Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................................2
1.2. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2
1.3. TUJUAN PENULISAN.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 SUMBER ATAU FAKTOR KECELAKAAN KERJA.........................................3
2.2. PEDOMAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA.......................................6
2.3. DAMPAK DAN KOMPENSASI KECELAKAAN KERJA...............................15
BAB III PENUTUP................................................................................................................19
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................19
3.1 SARAN.....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Setiap perusahaan melakukan kegiatan bisnis yang terdiri dari kegiatan
produksi, distribusi, dan penjualan. Di dalam kegiatan-kegiatan tersebut tentu terdapat
berbagai jenis pekerjaan yang melibatkan pekerja dan peralatannya. Untuk dapat
melakukan pekerjaan dengan baik, pekerja harus dapat menggunakan peralatan yang
terkait dengan pekerjaannya dengan baik dan benar.
Sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memberikan pemahaman dan
pelatihan pekerja agar pekerja memahami betul standar operasional pekerjaanya
tersebut, sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan yang menyebabkan kecelakaan
kerja. Kecelakaan kerja tersebut juga bisa disebabkan kelalaian pekerja ataupun
kesalahan dari pihak perusahaan ataupun peralatan yang sudah tidak layak lagi.
Terdapat berbagai bentuk kecelakan dan penyakit kerja seperti kematian,
cacat, ataupun penyakit kronis. Dikarenakan dari cacat ataupun penyakit tersebut
pekerja tersebut menjadi berkurang produktivitasnya atau bahkan dapat kehilangan
pekerjannya. Oleh sebab itu, perushaan perlu untuk memberikan kompensasi sebagai
bentuk ganti rugi dari pekerja yang kehilanggan keluarga ataupun pekerjaannya
tersebut. kecelakaan dan penyakit kerja juga dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan seperti pencemaran lingkunga, kerusakan tanaman dan berbagai hal
lainnya. Karena ahal itu, pentng untuk sebuah perusahaan melakukan system
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Perusahaan memerlukan sebuah
pedoman untuk melakukan analisis pekerjaan. Sehingga sebelum menyusun pekerjaan
perusahaan dapat mengetahui resiko yang dapat ditimbulkan dari pekerjaan tersebut
dan bagaimana mengatasinya. Sehingga diharapkan perusahaan dapat lebih tanggap
dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja terssebut.
1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah sumber atau faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja?


2. Bagaimana pedoman pencegahan kecelakaan kerja?
3. Bagaimana dampak dan kompensasi kecelakaan kerja?
1.3. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui sumber atau faktor penyebab kecelakaan kerja.
2. Mengetahui pedoman pencegahan kecelakaan kerja.

2
3. Mengetahui dampak dan kompensasi kecelakaan kerja.

BAB II
PEMBAHASAN

Setiap pekerjaan atau terdapat potensi resiko bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja
atau penyakit kerja yang besarnya tergantung jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan,
tata ruang, lingkungan serta kualitas manajemen. Akibat dari hal ini bisa berupa meninggal,
cacat, dan mengidap penyakit kronis sehingga tidak mampu lagi untuk bekerja. Sehingga
perlu sistem pembagian kompensasi sebagai akibat dari kecelakaan dan penyakit kerja.

Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan kehancuran alat produksi dan hasil produksi,
dan juga mengakibatkan polusi dan kerusakan lingkungan. Sehingga diperlukannya sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang secara komprehensif mengupayakan
pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja. Manajemen K3 adalah bagian dari manajemen
totalitas yang bersifat lintas sectoral di setiap perusahaan, melibatkan semua unit-unit,
pimpinan puncak hingga tenaga supervise dan seluruh staff dengan tujuan menghindari
terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja. Manajemen K3 meliputi semua fungsi manajemen
secara utuh yaitu :

1. Menyusun rencana kerja pencegahan dan mengatasi kasus kecelakaan dan penyakit kerja
2. Menyusun organisasi K3 dan menyediakan alat perlengkapannya
3. Melaksanakan berbagi progam termasuk anatara lain ;
- Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodic
- Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja, menganalisa dampak
kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan bagi masyarakat pada
umumnya
- Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk menghindari
kecelakaan kerja
- Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengamanan lingkungan kerja,
pengukuran tingkat bahaya, serta kampanyemenumbuhkan kesadaran dan penyuluhan
keselamatan dan kesehatan kerja
4. Melaksanakan pengawasan progam

2.1 SUMBER ATAU FAKTOR KECELAKAAN KERJA


Berbagai faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu :

3
a. Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara
mengoperasikan alat tsb.
b. Pekerja tidak hati-hati, lalai, dalam kondisi terlalu lelah atau dalam keadaan sakit
c. Tidak tersedia alat pengaman.
d. Alat kerja atau alat produksi yang digunakan dalam keadaan tidak baik atau tidak
layak pakai lagi.

