Anda di halaman 1dari 73

BUDIDAYA LELE SISTEM INTENSIF DAN

HIDROPONIK/ AKUAPONIK

BUDIDAYA LELE SISTEM INTENSIF


Mengapa Lele?
Ikan lele disukai oleh hampir semua kalangan masyarakat. Dari pelosok desa sampai
diantara gedung-gedung pencakar langit mudah sekali ditemukan penjual makanan
yang berbahan baku ikan lele. Sepanjang jalan, terutama diperkotaan setiap malamnya
dapat dengan mudah didapati puluhan warung-warung tenda di kiri dan kanan jalan
tersebut, yang dengan gaya masing-masing yang khas menawarkan berbagai macam
makanan siap santap. Sejumlah besar warung tersebut menawarkan hidangan pecel
lele yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur. Namun perkembangan lebih lanjut
menunjukkan pecel lele tidak hanya dijual oleh warung-warung tenda tetapi juga
beberapa restoran besar menjual menu pecel lele, bahkan secara khusus sebuah
waralaba modern menjual lele sebagai menu utamanya.

Keunggulan ikan lele berdasarkan aspek budidaya antara lain dapat dipelihara dengan
kepadatan tinggi, sehingga hemat penggunaan lahan, dapat memanfaatkan lahan
marginal dengan hemat air, teknologi budidaya dan pembenihannya mudah diterapkan
oleh masyarakat, sehingga usaha dapat dikembangkan dengan skala kecil hingga
industri. Proses produksi hingga menjadi ikan ukuran konsumsi dan sampai konsumen
dilaksanakan dalam berbagai segmen usaha mulai dari pendederan 1, 2, 3, 4 dan
budidaya pembesaran, pemasaran oleh pedagang perantara, dan penjual langsung ke
konsumen (pedagang restoran dan pecel lele). Usaha seperti ini dapat menyerap
banyak tenaga kerja.
Seiring perkembangan zaman image konsumen terhadap lele terus berubah. Memang
sebelum tahun 1990-an, kalau kita berbicara lele maka yang terbayang diingatan
masyarakat kita adalah binatang yang menggelikan dengan bentuk seperti ular dan
hidup di tempat yang kotor. Namun sekarang dengan jumlah pedagang warumg pecel
lele yang membeludak, ikan lele telah naik gengsinya. Mulai dari kalangan pekerja
kasar, mahasiswa maupun para kalangan kelas menegah bahkan ada sebagian dari
kalangan atas pernah merasakan nikmatnya daging ikan lele.

Gambar. Grafik produksi beberapa jenis ikan yang dibudidayakan di Indonesia (sumber
: KKP,2019)
Data produksi ikan periode 2012 – 2018 menunjukkan hampir seluruh komoditas
budidaya mengalami peningkatan produksi. Namun peningkatan produksi ikan lele
mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan produksi ikan lainnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa usaha budidaya ikan lele masih menjanjikan dan akan
terus berkembang. Perkembangan budidaya ikan lele bukan hanya diwilayah yang
selama ini dikenal sebagai sentra produksi lele, namun juga berbagai wilayah yang
bukan sentra produksi lele. Bahkan di daerah Jawa Tengah dan Yogjakarta yang
dulunya terkenal sebagai masyarakat yang tidak suka makan ikan, mereka hanya
mengerti kalau namanya ikan itu ya ikan tempe dan tahu, sekarang ini tercatat bahwa
kebutuhan lele di daerah Yogjakarta dan sekitarnya memerlukan pasokan hingga 8 ton
perharinya, suatu jumlah yang tidak kecil. Hal ini terkait dengan banyaknya mahasiswa
yang membutuhkan banyak makanan, salah satunya lele yang mungkin sangat sesuai

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 1


dengan kantong mahasiswa. Sebetulnya ikan lele juga sangat dikenal di luar negeri
terutama di negara-negara Asia Tenggara, sebut saja Singapura, Malaysia, dan Thailand
sudah menyukai ikan lele sejak lama. Bahkan di Negeri Gajah Putih, ikan lele sudah
dijual di supermarket dalam bentuk fillet dengan kemasan yang siap dimasak.

Gambar. Produksi lele nasional (sumber : BPS, 2015)

Bisnis usaha budidaya lele kedepan juga akan semakin baik.hal ini secara makro
ekonomi dapat dilihat dari pola konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang terus
meningkat. Peningkatan nilai konsumsi ikan berdampak pada kebutuhan ikan salah
satu yang terbesar adalah ikan lele.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 2


Gambar. Grafik tingkat konsumsi ikan nasional

Gambar. Bisnis lele di Indonesia


Kebutuhan nasional ikan lele konsumsi tahun 2006 hingga 2008 secara berturut-turut
mengalami peningkatan, yaitu 77.272 ton pertahun, 91.735 ton per tahun, hingga
meningkat 108.200 ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut,
diperlukan suplai benih siap tebar yang memadai untuk kegiatan usaha pembesaran.
Menurut Catfish Club Indonesia (2009), permintaan benih lele daerah Jawa Barat saja
rata-rata mencapai 800.000 ekor per hari, bahkan memiliki potensi permintaan hingga

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 3


mencapai 1,5 juta ekor per hari. Permintaan benih ikan lele tersebut baru terpenuhi
oleh produksi Jawa Barat rata-rata hanya sebesar 600.000 ekor per hari. Jadi di daerah
Jawa Barat saja pasar benih ikan lele masih memiliki potensi antara 200.000 sampai
700.000 ekor benih per hari.

Penjualan Lele siap untuk dimasak


Diilihat dari aspek sosial-ekonomi pengembangan budidaya ikan lele ini sangat
membantu ekonomi masyarakat dan memberikan peluang pekerjaan bagi berbagai
tingkat masyarakat mulai dari usaha perbenihan, pembesaran (tenaga pemberi pakan,
pengelola tanah, pemanen), restoran maupun rumah makan (warung tenda pecel lele
rata-rata melibat 2 orang tenaga kerja). Hasil survei mahasiswa Agribisnis IPB pada
tahun 2017 dalam usaha budidaya ikan lele tercatat bahwa untuk wilayah Jabotabek
diperkirakan 6.200-7.000 tenaga kerja yang terserap dari keberadaan warung pecel
lele Dan uang yang beredar kaitan dengan bisnis pecel lele mencapai lebih Rp. 6,8
milyar/malam .
Budidaya pendederan ikan lele yang berkembang di masyarakat pada umumnya
menggunakan sistem kolam tergenang sebagai upaya penghematan air dan efisiensi
pakan. Dengan menerapkan sistim tersebut biasanya timbul kendala yang berkaitan
dengan kualitas air karena apabila pengelolannya kurang baik maka akan
mengakibatkan turunnya kualitas air kolam dan jika sudah diluar ambang batas
toleransi ikan lele maka dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu bahkan tidak
jarang berakhir dengan kematian massal.
Ikan lele akan tumbuh dan berkembang biak secara normal apabila hidup pada
lingkungan yang nyaman dimana kondisinya sesuai dengan kebutuhan biologis dan
tidak mengalami perubahan drastis yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan atau
stres. Dalam hal ini kestabilan lingkungan kolam merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam pembenihan ikan lele. Untuk mensiasati hal tersebut pada kolam
masyarakat yang menggunakan sistim air tergenang adalah melalui vaksinasi dan

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 4


penggunaan probiotik dengan tujuan dapat membantu dalam memecahkan masalah
rendahnya sintasan dan pertumbuhan ikan lele di tingkat pembudidaya

JENIS – JENIS LELE


Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang penting di Indonesia. Ada lima
jenis ikan lele di Indonesia yaitu; Clarias batrachus, Clarias teysmani, Clarias
melanoderma, Clarias nieuhofi, Clarias lolacanthus. Pada tahun 1980 an, telah dilakukan
uji coba perkawinan silang lele lokal antara C. batrachus dan C. melanoderma,
turunannya mempunyai laju tumbuh lebih baik, namun penelitian tersebut terhenti
begitu saja. Ikan lele lokal yang umum dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat
adalah Clarias batrachus. Pada tahun 1984, pemerintah mendatangkan lele Clarias
gariepinus dari Afrika yang saat ini dikenal lele dumbo, dan ternyata pertumbuhannya
sangat cepat mengalahkan kecepatan tumbuh ikan lele lokal. Sejak dikenalnya ikan ini,
tumbuh cepat, dan cara perawatannya mudah telah menstimulasi usaha budidayanya.
Apalagi setelah diperkenalkannya kuliner “pecel lele” yang di populerkan dari
masyarakan Lamongan. Berikut di berikan penjelasan mengenai dua jenis lele unggul
yang layak untuk dibudidayakan

1. Lele Mutiara
Secara resmi ikan lele mutiara dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
pada tahun 2015 melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 77
tahun 2015. Ikan ini merupakan hasil pemuliaan melalui proses selektif breeding
program yang dilakukan oleh Balai Riset Pemuliaan Ikan Sukamandi. Lele ini sudah
berkembang secara luas di masyarakat dan memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup
tinggi dengan kanibalisme yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis ikan lele

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 5


lainnya. Berikut gambaran prroduksi ikan lele mutiara. Untuk memperoleh indukan
lele Mutiara secara resmi dapat menghubungi Balai Riset Pemuliaan Ikan, Jl. Raya.2,
Sukamandijaya, Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat 41263 telepon (0260)
520500. Pembelian induk dapat berupa induk paketan atau dapat juga memilih sesuai
dengan kebutuhan. Kelebihan pembelian induk ikan lele di tempat ini, pembeli
biasanya akan diberikan juga Surat Keterangan Asal (certificate of origin) yang
menerangkan keaslian ikan lele Mutiara yang dijual lengkap dengan asal – usul, jenis
indukan yang digunakan (PS = Parental stock; GPS = Grand Parental Stock, SR = Seed
Release), serta silsilah perolehan ikan lele Mutiara

NO DESKRIPSI KETERANGAN/NILAI
1. Silsilah Induk Ikan Dibentuk dari persilangan populasi ikan lele
Mesir,
Paiton, Sangkuriang dan Dumbo
Waktu asal Tahun 2010 dan 2011
Daerah asal Populasi ikan lele Mesir dikoleksi dari Karawang,
Paiton dari Mojokerto, Sangkuriang dari
Cijengkol
(Subang) dan Dumbo dari Sukamandi (Subang)
Keunggulan  Tumbuh cepat
 Produktivitas panen tinggi
 Keseragaman ukuran tinggi
 FCR rendah (0,6-1,0)
 Lama pemeliharaan singkat
 Daya tahan terhadap penyakit tinggi
 Toleransi terhadap lingkungan tinggi

2. Metode
Metode Seleksi Seleksi Individu
Protokol Protokol Pemuliaan Ikan Lele dan
Perbanyakan
Induk Ikan Lele Nomor P04 dan Nomor P05 (Pusat
Lele Nasional, 2010)
Lokasi pelaksanaan Sukamandi, Subang – Jawa Barat
Waktu pelaksanaan Tahun 2010-2014

3. Klasifikasi
Famili Clariidae
Nama Latin Clarias gariepinus Burchell, 1822
Nama Dagang African catfish
Nama Indonesia Ikan Lele Dumbo, Ikan Lele Afrika

4. Uji Fenotipe

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 6


Morfometrik  Panjang kepala: 24,33-30,59 %PS
 Lebar kepala: 14,87-20,06 %PS
 Jarak antarmata: 39,03-46,33 %PK
 Diameter mata: 5,01-6,55 %PK
 Panjang predorsal: 28,31-35,93 %PS
 Panjang sirip punggung: 63,58-73,79 %PS
 Panjang prepektoral: 15,67-21,93 %PS
 Panjang prepelvis: 39,55-55,76 %PS
 Panjang preanal: 48,36-58,18 %PS
 Panjang sirip anus: 33,11-48,33 %PS
 Tinggi badan maksimum: 11,63-17,43 %PS
 Tinggi batang ekor: 6,19-8,70 %PS

NO DESKRIPSI KETERANGAN/NILAI
Meristik  Jumlah jari-jari sirip punggun:g: 59-79
 Jumlah jari-jari sirip anus: 47-59
 Jumlah jari-jari sirip dada: 9-11
 Jumlah jari-jari sirip perut: 5-6
 Jumlah jari-jari sirip ekor: 19-22
Warna 99,63% normal (abu-abu gelap, TC Color File
5414)
Pertumbuhan  Pemeliharaan larva 21 hari menghasilkan
benih dominan berukuran 2-3 cm dan 3-4 cm.
 Pendederan 1 bulan menghasilkan benih
dominan berukuran 5-7 cm dan 7-9 cm.
 Pembesaran 1,5-2 bulan tanpa sortir
menghasilkan ikan lele ukuran konsumsi
sekitar 70-80%.

Nilai toleransi  DO: >0 mg/L


lingkungan  Suhu: 15-35 oC
 pH: 5-10
 Amoniak: <3 mg/L
 Nitrit: <0,3 mg/L
 Salinitas: 0-10‰
Kualitas daging  Porsi termakan (edible portion): 61,11±8,40%
 Kadar protein: 18,36%
 Kadar lemak: 1,73%
Jenis pakan & Memakan segala (omnivora) pada siang maupun
kebiasaan makan malam hari.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 7


Reproduksi  Umur awal matang gonad: 5 bulan
 Warna oosit intraovarian: hijau-
kekuningan (91,11%) dan kuning-kecokelatan
(8,89%)
 Diameter oosit intraovarian: 1,31±0,08 mm
 Indeks gonadosomatik jantan: 0,74±0,25%
 Indeks ovisomatik betina: 13,21±2,42%
 Fekunditas relatif: 104.550±24
butir/kg bobot induk
 Derajat fertilisasi: 91,89±5,89%
 Derajat penetasan: 86,49±7,81%
 Waktu rematurasi induk betina: 1,5 bulan
Ketahanan penyakit LD50: 3,89x108 CFU/mL
Aeromonas hydrophila  Mortalitas uji tantang 24 jam: 13%, 60 jam:
30%
 Sintasan benih tanpa antibiotik: 60-70%
Peningkatan kualitas Respon seleksi kumulatif: 52,64%
genetik

5. Uji Genotipe
Keragaman genetik  Heterozigositas teramati: 0,50
 Indeks fiksasi: 0,42

6. Ketersediaan Induk  Induk penjenis: 237 ekor betina dan 213 ekor
jantan.
 Induk dasar: 15.000 ekor betina dan 100.000
ekor jantan.

NO DESKRIPSI KETERANGAN/NILAI
7. Manfaat
Aspek Teknologi Teknologi budidayanya mudah diterapkan
karena tidak berbeda dari teknologi yang telah
ada dan tidak memerlukan teknologi baru yang
spesifik.
Aspek Ekonomi Penggunaan pada usaha produksi benih
menghasilkan benih siap jual dalam proporsi
yang tinggi (65-85%), pada pembesaran
menghasilkan ikan konsumsi dengan proporsi
yang tinggi (70-80%), sehingga keuntungan yang
diperoleh tinggi.
Aspek Sosial Benih ikan lele tumbuh cepat yang terbukti
memiliki keragaan tinggi dapat diterima dan
diminati oleh para pembudidaya, sehingga
banyak permintaan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 8


Aspek Lingkungan Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kelestarian lingkungan, karena bukan
merupakan spesies baru yang berbeda dari
strain-strain ikan lele lain yang telah ada
sebelumnya.

