Anda di halaman 1dari 17

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

KEHUTANAN
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
--------------------------------------------------------------------------------------------

BAHAN AJAR
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3)
PELATIHAN TENAGA TEKNIS PENGELOLAAN
HUTAN PENGUJIAN KAYU BULAT

Disusun oleh:
Anna Indria Witasari

BOGOR, Mei 2022

0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang
dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja maupun
orang lain di tempat kerja. K3 diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
1/1970 tentang keselamatan kerja. Tempat kerja adalah ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja. K3 cukup
penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi termasuk Hak
Pengelolaan Hutan (HPH), HTI (Hutan Tanaman Industri), Industri Pengolahan Hasil
Hutan memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang
terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktik K3 meliputi
pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan
perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.
Sebagai seorang Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Lestari Pengujian Kayu
Bulat, penerapan K3 sangat diperlukan agar kecelakaan kerja dapat dihindarkan,
tidak saja pada yang bersangkutan tetapi juga pada orang lain. Hal ini karena
dengan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja lebih baik daripada pengobatan
atau pemulihan akibat kecelakaan kerja. Karena kecelakaan kerja akan
mengakibatkan kerugian baik kerugian material maupun immaterial. Oleh
karenanya, seorang Tenaga Teknis Pengujian Kayu Bulat perlu dibekali dengan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja mengenai penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) melalui Pelatihan Tenaga Teknis Pengujian Kayu Bulat.

B. Tujuan
Setelah peserta mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan dapat menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.

1
BAB II
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor
yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja
maupun orang lain di tempat kerja. Beberapa peraturan yang mengatur tentang K3
adalah sebagai berikut:
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
 Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi Nomor:
PER.01/MEN/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Penebangan dan Pengangkutan Kayu.
 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam menerapkan Kesehatan dan


Keselamatan Kerja (K3). Pendekatan-pendekatan tersebut adalah:
a. Pendekatan Hukum
Yang dimaksud dengan pendekatan hukum adalah bahwa K3 telah diatur dalam
perundang-undangan atau dengan kata lain K3 adalah merupakan ketentuan
perundangan. Dengan demikian, setiap perusahaan harus berlandaskan ketentuan
tersebut.
b. Pendekatan Ekonomi
Dengan menerapkan K3 maka akan mencegah terjadinya kerugian yang disebabkan
kecelakaan kerja. Selain itu, akan meningkatkan produktivitas bila lingkungan kerja
mendukung kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini karena dengan minimalnya
kejadian kecelakaan kerja, maka kerugian material maupun non material akibat
kecelakaan kerja dapat ditekan. Maka produktivitas akan tinggi. Misalnya:
kecelakaan kerja di pabrik yang menyebabkan kerusakan peralatan sehingga pabrik

2
untuk sementara waktu tidak bisa beroperasi. Selain akan menimbulkan kerugian
akibat berhentinya produksi, maka produktivitas akan berkurang.
c. Pendekatan Kemanusiaan
Kecelakaan akan menimbulkan penderitaan bagi korban atau keluarganya. Dengan
penerapan K3 juga melindungi pekerja dan masyarakat karena K3 adalah bagian
dari HAM. Sebagai contoh: suatu keluarga yang kehilangan anggota keluarganya
akibat kecelakaan kerja, sementara pekerja tersebut merupakan tulang punggung
keluarganya.
Filosofi dari K3 adalah: upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
tenaga kerja dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat yang adil dan sejahtera. Sedangkan bila ditinjau dari keilmuan, K3
adalah: suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah
kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit akibat kerja , dan lain-lain
(accident Prevention). Dengan demikian yang perlu digaris bawahi dari K3 adalah
pencegahan sehingga suatu kejadian yang terkait kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja dapat diminimalisir.
Sasaran K3:
• Melindungi para pekerja dan orang lainnya di tempat kerja (formal maupun
informal).
• Menjamin setiap sumber produksi dipakai secara aman dan efisien.
• Menjamin proses produksi berjalan lancar.