Kecelakaan atau penyakit kerja tersebut dapat menimbulkan kerugian dan korban dalam
bentuk :

a. Pekerja atau orang meninggal atau luka.


b. Alat-alat produksi rusak.
c. Bahan baku dan bahan produksi lainnya rusak.
d. Bangunan terbakar atau roboh.
e. Proses produksi terhenti atau terganggu.
f. Dampak terhadap lingkungan, seperti kerusakan tanaman, ternak, dan biantang
lainnya, ataupun pencemaran lingkungan.

Bagi pekerja, cacat ataupun sakit pekerja bersangkutan tidak mampu lagi bekerja atau
tingkat produktivitasnya menurun, dengan begitu mereka kehilangan sumber penghasilan.
Bagi pengusaha, bencana kecelakaan kerja menimbulkan beban berat karena pengusaha
berkewajiban memberikan santunan bagi keluarga pekerja yangyang meninggal atau
menderita kecelakaan kerja, hal tersebut dapat dibayarkan langsung atau melalui system
asuransi. Dan beberapa kerusakan lainnya seperti peralatan yang rusak kerugian akibat
produksi terhenti.

Bidang K3 menyangkut kepentingan pengusaha dan kepentingan pekerja,


menyangkut kewenangan dan kewajiban pengusaha serta hak dan kewajiban pekerja dan
serikat pekerja. Oleh sebab itu, bidang K3 perlu dimuat dalam peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama, serta merupakan topik pembahasan dan perundingan PKB.

1. Bencana Peledakan

Peledakan dapat terjadi karena peningkatan tekanan dan temperatur dalam suatu
bejana melebihi batas maksimum, baik sebagai akibat gangguan dalam sistem alat
produksi maupun sebagai akibat kurangnya keterampilan atau kecerobohan petugas

4
operator. Peledakan dapat pula terjadi karena tabung retak atau bocor, terutama tabung
yang mengandung unsur-unsur kimia.

2. Kebocoran

Kebocoran sering menimbulkan korban kecelakaan. Kebocoran atau ledakan unsur


kimia dapat mengakibatkan konsentrasi partikel dalam udara melampaui ambang batas
sampai radius 5 kilometer.

3. Bencana Kebakaran

Bencana kebakaran di pabrik atau bangunan dapat terjadi karena beberapa hal,
antara lain:

a. Nyala api atau sumber api seperti puntung rokok yang terkena bahan-bahan
yang mudah terbakar.
b. Percikkan api, (misalnya waktu kerja las atau membubut) mengenai bahan-
bahan yang mudah terbakar.
c. Arus listrik.
d. Ledakan cairan atau uap bertemperatur dan bertekanan tinggi.
e. Ledakan atau kebocoran unsur kimia.

4. Sumber Lain

Disamping bencana yang diakibatkan peledakan, kebocoran dan kebakaran


yang telah diuraikan, masih terdapat berbagai kecelakaan kerja yang akibatkan
sumber lain, yaitu:

1) Sumber bahaya mekanik seperti:

a. Ujung benda yang runcing atau pinggiran benda yang tajam


menyebabkan seseorang terluka.
b. Benda-benda bergerak atau jatuh membentur seseorang.
c. Benda atau mesin berputar bersinggungan dengan seseorang.
d. Getaran dan atau kebisingan yang berlebihan.
2) Sumber-sumber bahaya listrik termasuk:
a. Percikkan listrik yang dapat menyebabkan mata rusak atau terbakar.
b. Sengatan listrik kerusakan isolasi atau kontak dengan tegangan
berbahaya.

5
3) Sumber bahaya termal mencakup suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah.
4) Sumber bahaya kimiawi misalnya karena menghirup, menelan, atau kontak
dengan bahan kimia berbahaya.
5) Sumber bahaya radiasi mencakup gelombang radio, inframerah, ultraviolet,
cahaya berintensitas tinggi, cahaya koheren, radiasi peng-ion, dll.
6) Alat alat pelindung yang sudah tidak layak pakai atau tidak berfungsi atau
tidak tersedia.
7) Kelalaian atau ketidaktahuan manusia yaitu lalai terhadap bahaya, lalai
menggunakan alat pengaman atau sama sekali tidak mengetahui bahaya dan
cara menghindarinya.
2.2. PEDOMAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
Menyadari kerugian yang diderita oleh pekerja pengusaha dan masyarakat di seluruh
negara akibat bencana kecelakaan kerja tersebut, Organisasi Ketenagakerjaan internasional
(ILO) juga telah mengeluarkan beberapa Konvensi dan rekomendasi mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja atau pencegahan kecelakaan kerja, diantaranya adalah:

a. Konvensi No. 120 tahun 1964 tentang Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-
Kantor.
b. Konvensi No. 155 tahun 1981 tentang Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan
Kerja.
c. Konvensi No. 174 tahun 1993 tentang Pencegahan Bencana Kecelakaan Kerja.

