Anda di halaman 1dari 34

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI PADA LINE

ASSEMBLING EXCAVATOR 200 DENGAN METODE


RANKED POSITION WEIGHT GUNA MENCIPTAKAN
EFISIENSI KERJA YANG OPTIMAL

PT. PINDAD (PERSERO)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyusun Skripsi Program Studi Teknik Industri

Oleh :

NAMA : FERY SANJAYA


NPM : 14113107
JENJANG STUDI : STARATA SATU (1)
PROGRAM STUDI : TEKNIK INDUSTRI

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI BANDUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI PADA LINE ASSEMBLING


EXCAVATOR 200 DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT GUNA
MENCIPTAKAN EFISIENSI KERJA YANG OPTIMAL

PT. PINDAD (PERSERO)

Karya tulis ilmiah sebagai salah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Program Studi Teknik Industri

Nama : Fery Sanjaya

NIM : 14113107

Pembimbing I Pembimbing II

( Angling Sugiatna, S.T., M.T. ) ( Teguh Aprianto, S.T.,M.T. )

NIDN:0406097102 NIDN:0424048602

Ka.Prodi Teknik Industri

( Teguh Aprianto, S.T., M.T. )

NIDN:0424048602

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI BANDUNG

2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Pertumbuhan industri yang mengalami kemajuan pesat bagi pihak industri


merupakan indikator semakin meningkatnya pesaing yang ada, baik secara
kualitas maupun kuantitas produksi. Dengan adanya persaingan itu, maka pihak
industri dituntut untuk selalu meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing bagi produk itu sendiri di
pasaran, karena dengan semakin meningkatnya produktivitas dan efisiensi
produksi maka diharapkan industri tersebut mampu menekan biaya produksi.
Persaingan yang ketat antar industri manufaktur dan permintaan konsumen yang
terus meningkat tiap tahunnya, membuat para pelaku industri manufaktur harus
mengeluarkan ide-ide inovatif dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumber
daya yang tersedia seoptimal mungkin baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Tanpa mengurangi kualitas dari produk dari para pelaku industri manufactur
melakukan cost reduction mulai dari memodifikasi proses, memodifikasi urutan
kerja, memodifikasi layout, menurunkan biaya overtime, dan lain-lain yang
bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan
tersebut.

PT. Pindad merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak


dalam pembuatan produk militer dan komersial di indonesia. Produk yang
dihasilkan oleh PT. Pindad adalah senjata, kendaraan militer dan produk non-
militer. Salah satu produk non-militer yang di produksi oleh PT. Pindad yaitu
produk Excavator 200. Excavator adalah alat berat yang terdiri dari lengan (arm),
boom (bahu) serta bucket (alat keruk) dan digerakkan oleh tenaga hidrolis yang
dimotori dengan mesin diesel dan berada di atas roda rantai (trackshoe).

Masalah umum yang sedang dihadapi oleh PT. Pindad saat ini yaitu
bagaimana caranya agar hasil produksi excavator 200 di tahun 2019 bisa
ditingkatkan, hal ini terkait dengan permintaan akan excavator 200 pada tahun
2018 yang mengalami peningkatan yang melonjak. Secara umum ada beberapa

I-1
I-2

cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi, misalnya dengan
menambah jumlah pekerja, memperluas area produksi, dan menambah jumlah jam
kerja normal dengan jam lembur (over time) perharinya. Namun beberapa cara
diatas tentunya membutuhkan tambahan biaya yang sangat besar, sedangkan
pihak perusahaan mengharapkan biaya produksi yang tetap tetapi hasil produksi
bisa ditingkatkan. Adapun data permintaan akan excavator 200 di tahun 2018,
bisa dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 1.1: Grafik Order Excavator 200 Tahun 2018

(Sumber: Data dari Departemen PPC PT. Pindad)

Pada tahun 2018 order dari customer mengalami peningkatan, dapat dilihat
pada gambar 1.1 bahwa terdapat peningkatan order dari customer, tepatnya pada
bulan Agustus order akan excavator 200 sebesar 50 unit. Peningkatan order
tersebut merupakan suatu hal yang perlu diantisipasi, karena apabila tidak
diantisipasi, selain delivery yang tidak terkontrol, biaya operasional produksi akan
bertambah dikarenakan banyak hal seperti overtime tinggi, overhead produksi
tinggi dan lain-lain.

Sebagai perusahaan dengan kapasitas produksi yang tinggi, diperlukan


strategi dan perencanaan yang baik untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
I-3

Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah masalah keseimbangan lintasan.
Keseimbangan lintasan berhubungan erat dengan produksi massal. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan ditentukan oleh kecepatan
lintasan perakitan. Keseimbangan lintasan juga sangat penting dalam suatu proses
produksi, karena dengan keseimbangan lintasan yang baik maka dapat
meminimalkan waste. Waste merupakan suatu indikasi dari pemanfaatan sumber
daya yang tidak maksimal. Usaha minimasi waste dapat meningkatkan efisiensi
sehingga dapat meningkatkan output produksi.

