Edo Wira Candra,1 Iwin Sumarman,2 Sinta Sari Ratunanda,2 Teti Madiadipoera2
Rumah Sakit Petamedika Sentul City, 2Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
1
Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Abstrak
Rinosinusitis kronik (RSK) merupakan inflamasi kronik dengan etiologi multifaktorial. Interleukin-8 (IL-8) adalah
sitokin proinflamasi yang dominan pada RSK tanpa polip-nonalergi. Penurunan fungsi penghidu merupakan suatu
gejala yang sering dikeluhkan. Klaritromisin merupakan antibiotik makrolid yang efektif karena memiliki efek
antibakteri dan antiinflamasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbaikan gejala klinis, fungsi penghidu dan kadar
IL-8 sekret mukosa hidung, serta mencari korelasi IL-8 dengan fungsi penghidu pada RSK tanpa polip-nonalergi.
Penelitian ini merupakan randomized clinical trial open labeled pre and posttest design. Data dianalisis memakai
Uji Wilcoxon, Mann Whitney, dan korelasi Rank Spearman. Penelitian berlangsung di poliklinik Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin pada 26 subjek yang dibagi menjadi
dua kelompok. Kelompok pertama diberikan klaritromisin dan kelompok kedua diberikan amoksisilin-klavulanat.
Diagnosis berdasarkan penilaian skor gejala dengan visual analogue scale (VAS), nasoendoskopi, fungsi penghidu
dengan sniffin sticks test, dan dilakukan pengukuran kadar IL-8 sekret mukosa hidung dengan metode enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA). Didapatkan perbaikan VAS, nasoendoskopi, fungsi penghidu, dan kadar IL-8
yang signifikan (p=0,001) pada kedua kelompok pascaterapi, dan penurunan skor VAS total yang signifikan pada
kelompok klaritromisin (p=0,036). Terdapat korelasi signifikan penurunan kadar IL-8 dengan peningkatan fungsi
penghidu (p=0,05) dan dengan gejala hidung tersumbat (p=0,022) hanya pada kelompok klaritromisin. Simpulan,
pemberian klaritromisin efektif menurunkan gejala klinis terutama hidung tersumbat, meningkatkan fungsi penghidu,
dan menurunkan kadar IL-8 sekret mukosa hidung pada RSK tanpa polip nonalergi. [MKB. 2014;46(1):6–14]
Kata kunci: Interleukin-8, klaritromisin, rinosinusitis kronik tanpa polip nonalergi, sniffin sticks test
Key words: Clarithromycin, interleukin-8, non allergic-chronic rhinosinusitis without polyp, sniffin sticks test
Korespondensi: Edo Wira Candra, dr., M.Kes, Sp.THT-KL, Rumah Sakit Petamedika Sentul City, Jalan MH Thamrin No.1
Sentul City, Bogor, mobile 0817206061, e-mail dr.edo.chandra@gmail.com
kuman patogen amoksisilin-klavulanat diketahui pemeriksaan fisis THT, nasoendoskopi, dan tes
lebih cepat. Pada akhirnya setelah 28 hari, hasil kulit tusuk dengan rentang usia 18 sampai 60
kedua agen obat ternyata sama. tahun, Kriteria eksklusi adalah RSK dengan polip
hidung, terbukti positif alergi dengan skin prick
test (SPT), riwayat asma, terdapat deviasi septum
Metode berat, alergi terhadap klaritromisin, amoksisilin-
klavulanat, pernah dilakukan pembedahan daerah
Penelitian ini merupakan randomized clinical hidung, dan terdapat riwayat laryngopharyngeal
trial open label pre and posttest design. Alokasi reflux (LPR).
