Anda di halaman 1dari 274

PRINSIP DAN KONSEP

DASAR-DASAR K3

DENI ERI ZULFIRMAN S.ST


Professional Experience (Highlights):
 Ketua Majelis Pertimbangan Regional HSE Indonesia Balikpapan 2017 - 2020
2014 Associate Trainer

 Agustus 2015 – MR QHSE PT. Meranti Nusa Bahari (Shipyard Services)

 May 2015 - Agustus 2015, HSE Consultant PT. Raka Utama (Construction Services)

 September 2014 – Maret 2015, QHSE Coordinator & Trainer, MR PT. Galangan Kalimas

 Agustus 2011 – September 2014, QHSE Coordinator, Internal Lead Auditor, HSE Supervisor

Trainer PT. Pelabuhan Penajam Banua Taka,

 August 2010 – August 2011, Safety Officer PT. Marang Kayu Jaya Balikpapan

 February 2008 – July 2010, Safety Supervisor CV. Catur Putri Mandiri

Trainer / Project Experiences (Highlights):


 ISO 9001:2008, OHSAS 18001:2007 & ISO 14001:2004
at PT. Pelabuhan Penajam Banua Taka.
 ISO 9001:2008 & OHSAS 18001:2007 at PT. Galangan Kalimas DENI ERI ZULFIRMAN
 ISO 14001:2004, OHSAS 18001:2007 & SMK3 PP. 50/2012 at PT. Raka Utama, Jakarta 0813 479 77477
 ISO 9001:2008, ISO 14001:2004 & OHSAS 18001:2007 at PT. Meranti Nusa Bahari 2015 deriz.firman@gmail.com
 ISO 9001:2015 & ISO 14001:2015 at PDAM Kota Balikpapan

 ISO 9001:2015 at PT. Bahana Cipta Internusa

 CSMS at PT. ALKON Trainindo Utama & PT. Indrabas Pulau Laut

 Prinsip & Dasar K3 at PT. Intercoach for PLN Kaltim

 AK3 Umum at PT. Insurin


BAGIAN 1
PRINSIP DAN DASAR-DASAR K3
DEFINISI
Pengertian (Definisi)
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Berikut adalah pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tersebut :
• Pengertian (Definisi) K3 Menurut Filosofi (Mangkunegara)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil dan makmur.
• Pengertian (Definisi) K3 Menurut Keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua Ilmu dan Penerapannya
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibatkerja(PAK), kebakaran,
peledakan dan pencemaran lingkungan.
• Pengertian (Definisi) K3 Menurut OHSAS 18001:2007
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang dapat
berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain
(kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.
Dasar Hukum Penerapan K3
di Tempat Kerja
UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja :
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
PERATURAN Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen K3 :
Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 (seratus) tenaga kerja atau lebih dan atau yang
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan
dan penyakit akibat kerja (PAK).
Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang atau
lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari 100 (seratus) orang tetapi
menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan pencemaran radioaktif.
3 Tujuan Penerapan K3
di Tempat Kerja

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap


tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat
digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas
Nasional.
DEFINISI BAHAYA
Pengertian (Definisi) Bahaya dan
5 Faktor Bahaya K3 di Tempat Kerja
Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera
(kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara
lain :
faktor bahaya biologi(s),
faktor bahaya kimia,
faktor bahaya fisik/mekanik,
faktor bahaya biomekanik serta
faktor bahaya sosial-psikologis.
Tabel di bawah merupakan daftar singkat
bahaya dari faktor-faktor bahaya
DEFINISI INSIDEN, KECELAKAAN DAN
NEARMISS K3
Pengertian (Definisi) Insiden, Kecelakaan Kerja
dan Nearmiss
Dalam standar OHSAS 18001:2007 dijabarkan beberapa definisi (pengertian) mengenai Insiden,
Kecelakaan Kerja dan juga Nearmiss (hampir celaka). Ketiga istilah di atas memiliki pengertian, arti
dan definisi berbeda sebagaimana hal berikut di bawah :

Pengertian (Definisi) Insiden ialah kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan dimana
cedera, penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian) dapat terjadi. Termasuk insiden
ialah keadaan darurat.

Pengertian (Definisi) Kecelakaan Kerja ialah insiden yang menimbulkan cedera, penyakit akibat
kerja (PAK) ataupun kefatalan (kematian).

Pengertian (Definisi) Nearmiss ialah insiden yang tidak menimbulkan cedera, penyakit akibat kerja
(PAK) ataupun kefatalan (kematian).

Pengertian (Definisi) Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang
memerlukan penanganan segera supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.
TEORI DOMINO
Investigasi (Penyebab) Kecelakaan Kerja | Efek Domino Kecelakaan Kerja (H.W. Heinrich)

Menurut teori domino effect kecelakaan kerja H.W Heinrich, kecelakaan terjadi melalui hubungan mata-
rantai sebab-akibat dari beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang saling berhubungan sehingga
menimbulkan kecelakaan kerja (cedera ataupun penyakit akibat kerja / PAK) serta
beberapa kerugian lainnya.

Terdapat faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain : penyebab langsung kecelakaan kerja,
penyebab tidak langsung kecelakaan kerja dan penyebab dasar kecelakaan kerja.
faktor penyebab langsung kecelakaan kerja ialah kondisi tidak aman/berbahaya (unsafe condition)
dan tindakan tidak aman/berbahaya (unsafe action).

Kondisi tidak aman, beberapa contohnya antara lain : tidak dipasang (terpasangnya) pengaman
(safeguard) pada bagian mesin yang berputar, tajam ataupun panas, terdapat instalasi kabel listrik
yang kurang standar (isolasi terkelupas, tidak rapi), alat kerja/mesin/kendaraan yang kurang layak
pakai, tidak terdapat label pada kemasan bahan (material) berbahaya, dst.

Termasuk dalam tindakan tidak aman antara lain : kecerobohan, meninggalkan prosedur kerja, tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD), bekerja tanpa perintah, mengabaikan instruksi kerja, tidak
mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak melaporkan adanya kerusakan alat/mesin ataupun
APD, tidak mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan dengan resiko/bahaya tinggi.
Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja ialah faktor pekerjaan dan faktor pribadi.

Termasuk dalam faktor pekerjaan antara lain : pekerjaan tidak sesuai dengan tenaga kerja, pekerjaan tidak
sesuai sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan beresiko tinggi namun belum ada
upaya pengendalian di dalamnya, beban kerja yang tidak sesuai, dsj. Termasuk dalam faktor pribadi antara
lain : mental/kepribadian tenaga kerja tidak sesuai dengan pekerjaan, konflik, stress, keahlian yang tidak
sesuai, dsb.

Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja ialah lemahnya manajemen dan
pengendaliannya, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya, kurangnya komitmen, dsb.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab kasus kecelakaan kerja
adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan 10% lainnya adalah dari faktor
ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain. Gambar di bawah ialah ilustrasi dari
teori domino effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich.
TEORI GUNUNG ES
Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan


sebagaimana gunung es di permukaan
laut dimana es yang terlihat di permukaan
laut lebih kecil dari pada ukuran es
sesungguhnya secara keseluruhan. Begitu
pula kerugian pada kecelakaan
kerja kerugian yang "tampak/terlihat" lebih
kecil dari pada kerugian keseluruhan.
Dalam hal ini kerugian yang "tampak" ialah terkait dengan biaya langsung untuk
penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan kerugian-kerugian
lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya langsung untuk korban kecelakaan kerja.
Kerugian kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah kerugian untuk korban kecelakaan kerja
ditambahkan dengan kerugian-kerugian lainnya (material/non-material) yang diakibatkan oleh kecelakaan
kerja tersebut. Kerugian-kerugian (biaya-biaya) tersebut antara lain :

Biaya Tidak Langsung :


1.Kerusakan Bangunan
2.Kerusakan Alat dan Mesin
3.Kerusakan Produk dan Bahan/Material
Biaya Langsung Kerugian Kecelakaan Kerja : 4.Gangguan dan Terhentinya Produksi
5.Biaya Administratif
1.Biaya Pengobatan & Perawatan Korban 6.Pengeluaran Sarana/Prasarana Darurat
Kecelakaan Kerja. 7.Sewa Mesin Sementara
8.Waktu untuk Investigasi
2.Biaya Kompensasi (yang tidak 9.Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang
diasuransikan). 10.Biaya Perekrutan dan Pelatihan
11.Biaya Lembur (Investigasi)
12.Biaya Ekstra Pengawas(an)
13.Waktu untuk Administrasi
14.Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang Kembali karena
Cedera
15.Kerugian Bisnis dan Nama Baik
Piramida Kecelakaan Kerja
Piramida Kecelakaan Kerja menggambarkan statistik urutan (rangkaian) kejadian yang terjadi menuju 1 (satu)
kecelakaan fatal (kematian/cacat permanen). Lebih jelasnya dapat dijabarkan dalam teori piramida kecelakaan
kerja sebagai berikut :

Setiap terdapat 1 (satu) kejadian kecelakaan Piramida kecelakaan kerja tersebut


fatal (kematian/cacat permanen) maka di menggambarkan bahwa untuk (guna) mencegah
dalam 1 (satu) kejadian fatal tersebut terdapat kecelakaan fatal di tempat kerja, maka harus
10 (sepuluh) kejadian kecelakaan ringan dan
terdapat upaya untuk menghilangkan (mengurangi)
30 (tiga puluh) kejadian kecelakaan yang
kejadian-kejadian nearmiss di tempat
menimbulkan kerusakan
aset/properti/alat/bahan serta 600 (enam kerja sehingga probabilitas menuju kejadian
ratus) kejadian nearmiss (hampir celaka) kecelakaan fatal dan kejadian-kejadian lain sebelum
sebelum terjadi 1 (satu) kejadian kecelakaan menuju adanya 1 (satu) kejadian fatal dapat
fatal tersebut. dikurangi (tidak ada)
PIRAMIDA KECELAKAAN
3 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja

Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu bentuk kerugian baik


bagi korban kecelakaan kerja maupun Perusahaan/Organisasi.
Upaya pencegahan kecelakaan kerja diperlukan untuk
menghindari kerugian-kerugian yang timbul serta untuk
meningkatkan kinerja keselamatan kerja di tempat kerja.
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui
Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja :
 Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman di tempat kerja.
 Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman di tempat kerja.