Adapun cara untuk mengatasi ketidakseimbangan lintasan adalah dengan


melakukan line balancing. Line balancing merupakan penyeimbangan hasil
produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang, sehingga tidak
ada proses yang idle akibat terlalu lama menunggu keluarnya produk dari proses
yang sebelumnya, ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam melakukan
penyeimbangan lintasan produksi, salah satunya yaitu menggunakan metode
ranked position weight (RPW) yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini akan


dilakukan penyeimbangan lintasan produksi pada line assembling excavator 200
dengan metode ranked position weight guna menciptakan efisiensi kerja yang
optimal.

1.2 Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah


mengenai cara menyeimbangkan lintasan produksi pada line assembling
excavator 200 agar terciptanya efisiensi kerja yang optimal.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian yang sudah diuraikan diatas, maka


penelitian ini memiliki tujuan umum untuk meningkatkan kapasitas produksi pada
line assembling excavator dan tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan rancangan model keseimbangan lintasan yang optimal


pada line assembling excavator 200 perusahaan.
I-4

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi mahasiswa

Penelitian ini bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan ilmu


pengetahuan yang dikuasainya di lapangan kerja. Dengan kolaborasi
antara teori yang dikuasai dengan praktek di lapangan kerja diharapkan
mahasiswa mendapatakan ilmu pengetahuan tambahan serta
kemampuan yang lebih mendalam di lapangan pekerjaan yang
sesungguhnya.

2. Manfaat bagi perusahaan

Kerja Praktek yang dilakukan mahasiswa di dalam instansi dapat


memberikan pengaruh yang positif bagi perushaan terutama dalam
membantu menganalisa kakurangan serta kebutuhan pengembangan
perusahaan di masa yang akan datang untuk kemajuan perusahaan ke
arah yang lebih baik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan


penelitian, maka akan dilakukan pembatasan masalah, seperti tercantum dibawah
ini :

1. Penelitian dilakukan untuk satu jenis model produk yaitu excavator


200.

2. Penelitian keseimbangan lintasan produksi hanya mengaambil aspek


waktu yang bekerja di line assembling excavator 200.

3. Tidak terjadi kerusakan peralatan dan material handling.

4. Tidak terdapat masalah dalam proses supply part.

1.6 Sistematika Penulisan

1. Bab I Pendahuluan
I-5

Pada bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang dilakukan


penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.

2. Bab II Landasan Teori

Menguraikan semua materi yang bersangkutan dengan permasalahan.

3. Bab III Metodologi Penelitian

Berisikan literatur-literatur mengenai prinsip dan teori yang diperlukan


untuk menyelesaikan penelitian.

4. Bab IV Pengumpulan dan Pengolahan Data

Berisikan pengumpulan data yang akan diolah agar dapat memberikan


gambaran yang lebih jelas dan mudah dipahami. Data yang
dikumpulkan dapat merupakan data langsung (data primer) maupun
data yang didapatkan dari pihak lain (sekunder).

5. Bab V Analisa Hasil

Berisikan pembahasan tentang hasil-hasil rancangan keseimbangan


yang telah dilakukan. Analisa dan pembahasan merupakan tahapan
yang memberikan ulasan, keterangan, dan interpretasi dari angka atau
statement yang dihasilkan dalam pengolahan data.

6. Bab VI Kesimpulan dan Saran

Merangkum keseluruhan dari proses penelitian menjadi kesimpulan


dan saran yang dapat digunakan sebagai pertimbangan kebijakan
dikemudian hari.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Line Balancing

Keseimbangan lintasan (line balancing) adalah lintasan produksi dimana


material berpindah secara kontinyu dengan laju rata-rata yang sama melalui
sejumlah stasiun kerja, tempat dilakukannya pekerjaan perakitan (Elsayed, 1994).
Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar
dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan
peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar workstation, dimana setiap
elemen tugas dalam suatu kegiatan produksi dikelompokan sedemikian rupa
dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan, sehingga diperoleh
keseimbangan waktu kerja yang baik (Elsayed, 1994). Permulaan munculnya
persoalan line balancing berasal dari ketidakseimbangan lintasan produksi yang
berupa adanya work in process pada beberapa workstation.

2.1.1 Tujuan Penyeimbangan Lintasan

Tujuan dasar daripada penyeimbang lintasan yaitu untuk membantu


meningkatkan jumlah produksi yang dikeluarkan dengan fasilitas dan sumber
daya yang dimiliki perusahaan. Megatasi permasalahan bottleneck yang terjadi
pada tahapan proses agar proses produksi dapat berjalan efektif dan efisien.
Umumnya merencanakan keseimbangan dalam sebuah lintasan meliputi usaha
yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak terjadi
pemborosan fasilitas (waktu, tenaga dan material). Tujuan ini tercapai bila:

1. Lintasan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapatkan beban kerja yang
sama nilainya diukur dengan waktu.

2. Jumlah waktu operator menunggu dari proses sebelumnya (idle) minimum di


setiap stasiun kerja sepanjang lintasan proses

3. Jumlah stasiun yang ada di lintasan memiliki waktu yang seimbang.

II-1
II-2

2.1.2 Metode Penyeimbangan Lintasan Secara Umum

Dalam menyeimbangkan lintasan terdapat beberapa metode atau cara


pendekatan yang berbeda-beda, akan tetapi mempunyai tujuan yang pada
dasarnya sama yaitu mengoptimumkan lintasan agar didapat penggunaan tenaga
kerja dan fasilitas yang sebaik mungkin.

