Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah Furniture adalah istilah yang digunakan untuk perabot rumah tangga yang berfungsi sebagai tempat penyimpan barang, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya. Misalnya furniture sebagai tempat penyimpan biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak, contoh lemari pakaian, lemari buku dll. Furniture dapat terbuat dari kayu, bambu, logam, plastik dan lain sebagainya. Furniture sebagai produk artistik biasanya terbuat dari kayu pilihan dengan warna dan tekstur indah yang dikerjakan dengan penyelesaian akhir yang halus. Sejauh ini industri furniture/mebel Indonesia masih memiliki pamor bagus dalam perdagangan dunia. Pemerintah telah mengupayakan untuk mengembangkan industri furniture. Terlebih sektor ini telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor Tanah Air. Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar (Industri Dasar), industri menengah (Aneka industri) dan industri kecil Industri kecil dengan teknologi sederhana/tradisional dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas adalah merupakan industri yang banyak bergerak disektor informal. Pekerja pada kelompok ini merupakan kelompok kerja yang tergolong pada "underserved working population" dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan kerja seperti yang diharapkan. Era industrialisasi saat ini dan dimasa mendatang memerlukan dukungan tenaga kerja yang sehat dan produktif dengan suasana kerja yang aman, nyaman dan serasi. diperkirakan jumlah angkatan kerja yang bekerja pada sektorsektor industri pemerintah dan swasta, baik sektor formal maupun informal pada akhir Pelita V akan mendekati 100 juta orang dimana sebagaian besar (lebih kurang 80 %) berada pada sektor informal. Dampak negatif dari industri pengolahan kayu adalah timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil industri mebel tersebut. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri mebel dapat terpapar debu karena bahan baku, bahan antara ataupun produk akhir. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya gangguan fungsi paru. Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran napas akibat debu dapat disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta lama paparan. Disamping itu, faktor individual yang meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas serta faktor imunologis. Penilaian paparan pada manusia perlu 1

dipertimbangkan antara lain sumber paparan, jenis pabrik, lamanya paparan, paparan dari sumber lain. Pola aktivitas sehari-hari dan faktor penyerta yang potensial seperti umur, jenis kelamin, etnis, kebiasaan merokok dan faktor allergen. 1.2 Tujuan Tujuan dari kegiatan Praktek Lingkungan Kerja Industri ini adalah: 1.3. Untuk mengetahui bahaya tempat kerja Untuk mengetahui cara pengendalian di tempat kerja/industri tersebut. Ruang lingkup Praktek lingkungan kerja industri ini adalah hanay terbatas pada identifikasi bahaya di temapt kerja dan cara pengendalian nya

Ruang Lingkup

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian dasar/definisi K3 (Occupational Health and Safety) Definisi tentang K3 adalah yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety and Health Committee, maka definisi K3 dapat dipilah-pilah dalam beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa K3 adalah : a. b. c. d. Promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan. yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka. timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan. yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya. Dari pengertian di atas dapat diambil suatu tujuan dari K3 yaitu untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat yang tinggi dan terbebas dari faktor-faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tujuan utama k3 adalah mencegah, mengurangi bahkan menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Maksud utama dibutuhkannya k3 adalah untuk mencegah terjadinya cacat/kematian pada tenaga kerja, mencegah kerusakan tempat dan peralatan kerja, mencegah pencemaran lingkungan dan masyarakat disekitar tempat kerja, dan norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yg menciptakam dan memelihara derajat kesehatan kerja Pencegahan merupakan cara yang paling efektif Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja : Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu : perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman, berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut: 1. sembrono dan tidak hati-hati 2. tidak mematuhi peraturan 3. tidak mengikuti standar prosedur kerja. 4. tidak memakai alat pelindung diri 5. kondisi badan yang lemah

Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas. 2.2. Pengertian Tenaga kerja dan tempat kerja Menurut Kepmennaker nomor Kep-51 tahun 1999 tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun di laur hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau tebuka, bergerak dibidang atau tetap dimana tempat tenaga kerja bekerja, atau yang sering diamsuki tenga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 2.3. Sumber-Sumber Bahaya di Lingkungan Kerja Kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya di lingkungan kerja. Sumber bahaya ini bisa berasal dari : 2.3.1 Bahaya bangunan, peralatan dan instalasi Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Disain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik. Tersedia penerangan darurat yang diperlukan. Jalan dan gang harus diberi marka yang jelas. Pada tempat yang memerlukan dipasang rambu sesuai keperluan. Tersedia jalan penyelamatan diri yang diperlukan lebih dari satu pada sisi yang berlawanan. Pintu harus membuka keluar untuk memudahkan penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik dalam disain maupun konstruksi. Sebelum penggunaan harus diuji terlebih dahulu serta diperiksa oleh suatu tim ahli. Kalau diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan. Sebelum operasi harus dilakukan percobaan operasi untuk menjamin keselamatan serta dioperasikan oleh operator yang memenuhi syarat. Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya. Apabila tidak dipergunakan dengan semestinya serta tidak dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman, peralatan itu bisa menimbulkan macam-macam bahaya seperti : Kebakaran Sengatan listrik Ledakan Luka-luka atau cidera 4

