Anda di halaman 1dari 125

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2017

Hubungan Intensitas Kebisingan


dengan Gangguan Pendengaran pada
Tenaga Kerja Bagian Produksi PT.
HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi
Kecamatan Laguboti Tahun 2017

Pangaribuan, Lambok Yuliana

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1389
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN
PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI
PT. HUTAHAEAN DI DESA PINTU BOSI KECAMATAN
LAGUBOTI TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH
LAMBOK YULIANA PANGARIBUAN
NIM : 131000671

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN
PENDENGARAN PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI
PT. HUTAHAEAN DI DESA PINTU BOSI KECAMATAN
LAGUBOTI TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
LAMBOK YULIANA PANGARIBUAN
NIM : 131000671

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN

PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI PT. HUTAHAEAN DI

DESA PINTU BOSI KECAMATAN LAGUBOTI TAHUN 2017” ini beserta

seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuwan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya

siap menanggung risiko atau sanksi yang diberikan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017

Yang membuat pernyataan

Lambok Y Pangaribuan

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Sumber kebisingan PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi, Kecamatan


Laguboti merupakan salah satu faktor fisik dari lingkungan kerja yang cukup
mengganggu pendengaran. Sulitnya berkomunikasi dan kurangnya kesadaran
tenaga kerja untuk memakai Alat Pelindung Telinga (APT) menjadi suatu
kendala. Sumber kebisingan tersebut diketahui berasal dari mesin produksi
dengan intensitas >85 dB (A). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja
bagian produksi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti.
Penelitian ini merupakan penelitian jenis analitik dengan desain cross
sectional. Populasi adalah tenaga kerja bagian produksi PT. HUTAHAEAN di
Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti berjumlah 31 orang. Pengambilan sampel
menggunakan teknik sampling jenuh dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 31
orang. Intensitas kebisingan menggunakan data sekunder dan pengukuran
gangguan pendengaran dengan menggunakan Audiometer kepada tenaga kerja.
Hasil penelitian di bagian produksi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi
Kecamatan Laguboti, tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran terdiri
dari 19 orang pekerja pada kebisingan > 85 dB (A) dan 3 orang pekerja yang
mengalami gangguan pendengaran pada kebisingan ≤ 85 dB (A). Hasil uji statistik
Exact Fisher menunjukan ada hubungan antara kebisingan dengan gangguan
pendengaran (p value = 0,000).
Disarankan agar perusahaan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya
penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) agar tenaga kerja mengerti dan
menyadari bahwa alat pelindung tersebut merupakan suatu kebutuhan
perlindungan untuk menghindari terjadinya peningkatan gangguan kesehatan
salah satunya adalah gangguan pendengaran.

Kata Kunci : Intensitas Kebisingan, Gangguan Pendengaran

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Sources of noise in the production department of PT. HUTAHAEAN in


Village Pintu Bosi, Districts Laguboti is one of the physical factors in work
environment whose quite disturbing human auditory system. The difficulty of
communication and lack of awareness of the workers to wear ear protective
equipment has become an obstacle. The noise sources known from production
machine with intensity of >85 dB (A). This research aims to find out the
correlation between noise with hearing loss on workers in the production
department of PT. HUTAHAEAN in Village Pintu Bosi, Districts Laguboti.
This research is the analytic survey with the Cross Sectional design. The
population is 31 labors at the production PT. HUTAHAEAN in Village Pintu Bosi,
Districts Laguboti. There where 31 people as the sample that obtained by using
Saturation Sampling Method. The intensity noise by using secondary data and the
measurements used Audiometer to measure the hearing loss on labors. Results of
research in production department PT. HUTAHAEAN in Village Pintu Bosi,
Districts Laguboti, showed that there 19 workers who experience the work
hearing loss on the noise >85 dB (A) and 3 workers were on the noise ≤ 85 dB
(A). The statistical test result of Exact Fisher showed a significant relationship
between noise and hearing loss (p value = 0.000).
The company is expected to socialize about the importance of using ear
protective devices for labors, so that they understand and realize that the
protective equipment is a necessity for the protection of labors, to avoid
increasing health problems, one of which is the hearing loss.

Keywords: Intensity of noise, hearing loss

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul: “Hubungan

Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja Bagian

Produksi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti Tahun

2017”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan penulisan ini banyak

mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan

arahan dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan

masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan

dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

v
Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes, selaku Ketua Departemen Peminatan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I, terima kasih

atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis selama penulisan

skripsi.

4. Isyatun Mardhiyah Syahri. SKM. M. Kes, sebagai Dosen Pembimbing II,

terima kasih atas bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama

penulisan skripsi.

5. Ir. Kalsum, M. Kes, sebagai Dosen Penguji I, terima kasih atas bimbingan

dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

6. Umi Salmah, SKM, M. Kes selaku penguji II, terima kasih atas bimbingan

dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

7. Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku Dosen Penasehat Akademik selama

penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

8. Seluruh Dosen dan Staf Aministrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

9. Manager PT. HUTAHAEAN dan pekerja bagian produksi PT.

HUTAHAEAN yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan

selama melakukan penelitian.

10. Kepada orang tua yang paling saya sayangi dan cintai yang selalu

mendoakan, memberikan semangat dan dukungan Maluddin Pangaribuan

dan Herti Sibuea.

vi
Universitas Sumatera Utara
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja serta untuk

kemajuan ilmu pengetahuan. Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas

segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, Oktober 2017

Penulis

Deani Rahma Suri Admaja

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
ABSTRACT ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xiv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 8
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 8
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 8
1.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10


2.1 Bunyi .............................................................................................. 10
2.1.1 Definisi Bunyi....................................................................... 10
2.2 Kebisingan...................................................................................... 11
2.2.1 Definisi Kebisingan ............................................................... 11
2.2.2 Jenis Kebisingan ................................................................... 13
2.2.3 Sumber Kebisingan .............................................................. 13
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebisingan ..................... 14
2.2.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan ........................................... 15
2.2.6 Pengukuran Kebisingan ..................................................... 16
2.2.7 Pengendalian Kebisingan ...................................................... 19
2.3 Pendengaran Manusia .................................................................. 23
2.3.1 Anatomi Organ Pendengaran ................................................ 23
2.3.2 Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran ................................. 27
2.4 Gangguan Pendengaran .................................................................. 29
2.4.1 Gangguan pada Indera Pendengaran (Audiotori Effect) ....... 29
2.4.2 Gangguan Bukan pada Indera Pendengaran (Non Audiotori
Effect).................................................................................... 30
2.4.3 Tingkat Gangguan Pendengaran ........................................... 33
2.4.4 Ketulian .................................................................................. 33
2.4.5 Diagnosis Tuli Akibt Bising................................................... 35
2.5 Tes Pendengran ................................................................................ 37
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................. 41

viii
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 42
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................ 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 42
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................. 42
3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................. 42
3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................... 42
3.3.1 Populasi ................................................................................ 42
3.3.2 Sampel .................................................................................. 43
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 43
3.4.1 Data Sekunder ..................................................................... 43
3.4.2 Data Primer ......................................................................... 43
3.5 Definisi Operasional .................................................................................. 43
3.6 Aspek Pengukuran ..................................................................................... 44
3.6.1 Gangguan Pendengaran .................................................................. 44
3.7 Metode Analisa Data ............................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 48


4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................................. 48
4.1.1 Sejarah Perusahaan............................................................... 48
4.1.2 Visi dan Misi ........................................................................ 51
4.1.3 Lokasi ................................................................................... 52
4.1.4 Struktur Organisasi .............................................................. 55
4.1.5 Proses Produksi .................................................................... 54
4.2 Analisis Univariat ........................................................................... 56
4.2.1 Karakteristik Responden ..................................................... 56
4.2.2 Intensitas Kebisingan .......................................................... 61
4.2.3 Gangguan Pendengaran Pekerja .......................................... 64
4.3 Analisis Bivariat ............................................................................. 65

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 67


5.1 Analisis Univariat ........................................................................... 67
5.1.1 Karakteristik Responden ...................................................... 67
5.1.1.1 Umur ...................................................................... 67
5.1.1.2 Masa Kerja. ............................................................ 68
5.1.1.3 Penggunaan Alat Pelindung Telinga ...................... 68
5.1.1.4 Hobby Mendengarkan Musik ................................ 69
5.1.1.5 Konsumsi Obat-obatan ........................................... 69
5.1.2 Intensitas Kebisingan ........................................................... 70
5.1.3 Gangguan Pendengaran Pekerja ........................................... 72
5.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 74
5.2.1 Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan pende-
ngaran .................................................................................. 74

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 77
6.1 Kesimpulan..................................................................................... 77
6.1 Saran ............................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79


LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan ...............16

Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran ....................33

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ............................................. 46

Tabel 4.1 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Umur di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 56

Tabel 4.2 Distribusi Tabulasi Silang antara Umur dengan Gangguan


Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT. HUTAHAEAN Desa
Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ........................................................ 57

Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasrkan Masa Kerja di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Kecamatan Laguboti 57

Tabel 4.4 Distribusi Tabulasi Silang antara Masa Kerja dengan


Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 58

Tabel 4.5 Distribusi Pekerja Berdasarkan Penggunaan APT di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Kecamatan Laguboti ............................. 58

Tabel 4.6 Distribusi Tabulasi Silang antara Penggunan Alat Pelindung


Telinga dengan Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di
PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti .............. 59

Tabel 4.7 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Hobby Mendengarkan


Musik di PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan
Laguboti ............................................................................................. 59

Tabel 4.8 Distribusi Tabulasi Silang antara Hobby Mendengarkan Musik


dengan Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ......................60

Tabel 4.9 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Konsumsi Obat-obatan


di PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ...........60

Tabel 4.10 Distribusi Tabulasi Silang antara Konsumsi Obat dengan


Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 61

xi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Besar Paparan
Kebisingan di PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi
Kecamatan Laguboti .......................................................................... 61

Tabel 4.12 Distribusi Tabulasi Silang antara Besar Paparan dengan


Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 62

Tabel 4.13 Distribusi Kategori Intensitas Kebisingan pada Area Produksi


di PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti .......... 63

Tabel 4.14 Distribusi Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan


dengan Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 63

Tabel 4.15 Distribusi Derajat Ketulian pada Telinga Pekerja di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 64

Tabel 4.16 Distribusi Gangguan Pendengaran pada Telinga Pekerja di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 64

Tabel 4.17 Distribusi Kategori Gangguan Pendengaran pada Pekerja di


PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti 65

Tabel 4.18 Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan


Pendengaran Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti ..................... 66

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sound Level Meter Wohler SP 22................................................ 18

Gambar 2.2 Anatomi Telinga........................................................................... 24

Gambar 2.3 Struktur Telinga Tengah............................................................... 26

Gambar 2.6 Bagan Kerangka Konsep .............................................................. 41

Gambar 3.1 Audiometri ................................................................................... 44

Gambar 4.1 Struktur Organisasi ....................................................................... 53

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1. Surat Permohonan Izin Penelitian .............................................. 82


Lampiran2. Surat Izin Penelitian Perusahaan................................................. 83
Lampiran3. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan .................................... 84
Lampiran4. Form Data Pengukuran Audiometer ........................................... 85
Lampiran5. Master Data ................................................................................. 91
Lampiran6. Output SPSS ............................................................................... 93
Lampiran7. Dokumentasi ............................................................................... 101

xiv
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lambok Yuliana Pangaribuan, lahir pada tanggal 15 Juli

1995 di Kecamatan Laguboti, Provinsi Sumatera Utara. Beragama Kristen

Protestan, bertempat tinggal di Jalan Gitar No.2 Pasar II Padang Bulan, Medan

Baru. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ayahanda

Maluddin Pangaribuan dan Ibunda Herti Sibuea.

Pendidikan formal penulis di mulai di Sekolah Dasar Negeri 173551

Laguboti, pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007, penulis melanjutkan

Pendidikan di SMP Negeri 1 Laguboti pada tahun 2007 dan selesai pada tahun

2010, kemudian melanjutkan Pendidikan di SMA Negeri 1 Laguboti pada tahun

2010 dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan

Pendidikan S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dan selesai pada tahun 2017.

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil

guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang

lebih serasi dan manusiawibertujuan agar pekerja selamat, sehat produktif,

sejahtera dan berdaya saing kuat, dengan demikian produksi dapat berjalan dan

berkembang lancar berkesinambungan (sustainable development) tidak terganggu

oleh kejadian kecelakaan maupun pekerja yang sakit atau tidak sehat yang

menjadikannya tidak produktif (Suma’mur 2013).

Pelaksanaannya diterapkan melalui Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970

tentang keselamatan kerja.Undang-undang keselamatan kerja lebih bersifat

pencegahan (preventif), maka sangat diperlukan usaha-usaha pengendalian

lingkungan kerja, supaya semua faktor-faktor lingkungan kerja yang mungkin

membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja dapat

dihilangkan (Anggraeni, 2006).

Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik

terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh

suara medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan

suara antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinu atau

terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak

suatu kebisingan terhadap kesehatan (Mansyur, 2003).

1
Universitas Sumatera Utara
2

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki,

definisi ini menunjukkan bahwa bising itu sangat subjektif, tergantung dari

masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising.Sedangkan secara

audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi

(Rijanto, 2010).

Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit

akibat kerja adalah kebisingan.Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi

kenyamanan, dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran,

mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan pada akhirnya dapat

mengakibatkan ketulian menetap kepada tenaga kerja yang terpapar kebisingan

itu.

Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL)

adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang

cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Banyak hal

yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain

intensitas bising yang tinggi, frekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,

kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Gunawanta,

2002).

Berdasarkan survei “Multi Center Study” di Asia Tenggara, Indonesia

termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%,

sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India

(6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup

tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


3

Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun

2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75

juta-140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara (Tjan, 2013).

Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) terjadi secara perlahan,

dalam waktu hitungan bulan sampai tahun.Hal ini sering tidak disadari oleh

penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran,

biasanya sudahdalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible).

Kondisi seperti ini akan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang pada

akhirnya akan menyebabkan menurunnya derajat kesehatan tenaga kerja. Cara

yang paling memungkinkan adalah mencegah terjadinya ketulian total

(Tambunan,2005).

Dalam Kepmenaker RI No. 13/MEN/2011, disebutkan Nilai Ambang

Batas untuk kebisingan adalah 85 dB (A) untuk waktu 8 jam perhari. Namun pada

kenyataannya beberapa jenis industri dalam proses industrinya mengeluarkan

suara atau kebisingan di atas Nilai Ambang Batas yang ditentukan.

Di Sumatera Utara penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising

di tempat kerja telah banyak dilakukan sejak lama seperti penelitian yang

dilakukan Kamal (1991) yang dikutip oleh Rambe (2003) melakukan penelitian

terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Peneliti mendapatkan

sebanyak 92,3% pandai besi tersebut terjadiGPAB.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Ishari (2010) tentang hubungan

tingkat pemaparan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pengemudi

becak mesin di kota Pematang Siantar tahun 2010 hasil uji statistik dengan

Universitas Sumatera Utara


4

menggunakan uji Chi-square yang dilakukan diperoleh p (0,011) atau <α(0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pemaparan kebisingan

dengan vertigo pada pengemudi becak di Kota Pematang Siantar.

