Anda di halaman 1dari 5

DIAGNOSIS BANDING MIOPIA

1Konjungtivitis : pandangan kabur,mata merah (gejala utama),mata berair,mata merah

2.Hipermetropi:pandangan kabur pada jarak dekat,biasanya orang tua 40 tahun,mata terasa


tegang,sakit,mata lelah ketika usai melihat benda pada jarak dekat

3.Astigmatisme:Astigmatisme atau mata silinder adalah gangguan penglihatan akibat kelainan


pada kelengkungan kornea atau lensa. Kondisi ini menyebabkan pandangan kabur, baik dalam
jarak dekat maupun jauh. Astigmatisme dapat terjadi bersamaan dengan rabun dekat (hiperopia)
atau rabun jauh (miopia) Distorsi penglihatan, misalnya melihat garis lurus tampak miring.,
menyipitkan mata saat melihat sesuatu.Kesulitan membedakan warna yang mirip,Penglihatan
ganda (pada kasus astigmatisme yang parah),Pusing atau sakit kepala.

4.Glaukoma : Penglihatan kabur,nyeri pada mata, Terdapat lingkaran seperti pelangi ketika
melihat ke arah cahaya terang. Terdapat sudut buta (blind spot) pada bagian sisi (perifer) atau
tengah (sentral) luas pandang.

5.Keratitis : penurunan ketajaman penglihatan,mata merah.serasa ada benda asing,berair.

1 Miopia

2.1.1 Definisi

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan

retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan

pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk

pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari

bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan

manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”

(American Optometric Association, 2006).

2.1.2.Klasifikasi

Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia
dapat dibagi kepada dua yaitu :

1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang

ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat.

Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa

mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi

biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.

2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna

atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan

terjadi sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas

kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak

diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan

miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada

miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis

dapat terbagi lima yaitu:

1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang

terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu

tinggi.

2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling

kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap

tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil

yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga

menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.

3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap

mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang
memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena

memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya

dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan

lensa koreksi.

4.Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna

atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam

penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi.

Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.

5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik

turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan

sebagainya.

Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk

mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):

1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.

2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.

3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.

4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).

2.1.4 Diagnosis Miopia

Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat

terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai
dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai

kebiasaan memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk

mendapatkan efek lubang kecil.

Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang bisa dilihat mata myopia)yang
dekat sehingga mata

selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan

astenopia konvergensi(gejala-gejala yang ditimbulkan oleh karna ada upaya berlebihan untuk
memperoleh ketajaman binocular dari system penglihatan yang dlm keadaan kurang
sempurna)gejalanya adalah sakit kepala,,mata lelah,penglihatan kabur,sakit sekitar mata. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan

terlihat juling ke dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat

miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior

fundus mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak

tertutupnya sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula

kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina

bagian perifer ( Sidarta, 2007).

Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara

umum atau standar pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :

1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan

jarak dekat (Jaeger).

2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam

pemakaian kaca mata.

3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan

ada atau tidaknya kebutaan.

4. Uji gerakan otot-otot mata.

5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.

6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata.


7. Pemeriksaan retina.

Anda mungkin juga menyukai