Secara umum terdapat 3 metode dasar keseimbangan lintas perakitan:

1. Metode Matematis

Merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu solusi optimal.

2. Metode Probabilistik

Simulasi solusi yang dihasilkan adalah solusi - solusi yang feasible.

3. Metode Heuristik

Metode heuristik pertama kali digunakan oleh Simon dan Newll untuk
menggambarkan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah dan
membuat keputusan. Beberapa metode heuristik yang umum dikenal adalah:

a. Metode Helgesson – Birnie

Disebut juga metode rangked positional weight (metode peringkat bobot


posisi).

b. Metode Region Approach

Dasarnya adalah opc yang ditransformasikan menjadi precedence


diagram.

c. Metode Largest Candidate Rules

Prinsip dasarnya adalah menghubungkan proses-proses atas dasar


pengurutan operasi dari waktu proses terbesar.

Dalam hal ini, pembahasan akan dilakukan dengan metode Heuristik yaitu
metode Rangked Positional Weight.
II-3

2.1.3 Masukan Keseimbangan Lintasan

Masukan yang diperlukan untuk merencanakan keseimbangan lintasan


perakitan adalah:

1. Precedence diagram suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian simpul dan
anak panah) yang menggambarkan urutan perakitan serta ketergantungan pada
operasi kerja lainnya yang tujuannya mempermudahkan pengontrolan dan
perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya.

2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi, yang diturunkan dari perhitungan
waktu baku pekerjaan operasi perakitan.

3. Kecepatan lintasan yang diinginkan (waktu siklus / CT).

2.1.4 Istilah-istilah dalam Line Balancing

a) Assemble Product

Adalah produk yang melewati urutan workstation diman setiap


workstation (WS) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk
akhir pada perakitan (Elsayed, 1994).

b) Work Elemen

Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang


dilakukan (Elsayed, 1994).

c) Workstation (WS)

Adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan.


Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat
ditetapkan dengan rumus berikut: (Elsayed, 1994).

∑𝑛𝑖=1 𝒕𝒊
𝑲𝐦𝐢𝐧 = … … … … … … … … … … (2.1)
𝒄

Dimana :

ti : waktu operasi/elemen (I=1,2,3,.....,n)


II-4

C : waktu siklus stasiun kerja

N : Jumlah elemen

Kmin : jumlah stasiun kerja minimal

d) Cycle time (CT)

Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu
stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu
siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam
mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu,
waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang
merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga
harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah
produksi perhari, yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut: (Elsayed,
1994).

𝑷
𝒕𝒊 𝐦𝐚𝐱 ≤ 𝑪𝑻 ≤ … … … … … … … … … … (2.2)
𝑸

Dimana :

ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan

CT : waktu siklus (cycle time)

P : jam kerja efektif perhari

Q : jumlah produksi perhari

e) Station time (ST)

Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja
yang sama (Elsayed, 1994).

f) Balance delay (D)

Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisienan lintasan


yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena
II-5

pengalokasian yang kurang sempurna diantara stasiun-stasiun kerja. Balance


delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan :(Elsayed,
1994).

(𝒏𝑥𝒄) − ∑𝑛𝑖=1 𝒕𝒊
𝑫= 𝑥100% … … … … … … … … … … (2.3)
(𝒏𝑥𝒄)

Dimana :

n : jumlah stasiun kerja

C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ti : jumlah waktu oprasi dari semua oprasi

ti : waktu oprasi

g) Precedence diagram

Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta
ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan
pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-
tanda yang dipakai sebagai berikut :(Elsayed, 1994).

1. Simbol lingkaran dengan hurup atau nomor di dalamnya untuk


mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.

2. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.


Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti
mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah.

3. Angka diatas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan


untuk menyelesaikan setiap operasi.

h) Idle time (I)

Merupakan selisih perbedaan antara cycle time dan station time atau CT
dikurangi ST (Elsayed, 1994).

i) Waktu operasi (Ti)


II-6

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi (Elsayed, 1994).

j) Line eficiency (LE)

Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus
dikalikan jumlah stasiun kerja yang dirumuskan sebagai berikut :(Elsayed, 1994).

∑𝑘𝑖=1 𝑺𝑻𝒊
𝑳𝑬 = 𝑥100% … … … … … … … … … … (2.4)
(𝑲)(𝑪𝑻)

Dimana :

STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1

K : jumlah (banyaknya) stasiun kerja

CT : waktu siklus

k) Smoothness indeks (SI)

Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari


penyeimbangan lini perakitan tertentu yang dirumuskan sebagai berikut:(Elsayed,
1994).