Kemudian penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Syahriani (2003)

pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit diperoleh data dari 24

responden sebanyak 21 orang telah mengalami penurunan daya dengar yang

diakibatkan kebisingan.

Daulay (2006) melakukan penelitian pada tenaga kerja bagian pengolahan

kelapa sawit. Ia memperoleh hasil dari 20 orang tenaga kerja ditemukan 11 orang

tenaga kerja yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran ringan pada

telinga kanan dan 10 orang pada telinga kiri, sedangkan yang mengalami

penurunan gangguan pendengaran sedang ada 3 orang untuk telinga kanan dan 4

orang untuk telinga kiri.

Adriansyah ( 2010) dengan penelitian GPAB di bagian pengolahan kelapa

sawit di PTPN IV Serdang Bedagai dari 18 orang pekerja yang menjadi sampel,

sebagian besar sampel mengalami penurunan kemampuan pendengaran pada

telinga kanan maupun telinga kiri. Pada telinga kanan 5 orang mempunyai

pendengaran normal, 12 orang mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli

berat.Pada telinga kiri 7 orang mempunyai pendengaran normal, 10 orang

mengalami tuli ringan dan 1 orang mengalami tuli sedang.

Bagi tenaga kerja, ketulian atau kehilangan daya dengar yang disebabkan

oleh bising mesin merupakan gangguan kesehatan yang tidak dapat

diobati.Dengan terjadinya ketulian berarti tenaga kerja kehilangan alat komunikasi

Universitas Sumatera Utara


5

yang dapat menyebabkan salah dalam menerima instruksi, di satu pihak dapat

mengakibatkan terjadinya kesalahan pelaksanaan kerja, dan dapat membahayakan

keselamatannya.Kondisi demikian berarti kerugian bagi perusahaan atau tenaga

kerja tidak produktif (Tambunan,2005).

PT. HUTAHAEAN merupakan salah satu perusahaan industri yang

bergerak dibidang pengolahan ubi yang menghasilkan tepung tapioka.Proses

produksi pembuatan tepung tapioka di pabrik dimulai dengan proses penyortian,

pengupasan dan pencucian. Pengupasan digunakan dengan melalui mesin

conveyor, pemasukan ke conveyor menggunakan truk loader. Kemudian ubi akan

dibawa ke proses pencincangan dengan melalui conveyor, selanjutnya ubi yang

telah dicincang akan digerakkan ke mesin extractor untuk dipisahkan ubi dan

ampas selanjutnya ampas yang telah dipisahkan dari ubi kemudian dikeringkan di

mesin pengering ampas. Selanjutnya tepung basah yang telah dipisah ampasnya

akan dikurangi kadar airnya ke mesin pengeringan pada mesin separator yang

mencapai 20%. Dan selanjutnya akan dilakukan di mesin pengering pati. Proses

terakhir tepung yang masih mengandung kadar air akan dikipas oleh mesin wino

dan dipanaskan.

Pada area bagian produksi PT. HUTAHAEAN memiliki 31 orang pekerja.

PT. HUTAHAEAN hanya memiliki jam kerja 1 shiftdikarenakan pabrik

kekurangan bahan utama dalam pembuatan tepung tapioka. Jika bahan baku

banyak pabrik akan beroperasi dengan 2 shift. Ini selalu terjadi pada PT.

HUTAHAEAN jika bahan pembuatan tepung tapioka sedikit oleh Karena itu PT.

HUTAHAEAN sering melakukan pemutusan hubungan kerja, jika bahan utama

Universitas Sumatera Utara


6

banyak maka perusahaan akan memanggil kembali pekerja yang sudah di PHK,

kejadian seperti ini sudah satu tahun berlangsung.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di

PT.HUTAHAEAN, area produksi merupakan sumber bising yang cukup

mengganggu pendengaran. Hal tersebut didukung oleh data sekunder yang telah

diperoleh dari PT. HUTAHAEAN pada tahun 2016 sampai dengan 2017 sumber

kebisingan yang utama terdapat pada area produksirasper section memiliki tingkat

kebisingan sebesar 92,5 dB (A).

Adapun area bagian produksi dengan intensitas tinggi dan dibawah NAB

dengan10 titik pengukuran. Pengukuran dilakukan titik dimana pekerja bekerja

selama jam bekerja atau titik kebisingan yang pekerja terpapar oleh bising. Ada

beberapa mesin yang intensitasnya diatas NAB atau >85 dB (A) yaitu separator

dengan tingkat kebisingan 87,9dB (A)dengan jumlah pekerja 2 orang. Pengupasan

86,8 dB(A)pekerja 2 orang,Peeler section 89,9 dB (A)2 orang pekerja,Washing

section 87,1 dB(A)3 orang pekerja,Extractor section 88,4 dB(A)2 orang pekerja

dan rasper section dengan intensitas yang paling tinggi 92,5 dB (A).Intensitas

yang tinggi pada mesin tidak hanya mempengaruhi pekerja yang bekerja di mesin

itu saja tetapi mempengaruhi semua pekerja yang ada di bagian produksi

dikarenakan bangunan yang tidak bersekat dan tidak menggunakan kedap suara.

Jenis kebisingannya termasuk kebisingan kontinu atau kebisingan

tetap.Lama bekerja selama 8jam mempengaruhi pendengaran pekerja karena

terpapar bising>85dB (A).Hal ini diperburuk dengan tidak digunakannya alat

pelindung telinga oleh pekerja ketika bekerja.Kebanyakan pekerja juga bersuara

Universitas Sumatera Utara


7

keras ketika berbicara dengan pekerja lainnya ketika berada di dalam pabrik. Jika

pekerja keluar pabrik mereka terbiasa dengan bersuara keras karna terbiasa

dengan suara kebisingan di bagian produksi.

Sejalan dengan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti ada

beberapa pekerja di bagian produksi, saat mencoba melakukan komunikasi

dengan suara yang cukup kuat, respon dari pekerja tersebut tak cepat

tanggap.Harus beberapa kali mengulang pertanyaan sampai pekerja benar-benar

menanggapinya. Padahal jarak komunikasi yang dilakukan sudah di depan jalur

area produksi, sekitar 10 meter dari sumber kebisingan. Hal tersebut menjadi

hambatan untuk melakukan komunikasi dengan pekerja.Tidak hanya pada sulitnya

komunikasi, tapi pekerja merasakan ada dengungan pada bagian telinga setelah

mereka terpapar bising mesin di pabrik walaupun hanya sementara.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Tenaga

Kerja pada Bagian Produksi Tepung Tapioka PT.HUTAHAEAN di Desa Pintu

Bosi, Kecamatan Laguboti Tahun 2017”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah Bagaimana hubungan intensitas kebisingan dengan

gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi pabrik tapioka PT.

HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti”.

Universitas Sumatera Utara


8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan

pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di pabrik tapioka PT.

HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti Tahun 2017”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik individu dari pekerja yaitu umur, masa kerja,

penggunaan alat pelindung telinga, hobby mendengarkan musik,konsumsi

obat-obatan, intensitas kebisingan, dan gangguan pendengaran.

2. Mengetahui ganggguan pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di

pabrik tapioka PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Tahun 2017”.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan terutama mengenai risiko

kebisingan terhadap pendengaran pekerja, sehingga dapat dilakukan

tindakan pencegahan dan penanggulangan risiko kebisingan.

2. Masukan bagi pekerja untuk mengetahui risiko akibat dari kebisingan

terhadap pendengaran, sehingga pekerja lebih menyadari pentingnya

menggunakan alat pelindung diri.

3. Bagi peneliti bermanfaat sebagai sarana memperdalam ilmu pengetahuan.

4. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian

selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


9

1.5 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran tenaga

kerja bagian produksi tepung tapioka PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi,

Kecamatan Laguboti Tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunyi

2.1.1 Definisi Bunyi

Bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran

melalui media, dan jika tidak dikehendaki maka dinyatakan sebagai

kebisingan.Adapun sifat bunyi ditentukan terutama oleh frekuensi dan

intensitasnya.Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut

Herz (Hz) yaitu jumlah dari gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap

detiknya.Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam

satuan nilai fungsi logaritma yang disebut desibel (dB) (Suma’mur, 2013).

Frekuensi bunyi yang penting adalah 250 Hz, 500 Hz, 1.000 Hz, 2.000 Hz,

4.000 Hz, 8.000 Hz, dengan perincian sebagai berikut:

1. Frekuensi antara 20 Hz sampai 20.000 Hz adalah frekuensi yang dapat

ditangkap oleh indera pendengaran manusia.

2. Frekuensi 250 Hz sampai 300 Hz, frekuensi ini sangat penting karena

frekuensi ini manusia dapat melaksanakan komunikasi atau percakapan

dengan baik.

3. Frekuensi 4.000 Hz yaitu frekuensi yang paling peka ditangkap oleh indera

pendengaran manusia, biasanya ketulian akibat pemaparan kebisingan

terjadi pada frekuensi ini ( Tambunan, 2005).

10
Universitas Sumatera Utara
11

2.2 Kebisingan

2.2.1 Definisi kebisingan

Menurut Suma’mur (2013), kebisingan adalah bunyi atau suara yang

keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound) yang bersumber dan

alat-alat proses produksi dan alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.

Pramudianto (1990) dalam tulisannya yang berjudul Hearing

Conservation Program mengatakan bahwa kebisingan adalah suara yang tidak

dikehendaki.Predikat tidak dikehendaki ini sebenarnya sangat subyektif. Suara

yang dikehendaki seseorang mungkin tidak disenangi atau dikehendaki oleh orang

lain.

Kebisingan didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki

yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat rnenyebabkan gangguan pendengaran

(PER.13/MEN/X/2011).

2.2.2 Jenis Kebisingan

Menurut Tambunan (2005), jenis-jenis bising yang sering ditemukan

adalah:

a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,

wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,

narrow band noise), misalnya gergaji sirkulasi, katup gas.

Universitas Sumatera Utara


12

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal

terbang dilapangan udara.

d. Kebisingan implusif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul,

tembakan bedil atau meriam, ledakan.

e. Kebisingan implusif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.

Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan

besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap (non-steady

noise).

A. Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Kebisingan dengan frekuensi terputus (dicrete frequency noise).

Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam,

contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.

2. Broad band noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama

digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).Perbedaannya adalah

broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan

“nada” murni).

B. Sementara itu, kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi:

1. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

2. Intermittent noise

Universitas Sumatera Utara


13

Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan

yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya

kebisingan lalu lintas.

3. Impulsive noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi

(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara

ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.

2.2.3 Sumber kebisingan

Sumber kebisingan di berbagai perindustrian dan tempat kerja dapat

berasal dari mesin-mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mesin

diesel.Selain itu dapat juga berasal dari percakapan para pekerja di lingkungan

industri tersebut.Reaksi orang terhadap kebisingan tergantung beberapa faktor,

salah satunya adalah interaksi kebisingan dengan sumber bising (Sasongko,

2000).

Menurut Tambunan (2005) di tempat kerja disadari maupun tidak, cukup

banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya

ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja,

misalnya:

a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja

cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

Universitas Sumatera Utara


14

c. Sistim perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,

misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan

parah.

d. Melakukan modifikasi / perubahan / penggantian secara parsial pada

komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah

keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen

mesin tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat

(terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung

antara modul mesin (bad connection).

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya

penggunaan palu / alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda

metal atau alat bantu pembuka baut.

2.2.4 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kebisingan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara

lain :

1. Intensitas kebisingan dinyatakan dalam dBA atau dB(A). Desibel dB(A)

adalah satuan yang dipakai untuk menyatakan besarnya pressure yang

terjadi oleh karena adanya benda yang bergetar. Makin besar desibel

umumnya semakin besar suaranya.

2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak

antara 16 – 20.000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250 – 4000

Hertz.

Universitas Sumatera Utara


15

3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan

dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.

4. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,

berfluktuasi, intermitten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi

bunyi, dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya.

Menurut Anizar (2009), bagian yang paling penting adalah:

1. Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara)

2. Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse)

3. Lamanya terpapar per hari

4. Jumlah lamanya terpapar (dalam tahun)

5. Usia yang terpapar

6. Masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya

7. Lingkungan yang bising

8. Jarak pendengaran dengan sumber kebisingan

2.2.5 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai ambang batas yang disingkat dengan NAB, adalah standar faktor

tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau

gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8

jam sehari atau 40 jam seminggu (Agus Priana, 2003).

Baku Mutu atau pedoman yang digunakan adalah Kepmenaker No.13

/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat

Kerja. Berdasarkan Kepmenaker No.13 /MEN/X/2011 tentang NAB Faktor Fisika

dan kimia di Tempat Kerja, batas-batas NAB kebisingan adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


16

Tabel 2.1 Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan

Waktu Pemajanan per Hari Intensitas kebisingan dalam dB (A)

8 jam 85
4 jam 88
2 jam 91
1 jam 94
30 menit 97
15 menit 100
7,5 menit 103
3,75 menit 106
1,88 menit 109
0,94 menit 112
28,12 detik 115
14,06 detik 118
7,03 detik 121
3,52 detik 124
1,76 detik 127
0,88 detik 130
0,44 detik 133
0,22 detik 136
0,11 detik 139

2.2.6 Pengukuran Kebisingan

Telinga manusia sama sekali tidak dapat dijadikan referensi tingkat

kebisingan yang terdapat pada sebuah tempat. Berdasarkan hasil percobaan, pada

intensitas kebisingan sesungguhnya berkurang 2 dB (A) dari tingkat kebisingan

awal, pengurangan kebisingan yang dirasakan oleh telinga manusia adalah sekitar

15%, sedangkan pada saat pengurangan (actual) sebesar 20% maka kebisingan

yang dirasakan akan berkurang sebesar 81%. Untuk mendapatkan hasil

pengukuran tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus

(Tambunan, 2005).

Bunyi diukur dengan satuan yang disebut decibel.Dalam hal ini mengukur

besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi.Satuan decibel

Universitas Sumatera Utara


17

diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat didengar oleh

manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen

pada telinga manusia.Decibel biasa disingkat dB dan mempunyai skala A, B, dan

C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA

(Anizar, 2009).

Menurut Suma’mur (2013), maksud dilakukannya pengukuran kebisingan

ada dua hal, yaitu:

1. Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di

perusahaan atau di mana saja.

2. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi

intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan

dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau

perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam

kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya.

Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat

ini mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB (A) dan dari frekuensi 20 – 20.000

Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi

mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat

kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh

amplifier.Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut yang

tergantung pada tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan

tekanan barometer.Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 dB (A)) lebih disukai

Universitas Sumatera Utara


18

oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk

mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi (Suma’mur, 2013).

Adapun bagian-bagian yang terdapat pada Sound Level Meter adalah

sebagai berikut (Subaris dan Haryono, 2011) :

Gambar 2.1 Sound Level Meter Wohler SP 22

a. Tombol pengatur hidup/mati atau power on/off

b. Tombol pengontrol battery

c. Tombol pengatur penunjuk cepat lambat (slow/fast)

d. Tombol pengukur skala angka puluhan

e. Tombol pengatur penunjuk maksimum (max hold)

f. Microphone

g. Filter microphone

h. Kalibrator

i. Display

Universitas Sumatera Utara


19

2.2.7Pengendalian Kebisingan

Menurut Suma’mur (2013), kebisingan dapat dikendalikan dengan:

a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya

dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal

itu dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru.

b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga kerja atau

mesin adalah usaha segera dan baik bagi usaha mengurangi kebisingan.

Untuk ini perencanaan harus sempurna dan bahan-bahan yang dipakai

harus mampu menyerap suara.

c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga. Tutup telinga biasanya lebih

efektif daripada penyumbat telinga. Alat-alat ini dapat mengurangi

intensitas kebisingan sekitar 20-25 dB.

Menurut hirarki pengendalian bahaya, kebisingan di tempat kerja dapat

dikendalikan dengan:

a. Elliminasi (Elimination)

Pengendalian dengan eliminasi adalah pengendalian bahaya dengan jalan

rnenghilangkan bahan/ sumber atau alat kerja atau cara kerja yang dapat

menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun keselamatan.

Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan pada mesin atau peralatan

yang menimbulkan bahaya kebisingan dengan intensitas tinggi yang dapat

rnengganggu kenyamanan pekerja dan menimbulkan gangguan kesehatan

bagi pekerja.

Universitas Sumatera Utara


20

b. Substitusi (Substitution)

Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan

peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang

lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat

diterima.Pengendalian bahaya kebisingan dengan substitusi dapat

dilakukan dengan cara mengganti mesin atau peralatan yang menimbulkan

bising dengan mesin atau peralatan yang memiliki intensitas kebisingan

lebih rendah selama hal ini tidak mengganggu proses produksi (Harrianto,

2009).

c. Pengendalian Teknik (Engineering Control)

Ada tiga komponen penting yang harus diperhatikan untuk melakukan

pengendalian kebisingan (engineering control principle) adalah:

1. Sumber kebisingan

2. Media perantara kebisingan

3. Penerima kebisingan

Pengendalian teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat

kebisingan di tempat kerja adalah:

1. Menggunakan atau memasang pembatas atau tameng atau perisai yang

dikombinasi dengan akustik (peredam suara) yang dipasang dilangi-langit.

Kebisingan dengan frekuensi tinggi dapat dikurangi dengan menggunakan

tameng/perisai yang akan menjadi lebih efektif jika lebih tinggi dan lebih

dekat dengan bunyi. Kegunaan tameng/perisai akan berkurang bila tidak

dikombinasi dengan peredam suara (akustik).

Universitas Sumatera Utara


21

2. Menggunakan atau memasang partial enclosure di sekeliling mesin agar

bunyi dengan frekuensi tinggi lebih mudah dipantulkan. Bunyi dengan

frekuensi tinggi jika membentur suatu permukaan yang keras, maka akan

dipantulkan seperti halnya cahaya dan sebuah cermin. Bunyi ini tidak

dapat merambat mengelilingi suatu sudut ruang dengan mudah.

Pengendalian kebisingan bisa dilakukan dengan cara membuat tudung

(tutup) isolasi mesin, sehingga kebisingan yang terjadi akan dipantulkan

oleh kaca dan kemudian diserap oleh dinding peredam suara.

3. Menggunakan complete enclosure

Kebisingan frekuensi rendah merambat ke semua bunyi dan tempat

terbuka. Penggunaan complete enclosure maka mesin yang menimbulkan

kebisingan dapat ditutup secara keseluruhan dengan menggunakan bahan

dinding atau peredam suara.

4. Memisahkan operator dalam sound proof room dan mesin yang bising

dengan penggunaan remote control (pengendali jarak jauh).

5. Mengganti bagian-bagian logam (yang menimbulkan intensitas kebisingan

tinggi) dengan dynamic dampers, fiber glass, karet atau plastik, dan

sebagainya.

6. Memasang muffer pada katup penghisap, pada cerobong dan sistem

ventilasi.

7. Memperbaiki pondasi mesin dan menjaga agar baut atau sambungan tidak

ada yang renggang.

8. Pemeliharaan dan servis teratur.

Universitas Sumatera Utara


22

d. Pengendalian Administratif (Administartive control)

Menurut Tambunan (2005) pengendalian secara administratif dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menetapkan peraturan tentang rotasi pekerjaan yang bertujuan untuk

mengurangi akumulasi dampak kebisingan pada pekerja.

2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

3. Pemantauan lingkungan kerja.

4. Menetapkan peraturan tentang keharusan bagi pekerja untuk beristirahat

dan makan di tempat khusus yang tenang atau tidak bising.

5. Menetapkan peraturan tentang sanksi bagi pekerja yaqng melanggar

ketetapan-ketetapan perusahaan yang berkaitan dengan pengendalian

kebisingan.

6. Pemasangan safety sign atan rambu-rarnbu kebisingan.

7. Pemasangan noise mapping.

8. Perneriksaan kesehatan pekerja secara berkala.

e. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Sedangkan menurut Buchari (2007), pengendalian kebisingan dapat

dilakukan dengan melakukan :

1. Pengendalian secara teknis yaitu dengan cara pemilihan proses kerja yang

lebih sedikit menimbulkan bising, melakukan perawatan mesin, memasang

penyerap bunyi dan mengisolasi dengan melakukan peredaman.

2. Pengendalian secara administratif yaitu dengan cara melakukan shift kerja,

mengurangi waktu kerja dan melakukan training.

Universitas Sumatera Utara


23

3. Penggunaan alat pelindung pendengaran dan pengendalian secara medis

dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.

Cara terbaik untuk melindungi pekerja dan bahaya kebisingan adalah

dengan pengendalian secara teknis pada sumber suara. Kenyataannya bahwa

pengendalian secara teknis tidak selalu dapat dilaksanakan, sedangkan

pengendalian administratif biasanya akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu,

pemakaian APD merupakan cara terakhir yang harus dilakukan. APD yang

digunakan untuk lingkungan kerja bising adalah alat pelindung telinga (APT)

seperti ear plug dan ear muff (Soeripto, 2008).

2.3 Pendengaran manusia

2.3.1 Anatomi Organ Pendengaran

Menurut Boieis (2002) anatomi telinga terdiri dari:

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan

kompleks.Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam

aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan

pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui

bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Universitas Sumatera Utara


24

Gambar 2.2 Anatomi telinga

Menurut anatominya telinga manusia terdiri dari 3 bagian utama, yaitu:

1. Telinga bagian luar

Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga.Telinga luar terdiri dari

daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar meliputi daun

telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang

telinga atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu

mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga.

Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap

suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil

susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis.

Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti

lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga.Hanya bagian saluran yang

memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut.Pada ujung saluran terdapat

gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam.

Universitas Sumatera Utara


25

2. Telinga Bagian Tengah

Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan

udara agar seimbang.Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring.Rongga telinga tengah berhubungan

dengan telinga luar melalui membran timpani.Hubungan telinga tengah dengan

bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya

dilapisi dengan membran yang transparan.

Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti

rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval.Ketiga tulang

tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang

landasan (inkus).Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka

bergerak sebagai satu tulang.Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes)

yang berhubungan dengan jendela oval.Antara tulang landasan dan tulang

sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas.

Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara

dari gendang telinga (membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke

jendela oval.

Universitas Sumatera Utara


26

Gambar 2.3 Struktur Telinga Tengah

3. Telinga bagian dalam

Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan

labirin membran. Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut:

a. Tiga saluran setengah lingkaran

b. Ampula

c. Utrikulus

d. Sakulus

e. Koklea atau rumah siput

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit.Tiga

saluran setengah lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ

keseimbangan, dan keempatnya terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin

tulang.

Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran.Koklea mengandung

organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga saluran yang sejajar,

Universitas Sumatera Utara


27

yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah

dan saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan saluran (kanal)

yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran vestibulum

dengan saluran tengah terdapat membran Reissner, sedangkan di antara saluran

tengah dengan saluran timpani terdapat membran basiler.Dalam saluran tengah

terdapat suatu tonjolan yang dikenal sebagai membran tektorial yang paralel

dengan membran basiler dan ada di sepanjang koklea.Sel sensori untuk

mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya berhadapan

dengan membran tektorial.Dasar dari sel pendengar terletak pada membran basiler

dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf

pendengar.Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ Korti.

2.3.2Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran

Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian luar,

bagian tengah dan bagian dalam. Ketiga bagian telinga tersebut memiliki

komponen-komponen berbeda denngan fungsi masing-masing dan saling

berkelanjutan dalam menanggapi gelombang suara yang berada disekitar manusia.

Bagian luar telinga terdiri dari daun telinga dan saluran telinga yang panjangnya

kurang lebih 2 cm.

Fungsi utama bagian luar telinga adalah sebagai saluran awal masuknya

gelombang suara di udara ke dalam sistem pendengaran manusia. Bagian tengah

terdiri dari gendang telinga dan tiga tulang yaitu hammer (malleus), anvil (incus),

dan stirrup (stapes). Bagian tengah telinga manusia, tepat pada bagian belakang

gendang telinga berhubungan dengan hidung melalui tabung eutaschius (arah

Universitas Sumatera Utara


28

masuknya gelombang suara dari saluran telinga luar dianggap sebagai bagian

depan gendang telinga).

Pada proses masuknya gelombang suara hingga mencapai gendang telinga.

Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan membangkitkan getaran

pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran yang akan terus terjadi diteruskan

pada tiga buah tulang, yaitu hammer, anvil, dan stirrup yang saling berhubungan

di bagian tengah telinga yang menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam

organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam telinga.

Selanjutnya gerakan fluida ini akan menggerakkan ribuan sel berbentuk

rambut halus di bagian dalam telinga yang akan mengonversikan getaran yang

diterimanya menjadi impuls bagi saraf pendengar. Oleh saraf pendengar

(audiotory nerve), impuls tersebut akan dikirim ke otak untuk diterjemahkan

menjadi suara yang kita dengar. Terakhir suara yang akan “ditahan” oleh otak

manusia kurang lebih selama 0,1 detik.

Pada kondisi atau aktivitas tertentu, misalnya saat seseorang berpindah

dari satu lokasi ke lokasi lain dan perbedaan tingkat ketinggian lokasi cukup besar

dalam relative waktu yang singkat, akan timbul perbedaan tekanan udara antara

bagian depan dan bagian belakang gendang telinga. Akibatnya, gendang telinga

tidak dapat bergetar secara efisien dan sudah tentu pendengaran menjadi

terganggu (Tambunan, 2005).

Universitas Sumatera Utara


29

2.4 Gangguan Pendengaran

Di tempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat

merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan

kesehatan.Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja

bermacam-macam.Mulai dari gangguan fisiologi sampai pada gangguan

permanen seperti kehilangan pendengaran.

Menurut Andriansyah (2010) yang mengutip pendapat A. Siswanto (1990)

efek atau gangguan kebisingan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

2.4.1 Gangguan pada indera pendengaran (Audiotori effect)

1. Trauma Akustik

Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan pemaparan tunggal

(Single exprosure) terhadap intensitas yang tinggi dan terjadi secara tiba-tiba,

sebagai contoh gangguan pendengaran atau ketulian yang disebabkan suara

ledakan bom.Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan

kerusakan tulang-tulang pendengaran.

a. Temporary Threshold Shift (TTS) adalah efek jangka pendek dari

pemaparan bising, berupa kenaikan ambang sementara yang kemudian

setelah berakhirnya pemaparan terhadap bising akan kembali normal.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi

bising, lama waktu pemaparan dan lama waktu istirahat dari pemaparan,

tipe bising dan kepekaan individual.

b. Permanent Threshold shift (PTS)adalah kenaikan ambang pendengaran

yang bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini

Universitas Sumatera Utara


30

dapat disebabkan oleh efek kumulatif pemaparan terhadap bising yang

berulang selama bertahun-tahun.

2.4.2Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non Audiotori Effect)

Gangguan bukan pada indera non pendengaran dapat disebut juga keluhan

yang dirasakan oleh seseorang (keluhan subyektif). Mengenai keluhan tersebut

ada beberapa ahli yang memukakan pendapatnya.Ahli-ahli itu adalah Suma’mur

(2013) mengemukakan gangguan percakapan, gangguan pelaksanaan tugas dan

gangguan perasaan.

a. Gangguan Percakapan

Kebisingan bisa menganggu percakapan sehingga mempengaruhi

komunikasi yang sedang berlangsung (tatap muka/ via telepon).Tingkat

kenyaringan suara yang dapat menggangu percakapan perlu diperhatikan secara

seksama karena suara yang mengganggu percakapan sangat bergantung kepada

konteks suasana. Kebisingan mengganggu tenaga kerja bila mengadakan

percakapan dengan orang lain. Jika ingin percakapan tidak tergangggu, maka

kebisingan harus dijaga dibawah 60 dB(A). Untuk kebisingan berspektrum luas

intensitas kebisingan tidak boleh melampaui 70 dB(A), apabila tingkat kebisingan

melampaui 70 dB(A) pada kantor yang sibuk tenaga kerja akan mulai berteriak

agar dapat didengar, untuk keperluan komunikasi ditempat kerja suatu perkataan

yang diucapkan baru dapat dipahami apabila intensitas ucapan paling sedikit 10

dB(A) lebih tinggi dari latar belakang suara (Suma’mur, 2013).

Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi,

sehingga kita tidak dapat menangkap dan mengerti apa yang dibicarakan oleh

Universitas Sumatera Utara


31

orang lain. Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan yang bising,

maka pembicara harus diperkeras dan harus dalam kata serta bahasa yang

dimengerti oleh penerima (Suma’mur, 2013).

b. Gangguan Tidur

Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari

keadaan terjaga sampai tidur lelap.Kebisingan bisa menyebabkan gangguan dalam

bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain motifasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan, fluktuasi

kebisingan dan umur manusia. Standar kebisingan yang berhubungan dengan

gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor-faktor tersebut

diatas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik

individual (Sasongko dkk, 2000).

Menurut M.Andriansyah (2010) yang mengutip pendapat A.Siswanto

(1990) gangguan tidur akibat kebisingan adalah sebagai berikut :

1) Terpapar 40 dB(A) kemungkinan terbangun 5%.

2) Terpapar 70 dB(A) kemungkinan terbangun 30%.

3) Terpapar 100 dB(A) kemungkinan terbangun 100%.

c. Gangguan pelaksanaan tugas

Kebisingan menganggu pelaksanaan tugas, konsentrasi biasanya buyar di

tempat bising demikian pula hitung menghitung, mengetik dan lain sebagainya

terganggu oleh kebisingan. Kebisingan menganggu perhatian sehingga

konsentrasi dan kesigapan mental menurun (Suma’mur, 2013).

Universitas Sumatera Utara


32

Gangguan kebisingan terhadap pelaksanaan pekerjaan terutama dalam

hubungan sebagai berikut:

1) Kebisingan tak terduga datangnya atau yang sifatnya datang hilang lebih

menganggu dari pada bunyi yang menetap.