Setiap negara diharapkan telah meratifikasi beberapa Konvensi ILO tersebut dan
memperhatikan rekomendasi dimaksud. Disamping itu, setiap negara juga mempunyai
peraturan perundang-undangan yang mengatur pencegahan bencana kecelakaan kerja.
Dalam rangka melaksakan seluruh konvensi, rekomendasi dan peraturan setiap Negara,
ILO telah menyusun Buku Petunjuk Pencegahan Kecelakaan Industri atau Code of
Practice on the Prevention of Major Industrial Accidents. Buku petunjuk ini diharapkan
menjadi referensi utama dan dapat membantu aparatur, manajemen, pekerja, organisasi,
pengusaha, dan organisasi pekerja, serta semua masyarakat dalam menerapkan peraturan
perundangan serta ketentuan-ketentuan pencegahan bencana kecelakaan industri, terutama
dalam instalasi berisiko tinggi.

1. Tujuan Petunjuk pencegahan


6
Tujuan petunjuk ini adalah untuk melindungi para pekerja, masyarakat dan
lingkungan dari bencana kecelakaan, yaitu dengan:
a. Mempersiapkan, menyediakan dan memasang sasaran pencegahan kecelakaan
dan alat-alat pelindung diri.
b. Mengadakan pemeriksaan dan inspeksi dini untuk mengetahui potensi atau
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat dicegah.
c. Menyusun organisasi sistem pencegahan bencana kecelakaan, termasuk
menyediakan tenaga ahli keselamatan kerja.
d. Meminimumkan dampak bencana kecelakaan terhadap masyarakat, anatara
lain dengan menempatkan instalasi berisiko tinggi terpisah dari perumahan
dan tempat-tempat konsentrasi pendudukan seperti rumah sakit, sekolah-
sekolah dan pasar.
e. Menyusun rencana penyelamatan darurat.

Dalam rangka pencegahan bencana kecelakaan tersebut, setiap pejabat yang


berwenang perlu menyusun sistem pengawasan keselamatan kerja. Demikian juga
manajemen atau pimpinan perusahaan perlu menyusun organisasi atau Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) serta pencegahankecelakaan yang
terpadu dengan rencana dan program kerja masing-masing unit. Juga dipelukan
kerjasama dan konsultasi yang akrab antar semua unsur, yaitu pejabat pemeritah,
manajmen, pekerja dann wakil-wakil atau organisasi mereka.

2. Tanggung Jawab Aparatur Pemerintah

Terdapat beberapa instansi Pemerintah yang berkaitan dengan sistem


pengawasan dan pencegahan bencana kecelakaan seperti:

a. Pejabat yang berwenag dalam pengawasan keselamatan kerja dan kesehatan


kerja, atau inspeksi K3.
b. Pejabat Pemerintah di tingkat daerah.
c. Panitia Pembina K3.
d. Pejabat Kesehatan.
e. Petugas pemadam kebakaran.
f. Pejabat lain yang secara khusus diberi wewenang menangani masalah K3.

7
Pemerintah harus merumuskan tujuan dan sistem pencegahan bencana
kecelakaan. Sistem tersebut disusun setelah berkonsultasi dengan semua pihak yang
terkait dan mencakup:

1. Penyediaan prasarana
Keberhasilan sistem pencegahan bencana kecelakaan sangat tergantung
pada hubungan antara Pemerintah dan Pengusaha dan tersedianya tenaga ahli
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Sebab itu :

1) Pejabat yang bewenang perlu memelihara kontak dengan pengusaha


dalam rangka kerjasama dan koordinasi penanganan administrasi serta
pembahasan masalah teknis pencegahan bencana kecelakaan

2) Pejabat yang berwenang perlu menyediakan cukup tenaga ahli di


bidang sistem pencegahan bencana kecelakaan

3) Bila Pemerntah tidak mampu mempekerjakan tenaga ahli dalam


jumlah yang cukup, Pemerintah perlu mengusahakan menyedikan
tenga ahli tersebut di perusahaan-perusahaan sebagai konsultan

b. Identifikasi bahaya berbahaya

Penerapan sistem pencegahan bencana kecelakaan harus dimulai dari


identifikasi instalasi dan bahaya berbahaya. Harus terdapat kriteria instalasi
yang berisiko tinggi serta mendefinisikan nilai ambang batas bahan-bahan
berbahaya. Kriteria harus disusun dengan mempertimbangkan prioritas
nasional dan sumber-sumber yang tersedia. Pemerintah mengatur dan
mewajibkan semua pengusaha melaporkan peralatan dan instalasi berisiko
tinggi. Pemerintah mengatur dan mewajibkan seua pengusaha membuat daftar
bahan-bahan berbahaya, termasuk:

1) Bahan kimia sangat beracun seperti methyl isocyanate dan phosgene.


2) Bahan kimia beracun seperti acrylonitrile, amonia, chlorine, sulphur
dioksida, hidrogen sulphida, hidrogen cyanida, carbon dipsulphida,
hidrogen flourida, hdrogen chlorida, sulphur trioksida.

8
3) Gas dan cairan yang mudah terbakar
4) Bahan yang mudah meledak seperti ammonium nitrat, nitroglycerine,
trinitrotoluene.

c. Evaluasi dan pelaporan

Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, pemerintah


mewajibkan pengusaha menyampaikan laporan periodik mengenai K3 dan
laporan khusus setiap kali terjadi kasus bencana kecelakaan, serta memperinci
hal hal yang perlu dilaporkan. Maka dari itu Pemerintah perlu:

1) Menghimpun informasi yang lengkap dan bila perlu mengecek kembali


kelengkapan laporan.
2) Merumuskan sarana dan rencana pengamanan K3.
3) Melakukan pemeriksaan lapangan untuk tambahan informasi khusus
dan/atau untuk inspeksi.

Evaluasi laporan harus dilakukan oleh tim ahli berbagai disiplin ilmu,
dan bila perlu dengan mengundang konsultan ahli K3.

d. Rencana tindakan darurat

Pemerintah mewajibkan pengusaha menyusun rencana tindakan


darurat di lingkungan perusahaan apabila terjadi kecelakaan kerja. Demikian
juga pemerintah setempat bersama pengusaha harus mempunyai rencana
tindakan di luar perusahaan apabila terjadi kecelakaan kerja. Renca tersebut
perlu dikonsultasikan dengan istansi terkait seperti pemadam kebakaran, polisi,
pelayanan ambulans, rumah sakit, transportasi umu, dan para wakil pekerja.
Perlu dilakukan latihan tindakan darurat secara reguler walaupun dalam kurun
waktu apabila saat itu tidak terjadi kasus bencana kecelakaan kerja. Perlu
adanya informasi yang luas kepada masyarakat luas.

e. Perencanaan bangunan dan tata ruang

Pemerintah menetapkan kebijakan peraturan tata ruang supaya instalasi


beresiko tinggi terpisah jauh dari konsentrasi penduduk. Dengan hal tersebut
juga penduduk harus dihindari suapaya tidak bertempat tinggal di dekat
instalasi beresiko tinggi. Apabila instalasi beresiko tinggi tidak terpisah jauh

9
dari konsentrasi penduduk, sarana pengamanan dan perlindungan harus betul-
betul dipersiapkan.

f. Inspeksi Periodik dan Mendadak

Pemerintah harus melakukan inspeksi peralatan dan instalasi


perusahaan secara rutin mengenai realibilitas peralatan dan kondidi kerja
termasuk sarana K3 yang tersedia. Pemerintah harus menyediakan cukup
tenaga inspeksi terlatih

Semakin tinggi risisko bencana maka frekuensi inspeksi harus sering


dilakukan. Inspeksi yang mendadak dapat dilakukan untuk memeriksa
konsistensi perusahaan dalam menangani K3. Juga dalam inspeksi khusus
dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan K3.

Bila terjadi bencana kecelakaan., Pmerintah melalui tenaga inspeksi


harus melakukan investigasi atau pemeriksaan mengenai sebab sebab
kecelakaan tersebut dan menghitung atau menganalisa dampaknya.
Pelaksanaan inspeksi rutin dan inspeksi khusus dan investigasi dapat
didelegasikan kepada perusahaan jasa inspeksi.

3. Tanggung Jawab Manajaemen


Dalam rangka mencegah bencana keceakaan, banyak fungsi dan tugas yang
harus dilakukan oleh pimpinan atau manajemen perusahaan, antara lain :
a. Membangun perusahaan dan instalasi yang aman.
b. Menyediakan sarana pencegahan bencana kecelakaan.
c. Menyusun perkiraan potensi bencana.
d. Menyusun rencana tindakan darurat.
e. Menganalisa sebabsebab bencana kecelakaan dan dampaknya.
f. Menyebarluaskan informasi.

1) Rancangbangun dan instalasi


Manajemen harus membangun pabrik atau usaha dilokasi yang tidak
membahayakan masyarakat umum. Rancangbangun, instalasi, tata letak mesin,
dan alat-alat kerja harus sesuai dengan standar keselamatan kerja tinggi.

10
Manajemen bertanggngjawab secara regular merawat gedung dan peralatan
melakukan inspeksi instalasi, serta melakukan reparasi atau penggantian
peralatan bila perlu. Dalam rancangbangun tersebut, manajemen harus
mempeertimbangkan kemungkinan kecelakaan yang akan terjadi bila salah
satu komponen tidak berfungsi atau menyimpang dari kondisi normal, atau
bila terdapat kekliruan tenagakerja, gangguan dari mesin atau kegiatan lain.

Manajemen juga harus secara regular mengevaluasi dan memeriksa


bila terjadi erubahan dalam rancabangun dan instalasi. Disamping itu
manajemen juga hars memasang sarana peralatan keselamatan kerja dengan
standar kualitas tinggi
2) Langkah dan sarana pencegahan
Manajemen harus mewajibkan para operator dan/atau supervisor
menguji coba semua mesin dan peralatan sebelum dioprasikan untuk produksi.
Manajemen harus memeriksa bahwa penyimpanan bahan0bahan, terutama
bahan mengandung bahaya, tidak boleh melebihi batas maksimum yang
ditentukan. Manajemen harus menyediakan dan memasang alat-alat pengaman
dan pencegah kecelakaan, termasuk alat-alat pelindungan diri.

Manajemen harus membentuk vadan atau unit yang bertanggung jawab


mengenai mengenal keselamatan dan kesehatan kerja, seprti panitia Pembina
K3, devisi atau unit l3, termasuk ahli k3. Manajemen wajib memprogramkan
pelatihan bagi petugas khusus k3 dan bagi semua peketja sesuai dengan bidang
tugas dan intensitas atau potensi kecelakaan kerja yang mungkin terjadi.
3) Perkiraan potensi bencana kecelakaan
Pimpinan perusahaan atau manajemen harus menyusun perkiraan
potensi bnecana kesecelakaan seperti :

a. Kemungkinan – kemungkinan yang tidak dapat dielakan sehingga


mengakibatkan kebakaran termasuk radiasi panas.
b. Kemungkinan peledakan, misalnya karena temperature tinggi, tekanan tinggi
dan lain-lain.
c. Kemungkinan bocor bahan-bahan berbahaya termasuk konsentrasi unsur kimia
dan intensitas bahaya.
11
Perhatian khusus harus diberikan kepada kemungkinan rentetan
timbulnya bencana dan keumngkinan dampakberentet sebagai akibat
timbulnya bencana kecelakaan. Perkiraan juga harus mempertimbangan
kecocokan dan keampuhan sarana pengaman dan sarana pelindung yang
tersedia.
4) Rencana tindakan darurat
Dalam rangka mengurangi dampak kecelakaan kerja, manajemen wajib
menyusun rencana tindakan darurat di dalam dan di luar perusahaan, seperti
sistem keamanan otomatis, sistem alarm otomatis, dan manua lokasi bencana,
dan membentuk kelompok atau satuan pengaman bila terjadi kecelakaan.
Manajemen wajib menyusun peytunjuk bagi satuan pengamanan dan bagi
karyawan bila terjadi kecelakaan. Perlu secara periodik diakukan latihan
evakuasi dan mengatasi bencana kecelakaan
5) Analisis dan dampak bencana kecelakaan
Setiap terjadi bencana kecelakaan, manajemen wajib membuat analisi
penyebab bencana tersebut dan perkiraan kerugian yang ditimbukan. Identitas
penyebab bencana harus jelas apakah pada perangkat keras, perangkat lunak,
faktor luar, atau keekliruan pelaksanaan
6) Laporan K3 dan bencana kecelakaan
Manajemen wajib rutin menyampaikan laporan program dan
pelaksanaan k3, termasuk potensi bencana kecelakaan di perusahaan kepada
pemerintah, kmentrian tenaga kerja, manajemen wajb menyampaikan laporan
setiap kasus bencana kecelakaan kepada pemerintah, termasuk analisis sebab
dan dampak bencana tersebut
4. Tanggung Jawab Produsen Mesin dan Alat
Manajemen perusahaan yang memproduksi dan merakit mesin dan atau alat
alat produksi wajib :
a. Mengawasi kualitas setiap bang yang diproduksikan atau dirakit supaya
mengikuti strandar teknis dan strand K3 yang telah ditetapkan.
b. Menguji coba hasil produksi secara acak sebelum dipasarkan melalui
distributor atau penjualan langsung.
c. Memberikan inormasi yang relevan mengenai mesin atau lat termasud, seperti
ukuran dan berat, kapasitasm kebutuhan energy, komponen dan lainnya.
12
d. Menyusun buku petunjuk mengoprasikan mesin dan alat tersebut cara
merawatknya, dan hal hal yang tidak boleh atau berbahaya dilakukan.

5. Tanggung Jawab Pekerja dan Serikat Pekerja

Pencegahan bencana kecelakaan kerja merupakan tanggungjawab bersama,


termasuk pekerja dan serikat pekerja, ddalam hal ini, pekerja atau serikat pekerja
secara proporsional mempunyai tanggungjawab sebagai berikut :

a. Pekerja wajib mengprasikan mesin atau alat sesuai degan petunjuk kerja dan
petunjuk keselamatan kerja.
b. Pekerja dan serikat pekerja melalui P2K3 atau forum lain, wajib bekerjasama
degan manajemen dan supervise untuk meningkatkan kesadaran semua pekerja
melaksanakan program K3 dan meneliti sebab sebab terjadinya bencana
kecelakaan.
c. Pekerja wajib melaporkan kepada manajemen atau tenaga supervise m setiap
deviasi pada mesin atau alat yang diduga dapat menimbulkanbencana
kecelakaan.
d. Pekerja wajib berhenti mengoprasikan mesin atau alat atay segera melakukan
perbaikan dan tindakan pengamanan bila diyakini terjadi bencana kecelakaan
serta melaporkannya kepada manajemen.
e. Pekerja wajib menggunakan alat-alat pengaman diri yang sudah dosediakan
dan meminta kepada manajemen bila alat pengaman trsebut terna belum
tersedia atau rusak.
f. Para pekerja wajib mengetahui informasi mengenai drmua unsur-unsur
berbahaya ata yang mungkin menimbulkan kecelkaan kerja. Inforasi tersebut
antara lain :
1. Nama unsur kimia dan komposisis unsur berbahaya di dalamnya.
2. Sifat unrsur berbahaya termasuk tanda tanda pendahuluan bila akan
timbul bahaya.
3. Potensi kecelakaan yang mungkin terjadi pada peraslatan dan cara
mengelakkannya.
4. Cara cara tindakan darurat bila terjadi bencana kecelakaan

13
5. Perincian tanggungjawab masing masing pekerja bila terjadi bencana
kecelakaan.
6. Analisa Potensi dan Bencana Kecelakaan
Disetiap perusahaan harus dibuat mengenai potensi yang memungkinkan
menimbulkan bencana dan atas kasus bencana yang telah terjadi, antara lain
mengenai:
a. Bahan yang beracun, reaktif, mudah meledak atau yang mudah terbakar.
b. Kemungkinan kekeliruan atau berbuat kesalahan yang mengakibatkan keadaan
menjadi tidak normal dan menimbulkan bencana.
c. Kemungkinan dampak kecelakaan terhadap pekerja, penduduk sekitar, serta
terhadap lingkungan.
d. Saranan pencegahan bencana.
e. Sarana memperkecil kecelakaan.

Analisis potensi bencana, sebab-sebab bencana dan dampak bencana dapat


dilakukan dengan beberapa pendekatan atau metode seperti:

a. Preliminary Hazard Analysis (PHA);


b. Hazard and Operability Study (HAZOB);
c. Analisis Pohon Kejadian (Event Tree Analysis);
d. Analisis Pohon Kekeliruan (Fault Tree Analysis);
e. Analisis dampak kecelakaan;
f. Analisis kekeliruan utama dan dampaknya;
g. Analisis dampak kemungkinan (check list).

7. Penyediaan Tenaga Ahli


Manajemen harus mempersiapkan tenag-tenaga ahli secara teknis serta tenaga
ahli dibidang keselamatan dan kesehatan kerja. Seorang tenaga ahli secara teknis
operasional harus mampu mengoperasikan atau menggunakan setiap mesin, alat, dan
bahan sesuai dengan prinsip-prinsip keselamatan kerja. Sehingga terhindar dari
kecelakaan yang disebabkan kesalahan atau kecerobohan (human error). Perusahaan
juga perlu tenaga ahli dibidang keselamatan dan kesehatan kerja untuk fungsi sebagai
berikut:

a. Melihat indikasi kemungkinan timbulnya bencana kecelakaan;


b. Memberikan saran unttuk menghindari timbulnya bencana kecelakaan;

14
c. Memberikan petunjuk bagi para pekerja menghindari bencana kecelakaan;
d. Membantu P2K3 atau pimpinan perusahaan menyusun program K3.
Untuk menjamin pengawasan yang efektif untuk mencegah kecelakaan,
pemerintah perlu menyediakan tenaga ahli dibidang-bidang berikut :
a. Pegawai inspeksi untuk berbagai bidang seperti, mesin-mesin, bangunan,
instalasi listrik, dan lainnya;
b. Pegawai spesialis memperkirakan bahaya dan risiko;
c. Spesialis untuk memeriksa dan menguji alat-alat;
d. Perencana pengaman darurat;
e. Tenaga ahli tata ruang;
f. Pelayanan kesehatan.
Dewan atau panitia keselamatan dan kesehatan kerja perlu dibentuk, baik
ditingkat nasional dan regional, maupun ditingkat perusahaan. Berfungsi sebagai:
a. Menyusun sistem pengawasan program kerja dan prioritas pencegahan
bencana kecelakaan;
b. Membahas masalah-masalah teknis program K3;
c. Menyusun saran di bidang program K3.

2.3. DAMPAK DAN KOMPENSASI KECELAKAAN KERJA


Akibat kecelakaan kerja tersebut, proses produksi dapat terganggu baik
pekerja mengalami cedera, maupun karena kondisi mesin atau lingkungan kerja
sebagian atau seluruh kegiatan harus dihentikan. Kecelakaan kerja pada dasaranya
adalah risiko perusahaan. Artinya, perusahaan bertanggungjawab menanggung semua
kerugian akibat kecelakaan kerja, termasuk kompensasi terhadap pekerja yang
mengalami cedera. Perusahaan diwajibkan untuk mempertanggungkan seluruh
pekerjanya pada program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenagakerja) untuk
memperkecil risiko perusahaan.
1. Dampak Kecelakaan Kerja Terhadap Pekerja
Dikelompokkan didalam 4 golongan:
a. Meninggal dunia, termasuk kecelakaan kerja fatal yang
mengakibatkan penderita kemudian meninggal walaupun setelah
dirawat.

15
b. Cacat permanen total, adalah cacat yang mengakibatkan seseorang
secara permanen tidak dapat melakukan pekerjaan produktif karena
beberapa bagian tubuhnya hilang atau tidak berfungsi lagi Misal;
 Kedua mata
 Satu mata dan satu tangan atau satu kaki
 Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.
c. Cacat permanen sebagian, adalah cacat yang mengakibatkan satu
bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau tidak berfungsi lagi.
d. Tidak mampu bekerja sementara, baik karena pengobatan maupun
karena harus beristirahat menunggu kesembuhan.

2. Hari Kerja Hilang


Hari Kerja Hilang (Man-days Lost) adalah hari kerja dimana seseorang atau
sejumlah pekerja tidak melakukan pekerjaan sebagai akibat kecelakaan kerja.
Meninggal dunia dan cacat permanen total akibat kecelakaan kerja dapat
dikonversikan sebagai hari kerja hilang. Misalnya:
 Meninggal dunia : 6.000 hari kerja hilang
 Cacat permanen total : 6.000 hari kerja hilang
 Lengan diatas siku : 4.500 hari kerja hilang
 Sampai dengan pergelangan kaki : 2.400 hari kerja hilang
 Satu mata : 1.800 hari kerja hilang
 Ibu jari tangan : 600 hari kerja hilang
 Ruas ujung ibu jari kaki ; 150 hari kerja hilang
3. Jaminan Kecelakaan Kerja

a. Jaminan Pertanggungjawaban Pengusaha


Setiap perusahaan diwajibkan untuk mempertanggungkan semua
pekerjanya dalam program jamsostek. Sesuai dengaan undang-undang No. 3
tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Untuk itu perusahaan
membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang ditetapkan berdasarkan
perkiraan tingkat kecelakaan sesuai dengan jenis usaha. Digolongkan kedalam
5 golongan:
Kelompok I, mencakup, perkantoran umum, bank dan kantor dagang,
toko, pangkas rambut dan kecantikan, rumah sakit dan jasa pengobatan

16
lainnya, industry pakaian dan usaha peternakan. Perusahaan membayar iuran
pertanggungan sebesar 0,24% dari gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok II, mencakup pertanian rakyat dan perkebunan, pabrik
rokok, pabrik cat dan tinta, industry alat-alat musik dan film. Membayar iuran
sebesar 0.54% dari gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok III, mencakup pengairan, kehutanan dan perburuan,
perikanan, pemotongan daging, pabrik pengawetan, pabrik penggilingan,
pabrik makanan, pabrik pemintalan, pabrik kertas, industry kimia, industri
barang-barang logam, hotel dan restoran. Membayar iuran sebesar 0.89% dari
gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok IV, mencakup pabrik hsil minak tanah, pabrik bata dan
genteng, pabrik dan bengkel kendaraan bermotor, perusahaan kereta api dan
pengangkutan jalan raya. Iuran sebesar 1.27% dari gaji pekerja setiap bulan.
Kelompok V, mencakup penangkapan ikan dan pengumpulan hasil
laut, pabrik pupuk, konstruksi berat, pabrik korek api, pertambangan dan
penggalian, pabrik bahan peledak. Iuran sebesar 1. 74% dari gaji pekerja
setiap bulan.

b. Manfaat Bagi Pekerja


Dana iuran pertanggungan keselamatan dan kesehatan kerja dihimpun
di PT Jamsostek, yang kemudian manfaatnya diberikan kepada pekerja yang
mengalami kecelakaan dan penyakit kerja, dalam bentuk biaya pengobatan,
biaya rehabilitasi, biaya pengangkutan ke dan dari rumah sakit, dan santunan
apabila pekerja mengalami cacat atau meninggal dunia.
1. Biaya pengobatan dan perawatan sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan
untuk biaya dokter, obat , operasi, rontgen, Laboratorium, perawatan
Puskesmas hingga Rumah Sakit Umum Kelas 1, maksimum Rp 6,4 juta per
kasus.
2. Biaya rehabilitasi mencakup penggantian pembelian alat bantu dan alat
pengganti satu kali untuk setiap kasus, dengan nilai 40% di atas harga patokan.
3. Ongkos pengangkutan dari tempat kejadian ke rumah sakit atau kembali ke
rumah diganti maksimum:
 Rp 150.000 untuk angkutan darat.

17
 Rp 300.000 untuk angkutan laut.
 Rp 400.000 untuk angkutan udara.
4. Pekerja yang sementara tidak mampu bekerja (STMB) diberikan 100 persen
upah setiap bulan selama 120 hari pertama, 75 persen upah setiap bulan
selama 120 hari kedua dan 50 persen upah setiap bulan untuk hari-hari
selanjutnya.
5. Santunan cacat sebagian, permanen atau kekurangan fungsi dibayarkan secara
sekaligus sesuai dengan indeks Cacat menurut Tabel, dikalin 70 bulan gaji.
Misalnya Indeks ibu jari tangan kanan dalam Tabel adalah 15%. Dengan
demikian pekerja yang kehilangan ibu jari tangan akibat kecelakaan kerja akan
memperoleh santunan sebesar 15% kali 70 bulan gaji, Bila fungsi ibu jari
tersebut berkurang dan tinggal 50%, maka besar santunan adalah: 50% x 15%
x70 bulan gaji.
6. Santunan cacat total permanen dibayarkan secara:

a) sekaligus sebesar : 70% x 70 bulan gaji


b) secara berkala: Rp 50.000 per bulan selama 24 bulan.
7. Santunan kematian dibayarkan kepada wali:
a) sekaligus sebesar : 70% x 70 bulan gaji
b) biaya pemakaman : Rp 600.000
c) santunan berkala: Rp 50.000 per bulan selama 24 bulan.
Program Jamsostek ini merupakan pertanggungan untuk perlindungan
minimum yang diwajibkan melalui Undang-undang. Sesuai dengan kemampuan
perusahaan dan hasil kesapakatan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja,
pengusaha dapat mengikutsertakan perkerja melalui tambahan pertanggungan
yang lain.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Di dalam pekerjaan atau usaha selalu ada potensi kecelakaan ataupenyakit
kerja. Penyebab dari kecelakaan kerja tersebut antara lain kurang terampulnya
atau kurang pengetahuan dari pekerja untuk melaksanakan pekerjaan, keteledoran
atau kelalaian pekerja atau kelelahan saat melakukan kerja, kurangnya alat-alat
pengaman, dan alat yang digunakan dalam kondisi yang kurang baik. Sumber
kecelakaan kerja dapat berupa bencana peledakan, kebocoran, bencana kebakaran,
dan sumber lain seperti bahaya bahan kimia, kesalahan jaringan listrik,dll.
Terdapat beberapa pedoman yang dapat dijadikan acuan perusahaan untuk
pencegahan kecelakaan kerja, antara lain : Konvensi No. 120 tahun 1964 tentang
Higene dalam Perniagaan dan Kntor-Kantor, Konvensi No. 155 tahun 1981
tentang Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Kerja, Konvensi NO. 174 tahun
1993 tentag Pencegahan Bencana Kecelakaan Kerja.
Dampak dari kecelakan kerja ini dapat berupa kematian, cacat permanen total,
cacat permanen sebagian dan tidak mampu bekerja sementara. Hal tersebut
menyebabkan pekerja kehilangan produktivitas dan pekerjaannya. Masing-masing
dampak tersebut perusahaan wajib memberkan kompensasi sesuai dengan besar
kecelakaan kerja. Kompensasi dapat diberikan secara langsung ataupun asuransi
atau jaminan kecelakaan kerja. Jaminan kecelakaan kerja tersebut biasanya
ditanggung oleh pengusaha dan dapat juga ditanggung oleh kedua belah pihak
yaitu pekerja dan pengusaha.
3.1 SARAN
Setelah membaca dan memahami materi mengenai kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) diharapkan kita sebagai mahasiswa dapat memahami betul bentuk
kecelakaan kerja,pedoman, dan kompensasi serta dampak dari kecelakaan kerja
tersebut. sehngga diharapkan saat kita menjadi pekerja kita dapat memahami
bagaimana penggunaan alat kerja dan standar operisional sehingga kita dapat
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Dan apabila kita menjadi manajer nantinya
kita dapat memahami pedoman Kesehatan dan Keselamatan kerja sehingga kita
dapat memperhatikan resiko kerja dan melakukan tindakan yang tepat untuk
mengatasinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Payaman J Simanjuntak. (2011). Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai