Anda di halaman 1dari 42

TUMOR MAMMAE

Pembimbing:

dr. Tommy Halauwet, Sp.B

Disusun oleh:

Kartika Desy Natalia

1761050060

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 17 JUNI 2019 – 20 JULI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Tumor Mammae” sebagai pemenuhan salah satu syarat di Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah.
Berbagai kendala yang telah penulis hadapi sehingga dapat terselesaikannya
referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan
yang telah diberikan, baik waktu, moril maupun materiil maka selanjutnya ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Tommy Halauwet, Sp.B selaku Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, serta masukan kepada penulis
di dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi maupun bahasa yang disajikan.
Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan & kesalahan yang tidak
disengaja. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca
pada umumnya dalam memberikan sumbang pikir dan perkembangan ilmu
pengetahuan kedokteran. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini
dari penulisan sampai dengan isi dan pembahasannya.

Jakarta, Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Payudara .......................................................................................... 2
2.2. Fisiologis Payudara ........................................................................................ 7
2.3. Definisi Tumor Mammae............................................................................... 7
2.4. Diagnosis Tumor Mammae............................................................................ 7
a) Anamnesis ................................................................................................... 7
b) Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 8
c) Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 10
2.5. Tumor Mammae Jinak ................................................................................... 12
a) Fibroadenoma ............................................................................................ 13
b) Kelainan Fibrokistik .................................................................................. 14
c) Tumor Filoides ........................................................................................... 15
d) Intraduktal Papilloma ................................................................................ 16
e) Adenosis Sclerosis ..................................................................................... 17
f) Galaktokel .................................................................................................. 18
e) Mastitis....................................................................................................... 18
f) Nekrosis Lemak.......................................................................................... 19
g) Kista ........................................................................................................... 20
2.6. Tumor Mammae Ganas.................................................................................. 21
a) Faktor Resiko ............................................................................................. 21
b) Patofisiologi Tumor Mammae ................................................................... 23
c) Manifestasi Klinis ...................................................................................... 25
d) Stadium Klinis ........................................................................................... 26
e) Penatalaksanaan ......................................................................................... 28
f) Pencegahan ................................................................................................. 33
g) Prognosis ................................................................................................... 35

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang1,2


Mayoritas kelainan di payudara adalah lesi jinak, dimana lesi maligna hanya 20
% dari semua kelainan dipayudara. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi
maligna karena kanker payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi
pada wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah
lebih tinggi berbanding lesi maligna.
Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benigna, keganasan pada
kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Kanker adalah
salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kematian pada manusia. Di negara-
negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit
kardiovaskular.
Di Indonesia kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi
relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data
Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka
kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah
sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau
18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Kanker payudara merupakan kanker
terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia. American Cancer Society
memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di
antaranya meninggal antara tahun 1990-2000. Wanita yang tinggal di amerika
mempunyai resiko 12,4 % terdiagnosis kanker payudara.
Pada masa lalu, kebanyakan dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat
peningkatan dari jumlah pembedahan yang tidak diperlukan. Faktor utama adalah
karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini adalah sebuah keganasan. Oleh
karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli onkologi untuk mendeteksi
lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ dan invasif serta
mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang sesuai dapat
diberikan kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi Payudara2,4
Payudara terletak pada hemitoraks kanan dan kiri. Bagian superior dibatasi oleh
iga IIatau III, bagian inferior dibatasi oleh iga VI atau VII, bagian medial dibatasi oleh
pinggir sternum, bagian lateral dibatasi oleh garis aksilaris anterior. Duapertiga dasar
tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior.
Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Struktur payudara terdiri atas:
 Parenkim epitelial
 Lemak, pembuluh darah, saraf dan saluran getah bening
 Otot dan fasia


Gambar 1. Milky line3

Parenkim epithelial payudara dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus, yang
masing-masing mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya dan
bermuara pada puting susu. Setiap lobus dibentuk oleh lobulus-lobulus yang masing-
masing terdiri dari dari 10-100 kelompok asini. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur
dasar dari glandula mammae.
Jaringan ikat subcutis yang membungkus kelenjar mammae membentuk
septa diantara kelenjar dan berfungsi sebagai struktur penunjang dari kelenjar mammae.
Payudara dibungkus oleh fasia pektoralis superfisialis dimana permukaan anterior dan
posterior dihubungkan oleh ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga.

Gambar 2. Anatomi payudara5

Setengah bagian atas mammae, terutama quadran lateral atas mengandung lebih
banyak komponen kelenjar dibandingkan dengan bagian lainnya. Mammae terletak
diantara fascia superficialis dinding thorax anterior dan fascia profunda (pectoralis),
antara mammae dan dinding thorax terdapat bursa retromammaria yang merupakan
ruang antara fascia superficialis dengan fascia profunda (pectoralis), dengan adanya
bursa ini menjamin mobilitas mammae terhadap dinding thorax.
Gambar 3. Potongan sagital mammae6

Diameter rata-rata mammae sekitar 10-12 cm dan tebalnya antara 5-7 cm. Berat
mammae bervariasi yaitu antara 150-225 gram pada mammae nonlaktasi, namun dapat
mecapai 500 gram pada mammae laktasi.

Gambar 4. Mammae tampak anterior6

Jaringan payudara terletak diantara jaringan lemak subcutaneous dan fascia


pectoralis mayor dan otot-otot seratus anterior. cabang-cabang kelenjar bening dan
pembuluh darah melewati ruang retromammary diantara permukaan posterior jaringan
payudara dan fascia M.pectoralis mayor. Dari dermis sampai fascia yang terdalam
terdapat ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Oleh karena itu,
jika terdapat tumor pada payudara yang melibatkan ligamentum Cooper dapat
menyebabkan penyusutan (penarikan) pada kulit dan retraksi kulit.

Vaskularisasi Payudara :
1. Arteri
Payudara mendapatkan perdarahan dari:
a. Cabang-cabang perforantes a. mammaria interna. Cabang-cabang I, II, III dan
IV dari a. mammaria interna menembus dinding dada dekat pinggir sternum
pada intercostal yang sesuai, menembus m. pektoralis mayor dan memberi
perdarahan tepi medial glandula mamae.
b. Rami pektoralis a. torako-akromialis. Arteri ini berjalan turun diantara m.
Pektoralis minor dan m. pektoralis mayor. Pembuluh ini merupakan pembuluh
utama m. pektoralis mayor. Setelah menembus m. pektoralis mayor, arteri ini
akan memperdarahi glandula mammae bagian dalam (deep surface).
c. Arteri torakalis lateralis (a. Mammaria eksterna). Pembuluh darah ini berjalan
turun menyusuri tepi lateral m. pektoralis mayor untuk memperdarahi bagian
lateral payudara.
d. Arteri torako-dorsalis. Pembuluh darah ini merupakan cabang dari arteri
subskapularis. Arteri ini memperdarahi muskulus latissimus dorsi dan muskulus
serratus magnus.