2) Nada-nada tinggi lebih mendatangkan gangguan dari pada frekuensi

rendah.

3) Pekerjaan yang paling terganggu adalah kegiatan yang memerlukan

konsentrasi pikiran secara terus menerus.

4) Kegiatan-kegiatan yang bersifat belajar lebih dipengaruhi dari pada

kegiatan rutin.

d. Gangguan Perasaan

Perasaan terganggu oleh kebisingan adalah reaksi psikologis terhadap

suatu kebisingan. Menurut Suma’mur (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi

gangguan perasaan adalah sebagai berikut :

1. Perasaan gangguan semakin besar pada tingkat kebisingan yang tinggi dan

pada nada-nada yang lebih tinggi pula.

2. Rasa terganggu lebih besar disebabkan oleh kebisingan yang tidak

menetap.

3. Pengalaman masa lampau menentukan kebisingan yang menjadi sebab

perasaan terganggu.

4. Sikap perseorangan terhadap kebisingan menentukan adanya gangguan

atau tidak.

Universitas Sumatera Utara


33

5. Kegiatan orang yang bersangkutan dan terjadinya kebisingan adalah

faktor-faktor penting.

2.4.3 Tingkat Gangguan Pendengaran

Tingkat gangguan pendengaran dibagi dalam beberapa tingkatan seperti

pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran

Rentang batas kekuatan suara yang dapat didengar Klasifikasi tingkat


keparahan gangguan
sistem pendengaran
-20 dB – 25 dB Rentang normal
26 dB – 40 dB Tuli ringan
41 dB – 55 dB Tuli sedang
56 dB – 70 dB Tuli sedang berat
71 dB – 90 dB Tuli berat
> 90 dB Tuli sangat berat
Sumber : Tambunan (2005)

2.4.4 Ketulian

Ketulian adalah suatu gangguan yang terjadi pada telinga, yang dapat

dilihat dengan mengevaluasi keluhan-keluhan telinga pasien. Gejala-gejala yang

disebutkan pasien tersebut dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian

telinga mana yang terkena, apakah itu telinga bagian tengah atau bagian dalam,

misalnya pasien mengeluhkan adanya perasaan berdengung, tidak dapat

mendengar pembicaraan orang lain apabila tidak diucapkan dengan nada keras,

maka ini menyerang telinga bagian tengah, yang kebanyakan disebabkan terkena

intensitas kebisingan yang tinggi.

Manusia yang mengalami gangguan pendengaran (hearing loss) umumnya

mengalami kesulitan (ringan sampai berat) untuk membedakan kata-kata yang

Universitas Sumatera Utara


34

memiliki kemiripan atau mengandung konsonan-konsonan pada rentang frekuensi

agak tinggi, seperti konsonan S, F, SH, CH, H dan C lembut (Tambunan, 2005).

Tuli akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan

pendengaran yang disebabkan terpajan oleh bising dalam jangka waktu yang

cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja (Soepardi,

2007).

Tingkatan tuli akibat bising mempunyai tahap-tahap sebagai berikut:

a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh

bunyi dengan intensitas 70 dB (A) atau kurang, keadaan ini merupakan

fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.

b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya

peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang

cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam,

jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari.

c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi

peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan

intensitas sangat tinggi berlangsung singkat atau berlangsung lama yang

menyebabkan kerusakan berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan

organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis dan lain-lain.

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan

bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih

lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga

Universitas Sumatera Utara


35

(obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan

lain-lain (Soepardi , 2007).

2.4.5 Diagnosis Tuli Akibat Bising

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,

pemeriksaan fisik, dan otoskopik serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran

seperti audiometri. Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan

bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lima tahun atau lebih. Pada

pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.Pada pemeriksaan audiometri

nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3.000 – 6.000 Hz

dan pada frekuensi 4.000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik

untuk jenis ketulian ini (Soepardi, 2007).

Menurut Harrianto (2009), diagnosis tuli akibat kerja dipengaruhi oleh

beberapa faktor sebagai berikut:

a. Riwayat pekerjaan

Seluruh riwayat pekerjaan pekerja perlu dinyatakan secara mendetail,

termasuk berbagai factor yang dirasakan memperberat gangguan pendengarannya

seperti umur, lama bekerja, lama terpanjan bising dan penggunaan pelindung diri.

Gangguan pendengaran umumnya terjadi setelah 5 tahun terpajan bising

b. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Beberapa penyakit yang pernah diderita sejak dalam kandungan perlu

ditanyakan, karena penyakit tersebut dapat menyebabkan gangguan pendengran

sebelum terpajan bising di tempat kerja, seperti :

Universitas Sumatera Utara


36

1) Kelahiran premature

2) Meningitis

3) Kelainan kongenital pada telinga, kepala atau leher

4) Benturan keras pada kepala atau telinga

b. Penggunaan obat atau keracunan obat-obatan

Penggunaan obat atau keracunan obat ototiksik, seperti:

1) Aminoglikosida

Tuli yang diakibatkan bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai dengan

kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea.Obat-obat tersebut adalah

streptomosin, kanamisin, gentamisin.

2) Cisplatin

Cisplatin merupakan obat kemotrapi yang digunakan dalam pengobatan

berbagai jenis kanker termasuk karsinoma, limfoma dan sarcoma.Kanker yang

menggunakan sebagai obat kemotrapinya adalah kanker ovarium, testikel, paru-

paru, kandung kemih serta leher dan kepala. Penggunaan obat tersebut

memberikan efek daripada gangguan pendengaran

3) Lasix

Jenis obat yang berfungsi sebagai diuretic, dimana obat tersebut digunakan

untuk pasien yang menderita edema (penumpukan cairan berlebihan di dalam

tubuh).

Universitas Sumatera Utara


37

4) Aspirin

Jenis obat yang digunakan untuk mengatasi rasa sakit (analgesic), demam

(antipiretik) dan mengatasi peradangan (antiinflamasi) dan dapat digunakan untuk

mencegah serangan jantung.

c. Hobby

Beberapa aktivitas di luar tempat kerja dapat menyebabkan gangguan

pendengaran, seperti:

1) Balap motor atau balap mobil

2) Menembak

3) Mendengar atau menghidupkan musik keras

2.5 Tes Pendengaran

Menurut Soepardi (2009), untuk mengetahui seseorang mengalami

gangguan pendengaran maka perlu dilakukan tes pendengaran, yaitu sebagai

berikut:

1. Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif yakni menentukan derajat

ketulian secara kasar dengan hasil tes berupa jarak pendengaran (jarak antara

pemeriksa dengan pasien).Hal yang perlu diperhatikan dalam tes berbisik ini

adalah ruangan yang cukup tenang dengan panjang minimal 6 meter. Seseorang

yang mampu mendengar dengan jarak 6 sampai dengan 8 meter dikatagorikan

normal, kurang dari 6 sampai dengan empat meter dikatagorikan tuli ringan,

kurang dari empat sampai dengan satu meter dikatagorikan tuli sedang, kurang

Universitas Sumatera Utara


38

dari satu meter sampai dengan 25 cm dikatagorikan tuli berat dan kurang dari 25

cm dikatagorikan sebagai tuli total.

2. Tes Audiometri

Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengetahui derajat ketulian

secara kuantitatif dan mengetahui keadaan fungsi pendengaran secara kualitatif

(pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensoneural dan tuli campuran).

Pemeriksaan audiometri diawali dengan menempatkan pasien pada ruangan kedap

suara, selanjutnya pasien akan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh

audiogram melalui earphone. Pasien harus memberi tanda saat mulai mendengar

bunyi dan saat bunyi tersebut menghilang.

Cara membaca hasil audiometri adalah dengan melihat tabel hasil

pengukuran. Derajat pendengaran seseorang yang masih berada diantara 0 sampai

dengan 25 dB (A)dikatagorikan normal, 26 sampai 40 dB (A)dikatagorikan

sebagai penurunan gangguan pendengaran ringan, 41 sampai 55 dB (A)

dikatagorikan sebagai penurunan gangguan pendengaran sedang, 56 sampai 70 dB

(A)dikatagorikan sebagai tuli sedang berat, 71 sampai 90 dB (A) dikatagorikan

sebagai tuli berat dan jika lebih dari 90 dB (A)maka dikatagorikan sebagai tuli

sangat berat. Derajat ketulian dapat dihitung dengan menggunakan indeks

Fletcher, adapun rumus dari indeks Fletcher yaitu: Ambang Dengar (AD) = AD

500 Hz + AD 1.000 Hz + AD 2.000 Hz + AD 4.000 Hz .

Universitas Sumatera Utara


39

3. Tes Garputala

Pemeriksaan menggunakan garputala atau tes penala merupakan

pemeriksaan secara kualitatif.Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis

gangguan pendengaran. Terdapat berbagai macam tes garputala seperti :

a. Tes Rinne

Pada saat dilakukannya tes, pasien harus fokus terlebih dahulu setelah

pasienfokus maka tindakan selanjutnya adalah menggetarkan garputala.

Garputalayang sedang bergetar diletakkan di prosesus mastoid setelah tidak

terdengarmaka garputala diletakkan di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Apabila

bunyigarputala masih terdengar maka disebut tes Rinne positif (+) namun

apabilabunyi garputala tidak terdengar maka disebut tes Rinne negatif (-).

b. Tes Weber

Garputala yang bergetar diletakkan pada garis tengah kepala (di vertex,

dahi, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau dagu).Apabila bunyi

garputala tedengar lebih keras pada salah satu telinga maka disebut lateralisasi

kepada telinga yang mendengar bunyi tersebut.Bila pasien tidak dapat

membedakan telinga yang mendengar bunyi lebih keras maka disebut Weber

tidak ada lateralisasi.

c. Tes Schwabach

Garputala yang bergetar didekatkan pada prosesus mastoideus sampai

tidak terdengar bunyi.Kemudian garputala dipindahkan pada prosesus mastoideus

telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.Bila pemeriksa masih dapat

mendengar bunyi garputala maka disebut Schwabach memendek.

Universitas Sumatera Utara


40

Namun jika pemerika tidak mendengar, pemeriksaan akan diulang dengan

cara sebaliknya yakni garputala yang sudah digetarkan diletakkan pada prosesus

mastoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi

garputala maka disebut Schwabach memanjang namun bila pemeriksa dan pasien

samasama mendengar maka disebut Schwabachsama dengan pemeriksa.

Universitas Sumatera Utara


41

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Y

Variabel X

Gangguan Pendengaran
Intensitas Kebisingan
- Tuli
- ≤85 Db - Tidak tuli
- >85 dB

Variabel independen ialah intensitas kebisingan yang terdapat pada bagian

produksi tepung tapioka PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi, Kecamatan

Laguboti.

Variabel dependen ialah gangguan pendengaran tenaga kerja yang bekerja pada

bagian produksi tepung tapioka PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi,

Kecamatan Laguboti.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran tenaga kerja yang

bekerja di bagian produksi pabrik tepung tapioka PT. HUTAHAEAN di Desa

Pintu Bosi Kecamatan Laguboti tahun 2017.Desain penelitian yang digunakan

adalah cross-sectional, yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan suatu

pendekatan.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan PT. HUTAHAEAN tepatnya pada bagian

produksi tepung tapioka di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 – Juli 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja di bagian produksi

Pabrik tepung tapioka PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi, Kecamatan

Laguboti sebanyak 31 orang.

42
Universitas Sumatera Utara
43

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian kecil populasi yang digunakan dalam uji untuk

memperoleh informasi statistik mengenai keseluruhan populasi (Notoadmojo,

2005).Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

samplingjenuh.Sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010).Untuk itu, jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 31 orang pekerja tetap.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer penelitian ini yaitu data hasil pengukuran tes pendengaran

audiometri yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gangguan pendengaran

pada pekerja yang terpapar bising.

3.4.2Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari PT. HUTAHAEAN meliputi data intensitas

kebisingan yang telah dilakukan pengukuran sebelumnya pada tanggal 06,

September 2016 dan data yang berkaitan dengan pekerja dan gambaran umum

mengenai PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti.

3.5 Definisi Operasional

a. Intensitas kebisingan adalah suara-suara yang bersumber dari alat proses

produksi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari mesin-

mesin produksi di pabrik. Pada penelitian ini, kebisingan di tempat kerja

diambil dari data sekunder yang di peroleh dari PT. HUTAHAEAN di

Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti.

Universitas Sumatera Utara


44

b. Gangguan pendengaran, ketidakmampuan secara parsial atau total untuk

mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga adalah

mendengarkan bunyi pada frekuensi tertentu pada pemeriksaan audiometri.

3.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah mengukur gangguan pendengaran pada

pekerja.Untuk dapat mengetahuinya dilakukan pengukuran dengan melakukan tes

pendengaran audiometri.

3.6.1Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran diukur dengan pemeriksaan audiometri yang

dilakukan oleh Lab Teknik Industri USU yang bertujuan untuk mengetahui

keadaan fungsi pendengaran pada pekerja yang terpapar bising.

Alat Ukur :Audiometri

Gambar 3.1 Audiometri

Universitas Sumatera Utara


45

Hasil Pengukuran :

a. Normal 0-25 dB (A)

b. Tuli ringan 26-40 dB (A)

c. Tuli sedang 41-55 dB (A)

d. Tuli sedang berat 56-70 dB (A)

e. Tuli berat 71-90 dB (A)

f. Tuli sangat berat >90 dB (A)

Prosedur Pengukuran :

a. Siapkan alat dan audiometri.

b. Hidupkan alat yang telah dikalibrasi dengan menekan tombol ON/power.

c. Pasang earphone pada kedua telinga pasien.

d. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian

frekuensi sebagai berikut : 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 8000

Hz. 1000 Hz (diulang), 500 Hz, 250 Hz. Dengan pengecualian ulangan

frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat digunakan untuk telinga

satunya.

e. Tekan tombol nada mulai dari 0 dB (A), nada kemudian dinaikkan dengan

peningkatan 10 dB (A)dengan durasi satu sampai dua detik hingga pasien

memberikan respon.

f. Tingkatkan intensitas 5 dB (A)dan bila pasien memberi jawaban, maka

nada perlu diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB (A)hingga

tidak lagi terdengar.

Universitas Sumatera Utara


46

g. Peningkatan berulang masing-masing 5 dB (A)dilanjutkan hingga dicapai

suatu modus atau jawaban tipikal. Biasanya jarang melampaui tiga kali

peningkatan.

h. Setelah menentukan ambang pendengarab untuk frekuensi pengujian awal,

cantumkan simbol-simbol yang sesuai pada audiometri.

i. Lanjutkan denagan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada

tersebut pada tingkat yang lebih rendah 15-20 dB (A)dari ambang

frekuensi yang diuji sebelumnya. Misalnya jika ambang pendengaran

untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50 dB (A), maka mulailah frekuensi 2000

Hz pada intensitas 30dB (A)atau 35 dB (A).

j. Teknik ini dapat dipakai untuk menentukan ambang hantar tulang maupun

udara. Pada audiometri ambang hantar tulang, biasanya tidak terdapat

frekuensi 6000 dan 8000 Hz.