𝑘
𝑺𝑰 = √∑ (𝑺𝑻𝒊 𝒎𝒂𝒙 − 𝑺𝑻𝒊)2 … … … … … … … … … … (2.5)
𝑖=1

Dimana :

STi max : maksimum waktu di stasiun

STi : waktu stasiun di stasiun kerja ke-1

l) Output production (Q)

Adalah jumlah waktu efektif yang tersedia dalam suatu periode dibagi
dengan cyle time yang dirumuskan sebagai berikut:(Elsayed, 1994).
II-7

𝑻
𝑸= … … … … … … … … … … (2.6)
𝑪𝑻

Dimana :

T : jam kerja efektif penyelesaian produk

C : waktu siklus terbesar

2.1.5 Metode Dalam Line Balancing

2.1.5.1 Metode Helgeson-Birnie (Ranked Position Weight)

Metode ini sesuai dengan namanya yang dikemukakan oleh Helgeson dan
Barnie. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut:(Elsayed,
1994).

1. Buat precedence diagram untuk setiap proses.

2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan


dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai
operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya.

3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi dilangkah


2. pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking
pertama.

4. Tentukan waktu siklus (CT)

5. Pilih elemen opreasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu stasiun kerja.
Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot
tertinggi berikutnya, namun lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun
(ST) > CT.

6. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa
waktu ini (CT-ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot
paling besar dan penambahannya tidak membuat ST < CT.
II-8

7. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah
tidak ada, kembali ke langkah 5.

Contoh kasus 1 pada gambar 2.1: (Elsayed, 1994).

Elemen 1 Pada kolom I


Elemen 2 dan 4 Pada kolom II
Elemen 3 dan 5 Pada kolom III
Elemen 6 Pada kolom IV
Elemen 7, 9 dan 10 Pada kolom V
Elemen 8 dan 11 Pada kolom VI
Elemen 12 Pada kolom VII

Tabel 2.1 Waktu proses kasus 1 pada gambar 2.1: (Elsayed, 1994).

Elemen kerja (i) Waktu proses (Ti)


1 5
2 3
3 4
4 3
5 6
6 5
7 2
8 6
9 1
10 4
11 4
12 7 t (max)
(Sumber: Elsayed, 1994).
II-9

I II III IV V VI VI
I
3 4 2 6

2 3 7 8

5 5 1 7

1 6 9 12

3 6 4 4

4 5 10 11

Gambar 2.1: Precedence Diagram kasus 1

(Sumber: Elsayed, 1994).

Solusi dengan metode Ranked position weight :

Memposisikan elemen berdasarkan hasil perhitungan bobot untuk setiap


elemen yang terlihat pada tabel 2.6. Contoh perhitungan bobot untuk operasi
elemen 6 = {(5+2+6+7), (5+1+7), (5+4+4+7)} = 20. Urutan bobot operasi
masing-masing elemen terlihat pada tabel 2.7. Dengan mengikuti langkah 4, 5 dan
6 diperoleh penugasan elemen-elemen pada workstation yang terlihat pada tabel
2.2.

Tabel 2.2 Urutan Bobot Operasi Elemen Kasus 1

Elemen Kerja (i) Positional Weight (PW)


1 34
2 27
3 24
4 29
5 25
II-10

6 20
7 15
8 13
9 8
10 15
11 11
12 7
(Sumber: Elsayed, 1994).

Tabel 2.3 Urutan Bobot Operasi Elemen Berdasarkan Positional Weight

Peringkat Elemen Kerja (i) Positional Weight (PW)


1 1 34
2 4 29
3 2 27
4 5 25
5 3 24
6 6 20
7 7 15
8 10 15
9 8 13
10 11 11
11 9 8
12 12 7
(Sumber: Elsayed, 1994).

Tabel 2.4 Elemen-elemen Penugasan Untuk Workstation

WS Elemen i Ti Waktu WS (ST) CT – ST


1 5
I 8 2
4 3
2 3
II 9 1
5 6
II-11

3 4
III 9 1
6 5
7 2
IV 6 4
10 4
8 6
V 10 0
11 4
9 1
VI 8 2
12 7
(Sumber: Elsayed, 1994).

50
Line Efficient (LE) = 6 𝑥 10 𝑥 100 % = 83,3 %

Smoothness Index (SI) = √4 + 1 + 1 + 16 + 4 = 5,09

2.2 Pengukuran Kerja

Mengacu pada pendapat Sritomo Wingjosoebroto (1995), pengukuran


yang dimaksudkan disini adalah pengukuran kerja (time study) adalah suatu
aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang
memiliki ketrampilan rata – rata dan terlatih baik ) dalam melaksanakan sebuah
kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal.

2.2.1 Pengukuran Kerja dan Manfaatnya

Untuk mengetahui apakah suatu sistem kerja yang diterapkan sudah baik,
maka diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja yang meliputi teknik-teknik
pengukuran mengenai waktu yang dibutuhkan, tenaga yang dikeluarkan, pengaruh
psikologis dan fisiologis.

Salah satu pengukuran kerja adalah pengukuran waktu kerja (time study).
Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk mendapatkan waktu standar
penyelesaian pekerjaan secara wajar, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu
lambat, oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam suatu
sistem kerja yang telah berjalan dengan baik
II-12

Manfaat dari waktu standar adalah:

1. Untuk menetukan jadwal dan perencanaan kerja.

2. Untuk menetukan standar biaya dalam mempersiapkan anggaran.

3. Untuk memperkirakan biaya sebuah produk sebelum diproduksi, agar dapat


mempersiapkan penawaran dan menentukan harga jual.

4. Untuk menentukan pemanfaatan mesin, jumlah mesin yang dapat dioperasikan


seorang operator dan membantu dalam menyeimbangkan lintasan produksi.

5. Untuk menentukan standar waktu sebagai dasar pengendalian biaya tenaga


kerja.

2.3 Pengukuran Waktu

Teknik-teknik pengukuran waktu dapat dibagi menjadi dua bagian :

2.3.1 Pengukuran waktu secara langsung

Pengukuran waktu dilakukan secara langsung di tempat pekerjaan yang


diukur dijalankan. Yang termasuk pengukuran waktu secara langsung adalah cara
pengukuran kerja yang menggunakan jam henti (stopwatch) dan sampling kerja
(work sampling). Studi waktu dengan jam henti dilakukan dengan cara mengamati
dan menganalisa suatu kegiatan atau operasi dengan cara mencatat waktu yang
diperlukan dari mulai sampai selesainya operasi.

Pengukuran dengan sampling pekerjaan dilakukan dengan cara mengambil


sampel dari suatu kelompok operator yang akan dihitung waktunya, pengamatan
dilakukan secara acak dengan bantuan table random. Pada waktu pengamatan
dicatat apakah operator sedang bekerja atau tidak. Dari hasill pengamatan dibuat
persentase operator produktif. Waktu standar didapat dengan cara membagi waktu
kerja produktif dengan jumlah produk yang dihasilkan.
II-13

2.3.2 Pengukuran waktu secara tidak langsung

Pengukuran waktu dilakukan tanpa harus berada ditempat kerja yang


diamati. Untuk menentukan waktu standar dari suatu operasi, kita harus membagi
operasi menjadi elemen-elemen kegiatan misalnya mengambil material,
memotong, membersihkan dan lain sebagainya. Pengukuran waktu dilakukan
dengan melihat atau membaca tabel-tabel yang tersedia dari elemen-elemen
gerakan.

2.4 Pengukuran Waktu Metode Jam Henti

Pengukuran waktu dengan metode jam henti (stop watch time study)
menggunakan stop watch sebagai alat pengukur waktu yang ditunjukkan dalam
penyelesaian suatu aktivitas yang diamati (actual time). Waktu yang berhenti
diukur dan dicatat kemudian dimodifikasikan dengan mempertimbangkan tempo
kerja operator dan menambahkannya dengan kelonggaran waktu (allowances
time).

Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan pengukuran


waktu dengan jam henti adalah sebagai berikut:

1. Penetapan tujuan pengukuran Sebelum dimulai kegiatan pengukuran, maka


perlu ditetapkan tujuan dari hasil pengukuran. Tujuan ini akan mempengaruhi
besarnya tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang digunakan.

2. Melakukan penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk


mempelajari sistem dari kondisi kerja saat ini sehingga jika diperlukan dapat
melakukan perbaikan sistem kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan diukur dalam melakukan pekerjaannya hendaknya


seorang yang berkemampuan normal. Jadi, operator yang dipilih adalah
operator yang bekerja secara wajar dan berkemampuan rata-rata.

4. Menguraikan pekerjaan berdasarkan elemen pekerjaan


II-14

Pekerjaan yang hendak diukur waktunya dibagi-bagi menjadi elemen-elemen


kerja dengan batas yang jelas. Penguraian ini dilakukan jika diperlukan dan
tergantung dari tujuan yang diinginkan sehingga waktu siklus pekerjaan
adalah penjumlahan dari waktu siklus elemen-elemen kerjanya.

5. Menyiapkan alat – alat pengukuran

Alat – alat yang dipakai dalam pengukuran waktu ini adalah:

a. Jam kerja ( stop watch )

b. Lembar pengamatan

c. Alat – alat tulis

Kegiatan pengukuran waktu merupakan kegiatan mengamati seorang


operator dalam melakukan pekerjaannya dan mencatat waktu kerja yang
dibutuhkan dengan alat pengukur waktu yang sesuai dalam suatu siklus operasi
kerja.

2.4.1 Pengukuran Waktu Tiap Elemen Kerja

Pengukuran elemen kerja dilakukan dengan jam henti. Pengukuran dapat


dilakukan dengan tiga metode yaitu :

1. Cara kontinyu, dimana pengukuran dilakukan dengan memulai gerakan


jarum jam henti pada permulaan pengerjaan elemen kerja yang pertama
dan jarum jam tetap bergerak selama pengamatan berjalan.

2. Cara berulang, dimana pengukuran dilakukan dengan menggerakkan jarum


jam henti pada saat elemen kerja pertama mulai berjalan dan dihentikan
pada saat elemen kerja tersebut berhenti. Waktu dicatat dan jarum jam
henti dikembalikan lagi ke posisi nol untuk melakukan pengukurann
selanjutnya.