Agar peralatan ini aman dipakai maka perlu pengaman yang telah diatur oleh peraturanperaturan di bidang keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit cara pengoperasiannya perlu disediakan semacam petunjuk sebagai daftar periksa (check-list) pengoperasiannya. 2.3.2. Bahaya dari bahan Meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain : Mudah terbakar Mudah meledak Menimbulkan alergi Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh Menyebabkan kanker Mengakibatkan kelainan pada janin Bersifat racun Radioaktif

Selain risiko bahayanya berbeda-beda juga intensitas atau tingkat bahayanya juga berbeda. Ada yang tingkat bahayanya sangat tinggi dan ada pula yang rendah, misalnya dalam hal bahan beracun, ada yang sangat beracun yang dapat menimbulkan dalam kadar yang rendah dan dalam tempo yang singkat dan ada pula yang kurang berbahaya. Disamping itu pengaruhnya ada yang segera dapat dilihat (akut) tetapi ada juga yang pengaruhnya baru kita ketahui setelah bertahuntahun (kronis). Oleh sebab itu setiap pimpinan perusahaan harus tahu sifat bahan yang digunakan sehingga bisa mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja yang akan sangat merugikan bagi perusahaan. Setiap bahan kimia berbahaya harus dilengkapi dengan lembar data kimia (MSDS). Lembar data kimia ini dapat diminta kepada pemasok dengan memasukkannya dalam kontrak pembelian bahan. 2.3.3. Bahaya dari proses Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan di industri ada yang sederhana tetapi ada proses yang rumit. Ada proses yang berbahaya dan ada pula proses yang kurang berbahaya. Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya. Dalam proses biasanya juga digunakan suhu dan tekanan tinggi yang memperbesar risiko bahanya.dari proses ini kadang-kadang timbul asap, debu, panas, bising dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong atau tertimpa bahan. Hal ini berakibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam proses banyak bahan kimia yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong. Ada bahan kimia yang merupakan hasil sampingan. Sebagian bahan tersebut termasuk bahan kimia berbahaya seperti mudah terbakar, meledak, iritan, beracun dan sebagainya. Skala industri kimia cenderung semakin besar untuk meningkatkan efisiensi dan mengendalikan 5

biaya. Namun hal ini juga berakibat kemungkinan timbulnya bencana bila terjadi kegagalan operasi normal. Beberapa malapetaka industri pernah terjadi dengan korban yang besar baik terhadap jiwa manusia, aset perusahaan dan lingkungan. 2.3.4. Bahaya dari cara kerja Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan orang lain dan sekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain : a. Cara mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara yang salah dapat mengakibatkan cidera dan yang paling sering adalah cidera pada tulang punggung. Juga sering terjadi kecelakaan sebagai akibat cara mengangkat dan mengangkut. b. Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api, serta tumpukan bahan berbahaya. c. Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Penyelia perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. 2.3.5. Bahaya dari lingkungan kerja Bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktifitas dan efisiensi kerja. Bahaya-bahaya tersebut adalah : a. Bahaya yang bersifat fisik Seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, radiasi dan sebagainya. Keadaan tempat kerja yang terlalu panas menyebabkan karyawan cepat lelah, karena kehilangan cairan dan garam. Bila panas dari lingkungan ini berlebihan suhu tubuh akan meningkat yang akan menimbulkan gangguan kesehatan. Pada keadaan yang berat suhu tubuh yang sangat tinggi yang mengakibatkan pingsan sampai kematian. Keadaan ruangan yang terlalu dingin juga akan menyebabakan karyawan sering sakit sehingga akan menurunkan daya tahan tubuhnya. Kebisingan mengganggu konsentrasi, komunikasi dan kemampuan berpikir. Kebisingan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan daya dengar yang mula-mula bersifat sementara tetapi kemudian akan bersifat permanen. Nilai ambang batas kebisingan adalah 85 dB untuk karyawan yang bekerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Berdasarkan sifatnya kebisingan terdiri dari:
1. Kebisingan kontinuie, yaitu kebisingan yang tidak terputus- putus. Dibedakan menjadi dua