Tabel 3.1Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Cara ukur dan Skala


No Variabel Hasil Ukur
Alat Ukur Ukur
1. Kebisingan Data sekunder 1. Kebisingan ≤ 85 Ordinal
dB (A)
2. Kebisingan > 85
dB (A)

2. Gangguan Pengukuran 1. Tuli Nominal


Pendengaran ( Audiometri ) 2. Tidak tuli

3.7 Metode Analisa Data

Dalam sebuah penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang

penting.Hal ini disebabkan karena ada data yang diperoleh langsung dari

penelitian masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut

Universitas Sumatera Utara


47

dianalisis menggunakan program Statistic Package For The Social Science

(SPSS) versi 16.

Analisis penelitian mencakup:

1. Analisa univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal

variabel independen dengan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

Entry Data, data yang telah diberikan kode tersebut kemudian dimasukkan

dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah.

2. Analisa bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara

variabel independen (kebisingan) dan variabel dependen (gangguan

pendengaran) menggunakan uji Chi-Square dengan membandingkan nilai

α sebesar 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Jika pvalue<0,05 artinya ada

hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variable

dependen. Jika pvalue>0,05 artinya tidak ada hubungan yang bermakna

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Cita-cita yang tinggi dan mulia yang timbul di hati Bapak Harangan

Wilmar Hutahaean dan Ibu Tio Monica br. Sibarani (Op. Gora Hutahaean) untuk

membangun bonapasogit, Tapanuli Utara dinyatakan dengan membangun pabrik

tapioka dan membuka perkebunan ubi sebagai bahan baku utama sungguh sangat

mengagumkan dan menggembirakan hati pemerintah, masyarakat, karyawan dan

supplier serta pelanggan pembeli tepung tapioka hasil produksi perusahaan ini.

Pada awalnya kehadiran PT. HUTAHAEAN di Tapanuli Utara kurang

mendapat respon dari masyarakat, hal ini disebabkan oleh perilaku pengusaha-

pengusaha sebelumnya yang menyuruh masyarakat setempat untuk bertanam kopi

atau nanas namun tidak ada pabrik yang dapat menjamin hasil panen seperti yang

dijanjikan.Keadaan inilah yang membuat PT. HUTAHAEAN awalnya sulit

meyakinkan masyarakat supaya mau menanam ubi.Sebelumnya masyarakat sudah

apatis, hal ini juga dialami oleh PT. HUTAHAEAN di Natumingka, Kecamatan

Borbor Kabupaten Toba Samosir. Situasi dan kondisi seperti ini bukan lagi

menjadi hambatan bagi PT. HUTAHAEAN untuk menjalankan pembangunan

perkebunan ubi kayu di Tapanuli Utara, apalagi mengingat kesungguhan Bapak

Bupati Tapanuli Utara Torang Lumban Tobing untuk meningkatkan ekonomi

petani di Tapanuli Utara kepada Tapanuli Utara, apalagi dengan adanya undangan

48
Universitas Sumatera Utara
49

Bupati Tapanuli Utara kepada PT. HUTAHAEAN, meminta kepada Camat

Pangaribuan dan Camat Garoga mengumpulkan masyarakat dalam

mensosialisasikan manfaat bertanam ubi kayu, maka tanggal 27 Februari 2011

diadakanlah pertemuan antara masyarakat dengan PT. HUTAHAEAN di gedung

pertemuan Miranda Gultom Kecamatan Pangaribuan yang dihadiri oleh Bapak

Bupati Tapanuli Utara bersama jajarannya, Camat dan juga Kepala Desa.

Di dalam pertemuan tersebut masih terlihat adanya keragu-raguan

masyarakat terhadap pengusaha. Bahkan diluar gedung terdengar suara sumbang

yang menyatakan “ KITA LIHATLAH DULU..! PENGUSAHA LUAR AJA

SUDAH GAGAL APALAGI PENGUSAHA LOKAL”. Namun Bapak Bupati

tidak enggan mengeluarkan peryantaan jaminan terhadap PT. HUTAHAEAN,

dengan tegas beliau mengatakan “ saya tidak akan mengundang PT.

HUTAHAEAN datang kesini kalau saya belum kenal pak Hutahaean, dan saya

tidak mau membawa Pak Hutahaean datang kesini kalau saya tidak kenal

perusahaannya dan cara kerja perusahaannya. Sayalah menjadi jaminan bahwa

PT. HUTAHAEAN tidak akan berbuat seperti pengusaha-pengusaha

sebelumnya”.

Dengan adanya jaminan Bupati terhadap PT. HUTAHAEAN tersebut,

maka terbukalah hati masyarakat menerima PT. HUTAHAEAN membuka kebun

di Tapanuli Utara dengan pola bagi hasil, dan hal ini jugalah yang menjadi

tantangan bagi Direktur PT. HUTAHAEAN ; Bapak H.W. Hutahaean serta

mendorong semangat beliau membuka usaha kebun Ubi Kayu di Kabupaten

Tapanuli Utara dan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Universitas Sumatera Utara


50

Setelah selesai pertemuan, pada hari itu juga langsung diadakan peninjaun

lahan bersama Bapak Bupati.Berselang kemudian pada tanggal 23 Maret 2011,

diadakanlah pertemuan dalam rangka penandatanganan perjanjian kerjasama bagi

hasil antara perusahaan dengan masyarakat dihadapan Notaris Emmi Banjarnahor,

SH yang disaksikan oleh Bapak Bupati dan beberapa orang Kepala Desa dan

Aparat Pemkab Taput di Vahana Garden kediaman Bapak Torang Lumbantobing.

Pemilik perusahaan dan sekaligus Direktur Utama perusahaan ini telah

memancangkan satu tonggak sejarah perekonomian di Tapanuli Utara khususnya

dan Provinsi Sumatera Utara.Setelah sukses di Kabupaten Riau, Bapak Harangan

Wilmar Hutahaean ingin mewariskan semangat membangun daerah kelahirannya

dan ingin memberi contoh kepada generasi muda untuk berkarya di daerah

asalnya, desa Simatibung Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir.

PT. HUTAHAEAN merupakan salah satu industri di Sumatera Utara yang

menghasilkan Tepung Tapioka Cap Beringin yang memadukan kegiatan hulu

yaitu penyedian bahan baku utama untuk 2 pabrik pengolahan tapioka yang

berada di Jalan Indorayaon Desa Pintubosi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba

Samosir dan di Desa Bahal Batu Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli

Utara. Bahan baku untuk pabrik tapioka milik PT. HUTAHAEAN adalah ubi

kayu yang langsung dikelola PT. HUTAHAEAN dengan luas lahan 1.400 hektar

di Desa Natumingka Kecamatan Borbor, Desa Sibide Kecamatan Silaen, Desa

Sibuntuon, Kecamatan Uluan, Kompleks Kompi 125 Kecamatan Balige, Desa

Pintubosi, Kecamatan Laguboti di Kabupaten Toba Samosir dan sekitarnya serta

di Kecamatan Garoga, Pangaribuan, Parmonangan, Siatas Barita, Pagaran di

Universitas Sumatera Utara


51

Kabupaten Tapanuli Utara dan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang

Hasundutan. Selain hasil bahan baku ubi dari kebun inti, perusahaan juga membeli

ubi dari para petani yang berada di sekitar pabrik di Kabupaten Tapanuli Utara,

Toba Samosir, Simalungun ataupun dari Kabupaten Dairi dan Samosir melalui

para pemasok ubi, namun ada juga yang langsung diantarkan oleh para petani ke

perusahaan.

4.1.2Visi dan Misi

a. Visi PT. HUTAHAEAN

“Menjadi Perusahaan terbaik di Indonesia di dalam memproduksi tepung

tapioka dengan teknologi ramah lingkungan”

b. Misi PT. HUTAHAEAN

1. Ikut serta membangun dan memajukan Tapanuli Utara di bidang

perekonomian melalui program pertanian dan tanaman ubi singkong.

2. Meningkatkan kesejahteraan petani di bidang ekonomi dengan

bekerjasama bagi hasil dalam mengelola lahan pertaniannya.

3. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para petani di dalam

menanam ubi kayu yang menjadi bahan baku untuk memproduksi tepung

tapioka.

4. Meningkatkan pengalaman berbisnis dalam budaya industri dalam

perpaduannya dengan budaya agraris.

Universitas Sumatera Utara


52

4.1.3 Lokasi

Secara geografis lokasi pabrik pengolahan tepung tapioka PT. Hutahaean

Wilayah Tapanuli terletak antara 02.21.20.7”– 02.21‟22.7” LU dan 099.10‟58.9”

– 099.06‟11” BT.

PT. HUTAHAEAN berlokasi di Jalan Indorayon Desa Pintu Bosi,

Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara.Luas keseluruhan lokai

pabriktersebut yaitu 24.330 m2.Lokasi ini berada jarang dari pemukiman

penduduk sehingga termasuk sulit untuk menjangkau lokasi ini. Bagi masyarakat

yang ingin ke pabrik ini dapat menumpang pada truk-truk pembawa kayu pabrik

Toba Pulp Lestari (TPL) yang akan menuju kearah pabrik. Dapat juga dijangkau

dengan becak motor warga yang mau membawa masyarakat ke daerah pabrik

tetapi harus membayar mahal. Pabrik induk PT. HUTAHAEAN menyediakan

truk oleh untuk mengangkut produk yang akan didistribusikan ke konsumen.

Alasan direktur utama PT. HUTAHAEAN memilih lokasi tersebut sebagai lokasi

pabrik adalah Karena lahan tersebut merupakan lahan warga sekitar untuk

menanam ubi.Maka, lokasi tersebut sangat strategis bagi warga sekitar yang ingin

hasil panen ubinya diolah pabrik PT. HUTAHAEAN. Secara kebetulan juga,

tujuan utama direktur utama PT. HUTAHAEAN membangun pabrik di lokasi

tersebut yaitu untuk memperbaiki kampung halamannya dan membantu

mensejahterakan masyarakat kampung halamannya.

Universitas Sumatera Utara


53

4.1.4Struktur Organisasi

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi

Kecamatan Laguboti

Universitas Sumatera Utara


54

4.1.5 Proses Produksi

a. Pengangkutan bahan baku ubi kayu masuk ke dalam pabrik

Bahan baku berupa ubi kayu yang dibutuhkan sebanyak 84 ton per hari.

Apabila kapasitas mobil barang pengangkut ubi kayu berkapasitas 2 ton, maka

akan ada sebanyak 42 kali pengangkutan ubi kayu keluar masuk pabrik. Dan jika

pabrik beroperasi menjadi 2 shift maka kebutuhan ubi menjadi 128 ton ubi per

hari dengan angkutan kurang lebih 82 truk per hari.

b. Bagian Pembersihan (Washing Section)

Pada proses ini, kotoran dan kulit ubi kayu akan dibuang dengan

menggunakan Dry Sieve (saringan kering) yang berputar pada kecepatan seragam.

Ubi kemudian masuk ke dalam Washing Slot yang akan mencuci ubi dengan cara

mengadopsi lingkaran Countercurrent, sehingga dapat menghilangkan lumpur,

kulit dan kotoran. Ubi kayu yang sudah cukup bersih selanjutnya akan masuk ke

bagian pengolahan setelah melalui Water Leaking.

Peralatan:Row Material Buffer Silo; Belt Conveyor; Dry Sieve; Washing Slot;

Water Leaking Sieve.

c. Processing Section(Bagian Pengolahan)

Ubi kayu yang berasal dari Washing Sectionakan jatuh ke dalam Cutting

Machine untuk dipotong kecil-kecil dengan pisau pemutar dan selanjutnya masuk

ke mesin Rasper untuk proses pemarutan. Ubi yang telah diparut akan berbentuk

bubur dan selanjutnya dipompa ke Centrifugal Sieve. Pada bagian ini akan terjadi

2 tahap proses pemisahan, yaitu tahap pertama untuk memisahkan serat tipis dan

tahap kedua proses dehidrasi. Melalui penggunaan kombinasi aliran air bersih dan

Universitas Sumatera Utara


55

saringan, maka pati dapat terpisah secara efisien yang kemudian akan dipompa ke

Fiber Ground dan dikeringkan (dehidrasi) dengan Fiber Compressor. Pati

buburdengan konsentrasi sekitar 5,4 Be‟ akan dipompa ke Desander dengan

tujuan untuk membuang pasir, lumpur atau benda yang kemungkinan masih ada

pada pati dengan gravitasi berat lainnya (merupakan impurities) sehingga

memperlancar proses berikutnya. Bubur pati dengan konsentrasi 5,4 Be‟ ini akan

dipompa ke Vertikal Sieve dan dikirim ke Disc Separator. Bubur pati yang

mengandung air sekitar 62,8% akan diangkut ke tangki lalu dikirim ke Peeler

Centrifuge untuk mengurangi kadar airnya.

Peralatan:Cassava Cutting Machine; Buffer Silo; Screw Conveyor; Flashboard

Value; Magnet Device; Rasper; Screw Pump; Centrifuge Sieve; Desander; Disc

Separator; Peeler Centrifuge; Belt Conveyour; Fiber Press.

d. Drying And Packing Section

Di bagian pengeringan pati basah akan diturunkan kadar airnya dari 39%

menjadi 13,5% sehingga menjadi produk akhir. Pati basah dengan kandungan air

39% dikirim ke Buffer Bind melalui Secrew Conveyor. Pati basah didorong ke

Winnow dan akan berputar dengan kecepatan tinggi, yang selanjutnya akan

terdorong ke dalam Drying Tubes. Udara panas akan masuk ke dalam

HeatExchanger melalui Air Filter. Setelah pemanasan, udara akan masuk ke

dalam Drying Tubes. Pati basah akan tersedot di udara panas dengan kecepatan

tinggi dan pati akan mengalir ke Cyclone. Setelah dikeringkan produk akhir ini

akan dikeluarkan dari Air Proof Secrew dengan kandungan air 12%. Selanjutnya

Universitas Sumatera Utara


56

diisikan ke Packer Otomatis melalui Double Bin Starch Filter (ayakan ganda).

Produk akhir setelah ditimbang dan dikemas akan disimpan dalam gudang.

Peralatan: Secrew Conveyour; Winnow; Heat Exchanger; Air Filter; Drying

Pipes; Cyclones; Airproof Secrew; Double Bin Starch Sifter; Automatic Packer;

Exhaust Fan.

e. Pengangkutan produk tepung tapioka keluar dari pabrik

Sesuai dengan pesanan para customer, perusahaan mengirimkan tepung

tapioka dengan pengangkutan truk. Tujuan penjualan antara lain ke Medan,

Tanjung Morawa, PematangSiantar, Pekanbaru, Payakumbuh, Balige dan kota

lainnya sesuai orderan.

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

a. Umur

Distribusi pekerja pabrik berdasarkan umur dapat diliat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Umur di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Umur (Tahun) Jumlah %


<26 12 38,7
≥26 19 61,3

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel diatas, pekerja pabrik paling banyak berumur ≥26 tahun

yaitu berjumlah 19 orang pekeja (61,3%), sedangkan pekerja yang berumur

dibawah <26 tahun berjumlah 12 orang pekerja (38,7%).