ke dalam perlakuan dilakukan secara randomisasi
blok permutasi. Terhadap semua subjek penelitian
dilaksanakan pemeriksaan gejala klinis dengan Hasil
visual analogue scale (VAS), nasoendoskopi,
penilaian skor fungsi penghidu dengan sniffin Terdapat 11 laki-laki dan 15 perempuan. Jenis
sticks test, dan pemeriksaan IL-8 sekret mukosa kelamin kedua kelompok penelitian berdasarkan
hidung dengan teknik nasal lavage. uji chi-kuadrat memiliki nilai p=0,126 dan usia
Penelitian ini melibatkan sebanyak 26 subjek subjek penelitian berdasarkan Uji Mann Whitney
yang ditentukan berdasarkan taraf kepercayaan memiliki nilai p=0,860; maka dapat disimpulkan
95%, power test 90%, serta kemaknaan p<0,05 subjek pada kedua kelompok penelitian ini relatif
yang terbagi menjadi dua kelompok penelitian, homogen, sehingga layak untuk diperbandingkan
yaitu kelompok perlakuan sebanyak 14 subjek (Tabel 1).
dan kontrol 12 subjek. Pada kelompok perlakuan Dari hasil penelitian skor VAS, didapatkan
terapi berupa antibiotik makrolid (klaritromisin) perbaikan skor VAS pra dan pascaterapi dengan
disertai kortikosteroid intranasal, sedangkan pada Uji Wilcoxon yang sangat bermakna meliputi
kontrol diberi antibiotik amoksisilin-klavulanat keluhan rinore, hidung tersumbat, nyeri wajah
dan kortikosteroid intranasal. Pengamatan ulang dan gangguan penghidu baik pada kelompok
dilakukan pada hari ke-14 pascaterapi. perlakuan (p=0,001), sedangkan pada kelompok
Untuk analasis data penelitian ini digunakan kontrol nilai p=0,017 hingga p=0,002 (Tabel 2).
Uji Wilcoxon, Mann Whitney, dan Korelasi Rank Berdasarkan perhitungan persentase penurunan
Spearman untuk mengetahui korelasi antara IL-8 skor VAS total rata-rata, VAS menurun sebanyak
dan variabel lainnya. Kemaknaan berdasarkan 62,2% pada kelompok klaritromisin dan 45%
nilai p<0,05. pada kelompok amoksisilin-klavulanat, sehingga
Subjek penelitian adalah penderita RSK tanpa didapatkan hasil yang berbeda signifikan melalui
polip-nonalergi di poliklinik rinologi-alergi THT- Uji Mann Whitney yaitu dengan nilai ZM-W=2,085
KL RSHS Bandung selama November–Desember dan p=0,036.
2012 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan tidak Skor nasoendoskopi pada kedua kelompok
termasuk kriteria eksklusi, serta menyetujui dan terdapat perbedaan yang sangat bermakna (Uji
menandatangani lembar persetujuan (informed Wilcoxon) pada pra dan pascaterapi yang meliputi
consent). Kriteria inklusi adalah penderita RSK perbaikan skor edema mukosa dengan nilai
tanpa polip nonalergi berdasarkan pada anamnesis, p=0,002 pada kedua kelompok dan perbaikan
skor sekret hidung dengan nilai p=0,001 pada kelompok penelitian. Terdapat kecenderungan
kedua kelompok, namun Uji Mann Whitney peningkatan persentase skor ADI rata-rata yang
untuk membandingkan kedua kelompok tidak lebih baik pada kelompok perlakuan (22,83%)
memperlihatkan perbedaan bermakna pada skor dibandingkan dengan kelompok kontrol (14,08%),
edema pascaterapi (ZM-W=0,952; p=0,980) dan namun secara statistik Uji Mann Whitney tidak
skor sekret (ZM-W=1,539; p=0,252; Tabel 3). didapatkan perbedaan yang bermakna antara
Berdasarkan pemeriksaan fungsi penghidu kedua kelompok penelitian.
