HIDROPONIK/ AKUAPONIK
Keunggulan ikan lele berdasarkan aspek budidaya antara lain dapat dipelihara dengan
kepadatan tinggi, sehingga hemat penggunaan lahan, dapat memanfaatkan lahan
marginal dengan hemat air, teknologi budidaya dan pembenihannya mudah diterapkan
oleh masyarakat, sehingga usaha dapat dikembangkan dengan skala kecil hingga
industri. Proses produksi hingga menjadi ikan ukuran konsumsi dan sampai konsumen
dilaksanakan dalam berbagai segmen usaha mulai dari pendederan 1, 2, 3, 4 dan
budidaya pembesaran, pemasaran oleh pedagang perantara, dan penjual langsung ke
konsumen (pedagang restoran dan pecel lele). Usaha seperti ini dapat menyerap
banyak tenaga kerja.
Seiring perkembangan zaman image konsumen terhadap lele terus berubah. Memang
sebelum tahun 1990-an, kalau kita berbicara lele maka yang terbayang diingatan
masyarakat kita adalah binatang yang menggelikan dengan bentuk seperti ular dan
hidup di tempat yang kotor. Namun sekarang dengan jumlah pedagang warumg pecel
lele yang membeludak, ikan lele telah naik gengsinya. Mulai dari kalangan pekerja
kasar, mahasiswa maupun para kalangan kelas menegah bahkan ada sebagian dari
kalangan atas pernah merasakan nikmatnya daging ikan lele.
Gambar. Grafik produksi beberapa jenis ikan yang dibudidayakan di Indonesia (sumber
: KKP,2019)
Data produksi ikan periode 2012 – 2018 menunjukkan hampir seluruh komoditas
budidaya mengalami peningkatan produksi. Namun peningkatan produksi ikan lele
mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan produksi ikan lainnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa usaha budidaya ikan lele masih menjanjikan dan akan
terus berkembang. Perkembangan budidaya ikan lele bukan hanya diwilayah yang
selama ini dikenal sebagai sentra produksi lele, namun juga berbagai wilayah yang
bukan sentra produksi lele. Bahkan di daerah Jawa Tengah dan Yogjakarta yang
dulunya terkenal sebagai masyarakat yang tidak suka makan ikan, mereka hanya
mengerti kalau namanya ikan itu ya ikan tempe dan tahu, sekarang ini tercatat bahwa
kebutuhan lele di daerah Yogjakarta dan sekitarnya memerlukan pasokan hingga 8 ton
perharinya, suatu jumlah yang tidak kecil. Hal ini terkait dengan banyaknya mahasiswa
yang membutuhkan banyak makanan, salah satunya lele yang mungkin sangat sesuai
Bisnis usaha budidaya lele kedepan juga akan semakin baik.hal ini secara makro
ekonomi dapat dilihat dari pola konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang terus
meningkat. Peningkatan nilai konsumsi ikan berdampak pada kebutuhan ikan salah
satu yang terbesar adalah ikan lele.
1. Lele Mutiara
Secara resmi ikan lele mutiara dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
pada tahun 2015 melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 77
tahun 2015. Ikan ini merupakan hasil pemuliaan melalui proses selektif breeding
program yang dilakukan oleh Balai Riset Pemuliaan Ikan Sukamandi. Lele ini sudah
berkembang secara luas di masyarakat dan memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup
tinggi dengan kanibalisme yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis ikan lele
NO DESKRIPSI KETERANGAN/NILAI
1. Silsilah Induk Ikan Dibentuk dari persilangan populasi ikan lele
Mesir,
Paiton, Sangkuriang dan Dumbo
Waktu asal Tahun 2010 dan 2011
Daerah asal Populasi ikan lele Mesir dikoleksi dari Karawang,
Paiton dari Mojokerto, Sangkuriang dari
Cijengkol
(Subang) dan Dumbo dari Sukamandi (Subang)
Keunggulan Tumbuh cepat
Produktivitas panen tinggi
Keseragaman ukuran tinggi
FCR rendah (0,6-1,0)
Lama pemeliharaan singkat
Daya tahan terhadap penyakit tinggi
Toleransi terhadap lingkungan tinggi
2. Metode
Metode Seleksi Seleksi Individu
Protokol Protokol Pemuliaan Ikan Lele dan
Perbanyakan
Induk Ikan Lele Nomor P04 dan Nomor P05 (Pusat
Lele Nasional, 2010)
Lokasi pelaksanaan Sukamandi, Subang – Jawa Barat
Waktu pelaksanaan Tahun 2010-2014
3. Klasifikasi
Famili Clariidae
Nama Latin Clarias gariepinus Burchell, 1822
Nama Dagang African catfish
Nama Indonesia Ikan Lele Dumbo, Ikan Lele Afrika
4. Uji Fenotipe
NO DESKRIPSI KETERANGAN/NILAI
Meristik Jumlah jari-jari sirip punggun:g: 59-79
Jumlah jari-jari sirip anus: 47-59
Jumlah jari-jari sirip dada: 9-11
Jumlah jari-jari sirip perut: 5-6
Jumlah jari-jari sirip ekor: 19-22
Warna 99,63% normal (abu-abu gelap, TC Color File
5414)
Pertumbuhan Pemeliharaan larva 21 hari menghasilkan
benih dominan berukuran 2-3 cm dan 3-4 cm.
Pendederan 1 bulan menghasilkan benih
dominan berukuran 5-7 cm dan 7-9 cm.
Pembesaran 1,5-2 bulan tanpa sortir
menghasilkan ikan lele ukuran konsumsi
sekitar 70-80%.
5. Uji Genotipe
Keragaman genetik Heterozigositas teramati: 0,50
Indeks fiksasi: 0,42
6. Ketersediaan Induk Induk penjenis: 237 ekor betina dan 213 ekor
jantan.
Induk dasar: 15.000 ekor betina dan 100.000
ekor jantan.
NO DESKRIPSI KETERANGAN/NILAI
7. Manfaat
Aspek Teknologi Teknologi budidayanya mudah diterapkan
karena tidak berbeda dari teknologi yang telah
ada dan tidak memerlukan teknologi baru yang
spesifik.
Aspek Ekonomi Penggunaan pada usaha produksi benih
menghasilkan benih siap jual dalam proporsi
yang tinggi (65-85%), pada pembesaran
menghasilkan ikan konsumsi dengan proporsi
yang tinggi (70-80%), sehingga keuntungan yang
diperoleh tinggi.
Aspek Sosial Benih ikan lele tumbuh cepat yang terbukti
memiliki keragaan tinggi dapat diterima dan
diminati oleh para pembudidaya, sehingga
banyak permintaan.
No Gambaran Nilai
I. Asal
Hasil silang-balik (Backcross ) antara lele dumbo
induk betina F2 dengan induk jantan F6.
No Deskripsi Nilai
II.14. Jarak antara ujung tutup insang bagian bawah ke 28.94 –42.86
ujung
moncong (%PK)
II.15. Jarak antara sirip dada ke ujung moncong (%PS) 17.74 – 25.00
II.16. Jarak antara sirip perut ke ujung moncong (%PS) 43.55 –47.06
II.17. Jarak antara sirip dubur ke ujung moncong (%PS) 46.43 – 56.60
No Deskripsi Nilai
III.4. Lamanya waktu inkubasi telur pada suhu 30 – 36
23 o C – 24 o C (jam)
III.5. Lamanya kantung telur terserap pada 4 –5
suhu 23 o C – 24 o C (hari)
III.6. Derajat penetasan telur (%) >90
V.1. Suhu (o C) 22 – 34
PERBENIHAN
Benih merupakan komponen pokok yang penting dalam kegiatan budidaya ikan, dan
merupakan rantai hulu dari konsep industri, selain komponen pakan. Benih yang baik
akan menghasilkan hasil panenan yang baik apabila pembudidayaan dilaksanakan
sesuai prosedur operasional standar (SOP).
Namun demikian dalam kegiatan di lapangan untuk mendapatkan benih yang baik
kadang diperlukan pengalaman dari para pembudidaya. Selain pengamatan langsung
terhadap benih juga asal benih dan pemasok benih sangat menentukan kualitas benih.
Kualitas benih sangat ditentukan oleh kualitas induk dan perawatan induk terutama
dari aspek gizi. Pakan induk berkualitas saat ini belum terpenuhi dengan baik sehingga
petani menggunakan pakan komersial yang ada di lapangan, standar untuk pakan
pembesaran. Pengusaha pakan belum mau memproduksi pakan sesuai dengan
kebutuhan gizi induk karena peminatnya atau konsumennya tidak terlalu besar
dibandingkan kebutuhan pakan untuk budidaya pembesaran. Jaminan pakan induk
bergizi suatu hal yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan dalam menjamin mutu
benih yang dihasilkan
Regenerasi induk yang digunakan dalam memproduksi benih juga belum ditangani
dengan baik. Petani melakukan regenerasi induk secara alami melakukan seleksi
sendiri, yang menyebabkan membuka peluang terjadinya “in breeding”. Kenyataannya
PEMILIHAN INDUKAN
1. PENGELOLAAN INDUK
a. Kolam Induk
Kolam induk dapat menggunakan kolam dengan dinding beton dan dasar dari tanah.
Luasan 50 m2 dapat menampung induk 70 – 120 kg induk (jantan dan betina dipisah).
Air masuk dapat diatur dengan debit 4-7 l/menit. Kedalaman kolam 80 – 100 cm.
Untuk merangsang pembentukan gonad pada musim kemarau dapat dilakukan dengan
menurunkan dan menaikkan permukaan air kolam.
Betina
b. Syarat Induk
Induk yang digunakan harus dalam keadaan sehat, tidak cacat, tidak ada tanda-tanda
yang dapat menyebabkan terganggunya proses pembenihan dan kemungkinan
terjadinya penurunan kualitas benih contohnya jangan gunaka induk yang bengkok,
kelamin jantan pendek atau bengkok, banyak terdapat luka pada tubuh induk, atau
berat induk tidak proporsional.
Diusahakan agar induk tidak berasal dari satu keturunan. Induk pejantan bisa
didapatkan dari daearah lain misalnya untuk induk betina dihasilkan dari proses
seleksi di farm sendiri sedangkan pejantan didapatkan dari daerah yang jauh dari
lokasi farm dan yakin induk yang digunakan tidak sedarah.
Umur induk lebih dari 8 bulan untuk betina dan satu tahun untuk pejantan. Secara ideal
induk betina mempunyai bobot 800 – 1200 gram, sedangkan induk jantan lebih dari
1000 gram atau minimal sama dengan berat induk betina.
Induk di pelihara secara terpisah antara jantan dan betina. Induk betina pun dipisah
berdasarkan tingkat kematangan gonad dan proses rotasi pemijahan sehingga
Pemijahan
a. Pemeriksaan kematangan gonad induk
Pemeriksaan kematangan gonad dapat dilakukan dengan proses kanulasi dengan
menggunakan kateter diameter 3 mm. Telur yang cukup baik sebagai syarat untuk
proses pemijahan
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Memiiki diameter 0.8 – 1.3 mm
2) Ukuran seragam
3) Warna jernih, jika dicek inti telur sudah ke tepi
Sedangkan induk jantan di periksa dengan melihat kelamin. Kelamin ikan lele matang
gonad berwarna kemerahan, kelamin panjang sebaiknya dapat mencapai sirip anal,dan
tidak bengkok. Hati-hati dalam memeriksa kematangan gonad, usahakan sesingkat dan
jangan sampai menimbulkan luka pada induk karena akan mempengaruhi pemijahan.
b. Proses pemijahan
c. Wadah pemijahan
Wadah pemijahan dapat menggunakan bak beton ukuran 2 x 1 m dengan tinggi air
optimum 25 – 30 cm. Kakaban yang telah dibersihkan dan suci hamakan dipersiapkan.
Untuk satu pasang induk dapat menggunakan 3-4 kakaban berukuran panjang 1 meter
d. Inkubasi telur
Setelah memijah kakaban diangkat, dibilas dengan menggunakan air bersih. Inkubasi
telur dapat menggunakan akuarium atau kolam beton. Untuk akuarium dan kolam
semen.air dipersiapkan sehari sebelumnya dan diberikan aerasi. Suhu inkubasi telur
optimum 28 oC. Buang telur yang tidak menetas dan ganti sebagian air akuarium (25 -
40%) jika air berwarna putih susu/keruh.Angkat kakaban setelah seluruh telur
menetas. Kakaban yang telah selesai digunakan dicuci bersih dan dijemur untuk
digunakan dalam proses pemijahan berikutnya.
Perawatan larva
Pendederan I
Setelah larva berumur 2 minggu larva dapat dipindahkan kedalam kolam tanah. Kolam
tanah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga siap untuk memberikan tempat yang
nyaman bagi benih lele. Kolam dijemur, dirapikan pematangnya, dibersihkan dari
rumput-rumput yang masuk kedalam kolam agar tidak menjadi sarana bagi capung
untuk bertelur. Setelah kolam dipupuk dan dikapur kolam digenangi air 2-3 hari
sebelum benih lele di tebar. Penebaran benih lele diusahakan pada waktu dingin (pagi
atau sore hari). Kolam 100 m2 mampu menampung 80 -100 ribu benih. Pakan pertama
bisa menggunakan pakan berbentuk serbuk/tepung dengan kadar protein 40%.
Pemberian diberikan 10% dari berat populasi diberikan 4 kali sehari semalam.
Pendederan II
Pendederan II dilakukan setelah lele berumur 1 bulan di pendederan I. Prosedur
persiapan lahan sama dengan yang dilakukan pada pendederan I. Lakukan grading
ukuran dan padat tebar 20-30 ribu/100 m2. pakan menggunakan pakan remah
(crumble) (protein 32-35%) dengan jumlah 7-8% dari bobot total dengan frekuensi
pemberian pakan 4 kali sehari semalam.
Pembesaran
Kolam pembesaran dipersiapkan melalui proses penjemuran dan perbaikan struktur
kolam (cek adanya lubang di pematang dan dasar serta endapan lumpur yang ada).
Pengisian air dilakukan 2-3 hari sebelum ikan ditebar. Penebaran ikan didahului oleh
proses grading dan prosedur penebaran sama seperti pada proses pendederan. Padat
tebar untuk klam 50-80 m2 sebanyak 6000-1000 ekor benih. Satu bulan pertama
pakan diberikan sebanyak 5-6% dari total bobot ikan diberikan 3-4 kali sehari
semalam. Pakan bisa menggunakan campuran pakan tenggelam dan terapung. Bulan
kedua jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3-4% dari total bobot lele. Lakukan
Melalui penelitian dan percobaan dengan cara membandingkan aneka tipe kolam yang
cocok untuk budi daya lele selama bertahun-tahun, bahwa hanya kolam terpal
berbentuk bulat yang mampu mewadahi manajemen budi daya lele dengan probiotik
ini secara optimal pada lahan yang memiliki porositas tingga dan hemat air.
Keunggulan penerapan kolam terpal bulat ini, selain praktis, efisien dan murah, juga
mampu menampung lebih banyak bibit ikan lele. Padat tebarnya mencapai 700 - 1000
ekor lele/meter kubik.
Selain itu, kelebihan lain dari sistem ini adalah tanpa perlu mesin aerator (penghasil
gelembung untuk menggerakkan ikan), bebas bau dan ramah lingkungan, hemat air,
dan hemat pakan, serta tingkat kematian lele rendah.
Pengembangan budi daya lele metode biogreen akan optimal jika berada di lokasi
dengan suhu 26—32 oC sesuai kebutuhan lele.
Menurut jenisnya, kolam dibagi menjadi tiga: kolam tandon air, kolam pembesaran, dan
kolam transit untuk panen. Diameter rata-rata kolam antara lain 1 meter, 2,5 meter,
hingga 5 meter dengan ketinggian kolam 1 meter.
Berikut bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangun kolam terpal bulat.
1. Rangka kawat besi; Rangka kawat dibentuk bulat dengan bagian dasar
berbentuk kerucut.
2. Karpet talang dan terpal
Dalam merangkai kolam, siapkan rangkaian besi untuk rangka kolam, karpet talang
luar, dan terpal plastik untuk dinding kolam, serta pipa-pipa untuk saluran masuk air,
saluran pengeluaran di dasar kolam, dan pipa untuk water level.
Adapun tahapan merangkai kolam bisa dilakukan dengan cara berikut. Pertama, gali
tanah berbentuk kerucut dengan kedalaman yang sejajar dengan rangka bagian dasar
kolam yang berbentuk kerucut agar pas saat penempatannya. Agar kolam lebih kokoh
dasar kolam disemen dan diberikan jalur masuk dan pengeluaran air. Gali juga saluran
pipa air pembuangan. Setelah itu, pasang rangka besi yang sudah disiapkan.
Persiapan Wadah
Dalam persiapan wadah untuk usaha pembesaran , hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
Wadah pemeliharaan dapat berupa kolam tanah dengan luas optimal 25 m2
sedangkan untuk kolam terpal dapat berukuran 3 – 12 m3
Kedalaman air 50-70 cm.
Sekeliling pematang kolam dibuat bibir kolam dari anyaman bambu selebar ±
50 cm untuk mencegah ikan loncat keluar kolam
Lakukan pengeringan kolam, pengapuran dengan dosis kapur 100-200 g/ m2.
pemupukan dengan dosis pupuk kandang 200-250 g/ m2. kemudian masukkan
air sampai ketinggian yang diinginkan setelah pemupukan. lakukan kegiatan
ini 5-7 hari sebelum ikan ditebar
Pemasukkan air selanjutnya sebaiknya tidak terlalu deras, diusahakan
pemasukkan air hanya untuk mengganti hilangnya air akibat penguapan
Pengangkutan benih
Penanganan dalam Pelaksanaan pengangkutan benih sangat berpengaruh terhadap
tingkat kematian benih selama pemeliharaan, cara penanganan dalam pengangkutan
benih yang salah akan berakibat tingkat kematian yang tinggi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan pengangkutan adalah sebagai berikut :
Pelaksanaan pengangkutan dilakukan pada kondisi suhu rendah (pagi atau sore
hari)
Penebaran benih
Sebelum benih dimasukkan ke kolam , lakukan aklimatisasi (penyesuaian suhu air
dalam wadah angkut dengan suhu air kolam) secara tepat dengan cara sebagai berikut
:
Masukkan air kolam secara perlahan sedikit demi sedikit kedalam wadah
angkut, lakukan terus sampai diperkirakan suhu air wadah angkut sama dengan
suhu air
Diusahakan jangan air kolam ke dalam wadah secara sekaligus
Masukkan wadah angkut kedalam kolam, biarkan benih keluar sendiri dari
wadah angkut kedalam kolam dengan cara memiringkan wadah angkut secara
perlahan
Densitas (kepadatan benih yang ditebar) berkisar 50-100 ekor/ m2 untuk
kolam biasa, namun pada kola terpal intensif dapat mencapai 700 – 1200
ekor/m2
Pemeliharaan benih
Dalam kegiatan pemeliharaan benih hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sbb:
Pemberian pakan sebaiknya dominan pada waktu malam hari atau saat gelap.
Frekuensi pemberian 3-5 kali sehari
Jumlah pemberian pakan harian 3-5% dari berat populasi benih ditebar
Cara pemberian disebar merata
Jenis pakan yang diberikan berupa pellet dengan protein tinggi (> 28%
kandungan protein)
Pengendalian penyakit
Pengendalian penyakit seharusnya dilakukan sejak memilih benih. Ikan sakit terlihat
dengan adanya luka-luka, bentuk badan yang tidak normal, lemah dan pucat atau tidak
tanggap terhadap gangguan: Hindari penggunaan benih ikan seperti ini. Penyakit yang
sering terjadi pada masa pemeliharaan ikan lele adalah:
Bintik putih. Penyakit bintik putih biasanya timbul pada musim hujan. Gejalanya
terlihat dari kondisi ikan yang sering naik ke permukaan air, gerakannya lamban, dan
pada bagian kepala terlihat bintik-bintik putih berukuran ± 0.4 mm. Penyakit ini dapat
menyebabkan kematian besar pada awal hingga pertengahan masa pemeliharaan.
Pemacunya antara lain perubahan suhu yang menjadi lebih dingin. Walaupun
demikian perubahan cuaca dapat menghilangkan penyakit ini secara otomatis.
Organisme ini tergolong parasit, tetapi tergolong sulit diberantasnya karena
mengandung siste. Pengobatannya dapat dilakukan dengan menggunakan campuran
formalin 15 ppm dengan malachite green 0.1 ppm, diulang tiap 5 hari hingga ikan
sehat.
Penyakit bakterial. Penyakit yang disebabkan bakteri memperlihatkan tanda-tanda
pada tubuh terlihat bercak-bercak merah, manakala ikan bertahan hidup bercak ini
melebar menimbulkan luka yang berkembang menjadi borok. Penyakit bercak merah
ini sangat ditakuti petani karena bisa menimbulkan kematian massal
Sebaiknya penyakit ini dicegah sebelum meluas dengan cara mencampurkan antibiotik
pada pakan (pelet). Antibiotik yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis
15-25 mg/kg ikan, atau oxytetracyclin 50 mg/kg ikan, dilakukan selama 10 hari.
Pengobatan didahului dengan menghitung berat ikan yang ada di dalam kolam, melalui
pengambilan dan penimbangan contoh ikan. Setelah itu dihitung kebutuhan antibiotik
untuk mengobati ikan tersebut. Antibiotik tersebut direkatkan ke dalam pakan dengan
telur mentah. Lakukan pengobatan ini ketika ikan masih aktif makan.
PAKAN BERKUALITAS
Pakan dan bahan pakan
Bahan baku sumber energi lainnya yang relatif lebih murah, yaitu lemak dan
karbohidrat. Sumber lemak terbaik adalah minyak ikan dan minyak jagung karena
susunan asam lemak pentingnya yang saling melengkapi. Sumber lemak lainnya adalah
minyak crude palm oil (CPO). Karbohidrat dianggap sebagai sumber energi termurah
karena mudah diperoleh, namun ikan mempunyai kemampuan terbatas dalam
mencerna karbohidrat. Contohnya adalah dedak padi, tepung polar (dedak gandum),
tepung sagu, tepung gaplek, dan tepung onggok. Selain sebagai sumber energi, bahan
baku tersebut berperan juga sebagai perekat.
Bahan baku sekunder sebagai pelengkap protein pakan yang diinginkan adalah tepung
ikan kualitas rendah (kurang dari 50%) dan tepung daging tulang (meat bone meal)
yang bahannya berasal dari bangkai ternak mati antara lain dari rumah pemotongan
hewan (RPH). Bahan protein nabati yang sering digunakan adalah dedak dadi dan
tepung polar, tepung bungkil kelapa (kopra), tepung bungkil kelapa sawit, dan tepung
jagung. Minyak ikan nabati jagung dan minyak ikan air laut merupakan sumber lemah
terbaik. Namun, CPO (Crude palm oil) atau minyak sawit, dan minyak ikan air tawar
dapat juga digunakan. Minyak ikan, selain sumber energi, juga mengandung asam
lemak penting (omega 3) dan bahan penambah nafsu makan pada ikan. Bebagai
campuran vitamin dan mineral telah tersedia secara komersial. Ke dua bahan baku
tersebut harus tersedia dalam campuran pakan karena berperan penting dalam proses
metabolisme tubuh ikan. Campuran berbagai jenis bahan baku penyusun pakan
membutuhkan bahan pengikat. Bahan perekat ini sudah tersedia pada bahan baku
dedal, polar dan tepung jagung. Namun, ketersediaannya belum mencukupi. Oleh
karena itu, bahan baku perekat seperti tapioka dan tepung gandum dapat digunakan
sebagai campuran pakan. Kandungannya dalam formula pakan tidak lebih dari 3%.
Pengolahan terhadap ikan lele di kabupaten Tulung Agung sudah lebih lama di
kenal, namun belum terpromosi dengan baik. Disamping bentuk-bentuk olahan
seperti di kabupaten Boyolali, juga telah dilakukan bentuk olahan lele asap yang
dilakukan oleh ibu rumah tangga (home industry). Belum terdata dengan baik jumlah
pengolahan lele asap, namun setiap rumah tangga mampu melakukan pekerjaan ini
1. Investasi 44.300.000
Pendapatan 65.790.000
PENDEDERAN 1
PENDEDERAN 2
PENDEDERAN 3
PEMBESARAN
CARA KERJA
A. PENDEDERAN 2
1. Persyaratan lokasi dan kolam
a. Kawasan perkolaman bebas banjir dan bahan pencemar
b. Tanah dasar stabil
c. Sumber Air : mencukupi, tidak tercemar (dari sungai atau sumur).
d. Konstruksi kolam tanah berlapis plastik atau tembok dengan pematang
yang kuat
e. Luas kolam: 10 - 50 m2.
f. Kedalaman air: 60 – 80 cm
2. Persyaratan kualitas air kolam
a. Oksigen terlarut : > 2 mg/l
b. pH : 6,5 – 8,5
c. Suhu : 25 – 30 oC
d. Ammonia : < 0,02 mg per liter
e. Nitrit : < 1 mg per liter
3. Alat dan bahan
3.1. Alat
4. Prosedur kerja
a. Persiapan kolam dilakukan 7 hari sebelum penebaran benih, dimulai dengan
pengeringan, pembersihan dan perbaikan pematang. Luas kolam 10 m2
dengan tinggi pematang 80-100 cm.
d. Konstruksi kolam tanah berlapis plastik atau tembok dengan pematang yang
kuat
f. Kedalaman air: 60 – 80 cm
b. pH : 6,5 – 8,5
c. Suhu : 25 – 30 oC
c. Vaksin (Hidrovac)
e. Pupuk organik
f. Kapur
Kita sering mendengar istilah tabulampot (tanaman buah dalam pot), kemudian
hidroponik yaitu menanam tumbuhan dengan memanfaatkan air sebagai media
tumbuhnya. Pada intinya kesemua usaha tersebut adalah upaya kita dalam
mengoptimalkan pemanfaatan tempat atau area kosong untuk mendapatkan hasil yang
cukup menguntungkan. Dalam dunia perikanan sendiri, sebenarnya sejak tahun 1980-
an upaya optimalisasi tersebut sudah dimulai. Misalnya saja adanya Longyam (Balong
dan Ayam) atau Longnak (Balong dan Ternak) yaitu suatu usaha pendederan atau
pembesaran ikan dimana pada bagian atasnya dipelihara ternak kambing ataupun ayam
sebagai usaha lainnya. Kemudian Minapadi yang merupakan suatu pencampuran antara
memelihara ikan dan padi di sawah.
Sistem teknologi akuaponik ini muncul sebagai jawaban atas adanya permasalahan
semakin sulitnya mendapatkan sumber air yang sesuai untuk budidaya ikan, khususnya
di perkotaan sebagai akibat makin rusaknya lingkungan seiring dengan makin pesatnya
pembangunan. Ketersediaan sumber air yang layak untuk suatu usaha budidaya ikan
menjadi salah satu aspek pembiayaan yang akan mempengaruhi beaya produksi dari
suatu komoditas. Sebagai contoh, didaerah Subang beberapa usaha budidaya
perikanan telah memerlukan beaya tambahan untuk membayar retribusi atas air yang
digunakan.
Dengan dikuasainya teknologi yang relatif hemat air maka bisa dipastikan bahwa
harga produksi menjadi turun sehingga para peternak menjadi lebih mampu
berkompetisi terhadap flutuasi harga yang relatif sering terjadi pada komoditas
perikanan. Akuaponik yang merupakan salah satu teknologi hemat lahan dan air yang
dapat dikombinasikan dengan berbagai tanaman sayuran dapat dijadikan sebagai suatu
model perikanan perkotaan, sekaligus dapat diterapkan sebagai bagian dari tata kota
dan pertamanan di komplek-komplek perumahan.
Sebagai gambaran, jika kita mempunyai kolam pekarangan dengan ukuran 4x3 m2,
yang digunakan untuk pemeliharaan ikan nila maka dalam kurun waktu 3 bulan panen
yang bisa didapatkan adalah sebesar ( 20 ekor x 12m2 x 0.9 x 0,25) = 54 kg atau setara
dengan Rp 432.000 saja. Namun jika kita menggunakan sistem akuaponik dengan
tanaman cabai maka selain panen ikan tersebut, penghasilan juga didapatkan dari hasil
tanaman cabai sebesar ( 20 pot x 0.25 kg x 2 musim) = 10 kg cabai atau setara dengan
Rp 100.000,- sebagai penghasilan tambahan. Tentunya hasil ini akan semakin besar jika
menanam dengan jenis sayuran yang relatif mahal, dan berupa tanaman organik.
Pemeliharaan ikan di kolam ukuran kecil pada umumnya dibatasi oleh ketersediaan
air yang digunakan. Seringkali kualitas air menjadi jelek dengan cepat, terlebih jika
menggunakan pakan buatan. Dalam sistem akuaponik, air kolam yang telah digunakan
oleh ikan akan disaring atau difilter oleh tanaman dulu sebelum digunakan kembali,
sehingga kualitas air tersebut relatif dapat dipertahankan seperti sedia kala.
Kandungan racun yang seringkali dihasilkan dari suatu usaha budidaya ikan yang
umumnya dalam bentuk amonia, ternyata dapat direduksi oleh tanaman hingga 90%
dari kadar yang ada sehingga air tersebut masih layak untuk digunakan kembali sebagai
media untuk pemeliharaan ikan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat filter terdiri dari wadah filter yang
berupa ember plastik ukuran 10-20 l atau papan kayu yang dibentuk menjadi seperti
bak saluran air yang dilapisi plastik. Bak filter tersebut diisi dengan urutan lapisan dari
bawah ke atas sebagai berikut: sabut kelapa dan kerikil halus pada bagian teratasnya
untuk penanaman tumbuhan. Selain kerikil, batu apung juga dapat digunakan sebagai
media penyaringan air. Air dari dasar kolam dipompa ke atas dengan menggunakan
pompa untuk, disiramkan pada tumbuh-tumbuhan yang ditanam. Jumlah luasan filter
yang digunakan adalah 25% dari permukaan wadah pemeliharaan ikan. (gambar)
Besarnya kapasitas pompa ini tergantung pada volume air kolam atau bak yang
ingin diganti. Sebagai misal, jika volume air di kolam sekitar 10 ton maka pompa yang
dibutuhkan adalah dengan kemampuan = 10.000 liter dibagi (60 menit x 60 detik) atau
2.7 liter per detik atau 162 liter per menit. Kecepatan aliran air diatur dengan
menggunakan kran sehingga jumlah yang masuk kedalam ember filter dan air yang
keluar ke kolam ikan seimbang. Jika tidak seimbang, ini umumnya terjadi pada saat
awal penggunaannya, maka air didalam ember akan meluber sehingga tidak melalui
lubang pengeluaran lagi akibatnya air tidak tersaring dan tetap jelek kualitasnya.
Kemudian aliran air dari filter ditampung dan dialirkan ke kolam tempat pemeliharaan
ikan, jadi selain untuk mengisi air juga berfungsi sebagi pasokan oksigen bagi ikan.
B. Pemilihan Komoditas
Dalam suatu usaha agribisnis, pemilihan komoditas memegang peranan yang
penting dalam merencanakan dan mendapatkan hasil agar sesuai dengan yang
diinginkan. Kriteria utama yang dapat dijadikan pertimbangan adalah tersedianya
pasar untuk komoditas yang diproduksi.
Memang dalam sistem akuaponik ini masih belum banyak informasi tentang
kesesuaian antara komoditas ikan yang dipelihara dengan komoditas tanaman yang
ditanam. Yang terpenting adalah air yang telah digunakan dalam budidaya kembali
menjadi baik kualitasnya setelah dilewatkan pada media tanam untuk menghidupi
tanaman yang ada.
Tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat merupakan salah satu syarat untuk
dipelihara dengan sistem akuaponik dengan menggunakan sistem filter yang sederhana
ini. Sedangkan tanaman dengan akar yang kuat dan mempunyai ukuran besar tidak
dianjurkan untuk dipelihara karena dapat merusak bak filternya.
Tanaman dengan nilai dan jumlah kebutuhan pasokan di pasar yang relatif tinggi
juga merupakan salah satu pertimbangan dalam sistem akuaponik. Produk tanaman-
tanaman tersebut akan semakin tinggi dibandingkan dengan produk serupa di pasar
karena produk tanamn akuaponik boleh dikatakan merupakan produk organik karena
C. WADAH PEMELIHARAAN
Pemilihan wadah pemeliharaan baik untuk ikan maupun tanaman sangat
tergantung pada skala usaha dan produksi yang di inginkan. Semakin besar usaha
pemeliharaan ikan yang dilakukan maka akan semakin besar pula media tanaman yang
diperlukan sebagai filter agar air yang digunakan tetap berkualitas bagus.
Perlu diingat bahwa pada awalnya prototipe teknologi akuaponik ini ditujukan
untuk warga perkotaan dengan areal tanah dan sumber air yang terbatas, sehingga yang
diterapkan adalah dalam skala kecil atau rumah tangga. Namun demikian seiring dengan
berkembangnya usaha perikanan ternyata usaha skala besar juga berminat mengingat
efisiensi teknologi ini yang cukup besar dibandingkan dengan sistem biasa atau
konvensional.
Wadah pemeliharaan ikan mempunyai outlet atau pembuangan air yang dapat
menyedot kotoran ikan ataupun sisa pakan yang digunakan. Air kemudian dialirkan
keatas dengan pompa melewati media tanam dengan tanaman yang telah mempunyai
akar sehingga dapat menetralisir kelebihan amoniak sebagai penguraian bahan-bahan
siasa pakan tadi, sehingga air yang kotor menjadi bersih kembali. Air yang sudah bagus
dialirkan kembali kedalam kolam melalui lubang-lubang yang ada di bak tanaman yang
berfungsi sebagai saluran inlet.
Selain wadah yang berukuran kecil tersebut, pemeliharaan ikan dengan sistem
akuaponik ini juga dilakukan pada kolam pendederan ukuran 100-200 m2, dengan
sedikit modifikasi. Bak-bak dengan tanaman yang berfungsi sebagai filter tidak
diletakkan di pinggir tembok, melainkan bak-bak tadi di apungkan dengan pelampung
Didalam wadah pemeliharaan tersebut diisi batu-batu apung sebagai media tanam
buat tanaman. Sebetulnya berbagai media juga dapat digunakan, misalnya tanah, ijuk
atau sabut serta kerikil. Namun demikian dari hasil ujicoba ternyata yang mempunyai
fungsi paling baik adalah batu apung. Jika kita menggunakan tanah sebagai media
tanam maka seringkali tanah yang dipakai tersebut ikut aliran air dan memenuhi
lubang-lubang untuk keluarnya air dan menjadikan buntu akibatnya air meluber tidak
mengalir seperti yang dijarapkan tetapi tumpah langsung tanpa difilter lagi. Sedangkan
jika kita menggunakan ijuk dan batu kerikil sebagai media ternyata tanaman-tanaman
yang dipelihara seringkali tidak dapat tumbuh dengan baik bahkan seringkali mati
sebelum dapat dipetik hasilnya.
1. Pemilihan Lokasi
Secara umum, pemilihan lokasi suatu usaha budidaya, baik meliputi kegiatan
perbenihan maupun pembesaran, mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan kegiatan-kegiatan tersebut. Langkah pertama yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan sumber air. Sumber air yang dibutuhkan untuk
perbenihan dan pembesaran hendaknya memenuhi kriteria-kriteria khusus kualitas air
yang dibutuhkan oleh ikan sehingga ikan dapat tumbuh dengan optimal.
Selain kualitas air tersebut, jumlah atau kuantitasnya juga merupakan suatu
syarat mutlak yang harus dipenuhi. Memang jika ketersediaan air sepanjang tahun tidak
dapat ditemukan maka dapat diganti dengan sumber air lainnya misalnya air tanah,
namun demikian usaha ini memerlukan beaya tambahan yang perlu untuk
diperhitungkan dalam beaya produksinya. Yang akhirnya akan mempengaruhi besarnya
keuntungan yang akan diperolehnya nanti.
Untuk teknologi akuaponik, persyaratan ini dapat sedikit diabaikan karena pada
prinsipnya metode ini diterapkan untuk daerah-daerah yang mempunyai keterbatasan
Faktor kedua yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah faktor
keamanan. Keamanan baik dari segi bencana alam maupun keamanan dari faktor sosial.
Lokasi yang direncanakan untuk kegiatan budidaya harus mempunyai kriteria bebas dari
bencana banjir. Jarak limpahan air saat hujan lebat berdasarkan riwayatnya didaerah
tertentu dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan layak tidaknya daerah dipilih
untuk kegiatan budidaya.
Faktor keamanan dari aspek sosial, misalnya pencurian, juga menjadi kriteria
layak-tidaknya suatu lokasi dijadikan tempat untuk kegiatan budidaya. Seringkali daerah
yang memenuhi syarat secara teknis menjadi tidak menguntungkan lagi jika ditinjau dari
aspek sosial, dengan adanya resiko yang mengurangi atau bahkan menghilangkan
keuntungan dari kegiatan budidaya tersebut. Pendekatan sosial yang baik dapat menjadi
salah satu alternatif solusi dalam pemecahan masalah ini.
2. Perlakuan Kolam
Pada umumnya, kolam-kolam yang digunakan untuk budidaya baik pada level
pendederan maupun pembesaran perlu dilakukan pengolahan yang meliputi dari
pengeringan, pemupukan serta pengapuran. Namun untuk kolam yang digunakan
dengan metode akuaponik ini hanya memerlukan pengolahan berupa pengeringan yang
dilakukan selama 3-4 hari.
Pada saat-saat tertentu, kolam pemeliharaan ikan perlu diistirahatkan agar sisa-
sisa pakan dan metabolisme yang masih ada karena menurunnya kemampuan filter
Ikan mas
Ukuran ikan yang digunakan dalam sistem ini tergantung pada sasaran produksi
yang diinginkan. Pada umumnya ukuran ikan ikan mas yang dipelihara sekitar 10-50 gr
per ekor. Padat tebar yang digunakan pada pemeliharaan ikan mas berkisar antara 20
ekor per m2 untuk ikan mas ukuran 50 gr dan 100 ekor per m2 untuk ukuran ikan mas
10 gr.
Pada umumnya selama masa pemeliharaan 3-4 bulan ikan mas ukuran 10 gr akan
dapat mencapai ukuran 75-100 gr, sedangkan ikan ukuran 50 gr dapat mencapai ukuran
200-250 gr setiap ekornya.
Ikan nila
Sasaran produksi pemeliharaan ikan nila di sistem akuaponik adalah ikan nila
ukuran sangkal (10 gr/ ekor) dan ikan nila ukuran konsumsi yaitu berat sekitar 200-250
gr per ekor. Ikan nila ukuran tersebut dapat dihasilkan dari hasil pemeliharaan ikan nila
dengan ukuran 1 gr selama 2 bulan pemeliharaan dan ukuran 25-50 gr per ekor selama
3 bulan pemeliharaan.
Padat tebar yang digunakan untuk pemeliharan ikan nila adalah sebanyak 100-150
ekor per m2 untuk ikan nila ukuran 1 gr dan 10-25 ekor per m2 untuk ikan nila ukuran
25-50 gr per ekor.
Sasaran produksi ikan gurame adalah ikan konsumsi yaitu 500 – 600 gr per ekor.
Ukuran awal yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut adalah ikan gurame
dengan berat 200-250 gr per ekor.
Ikan dengan ukuran tersebut dipelihara dengan padat tebar maksimum sebanyak
10 ekor/m2. Waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran diatas
adalah berkisar antara 3-4 bulan pemeliharaan.
Ikan lele
Berbeda dengan jenis ikan lainnya, pemeliharaan ikan lele memerlukan waktu yang
lebih singkat dalam mencapai ikan ukuran konsumsi 100-125 gr per ekor. Waktu yang
dibutuhkan adalah berkisar antara 45-60 hari.
Kepadatan yang digunakan untuk pemeliharaan ikan lele adalah 100-150 ekor per
m2 pada ikan lele ukuran 10 gr per ekor.
Ikan patin
Jenis ikan patin yang digunakan adalah patin siam atau dikenal oleh masyarakat
sebagai patin hypop. Patin ini mempunyai keunggulan tahan terhadap air dengan
kandungan oksigen yang relatif rendah. Ukuran ikan patin yang dipelihara sekitar 10-15
gr per ekor.
Padat tebar yang digunakan adalah 15 ekor per m2. Selama 6-7 bulan pemeliharaan
diharapkan ikan patin yang akan dipanen mempunyai ukuran 500-700 gr per ekornya.
Secara garis besar berikut ini kepadatan yang digunakan dalam pemeliharaan ikan
tertera pada tabel berikut.
Lele 10 100-150
Batu kerikil atau batu apung lebih dianjurkan untuk digunakan karena jika memakai
tanah maka seringkali jalannya air lebih terhambat karena tanah-tanah halus juga ikut
hanyut dan menyumbat lubang pengeluaran sehingga air tidak lagi hanya keluar dari
lubang pengeluaran di bagian bawah ember namun banyak yang meluber dari atas
ember. Pengaturan air yang digunakan untuk penyiraman tanaman juga perlu dilakukan
melalui kran agar air yang masuk dan keluar ember ke kolam seimbang sehingga tidak
terjadi kekurangan atau kelebihan air di bak filter.
A. Pemeliharaan ikan
Teknik budidaya ikan yang digunakan dalam sistem akuaponik adalah sama dengan
teknik yang digunakan untuk budidaya pada kolam dengan sistem biasa. Beberapa hal
penting yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan ikan di sistem akuaponik
1. Pemberian pakan
Dalam budidaya ikan, pakan memegang porsi pembiayaan yang relatif besar yaitu
sampai mencapai jumlah 60% dari total biaya operasional. Oleh karena itu bisa
dikatakan bahwa kesuksesan dalam budidaya sangat tergantung pula pada efisiensi
yang bisa diciptakan dari bidang pakan, disamping hal kualitas induk maupun benih
yang digunakan serta lingkungan yang mendukung.
Selain dalam hal kualitas pakan, maka jumlah serta cara pemberian pakan akan
mempengaruhi tingkat efisiensi yang dapat diukur melalui penghitungan konversi
pakan. Konversi pakan menunjukkan jumlah kg pakan yang dibutuhkan untuk diubah
menjadi jumlah kg daging ikan.
Telah banyak tersedia berbagai pakan buatan dengan berbagai tingkat protein serta
jenisnya, baik pakan tenggelam maupun terapung. Berikut ini adalah cara pemberian
pakan baik dari segi jumlah maupun waktu pemberian yang dapat dilakukan di sistem
akuaponik sesuai dengan jenis ikan yang dipelihara.
Ikan mas
Dalam masa pemeliharaan yang memakan waktu 3-4 bulan, ikan mas ukuran 10 gr
diberi pakan pelet dengan kadar protein 28% sebanyak 5-10% berat biomasa per hari
yang dibagi dalam 4 kali frekuensi dalam sehari yaitu pada waktu pukul 08.00; 12.00;
16.00 dan 18.00.
Sedangkan untuk ikan mas ukuran 50 gr diberikan pakan berupa pelet kadar protein
28% sebanyak 3-5% berat biomasanya dibagi dalam 3 x frekuensi pemberian yaitu
pukul 08.00; 12.00 dan 16.00.
Dalam masa pemeliharaan 2-3 bulan, ikan nila diberi pakan pelet dengan kadar
protein sebesar 24% sebanyak 5-10% berat biomasa per hari untuk ikan nila ukuran 1
gr, dengan 3 x frekuensi pemberian yaitu pukul 08.00; 12.00 dan 16.00.
Sedangkan untuk ikan nila ukuran 25-50 gram diberi pakan pelet dengan kadar
protein 24% sebanyak 3-5% berat biomasa per hari yang juga dibagi dalam 3 x frekuensi
seperti diatas.
Diharapkan pemeliharaan ikan nila ukuran 1gr akan dapat mencapai ukuran sangkal
(10 gr/ ekor), sedangkan ikan nila ukuran 25-50 gr akan dapat mencapai ikan nila
ukuran konsumsi yaitu berat sekitar 200-250 gr per ekor.
Ikan gurame
Dalam masa pemeliharaan selama 3-4 bulan, ikan gurame ukuran 200-250 gr diberi
pakan berupa pelet dengan kadar protein 24% sebanyak 3-5% berat biomasa per hari
yang diberikan dengan frekuensi 3x yaitu pukul 08.00; 12.00 dan 16.00. Selain itu,
pemberian daun sente secukupnya setiap 2 hari sekali juga dianjurkan untuk membuat
daging ikan gurame lebih kompak atau padat.
Ikan lele
Selama masa pemeliharaan 45-60 hari, ikan lele diberi pakan berupa pelet apung
dengan kadar protein 28% sebanyak 5-10% berat biomassa per hari dengan frekuensi
pemberian sebanyak 4-5 x seharinya. Waktu pemberian pakan diutamakan pada saat
hari gelap, yaitu pukul 06.00; 18.00; 20.00 dan 22.00.
Ikan Patin
Selama masa pemeliharaan 6-7 bulan, ikan patin diberi pakan pelet kandungan
protein 28%, sebanyak 10% berat biomasa per hari yang diberikan sebanyak 3x per
harinya. Jumolah pemberian ini akan semakin menurun sampai sebanyak 5% berat
biomasa per harinya dengan semakin besarnya ukuran ikan patin tersebut.
Diharapkan pemeliharaan ikan patin ukuran 10-15 gr dapat menghasilkan ikan patin
yang akan dipanen mempunyai ukuran 500-700 gr per ekornya.
- Suhu (fluktuasi) tidak boleh lebih dari 4C, suhu dibawah 25C akan lebih mudah
terjadinya serangan penyakit oleh bakteri Ich.
- DO minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan adalah 4 ppm (mg/l)
Jumlah atau kuantitas air yang digunakan sedapat mungkin dipertahankan secara
kontinu setiap harinya. Oleh karena itu untuk mengatasi berkurangnya jumlah air akibat
penguapan baik secara langsung dari kolam maupun lewat tanaman, maka sejumlah air
baru perlu dipersiapkan. Pada umumnya kehilangan air setiap harinya adalah berkisar
antara 3-5%, sejumlah itu pula yang perlu ditambahkan.
Hal penting lainnya yang perlu diatur adalah laju sirkulasi air dari kolam ke bak
pemeliharaan tanaman. Untuk menstabilkan laju tersebut maka pemasukan air ke dalam
bak pemeliharaan tanaman diatur dengan kran air. Laju air ini juga tergantung dari
kekuatan pompa air yang digunakan. Umumnya laju air yang diharapkan adalah minimal
1 kali seluruh total air di kolam pemeliharaan ikan dapat dipompa kedalam bak
pemeliharaan tanaman. Sebagai misal, volume air total kolam adalah 1 ton, maka laju air
yang diharapkan minimal adalah= 1000 liter:24 jam:60 menit = 0,69 liter per menit.
Untuk masalah penyakit yang ditimbulkan baik oleh bakteri maupun virus juga akan
dapat dicegah lebih baik jika kondisi kualitas air serta kesehatan ikan menunjang
dengan baik. Dimana terjadinya serangan penyakit merupakan gabungan antara ketiga
hal tersebut, yaitu lingkungan, inang dan patogen.
Umumnya serangan penyakit akan timbul dengan didahului oleh lemahnya kondisi
ikan itu sendiri. Pengetahuan tentang ciri-ciri ikan yang sedang dlam kondisi kurang
baik merupakan kunci untuk mengatasi permaslahan yang mungkin timbul nantinya.
Berikut ini ciri-ciri yang terjadi pada ikan yang dipelihara jika terjadi keadaan atau
kondisi yang kurang baik.
- Ikan berkumpul ke tempat air masuk atau sering muncul kepermukaan (kecuali
lele dan patin hipop), ini menunjukkan ikan kekurangan oksigen. Pasokan aerasi
perlu segera ditambahkan.
- Ikan berenang lambat, nafsu makan berkurang, ini menunjukkan ikan tidak
sehat juga kemungkinan fluktuasi suhu air yang besar, amoniak yang tinggi atau
kandungan oksigen yang rendah. Air kolam perlu dikurangi 50% kemudian
ditambahkan air baru secara berangsur-angsur. Untuk meningkatkan nafsu
makan, dapat ditambahkan garam dengan dosis 1kg/100m2 kolam yang
diberikan setelah air disurutkan 50% untuk didiamkan 1 jam kemudian baru
ditambahkan air baru secara berangsur-angsur.
- Kulit ikan terkelupas akibat bergesekan baik dengan sesama ikan maupun
dengan dinding kolam menunjukkan kualitas air yang menurun jelek. Kurangi
air sebesar 50%, tambahkan air baru secara bertahap, dan berikan pakan yang
sudah diberikan vitamin misalnya vitamin c sebanyak 750 mg per kg pakan.
Pakan bervitamin C dibuat segar setiap sebelum diberikan kepada ikan.
B. Penanaman Tanaman
Setelah dilakukan penyemaian dengan menggunakan pupuk organik (kompos
maupun kandang), maka dipilih benih tanaman yang baik untuk dipindahkan kedalam
Jarak tanam antar tanaman merupakan hal berikutnya yang perlu diperhatikan jika
diguanakan wadah pemeliharan berupa bak kayu. Jarak tanaman tergantung dari jenis
tanamannya. Untuk tanaman kangkung, pokchai dan selada maka jarak tanaman yang
dianjurkan adalah sebesar 10 cm. Sedangkan untuk tanaman tomat, cabe dan terong
sayur hendaknya jarak tanamannya berkisar 40 cm (lihat Tabel berikut). Jarak tanaman
yang sesuai dengan jenis tanaman yang dibudidayakan akan membuat tanaman
tersebut tumbuh dengan baik karena adanya ruang tumbuh yang memadai.
Kangkung 10
Cabai 40
Tomat 40
Terong sayur 40
C. Perawatan Tanaman
Tidak seperti tanaman yang dipelihara secara konvensional dimana memerlukan
perawatan berupa pemupukan yang dilakukan secara regular, maka perawatan
tanaman di sistem akuaponik ini terasa lebih sederhana. Mengingat pemupukan yang
diperlukan untuk tumbuh tanaman secara terus menerus dipasok melalui air yang
dialirkan dari kolam yang cukup mengandung bahan-bahan organik dari sisa-sisa pakan
maupun hasil metabolisme ikan.
Kesehatan tanaman juga lebih terjamin mengingat pasokan makanan buat tanaman
yang terjamin. Disamping itu pemanenan secara periodik maupun total dengan
mengganti keseluruhan tanaman dengan tanaman baru yang sejenis ataupun berbeda
juga berfungsi untuk memotong daur hidup patogen yang biasanya menyerang
tanaman dan dapat mempengaruhi hasilnya. Pada umumnya dari hasil kajian yang telah
dilakukan, tanaman yang di pelihara dengan sistem akuaponik tumbuh lebih bagus
dibandingkan tanamn konvensional serta hasilnya yang lebih terjamin sebagai
komoditas organik yang jauh mempunyai nilai tambah dibandingkan komoditas biasa.
Sebagai misal, jika tanaman cabai yang digunakan sebagai filter, dimana cabe dapat
dipanen berulang hingga waktu pemeliharaan atatu umur produktif mencapai 5-6 bulan
maka jenis ikan patin dan gurame sangat dianjurkan untuk dipelihara. Sehingga pada
saat pemanenan ikan juga dilakukan serentak dengan panen tanaman cabai dan
penggantian tanaman baru. Sebaliknya, jika tanaman sayuran pokchai dipelihara dalam
bak filter, dimana seringkali tanaman pokchai hanya dipanen satu kali sekaligus maka
dianjurkan jenis ikan yang dipelihara adalah ikan lele ataupun nila yang memerlukan
waktu pemeliharaan yang tidak terlalu lama.
Pada umumnya pemeliharaan ikan dilakukan terlebih dahulu sekitar 3-5 hari
dibandingkan dengan penanaman tanaman di bak filter. Selain bertujuan agar tanaman
lebih dulu tumbuh di bak penyemaian sehingga mempunyai akar, maka air yang
dipergunakan sebagai media ikan masih dalam kualitas baik dalam waktu 3-5 hari
tersebut. Setelah itu air yang banyak mengandung “limbah” sebagai pupuk organik siap
untuk digunakan menyirami tanaman.
B. Pemanenan
Seperti halnya pola penanaman, pemanenan memerlukan pengaturan yang tepat
agar mendapatkan hasil yang maksimal. Ada dua jenis tipe pemanenan yaitu
pemanenan sebagian dan pemanenan total atau keseluruhan. Pada pemanenan
sebagian umunya yang dipanen adalah pemanenan tanaman. Pemanenan tanaman
umunya dapat dilakukan beberapa kali dalam satu masa pemeliharaan budidaya ikan.
Sedangkan pada pemanenan keseluruhan atau total, dua jenis komoditas dipanen
pada hari yang sama. Secara umum dalam hal pemanenan secara total, panen
tanaman dilakukan dan diselesaikan terlebih dahulu dibandingkan panen ikan.
Tabel berikut adalah contoh skedul pola tanam, tipe panen, jenis tanaman dan jenis
ikan yang dianjurkan dalam aplikasi sistem akuaponik ini.
1 2 3 4 5 6 7 8
P: panen total
Gambar 2. Kolam pemeliharaan ikan (bak beton dan fiber) yang dilengkapi dengan
filter dari ember plastik dan bak kayu. (O adalah paralon outlet air dari
tanaman, I adalah paralon inlet ke tanaman).