Universitas Sumatera Utara


57

Tabel 4.2 Distribusi Tabulasi Silang antara Umur dengan Gangguan


Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT. HUTAHAEAN Desa
Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Umur Tuli Tidak Tuli Jumlah
N % N % N %
<26 8 25,8 4 12,9 12 46,7
≥26 14 45,2 5 16,1 19 53,3

Jumlah 22 71,0 9 29,0 31 100

Berdasarkan tabel diatas bahwa pekerja dengan kategori umur <26 tahun

yang menderita gangguan pendengaran sebanyak 8 orang (25,8%) dan pekerja

yang menderita gangguan pendengaran pada kategori ≥26 tahun sebanyak 14

orang (45,2%).

b. Masa Kerja

Distribusi pekerja pabrik berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.3Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Masa Kerja di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Masa Kerja (Tahun) Jumlah %


<5 16 51,6
≥5 15 48,4

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel diatas, masa kerja pekerja pabrik paling banyak adalah

masa kerja <5 tahun yaitu berjumlah 16 orang pekerja (51,6%), sedangkan masa

kerja pekerja ≥5 tahun berjumlah 15 orang pekerja (48,4%).

Universitas Sumatera Utara


58

Tabel 4.4 Distribusi Tabulasi Silang antara Masa Kerja dengan Gangguan
Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT. HUTAHAEAN Desa
Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Masa Kerja Tuli Tidak Tuli Jumlah
N % N % N %
<5 10 32,3 6 19,4 16 51,6
≥5 12 38,7 3 9,7 15 48,4

Jumlah 22 71,0 9 29,0 31 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pekerja yang berada pada

kategori di <5 tahun menderita gangguan pendengaran sebanyak 10 orang

(32,3%) dan masa kerja pada kategori ≥5 tahun menderita gangguan pendengaran

sebanyak 12 orang (38,7%).

c. Penggunaan Alat Pelindung Telinga Pekerja Pabrik

Distribusi pekerja pabrik berdasarkan penggunaan alat pelindung telinga

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Penggunaan APT di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Penggunaan APT Jumlah %


Ya 5 16,1
Tidak 26 83,9

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pekerja yang tidak

menggunakan alat pelindung telinga berjumlah 26 orang pekerja (83,9%),

sedangkan yang menggunakan alat pelindung telinga hanya 5 orang pekerja

(16,1%).

Universitas Sumatera Utara


59

Tabel 4.6 Distribusi Tabulasi Silang antara Penggunaan Alat Pelindung


Telinga dengan Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di
PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Pengguna Tuli Tidak Tuli Jumlah
APT
N % N % N %
Ya 4 12,9 1 3,2 5 16,1
Tidak 18 58,1 8 25,8 26 83,9

Jumlah 22 71,0 9 29,0 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pekerja yang memakai alat

pelindung telinga dan menderita gangguan pendengaran sebanyak 4 orang

(12,9%) dan yang menderita gangguan pendengaran pada pekerja yang tidak

menggunakan alat pelindung telinga sebanyak 18 orang (58,1%).

d. Hobby Mendengarkan Musik

Distribusi pekerja berdasarkan hobby mendengarkan musik dengan keras

dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.7Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan HobbyMendengarkan


Musik di PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan
Laguboti

Mendengarkan Musik Jumlah %


Ya 6 19,4
Tidak 25 80,6

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pekerja yang hobby

mendengarkan musik dengan keras berjumlah 6 orang pekerja (19,4%), sedangkan

yang tidak memiliki hobby untuk mendengarkan musik dengan keras cukup

banyak yaitu 25 orang pekerja (80,6%).

Universitas Sumatera Utara


60

Tabel 4.8 Distribusi Tabulasi Silang antara Hobby Mendengarkan Musik


dengan Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Hobby Tuli Tidak Tuli Jumlah
Musik
N % N % N %
Ya 3 9,7 3 9,7 6 19,4
Tidak 19 61,3 6 19,4 25 80,6

Jumlah 22 71,0 9 22,6 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pekerja yang hobby

mendengarkan musik dan menderita gangguan pendengaran sebanyak 3 orang

(9,7%) dan yang tidak hobby mendengarkan musik dan menderita gangguan

pendengaran sebanyak 19 orang (61,3%).

e. Konsumsi Obat-Obatan

Distribusi pekerja berdasarkan konsumsi obat-obatan yang mempengaruhi

fungsi pendengaran dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.9Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Konsumsi Obat-obatan di


PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Konsumsi Obat Jumlah %


Ya 8 25,8
Tidak 23 74,2

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pekerja yang tidak

mengkonsumi obat-obat yang mempengaruhi fungsi pendengaran berjumlah 23

orang pekerja (74,2%), sedangkan yang mengkonsumsi obat-obatan dan

memberikan efek kepada fungsi pendengaran hanya 8 orang pekerja (25,8 %).

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel 4.10 Distribusi Tabulasi Silang antara Konsumsi Obat dengan


Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Konsumsi Tuli Tidak Tuli Jumlah
Obat
N % N % N %
Ya 4 12,9 4 12,9 8 25,8
Tidak 18 58,1 5 16,1 23 74,2
Jumlah 22 71,0 9 29,0 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pekerja yang mengkonsumsi

obat menderita gangguan pendengaran sebanyak 4 orang (12,9%) dan yang tidak

mengkonsumsi obat menderita gangguan pendengaran sebanyak 18 orang

(58,1%).

4.2.2 Intensitas Kebisingan

a. Besar Paparan Kebisingan pada Pekerja

Distribusi pekerja pabrik berdasarkan besar paparan kebisingan di pabrik:

Tabel 4.11 Distribusi Pekerja Pabrik Berdasarkan Besar Paparan


Kebisingan di PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan
Laguboti

Area Produksi Intensitas Frekuensi (orang) %


Kebisingan dB (A)
Control Room 83,0 2 6,5
Seperator 87,9 3 9,7
Boiler 84,6 4 12,9
Packaging 78,5 2 6,5
Pengupasan 86,8 4 12,9
Peeler Section 89,9 3 9,7
Washing Section 87,1 3 9,7
Workshop 84,3 4 12,9
Rasper Section 92,5 2 6,5
Extractor Section 88,4 4 12,9

Jumlah 31 100

Universitas Sumatera Utara


62

Berdasarkan tabel diatas terdapat 10 titik pengukuran kebisingan, dimana

nilai kebisingan terendah sebesar 78,5 dB (A) dengan 2 orang pekerja (6,5%) dan

nilai kebisingan tertinggi sebesar 92,5 dB (A) dengan 2 orang pekerja (6,5%).

Tabel 4.12 Distribusi Tabulasi Silang antara Besar Paparan dengan


Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Besar Tuli Tidak Tuli Jumlah
Paparan
N % N % N %
83,0 0 0,0 2 6,5 2 6,5
87,9 3 9,7 0 0,0 3 9,7
84,6 1 3,2 3 9,7 4 12,9
78,5 0 0,0 2 6,5 2 6,5
86,8 4 12,9 0 0,0 4 12,9
89,9 3 9,7 0 0,0 3 9,7
87,1 3 9,7 0 0,0 3 9,7
84,3 2 6,5 2 6,5 4 12,9
92,5 2 6,5 0 0,0 2 6,5
88,4 4 12,9 0 0,0 4 12,9

Jumlah 22 71,0 9 29,0 31 100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa masing-masing area

produksi yang berada pada kategori di atas ≥ 85 dB (A) menderita gangguan

pendengaran, Seperator 87,9 dB (A) 3 orang (9,7%), Peeler Section 89,9 dB (A) 3

orang (9,7%), Washing Section 87,1 dB (A) 3 orang (9,7%), Rasper Section 92,5

dB (A) 2 orang, Extractor Section 88,4 dB (A) 4 orang (12,9%) dan Pengupasan

86,8 dB (A) 4 orang (12,9%), dan ada juga yang terpapar kebisingan <85 dB (A)

akibat paparan bising dari mesin yang lain Karena ruangan yang tidak bersekat,

Boiler 84,6 dB (A) 1 orang (3,2%), Workshop 84,3 dB (A) 2 orang (6,5%).

Universitas Sumatera Utara


63

Kategori Intensitas Kebisingan

Ditribusi kategori intensitas kebisingan pada area produksi dapat dilihat

dari tabel berikut:

Tabel 4.13 Distribusi Kategori Intensitas Kebisingan Pada Area Produksi di


PT. HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Intensitas Kebisingan dB (A) Jumlah %


>85 19 61,3
≤85 12 38,7

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel diatas, pekerja pabrik lebih banyak bekerja di

lingkungan kerja dengan nilai kebisingan >85 dB (A) yaitu berjumlah 19 orang

pekerja (61,3%) sedangkan pada kebisingan ≤85 dB (A), yaitu sebanyak 12 orang

pekerja (38,7%).

Tabel 4.14 Distribusi Tabulasi Silang antara Intensitas Kebisingan dengan


Gangguan Pendengaran pada Tenaga Kerja di PT.
HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Intensitas Tuli Tidak Tuli Jumlah
Kebisingan
dB (A)
N % N % N %
>85 19 61,3 0 0,0 19 61,3
≤85 3 9,7 9 29,0 12 38,7

Jumlah 22 71,0 9 29,0 31 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran lebih

banyak terjadi pada intensitas >85 dB (A) sebanyak 19 orang (61,3%) dan 3 orang

pekerja (9,7%) yang menderita gangguan pendengaran pada intensitas kebisingan

≤85 dB (A).

Universitas Sumatera Utara


64

4.2.3 Gangguan Pendengaran Pekerja

a. Derajat Ketulian Telinga

Distribusi pekerja pabrik berdasarkan derajat ketulian pada telinga dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.15 Distribusi Derajat Ketulian Pada Telinga Pekerja di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Derajat Ketulian Jumlah %


Normal 9 29,0
Ringan 17 54,8
Sedang 5 16,1

Jumlah 31 100

Setelah dilakukannya pemeriksaan fungsi pendengaran dengan

menggunakan audiometri, dapat dilihat pada tabel bahwa pekerja yang memiliki

derajat ketulian normal berjumlah 9 orang pekerja (29,0%), pekerja dengan

derajat ketulian ringan berjumlah 17 orang pekerja (54,8%) dan yang memliki

derajat ketulian sedang berjumlah 5 orang pekerja (16,1%).

b. Gangguan Pendengaran Pada Telinga

Distribusi pekerja pabrik berdasarkan gangguan pendengaran pada telinga

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16Distribusi Gangguan Pendengaran Pada Telinga Pekerja di PT.


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran Jumlah %


Normal Kanan Kiri 9 29,0
Tuli Kanan 8 25,8
Tuli Kiri 8 25,8
Tuli Kanan Kiri 6 19,4

Jumlah 31 100

Universitas Sumatera Utara


65

Setelah dilakukannya pemeriksaan fungsi pendengaran dengan

audiometri pada pekerja pabrik, terdapat 9 orang pekerja (29,0%) mempunyai

fungsi pendengaran yang normal pada kanan dan kiri, 8 orang pekerja (25,8%)

menderita tuli kanan, dan 8 orang pekerja (25,8%) pula menderita tuli kiri serta 6

orang pekerja (19,4 %) mengalami tuli pada kedua telinganya yaitu pada telinga

kanan dan kiri.

c. Kategori Gangguan Pendengaran

Ditribusi kategori gangguan pendengaran pada pekerja dapat dilihat dari

tabel berikut:

Tabel 4.17 Distribusi Kategori Gangguan Pendengaran Pada Pekerja di


HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran Jumlah %


Tuli 22 71,0
Tidak Tuli 9 29,0
Jumlah 31 100

Setelah dilakukannya pemeriksaan fungsi pendengaran dengan audiometri

pada pekerja pabrik, terdapat 22 orang pekerja (71,0%) mengalami gangguan

fungsi pendengaran pada telinganya, sedangkan yang tidak mengalami gangguan

fungsi pendengaran sebanyak 9 orang pekerja (29,0%).

4.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan data sekunder intensitas kebisingan serta hasil pengukuran

audiometri, dilakukan uji statistik Exact Fisher untuk melihat apakah ada

hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja

bagian produksi di PT.HUTAHAEAN Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Universitas Sumatera Utara


66

Tahun 2017. Hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran

tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.18 Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran

Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di PT. HUTAHAEAN Desa

Pintu Bosi Kecamatan Laguboti

Gangguan Pendengaran
Kebisingan Tuli Tidak Tuli Jumlah
dB (A)
N % N % N % Sig, (p)
>85 19 61,3 0 0,0 19 61,3
0,000
≤85 3 9,7 9 29,0 12 38,7

Jumlah 22 71,0 9 29,0 30 100

Berdasarkan tabel hasil uji statistik di atas dapat dilihat bahwa terdapat 19

orang pekerja (61,3%) pabrik mengalami gangguan pendengaran dengan

intensitas kebisingan >85 dB (A)dan terdapat 3 orang pekerja (9,7%) pun yang

mengalami gangguan pendengaran dengan intensitas kebisingan ≤85 dB (A).

Hasil uji statistik dengan uji Exact Fisher antara intensitas kebisingan

dengan gangguan pendengaran didapatkan hasil p = 0,000 dimana p <0,05 artinya

ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan gangguan

pendengaran pada tenaga kerja bagian produksi di PT.HUTAHAEAN Desa Pintu

Bosi Kecamatan Laguboti Tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Karakteristik Responden

Data yang diperoleh dianalisis secara univariat untuk mengetahui seberapa

besar distribusi data atau gambaran secara keseluruhan terhadap responden yang

ada pada setiap variabel yang berhubungan dengan intensitas kebisingan dengan

gangguan pendengaran.Adapun gambaran analisis tersebut adalah karakteristik

tenaga pekerja PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti,

meliputi umur, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga, hobby

mendengarkan musik dan konsumsi obat-obatan.

5.1.1.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa frekuensi umur

pekerja pada bagian produksi paling banyak terdapat pada kategori ≥26 tahun

sebanyak 19 orang pekerja (61,3%) kemudian diikuti dengan kategori <26 tahun

sebanyak 12 orang pekerja (38,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pekerja bagian

produksi pada PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti,

masih berada dalam umur yang produktif untuk bekerja. Faktor umur di

kelompokkan berdasarkan hasil dari nilai mean pada kelompok umur tersebut.

Namun pada dasarnya, semakin bertambahnya umur seseorang maka akan

semakin menimbulkan penurunan pendengaran.

67
Universitas Sumatera Utara
68

Menurut Tambunan (2005), pada umur 40 tahun biasanya akan terjadi

penurunan pendengaran. Umur semakin bertambah dapat mengakibatkan sebagian

sel-sel rambut mati karena tua sehingga manusia menjadi tuli.Gangguan

pendengaran akibat bertambahnya umur disebabkan adanya perubahan patologi

pada organ telinga. Beberapa perubahan patologi yang terjadi antara lain pada

telinga luar dengan perubahan paling jelas berupa berkurangnnya elastisitas

jaringan daun telinga dan liang telinga.