praterapi ternyata terdapat 7,7% pasien anosmia, Terdapat penurunan kadar IL-8 yang sangat
65,4% hiposmia, dan 23,1% normosmia. Pada bermakna pra dibandingkan dengan pascaterapi
pascaterapi didapatkan data 0% pasien anosmia, (dengan Uji Wilcoxon) pada kedua kelompok
46,15% hiposmia, dan 50% normosmia. Secara penelitian dengan nilai p=0,001 pada kelompok
keseluruhan terjadi penurunan jumlah pasien perlakuan dan p=0,002 pada kontrol (Tabel 5).
anosmia dan hiposmia serta peningkatan jumlah Persentase penurunan rata-rata dan perhitungan
pasien yang normosmia. secara statistik menggunakan Uji Mann Whitney,
Terdapat perbedaan skor ambang-diskriminasi- penurunan IL-8 antara kelompok perlakuan dan
identifikasi (ADI) sniffin sticks test yang sangat kontrol tidak berbeda bermakna dengan nilai ZM-
bermakna pada pra dan pascaterapi dengan Uji W
=0,051 dan p=0,980.
Wilcoxon dengan nilai p=0,003 pada kedua Untuk menentukan korelasi kadar IL-8 dan
variabel lainnya dipergunakan Uji Korelasi Rank antara IL-8 dan skor penghidu (ADI) bila
Spearman (Tabel 6). Koefisien korelasi ditetapkan dilakukan uji satu pihak dengan nilai p=0,05.
sebesar rs>0,4. Berdasarkan perhitungan secara
statistik, terlihat korelasi yang bermakna antara
penurunan kadar IL-8 dan penurunan skor VAS Pembahasan
hidung tersumbat kelompok perlakuan (rs=0,605;
p=0,022; Tabel 6). Dapat juga dilihat korelasi Menurut panduan European Position Paper
on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) Terdapat penurunan skor VAS yang bermakna
2012,1 prevalensi RSK ditemukan lebih tinggi pada keluhan rinore, hidung tersumbat, nyeri
pada wanita bila dibandingkan dengan pria (rasio wajah, dan juga gangguan penghidu antara kedua
6:4) dengan rentang prevalensi sekitar 3,4% kelompok perlakuan. Tidak didapat perbedaan
pada pria dan 5,7% pada wanita. Berdasarkan yang bermakna pada skor VAS tanda klinis antara
literatur lainnya perbandingan prevalensi laki- kelompok perlakuan dan kontrol pascaterapi.
laki 45,33% dan perempuan 54,67% dengan Didapatkan hasil yang berbeda bermakna (ZM-
hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna W
=2,085; p=0,036) berdasarkan pada Uji Mann
antara gender.12 Pada penelitian ini ditemukan Whitney bila ditilik persentase penurunan skor
prevalensi RSK tanpa polip nonalergi perempuan total VAS, diketahui bahwa penurunan skor
dan laki-laki dengan perbandingan 1,4:1 hampir total VAS pada kelompok klaritromisin 62,2%
mendekati perbandingan prevalensi secara umum. lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok
Persentase prevalensi didapatkan yaitu laki-laki amoksisilin-klavulanat dengan penurunannya
42,3% dan perempuan 57,7% dan secara statistik hanya 45%. Sarafraz dkk.13 yang menggunakan
tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antar klaritromisin 2x500 mg sehari selama tiga bulan,
gender. 66,6% di antaranya memberikan hasil yang baik
terhadap pengobatan meliputi perbaikan skor bermakna pada pra dan pascaterapi dengan Uji
endoskopi hidung dan VAS yang paling signifikan Wilcoxon dengan nilai p=0,003 pada kedua
berubah adalah keluhan hidung tersumbat dengan kelompok penelitian ini. Terlihat kecenderungan
p<0,05 dan secara umum didapatkan perbaikan peningkatan skor ADI yang lebih baik pada
gejala, namun tidak didapatkan perubahan yang perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol,