2. Vena
Pada daerah payudara terdapat 3 grup vena:
a. Cabang-cabang perforantes vena mammaria interna. Vena ini merupakan vena
terbesar yang mengalirkan darah dari payudara. Vena ini bermuara pada vena
mammaria interna yang kemudian bermuara pada vena innominate.
b. Cabang-cabang vena aksilaris yang terdiri dari vena torako-akromialis, vena
torakalis lateralis dan vena torako-dorsalis.
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada vena interkostalis. Vena interkostalis
bermuara pada vena vertebralis, kemudia bermuara pada vena azygos.
Kelenjar-kelenjar getah bening :
a. Kelenjar getah bening aksila
Terdapat enam grup kelenjar getah bening aksila:
 Kelenjar getah bening mammaria eksterna. Terletak dibawah tepi lateral
muskulus pertoralis mayor, sepanjang tepi medial aksila. Dibagi dalam 2
kelompok:
o Kelompok superior. Terletak setinggi intercostal II-III.
o Kelompok inferior. Terletak setinggi intercostal IV-V-VI.
 Kelenjar getah bening skapula. Terletak setinggi vasa subskapularis dan
torakodorsalis, mulai dari percabangan vena aksilaris menjadi vena
subskapularis, sampai ketempat masuknya vena torako-dorsalis kedalam
latissimus dorsi.
 Kelenjar getah bening sentral (Central nodes). Terletak didalam jaringan
lemak dipusat ketiak. Kadang-kadang beberapa diantaranya terletak sangat
superfisial, dibawah kulit dan fasia pada pusat ketiak, kira-kira pada
pertengahan lipat ketiak depan dan belakang. Kelenjar getah bening ini
adalah kelenjar yang relatif paling mudah diraba. Dan merupakan kelenjar
aksila yang terbesar dan terbanyak jumlahnya.
 Kelenjar getah bening interpektoral (Rooter’s nodes). Terletak diantara
muskulus pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami pektoralis bena
torako-akromialis. Jumlah satu sampai empat.
 Kelenjar getah bening vena aksilaris. Terletak sepanjang vena aksilaris
bagian lateral, mulai dari white tendon muskulus latissimus dorsi sampai
kesedikit medial dari percabangan vena aksilaris - vena torako-akromialis.
 Kelenjar getah bening subklavikula. Terletak sepanjang vena aksilaris,
mulai dari sedikit medial percabangan vena aksilaris - vena torako-
akromialis sampai di mana vena aksilaris menghilang dibawah tendon
muskulus subklavius. Kelenjar ini merupakan kelenjar aksila yang tertinggi
dan termedial letaknya. Semua getah bening yang berasal dari kelenjar-
kelenjar getah bening aksila masuk kedalam kelenjar ini. Seluruh kelenjar
getah bening aksila ini terletak dibawah fasia kostokorakoid.
 Kelenjar getah bening prepektoral. Merupakan kelenjar tunggal yang
kadang-kadang terletak dibawah kulit atau didalam jariingan payudara
kuadran lateral atas disebut prepektoral karena terletak diatas fasia
pektoralis.
Kelenjar getah bening mammaria interna. Tersebar sepanjang trunkus
limfatikus mammaria interna, kira-kira 3 cm dari pinggir sternum. Terletak didalam
lemak diatas fasia endotorasika, pada sela iga. Diperkirakan jumlah kelenjar ini ada 6-
8 buah

2.2. Fisiologi Payudara4


Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan
pertama dimulai dari masa hidup anak, kemudian masa pubertas, masa fertilitas,
sampai klimakterium lalu menopause. Sejak pubertas pengaruh esterogen dan
progesterone yang di produksiovarium, serta hormone hipofisis menyebabkan
berkembangnya ductus dan timbulnya asinus.
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan siklus haid. Sekitar hari ke-8 siklus
haid, payudara membesar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi
pembesaran maksima. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menegang
dan nyeri. Perubahan terakhir terjadi pada masa kehamilan dan menyusui, pada
kehamilan payudara membesar karena epitel ductus lobul dan ductus aleveoli,
mengisi asinus, hormone prolactin membuat ductus alveoli memproduksi ASI
kemudian dikeluarkan melalui ductus ke putting susu yang dipicu oleh oksitoksin.

2.3.Definisi Tumor Mammae4


Tumor atau neoplasma secara umum di artikan sebagai benjolan atau pembengkakan
yang disebabkan pertumbuhan sel abnormal dalam tubuh. Pertumbuhan tumor dapat
bersifat ganas (malignan) atau jinak (benign).

2.4.Diagnosis Tumor Mammae 4,5,7,8


a) Anamnesis
Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat
kelainan mamae sebelumnya, riwayat keluarga kanker, fungsi kelenjar tiroid,
penyakit ginekologik. Dalam riwayat penyakit sekarang terutama harus
diperhatikan waktu timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan, dan
hubungannya dengan haid.
b) Pemeriksaan Fisik1,4
1. Inspeksi
Amati ukuran, simetris kedua mamae, perhatikan apakah ada benjolan
tumor atau perubahan patologik kulit (misal cekungan, kemerahan, udem,
erosi, nodul satelit). Perhatikan kedua papilla mamae apakah simetris, ada
retraksi, distorsi, erosi dan kelainan lain.

Gambar 5. Teknik Melakukan Inspeksi Payudara dan Daerah


Sekitarnya dengan Lengan Disamping, Diatas Kepala, dan Bertolak
Pinggang.1
2. Palpasi
 Lokasi timbulnya tumor dan lingkup infiltrasinya.
 Ukuran tumor (panjang, lebar dan tebal tumor).
 Bentuk tumor (tumor jinak umumnya berbentuk bulat atau
lonjong,seperti fibroma, neufibroma, adenoma, sedangkan lipoma
tampil berlobulasi; tumor ganas umumnya tidak beraturan).
 Batas tumor (tumor jinak memiliki kapsul utuh, batas tegas,; tumor
ganas tumbuh infiltrat, batas tidak jelas).
 Konsistensi tumor (kanker umumnya keras atau kenyal padat, nekrosis
sentral menimbulkan rasa skistik lipoma berkonsistensi lunak; fibroma,
fibrosarkoma, rabdomiosarkoma dan lain-lain berkonsistensi kenyal
padat; lomfoma maligna berkonsistensi keras seperti karet, agak elastis;
tumor mamae terasa kistik, tapi bila kista penuh cairan terasa kenyal
padat.
 Permukaan tumor (perhatikan warna kulit permukaan tumor apakah
normal atau merah, ada tidaknya nodul, rata atau berbenjol-benjol,
tumor dan kulit atau dasarnya apakah beradhesi, situasi pelebaran vena
subkutis dan kutis, adakah ulserasi. Permukaan tumor jinak umumnya
licin. Permukaan tumor ganas berbenjol tidak rata, vena melebar jelas
atau ulserasi; basalioma bila ulserasi tampak seperti digigit tikus.
 Tingkat mobilitas (tumor jinak tidak beradhesi dengan jaringan
sekitarnya, mobilitasnya baik; tumor ganas pada stadium dini umumnya
dapat digerakkan atau bergerak terbatas, stadium sedang dan lanjut
mobilitasnya rendah atau sama sekali terfiksasi.
 Nyeri tekan (bila suatu tumor terdapat nyeri tekan biasanya adalah
inflamasi, rudapaksa eksternal atau hematoma; tumor neoplasma
umumnya tidak nyeri tekan, jika mengalami ulserasi, infeksi atau
mendesak saraf sekitar biasanya terdapat nyeri tekan ringan, sedang
ataupun berat.
 Temperature kulit (naiknya suhu kulit lokasi tumor menunjukkan
inflamasi atau tumor vaskular; tumor kaya pembuluh darah tertentu
misalnya kanker mamae masa laktasi kutis dan subkutis daerah lesi
hiperemia, suhu lokal kulit umumnya meninggi.
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang (supine),
lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. Kedua
payudara di palpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular
ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan
lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada
infra dan supraklavikula.

Gambar 6. Teknik Melakukan Palpasi Parenkim Payudara untuk


Identifikasi Tumor Primer dan Palpasi Aksila, Infraklavikula, dan
Supraklavikula untuk Identifikasi Pembesaran Getah Bening
Regional.1
c) Pemeriksaan Penunjang1,2,4
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk diagnostik tumor mammae, yaitu:
1. Mammografi

Gambar 7. Mammografi2
Suatu teknik pemeriksaan soft tissue teknik. Adanya proses keganasan akan
memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif,
comet sign, adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik dan rontgenologik dan
adanya mikroklasifikasi. Tanda-tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit,
bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi papilla dan areola adanya bridge of
tumor; keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi
dalam jaringan lunak dibelakang mammae dan adanya metastasis ke kelenjar.
Mammografi ini dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak
teraba; jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Hanya saja untuk mass
screening cara ini mahal dan untuk itu dianjurkan secara selektif saja misalnya pada
wanita dengan adanya faktor risiko tadi. Ketepatan 83-95 %, tergantung dari teknisi
dan ahli radiologinya.

2. Ultrasonografi
USG berguna untuk menentukan ukuran lesi dan bias membedakan lesi kistik
atau solid. USG bisa juga dipakai untuk melihat respon kemoterapi neoadjuvant,
membantu ahli bedah dengan cara memberi marker preoperatif untuk menentukan
batas-batas sayatan dan sebagai penuntun untuk melakukan biopsi jarum pada lesi.
3. Biopsi
Pemeriksaan histologik. Untuk memperjelas diagnosis histopatologi, pertama-
tama diperlukan jaringan untuk pemeriksaan. Metode yang umum dilakukan adalah:
a. Biopsi jepit: untuk tumor dikulit atau mukosa, dengan tang biopsi dilakukan
biopsi jepit didaerah perbatasan tumor dan jaringan normal.
b. Biopsi insisi: ditepi tumor dilakukan insisi untuk mengambil spesimen
secukupnya, untuk biopsi kelenjar limfe dituntut untuk mengambil kelenjar
limfe dengan kapsul intak.
c. Biopsi eksisi: untuk tumor kecil permukaan, harus dieksisi total tumornya,
eksisi harus mencakup sejumlah jaringan normal disekitarnya.
d. Biopsi aspirasi jarum: dengan jarum khusus dilakukan aspirasi jaringan untuk
pemeriksaan histopatologi atau pulas sitologi.
 Fine-needle aspiration biopsy (FNAB). Pemeriksaan sitology dimana
spesimen yang diperiksa diambil dengan aspirasi jarum halus.
Menggunakan jarum kecil (fine) no G 23-25. Yang dinilai dari sitologi
ini adalah sel sendiri, sitoplasma dan inti. Ketepatan pemeriksaan
sitologi ini 89-95 % .

Gambar 8. Fine Needle Aspiration Biopsy2


 Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-
core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah
dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.

Gambar 9. Large Needle (core-needle) Biopsy2

e. Biopsi kerok: kebanyakan untuk tumor permukaan. Dengan kuret dilakukan


pengerokan jaringan pada permukaan tumor, untuk pemeriksaan potongan
patologi, juga dapat untuk pemeriksaan sitologi.

2.5.Tumor Mamae Jinak 4,7,8


Tumor jinak mammae ialah lesi jinak yang disebabkan pertumbuhan sel
abnormal yang dapat terjadi pada payudara. Kebanyakan benjolan jinak pada payudara
berasal dari perubahan normal pada perkembangan payudara, siklus hormonal, dan
perubahan reproduksi. Terdapat 3 siklus kehidupan yang dapat menggambarkan
perbedaan fase reproduksi pada kehidupan wanita yang berkaitan dengan perubahan
payudara, yaitu :

1. Pada fase reproduksi awal (15-25 tahun) terdapat pembentukan duktus dan
stroma payudara. Pada periode ini umumnya dapat terjadi benjolan FAM dan
juvenil hipertrofi (perkembangan payudara berlebihan).
2. Periode reproduksi matang (25-40 tahun). Perubahan siklus hormonal
mempengaruhi kelenjar dan stroma payudara.
3. Fase ketiga adalah involusi dari lobulus dan duktus yang terjadi sejak usia 35-
55 tahun.

Gambar 10. Tumor jinak7

a) Fibroadenoma
Ini adalah suatu kelainan tumor jinak dan ini merupakan golongan
terbesar dari tumor payudara. Fibroadenoma mammae ini secara klinis
diketahui sebagai suatu tumor dipayudara, dengan konsistensi padat kenyal,
dapat digerakkan dari jaringan sekitarnya, bentuk bulat lonjong dan berbatas
tegas. Pertumbuhannya lambat, tidak ada perubahan pada kulit. Tidak disertai
rasa nyeri. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau
menjelang menopause, saat rangsangan estrogen meningkat. Terdapat pada usia
muda (15-30 tahun). Dapat dijumpai bilateral atau multiple. Dan sebagai tumor
jinak tidak ada metastasis jauh ataupun metastase regional (pembesaran kelenjar
getah bening ketiak).
Diagnosis bisa ditegakkan melalui pemeriksaan fisik walaupun
dianjurkan juga untuk dilakukan aspirasi sitologi. Fine-needle aspiration (FNA)
sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat. Diagnosa fibroadenoma bisa
ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien usia muda dan karena itu,
mammografi tidak rutin dikerjakan.
Gambaran histopatologis menunjukkan stroma fibroblastik longgar
yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike) dilapisi epithelium yang terdiri
dari berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike atau ruang glandular ini dilapisi
dengan lapisan sel tunggal atau multiple yang regular dan berbatas tegas serta
membran basalis yang intak
Penatalaksanaan pada fibroadenoma dilakukan eksisi dibawah pengaruh
anestesi lokal atau general. Fibroadenoma residif setelah pengangkatan jarang
terjadi. Sekiranya berlaku rekurensi, terdapat beberapa faktor yang diduga
berpengaruh.

Gambar 11. FAM7

b) Kelainan fibrokistik
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia
adalah benjolan payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita.
Benjolan ini harus dibedakan dengan keganasan. Penyakit fibrokistik pada
umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50 tahun (>50%).
Biasanya multiple dan bilateral, konsistensi lunak, disertai rasa nyeri
terutama menjelang haid. Ukuran dapat berubah yaitu menjelang haid terasa
lebih besar dan penuh dan rasa sakit bertambah dan setelah menstruasi sakit
hilang atau berkurang dan tumor mengecil.
Tumor pada jenis ini umumnya tidak berbatas tegas, kecuali kista soliter.
Konsistensi padat kenyal dan dapat pula kistik. Jenis yang padat, kadang-
kadang sukar dibedakan dengan kanker payudara dini. Kelainan ini dapat juga
dijumpai tanpa masa tumor yang nyata, hinggan jaringan payudara teraba padat,
permukaan granular. Kelainan ini dipengaruhi oleh faktor hormonal atau
keseimbangan hormonal.
Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan difus (tidak
memiliki batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar payudara tanpa ada
benjolan yang dominan, maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan
pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi berikutnya. Apabila keluar
cairan dari puting, baik bening, cair, atau kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes
hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila cairan yang keluar dari
puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar, maka kemungkinan
benjolan tersebut jinak.
Pengobatan kelainan ini umumnya medikamentosa simptomatis. Namun
pada beberapa keadaan diperlukan operasi, yaitu apabila: medikamentosa tidak
menghilangkan keluhan nyerinya; ditemukan pada usia pertengahan sampai tua.

c) Tumor filoides (Cystosarcoma philloides)


Tumor filodes atau dikenal dengan sistosarkoma filodes adalah tumor
fibroepitelial yang ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan
komponen epitel. Gambaran klinis dapat seperti fibroadenoma mammae yang
besar. Bentuk bulat lonjong permukaan berbenjol, batas tegas, ukuran dapat
mencapai 20-30 cm. konsistensi dapat padat kenyal tetapi ada bagian yang
kisteus. Walaupun besar tidak ada perlengketan kedasar atau kulit. Kulit
payudara tegang dan berkilat dan venektasi melebar. Tumor filoides merupakan
suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal dan mungkin ganas
(10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang
besar.
Tumor filoides jinak diterapi dengan cara melakukan pengangkatan
tumor disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal.
Sedangkan tumor filoides yang ganas dengan batas infiltratif mungkin
membutuhkan mastektomi (pengambilan jaringan payudara).
Gambar 12. Tumor Filoides5

d) Intraduktal papilloma
Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan
disertai tangkai yang tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan
glandular dan jaringan fibrovaskular. Papilloma seringkali melibatkan sejumlah
besar kelenjar susu. Lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan 75%
tumbuh di bawah areola mamma ini memberikan gejala berupa sekresi cairan
berdarah dari puting susu. Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari
tipe soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul pada duktus
laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang
serous dan bercampur darah. Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa
pada area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada
pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Dari
kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan
proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia. Ukurannya adalah 2-3 mm
dan terlihat seperti broad-based atau pedunculated polypoid epithelial lesion
yang bisa mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait.
Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan papilloma serta nipple
discharge dapat menghilang secara spontan dalam waktu beberapa minggu.
Apabila hal ini tidak berlaku, eksisi lokal duktus yang terkait bisa dilakukan.
Eksisi duktus terminal merupakan prosedur bedah pilihan sebagai
penatalaksanan nipple discharge. Pada prosedur ini,digunakan anestesi lokal
dengan atau tanpa sedasi. Tujuannnya adalah untuk eksisi dari duktus yang
terkait dengan nipple discharge dengan pengangkatan jaringan sekitar seminimal
mungkin. Apabila lesi benigna ini dicurigai mengalami perubahan kearah
maligna, terapi yang diberikan adalah eksisi luas disertai radiasi.

Gambar 13. Papilloma intraductal2

e) Adenosis sclerosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan
kelainan fibrokistik. Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang
mencakup kelenjar-kelenjar yang lebih banyak dari biasanya. Apabila
pembesaran lobulus saling berdekatan satu sama lain, maka kumpulan lobulus
dengan adenosis ini kemungkinan dapat diraba. Adenosis sklerotik adalah tipe
khusus dari adenosis dimana pembesaran lobulus disertai dengan parut seperti
jaringan fibrous.
Gambaran klinisnya apabila adenosis sklerosis cukup luas sehingga
dapat diraba, dokter akan sulit membedakan tumor ini dengan kanker melalui
pemeriksaan fisik payudara. Perubahan histologis berupa proliferasi (proliferasi
duktus) dan involusi (stromal fibrosis, regresi epitel).
Penatalaksanaan berupa biopsi melalui aspirasi jarum halus biasanya
dapat menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak. Namun dengan biopsi
melalui pembedahan dianjurkan untuk memastikan tidak terjadinya kanker.

f) Galaktokel
Galaktokel bukan suatu kelainan neoplasma atau pertumbuhan baru,
tetapi suatu massa tumor kistik yang timbul akibat tersumbatnya saluran atau
duktus laktiferus pada ibu-ibu yang sedang atau baru selesai masa laktasi. Tumor
ini berisi air susu yang mengental. Klinis tumor berbatas tegas, bulat dan kisteus.
kista menimbulkan benjolan yang nyeri dan mungkin pecah sehingga memicu
reaksi peradangan lokal serta dapat menyebabkan terbentuknya fokus indurasi
persisten. Benjolan dapat digerakkan, walaupun dapat juga keras dan susah
digerakkan. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan skrining sonografi, dimana
akan terlihat penyebaran dan kepadatan tumor tersebut. Penatalaksanaan
galaktokel dilakukan dengan aspirasi jarum halus untuk mengeluarkan sekret
susu. Pembedahan dilakukan jika kista terlalu kental dan sulit di aspirasi

Gambar 14 Galaktokel2

g) Mastitis
Mastitis adalah suatu infeksi pada kelenjar payudara, yang biasanya
terdapat pada wanita yang sedang menyusui. Kerusakan pada kulit sekitar puting
tersebut akan memudahkan bakteri dari permukaan kulit untuk memasuki duktus
yang menjadi tempat berkembangnya bakteri dan menarik sel-sel inflamasi. Sel-
sel inflamasi melepaskan substansi untuk melawan infeksi, namun juga
menyebabkan pembengkakan jaringan dan peningkatan aliran darah. Perubahan
ini menyebabkan payudara menjadi merah, nyeri, dan terasa hangat saat
perabaan.
Gambaran klinisnya sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu massa
berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting
susu akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat pembesaran kelenjar getah
bening aksila. Kondisi ini diterapi dengan antibiotik. Pada beberapa kasus,
mastitis berkembang menjadi abses atau kumpulan pus yang harus dikeluarkan
melalui pembedahan.

Gambar 15. Mastitis2

h) Nekrosis lemak
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak rusak, bisa
terjadi spontan atau akibat dari cedera yang mengenai payudara. Nekrosis lemak
dapat juga terjadi akibat terapi radiasi. Ketika tubuh berusaha memperbaiki
jaringan payudara yang rusak, daerah yang mengalami kerusakan tergantikan
menjadi jaringan parut.
Nekrosis lemak berupa massa keras yang sering agak nyeri tetapi tidak
membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya tidak rata. Karena
kebanyakan kanker payudara berkonsistensi keras, daerah yang mengalami
nekrosis lemak dengan jaringan parut sulit untuk dibedakan dengan kanker jika
hanya dari pemeriksaan fisik ataupun mammogram sekalipun.
i) Kista
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular. Kista
terbentuk dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara. Mikrokista terlalu
kecil untuk dapat diraba, dan ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di
bawah mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk makrokista.
Makrokista ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat mencapai 1
sampai 2 inchi.
Dikatakan bahwa kista ditemukan pada 1/3 dari wanita berusia antara
35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara
usia 45 dan 52 tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini
terutamanya pada individu yang menggunakan terapi pengganti hormon.
Penyebab utama terjadinya kelainan ini masih belum diketahui pasti
walaupun terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan kista ini dengan
hiperestrogenism akibat penggunaan terapi pengganti hormon. Patogenesis dari
kista mammae ini masih belum jelas. Penelitian awal menyatakan bahwa kista
mammae terjadi karena distensi duktus atau involusi lobus. Sewaktu proses ini
terjadi, lobus membentuk mikrokista yang akan bergabung menjadi kista yang
lebih besar; perubahan ini terjadi karena adanya obstruksi dari aliran lobus dan
jaringan fibrous yang menggantikan stroma.
Selama perkembangannya, pelebaran yang terjadi pada jaringan
payudara menimbulkan rasa nyeri. Benjolan bulat yang dapat digerakkan dan
terutama nyeri bila disentuh, mengarah pada kista. Diagnosis kista mammae
ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang
diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda warnanya,
mulai dari kuning pudar sampai hitam, kadang terlihat translusen dan bisa juga
kelihatan tebal dan bengkak.
Eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini
sudah tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah
diaspirasi, kista akan menjadi lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi
dengan mammografi. Walau bagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa tidak
terdapat massa setelah dilakukan aspirasi. Terdapat dua cardinal rules bagi
menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni (1) massa menghilang secara
keseluruhan setelah diaspirasi dan (2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi
darah. Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan
eksisi direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada
kista. Indikasi pertama adalah sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah
(selagi tidak disebabkan oleh trauma dari jarum). Indikasi kedua adalah
rekurensi dari kista.

2.6.Tumor Mammae Ganas7,11


Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak
terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Sel kanker dapat
menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar. Kanker merupakan
neoplasma ganas, suatu pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang tidak
memandang jaringan sekitarnya tumbuh infiltratif dan destruktif dan dapat
bermetastasis. Tumor ini tumbuh progresif, dan relatif cepat membesar.

a. Faktor risiko4,7
Hal berikut yang termasuk dalam faktor risiko tinggi kanker payudara yaitu keadaan-
keadaan dimana kemungkinan seorang wanita mendapat kanker payudara lebih tinggi
dari yang tidak mempunyai faktor tersebut yaitu:
1. Usia
Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara. Dengan
semakin bertambahnya usia seseorang, insiden kanker payudara akan meningkat.
Satu dari depalapn keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia di
bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita
berusia 55 tahun.

2. Genetik
Sekitar 5-10 % kanker payudara terjadi akibat adanya prediposisi genetik
herediter sebagai penyebab kanker payudara yang diderita. Seseorang yang satu
anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu, kakak, atau adik kandung) menderita
kanker payudara akan memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena kanker payudara
dan meningkat lima kali lipat bila ada dua anggota keluarga tingkat pertama yang
menderita kanker payudara.

3. Hormonal
Faktor hormonal juga berperan besar dalam menimbulkan kelainan ini. Usia
menarche yang lebih dini yakini dibawah 12 tahun, meningkatkan resiko kanker
payudar sebanyak 3 kali, sedangkan usia menopause yang lebih lambat yakini diatas
55 tahun meningkatkan resiko kanker payudara sebanyak 2 kali. Penggunaan
kontrasepsi hormonal eksogen juga turut meningkatkan resiko kanekr payudara.
Penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan resiko kanker payudara 1,24 kali.

4. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of
Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak
dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dapat meningkatkan
resiko Ca mammae dua kali lipat.

5. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas.
Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan
langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5
sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obese.

6. Paritas dan Fertilitas


Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih
tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang
pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae
sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada
usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus
menerus oleh esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan
tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30
tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan
nullipara.

b. Patofisiologi tumor mammae8


Mekanisme pembentukan neoplasma atau tumor ganas disebut dengan
Karsinogenesis. Karsinogenesis merupakan suatu proses multi-tahap. Sebagian
besar karsinogen sebenarnya tidak reaktif (prokarsinogen atau karsinogen
proximate), namun di dalam tubuh diubah menjadi karsinogen awal (primary) atau
menjadi karsinogen akhir (ultimate). SitokromP450 suatu mono-oksidase dependen
retikulum endoplasmik sering mengubah karsinogen proximate menjadi
intermediate defisien elektron yang reaktif (electrophils). Intermediate (zat
perantara) yang reaktif ini dapat berinteraksi dengan pusat-pusat di DNA yang kaya
electron (nucleophilic) untuk menimbulkan mutasi. Interaksi antara karsinogen
akhir dengan DNA semacam ini dalam suatu sel diduga merupakan tahap awal
terjadinya karsinogenesis kimiawi. DNA sel dapat pulih kembali bila mekanisme
perbaikannya normal, namun bila tidak sel yang mengalami perubahan dapat
tumbuh menjadi tumor yang akhirnya tampak secara klinis. Ko-karsinogen
(promoter) sendiri bukan karsinogen. Promoter berperan mempermudah
pertumbuhan dan perkembangan sel tumor dormant atau latent. Waktu yang
diperlukan untuk terjadinya tumor dari fase awal tergantung pada adanya promoter
tersebut dan untuk kebanyakan tumor pada manusia periode laten berkisar dari 15
sampai 45 tahun.
Proses transformasi sel normal menjadi sel ganas melalui displasi terjadi
melalui mekanisme yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme
karninogenesis ini terjadi melalui tiga tahap yaitu :
1) Tahap Inisiasi
Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat
irreversible, dimana gen pada sel normal bertransformasi menjadi malignan. DNA
dirusak oleh zat-zat inisiator seperti radiasi dan radikal bebas dapat mengganggu
proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan kelainan pada
kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak anak sel dan seterusnya.
Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa hari.

2) Tahap Promosi
Pada proses proliferasi fase sel mengalami pengulangan siklus sel tanpa
hambatan dan secara terus menerus berulang. Diteruskan dengan proses metastasis
dimana penyebab utama dari kenaikan morbiditas dan mortalitas pada pasien
dengan keganasan. Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan interaksi
kompleks, tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri, namun matriks
ekstraseluler, membran basal, reseptor endotel serta respon kekebalan host yang
berpartisipasi. mekanisme metastasis merupakan indikasi bahwa host pertahanan
mechanims pasien kanker gagal untuk mengatasi dan memblokir penyebaran sel
kanker. Setelah itu terjadi lagi proses neoangiogenesis. Angiogenesis adalah proses
pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara normal dan sangat penting
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam
proses penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Akan
tetapi, angiogenesis juga merupakan langkah yang sangat penting dalam
Carsiogenesis atau pertumbuhan sel kanker (cancer) sehingga terjadi
perkembangan sel kanker yang tidak terkendali dan bersifat ganas. Angiogenesis
juga berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan berhubungan dengan
kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata. Kondisi patologi angiogenesis
ini dikarakterisasi oleh pembentukkan pembuluh darah baru dan penghancuran sel
normal yang ada di sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis fisiologis,
angiogenesis patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun dan
biasanya berhubungan dengan beberapa gejala klinis. Angiogenesis patologi adalah
pembentukkan pembuluh darah baru yang tidak normal dimana tubuh akan
kehilangan kontrol dalam mengatur keseimbangan sekresi angiogenik stimulator
dan inhibitor. Sel kanker akan memproduksi angiogenics growth factor yang
menyimpang dalam jumlah yang banyak dimana efeknya akan kuat sekali dalam
meniadakan efek angiogeneics inhibitor. Sebagai akibatnya adalah terjadinya
pembentukkan pembuluh darah yang baru dengan sangat cepat dalam pola yang
tidak terkontrol.

3) Tahap Progresif
Pada progresif ini gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA
mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Terjadi
aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada progresi ini timbul perubahan benigna
menjadi pra-malignan dan malignan. Fase metastasis meliputi beberapa tahap
pemisahan, termasuk pemisahan sel kanker dari sel induk, masuk dalam sirkulasi
sistemik atau kelenjar limfe, sehingga dapat menginvasi jaringan baru. Kemampuan
invasi sel kanker ini dihubungkan dengan banyaknya produksi protease pada sel
kanker ini. Protease akan mempengaruhi interaksi sel dan memfasilitasi pergerakan
sel kanker melalui matriks ekstraseluler. Tahap metastasis ini, merupakan tahap
paling kritis yang menyebabkan gejala klinis dan bahkan kematian. Terbentuknya
sel kanker dan kemampuannya untuk ‘berjalan’, metastasis, adalah suatu proses
yang sangat kompleks, yang melibatkan benyak gen didalamnya. Pada
perjalanannya, satu sel kanker harus melepaskan diri dari kelompoknya (primary
tumor) untuk mengadakan invasi kedaerah sekitarnya, berusaha menembus
pembuluh lymph atau secara langsung mencari pembuluh darah, berjuang melawan
proses pertahanan tubuh (hos immune defense), berhenti diorgan tujuannya dan
memulai berkembang biak di lingkungan barunya (secondary tumor). Dengan
kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka
tumor ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh.

c. Manifestasi klinis4
 Perubahan kulit
1. Tanda lesung: ketika tumor mengenai ligament glandula mamae,
ligament itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung.
2. Perubahan kulit jeruk (peau d’orange): ketika vasa limfatik subkutis
tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan udem
kulit, folikel rambut tenggelam kebawah tampak sebagai ‘tanda kulit
jeruk’.
3. Nodul satelit kulit: ketika sel kanker didalam vasa limfatik subkutis
masing-masing membentuk nodul metastasis, disekitar lesi primer dapat
muncul banyak nodul tersebar.
4. Invasi, ulserasi kulit: ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan
berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar,
lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik,
ini disebut ‘tanda kembang kol’.
5. Perubahan inflamatorik: secara klinis disebut ‘karsinoma mamae
inflamatorik’, tampil sebagai keseluruhan kulit mamae berwarna merah
bengkak, mirip peradangan, dapat disebut ‘tanda peradangan’. Tipe ini
sering ditemukan pada kanker mamae waktu hamil atau laktasi.
Gambar 16. Peau d’ orange6

Gambar 17. Skin dimpling6

d. Stadium klinis7,8
Metode penentuan stadium yang umum adalah penentuan stadium
perkembangan klinis, stadium klinikopatologi, stadium TNM. Penentuan stadium TNM
(UICC) hanya untuk pasien yang belum pernah mendapat terapi, lingkup penyakit
terbatas pada yang tampak secara klinis.

T= ukuran tumor primer


Tx: tidak ada data klinis minimal untuk menentukan ukuran tumor
T0: tidak terdapat tumor primer
Tis: karsinoma in situ
Tis(DCIS): ductal karsinoma in situ
Tis(LCIS): Lobular karsinoma in situ
Tis (Paget’s): penyakit paget pada puting tanpa adanya tumor
T1: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
T2: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm
T3: Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm
T4: ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau kulit

N= kelenjar getah bening regional


Nx: kgb regional tidak dapat dinilai
N0: Tidak terdapat metastasis kgb
N1: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang dapat digerakkan
N2: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir
N3: Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kgb
Aksila

M=Metastasis jauh
Mx: Metastasis jauh tidak diketahui
M0: Tidak ada metastasis jauh
M1: Ada metastasis jauh

Stadium klinis
Stadium IA: (T1N0M0 )
 Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang, tak terfiksir pada kulit atau pektoral
tanpa diduga ada metastasis aksila
Stadium I B: (T0N1M0,T1N1M0)
 Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang dan terdapat sel kanker pada kelenjar
getah bening
Stadium II A: (T0N1M0,T1N1M0, T2N0M0)
 Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang dengan metastasis aksila.
 Tumor dengan diameter 2-5 cm dengan atau tanpa metastasis aksila.
Stadium II B: (T2N1M0, T3N0M0)
 Tumor dengan diameter 2-5 cm dengan metastasis aksila
 Tumor dengan diameter lebih dari 5 cm tanpa metastasis aksila
Stadium IIIA: (T0N2M0,T1N2M0,T2N2M0, T3N1M0,T3N2M0)
 Tumor dengan diameter 5 cm dengan atau tanpa metastasis aksila.
 Tumor dengan metastasis aksila yang melekat.
Stadium IIIB: (T4N0M0, T4N1M0, T4N2M0)
 Tumor dengan metastasis infra atau supraklavikula.
 Tumor yang telah menginfiltrasi kulit atau dinding toraks.
Stadium IV: (TapapunNapapunM1)
 Tumor buah dada yang telah mengadakan metastasis jauh

e. Penatalaksanaan4,8,10
1. Terapi bedah
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian
stadium III disebut sebagai kanker mamae operabel. Stadium 0, I, II, III awal
(stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada stadium I,
II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk
stadium I dan II pengobatannya adalah radikal masektomi atau modifikasi
masektomi radikal dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Gambar 18. Macam-macam operasi karsinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan


sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif,
yaitu terutama untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup.
Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama
adalah radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan
sitostatika. Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu
hormonal dan kemoterapi.
Pola operasi yang sering dipakai adalah:
a) Masektomi radikal
Lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh
kelenjar mamae, muskulus pektoralis mayor, muskulus pektoralis minor dan
jaringan limfatik dan lemak subscapular, aksila secara kontinu enblok direseksi.
b) Modifikasi masektomi
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi
radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini. Prosedur ini paling banyak
digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa digunakan oleh para ahli
bedah. Lingkup reseksi sama dengan teknik radikal, tapi mempertahankan
muskulus pektoralis mayor dan minor atau mempertahankan muskulus
pektoralis mayor, mereseksi muskulus pektoralis minor (model Patey).
c) Masektomi total
Masektomi total kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang
mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia
pectoralis. Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering
dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada
teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae
dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat
menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi.
d) Masektomi segmental
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
 Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak
dianjurkan untuk Ca mammae
 Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor untuk
meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
 Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung
tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada
pasien-pasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2
cm). Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena
tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi.

2. Radioterapi
Radioterapi diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah
dilakukan lumpektomi atau masektomi parsial dengan tujuan untuk membunuh
sel tumor yang tersisa yang terdapat di dekat area tumor. Radiasi dilakukan
tergantung dari besar tumor, jumlah KGB axilla yang terkena. Kadang terapi
radiasi diberikan sebelum tindakan bedah untuk menyusutkan ukuran tumor
yang besar sehingga mudah untuk diangkat.
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca
mammae pada kedua mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang
paling banyak digunakan untuk Ca mammae adalah terapi radiasi yang
diberikan dari sumber yang berada diluar tubuh yang dikenal dengan nama
external-beam radiation therapy. Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan
cara menanamkan pil ke dalam area tumor (internal radiation therapy).
Radioterapi terutama mempunyai 3 tujuan:
a) Radioterapi murni kuratif: radioterapi murni terhadap kanker mamae
hasilnya kurang ideal, survival 5 tahun 10-37%. Terutama digunakan
untuk pasien dengan kontraindikasi atau menolak operasi.
b) Radioterapi adjuvant: menjadi bagian integral penting dari terapi
kombinasi. Menurut pengaturan waktu radioterapi dapat dibagi menjadi
radioterapi praoperasi dan pasca operasi. Radioterapi praoperasi
terutama untuk pasien stadium lanjut lokalisasi, dapat membuat
sebagian kanker mamae non-operabel menjadi ‘kanker mamae yang
operabel’. Radioterapi pasca operasi adalah radioterapi seluruh mamae
(bila perlu ditambah radipterapi kelenjar limfe regional) pasca operasi
konservasi mamae (operasi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar
atau biopsi) dan radioterapi adjuvant pasca mastektomi. Dewasa ini
indikasi radioterapi pasca mastektomi adalah: diameter tumor primer ≥
5 cm, fasia pektoral terinvasi, jumlah kelenjar limfe aksilar metastatic
lebih dari 4 buah dan tepi irisan positif. Area target iradiasi harus
mencakup dinding toraks dan regio supraklavikular. Regio mamaria
interna jarang terjadi rekurensi klinis, sehingga perlu tidaknya
radioterapi rutin masih kontroversial.
c) Radioterapi paliatif: terutama untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut
dengan rekurensi, metastasis. Dalam hal meredakan nyeri efeknya
sangat baik. Selain itu kadang kala digunakan radiasi terhadap ovarium
bilateral untuk menghambat fungsi ovarium hingga mencapai efek
kastrasi.

3. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama
diberikan pada kanker mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat
pula diberikan pada kanker mammae yang sudah dilakukan mastektomi bersifat
terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide,
Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera
setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun.
Pengobatan ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka
harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif
dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun
penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka
terbuka di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang
sifatnya sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya
obat ondansetron. Selama beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka
terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut
akan menghilang. Macam-macam jenis kemoterapi sebagai berikut :
a) Kemoterapi pra-operasi: terutama kemoterapi sistemik, bila perlu dapat
dilakukan kemoterapi intra-arterial, mungkin dapat membuat sebagian
‘kanker mamae lanjut lokal non-operabel’ menjadi ‘kanker mamae
operabel’.
b) Kemoterapi adjuvant pasca operasi: indikasi kemoterapi adjuvant pasca
operasi relatif luas, terhadap semua pasien karsinoma invasif dengan
diameter terbesar tumor lebih besar atau sama dengan 1 cm harus
dipikirkan kemoterapi adjuvant. Hanya terhadap pasien lanjut usia
dengan ER, PR positif dapat dipertimbangkan hanya diberikan terapi
hormonal.
c) Kemoterapi terhadap kanker mamae stadium lanjut atau rekuren dam
metastatik: kemoterapi adjuvant karsinoma mamae selain sebagian kecil
masih memakai regimen CMF, semakin banyak yang memakai
kemoterapi kombinasu berbasis golongan antrasiklin. Terhadap pasien
dengan kelenjar limfe positif, reseptor hormon negatif masih dapat
dipertimbangkan memakai golongan taksan.
Untuk kemoterapi karsinoma mamae stadium lanjut, rekuren, metastatic
umumnya harus berdasarkan obat yang digunakan sebelumnya dan ditangani
secara individual. Bagi yang belum pernah memakai golongan antrasiklin dan
taksan, pertimbangan pertama adalah obat golongan antrasiklin adan golongan
taksan. Obat lini kedua yang sering dipakai adalah novelbin, vinblastine,
gemsitabin, cisplatin, xeloda.

4. Terapi hormonal
Sebagian besar kejadian dan perkembangan kanker mamae memiliki
kaitan tertentu dengan hormon, terutama melalui pemeriksaan reseptor estrogen
(ER) dan progesterone (PR) dari tumor untuk menentukan efek terapi hormonal.
Pasien dengan hasil pemeriksaan positif tergolong kanker mammae tipe
bergantung hormon, hasil terapi hormonal baik, pasien dengan hasil tes negatif
tergolong kanker mamae tipe tidak bergantung hormon, efek terapi hormonal
agak kurang. Terapi hormonal terutama mencakup bedah terutama adalah
ooforektomi (disebut juga kastrasi) terhadap wanita pramenopause. Terapi
hormonal medikamentosa dalam 20 tahun lebih terakhir ini mengalami
kemajuan besar, pada dasarnya sudah menggantikan operasi kelenjar endokrin.
Yang digunakan diklinis terutama adalah:
a) Obat antiestrogen.
Tamoksifen merupakan penyekat reseptor estrogen, mekanisme
utamanya adalah berikatan dengan ER secara kompetitif, menyekat
transmisi informasi ke dalam sel tumor sehingga berefek terapi. Iia
adalah obat terapi hormonal yang paling luas dipakai saat ini. Terapi
tamoksifen juga memiliki efek mirip estrogen, berefek samping
thrombosis vena dalam, karsinoma endometrium. Sehingga perlu
diperhatikan dan diperiksa berkala.
b) Inhibitor aromatase.
Pada wanita pasca menopause, estrogen terutama berasal dari
kolesterol yang disekresi lapisan reticular kelenjar adrenal dan
androstendion yang terdapat dijaringan lemak, hati, otot, dll. Kedua
zat itu melalui efek enzim aromatase diubah menjadi estradiol dan
estrogen. Obat inhibitor aromatase menghambat kerja enzim
aromatase, sehingga menghambat atau mengurangi perubahan
androgen menjadi estrogen. Aminoglutetimid adalah inhibitor
aromatase generasi pertama, karena ia menghambat sintesis hormon
adrenokortikal maka kurang selektif, sehingga sewaktu memakainya
harus menambahkan hormon adrenokortikal. Selain itu obat ini
berefek samping vertigo, ataksia, dll.
c) Obat sejenis LH-RH (luteinizing hormone-releasing hormone).
Obat jenis ini dewasa ini terutama adalah goserelin, efeknya
menghambat sekresi gonadotropin, menghambat fungsi ovarium
secara keseluruhan, sehingga kadar estradiol serum turun. Jadi, obat
ini dapat mencapai efek ooforektomi medikamentosa secara selektif,
hingga menghambat pertumbuhan tumor.
d) Obat sejenis progesterone.
Yang sering digunakan diklinis adalah medroksiprogesteron asetat
(MPA) dan megesterol asetat (MA). Terutama digunakan bagi
pasien pasca menopause atau pasca ooforektomi. Mekanisme
utamanya adalah melalui umpan balik hormon progestin
menyebabkan inhibisi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal,
androgen menurun, hingga mengurangi sumber perubahan menjadi
estrogen dengan hasil turunnya kadar estrogen. Selain itu obat
golongan ini juga berefek menambah nafsu makan, memperbaiki
kondisi umum pasien.

f. Pencegahan,1,7
Kanker payudara tergolong pada kegansan uang dapat didiagnosis secara dini.
Usaha untuk ini adalah melakukan SADARI (periksa Payudara Sendiri). Sadari
dilakukan setelah menstruasi, yaitu 7-10 hari dari hari menstruasi pertama; karena
pengaruh hormonal estrogen sangat rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu
dalam keadaan tidak edema atau tidak membengkak sehingga lebih mudah meraba
adanya tumor atau kelainan.
 SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri)
Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini
apabila terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas,
sehingga dapat menurunkan angka kematian. Meskipun angka kejadian
kanker payudara rendah pada wanita muda, namun sangat penting untuk
diajarkan SADARI semasa muda agar terbiasa melakukannya di kala
tua. Wanita premenopause (belum memasuki masa menopause)
sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah siklus
menstruasinya selesai.
Cara melakukan SADARI adalah :

1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri


menghadap cermin.
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara,
dan puting yang masuk.
3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak
pinggang untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk
memperjelas kerutan pada kulit payudara.
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak. Terakhir
tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.

Gambar 19 Pemeriksaan SADARI1


g. Prognosis2,10
Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukan
oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita
keganasan payudara diperkirakan buruk jikau usianya muda, menderita kanker
payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan adanya tripple negative yaitu
grade tumor tinggi. Lima tahun angka harapan hidup untuk stadium I yaitu 94%,
untuk stadium IIa yaitu 85%, untuk stadium IIb yaitu 70%, sedangkan untuk
stadium IIIa yaitu 52%, stadium IIIb yaitu 48% dan untuk stadium IV yaitu
18%.
BAB III

KESIMPULAN

Tumor mammae atau payudara diklasifikasikan menjadi 2 kelompok kategroi

yaitu tumor mammae jinak (benign) dan tumor mammae ganas (maligna). Hampir 40

% pasien wanita yang datang ke rumah sakit datang dengan kelainan lesi jinak

payudara. Selain tingginya insiden dari lesi mammae yang bersifat benign, keganasan

pada kelenjar mammae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita.

Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif

tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus kanker payudara baru

yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara

maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang. Karsinoma payudara pada wanita

menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat

dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara. Penegakan diagnosis karsinoma

payudara dapat dilakukan melalui prosedur pemeriksaan klinis dan beberapa

pemeriksaan penunjang, dengan gold standard diagnostik menggunakan pemeriksaan

histopatologik .
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2015. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Komite


Penanggulangan Kanker Nasional. Dari
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf
2. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures 2017-2018. Atlanta:
American Cancer Society, Inc. 2017.
3. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. Principles
of Surgery. United States of America : McGraw-Hill companies; 1999. p499-556.
4. De Jong.buku ajar ilmu bedah edisi 3: payudara. Penerbit buku kedokteran EGC.
2010:475-489

5. Suyatno. Peran pembedahan pada tumor jinak payudara. Majalah kedokteran


andalas, vol 38, No. Sulp. 1 agustus 2015.

6. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition.


New York: Springer Science and Business Media Inc.
7. D. Tjindarbumi. Kumpulan kuliah ilmu bedah: subbab tumor/onkologi. Binapura
Aksara. 313-321

8. Wan Desen. Buku ajar onkologi klinik edisi 2. Penerbit FK UI. Edisi kedua cetakan
ke-3, 2013.372- 382

9. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Ronbbins basic Pathology. 9th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders: 2013.

10. Muchlis Ramli. Update reast Cancer Management Diagnostic and Treatment.
Majalah kedokteran andalas, Divisi Bedah Onkologi, Departemen Ilmu Bedah FK
Universitas Indonesia. vol 38, No. Sulp. 1 agustus 2015.

41
42

Anda mungkin juga menyukai