: 6

a. Wide spectrum, misalnya kipass angin, suara getaran dalam saluran, suara mesin tenun dll. b. Frekuensi spectrum sempit, misalnya suara sirine, generator, kompresor, suara gergaji sirkuler dll 2. Kebisingan terputus- putus, yaitu kebisingan yang berlangsung tidak terus menerus, misalnya kebisingan yang terdapat di lapangan udara, atau di jalan raya dll. 3. Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah, seperti pekerjaan mengerling dll. 4. Kebisingan impaktif, yaitu kebisingan dengan intensitas rendah tetapi sangat cepat, misalnya tembakan meriam. Kebisingan yang paling serius adalah gangguan terjadinya ketulian. Pencahayaan penting untuk efisiensi kerja. Pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan. Untuk pengaturan intensitas pencahayaan telah diatur dalam peraturan menteri perburuhan nomor 7 tahun 1964. Selain itu juga pengaruh buruk dari penerangan yang kurang adalah kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluahnkeluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar mata, kerusakan alat penglihatan, dan meningkatnya kecelakaan. Getaran yang berlebihan menyebabkan berbagai penyakit pada pembuluh darah, syaraf, sendi dan tulang punggung. Efek buruk terhadap tubuh adalah efek mekanis kepada jaringan yang mengakibatkan sel-sel jaringan rusak, rangsangan reseptor syaraf di dalam jaringan yang terjadi melalui syaraf sential atau langsung ke system otonomi. Macam-macam getaran mekanis : 1. Getaran seluruh badan mengakibatkan gangguan kerja maka diperlukan peredam 2. Getaran alat lengan yaitu kelainan- kelainan pada peredaran darah dan persyaratan dengan tanda- tanda badan pucat dan biru yang terulang dari anggota badan, kedinginan, tanpa adanya secara klinis penyumbatan dari pembuluh darah tepi dan kelainan- kelainan gizi dan bila ada hanya terbatas pada kulit, kerusakan- kerusakan pada persendian dan tulang disebabkan tingkat kekerasan getaran terhadap tulang rawan. b. Bahaya yang bersifat kimia Berasal dari bahan-bahan yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses produksi bahan ini terhambur ke lingkungan, cara kerja yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan dalam proses kerja. Bahaya yang timbul sesuai dengan sifat bahan yang terhambur ke lingkungan kerja tersebut.bahan kimia dapat menimbulkan 7

gangguan baik lokal maupun sistemik. Gangguan lokal adalah kelainan yang timbul ditempat bhan kimia kontak dengan tubuh, yaitu kulit dan selaput lendir yang menimbulkan gejala iritasi, ulkus dan kadang-kadang kanker. Apabila ia terserap dan masuk peredaran darah akan timbul gejala sistemik. Jalan masuk bahan kimia kedalam tubuh adalah : Melalui kulit Melalui pernafasan Melalui pencernaan

Gejala yang timbul bisa bersifat akut atau kronis tergantung pada pola pemaparan. c. Bahaya biologik Disebabkan oleh jasad renik, gangguan serangga maupun dari binatang lain yang ada ditempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti infeksi, alergi dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa yang menimbulkan berbagai penyakit serta bisa menyebabkan kematian. d. Bahaya kimia Bahaya kimia dapat terjadi pada : Alcohol dan diol, dipergunakan sebagai pelarut cat, serlak, dan pernis. Pekerja tersebut kemungkinan menderita keracunan methanol. Hal ini terjadi karena absorbsi atau terminum. e. Gangguan jiwa Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti seharusnya mencapai target produksi yang terlalu tinggi diluar kemampuan, hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi dan lainlain. Gangguan jiwa ini dapat timbul dalam bentuk gangguan fisik seperti tekanan darah yang meningkat, eksim yang hilang timbul, dan sebagainya. Keadaan ini dikenal sebagai penyakit psikosomatik. Stress di tempat kerja bisa memperlihatkan gejala masal yang dikenal dengan histeria massa. f. Gangguan yang bersifat faal Karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja. Pengaturan kecepatan ban berjalan misalnya yang perlu diatur sesuai dengan kecepatan operator melayaninya agar tidak stress. 2.4. Teknik Inspeksi Inspeksi/pemeriksaan tempat kerja dilakukan oleh penyelia yang bertanggung jawab, oleh pimpinan pabrik, petugas keselamatan dan kesehatan kerja atau anggota P2K3. Pelaksanaannya bisa dilakukan oleh satu orang atau oleh satu tim. Pemeriksaan harus dilaksanakan secara berkala, meliputi seluruh tempat kerja dan seluruh aspek. 8

Teknik yang paling sederhana iala yang disebut walk through survey. Pemeriksa melakukan mengikuti bagan arus produksi (production flow chart) dengan mengutamakan pemakaian panca indera. Seperti memperhatikan tempat dan lingkungan kerja, cara kerja, peralatan, penyusunan stok barang, tata letak mesin dan peralatan, alat-alat pengaman dan alat-alat pelindung mesin, pemakaian alat pelindung diri dan lain-lain. Perhatikan apakah tingkat pencahayaan ruang kerja dan distribusi cahaya memenuhi syarat serta kesilauan di tempat kerja dihilangkan. Dengan menggunakan indera pendengaran dapat diperkirakan bahwa tingkat kebisingan sudah berada di atas ambang batas atau masih dalam batas aman. Pemeriksa juga bisa mencium bau-bauan untuk mengidentifikasi adanya bau yang tidak biasa untuk pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksa juga bisa membawa alat deteksi ringan seperti pocket sound level meter untuk mengukur intensitas kebisingan, lux meter untuk mengukur pencahayaan dan pengukur gas kitagawa untuk mengukur kadar bahan kimia yang berbentuk gas dalam udara ruang kerja serta peralatan ringan lainnya untuk membantu. Apabila ditemukan hal yang diragukan tingkat keselamatannya maka pemeriksa perlu mencatat dan melaporkan kepada bagian keselamatan kerja untuk diperiksa secara lebih cermat atau konsultasikan pada ahli keselamatan dan kesehatan kerja atau pengawas. 2.5. Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya di tempat kerja Secara kronologis, terjadinya kecelakaan akibat kerja pada dasarnya sebagai berikut : 1. Kecelakaan timbul karena ada penyebabnya yaitu kerja (perbuatan), keadaan, atau kondisi yang tidak aman) 2. Kerja (perbuatan ) dan keadaan yang tidak aman ditimbulkan oleh kesalahan manusia sebagai tenaga kerja 3. Kesalahan manusia disebabkan oleh berbagai factor antara lain lingkungan kerja, kondisi social ekonomi, tingkat pengetahuan dan keterampilan serta adat kebiasaan. Dari uraian urutan kejadian timbulnya kecelakaan tersebut, ada tiga unsur pokok sasaran pengendalian lingkungan kerja yakni unsur- unsur : mesin sebagai peralatan kerja, manusia sebagai pekerja atau pelaksana kerja, dan lingkungan kerja. Munculnya bahaya yang dapat terganggu kesehatan atau menimbulkan kecelakaan pada pekerja dapat bersumber dari ketiga unsur tersebut. Agar karyawan bisa bekerja dengan cara yang aman perlu diberi penerangan dan penyuluhan mengenai bahaya yang ada di tempat kerja dan perlu latihan kerja agar mereka terampil dan dapat bekerja secara aman. Apabila pada tempat kerja diidentifikasi adanya bahaya terhadap tenaga kerja perlu dialkukan evaluasi tingkat resiko. Apabila tingkat resiko berada pada tingkat yang membahayakan maka perlu upaya pengendalian. 9

