DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................................2
1.2. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2
1.3. TUJUAN PENULISAN.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 SUMBER ATAU FAKTOR KECELAKAAN KERJA.........................................3
2.2. PEDOMAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA.......................................6
2.3. DAMPAK DAN KOMPENSASI KECELAKAAN KERJA...............................15
BAB III PENUTUP................................................................................................................19
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................19
3.1 SARAN.....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
3. Mengetahui dampak dan kompensasi kecelakaan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Setiap pekerjaan atau terdapat potensi resiko bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja
atau penyakit kerja yang besarnya tergantung jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan,
tata ruang, lingkungan serta kualitas manajemen. Akibat dari hal ini bisa berupa meninggal,
cacat, dan mengidap penyakit kronis sehingga tidak mampu lagi untuk bekerja. Sehingga
perlu sistem pembagian kompensasi sebagai akibat dari kecelakaan dan penyakit kerja.
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan kehancuran alat produksi dan hasil produksi,
dan juga mengakibatkan polusi dan kerusakan lingkungan. Sehingga diperlukannya sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang secara komprehensif mengupayakan
pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja. Manajemen K3 adalah bagian dari manajemen
totalitas yang bersifat lintas sectoral di setiap perusahaan, melibatkan semua unit-unit,
pimpinan puncak hingga tenaga supervise dan seluruh staff dengan tujuan menghindari
terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja. Manajemen K3 meliputi semua fungsi manajemen
secara utuh yaitu :
1. Menyusun rencana kerja pencegahan dan mengatasi kasus kecelakaan dan penyakit kerja
2. Menyusun organisasi K3 dan menyediakan alat perlengkapannya
3. Melaksanakan berbagi progam termasuk anatara lain ;
- Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodic
- Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja, menganalisa dampak
kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan bagi masyarakat pada
umumnya
- Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk menghindari
kecelakaan kerja
- Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengamanan lingkungan kerja,
pengukuran tingkat bahaya, serta kampanyemenumbuhkan kesadaran dan penyuluhan
keselamatan dan kesehatan kerja
4. Melaksanakan pengawasan progam
3
a. Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara
mengoperasikan alat tsb.
b. Pekerja tidak hati-hati, lalai, dalam kondisi terlalu lelah atau dalam keadaan sakit
c. Tidak tersedia alat pengaman.
d. Alat kerja atau alat produksi yang digunakan dalam keadaan tidak baik atau tidak
layak pakai lagi.
Kecelakaan atau penyakit kerja tersebut dapat menimbulkan kerugian dan korban dalam
bentuk :
Bagi pekerja, cacat ataupun sakit pekerja bersangkutan tidak mampu lagi bekerja atau
tingkat produktivitasnya menurun, dengan begitu mereka kehilangan sumber penghasilan.
Bagi pengusaha, bencana kecelakaan kerja menimbulkan beban berat karena pengusaha
berkewajiban memberikan santunan bagi keluarga pekerja yangyang meninggal atau
menderita kecelakaan kerja, hal tersebut dapat dibayarkan langsung atau melalui system
asuransi. Dan beberapa kerusakan lainnya seperti peralatan yang rusak kerugian akibat
produksi terhenti.
1. Bencana Peledakan
Peledakan dapat terjadi karena peningkatan tekanan dan temperatur dalam suatu
bejana melebihi batas maksimum, baik sebagai akibat gangguan dalam sistem alat
produksi maupun sebagai akibat kurangnya keterampilan atau kecerobohan petugas
4
operator. Peledakan dapat pula terjadi karena tabung retak atau bocor, terutama tabung
yang mengandung unsur-unsur kimia.
2. Kebocoran
3. Bencana Kebakaran
Bencana kebakaran di pabrik atau bangunan dapat terjadi karena beberapa hal,
antara lain:
a. Nyala api atau sumber api seperti puntung rokok yang terkena bahan-bahan
yang mudah terbakar.
b. Percikkan api, (misalnya waktu kerja las atau membubut) mengenai bahan-
bahan yang mudah terbakar.
c. Arus listrik.
d. Ledakan cairan atau uap bertemperatur dan bertekanan tinggi.
e. Ledakan atau kebocoran unsur kimia.