Gambar Ikan Lele Mutiara Jantan

Gambar Ikan Lele Mutiara Betina

2. Ikan lele Sangkuriang


Lele sangkuriang merupakan salah satu ikan lele unggul yang diperoleh melalui proses
silang balik (cross breeding) antara induk betina F2 dengan induk jantan F6. Proses ini

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 9


dilakukan untuk mengembalikan keunggulan lele ini (yang sebenarnya adalah lele
Afrika/ lele dumbo) seperti pada saat awal masuk ke Indonesia. Secara resmi ikan lele
ini diperkenalkan dan dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun
2004 dengan no SK pelepasan KEP.26/MEN/2004. Lele ini dibuat dan diproduksi oleh
Balai Benih Ikan Air Tawar (BBAT) Sukabumi dan diedarkan ke seluruh Balai Benih
Ikan daerah seluruh Indonesia. Untuk pembelian induk jika ingin memiliki indukan
yang asli dapat menghubungi BBAT, Jalan Selabintana No. 37, Cikole, Selabatu, Kec.
Sukabumi, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43114 telepon (0266) 225211. Sama halnya
dengan pembelian induk ikan lele mutiara, pembelian lele Sangkuriang di BBAT
Sukabumi akan memperoleh Surat Keterangan Asal sebagai bukti orisinilitas ikan yang
digunakan. Berikut deskripsi ikan lele sangkuriang

No Gambaran Nilai
I. Asal
Hasil silang-balik (Backcross ) antara lele dumbo
induk betina F2 dengan induk jantan F6.

II. Karakter Meristik, Morfometrik, dan Genetik

II.1. Panjang standar,PS 23.00 – 34.00

II.2. Rasio panjang standar/panjang kepala 3.41 – 3.92

II.3. Rasio panjang standar/tinggi badan 7.21 – 9.09

II.4. Panjang kepala,PK (%PS) 25.49 – 29.31

II.5. Tinggi badan,TB (%PS) 11.00 –13.88

II.6. Lebar badan,LB (%PS) 9.15 – 14.14

II.7. Lebar badan,LB (%PK) 34.31 – 51.81

II.8. Tinggi kepala,TK (%PK) 34.31 – 42.57

II.9. Jarak antara sirip punggung ke ujung moncong 0.29 – 0.43


(%PS)
II.10. Tinggi pangkal ekor,TPE (%PS) 5.94 – 9.43

II.11. Diameter mata,DM (%PK) 3.90 – 7.31

II.12. Lebar mulut,LM (%PK) 27.42 – 47.50

No Deskripsi Nilai

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 10


II.13. Jarak antara dua bola mata (%PK) 34.29 – 44.29

II.14. Jarak antara ujung tutup insang bagian bawah ke 28.94 –42.86
ujung
moncong (%PK)
II.15. Jarak antara sirip dada ke ujung moncong (%PS) 17.74 – 25.00

II.16. Jarak antara sirip perut ke ujung moncong (%PS) 43.55 –47.06

II.17. Jarak antara sirip dubur ke ujung moncong (%PS) 46.43 – 56.60

II.18. Jumlah sirip punggung 58 –77

II.19. Jumlah sirip dada I. 9 –11


II.20. Jumlah sirip perut 18 –21
II.21. Jumlah sirip dubur 37 – 52

II.22. Warna punggung Hitam


Kehijauan
II.23. Warna perut Putih
Kekuningan
II.24. Fluktuasi asimetri proporsi pada sirip perut 0.20
II.25. Fluktuasi asimetri proporsi pada sirip dada 0.36

III. Karakter Reproduksi

III.1. Kematangan gonad pertama (bulan) 8–9

III.2. Fekunditas (butir/kg induk betina) 40,000 –


60,000

III.3. Diameter telur (mm) 1.1 – 1.4

No Deskripsi Nilai
III.4. Lamanya waktu inkubasi telur pada suhu 30 – 36
23 o C – 24 o C (jam)
III.5. Lamanya kantung telur terserap pada 4 –5
suhu 23 o C – 24 o C (hari)
III.6. Derajat penetasan telur (%) >90

III.7. Panjang larva umur 5 hari (mm) 9.13


III.8. Berat larva umur 5 hari (mg) 2.85
III.9. Sifat larva Tidak kanibal

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 11


III.10. Kelangsungan hidup larva (%) 90 – 95
III.11. Pakan alami larva Moina sp.
Daphnia sp.
Tubifex sp.
IV. Karakter Pertumbuhan

IV.1. Pertumbuhan harian bobot benih umur 29.26


5 hari – 26 hari (%)

IV.2. Panjang standar rata-rata benih umur 26 3–5


hari (cm)

IV.3. Kelangsungan hidup benih umur 5 hari >80


– 26 hari (%)

IV.4. Pertumbuhan harian bobot benih umur 13.96


26 hari – 40 hari (%)

IV.5. Panjang standar rata-rata benih umur 40 5–8


hari (cm)

IV.6. Kelangsungan hidup benih umur 26 >90


No Deskripsi Nilai

hari – 40 hari (%)

IV.7. Pertumbuhan harian bobot pada pembesaran 3.53


selama 3 bulan (%)
IV.8. Pertumbuhan harian bobot calon induk (%) 0.85
IV.9. Konversi pakan pada pembesaran 0.8 – 1.0

V. Toleransi terhadap Lingkungan

V.1. Suhu (o C) 22 – 34

V.2. Nilai pH 6–9

V.3. Oksigen terlarut (mg/l) >1

VI. Toleransi terhadap Penyakit

VI.1. Intensitas Trichodina sp.Pada pendederan di 30 – 40


kolam (individu)
VI.2 Intensitas Ichthiophthirius sp. Pada pendederan di 6.30
kolam (individu)

Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa pembudidaya, budidaya menggunakan lele


mutiara memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan lele

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 12


sangkuriang.salah satu faktor yang memberikan keuntungan lebih adalah daya tahan
lele mutiara terhadap penyakit merah (borok) lebih baik dibandingkan dengan lele
Sangkuriang. Berikut tabel perbandingan performa antara lele mutiara dengan lele
sangkuriang
Parameter Lele Mutiara Lele Sangkuriang
1. Pertumbuhan Sangat Cepat Cepat
2. Daya tahan penyakit Tahan Kurang tahan
3. Jumlah telur yang Sangat tinggi tinggi
dihasilkan (Fekunditas)
4. Tingkat kanibalisme rendah Masih cukup tinggi
5. Daya tahan terhadap Sangat tahan tahan
lingkungan buruj
6. Penyebaran calon Belum tersebar luas Sudah tersebar luas
induk

PERBENIHAN
Benih merupakan komponen pokok yang penting dalam kegiatan budidaya ikan, dan
merupakan rantai hulu dari konsep industri, selain komponen pakan. Benih yang baik
akan menghasilkan hasil panenan yang baik apabila pembudidayaan dilaksanakan
sesuai prosedur operasional standar (SOP).
Namun demikian dalam kegiatan di lapangan untuk mendapatkan benih yang baik
kadang diperlukan pengalaman dari para pembudidaya. Selain pengamatan langsung
terhadap benih juga asal benih dan pemasok benih sangat menentukan kualitas benih.
Kualitas benih sangat ditentukan oleh kualitas induk dan perawatan induk terutama
dari aspek gizi. Pakan induk berkualitas saat ini belum terpenuhi dengan baik sehingga
petani menggunakan pakan komersial yang ada di lapangan, standar untuk pakan
pembesaran. Pengusaha pakan belum mau memproduksi pakan sesuai dengan
kebutuhan gizi induk karena peminatnya atau konsumennya tidak terlalu besar
dibandingkan kebutuhan pakan untuk budidaya pembesaran. Jaminan pakan induk
bergizi suatu hal yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan dalam menjamin mutu
benih yang dihasilkan
Regenerasi induk yang digunakan dalam memproduksi benih juga belum ditangani
dengan baik. Petani melakukan regenerasi induk secara alami melakukan seleksi
sendiri, yang menyebabkan membuka peluang terjadinya “in breeding”. Kenyataannya

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 13


sudah terlihat adanya keluhan terhadap menurunnya kecepatan tumbuh benih ikan
lele yang di budidayakan. Pengendalian mutu induk harus dilakukan oleh pemerintah
melalui pembinaan-pembinaan kelompok pembenih, atau pemilik induk. Umumnya
kegiatan pembenihan dilakukan dalam berbagai segmen usaha; mulai dari pemijahan
dan perawatan benih “indoor” atau bak terkontrol, hingga pendederan di
lapangan/kolam

Pendederan ikan lele dengan bak plastik di halaman rumah

terkendali umumnya mengandalkan pakan alami (cacing sutra), kemudian di kolam


dengan konsep pemupukan dan pakan buatan. Umumnya kegiatan segmentasi usaha
ini dilakukan oleh petani secara terpisah namun sudah membentuk kelompok, yang
tujuannya untuk memudahkan pemasaran. Usaha segmen pertama produksi larva dan
memelihara selama 2 minggu dalam bak-bak plastik ataupun beton, kemudian
dilakukan pemeliharaan segmentasi kedua selama 2 minggu di “outdoor” (kolam
ataupun petakan sawah) dan diperoleh ikan lele ukuran 3-5 cm, dan segementas ke tiga
dilakukan pemeliharan di kolam hingga benih mencapai ukuan 8-10 cm. Umumnya
untuk pembesaran petani memilih benih antara 3-5 cm ataupun 8-10 cm. Ukuran
terakhir lebih diminati namun harganya lebih tinggi. Ikan lele ukuran 3-5 cm masih
dikatagorikan rawan, penanganannya harus hati-hati. Jika dipelihara di out door dan
kebetulan hujan sering menyebabkan ikan stress dan mudah terserang berbagai infeksi
penyakit yang menimbulkan kematian. Ketiga usaha segmentasi ini banyak
memberikan manfaat sebagai sumber mata pencaharian masyarakat desa, dilokasi-
lokasi perbenihan, karena tahapan ini termasuk katagori “ quick yielding” yang cepat

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 14


menghasilkan uang. Tegantung dari cara dan ketekunan pemeliharaan dari 3 pasang
iduk lele dapat dihasilkan benih sebanyak 70.000-80.000 benih ukuran 3-5 ekor. Saat
ini harga rata-rata adalah Rp 125,- atau menghasilkan pendapatan sebesar Rp 7 hingga
9 juta.
Teknologi produksi telur, termasuk pematangan induk serta pemijahan induk
sudah memasyarakat sekali. Ada dua cara yang dilakukan oleh petani yaitu pemijahan
secara alami dan rangsangan hormonal. Kedua-duanya memberikan hasil yang sama
baiknya bila ditangan oleh tenaga ahlinya. Sehingga sisi hulu dari konsep industriliasi
boleh dikatakan siap untuk menunjang usaha pembesaran.

PEMILIHAN INDUKAN
1. PENGELOLAAN INDUK
a. Kolam Induk
Kolam induk dapat menggunakan kolam dengan dinding beton dan dasar dari tanah.
Luasan 50 m2 dapat menampung induk 70 – 120 kg induk (jantan dan betina dipisah).
Air masuk dapat diatur dengan debit 4-7 l/menit. Kedalaman kolam 80 – 100 cm.
Untuk merangsang pembentukan gonad pada musim kemarau dapat dilakukan dengan
menurunkan dan menaikkan permukaan air kolam.

Betina

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 15


Jantan

b. Syarat Induk
Induk yang digunakan harus dalam keadaan sehat, tidak cacat, tidak ada tanda-tanda
yang dapat menyebabkan terganggunya proses pembenihan dan kemungkinan
terjadinya penurunan kualitas benih contohnya jangan gunaka induk yang bengkok,
kelamin jantan pendek atau bengkok, banyak terdapat luka pada tubuh induk, atau
berat induk tidak proporsional.
Diusahakan agar induk tidak berasal dari satu keturunan. Induk pejantan bisa
didapatkan dari daearah lain misalnya untuk induk betina dihasilkan dari proses
seleksi di farm sendiri sedangkan pejantan didapatkan dari daerah yang jauh dari
lokasi farm dan yakin induk yang digunakan tidak sedarah.
Umur induk lebih dari 8 bulan untuk betina dan satu tahun untuk pejantan. Secara ideal
induk betina mempunyai bobot 800 – 1200 gram, sedangkan induk jantan lebih dari
1000 gram atau minimal sama dengan berat induk betina.
Induk di pelihara secara terpisah antara jantan dan betina. Induk betina pun dipisah
berdasarkan tingkat kematangan gonad dan proses rotasi pemijahan sehingga

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 16


diharapkan pada satu kelompok induk didapatkan induk dengan tingkat kematangan
telur yang sama.

c. Pakan Dan Manajemen Pemberian Pakan


Pakan Induk menggunakan pakan khusus induk dengan jumlah pemberian pakan
sebanyak 2% dari total berat induk, diberikan 2-3 kali sehari. Berikut komposisi pakan
induk lele :
Tabel. Formulasi pakan induk lele
No Bahan pakan Persentase (%)
1 Tepung ikan (p min 60) 32
2 Bungkil kedelai (p min 43) 29
3 Terigu 10
4 Dedak halus 15
5 Vitamin 2
6 Mineral 1
7 Minyak ikan 2
8 Minyak jagung 2
9 Tapioka 7
Total 100

Pemijahan
a. Pemeriksaan kematangan gonad induk
Pemeriksaan kematangan gonad dapat dilakukan dengan proses kanulasi dengan
menggunakan kateter diameter 3 mm. Telur yang cukup baik sebagai syarat untuk
proses pemijahan
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Memiiki diameter 0.8 – 1.3 mm
2) Ukuran seragam
3) Warna jernih, jika dicek inti telur sudah ke tepi
Sedangkan induk jantan di periksa dengan melihat kelamin. Kelamin ikan lele matang
gonad berwarna kemerahan, kelamin panjang sebaiknya dapat mencapai sirip anal,dan
tidak bengkok. Hati-hati dalam memeriksa kematangan gonad, usahakan sesingkat dan
jangan sampai menimbulkan luka pada induk karena akan mempengaruhi pemijahan.

b. Proses pemijahan

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 17


Pemijahan dapat dilakukan dengan merangsang induk untuk ovulasi. Timbang induk
jantan dan betina kemudian dirangsang dengan menggunakan Ovaprim dengan dosis
0,6 (betina) dan 0,3-0,4 untuk jantan. Penyuntikan dilakukan dua kali, dosis
penyuntikan pertama 30% dari total dosis dengan selang penyuntikan pertama-kedua
6 jam. .

c. Wadah pemijahan
Wadah pemijahan dapat menggunakan bak beton ukuran 2 x 1 m dengan tinggi air
optimum 25 – 30 cm. Kakaban yang telah dibersihkan dan suci hamakan dipersiapkan.
Untuk satu pasang induk dapat menggunakan 3-4 kakaban berukuran panjang 1 meter

Penyuntikan induk lele

d. Inkubasi telur
Setelah memijah kakaban diangkat, dibilas dengan menggunakan air bersih. Inkubasi
telur dapat menggunakan akuarium atau kolam beton. Untuk akuarium dan kolam
semen.air dipersiapkan sehari sebelumnya dan diberikan aerasi. Suhu inkubasi telur
optimum 28 oC. Buang telur yang tidak menetas dan ganti sebagian air akuarium (25 -
40%) jika air berwarna putih susu/keruh.Angkat kakaban setelah seluruh telur
menetas. Kakaban yang telah selesai digunakan dicuci bersih dan dijemur untuk
digunakan dalam proses pemijahan berikutnya.

Perawatan larva

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 18


Pada saat larva menetas dipersiapkan nauplii artemia. Sehari setelah menetas larva
diberi pakan nauplii artemia diberikan secara adlibitum (sekenyangnya) 4 kali sehari.
Pada hari ke-5 setelah menetas larva diberi pakan cacing sutra. Cuci bersih cacing
sebelum diberikan kepada benih lele, diberikan 3 kali sehari sekenyangnya (adlibitum).
Siphon kotoran yang ada setiap pagi, penggantian air diusahakan tidak melebihi 25%
dari volume wadah.