2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :


 Pelatihan dan Pendidikan K3 terhadap tenaga kerja.
 Konseling dan Konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga kerja.
 Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi yang berkaitan dengan
peningkatan penerapan K3 di tempat kerja.

3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :Prosedur dan


Aturan K3 di tempat kerja.
 Penyediaan Sarana dan Prasarana K3 dan pendukungnya di tempat kerja.
 Penghargaan dan Sanksi terhadap penerapan K3 di tempat kerja kepada tenaga
kerja.
PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)
Pengertian (Definisi), Contoh, Penyebab dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah


gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani
yang ditimbulkan ataupun diperparah oleh aktivitas
kerja ataupun kondisi lain yang berhubungan dengan
pekerjaan.

Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara


lain : silicosis(karena paparan debu
silica), asbestosis (karena paparan debu asbes), low
back pain (karena pengangkutan manual), white finger
syndrom (karena getaran mekanis pada alat kerja),
dsb.
Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja (PAK)
antara lain : Biologi (Bakteri, Virus Jamur, Binatang,
Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun dan
Berbahaya/Radioaktif), Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan,
Cahaya), Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang,
Pengangkutan Manual), Psikologi (Stress, dsb).

Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


1.Pemeriksaan Kesehatan Berkala.
2.Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
3.Pelayanan Kesehatan.
4.Penyedian Sarana dan Prasarana serta
perbaikan tempat kerja yang lebih aman,
sehat dan ergonomis.
5. Pelatihan
6. Rotasi Kerja
7. Cuti Kerja
TANGGAP DARURAT
Keadaan Darurat didefinisikan sebagai keadaan sulit yang
tidak diduga yang memerlukan penanganan segera
supaya tidak terjadi kecelakaan/kefatalan.

Definisi Unit Tanggap Darurat ialah unit kerja yang


dibentuk secara khusus untuk menanggulangi keadaaan
darurat di tempat kerja.
Unit kerja tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan OHSAS
18001:2007 klausul 4.4.7 Emergency Preparedness and Response (Persiapan Tanggap Darurat).
Bagian dari perencanaan untuk memenuhi klausul OHSAS 18001:2007 4.4.7 tersebut antara lain :

Mendefinisikan Potensi Keadaan Darurat


1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan
Regu Pemadam Kebakaran Perusahaan
dalam waktu singkat.
2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, Mendefinisikan Tugas dan Fungsi Unit
dsb. Tanggap Darurat
3. Kebocoran gas/cairan/bahan material 1. Menentukan dan menanggulangi
berbahaya lainnya dalam sekala besar dan keadaan darurat Perusahaan.
tidak bisa diatasi dalam waktu singkat. 2. Melaksanakan latihan tanggap darurat
4. Bencana alam di lingkungan Perusahaan bersama serta melibatkan seluruh
(Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut, Gunung karyawan secara berkala.
Meletus, dsb). 3. Melaksanakan pertemuan rutin/non-
5. Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, rutin kinerja Unit Tanggap Darurat.
dsb).
6. Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di
dalam/di luar lingkungan Perusahaan.
7. Kecelakaan/Keracunan Massal.
Peran Wewenang dan Tanggung Jawab

1.Menentukan dan memutuskan Kebijakan Tanggap Darurat Perusahaan


2.Mengajukan anggaran dana yang berkaitan dengan sarana dan prasarana tanggap
darurat Perusahaan.
Ketua 3.Mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk melangsungkan latihan tanggap darurat
di lingkungan Perusahaan.
4.Menjadwalkan pertemuan rutin maupun non-rutin Unit Tanggap Darurat.
5.Menyusun rencana pemulihan keadaan darurat Perusahaan.
1.Membuat laporan kinerja Unit Tanggap Darurat.
2.Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan prasarana tanggap
darurat Perusahaan.
Wakil
3.Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan dengan tanggap darurat
Perusahaan.
4.Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.

1.Melangsungkan pemadaman kebakaran menggunakan semua sarana pemadam api di


Regu Pemadam lingkungan Perusahaan secara aman, selamat dan efektif.
Kebakaran 2.Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana pemadam api di
lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.
1.Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan cepat.
2.Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana evakuasi di lingkungan Perusahaan kepada
Regu Evakuasi Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.
3.Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun teruka kepada Regu P3K, Koordinator maupun wakil
Unit Tanggap Darurat.

1.Melaksanakan tindakan P3K.


2.Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana P3K di lingkungan Perusahaan kepada
Regu P3K Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.
3.Melaporkan kepada Koordinator ataupun wakil Unit Tanggap Darurat bilamana terdapat korban yang
memerlukan tindakan medis lanjut pihak ke tiga di luar Perusahaan.

Logistik 1.Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat (makanan, minuman, pakaian, selimut, pakaian, dsb).

Transportasi 1.Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari dalam/luar lingkungan Perusahaan.

1.Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan menjembatani komunikasi antar regu Unit Tanggap
Komunikasi Internal Darurat.
2.Memastikan alur komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat dapat dilangsungkan secara baik dan lancar.

1.Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi informasi/pemberitaan untuk pihak luar.
Komunikasi Eksternal
2.Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan tanggap darurat (Kepolisian/Warga).

1.Melaksanakan tindakan keamanan internal maupun eksternal selama berlangsungnya tanggap darurat
Keamanan
Perusahaan.
DEFINISI API DAN KEBAKARAN
Pengertian (Definisi) Api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga) unsur
yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang menghasilkan panas dan cahaya.
Sedangkan pengertian (definisi) Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada tempat,
situasi dan waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat merugikan dan pada umumnya sulit untuk
dikendalikan.

Kebakaran juga termasuk dalam salah satu kategori kondisi/situasi darurat di lingkungan Perusahaan baik
dari luar maupun dalam lokasi tempat kerja.
Tahapan Terjadinya Kebakaran

Kejadian kebakaran pada umumnya menimbulkan banyak kerugian baik itu korban jiwa maupun kerugian
harta benda. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya kebakaran sulit untuk dikendalikan (dipadamkan).
Untuk menghindari kerugian yang dimaksud, maka perlu kita kenali sifat-sifat terjadinya (tahap-
tahap) kebakaran tersebut.
Tahap-tahap kebakaran tersebut antara lain :

1.Tahap Kebakaran Muncul


1. Reaksi 3 (tiga) unsur api (panas, oksigen dan bahan mudah terbakar).
2. Dapat padam dengan sendirinya apabila api tidak dapat mencapai tahap kebakaran selanjutnya.
3. Menentukan tindakan pemadaman atau untuk menyelamatkan diri.

2.Tahap Kebakaran Tumbuh


1. Api membakar bahan mudah terbakar sehingga panas meningkat.
2. Dapat terjadi flashover (ikut menyalanya bahan mudah terbakar lain di sekitar api karena panas tinggi).
3. Berpotensi menimbulkan korban terjebak, terluka ataupun kematian bagi petugas pemadam.

3.Tahap Kebakaran Puncak


1. Semua bahan mudah terbakar menyala secara keseluruhan.
2. Nyala api paling panas dan yang paling berbahaya bagi siapa saja yang terperangkap di dalamnya.

4.Tahap Kebakaran Reda (Padam)


1. Tahap kebakaran yang memakan waktu paling lama di antara tahap-tahap kebakaran lainnya.
2. Penurunan kadar O2 (oksigen) atau bahan mudah terbakar secara signifikan yang menyebabkan
padamnya api (kebakaran).
3. Terdapatnya bahan mudah terbakar yang belum menyala berpotensi menimbulkan nyala api baru
secara.
4. Berpotensi menimbulkan backdraft (ledakan yang terjadi akibat masuknya pasokan oksigen secara tiba-
tiba dari kebakaran ruang tertutup yang dibuka mendadak saat kebakaran berlangsung).
Ilustrasi Tahapan Kebakaran
TEKNIK PEMADAMAN
Cara (Metode) Memadamkan Api / Kebakaran

Untuk dapat memadamkan api (kebakaran) terdapat beberapa metode/cara berdasarkan teori
terbentuknya api (segitiga api) yaitu diantaranya ialah dengan metode pendinginan, isolasi, dilusi,
pemisahan bahan mudah terbakar dan pemutusan rantai reaksi api.
1. Cooling (Mendinginkan)

Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan mendinginkan permukaan dari bahan yang
terbakar dengan menggunakan semprotan air sampai suhu dibawah titik nyala.

Cara yang dilakukan untuk menurunkan suhu temperatur bahan bakar dibawah titik nyala
yaitu dengan :
Semprotan air
Ditimbun dengan pohon yg mengandung air.
Dengan Co2
2 .Smothering (Isolasi/Menyelimuti)

Suatu kebakaran dibatasi dengan memutus


hubungan bahan bakar dengan oksigen atau udara
yang diperlukan bagi terjadinya proses pembakaran.
Mengambil/mengurangi/memisahkan udara dengan
bahan bakar sehingga tidak ada kontak pada kedua
zat tersebut. Cara ini dilakukan misalnya dengan
menutup permukaan bahan bakar dengan :
Selimut api (fire blanket)
Karung basah
Lumpur/ pasir/ tanah
Dengan Foam ( busa)
3 .Starvation (Menguraikan/Memisa
hkan)
Mengurai / mengurangi jumlah bahan
yg terbakar / Memutuskan supplay
bahan bakar.

Cara ini dapat dilakukan dengan cara :


Memisahkan benda yg terbakar
Menjauhkan benda yg belum
terbakar.
Menutup kran pada instalasi gas/
minyak.
Berdasarkan Kepmenaker :
No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pasal 2 Ayat 1 :
Bahwa setiap Pengurus atau Perusahaan wajib
mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, latihan
penganggulangan kebakaran di tempat kerja.
ALAT PELINDUNG DIRI
DASAR HUKUM PENGGUNAAN APD
• Undang-undang No.1 tahun 1970
Pasal 3 ayat (1) butir f : Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
Pasal 9 ayat (1) butir c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang APD bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Pasal 12 butir b : Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk memakai APD yang diwajibkan
Pasal 14 butir c : Pengurus diwajibkan menyedikan secara cuma-cuma Alat
Perlindungan Diri yang diwajibkan pada pekerja dan orang lain yang memasuki
tempat kerja.
• Permenakertrans No. Per: 01/Men/1981
Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan secara cuma-cuma
Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan penggunaanya oleh tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya untuk mencegah Penyakit Akibat Kerja (PAK).
DASAR HUKUM PENGGUNAAN APD
• Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982
Pasal 2 menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempmat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelanggaraan makanan ditempat kerja.
• Permenakertrans No. Per.08/Men/VII/2010
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan pengusaha wajib menyediakan Alat Perlindungan Diri bagi pekerja/buruh
ditempat kerja.
Pasal 5 menyebutkan pengusaha atau pemgurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang
rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan Alat Perlindungan Diri ditempat kerja.
Pasal 6 ayat (1) menyebutkan pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai
atau menggunakan APD sesyai dengan potensi bahaya dan risiko
Pasal 7 ayat (1) menyebutkan pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen Alat Perlindungan
Diri di tempat kerja
APD merupakan cara terakhir untuk melindungi tenaga kerja. Dalam proses pemilahan APD, kita harus
mempertimbangkan kesesuaian jenis APD dengan bahaya yang ada dan mampu mengurangi atau bahkan
menghilangkan risiko yang dapat ditimbulkan. Sehingga lakukanlah identifikasi secara benar sebelum
menentukan jenis APD yang digunakan.
Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai
dengan bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain
di tempat kerja.
ALAT PELINDUNG DIRI KEPALA
Masing-masing Alat Pelindung Diri (APD) memiliki fungisnya masing-
masing. Dalam hal ini kita akan membahas jenis alat pelindung
diri untuk bagian kepala. Tujuan dari pelindung kepala untuk
melindungi kepala dari benturan, kejatuhan benda dari atas kepala
ataupun benda keras yang melayang dan meluncur di udara, terpapar
oleh radiasi panas, percikkan api dan bahaya-bahaya lainnya yang
mungkin dapat membahayakan area kepala. Untuk beberapa jenis
pelindung kepala juga ditujukkan untuk melindungi rambut-rambut
pekerja agar tidak terjerah oleh mesin-mesin yang berputar.
1. Safety Helmet
Safety helmet sendiri memiliki empat jenis yaitu Hard Hat kelas G, kelas E,
Kelas C dan Bump cap.
Bagian dalam topi pengaman ini umumnya ada hammock/cradle yang
berfungsi untuk menyerap keringat. Untuk beberapa kondisi seperti
pekerja yang membutuhkan penerangan seperti pekerja diterowongan
atau tambang, safety helmetnya dilengkapi dengan lampu penerangan
dibagian depannya.
Berdasarkan ANSI/ISEA Z89.1-2014 Safety Helmet dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
Tipe 1 : Tipe 1 merupakan safety helmet yang digunakan untuk melindungi
kepala dari bahaya yang berasal dari arah atas misalnya kejatuhan benda.
Tipe 2 : Tipe 2 merupakan safety helmet yang digunakan untuk melindungi
kepala dari bahaya yang berasal baik dari arah atas atau samping.
Selain kedua tipe diatas, berdasarkan ANSI/ISEA Z89.1-2014 Safety
Helmet juga dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Kelas G : Merupakan jenis safety helmet yang dirancang untuk
melindungi kepala dari benda yang jatuh dan melindungi arus listrik
sampai 2.200 volt
2. Kelas E : Merupakan jenis safety helmet yang dirancang untuk
melindungi kepala dari benda yang jatuh dan melindungi arus listrik
sampai 20.000 volt
3. Kelas C: Merupakan jenis safety helmet yang dirancang untuk
melindungi kepala dari benda yang jatuh namun tidak untuk
kejutan listrik ataupun bahan korosif.
BUM CAP
Bum Cap : Pelindung kepala ini terbuat dari plastik sehingga hanya
digunakan untuk melindungi benturan dari benda yang menonjol.
Bump cap tidak cocok untuk melindungi kepada dari benda yang jatuh atau
bisa dikatakan tidak dapat menggantikan peran hard hat kelas G, E dan C.
Kita juga harus memperhatikan tanda-tanda yang terdapat di helm. Dari
beberapa tanda dibawah ini juga dapat menunjukkan bahwa masing-masing
helm memiliki peruntukkan yang berbeda-beda pula.
• LT : Digunakan untuk Suhu Bawah (sampai -30 C atau -22 F)
• HT : Digunakan untuk Suhu Tinggi
• HV : Digunakan Visibilitas Tinggi (Lebih dari 140 F)
HOOD
Jika bahaya-bahaya yang ada
ditempat kerja anda adalah berupa
bahan kimia, api, dan panas radiasi
yang tinggi, maka type Hood
adalah yang paling
tepat. Pelindung kepala ini
biasanya terbuat dari bahan asbes,
kulit, wool, katun yang dicammpuri
aluminium dan lain-lain. Sehingga
bahan ini akan sangat padat dan
tidak ada celah lubangnya.
HAIR CAP
Di perusahaan farmasi, atau perusahaan-
perusahaan yang sangat critical dengan
kontiminasi terhadap produknya. Biasanya
menggunakan hair cap untuk melindungi
rambut pekerjanya. Selain melindungi
produk mereka, hair cup juga difungsikan
untuk melindungi kepala dari debu
ataupun bahaya terjeratnya rambut pada
mesin-mesin berputar. Dengan
menggunakan hair cap, umumnya rambut
akan lebih rapi karena berada didalam
hair cap tersebut.
Safety Spectacles
Dimaksudkan untuk melindungi mata
pemakainya dari bahaya seperti fragmen
terbang, benda, dan partikel. Pekerja diwajibkan
menggunakan kacamata keselamatan mata
dengan perisai sisi ketika ada bahaya dari benda
terbang. Safety spectachles dengan perisai sisi
digunakan sebagai perlindungan utama untuk
melindungi mata dari bahaya panas. Untuk
melindungi memadai mata dan wajah dari
paparan suhu tinggi, gunakan kacamata
keselamatan dalam kombinasi dengan
pelindung wajah panas-reflektif.
Safety Goggles
Memiliki jenis pelindung yang mengelilingi
area mata dan memungkinkan melindungi dari
asap, uap, cairan dan kabut. Kacamata sesuai
dengan wajah yang mengelilingi mata dan
membentuk segel pelindung di sekitar mata.
Hal ini untuk mencegah obyek masuk di
bawah atau di sekitar kacamata. Safety
goggles membentuk segel pelindung di sekitar
mata, mencegah benda atau cairan masuk di
bawah atau di sekitar kacamata. Hal ini
terutama penting ketika bekerja dengan atau
sekitar logam cair yang mungkin percikan.
Face Shields
Merupakan jenis perlindungan wajah
penuh. Untuk menghindari terjadinya
cipratan kilat api. Ketika dipakai sendiri,
wajah perisai tidak melindungi
karyawan dari bahaya dampak.
Gunakan pelindung wajah dalam
kombinasi dengan kacamata
keselamatan atau kacamata untuk
perlindungan tambahan.
Welding Helmet
Merupakan jenis APD yang melindungi kepada. Namun rupanya secara
fisik, APD ini digunakan untuk melindungi mata dan muka.
Jenis Perlindungan Pendengaran
Berikut untuk Foam and PVC Earplugs
Kelebihan dari “Foam and PVC Earplugs” adalah:
• Kecil & ringan;
• Nyaman di lingkungan yang panas; dan
• Mudah digunakan dengan peralatan keselamatan
lainnya.

Kelemahan “Foam and PVC Earplugs” adalah:


• Bisa bekerja longgar dan membutuhkan
penyempurnaan sesekali;
• Membutuhkan instruksi pemasangan yang spesifik;
dan
• Sering kotor.
Earmuff adalah jenis perangkat perlindungan pendengaran lainnya.
Kelebihan dari earmuff adalah:
• Mudah bagi atasan Anda untuk mengawasi pemakaian perangkat ini;
• Satu ukuran cocok untuk semua; dan
• Cocok untuk jangka waktu yang lebih lama.

Kelemahan dari earmuff adalah:


• Mungkin pas di kepala Anda;
• Tidak nyaman di lingkungan yang hangat; dan
• Masalah terjadi bila digunakan dengan peralatan lain.

Anda harus memakai alat pelindung pendengaran setiap kali terkena kebisingan
yang terdiri dari 85 desibel atau lebih besar selama 8 jam.
SAFETY SHOES
• EN ISO 20345: 2011 atau sering disebut ISO 20345:2011 merupakan
standar keselamatan dan keamanan yang wajib diberlakukan pada
sepatu pengaman (safety shoes). Standar tersebut merupakan
standar Eropa dan sudah menjadi standar internasional yang kini
wajib dimiliki oleh semua safety shoes.
• Di dalam standar tersebut, terdapat standar baku tentang bagian
mana dan jenis proteksi apa yang wajib dimiliki oleh safety shoes.
Standar EN ISO 20345:2011 menyebutkan bahwa safety shoes harus
melindungi pemakainya dari bahaya yang dapat mengakibatkan
cedera, dengan toe cap yang mampu menahan dampak bahaya ketika
diuji pada hentakan dasar (basic impact) minimal 200 Joule (setara
dengan 20 Kg).
EN ISO 20345:2011 juga merekomendasikan beberapa poin
yang harus diperhatikan dalam memilih safety shoes, di
antaranya:
1. Pastikan sepatu memenuhi EN ISO 20345
2. Bahan sepatu: kulit atau sintetis
3. Penggunaan safety shoes di indoor atau outdoor
4. Suhu area kerja: panas atau dingin
5. Iklim di lingkungan kerja: terik matahari, salju, atau hujan
6. Bahaya: minyak atau penggunaan bahan kimia
• Di Indonesia, selain EN ISO 20345:2011, standar keamanan yang wajib
dimiliki oleh setiap produk safety shoes adalah SNI 0111:2009 dan SNI
7079:2009. Standar nasional mengharuskan safety shoes dilengkapi
pengeras depan dari baja sebagai pelindung jari-jari kaki dari pukulan
dan benturan serta bahaya lain yang berhubungan dengan lingkungan
kerja.