signifikan pada penghidu. namun berdasarkan Uji Mann Whitney tidak
Kombinasi klaritromisin dengan kortikosteroid didapatkan perbedaan bermakna antara kedua
topikal intranasal mampu memperbaiki fungsi kelompok. Gaines5 dalam artikelnya menyatakan
penghidu penderita rinosinusitis kronik, karena bahwa inflamasi merupakan faktor yang utama
efektivitas kortikosteroid topikal intranasal yang menyebabkan gangguan fungsi penghidu di
baik pada pengobatan rinosinusitis dan juga dapat samping faktor-faktor lainnya seperti kerusakan
memperbaiki patensi kompleks osteomeatal ini mukosa dan sensorineural. Faktor inflamasi ini
dengan mengurangi inflamasi mukosa. Kombinasi menyebabkan edema mukosa yang kemudian
dengan antibiotik golongan makrolid didapatkan menyebabkan obstruksi nasal, sehingga odoran
peningkatan efektivitas derajat sedang dalam tidak dapat mencapai epitel olfaktori dan terjadi
mengurangi gejala klinis. Kelebihan klaritromisin gangguan fungsi penghidu. Perbaikan fungsi
antara lain mampu meningkatkan sensitivitas penghidu praterapi dan pascaterapi pada kedua
reseptor steroid, sehingga dapat meningkatkan kelompok berkaitan erat dengan peranan agen
efek terapi.8 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian antiinflamasi (kortikosteroid topikal intranasal)
pada kelompok perlakuan yang menggunakan yang dipergunakan pada kedua kelompok untuk
kombinasi klaritromisin dengan kortikosteroid menekan proses inflamasi. Hal ini menyebabkan
topikal intranasal dengan efektivitas yang tinggi gangguan fungsi penghidu secara konduktif dan
terhadap perbaikan klinis bukan hanya pada peranan klaritromisin yang dapat secara sinergis
perbaikan fungsi penghidu namun terutama dengan kortikosteroid intranasal yang bekerja
keluhan hidung tersumbat, rinore, dan juga nyeri saling memperkuat efektivitas perbaikan fungsi
wajah pun mengalami perbaikan yang signifikan penghidu, meskipun antara kelompok perlakuan
pascaterapi melalui Uji Wilcoxon dengan nilai dan kontrol tidak berbeda bermakna, tetapi pada
p=0,001. Temuan ini berbeda dengan penelitian kelompok perlakuan fungsi penghidu cenderung
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Moretti lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
dkk.14 dengan kortikosteroid intranasal tunggal Terdapat penurunan yang bermakna kadar
dan penelitian yang dilakukan Sarafraz dkk.13 IL-8 kedua kelompok pra dan pascaterapi, namun
menggunakan klaritromisin saja yang melaporkan dengan Uji Mann Whitney memberikan hasil
tidak memberikan perbaikan fungsi penghidu yang tidak bermakna karena sama efektifnya
pada rinosinusitis kronik. menurunkan kadar IL-8. Hal ini terjadi karena
Terdapat perbaikan skor nasoendoskopi yang glukokortikoid mampu menghambat produksi
sangat bermakna pra dan pascaterapi pada kedua IL-8 dan MCP-1 yang dihasilkan oleh eosinofil
kelompok yang meliputi perbaikan edema mukosa dan neutrofil. Mekanisme kerja glukokortikoid
dan sekret hidung, namun secara statistik melalui adalah kemampuan untuk melakukan penetrasi
Uji Mann Whitney tidak didapatkan perbedaan ke dalam sel-sel dan kemudian berikatan dengan
yang bermakna antara kedua kelompok. Cervin reseptor glukokortikoid (GR). Kompleks GR
dkk.15 mendapatkan 12 dari 17 pasien rinosinusitis ini dapat secara langsung berinteraksi dengan