Pendederan I
Setelah larva berumur 2 minggu larva dapat dipindahkan kedalam kolam tanah. Kolam
tanah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga siap untuk memberikan tempat yang
nyaman bagi benih lele. Kolam dijemur, dirapikan pematangnya, dibersihkan dari
rumput-rumput yang masuk kedalam kolam agar tidak menjadi sarana bagi capung
untuk bertelur. Setelah kolam dipupuk dan dikapur kolam digenangi air 2-3 hari
sebelum benih lele di tebar. Penebaran benih lele diusahakan pada waktu dingin (pagi
atau sore hari). Kolam 100 m2 mampu menampung 80 -100 ribu benih. Pakan pertama
bisa menggunakan pakan berbentuk serbuk/tepung dengan kadar protein 40%.
Pemberian diberikan 10% dari berat populasi diberikan 4 kali sehari semalam.

Pendederan II
Pendederan II dilakukan setelah lele berumur 1 bulan di pendederan I. Prosedur
persiapan lahan sama dengan yang dilakukan pada pendederan I. Lakukan grading
ukuran dan padat tebar 20-30 ribu/100 m2. pakan menggunakan pakan remah
(crumble) (protein 32-35%) dengan jumlah 7-8% dari bobot total dengan frekuensi
pemberian pakan 4 kali sehari semalam.

Pembesaran
Kolam pembesaran dipersiapkan melalui proses penjemuran dan perbaikan struktur
kolam (cek adanya lubang di pematang dan dasar serta endapan lumpur yang ada).
Pengisian air dilakukan 2-3 hari sebelum ikan ditebar. Penebaran ikan didahului oleh
proses grading dan prosedur penebaran sama seperti pada proses pendederan. Padat
tebar untuk klam 50-80 m2 sebanyak 6000-1000 ekor benih. Satu bulan pertama
pakan diberikan sebanyak 5-6% dari total bobot ikan diberikan 3-4 kali sehari
semalam. Pakan bisa menggunakan campuran pakan tenggelam dan terapung. Bulan
kedua jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3-4% dari total bobot lele. Lakukan

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 19


grading memasuki bulan kedua untuk menghindari kanibalisme dan menciptakan
keseragaman ukuran.

KOLAM TERPAL DAN APLIKASINYA


Keunggulan Kolam Terpal Bulat

Melalui penelitian dan percobaan dengan cara membandingkan aneka tipe kolam yang
cocok untuk budi daya lele selama bertahun-tahun, bahwa hanya kolam terpal
berbentuk bulat yang mampu mewadahi manajemen budi daya lele dengan probiotik
ini secara optimal pada lahan yang memiliki porositas tingga dan hemat air.

Keunggulan penerapan kolam terpal bulat ini, selain praktis, efisien dan murah, juga
mampu menampung lebih banyak bibit ikan lele. Padat tebarnya mencapai 700 - 1000
ekor lele/meter kubik.

Selain itu, kelebihan lain dari sistem ini adalah tanpa perlu mesin aerator (penghasil
gelembung untuk menggerakkan ikan), bebas bau dan ramah lingkungan, hemat air,
dan hemat pakan, serta tingkat kematian lele rendah.

Instalasi Kolam Terpal Bulat

Pengembangan budi daya lele metode biogreen akan optimal jika berada di lokasi
dengan suhu 26—32 oC sesuai kebutuhan lele.

Menurut jenisnya, kolam dibagi menjadi tiga: kolam tandon air, kolam pembesaran, dan
kolam transit untuk panen. Diameter rata-rata kolam antara lain 1 meter, 2,5 meter,
hingga 5 meter dengan ketinggian kolam 1 meter.
Berikut bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangun kolam terpal bulat.
1. Rangka kawat besi; Rangka kawat dibentuk bulat dengan bagian dasar
berbentuk kerucut.
2. Karpet talang dan terpal

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 20


3. Instalasi pipa air; terdiri dari pipa input air, pipa pembuangan air, dan pipa
water level. Siapkan pula lem dan gergaji pipa pralon.
4. Atap; Atap biasanya menggunakan plastik UV atau transparan tembus cahaya

Dalam merangkai kolam, siapkan rangkaian besi untuk rangka kolam, karpet talang
luar, dan terpal plastik untuk dinding kolam, serta pipa-pipa untuk saluran masuk air,
saluran pengeluaran di dasar kolam, dan pipa untuk water level.

Adapun tahapan merangkai kolam bisa dilakukan dengan cara berikut. Pertama, gali
tanah berbentuk kerucut dengan kedalaman yang sejajar dengan rangka bagian dasar
kolam yang berbentuk kerucut agar pas saat penempatannya. Agar kolam lebih kokoh
dasar kolam disemen dan diberikan jalur masuk dan pengeluaran air. Gali juga saluran
pipa air pembuangan. Setelah itu, pasang rangka besi yang sudah disiapkan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 21


Kedua, pasang karpet talang luar pada rangka, lalu pasang terpal plastik. Pasangkan
pipa saluran pembuangan dan sambungkan dengan pipa menuju saluran pembuangan
berupa got atau saluran air.

Gambar. Perapihan dasar kolam, pembuatan saluran dan pembuangan air


Ketiga, rapikan posisi terpal pada rangka kolam dengan menarik terpal di bagian
tengah agak ke atas ke bagian rangka, sehingga keseluruhan bagian terpal posisinya
rata ke seluruh bagian dinding kolam.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 22


Posisi tandon dan kolam bulat
Keempat, alirkan air ke dalam kolam sambil dicek posisi terpal dan dirapikan. Terpal
akan melekat kuat pada rangka apabila kolam telah terisi air tanpa perlu diikat ke
rangka. Jika tidak ada masalah, kolam bisa digunakan.

Saluran pembuangan dan pemanfaatannya sebagai tempat budidaya cacing

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 23


TEKNIK PEMBESARAN DAN PEMELIHARAAN
Pemilihan Benih
Benih berkualitas salah satu yang sangat menentukan keberhasilan usaha dan seberapa
besar keuntungan yang diperoleh. Secara umum benih yang dibutuhkan harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Secara genetis merupakan hasil dari pemijahan induk yang berkualitas
 Ukuran seragam,Sehat dan gerakan lincah
 warna tubuh tidak terlalu hitam cenderung agak cokelat kehitaman
 Ukuran yang cukup aman untuk usaha pembesaran adalah ukuran jari
(Fingerling) berkisar 8-10 cm
 Penangkapan benih dilakukan pada kondisi suhu rendah (pagi/sore hari)

Persiapan Wadah
Dalam persiapan wadah untuk usaha pembesaran , hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
 Wadah pemeliharaan dapat berupa kolam tanah dengan luas optimal 25 m2
sedangkan untuk kolam terpal dapat berukuran 3 – 12 m3
 Kedalaman air 50-70 cm.
 Sekeliling pematang kolam dibuat bibir kolam dari anyaman bambu selebar ±
50 cm untuk mencegah ikan loncat keluar kolam
 Lakukan pengeringan kolam, pengapuran dengan dosis kapur 100-200 g/ m2.
pemupukan dengan dosis pupuk kandang 200-250 g/ m2. kemudian masukkan
air sampai ketinggian yang diinginkan setelah pemupukan. lakukan kegiatan
ini 5-7 hari sebelum ikan ditebar
 Pemasukkan air selanjutnya sebaiknya tidak terlalu deras, diusahakan
pemasukkan air hanya untuk mengganti hilangnya air akibat penguapan

Pengangkutan benih
Penanganan dalam Pelaksanaan pengangkutan benih sangat berpengaruh terhadap
tingkat kematian benih selama pemeliharaan, cara penanganan dalam pengangkutan
benih yang salah akan berakibat tingkat kematian yang tinggi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan pengangkutan adalah sebagai berikut :
 Pelaksanaan pengangkutan dilakukan pada kondisi suhu rendah (pagi atau sore
hari)

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 24


 Penghitungan jumlah benih dilakukan dalam kondisi basah atau menggunakan
alat tangkap dari bahan yang halus
 Sistim pengangkutan adalah sistim terbuka yaitu menggunakan jerigen atau
drum tanpa oksigen
 Jumlah benih dalam wadah angkut disesuaikan dengan besarnya wadah angkut
dan lama perjalanan . Untuk jerigen vol. 40 l diisi benih berkisar 300-400 ekor.
Sedang untuk drum (Vol. 200 l) dapat mengangkut sekitar 1000 – 1500 ekor.
 Untuk mencegah hilangnya lendir (mucus) selama pengangkutan sebaiknya
ditambahkan remasan daun kembang sepatu atau daun randu (untuk
memanfaatkan lendir yang dihasilkan dari remasan daun tersebut)

Penebaran benih
Sebelum benih dimasukkan ke kolam , lakukan aklimatisasi (penyesuaian suhu air
dalam wadah angkut dengan suhu air kolam) secara tepat dengan cara sebagai berikut
:
 Masukkan air kolam secara perlahan sedikit demi sedikit kedalam wadah
angkut, lakukan terus sampai diperkirakan suhu air wadah angkut sama dengan
suhu air
 Diusahakan jangan air kolam ke dalam wadah secara sekaligus
 Masukkan wadah angkut kedalam kolam, biarkan benih keluar sendiri dari
wadah angkut kedalam kolam dengan cara memiringkan wadah angkut secara
perlahan
 Densitas (kepadatan benih yang ditebar) berkisar 50-100 ekor/ m2 untuk
kolam biasa, namun pada kola terpal intensif dapat mencapai 700 – 1200
ekor/m2

Pemeliharaan benih
Dalam kegiatan pemeliharaan benih hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sbb:
 Pemberian pakan sebaiknya dominan pada waktu malam hari atau saat gelap.
Frekuensi pemberian 3-5 kali sehari
 Jumlah pemberian pakan harian 3-5% dari berat populasi benih ditebar
 Cara pemberian disebar merata
 Jenis pakan yang diberikan berupa pellet dengan protein tinggi (> 28%
kandungan protein)

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 25


 Sebagai pakan tambahan dapat diberikan cacahan bekicot/ keong mas, limbah
rumah makan, ikan rucah
 Lama pemeliharaan 1,5-2 bulan dengan ukuran berat ± 150 gram/ekor
 Mortalitas benih selama pemeliharaan berkisar 15-20%

Pengendalian penyakit
Pengendalian penyakit seharusnya dilakukan sejak memilih benih. Ikan sakit terlihat
dengan adanya luka-luka, bentuk badan yang tidak normal, lemah dan pucat atau tidak
tanggap terhadap gangguan: Hindari penggunaan benih ikan seperti ini. Penyakit yang
sering terjadi pada masa pemeliharaan ikan lele adalah:
Bintik putih. Penyakit bintik putih biasanya timbul pada musim hujan. Gejalanya
terlihat dari kondisi ikan yang sering naik ke permukaan air, gerakannya lamban, dan
pada bagian kepala terlihat bintik-bintik putih berukuran ± 0.4 mm. Penyakit ini dapat
menyebabkan kematian besar pada awal hingga pertengahan masa pemeliharaan.
Pemacunya antara lain perubahan suhu yang menjadi lebih dingin. Walaupun
demikian perubahan cuaca dapat menghilangkan penyakit ini secara otomatis.
Organisme ini tergolong parasit, tetapi tergolong sulit diberantasnya karena
mengandung siste. Pengobatannya dapat dilakukan dengan menggunakan campuran
formalin 15 ppm dengan malachite green 0.1 ppm, diulang tiap 5 hari hingga ikan
sehat.
Penyakit bakterial. Penyakit yang disebabkan bakteri memperlihatkan tanda-tanda
pada tubuh terlihat bercak-bercak merah, manakala ikan bertahan hidup bercak ini
melebar menimbulkan luka yang berkembang menjadi borok. Penyakit bercak merah
ini sangat ditakuti petani karena bisa menimbulkan kematian massal
Sebaiknya penyakit ini dicegah sebelum meluas dengan cara mencampurkan antibiotik
pada pakan (pelet). Antibiotik yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis
15-25 mg/kg ikan, atau oxytetracyclin 50 mg/kg ikan, dilakukan selama 10 hari.
Pengobatan didahului dengan menghitung berat ikan yang ada di dalam kolam, melalui
pengambilan dan penimbangan contoh ikan. Setelah itu dihitung kebutuhan antibiotik
untuk mengobati ikan tersebut. Antibiotik tersebut direkatkan ke dalam pakan dengan
telur mentah. Lakukan pengobatan ini ketika ikan masih aktif makan.

PAKAN BERKUALITAS
Pakan dan bahan pakan

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 26


Penguasaan bahan baku pakan bermanfaat dalam pembuatan formulasi pakan
berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan ikan dengan harga kompetitif. Bahan baku
harus mengandung nutrisi yang lengkap seperti protein, lemak, abu, serat kasar,
karbohidrat (bahan ekstrak tanpa nitrogen - BETN), mineral serta energi. Pengusaan
bahan baku menjadi penting untuk keberlanjutan usaha pabrik pakan ikan di Propinsi
Jawa Timur
Data dan informasi bahan baku perlu diketahui secara persis, baik kelimpahan, sebaran
dan kualitasnya serta harganya. Bahan baku tersebut diutamakan berasal dari lokalsi
dan atau luar lokasi dengan mempertimbangkan harganya. Beberapa persyaratan suatu
bahan baku dapat digunakan dalam formulasi pakan adalah sebagai berikut:
• Mengandung nutrien tinggi, khususnya kandungan proteinnya lebih dari 20%,
• Mudah diperoleh dan diolah menjadi tepung,
• Tidak mengandung racun atau zat anti nutrien,
• Harga kompetitif dan terjangkau,
• Tidak bersaing dengan manusia,
Uji kualitas bahan baku dapat dilakukan secara organoloptik (fisik), kimia dan biologi.
Penilaian kualitas secara fisik dapat dilakukan dengan mengevaluasi tingkat kerusakan,
mencium baunya (tidak berubah dari bau aslinya, tidak tengik), merasakan dan
merabanya. Penilaian kualitas bahan baku secara kimia dapat dilakukan dengan
memeriksa analisis proksimat bahan baku tersebut ke laboratorium terakriditasi, yaitu
kandungan air, protein kasar, lemak kasar, abu serat kasar, kalsium dan pospor dengan
menggunakan metode seperti tercantum pada Tabel dibawah ini. Secara regular bahan
baku pakan tersebut dievaluasi untuk mencegah terjadi penurunan kualitas pakan yang
akan dihasilkan. Penilaian secara biologis dapat dilakukan dengan menguji kecernaan
bahan baku dan inklusi atau besaran komposisinya dalam formula pakan pada ikan
yang akan dibuat pakannya. Uji biologis ini dapat mengambil data dari lembaga
penelitian dan pengembangan dan atau bekerja sama dengan lembaga tersebut.
No Parameter uji Metode pengujian
1. Kandungan air SNI 01-2891-1992 butir 5,1
2. Protein kasar SNI 01-2891-1992 butir 7,1
3. Lemak kasar SNI 01-2891-1992 butir 8,1
4. Abu SNI 01-2891-1992 butir 6,1
5. Serat kasar SNI 01-2891-1992 butir 11
6. Kalsium (Ca) AOAC, 15 ed 1990/AAS
7. Pospor (P) Spektrofotometer