• Ada poin penting yang harus Anda ingat saat membeli safety shoes,
yakni pastikan produk yang Anda beli sudah memiliki sertifikasi standar
keselamatan dan keamanan internasional atau nasional. Safety
shoes yang baik bukanlah sepatu yang berat dan tebal, tetapi safety
shoes yang mampu melindungi telapak kaki Anda ketika
menggunakannya di tempat kerja ekstrem dan kemampuannya
melindungi kaki yang dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat tadi.
Pengertian dan Prosedur LOTO
(Lockout Tagout)
Pengertian / Definisi LOTO (Lockout Tagout) ialah suatu prosedur untuk
menjamin mesin/alat berbahaya secara tepat telah dimatikan dan tidak akan
menyala kembali selama pekerjaan berbahaya ataupun pekerjaan perbaikan /
perawatan sedang berlangsung sampai dengan pekerjaan tersebut telah selesai.
Prosedur Umum LOTO (Lockout Tagout) antara
lain

1)Mengidentifikasi Sumber Energi.

2)Mengisolasi dan mematikan Sumber Energi.

3)Mengunci dan Memberi Tanda Bahaya pada


Sumber Energi.

4)Memastikan Efektivitas Isolasi Sumber


Energi.
IJIN KERJA
Izin Kerja diperlukan khusus untuk pekerjaan non-rutin yang mengandung bahaya/resiko K3 tinggi. Tujuan dari izin kerja
ialah untuk memantau seluruh potensi bahaya dari area/situasi/aktivitas operasional di tempat kerja serta untuk
memastikan segala area/situasi/aktivitas pekerjaan berbahaya/beresiko tinggi sudah terdapat pengendalian sehingga aman
untuk dilangsungkan perkerjaan bersangkutan.
Pengurusan izin kerja dilaksanakan oleh tenaga kerja bersangkutan
(ataupun kontraktor, pemasok, tamu, dst) dengan petugas/pengawas K3 serta
Kepala/Manajer Area bersangkutan.
Pekerjaan yang termasuk diatur dalam izin kerja antara lain :
1. Izin Kerja Pekerjaan Panas (Las, Gerinda, dsb).
2. Izin Kerja bekerja di ketinggian ekstrim (Pekerjaan
Konstruksi/Perbaikan di atas 2 meter).
3. Izin Kerja Pekerjaan Listrik Tegangan Tinggi (Arus Besar).
4. Izin Kerja bekerja di ruang terbatas (terkurung).
5. Izin Kerja Pekerjaan Tangki dan Perpipaan.
6. Izin Kerja Pekerjaan dengan Alat Berat
(Crane, Excavator, Backhoe, Shovel, dsj).
7. Izin Kerja Pekerjaan Galian.
Pengertian, Tujuan dan Manfaat
Penerapan 5R (5S) di Tempat Kerja
Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah suatu cara (metode) untuk mengatur/mengelola tempat kerja menjadi
tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan.
1. Ringkas
 Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
 Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat
digunakan.
 Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
 Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.

2. Rapi
Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan
penggunaannya, keseragaman, fungsi dan batas waktu
penggunaannya.
Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah
ditemukan, teratur dan selalu pada tempatnya.
3. Resik
Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.

4. Rawat
Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.

5. Rajin
Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.
Adapun manfaat penerapan budaya 5R (5S) di tempat kerja antara lain :

1.Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang lebih efisien.

2.Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan menjadi luas/lapang.

3.Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang bagus/baik.

4.Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan di tempat kerja.

Budaya 5R (5S) saat ini sudah banyak diterapkan pada banyak perusahaan (organisasi),

terbukti melalui penerapkan budaya 5R (5S) tersebut banyak perusahaan-perusahaan yang

tumbuh berkembang menjadi perusahaan maju dan berdaya saing tinggi. Budaya 5R (5S)

merupakan investasi awal bagi sebuah perusahaan untuk menuju kesuksesan

berkelanjutan.
Pengendalian (Manajemen) Visual
Dalam Penerapan 5R (5S) di Tempat Kerja
Pengendalian Visual merupakan bentuk penerapan 5R
langkah R yang ke-2 (dua) yaitu "Rapi". Langkah ini dilakukan
dengan cara menata / mengurutkan peralatan/barang
berdasarkan alur proses kerja dan juga menata
/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan
penggunaan serta pengaturan/pengendalian (manajemen)
secara visual peralatan/barang di tempat kerja dengan
label/tanda dengan maksud/tujuan barang ataupun
peralatan lebih cepat dan mudah ditemukan sehingga
tercapai keteraturan di tempat kerja.
Manfaat dari pengaturan (pengendalian) visual ialah
supaya orang ataupun orang lain (tamu/pengunjung) di
tempat kerja dapat dengan mudah mengetahui
(memahami) situasi tempat/area kerja secara langsung
bahkan tanpa harus menanyakan kepada petugas/orang
lain yang bekerja di tempat kerja.

Pengendalian visual dapat dilakukan dengan memberi


tanda/nama/label pada lantai kerja, peralatan, laci/rak, kotak
penyimpanan, dsj. Untuk lebih memudahkan penerapannya, maka
dapat ditambahkan sistem kode warna dalam mengorganisir
tanda/nama/label tempat kerja.
Label (Tanda) Kode Warna Perpipaan
Label (tanda) dan Kode Warna Perpipaan
secara umum merujuk pada standar

ANSI A13.1-2007
(American National Standards Institute)

dimana terdapat 6 (enam) kode warna dan


label (tanda) perpipaan yang diatur
sebagaimana tabel di bawah berikut :
Label (tanda) wajib mudah dilihat dan terdapat di setiap belokan pipa,
sambungan pipa, juga pipa yang melewati dinding.
Penempatan label (tanda) dipasang setiap interval 7 meter - 15 meter.
BAHAN BERBAHAYA BERACUN
Label (Tanda/Simbol) Kemasan Bahan (Material) Berbahaya / B3

Label (Tanda/Simbol) Kemasan Bahan/Material) Berbahaya / B3


(Bahan Beracun dan Berbahaya) secara umum merujuk pada
Globally Harmonized System - United Nations (GHS) yang
diterbitkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa - Bangsa).

Label (plakat) dipasang per satuan kemasan bahan berbahaya


ataupun kemasan paket kumpulan bahan/material berbahaya.
Terdapat 9 (sembilan) Klasifikasi Bahan (Material) Berbahaya /
B3 (Beracun dan Berbahaya)
3 Kewajiban Pengusaha (Pengurus)
Terhadap Penerapan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Kewajiban Pengusaha (Pengurus)
Terhadap Penerapan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 14 yang mana terdapat 3
(tiga) kewajiban pengusaha (pengurus) terhadap
penerapan K3 antara lain :
 Menulis dan memasang
semua syarat
keselamatan kerja yang
diwajibkan pada tempat-
tempat yang mudah
dilihat dan terbaca
menurut petunjuk
pegawai pengawas atau
Ahli K3 di tempat kerja
yang dipimpinnya.
 Memasang semua gambar
keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua
bahan pembinaan lainnya
pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai
pengawas atau Ahli K3 di
tempat kerja yang
dipimpinnya.
 Menyediakan (APD) Alat
Pelindung Diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja
yang dipimpin maupun orang
lain yang memasuki tempat
kerja disertai petunjuk-
petunjuk yang diperlukan
menurut pegawai pengawas
atau Ahli K3 di tempat kerja
yang dipimpinnya
5 Kewajiban Tenaga Kerja
Terhadap Penerapan K3
(Keselamatan dan Kesehatan
Kerja)
Kewajiban Tenaga Kerja Terhadap Penerapan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja
tertuang dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 12 dimana terdapat 5 (lima)
kewajiban utama tenaga kerja dalam penerapan K3 di
tempat kerja, antara lain :
1. Memberi keterangan yang benar apabila diminta pegawai
pengawas / keselamatan kerja.
2. Menggunakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua
syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja
dimana syarat K3 dan APD yang
diwajibkan diragukan olehnya,
kecuali dalam hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai
pengawas dalam batas yang
dapat dipertanggung jawabkan.
18 Syarat Penerapan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
di Tempat Kerja
Syarat-syarat Penerapan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga). Pada pasal
tersebut disebutkan 18 (delapan belas) syarat
penerapan keselamatan kerja di tempat kerja di
antaranya sebagai berikut :
1. Mencegah & mengurangi kecelakaan kerja.
2. Mencegah, mengurangi & memadamkan kebakaran.
3. Mencegah & mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi jalur evakuasi keadaan darurat.
5. Memberi P3K Kecelakaan Kerja.
6. Memberi APD (Alat Pelindung Diri) pada tenaga kerja.
7. Mencegah & mengendalikan timbulnya penyebaran suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, radiasi,
kebisingan & getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan keracunan.
9. Penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. Menyediakan ventilasi yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan & ketertiban.
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara & proses kerja.
14. Mengamankan & memperlancar pengangkutan manusia, binatang, tanaman & barang.
15. Mengamankan & memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan & memperlancar bongkar muat, perlakuan & penyimpanan barang
17. Mencegah tekena aliran listrik berbahaya.
18. Menyesuaikan & menyempurnakan keselamatan pekerjaan yang resikonya bertambah tinggi.
Pengertian, Dasar Hukum dan Ruang Lingkup
Kesehatan Kerja
Pengertian Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee
1995 ialah penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat setinggi-
tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di
semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja
yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan tenaga kerja
terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja
sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai
kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
manusia kepada pekerjaannya.
Dasar Hukum Kesehatan Kerja
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8 (delapan).
2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan serta
Penerangan di Tempat Kerja.
3. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.
4. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
6. Permenaker No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja
dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jamsostek.
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat
Kerja.
8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.
9. Surat Edaran Dirjen Binawas tentang Perusahan Catering Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.
Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
• Sarana dan Prasarana.
• Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter
Perusahaan dan paramedis Perusahaan).
• Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja,
pengesahan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja).
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
• Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan
pekerjaan).
• Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).
• Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu
berdasarkan tingkat resiko yang diterima).
• Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki
masa pensiun).

3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).


4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
• Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang makan,
lebih dari 200 tenaga kerja wajib menyediakan kantin
Perusahaan).
• Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.
• Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.
• Pengelola dan Petugas Katering.
5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.

 Prinsip Ergonomi:
 Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.
 Efisiensi Kerja.
 Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
 Faktor Manusia dalam Ergonomi.

 Beban Kerja :
 Mengangkat dan Mengangkut.
 Kelelahan.
 Pengendalian Lingkungan Kerja.

6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan


Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja)
PPGD
(PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT)
BANTUAN HIDUP DASAR
WAKTU KRITIS

CLINICAL DEATH : TIDAK ADA NAFAS


(MATI KLINIS) DAN NADI

BRAIN DAMAGE : SETELAH 4 - 6 MENIT


(KERUSAKAN OTAK)

BIOLOGICAL DEATH : SETELAH 10 MENIT


(MATI BIOLOGIS)
GOLDEN TIME
TIME SAVING IS LIFE SAVING
PRINSIP TINDAKAN GAWAT DARURAT

1. JANGAN PANIK
2. AMATI LOKASI KEJADIAN: AMAN?
3. APA YANG TERJADI?
4. BERAPA JUMLAH KORBAN?
5. ADAKAH YANG MEMBANTU?
6. TENTUKAN HAL UTAMA YANG MENGANCAM KORBAN
7. PANGGIL BANTUAN MEDIS
PRINSIP DASAR

D DANGER = BAHAYA

RESPONSE = KESADARAN
R
AIRWAY = JALAN NAFAS
A
B BREATHING = PERNAFASAN

C CIRCULATION = ALIRAN DARAH


D - DANGER
R - RESPONSE

Memeriksa kesadaran dengan memanggil nama,


menepuk / mengguncang bahu.
R - RESPONSE
A - AIRWAY
A - AIRWAY

Membebaskan jalan nafas dengan tehnik


“Head tilt chin lift”
A - AIRWAY
A - AIRWAY

MEMBEBASKAN JALAN NAFAS (PADA KORBAN YANG DICURIGAI


ADANYA PATAH TULANG LEHER) DENGAN TEHNIK “JAW THRUST”
B - BREATHING

TUJUAN:
MEMERIKSA APAKAH ADA NAFAS, BILA TIDAK, SEGERA
MEMBERIKAN NAFAS BUATAN

TEHNIK:
LOOK : LIHAT PERGERAKAN DADA DAN
PERUT
LISTEN : DENGARKAN SUARA NAFAS
FEEL : RASAKAN HEMBUSAN NAFAS
POSISI DALAM MEMERIKSA NAFAS

TIDAK BOLEH
LEBIH DARI 10
DETIK
B - BREATHING
TEHNIK PEMBERIAN NAFAS BUATAN:

• MELALUI MULUT, HIDUNG ATAU KEDUA-NYA


• PENCET HIDUNG KORBAN DIANTARA JARI TELUNJUK DAN IBU
JARI
SAMBIL TELAPAK TANGAN MENAHAN DAHI AGAR
TERTENGADAH

• TANGAN SEBELAH TETAP MENGANGKAT DAGU KE DEPAN.


• TARIK NAFAS DALAM BUKA MULUT LEBAR, LALU LETAKKAN
MENUTUPI SELURUH MULUT KORBAN, LALU HEMBUSKAN
NAFAS SAMPAI TERLIHAT DADA KORBAN MENGEMBANG.
B - BREATHING

TEHNIK MULUT KE MULUT ATAU BANTUAN NAFAS DENGAN


“MOUTH TO MOUTH” MENGGUNAKAN “MASKER”
C - CIRCULATION

TUJUAN:
• MEMERIKSA NADI
(PEREDARAN DARAH)
DAN BILA TIDAK ADA
DENYUT, MEMBERIKAN
TEKANAN DADA
(KOMPRESI JANTUNG)

TEHNIK MEMERIKSA NADI:


• PERIKSA NADI LEHER
(ARTERI KAROTIS)
DENGAN KEDUA JARI
TELUNJUK DAN TENGAH
DI SEBELAH JAKUN LEHER
C - CIRCULATION

TIDAK BOLEH
LEBIH DARI
5-10 DETIK
Tehnik memeriksa nadi
C - CIRCULATION
TEHNIK MEMBERIKAN TEKANAN DADA
(KOMPRESI JANTUNG):

•TENTUKAN DASAR TULANG DADA DENGAN


CARA MENELUSURI TULANG IGA BAGIAN
BAWAH SAMPAI TEPAT DI PERTEMUAAN IGA
KIRI DAN KANAN.
•LETAKKAN TELAPAK TANGAN 2 JARI DI ATAS
TITIK TERSEBUT LALU TINDIHKAN TELAPAK
TANGAN YANG LAIN DI ATASNYA.
•DENGAN POSISI LENGAN LURUS (VERTIKAL)
BERIKAN TEKANAN PADA DADA SECUKUPNYA
(4-5 CM) KE BAWAH.
•LEPASKAN TEKANAN UNTUK MEMBERI
KESEMPATAN DADA MENGEMBANG.
C - CIRCULATION

TENTUKAN DASAR TULANG DADA DENGAN CARA MENELUSURI TULANG IGA


BAGIAN BAWAH SAMPAI TEPAT DI PERTEMUAAN IGA KIRI DAN KANAN
C - CIRCULATION

POSISI TANGAN YANG BENAR KOMPRESI JANTUNG


C - CIRCULATION

POSISI TANGAN YANG


SALAH PADA KOMPRESI
JANTUNG

Terlalu ke kanan Terlalu ke kiri

Terlalu ke atas Terlalu ke bawah


C - CIRCULATION
Kompresi jantung pada dewasa, anak dan bayi

Dewasa Anak-anak Bayi


(anak >8 thn) (1- 8 thn) (< 1 thn)
C - CIRCULATION

• LAKUKAN PENEKANAN DADA (KOMPRESI JANTUNG) DAN


BANTUAN PERNAFASAN BERGANTIAN DENGAN SIKLUS:

UNTUK ORANG DEWASA (1 ATAU 2 PENOLONG):


30 KALI KOMPRESI JANTUNG DAN 2 KALI NAFAS BUATAN.

UNTUK ANAK- ANAK DAN BAYI:


5 KALI KOMPRESI JANTUNG DAN 1 KALI NAFAS BUATAN.

• PENGECEKAN ULANG DILAKUKAN 1 MENIT PERTAMA ATAU


TIAP 4 SIKLUS KEMUDIAN SETIAP 2 MENIT BERIKUTNYA
Sampai kapan RJP(CPR) dilakukan ?

1. Korban sadar (ada nafas dan nadi)


2. Bantuan medis datang
3. Sampai kita lelah

NB:
Tidak ada batasan waktu sampai berapa lama kita
melakukan CPR
POSISI PEMULIHAN (RECOVERY POSITION)

TUJUAN:
• MEMBEBASKAN JALAN NAFAS KORBAN YANG TIDAK SADAR

• MELINDUNGI JALAN NAFAS DARI BENDA ASING SEPERTI


MUNTAHAN PADA KORBAN TIDAK SADAR.
POSISI PEMULIHAN (RECOVERY POSITION)

• TEKNIK:
• BERLUTUTLAH DI SAMPING KORBAN
• LENGAN YANG TERJAUH MEMBUAT SUDUT DENGAN TUBUH KORBAN. LETAKKAN LENGAN
TERDEKAT ( SATUNYA ) DI ATAS DADA KORBAN
• BENGKOKKAN LUTUT TERDEKAT, LALU GULINGKAN KORBAN MENJAUH DARI ANDA,
TOPANGKAN TANGAN PADA RAHANG AGAR JALAN NAPAS TETAP TERBUKA.
Pengertian evakuasi korban

Segala macam tindakan atau usaha


yang dilakukan untuk memindahkan
dan mengamankan korban dari tempat
kejadian ke tempat yang lebih aman.
Alat-alat evakuasi

Scoop Stretcher Stretcher

Sheet

Evacuation Chair
Kursi
Teknik evakuasi
Teknik satu orang penolong

Piggy Back Carry

Human Crutch Honey Moon Carry


Firefighter / Fireman Carry
Teknik dua orang penolong

Two-handed seat carry Four-handed seat carry

Extremity Lift Two person human crutch


Extremity lift
Direct Ground Lift Evakuasi tandu
Ankle Drag Tied hand crawl
Cloth Drag

Shoulder Drag

Pack Strap Carry


Sheet Evacuation

Scooping
PEMBALUT LUKA

Pembalut : segala sesuatu yang dapat


digunakan untuk membungkus ataupun
menutupi bagian tubuh tertentu.
JENIS PEMBALUT LUKA
a. Secara umum dapat dibagi 4.

b. Pembalut yang spesifik: snelverband dan


sufratulle
TUJUAN PEMBALUTAN
• Menahan bagian tubuh supaya tidak bergeser
dari tempatnya
• Menyokong bagian tubuh yang cedera dan
mencegah agar bagian itu tidak bergeser
• Menutup bagian tubuh agar tidak
terkontaminasi
• Melindungi atau mempertahankan dressing
lain pada tempatnya
KEGUNAAN PEMBALUT
• Sebagai pemegang perban dan bidai  posisi lebih kuat
• Memberikan efek penekanan pada luka, dalam upaya mengontrol pendarahan
• Mencegah kontaminasi luka
• Mencegah pembengkakan
• Mengurangi pergerakan
PRINSIP PEMBALUTAN
1. Tempatkan korban pada posisi yang nyaman sebelum pembalutan
2. Bantulah menahan bagian tubuh yang akan dibalut, sehingga
mempermudah proses pembalutan
3. Bila terjadi luka dengan pendarahan, lakukan pengikatan pembalut tepat
diatas daerah yang terluka
4. Jika fungsi pembalut hanya untuk imobilisasi, pengikatan dilakukan pada
daerah yang berlawanan dari posisi luka
5. Lakukan pembalutan sedemikian rupa agar pembalutan tidak terlalu
kencang dan tidak terlalu longgar
6. Apabila pembalutan dilakukan pada daerah ekstremitas, upayakan agar
kuku jari terlihat sehingga mempermudah dalam mengevaluasi pembuluh
darah.
PEMBIDAIAN

Pembidaian adalah tindakan


pertolongan pertama yang dapat
dilakukan pada kasus hard tissue
injury seperti fraktur dan dislokasi
Tujuan

Mencegah pergerakan
Mengurangi terjadinya cidera baru
Mengistirahatkan
Mengurangi rasa nyeri
Mempercepat penyembuhan
Prinsip Pembidaian

 Lakukan pembidaian pada bagian tubuh yang fraktur


 Lakukan pembidaian pada bagian tubuh yang dicurigai fraktur
 Melewati minimal dua sendi yang berbatasan (jika cidera pada tulang)
 Melewati minimal dua tulang yang berbatasan (jika cidera pada sendi)
Bidai
Bidai adalah salah satu bahan yang digunakan untuk menopang bagian
tubuh yang mengalami cidera.
Sifat :
• Kaku, kuat, pipih
• Panjang bidai menyesuaikan
• Mudah didapat
• Dapat mencegah pergerakan fragmen tulang yang patah
• Sebaiknya bidai dibungkus untuk menghindari kontaminasi langsung
Macam-macam bidai

1. Bidai keras (rigid) : kayu, aluminium, plastik (kuat dan ringan)


2. Bidai soft (lunak) : majalah, koran, bantal (lunak dan cukup kuat)
3. Bidai traksi : menggunakan tubuh lainnya yang sehat sebagai bidai
Penanganan umum sebelum melakukan pembidaian

1. Utamakan DR-ABC
2. Atasi pendarahan
3. Lepaskan pakaian atau perhiasan pada daerah yang patah
4. Jangan reposisi tulang apabila tidak pengalaman
5. Hati-hati, dan minimalisir pergerakan pada bagian tubuh
yang akan dibidai
6. Sebelum bidai dipasang, ukur panjang bidai terlebih
dahulu
7. Perhatikan prinsip pembidaian
Cara pembidaian

1. Sebelum dan sesudah pembidaian kita harus mengevaluasi capillary refill time
2. Bidai korban sesuai kondisi awal ditemukan
3. Ikatan dimulai dari distal ke proksimal
4. Alat tersedia dengan baik dan sesuai
5. Bidai dibungkus sebelum digunakan
6. Ikatan tidak terlalu kencang atau longgar, jumlah ikatan menyesuaikan
7. Tinggikan anggota gerak yang telah dibidai (apabila memungkinkan)
8. Pastikan selalu memantau keadaan pasien, perhatikan denyut nadi dan warna kulit
untuk mencegah terhambatnya aliran darah ke daerah distal akibat di bidai
Memahami Tujuan dan Manfaat
Safety Induction

Bagi Anda yang pernah bekerja di perusahaan


besar (pertambangan batubara, pengeboran
minyak, konstruksi bangunan tinggi, dsb), pasti
tidak asing dengan istilah induksi keselamatan
(safety induction) ini.
Apa yang di Maksud Safety
Induction?
Safety Induction atau pengenalan
keselamatan adalah penyampaian
informasi dasar-dasar keselamatan dan
kesehatan kerja serta peraturan
perundangan yang berlaku di wilayah
kerja yang diberikan kepada pekerja
baru, tamu, kontraktor dan sebaginya
yang memasuki wilayah kerja yang
dimaksud.
TUJUAN SAFETY INDUCTION

• Memberikan pemahaman tentang pentingnya K3 di


dalam wilayah kerja.
• Memberikan informasi terbaru tentang kondisi
wilayah kerja sebab kondisi dalam wilayah kerja
dapat berubah setiap hari/kapanpun.
• Memberikan pemahaman tentang peraturan yang
berlaku dan sanksi apa yang diberikan jika
melanggar peraturan di perusahaan tersebut.
• Memberikan informasi tentang prosedur kerja yang
ada di wilayah kerja tersebut.
• Dan masih banyak lagi yang lainnya. Intinya induksi
safety dilakukan untuk menghindarkan seseorang
dari kecelakan saat memasuki wilayah kerja.
Keuntungan Dari Safety INDUCTION

• Seseorang lebih memahami tentang


pentingnya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) saat berada di wilayah kerja.
• Mendapatkan informasi terbaru tentang
kondisi lingkungan kerja.
• Lebih memahami potensi bahaya yang
mungkin terjadi di dalam wilayah kerja dan
memahami bagaimana cara mengatasinya
• Meminimalisir kemungkinan terjadinya
kecelakaan saat berada dalam wilayah kerja.
BAGIAN 2
TEKNIK PENGAWASAN K3
DEFINISI PENGAWASAN
PENGAWASAN LANGSUNG
Adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan dengan meninjau
lapangan (on the spot observation), hal ini biasanya lebih baik dan
tepat untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat hanya
saja membutuhkan waktu yang banyak.
DEFINISI PENGAWASAN
PENGAWASAN TIDAK LANGSUNG
Adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan berdasarkan laporan dari
lapangan yang disajikan berupa data, hal ini biasanya kurang lengkap
dan cenderung laporan yang disampaikan lebih kepada hasil yang
positif saja dan tidak membutuhkan waktu yang banyak.
METODE PENGAWASAN
Observatif yaitu pengawasan yang dilakukan dengan
OBSERVATIF tinjauan langsung

Pengawasan Berkala yaitu pengawasan yang dilakukan


PENGAWASAN BERKALA berdasarkan jadwal yang telah dibuat

Laporan yaitu hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh


LAPORAN pihak lain yang disampaikan dapat berupa lisan maupun
tulisan

Rapat Manajemen yaitu pengawasan dengan harapan


RAPAT MANAJEMEN informasi yang disampaikan dapat diverifikasi langsung
sehingga dapat memetakan permasalahan
TAHAPAN PELAKSANAAN PENGAWASAN
1. PENETAPAN RENCANA PENGAWASAN (JADWAL)
2. PENETAPAN PETUGAS PENGAWAS
3. PENETAPAN LOKASI PENGAWASAN
4. PERSIAPAN PERLENGKAPAN PENGAWASAN
5. PELAKSANAAN PENGAWASAN
METODE PENGAWASAN K3

1.INSPEKSI K3
2.KARTU OBSERVASI K3
3.AUDIT K3
INSPEKSI K3
Inspeksi K3 adalah suatu upaya untuk
memeriksa atau mendeteksi semua
faktor (peralatan, proses kerja,
material, area kerja, prosedur) yang
berpotensi menimbulkan cedera atau
PAK, sehingga kecelakaan kerja
ataupun kerugian dapat dicegah atau
diminimalkan. Inspeksi K3 diperlukan
untuk menemukan sumber-sumber
bahaya yang mengakibatkan kerugian
dan segera menentukan tindakan
perbaikan yang diperlukan untuk
mengendalikan bahaya tersebut.
TUJUAN INSPEKSI K3
1. Memeriksa apakah pelaksanaan program K3 atau standar K3 sudah berjalan efektif
atau belum
2. Mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang pekerjaan dan tugas
3. Mengidentifikasi bahaya yang ada di area kerja dan bahaya tersembunyi
4. Menemukan penyebab bahaya
5. Merekomendasikan tindakan perbaikan untuk mengendalikan bahaya
6. Memantau langkah-langkah perbaikan yang diambil untuk menghilangkan bahaya atau
mengendalikan risiko (misalnya, memantau perihal administratif, kebijakan, prosedur,
peralatan kerja, alat pelindung diri dll.)
7. Meningkatkan kembali kepedulian tentang K3, karena dengan inspeksi, pekerja merasa
bahwa keselamatannya diperhatikan
8. Menilai kesadaran pekerja akan pentingnya K3
9. Mengukur dan mengkaji usaha serta peranan para supervisor terhadap K3.
PELAKSANA INSPEKSI K3
Inspeksi K3 biasanya dilakukan oleh supervisor, manajer, perwakilan
departemen K3, pekerja yang kompeten, dan/ atau pihak ketiga dari luar
perusahaan. Tim inspeksi K3 dibedakan menjadi dua, yaitu:
Eksternal perusahaan
• Inspeksi K3 yang dilaksanakan oleh pengawas dari instansi pemerintah atau
pihak ketig
Internal perusahaan
• Inspeksi K3 dilakukan oleh orang yang kompeten di dalam perusahaan
seperti supervisor atau manajer dan juga yang memiliki spesialisasi di
bidangnya seperti safety advisor dan teknisi atau pekerja yang kompeten
dari level terendah sampai level tertinggi (top management).
KOMPETENSI INSPEKTOR K3
Tim inspeksi K3 adalah mereka yang sudah
familier dengan area kerja, tugas, pekerjaan
atau mereka yang telah menerima pelatihan
atau sertifikasi. Kriteria lain untuk memilih
tim inspeksi K3 di antaranya:
1. Pengetahuan tentang peraturan dan
prosedur K3, termasuk menguasai
undang-undang dan berbagai peraturan
K3 yang dikeluarkan pemerintah maupun
standar internasional
2. Pengetahuan tentang potensi bahaya
3. Pengalaman dengan prosedur kerja.
DURASI INSPEKSI K3
1. Inspeksi tidak terencana
• Waktu pelaksanaan inspeksi ini tidak
menentu, sehingga umumnya bersifat
dangkal dan tidak sistematis. Inspeksi tidak
terencana mencakup beberapa hal berikut ini:
• Umumnya hanya memeriksa kondisi tidak
aman (kondisi tidak aman yang memerlukan
perhatian besar yang sering terlewati)
• Fokus lebih besar pada kepentingan produksi
• Tidak tercatat atau tidak didokumentasikan
• Tindakan perbaikan dan pencegahan tidak
sampai mendetail.
DURASI INSPEKSI K3
2. Inspeksi terencana, dibagi menjadi dua, yakni:
a. Inspeksi rutin atau umum
• Inspeksi rutin biasanya dilakukan minimal satu bulan sekali, tetapi ada juga yang melakukannya
setiap enam bulan sekali hingga setahun sekali, tergantung kebijakan perusahaan. Inspeksi harus
dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan manajemen K3.
• Inspeksi rutin biasanya dilakukan untuk memeriksa sumber-sumber bahaya di tempat kerja atau
kegiatan identifikasi terhadap bahaya, tugas-tugas, proses operasional, peralatan, mesin-mesin
yang memiliki risiko tinggi dan alat pelindung diri.
b. Inspeksi khusus
• Inspeksi khusus biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya
terhadap objek-objek kerja tertentu yang memiliki risiko tinggi atau setiap kali ada proses atau
mesin baru yang diperkenalkan di tempat kerja, yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk
pencegahan dan pengendalian risiko di tempat kerja.
• Perbedaan antara inspeksi umum dan khusus adalah inspeksi umum direncanakan dengan
cara walk-through surveyke seluruh area kerja dan bersifat komprehensif, sedangkan inspeksi
khusus direncanakan untuk fokus kepada kondisi-kondisi tertentu, seperti mesin, peralatan, atau
area kerja yang memiliki risiko tinggi.
OBYEK INSPEKSI K3
• Bahaya yang berpotensi menimbulkan cedera atau PAK di tempat
kerja, meliputi:
OBYEK INSPEKSI K3
• Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar yang
berkaitan dengan bahaya, tugas-tugas, proses produksi tertentu, alat
pelindung diri, dll.
OBYEK INSPEKSI K3
• Permasalahan K3 yang terjadi sebelumnya meskipun risikonya kecil
juga perlu dipertimbangkan.
TAHAPAN PELAKSANAAN INPEKSI K3
1. Tahap persiapan
• Keberhasilan suatu pemeriksaan di tempat kerja bergantung pada sejauh mana persiapan yang telah Anda
lakukan terkait informasi yang diperlukan sebelum melakukan inspeksi K3. Agar pelaksanaan inspeksi K3
berjalan lancar dan efektif, ada beberapa hal yang harus Anda persiapkan, di antaranya:

1. Jadwal inspeksi dan tim inspeksi


2. Peta inspeksi berdasarkan denah area kerja
3. Jalur-jalur inspeksi K3
4. Potensi bahaya yang terkait dengan mesin, peralatan,
material dan proses kerja
5. Standar, peraturan atau prosedur kerja yang berlaku
6. Laporan inspeksi sebelumnya
7. Data kecelakaan kerja
8. Laporan pemeliharaan
9. Daftar atau hal-hal apa saja yang akan diinspeksi
10. Alat pelindung diri (APD) yang diperlukan selama
inspeksi.
TAHAPAN PELAKSANAAN INPEKSI K3
2. Tahap pelaksanaan
Bila persiapan Anda sudah matang dan terencana, saatnya Anda melaksanakan inspeksi K3. Berikut
langkah-langkahnya:
1. Menghubungi penanggung jawab bagian yang akan dikunjungi untuk menginformasikan bahwa akan
diadakan inspeksi K3
2. Usahakan untuk mengikuti peta dan jalur inspeksi yang sudah direncanakan
3. Mengamati rangkaian proses kerja untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap
peraturan atau prosedur K3
4. Mengamati tindakan perorangan atau perilaku pekerja apakah sudah memenuhi persyaratan K3
5. Mengumpulkan data atau memeriksa kembali data sesuai daftar inspeksi yang telah dibuat. Daftar
inspeksi bersifat permanen, tidak boleh ada hal yang dipertimbangkan kembali selama pelaksanaan
inspeksi berlangsung. Daftar inspeksi harus ditinjau dan ditambahkan atau direvisi seperlunya,
misalnya perubahan prosedur kerja atau perubahan proses kerja menggunakan peralatan tertentu.
6. Melakukan perbaikan sementara dengan segera apabila saat pelaksanaan inspeksi ditemukan
tindakan atau kondisi berbahaya.
TAHAPAN PELAKSANAAN INPEKSI K3

3. Pencatatan hasil pengamatan


Buat catatan ringkas tentang ketidaksesuaian dan kesesuaian peralatan,
tindakan dan kondisi terhadap standar, kemudian lakukan identifikasi
bahaya. Pencatatan hasil pengamatan diperlukan untuk meninjau
semua informasi yang dikumpulkan dan memudahkan tim inspeksi
untuk membuat klasifikasi bahaya dalam laporan.
TAHAPAN PELAKSANAAN INPEKSI K3
4. Tahap pelaporan
Setiap inspeksi K3 harus ditindak lanjuti dengan membuat laporan
tertulis.
Berikut tiga tipe laporan inspeksi K3, antara lain:
1. Laporan keadaan darurat − Mencakup kategori risiko Rendah –
Sedang - Tinggi, laporan harus segera dibuat sebelum kecelakaan
kerja terjadi atau sesaat setelah inspeksi K3 dilaksanakan.
2. Laporan berkala − Mencakup keadaan bahaya yang tidak masuk
kategori darurat. Laporan bisa dibuat dalam 24 jam setelah inspeksi.
3. Laporan ringkas − Mencakup kesimpulan dari semua item laporan
terdahulu.
HASIL INSPEKSI K3
Hasil inspeksi K3 adalah indikator keberhasilan atau kegagalan mengenai kebijakan dan prosedur yang telah
diterapkan di perusahaan. Bahaya yang teridentifikasi pada akhirnya harus dihilangkan atau diminimalkan,
supervisor atau manajer yang bertanggung jawab atas hal ini.
Hasil inspeksi juga akan menunjukkan kategori bahaya mana yang memerlukan tindakan perbaikan cepat dan
tidak. Informasi yang diperoleh dari inspeksi K3 rutin sebaiknya ditinjau ulang untuk:
1. Mengidentifikasi bahaya
2. Membantu memantau efektivitas program K3
3. Menentukan kebutuhan pelatihan untuk pekerjaan tertentu
4. Memberikan pengetahuan mengapa kecelakaan terjadi di area kerja tertentu
5. Menentukan tindakan perbaikan
6. Menetapkan atau memperbaiki prosedur bekerja aman
7. Memberi tanda area, peralatan, dll. yang mungkin memerlukan analisis bahaya lebih dalam.
KARTU OBSERVASI
Dalam memudahkan pengawasan K3 di lapangan, maka perusahaan
wajib mengajak seluruh personilnya untuk melakukan observasi
terhadap kejanggalan atau ketidaksesuaian terhadap penerapan K3 di
lokasi kerjanya.

Pada umumnya isi laporan kartu observasi antara lain:


Kondisi Tidak Aman
Tindakan Tidak Aman
AUDIT K3
Audit digunakan untuk meninjau dan menilai kinerja serta
efektivitas Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perusahaan.
Audit internal dilaksanakan oleh Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja untuk mengetahui dimana Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah diterapkan dan dipelihara
secara tepat.
TAHAPAN AUDIT K3
1. Pembukaan audit.
 Menentukan tujuan, ruang lingkup dan kriteria audit.
 Pemilihan auditor dan timnya untuk tujuan objektivitas dan
kenetralan audit.
 Menentukan metode audit.
 Konfirmasi jadwal audit dengan peserta audit ataupun pihak lain
yang menjadi bagian dari audit.
TAHAPAN AUDIT K3
2. Pemilihan petugas auditor.
 Auditor harus independen, objektif dan netral.
 Auditor tidak diperkenankan melaksanakan audit terhadap pekerjaan/tugas
pribadinya.
 Auditor harus mengerti benar tugasnya dan berkompeten melaksanakan audit.
 Auditor harus mengerti mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perusahaan.
 Auditor harus mengerti mengenai peraturan perundang-undangan dan persyaratan
lainnya yang berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja di
tempat kerja.
 Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai kriteria audit beserta aktivitas-
aktivitas di dalamnya untuk dapat menilai kinerja K3 dan menentukan kekurangan-
kekurangan di dalamnya.
TAHAPAN AUDIT K3
3. Meninjau dokumen dan persiapan audit.
A. Dokumen yang ditinjau meliputi :
• Struktur organisasi dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja.
• Kebijakan K3.
• Tujuan dan Program-Program K3.
• Prosedur audit internal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perusahaan.
• Prosedur dan Instruksi Kerja K3.
• Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko.
• Daftar peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan dengan
penerapan K3 di tempat kerja.
• Laporan insiden, tindakan perbaikan dan pencegahan.
TAHAPAN AUDIT K3
B. Persiapan audit internal meliputi hal-hal sebagai berikut antara lain
:Tujuan audit.
 Kriteria audit.
 Metodologi audit.
 Cakupan maupun lokasi audit.
 Jadwal audit.
 Peran dan tanggung jawab peserta/anggota audit internal.
TAHAPAN AUDIT K3
4. Pelaksanaan audit.
Tata cara berkomunikasi dalam audit internal.
• Pengumpulan dan verifikasi informasi.
• Menyusun temuan audit dan kesimpulannya.
• Mengomunikasikan kepada peserta audit mengenai :
Rencana pelaksanaan audit.
Perkembangan pelaksanaan audit.
Permasalahan-permasalahan dalam audit.
Kesimpulan pelaksanaan audit.
TAHAPAN AUDIT K3
5. Penutupan audit dan tindak lanjut audit.
 Menyusun pemantauan tindak lanjut audit internal.
 Penyusunan jadwal penyelesaian tindak lanjut audit internal.
BAGIAN 3
TEKNIK KOMUNIKASI K3
PENERAPAN INFORMASI K3
Informasi K3 dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
1. Papan Informasi
2. Rapat K3
3. Pendekatan Personal
PAPAN INFORMASI K3
Adalah sebuah media informasi yang dibuat khusus bagi seluruh
personil untuk mengetahui perkembangan informasi K3, dimana dalam
papan informasi K3 tersebut berisi tentang kejadian K3, improve K3 dan
lain sebagainya.

Papan informasi K3 harus dibuat semenarik mungkin untuk menarik


minat pekerja membaca dan tidak membosankan.
RAPAT K3

Tujuan rapat K3 adalah untuk


membagi dan menerima
informasi langsung terkait
kondisi K3 di Perusahaan.
RAPAT P2K3
SAFETY TALK MEETING
TOOL BOX MEETING
PENDEKATAN PERSONAL

Pendekatan personal adalah hal yang


sangat penting untuk menggali
informasi yang dibutuhkan, hal ini
wajib dilakukan oleh atasan kepada
bawahannya dan petugas K3 kepada
pekerja.
MEMBANGUN PENDEKATAN PERSONAL

1. Ketahui latar belakang pekerja


2. Hobi atau kebiasaan pekerja
3. Pengalaman kerja mereka
4. Prestasi pekerja
5. Keluarga pekerja
MEMBANGUN PENDEKATAN PERSONAL
Selalu menyapa saat bertemu
Perbanyak diskusi terkait pekerjaan
Tanyakan kendala pekerjaan
Lakukan pendalaman analisa pemahaman K3
Berikan dukungan moril
Ajak melakukan analisa K3
Berikan perhatian lebih
Hindari perdebatan
Lakukan pelatihan-pelatihan K3
Berikan stimulan reward dan punishment
BAGIAN 4
MANAJEMEN RISIKO K3
Tujuan

Mengetahui batasan tanggung jawab masing-masing proses


Dapat memetakan masalah
Menilai tingkatan skala prioritas
Mengetahui peran dan tanggung jawab K3 pada masing-masing
bagian/personil
Beberapa Definisi terkait manajemen resiko

Resiko adalah sesuatu yang


berpotensi menimbulkan
cidera/kerugian atau
merupakan kombinasi dari
kemungkinan / peluang dan
akibat.
Beberapa Definisi terkait manajemen resiko
• Analisa Resiko adalah
kegiatan analisa suatu
resiko dengan cara
menentukan besarnya
kemungkinan /
probability dan tingkat
keparahan dari akibat /
consequences suatu
resiko
Beberapa Definisi terkait manajemen resiko
• Penilaian Resiko / Risk Assesment adalah penilaian
suatu resiko dengan membandingkan terhadap
tingkat / kriteria resiko yang telah ditetapkan.
Beberapa Definisi terkait manajemen resiko

• Manajemen Resiko adalah


penerapan secara sistematis
dari kebijakan manajemen,
prosedur dan aktifitas dalam
kegiatan identifikasi bahaya,
analisa, penilaian,
penanganan dan
pemantauan serta review
resiko.
Manajemen resiko sebaiknya dilakukan dalam suatu tim
atau beberapa unsur dari karyawan yang terlibat pada
pekerjaan tersebut dengan tujuan :
– Lebih banyak informasi yang terkumpul
– Diperoleh kesepakatan dari beberapa sudut pandang
yang berbeda
– Solusi yang diputuskan diterima oleh semua pihak yang
terlibat
Kapan Manajemen Resiko dilakukan?
1. Pada tahap awal / perancangan /
design
2. Pengembangan prosedur / instruksi
kerja baru
3. Modifikasi proses
4. Ditemukan bahaya baru
Rancangan Manajemen Risiko
1. Identifikasi proses kerja
2. Menetapkan potensi bahaya
3. Menganalisa tingkatan risiko yang mungkin diterima
4. Penetapan level risiko/risk rating
5. Penetapan pengendalian risiko (Hirarchy Safety)
6. Penetapan level risiko/risk rating
7. Regulasi terkait
Tahapan Manajemen Resiko

1. Komitment
2. Persiapan
3. Identifikasi Bahaya
4. Akibat – Peluang
5. Penilaian Resiko
6. Penanganan Resiko
7. Monitor & Review
KOMITMEN
• Harus mendapat dukungan dari lini manajemen
karena:
1. Manajemen paling banyak terlibat dalam
pengambilan keputusan
2. Terkait pada kebijakan organisasi secara
keseluruhan
3. Terkait pada alokasi SDM dan finansial
PERSIAPAN
• Agar kegiatan Manajemen Resiko berjalan dengan lancar
diperlukan
1. Ruang lingkup kegiatan
2. Personil
3. Standar / acuan penetapan resiko
4. Prosedur
5. Dokumentasi
DEFINISI BAHAYA

•Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah


semua sumber, situasi ataupun aktivitas
yang berpotensi menimbulkan cedera
(kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (PAK) -
•definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
IDENTIFIKASI BAHAYA
• Dilakukan identifikasi bahaya yang terdapat dalam
suatu aktifitas / kegiatan / proses kerja, dll.
• Teknik sederhana untuk melakukan identifikasi bahaya
adalah dengan membuat pertanyaan sbb:
a. Apakah sumber bahaya penyebab cidera ?
b. Siapa yang terpapar ?
c. Bagaimana cidera bisa timbul ?
SUMBER BAHAYA

•Keadaan bahan / peralatan


– Sifat Pekerjaan
– Lingkungan Kerja
– Cara Kerja
– Proses Produksi
SIAPA YANG TERPAPAR BAHAYA?

1.Karyawan
2.Kontraktor
3.Tamu
4.Pihak Ketiga
BAGAIMANA CIDERA BISA TIMBUL?
1. Jatuh dari ketinggian
2. Tertimpa
3. Terbentur / tertabrak
4. Terjebak / Terjepit
5. Kontak dengan suhu ekstrim
6. Tersengat listrik
7. Kontak dengan Bahan kimia berbahaya
TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA
1. Inspeksi
2. Work Through Survey
3. Audit
4. Kuisoner
5. Data Statistik
6. HAZOP / Fault Tree Analysis
Analisa dan Penilaian Resiko
Setelah Bahaya diidentifikasi, tahap selanjutnya adalah melakukan analisa dan penilaian resiko.
Dalam melakukan analisa dan penilaian resiko parameter yang digunakan adalah AKIBAT
(Consequences) dan PELUANG (frequency)

Akibat adalah tingkat keparahan yang mungkin terjadi dari suatu insiden yang melibatkan manusia,
properti, lingkungan ataupun reputasi perusahaan.

Contoh:
Yang berakibat pada manusia seperti Fatal, cacat, perawatan medis, P3K.
Yang berakibat pada properti seperti kerusakan fasilitas pabrik
Peluang adalah Frekuensi terjadinya insiden yang bisanya dinyatakan dalam satuan waktu
Contoh :
– Pernah terjadi pada perusahaan sejenis
– pernah terjadi di perusahaan ini
– Pernah terjadi diperusahaan ini beberapa kali dalam satu tahun
Beberapa acuan yang digunakan untuk melakukan
penilaian resiko adalah sebagai berikut :

Informasi tentang aktifitas pekerjaan


Tindakan pengendalian yang telah dilakukan
Peralatan yang digunakan
Data statistik kecelakaan
DLL.
Analisa resiko dibagi menjadi 3

 KUALITATIF
 KUANTITATIF
 SEMI KUALITATIF
KUALITATIF

•Menganalisa dan menilai resiko


dengan membandingkan
parameter akibat dan peluang
dengan membandingkan matriks
yang telah ditetapkan
KUANTITATIF

•Dilakukan dengan menentukan nilai


dari masing-masing parameter yang
didapat dari hasil analisa yang
representatif seperti analisa
statistik, simulasi, fault tree analisis,
dll.
SEMI KUALITATIF

•Metode yang dipakai hampir sama


dengan metode kuantitatif
perbedaannya terletak pada nilai /
skor tertentu yang telah ditetapkan
sesuai resikonya.
PENGENDALIAN RISIKO
• Setelah dilakukan selanjutnya ditentukan apakah resiko tersebut
dapat diterima (acceptable risk) atau tidak. Apabila resiko tidak dapat
diterima (non acceptable risk), perusahaan harus menetapkan tindak
lanjut perbaikan sampai resiko terendah dengan prinsip hirarki
pengendalian sbb:
– Eliminasi
– Subtitusi
– Rekayasa
– Administrasi
– ALat Pelindung Diri
MONITOR DAN REVIEW
• Manajemen resiko yang
ditelah ditetapkan harus
selalu di monitor, apakah
sudah sesuai dengan
penerapan di aktifitas
pekerjaan, jika tidak harus
dilakukan kaji ulang atau
review dan dipastikan
selalu update.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai
keparahan suatu resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah
itu rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrim dapat menggunakan
metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel matriks resiko di atas :
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :
Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang
dihasilkan dari penilaian matriks resiko :
Langkah Kerja Bahaya Risiko Likelihood Severity Risk Rating
Hirarki Pengendalian / Mitigasi

Likelihood Severity Risk Rating


Rekayasa
Eliminasi Subtitusi Administrasi APD
Teknik
MATRIK PENILAIAN RISIKO
KLASIFIKASI TINGKAT RESIKO

Anda mungkin juga menyukai