berespons baik dengan pengobatan klaritromisin faktor transkripsi seperti NF-kB dan AP-1. Hal
1x250 mg, secara statistik terdapat perbaikan skor ini diyakini merupakan mekanisme mayor efek
nasoendoskopi dan VAS yang meliputi obstruksi antiinflamasi kortikosteroid.17 Kikuchi dkk.10
hidung dan rinore. Skor nasoendoskopi dapat meneliti secara in vitro dan menemukan bahwa
menggambarkan derajat berat inflamasi mukosa. klaritromisin bekerja pada monosit dan sel
Riffer dkk.16 menyatakan pemberian klaritromisin epitel hidung serta dapat menekan sinyal LPS
lebih baik bila dibandingkan dengan amoksisilin- bakteri yang pada akhirnya dapat menghambat
klavulanat dalam hal menurunkan produksi sekret AP-1 dan NF-kB. Hal ini menujukkan bahwa
purulen nasal, namun pada penelitian ini pada klaritromisin efektif menekan produksi IL-8 pada
kedua kelompok sama-sama memiliki efektivitas lokasi tempat infeksi. Menurut Mac-Leod dkk.18
yang baik dalam memperbaiki skor sekret pra dan terapi klaritromisin 2x500 mg secara bermakna
pascaterapi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua menurunkan kadar IL-8, efek ini selaras dengan
antibiotik memiliki daya eradikasi yang baik perbaikan pada skor edema pra dan pascaterapi dan
terhadap bakteri patogen sinus dan membuktikan perbaikan gejala klinis yang meliputi nyeri sinus,
bahwa bakteri patogen masih sensitif terhadap nyeri kepala, obstruksi hidung, dan rinore setelah
kedua jenis antibiotik tersebut. 14 hari terapi. Klaritromisin telah dibuktikan
Terlihat perbedaan skor ADI yang sangat dapat meningkatkan sensitivitas reseptor steroid,
RL, Padua FG, Bento RF, dkk. Prevalence investigator-blinded study. Curr Med Res
of chronic rhinosinusitis in São Paulo. Opin. 2005:21(1):61−70.
Rhinology. 2012;50(2):129−38. 17. Janka-Junttila M, Moilanen E, Hasala H,
13. Sarafraz M, Khosravi AD, Ahmadi K. Clinical Zhang X, Adcock I, Kankaanranta H. The
and microbiological evaluation of long term glucocorticoid RU24858 does not distinguish
clarithromycin in the treatment of chronic between transrepression and transactivation
rhinosinusitis. J Med Sci. 2008;8(7):669−72. in primary human eosinophils. J Inflam.
14. Moretti A, Augurio A, Croce A. Anti- 2006;3:1−10.
inflamatory and anti-allergy drugs in 18. Mac-Leod CM, Hamid QA, Cameron L,
rhinosinusitis. Antiinflamm Antiallergy Tremblay C, Brisco W. Antiinflammatory
Agents Med Chem. 2009;8(1):101−13. activity of clarithromycin in adults with
15. Cervin A, Wallwork B, Mackay-Sim A, chronically inflamed sinus mucosa. Adv
Coman WB, Greiff L. Effects of long- Ther. 2001;18(2):75−82.
term clarithromycin treatment on lavage- 19. Casellas F, Borruel N, Papo M, Guarner F,
fluid markers of inflammation in chronic Antolín M, Videla S, dkk. Antiinflammatory
rhinosinusitis. Clin Physiol Funct Imaging. effects of enterically coated amoxicillin-
2009;29(2):136−42. clavulanic acid in active ulcerative colitis.
16. Riffer E, Spiller J, Palmer R, Shortridge Inflamm Bowel Dis. 1998;4(1):1−5.
V, Busman TA, Valdes J. Once daily 20. Jordan TR, Pfrogner E, Rasp G, Kramer
clarithromycin extended-release vs twice- MF. Clinical symptoms and mediators in
daily amoxicillin/clavulanate in patients the allergic early and late phase reaction.
with acute bacterial sinusitis: a randomized, Laryngorhinootologie. 2006;85(2):113−23.