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 27


Bahan baku pakan secara terbagi atas sumber protein hewani/nabati, bahan perekat,
sumber berbagai vitamin/mineral dan bahan addative lainnya. Bahan baku sumber
protein terbagi menjadi dua, yaitu sumber protein utama dan energi. Sumber protein
utama ditujukkan untuk memenuni kebutuhan asam amino penting yang tidak dapat
disintesis oleh tubuh ikan. Tepung ikan dengan kandungan protein di atas 50 % dan
tepung bungkil kedelai dapat dipasangkan dalam pakan sebagai sumber protein utama
pakan dan hingga saat ini belum ada penggantinya. Sumber asam amino penting
lainnya adalah telur ayam dan single cell protein (SCP) seperti tepung Chlorella dan
berbagai jenis bakteri, mikro/macro algae, dan ragi, namun harga SCP relatif mahal.
Sumber protein sekunder adalah bahan baku yang mengandung protein lebih dari 20%
dan diharapkan dapat menjadi sumber energi pakan. Bahan baku tersebut berasal dari
bahan protein hewani dan nabati. Beberapa contoh bahan baku sumber protein yang
sudah biasa digunakan dan mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku
pakan tercantum pada tabel berikut.
Serat
No Jenis Bahan Baku Air Protein Lemak Abu BETN
Kasar
Produk Perikanan
1 Remis air tawar 79,60 90,20 3,92 - 5,88 -
2 Ikan air tawar 9,00 73,30 10,00 0,33 16,37 -
3 Tepung ikan sarden 8,50 71,04 7,32 1,09 16,72 3,83
4 Tepung ikan lemuru 18,60 62,36 9,84 2,04 18,68 7,08
5 Tepung udang rebon 11,90 60,89 1,91 1,43 29,42 6,35
6 Tepung Ikan lokal 1 7,54 57,63 8,63 1,64 23,04 9,06
7 Tepung ikan lokal 2 8,70 55,17 4,46 1,98 19,33 19,06
8 Tepung kepala udang 11,80 41,99 1,30 2,58 37,15 16,98
9 Tepung ikan petek 5,10 46,69 3,01 2,14 29,21 18,95
10 Cacing Lumbricus 81,1 56,08 2,12 - 28,57 13,23
11 Cacing Tubifex 87,1 62,79 15,50 - 6,98 14,73
Produk Peternakan
1 tepung darah 10,40 90,96 1,12 0,78 5,36 1,79
2 darah segar 79,60 96,57 0,49 - 2,94 -
3 tepung daging dengan darah 7,30 64,72 9,39 2,37 22,87 0,65
4 tepung limbah ayam 6,50 61,50 16,04 2,46 16,68 3,32
5 ayam tua yang afkir 4,90 58,25 33,65 0,11 7,99 -
6 tepung daging 6,90 56,93 5,16 2,58 22,77 12,57
7 Tepung daging+tulang 7,40 53,02 11,12 2,81 32,29 0,76
8 limbah usus ayam 73,70 52,85 42,59 - 4,56 -
9 isi rumen segar 57,50 10,82 1,41 36,24 5,41 46,12

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 28


Serat
No Jenis Bahan Baku Air Protein Lemak Abu BETN
Kasar
A, Biji-bijian
1 Bungkil kedelai 1 10,79 46,23 2,31 2,48 8,32 40,66
2 Bungkil kedelai 2 9,10 41,58 19,58 5,39 5,28 28,16
3 biji kapuk 8,00 30,43 23,15 19,57 8,15 18,70
4 biji karet 7,60 25,42 45,68 3,28 3,63 21,99
5 biji sawi 8,30 23,45 46,67 8,62 5,13 16,14
6 biji kapas 7,90 22,15 21,72 22,91 4,67 28,56
7 Limbah cokelat 6,80 18,51 10,38 16,15 11,61 43,35
8 Bungkil kelapa 9,20 23,01 10,64 2,97 4,95 58,43
9 Bungkil kelapa sawit 6,40 16,73 10,28 4,87 3,30 64,82
10 Tepung Jagung 9,52 6,71 4,78 11,18 0,44 76,89
B Dedaunan
1 Daun singkong 91,73 30,68 3,83 9,57 7,01 48,91
2 kangkung segar 92,50 28,00 2,67 12,00 18,67 38,67
3 Daun petai cina 7,10 28,16 3,33 19,72 12,67 36,12
4 Daun Kembang Kol 4,40 27,06 3,85 18,09 24,17 26,83
5 Daun kihujan 95,96 26,84 1,33 41,34 12,00 18,49
6 Azola Segar 93,50 26,15 4,62 9,23 13,85 46,15
7 Sawi 1,90 21,97 1,93 26,69 25,88 23,53
8 hydrilla segar 91,70 21,69 3,61 31,33 24,10 19,28
9 Mata lele segar 91,90 20,99 6,17 11,11 11,11 50,62
10 Daun sente 80,65 19,67 3,46 7,37 4,92 64,58
11 Daun pepaya 82,00 18,73 5,17 6,97 5,11 64,02
12 Polard 8,10 16,18 0,68 3,84 10,67 68,63
13 Daun turi 94,56 15,22 12,67 12,67 8,00 51,44
14 Enceng Gondok 4,3 13,32 1,4 14,94 32,17 38,17
C Lainnya
1 Bekatul 11,35 14,35 2,96 3,98 11,23 67,48
2 Dedak padi 8,10 15,24 10,70 3,14 10,62 60,30
3 Tepung tapioka 15,13 - 2,58 0,65 0,14 96,63

Bahan baku sumber energi lainnya yang relatif lebih murah, yaitu lemak dan
karbohidrat. Sumber lemak terbaik adalah minyak ikan dan minyak jagung karena
susunan asam lemak pentingnya yang saling melengkapi. Sumber lemak lainnya adalah
minyak crude palm oil (CPO). Karbohidrat dianggap sebagai sumber energi termurah
karena mudah diperoleh, namun ikan mempunyai kemampuan terbatas dalam
mencerna karbohidrat. Contohnya adalah dedak padi, tepung polar (dedak gandum),
tepung sagu, tepung gaplek, dan tepung onggok. Selain sebagai sumber energi, bahan
baku tersebut berperan juga sebagai perekat.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 29


Bahan baku pakan seperti tersebut di atas mengandung berbagai mineral, namun
kurang memenuhi kebutuhan ikan. Mineral komersial dapat digunakan sebagai sumber
mineral utama dalam pakan. Tepung tulang dan tepung kulit kerang merupakan
sumber mineral. Demikian halnya dengan vitamin, pakan perlu ditambahkan campuran
vitamin komersial. Kekurangan mineral dan vitamin dalam pakan dapat menyebabkan
gangguan pada ikan. Bahan supplemen atau tambahan diperlukan dalam jumlah sedikit
untuk meningkatkan kualitas pakan ikan. Misalnya adalah asam amino penting, asam
lemak penting, vitamin atau mineral tertentu bilamana perlu ditambahkan dalam
pakan.
Bahan baku pakan yang akan digunakan didekati dari bahan baku yang sudah biasa
digunakan oleh pabrikan pakan dan atau yang sudah teruji di praktisi atau lembaga
penelitian dan pengembangan. Tabel berikut memuat beberapa bahan baku pakan yang
direkomendasikan untuk digunakan dalam pabrikan pakan. Tepung ikan dan tepung
bungkil kedelai sebagai bahan baku sumber protein utama masih diimpor karena
kebutuhannya relatif besar. Tepung ikan lokal yang mengandung protein lebih dari
50% sudah diproduksi, namun telah terserap oleh pabrikan pakan. Akibatnya, ke dua
bahan baku tersebut tidak ditemui di pasaran. Jika tersedia, harganya sudah tidak
kompetitif lagi.
Tepung ikan merupakan bahan baku pakan yang hingga saat ini belum tergantikan nilai
nutrisinya karena mengandung protein dengan susunan asam amino penting terbaik
bagi ikan. Selain kandungan proteinnya, tepung ikan juga mengandung mineral dan
vitamin B komplek serta zat atraktan atau bahan penambah nafsu makan pada ikan.
Dalam pakan ikan, tepung ikan wajib ditambahkan dengan tingkat minimum 5%.
Tepung ikan yang dimaksud adalah tepung ikan yang mengandung protein lebih dari
50%. Protein yang mengadung protein di bawah 50% dapat digunakan sebagai sumber
protein sekunder bilamana harganya kompetitif. Bahan penting lainnya yang dapat
dipasangkan dengan tepung ikan adalah tepung bungkil kedelai. Tepung bungkil
kedelai ini dapat menggantikan 60-70% protein tepung ikan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 30


Bahan baku yang sering digunakan di Pulau Jawa
Sumber
No. Bahan Hewani Bahan nabati Lainnya
Lemak
1 Tepung ikan Tepung Bungkil Minyak ikan Vitamin
sarden kedelai komersial
2 Tepung ikan Bungkil kelapa Minyak cumi Mineral
lemuru Komersial
3 Tepung udang Bungkil kelapa sawit Minyak
rebon jagung
4 Tepung Ikan lokal Tepung Jagung
5 Tepung ikan lokal Polard
6 Tepung kepala Bekatul
udang
7 Tepung ikan petek Dedak padi
8 tepung darah
9 Tepung daging
tulang

Bahan baku sekunder sebagai pelengkap protein pakan yang diinginkan adalah tepung
ikan kualitas rendah (kurang dari 50%) dan tepung daging tulang (meat bone meal)
yang bahannya berasal dari bangkai ternak mati antara lain dari rumah pemotongan
hewan (RPH). Bahan protein nabati yang sering digunakan adalah dedak dadi dan
tepung polar, tepung bungkil kelapa (kopra), tepung bungkil kelapa sawit, dan tepung
jagung. Minyak ikan nabati jagung dan minyak ikan air laut merupakan sumber lemah
terbaik. Namun, CPO (Crude palm oil) atau minyak sawit, dan minyak ikan air tawar
dapat juga digunakan. Minyak ikan, selain sumber energi, juga mengandung asam
lemak penting (omega 3) dan bahan penambah nafsu makan pada ikan. Bebagai
campuran vitamin dan mineral telah tersedia secara komersial. Ke dua bahan baku
tersebut harus tersedia dalam campuran pakan karena berperan penting dalam proses
metabolisme tubuh ikan. Campuran berbagai jenis bahan baku penyusun pakan
membutuhkan bahan pengikat. Bahan perekat ini sudah tersedia pada bahan baku
dedal, polar dan tepung jagung. Namun, ketersediaannya belum mencukupi. Oleh
karena itu, bahan baku perekat seperti tapioka dan tepung gandum dapat digunakan
sebagai campuran pakan. Kandungannya dalam formula pakan tidak lebih dari 3%.

PANEN DAN PASCA PANEN


Salah satu tujuan industrialisasi dalam makna yang sempit adalah merubah bahan
mentah menjadi produk lain yang memberikan nilai tambah, konsep yang lebih luas

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 31


melakukan langkah efisiensi usaha sehingga menghasilkan produk yang memiliki daya
saing yang kuat. Hasil survey di lokasi Kabupaten Boyolali, Tulung Agung, Blitar dan
Indramayu memperlihatkan bahwa langkah mengarah tujuan tersebut telah dilakukan
oleh masyarakat sejak beberapa tahun belakang ini. Di Kabupaten Boyolali efisiensi
telah dilakukan oleh beberapa pengolah produk daging lele (lele afkir), hasil sampingan
sirip, dan kulit ikan). Pengolahan produk ikan lele berlokasi di desa Tegal Rejo,
Tanjung Sari dan Desa Bengkak. Umumnya usaha dilakukan skala rumah tangga (home
industry), dan diyakini oleh pengolah kegiatan ini memiliki masa depan karena produk
pasca panen ikan lele sudah mulai diminati masyarakat tercermin dari meningkatnya
permintaan dari waktu ke waktu. Produk pasca panen kurang lebih ada 11 produk,
utama adalah; abon, bakso, ngaget, sosis, biscuit, kripik kulit lele. Aspek pemasaran
tidak menjadi masalah, bahkan beberapa produk hasil olahan dengan kemasan yang
menarik (Gambar 3) sudah dijual di pasar swalayan seperti Carefour dan Hypermart
secara berkelanjutan dengan jumlah

Pasca panen lele


tertentu sesuai dengan kontrak. Kota-kota yang menjadi pusat pemasaran tersebut
adalah Boyolali, Jokyakarta, Semarang, Surabaya. Produk olahan ikan lele Boyolali ini
juga pernah dipamerkan di swiss dan Singapura, kaitan dalam promosi dan melihat
peluang eksport.

Pengolahan terhadap ikan lele di kabupaten Tulung Agung sudah lebih lama di
kenal, namun belum terpromosi dengan baik. Disamping bentuk-bentuk olahan
seperti di kabupaten Boyolali, juga telah dilakukan bentuk olahan lele asap yang
dilakukan oleh ibu rumah tangga (home industry). Belum terdata dengan baik jumlah
pengolahan lele asap, namun setiap rumah tangga mampu melakukan pekerjaan ini

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 32


dalam 1 hari sekitar 15 kg (ikan ukuran 200-300 gr/ekor) , dan memberikan nilai
tambah hingga 100%. Produk ikan asap ini hanya dipasarkan di rumah-rumah makan
di Tulung Agung.
Bentuk olahan yang lain dan mulai dijajaki adalah amplang/krupuk, snack dan
brownies. Hasil wawancara dengan salah seorang pengolah daging ikan lele menjadi
abon lele diketahui bahwa sebanyak 300 kg/ abon lele di pasarkan ke Surabaya setiap
minggunya. Data jumlah pengolah daging lele menjadi produk abon maupun produk
pasca panen lainnya berkisar antara 15 – 22%. Apabila dari daging ikan lele diolah
menjadi abon susut 50% maka, seorang pengolah akan membutuhkan sebanyak 600
kg ikan lele setiap minggunya.
Hal serupa ditemui di kabupaten Blitar, pengolahan produk ikan lele juga
sudah mulai diperkenalkan. Beberapa produk seperti bakso, nuget, kripik kulit lele,
sosis dan abon lele juga dikembangkan oleh masyarakat dalam usaha rumah tangga.
Fakta mencatat bahwa sekitar 50 kg ikan lele yang digunakan untuk proses pembuatan
produk pasca panen tersebut per hari, dan itu masih bisa ditingkatkan terus hingga 5
kali kapasitas awal. Dengan jumlah ikan sebanyak 50 kg/perhari jumlah tenaga kerja
yang dimanfaatkan sebanyak 4 orang. Dari semua bagian tubuh hanya bagian kepala
yang tidak digunakan untuk olahan (5% dari total bobot tubuh), dan dimanfaatkan
sebagai makan itik (untuk pembesaran itik).
Di kabupaten Indramayu, proses pengolahan dari daging ikan lele tidak begitu
berkembang, bentuki-bentuk seperti abon, sosis dan bakso baru mulai di garap.
Mungkin disebabkan Indramayu juga sentra dari ikan hasil tangkap dari laut yang juga
banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan produk-produk pasca
penen. Sekitar tahun 2004 an, pernah dicoba produksi fillet dari daging ikan lele,
namun tidak berkembang karena bahan baku tidak tersedia secara rutin.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 33


ANALISIS USAHA
Asumsi:
 Benih lele ukuran 7-8 cm akan dipanen dalam kurun waktu 2-2,5 bulan
 Benih lele dapat dipanen apabila lele per kilonya berisi 7-10 ekor
 1 kg daging lele ketika panen berisi 10 ekor lele (lebih bagus lagi apabila 1 kg
daging ikan lele berisi 7-8 ekor)
 Jadi, dari 10.000 lele tersebut kita akan mendapatkan daging lele sebanyak
1.000 kg (1 ton) ketika panen
 1 kg pakan akan menghasilkan 1 kg daging ikan lele ketika panen (FCR = 1)
 Jadi, sampai panen 10.000 ikan lele yang akan menghasilkan 1.000 kg daging
ikan lele membutuhkan pakan/pelet sebanyak 1.000 kg (1 ton).
 Margin eror sebanyak 3-7%. Artinya kita tidak akan memanen sebanyak
1.000 kg daging ikan lele, tetapi kita hanya akan memanen 930 - 970 kg
daging ikan lele (sisanya biasanya lele ukuran palang dan ukuran jumbo).
Harga
Item Jumlah Satuan Satuan Total