4. Sumber Lain
5
3) Sumber bahaya termal mencakup suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah.
4) Sumber bahaya kimiawi misalnya karena menghirup, menelan, atau kontak
dengan bahan kimia berbahaya.
5) Sumber bahaya radiasi mencakup gelombang radio, inframerah, ultraviolet,
cahaya berintensitas tinggi, cahaya koheren, radiasi peng-ion, dll.
6) Alat alat pelindung yang sudah tidak layak pakai atau tidak berfungsi atau
tidak tersedia.
7) Kelalaian atau ketidaktahuan manusia yaitu lalai terhadap bahaya, lalai
menggunakan alat pengaman atau sama sekali tidak mengetahui bahaya dan
cara menghindarinya.
2.2. PEDOMAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
Menyadari kerugian yang diderita oleh pekerja pengusaha dan masyarakat di seluruh
negara akibat bencana kecelakaan kerja tersebut, Organisasi Ketenagakerjaan internasional
(ILO) juga telah mengeluarkan beberapa Konvensi dan rekomendasi mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja atau pencegahan kecelakaan kerja, diantaranya adalah:
a. Konvensi No. 120 tahun 1964 tentang Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-
Kantor.
b. Konvensi No. 155 tahun 1981 tentang Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan
Kerja.
c. Konvensi No. 174 tahun 1993 tentang Pencegahan Bencana Kecelakaan Kerja.
Setiap negara diharapkan telah meratifikasi beberapa Konvensi ILO tersebut dan
memperhatikan rekomendasi dimaksud. Disamping itu, setiap negara juga mempunyai
peraturan perundang-undangan yang mengatur pencegahan bencana kecelakaan kerja.
Dalam rangka melaksakan seluruh konvensi, rekomendasi dan peraturan setiap Negara,
ILO telah menyusun Buku Petunjuk Pencegahan Kecelakaan Industri atau Code of
Practice on the Prevention of Major Industrial Accidents. Buku petunjuk ini diharapkan
menjadi referensi utama dan dapat membantu aparatur, manajemen, pekerja, organisasi,
pengusaha, dan organisasi pekerja, serta semua masyarakat dalam menerapkan peraturan
perundangan serta ketentuan-ketentuan pencegahan bencana kecelakaan industri, terutama
dalam instalasi berisiko tinggi.
7
Pemerintah harus merumuskan tujuan dan sistem pencegahan bencana
kecelakaan. Sistem tersebut disusun setelah berkonsultasi dengan semua pihak yang
terkait dan mencakup:
1. Penyediaan prasarana
Keberhasilan sistem pencegahan bencana kecelakaan sangat tergantung
pada hubungan antara Pemerintah dan Pengusaha dan tersedianya tenaga ahli
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Sebab itu :
8
3) Gas dan cairan yang mudah terbakar
4) Bahan yang mudah meledak seperti ammonium nitrat, nitroglycerine,
trinitrotoluene.
Evaluasi laporan harus dilakukan oleh tim ahli berbagai disiplin ilmu,
dan bila perlu dengan mengundang konsultan ahli K3.
9
dari konsentrasi penduduk, sarana pengamanan dan perlindungan harus betul-
betul dipersiapkan.
10
Manajemen bertanggngjawab secara regular merawat gedung dan peralatan
melakukan inspeksi instalasi, serta melakukan reparasi atau penggantian
peralatan bila perlu. Dalam rancangbangun tersebut, manajemen harus
mempeertimbangkan kemungkinan kecelakaan yang akan terjadi bila salah
satu komponen tidak berfungsi atau menyimpang dari kondisi normal, atau
bila terdapat kekliruan tenagakerja, gangguan dari mesin atau kegiatan lain.
a. Pekerja wajib mengprasikan mesin atau alat sesuai degan petunjuk kerja dan
petunjuk keselamatan kerja.
b. Pekerja dan serikat pekerja melalui P2K3 atau forum lain, wajib bekerjasama
degan manajemen dan supervise untuk meningkatkan kesadaran semua pekerja
melaksanakan program K3 dan meneliti sebab sebab terjadinya bencana
kecelakaan.
c. Pekerja wajib melaporkan kepada manajemen atau tenaga supervise m setiap
deviasi pada mesin atau alat yang diduga dapat menimbulkanbencana
kecelakaan.
d. Pekerja wajib berhenti mengoprasikan mesin atau alat atay segera melakukan
perbaikan dan tindakan pengamanan bila diyakini terjadi bencana kecelakaan
serta melaporkannya kepada manajemen.
e. Pekerja wajib menggunakan alat-alat pengaman diri yang sudah dosediakan
dan meminta kepada manajemen bila alat pengaman trsebut terna belum
tersedia atau rusak.
f. Para pekerja wajib mengetahui informasi mengenai drmua unsur-unsur
berbahaya ata yang mungkin menimbulkan kecelkaan kerja. Inforasi tersebut
antara lain :
1. Nama unsur kimia dan komposisis unsur berbahaya di dalamnya.
2. Sifat unrsur berbahaya termasuk tanda tanda pendahuluan bila akan
timbul bahaya.
3. Potensi kecelakaan yang mungkin terjadi pada peraslatan dan cara
mengelakkannya.
4. Cara cara tindakan darurat bila terjadi bencana kecelakaan
13
5. Perincian tanggungjawab masing masing pekerja bila terjadi bencana
kecelakaan.
6. Analisa Potensi dan Bencana Kecelakaan
Disetiap perusahaan harus dibuat mengenai potensi yang memungkinkan
menimbulkan bencana dan atas kasus bencana yang telah terjadi, antara lain
mengenai:
a. Bahan yang beracun, reaktif, mudah meledak atau yang mudah terbakar.
b. Kemungkinan kekeliruan atau berbuat kesalahan yang mengakibatkan keadaan
menjadi tidak normal dan menimbulkan bencana.
c. Kemungkinan dampak kecelakaan terhadap pekerja, penduduk sekitar, serta
terhadap lingkungan.
d. Saranan pencegahan bencana.
e. Sarana memperkecil kecelakaan.
14
c. Memberikan petunjuk bagi para pekerja menghindari bencana kecelakaan;
d. Membantu P2K3 atau pimpinan perusahaan menyusun program K3.
Untuk menjamin pengawasan yang efektif untuk mencegah kecelakaan,
pemerintah perlu menyediakan tenaga ahli dibidang-bidang berikut :
a. Pegawai inspeksi untuk berbagai bidang seperti, mesin-mesin, bangunan,
instalasi listrik, dan lainnya;
b. Pegawai spesialis memperkirakan bahaya dan risiko;
c. Spesialis untuk memeriksa dan menguji alat-alat;
d. Perencana pengaman darurat;
e. Tenaga ahli tata ruang;
f. Pelayanan kesehatan.
Dewan atau panitia keselamatan dan kesehatan kerja perlu dibentuk, baik
ditingkat nasional dan regional, maupun ditingkat perusahaan. Berfungsi sebagai:
a. Menyusun sistem pengawasan program kerja dan prioritas pencegahan
bencana kecelakaan;
b. Membahas masalah-masalah teknis program K3;
c. Menyusun saran di bidang program K3.
15
b. Cacat permanen total, adalah cacat yang mengakibatkan seseorang
secara permanen tidak dapat melakukan pekerjaan produktif karena
beberapa bagian tubuhnya hilang atau tidak berfungsi lagi Misal;
Kedua mata
Satu mata dan satu tangan atau satu kaki
Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.
c. Cacat permanen sebagian, adalah cacat yang mengakibatkan satu
bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau tidak berfungsi lagi.
d. Tidak mampu bekerja sementara, baik karena pengobatan maupun
karena harus beristirahat menunggu kesembuhan.