Cara pengendalian bahaya : a. b. apabila sumber bahaya itu berasal dari bahan atau proses kerja, diupayakan mengganti bahan dan proses kerja tersebut dengan yang kurang berbahaya. Apabila tidak mengkin diganti, maka bisa di upayakan mengisolasi sumber bahaya, misalnya generator yang sangat bising di tempatkan di tempat jauh letaknya dari tempat kerja. Apabila tidak memungkinkan maka sumber bising ini ditempatkan di dalam ruangan yang mengisolasikan suara bising. Demikian pula pengolahan bahan berbahaya di lakukan diruangan tertutup yang terpisah. Hanya beberapa karyawan yang memakai alat pelindung diri yang cukup. Bekerja dalam ruang yang isolasi tadi. c. Mengendalikan dengan cara tehnik seperti ventilasi umum. Pengisap udara. Tirai-tirai pengaman dan lain-lain. Cara ini digunakan untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya yang ada di lingkungan tenaga kerja bekerja misalnya untuk mengendalikan debu, gas, dan uap, dengan ventilasi dan penghisap udara. Tirai pengaman untuk mencegah penyebaran panas, radiasi dan sebagainya. d. Apabila upaya pengendalian bahaya ini kurang memadai maka perlu diberikan alat pelindung diri. Alat pelindung diri harus sesuai dengan keperluan dan cocok untuk karyawan yang memakainya. Penggunaan alat pelindung diri ini perlu diprogramkan. Sering terjadi manajemen gagal menerapkan aturan penggunaan alat pelindung diri ini karena tidak direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik kepada tenaga kerja. Pemakaian alat pelindung diri ini perlu suatu program yang terencaan yang meliputi : analisis kebutuhan, pengadaan alat pelindung yang sesuai dengan keperluan dan coco dengan tenaga kerja, penerangan dan penyuluhan, latihan penggunaan alat pelindung diri secara baik, pelaksanaan secara persuasif, pelaksanaan dengan sanksi. Upaya pengendalian lingkungan kerja yang ditujukan terhadap factor mekanik (mesin) antara lain : perencanaan yang baik tentang mesin ,alat dan perkakas kerjja yang dipergunakan serta peningkatan perhatian terhadap perawatan mesin dan perkakas kerja. Upaya pengendalian lingkungan kerja yang ditujukan terhadap factor lingkungan antara lain adalah pemikiran standar, peralatan, kualitas lingkungan dan pemeliharaan rumah tangga indusrti yang aman.

BAB III METODE PENELITIAN 10

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Praktek sanitasi lingkungan kerja Industri mebel dilakukan di CV. Putra Siliwangi. Yang beralamat di Jl. Tarumanegara RT 13 Lorong Astrea No.76 Kelurahan Tanjung pinang Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi. Alat dan Bahan 1. 2. Kuesioner sanitasi lingkungan kerja industri Mebel Pena untuk mengisi formulir

Prosedur / Langkah Pemeriksaan 1. Memberikan surat pengantar kepada Pemilik mebel 2. Izin melakukan pemeriksaan kepada pemilik atau penanggung jawab di Industri Mebel CV Putra Siliwangi. 3. Setelah mendapat izin, lalu lakukan pemeriksaan awal pada Mebel CV. Putra Siliwangi sesuai dengan waktu yang telah diizinkan.. 4. Pada saat pemeriksaan, diperiksa tempat-tempat dan bahan yang berbahaya bagi pekerja 5. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan Kuesioner sanitasi lingkungan kerja Industri Mebel yang ada 6. Lalu tarik kesimpulan dari hasil kegiatan pemeriksaan yang telah dilakukan.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 11

3.1

Hasil Kegiatan Bahan baku utama dalam pembuatan furniture adalah bahan kayu yang berupa kayu

log/gelondongan atau kayu olahan. Dalam pembuatan furniture kayu pada dasarnya tergantung dari jenis serta mutu kayu olahan yang akan dipergunakannya, yang penting dalam pembuatan furniture kayu tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sebagai berikut : 1. Bahan baku kayu tidak mempunyai cacat atau tanda potongan dari cabang-cabang yang bisa mengurangi kualitas. 2. Kayu yang kena serangga, jamur atau bakteri tidak boleh dipergunakan 3. Ujung-ujung atau sisi-sisi dari bagian-bagian suatu furniture yang menonjol harus ditumpulkan agar tidak membahayakan bagi pemakai. Sedangkan beberapa jenis kayu yang secara spesifik sering digunakan dalam pembuatan furniture antara lain : - Kayu Jati - Kayu Mahoni. - Kayu Sonokeling - Kayu Rimba - Kayu Pinus - Kayu Meranti Selain jenis-jenis kayu tersebut dapat pula digunakan jenis kayu lainnya yang penting jenis kayu tersebut mempunyai sifat-sifat yang harus dapat dipenuhi untuk keperluan pembuatan furniture antara lain : a. Mempunyai sifat penampilan permukaan yang bagus (mempunyai sifat dekoratif) b. Mempunyai sifat keras/awet (tidak mudah dimakan rayap/serangga) c. Mempunyai sifat-sifat struktural yaitu seratnya lurus dan cukup panjang. Adapun kandungan air yang ada dalam kayu sebagai bahan mebel juga harus diperhatikan, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas/mutu produk furniture yang dapat menimbulkan pengembangan/penyusutan yang tidak teratur, retak-retak/pecah, bengkok/melengkung dan melintir. Apabila furniture tersebut ditempatkan pada kondisi kandungan udara dengan perubahan iklim udara yang cukup tinggi perlu disesuaikan dengan kondisi kayu melalui pengurangan kadar air. Untuk produk furniture kayu kadar air yang aman adalah 0-12 %. Pengurangan kadar air bahan mebel dapat dilakukan melalui proses pengeringan/pengovenan (Kiln Dried). 3.1.1 Proses kerja/ tahapan dalam pembuatan mebel kayu 12 - Kayu Jelutung - Kayu Karet (dengan proses khusus) - Kayu Olahan (Plywood, Particle board) - MDF (Medium Density Fibreboard) - Dan Kayu lainnya

1)

Bahan dan Alat a) Bahan baku yang digunakan Bahan baku yang dipergunakan dalam pembuatan meubel kayu oleh perajin sektor

informal tersebut adalah kayu. Ada dua jenis bentuk kayu yang bisa digunakan adalah Kayu balok dan papan serta Kayu lapis. Kebanyakan perajin tersebut menggunakan kayu balok dan papan yang umumnya berasal dari jenis kayu keras. Jenis kayu keras yang digunakan untuk pembuatan meubel itu jarang yang mengalami pengawetan secara kimiawi, melainkan pada umumnya diawetkan secara alamiah melalui bentuk pengeringan, baik ketika masih dalam bentuk gelondongan maupun dalam bentuk balok dan papan. Kayu balok biasanya terdiri dari kayu keras semata dan digunakan sebagai rangka utama suatu meubel, sedangkan kayu papan sering merupakan kayu gubal atau kayu keras dan dipakai sebagai dinding dan alas dari suatu meubel. Jenis kayu (balok dan papan) yang biasa digunakan untuk pembuatan meubel tersebut adalah kayu jati, durian, mangga, sonokeling kenari, rasamala dan lain-lain sesuai dengan kayu meubel yang dikehendaki. Kayu tersebut umumnya diperoleh dari pedagang kayu yang banyak terdapat disekitar industri itu. Sedangkan kayu lapis, walaupun penggunaannya terbatas, namun cukup populer dikalangan industri meubel. Kayu lapis merupakan serat kayu lunak ataupun kayu keras yang dengan melalui suatu proses pemapatan, dijadikan kayu lapis dalam bentuk papan maupun sebagai finir. Kayu lapis papan banyak didisain menjadi meubel tanpa rangka utama, dan juga digunakan sebagai dinding dan alas meubel berangka kayu balok. Sedangkan kayu lapis finir dibuat untuk tujuan dekoratif, sehingga penampilannya selalu menarik. kayu lapis tersebut semuanya mengalami pengawetan kimiawi ketika dalam proses pembuatan. b) Mesin dan peralatan Peralatan yang digunakan oleh para pengusaha furniture kayu dapat dikelompokkan ke dalam peralatan mekanis dengan bantuan tenaga listrik dan peralatan manual, yaitu: Peralatan mekanis dengan tenaga listrik yang digunakan antara lain adalah mesin gergaji kayu, mesin bor kayu, mesin serut, mesin ampelas, obeng listrik dan kompresor untuk pewarnaan dan finishing politur. Sedangkan peralatan manual terdiri dari gergaji manual, palu atau pukul besi, tang, tatah atau pahat, tatah ukir, pisau raut, mistar, meteran serta peralatan politur, cat, dsb. Mesin dan peralatan yang banyak digunakan pada pembuatan meubel kayu adalah dalam kegiatan penggerjian/ pemotongan, pengetaman, pemotongan bentuk, 13

pelubangan, berikut :

pengukiran,

pengaluran,

penyambungan,

pengamplasan

dan

pengecatan. Adapun mesin dan peralatan yang banyak digunakan adalah sebagai - Circular Sawing machine - Mesin Ketam - Mesin pembentuk kayu ( Band Saw ) - Drilling machine - Screw driver/obeng tangan - Compressor - Jig saw - Hack Saw - Tatah kuku/datar - Sprayer - Palu besi/ kayu - Kuas