1. Investasi 44.300.000

a Sewa lahan 1 paket 5.000.000 5.000.000

b. Kolam Terpal 12 buah 1.350.000 16.200.000

c. Bangunan Peneduh 1 paket 15.000.000 15.000.000

d. Blower 2 unit 2.250.000 4.500.000

e. Pompa Air 2 unit 1.800.000 3.600.000

2. Biaya Tetap 11.540.000

a. Penyusutan Kolam Terpal 12 unit/ siklus 675.000 8.100.000

b. Penyusutan Bangunan Peneduh 1 paket/ siklus 500.000 500.000


Orang /
c. Tenaga kerja 2 siklus 1.200.000 2.400.000

d. Pompa Air 2 unit/bulan 120.000 240.000

e. Blower 2 unit/ bulan 150.000 300.000

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 34


3. Biaya variabel 39.750.000

a. Benih ikan lele 42.000 ekor/ siklus 120 5.040.000

b. Pakan Ikan lele 4.200 kg/siklus 8.200 34.440.000

c. Obat-obatan 1 paket/ siklus 80.000 80.000

d. Peralatan perikanan 1 paket/ siklus 70.000 70.000

e. Beban listrik 1 paket/ siklus 120.000 120.000

Total Biaya (variabel + tetap) 51.290.000

Pendapatan 65.790.000

a. Lele Daging 4050 kg 15.800 63.990.000

b. Lele super 150 kg 12.000 1.800.000

Keuntungan per siklus (Pendapatan - Total biaya) 14.500.000

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 35


LAMPIRAN 1. PROSEDUR STANDAR PENDEDERAN LELE DENGAN VAKSIN DAN
PROBIOTIK
DIAGRAM PROSEDUR KERJA

PEMIJAHAN (PRODUKSI LARVA)

PENDEDERAN 1

PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI UKURAN 2 CM DI KOLAM

PENDEDERAN 2

PEMELIHARAAN SAMPAI UKURAN 4-5 CM DI KOLAM DENGAN


PEMBERIAN VAKSIN DAN PROBIOTIK

PENDEDERAN 3

PEMELIHARAAN SAMPAI UKURAN 8-10 CM DI KOLAM DENGAN


PEMBERIAN VAKSIN DAN PROBIOTIK

PEMBESARAN

PEMELIHARAAN SAMPAI UKURAN KONSUMSI DI KOLAM

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 36


Gambar 1. Proses pendederan ikan nila lele melalui vaksinasi dan penggunaan
probiotik (kotak warna biru) yang dilakukan di Kabupaten Indramayu,
Jawa Barat.

CARA KERJA
A. PENDEDERAN 2
1. Persyaratan lokasi dan kolam
a. Kawasan perkolaman bebas banjir dan bahan pencemar
b. Tanah dasar stabil
c. Sumber Air : mencukupi, tidak tercemar (dari sungai atau sumur).
d. Konstruksi kolam tanah berlapis plastik atau tembok dengan pematang
yang kuat
e. Luas kolam: 10 - 50 m2.
f. Kedalaman air: 60 – 80 cm
2. Persyaratan kualitas air kolam
a. Oksigen terlarut : > 2 mg/l
b. pH : 6,5 – 8,5
c. Suhu : 25 – 30 oC
d. Ammonia : < 0,02 mg per liter
e. Nitrit : < 1 mg per liter
3. Alat dan bahan
3.1. Alat

a. Alat persiapan kolam : cangkul, perata tanah


b. Alat pemberian pakan : feeder, wadah pakan/ember
c. Alat sampling dan seleksi : jaring benih, timbangan (ketelitian 0,01 gr),
penggaris (ketelitian 0,1 cm)
d. Alat pemanenan : jaring benih, serok, seser, grader
e. Hapa ukuran 2 x 2 x 1 m3 mesh size 2 mm
f. Waring ukuran 2 x 2 x 1m3 untuk penampungan benih (5 buah)
3.2. Bahan

a. Benih ikan lele ukuran 2 cm hasil dari pendederan 1


b. Pakan berprotein 24-26%, ukuran pakan disesuaikan dengan ukuran
ikan
c. Vaksin (Hidrovac)
d. Probiotik (Bacillus sp)
e. Pupuk organik
f. Kapur

4. Prosedur kerja
a. Persiapan kolam dilakukan 7 hari sebelum penebaran benih, dimulai dengan
pengeringan, pembersihan dan perbaikan pematang. Luas kolam 10 m2
dengan tinggi pematang 80-100 cm.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 37


b. Pelapisan kolam dengan terpal plastik sampai ke atas pematang dan
pemipaan.
c. Pengisian air kolam setinggi 60-80 cm atau ketinggian air 20 cm dibawah
bibir pematang.
d. Pengapuran kolam (50 gr/m3)
e. Pemupukan kolam, menggunakan pupuk organik sebanyak 500 g/m3
dengan cara dionggokkan di beberapa tempat dalam kolam.
f. Pemberian probiotik ke dalam air kolam dengan dosis 2 cc/m3 air/minggu.
g. Pengukuran kualitas air dilakukan setelah 5 hari pengapuran, pemupukan
dan pemberian probiotik meliputi pH, suhu, DO, nitrit, Nitrat, TAN,
kesadahan, kecerahan, plankton, bakteri..
h. Penebaran benih dilakukan setelah hari ke-5 dimana kondisi kualitas air
sudah stabil dan kelimpahan plankton cukup tinggi di kolam.
i. Vaksisnasi dengan cara perendaman benih ikan lele dalam larutan vaksin
Hidrovac dengan dosis 1 ml vaksin untuk 10 liter air, perendaman dilakukan
selama 15-30 menit.
j. Benih ditebar pada sore hari dengan kepadatan 2000 ekor/m3.
k. Pemberian pakan berbentuk pelet sebanyak 3 - 7 % dengan frekuensi 1 - 4
kali/hari sesuai dengan umur benih.

Tabel 1. Metode pemberian pakan ikan lele pada pendederan tahap 2 di


kolam terpal
Waktu Dosis pakan Waktu dan cara
pendederan perhari Frekwensi pemberian pakan
(hari) pemberian
(% x berat
biomas)

1-7 pagi, siang, sore, malam


7% 4 kali
disebar merata

7-14 pagi, siang, malam disebar


5% 3 kali
merata

14-21 pagi, malam disebar


3% 2 kali
merata

l. Pemanenan dilakukan secara bertahap untuk menghindari terlalu padatnya


ikan dikolam, dilakukan dengan cara dijaring menggunakan waring atau
hapa. Kemudian dilakukan tahap-tahap sebagai berikut :
 Mempersiapkan beberapa waring untuk penampungan sementara
 Menjaring sebagian benih
 Benih yang terjaring di grading dan dikelompokkan dalam waring
sesuai dengan ukurannya
 Kolam dikeringkan untuk panen benih total
 Benih ditampung di dalam waring yang telah disiapkan
m. Benih lele hasil grading siap dipelihara dalam media pemeliharaan benih

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 38


(Pendederan 3).

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 39


B. PENDEDERAN 3
1. Persyaratan lokasi dan kolam
a. Kawasan perkolaman bebas banjir dan bahan pencemar

b. Tanah dasar stabil

c, Sumber Air : mencukupi, tidak tercemar (dari sungai atau sumur).

d. Konstruksi kolam tanah berlapis plastik atau tembok dengan pematang yang
kuat

e. Luas kolam: 10 - 50 m2.

f. Kedalaman air: 60 – 80 cm

2. Persyaratan kualitas air kolam


a. Oksigen terlarut : > 2 mg/l

b. pH : 6,5 – 8,5

c. Suhu : 25 – 30 oC

d. Ammonia : < 0,02 mg per liter

e. Nitrit : < 1 mg per liter

3. Alat dan bahan


3.1. Alat

a. Alat persiapan kolam : cangkul, perata tanah


b. Alat pemberian pakan : feeder, wadah pakan/ember
c. Alat sampling dan seleksi : jaring benih, timbangan (ketelitian 0,01 gr),
penggaris (ketelitian 0,1 cm)
d. Alat pemanenan : jaring benih, serok, seser, grader
e. Hapa ukuran 2 x 2 x 1 m3 mesh size 2 mm
f. Waring ukuran 2 x 2 x 1m3 untuk penampungan benih (5 buah)
3.2. Bahan

a. Benih ikan lele ukuran 4-5 cm hasil dari pendederan 2

b. Pakan berprotein 24-26%, ukuran pakan disesuaikan dengan ukuran


ikan

c. Vaksin (Hidrovac)

d. Probiotik (Bacillus sp)

e. Pupuk organik

f. Kapur

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 40


Prosedur kerja
a. Persiapan kolam dilakukan 7 hari sebelum penebaran benih, dimulai dengan
pengeringan, pembersihan dan perbaikan pematang. Luas kolam 10 m2
dengan tinggi pematang 80-100 cm.
b. Pelapisan kolam dengan terpal plastik sampai ke atas pematang dan
pemipaan.
c. Pengisian air kolam setinggi 60-80 cm atau ketinggian air 20 cm dibawah
bibir pematang.
d. Pengapuran kolam (50 gr/m3)
e. Pemupukan kolam, menggunakan pupuk organik sebanyak 500 g/m3 dengan
cara dionggokkan di beberapa tempat dalam kolam.
f. Pemberian probiotik ke dalam air kolam dengan dosis 2 cc/m3 air/minggu.
g. Pengukuran kualitas air dilakukan setelah 5 hari pengapuran, pemupukan
dan pemberian probiotik meliputi pH, suhu, DO, nitrit, Nitrat, TAN,
kesadahan, kecerahan, plankton, bakteri..
h. Penebaran benih dilakukan setelah hari ke-5 dimana kondisi kualitas air
sudah stabil dan kelimpahan plankton cukup tinggi di kolam.
i. Vaksisnasi dengan cara perendaman benih ikan lele dalam larutan vaksin
Hidrovac dengan dosis 1 ml vaksin untuk 10 liter air, perendaman dilakukan
selama 15-30 menit.
j. Benih ditebar pada sore hari dengan kepadatan 1000 ekor/m3.
k. Pemberian pakan berbentuk pelet sebanyak 3 - 7 % dengan frekuensi 1 - 4
kali/hari sesuai dengan umur benih.

Tabel 2. Metode pemberian pakan ikan lele pada pendederan tahap 3 di


kolam terpal
Waktu Dosis pakan Waktu dan cara
pendederan perhari Frekwensi pemberian pakan
(hari) pemberian
(% x berat
biomas)

1-7 pagi, siang, sore, malam


7% 4 kali
disebar merata

7-14 pagi, siang, malam disebar


5% 3 kali
merata

14-21 pagi, malam disebar


3% 2 kali
merata

l. Pemanenan dilakukan secara bertahap untuk menghindari terlalu padatnya


ikan dikolam, dilakukan dengan cara dijaring menggunakan waring atau
hapa. Kemudian dilakukan tahap-tahap sebagai berikut :
 Mempersiapkan beberapa waring untuk penampungan sementara

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 41


 Menjaring sebagian benih
 Benih yang terjaring di grading dan dikelompokkan dalam waring
sesuai dengan ukurannya
 Kolam dikeringkan untuk panen benih total
 Benih ditampung di dalam waring yang telah disiapkan

m. Benih lele hasil pendederan 3 siap ditebar di kolam pembesaran

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 42


HIDROPONIK/ AKUAPONIK

AKUAPONIK, BUDIDAYA IKAN LAHAN HEMAT AIR YANG MENGUNTUNGKAN

Kita sering mendengar istilah tabulampot (tanaman buah dalam pot), kemudian
hidroponik yaitu menanam tumbuhan dengan memanfaatkan air sebagai media
tumbuhnya. Pada intinya kesemua usaha tersebut adalah upaya kita dalam
mengoptimalkan pemanfaatan tempat atau area kosong untuk mendapatkan hasil yang
cukup menguntungkan. Dalam dunia perikanan sendiri, sebenarnya sejak tahun 1980-
an upaya optimalisasi tersebut sudah dimulai. Misalnya saja adanya Longyam (Balong
dan Ayam) atau Longnak (Balong dan Ternak) yaitu suatu usaha pendederan atau
pembesaran ikan dimana pada bagian atasnya dipelihara ternak kambing ataupun ayam
sebagai usaha lainnya. Kemudian Minapadi yang merupakan suatu pencampuran antara
memelihara ikan dan padi di sawah.

Namun demikian seiring dengan makin pesatnya pembangunan dan meningkatnya


jumlah populasi penduduk yang mengakibatkan makin mengecilnya atau berkurangnya
sumber atau pasokan air maka adanya indikasi persaingan tersembunyi dalam
pemanfaatan air tersebut. Pemeliharaan ikan yang mutlak memerlukan air “tidak
terpolusi”, otomatis menjadi pilihan terakhir dalam mengembangkan usaha tersebut
mengingat relatif rentannya terhadap persediaan air. Sehingga akhir-akhir ini semakin
jarang kita temui usaha Longyam ataupun Minapadi didaerah-daerah yang dulunya
menjadi pusat pengembangan system usaha itu.

Didorong oleh keadaan diatas serta adanya tuntutan masyarakat di perkotaan


untuk dapat memanfaatkan lahan pekarangan yang terbatas atau sempit, maka para
peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor telah berupaya
untuk menghasilkan suatu teknologi yang sederhana dan tepat guna untuk mengatasi
permasalah tersebut. Model teknologi ini diperkenalkan sebagai system Aquaponik yaitu
memanfaatkan secara terus menerus air dari pemeliharaan ikan ke tanaman dan
sebaliknya dari tanaman ke kolam ikan. Inti dasar dari system teknologi ini adalah
penyediaan air yang optimum untuk masing-masing komoditas dengan memanfaatkan
system re-sirkulasi. Sistem teknologi budidaya akuaponik pada prinsipnya adalah
menggabungkan antara budidaya perikanan dan tanaman dalam satu wadah. Dimana

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 43


budidaya ikan merupakan sektor utama usaha agribisnis tersebut sedangkan hasil
tanaman merupakan sampingan produk yang dapat menambah keuntungan para
peternak ikan.

A. Model perikanan perkotaan


Perikanan budidaya dalam pandangan orang awam seringkali dikaitkan dengan
produksi ikan di kolam atau tambak dan jaring apung yang memerlukan lahan yang luas
dan sumber air yang melimpah. Pada umumnya lokasi yang memenuhi kriteria tersebut
adalah daerah yang makin masuk kepelosok pedesaan, yang berarti makin jauh dari
perkotaan yang merupakan sebagian besar pasar dari produk perikanan budidaya.
Keadaan ini sangat tidak menguntungkan dimana harga produksi menjadi sangat mahal
ditambah dengan pembebanan beaya transportasi yang tidak sedikit.

Sistem teknologi akuaponik ini muncul sebagai jawaban atas adanya permasalahan
semakin sulitnya mendapatkan sumber air yang sesuai untuk budidaya ikan, khususnya
di perkotaan sebagai akibat makin rusaknya lingkungan seiring dengan makin pesatnya
pembangunan. Ketersediaan sumber air yang layak untuk suatu usaha budidaya ikan
menjadi salah satu aspek pembiayaan yang akan mempengaruhi beaya produksi dari
suatu komoditas. Sebagai contoh, didaerah Subang beberapa usaha budidaya
perikanan telah memerlukan beaya tambahan untuk membayar retribusi atas air yang
digunakan.