5.1.1.2 Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja dapat dilihat bahwa sebagian besar pekerja di

bagian produksi paling banyak berada pada kategori bekerja <5 tahun yaitu 16

orang pekerja (51,6%), dibandingkan dengan pekerja yang bekerja ≥5 tahun

sebanyak 15 orang pekerja (48,4%). Hal ini menunjukkan bahwa masa pekerja ≥5

tahun dan <5 tahun hampir setara. Apabila seorang pekerja yang berada pada

kategori ≥6 tahun akan lebih berisiko terjadinya gangguan pendengaran

(Harrianto,2009).

5.1.1.3 Penggunaan Alat Pelindung Telinga

Berdasarkan penggunaan alat pelindung telinga dapat dilihat bahwa

sebagian besar pekerja bagian produksi lebih memilih tidak menggunakan alat

pelindung telinga yaitu sebanyak 26 orang pekerja (83,9%), dibandingkan dengan

yang menggunakan alat pelindung telinga sebanyak 5 orang pekerja (16,1%). Hal

ini menunjukan bahwa pekerja bagian produksi masih banyak yang belum sadar

akan pentingnya menggunakan alat pelindung telinga untuk menghindari bahaya

akibat terpapar bising.

Universitas Sumatera Utara


69

Adapun jenis Alat Pelindung Telinga (APT) yang disediakan oleh pihak

PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti adalah jenis sumbat

telinga (earplug) yang memampu mengurangi intensitas kebisingan sampai

dengan 30 dB (A) pada telinga pekerja. Bila dilihat dari tingkat intensitas

kebisingan di area produksi, sebenarnya perlindungan dengan earplug sudah

cukup efektif untuk mengurangi risiko terpajan bising.Namun pada kenyataan di

lapangan masih banyak pekerja yang belum menggunakan APT selama bekerja

karena mereka merasa tidak nyaman dan kurangnya pengawasan terhadap pekerja.

5.1.1.4 Hobby Mendengarkan Musik

Berdasarkan hobby mendengarkan musik keras pada pekerja dapat dilihat

bahwa terdapat beberapa pekerja yang suka mendengarkan musik sebagai hiburan

yaitu sebanyak 6 orang pekerja (19,4%) dan yang tidak memliki hobby

mendengarkan musik yaitu sebanyak 25 orang pekerja (80,6%). Hal ini

menujukkan beberapa orang pekerja tersebut mengganggap mendengarkan musik

adalah cara untuk menghilangkan efek paparan bising di area produksi. Sesuai

dengan fakta dilapangan dan hasil wawancara yang telah dilakukan, menggunakan

musik merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kenyamanan saat bekerja.

Padahal hal tersebut tidaklah efektif untuk mengurangi pemaparan bising,

seharusnya pekerja memanfaatkan Alat Pelindung Telinga (APT) yang telah

disediakan oleh perusahaan.Sejalan dengan teori Harrianto (2009), mempunyai

hobby mendengarkan musik dengan keras dan dilakukan dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan penurunan fungsi pendengaran.

Universitas Sumatera Utara


70

5.1.1.5 Konsumsi obat-obatan

Berdasarkan konsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi fungsi

pendengaran pada tenaga kerja yaitu sebanyak 8 orang pekerja (25,8%)

mengkonsumsi obat jenis aspirin. Fungsi obat tersebut digunakan untuk mengatasi

rasa sakit, demam dan mengatasi peradangan. Dan yang tidak mengkonsumsi

obat-obatan sebanyak 23 orang pekerja (74,2%). Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian tenaga kerja yang telah dilakukan pemeriksaan dalam kondisi sehat dan

tidak mengkonsumsi obat-obatan sehingga terhindar dari efek penurunan

pendengaran. Menurut Harrianto (2009), konsumsi obat-obatan dan tubuh dalam

kondisi tidak sehat memberikan efek kepada fungsi pendengaran, obat aspirin

merupakan obat yang dikonsumsi oleh tenaga kerja.

5.1.2 Intensitas Kebisingan

Intensitas kebisingan pada masing-masing area produksi PT.

HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti sudah melebihi Nilai

Ambang Batas (NAB).Berdasarkan data sekunder yang di peroleh dari PT.

HUTAHAEAN, didapati hasil pengukuran di 10 titik.Dengan kategori dibedakan

menjadi dua, yaitu kebisingan >85 dB (A) dan kebisingan ≤85 dB (A).Dari data

tersebut, 6 titik pengukuran memiliki nilai kebisingan >85 dB (A) dan 4 titik

pengukuran lainnya memiliki nilai kebisingan ≤85 dB (A).

Hasil pengukuran intensitas kebisingan yang paling rendah pada bagian

produksi yaitu sebesar 78,5 dB (A) pada Packacing, 83,0 dB (A) pada Control

Room, 84,3 dB (A) pada Workshop dan 84,6dB (A) pada Boiler. Dengan

kapasitas intensitas kebisingan ≤85 dB (A), menurut Kepmenaker No.13/MEN/X/

Universitas Sumatera Utara


71

2011 pada kondisi tersebut tenaga kerja di izinkan berada dalam unit kerja

maksimal 8 jam secara terus menerus tanpa memakai alat pelindung telinga.

Intensitas kebisingan yang paling tinggi di area produksi sebesar 92,5 dB (A) pada

Rasper Section, pada kondisi ini tenaga kerja hanya boleh terpapar maksimal

selama 2 jam secara terus-menerus tanpa memakai alat pelindung telinga. Disusul

dengan Peeler Section intensitas bising yang dihasilkan sebesar 89,9 dB (A),

Extractor Section sebesar 88,4 dB (A), Seperator sebesar 87,9 dB (A), Washing

Section 87,1 dB (A)dan pengupasan 86,8 dB (A). Pada kondisi tersebut masing-

masing tenaga kerja hanya boleh terpapar bising maksimal 4 jam secara terus-

menerus tanpa alat pelindung telinga.

Hasil pengukuran dari data sekunder tersebut menunjukan bahwa sebagian

besar lingkungan kerja area produksi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi

Kecamatan Laguboti masih melebihi nilai ambang batas (NAB) kebisingan

menurut Kepmenaker No.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan gangguan pendengaran

terjadi pada intensitas >85 dB (A) sebanyak 19 orang (61,3%) dan ≤85 dB

(A)sebanyak 3 orang (9,7%) menderita gangguan pendengaran.

Pemaparan kebisingan yang keras selalu diatas 85 dB (A) dapat

menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran.Biasanya gangguan pendengaran

akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh

tenaga kerja.Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran

Universitas Sumatera Utara


72

yang sangat menggangu dan dirasakan sangat merugikan bagi tenaga kerja (Junita,

2015).

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat

kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat

melakukan aktivitas tanpa menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam

pekerjaan sehari-hari untuk waktu yang tidak lebih dari 8 jam sehari dan 5 hari

kerja seminggu atau 40 jam seminggu dengan NAB kebisingan adalah 85 dB (A)

(Suma’mur, 2013).

5.1.3 Gangguan Pendengaran Pekerja

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 31 orang

pekerja bagian produksi PT. HUTAHAEAN dapat diketahui bahwa sebanyak 22

orang pekerja (71,0%) mengalami gangguan fungsi pendengaran pada telinga

dengan rata-rata kerusakan dirasakan pada frekuensi 4000 Hz dengan pemberian

bunyi pada tingkat 30 dB (A) pada kedua telinga pekerja, dan 9 orang pekerja

(29,0%) memiliki fungsi pendengaran yang normal. Hal ini menujukkan bahwa

terdapat beberapa pekerja telah mengalami gangguan fungsi pendengaran pada

telinganya.Pada penelitian ini, gangguan pendengaran keseluruhan terjadi pada

intensitas kebisingan >85 dB (A)di area produksi.Bising yang masuk ke telinga

dapat menimbulkan kerusakan maupun ketulian.

Hasil pengukuran yang dilakukan dengan audiometri didapati 19 orang

menderita gangguan pendengaran di 6 area produksi pada intensitas >85 dB (A).

Gangguan pendengaran yang terjadi di Seperator sebanyak 3 orang (9,7%),

pengupasan sebanyak 4 orang (12,9%), Peleer Section sebanyak 3 orang (9,7%),

Universitas Sumatera Utara


73

Washing Section sebanyak 3 orang (9,7%), Rasper Section sebanyak 2 orang

(6,5%), dan Extractor Section sebanyak 4 orang (12,9%).

Telinga merupakan organ pengindera penting kedua sesudah mata, karena

dengan telinga seseorang dapat berkomunikasi lisan dengan dunia luar.Oleh sebab

itu telinga perlu dijaga agar jangan sampai rusak, bahkan hendaknya diupayakan

agar dapat menikmati kondisi nyaman demi tingginya efesiensi daya

pendengaran.Bahaya yang mengancam kelestarian daya pendengaran dan

kemampuan komunikasi lisan adalah kebisingan (Kusmindari, 2008).

Menurut Soepardi (2009), seseorang dikatakan memiliki pendengaran yan

g normal apabila mampu mendengar suara dengan intensitas ≤25 dB (A)

sedangkan seseorang yang mengalami peningkatan ambang pendengaran atau

derajat ketulian akan dibagi menjadi tuli ringan, tuli sedang, tuli sedang berat, tuli

berat dan tuli sangat berat.

Adapun derajat ketulian dari hasil pengukuran yang dilakukan terhadap 31

orang pekerja, didapati 3 kategori dari 6 kategori dengan hasil ketulian dalam

kategori normal (0-25 dB (A)) sebanyak 9 orang pekerja (29,0%), derajat ketulian

ketegori ringan (26-40 dB (A)) sebanyak 17 orang pekerja (54,8%) pada area

produksi Seperator sebanyak 3 orang (9,7%), Pengupasan sebanyak 4 orang

(12,9%) , Workshop sebanyak 2 orang (6,5%), Rasper Section sebanyak 2 orang

(6,5%), Washing Section sebanyak 3 orang (9,7%), Boiler sebanyak 1 orang

(3,2%), Extractor Section sebanyak 2 orang (6,5%). Kategori derajat tuli sedang

(41-55 dB (A)) sebanyak 5 orang pekerja (16,1%) terdapat pada area produksi

Universitas Sumatera Utara


74

Peleer Section sebanyak 3 orang (9,7%), Extractor Section sebanyak 2 orang

(6,5%).

Berdasarkan hasil dari gangguan fungsi pendengaran telinga sebelah

kanan, didapati sebanyak 8 orang pekerja (25,8%) pada area produksi Workshop,

Peeler Section, Seperator, Extractor Section, Pengupasan, dan Boiler. Telinga

sebelah kiri sebanyak 8 orang pekerja (25,8%) pada area produksi Pengupasan,

Peeler Section, Seperator, Extractor Section, Rasper Section, dan Washing

Section. Tuli pada kedua telinga kanan dan kiri sebanyak 6 orang pekerja (19,4%)

pada area produksi Peeler Section, dan Extractor Section.

5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan melalui uji Exact Fisher, di

peroleh nilaip = 0,000 dimana p = <0,05 yang artinya ada hubungan antara

intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada tenaga kerja bagian

produksi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi Kecamatan Laguboti.

Sejalan dengan teori Suma’mur (2013), dampak utama dari kebisingan

terhadap kesehatan manusia adalah kerusakan indera-indera pendengaran yang

dapat mengakibatkan gangguan fungsi pendengaran.Gangguan fungsi

pendengaran atau kelainan telinga akibat bising menyebabkan tuli konduktif dan

tuli sensoriuneral (perseptif).

Tuli akibat bising (Nois Induced Hearing Loss) ialah tuli yang disebabkan

akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam waktu yang cukup lama dan

biasanya di akibatkan oleh bising lingkungan kerja.Sifat ketuliannya adalah tuli

Universitas Sumatera Utara


75

saraf koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.Bising yang intensitas 85

dB (A), atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran

corti telinga bagian dalam. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi

tuli akibat terpapar bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi,

berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising (Kusmindari, 2008).

Perubahan fungsi pendengaran akibat paparan bising tergantung pada

frekuensi bunyi, intensitas dan lamanya waktu paparan, dapat berupa:

1. Adaptasi, bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan

terasa terganggu oleh kebisingan.

2. Peningkatan fungsi pendengaran sementara yang terjadi karena ambang

pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan kembali seperti

semula.

3. Peningkatan fungsi pendengaran menetap, kenaikan terjadi setelah

seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekuensi

4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen

tidak dapat disembuhkan (Kusmindari, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 31 orang tenaga

kerja terdapat 13 orang pekerja (43,3%) mengalami gangguan fungsi pendengaran

pada intensitas kebisingan >85 dB (A). Hal ini menunjukan bahwa lingkungan

kerja berpotensi menyebabkan pekerja mengalami gangguan fungsi

pendengaran.Terdapatnya hubungan antara kebisingan dengan gangguan

pendengaran yang dialami pekerja disebabkan karena kondisi lingkungan kerja

yang sumber kebisingan belum dikendalikan secara maksimal.

Universitas Sumatera Utara


76

Menurut Anizar (2009),salah satu lingkungan kerja yang dapat

menimbulkan penyakit akibat kerja adalah kebisingan. Pekerja yang bekerja pada

intensitas bising tinggi memliki risiko lebih besar menderita gangguan

pendengaran dibandingkan dengan pekerja yang bekerja pada intensitas bising

rendah.Kebisingan ditempat kerja dapat mengakibatkan ketulian menetap kepada

tenaga kerja yang terpapar.Gangguan pendengaran akibat bising adalah tuli akibat

terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan

biasanya di akibatkan oleh bising lingkungan kerja (Rahmawati, 2015).

Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran

intensitasnya 85 dB (A) (batas aman) dan dengan frekuensi suara berkisar antara

20 sampai dengan 20.000 Hz. Batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dB

(A)dimana jika seseorang mendengarkan suara dengan intensitas tersebut maka

akan timbul perasaan sakit pada alat pendengaran dan memicu seseorang terkena

gangguan pendengaran atau peningkatan ambang dengar. Semakin tinggi

intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja, maka akan terjadi gangguan atau

kerusakan pada sistem pendengaran (Utamiati, 2012).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Deo, 2012) tentang pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan fungsi

pendengaran pada tenaga kerja bagian weaving di PT. Iskandar Indah Printing

Textile Surakarta menunjukkan ada hubungan intensitas kebisingan dengan

gangguan fungsi pendengaran p = 0,000 (p< 0,05).