Penggunaan peralatan dalam industri ini memerlukan keterampilan serta keahlian pekerja produksi, baik dari segi pengoperasian alat maupun kemampuan membuat bentukan kayu dengan ketelitian tinggi secara manual. Sementara itu, tambahan peralatan yang diperlukan adalah untuk pengeringan kayu dan finishing selama musim hujan. Pengeringan kayu dapat dibantu dengan peralatan oven dengan bahan bakar arang atau sisa kayu dan serbuk gergaji. Sedangkan untuk pengeringan dalam pewarnaan dapat menggunakan blower yang dilengkapi dengan dryer dengan pemanasan listrik. Bahan pelengkap yang digunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis furniture kayu antara lain: kaca, cermin, kunci, engsel, tarikan pintu, bahan jok, asesoris dan sebagainya. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan terdiri dari paku, sekrup, ampelas, dempul, bahan melamin, thiner, spiritus, bahan politur seperti sirlak dan pewarna, lem serta cat. 2) Proses Produksi Meubel Kayu Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses utama, yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku. Proses penyiapan komponen, proses perakitan dan pembentukkan (bending) dan proses akhir (finishing) kelima proses tersebut dapat dijabarkan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Penggergajian Kayu Untuk industri besar, bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya pembuatan balok dan papan ini dikerjakan dengan menggunakan gergaji secara mekanis atau dengan gergaji besar secara manual. Proses ini menimbulkan debu yang sangat banyak dan juga menimbulkan suara bising. Tetapi pada pembuatan meubel di industri informal, bahan baku kayu itu pada umumnya sudah didalam bentuk papan dan balok yang ukurannya kadang-kadang dipilih yang sudah

14

disesuaikan dengan rencana meubel yang akan dibuat, sehingga dapat langsung dibuat bahan dasar rakitan meubel. (b) Penyiapan bahan baku Papan dan balok kayu yang sudah ada digergaji dan dipotong menurut ukuran komponen meubel yang hendak dibuat. Proses ini dilakukan dengan menggunakan gergaji baik dalam bentuk manual maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini menghasilkan banyak debu terutama ukuran yang besar karena menggunakan mata, gergaji atau lainnya yang relatif kasar serta suara bising disamping itu, pada proses ini banyak pula potongan-potongan kayu kecil yang tak dapat dimanfaatkan lagi untuk pembuatan meubel. (c) Penyiapan komponen Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel, kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang diinginkan dengan cara memotong, Meraut, mengamplas, melobang, mengukir, dan lain-lainnya sehingga tampak kalau kayu yang dikerjakan itu akan menjadi komponen meubel yang jika di rakit nantinya akan membentuk meubel yang indah dan menarik. Dalam tahap ini akan terbentuk banyak debu dan potongan kayu yang umumnya berukuran lebih kecil dan lebih halus karena alat yang digunakan juga lebih kecil, halus dan tajam. (d) Perakitan dan Pembentukan Komponen meubel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungkan satu sama lain hingga menjadi meubel. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan baut, sekrup, lem, paku ataupun pasak kayu yang kecil, dan lain-lain cara untuk merekatkan hubungan antara komponen. Perakitan ini dapat dibedakan atas dua macam, yaitu perakitan permanen dan perakitan sementara. Pada perakitan permanen, komponen meubel itu dipasang menjadi meubel secara tetap dan umumnya menggunakan paku atau pasak kayu kecil. Biasanya komponen yang dirakit permanen itu akan dicat setelah perakitan karena pengecatan sebelum perakitan dapat merusak cat itu pada saat perakitan permanen. sedangkan pada perakitan sementara komponen dirakit untuk pemasangan sementara dan akan dibongkar lagi untuk kepentingan pengepakan. Hubungan antar komponen itu akan menggunakan baut dan sekrup. Maksud perakitan sementara ini adalah untuk melihat kerapihan hubungan antar komponen sehingga jika terjual misalnya, dan pembelinya memasang komponen menjadi meubel, komponen-komponen itu akan terpasang menjadi meubel sesuai dengan bentuk yang diingatkan sebelumnya. Demikian juga jika sewaktu-waktu meubel tersebut hendak dilepas menjadi komponen-komponen. banyak debu yang dapat terbentuk. Kalaupun ada, hal tersebut terutama berasal dari perautan yang mungkin 15

diperlukan untuk menyesuaikan hubungan antar komponen. Namun yang relatif sering terjadi adalah kegiatan pengetokan yang diperlukan untuk memberi tekanan agar hubungan antar komponen dapat masuk dan melekat lebih erat. (e) Penyelesaian Akhir Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi : Pengamplasan / penghalusan permukaan meubel Pendempulan lubang dan sambungan Pemutihan meubel dengan H202 Pemelituran atau sanding sealer Pengecatan dengan wood stain atau bahan pewarna yang lain Pengkilapan dengan menggunakan melamic clear.

Pada bagian ini banyak menimbulkan debu kayu dan bahan kimia serta pewarna yang tersedia di udara, seperti H202, sanding sealer, melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap dan beterbangan diudara terutama pada penyemprotan yang menggunakan sprayer, untuk hal ini perlu pemasangan waterfall atau exhauster pada ruang finishing sehingga partikel dan bahan-bahan yang beterbangan di udara dapat diserap / dikumpulkan. Komponen dan atau meubel yang telah di cat akhir tersebut akan dikeringkan. Proses pengeringan pada industri besar dilakukan dengan mesin pengering (dry mill atau dryer) dalam suatu ruangan khusus sedangkan pada industri kecil / infomal , pengeringan dilakukan dengan matahari karena tidak memiliki alat dan ruangan tersendiri. Proses ini sangat penting karena pengecatan dan pengeringan langsung berpengaruh terhadap wajah/permukaan meubel yang sangat penting dalam menarik minat pembeli. Pengeringan dan pengecatan yang dilakukan diruang khusus akan memberi perlindungan dari gangguan debu dan asap yang dapat memburamkan hasil pengecatan. (f) Pengepakan Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel karena sebelum masuk proses ini, meubel telah selesai. Tahap ini merupakan langkah penyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal. Pada tahap ini meubel atau komponen yang sudah kering dikumpulkan dan dipersiapkan untuk diangkut kendaraan secara aman. Meubel dalam bentuk komponen-komponen tersebut tetap bersatu dengan komponen pasangannya sedangkan pada industri meubel sektor informal, meubel itu sudah jadi dan siap dikirim ke toko penjualan atau pemesan. Dalam masa tunggu untuk mendapatkan pembeli atau pengangkut ke toko meubel, meubel 16

tersebut disimpan pada tempat yang aman dan tidak mengganggu aktifitas industri. Meubel jadi tersebut ada kalanya belum dicat (bentuk mentah) dan akan dicat oleh pembeli (pemesan) yang pada umumnya adalah pedagang meubel. 3) Tenaga kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha furniture kayu terdiri dari tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsung adalah pekerja produksi yang memiliki keahlian dalam kategori tukang kayu, tukang politur untuk pekerjaan finishing, serta tukang amplas. Sedangkan tenaga manajemen, administrasi dan penjualan serta sopir sebagai kelompok tenaga kerja tidak langsung. 4.2 Permasalahan dan Pembahasan Bahaya potensial dan akibatnya a) Penggergajian Debu kayu yang terjadi akibat proses penggergajian dapat masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan dan dapat pula menyebabkan allergi terhadap kulit. Dampak negatif dari debu terhadap kesehatan dapat berupa Iritasi dan allergi terhadap saluran pernafasan dan Allergi terhadap kulit (2) Bising Kegiatan penggergajian, pemotongan, pelubangan, dan penyambungan umumnya akan menimbulkan kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran, gangguan pendengaran yang timbul pada awalnya masih bersifat sementara, tetapi pada pemajanan tingkat kebisingan tertentu misalnya lebih dari 85 dB (A) dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan, kerusakan pendengaran yang menetap sehingga menyebabkan tuli yang tidak diobati dari pekerja yang bersangkutan. (3) Posisi kerja yang tidak benar / tidak ergonomis (seperti jongkok, mebungkuk akan menimbulkan nyeri otot dan punggung). b) Penyiapan bahan baku / penyiapan komponen (1) Debu dan partikel kecil kayu banyak terjadi pada kegiatan ini yaitu pada proses pemotongan kayu sebagai persiapan komponen meubel, juga pada proses pembentukkan kayu. Debu kayu ini dapat masuk kedalam tubuh melalui saluran (1) Berhamburan debu kayu

4.2.1. Permasalahan

17

pernafasan, serta dapat pula menyebabkan iritasi dan allergi terhadap saluran pernafasan, kulit, asma. (2) Kebisingan yang ditimbulkan pada proses ini dapat menyebabkan gangguan aktivitas. Konsentrasi dan pendengaran baik sementara maupun tetap. (3) Sikap dan posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung serta gangguan fungsi dan bentuk otot (4) Cara kerja kurang hati-hati dapat menimbulkan luka terpukul, tersayat atau tertusuk. c) Penyerutan dan Pengamplasan kedalam tubuh melalui saluran pernafasan serta dapat menyebabkan allergi pada kulit. Dampak negatif terhadap kesehatan dapat berupa Iritasi dan allergi saluran pernafasan dan Allergi terhadap kulit. (2) Cara kerja yang kurang hati-hati akan menimbulkan luka tersayat , tertusuk , dan terpukul. d) Perakitan konsentrasi, aktivitas dan gangguan pendengaran. Akibat cara kerja yang kurang konsentrasi dapat menimbulkan kecelakaan/ bahaya seperti tertusuk paku, sekrup dan lain-lainnya. (2) Posisi kerja yang tidak benar / tidak ergonomis ( seperti jongkok, membungkuk ) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung. e) Pemutihan / Pengecatan serta jenis cat lainnya dapat mengakibatkan Peradangan pada saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek, sesak nafas, demam. Dan Iritasi pada mata dengan gejala mata pedih, kemerahan, berair. (2) Posisi kerja yang tidak benar/tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot dan punggung. Cara Pengendalian Ada beberapa alternatif pengendalian (secara tehnik dan administratif) yang bisa dilaksanakan, namun mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri dijadikan suatu kebiasaan dan keharusan. Hal ini sesuai dengan 18 (1) Uap cat / zat kimia seperti H2o2, thener, sanding sealer, melamic clear, wood stain (1) Suara bising berupa ketukan dan suara nyaring lainnya dapat mengganggu (1) Debu yang terjadi akibat proses penyerutan dan pengamplasan dapat masuk

Undang-Undang No 1 Th 1970 tentang keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja baik pengusaha maupun tenaga kerja. Penggunaan alat pelindung diri Suatu kegiatan industri, paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Alat pelindung diri untuk pekerja adalah alat pelindung untuk pekerja agar aman dari bahaya atau kecelakaan akibat melakukan suatu pekerjaannya. Alat pelindung diri untuk pekerja di Indonesia sangat banyak sekali permasalahannya dan masih dirasakan banyak kekurangannya. Alat pelindung diri (APD) yang baik adalah APD yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and acceptation), apabila pekerja memakai APD merasa kurang nyaman dan pengunaannya kurang bermanfaat bagi pekerja maka pekerja enggan memakai walaupun memakai karena terpaksa atau hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan. APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah: a. Masker Masker untuk melindungi dari debu atau partikel-partikel yang lebih kasar yang amsuk ke dalam saluran pernafasan. Masker terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. b. Alat ini dibedakan menjadi: Respirator pemurni udara, Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyarap kontaminan dengan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan. Alat pembersihnya terdiri dari filter untuk menangkap debu dari udara atau tabung kimia yang menyerap gas, uap dan kabut. Respirator penyalur udara, Membersihkan aliran udara yang tidak terkontaminasi secara terusmenerus. Udara dapat dipompa dari sumber yang jauh (dihubungkan dengan selang tahan tekanan) atau dari persediaan yang portable (seperti tabung yang berisi udara bersih atau Pemakaian masker oleh pekerja industri yang udaranya banyak mengandung debu, merupakan upaya mengurangi masuknya partikel debu kedalam saluran pernapasan. Dengan mengenakan masker, diharapkan pekerja melindungi dari kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan akibat terpapar udara yang kadar debunya tinggi. Walaupun demikian, tidak ada jaminan bahwa dengan mengenakan masker, seorang pekerja di industri akan terhindat dari kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan. Banyak faktor yang menentukan tingkat perlindungan dari penggunaan masker, antara lain adalah jenis dan karakteristik debu, sertakemampuan menyaring dari 19 Respirator Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap, logam, asap dan gas.

masker yang digunakan. Kebiasaan menggunakan masker yang baik merupakan cara aman bagi pekerja yang berada di lingkungan kerja berdebu untuk melindungi kesehatan. Cara-cara pemilihan APD harus dilakukan secara hati-hati dan memenuhi beberapa kriteria yang diperlukan antara lain: a. b. ditetapkan c. tepat atau salah penggunaan d. yang cukup lama dan bersifat fleksibel. APD harus tahan untuk jangka pemakaian APD tidak menimbulkan bahaya tambahan yang lain bagi pemakainannya yang dikarenakan bentuk atau bahannya yang tidak APD harus memberikan perlindungan yang APD harus memenuhi standar yang telah baik terhadap bahayabahaya yang dihadapi tenaga kerja

G. Gangguan Fungsi paru Diagnosis penyakit paru sebaiknya tidak hanya menilai kondisi organ paru saja, akan tetapi juga ditentukan kondisi fungsionalnya. Dengan mengetahui keadaan fungsi paru, maka beberapa tindakan medis yang akan dilakukan pada penderita tersebut akan dapat diketahui. Oleh karena itu pemeriksaan faal paru sekarang ini dikategorikan sebagai pemeriksaan rutin.

Debu Kayu 1. Pengertian Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lainlain dari bahan-bahan organik maupun anorganik misalnya kayu, biji logam dan arang batu.(4) Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi 2 yaitu(20): a. Deposit particulate matter Partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena daya tarik bumi 20

b. Suspended particulate matter Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap

BAB IV 21

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan 1. Sebaiknya alat dicuci dengan bersih terlebih dahulu sebelum dan sesudah digunakan. 2. Sebaiknya Menggunakan sarung tangan ketika proses pencetakan dan pemotongan kipang kacang.

DAFTAR PUSTAKA 22

C. Widjaja.Anton, Suyono Joko. 1995. Buku Saku Kesehatan Kerja Edisi 3. Jakarta. Buku Kedokteran EGC Khumaidah. 2009. Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel Pt. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Mlonggo Kabupaten Jepara. Semarang. Universitas Diponegoro Pratomo, Suryo.2008. Dinamika Perkembangan Klaster Industri Mebel Kayu Desa Bulakan, Sukoharjo. Semarang. Universitas Diponegoro Suyono Joko.1993.Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja.Jakarta.: Buku Kedokteran EGC Widyastuti. Palupi.2003. Kesehatan Masyarakat suatu Pengantar Edisi 4. Jakarta. Buku Kedokteran EGC www.google.com. Usaha Furniture Kayu.

23

Anda mungkin juga menyukai