Dengan dikuasainya teknologi yang relatif hemat air maka bisa dipastikan bahwa
harga produksi menjadi turun sehingga para peternak menjadi lebih mampu
berkompetisi terhadap flutuasi harga yang relatif sering terjadi pada komoditas
perikanan. Akuaponik yang merupakan salah satu teknologi hemat lahan dan air yang
dapat dikombinasikan dengan berbagai tanaman sayuran dapat dijadikan sebagai suatu
model perikanan perkotaan, sekaligus dapat diterapkan sebagai bagian dari tata kota
dan pertamanan di komplek-komplek perumahan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 44


B. Keuntungan ganda
Akuaponik yang merupakan gabungan antara pemeliharaan ikan dan tanaman
sayuran ternyata memberikan keuntungan ganda bagi para peternak yang
menerapkannya. Pertama, keuntungan finansial yang jauh lebih besar dengan adanya
panen gabungan antara ikan dan sayuran jika dibandingkan dengan cara konvensional
yaitu hanya memelihara ikan atau tanaman secara terpisah. Keuntungan kedua,
terjaminnya kualitas media pemeliharaan ikan sehingga dapat digunakan dengan
perawatan yang lebih sederhana dan murah.

Sebagai gambaran, jika kita mempunyai kolam pekarangan dengan ukuran 4x3 m2,
yang digunakan untuk pemeliharaan ikan nila maka dalam kurun waktu 3 bulan panen
yang bisa didapatkan adalah sebesar ( 20 ekor x 12m2 x 0.9 x 0,25) = 54 kg atau setara
dengan Rp 432.000 saja. Namun jika kita menggunakan sistem akuaponik dengan
tanaman cabai maka selain panen ikan tersebut, penghasilan juga didapatkan dari hasil
tanaman cabai sebesar ( 20 pot x 0.25 kg x 2 musim) = 10 kg cabai atau setara dengan
Rp 100.000,- sebagai penghasilan tambahan. Tentunya hasil ini akan semakin besar jika
menanam dengan jenis sayuran yang relatif mahal, dan berupa tanaman organik.

Pemeliharaan ikan di kolam ukuran kecil pada umumnya dibatasi oleh ketersediaan
air yang digunakan. Seringkali kualitas air menjadi jelek dengan cepat, terlebih jika
menggunakan pakan buatan. Dalam sistem akuaponik, air kolam yang telah digunakan
oleh ikan akan disaring atau difilter oleh tanaman dulu sebelum digunakan kembali,
sehingga kualitas air tersebut relatif dapat dipertahankan seperti sedia kala.

C. Mudah diterapkan, murah dan berbagai skala usaha


Akuaponik tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan potensi budidaya ikan air
tawar dalam skala yang kecil, khususnya oleh rumah tangga dengan lahan yang
terbatas, namun juga diarahkan untuk skala usaha komersial. Oleh karena itu
akuaponik ini dikembangkan menjadi teknologi yang mudah diterapkan serta tidak
memerlukan beaya yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber usaha yang
menguntungkan secara komersial.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 45


Berangkat dari teknologi budidaya ikan yang sudah banyak dikembangkan
dimasyarakat, hanya pengelolaan air yang berbeda. Maka diyakini akuaponik akan
dapat diserap oleh masyarakat tanpa ada kesulitan. Perbedaan yang ada adalah air
yang sudah digunakan untuk pemeliharaan ikan dialirkan kembali pada media yang
digunakan untuk pemeliharaan tanaman. Dengan sistem ini air akan kembali mutunya
seperti sediakala.

Penggunaan bahan-bahan yang sederhana serta banyak tersedia dipasar lokal


dengan harga yang terjangkau baik untuk budidaya ikan maupun pemeliharaan
tanaman akan banyak membantu peternak dalam melaksanakan teknologi ini karena
beaya yang dibutuhkan tidak mahal. Selain itu, penghematan beaya akan lebih terasa
karena bahan-bahan tersebut cukup lama masa pemakaiannya.

Bab 2. TEKNOLOGI AKUAPONIK

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, teknologi akuaponik pada dasarnya


terbagi atas dua bagian yaitu teknologi pemeliharaan ikan sebagai basis pokok
budidaya dimana air yang telah terpakai digunakan sebagai media penyubur pada
bagian lainnya yang berupa usaha penanaman tanaman atau sayuran.

Meskipun, usaha penanaman sayuran merupakan bisnis sampingan namun


ternyata bagian ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan bisnis pokok pemeliharaan ikan. Hal ini mengingat bahwa bagian
penanaman sayuran ternyata juga berfungsi sebagai filter penyaringan air yang
menyediakan media untuk pertumbuhan ikan yang baik.

Kandungan racun yang seringkali dihasilkan dari suatu usaha budidaya ikan yang
umumnya dalam bentuk amonia, ternyata dapat direduksi oleh tanaman hingga 90%
dari kadar yang ada sehingga air tersebut masih layak untuk digunakan kembali sebagai
media untuk pemeliharaan ikan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 46


A. Sistem Resirkulasi
Sistem resirkulasi yang dimaksud disini adalah memanfaatkan kembali air yang
telah dugunakan dalam budidaya ikan dengan filter biologi dan fisika berupa tanaman
dan medianya. Sistem resirkulasi secara ringkasnya dapat digambarkan sebagai berikut,
air yang berasal dari wadah pemeliharaan ikan dialirkan dengan menggunakan pompa
air ke filter yang juga berfungsi sebagai tempat untuk menanam tanaman, kemudian air
yang sudah difilter tersebut dialirkan kembali kedalam kolam ikan secara grafitasi.
Demikian proses resirkulasi berlangsung secara terus menerus, penambahan air dari
luar hanya dilakukan pada saat tertentu untuk menjaga agar ketinggian air kolam tidak
berkurang.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat filter terdiri dari wadah filter yang
berupa ember plastik ukuran 10-20 l atau papan kayu yang dibentuk menjadi seperti
bak saluran air yang dilapisi plastik. Bak filter tersebut diisi dengan urutan lapisan dari
bawah ke atas sebagai berikut: sabut kelapa dan kerikil halus pada bagian teratasnya
untuk penanaman tumbuhan. Selain kerikil, batu apung juga dapat digunakan sebagai
media penyaringan air. Air dari dasar kolam dipompa ke atas dengan menggunakan
pompa untuk, disiramkan pada tumbuh-tumbuhan yang ditanam. Jumlah luasan filter
yang digunakan adalah 25% dari permukaan wadah pemeliharaan ikan. (gambar)

Besarnya kapasitas pompa ini tergantung pada volume air kolam atau bak yang
ingin diganti. Sebagai misal, jika volume air di kolam sekitar 10 ton maka pompa yang
dibutuhkan adalah dengan kemampuan = 10.000 liter dibagi (60 menit x 60 detik) atau
2.7 liter per detik atau 162 liter per menit. Kecepatan aliran air diatur dengan
menggunakan kran sehingga jumlah yang masuk kedalam ember filter dan air yang
keluar ke kolam ikan seimbang. Jika tidak seimbang, ini umumnya terjadi pada saat
awal penggunaannya, maka air didalam ember akan meluber sehingga tidak melalui
lubang pengeluaran lagi akibatnya air tidak tersaring dan tetap jelek kualitasnya.
Kemudian aliran air dari filter ditampung dan dialirkan ke kolam tempat pemeliharaan
ikan, jadi selain untuk mengisi air juga berfungsi sebagi pasokan oksigen bagi ikan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 47


Dari hasil beberapa riset mengenai penggunaan filter dalam system resirkulasi
dapat diketahui bahwa filter yang tersusun dari zeolit dan pasir dapat memperbaiki
kondisi air yang digunakan dibandingkan jika tidak menggunakan filter. Pada suhu air
25-26C dan pH antara 6-7 maka penggunaan filter dapat menurunkan kadar nitrit dari
4.4 ppm tanpa filter menjadi 0.013-0.25 ppm dengan filter.

B. Pemilihan Komoditas
Dalam suatu usaha agribisnis, pemilihan komoditas memegang peranan yang
penting dalam merencanakan dan mendapatkan hasil agar sesuai dengan yang
diinginkan. Kriteria utama yang dapat dijadikan pertimbangan adalah tersedianya
pasar untuk komoditas yang diproduksi.

Selanjutnya tingkat kesulitan dalam membudidayakan merupakan aspek


berikutnya. Umumnya untuk para pemula atau pemain baru dalam agribisnis
perikanan akan memilih komoditas yang sudah umum dipelihara, namun untuk para
pelaku agribisnis yang telah mumpuni akan cenderung memilih komoditas-komoditas
yang masih belum banyak di usahakan, sehingga akan semakin besar marjin serta lama
waktu dalam menikmati keunggulan produknya yang masih sedikit saingan
dibandingkan jika komoditas yang telah banyak dipasarkan.

Memang dalam sistem akuaponik ini masih belum banyak informasi tentang
kesesuaian antara komoditas ikan yang dipelihara dengan komoditas tanaman yang
ditanam. Yang terpenting adalah air yang telah digunakan dalam budidaya kembali
menjadi baik kualitasnya setelah dilewatkan pada media tanam untuk menghidupi
tanaman yang ada.

1. Pemilihan Jenis Ikan


Sebagai bisnis pokok dalam teknologi akuaponik, pemeliharaan ikan
menyumbangkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usaha tanaman sayuran.
Beberapa hal yang berkaitan dengan pemeliharaan ikan secara baik dalam teknologi
akuaponik antara lain adalah mengenai jenis ikan yang dipelihara.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 48


Pemilihan jenis ikan yang akan dipelihara merupakan salah satu hal yang perlu
dilakukan dengan tepat agar usaha pemeliharaan ikan dalam teknologi akuaponik dapat
berhasil. Beberapa jenis komoditas ikan air tawar yang umumnya dapat dipelihara
adalah ikan nila, patin, gurame, mas, lele dan ikan hias. (gambar)

Pada umumnya jenis-jenis ikan tersebut tidak memerlukan pemeliharaan yang


relatif rumit atau pemeliharan dilakuakn pada ikan-ikan yang sudah cukup berhasil
dalam domestikasinya. Air yang berkualitas baik, tersedia cukup pakan dan benih yang
sehat merupakan sarat utama dari pemeliharaan ikan tersebut.

2. Pemilihan Jenis Tanaman


Walaupun sebagai usaha sampingan dari sistem akuaponik, namun pada kenyataan
hasil yang diperoleh dari sektor ini ternyata cukup besar, bahkan seringkali dapat
digunakan sebagai tambahan biaya operasional pemeliharaan ikan sehingga
keuntungan yang diperoleh peternak meningkat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemeliharaan tanaman dalam sistem akuaponik antara lain adalah tentang jenis
tanaman yang dipelihara.

Keberhasilan penggunaan system akuaponik terutama dalam pemeliharaan


tanaman adalah tergantung dari ketepatan pemilihan jenis tanaman. Tanaman yang
umumnya memerlukan air secara terus menerus digunakan dalam sistem akuaponik.
Beberapa jenis tanaman yang sudah dicoba dan berhasil cukup baik adalah kangkung,
tomat, sawi dan fetchin atau pokchai. (gambar)

Tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat merupakan salah satu syarat untuk
dipelihara dengan sistem akuaponik dengan menggunakan sistem filter yang sederhana
ini. Sedangkan tanaman dengan akar yang kuat dan mempunyai ukuran besar tidak
dianjurkan untuk dipelihara karena dapat merusak bak filternya.

Tanaman dengan nilai dan jumlah kebutuhan pasokan di pasar yang relatif tinggi
juga merupakan salah satu pertimbangan dalam sistem akuaponik. Produk tanaman-
tanaman tersebut akan semakin tinggi dibandingkan dengan produk serupa di pasar
karena produk tanamn akuaponik boleh dikatakan merupakan produk organik karena

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 49


kita tidak menggunakan pupuk anorganik dalam pemelihraannya meliankan hanya
dengan air yang telah diperkaya oleh limbah atau kotoran dari kolam ikan.

C. WADAH PEMELIHARAAN
Pemilihan wadah pemeliharaan baik untuk ikan maupun tanaman sangat
tergantung pada skala usaha dan produksi yang di inginkan. Semakin besar usaha
pemeliharaan ikan yang dilakukan maka akan semakin besar pula media tanaman yang
diperlukan sebagai filter agar air yang digunakan tetap berkualitas bagus.

Perlu diingat bahwa pada awalnya prototipe teknologi akuaponik ini ditujukan
untuk warga perkotaan dengan areal tanah dan sumber air yang terbatas, sehingga yang
diterapkan adalah dalam skala kecil atau rumah tangga. Namun demikian seiring dengan
berkembangnya usaha perikanan ternyata usaha skala besar juga berminat mengingat
efisiensi teknologi ini yang cukup besar dibandingkan dengan sistem biasa atau
konvensional.

1. Wadah Pemeliharaan Ikan


Wadah pemeliharaan ikan yang dapat digunakan dalam sistem akuaponik ini
berupa bak fiber ukuran 1 ton, kolam tembok maupun bak-bak yang terbuat dari terpal
plastik ukuran 25-50 m2. Wadah pemeliharaan ikan tersebut dilengkapi sistem
resirkulasi yang dilengkapi dengan tempat pemeliharaan sayuran. (gambar)

Wadah pemeliharaan ikan mempunyai outlet atau pembuangan air yang dapat
menyedot kotoran ikan ataupun sisa pakan yang digunakan. Air kemudian dialirkan
keatas dengan pompa melewati media tanam dengan tanaman yang telah mempunyai
akar sehingga dapat menetralisir kelebihan amoniak sebagai penguraian bahan-bahan
siasa pakan tadi, sehingga air yang kotor menjadi bersih kembali. Air yang sudah bagus
dialirkan kembali kedalam kolam melalui lubang-lubang yang ada di bak tanaman yang
berfungsi sebagai saluran inlet.

Selain wadah yang berukuran kecil tersebut, pemeliharaan ikan dengan sistem
akuaponik ini juga dilakukan pada kolam pendederan ukuran 100-200 m2, dengan
sedikit modifikasi. Bak-bak dengan tanaman yang berfungsi sebagai filter tidak
diletakkan di pinggir tembok, melainkan bak-bak tadi di apungkan dengan pelampung

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 50


berupa bambu atau paralon melintang ditengah kolam sehingga tanaman dapat
meyerap air secara langsung dari kolam. Memang sistem ini tidak menggunakan
pompa, namun masih terdapat kelemahan yaitu hanya air pada lapisan atas yang dapat
direvitalisasi, sedangkan air kolam pada bagian yang cukup dalam tidak terpengaruh.
Untuk saat ini sedang direkayasa ulang apakah dengan penerapan pompa juga cukup
efisien untuk ukuran wadah pemeliharaan ikan yang cukup besar.

2. Wadah Pemeliharaan Tanaman


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tanaman dipelihara di tempat yang juga
sekaligus berfungsi sebagai filter air kolam. Wadah pemeliharaan dapat berupa ember-
ember plastik atau bak-bak yang terbuat dari kayu papan dengan ukuran yang
disesuaikan dengan ukuran kolam yang ada. Sebagai patokan biasanya total luas wadah
untuk pemeliharaan tanaman sekitar 20% dari luasan kolam ikan yang digunakan.