Hazard
Terkait dengan K3, maka yang perlu diketahui adalah Hazard. Hazard adalah
sumber bahaya potensial yang dapat menyebabkan kecelakaan/kerusakan. Hazard
dapat berupa : bahan-bahan , bagian-bagian mesin, bentuk energi, metode kerja
atau situasi kerja. Beberapa jenis hazard adalah:
- Physical Hazards: suatu keadaan yang berkaitan dengan aspek fisik dari
suatu benda. Contoh: konstruksi bangunan. Bangunan dari kayu lebih mudah
terbakar dibandingkan bangunan dari tembok.

- Chemical Hazards: bahaya yang berasal dari bahan kimia. Contohnya: bahan
kimia yang dapat membuat kulit gatal atau iritasi.

- Electrical Hazards: bahaya yang berasal dari benda-benda yang


mengeluarkan listrik.
3
- Mechanical Hazards: bahaya pada benda atau proses yang bergerak yang
dapat mengakibatkan efek seperti terbentur, terjepit, tergores.

- Physiological Hazards: bahaya yang timbul dari beban kerja, sikap dan cara
kerja.

- Biological Hazards: bahaya yang berasal dari hewan atau mikroorganisme


yang berada disekitar tempat kerja.

- Ergonomic Hazards: potensi bahaya karena posisi kerja yang tidak benar.
Misalnya posisi duduk. Dalam waktu lama, posisi duduk yang tidak benar
akan mengakibatkan gangguan kesehatan. Misalnya: sakit pinggang.

Kecelakaan
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga /tiba-tiba
yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Sementara yang
dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tidak diduga (insident)
yang mengakibatkan kacaunya proses pekerjaan / produksi yang direncanakan
sebelumnya. Kecelakaan kerja tidak selalu diukur dengan adanya korban manusia
cidera atau meninggal.
Biaya kecelakaan dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Akibat Kecelakaan Kerja

Pada Gambar 1, yang tampak di permukaan air hanya sebagian kecil gunung
es. Namun sesungguhnya sebagian besar gunung es berada di bawah permukaan
air yang tidak terlihat dari permukaan air. Hal ini yang sesungguhnya terjadi bila

4
terjadi kecelakaan kerja. Akibat kecelakaan kerja, yang langsung terlihat antara lain:
korban cidera, korban jiwa, biaya pengobatan, dan kerusakan properti. Sementara
itu, biaya lain sebagai akibat kecelakaan kerja yang tidak langsung terlihat bisa lebih
banyak lagi. Misalnya: adanya tuntutan ganti rugi dari karyawan yang mengalami
kecelakaan kerja terhadap perusahaan akibat cacat yang diderita karyawan
sehingga karyawan tersebut tidak dapat bekerja lagi. Selain itu, masa depan
keluarga bila terjadi korban jiwa sementara korban adalah tulang punggung keluarga
dan lain-lain.
Di lain pihak, perusahaan juga menderita kerugian. Misalnya: dengan adanya
karyawan yang mengalami kecelakaan kerja dan sementara tidak dapat bekerja,
perusahaan harus melatih karyawan baru supaya produksi tidak terhenti. Bila
karyawan meninggal, maka perusahaan perlu mencari tenaga kerja baru. Untuk
kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerusakan fasilitas, maka perusahaan harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk pembangunan kembali fasilitas yang
mengalami kerusakan. Produksi dapat juga terhenti bila kecelakaan kerja yang
terjadi menyebabkan kerusakan fasilitas yang serius ataupun yang menyebabkan
cidera karyawan dalam jumlah banyak.
Kecelakaan kerja dapat digambarkan sebagai Piramida Kecelakaan Kerja yang
digambarkan pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Piramida Kecelakaan Kerja