16
lainnya, industry pakaian dan usaha peternakan. Perusahaan membayar iuran
pertanggungan sebesar 0,24% dari gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok II, mencakup pertanian rakyat dan perkebunan, pabrik
rokok, pabrik cat dan tinta, industry alat-alat musik dan film. Membayar iuran
sebesar 0.54% dari gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok III, mencakup pengairan, kehutanan dan perburuan,
perikanan, pemotongan daging, pabrik pengawetan, pabrik penggilingan,
pabrik makanan, pabrik pemintalan, pabrik kertas, industry kimia, industri
barang-barang logam, hotel dan restoran. Membayar iuran sebesar 0.89% dari
gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok IV, mencakup pabrik hsil minak tanah, pabrik bata dan
genteng, pabrik dan bengkel kendaraan bermotor, perusahaan kereta api dan
pengangkutan jalan raya. Iuran sebesar 1.27% dari gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok V, mencakup penangkapan ikan dan pengumpulan hasil
laut, pabrik pupuk, konstruksi berat, pabrik korek api, pertambangan dan
penggalian, pabrik bahan peledak. Iuran sebesar 1. 74% dari gaji pekerja
setiap bulan.
17
Rp 300.000 untuk angkutan laut.
Rp 400.000 untuk angkutan udara.
4. Pekerja yang sementara tidak mampu bekerja (STMB) diberikan 100 persen
upah setiap bulan selama 120 hari pertama, 75 persen upah setiap bulan
selama 120 hari kedua dan 50 persen upah setiap bulan untuk hari-hari
selanjutnya.
5. Santunan cacat sebagian, permanen atau kekurangan fungsi dibayarkan secara
sekaligus sesuai dengan indeks Cacat menurut Tabel, dikalin 70 bulan gaji.
Misalnya Indeks ibu jari tangan kanan dalam Tabel adalah 15%. Dengan
demikian pekerja yang kehilangan ibu jari tangan akibat kecelakaan kerja akan
memperoleh santunan sebesar 15% kali 70 bulan gaji, Bila fungsi ibu jari
tersebut berkurang dan tinggal 50%, maka besar santunan adalah: 50% x 15%
x70 bulan gaji.
6. Santunan cacat total permanen dibayarkan secara:
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Di dalam pekerjaan atau usaha selalu ada potensi kecelakaan ataupenyakit
kerja. Penyebab dari kecelakaan kerja tersebut antara lain kurang terampulnya
atau kurang pengetahuan dari pekerja untuk melaksanakan pekerjaan, keteledoran
atau kelalaian pekerja atau kelelahan saat melakukan kerja, kurangnya alat-alat
pengaman, dan alat yang digunakan dalam kondisi yang kurang baik. Sumber
kecelakaan kerja dapat berupa bencana peledakan, kebocoran, bencana kebakaran,
dan sumber lain seperti bahaya bahan kimia, kesalahan jaringan listrik,dll.
Terdapat beberapa pedoman yang dapat dijadikan acuan perusahaan untuk
pencegahan kecelakaan kerja, antara lain : Konvensi No. 120 tahun 1964 tentang
Higene dalam Perniagaan dan Kntor-Kantor, Konvensi No. 155 tahun 1981
tentang Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Kerja, Konvensi NO. 174 tahun
1993 tentag Pencegahan Bencana Kecelakaan Kerja.
Dampak dari kecelakan kerja ini dapat berupa kematian, cacat permanen total,
cacat permanen sebagian dan tidak mampu bekerja sementara. Hal tersebut
menyebabkan pekerja kehilangan produktivitas dan pekerjaannya. Masing-masing
dampak tersebut perusahaan wajib memberkan kompensasi sesuai dengan besar
kecelakaan kerja. Kompensasi dapat diberikan secara langsung ataupun asuransi
atau jaminan kecelakaan kerja. Jaminan kecelakaan kerja tersebut biasanya
ditanggung oleh pengusaha dan dapat juga ditanggung oleh kedua belah pihak
yaitu pekerja dan pengusaha.
3.1 SARAN
Setelah membaca dan memahami materi mengenai kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) diharapkan kita sebagai mahasiswa dapat memahami betul bentuk
kecelakaan kerja,pedoman, dan kompensasi serta dampak dari kecelakaan kerja
tersebut. sehngga diharapkan saat kita menjadi pekerja kita dapat memahami
bagaimana penggunaan alat kerja dan standar operisional sehingga kita dapat
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Dan apabila kita menjadi manajer nantinya
kita dapat memahami pedoman Kesehatan dan Keselamatan kerja sehingga kita
dapat memperhatikan resiko kerja dan melakukan tindakan yang tepat untuk
mengatasinya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20