Didalam wadah pemeliharaan tersebut diisi batu-batu apung sebagai media tanam
buat tanaman. Sebetulnya berbagai media juga dapat digunakan, misalnya tanah, ijuk
atau sabut serta kerikil. Namun demikian dari hasil ujicoba ternyata yang mempunyai
fungsi paling baik adalah batu apung. Jika kita menggunakan tanah sebagai media
tanam maka seringkali tanah yang dipakai tersebut ikut aliran air dan memenuhi
lubang-lubang untuk keluarnya air dan menjadikan buntu akibatnya air meluber tidak
mengalir seperti yang dijarapkan tetapi tumpah langsung tanpa difilter lagi. Sedangkan
jika kita menggunakan ijuk dan batu kerikil sebagai media ternyata tanaman-tanaman
yang dipelihara seringkali tidak dapat tumbuh dengan baik bahkan seringkali mati
sebelum dapat dipetik hasilnya.

Penempatan bak pemeliharaan tanaman umumnya dilakukan ditepi kolam jika


menggunakan ember-ember atau pot, dapat pula melintang dari satu sisi ke sisi lainnya
melintangi kolam jika bak kayu yang digunakan  gambar. Sebagai sarana pasokan air
digunakan paralon dengan ukuran 1-2 inchi yang menghubungkan antara bak yang satu
dengan yang lainnya dengan dilengkapi kran air. Air buangan dari tanaman dapat
dialirkan kedalam kolam secara langsung atau ditampung dengan paralon untuk
kemudian disalurkan kedalam kolam ikan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 51


BAB 3. PERSIAPAN BUDIDAYA

A. Persiapan Kolam/Bak Pemeliharaan


Sebelum pelaku agribisnis memulai aktifitas dalam bisnis yang berdasarkan
pembudidayaan ikan air tawar, mereka perlu secara cermat mengetahui berbagai
kemungkinan yang dapat menjamin keberlangsungan usahanya tersebut. Seperti yang
telah diketahui bahwa hampir seluruh komoditas ikan air tawar harus dipasarkan dalam
bentuk hidup maka berarti semua aktifitas agribisnis yang dilakukan harus mempunyai
jaminan terhadap kelangsungan hidup ikan tersebut.

Beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha budidaya dengan


terjaminnya kelangsungan hidup ikan adalah terpenuhinya beberapa persyaratan baik
dari segi teknis dan non-teknis yang dibutuhkan. Adapun persyaratan teknis dan non-
teknis yang diperlukan adalah meliputi hal pemilihan lokasi dan pengelolaan kolam yang
digunakan.

1. Pemilihan Lokasi
Secara umum, pemilihan lokasi suatu usaha budidaya, baik meliputi kegiatan
perbenihan maupun pembesaran, mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan kegiatan-kegiatan tersebut. Langkah pertama yang perlu
diperhatikan adalah ketersediaan sumber air. Sumber air yang dibutuhkan untuk
perbenihan dan pembesaran hendaknya memenuhi kriteria-kriteria khusus kualitas air
yang dibutuhkan oleh ikan sehingga ikan dapat tumbuh dengan optimal.

Selain kualitas air tersebut, jumlah atau kuantitasnya juga merupakan suatu
syarat mutlak yang harus dipenuhi. Memang jika ketersediaan air sepanjang tahun tidak
dapat ditemukan maka dapat diganti dengan sumber air lainnya misalnya air tanah,
namun demikian usaha ini memerlukan beaya tambahan yang perlu untuk
diperhitungkan dalam beaya produksinya. Yang akhirnya akan mempengaruhi besarnya
keuntungan yang akan diperolehnya nanti.

Untuk teknologi akuaponik, persyaratan ini dapat sedikit diabaikan karena pada
prinsipnya metode ini diterapkan untuk daerah-daerah yang mempunyai keterbatasan

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 52


dalam hal air dan lahan. Pemakaian air yang hemat serta lahan yang relatif tidak luas
menyebabkan pemilihan lokasi dapat dilakukan dimana saja untuk skala bisnis yang
relatif kecil.

Faktor kedua yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah faktor
keamanan. Keamanan baik dari segi bencana alam maupun keamanan dari faktor sosial.
Lokasi yang direncanakan untuk kegiatan budidaya harus mempunyai kriteria bebas dari
bencana banjir. Jarak limpahan air saat hujan lebat berdasarkan riwayatnya didaerah
tertentu dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan layak tidaknya daerah dipilih
untuk kegiatan budidaya.

Faktor keamanan dari aspek sosial, misalnya pencurian, juga menjadi kriteria
layak-tidaknya suatu lokasi dijadikan tempat untuk kegiatan budidaya. Seringkali daerah
yang memenuhi syarat secara teknis menjadi tidak menguntungkan lagi jika ditinjau dari
aspek sosial, dengan adanya resiko yang mengurangi atau bahkan menghilangkan
keuntungan dari kegiatan budidaya tersebut. Pendekatan sosial yang baik dapat menjadi
salah satu alternatif solusi dalam pemecahan masalah ini.

2. Perlakuan Kolam
Pada umumnya, kolam-kolam yang digunakan untuk budidaya baik pada level
pendederan maupun pembesaran perlu dilakukan pengolahan yang meliputi dari
pengeringan, pemupukan serta pengapuran. Namun untuk kolam yang digunakan
dengan metode akuaponik ini hanya memerlukan pengolahan berupa pengeringan yang
dilakukan selama 3-4 hari.

Kolam-kolam yang digunakan dengan metode akuaponik tidak memerlukan


pemupukan, jika dipupuk maka akan tidak bermanfaat karena air yang mengandung
pupuk akan difilter sehingga menjadi lebih bersih. Demikian pula untuk hal pengapuran
tidak diperlukan dalam teknologi akuaponik. Untuk menjaga agar ikan yang dipelihara
dapat berkembang dengan baik maka pemberian pakan buatan mutlak harus dilakukan.

Pada saat-saat tertentu, kolam pemeliharaan ikan perlu diistirahatkan agar sisa-
sisa pakan dan metabolisme yang masih ada karena menurunnya kemampuan filter

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 53


setelah sekian periode pemeliharaan tanaman dapat diminimalisir dengan pengeringan
dan pencucian menggunakan sistem flushing (menggontor kotoran dengan air).

B. Ukuran Benih dan Padat Penebaran


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembudidayaan ikan dengan
sistem akuaponik adalah mengenai ukuran benih dan padat penebaran. Berikut ini
adalah ukuran benih serta padat penebaran yang diterapkan pada beberapa jenis ikan
yang dapat dipelihara pada sitem akuaponik.

Ikan mas

Ukuran ikan yang digunakan dalam sistem ini tergantung pada sasaran produksi
yang diinginkan. Pada umumnya ukuran ikan ikan mas yang dipelihara sekitar 10-50 gr
per ekor. Padat tebar yang digunakan pada pemeliharaan ikan mas berkisar antara 20
ekor per m2 untuk ikan mas ukuran 50 gr dan 100 ekor per m2 untuk ukuran ikan mas
10 gr.

Pada umumnya selama masa pemeliharaan 3-4 bulan ikan mas ukuran 10 gr akan
dapat mencapai ukuran 75-100 gr, sedangkan ikan ukuran 50 gr dapat mencapai ukuran
200-250 gr setiap ekornya.

Ikan nila

Sasaran produksi pemeliharaan ikan nila di sistem akuaponik adalah ikan nila
ukuran sangkal (10 gr/ ekor) dan ikan nila ukuran konsumsi yaitu berat sekitar 200-250
gr per ekor. Ikan nila ukuran tersebut dapat dihasilkan dari hasil pemeliharaan ikan nila
dengan ukuran 1 gr selama 2 bulan pemeliharaan dan ukuran 25-50 gr per ekor selama
3 bulan pemeliharaan.

Padat tebar yang digunakan untuk pemeliharan ikan nila adalah sebanyak 100-150
ekor per m2 untuk ikan nila ukuran 1 gr dan 10-25 ekor per m2 untuk ikan nila ukuran
25-50 gr per ekor.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 54


Ikan Gurame

Sasaran produksi ikan gurame adalah ikan konsumsi yaitu 500 – 600 gr per ekor.
Ukuran awal yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut adalah ikan gurame
dengan berat 200-250 gr per ekor.

Ikan dengan ukuran tersebut dipelihara dengan padat tebar maksimum sebanyak
10 ekor/m2. Waktu pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran diatas
adalah berkisar antara 3-4 bulan pemeliharaan.

Ikan lele

Berbeda dengan jenis ikan lainnya, pemeliharaan ikan lele memerlukan waktu yang
lebih singkat dalam mencapai ikan ukuran konsumsi 100-125 gr per ekor. Waktu yang
dibutuhkan adalah berkisar antara 45-60 hari.

Kepadatan yang digunakan untuk pemeliharaan ikan lele adalah 100-150 ekor per
m2 pada ikan lele ukuran 10 gr per ekor.

Ikan patin

Jenis ikan patin yang digunakan adalah patin siam atau dikenal oleh masyarakat
sebagai patin hypop. Patin ini mempunyai keunggulan tahan terhadap air dengan
kandungan oksigen yang relatif rendah. Ukuran ikan patin yang dipelihara sekitar 10-15
gr per ekor.

Padat tebar yang digunakan adalah 15 ekor per m2. Selama 6-7 bulan pemeliharaan
diharapkan ikan patin yang akan dipanen mempunyai ukuran 500-700 gr per ekornya.

Secara garis besar berikut ini kepadatan yang digunakan dalam pemeliharaan ikan
tertera pada tabel berikut.

Jenis Ikan Ukuran benih (gr) Padat Tebar (ekor/m2)

Mas 10-50 10-200

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 55


Nila 25-50 100-150

Gurame 200-250 5-10

Lele 10 100-150

Patin 10-15 10-15

C. Persiapan Media Tanam dan Benih Tanaman


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berbagai media yang digunakan sebagai
tempat untuk pemeliharaan tanaman dapat berasal dari bahan-bahan yang bersifat
porus. Hal ini dimaksudkan agar media tersebut dapat mengalirkan air dan berfungsi
sebagai filter. Jika tersusun atas bahan-bahan yang tidak porus maka kemungkinan
besar akan terjadi penyumbatan pada bagian outletnya sehingga air tidak lagi difilter
melalui media tersbut namun langsung ditumpahkan akibat limpasan dari bagian atas
temapt pemeliharaan tanaman.

1. Jenis dan komposisi media tanam


Beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam sistem akuaponik adalah pasir
kasar, kerikil, batu apung-karang, ijuk dan tanah. Hasil uji coba mendapatkan bahwa
batu apung-karang merupakan media yang terbaik dalam menunjang pertumbuhan
tanaman serta sebagai filter kolam dibandingkan media yang lainnya.

Berbagai alternatif komposisi dapat juga digunakan sebagai alternatif media


tumbuh tanaman serta filter, diantaranya adalah terdiri dari susunan (dari bawah
keatas) :

a. kerikil 20%, ijuk 20% dan tanah 60%


b. kerikil 40%, ijuk 60%
c. masing-masing satu jenis 100%
Komposisi yang disarankan adalah batu apung-karang 100%

2. Persiapan bibit tanaman

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 56


Sebelum digunakan sebagai filter biologi, tanaman harus disemai dan dipelihara
terlebih dahulu hingga mencapai ukuran yang ideal untuk dipindahkan dimedia filter.
Benih atau bibit tanaman yang digunakan berasal dari biji bijian yang sudah siap
digunakan seperti yang tersedia pada umumnya di toko-toko tanaman. Langkah awal
yang perlu dilakukan dalam penyediaan tanaman yang siap dipelihara di sistem
akuaponik adalah penyemaian. Penyemaian benih atau bibit tanaman dilakukan dengan
prosedur yang sesuai dengan jenis tanaman yang diinginkan. Umumnya penyemaian ini
memakan waktu antara 1-1,5 bulan sebelum siap digunakan pada sistem akuaponik.

Umumnya biji tanaman dikeringkan dengan menjemurnya. Selanjutnya biji tersebut


dimasukkan kedalam lubang tanah sedalam 5-10 cm dan ditutup kembali dengan
tanah. Selanjutnya disirami dengan air setiap harinya. Setelah benih yang disemai dari
biji bijian tersebut tumbuh hingga mencapai umur sekitar 1-1,5 bulan maka langkah
berikutnya adalah memindahkan benih tanaman tersebut beserta seluruh akarnya
ketempat wadah pemeliharaan yang berupa ember-ember plastik atau bak papan kayu,
yang berisi batu kerikil atau batu apung.

Batu kerikil atau batu apung lebih dianjurkan untuk digunakan karena jika memakai
tanah maka seringkali jalannya air lebih terhambat karena tanah-tanah halus juga ikut
hanyut dan menyumbat lubang pengeluaran sehingga air tidak lagi hanya keluar dari
lubang pengeluaran di bagian bawah ember namun banyak yang meluber dari atas
ember. Pengaturan air yang digunakan untuk penyiraman tanaman juga perlu dilakukan
melalui kran agar air yang masuk dan keluar ember ke kolam seimbang sehingga tidak
terjadi kekurangan atau kelebihan air di bak filter.

BAB 4. PEMELIHARAAN IKAN DAN TANAMAN

A. Pemeliharaan ikan
Teknik budidaya ikan yang digunakan dalam sistem akuaponik adalah sama dengan
teknik yang digunakan untuk budidaya pada kolam dengan sistem biasa. Beberapa hal
penting yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan ikan di sistem akuaponik

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 57


adalah mengenai ketepatan pemberian pakan, pengontrolan kualitas air serta
monitoring hama dan penyakit ikan.

1. Pemberian pakan
Dalam budidaya ikan, pakan memegang porsi pembiayaan yang relatif besar yaitu
sampai mencapai jumlah 60% dari total biaya operasional. Oleh karena itu bisa
dikatakan bahwa kesuksesan dalam budidaya sangat tergantung pula pada efisiensi
yang bisa diciptakan dari bidang pakan, disamping hal kualitas induk maupun benih
yang digunakan serta lingkungan yang mendukung.

Selain dalam hal kualitas pakan, maka jumlah serta cara pemberian pakan akan
mempengaruhi tingkat efisiensi yang dapat diukur melalui penghitungan konversi
pakan. Konversi pakan menunjukkan jumlah kg pakan yang dibutuhkan untuk diubah
menjadi jumlah kg daging ikan.

Telah banyak tersedia berbagai pakan buatan dengan berbagai tingkat protein serta
jenisnya, baik pakan tenggelam maupun terapung. Berikut ini adalah cara pemberian
pakan baik dari segi jumlah maupun waktu pemberian yang dapat dilakukan di sistem
akuaponik sesuai dengan jenis ikan yang dipelihara.

Ikan mas

Dalam masa pemeliharaan yang memakan waktu 3-4 bulan, ikan mas ukuran 10 gr
diberi pakan pelet dengan kadar protein 28% sebanyak 5-10% berat biomasa per hari
yang dibagi dalam 4 kali frekuensi dalam sehari yaitu pada waktu pukul 08.00; 12.00;
16.00 dan 18.00.

Sedangkan untuk ikan mas ukuran 50 gr diberikan pakan berupa pelet kadar protein
28% sebanyak 3-5% berat biomasanya dibagi dalam 3 x frekuensi pemberian yaitu
pukul 08.00; 12.00 dan 16.00.

Diharapkan pemeliharaan ikan dengan ukuran 10 gr akan dapat mencapai ukuran


75-100 gr, sedangkan ikan ukuran 50 gr dapat mencapai ukuran 200-250 gr setiap
ekornya.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 58


Ikan nila

Dalam masa pemeliharaan 2-3 bulan, ikan nila diberi pakan pelet dengan kadar
protein sebesar 24% sebanyak 5-10% berat biomasa per hari untuk ikan nila ukuran 1
gr, dengan 3 x frekuensi pemberian yaitu pukul 08.00; 12.00 dan 16.00.

Sedangkan untuk ikan nila ukuran 25-50 gram diberi pakan pelet dengan kadar
protein 24% sebanyak 3-5% berat biomasa per hari yang juga dibagi dalam 3 x frekuensi
seperti diatas.

Diharapkan pemeliharaan ikan nila ukuran 1gr akan dapat mencapai ukuran sangkal
(10 gr/ ekor), sedangkan ikan nila ukuran 25-50 gr akan dapat mencapai ikan nila
ukuran konsumsi yaitu berat sekitar 200-250 gr per ekor.

Ikan gurame

Dalam masa pemeliharaan selama 3-4 bulan, ikan gurame ukuran 200-250 gr diberi
pakan berupa pelet dengan kadar protein 24% sebanyak 3-5% berat biomasa per hari
yang diberikan dengan frekuensi 3x yaitu pukul 08.00; 12.00 dan 16.00. Selain itu,
pemberian daun sente secukupnya setiap 2 hari sekali juga dianjurkan untuk membuat
daging ikan gurame lebih kompak atau padat.

Diharapkan pemeliharaan ikan gurame ukuran 200-250 gr dapat mencapai ukuran


ikan konsumsi yaitu 500 – 600 gr per ekor.

Ikan lele

Selama masa pemeliharaan 45-60 hari, ikan lele diberi pakan berupa pelet apung
dengan kadar protein 28% sebanyak 5-10% berat biomassa per hari dengan frekuensi
pemberian sebanyak 4-5 x seharinya. Waktu pemberian pakan diutamakan pada saat
hari gelap, yaitu pukul 06.00; 18.00; 20.00 dan 22.00.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 59


Diharapkan pemeliharaan ikan lele ukuran 10 gr dapat mencapai ikan ukuran
konsumsi 100-125 gr per ekor.

Ikan Patin

Selama masa pemeliharaan 6-7 bulan, ikan patin diberi pakan pelet kandungan
protein 28%, sebanyak 10% berat biomasa per hari yang diberikan sebanyak 3x per
harinya. Jumolah pemberian ini akan semakin menurun sampai sebanyak 5% berat
biomasa per harinya dengan semakin besarnya ukuran ikan patin tersebut.

Diharapkan pemeliharaan ikan patin ukuran 10-15 gr dapat menghasilkan ikan patin
yang akan dipanen mempunyai ukuran 500-700 gr per ekornya.

2. Kontrol kualitas dan kuantitas air


Langkah berikutnya yang perlu dilakukan untuk menjamin suksesnya budidaya ikan
di sistem akuaponik adalah kontrol atau monitoring mengenai air baik kualitas maupun
kuantitasnya. Hal ini dapat dimengerti karena sistem budidaya ini secara terus-menerus
menggunakan air yang sama dalam kurun waktu yang relatif lama, walaupun air
tersebut sudah mengalami filterisasi.

Beberapa parameter yang dapat dijadikan patokan penting dalam pelaksanaan


monitoring secara praktis dilapangan adalah suhu, oksigen terlarut (DO), amonia (NH3)
dan pH (derjat keasaman). Dengan mengetahui kadar parameter-parameter tersebut
maka berbagai kemungkinan terburuk dapat dicegah jika kandungannya sudah melewati
ambang batas.

Pengukuran suhu dan DO dilakukan setiap hari, sedangkan parameter pH dan


amoniak dpat dimonitor setiap 3 hari sekali. Adapun batas ambang dari masing-masing
parameter yang diperbolehkan dalam suatu budidaya adalah sebagai berikut:

- Suhu (fluktuasi) tidak boleh lebih dari 4C, suhu dibawah 25C akan lebih mudah
terjadinya serangan penyakit oleh bakteri Ich.
- DO minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan adalah 4 ppm (mg/l)

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 60


- Amoniak maksimum yang ditolerir pada budidaya ikan adalah lebih kecil dari
0.1 ppm
- pH diharapkan berkisar antara 6-8, khusus untuk ikan patin dan nila dapat
bertahan hidup pada pH yang lebih rendah.
Jika ditengah waktu pemeliharaan ikan terdapat parameter kualitas air yang
melebihi dari ambang batas maka langkah darurat perlu dilakukan antara lain adalah
dengan menambahkan air baru kedalam sistem akuaponik

Jumlah atau kuantitas air yang digunakan sedapat mungkin dipertahankan secara
kontinu setiap harinya. Oleh karena itu untuk mengatasi berkurangnya jumlah air akibat
penguapan baik secara langsung dari kolam maupun lewat tanaman, maka sejumlah air
baru perlu dipersiapkan. Pada umumnya kehilangan air setiap harinya adalah berkisar
antara 3-5%, sejumlah itu pula yang perlu ditambahkan.

Hal penting lainnya yang perlu diatur adalah laju sirkulasi air dari kolam ke bak
pemeliharaan tanaman. Untuk menstabilkan laju tersebut maka pemasukan air ke dalam
bak pemeliharaan tanaman diatur dengan kran air. Laju air ini juga tergantung dari
kekuatan pompa air yang digunakan. Umumnya laju air yang diharapkan adalah minimal
1 kali seluruh total air di kolam pemeliharaan ikan dapat dipompa kedalam bak
pemeliharaan tanaman. Sebagai misal, volume air total kolam adalah 1 ton, maka laju air
yang diharapkan minimal adalah= 1000 liter:24 jam:60 menit = 0,69 liter per menit.

3. Kontrol hama dan penyakit


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem akuaponik merupakan sistem
yang tertutup artinya air yang sama digunakan dalam jumlah yang relatif sama dalam
waktu yang cukup lama. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya suatu serangan
penyakit pada pemeliharaan ikan secara total akan lebih besar jika dibandingkan kita
memelihara ikan dalam sistem air mengalir atau dibuang. Oleh karena itu monitoring
kesehatan ikan secara visual menjadi hal yang penting untuk dapat menenggarai
dengan cepat sebelum terjadinya wabah yang tidak diinginkan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 61


Untuk masalah hama boleh dikatakan jarang terjadi pada sistem ini, karena sifatnya
yang relatif tertutup sehingga masuknya hama dari luar sistem akan dapat diketahui
dan dicegah dengan mudah.

Untuk masalah penyakit yang ditimbulkan baik oleh bakteri maupun virus juga akan
dapat dicegah lebih baik jika kondisi kualitas air serta kesehatan ikan menunjang
dengan baik. Dimana terjadinya serangan penyakit merupakan gabungan antara ketiga
hal tersebut, yaitu lingkungan, inang dan patogen.

Umumnya serangan penyakit akan timbul dengan didahului oleh lemahnya kondisi
ikan itu sendiri. Pengetahuan tentang ciri-ciri ikan yang sedang dlam kondisi kurang
baik merupakan kunci untuk mengatasi permaslahan yang mungkin timbul nantinya.
Berikut ini ciri-ciri yang terjadi pada ikan yang dipelihara jika terjadi keadaan atau
kondisi yang kurang baik.

- Ikan berkumpul ke tempat air masuk atau sering muncul kepermukaan (kecuali
lele dan patin hipop), ini menunjukkan ikan kekurangan oksigen. Pasokan aerasi
perlu segera ditambahkan.
- Ikan berenang lambat, nafsu makan berkurang, ini menunjukkan ikan tidak
sehat juga kemungkinan fluktuasi suhu air yang besar, amoniak yang tinggi atau
kandungan oksigen yang rendah. Air kolam perlu dikurangi 50% kemudian
ditambahkan air baru secara berangsur-angsur. Untuk meningkatkan nafsu
makan, dapat ditambahkan garam dengan dosis 1kg/100m2 kolam yang
diberikan setelah air disurutkan 50% untuk didiamkan 1 jam kemudian baru
ditambahkan air baru secara berangsur-angsur.
- Kulit ikan terkelupas akibat bergesekan baik dengan sesama ikan maupun
dengan dinding kolam menunjukkan kualitas air yang menurun jelek. Kurangi
air sebesar 50%, tambahkan air baru secara bertahap, dan berikan pakan yang
sudah diberikan vitamin misalnya vitamin c sebanyak 750 mg per kg pakan.
Pakan bervitamin C dibuat segar setiap sebelum diberikan kepada ikan.

B. Penanaman Tanaman
Setelah dilakukan penyemaian dengan menggunakan pupuk organik (kompos
maupun kandang), maka dipilih benih tanaman yang baik untuk dipindahkan kedalam

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 62


bak pemeliharaan tanaman di akuaponik. Umumnya benih yang digunakan di
akuaponik adalah benih tanaman yang sudah mencapai ketinggian 10 cm.

Benih tanaman beserta akarnya dipindahkan dari penyemaian ke dalam bak


pemeliharaan pada sore hari. Hal ini untuk menghindari benih tanaman layu setelah
pemindahan. Benih tanaman diusahakan dalam posisi tegak dengan bantuan
penyokong dari batu-batu apung-karang yang digunakan sebagai media pemeliharaan.
Air pasokan dari kolam disiramkan pada bagian akarnya secara langsung dengan
pengaturan menggunakn kran air.

Jarak tanam antar tanaman merupakan hal berikutnya yang perlu diperhatikan jika
diguanakan wadah pemeliharan berupa bak kayu. Jarak tanaman tergantung dari jenis
tanamannya. Untuk tanaman kangkung, pokchai dan selada maka jarak tanaman yang
dianjurkan adalah sebesar 10 cm. Sedangkan untuk tanaman tomat, cabe dan terong
sayur hendaknya jarak tanamannya berkisar 40 cm (lihat Tabel berikut). Jarak tanaman
yang sesuai dengan jenis tanaman yang dibudidayakan akan membuat tanaman
tersebut tumbuh dengan baik karena adanya ruang tumbuh yang memadai.

Jenis Tanaman Jarak Tanam (cm)

Kangkung 10

Cabai 40

Tomat 40

Terong sayur 40

C. Perawatan Tanaman
Tidak seperti tanaman yang dipelihara secara konvensional dimana memerlukan
perawatan berupa pemupukan yang dilakukan secara regular, maka perawatan
tanaman di sistem akuaponik ini terasa lebih sederhana. Mengingat pemupukan yang
diperlukan untuk tumbuh tanaman secara terus menerus dipasok melalui air yang
dialirkan dari kolam yang cukup mengandung bahan-bahan organik dari sisa-sisa pakan
maupun hasil metabolisme ikan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 63


Tugas kita hanya sebatas mengontrol lancarnya pasokan dan pengeluaran air di bak
pemeliharaan tanaman agar tidak kurang ataupun lebih sebagai akibat kemungkinan
buntunya lubang outlet. Selain itu menjaga tanaman agar tetap tegak juga merupakan
hal yang perlu diawasi setiap harinya.

Kesehatan tanaman juga lebih terjamin mengingat pasokan makanan buat tanaman
yang terjamin. Disamping itu pemanenan secara periodik maupun total dengan
mengganti keseluruhan tanaman dengan tanaman baru yang sejenis ataupun berbeda
juga berfungsi untuk memotong daur hidup patogen yang biasanya menyerang
tanaman dan dapat mempengaruhi hasilnya. Pada umumnya dari hasil kajian yang telah
dilakukan, tanaman yang di pelihara dengan sistem akuaponik tumbuh lebih bagus
dibandingkan tanamn konvensional serta hasilnya yang lebih terjamin sebagai
komoditas organik yang jauh mempunyai nilai tambah dibandingkan komoditas biasa.

BAB 5. POLA BUDIDAYA DAN PEMANENAN

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 64


A. Pola Tanam Ikan dan Tanaman
Tingkat efisiensi aplikasi sistem akuaponik memerlukan pengaturan pola tanam
ikan dan tanaman dengan tepat. Pengaturan pola tanam ikan dan tanaman tergantung
kepada waktu pemeliharaan masing-masing jenisnya. Seringkali masa pemeliharaan
tanaman secara keseluruhan atau umur produktif tanaman menjadi tolok ukur untuk
menentukan jenis ikan yang akan dipelihara. Dimana pada saat panen ikan maka panen
total tanaman juga dilakukan.

Sebagai misal, jika tanaman cabai yang digunakan sebagai filter, dimana cabe dapat
dipanen berulang hingga waktu pemeliharaan atatu umur produktif mencapai 5-6 bulan
maka jenis ikan patin dan gurame sangat dianjurkan untuk dipelihara. Sehingga pada
saat pemanenan ikan juga dilakukan serentak dengan panen tanaman cabai dan
penggantian tanaman baru. Sebaliknya, jika tanaman sayuran pokchai dipelihara dalam
bak filter, dimana seringkali tanaman pokchai hanya dipanen satu kali sekaligus maka
dianjurkan jenis ikan yang dipelihara adalah ikan lele ataupun nila yang memerlukan
waktu pemeliharaan yang tidak terlalu lama.

Pada umumnya pemeliharaan ikan dilakukan terlebih dahulu sekitar 3-5 hari
dibandingkan dengan penanaman tanaman di bak filter. Selain bertujuan agar tanaman
lebih dulu tumbuh di bak penyemaian sehingga mempunyai akar, maka air yang
dipergunakan sebagai media ikan masih dalam kualitas baik dalam waktu 3-5 hari
tersebut. Setelah itu air yang banyak mengandung “limbah” sebagai pupuk organik siap
untuk digunakan menyirami tanaman.

B. Pemanenan
Seperti halnya pola penanaman, pemanenan memerlukan pengaturan yang tepat
agar mendapatkan hasil yang maksimal. Ada dua jenis tipe pemanenan yaitu
pemanenan sebagian dan pemanenan total atau keseluruhan. Pada pemanenan
sebagian umunya yang dipanen adalah pemanenan tanaman. Pemanenan tanaman
umunya dapat dilakukan beberapa kali dalam satu masa pemeliharaan budidaya ikan.

Sedangkan pada pemanenan keseluruhan atau total, dua jenis komoditas dipanen
pada hari yang sama. Secara umum dalam hal pemanenan secara total, panen
tanaman dilakukan dan diselesaikan terlebih dahulu dibandingkan panen ikan.

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 65


Diharapkan dengan cara panen ini maka tanaman sayuran yang dipanen masih dalam
keadaan segar untuk segera disimpan atau dijual secepatnya. Panen ikan yang
dilakukan berikutnya akan lebih terfokus dan terlaksana dengan baik sehingga ikan
tidak banyak mati.

Tabel berikut adalah contoh skedul pola tanam, tipe panen, jenis tanaman dan jenis
ikan yang dianjurkan dalam aplikasi sistem akuaponik ini.

Jenis Komoditas Bulan Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8

Cabai Tanam X X X : Tanaman baru

Panen p p p P p : panen sebagian

P: panen total

Patin Tanam X X X : Ikan baru

Panen P P : Panen total

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 66


Gambar 1. Beberapa jenis ikan yang dapat dipelihara dengan sistem akuaponik, ikan
nila (atas), mas (bawah).

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 67


Gambar 1 (lanjutan). Ikan lele-lelean (atas) dan gurame (bawah)

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 68


I

Gambar 2. Kolam pemeliharaan ikan (bak beton dan fiber) yang dilengkapi dengan
filter dari ember plastik dan bak kayu. (O adalah paralon outlet air dari
tanaman, I adalah paralon inlet ke tanaman).

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 69


Gambar 4. Jenis tanaman yang dapat dipelihara dengan sistem akuaponik, tomat
(atas), selada (bawah).

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 70


Gambar 4. (Lanjutan) Tanaman kangkung.

Gambar. Panen kangkung

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 71


Gambar. Kangkung organik, menyehatkan

Budidaya Lele Intensif dan Hidroponik/ akuaponik 72

Anda mungkin juga menyukai