Dengan demikian intensitas kebisingan mempunyai hubungan dengan

gangguan pendengaran dimana salah satu faktor penyebabnya adalah lingkungan

Universitas Sumatera Utara


77

kerja dengan intensitas kebisingan di atas Nilai Ambang Batas yaitu >85 dB (A)

dan tidak sesuai dengan Kepmenaker No.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang

Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap sampel

sebanyak 31 tenaga kerja bagian produksi PT. HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi

Kecamatan Laguboti , diperoleh data bahwa:

1. Berdasarkan umur pada pekerja yaitu pada kategori ≥26 tahun sebanyak 19

orang pekerja (61,3%) dan berumur <26 tahun sebanyak 12 orang pekerja

(38,7%). Berdasarkan masa kerja tenaga kerja yang bekerja ≥5 tahun yaitu

sebanyak 15 orang pekerja (48,4%) dan tenaga kerja yang bekerja <5

tahun sebanyak 16 orang pekerja (51,6%). Berdasarkan penggunaan alat

pelindung telinga masih banyak tenaga kerja yang tidak menggunakannya

yaitu sebanyak 26 orang pekerja (83,9%). Berdasarkan hobby

mendengarkan musik dengan keras didapati sebanyak 6 orang pekerja

(19,4%) dan berdasarkan konsumsi obat-obatan yang memberikan efek

kepada fungsi pendengaran yaitu sebanyak 8 orang pekerja (25,8%).

2. Intensitas kebisingan dari data sekunder menunjukan, dari 10 titik

pengukuran yang dilakukan dimana 6 titik memiliki intensitas kebisingan

>85 dB (A) dan 4 titik lainnya memiliki intensitas ≤ 85 dB (A).

3. Hasil pengukuran gangguan pendengaran dengan audiometri mendapati

bahwa tenaga kerja menderita gangguan pendengaran sebanyak 22 orang

(71,0%).

78
Universitas Sumatera Utara
79

4. Hasil uji statistik Exact Fisher (p value = 0,000 < 0,05) diperoleh adanya

hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada

tenaga kerja bagian produksi PT.HUTAHAEAN di Desa Pintu Bosi

Kecamatan Laguuboti.

6.2 Saran

1. Tenaga Kerja wajib memakai Alat Pelindung Telinga (APT) pada bagian

produksi Seperator, Pengupasan, Peeler Section, Washing Section, Rasper

Section, Extractor Section dan di bagian mesin yang intensitasnya dibawah

NAB juga perlu menggunakan APT dikarenakan terpaparnya kebisingan

dari sumber mesin yang lain dikarenakan ruangan yang tidak

bersekat.Pemakaian APT sangat efektif untuk menghindari terjadinya

peningkatan gangguan kesehatan yang salah satunya adalah gangguan

pendengaran.

2. Sebaiknya dilakukan pengawasan dan sanksi terhadap pekerja agar selalu

menggunakan alat pelindung telinga saat sedang bekerja di bagian

produksi.

3. Diharapkan agar perusahaan menyiapkan Alat Pelindung Telinga (APT)

sesuai dengan intensitas kebisingan yang terjadi di area produksi agar

tenaga kerja bebas dari penyakit gangguan pendengaran.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D. 2006. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut


Masa Kerja dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT.
Sinar Sosro Ungaran Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Semarang. (http://lib.unnes.ac.id/679/1/1249.pdf, diakses tanggal 20 Maret
2017).

Anizar, 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Cetakan


Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Boeis. 2002. Buku Ajar Penyakit THT. EGC. Jakarta.

Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.


Universitas Sumatera Utara, Medan.

Daulay, F. R. 2007. Evaluasi Intensitas Kebisingan Terhadap Kemampuan


Pendengaran Tenaga Kerja di Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit
Rambutan PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2006. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Fahri, S. 2009. Hubungan Masa Kerja dan Penggunaan Alat pelindung Diri (APD)
dengan Dampak Subjektif Gangguan Pendengaran Pada Pekerja di PTPN
Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Polretes Vol 1.

Gunawanta. 2002. Kebisingan Pada Industri Dampak dan Strategi


Penanggulangannya. Seminar Nasional Pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Dalam Menghadapi OTDA dan AFTA. Medan.

Hapsari, N. D. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit Undip.
Semarang.

Kesuma, G. B. T. 2010. Gangguan Pendengaran pada Usia Lanjut.


http://www.balipost.com. Diakses pada 27 Oktober 2010.

Priyana, A. 2003. Hiperkes Aspek Fisik. Hiperkes. Semarang.

Rambe, Murni Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising.


Tulisan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Fakultas
Kedokteran USU. Medan.

Rijanto, 2010. Pedoman Praktis Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan


(K3l). Edisi Pertama, Mitra Wacana Media. Jakarta.

Sasongko . 2000. Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Undip. Semarang.

80
Universitas Sumatera Utara
81

Siswanto, A. 1990. Kebisingan. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.


Surabaya.

Soepardi, E. A., Iskandar, N. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi
ke 6. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Suma’mur P.K. 2013. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


Sagung Seto. Jakarta.

Suma’mur P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


Sagung Seto. Jakarta.

Syahriani. 2003. Pengaruh KebisinganTerhadap Nilai Ambang Pendengaran


Tenaga Kerja di Pabrik Kelapa Sawit Pagar Merbau PTPN II Tanjung
Morawa. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tambunan, S. T. B. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja. CV Andi Offset.


Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


82

Lampiran 1

Surat Permohonan Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


83

Lampiran 2

Surat Izin Penelitian Perusahaan

Universitas Sumatera Utara


84

Lampiran3.
Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan

Universitas Sumatera Utara


85

Lampiran. 4
Form Data Pengukuran Audiometri

Universitas Sumatera Utara


86

Universitas Sumatera Utara


87

Universitas Sumatera Utara


88

Universitas Sumatera Utara


89

Universitas Sumatera Utara


90

Universitas Sumatera Utara


91

Lampiran 5. Master Data

Master Data

Nama Umur MK PAPT HM KO DraK GangP1 PK IK GP2


JH 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2
TS 2 1 2 1 1 2 3 5 2 1
LM 2 2 2 2 2 2 2 8 1 1
AP 2 1 2 1 1 3 4 6 2 1
JS 2 1 2 1 1 3 4 6 2 1
BS 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2
BH 2 1 2 1 1 2 3 2 2 1
HA 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1
AH 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1
RP 2 1 2 1 2 1 1 3 1 2
FH 1 1 2 1 1 3 4 10 2 1
GH 1 2 2 2 1 1 1 3 1 2
MP 1 2 1 1 1 1 1 3 1 2
PH 2 2 2 2 2 2 2 5 2 1
MP 1 1 2 1 1 1 1 4 1 2
IH 2 2 2 1 1 1 1 4 1 2
JP 1 1 2 1 1 2 3 9 2 1
AH 1 1 2 1 1 2 3 9 2 1
RS 2 1 2 1 2 1 1 8 1 2
GP 2 1 2 2 1 2 2 10 2 1
DS 2 2 2 1 1 2 3 5 2 1
MH 1 2 1 1 1 3 4 10 2 1
CP 2 2 2 1 1 2 3 7 2 1
NH 1 2 2 1 1 2 3 7 2 1
RH 2 1 2 1 2 2 2 5 2 1
LT 1 1 2 1 1 1 1 8 1 1
MH 1 1 2 1 1 2 4 10 2 1
ES 2 2 2 1 2 2 2 8 1 1
SM 2 1 1 1 1 2 2 3 1 1
RP 2 2 2 1 1 3 4 6 2 1
RH 2 1 2 1 1 2 3 7 2 1

Universitas Sumatera Utara


92

Keterangan:

1. Nama :

2. Umur : 1. <26 tahun, 2. ≥26 tahun

3. Masa Kerja : 1. <5 tahun, 2. ≥ 5 tahun

4. Penggunaan APT : 1. Ya, 2. Tidak

5. Hobby Musik :1. Tidak 2. Ya

6. Konsumsi Obat : 1. Tidak, 2. Ya

7. Derajat Ketulian : 1. Normal, 2. Ringan, 3. Sedang

8. Gangguan Pendengaran1 : 1. Normal

Kanan Kiri, 2. Tuli Kanan, 3. Tuli Kiri, 4.

Tuli Kanan Kiri

9. Pengukuran Kebisingan : 1. 83.0, 2.

87.9, 3. 84.6, 4. 78.5, 5.86.8, 6. 89.9,

7.87.1, 8. 84.3, 9. 92.5, 10.88.4

10. Intensitas Kebisingan : 1.. ≤ 85 dan 2.>85

11. Gangguan Pendengaran2 : 1.Tuli, 2. Tidak Tuli

Universitas Sumatera Utara


93

Lampiran 6. Output SPSS

1. Analisis Univariat

Umur pekerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <26 12 38.7 38.7 38.7

>=26 19 61.3 61.3 100.0

Total 31 100.0 100.0

masa pekerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <5 16 51.6 51.6 51.6

>=5 15 48.4 48.4 100.0

Total 31 100.0 100.0

penggunaan apt
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 5 16.1 16.1 16.1

tidak 26 83.9 83.9 100.0

Total 31 100.0 100.0

hobby mendengar musik


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak 25 80.6 80.6 80.6

ya 6 19.4 19.4 100.0

Total 31 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


94

konsumsi obatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak 23 74.2 74.2 74.2

ya 8 25.8 25.8 100.0

Total 31 100.0 100.0

derajat ketulian telinga kiri


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Normal 9 29.0 29.0 29.0

ringan 17 54.8 54.8 83.9

sedang 5 16.1 16.1 100.0

Total 31 100.0 100.0

GP1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid normal kanan kiri 9 29.0 29.0 29.0

tuli kanan 8 25.8 25.8 54.8

tuli kiri 8 25.8 25.8 80.6

tuli kanan kiri 6 19.4 19.4 100.0

Total 31 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


95

PK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 83.0 2 6.5 6.5 6.5

87.9 3 9.7 9.7 16.1

84.6 4 12.9 12.9 29.0

78.5 2 6.5 6.5 35.5

86.8 4 12.9 12.9 48.4

89.9 3 9.7 9.7 58.1

87.1 3 9.7 9.7 67.7

84.3 4 12.9 12.9 80.6

92.5 2 6.5 6.5 87.1


88.4 4 12.9 12.9 100.0

Total 31 100.0 100.0

intensitas kebisingan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <=85 12 38.7 38.7 38.7

>85 19 61.3 61.3 100.0

Total 31 100.0 100.0

gp2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tuli 22 71.0 71.0 71.0

tidak tuli 9 29.0 29.0 100.0

Total 31 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


96

Tabulasi Silang

umurpekerja * gp2 Crosstabulation


gp2

Tuli tidak tuli Total

umurpekerja <26 Count 8 4 12

% within umurpekerja 66.7% 33.3% 100.0%

% of Total 25.8% 12.9% 38.7%

>=26 Count 14 5 19

% within umurpekerja 73.7% 26.3% 100.0%

% of Total 45.2% 16.1% 61.3%


Total Count 22 9 31
% within umurpekerja 71.0% 29.0% 100.0%

% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

masa pekerja * gp2 Crosstabulation


gp2

Tuli tidak tuli Total

masa pekerja <5 Count 12 4 16

% within masa pekerja 75.0% 25.0% 100.0%

% of Total 38.7% 12.9% 51.6%

>=5 Count 10 5 15
% within masa pekerja 66.7% 33.3% 100.0%

% of Total 32.3% 16.1% 48.4%


Total Count 22 9 31

% within masa pekerja 71.0% 29.0% 100.0%

% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


97

penggunaan apt * gp2 Crosstabulation


gp2

Tuli tidak tuli Total

penggunaan apt Ya Count 3 2 5

% within penggunaan apt 60.0% 40.0% 100.0%

% of Total 9.7% 6.5% 16.1%

Tidak Count 19 7 26

% within penggunaan apt 73.1% 26.9% 100.0%

% of Total 61.3% 22.6% 83.9%


Total Count 22 9 31

% within penggunaan apt 71.0% 29.0% 100.0%

% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

hobby mendengar musik * gp2 Crosstabulation


gp2

Tuli tidak tuli Total

hobby mendengar tidak Count 19 6 25


musik % within hobby mendengar
76.0% 24.0% 100.0%
musik

% of Total 61.3% 19.4% 80.6%

ya Count 3 3 6
% within hobby mendengar
50.0% 50.0% 100.0%
musik

% of Total 9.7% 9.7% 19.4%


Total Count 22 9 31

% within hobby mendengar


71.0% 29.0% 100.0%
musik

% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


98

PK * gp2 Crosstabulation
gp2

Tuli tidak tuli Total

PK 83.0 Count 0 2 2

% within PK 0.0% 100.0% 100.0%

% of Total 0.0% 6.5% 6.5%

87.9 Count 3 0 3

% within PK 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 9.7% 0.0% 9.7%

84.6 Count 1 3 4

% within PK 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 3.2% 9.7% 12.9%


78.5 Count 0 2 2

% within PK 0.0% 100.0% 100.0%

% of Total 0.0% 6.5% 6.5%

86.8 Count 4 0 4

% within PK 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 12.9% 0.0% 12.9%

89.9 Count 3 0 3

% within PK 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 9.7% 0.0% 9.7%

87.1 Count 3 0 3
% within PK 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 9.7% 0.0% 9.7%

84.3 Count 2 2 4

% within PK 50.0% 50.0% 100.0%

% of Total 6.5% 6.5% 12.9%

92.5 Count 2 0 2

% within PK 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 6.5% 0.0% 6.5%

88.4 Count 4 0 4

% within PK 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 12.9% 0.0% 12.9%


Total Count 22 9 31

% within PK 71.0% 29.0% 100.0%

% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


99

intensitas kebisingan * gp2 Crosstabulation


gp2

Tuli tidak tuli Total

intensitas kebisingan <=85 Count 3 9 12

% within intensitas kebisingan 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 9.7% 29.0% 38.7%

>85 Count 19 0 19

% within intensitas kebisingan 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 61.3% 0.0% 61.3%


Total Count 22 9 31

% within intensitas kebisingan 71.0% 29.0% 100.0%


% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

2. Analisis Bivariat
Crosstabs

intensitas kebisingan * gp2 Crosstabulation


gp2

Tuli tidak tuli Total

intensitas kebisingan <=85 Count 3 9 12

% within intensitas kebisingan 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 9.7% 29.0% 38.7%

>85 Count 19 0 19

% within intensitas kebisingan 100.0% 0.0% 100.0%

% of Total 61.3% 0.0% 61.3%


Total Count 22 9 31

% within intensitas kebisingan 71.0% 29.0% 100.0%

% of Total 71.0% 29.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


100

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 20.080a 1 .000


b
Continuity Correction 16.604 1 .000
Likelihood Ratio 23.855 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 19.432 1 .000
N of Valid Cases 31

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.48.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort gp2 = Tuli .250 .094 .666


N of Valid Cases 31

Universitas Sumatera Utara


101

Lampiran 7. Dokumentasi
DOKUMENTASI

Gambar 1. Bagian Produksi PT. HUTAHAEAN

Gambar 2. Bagian Produksi PT. HUTAHAEAN

Universitas Sumatera Utara


102

Gambar 3. Control Room

Gambar 4. Pengupasan

Universitas Sumatera Utara


103

Gambar 5. Mesin Boiler

Gambar 6. Washing Section

Universitas Sumatera Utara


104

Gambar 7. Rasper Section

Gambar 8. Peeler Section

Universitas Sumatera Utara


105

Gambar 9. Extractor Section

Gambar 10. Separator

Universitas Sumatera Utara


106

Gambar 11. Peeler Section

Gambar 12. Packaging

Universitas Sumatera Utara


107

Gambar 13. Pengukuran Audiometri

Gambar 14. Pengukuran Audiometri

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai