Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN BBDM MODUL 6.

1 SKENARIO 3

KELUAR AIR DARI JALAN LAHIR

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 13
Muhammad Mufaiduddin 22010117120024
Cahya Novenita 22010117120025
Indi Rafi Mahardika 22010117120026
Aditya Paelo R.S 22010117120034
Khairun Nisak 22010117120035
Ainaul Mardliyah 22010117122036
Rohadatul Aisyi D. R 22010117120029
Shonia Syvafiftyan 22010117120030
Hanifah Alipasha 22010117120039
Rani Rahayu 22010117120040

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
BBDM MODUL 6.1 SKENARIO 3
KELUAR AIR DARI JALAN LAHIR

Seorang perempuan 21 tahun hamil 36 minggu dengan G1P0A0 mengeluh merasakan rembesan
melalui jalan lahir. Pasien tidak merasakan kenceng-kenceng maupun keluar lendir darah dari
jalan lahir. Pasien merasakan 1,5 bulan terakhir sering merasakan keputihan yang banyak
berwarna putih kental berbau tidak sedap.

I. TERMINOLOGI
1. Keputihan
Sekret yang keluar dari vagina yang tidak berupa darah, biasanya terjadi karena
perubahan hormone. Perubahan hormon  peningkatan produksi cairan, penurunan
keasaman vagina.
- Fisiologis  jernih, tidak berbau; contoh terjadi pada saat sebelum haid, saat
mendapat rangsangan seksual
- Patologis  kental, berbau
2. Air dari jalan lahir
Air ketuban yang dihasilkan oleh selaput ketuban yang berfungsi melindungi janin dari
infeksi. Biasanya keluar saat in partu, jika terjadi sebelum masa in partu  KPD. KPD
dibagi 2, yaitu PPROM (jika sebelum usia gestasi 37 minggu) dan PROM ( usia gestasi
37 minggu atau lebih).
3. Lendir darah
Cairan kental, agak padat, disertai darah.
4. Kenceng-kenceng
Kontraksi uterus yang merupakan tanda persalinan sudah dekat (minggu 37-42). Ditandai
dengan kontraksi seperti ditarik ke bawah. Ada dua macam, yaitu true (semakin lama
semakin kuat kontraksinya) dan false (dirasakan di bagian uterus saja, menghilang
dengan perubahan posisi).
5. G1P0A0
Kehamilan pertama, belum pernah melahirkan, tidak ada riwayat abortus.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Mengapa bisa keluar air dari jalan lahir tanpa disertai kenceng-kenceng dan lendir
darah?
2. Apa hubungan keputihan dengan keluar air dari jalan lahir?
3. Apa saja penyebab keputihan pada wanita hamil?
4. Apa yang dilakukan dokter umum berdasarkan kasus tersebut?
5. Apa kemungkinan diagnosis kasus?
III. ANALISIS MASALAH
1. Kemungkinan dari air ketuban yang terjadi oleh karena infeksi. Infeksi  selaput
ketuban rentan pecah  KPD. KPD dapat disebabkan oleh berkurangnya kekuatan
membran atau terjadi peningkatan tekanan intrauterin (oleh karena infeksi asenderen:
korioamnionitis; inkompetensi serviks; trauma) atau keduanya.
Infeksi  infiltrasi leukosit PMN  pengeluaran protease dan kolagenase  selaput
ketuban melemah  mudah rupture.
2. Keputihan pada wanita usia reproduktif biasanya mengarah pada BV (pergantian bakteri
fakultatif menjadi bakteri anaerob dalam jumlah tinggi). Pada BV terjadi peningkatan pH
 keputihan dengan lendir encer-kental, berbau.
3. - BV : duh tubuh vagina kental putih keabuan, banyak, berbau amis
- Trikomoniasis : duh tubuh vagina kental berbusa, gatal, disuria
- Kandidiosis vulvovaginalis: duh tubuh vagina putih susu, gatal, bergumpal
- Klamidia: duh tubuh vagina kekuningan atau hijau, nyeri saat berkemih
- Gonore/sifilis
4. - Segera dilakukan persalinan
- Diberi antibiotik untuk mencegah infeksi
- Diberi steroid untuk merangsang perkembangan paru janin
- SC jika tidak bisa PPV
Infeksi dan ketuban habis  SC
Usia kehamilan kurang bulan, ketuban cukup, tidak infeksi  menahan agar janin tetap
di dalam rahim, diberi obat-obatan
5. PPROM/Preterm Premature Rupture of Membrane (gestasi < 37 minggu)

IV. SKEMA
Definisi, etiologi,
dan faktor risiko
Komplikasi
Patofisiologi

Tatalaksana dan PPROM


Gejala dan tanda
edukasi

Diagnosis Pemeriksaan fisik dan


banding pemeriksaan penunjang
V. SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan faktor risiko PPROM
2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi PPROM
3. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala dan tanda PPROM
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang PPROM
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding PPROM
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan edukasi PPROM
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi PPROM

VI. BELAJAR MANDIRI


1. Definisi, Etiologi, dan Faktor Risiko PPROM
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan dari
kantung amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Berdasarkan waktunya, KPD
dapat terjadi pada kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum
minggu ke-37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup
bulan terjadi setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan.
Penyebab terjadinya KPD masih belum dapat ditentukan secara pasti. Kejadian
Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi :
a. Usia
b. Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih
beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).
c. Perilaku Merokok
Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguangangguan seperti
kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair,
2003).
d. Riwayat KPD
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini
kembali.
e. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar.
f. Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1) Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli; Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
g. Infeksi
Infeksi bakteri yang terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu infeksi asenderen
oleh bakteri, aktifitas enzim phospolipase A2 yang merangsang pelepasan
prostaglandin, interleukin maternal, endotoksin bakteri, dan produksi enzim proteolitik
yang menyebabkan lemahnya selaput ketuban. Sedangkan dilepaskannya radikal bebas
dan reaksi peroksidase dapat merusak selaput ketuban.
h. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum juga berpengaruh terhadap
produksi struktur kolagen yang menurun pada kulit ketuban

2. Patofisiologi PPROM

Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan degradasi


matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban, seperti
penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas
kolagenolitik maka KPD dapat terjadi.
Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks Metalloproteinase (MMP)
dan dihambat oleh Penghambat Matriks Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat
protease. Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang
rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang
menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host
sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan
melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh
selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena
menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa
jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II
yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1
dan MMP-3.

3. Gejala dan Tanda PPROM


Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Ketuban yang pecah ditandai
dengan adanya air yang mengalir dari vagina yang tidak bisa dibendung lagi.
 Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna
darah.
 Beda antara air ketuban dan air seni : air seni berwarna kekuning-kuningan dan
bening sedangkan air ketuban keruh dan bercampur dengan lanugo (rambut
halus dari janin) dan fernik kaseosa (lemak pada kulit janin).
 Cairan tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran,
tetapi bila duduk maupun berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
 Nyeri terutama saat janin bergerak dikarenakan air ketuban yang habis sehingga
janin langsung berhubungan dengan uterus.
 Janin mudah diraba dikarenakan air ketuban yang habis.
 Tanda – tanda infeksi :
o Demam
o Bercak vagina banyak
o Nyeri perut
o Denyut Jantung Janin tambah cepat.
4. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang PPROM
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan lahir atau
basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat lanjut dapat disertai
mekonium.

2. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju kanalis
servikalis atau forniks posterior, ditemukan vaginal pooling (pengumpulan darah di
fornik posterior) pada tingkat lanjut ditemukan cairan amnion yang keruh dan berbau.

3. Tes lakmus (Nitrazine Test)


Merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di mana cairan amnion memiliki pH
7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban.
Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5. Namun pada tes ini, darah, urin,
semen, agen antiseptik dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu. Sensitifitas
90-97% dan spesifisitas 16-70%.

4. Tes Fern
Untuk melakukan tes, sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop untuk mencari pola kristalisasi
natrium klorida yang berasal dari cairan ketuban menyerupai bentuk seperti pakis.

Positif palsu : fingerprints, kontaminasi semen, mukus servik


Negatif palsu : menggunakan swab kering untuk mengambil sampel, kontaminasi darah
Pada wanita hamil, sensitifitas: 98% dan spesifisitas : 88%
4. Pemeriksaan Laboratorium lain
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya
peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk mendapatkan
bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau
bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob).

5. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion, namun
dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab oligohidramnion dengan
penyebab lainnya.
Amnionic Fluid Index

Oligohidramnion → <50 mm
Normal → 50-200 mm
Polihidramnion → >200 mm

5. Diagnosis Banding PPROM


1. Kehamilan dengan vesiko vaginal
Fistula vesiko vaginalis merupakan bagian dari fistula vesiko urogenital merupakan
suatu keadaan ditandai fistel antara kandung kemih dengan vagina yang
menyebabkan rembesan urin keluar melalui vagina.

2. Kehamilan dengan stress inkontinensia


Inkontinensia adalah kondisi di mana seseorang kehilangan kontrol atas kandung
kemihnya, sehingga urin bisa keluar tanpa disengaja. Inkontinensia dibagi ke dalam
beberapa jenis, salah satunya adalah inkontinensia stres. Inkontinensia jenis ini
terjadi saat seseorang melakukan gerakan yang menciptakan tekanan tiba-tiba.
Sehingga, dasar panggul atau otot sfingter melemah.

3. Sekret vagina berlebih


Secara umum vagina basah memang selalu terjadi karena kelembapannya baik untuk
pertumbuhan flora normal yang ada di dalamnya. Namun, pada kondisi tertentu,
cairan yang keluar dari vagina jumlahnya sangat banyak. Bahkan bisa keluar hingga
mengenai celana dalam dan membuat wanita merasa tidak nyaman.

4. Inkontinensia urin
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang sulit menahan buang air kecil,
sehingga jadi mengompol. Inkontinensia urine umumnya dialami oleh lansia, dan
lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria.

6. Tatalaksana dan Edukasi PPROM


a) Tatalaksana Ketuban Pecah Dini secara umum
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya. Dalam menghadapi ketuban pecah dini harus
dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
A. Fase laten:
a) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
b) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
c) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
a. Abdomen terasa tegang.
b. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
c. Kultur cairan amnion positif.
Desiduitis: Infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
B. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin,
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan terminasi
memerlukan pertimbangan keluarga.
C. Presentasi janin intrauterin
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan terminasi kehamilan.
Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan seksio sesarea.
a) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan maternal
terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
b) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin lebih matur.
Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan
membahayakan janin serta situasi maternal.
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :


(1) Usia kehamilan
(2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis

1. Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2. Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal
4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
b) Tatalaksana terkait KPD Prematur / PPROM
1. EFW > 1500 gram
• Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan gentamycine 60-80
mg tiap 12 jam selama 2 hari
• Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. (Betamethasone 12mg iv, 2
x selang 24 jam)
• Observasi 2 x 24 jam, kalau belum ada tanda-tanda inpartu segera terminasi
• Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat>
37.6oC segera terminasi

2. EFW < 1500 gram


• Observasi 2 x 24 jam
• Observasi suhu rektal tiap 3 jam
• Pemberian antibiotik (Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan
gentamycine 60-80 mg tiap 12 jam selama 2 hari) / kortikosteroid
(Betamethasone 12mg iv, 2 x selang 24 jam)
• Bila suhu rektal meningkat > 37.6oC, segera terminasi
• Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar
USG: Bagaimana jumlah air ketuban
- Bila jumlah air ketuban cukup, dilanjutkan perawatan diruangan s/d 5
hari
- Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
• Bila 2 x 24 jam cairan ketuban tetap keluar, segera terminasi
• Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat:
- Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam, atau keluar cairan
lagi
- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh manipulasi vagina
Terminasi Persalinan yang dimaksudkan diatas adalah
o Induksi persalinan dengan memakai drip oxytocin (5u/500cc D5%),
bila persyaratan klinis memenuhi
o Sektio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytoxin tidak terpenuhi
(ada kontra indikasi), atau drip oxytocin gagal.

c) Edukasi
Edukasi dan promosi kesehatan pada ketuban pecah dini (KPD) atau premature
rupture of membrane (PROM) difokuskan terhadap penghindaran faktor risiko.
Pasien yang sedang mengalami kehamilan diedukasi untuk berhenti merokok, banyak
mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, serta mencegah terjadinya
infeksi saluran kemih. Pasien juga perlu diinformasikan bahwa risiko kejadian KPD
akan meningkat apabila pasien pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya

7. Komplikasi PPROM
a. Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Korioamnionitis adalah
peradangan akut pada selaput ketuban, cairan ketuban, plasenta dan / atau desidua.
Diagnosis korioamnionitis secara klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan
minimal 2 dari kondisi berikut : takikardia pada ibu, takikardia pada janin, nyeri
tekan uterus, cairan ketuban berbau busuk atau bernanah, atau darah ibu mengalami
leukositosis. Rongga ketuban umumnya steril. Invasi mikroba dari rongga ketuban
mengacu pada hasil kultur mikroorganime cairan ketuban yang positif, terlepas dari
ada atau tidaknya tanda atau gejala klinis infeksi.
Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta sekitar 6%. Solusio
plasenta biasanya terjadi pada kondisi oligohidroamnion lama dan berat. Data sebuah
analisis retrospektif yang didapatkan dari semua pasien dengan KPD berkepanjangan
menunjukkan risiko terjadinya solusio plasenta selama kehamilan sebesar 4%.
Alasan tingginya insiden solusio plasenta pada pasien dengan KPD adalah penurunan
progresif luas permukaan intrauterin yang menyebabkan terlepasnya plasenta.
Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan malpresentasi serta terjadinya
partus kering juga merupakan komplikasi maternal yang dapat terjadi pada KPD.

b. Komplikasi Neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan dengan infeksi yang
terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm banyak disebabkan oleh sindrom
gangguan pernapasan. Pada penelitian Patil, dkk (India,2014) KPD berkepanjangan
meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3% dan sepsis sebesar 8,7%.
Infeksi dapat bermanifestasi sebagai septikemia, meningitis, pneumonia, sepsis dan
konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari kematian perinatal dilaporkan dalam literatur
berkisar dari 2,6 hingga 11%.
Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar pasien mengalami
oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan kebocoran cairan
ketuban yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban akan membuat rahim
memberikan tekanan terus-menerus kepada janin sehingga tumbuh kembang janin
menjadi abnormal seperti terjadinya kelainan bentuk tulang
DAFTAR PUSTAKA

Creasy R, Resnik R, Ian J. Creasy & Resnik's Maternal-fetal medicine. 6th ed. Philadelphia:
Saunders; 2009.
Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 218-220.
Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes: Overview, Premature Rupture of Membranes (at
Term), Premature Preterm Rupture of Membranes [Internet]. Emedicine.medscape.com.
2018. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#a2
Caughey A, Robinson J, Norwitz E. Contemporary Diagnosis and Management of Preterm
Premature Rupture of Membranes. Rev Obstet Gynecol. 2008;1(1):11-22.

Anda mungkin juga menyukai