PENDAHULUAN
Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO
sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofernia
menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita
gangguan jiwa sepertiga tinggal dinegara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita
skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofernia muncul pada usia
15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan (Ashturkar
& Dixit, 2013).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 pravelensi
gangguan jiwa berat (psikosis/skizofernia) pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia ke 2 terdapat di daerah Istimewa
Yogyakarta (27,8%), diikuti Aceh (27,6%) (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data tersebut
terlihat jelas jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan gangguan mental
emosional serta gangguan jiwa berat, salah satunya adalah skizofernia.
Skizofernia merupakan salah satu gangguan jiwa yang sering ditunjukan oleh adanya
gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Gangguan persepsi sensori (halusinasi)
merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan
jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara , penglihatan, pengecapan, perabaan,
penghiduan tanpa stimulus yang nyata (Keliat, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa diman pasien mengalami perubahan persepsi
sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
penghiduan. Halusinasi merupakan respon respon presepsi panca indra yang dialami oleh
seseorang tanpa rangsangan dan stimulus dari luar dan tidak dialami oleh orang lain.
Kasus terbanyak di rumah sakit jiwa adalah pasien dengan skizofernia, 70% mengalami
halusinasi dan 30% mengalami waham. Sedangkan pasien yang mengalami waham, 35%
mengalami halusinasi (Hawari, 2014).
Respon pasien akibat terjadinya halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata atau tidak nyata.
Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan pasien menjadi menarik diri terhadap
lingkungan sosialnya, hanyut dengan kesendirian halusinasinya, sehingga seseorang akan
semakin jauh dari hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, seseorang
yang mengalami halusinasi khususnya halusinasi pendengaran, bisa bertengkaratau
berbicara dengan suara-suara yang dia dengar, bisa juga berbicara keras seperti menjawab
pertanyaan seseorang, kemudian dapat berakibat melukai diri sendiri maupun orang
lain.Yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan
kontrolnya. Pasien akan mengalami panic dan perilakunya akan dikendalikan oleh
halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang
lain (homicide) bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
hal tersebut maka diperlukan penanganan yang tepat (Gupita, 2018).
2.1 Tujuan
1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan
halusinasi pendengaran serta dapat menangani kasus pemicu dengan masalah
halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui
b. Untuk mengetahui
c. Untuk mengetahui
d. Untuk mengetahui
e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan halusinasi.