di Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat. Peta lokasi dapat
dilihat pada Lampiran 1.

1.3.2 Komoditas
Komoditas yang dipraktikkan pada kegiatan Praktik Kerja Lapang
pembenihan dan pendederan adalah ikan botia Chromobotia macracanthus dan
sinodontis Synodontis Eupterus.

1.3.3 Metode Kerja


Kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan untuk mendapatkan
keterampilan dan pengumpulan data melalui kegiatan-kegiatan berikut ini:
3

1. Pengukuran dan observasi terhadap fasilitas yang digunakan selama


kegiatan pembenihan dan pembesaran berlangsung, yang dikelompokkan
menjadi fasilitas utama dan fasilitas pendukung.
2. Mengikuti dan melaksanakan secara langsung seluruh kegiatan pembenihan
ikan botia dan ikan sinodontis yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan
pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, kultur
pakan alami, panen, dan pengangkutan hasil panen.
3. Mengikuti dan melaksanakan secara langsung seluruh kegiatan pendederan
ikan botia dan ikan sinodontis yang meliputi kegiatan pemeliharaan benih
hingga ukuran siap jual, pemberian pakan, pengecekan kualitas air, panen,
dan pengangkutan hasil panen.
4. Melakukan diskusi dengan pihak di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) untuk mendapatkan penjelasan secara
detail mengenai suatu kegiatan dan fasilitas, aspek-aspek usaha
pembenihan dan pendederan, pengadaan sarana produksi, serta aspek
usaha pembenihan dan pendederan.
5. Melakukan pencatatan terhadap setiap kegiatan dan diskusi yang
dilakukan serta membuat laporan dalam bentuk jurnal harian, laporan
periodik dan pendataan.

II. KEADAAN LOKASI PRAKTIK

2.1 Letak Geografis

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok


terletak di Jalan Perikanan No.13 RT 01 RW 02 Kelurahan Pancoranmas, Depok,
Propinsi Jawa Barat. Luas lahan area yang dimiliki oleh BPPBIH mencapai
126.413m2 atau 12,6413 ha, namun yang menjadi bangunan hanya sekitar 2
hektar, sedangkan sisanya berupa kolam-kolam dan tanah kosong.
Secara geografis, BPPBIH depok terletak pada 106o48’54.15”BT dan
o
06 24’07.41”LS. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias ini
terletak pada sebelah barat berbatasan dengan kampung baru dan sebelah timur
berbatasan dengan kampung sawah.

2.2 Sejarah

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hiasadalah salah satu


Balai Riset di bawah Pusat Riset Perikanan yang berfungsi sebagai lembaga
penghasil teknologi hasil riset budidaya ikan hias air tawar yang bernaung di
bawah Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
4

21Sejarah perkembangan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya


Ikan Hias Depok, yakni :
1957 : Balai Penyelidikan Perikanan Darat
1963 : Lembaga Penelitian Perikanan Darat
1975 : Pusat Percobaan Perikanan Darat
1980 : Balai Penelitian Perikanan Darat
1984 : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar
1985 : Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar
1995 : Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar
2002 : Instalasi Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar
2005 : Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar
2009 : Balai Riset Budidaya Ikan Hias
2011 : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias- Depok

BPPBIH Depok didirikan pada tahun 1957. Pada awal tahun 1957, BPPBIH
ini bernama Balai Penyelidikan Perikanan Darat yang berfungsi sebagai pusat
percobaan dan penelitian perikanan darat dibawah Direktorat Jendral Perikanan,
Departemen Pertanian. Pada tahun 1963 berubah menjadi Lembaga Penelitian
Perikanan Darat yang berfungsi sebagai pusat percobaan dari penelitian perikanan
darat dibawah Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian. Pada tahun
1975 berganti nama menjadi Pusat Percobaan Perikanan Darat yang berfungsi
sebagai pusat percobaan dan penelitian perikanan darat, dibawah Perwakilan
Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Tahun 1978
dilakukan renovasi bangunan dan instalasi, kemudian pada tahun 1980 menjadi
Balai Penelitian Perikanan Darat yang berfungsi sebagai sub Balai Penelitian
Perikanan Darat yang merupakan bagian Balai Perikanan Darat, Perwakilan
Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Perikanan. Pada tahun 1984
berubah menjadi Balai Penelitian Perikanan Air Tawar dengan fungsi sebagai sub
Balai Penelitian Air Tawar, Perwakilan dan Badan Pengembangan Pertanian.
Pada tahun 1995 berganti nama menjadi Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar
yang berfungsi sebagai Instalasi Riset Perikanan Air Tawar dibawah Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar Sukamandi.
Pada tanggal 29 Agustus 2005, berdasarkan SK. MENPAN No: PER.
11/MEN/2005 berubah menjadi Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar,
selanjutnya pada bulan Oktober tahun 2009 berganti menjadi Balai Riset
Budidaya Ikan Hias Depok. Keberadaannya semakin berkembang dengan adanya
kerjasama dengan sebuah lembaga penelitian dari Perancis yaitu IRD (Institut de
Recherghe pour le Development) sebagai bentuk kerjasama dalam bidang Riset
dan Eksplorasi sejak tahun 2005 serta memiliki kerjasama dengan kelompok Tani
sebagai aplikasi teknologi budidaya dan pengembangan ikan hias sejak tahun
2005. Pada tahun 2011 hingga sampai saat ini berganti menjadi Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) dibawah naungan KKP Jawa
Barat.
5

2.3 Struktur Organisasi

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok


memiliki struktur organisasi yang dipimpin oleh Kepala Balai dan memiliki
sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai golongan dan jabatan atau
kedudukan. Pegawai di BPPBIH terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pramubakti yang berjumlah 92 orang, masing-masing 62 orang dan 30 orang.
Struktur organisasi BPPBIH dapat dilihat pada Lampiran 2.

III. INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI

3.1 Pembenihan dan Pendederan Ikan Botia Chromobotia macrachantusdan


sinodontis Synodontis eupterus

3.1.1 Fasilitas Utama


Fasilitas utama termasuk ke dalam fasilitas pokok yang menunjang seluruh
kegiatan budidaya. Terdiri dari hatchery, wadah budidaya, sumber air dan aerasi.

Tabel 1. Fasilitas utama ikan botia Chromobotia macracanthus dan sinodontis


Synodontis eupterus di BPPBIH Depok tahun 2014

No Komponen Spesifikasi Jumlah Komoditas


Hatchery 1
1 (Karantina dan 150 m2 1
pemeliharaan induk)
Hatchery 2 (pemijahan
induk, penetasan telur,
2 pemelihraan larva, 350 m2 1
pemeliharaan benih dan
ruang kultur pakan alami)
(Akuarium)100 cm x 50 cm Ikan botia
3 Wadah karantina 4
x 50 cm, tinggi air 40 cm Chromobotia
Terbuat dari bahan kanvas. macracanthus
Sumatra (θ 3 m x 0,8 m dan
Wadah pemeliharaan induk
4 tinggi air 0,5 m 2
(SBB Sirkulasi Bak Bundar)
Kalimantan (θ 2 m x 0,8 m
dan tinggi air 0,5 m
(Akuarium)50 cm x 40 cm x
5 Wadah pemijahan induk 3
40 cm, tinggi air 30 cm
Corong penetasan telur (θ 25
6 Wadah penetasan telur 6
cm, tinggi 38 cm
6

Wadah pemeliharaan larva (Akuarium)80 cm x 40 cm x


7 35
dan benih 26 cm, tinggi air 17 cm
Wadah penetesan cyste
8 (Toples)16 L 2
Artemia sp.
Wadah pemeliharaan benih (Bak beton)2,6 m x 1,4 m x
9 2
berumur 3-4 bulan 0,6 m
Bak penampungan air
10 2,5 m x 2,5 m x 2,1 m 1
(tandon)
Hatchery 1
(pemijahan induk, penetasan
1 telur, pemelihraan larva, 150m2 1
pemeliharaan benih dan
ruang kultur pakan alami)
(Akuarium) 80 cm x 40 cm x
2 Wadah pemeliharaan induk 12
40 cm, tinggi air 35 cm
(Akuarium) 80 cm x 40 cm x
3 Wadah pemijahan induk 4
40 cm, tinggi air 35 cm Ikan
(Akuarium) 80 cm x 40 cm x synodontis
Wadah penetasan telur, 16
40 cm, tinggi air 17 cm Synodontis
4 pemeliharaan larva dan
(Fiber bundar) θ 130 cm x 35 eupterus
pemeliharaan benih 2
cm x 30cm, tinggi air 17 cm
Wadah penetesan cyste
5 (Toples)16 L 3
Artemia sp.
Wadah pemeliharaan benih (Kolam bak beton) 10 m x 8
6 berumur 10 hari sampai 30 m x 1,5 m dan tinggi air 50 1
hari cm
Bak penampungan air
7 6 m x 5 m x 1,1 m 1
(tandon)
Sumur bor (kedalaman 5 m)
8 Sumber Air Pompa air (STA RITE, daya 1
750 watt)
Ikan botia dan
Hi-blow tipe HG-1100, daya
9 Sistem aerasi (Blower) 1 sinodontis
220-250 volt
26000 KVA didalam
10 Sumber listrik (PLN) 1
ruangan 2,5 m x 2,5 m

a. Hatchery
Hatchery merupakan bangunan tertutup yang berfungsi sebagai tempat
memproduksi benih-benih ikan, mulai dari pemijahan sampai menghasilkan larva
dan benih (Mahyuddin 2010). Di BPPBIH hatchery merupakan nama lain dari
hanggar. Hanggar 1 dan hanggar 2 dapat dilihat pada Gambar 1.
7

Gambar 1. Hanggar 1 dan hanggar 2

b. Wadah Karantina Induk Botia


Induk yang baru datang dikarantina sebelumnya selama 14-21 hari. Air yang
digunakan untuk adaptasi disiapkan jauh hari sebelumnya yaitu air yang sudah
diendapkan selama kurang lebih 2 hari atau 48 jam. Wadah karantina induk botia
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Wadah karantina induk botia

c. Wadah Pemeliharaan Induk Botia


Induk yang berada di BPPBIH Depok berasal dari Sumatra dan Kalimantan.
Tiap indukan ditempatkan terpisah. Wadah yang digunakan yaitu bak kanvas
bermerk Elemax dengan sistem resirkulasi atau bisa disebut juga dengan Sirkulasi
Bak Bundar (SBB) berjumlah 2 buah. Pemeliharaan indukan dalam 1 bak bundar
disatukan antara jantan dan betina. Wadah pemeliharaan induk botia dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3. Wadah pemeliharaan induk botia

d. Wadah Pemijahan Ikan Botia


Wadah pemijahan digunakan ketika proses penyuntikan dan pemijahan induk
selama 2-3 hari. Akuarium ini berada diruang inkubasi telur. Wadah pemijahan
ikan botia dapat dilihat pada Gambar 4.
8

Gambar 4. Wadah pemijahan ikan botia

e. Wadah Penetasan Telur Ikan Botia


Wadah penetasan telur yang digunakan yaitu corong penetasan. Corong
tersebut disimpan didalam ruang inkubasi. Setelah itu corong penetasan dirakit
dengan styrofoam, happa dan pipa. Tahap pertama yaitu pipa disisipkan pada
pinggiran happa, lalu rakitan happa dan pipa tersebut ditaruh pada bak beton
selanjutnya taruh styrofoam yang sudah dilubangi yang berfungsi untuk menaruh
corong penetasan tersebut. Untuk merakit wadah penetesan telur membutuhkan 1
happa yang berbahan halus, 4 pipa, 1 styrofoam yang sudah dilubangi dan 2
corong penetasan telur. Pada saat ditemapat PKL kami merakit 6 wadah penetasan
telur. Wadah penetasan telur ikan botia dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Corong penetasan telur

f. Wadah Pemeliharaan Larva Ikan Botia


Pemeliharaan larva menggunakan wadah berupa akuarium. Sistem
pengairannya yaitu dengan sistem resirkulasi. Cara kerja sistem resirkulasi yaitu
mengembalikan kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan kembali melalui
penyaringan. Air yang keluar dari pipa outlet masuk ke dalam filter biologi yaitu
berupa bioball, filter kimia yaitu berupa cangkang kerangdan filter fisik berupa
busa. Wadah pemeliharaan larva ikan botia dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Wadah pemeliharaan larva ikan botia


9

g. Wadah Pemeliharaan Benih Ikan Botia


Wadah pemeliharaan benih berumur 3 bulan yang digunakan berupa bak
beton berbentuk persegi panjang yang dikelilingi keramik berwarna kuning.
Sistem pengairan yang dipakai di dalam bak pemeliharaan benih adalah sistem
resirkulasi. Dalam sitem resirkulasi pada pemeliharaan benih, filter yang
digunakan hanya berupa filter fisik yaitu busa dakron. Wadah pemeliharaan benih
berumur 3 bulan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Wadah pemeliharaan benih ikan botia


h. Wadah Penetasan Artemia sp. Ikan Botia dan Sinodontis
Wadah yang digunakan untuk penetasan cysteArtemia sp. yaitu toples
berkapasitas 16 L. Toples ini terbuat dari plastik. Jumlah toples yang digunakan
sebanyak 2 buah.Wadah penetasan cyste Artemia sp. dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Wadah penetasan cyste Artemia sp.


i. Bak Penampungan Air (Tandon) Ikan Botia
Air yang digunakan berasal dari sumur bor, lalu ditampung di dalam
bakpenampungan air. Di dalam tandon, air diputar alirannya dengan
menggunakan pompa berdaya 750 watt selama 24 jam. Air di dalam tandon
inidialirkan melalui paralon PVC berdiameter 1½ inchi menuju wadah
pemeliharaan induk di SBB (Sirkulasi Bak Bundar) dan akuarium karantina di
hanggar 1 dan didalam hanggar 2, dialirkan dengan pipa PVC berdiameter 1 inchi
menuju ruang pemeliharaan larva dan benih, ruang inkubasi, dan ruang penetasan
cyste Artemia sp.

Gambar 9. Bak penampungan air (tandon) ikan botia


10

j. Wadah Pemeliharaan dan Pemijahan Induk Sinodontis


Wadah pemeliharaan indukan sinodontis berupa akuarium kaca dan
dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Jumlah indukan yang terdapat 10
ekor/akuarium. Indukan berasal dari petani didaerah Depok. Dalam pemeliharaan
indukan jantan dan betina dipisahkan. Wadah pemeliharaan dan pemijahan induk
sinodontis dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Wadah pemeliharaan dan pemijahan induk sinodontis


k. Wadah Penetasan Telur, Pemeliharaan Larva dan Benih Ikan Sinodontis
Wadah penetasan telur yang digunakan yaitu berupa akuarium kaca dengan
kapasitas telur yaitu 1 500–2 000 butir dan bak fiber berkapasitas 7 000-10 000
butir. Telur yang sudah siap lalu ditebar merata ke dalam akuarium dan fiber yang
sudah dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kuat.

Gambar 11. Wadah penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih ikan sinodontis

g. Bak Penampungan Air(Tandon) Ikan Sinodontis


Bak penampungan air (tandon) berasal dari sumur berupa bak beton (1 unit)
berukuran 6m x 5m x 1,1m dengan bervolume 30 000 L. Dalam pengisian air
membutuhkan waktu 48 jam dengan debit air 92 L/menit. Sebelum air digunakan,
ditampung terlebih dahulu selama 24 jam. Bak tandon ditutupi dengan atap seng
untuk melindungi dari matahari dan hujan yang dapat mempercepat penurunan
kualitas air.Bak penampungan air (tandon) ikan sinodontis dapat dilihat pada
Gambar 12.

Gambar 12. Bak penampungan air (tandon) ikan sinodontis


11

k. Sumber Air
Sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor. Sumur bor tersebut
memiliki kedalaman 50m. Hanggar botia di BPPBIH hanya menggunakan satu
sumber air, sehingga air ini digunakan untuk semua kegiatan budidaya, seperti
pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva,
pemeliharaan benih, dan penetasan cyste Artemia sp. Air ini disedot dengan
menggunkan pompa bermerk STA RITE dengan daya 750 watt kemudian
dialirkan ke dalam bak penampungan menggunakan pipa PVC 1 inchi. Sumur bor
dan pompa STA RITE dapat dilihat pada Gambar 13.

(a) (b)
Gambar 13. Sumber Air. (a) Sumur bor, (b) Pompa STA RITE

l. Sistem Aerasi
Aerasi digunakan untuk memenuhi persediaan oksigen didalam air. Blower
merupakan sumber aerasi yang didistribusikan ke seluruh akuarium yang ada di
BPPBIH Depok yaitu pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur,
pemeliharaan benih dan kultur pakan alami. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dipakai Hi-blow tipe HG-1100 untuk 1 100 titik, lalu disalurkan melalui pipa PVC
1 ½ inci. Satu akuarium terdapat satu titik aerasi dan pada tiap titik aerasi
dipasang keran aerasi yang berfungsi untuk mengatur besar kecilnya aerasi yang
dikeluarkan. Pada ujung keran aerasi disambung menggunakan selang aerasi
dengan panjang 40 cm yang dipasang batu aerasi berukuran besar pada ujungnya.
Fungsi batu aerasi untuk menambah difusi oksigen dari udara kedalam air. Hi-
blow tipe HG-1100 dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Hi-blow tipe HG-1100

3.1.2 Fasilitas Pendukung


Fasilitas pendukung adalah fasilitas tambahan yang dapat digunakan sebagai
penunjang kegiatan budidaya, seperti energi listrik, gas oksigen, bangunan dan
transportasi.
12

Tabel 2. Fasilitas pendukung pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia


macracanthus dan sinodontis Synodontis eupterus.
No Komponen Spesifikasi Jumlah
1 Tabung oksigen Tinggi 1,5 m dan kapasitas 40 kg 1
Motor (125 cc) dan 1
2 Transportasi
Mobil (1000 cc) 1
Bermerk Elemax berdaya 5,5-6,5
1
KVA, dan berkapasitas 20 L
3 Genset
Bermerk kipor berdaya 13,5-15,5
1
KVA dan berkapasitas 40 L
.
a. Energi Listrik Cadangan
Energi cadangan listrik digunakan saat sumber energi listrik utamapadam.
Alat yang digunakan yaitu berupa generator set (genset), terdapat 2 buah yang
digunakan di hanggar 1 dan hanggar 2. Hanggar 1 menggunakan genset bermerk
Kipor dengan kekuatan 13.5/15.5 KVA. Sedangkan di hanggar 2, genset yang
digunakan bermerk Elemax dengan kekuatan 5,5 - 6,5 KVA. Genset dapat dilihat
pada Gambar 15.

Gambar 15. Genset


b. Tabung Oksigen
Dalam proses pengepakan yang dibutuhkan yaitu gas oksigen. Di BPPBIH
hanya terdapat satu buah tabung gas oksigen, yang dapat memenuhi kebutuhan
oksigen. Tabung diperoleh di tempat penjual gas yang terletak di sekitar balai.
Tabung oksigen dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Tabung oksigen


c. Bangunan
Fasilitas pendukung lainnya untuk menunjang kelancaran kegiatan budidaya
berupa bangunan kantor, hatchery, gudang, laboratorium, perpustakaan, mushola
dan ruang kultur pakan alami. Fasilitas kantor digunakan sebagai tempat
13

pertemuan, tempat diskusi, rapat para pegawai serta tempat pengelolaan


administrasi. Pada bangunan hanggar 1 terdapat berbagi jenis ikan, yaitu botia,
blackghost, sinodontis, manvis, platydoras, agamysis, mas koki, arwana dan ikan
jenis lainnya. Sedangkan pada hanggar 2 hanya terfokus pada ikan botia saja
tidak ada jenis ikan yang lain. Dalam bangunan juga disediakan fasilitas mushola
sebagai tempat ibadah.

d. Alat Transportasi
Alat tranportasi yang digunakan untuk kegiatan pengiriman ikan yaitu sebuah
kendaraan sepeda motor 125 cc dan mobil berbahan bakar premium milik
BPPBIH. Untuk pengangkutan dengan sepeda motor dapat menampung 12-16
kantong plastik.

Gambar 17. Alat transportasi

IV. KEGIATAN PEMBENIHAN

A Ikan botia Chromobotia macrachantus

4.1 Pemeliharaan Induk

4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan


Hasil wawancara yang saya lakukan pada PKL di BPPBIH Depok, tahap
pertama yaitu persiapan wadah induk dilakukan terlebih dahulu untuk proses
karantina. Wadah yang digunakan yaitu akuarium kaca berukuran 100cm x 50cm
x 50cm berjumlah 4 buah. Dalam proses karantina indukan dipelihara selama 2-3
minggu. Persiapan wadah dimulai dari proses pembersihan akuarium dengan cara
dibersihkan terlebih dahulu bagian sisi-sisi dan dasar akuarium menggunakan
busa. Setelah itu bilas dengan air hingga bersih lalu akuarium dikeringkan selama
24 jam. Selanjutnya akuarium tersebut diisi dengan air hingga ketinggian 40cm
dengan cara membuka inlet (keran yang berada di masing-masing akuarium).Air
yang sudah dipersiapkan maka dibiarkan selama 3-4 hari sebelum ikan
dimasukkan.
Persiapan wadah pemeliharaan induk berupa Sirkulasi Bak Bundar (SBB)
yaitu dengan mempersiapkan bahan filter untuk resirkulasi terlebih dahulu.
Bahan-bahan filter untuk resirkulasi yaitu filter biologi (bioball), filter kimia
(cangkang kerang) dan filter fisik (busa dakron). Pada filter biologi dan fisik
14

sebagai filter 1 dan 2 yang ditempatkan di bak fiber dengan kapasitas 10 000
Liter. Sedangkan filter fisik sebagai filter 3 yang ditempatkan di bak bundar
dengan kapasitas 3 000 Liter. Sebelum dilakukan pengisian air, dilakukan terlebih
dahulu proses disinfeksi dengan menggunakan formalin 20 mL/L yang berfungsi
untuk mematikan mikroorganisme patogen di wadah pemeliharaan tersebut
selama 24 jam. Setelah itu wadah dibilas dengan air bersih dan selanjutnya
dilakukan pengisian air tandon ke dalam bakkanvas berbentuk bulat setinggi 0.6
m. Air tersebut genangkan selama 48 jam sampai bau lemnya hilang agar tidak
mepengaruhi kualitas air. Proses resirkulasi air menggunakan pompa STA RITE
dengan daya 750 watt, kekuatan 1 HP, dengan tegangan 115/220-240 Volt.

4.1.2 Penebaran Induk


Induk-induk ikan botia yang berada di BPPBIH Depok berasal dari
tangkapan alam yaitu daerah aliran Sungai Batanghari – Jambi dan daerah aliran
Sungai Musi – Sumatra Selatan. Selain dari daerah Sumatra, induk juga
didatangkan dari Kalimantan yaitu tepatnya dari daerah aliran sungai Kapuas dan
aliran sungai Barito. Induk-induk dari alam tersebut dijadikan F0 dan sekarang
sudah ada induk F1 yang merupakan hasil pemijahan dari F0.
Penebaran induk yang baru datang dari alam sebelumnya dilakukan proses
aklimatisasi yaitu dengan cara meletakkan kantong plastik packing yang berisi 3
ekor induk dengan ukuran 10 cm ke dalam wadah yang berada dikarantina. Plastik
packing tersebut diletakkan selama 5-10 menit agar suhu yang ada dalam plastik
packing dengan air di akuarium sama. Setelah itu, ikatan pada plastik dibuka lalu
air dari akuarium dituang sedikit demi sedikit ke dalam kantong plastik packing
agar parameter air lainnya yang ada didalam kantong plastik hampir mendekati
parameter air akuarium. Selanjutnya indukan diserok dengan menggunakan seser
dan dipindahkan ke akuarium yang bertujuan agar air yang berasal dari kantong
plastik packing tidak tercampur dengan air yang diakuarium. Karena air yang
berada pada kantong plastik packing tersebut sudah tercemar dengan kotoran ikan
yang berasal dari hasil buangan proses metabolisme.
Setelah indukan dimasukkan dalam akuarium, lalu diberi larutan formalin
dengan dosis 20 mL/L selama 24 jam dan dilanjutkan dengan pemberian
oxytetracycline (OTC) 10 mg/L selama 7 hari. Setelah proses karantina selesai,
selanjutnya induk-induk tersebut diberi nomer tag atau chipping yang tujuannya
untuk penandaan agar mempermudah pada saat sampling. Induk botia dikarantina
selama 2 minggusampaiikan benar-benar beradaptasi dengan lingkungan yang
baru.
Indukan yang sudah dikarantina selama 2 minggu selanjutnya dipindahkan ke
wadah berupa bak bulat yang terbuat dari kanvas agar dalam proses pematangan
gonadpada induk botia tersebut menjadi lebih cepat. Proses pemindahan induk
dari karantina ke SBB yaitu dengan cara menyerok indukan dengan menggunakan
seser. Sebelumnya disiapkan terlebih dahulu wadah berupa baskom dengan
kapasitas 10 L sebagai tempat penampungan. Proses aklimatisasi dilakukan
dengan cara menaruh baskom yang berisi ikan diatas permukaan air pada bak
kanvas, kemudian didiamkan selama 10-15 menit, lalu ditambahkan air sedikit
demi sedikit ke dalam baskom agar kondisi kualitas air serta suhu yang berada di
baskom dan bak kanvas dapat sesuai. Setelah itu, indukan dituang secara perlahan
sampai indukan tersebut merasa nyaman dan dapat keluar dari baskom
15

dengansendirinya. Pada proses penebaran, indukan ditebar sesuai asalnya dan


selain itu indukan tidak dipisahkan antara jantan dan betina. Wadah pemeliharan
SBB disesuaikan dengan habitat aslinya agar induk dapat lebih cepat pematangan
gonad nya. Selain itu agar kematangan gonad ikan lebih cepat maka syarat yang
diperlukan yaitu suhu ruangan relatif stabil antara 26-30OC, pH 6,5-7,0 dan
oksigen yang cukup yaitu diatas 5 ppm (Satyani 2004). Ikan botia hidup didasar
perairan dan aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Termasuk ikan
pemalu sehingga kondisi ruangan yang agak gelap (intensitas cahaya
rendah)dalam pemeliharaan sangat diperlukan. Pemeliharaan botia pada ruang
gelap dan hanya menggunakan lampu dengan daya 5 watt.

4.1.3 Pemberian Pakan


Pakan yang diberikan pada indukan botia yaitu cacing tanah Lumbricus sp..
Indukan yang berada dikarantina diberi pakan sedikit demi sedikit karena selama
waktu pengadaptasian biasanya konsumsi pakan akan meningkat secara perlahan
maka akan ditambah sesuai dengan naiknya nafsu makan ikan.Pemberian pakan
pada indukan yang berada di SBB diberikan sehari sekali dengan dosis yang
berbeda sesuai kepadatan ikan dalam wadah tersebut. Pakan diberikan sehari
sekali pada pukul 14.00 WIB yaitu disimpan disatu titik dekat inlet air.
Sebelumnya cacing tanah disimpan dalam box styrofoam (100cm x 50cm) yang
berisi pupuk kandang, lalu cacing dipisahkan dengan pupuk tersebut. Setelah itu
disimpan dalam baskom untuk dicuci sampai bersih. Kemudian cacing ditimbang
lalu diberikan pada indukan.
Untuk indukan Sumatra berjumlah 40 ekor diberikan pakan sebanyak 700
gram sedangkan untuk indukan Kalimantan berjumlah 30 ekor maka pakan yang
diberikan sebanyak 600 gram. Cacing tanah dihargai Rp 35 000/kg yang
didapatkan dari petani didaerah depok. Pakan yang dihabiskan selama
pemeliharaan yaitu 6,3 kg untuk indukan sumatra sedangkan 5,4 kg untuk indukan
kalimantan. Cacing tanah dan cara pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar
20.

Gambar 18. Pakan indukan

4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Induk


Pengelolaan air padapemeliharaan induk dengan sistem resirkulasi. Sistem
resirkulasi yang digunakan filter biologi (bioball), filter kimia (cangkang kerang)
dan filter fisik (busa dakron)agar kualitas air yang terdapat pada induk tetap
terjaga. Aliran air yang berasal dari inlet membantu induk botia seperti berada
dihabitat aslinya.
Pengelolaan kualitas air yang dilakukan di bak pemeliharaan induk
dengancara penyifonan bertujuan untuk tetap menjaga kualitas air. Media induk
disifon sebanyak 2 kali dalam seminggu yaitu hari Senin dan Kamis padapukul
08.00 WIB. Alat sifon yang digunakan yaitu selang dengan panjang 8m dan
bagian ujungnya diberi paralon PVC 1 inchi dengan panjang 1,5m dan dibentuk
16

menjadi huruf T lalu dilubangi bagian bawahnya. Penyifonan dilakukan perlahan


agar induk tidak stress. Tabel 1 menunjukan data kualitas air pada indukan dengan
frekwensi pengukuran satu minggu sekali. Alat sifon dan cara penyifonan dapat
dilihat pada Gambar 19.

Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air induk pada tiap minggu sekali

Parameter Hasil
Suhu (OC) 25,9-27,7
pH 6,5-7,0
DO (mg/L) 5,61-8,68
NH3 (mg/L) 0,000-0,005
NO2 (mg/L) 0,015-0,020

(a) (b)
Gambar 19. Pengelolaan kualitas air pada induk botia. (a) Alat sifon, (b) cara
penyifonan

4.1.5 Pengobatan Penyakit dan Pencegahan Hama pada Induk


Jenis penyakit yang sering menyerang botia adalah white spot yang berasal
dari parasit Ichtyopthirius multifilis. Parasit ini menyerang di bagian luar tubuh
ikan seperti kulit dan sirip serta ditandai dengan adanya bintik putih yang dapat
dilihat secara kasat mata. Apabila tidak ditindaklanjuti dengan serius dapat
berakibat kematian. Pencegahan penyakit yang dilakukan pada saat persiapan
wadah dengan cara pemberian larutan formalin dosis 20 mL/L dan diaerasi 6-7
hari. Pemberian ini digunakan agar pathogen hilang danp arasit tidak
berkembangbiak dengan cepat. Pengobatan yang dilakukan dengan cara
perendaman oxytetracycline 10 mg/L atau dengan formalin 20 mL/L selama 24
jam. Selama kegiatan PKL berlangsung tidak ditemui penyakit maupun hama
yang menyerang induk botia.

4.1.6 Sampling Kematangan Gonad Induk


Seleksi induk matang gonad untuk pemijahan dapat dilakukan dengan
memilih induk yang telah benar-benar siap untuk dipijahkan. Pengamatan
kematangan gonad dapat dilakukan dengan cara sampling indukan jantan dan
betina (Gambar 20). Induk yang disampling sebelumnya dipuasakan terlebih
dahulu minimal12jam. Terdapat 2 tahapan pada saat seleksi induk matang gonad,
yaitu secara visual dan rabaan dan secara kanulasi atau kateterisasi.
17

(a) (b)
Gambar 20. Induk botia (a) Indukan jantan, (b) Indukan betina

Tahap pertama indukan yang berada di wadah pemeliharaan diserok dengan


menggunakan seser, selanjutnya indukan disimpan dihappa setelah itu baskom
yang berisi phenoxy etanol yang berfungsi untuk memingsankan ikan dosis 0,3
mL/L. Proses pemingsanan berlangsung selama 1 menit. Induk yang sudah
pingsan lalu dicek nomer taggingnya dengan tag reader. Kemudian dilakukan
pengukuran panjang dan bobot badannya. Untuk indukan betina yang matang
gonad ditandai perut yang membesar dan jika diraba perutnya akan terasa lembek
sedangkan secara kanulasi yaitu proses pengambilan telur dengan menggunakan
kateter berukuran 6 FR. Teknik kanulasi atau kateterisasi yaitu memasukan ujung
bagian kateter ke dalam lubang genital lalu kateter disedot dengan mulut. Setelah
telur ke sedot lalu telur disimpan dalam cawan yang berisi larutan fisiologis (NaCl
0,9%). Penghitungan diameter telur menggunakan mikroskop binokuler.
Sedangkan untuk indukan jantan tidak dilakukan kanulasi atau kateterisasi hanya
dilakukan pengurutan (stripping). Induk jantan yang sudah matang gonad ditandai
dengan tubuhnya yang ramping dan lubang genitalnya agak menonjol. Proses
pengurutan dilakukan pada bagian perut induk jantan ke arah lubang genital
secara perlahan untuk mengambil sperma yang berwarna putih dan kental.Sperma
yang dihasilkan oleh jantan matang gonad, dimasukkan ke dalam microtube dan
dilihat perbedaan sperma yang kental dan yang encer. Selain itu, sperma diamati
di mikroskop binokuler dilihat motilitas sperma tersebut. Sperma yang bagus
kualitasnya ditandai dengan lamanya motilitas sperma tersebut dan sperma
tersebut tidak menggumpal. Bila induk jantan dan betina sudah disampling,
selanjutnya ikan disadarkan kembali dengan air tawar yang berada dibaskom.
Dapat diketahui data sampling kematangan gonad pada ikan botia yaitu rata-rata
bobotnya pada indukan jantan 72,41 g dan panjangnya12,62 cm sedangkan pada
indukan betina rata-rata bobotnya yaitu 123,39 g dan panjangnya 15,26 cm.Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, dan perbedaan sperma dapat dilihat
pada Gambar 21, sedangkan kegiatan sampling kematangan gonad induk jantan
dan betina dapat dilihat pada Gambar 22.

(a) (b1) (b2)


Gambar 21. Perbedaan sperma. (a) visual, (b) mikroskopis (b1) sperma yang tidak
menggumpal, (b2) sperma yang menggumpal
18

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)


Gambar 22. Kegiatan sampling kematangan gonad induk jantan dan betina. (a) Phenoxy
etanol, (b) Pemingsanan ikan, (c) Pengecekan nomer tag, (d) Pengukuran panjang,
(e) Pengukuran bobot, (f) Stripping jantan, (g) Kanulasi betina, (h) Menghitung
diameter telur

4.2 Pemijahan Induk

Kegiatan pemijahan induk meliputipersiapan wadah, proses pemijahan,


penetasan telur, dan pemanenan larva. Kegiatan pemijahan induk merupakan input
dari kegiatan pembenihan.

4.2.1 Persiapan Wadah


Wadah pemijahan yang digunakan berupa akuarium kaca dan dilengkapi
dengan resirkulasi. Filter yang digunakan berupa filter biologi dan fisik.
Akuarium yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan busa
pada sisi-sisi dan dasar akuarium agar kotoran-kotoran yang menempel pada
akuarium tersebut menjadi hilang dan bersih, setelahakuariumdibersihkan
selanjutnya filter-filter tersebut dibersihkan. Pembersihan pada filter biologi
(bioball) hanya dengan pembilasan ssaja menggunakan air bersih namun jangan
terlalu bersih karena telah terdapat bakteri yang menguntungkan seperti
Nitrosomonas dan Nitrobacter. Sedangkan untuk pembersihan filter fisik (dakron)
yaitu dengan merendamnya menggunakan MB (methyline blue) 0,1 mg/L. Setelah
dibilas dengan bersih semua filter, maka filter-filter tersebut dimasukkan ke dalam
akuarium. Akuarium diisi air hingga akuarium penampungan tersebut tingginya
mencapai 40cm. Air yang berada didalam akuarium ini tidak akan luber atau
meluap karena digunakan sistem resirkulasi.
19

4.2.2 Pemijahan
Pemijahan botia dilakukan secara buatan dengan menggunakan hormon
HCG (Human Chorionic Gonadotrophine) dan Ovaprim. Hormon HCG berfungsi
untuk menyeragamkan kematangan gonad sedangkan ovaprim berfungsi untuk
pematangan akhir oosit pada betina dan memicu ovulasi telur dan sperma. Rasio
induk jantan dan betina yaitu 2 : 1.
Penyuntikan induk diawali dengan penyuntikan pada induk betina terlebih
dahulu sebanyak 2 kali. Pada penyuntikan pertama yaitu pada pukul 00.00 WIB
indukan disuntik menggunakan hormon HCG dosis 0,08 ml per kg bobot induk
dan pada penyuntikan kedua yaitu keesokan harinya pada pukul 00.00 WIB
disuntik menggunakan ovaprim dosis 0,07 ml per kg bobot induk. Sedangkan
pada induk jantan disuntik pada waktu bersamaan dengan induk betina yang
disuntik pada penyuntikan ke dua yaitu pukul 15.00 WIB menggunakan ovaprim
dosis 0,07 ml per kg bobot induk.
Berikut adalah contoh perhitungan dosis HCG dan ovaprim pada
penyuntikan induk botia :

Perhitungan dosis HCG dengan bobot induk botia betina 251,48 g


HCG = 500 IU x 251,48 g = 0,08 ml
1 500 IU/ml 1 000 g

Perhitungan dosis ovaprim dengan bobot induk botia jantan 118,99 g


Ovaprim = 0,6 ml x 118,99 g = 0,07 ml
1000 g
Induk botia yang disuntik dianatesi terlebih dahulu dengan menggunakan
larutan phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L. Sehingga ikan tidak stres dan berontak
pada saat disuntik. Setelah ikan dimasukkan dalam baskom yang berisi phenoxy
etanol selama 1 menit, kemudian ikan diangkat dan dicek nomer tag nya dengan
tag reader. Lalu indukan yang disuntik diletakkan diatas handuk basah agar tidak
banyak mengeluarkan lendir dari tubuhnya yang dapat menyebabkan ikan tersebut
menjadi stres. Induk disuntik dengan menggunakan syring 1 ml.
Lokasi penyuntikan yaitu dibagian punggung atau dibawah sirip dorsal
(intramuscular) kemiringan jarum suntik pada saat penyuntikan yaitu 45o.
Penyuntikan dilakukan dengan hati-hati, sehingga hormon tidak keluar pada saat
jarum suntik ditarik sambil dilakukan pengurutan agar hormon bekerja dengan
baik. Setelah selesai proses penyuntikan, indukan kemudian disadarkan kembali
setelah itu ikan dimasukkan kembali pada wadah akuarium penampungan induk.
Dengan menggunakan teknik (IM) intramuscular tentu ada kelebihan dan
kekurangannya.Kelebihannya yaitu penyerapan larutan yang dimasukkan lebih
cepat, karena adanya vasculariation meningkat, lebih aman untuk digunakan pada
ikan karena tidak melukai organ dalamnya dan lebih aman untuk digunakan pada
ikan yang agresif atau aktif. Proses kegiatan stimulasi hormon dapat dilihat pada
Gambar 23.
20

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)


Gambar 23. Kegiatan stimulasi hormon. (a) Phenoxy etanol, (b) Pemingsanan ikan,
(c) Pengecekan nomer tag, (d) HCG (e) Ovaprim (f) Penyuntikan
secara intramuscular
Waktu laten yaitu periode atau waktu antara saat suntik sampai saat
pengeluaran telur, pada ikan botia ini sangat dipengaruhi oleh suhu (Satyani dkk.,
2007). Waktu laten ikan pada umumnya 11-18 jam setelah penyuntikan kedua.
Waktu laten untuk ikan botia selama melakukan penyuntikan yaitu 9-16 jam.
Pentingnya mengetahui waktu laten yaitu untuk memastikan kapan telur ovulasi,
hal ini agar menghindari induk mengeluarkan telur diakuarium. Pada jam ke-9
indukan dicek kembali, apabila sudah mengalami ovulasi maka induk langsung
distripping. Induk yang telah mengalami ovulasi lalu dianastesi menggunakan
phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L. Indukan jantan terlebih dahulu distripping atau
diurut secara perlahan. Sperma yang diambil menggunakan syring 0,1 mL yang
sebelumnya diberi tambahan larutan fisiologis (NaCl) 0,9% sebanyak 0,4 mL.
Setelah itu sperma dimasukkan ke eppendorf 1 mL lalu disimpan didalam coolbox
yang berisi es. Umur sperma botia hanya sekitar 45 detik di dalam air. Dalam
larutan fisiologis sperma dapat hidup hingga 4-6 jam dan angka maksimum 8 jam
terutama suhu dingin (4-15oC) (Satyani dkk., 2011). Proses ini dapat dilihat pada
Gambar 24.

Gambar 24. Kegiatan stripping jantan


21

Setelah induk jantan distripping selanjutnya induk betina. Pengeluaran telur


dilakukan dengan cara pengurutan (stripping) secara perlahan ke arah lubang
genital dan telur ditampung diwadah berupa baskom yang kering. Wadah kering
menghindari adanya air agar lubang mikrofil pada telur tidak tertutup, apabila
tertutup sperma tidak akan bisa masuk ke lubang tersebut. Saat pengurutan, ekor
induk dipegang sehingga telur tidak berceceran. Setelah pengurutan induk betina
selesai, maka dilakukan penimbangan telur. Proses ini dapat dilihat pada Gambar
25.

Gambar 25. Kegiatan stripping betina


Setelah penimbangan telur, kemudian menyiapkan eppendorf yang berisi sperma.
Tahap selanjutnya yaitu pencampuran telur dan sperma. Percampuran telur dan
sperma didalam wadah berupa baskom tersebut sambil digoyangkan dengan hati-
hati bertujuan telur akan terbuahi oleh sperma. Kemudian, dibilas dengan air
mineral sebanyak 3 kali. Pembilasan pertama beurfungsi untuk mengaktifkan
sperma, kemudian pembilasan selanjutnya berfungsi membuang sperma yang
tidak terpakai. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 26.

(a) (b)
Gambar 26. Proses pembuahan. (a) Pencampuran telur dan sperma, (b) Pembilasan

Setelah telur terbuahi oleh sperma, maka tahap selanjutnya yaitu pengamatan
telur. Pengamatan telur dilakukan secara visual pada corong penetasan dan
pengamatan embriologi. Telur-telur tersebut menetas 19-29 jam selama masa
inkubasi. Perbedaan telur yang terbuahi dan tidak terbuahi dapat dilihat pada
Gambar 27.
22

(a) (b)
Gambar 27. Perbedaan telur. (a) terbuahi, (b) tidak terbuahi

4.3 Penetasan Telur

Penetasan telur ikan botia dilakukan dicorong penetasan. Corong penetasan


disimpan didalam bak beton. Air yang digunakan untuk penetasan telur yaitu air
yang telah diendapkan, kurang lebih 2 minggu. Setelah corong penetasan siap
digunakan, maka telur-telur yang telah dibuahi disebar kedalam corong penetasan
dengan menggunakan centong secara perlahan. Setelah telur disebar, maka
diberikan aliran air melalui selang ½ inchi agar telur tidak mengendap karena telur
botia memiliki sifat melayang. Aliran air yang diberikan ke dalam corong
penetasan tersebut dikontrol setiap 2 jam, karena semakin lama berat telur terus
bertambah. Proses penebaran telur dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Penebaran telur


Telur yang dihasilkan oleh induk betina sangat beragam tergantung dari
bobot induknya, sehingga bobot induk dan bobot telur perlu ditimbang. Tabel 4
merupakan data hasil penyuntikan.

Tabel 4. Data pemijahan ikan botia tanggal 03 februari 2014


Bobot Bobot Bobot ∑ Panen
FR HR
Induk Induk telur satu telur Fekunditas Larva umur
(%) (%)
(g) (g) (g) 7 hari (ekor)
SUM
251,48 44,22 0,0009 49 133 94 60 23 100
(7340)
KAL
131,79 17,46 0,0009 19 400 94,29 93,02 17 000
(395A)
Rata-rata 34 266 94,14 76,51 20 050
23

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitungestimasi jumlah telur


yang dihasilkan pada induk botia berasal dari Sumatra :
Fekunditas = Bobot telur (g)
Bobot 1 telur (g)
= 44,22 g
0,0009 g
= 49.133 butir telur

Rumus untuk mengetahui jumlah telur yang terbuahi :

FR (Fertilization Rate) (%) = Jumlah telur yang dibuahi x 100%


Jumlah telur yang dihasilkan
Contoh :
Jumlah telur yang dibuahi (fertil) 141 butir dari jumlah telur sampel 150
butir.
FR (Fertilization Rate) (%) = 141 butir x 100% = 94%
150 butir

Rumus untuk mengetahui derajat penetasan telur :

HR (Hatching Rate) (%) = Jumlah telur yang menetas x 100%


Jumlah telur dibuahi
Contoh :
Jumlah telur yang menetas 86 butir dari jumlah telur yang dibuahi 141 butir.
HR (Hatching Rate) (%) = 86 butir x 100% = 60%
141 butir

4.4 Pemeliharaan Larva

4.4.1 Persiapan wadah pemeliharaan


Larva yang telah dipelihara selama 7 hari di dalam happa dipindahkan ke
wadah berupa akuarium. Larva tersebut dipelihara di dalam akuarium dengan
sistem resirkulasi. Wadah sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian
dipasang pipa outlet. Sistem resirkulasi menggunakan filter biologi (bioball) dan
fisik (busa dakron). Air yang digunakan untuk pemeliharaan larva botia
sebelumnya diputarkan terlebih dahulu untuk menumbuhkan bakteri pengurai
yang berada di dalam air dan juga menyesuaikan larva dengan lingkungan yang
berada di alamnya.Corong penetasan yang dilapisi oleh happa dan akuarium
pemeliharaan larva dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Wadah pemeliharaan larva


24

4.4.2 Penebaran Larva


Larva yang telah dipanen dari happa diruang inkubasi ditampung dalam
wadah berupa baskomberdiameter 25cm. Lalu dihitung, untuk kepadatan setiap
akuarium yaitu 250 ekor. Setelah itu, larva dipindahkan ke akuarium pembenihan
yang sebelumnya diaklimatisasi selama 5-10 menit. Kemudian secara perlahan
baskom dimiringkan agar air dari wadah akuarium masuk sedikit demi sedikit.
Kemudian larva akan keluar dengan sendirinya. Di bawah ini Gambar 30 adalah
proses pemanenan, penghitungan, aklimatisasi dan penebaran larva.

Gambar 30. Proses penebaran larva

4.4.3 Pemberian Pakan


Pakan larva botiadiberi pakan Artemia sp. Mulut larva botia mulai membuka
pada hari ke 4. Ukuran bukaan mulut sekitar 0,2-0,3 mm sehingga naupli Artemia
sp. tetasan 24-36 jam yang berukuran 0,1-0,15 mm sudah dapat ditelan (Satyani
dkk. 2007). Pemberian pakan awal dilakukan ketika larva berumur 4 hari masih
berada dalam wadah happa diruang inkubasi. Kebutuhanuntuk 1 ekor larva pada
hari ke 4 tersebut adalah 1 ekor naupli Artemia sp.. Selanjutnya sampai hari ke 7
kebutuhan bertambah sebanyak 7-8 ekor Artemia sp. per larva (Permana dkk.,
2011). Pemberian pakan Artemia sp. sebanyak 5 kali dalam sehari yaitu pada
pukul 08.00; 10.00; 12.00; 14.00; dan 16.00 WIB. Pemberian pakan setiap 2 jam
sekali karena larva mampu mencerna makanan didalam lambung selama 2 jam
sampai lambungnya kosong kembali. Metode pakan yang diterapkan secara
sekenyangnya (ad libitum).Pemberianpakan pada larva sebanyak 250ml/akuarium.
Pakan larva berupa Artemia sp. dapat dilihat pada Gambar 31.

Gambar 31. Pakan larva

4.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Larva


Pengelolaan kualitas pada akuarium larva dilakukan dengan cara
penyifonan. Penyifonan dilakukan 1 kali dalam sehari, kemudian setelah
penyifonan dilakukan pengisian air dengan cara membuka keran di bak
25

penampungan air resirkulasi. Penyifonan (Gambar 32) dilakukan pada pagi hari
pukul 09.00 WIB setelah larva makan dan dilakukan pengukuran kualitas air.
Kisaran nilai parameter kualitas air pada pemeliharaan akuarium larva yaitu suhu
27.5-27.6oC, pH 6.5-7.0 dan kandungan oksigen 6.81-8.36 mg/L. Pengecekan
kualitas air dilakukan seminggu sekali.

Gambar 32. Penyifonan


4.4.5 Pencegahan Hama dan Penyakit
Selama pemeliharaan larva dilakukan pencegahan penyakit dengan cara
menjaga kestabilan suhu yang berada di dalam ruangan pemeliharaan tersebut
agar tidak berfluktuasi. Bila suhu berfluktuasi maka akan menyebabkan larva
terserang penyakit whitespot yang disebabkan oleh protozoa Ichtyopthirius
multifilis. Pengobatan tersebut dengan menggunakan garam 3g/L ditambah
dengan OTC 0,1mg/L. Pencegahan dilakukan dengan cara penyifonan dan
pengontrolan yang terdapat pada akuarium pemeliharaan. Namun, saat
pelaksanaan PKL tidak ditemukan penyakit pada larva yang dipelihara sehingga
penulis tidak melakukan pengobatan.

4.4.6 Sampling Pertumbuhan dan Jumlah Populasi


Sampling pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui perkembangan
benihbaikdari segi panjangmaupun bobot. Sampling dilakukan 3 minggu sekali
dan dilanjutkan penyortiran benih. Sampling dilakukan dengancara mengambil
sampel sebanyak30 ekordari wadah pemeliharaan. Kegiatan yang dilakukan saat
sampling dimulai dari benih diserok menggunakan seser, kemudian benih tersebut
ditampung didalam baskom. Selanjutnya menyediakan toples yang berisi larutan
phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L dan baskom yang berisi air tandon yang berfungsi
untuk menyadarkan. Benih dipingsankan selama ±1 menit, lalu benih diambil
dengan menggunakan spatula dan diukur pertumbuhan panjang nya menggunakan
milimeter blok dan ditimbang bobotnya dengan menggunakan timbangan digital.
Setelah selesai benih disadarkan kembali dan dimasukkan ke dalam akuarium
pemeliharaan. Sampling benih dilakukan bersama penyortiran. Penyortiran
dilakukan pagi hari agar menghindari adanya fluktuasi suhu dan benih menjadi
stres. Benih diserok dengan menggunakan seser dan ditampung ke dalam baskom
penyortiran. Data sampling rata-rata panjang dan bobot ikan botia dapat dilihat
pada Tabel 5.
26

Tabel 5. Data sampling rata-rata panjang dan bobot ikan botia


Rata-rata (@ 30 ekor )
Waktu Umur
Panjang (cm) Bobot (g)

06 Maret 2014 D30 0,14 0,01

27 Maret 2014 D52 0,18 0,02

16 April 2014 D78 0,14 0,07

Data sortir dan sampling dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada penyortiran
terdapat sortasi 3 ukuran, yaitu S, M, dan L. Kegiatan sampling dapat dilihat pada
Gambar 33.

(a) (b)
Gambar 33. Kegiatan sampling. (a) Pengukuran panjang, (b) Pengukuran bobot

4.5 Pakan Alami (Penetasan dan Pemanenan Artemia sp.)

Pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan larva dan benih yaitu
naupli Artemia sp.. Pakan Artemia sp. yang digunakan bermek Supreme plus
dengan kandungan gizi yang terdapat pada Artemia sp. tersebut untuk protein
55,60%, lemak 18,90% dan karbohidrat 14,30%. Penetasan cyste dan pemanenan
naupli Artemia sp. Dilakukan setiap hari pada pagi hari yaitu pukul 08.00-10.00
WIB. Wadah yang digunakan untuk penetasan cyste Artemia sp.berupa toples
berkapasitas 12 L. Cyste Artemia sp. ditetaskan dengan cara pemberian garam
krosok (garam tanpa yodium) 200g dengan ditambahkan air 8 L kemudian
diberikan aerasi kuat selama 18-24 jam. Penetasan cyste Artemia sp. untuk larva
yang berumur 4 hari setelah menetas yaitu 5 g cyste. Naupli Artemia sp. yang
sudah dapat dipanen ditandai dengan perubahan warna yang berada pada toples
penetasan, awalnya berwarna cokelat berubah menjadi warna orange kemerahan.
Cara yang dilakukan saat pemanenan naupli Artemia sp., yaitu toples penetasan
cyste Artemia sp. dimiringkan setelah itu ditutupi dengan plastik berwarna hitam,
kemudian diberikan cahaya pada satu titik, setelah itu ditunggu hingga naupli
Artemia sp. mengumpul pada satu titik sehingga memudahkan untuk pemanenan.
27

Saat pemanenan diwadah toples yang berisikan Artemia sp. yang telah dipanen
diberikan aerasi sehingga naupli tetap hidup. Pemanenan Artemia sp. dilakukan
secara perlahan dan hati-hati agar cyste-cyste yang belum menetas atau cangkang
tidak ikut terbawa. Setelah pemanenan selesai, hasil panen Artemia sp.
ditambahkan air tawar 3-5 L kemudian ditambahkan lagi dengan garam krosok
sebanyak 100g. Artemia sp. yang dihabiskan larva dalam pemeliharaan yaitu 13,7
gram. Kaleng cyste Artemia sp. dan cara pemanenan dapat diliha tpada Gambar
34.

(a) (b)
Gambar 34. Pemanenan cyste Artemia sp. (a) cyste Artemia sp. (b) Pemanenan cyste Artemia sp.

4.6 Pemeliharaan benih

4.6.1 Persiapan Wadah


Pemeliharaan benih menggunakan wadah yang sama dengan pemeliharaan
larva umur 7 hari, yaitu akuarium pemeliharaan larva sehingga tidak dilakukan
persiapan wadah.

4.6.2 Penebaran Benih


Benih yang akan dipelihara merupakan benih hasil pemeliharaan larva yang
berada diakuarium tersebut. Benih tidak ditebar seperti awal pemeliharaan larva
karena wadah pemeliharaan benih yang digunakan merupakan wadah
pemeliharaan larva. Benih dipelihara didalam akuarium tersebut hingga berumur
±60-90 hari. Data kelangsungan hidup (SR) benih dalam pemeliharaan
diakuarium dapat dilihat pada Lampiran7.

4.6.3 Pemberian Pakan Benih


Larva sudah dapat dikatakan benih pada saat pakan yang diberikan sudah
berubah yaitu bloodworm pada benih berumur ± 40 hari. Bloodworm diberikan
dengan cara dicacah sedangkan untuk benih berumur ± 55 hari bloodworm yang
diberikan tidak perlu dicacah. Caranya yaitu bloodworm beku direndam dengan
air kemudian ditiriskan selama 5 menit (Gambar 35). Kemudian diberikan ke
benih dengan metode sekenyangnya (ad libitum).Bloodworm yang dicacah
mempermudah benih memakannya karena bukaan mulutnya belum sesuai dengan
pakan utuh bloodworm tersebut. Pemberian pakan bloodworm didahulukan untuk
memberi kesempatan benih yang berukuran besar dan telah sesuai bukaan
28

mulutnya memakan bloodworm. Setelah pemberian pakan bloodworm sekitar 30-


60 menit selanjutnya diberi pakan Artemia sp. Pemberian pakan dengan 2 jenis
pakan dan frekuensi yang berbeda dinamakan overlapping (penyesuaian pakan
baru untuk benih yang dipelihara). Manajemen pemberian pakannya, yaitu metode
sekenyangnya (ad libitum), benih diberi pakan sebanyak 3 kali dalam sehari yaitu
pukul 08.00 (bloodworm); 12.00 (Artemia sp.); 16.00 (bloodworm). Total
banyaknya pakan yang dihabiskan dalam 1 siklus yaitu 1,5 kg = 6 lempeng.
Karena dalam 1 lempeng berukuran 25 x 25 cm berjumlah 250 g.

(a) (b)
Gambar 35. Pemberian pakan. (a) Pencacahan bloodworm dan pemberian pakan
untuk benih ± D40, (b) Perendaman bloodworm untuk benih ± D55

4.6.4 Pengelolaan Kualitas Air Benih


Pengelolaan kualitas air benih dilakukan dengan penyifonan. Penyifonan
dilakukan dengan selang sifon berdiameter 1 inchi. Penyifonan dilakukan 1 hari
sekali. Penyifonan dilakukan berdasarkan keadaan kualitas air yang berada
diwadah pemeliharaan, kemudian diisi air kembali setelah penyifonan dengan cara
keran inlet dibuka perlahan hingga ketinggian air sampai dengan yang
sebelumnya. Penyifonan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB sebelum
benih diberi makan dan dilakukan pengukuran kualitas air. Kisaran nilai
parameter kualitas air pada pemeliharaan akuarium benih yaitu suhu 26,8-27,7oC,
pH 6,5-7,0 dan kandungan oksigen 6,72-6,76mg/L.

B Ikan Sinodontis Synodontis eupterus

4.1 Pemelihraan Induk

4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharan Induk


Wadah yang digunakan yaitu berupa akuarium kaca yang dilengkapi dengan
sistem resirkulasi. Akuarium yang digunakan untuk pemeliharaan induk ini
sebelumnya didesinfeksi terlebih dahulu dengan larutan PK (Kalium
Permanganat) dosis yang dipakai adalah 10 mg/L. Kemudiandiendapkan selama
24 jam. Setelah itu dibersihkan dengan cara digosok-gosok menggunakan amplas
ke sisi-sisi dan dasar akuarium kemudian dibilas dengan air bersih. Setelah itu
29

disifon dengan menggunakan selang sifon dan selanjutnya dikeringkan selama 24


jam. Lalu setelah akuarium dikeringkan selama 24 jam diisi dengan air. Air
tersebut dibiarkan mengalir lewat resirkulasi agar bakteri-bakteri yang baik dapat
tumbuh, seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter. Aliran air itu dibiarkan selama 48
jam. Kegiatanpersiapan wadah induk dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Proses persiapan wadah induk sinodontis


4.1.2 Penebaran Induk
Induk sinodontis berasal dari daerah Depok. Induk yang baru datang
sebelum ditebar diaklimatisasi terlebih dahulu. Aklimatisasi dilakukan dengan
cara kantong plastik packing berisi 5 ekor induk berukuran 10-15 cm disimpan
didalam akuarium pemeliharaan induk yang sudah diisi air. Plastik packing
diletakkan di akuarium selama 5-10 menit agar suhu yang berada di plastik dan di
akuarium. Setelah itu, ikatan yang berada pada plastik di lepas, lalu air akuarium
dituang sedikit demi sedikitke dalam kantong plastik packing agar parameter air
yang lain yang ada di dalam kantong plastik hampir menyerupai parameter
kualitas air yang berada di akuarium. Kemudian induk ikan sinodontis diserok
dengan sebuah serokan dandipindahkan ke dalam akuarium tersebut. Tujuan
proses ini dilakukan, yaitu agar air yang berasal dari kantong plastik packing tidak
tercampur ke dalam akuarium pemeliharaan karena air tersebut telah tercemar
akibat kotoran yang dihasilkan oleh sisa metabolisme induk tersebut.

4.1.3 Pemberian Pakan Induk


Salah satu faktor utama yang menetukan keberhasilan pematangan gonad
ikan adalah adanya pakan yang mencukupi kebutuhan ikan selama masa
pemeliharaan berlangsung. Di dalam kegiatan pemeliharaan induk, pakan yang
diberikan berupa cacing tanah Lumbricus sp..
Cacing tanah sangat potensial untuk dijadikan sebagai pakan alami induk
untuk mempercepat kematangan gonad pada induk. Hal ini disebabkan kandungan
gizinya cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya mencapai 64-76%. Pakan
diberikan ke induk 1 kali sehari pada siang hari yaitu pukul 13.00 WIB. Jumlah
pakan yang diberikan yaitu sebanyak 30 g/ekor, maka pakan yang dihabiskan
selama pemeliharaan yaitu 1.8 kg/ekor. Pakan diberikan disatu titik, yaitu dekat
inlet air. Cacing tanah didapatkan dari petani dengan membelinya dengan harga
Rp 35 000,-/kg. Cacing yang diberikan ke induk sebelumnya dibersihkan terlebih
dahulu. Cacing dicuci hingga bersih sehingga tanah yang menempel pada tubuh
cacing tersebut hilang. Cacing tanah dan pemberian pakan dapat dilihat pada
Gambar 37.
30

(a) (b)
Gambar 37. Pemberian pakan induk. (a) Cacing tanah, (b) Pemberian pakan

4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Induk


Pengelolaan kualitas air agar tetap terjaga dengan cara penyifonan.
Akuarium induk disifon 1 kali sehari pada pukul 08.00 WIB. Alat sifon yang
digunakan berupa selang berdiameter ½ inchi. Selain dilakukan penyifonan
dilakukan pengontrolan kualitas air induk dengan mengukur parameter kualitas air
setiap satu minggu sekali. Parameter yang diamati yaitu suhu, pH dan kandungan
oksigen untuk kisaran suhu yaitu 27.4-27.9oC, pH 7.19-7.30 dan kandungan
oksigen 4.11-6.57 mg/L. Penyifonan akuarium induk sinodontis dapat dilihat pada
Gambar 38.

Gambar 38. Penyifonan akuarium induk sinodontis


4.1.5 Pengobatan Penyakit dan Pemberantas Hama pada Induk
Induk sinodontis dapat terserang penyakit whitespot yang disebabkan oleh
protozoa yaitu Ichthyopthirius multifilisyang dapat menyebabkan kematian tinggi
pada proses pemeliharaan. Parasit ini menyerang bagian insang ikan. Pengobatan
dilakukan dengan cara perendaman menggunakan OTC dengan dosis 10 mg/L,
ditambahkan daun ketapang sebanyak 3-4 lembar dan ditambahkan garam 3 g/L
selama 3-7 hari. Namun selama penulis melaksanakan PKL, induk yang dipelihara
tidak terserang penyakit sehingga penulis tidak melakukan pengobatan.

4.1.6 Sampling Kematangan Gonad Induk


Induk yang akan dipijahkan sebelumnya disampling untuk mengetahui
kematangan gonadnya. Ciri induk matang gonad untuk jantan yaitu berumur ± 2-3
tahun, pergerakan lebih agresif, tubuh ramping, alat kelamin runcing, perut
lembek dan tipis dan bila di stripping mengeluarkan cairan putih dan kental
31

disebut sperma. Sedangkan indukan betina yaitu berumur ± 2-3 tahun,


pergerarakan lebih lamban, tubuh membulat, alat kelamin membengkak dan
berwarna kemerahan, perut terasa lembek dan halus bila diraba dan bila dikanulasi
mengeluarkan telur. Perbedaan jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 39.

(a) (b)
Gambar 39. Perbedaan induk sinodontis (a) jantan (b) betina
Prosesnya yaitu induk diambil dari wadah pemeliharaan dengan
menggunakan seser lalu dimasukkan ke dalam baskom besar. Setelah itu, induk
yang memiliki ukuran dengan perut membesar dipisahkan. Tetapi sebelum
disampling, indukan harus dipuasakan terlebih dahulu 2-3 hari bertujuan agar
pada saat stripping yang keluar bukan lah feses melainkan telur atau pun sperma.
Sampling kematangan gonad induk sinodontis bertujuan untuk mengetahui ikan-
ikan yang siap untuk dipijahkan. Sebelum induk diperiksa kematangan gonadnya,
maka dilakukan pemingsanan agar induk tidak stress pada saat proses stripping
dan kanulasi. Induk dipingsankan menggunakan larutan phenoxy etanol dengan
dosis 0,3 mL/L. Setelah ± 1 menit induk dimasukkan ke wadah yang berisi larutan
phenoxy etanol lalu dilakukan pengukuran dan penimbangan. Data induk yang
dipijahkan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Induk yang sudah matang gonad diseleksi untuk selanjutnya dilakukan
penyuntikan. Indukan jantan yang telah matang gonad dilihat dengan cara di
stripping (pengurutan) dibagian perut hingga ke bagian genitalnya, yaitu ditandai
dengan keluarnya cairan berwarna putih susu yang disebut sperma. Sedangkan
untuk induk betina apabila induk tersebut telah matang gonad yaitu terlihat dari
perut yang membulat dan besar menandakan ikan tersebut siap untuk dipijahkan.
Hal ini mudah dilakukan karena induk telah dipuasakan terlebih dahulu sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam penyeleksian. Adapun cara yang lebih akurat yaitu
dengan cara kanulasi atau katerisasi untuk mengambil contoh telur dari induk
betina. Telur yang sudah matang berwarna kuning bening sedangkan untuk
ukuran telur yang baik yaitu berdiameter antara 1.16-1.24 mm. Kegiatan seleksi
induk dapat dilihat pada Gambar 40.
32

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g)


Gambar 40. Kegiatan seleksi induk (a) Pengambilan induk, (b) Phenoxy etanol,
(c) Pemingsanan ikan, (d) Penimbangan, (e) Pengukuran, (f) Stripping
jantan, (g) Kanulasi betina

4.2 Pemijahan Induk

4.2.1 Persiapan Wadah


Wadah yang digunakan untuk pemijahan induk berupa akuarium yang sama
pada saat pemeliharaan induk. Oleh sebab itu dalam memepersiapkan wadah tidak
terlalu rumit, tidak perlu didesinfeksi dengan menggunakan PK (Kalium
Permanganat). Akuarium yang akan digunakan dibersihkan dengan cara disifon
menggunakan selang berukuran ½ inchi. Penyifonan dilakukan untuk membuang
kotoran-kotoran dan sisa metabolisme induk. Penyifonan dapat dilihat pada
Gambar 41.

Gambar 41. Penyifonan


33

4.2.2 Stimulasi Pemijahan


Pemijahan ikan sinodontis dilakukan secara buatan (induced breeding)
dengan bantuan hormon yang dapat merangsang ovulasi atau spermiasi pada
induk yang telah matang gonad. Hormon yang digunakan yaitu hormon sintetik
produk dari Syndel Kanada yang berisi hormon GnRH dan domperidon
(Ovaprim). Rasio pemijahanjantan dan betina yaitu 2:1.
Penyuntikan pada induk jantan dan berina dilakukan hanya satu kali yaitu
pada sore hari pukul 18.40 WIB. Sebelum dilakukan stimulasi pemijahan indukan
dipisahkan jantan dan betina setelah itu indukan dipingsankan agar tidak stres
pada saat penyuntikan dengan larutan phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L setelah
indukan pingsan selama ±1 menit, indukan dilakukan pengukuran dan
penimbangan. Selanjutnya indukan disuntik menggunakan hormon GnRH dan
domperidon (Ovaprim) dengan dosis untuk jantan yaitu 0,06 ml sedangkan betina
0,07 ml. Berikut adalah contoh perhitungan dosis ovaprim pada penyuntikan
indukan sinodontis :
Perhitungan dosis ovaprim dengan bobot induk sinodontis jantan 78,50 g
Ovaprim = 0,6 ml x 78,50 g = 0,06 ml
1 000
Perhitungan dosis ovaprim dengan bobot induk sinodontis betina 107,80 g
Ovaprim = 0,6 ml x 107,80 g = 0,07 ml
1 000
Lokasi penyuntikan yaitu dibagian punggung atau dibawah sirip dorsal
(intramuscular) kemiringan jarum suntik pada saat penyuntikan yaitu 30derajat.
Penyuntikan dilakukan dengan hati-hati, agar hormon tidak keluar lagi pada saat
jarum disuntik ditarik dan sambil dilakukan pengurutan agar hormon bekerja
dengan baik. Setelah selesai proses penyuntikan, indukan kemudian disadarkan
kembali setelah itu ikan dimasukkan kembali pada wadah akuarium penampungan
induk. Dengan menggunakan teknik (IM) intramuscular tentu ada kelebihan dan
kekurangannya. Kelebihannya yaitu penyerapan larutan yang dimasukkan lebih
cepat, karena adanya vasculariation meningkat, lebih aman untuk digunakan
padaikan karena tidak melukai organ dalamnya dan lebih aman untuk digunakan
pada ikan yang agresif atau aktif. Proses kegiatan stimulasi hormon dapat dilihat
pada Gambar 42.

Gambar 42. Stimulasi hormon dengan Ovaprim

Waktu laten (jarak penyuntikkan kedua dengan ovulasi) yaitu 18 jam setelah
penyuntikan. Pentingnya mengetahui waktu laten yaitu untuk memastikan kapan
telur ovulasi, hal ini agar menghindari induk mengeluarkan telur diakuarium. Pada
jam ke-10 indukan dicek kembali, apabila sudah mengalami ovulasi maka induk
34

akan langsung distripping. Induk yang telah mengalami ovulasi lalu dianastesi
menggunakan phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L. Indukan jantan terlebih dahulu
distripping atau diurut secara perlahan. Sperma yang diambil menggunakan syring
0,1 mL yang sebelumnya diberi tambahan larutan fisiologis (NaCl) 0,9%
sebanyak 0,4 mL. Setelah itu sperma dimasukkan ke eppendorf 1 mL lalu
disimpan didalam coolbox yang berisi es. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 43.

Gambar 43. Stripping induk jantan


Setelah induk jantan distripping selanjutnya induk betina. Pengeluaran telur
dilakukan dengan cara pengurutan (stripping) secara perlahan ke arah lubang
genital dan telur ditampung diwadah berupa baskom yang kering. Wadah kering
menghindari adanya air agar lubang mikrofil pada telur tidak tertutup, apabila
tertutup sperma tidak akan bisa masuk ke lubang tersebut. Saat pengurutan, ekor
induk dipegang agar telur tidak berceceran. Setelah pengurutan induk betina
selesai, maka dilakukan penimbangan telur. Proses ini dapat dilihat pada Gambar
44.

Gambar 44. Stripping induk betina


Setelah penimbangan telur, maka siapkan eppendorf yang berisi sperma.
Lalu tahap selanjutnya yaitu pencampuran telur dan sperma. Percampuran telur
dan sperma didalam wadah berupa baskom sambil digoyangkan dengan hati-hati
dan proses pencampuran ini pun dibantu dengan bulu ayam. Kemudian, dibilas
dengan air mineral. Pembilasan berfungsi untuk mengaktifkan sperma dan
selanjutnya membuang sperma yang tidak terpakai. Proses ini dapat dilihat pada
Gambar 45.
35

(a) (b) (c)


Gambar 45. Proses pembuahan. (a) Pencampuran telur dan sperma, (b) Pengadukan
telur dan sperma, (c) Pembilasan

Setelah telur dibuahi oleh sperma, maka telur tersebut diamati. Pengamatan
telur dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Selama 20-24 jam telur menetas
menjadi larva. Proses embriologi dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.3. Penetasan Telur

Penetasan telur menggunakan wadah berupa akuarium dan bak fiber. Air
yang digunakan yaitu air yang telah diendapkan terlebih dahulu selama kurang
lebih 2 minggu. Setelah akuarium siap untuk digunakan maka telur yang telah
dibuahi disebar ke dalam akuarium dan fiber dengan menggunakan bulu ayam
secara perlahan dan hati-hati. Setelah telur ditebar lalu diberikan larutan MB
(Methiline blue) tidak lupa ditambahkan aerasi. Proses penebaran telur dapat
dilihat pada Gambar 46.

Gambar 46. Penebaran telur


Telur yang dihasilkan oleh induk betina sangat beragam tergantung dari
bobot induknya, sehingga bobot induk dan bobot telur perlu ditimbang. Tabel 6
merupakan data hasil penyuntikan ikan sinodontis.
36

Tabel 6. Data pemijahan ikan sinodontis tanggal 12 April 2014


Bobot Bobot ∑ Panen
Bobot FR HR
No Induk satu telur Fekunditas Larva umur
telur (g) (%) (%)
(g) (g) 10 hari (ekor)
1 88,36 19,2 0,0007 27 428 98,47 94,18 13 200
2 95,77 15,34 0,0007 21 914 90,35 94,66 10 510
3 71,65 14,6 0,0007 20 857 99,51 63,26 10 490
Rata-rata 23 399 96,11 84,03 11 400

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitungestimasi jumlah telur


yang dihasilkan pada indukan sinodontis :

Fekunditas = Bobot telur (g)


Bobot 1 telur (g)
= 19,2 g
0,0007 g
= 27 428 butir telur

Rumus untuk mengetahui jumlah telur yang terbuahi :


ℎ ℎ
FR ( Fertilization Rate ) (%) = × 100 %
ℎ ℎ

Contoh :
Jumlah telur yang dibuahi (fertil) 258 butir dari jumlah telur sampel 262
butir.

258
FR ( Fertilization Rate ) (%) = × 100 % = 98,47 %
262

Rumus untuk mengetahui derajat penetasan telur :



HR ( Hatching Rate ) (%) = × 100 %
ℎ ℎ
Contoh :
Jumlah telur yang menetas 243 butir dari jumlah telur yang dibuahi 258
butir.
243
HR ( Hatching Rate ) (%) = × 100 % = 94,18 %
258
37

4.4 Pemeliharaan Larva

4.4.1 Persiapan Wadah


Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan larva sama dengan wadah yang
digunakan pada saaat persiapan wadah penetasan telur maka tidak dilakukan
persiapan kembali.

4.4.2 Penebaran Larva


Dalam proses penebaran larva pun, larva tidak dipindahkan ke wadah
pemeliharaan lain. Karena wadah yang digunakan masih sama dengan wadah
penetasan telur.

4.4.3 Pemberian Pakan Larva


Pakan yang diberikan pada larva sinodontis yaitu berupa pakan alami
Artemia sp.. Pakan tersebut diberikan pada saat larva berumur 4 – 9 hari karena
pada hari ke 0 – 3 larva masih memiliki endogenus (kuning telur). Pemberian
pakan diberikan 4 kali dalam sehari yaitu pukul 08.00; 12.00; 16.00 dan 20.00
WIB. Pakan yang diberikan sekenyangnya (ad libitum). Larva pada umur ke 9
dilakukan overlapping dengan menggunakan cacing sutera Tubifex sp.

4.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Larva


Pengelolaan kualitas pada akuarium larva dilakukan dengan cara
penyifonan. penyifonan dilakukan apabila larva telah berumur 7 hari. Adapun
teknik penyifonan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan selang aerasi dan
dibagian bawahnya ditaruh baskom karena apabila larva ikut tersedot pada saat
penyifonan larva berada dibaskom tersebut. Pada hari ke-7, dilakukan penyifonan
dan pengurangan air sebanyak 30%. Pada hari ke-9, penyifonan dan pengurangan
air sebanyak 50% dan hari ke-10 penyifonan dan pengurangan air dilakukan
sebanyak 70%. Pengisian air dilakukan setelah kegiatan penyifonan dan
pengurangan air. Air diisi kembali dengan ketinggian air 17 cm. Selanjutnya
diberikan garam krosok sebanyak 0,05 g/L dan 750 mL air daun ketapang.
Kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 47.

Gambar 47 Penyifonan
Selain dilakukan penyifonan, pengecekan kualitas air pun dicek setiap
seminggu sekali. Parameter yang diamati yaitu suhu, pH dan kandungan oksigen.
Kisaran nilai parameter kualitas air yang didapatkan yaitu suhu 27,3-28,2oC, pH
38

7,8-8,3 dan kandungan oksigen 6,5-7,41 mg/L. Pengecekan kualitas air dapat
dilihat pada Gambar 48.

Gambar 48. Pengecekan kualitas air

4.4.5 Pencegahan Penyakit dan Pemberantas Hama Pada Larva


Selama pemeliharaan larva pencegahan penyakit dengan cara menjaga
kestabilan suhu yang berada didalam ruangan pemeliharaan tersebut agar tidak
berfluktuasi. Bila suhu berfluktuasi maka akan menyebabkan larva terserang
penyakit. Penyakit yang sering menyerang ikan larva sinodontis yaitu white spot
dan gas bubble deases.
Pengobatan dengan menggunakan garam 3 g/L ditambah dengan OTC 0,1
mg/L dan ditambahkan 3-4 helai daun ketapang. Pencegahan dilakukan dengan
cara penyifonan sebanyak 50-60%. Namun, saat pelaksanaan PKL tidak
ditemukan penyakit pada larva yang dipelihara sehingga penulis tidak melakukan
pengobatan.

4.5 Pakan Alami (Penetasan dan Pemanenan Artemia sp. )

Pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan larva dan benih yaitu
naupli Artemia sp.. Pakan Artemia sp. yang digunakan bermerk Supreme plus.
Penetasan cyste dan pemanenan naupli Artemia sp. Dilakukan setiap hari pada
pagihari yaitu pukul 08.00-10.00 WIB. Wadah yang digunakan untuk penetasan
cyste Artemia sp. berupa toples berkapasitas 16 L. Cyste Artemia sp. ditetaskan
dengan cara pemberian garam krosok (garam tanpa yodium) 210 g lalu air 12 L
kemudian diberikan aerasi kuat selama 18-24 jam. Penetasan cyste Artemia sp.
untuk larva yang berumur 4 hari setelah menetas yaitu 15 g cyste. Naupli Artemia
sp. yang sudah dapat dipanen ditandai dengan perubahan warna yang berada pada
toples penetasan, awalnya berwarna cokelat berubah menjadi warna orange
kemerahan. Cara yang dilakukan saat pemanenan naupli Artemia sp., yaitu toples
penetasan cyste Artemia sp. dimiringkan setelah itu ditutupi dengan plastik
berwarna hitam, kemudian diberikan cahaya pada satu titik, setelah itu ditunggu
hingga naupli Artemia sp. mengumpul pada satu titik sehingga memudahkan
untuk pemanenan. Saat pemanenan diwadah toples hasil panen diberikan aerasi
sehingga naupli tetap hidup. Pemanenan Artemia sp.dilakukan secara perlahan
dan hati-hati agar cyste-cyste yang belum menetas atau cangkang tidak ikut
terbawa. Setelah pemanenan selesai, hasil panen Artemia sp.ditambahkan air
tawar 3-5 L kemudian ditambahkan lagi dengan garam krosok sebanyak 100 g.
Proses pemanenan cyste Artemia sp. dapat dilihat pada Gambar 49.
39

Gambar 49. Penetasan cyste Artemia sp.

V. KEGIATAN PENDEDERAN

A Ikan botia Chromobotia macracanthus

5.1 Pemeliharaan benih

5.1.1 Persiapan wadah


Pendederan yang dilakukan pada ikan botia ini merupakan pemeliharaan
benih usia 3 bulan sampai ukuran siap jual dengan pemeliharaan selama 3 bulan.
Persiapan wadah untuk bak pendederan yaitu dengan cara menggosok seluruh
dinding bak menggunakan dakron dan dibilas dengan air sampai bersih. Setelah
itu bak-bak tersebut diisi air setinggi 30 cm. Bak tersebut dilengkapi dengan
resirkulasi atau filter sederhana (Gambar 50).

Gambar 50. Pembersihan bak pemeliharaan benih

5.1.2 Penebaran benih


Penebaran benih dilakukan dengan cara mengambil benih dari akuarium
pembenihan dengan menggunakan seser. Benih tersebut berukuran ±2 cm.
Kemudian benih ditampung didalam baskom. Setelah itu dilakukan aklimatisasi
dengan cara meletakkan baskom tersebut diatas permukaan air bak lalu diamkan
5-10 menit. Selanjutnya air yang berasal dari bak dimasukkan sedikit demi sedikit
agar ikan mulai menyesuaikan diri terhadap kondisi air yang baru. Setelah
40

penambahan air tersebut baskom dimiringkan sampai bagian atas berada di


airhingga benih keluar dari baskom dengan sendirinya.

5.1.3 Pemberian Pakan


Pakan yang diberikan pada benih yaitu bloodworm. Pakan diberi sebanyak 3
kali dalam sehari yaitu pada pukul 08.00; 12.00 dan 16.00. Metode yang
digunakan yaitu dengan sekenyangnya (ad libitum). Tetapi sebelum diberikan ke
benih, bloodworm tersebut dicairkan terlebih dahulu dengan cara direndam
dengan air kemudian ditiriskan (Gambar 51).

Gambar 51. Bloodworm

5.1.4 Pengelolaan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara membersihkan sisa-sisa
pakan dan feses ikan menggunakan seser atau di sifon dengan selang ½ inchi
setiap pagi sebelum dilakukan pemberian pakan. Setelah penyifonan selesai,
kemudian diisi airkembali. Parameter kualitas air diukur pada tiap minggu ny.
Parameter yang diukur yaitu suhu, pH dan kandungan oksigen. Kisaran nilai
kualitas air yang didapatkan adalah suhu 28-29oC, pH 7,6-8,0 dan kandungan
oksigen 6,4-6,85 mg/L. Pengecekan kualitas air dapat dilihat pada Gambar 52.

Gambar 52. Pengecekan kualitas air

5.1.5 Pengepakan dan Transportasi


Ikan botia yang akan dipacking, sebelumnya dipuasakan terlebih dahulu
selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan isi lambung. Agar ketika
ikan berada di dalam kantong plastik tidak terlalu banyak mengeluarkan feses
hasil metabolisme yang akan membuat kualitas air di dalam kantong menjadi
buruk. Amoniak yang keluar dari tubuh ikan akan meracuni ikan apabila
kandungan amoniak di dalam air terlalu tinggi. Pemuasaan ikan juga dilakukan
agar ikan tidak setres selama perjalanan akibat perutnya terisi pakan, guncangan
saat transportasi akan membuat ikan stres jika perutnya dalam keadaan kenyang.
41

Pemanenan ikan botia berumur 6 bulan, 2 inchi (5cm) yang merupakan


output dari kegiatan pendederan dipacking menggunakan plastik ukuran 60 cm x
40 cm. Tiap kantong berisi 65 ekor. Perbandingan air dan oksigen yaitu 1:2.
Transportasi yang digunakan yaitu berupa motor dan mobil. Proses pengepakan
dapat dilihat pada gambar 53.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 53. Proses pengepakan. (a) Penyortiran, (b) Pengisian air 2 L, (c) Oksigen
: air = 2 : 1, (d) Pengikatan plastik packing, (e) Penyimpanan di
styrofoam, (f) Packingan siap dikirim

B Ikan sinodontis Synodontis eupterus

5.1 Pemeliharaan benih

5.1.1 Persiapan Wadah


Pada pemeliharaan benih berumur 10 hari. Benih sinodontis dipelihara
dalam kolam beton. Persiapan wadah dimulai dengan penyurutan air, lalu proses
membersihkan kolam beton dengan menggunakan sikat dan sekop. Kemudian
kolam dikeringkan selama 2-3 hari. Setelah itu kolam diisi air kembali dengan
cara inlet nya dibuka, tinggi air yaitu 50% dari ketinggian kolam lalu dibiarkan
selama 2 hari. Setelah itu ditambahkan pupuk kandang sebanyak 30 kg. Proses
ditambahkan nya pupuk kandang yaitu untuk meumbuhkan berbagai pakan alami.
Selanjutnya pada hari ke 7 pemasangan happa dengan ukuran 2m x 2m x 1m
sejumlah 3 buah. Kemudian pada hari ke 10 ditambahkan pupuk berupa sekam
42

sebanyak 7,5 kg dan pada hari ke 17 penambahan pupuk kembali berupa sekam
sebanyak 7,5 kg. Proses persiapan wadah dapat dilihat pada Gambar 54.

Gambar 54. Pembersihan kolam


5.1.2 Penebaran benih
Benih yang ditebar pada kolam beton tersebut yaitu benih yang berumur 10
hari. Proses penebaran benih yaitu dengan bantuan selang sifon berukuran ½ inchi
lalu benih tersebut dipanen pada wadah sebelumnya yaitu berupa akuarium dan
fiber setelah itu benih disortir untuk ukuran < 1 cm benih tidak ditebar pada kolam
beton, untuk ukuran < 1cm benih dipelihara kembali dalam wadah akuarium.
Setelah semuanya dipanen dan disortir lalu benih tersebut disimpan dalam wadah
berupa baskom yang selanjutnya akan ditebar ke kolam beton. Sebelum ditebar
pun benih harus diaklimatisasi terlebih dahulu selama ± 5-10 menit agar benih
dapat menyesuaikan keadaan dengan kondisi lingkungan yang baru. Selanjutnya
air yang berasal dari kolam dimasukkan sedikit demi sedikit agar ikan mulai
menyesuaikan diri terhadap kondisi air yang baru. Setelah penambahan air
tersebut baskom dimiringkan sampai bagian atas berada di air hingga benih keluar
dari baskom dengan sendirinya. Benih ditebar pada happa dan luar happa. Benih
yang ditebar berjumlah 4000 e/happa Proses penebaran benih dapat dilihat pada
Gambar 55.

Gambar 55. Penebaran benih

5.1.3 Pemberian Pakan


Dalam proses pemberian pakan, benih yang berada pada pemeliharaan
kolam beton tersebut tidak diberi pakan kembali, karena sudah terdapat pakan
alami dari pupuk yang sebelumnya ditebar. Karena pupuk yang ditebar yaitu
sebanyak 450 g/m2 itu sudah mencukupi kebutuhan pakan benih sinodontis
hingga pemeliharaan ±1 bulan.
43

5.1.4 Pengelolaan Kualitas Air pada benih


Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan dikolam beton ini setiap hari
nya pada pukul 09.00-11.00 WIB yaitu dengan cara membuka saluran inlet dan
outlet agar proses pergantian air dapat berlangsung. Selain itu juga setiap hari
dilakukan pengecekan terhadap saluran air dengan membuang sampah apabila
terdapat sampah yang menyumbat saluran air ke kolam pemeliharaan.

5.1.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit pada Benih


Pencegahan dan pemberantasan hama penyakit pada pemeliharaan dikolam
beton ini yaitu dengan cara mengecek setiap harinya karena ditakutkan adanya
larva capung, kodok dan sebagainya. Karena larva capung ada nya hanya
musiman saja, bila larva capung sudah musim kawin maka dikhawatirkan benih-
benih ikan sinodontis akan habis oleh larva capung tersebut dan meyebabkan
kelangsungan hidup benih sinodontis pada pemeliharaan dikolam beton akan
sangat menurun. Pada saat saya PKL benih sinodontis mengalami kematian masal
pada benih yang terdapat diluar happa dikarenakan hama-hama tersebut yang
menjadi permasalahannya. Hal yang dilakukan selain pengecekan yaitu
pengambilan hama-hama tersebut secara manual dengan menggunakan seser.
Hama yang terdapat pada kolam dapat dilihat pada Gambar 56.

(a) (b) (c)


Gambar 56. Hama. (a) Larva kumbang Dyticus marginalis, (b) Larva capung
Odonata sp, (c) Katak

5.1.6 Sampling Pertumbuhan


Sampling pertumbuhan benih dilakukan 10 hari sekali dengan sampel ikan
30 ekor. Alat dan bahan yang digunakan berupa seser, baskom, kain strimin,
kertas milimeter blok, timbangan digital, cawan petri dan larutan phenoxy etanol
0,3 mL/L. Sebelum ikan disampling terlebih dahulu dipingsankan dengan
menggunakan phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L. Setelah ikan pingsan, lalu diukur
panjang dengan menggunakan milimeter blok dan bobot dengan menggunakan
timbangan digital kapasitas 1 kg dengan ketelitian 0,0001 g. Kegiatan sampling
dapat dilihat pada Gambar 57.
44

(a) (b)
Gambar 57. Sampling pertumbuhan. (a) Pengukuran bobot, (b) Pengukuran
panjang
5.1.7 Pengepakan dan Transportasi
Ikan sinodontis yang akan dipacking, sebelumnya dipuasakan terlebih
dahulu selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan isi lambung. Agar
ketika ikan berada di dalam kantong plastik tidak terlalu banyak mengeluarkan
feses hasil metabolisme yang akan membuat kualitas air di dalam kantong
menjadi buruk. Amoniak yang keluar dari tubuh ikan akan meracuni ikan apabila
kandungan amoniak di dalam air terlalu tinggi. Pemuasaan ikan juga dilakukan
agar ikan tidak setres selama perjalanan akibat perutnya terisi pakan, guncangan
saat transportasi akan membuat ikan stres jika perutnya dalam keadaan kenyang.
Pemanenan ikan sinodontis berumur 1 bulan, ¾ inchi (2,5-2,8 cm) yang
merupakan output dari kegiatan pendederan dipacking menggunakan plastik
ukuran 60cm x 40cm. Tiap kantong berisi 205 ekor. Perbandingan oksigen dan air
yaitu 2:1. Transportasi yang digunakan yaitu berupa motor dan mobil. Proses
pengepakan dapat dilihat pada gambar 58.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 58. Pengemasan. (a) Penyortiran, (b) Pengisian oksigen, (c) Oksigen :
air = 2 : 1, (d) Pengikatan dengan karet, (e) Penyimpanan dikarung,
(f) Dikirim menggunakan motor
45

VI. ASPEK USAHA

A Ikan botia Chromobotia macracanthus

6.1 Pemasaran
Benih yang akan dijual yaitu bertujuan supplier. Daerah pengirimin ikan botia
ini ke daerah Majalengka. Ikan botia yang dipasarkan yaitu benih ukuran 2 inchi
(3 cm) dihargai Rp 3000,- per ekor dan dikirim ke Majalengka.

6.2 Analisis Usaha


a. Biaya Investasi dan Penyusutan
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan barang yang
harus disediakan pada awal usaha. Total investasi yang dikeluarkan untuk usaha
pembenihan dan pendederan ikan botia yaitu Rp. 160 585 000.
Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat nilai suatu barang
berkurang sejalan kurangnya umur teknis.Biaya penyusutan untuk investasi
sebesar Rp. 15 598 400.
Biaya bersama atau joint cost diberlakukan untuk jenis investasi yang
dimiliki oleh BPPBIH Depok, namun digunakan secara bersama dengan
komoditas lainnya. Di BPPBIH Depok terdapat 4 komoditas yang secara bersama-
sama menggunakannya. Biaya bersama untuk penggunaan tersebut sebesar 25%,
yang diperoleh sebagai berikut :
1
= 100% = 25 %
4
46
Tabel 7. Biaya Investasi dan penyusutan kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok
Harga total Nilai Sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
Lahan hanggar 1
1 (Pemeliharan induk dan 150 m2 300 000 45 000 000
Karantina)
2 Lahan hanggar 2 350 m2 300 000 105 000 000
3 Sumur bor 1 m2 5 000 000 5 000 000 10 10 500 000 450 000
4 Indukan botia Kalimantan 30 Ekor 150 000 4 500 000 8 10 450 000 506 250
5 Indukan botia Sumatra 40 Ekor 150 000 6 000 000 8 10 600 000 675 000
Bak beton inkubasi (4,75m x
6 1 Unit 12 000 000 12 000 000 20 10 1 200 000 540 000
1,5m x 0,9) dan resirkulasi
7 Bak kanvas dan resirkulasi 2 Unit 11 000 000 22 000 000 10 5 1 100 000 2090 000
8 Akuarium karantina 4 Buah 800 000 3 200 000 10 5 160 000 304 000
Akuarium penampung
9 3 Buah 1 000000 3 000 000 10 5 150 000 285 000
pemijahan dan resirkulasi
Akuarium (80cm x 40cm x
10 35 Buah 250 000 8 750 000 10 5 437 500 831 250
26cm)
11 Rak akuarium 6 Buah 300 000 1 800 000 10 5 90 000 171 000
Resirkulasi akuarium
12 2 Set 4 000 000 8 000 000 10 5 400 000 760 000
pembenihan
Bak beton pemeliharaan (2,6
13 2 Unit 2 500 000 5 000 000 20 5 250 000 237 500
m x 1,4 m x 0,6 m)
Bak beton penampungan air
14 1 Unit 6 500 000 6 500 000 20 5 325 000 308 750
(2,5m x 2,5m x 1,5m )
15 Pompa air STA RITE 1 Unit 400 000 400 000 5 5 20 000 76 000
Lanjutan Tabel 7.
Harga total Nilai Sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
16 Pompa celup 1 Unit 450 000 450 000 5 5 22 500 85 500
17 Blower dan instalasi 2 Unit 1 500 000 3 000 000 5 5 150 000 570 000
18 Happa penetasan 5 Buah 50 000 250 000 10 5 12 500 23 750
19 Corong penetasan 10 Buah 40 000 400 000 5 5 20 000 76 000
20 Styrofoam 5 Buah 25 000 125 000 5 5 6 250 23 750
21 AC (air conditioner) 2 Unit 2 500 000 5 000 000 5 5 250 000 950 000
22 Freezer 1 Unit 5 000 000 5 000 000 5 5 250 000 950 000
23 Instalasi Listrik 1 Unit 2 000 000 2 000 000 10 10 200 000 180 000
24 Instalasi Air 1 Unit 50 000 000 50 000 000 10 10 5 000 000 4500 000
25 Tabung Oksigen 1 Buah 1 500 000 1 500 000 10 10 150 000 135 000
26 Toples (16 L) 2 Buah 25 000 50 000 5 5 2 500 9 500
27 Centong 5 Buah 5 000 25 000 4
28 Kain sortir 2 Buah 10 000 20 000 2
29 Timbangan digital 1 Buah 2 000 000 2 000 000 5 5 100 000 380 000
30 Baskom 5 Buah 17 000 85 000 5 5 4 250 16 150
31 Ember (16 L) 2 Buah 25 000 50 000 5 5 2 500 9 500
32 Seser (60cm x 45cm) 2 Buah 20 000 40 000 5 5 2 000 7 600
33 Seser (30cm x 20cm) 4 Buah 15 000 60 000 5 5 3 000 11 400
34 Planktonet 1 Buah 25 000 25 000 5 5 1 250 4 750
35 Genset (*) 2 Unit 3 000 000 1500 000 10 10 75 000 142 500
36 Coolbox 1 Unit 50 000 50 000 5 5 2 500 9 500
37 Mobil (*) 1 Unit 25 000 000 6 250 000 10 10 312 500 593 750

47
48
Lanjutan Tabel 7.
Harga total Nilai Sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
38 Microtube (1ml) 10 Buah 1 000 10 000 2
39 Handuk 1 Buah 15 000 15 000 5 5
40 Kateter 1 Buah 10 000 10 000 2
41 Motor (*) 1 Unit 6 000 000 1 500 000 10 10 150 000 135 000
42 Sendok 2 Set 10 000 20 000 5 3 000
Total 160 585 000 15 598 400
Keterangan : *Joint cost 25%
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang terus menerus dikeluarkan, baik ada maupun tidak ada kegiatan produksi dan besarnya tidak dipengaruhi
oleh skala dan jumlah produksi. Biaya tetap di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 125 914 650 dan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok
Harga satuan Harga total Jumlah
NO KOMPONEN JUMLAH SATUAN
(Rp) (Rp/bulan) (Rp/tahun)
1 Penyusutan 15 574 650
2 Direktur 1 Orang 4 000 000 4 000 000 48 000 000
3 Teknisi 2 Orang 900 000 1 800 000 21 600 000
4 Pulsa telepon 1 Bulan 250 000 250 000 3 000 000
5 Biaya listrik 1 Bulan 2 000 000 2 000 000 24 000 000
6 PBB 1 Tahun 100 000 100 000 1 200 000
8 Cacing tanah (induk) 27 Kg 35 000 945 000 11 340 000
9 Perawatan 1 100 000 100 000 1 200 000
Total 125 914 650
c. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatan produksi berjalan dan besarannya dipengaruhi oleh skala dan
jumlah produksi. Biaya variabel di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 8 380 000 dan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok
n Kebutuhan Harga/satuan Jumlah per
Komponen Satuan Biaya/tahun
No per siklus (Rp) siklus (Rp)
1 Blood worm beku 3 25 000 75 000 300 000
2 Artemia 675 gram 1 000 675 000 2 700 000
3 HCG 1 Set 400 000 400 000 1 600 000
4 Ovaprim 1 Botol 190 000 190 000 760 000
5 Larutan fisiologis (NaCl) 1 Botol 15 000 15 000 60 000
6 Phenoxy etanol 3 Botol 30 000 90 000 360 000
7 Garam ikan 8 Kg 8 000 64 000 256 000
8 Plastik packing 3 Pack 12 000 36 000 144 000
9 Karet 1 Pack 5 000 5 000 20 000
10 PK (Kalium Permanganat) 5 gram 17 000 85 000 340 000
11 MB (Metiline Blue) 5 gram 17 000 85 000 340 000
12 Isi tabung 1 tabung 80 000 80 000 320 000
13 Bensin 20 Liter 6 500 130 000 520 000
14 Alat suntik (syringe) 10 Unit 2 000 20 000 80 000
15 Formalin 1 Liter 60 000 60 000 240 000
16 OTC (Oxytetracycline) 5 gram 17 000 85 000 340 000
Total 2 095 000 8 380 000

49
50

d. Biaya Total (TC)


Biaya total merupakan total biaya produksi yang dikeluarkan selama produksi
dalam 1 tahun. Biaya total di BPPBIH Depok yang dikeluarkan adalah :
TC = Biaya tetap + Biaya variabel
TC = Rp. 125 914 650 + Rp. 8 380 000
TC = Rp. 134 294 650

e. Penerimaan (TR)
Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan kepada
konsumen. Pada analisis usaha yang dilakukan di BPPBIH Depok pada kegiatan
pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus, induk yang
dipakai sebanyak 4 induk jantan dan 3 induk betina yang dipijahkan selama 1
siklus (6 bulan). 1tahun terdapat 4 siklus, rata-rata induk menghasilkan 34 266
butir telur.
FR : 94,14%= 32 258 butir
HR : 76,51%= 24 681 ekor
SR : 82,31% = 20 351 ekor (SR yang pertama, pemeliharaan 60 hari)
SR : 75% = 15 236 ekor (SR sebelum dijual)

Produksi 1 siklus (2 akuarium) = 15 236 ekor x 2


= 30 472 ekor
Produksi 1 tahun (4 siklus) = 30 472 ekor x 4 siklus
= 121 888 ekor
harga benih (3 cm)= Rp. 3000,-/ ekor
TR = P x Q
TR = Rp. 3000,- x 121 888ekor
TR = Rp. 365 662 912

f. Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya produksi
(biaya operasional). Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dengan
total biaya adalah positif, keuntungan yang diperoleh dalam usaha ikan hias botia
yaitu sebagai berikut:
Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya
= Rp. 365 662 912– Rp. 134 294 650
= Rp. 231 368 262

Keuntungan yang diperoleh dalam usaha ini yaitu sebesarRp. 231 368 262

g. R/C Ratio
Analisis R/C ratio merupakan parameter analisis yang digunakan untuk
melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang
dipakai dalam kegiatan tersebut. Usaha dikatakan layak jika nilai R/C ratio lebih
dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C ratio, tingkat keuntungan suatu usaha
akan semakin tinggi. Nilai R/C ratio untuk ikan botia dapat dilihat pada
perhitungan sebagai berikut:
51

R/C Ratio = Total Penerimaan


Total Biaya
= Rp. 365 662 912
Rp. 134 294 650
= 2,7
Usaha ikan botia yang dilakukan di BPPBIH sebesar 2,7 yang artinya setiap
Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 1,7

h. Payback Periode (PP)


Payback Periode adalah masa kembalinya modal yang merupakan
perbandingan antara biaya investasi dengan keuntungan yang diperoleh setiap
tahunnya. Nilai PP untuk usaha ikan botia dapat dilihat pada perhitungan berikut
ini.
PP = x 1 tahun
= x 1 tahun
= 0,6 tahun
Biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini akan kembali dalam
jangka waktu 0,6 tahun.

i. Harga Pokok Produksi (HPP)


HPP adalah dimana jumlah harga penjualan produksi berada pada titik
minimum. Nilai HPP untuk usaha pembenihan dapat dilihat pada perhitungan
berikut ini.
HPP =
=
= Rp 1 345

j. Break Event Point


BEP merupakan parameter analisis yang digunakan untuk mengetahui batas
nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak
untung atau tidak rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih
besar dari jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Nilai BEP (rupiah) dan
BEP (unit) pada usaha budidaya ikan botia dapat dilihat pada perhitungan berikut
ini:
BEP (Rp) =
( )

=
( )
=Rp 140 551 646

BEP (Unit) =
/ ( )

=
/ ( )
= 50 090ekor
52

Berdasarkan perhitungan di atas, maka dalam usaha budidaya ikan botia akan
mengalami titik impas ketika menjual benih sebanyak 50 090 ekor/tahun atau
dengan menerima hasil penjualan benih sebesar Rp. 140 551 646

B Ikan sinodontis Synodontis eupterus

6.1 Pemasaran
Benih yang akan dijual di BPPBIH yaitu bertujuan ke supplier. Daerah
pengirimin ikan sinodontis ini ke daerah depok. Ikan sinodontis yang dipasarkan
berumur berukuran 1 cm dengan harga benih ikan sinodontis Rp 150,-/ekor

6.2 Analisis Usaha


a. Biaya Investasi dan Penyusutan
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan barang yang
harus disediakan pada awal usaha. Total investasi yang dikeluarkan untuk usaha
pembenihan dan pendederan ikan sinodontisyaitu Rp. 213 315 000
Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat nilai suatu barang
berkurang sejalan kurangnya umur teknis.Biaya penyusutan untuk investasi
sebesar Rp. 21 674 800
Biaya bersama atau joint cost diberlakukan untuk jenis investasi yang dimiliki
oleh BPPBIH Depok, namun digunakan secara bersama dengan komoditas
lainnya. Di BPPBIH Depok terdapat 4 komoditas yang secara bersama-sama
menggunakannya. Biaya bersama untuk penggunaan tersebut sebesar 25%, yang
diperoleh sebagai berikut :
1
= 100% = 25 %
4
Tabel 10. Biaya Investasi dan penyusutan kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok
Harga total Nilai sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
1 Sumur bor (kedalaman 5 m) 1 Buah 3 000 000 3 000 000 10 10 300 000 270 000
2 Tandon (6m x 5m x 1,1m) 1 Buah 1 000 000 1000 000 10 10 100 000 90 000
3 Lahan hanggar 1 150 m2 500 000 75 000 000 10 10 7 500 000 6 750 000
4 Induk jantan 20 ekor 75 000 1 500 000 5 10 150 000 270 000
5 induk betina 10 ekor 50 000 500 000 5 10 50 000 90 000
Akuarium induk (80cm x 40cm x
6 40cm) 12 Buah 100 000 1 200 000 5 5 60 000 228 000
7 Resirkulasi untuk akuarium induk 1 Buah 2 000 000 2 000 000 10 5 100 000 190 000
8 Rak akuarium induk 3 Buah 600 000 1 800 000 5 5 90 000 342 000
Akuarium telur, larva, benih
9 (80cm x 40cm x 40cm) 16 buah 100 000 1 600 000 5 5 80 000 304 000
10 Rak akuarium pembenihan 14 Buah 600 000 8 400 000 5 5 420 000 1 596 000
11 Bak fiber 2 Buah 1 000 000 2 000 000 5 10 200 000 360 000
12 Pompa air (*) 1 Buah 400 000 100 000 10 5 5 000 9 500
13 Kolam (10m x 8m x 1,5m) 120 m2 950 000 114 000 000 10 10 11400 000 10 260 000
14 Happa (2m x 2m x 1m) 3 Buah 90 000 270 000 5 5 13 500 51 300
15 Hi blow dan instalasi (*) 1 Buah 1 500 000 375 000 10 5 18 750 35 625
16 Genset (*) 1 Buah 3 000 000 750 000 10 5 37 500 71 250
17 Instalasi listrik (*) 1 Unit 1 500 000 375 000 10
18 instalasi air (*) 1 Unit 500 000 125 000 10 10 12 500 11 250
19 Tabung oksigen (*) 1 Buah 1 500 000 375 000 10 10 37 500 33 750
20 Timbangan digital 1 Buah 2 000 000 500 000 5 5 25 000 95 000

53
54
Lanjutan tabel 10
Harga total Nilai sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
21 Motor (*) 1 Unit 6 000 000 1 500 000 20 10 150 000 67 500
22 Mobil (*) 1 Unit 25 000 000 6 250 000 20 10 625 000 281 250
23 Seser (60cm x 45cm) 4 Buah 20 000 80 000 2 5 4 000 38 000
24 Seser (30cm x 20cm) 8 Buah 15 000 120 000 2 5 6 000 57 000
25 Baskom besar 3 Buah 50 000 150 000 2 5 7 500 71 250
26 Baskom kecil 6 Buah 20 000 120 000 2 5 6 000 57 000
27 Toples (16 L) 3 Buah 25 000 75 000 2 5 3 750 35 625
28 Centong 5 Buah 10 000 50 000 2 3 000
29 Kain sortir 1 Buah 10 000 10 000 2
30 Microtube (1ml) 10 Buah 1 000 10 000 2
32 Kateter 1 Buah 10 000 10 000 2
33 Sendok 2 Set 10 000 20 000 5 3 000
34 Coolbox 1 Buah 50 000 50 000 5 5 2 500 9 500
Total 223 315 000 21 674 800
Keterangan *Joint cost 25%
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang terus menerus dikeluarkan, baik ada maupun tidak ada kegiatan produksi dan besarnya tidak dipengaruhi
oleh skala dan jumlah produksi. Biaya tetap di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 139 706 800 dan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok
Harga satuan Harga total
No Komponen Jumlah Satuan Jumlah (Rp)/tahun
(Rp) (Rp)/bulan
1 Penyusutan 1 tahun 1 21 674 800
2 Direktur 1 Orang 4 000 000 4 000 000 48 000 000
2 Gaji pegawai 2 orang 1 000 000 2 000 000 24 000 000
3 Biaya listrik 1 bulan 2 000 000 2 000 000 24 000 000
4 biaya telephon 1 bulan 250 000 250 000 3 000 000
Cacing tanah
39,6 Kg 16 632 000
5 (induk) 35 000 1 386 000
6 PBB 1 tahun 100 000 100 000 1 200 000
7 Perawatan 1 1 000 000 100 000 1 200 000
Total 9 836 000 139 706 800

55
56
c. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatan produksi berjalan dan besarannya dipengaruhi oleh skala dan
jumlah produksi. Biaya variabel di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 42 685 920 dan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Biaya variabel kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok
Kebutuhan per Harga/satuan Jumlah per siklus
No Uraian Satuan Biaya/tahun
siklus (Rp) (Rp)
1 Artemia 4,54 Gram 1 000 4 540 108 960
2 Tubifex 1 takar 7 500 7500 180 000
3 Pupuk kandang 450 g/m2 2 000 900 000 21 600 000
4 PK (Kalium permanganat) 5 Gram 17 000 85 000 2 040 000
5 Ovaprim 1 Botol 190 000 190 000 4 560 000
6 Larutan fisiologis (NaCl) 2 Botol 15 000 30 000 720 000
7 Phenoxy etanol 3 Botol 30 000 90 000 2 160 000
8 Garam ikan 1,26 Kg 10 000 12 600 302 400
9 Isi tabung 1 tabung 80 000 80 000 1 920 000
10 Plastik packing PE 60cm x 40cm 1 Pack 12 000 12 000 288 000
11 OTC 5 Gram 17 000 85 000 2 040 000
12 Karet 1 Pack 7 000 7 000 168 000
13 Bensin 20 Liter 6 500 130 000 3 120 000
14 Alat suntik (syringe) 5 Unit 2 000 10 000 240 000
15 MB (Metiline blue) 5 Gram 17 000 85 000 2 040 000
Total 1 778 580 42 685 920
57

d. Biaya Total (TC)


Biaya total merupakan total biaya produksi yang dikeluarkan selama produksi
dalam 1 tahun. Biaya total di BPPBIH Depok yang dikeluarkan adalah :
TC = Biaya tetap + Biaya variabel
TC = 139 706 800 + 42 685 920
TC = 182 392 720

e. Penerimaan (TR)
Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan kepada
konsumen. Pada analisis usaha yang dilakukan di BPPBIH Depok pada kegiatan
pembenihan dan pendederan ikan sinodontisSynodontis eupterus, induk yang
dipakai sebanyak 4 induk jantan dan 3 induk betina yang dipijahkan selama 1
siklus (1 bulan). 1 tahun terdapat 24 siklus, rata-rata induk menghasilkan 23
399butir telur.
FR: 96,11% = 22 489butir
HR: 84,03% = 18 897ekor
SR: 70,01% = 13 230ekor
SR : 85% = 11 246 ekor
Produksi 1 siklus (7 akuarium) = 11 246 ekor x 7
= 78 719ekor
Produksi 1 tahun (24 siklus) = 78 719 ekor x 24 siklus
= 1 889 246ekor
harga benih (1cm) = Rp. 150,-/ ekor
TR = P x Q
TR = Rp. 150,- x 1 889 246ekor
TR = Rp.283 386 908

f. Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya produksi
(biaya operasional). Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dengan
total biaya adalah positif, keuntungan yang diperoleh dalam usaha ikan hias
sinodontisyaitu sebagai berikut:
Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya
= Rp. 283 386 908– Rp. 182 392 720
= Rp. 100 994 188
Keuntungan yang diperoleh dalam usaha ini yaitu sebesarRp. 100 994 188

g. R/C Ratio
Analisis R/C ratio merupakan parameter analisis yang digunakan untuk
melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang
dipakai dalam kegiatan tersebut. Usaha dikatakan layak jika nilai R/C ratio lebih
dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C ratio, tingkat keuntungan suatu usaha
akan semakin tinggi. Nilai R/C ratio untuk ikan botia dapat dilihat pada
perhitungan sebagai berikut:

R/C Ratio = Total Penerimaan


Total Biaya
58

= Rp. 283 386 908


Rp. 182 392 720
= 1,55
Usaha ikan sinodontis yang dilakukan di BPPBIH sebesar 1,55 yang artinya
setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp.
0,55

h. Payback Periode (PP)


Payback Periode adalah masa kembalinya modal yang merupakan
perbandingan antara biaya investasi dengan keuntungan yang diperoleh setiap
tahunnya. Nilai PP untuk usaha ikan botia dapat dilihat pada perhitungan berikut
ini.
PP = x 1 tahun
= x 1 tahun
= 2,2 tahun
Biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha ini akan kembali dalam jangka
waktu 2,2 tahun.

i. Harga Pokok Produksi (HPP)


HPP adalah dimana jumlah harga penjualan produksi berada pada titik
minimum. Nilai HPP untuk usaha pembenihan dapat dilihat pada perhitungan
berikut ini.
HPP =
=
= Rp 97

j. Break Event Point


BEP merupakan parameter analisis yang digunakan untuk mengetahui batas
nilai produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak
untung atau tidak rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih
besar dari jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Nilai BEP (rupiah) dan
BEP (unit) pada usaha budidaya ikan botia dapat dilihat pada perhitungan berikut
ini:
BEP (Rp) =
( )

=
( )
= Rp 164 482 408

BEP (Unit) =
/ ( )

=
/ ( )
= 1 096 546 ekor
59

Berdasarkan perhitungan di atas, maka dalam usaha budidaya ikan botia


akan mengalami titik impas ketika menjual benih sebanyak 1 096 546 ekor/tahun
atau dengan menerima hasil penjualan benih sebesar Rp. 164 482 408

VII. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pembenihan dan pendederan ikan


botia dan sinodontis yang telah dilakukan secara langsung di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) selama 3 bulan memperoleh
pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan dapat memecahkan masalah.
Kegiatan yang dilakukan di BPPBIH untuk 2 komoditas memiliki kriteria
tersendiri dalam budidayanya, dan dapat dikatakan layak dalam usaha budidaya
pada 2 komoditas tersebut.
Hasil yang didapat pada saat pembenihan yaitu pada prosespemijahan ikan
botia dan sinodontis di BPPBIH dilakukan dengan metode Induced breeding
(Pemijahan Buatan) dengan menggunakan hormon HCG dan Ovaprim.
Fekunditas dari ikan botia yaitu34 266 butir telur per induk, FR 94,14%, HR
76,51%, dan SR 82,31% sedangkan pada indukan sinodontis fekunditas 23 399
butir telur per induk, FR 96,11%%, HR 84,03%, dan SR 70,01%.
Kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia mendapatkan R/C ratio
yang cukup besar yaitu 2,7 dan memiliki keuntungan sebesar Rp 201 668 262
sedangkan pada kegiatan sinodontis mendapatkan R/C Ratio 1,5 dan memiliki
keuntungan Rp 100 994 188.

7.2 Saran

Saran untuk Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias


(BPPBIH) Depok yaitu jumlah tenaga kerja saat proses pemanenan mempunyai
honorer khusus sehingga tidak menggangu tenaga kerja pada divisi lain yang
bertujuan akan mengoptimalkan proses serta untuk mencapai target produksi dan
pengadaan induk baru yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah produksi.
60

DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2010. Penanganan Hewan Percobaan.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31031/2/Reference.pdf)

Kementrian Kelautan dan Perikanan Budidaya. 2013. Statistik Budidaya Ikan


Hias. www.sidatik.kkp.go.id [diakses 8 Desember 2013]

Mahyuddin K. 2011. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya: Yogyakarta

Permana, A., Kusumah V, Ruby. & Priyadi, A. 2011 Budidaya Ikan Hias Botia
(Chromobotia Macracanthus Bleeker) Sebagai Model Konservasi Ex-Situ.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III. Balai
Penelitian Budidaya Ikan Hias.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.

Satyani, D. 2004. Percobaan Pemijahan Ikan Botia (Botia macrachanta Bleeker)


Di Laboratorium. Balai Riset Perikanan Bididaya Air tawar.Depok.

Satyani D, Slembrouck J, Subandiyah S, Legendre M. 2007. Peningkatan Teknik


Pembenihan Buatan Ikan Hias Botia, Chromobotia macracanthus
Bleeker. J. rRis. Akuakultur, 2(3): 135-142.
61

LAMPIRAN
62

. Lampiran 1. Peta Lokasi Balai Peneltian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok

Keterangan : BPPBIH berada di Jalan Perikanan No.13 Pancoran Mas,


Depok,Kode Pos 16436

Lampiran 2. Struktur organisasi di Balai Penelitian dan Pengembangan


Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok
63

Lampiran 3. Data sampling kematangan gonad ikan botia Chromobita


macracanthus pada tanggal 03 Februari 2014
Jenis Bobot induk Panjang total
Asal No Tag
kelamin (g) (cm)
585C 118.99 15.8
5400 51.17 12.9
7118 62.67 12.7
Sumatra
No Tag 39.52 10.8
Jantan
No Tag 30.03 10.4
No Tag 22.72 9.7
510A 174.6 17.3
Kalimantan
No Tag 79.64 11.4
643A 121.74 15.6
Sumatra 7340 251.48 20
Betina No Tag 65.42 12.5
No Tag 46.50 11.1
Kalimantan
395A 131.79 17.1

Lampiran 4. Embriologi pada ikan botia Chromobotia macracanthus

Sumber : Dokumentasi BPPBIH Depok, Jawa Barat


64

Lampiran 5. Data sampling ikan botia Chromobotia macracanthus


(06 Maret 2014) Panjang (cm) Bobot (g)
Akuarium S M L S M L
A1 0,6 0,6 0,8 0,01 0,02 0,03
A2 0,5 0,7 1 0,02 0,02 0,03
A3 0,5 0,6 0,8 0,01 0,02 0,02
A4 0,5 0,6 0,8 0,01 0,02 0,03
A5 0,6 0,6 0,8 0,01 0,02 0,02

(27 Maret 2014) Panjang (cm) Bobot (g)


Akuarium S M L S M L
A1 0,7 0,8 1 0,03 0,07 0,04
A2 0,7 0,9 1 0,03 0,05 0,11
A3 0,7 0,9 1,1 0,03 0,04 0,07
A4 0,7 0,9 1,2 0,03 0,04 0,08
A5 0,6 0,9 1,1 0,03 0,04 0,07

(16 April 2014) Panjang (cm) Bobot (g)


Akuarium S M L S M L
A1 1 1 1,1 0,05 0,09 0,21
A2 0,9 1,1 1,2 0,06 0,10 0,22
A3 0,9 1,1 1,2 0,06 0,11 0,22
A4 1 1,1 1,2 0,06 0,10 0,24
A5 0,8 1,3 1,2 0,05 0,10 0,20

Lampiran 6. Data kelangsungan hidup (SR) pada ikan botia Chromobita


macracanthus (Awal tebar 250 ekor)

(06 Maret 2014) Ukuran SR


Akuarium S M L (%)
A1 148 49 35 92,8
A2 102 63 71 94
A3 99 91 26 94
A4 116 90 30 94
A5 127 71 11 83,6

(27 Maret 2014) Ukuran SR


Akuarium S M L (%)
A1 111 67 44 88
A2 83 70 44 78,8
A3 83 90 38 84,4
A4 122 57 42 88,4
A5 112 68 40 88
65

(16 April 2014) Ukuran SR


Akuarium S M L (%)
A1 58 67 60 74
A2 41 73 69 73,2
A3 68 78 56 80,8
A4 84 71 61 86,4
A5 56 75 80 84

Lampiran 7. Data sampling matang gonad ikan sinodotis Synodopntis


eupterus

Jenis kelamin Bobot (g) Panjang (cm)


88,36 15
Betina 95,77 13
71,65 19
78.50 14
35.34 11
41.55 12
Jantan
69.65 16.5
101.81 13
87.72 13

Lampiran 8. Embriologi pada ikan sinodontis Synodontis eupterus

Sumber : Dokumentasi BPPBIH Depok, Jawa Barat


66

66
Lampiran 9. Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia Chromobotia macracanthus
Januari Februari Maret April Mei Juni
Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1. Persiapan wadah pemijahan
Pemijahan induk
Penetasan telur
Pemeliharaan larva
Induk
1-3 2. Pemeliharaan larva (D7-D30)
Pemeliharaan larva (D31-D60)
Pemeliharaan larva (D61- 4 bulan)
Sortasi dan grading
Panen
67

Lampiran 10. Pola tanam kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia Chromobotia macracanthus

67
68

68
Lampiran 11. Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan sinodontis Synodontis eupterus
Januari
Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1. Persiapan wadah
Pemijahan induk
Penetasan telur
Induk Pemeliharaan larva
1-7 (D0-D10)
2. Pemeliharaan benih
3.. Sortasi dan
grading
4. Panen
69

Lampiran 12. Pola tanam kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan sinodontis Synodontis eupterus

69
70

Lampiran 13. Data diameter telur ikan sinodontis Synodontis eupterus (14 Maret 2014)

No Sebelum ovulasi (mm) Sesudah ovulasi (mm)


1 26 27
2 28 30
3 24 25
4 29 30
5 26 27
6 27 28
7 29 30
8 28 30
9 27 28
10 27 28

Lampiran 14. Diameter kuning telur ikan sinodontis Synodontis eupterus

No d1 (mm) d2 (mm)

1 30 28
2 40 30
3 35 30
4 38 30
5 35 30
6 35 35
7 38 30
8 38 30
9 38 30
10 37 31
71

Lampiran 15. Parameter kualitas air ikan botia Chromobotia macracanthus


DO Kesadahan NO2
No Tanggal Kode Suhu pH CO2 (ppm) NH3 (ppm)
(ppm) (ppm) (ppm)
Benih botia 27.7 7.0 6.76 4.00 97.020 0.005 0.004
1 12-Mar-14 Larva Botia 27.5 7.0 8.36 2.00 98.560 0.006 0.000
Indukan Botia 25.9 6.5 8.68 4.00 49.280 0.005 0.020
Benih botia 26.8 7.5 6.72 6.00 90.860 0.000 0.015
2 19-Mar-14 Larva Botia 27.6 7.5 6.81 2.00 109.340 0.000 0.015
Indukan Botia 26.1 7.0 6.47 4.00 53.900 0.002 0.015
Benih botia 26.2 4.5 3.80 10.00 27.720 0.015 0.000
3 26-Mar-14 Larva Botia 26.6 7.5 6.42 6.00 113.960 0.002 0.008
Indukan Botia 27.7 7.0 5.61 4.00 43.120 0.000 0.015

71
72

72
Lampiran 16. Data sampling ikan sinodontis Synodontis eupterus
15 Maret 2014 25 Maret 2014 1 April 2014 10 April 2014 20 April 2014 30 April 2014
Sampling 0 Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Sampling 4 Sampling 5
No. Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang
Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot
baku baku baku baku baku baku
(cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram)
1 0,28 0,0014 0,45 0,0019 1,3 0,04 1,9 0,08 2,3 0,34 2,7 0,391
2 0,26 0,0013 0,47 0,0021 1,1 0,03 1,7 0,07 1,9 0,18 2,54 0,4
3 0,28 0,0014 0,47 0,0023 1,1 0,03 1,5 0,05 2,1 0,23 2,77 0,485
4 0,28 0,0014 0,47 0,0023 1,1 0,02 1,3 0,02 1,9 0,17 2,59 0,39
5 0,29 0,0014 0,49 0,0024 1,2 0,04 1,7 0,05 1,6 0,12 1,99 0,242
6 0,27 0,0013 0,49 0,0024 0,8 0,02 1,6 0,05 1,6 0,12 1,99 0,241
7 0,27 0,0013 0,48 0,0024 0,9 0,03 1,1 0,02 2 0,2 2,88 0,47
8 0,27 0,0013 0,48 0,0023 1.0 0,01 1,5 0,04 1,9 0,21 2,89 0,49
9 0,29 0,0014 0,51 0,0031 0,8 0,02 1,3 0,03 2 0,24 2,89 0,489
10 0,31 0,0016 0,47 0,0025 1.0 0,01 1,4 0,07 1,8 0,14 2,56 0,36
11 0,29 0,0014 0,49 0,0025 1.0 0,01 1,3 0,05 1,9 0,17 2,71 0,395
12 0,29 0,0014 0,48 0,0022 1.0 0,02 1,2 0,04 2 0,2 2,5 0,39
13 0,27 0,0013 0,49 0,0027 0,9 0,01 1,2 0,05 1,7 0,14 2,76 0,396
14 0,3 0,0015 0,51 0,0031 1,1 0,02 1,7 0,1 1,8 0,14 2,83 0,487
15 0,28 0,0014 0,48 0,0025 1.0 0,02 1,3 0,07 2 0,21 2,72 0,478
16 0,26 0,0013 0,48 0,0025 1,3 0,03 1,2 0,06 1,7 0,16 2,83 0,487
17 0,28 0,0014 0,5 0,003 1.0 0,02 1,2 0,05 2,4 0,38 2,72 0,411
18 0,28 0,0014 0,48 0,0029 1.0 0,02 1,2 0,03 1,5 0,09 2,5 0,46
73

19 0,3 0,0015 0,47 0,0022 1,1 0,02 0,9 0,03 2 0,22 1,95 0,237
20 0,27 0,0013 0,5 0,003 1.0 0,02 1.0 0,2 2,7 0,48 2,88 0,489
21 0,27 0,0013 0,49 0,0024 1,1 0,02 1,9 0,05 1,7 0,13 2,76 0,478
22 0,28 0,0014 0,49 0,0025 1,1 0,02 1,1 0,07 1,7 0,13 2,55 0,461
23 0,29 0,0014 0,47 0,0021 1,1 0,02 1,2 0,1 2,1 0,3 2,46 0,47
24 0,28 0,0014 0,49 0,0022 1,3 0,03 1,4 0,08 1,8 0,17 2,77 0,45
25 0,28 0,0014 0,48 0,002 1,3 0,02 1,2 0,05 1,6 0,11 2,84 0,367
26 0,28 0,0014 0,48 0,0025 1,5 0,05 1,2 0,07 1,7 0,14 1,95 0,243
27 0,31 0,0016 0,47 0,0021 1,5 0,04 1,4 0,02 1,8 0,19 2,58 0,375
28 0,28 0,0014 0,48 0,0024 1,3 0,03 0,9 0,04 2,5 0,39 2,88 0,41
29 0,29 0,0014 0,49 0,0024 1.0 0,02 1,2 0,03 1,5 0,09 2,87 0,487
30 0,29 0,0014 0,49 0,0024 1,3 0,03 1.0 0,03 1,4 0,08 2,68 0,367
Jumlah 8,47 0,0418 14,49 0,0733 24,2 0,72 37,7 1,7099 56,6 5,87 78,54 12,296
Rataan 0,28 0,001 0,48 0,002 1,15 0,024 1,35 0,057 1,89 0,196 2,62 0,410

73
74

74
Lampiran 17. Jadwal pemberian pakan ikan botia Chromobotia macracanthus
Hari ke- 0 4 7 30 40 60 180

Inkubasi Kuning telur

Artemia sp
Akuarium
Bloodworm

Lampiran 18. Jadwal pemberian pakan ikan sinodontis Synodontis eupterus

Hari ke 0 2 3 4 7 9 10 20 30

Kuning telur

Artemia sp

Tubifex
75

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21


Agustus 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Sukarma dan Ibu Hj
Suryani. Penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor pada
tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis diterima
sebagai mahasiswa Diploma Tiga Program Keahlian
Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB).
Salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya
Perikanan pada Program Keahlian Teknologi Produksi
dan Manajemen Perikanan Budidaya, Institut Pertanian
Bogor, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan sebagai tugas akhir.
Kegiatan tersebuttelah dilaksanakandiBalaiPenelitiandan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias, Depok-Jawa Barat. Hasil Praktik Kerja Lapangan tersebut
ditulis dalam bentuk laporan berjudul“Budidaya Ikan Botia Chromobotia
macracanthus dan Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat”.

Anda mungkin juga menyukai