Pada piramida kecelakaan kerja diatas digambarkan urutan kejadian yang


terjadi menuju 1 (satu) kecelakaan fatal (kematian/cacat permanen). Pada

5
puncak piramida dapat dilihat 1 kejadian kecelakaan fatal yang mengakibatkan
kematian atau cacat permanen. Pada setiap kejadian kecelakaan fatal terdapat
10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan yang menimbulkan
kerusakan aset/properti/alat/bahan serta 600 (enam ratus) kejadian nearmiss
(hampir celaka) sebelum terjadi 1 (satu) kejadian kecelakaan fatal tersebut.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan fatal di tempat kerja, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian-
kejadian nearmiss di tempat kerja (pada bagian paling bawah piramida
kecelakaan kerja). Dengan demikian, kemungkinan terjadinya kecelakaan fatal
dan kejadian-kejadian lain sebelum menuju terjadinya kecelakaan fatal pada
puncak piramida dapat dikurangi.
Prinsip dasar penerapan K3 adalah keseimbangan antara: Hazard (Risk
assessment, identifikasi & analisa potensi bahaya) dan control (Tindakan
pengendalian bahaya).
Risk assessment adalah proses menganalisa tingkat resiko, pertimbangan
tingkat bahaya, dan mengevaluasi apakah sumber bahaya dapat dikendalikan,
memperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi di tempat kerja. Risk analysis
adalah perkiraan kuantitatif dengan teknik matematik yang menggabungkan
konsekuensi dan frekuensi kejadian.
Aspek Penerapan K3 meliputi:
• Perencanaan
• Pemasangan
• Commissioning
• Pemakaian
• Perawatan
Pengendalian juga perlu dilakukan. Hal ini meliputi: administrasi, legalitas/perijinan,
standarisasi, serta sertifikasi.

Identifikasi Bahaya
• Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan identifikasi bahaya guna
mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan.
• Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan Safety
Department.

6
• Identifikasi bahaya menggunakan teknik yang sudah baku seperti Check List,
JSA, JSO,What If, Hazops, dan sebagainya.
• Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan
dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.

Identifikasi dan analisa kecelakaan Kerja


Identifikasi dan analisa kecelakaan kerja dilakukan dengan mengidentifikasi
dan menganalisa sumber-sumber bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja yaitu: peralatan, mesin, instalasi, bahan, cara kerja, proses kerja, lingkungan
serta dapat mengakibatkan kerusakan, korban jiwa, cacat, cidera, sakit, kerugian,
dan citra.
Resiko pada kecelakaan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting.
Resiko adalah ukuran kemungkinan kerugian yang akan timbul dari sumber bahaya
(hazard) tertentu yang terjadi. Oleh karenanya diperlukan pengelolaan resiko (risk
management) dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang meliputi:
• Proses mengidentifikasi sumber bahaya,
• Penilaian resiko, dan
• Tindakan untuk menghilangkan serta mengurangi resiko secara terus menerus.

Klasifikasi resiko

Resiko diukur dan diberi peringkat : rendah, medium, dan tinggi


Klasifikasi Impak Resiko
a. Personnel Safety and Health Risks
b. Process Safety Impacts
c. Environmental Impacts
Penentuan faktor resiko
- Sifat Pekerjaan
- Lokasi Kerja
- Potensi bahaya di tempat kerja
- Potensi/kualifikasi kontraktor
- Pekerjaan simultan
- Lamanya pekerjaan
- Pengalaman dan keahlian kontraktor

7
Resiko terdiri dari 2 dimensi yaitu: akibat dan frekuensi. Pada Tabel 1 dibawah ini
digambarkan Tabel penilaian resiko yang merupakan kombinasi dari keparahan dan
frekuensi terjadinya insiden.
Tabel 1. Penilaian Resiko

Berdasarkan Tabel 1 diatas, bila kejadian tersebut sangat sering terjadi dan akibat
yang ditimbulkan sangat berat maka kecelakaan kerja tersebut dikategorikan
ekstrim. Bila kecelakaan kerja sangat jarang terjadi, namun akibat yang ditimbulkan
sangat berat, maka resiko dikategorikan tinggi. Frekuensi yang dikategorikan sangat
sering sebagai contoh parameternya adalah yang terjadi hampir setiap hari.
Sedangkan tingkat keparahan yang sangat parah contoh parameternya antara lain
bila menimbulkan cacat permanen, kematian, jam kerja yang hilang lebih dari 1X24
jam.
Akibat kecelakaan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu: ringan,
sedang, kritis, sangat kritis dan ekstrim. Kategori akibat kecelakaan dapat dilihat
pada Tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Kategori akibat kecelakaan

8
Pada Tabel 2, akibat kecelakaan kerja bervariasi, dari yang ringan yaitu: tidak
memerlukan perawatan medis, hingga yang ekstrim yaitu: mengancam keselamatan
masyarakat sekitarnya. Contohnya: limbah industri yang mencemari air sungai yang
digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari.
Resiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian, maka
diperlukan langkah-langkah pengendalian resiko sehingga resiko dapat diminimalisir
sehingga menuju ke titik yang aman. Langkah pengendalian resiko dapat dilihat
pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Langkah pengendalian resiko

Pada gambar 3 diatas yang berbentuk piramida terbalik, pengendalian resiko


berdasarkan hirarki dari atas ke bawah adalah: eliminasi, subsitusi, perancangan
(rekayasa teknik), administrasi, dan APD. Tingkat keefektifan, kehandalan, dan
proteksi menurun dari atas ke bawah. Pengendalian resiko/bahaya dengan cara
eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara
pengendalian lainnya dibawahnya.
Perancangan (Modifikasi/perancangan alat/mesin/tempat kerja yang lebih
aman), substitusi alat/mesin/bahan serta eliminasi sumber bahaya akan membuat
tempat kerja/pekerjaan aman dan mengurangi bahaya. Penggunaan APD dan
administrasi yang meliputi: prosedur, aturan, pelatihan, durasi kerja, tanda bahaya,
rambu, poster, label akan membuat tenaga kerja aman serta mengurangi paparan.
Diagram alir prosedur identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian resiko
K3 dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.

9
Gambar 4. Diagram alir prosedur identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian
resiko K3

Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja:


a. Faktor Manusia
Penyebab kecelakaan yang disebabkan manusia sangat dominan. Hal ini
disebabkan karena pekerja heterogen dengan tingkat pendidikan dan keterampilan
yang berbeda. Selain itu juga dapat disebabkan oleh pengetahuan yang rendah
tentang keselamatan.
b. Faktor Teknis
Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan dan alat
berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan dan sebagainya. Kecelakaan
karena faktor teknis disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja yang tidak
memenuhi standar keselamatan (substandard condition).

10
Pencegahan kecelakaan yang disebabkan faktor manusia dapat dilakukan dengan:
a. Pemilihan Tenaga Kerja
b. Pelatihan sebelum mulai kerja
c. Pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung
Pencegahan kecelakaan kerja yang disebabkan faktor-faktor teknis dilakukan
dengan:
a. Perencanaan Kerja yang baik.
b. Pemeliharaan dan perawatan peralatan
c. Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
d. Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman
e. Penerapan Sistim Manajemen Mutu

Guna pelaksanaan K3 maka diterapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang diatur


dengan PP Nomor 50 Tahun 2012. Menurut PP Nomor 50 th 2012, Sistem
Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan
yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses, dan sumber daya yang diperlukan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif. Standar Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah ISO 45001:2018.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah: menciptakan suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja,
kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif.

11
BAB III
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat-alat yang wajib digunakan oleh para
pekerja atau buruh bangunan yang bekerja di sebuah proyek atau pembangunan
sebuah gedung, dengan tujuan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja
yang bersangkutan.
APD juga wajib digunakan oleh pekerja lapangan termasuk Tenaga Teknis
Penguji Kayu Bulat. Dengan penggunaan APD, pekerja akan lebih terlindungi bila
terjadi kecelakaan kerja ataupun juga melindungi pekerja sehingga kesehatannya
dapat terjaga.

Manfaat APD

Ada beberapa manfaat dari penggunaan APD, yaitu: untuk menghindari bahaya-
bahaya seperti:
• Tertimpa benda keras dan berat seperti cabang dan ranting pohon.
Pada saat melakukan pengujian di lapangan, helm harus digunakan untuk
melindungi bila kepala tertimpa ranting pohon.
• Tertusuk atau terkena benda tajam di lantai hutan.
Masih banyak dijumpai pekerja lapangan tidak menggunakan sepatu boot pada saat
bekerja di lapangan. Bahkan tidak jarang pekerja lapangan menggunakan sandal.
Memakai sepatu boot dapat melindungi kaki dari terkena benda tajam di lapangan
ataupun digigit ular.
• Rusak pendengaran antara lain yang disebabkan kebisingan suara gergaji
(chainsaw).
Penutup telinga diperlukan terutama bagi operator chainsaw atau pekerja yang
bekerja di penggergajian. Hal ini karena setiap hari pekerja terpapar suara bising
penggergajian. Terpapar terhadap kebisingan dalam waktu yang lama dapat
berdampak pada kesehatan yaitu: berkurangnya atau bahkan hilangnya
pendengaran.
Penggunaan APD lainnya adalah: penggunaan sarung tangan untuk
melindungi tangan dari permukaan kayu yang kasar atau agar tangan tidak tergores,
penggunaan kacamata pelindung untuk melindungi mata dari terkena serpihan kayu,

12
masker terutama bagi pekerja yang sehari-hari bekerja di penggergajian kayu
ataupun operator chainsaw untuk menghindari dari serbuk-serbuk kayu.

Peraturan tentang Pemakaian APD


Penggunaan APD juga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pasal 14 huruf c UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
pengusaha/pengurus perusahaan wajib menyediakan APD secara Cuma-Cuma
terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki areal kerja. Selain itu,
berdasarkan pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah
disediakan. Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai pekerja yang tidak
menggunakan APD pada saat bekerja. Adakalanya penggunaan APD dirasakan
tidak nyaman oleh pekerja sehingga pekerja enggan menggunakan APD. Terkait
dengan hal tersebut, APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga
kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian, dan sertifikasi, yaitu:
 Nyaman dipakai pekerja
APD yang digunakan harus nyaman digunakan. Sebagai contoh: sepatu boot
yang digunakan tidak boleh terlalu sempit sehingga membuat kaki sakit.
 Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak
pekerja.
 Memberikan perlindungan yang optimal dan efektif terhadap segala jenis
bahaya/potensi bahaya.
 Memenuhi syarat estetika.
 Memperhatikan efek samping penggunaan APD
 Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga
terjangkau.
Berbagai alat pelindung diri (APD):
 Helm Pengaman / Helmet
 Masker
 Kacamata Pelindung
 Sarung Tangan
 Sepatu pengaman (Safety Shoes)
 Pakaian Kerja
 Pelindung Telinga

13
Berbagai APD dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini:

Gambar 5. Alat Pelindung Diri (APD)

14
BAB V
PENUTUP

Materi pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diharapkan dapat


memberi gambaran bagi para peserta Pelatihan Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan
Pengujian Kayu Bulat tentang pengetahuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). Selanjutnya, para peserta akan dapat menerapkan K3 di tempat kerjanya
masing-masing. Sesuai filosofi K3, bahwa pencegahan kecelakaan kerja harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya kerugian baik secara material maupun non
material yang dapat berakibat juga untuk kerugian dalam jangka yang panjang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1970. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1/1970 tentang


Keselamatan Kerja. Jakarta.

Depnakertrans. 1978. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.


Per.03/MEN/1978 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam
Pengangkutan dan Penebangan Kayu.

ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Sarana untuk Produktivitas.


Pedoman Pelatihan untuk Manajer dan Pekerja. Jakarta.

Poerwanto, Helena, dan Syaifullah. 2005. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan


dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Jakarta.

Silalahi, B.N.B. dan Silalahi, R. 1991. Menejemen Keselamatan Kerja dan


Kesehatan Kerja. Pustaka Binaman Pressindo.

16

Anda mungkin juga menyukai