KARINA PRATIWI
Dengan ini saya menyatakan laporan Tugas Akhir Budidaya Ikan Botia
Chromobotia macracanthus dan Sinodontis Synodontis eupterus di Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat adalah
karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.
Karina Pratiwi
NIM J3H111018
ABSTRAK
ABSTRACT
KARINA PRATIWI
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Lapang (PKL) ini dengan baik yang berjudul “Budidaya Ikan Botia Chromobotia
macracanthus dan Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat” Praktik Kerja Lapang ini
merupakan tugas akhir bagi semua mahasiswa Program Keahlian Teknologi
Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Program Diploma, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua beserta segenap kelurga besar yang telah memberikan
dukungan baik secara moril maupun materil serta selalu mengiringi setiap
langkah penulis dengan doa dan semangat.
2. Ibu Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam pembuatan proposal PKL ini.
3. Bapak Ir Irzal Effendi, MSi selaku koordinator Program Keahlian
Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya.
4. Bapak Ir Dadang Shafrudin, MSi selaku dosen penguji
5. Bapak Drs I Wayan Subamia, MSi. dan Staf Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat
6. Bapak Asep Permana, SPi. dan Bapak Sawung Cindelaras, SPi. selaku
pembimbing lapangan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias Depok, Jawa Barat yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingannya selama proses kegiatan PKL ini berlangsung.
7. Mas Rinal, Mbak Santi, Mas Rona, Mas Angga, Pak Hasan, Mas Budi dan
seluruh pihak yang telah membantu dalam seluruh kegiatan PKL untuk
meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam kegiatan pembenihan
dan pendederan.
8. Teman-teman mahasiswa UNAIR, UNSOED, UIN, UNDIP, UMP dan
Polinela Lampung yang telah memberikan semangat dan keceriaan selama
PKL.
9. Rekan-rekan seperjuangan IKN angkatan 48 yang banyak memberikan
dukungan dan motivasi.
Karina Pratiwi
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Metode 2
II. KEADAAN LOKASI PRAKTIK 3
2.1 Letak Geografis 3
2.2 Sejarah 3
2.3 Struktur Organisasi 5
III. INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI 5
3.1 Pembenihan dan Pendederan Ikan Botia dan sinodontis 5
3.1.1 Fasilitas Utama 5
3.1.2 Fasilitas Pendukung 11
IV. KEGIATAN PEMBENIHAN 13
A Ikan botia Chromobotia macrachantus 13
4.1 Pemeliharaan Induk 13
4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan 13
4.1.2 Penebaran Induk 14
4.1.3 Pemberian Pakan 15
4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Induk 15
4.1.5 Pengobatan Penyakit dan Pencegahan Hama pada Induk 16
4.1.6 Sampling Kematangan Gonad Induk 16
4.2 Pemijahan Induk 18
4.2.1 Persiapan Wadah 18
4.2.2 Pemijahan 19
4.3 Penetasan Telur 22
4.4 Pemeliharaan Larva 23
4.4.1 Persiapan wadah pemeliharaan 23
4.4.2 Penebaran Larva 24
4.4.3 Pemberian Pakan 24
4.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Larva 24
4.4.6 Sampling Pertumbuhan dan Jumlah Populasi 25
iii
DAFTAR TABEL
1 Fasilitas utama ikan botia dan sinodontis di BPPBIH Depok tahun 2014 5
2 Fasilitas pendukung pembenihan dan pendederan ikan botia dan sinodontis.12
3 Hasil pengukuran kualitas air induk pada tiap minggu sekali 16
4 Data pemijahan ikan botia tanggal 03 februari 2014 22
5 Data sampling rata-rata panjang dan bobot ikan botia 26
6 Data pemijahan ikan sinodontis tanggal 12 April 2014 36
7 Biaya Investasi dan penyusutan kegiatan pembenihan dan pendederan ikan
botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok 46
8 Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia
macracanthus di BPPBIH Depok 48
9 Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia
macracanthus di BPPBIH Depok 49
10 Biaya Investasi dan penyusutan kegiatan pembenihan dan pendederan ikan
sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok 53
11 Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis
eupterus di BPPBIH Depok 55
12 Biaya variabel kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis
Synodontis eupterus di BPPBIH Depok 56
v
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Balai Peneltian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH)
Depok 62
2 Struktur organisasi di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok 62
3 Data sampling kematangan gonad ikan botia Chromobita macracanthus pada
tanggal 03 Februari 2014 63
4 Embriologi pada ikan botia Chromobotia macracanthus 63
5 Data sampling ikan botia Chromobotia macracanthus 64
6 Data kelangsungan hidup (SR) pada ikan botia Chromobita macracanthus
(Awal tebar 250 ekor) 64
7 Data sampling matang gonad ikan sinodotis Synodopntis eupterus 65
8 Embriologi pada ikan sinodontis Synodontis eupterus 65
9 Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia 66
vii
I. PENDAHULUAN
Nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai
US$70 juta atau sekitar Rp764 miliar, naik 20 persen dari sekitar US$58 juta pada
tahun 2012.Pada Maret 2013 sesuai data Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) nilai ekspor ikan hias Indonesia terus meningkat atau mencapai 115,16 %
dari target yang ditetapkan. Selama ini, pangsa pasar eskpor ikan hias Indonesia
paling banyak adalah Singapura kemudian juga Amerika Serikat. Sedangkan
untuk ikan hias air laut Indonesia memiliki lebih dari 700 jenis spesies (KKP
2013).
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH)
Depok, adalah salah satu Balai Riset di bawah Pusat Riset Perikanan yang
berfungsi sebagai lembaga penghasil teknologi hasil riset budidaya ikan hias air
tawar yang bernaung dibawah Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Banyak berbagai macam ikan hias dibalai tersebut diantaranya yaitu ikan botia
Chromobotia macracanthus dan ikan sinodontis Synodontis eupterus yang sangat
menarik untuk dipelajari, karena memiliki nilai jual ekonomi cukup tinggi di
pasar, tingkah laku yang unik serta menjadi favorit di dalam serta luar negeri.
Ikan botia merupakan ikan alam asli Indonesia yang berasal dari Sungai
Barito, Kalimantan Selatan dan Sungai Batanghari, Jambi. Memiliki bentuk tubuh
yang indah dengan punggung agak membungkuk sehingga tampak seperti
pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan tiga garis lebar atau hitam
lebar. Melihat aspek kebutuhan pasokan benih disatu pihak dan pelestarian jenis
ikan dipihak lain, maka penguasaan teknologi pembenihan ikan hias botia mutlak
perlu dilakukan. Sejak tahun 2005, Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok, telah
melakukan upaya pembenihan ikan botia. Pada tahun 2007 dengan bantuan teknis
dari Institut de Recherche pour le Dévelopment (IRD) Perancis telah berhasil
membenihkan ikan ini walaupun masih skala laboratorium. Upaya-upaya
perbaikan dan peningkatan produksi terus dilakukan dan mulai tahun 2009
pembenihan ikan botia di BRBIH, Depok sudah sampai tahap produksi massal.
Ikan sinodontis merupakan ikan air tawar yang berasal dari benua Afrika.
Ikan ini termasuk dalam golongan catfish dari famili Mochokidae. Nama
Synodontis berasal dari bahasa Yunani, yaitu Syn berarti bersama dan odon berarti
gigi karena ikan Sinodontis senang berkelompok bersama sejenisnya dan
memiliki gigi-gigi mandibular (Anonim 2010).
Ikan ini dikenal dengan keindahan sirip dorsalnya yang tegak dan
memanjang, sehingga sering disebut featherfin catfish. Selain itu, ikan ini juga
memiliki kebiasaan berenang terbalik sehingga karena keindahan dan
keunikannya itu, Sinodontis banyak digemari oleh para penggemar ikan hias air
tawar.
Kegiatan budidaya botia dan sinodontis dapat dibedakan menjadi kegiatan
pembenihan dan pendederan. Kegiatan pembenihan merupakan salah satu
kegiatan on farm yang sangat menentukan tahap kegiatan selanjutnya, yaitu
2
1.2 Tujuan
1.3 Metode
1.3.2 Komoditas
Komoditas yang dipraktikkan pada kegiatan Praktik Kerja Lapang
pembenihan dan pendederan adalah ikan botia Chromobotia macracanthus dan
sinodontis Synodontis Eupterus.
2.2 Sejarah
BPPBIH Depok didirikan pada tahun 1957. Pada awal tahun 1957, BPPBIH
ini bernama Balai Penyelidikan Perikanan Darat yang berfungsi sebagai pusat
percobaan dan penelitian perikanan darat dibawah Direktorat Jendral Perikanan,
Departemen Pertanian. Pada tahun 1963 berubah menjadi Lembaga Penelitian
Perikanan Darat yang berfungsi sebagai pusat percobaan dari penelitian perikanan
darat dibawah Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian. Pada tahun
1975 berganti nama menjadi Pusat Percobaan Perikanan Darat yang berfungsi
sebagai pusat percobaan dan penelitian perikanan darat, dibawah Perwakilan
Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Tahun 1978
dilakukan renovasi bangunan dan instalasi, kemudian pada tahun 1980 menjadi
Balai Penelitian Perikanan Darat yang berfungsi sebagai sub Balai Penelitian
Perikanan Darat yang merupakan bagian Balai Perikanan Darat, Perwakilan
Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Perikanan. Pada tahun 1984
berubah menjadi Balai Penelitian Perikanan Air Tawar dengan fungsi sebagai sub
Balai Penelitian Air Tawar, Perwakilan dan Badan Pengembangan Pertanian.
Pada tahun 1995 berganti nama menjadi Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar
yang berfungsi sebagai Instalasi Riset Perikanan Air Tawar dibawah Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar Sukamandi.
Pada tanggal 29 Agustus 2005, berdasarkan SK. MENPAN No: PER.
11/MEN/2005 berubah menjadi Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar,
selanjutnya pada bulan Oktober tahun 2009 berganti menjadi Balai Riset
Budidaya Ikan Hias Depok. Keberadaannya semakin berkembang dengan adanya
kerjasama dengan sebuah lembaga penelitian dari Perancis yaitu IRD (Institut de
Recherghe pour le Development) sebagai bentuk kerjasama dalam bidang Riset
dan Eksplorasi sejak tahun 2005 serta memiliki kerjasama dengan kelompok Tani
sebagai aplikasi teknologi budidaya dan pengembangan ikan hias sejak tahun
2005. Pada tahun 2011 hingga sampai saat ini berganti menjadi Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) dibawah naungan KKP Jawa
Barat.
5
a. Hatchery
Hatchery merupakan bangunan tertutup yang berfungsi sebagai tempat
memproduksi benih-benih ikan, mulai dari pemijahan sampai menghasilkan larva
dan benih (Mahyuddin 2010). Di BPPBIH hatchery merupakan nama lain dari
hanggar. Hanggar 1 dan hanggar 2 dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Gambar 11. Wadah penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih ikan sinodontis
k. Sumber Air
Sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor. Sumur bor tersebut
memiliki kedalaman 50m. Hanggar botia di BPPBIH hanya menggunakan satu
sumber air, sehingga air ini digunakan untuk semua kegiatan budidaya, seperti
pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva,
pemeliharaan benih, dan penetasan cyste Artemia sp. Air ini disedot dengan
menggunkan pompa bermerk STA RITE dengan daya 750 watt kemudian
dialirkan ke dalam bak penampungan menggunakan pipa PVC 1 inchi. Sumur bor
dan pompa STA RITE dapat dilihat pada Gambar 13.
(a) (b)
Gambar 13. Sumber Air. (a) Sumur bor, (b) Pompa STA RITE
l. Sistem Aerasi
Aerasi digunakan untuk memenuhi persediaan oksigen didalam air. Blower
merupakan sumber aerasi yang didistribusikan ke seluruh akuarium yang ada di
BPPBIH Depok yaitu pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur,
pemeliharaan benih dan kultur pakan alami. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dipakai Hi-blow tipe HG-1100 untuk 1 100 titik, lalu disalurkan melalui pipa PVC
1 ½ inci. Satu akuarium terdapat satu titik aerasi dan pada tiap titik aerasi
dipasang keran aerasi yang berfungsi untuk mengatur besar kecilnya aerasi yang
dikeluarkan. Pada ujung keran aerasi disambung menggunakan selang aerasi
dengan panjang 40 cm yang dipasang batu aerasi berukuran besar pada ujungnya.
Fungsi batu aerasi untuk menambah difusi oksigen dari udara kedalam air. Hi-
blow tipe HG-1100 dapat dilihat pada Gambar 14.
d. Alat Transportasi
Alat tranportasi yang digunakan untuk kegiatan pengiriman ikan yaitu sebuah
kendaraan sepeda motor 125 cc dan mobil berbahan bakar premium milik
BPPBIH. Untuk pengangkutan dengan sepeda motor dapat menampung 12-16
kantong plastik.
sebagai filter 1 dan 2 yang ditempatkan di bak fiber dengan kapasitas 10 000
Liter. Sedangkan filter fisik sebagai filter 3 yang ditempatkan di bak bundar
dengan kapasitas 3 000 Liter. Sebelum dilakukan pengisian air, dilakukan terlebih
dahulu proses disinfeksi dengan menggunakan formalin 20 mL/L yang berfungsi
untuk mematikan mikroorganisme patogen di wadah pemeliharaan tersebut
selama 24 jam. Setelah itu wadah dibilas dengan air bersih dan selanjutnya
dilakukan pengisian air tandon ke dalam bakkanvas berbentuk bulat setinggi 0.6
m. Air tersebut genangkan selama 48 jam sampai bau lemnya hilang agar tidak
mepengaruhi kualitas air. Proses resirkulasi air menggunakan pompa STA RITE
dengan daya 750 watt, kekuatan 1 HP, dengan tegangan 115/220-240 Volt.
Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air induk pada tiap minggu sekali
Parameter Hasil
Suhu (OC) 25,9-27,7
pH 6,5-7,0
DO (mg/L) 5,61-8,68
NH3 (mg/L) 0,000-0,005
NO2 (mg/L) 0,015-0,020
(a) (b)
Gambar 19. Pengelolaan kualitas air pada induk botia. (a) Alat sifon, (b) cara
penyifonan
(a) (b)
Gambar 20. Induk botia (a) Indukan jantan, (b) Indukan betina
4.2.2 Pemijahan
Pemijahan botia dilakukan secara buatan dengan menggunakan hormon
HCG (Human Chorionic Gonadotrophine) dan Ovaprim. Hormon HCG berfungsi
untuk menyeragamkan kematangan gonad sedangkan ovaprim berfungsi untuk
pematangan akhir oosit pada betina dan memicu ovulasi telur dan sperma. Rasio
induk jantan dan betina yaitu 2 : 1.
Penyuntikan induk diawali dengan penyuntikan pada induk betina terlebih
dahulu sebanyak 2 kali. Pada penyuntikan pertama yaitu pada pukul 00.00 WIB
indukan disuntik menggunakan hormon HCG dosis 0,08 ml per kg bobot induk
dan pada penyuntikan kedua yaitu keesokan harinya pada pukul 00.00 WIB
disuntik menggunakan ovaprim dosis 0,07 ml per kg bobot induk. Sedangkan
pada induk jantan disuntik pada waktu bersamaan dengan induk betina yang
disuntik pada penyuntikan ke dua yaitu pukul 15.00 WIB menggunakan ovaprim
dosis 0,07 ml per kg bobot induk.
Berikut adalah contoh perhitungan dosis HCG dan ovaprim pada
penyuntikan induk botia :
(a) (b)
Gambar 26. Proses pembuahan. (a) Pencampuran telur dan sperma, (b) Pembilasan
Setelah telur terbuahi oleh sperma, maka tahap selanjutnya yaitu pengamatan
telur. Pengamatan telur dilakukan secara visual pada corong penetasan dan
pengamatan embriologi. Telur-telur tersebut menetas 19-29 jam selama masa
inkubasi. Perbedaan telur yang terbuahi dan tidak terbuahi dapat dilihat pada
Gambar 27.
22
(a) (b)
Gambar 27. Perbedaan telur. (a) terbuahi, (b) tidak terbuahi
penampungan air resirkulasi. Penyifonan (Gambar 32) dilakukan pada pagi hari
pukul 09.00 WIB setelah larva makan dan dilakukan pengukuran kualitas air.
Kisaran nilai parameter kualitas air pada pemeliharaan akuarium larva yaitu suhu
27.5-27.6oC, pH 6.5-7.0 dan kandungan oksigen 6.81-8.36 mg/L. Pengecekan
kualitas air dilakukan seminggu sekali.
Data sortir dan sampling dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada penyortiran
terdapat sortasi 3 ukuran, yaitu S, M, dan L. Kegiatan sampling dapat dilihat pada
Gambar 33.
(a) (b)
Gambar 33. Kegiatan sampling. (a) Pengukuran panjang, (b) Pengukuran bobot
Pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan larva dan benih yaitu
naupli Artemia sp.. Pakan Artemia sp. yang digunakan bermek Supreme plus
dengan kandungan gizi yang terdapat pada Artemia sp. tersebut untuk protein
55,60%, lemak 18,90% dan karbohidrat 14,30%. Penetasan cyste dan pemanenan
naupli Artemia sp. Dilakukan setiap hari pada pagi hari yaitu pukul 08.00-10.00
WIB. Wadah yang digunakan untuk penetasan cyste Artemia sp.berupa toples
berkapasitas 12 L. Cyste Artemia sp. ditetaskan dengan cara pemberian garam
krosok (garam tanpa yodium) 200g dengan ditambahkan air 8 L kemudian
diberikan aerasi kuat selama 18-24 jam. Penetasan cyste Artemia sp. untuk larva
yang berumur 4 hari setelah menetas yaitu 5 g cyste. Naupli Artemia sp. yang
sudah dapat dipanen ditandai dengan perubahan warna yang berada pada toples
penetasan, awalnya berwarna cokelat berubah menjadi warna orange kemerahan.
Cara yang dilakukan saat pemanenan naupli Artemia sp., yaitu toples penetasan
cyste Artemia sp. dimiringkan setelah itu ditutupi dengan plastik berwarna hitam,
kemudian diberikan cahaya pada satu titik, setelah itu ditunggu hingga naupli
Artemia sp. mengumpul pada satu titik sehingga memudahkan untuk pemanenan.
27
Saat pemanenan diwadah toples yang berisikan Artemia sp. yang telah dipanen
diberikan aerasi sehingga naupli tetap hidup. Pemanenan Artemia sp. dilakukan
secara perlahan dan hati-hati agar cyste-cyste yang belum menetas atau cangkang
tidak ikut terbawa. Setelah pemanenan selesai, hasil panen Artemia sp.
ditambahkan air tawar 3-5 L kemudian ditambahkan lagi dengan garam krosok
sebanyak 100g. Artemia sp. yang dihabiskan larva dalam pemeliharaan yaitu 13,7
gram. Kaleng cyste Artemia sp. dan cara pemanenan dapat diliha tpada Gambar
34.
(a) (b)
Gambar 34. Pemanenan cyste Artemia sp. (a) cyste Artemia sp. (b) Pemanenan cyste Artemia sp.
(a) (b)
Gambar 35. Pemberian pakan. (a) Pencacahan bloodworm dan pemberian pakan
untuk benih ± D40, (b) Perendaman bloodworm untuk benih ± D55
(a) (b)
Gambar 37. Pemberian pakan induk. (a) Cacing tanah, (b) Pemberian pakan
(a) (b)
Gambar 39. Perbedaan induk sinodontis (a) jantan (b) betina
Prosesnya yaitu induk diambil dari wadah pemeliharaan dengan
menggunakan seser lalu dimasukkan ke dalam baskom besar. Setelah itu, induk
yang memiliki ukuran dengan perut membesar dipisahkan. Tetapi sebelum
disampling, indukan harus dipuasakan terlebih dahulu 2-3 hari bertujuan agar
pada saat stripping yang keluar bukan lah feses melainkan telur atau pun sperma.
Sampling kematangan gonad induk sinodontis bertujuan untuk mengetahui ikan-
ikan yang siap untuk dipijahkan. Sebelum induk diperiksa kematangan gonadnya,
maka dilakukan pemingsanan agar induk tidak stress pada saat proses stripping
dan kanulasi. Induk dipingsankan menggunakan larutan phenoxy etanol dengan
dosis 0,3 mL/L. Setelah ± 1 menit induk dimasukkan ke wadah yang berisi larutan
phenoxy etanol lalu dilakukan pengukuran dan penimbangan. Data induk yang
dipijahkan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Induk yang sudah matang gonad diseleksi untuk selanjutnya dilakukan
penyuntikan. Indukan jantan yang telah matang gonad dilihat dengan cara di
stripping (pengurutan) dibagian perut hingga ke bagian genitalnya, yaitu ditandai
dengan keluarnya cairan berwarna putih susu yang disebut sperma. Sedangkan
untuk induk betina apabila induk tersebut telah matang gonad yaitu terlihat dari
perut yang membulat dan besar menandakan ikan tersebut siap untuk dipijahkan.
Hal ini mudah dilakukan karena induk telah dipuasakan terlebih dahulu sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam penyeleksian. Adapun cara yang lebih akurat yaitu
dengan cara kanulasi atau katerisasi untuk mengambil contoh telur dari induk
betina. Telur yang sudah matang berwarna kuning bening sedangkan untuk
ukuran telur yang baik yaitu berdiameter antara 1.16-1.24 mm. Kegiatan seleksi
induk dapat dilihat pada Gambar 40.
32
Waktu laten (jarak penyuntikkan kedua dengan ovulasi) yaitu 18 jam setelah
penyuntikan. Pentingnya mengetahui waktu laten yaitu untuk memastikan kapan
telur ovulasi, hal ini agar menghindari induk mengeluarkan telur diakuarium. Pada
jam ke-10 indukan dicek kembali, apabila sudah mengalami ovulasi maka induk
34
akan langsung distripping. Induk yang telah mengalami ovulasi lalu dianastesi
menggunakan phenoxy etanol dosis 0,3 mL/L. Indukan jantan terlebih dahulu
distripping atau diurut secara perlahan. Sperma yang diambil menggunakan syring
0,1 mL yang sebelumnya diberi tambahan larutan fisiologis (NaCl) 0,9%
sebanyak 0,4 mL. Setelah itu sperma dimasukkan ke eppendorf 1 mL lalu
disimpan didalam coolbox yang berisi es. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 43.
Setelah telur dibuahi oleh sperma, maka telur tersebut diamati. Pengamatan
telur dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Selama 20-24 jam telur menetas
menjadi larva. Proses embriologi dapat dilihat pada Lampiran 9.
Penetasan telur menggunakan wadah berupa akuarium dan bak fiber. Air
yang digunakan yaitu air yang telah diendapkan terlebih dahulu selama kurang
lebih 2 minggu. Setelah akuarium siap untuk digunakan maka telur yang telah
dibuahi disebar ke dalam akuarium dan fiber dengan menggunakan bulu ayam
secara perlahan dan hati-hati. Setelah telur ditebar lalu diberikan larutan MB
(Methiline blue) tidak lupa ditambahkan aerasi. Proses penebaran telur dapat
dilihat pada Gambar 46.
Contoh :
Jumlah telur yang dibuahi (fertil) 258 butir dari jumlah telur sampel 262
butir.
258
FR ( Fertilization Rate ) (%) = × 100 % = 98,47 %
262
Gambar 47 Penyifonan
Selain dilakukan penyifonan, pengecekan kualitas air pun dicek setiap
seminggu sekali. Parameter yang diamati yaitu suhu, pH dan kandungan oksigen.
Kisaran nilai parameter kualitas air yang didapatkan yaitu suhu 27,3-28,2oC, pH
38
7,8-8,3 dan kandungan oksigen 6,5-7,41 mg/L. Pengecekan kualitas air dapat
dilihat pada Gambar 48.
Pakan alami yang diberikan selama pemeliharaan larva dan benih yaitu
naupli Artemia sp.. Pakan Artemia sp. yang digunakan bermerk Supreme plus.
Penetasan cyste dan pemanenan naupli Artemia sp. Dilakukan setiap hari pada
pagihari yaitu pukul 08.00-10.00 WIB. Wadah yang digunakan untuk penetasan
cyste Artemia sp. berupa toples berkapasitas 16 L. Cyste Artemia sp. ditetaskan
dengan cara pemberian garam krosok (garam tanpa yodium) 210 g lalu air 12 L
kemudian diberikan aerasi kuat selama 18-24 jam. Penetasan cyste Artemia sp.
untuk larva yang berumur 4 hari setelah menetas yaitu 15 g cyste. Naupli Artemia
sp. yang sudah dapat dipanen ditandai dengan perubahan warna yang berada pada
toples penetasan, awalnya berwarna cokelat berubah menjadi warna orange
kemerahan. Cara yang dilakukan saat pemanenan naupli Artemia sp., yaitu toples
penetasan cyste Artemia sp. dimiringkan setelah itu ditutupi dengan plastik
berwarna hitam, kemudian diberikan cahaya pada satu titik, setelah itu ditunggu
hingga naupli Artemia sp. mengumpul pada satu titik sehingga memudahkan
untuk pemanenan. Saat pemanenan diwadah toples hasil panen diberikan aerasi
sehingga naupli tetap hidup. Pemanenan Artemia sp.dilakukan secara perlahan
dan hati-hati agar cyste-cyste yang belum menetas atau cangkang tidak ikut
terbawa. Setelah pemanenan selesai, hasil panen Artemia sp.ditambahkan air
tawar 3-5 L kemudian ditambahkan lagi dengan garam krosok sebanyak 100 g.
Proses pemanenan cyste Artemia sp. dapat dilihat pada Gambar 49.
39
V. KEGIATAN PENDEDERAN
Gambar 53. Proses pengepakan. (a) Penyortiran, (b) Pengisian air 2 L, (c) Oksigen
: air = 2 : 1, (d) Pengikatan plastik packing, (e) Penyimpanan di
styrofoam, (f) Packingan siap dikirim
sebanyak 7,5 kg dan pada hari ke 17 penambahan pupuk kembali berupa sekam
sebanyak 7,5 kg. Proses persiapan wadah dapat dilihat pada Gambar 54.
(a) (b)
Gambar 57. Sampling pertumbuhan. (a) Pengukuran bobot, (b) Pengukuran
panjang
5.1.7 Pengepakan dan Transportasi
Ikan sinodontis yang akan dipacking, sebelumnya dipuasakan terlebih
dahulu selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan isi lambung. Agar
ketika ikan berada di dalam kantong plastik tidak terlalu banyak mengeluarkan
feses hasil metabolisme yang akan membuat kualitas air di dalam kantong
menjadi buruk. Amoniak yang keluar dari tubuh ikan akan meracuni ikan apabila
kandungan amoniak di dalam air terlalu tinggi. Pemuasaan ikan juga dilakukan
agar ikan tidak setres selama perjalanan akibat perutnya terisi pakan, guncangan
saat transportasi akan membuat ikan stres jika perutnya dalam keadaan kenyang.
Pemanenan ikan sinodontis berumur 1 bulan, ¾ inchi (2,5-2,8 cm) yang
merupakan output dari kegiatan pendederan dipacking menggunakan plastik
ukuran 60cm x 40cm. Tiap kantong berisi 205 ekor. Perbandingan oksigen dan air
yaitu 2:1. Transportasi yang digunakan yaitu berupa motor dan mobil. Proses
pengepakan dapat dilihat pada gambar 58.
6.1 Pemasaran
Benih yang akan dijual yaitu bertujuan supplier. Daerah pengirimin ikan botia
ini ke daerah Majalengka. Ikan botia yang dipasarkan yaitu benih ukuran 2 inchi
(3 cm) dihargai Rp 3000,- per ekor dan dikirim ke Majalengka.
47
48
Lanjutan Tabel 7.
Harga total Nilai Sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
38 Microtube (1ml) 10 Buah 1 000 10 000 2
39 Handuk 1 Buah 15 000 15 000 5 5
40 Kateter 1 Buah 10 000 10 000 2
41 Motor (*) 1 Unit 6 000 000 1 500 000 10 10 150 000 135 000
42 Sendok 2 Set 10 000 20 000 5 3 000
Total 160 585 000 15 598 400
Keterangan : *Joint cost 25%
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang terus menerus dikeluarkan, baik ada maupun tidak ada kegiatan produksi dan besarnya tidak dipengaruhi
oleh skala dan jumlah produksi. Biaya tetap di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 125 914 650 dan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok
Harga satuan Harga total Jumlah
NO KOMPONEN JUMLAH SATUAN
(Rp) (Rp/bulan) (Rp/tahun)
1 Penyusutan 15 574 650
2 Direktur 1 Orang 4 000 000 4 000 000 48 000 000
3 Teknisi 2 Orang 900 000 1 800 000 21 600 000
4 Pulsa telepon 1 Bulan 250 000 250 000 3 000 000
5 Biaya listrik 1 Bulan 2 000 000 2 000 000 24 000 000
6 PBB 1 Tahun 100 000 100 000 1 200 000
8 Cacing tanah (induk) 27 Kg 35 000 945 000 11 340 000
9 Perawatan 1 100 000 100 000 1 200 000
Total 125 914 650
c. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatan produksi berjalan dan besarannya dipengaruhi oleh skala dan
jumlah produksi. Biaya variabel di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 8 380 000 dan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus di BPPBIH Depok
n Kebutuhan Harga/satuan Jumlah per
Komponen Satuan Biaya/tahun
No per siklus (Rp) siklus (Rp)
1 Blood worm beku 3 25 000 75 000 300 000
2 Artemia 675 gram 1 000 675 000 2 700 000
3 HCG 1 Set 400 000 400 000 1 600 000
4 Ovaprim 1 Botol 190 000 190 000 760 000
5 Larutan fisiologis (NaCl) 1 Botol 15 000 15 000 60 000
6 Phenoxy etanol 3 Botol 30 000 90 000 360 000
7 Garam ikan 8 Kg 8 000 64 000 256 000
8 Plastik packing 3 Pack 12 000 36 000 144 000
9 Karet 1 Pack 5 000 5 000 20 000
10 PK (Kalium Permanganat) 5 gram 17 000 85 000 340 000
11 MB (Metiline Blue) 5 gram 17 000 85 000 340 000
12 Isi tabung 1 tabung 80 000 80 000 320 000
13 Bensin 20 Liter 6 500 130 000 520 000
14 Alat suntik (syringe) 10 Unit 2 000 20 000 80 000
15 Formalin 1 Liter 60 000 60 000 240 000
16 OTC (Oxytetracycline) 5 gram 17 000 85 000 340 000
Total 2 095 000 8 380 000
49
50
e. Penerimaan (TR)
Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan kepada
konsumen. Pada analisis usaha yang dilakukan di BPPBIH Depok pada kegiatan
pembenihan dan pendederan ikan botia Chromobotia macracanthus, induk yang
dipakai sebanyak 4 induk jantan dan 3 induk betina yang dipijahkan selama 1
siklus (6 bulan). 1tahun terdapat 4 siklus, rata-rata induk menghasilkan 34 266
butir telur.
FR : 94,14%= 32 258 butir
HR : 76,51%= 24 681 ekor
SR : 82,31% = 20 351 ekor (SR yang pertama, pemeliharaan 60 hari)
SR : 75% = 15 236 ekor (SR sebelum dijual)
f. Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya produksi
(biaya operasional). Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dengan
total biaya adalah positif, keuntungan yang diperoleh dalam usaha ikan hias botia
yaitu sebagai berikut:
Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya
= Rp. 365 662 912– Rp. 134 294 650
= Rp. 231 368 262
Keuntungan yang diperoleh dalam usaha ini yaitu sebesarRp. 231 368 262
g. R/C Ratio
Analisis R/C ratio merupakan parameter analisis yang digunakan untuk
melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang
dipakai dalam kegiatan tersebut. Usaha dikatakan layak jika nilai R/C ratio lebih
dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C ratio, tingkat keuntungan suatu usaha
akan semakin tinggi. Nilai R/C ratio untuk ikan botia dapat dilihat pada
perhitungan sebagai berikut:
51
=
( )
=Rp 140 551 646
BEP (Unit) =
/ ( )
=
/ ( )
= 50 090ekor
52
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dalam usaha budidaya ikan botia akan
mengalami titik impas ketika menjual benih sebanyak 50 090 ekor/tahun atau
dengan menerima hasil penjualan benih sebesar Rp. 140 551 646
6.1 Pemasaran
Benih yang akan dijual di BPPBIH yaitu bertujuan ke supplier. Daerah
pengirimin ikan sinodontis ini ke daerah depok. Ikan sinodontis yang dipasarkan
berumur berukuran 1 cm dengan harga benih ikan sinodontis Rp 150,-/ekor
53
54
Lanjutan tabel 10
Harga total Nilai sisa
No Komponen Jumlah Satuan Harga (Rp) UT Penyusutan
(Rp) (%) (Rp)
21 Motor (*) 1 Unit 6 000 000 1 500 000 20 10 150 000 67 500
22 Mobil (*) 1 Unit 25 000 000 6 250 000 20 10 625 000 281 250
23 Seser (60cm x 45cm) 4 Buah 20 000 80 000 2 5 4 000 38 000
24 Seser (30cm x 20cm) 8 Buah 15 000 120 000 2 5 6 000 57 000
25 Baskom besar 3 Buah 50 000 150 000 2 5 7 500 71 250
26 Baskom kecil 6 Buah 20 000 120 000 2 5 6 000 57 000
27 Toples (16 L) 3 Buah 25 000 75 000 2 5 3 750 35 625
28 Centong 5 Buah 10 000 50 000 2 3 000
29 Kain sortir 1 Buah 10 000 10 000 2
30 Microtube (1ml) 10 Buah 1 000 10 000 2
32 Kateter 1 Buah 10 000 10 000 2
33 Sendok 2 Set 10 000 20 000 5 3 000
34 Coolbox 1 Buah 50 000 50 000 5 5 2 500 9 500
Total 223 315 000 21 674 800
Keterangan *Joint cost 25%
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang terus menerus dikeluarkan, baik ada maupun tidak ada kegiatan produksi dan besarnya tidak dipengaruhi
oleh skala dan jumlah produksi. Biaya tetap di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 139 706 800 dan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Biaya tetap kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok
Harga satuan Harga total
No Komponen Jumlah Satuan Jumlah (Rp)/tahun
(Rp) (Rp)/bulan
1 Penyusutan 1 tahun 1 21 674 800
2 Direktur 1 Orang 4 000 000 4 000 000 48 000 000
2 Gaji pegawai 2 orang 1 000 000 2 000 000 24 000 000
3 Biaya listrik 1 bulan 2 000 000 2 000 000 24 000 000
4 biaya telephon 1 bulan 250 000 250 000 3 000 000
Cacing tanah
39,6 Kg 16 632 000
5 (induk) 35 000 1 386 000
6 PBB 1 tahun 100 000 100 000 1 200 000
7 Perawatan 1 1 000 000 100 000 1 200 000
Total 9 836 000 139 706 800
55
56
c. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan ketika kegiatan produksi berjalan dan besarannya dipengaruhi oleh skala dan
jumlah produksi. Biaya variabel di BPPBIH Depok dikeluarkan sebesar Rp. 42 685 920 dan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya variabel kegiatan pembenihan dan pendederan ikan sinodontis Synodontis eupterus di BPPBIH Depok
Kebutuhan per Harga/satuan Jumlah per siklus
No Uraian Satuan Biaya/tahun
siklus (Rp) (Rp)
1 Artemia 4,54 Gram 1 000 4 540 108 960
2 Tubifex 1 takar 7 500 7500 180 000
3 Pupuk kandang 450 g/m2 2 000 900 000 21 600 000
4 PK (Kalium permanganat) 5 Gram 17 000 85 000 2 040 000
5 Ovaprim 1 Botol 190 000 190 000 4 560 000
6 Larutan fisiologis (NaCl) 2 Botol 15 000 30 000 720 000
7 Phenoxy etanol 3 Botol 30 000 90 000 2 160 000
8 Garam ikan 1,26 Kg 10 000 12 600 302 400
9 Isi tabung 1 tabung 80 000 80 000 1 920 000
10 Plastik packing PE 60cm x 40cm 1 Pack 12 000 12 000 288 000
11 OTC 5 Gram 17 000 85 000 2 040 000
12 Karet 1 Pack 7 000 7 000 168 000
13 Bensin 20 Liter 6 500 130 000 3 120 000
14 Alat suntik (syringe) 5 Unit 2 000 10 000 240 000
15 MB (Metiline blue) 5 Gram 17 000 85 000 2 040 000
Total 1 778 580 42 685 920
57
e. Penerimaan (TR)
Penerimaan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan kepada
konsumen. Pada analisis usaha yang dilakukan di BPPBIH Depok pada kegiatan
pembenihan dan pendederan ikan sinodontisSynodontis eupterus, induk yang
dipakai sebanyak 4 induk jantan dan 3 induk betina yang dipijahkan selama 1
siklus (1 bulan). 1 tahun terdapat 24 siklus, rata-rata induk menghasilkan 23
399butir telur.
FR: 96,11% = 22 489butir
HR: 84,03% = 18 897ekor
SR: 70,01% = 13 230ekor
SR : 85% = 11 246 ekor
Produksi 1 siklus (7 akuarium) = 11 246 ekor x 7
= 78 719ekor
Produksi 1 tahun (24 siklus) = 78 719 ekor x 24 siklus
= 1 889 246ekor
harga benih (1cm) = Rp. 150,-/ ekor
TR = P x Q
TR = Rp. 150,- x 1 889 246ekor
TR = Rp.283 386 908
f. Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya produksi
(biaya operasional). Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dengan
total biaya adalah positif, keuntungan yang diperoleh dalam usaha ikan hias
sinodontisyaitu sebagai berikut:
Keuntungan = Total Penerimaan – Total Biaya
= Rp. 283 386 908– Rp. 182 392 720
= Rp. 100 994 188
Keuntungan yang diperoleh dalam usaha ini yaitu sebesarRp. 100 994 188
g. R/C Ratio
Analisis R/C ratio merupakan parameter analisis yang digunakan untuk
melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang
dipakai dalam kegiatan tersebut. Usaha dikatakan layak jika nilai R/C ratio lebih
dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C ratio, tingkat keuntungan suatu usaha
akan semakin tinggi. Nilai R/C ratio untuk ikan botia dapat dilihat pada
perhitungan sebagai berikut:
=
( )
= Rp 164 482 408
BEP (Unit) =
/ ( )
=
/ ( )
= 1 096 546 ekor
59
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2010. Penanganan Hewan Percobaan.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31031/2/Reference.pdf)
Permana, A., Kusumah V, Ruby. & Priyadi, A. 2011 Budidaya Ikan Hias Botia
(Chromobotia Macracanthus Bleeker) Sebagai Model Konservasi Ex-Situ.
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III. Balai
Penelitian Budidaya Ikan Hias.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.
LAMPIRAN
62
. Lampiran 1. Peta Lokasi Balai Peneltian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias
(BPPBIH) Depok
66
Lampiran 9. Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia Chromobotia macracanthus
Januari Februari Maret April Mei Juni
Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1. Persiapan wadah pemijahan
Pemijahan induk
Penetasan telur
Pemeliharaan larva
Induk
1-3 2. Pemeliharaan larva (D7-D30)
Pemeliharaan larva (D31-D60)
Pemeliharaan larva (D61- 4 bulan)
Sortasi dan grading
Panen
67
Lampiran 10. Pola tanam kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan botia Chromobotia macracanthus
67
68
68
Lampiran 11. Jadwal kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan sinodontis Synodontis eupterus
Januari
Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1. Persiapan wadah
Pemijahan induk
Penetasan telur
Induk Pemeliharaan larva
1-7 (D0-D10)
2. Pemeliharaan benih
3.. Sortasi dan
grading
4. Panen
69
Lampiran 12. Pola tanam kegiatan pembenihan dan pendederan budidaya ikan sinodontis Synodontis eupterus
69
70
Lampiran 13. Data diameter telur ikan sinodontis Synodontis eupterus (14 Maret 2014)
No d1 (mm) d2 (mm)
1 30 28
2 40 30
3 35 30
4 38 30
5 35 30
6 35 35
7 38 30
8 38 30
9 38 30
10 37 31
71
71
72
72
Lampiran 16. Data sampling ikan sinodontis Synodontis eupterus
15 Maret 2014 25 Maret 2014 1 April 2014 10 April 2014 20 April 2014 30 April 2014
Sampling 0 Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Sampling 4 Sampling 5
No. Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang
Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot
baku baku baku baku baku baku
(cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram) (cm) (gram)
1 0,28 0,0014 0,45 0,0019 1,3 0,04 1,9 0,08 2,3 0,34 2,7 0,391
2 0,26 0,0013 0,47 0,0021 1,1 0,03 1,7 0,07 1,9 0,18 2,54 0,4
3 0,28 0,0014 0,47 0,0023 1,1 0,03 1,5 0,05 2,1 0,23 2,77 0,485
4 0,28 0,0014 0,47 0,0023 1,1 0,02 1,3 0,02 1,9 0,17 2,59 0,39
5 0,29 0,0014 0,49 0,0024 1,2 0,04 1,7 0,05 1,6 0,12 1,99 0,242
6 0,27 0,0013 0,49 0,0024 0,8 0,02 1,6 0,05 1,6 0,12 1,99 0,241
7 0,27 0,0013 0,48 0,0024 0,9 0,03 1,1 0,02 2 0,2 2,88 0,47
8 0,27 0,0013 0,48 0,0023 1.0 0,01 1,5 0,04 1,9 0,21 2,89 0,49
9 0,29 0,0014 0,51 0,0031 0,8 0,02 1,3 0,03 2 0,24 2,89 0,489
10 0,31 0,0016 0,47 0,0025 1.0 0,01 1,4 0,07 1,8 0,14 2,56 0,36
11 0,29 0,0014 0,49 0,0025 1.0 0,01 1,3 0,05 1,9 0,17 2,71 0,395
12 0,29 0,0014 0,48 0,0022 1.0 0,02 1,2 0,04 2 0,2 2,5 0,39
13 0,27 0,0013 0,49 0,0027 0,9 0,01 1,2 0,05 1,7 0,14 2,76 0,396
14 0,3 0,0015 0,51 0,0031 1,1 0,02 1,7 0,1 1,8 0,14 2,83 0,487
15 0,28 0,0014 0,48 0,0025 1.0 0,02 1,3 0,07 2 0,21 2,72 0,478
16 0,26 0,0013 0,48 0,0025 1,3 0,03 1,2 0,06 1,7 0,16 2,83 0,487
17 0,28 0,0014 0,5 0,003 1.0 0,02 1,2 0,05 2,4 0,38 2,72 0,411
18 0,28 0,0014 0,48 0,0029 1.0 0,02 1,2 0,03 1,5 0,09 2,5 0,46
73
19 0,3 0,0015 0,47 0,0022 1,1 0,02 0,9 0,03 2 0,22 1,95 0,237
20 0,27 0,0013 0,5 0,003 1.0 0,02 1.0 0,2 2,7 0,48 2,88 0,489
21 0,27 0,0013 0,49 0,0024 1,1 0,02 1,9 0,05 1,7 0,13 2,76 0,478
22 0,28 0,0014 0,49 0,0025 1,1 0,02 1,1 0,07 1,7 0,13 2,55 0,461
23 0,29 0,0014 0,47 0,0021 1,1 0,02 1,2 0,1 2,1 0,3 2,46 0,47
24 0,28 0,0014 0,49 0,0022 1,3 0,03 1,4 0,08 1,8 0,17 2,77 0,45
25 0,28 0,0014 0,48 0,002 1,3 0,02 1,2 0,05 1,6 0,11 2,84 0,367
26 0,28 0,0014 0,48 0,0025 1,5 0,05 1,2 0,07 1,7 0,14 1,95 0,243
27 0,31 0,0016 0,47 0,0021 1,5 0,04 1,4 0,02 1,8 0,19 2,58 0,375
28 0,28 0,0014 0,48 0,0024 1,3 0,03 0,9 0,04 2,5 0,39 2,88 0,41
29 0,29 0,0014 0,49 0,0024 1.0 0,02 1,2 0,03 1,5 0,09 2,87 0,487
30 0,29 0,0014 0,49 0,0024 1,3 0,03 1.0 0,03 1,4 0,08 2,68 0,367
Jumlah 8,47 0,0418 14,49 0,0733 24,2 0,72 37,7 1,7099 56,6 5,87 78,54 12,296
Rataan 0,28 0,001 0,48 0,002 1,15 0,024 1,35 0,057 1,89 0,196 2,62 0,410
73
74
74
Lampiran 17. Jadwal pemberian pakan ikan botia Chromobotia macracanthus
Hari ke- 0 4 7 30 40 60 180
Artemia sp
Akuarium
Bloodworm
Hari ke 0 2 3 4 7 9 10 20 30
Kuning telur
Artemia sp
Tubifex
75
RIWAYAT HIDUP