3. Cara akumulatif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua


buah jam henti yang dipasang bersama didekat papan pengamatan dan
II-15

dihubungkan sedemikian rupa sehingga ketika jarum jam henti pertama


bergerak, jarum jam henti kedua akan berhenti. Demikian pula sebaliknya.

2.4.2 Uji Keseragaman Data

Untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari sistem yang
saama, maka dilakukan pengujian terhadap keseragaman data. Adapun rumus
yang digunakan dalam pengujian keseragaman data untuk stopwatch adalah
sebagai berikut :

∑𝑥𝑖
𝑥̅ = … … … … … … … … … … (2.7)
𝑁

∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
𝜎= √ … … … … … … … … … … (2.8)
𝑁−1

𝐵𝐾𝐴 = 𝑥̅ + 𝑘𝜎 … … … … … … … … … … (2.9)

𝐵𝐾𝐵 = 𝑥̅ − 𝑘𝜎 … … … … … … … … … … (2.9)

Dimana : 𝑥̅ = Nilai rata-rata

BKA = Batas kontrol atas

BKB = Batas kontrol bawah

𝜎 = Standar deviasi

k = Tingkat keyakinan

= 99% ≈ 3

= 95% ≈ 2

2.4.3 Uji Kecukupan Data

Aktivitas pengukuran kerja merupakan proses sampling, semakin besar


jumlah siklus kerja yang diamati, maka akan mendekati kebenaran terhadap data
waktu yang diperoleh. Karena adanya keterbatasan waktu untuk melakukan
II-16

sampling maka diperlukan suatu cara untuk menentukan jumlah sampling yang
cukup memadai untuk digunakan dalam menentukan waktu baku dari proses.

Hal inilah dilakukan pengujian kecukupan data, bahwa data yang telah
dikumpulkan cukup secara objektif. Pengujian kecukupan data dilakukan dengan
berpedoman pada konsep statistik yaitu derajat ketelitian dan tingkat keyakinan.
Derajat ketelitian dan keyakinan adalah mencerminkan tingkat kepastian yang
diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk tidak akan melakukan
pengukuran dalam jumlah yang banyak. Didalam aktivitas pengukuran kerja
biasanya akan diambil 95%, kemudian derajat ketelitian menunjukan
penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya.
Tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data
waktu yang telah diamati dan dikumpulkan, sehingga digunakan rumus untuk
mencari jumlah data yang diperlukan.

𝑁′ =
𝑘 2
√𝑁∑𝑥 2 −(∑𝑥)2
𝑠
[ ∑𝑥
] … … … … … … … … … … (2.10)

Dengan N’= Jumlah observasi yang diperlukan

N = Jumlah observasi aktual yang dilakukan

k = Tingkat keyakinan, 99% =3, 95%=2

s = Derajat ketelitian

Jika N’ < N maka jumlah observasi aktual yang dilakukan dianggap


cukup.

2.4.4 Faktor Penyesuaian

Setelah data memenuhi syarat dengan data yang seragam dan cukup,data
tersebut kemudian dirumuskan dengan faktor penyesuaian, karena kegiatan
kecepatan tempo kerja operator pada saat pengukuran tidak selamanya dalam
II-17

kondisi wajar, ketidakwajaran dapat terjadi karena operator tidak bersungguh-


sungguh, terjadi kesulitan-kesulitan sehingga menjadi lamban dalam bekerja.

Bila hal tersebut terjadi maka pengukur harus menormalkan waktu


tersebut dengan melakukan penyesuaian. Penyesuaian dilakukan dengan
mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga
p yang disebut faktor penyesuaaian. Bila operator bekerja diatas normal maka
harga p > 1. Bila operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p < 1.
Bila operator bekerja dengan wajar maka p = 1. Adapun metode-metode untuk
menentukan faktor penyesuaian yaitu:

1. Penyesuaian dengan Westinghouse system

Metode Westinghouse system dikemukakan oleh Lowry, maynard dan


Stegemarten. Mereka berpendapat bahwa ada empat faktor yang menyebabkan
kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu keterampilan, usaha, kondisi,
dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-
masing.

 Keterampilan

Didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan


secara psikologis, keterampilan merupakan attitude pekerja untuk
pekerjaan yang bersangkutan.

 Usaha

Adalah kesungguhan yang ditunjukan oleh operator ketika melaksanakan


pekerjaannya.

 Kondisi kerja

Adalah kondisi fisik lingkungan yang merupakan sesuatu hal diluar


operator, yang diterima operator apa adanya oleh operator tanpa banyak
kemampuan merubahnya. Faktor ini sering disebut sebagai faktor
manajemen, karena pihak inilah yang dapat merubah dan memperbaikinya.
II-18

 Konsistensi

Faktor ini perlu diperhatikan karena pernyataan bahwa pada setiap


pengukuran angka-angka yang dicatat tidak pernah sama. Untuk kondisi
seperti ini diperlukannya keakurasian yang lebih cermat dalam mengambil
waktu pengukuran.

2. Penyesuaian dengan Synthetic Rating

Dikembangkan oleh Morrow, Synthetic Rating mengevaluasi kecepatan


operator dari nilai waktu gerakan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.

Tabel 2.5 Performance Rating dengan sistem westinghouse

Keterampilan (skill) Usaha (effort)


+0.15 A1 +0.13 A1
Superskill Excessive
+0.13 A2 +0.12 A2
+0.11 B1 +0.10 B1
Excellent Excellent
+0.8 B2 +0.08 B2
+0.6 C1 +0.05 C1
Good Good
+0.3 C2 +0.02 C2
0.0 D Average 0.00 D Average
-0.05 E1 -0.04 E1
Fair Fair
-0.10 E2 -0.08 E2
-0.16 F1 -0.12 F1
Poor Poor
-0.22 F2 -0.17 F2
Kondisi lingkungan Konsistensi
+0.06 A Ideal +0.04 A Perfect
+0.04 B Excellent +0.03 B Excellent
+0.02 C Good +0.01 C Good
0.00 D Average 0.00 D Average
-0.03 E Fair -0.02 E Fair
-0.07 F Poor -0.04 F Poor
(Sumber: Wignjosoebroto, 2008)
II-19

3. Speed Rating

Sistem ini mengevaluasi performansi dengan mempertimbangkan tingkat


keterampilan persatuan waktu saja.

4. Objective Rating

Metode ini tidak hanya menentukan kecepatan aktivitas, tetapi juga


mempertimbangkan tingkat kesulitan pekerjaan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kesulitan pekerjaan adalah jumlah anggota badan yang
digunakan, pedal, kaki, penggunaan kedua tangan, koordinasi mata dengan
tangan, penanganan dan bobot.

5. Skill and Report Rating

6. Physicological Evolution of Performance Level

2.4.5 Faktor kelonggaran

Dalam menghitung waktu standar perlu memasukan faktor kelonggaran.


Faktor kelonggaran merupakan faktor koreksi yang harus diberikan kepada waktu
kerja operator yang dalam melakukan pekerjaannya sering terganggu oleh hal-hal
yang tidak diinginkan namun bersifat ilmiah. Sehingga waktu penyelesaiannya
menjadi lebih panjang atau lama.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Mencari topik penelitian dan


latar belakang masalah Mulai

Menentukan rumusan masalah

Menentukan pokok permasalahan


Menentukan tujuan penelitian

Ruang lingkup dan metodologi


penelitian

Pengukuran waktu kerja

Line balancing Melakukan studi kepustakaan

Metode Ranked Position Weight Pengambilan data waktu siklus

TIDAK
Pengujian waktu siklus:
Data seragam, 1.Uji keseragaman data
normal, cukup? 2.Uji kenormalan data
3.Uji kecukupan dataa
YA

Perhitungan waktu normal

Perhitungan waktu baku

Membuat operation process chart

Pengolahan line balancing dengan metode


Ranked Position Weight

Perhitungan efisiensi, balance, delay dan


smoothing index

Analisa pengolahan data

Menyusun kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.1 : Kerangka pemikiran Penelitian

III-1
III-2

3.2 Ukuran Kinerja

Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Pindad dalam proses perakitan


excavator 200 adalah ketidaksesuaian waktu untuk merakit 1 buah excavator 200
antara waktu yang sudah ditentukan perusahaan dengan waktu aktual dilapangan.
Menurut data engineering waktu yang diperlukan untuk merakit 1 buah excavator
200 adalah 60 jam, waktu tersebut sudah diperhitungkan waktu setiap prosesnya
dari mulai proses awal sampai proses akhir. Sedangkan untuk kondisi aktual
dilapangan waktu yang diperlukan untuk merakit 1 buah excavator 200 adalah 66
jam. Jadi selisih antara data engineering dengan dilapangan yaitu 6 jam.

Adapun data-data yang menjadi input dalam penelitian ini adalah waktu
siklus setiap zona operasi, yaitu waktu siklus pada zona A (A1, A2, A3, A4), zona
B (B1, B2, B3, B4), zona C (C1, C2, C3, C4), faktor penyesuaian, dan faktor
kelonggaran. Data input faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran digunakan
dalam perhitungan waktu normal dan waktu baku. Data input waktu siklus ini
akan digunakan sebagai pengukuran waktu normal, waktu baku serta perhitungan
keseimbangan lini. Pada perhitungan penyeimbangan lini, penulis menggunakan
metode Ranked Position Weight (RPW). Hasil dari metode ini kemudiann akan
dihitung nilai Efisiensi, Smoothness index, Balance delay dan waktu menganggur.
Dan diharapkan solusi penyeimbangan lini tersebut dapat diterapkan perusahaan
sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja.

3.2.1 Observasi Lapangan

Hal yang paling penting sebelum melakukan identifikasi masalah adalah


melakukan penelitian terlebih dahulu dengan memperhatikan kondisi serta
keadaan perusahaan. Dalam observasi ini, pengamatan yang dilakukan adalah
mencari apa yang menjadi permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan wawancara kepada
beberapa staf serta operator yang terkait dalam perakitan excavator 200 sehingga
dapat dengan mudah menemukan masalah tersebut.
III-3

3.2.2 Identifikasi Masalah

Setelah menemukan permasalahnnya, segera melakukan identifikasi


masalah tersebut. Masalah yang sedang dihadapi oleh PT. Pindad dalam perakitan
excavator 200 ini adalah waktu tunggu yang lama pada zona A. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada gambar 3.2 beserta penjelasan dibawahnya.

15 operator melakukan perakitan di


zona A. 15 operator melakukan
Zona A1 perakitan di zona B. Hasil rakitan Zona B1
zona A dan zona B digabung di
area tengah.

Zona A2 Zona B2

Exca
vator
200
Zona A3 Zona B3
Setelah selesai digabungkan
Produk digeser ke zona C.

Zona A4 Zona B4

Zona C1

Zona C2

Exca
vator
200
Zona C3

proses perakitan berakhir di


zona C yaitu proses
finishing dan testing. Zona C4

Gambar 3.2: Flow Process perakitan excavator 200 PT. Pindad


Jumlah operator yang bekerja pada perakitan excavator 200 ini berjumlah
90 orang, di bagi menjadi 3 shift yaitu, pagi, siang dan malam. Setiap shift
berjumlah 30 orang. Untuk proses perakitan dilakukan secara manual. Untuk
III-4

pembagian tugas perakitannya sendiri yaitu 15 operator melakukan perakitan di


zona A dan 15 operator melakukan perakitan di zona B. Adapun komponen yang
di rakit pada zona A yaitu driver assy, adjuster assy, dan base frame. Sedangkan
komponen yang dirakit pada zona B yaitu MCV, radiator, engine, main pump,
dan swing frame. Setelah perakitan di zona A dan zona B selesai, kemudian
komponen-komponen hasil perakitan zona A dan zona B tersebut digabungkan
menjadi satu di area tengah, dan hasil gabungan tersebut di geser ke zona C untuk
dilakukan perakitan komponen lainnya oleh ke-30 operator tersebut, adapun
komponen yang dirakit di zona C yaitu Arm, Bucket, Boom, floor plate, sticker
pindad, dan sampai dengan tahap testing keseluruhan.

Waktu yang diperlukan zona A untuk merakit semua komponennya yaitu


sekitar 570 menit atau 9,5 jam oleh 15 operator. Sedangkan waktu yang
diperlukan untuk merakit semua komponen di zona B yaitu sekitar 955 menit atau
15,9 jam oleh 15 operator. Selisih waktu penyelesaian antara zona A dan zona B
yaitu 6,4 jam. Salah satu permasalahan yang terjadi pada perakitan excavator ini
yaitu adanya selisih waktu antara zona A dan zona B. Jadi, pada saat operator
zona A selesai melakukan perakitan komponen-komponen di zona A, operator
tersebut harus menunggu terlebih dahulu terselesaikannya perakitan komponen-
komponen di zona B sebelum komponen-komponen tersebut digabungkan dan di
geser ke zona C. Hal ini menyebabkan adanya waktu tunggu operator zona A,
meskipun operator zona A terkadang membantu pekerjaan zona B tetapi hal
tersebut bisa dikatakan kurang efisien karena tidak bekerja sesuai alur yang pas.

3.2.3 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan hal yang paling utama dalam melakukan


pemecahan pada identifikasi masalah. Penulis perlu mencari informasi-informasi
tentang pemecahan masalah serta metode-metode dalam keseimbangan lini
produksi. Informasi-informasi tersebut dapat berupa buku, literatur, jurnal dan
lain-lain.
III-5

3.2.4 Pengambilan Data Waktu Operasi

Pengambilan serta pengumpulan data waktu siklus setiap operasi


dilakukan pada setiap zona perakitan dengan menggunakan jam henti (stop
watch). Pengambilan data dilakukan sampai 15 kali pengamatan pada setiap zona
perakitan.

3.2.5 Pengujian Waktu siklus

Setelah melakukan pengumpulan data waktu siklus setiap zona operasi,


waktu siklus tersebut akan diuji secara statistik yaitu:

1. Uji kenormalan data

2. Uji keseragaman data

3. Uji kecukupan data

3.2.6 Pengolahan Data

Berdasarkan data yang telah ada, kemudian dilakukan penyeimbangan lini


produksi dengan mengelompokkan stasiun kerja dengan menggunakan metode
keseimbangan lini (line balancing). Metode yang digunakan oleh penulis yaitu
metode Rank Position Weight (RPW).

3.2.7 Analisa

Analisis dilakukan berdasarkan pada hasil dari pengolahan data dengan


metode penyeimbangan lini. Analisis tersebut meliputi waktu baku setiap zona
operasi, line efficiency, smoothness index, balance delay, serta idle time. Faktor-
faktor tersebut akan dibandingkan dengan perhitungan serta pengamatan pada
kondisi awal perusahaan.

3.2.8 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dan Saran ini merupakan tahap akhir dalam penelitian ini
yang hasilnya didapatkan pada analisa yang telah ada. Saran yang akan dibuat
akan dijadikan kontribusi kepada perusahaan yang mungkin bermanfaat dalam
peningkatan efisiensi,produktivitas dan kinerja perusahaan.
III-6

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dimana sampel ini merupakan
data yang diperoleh secara langsung, yang meliputi data keseluruhan proses
produksi dan data waktu proses atau siklus setiap satuan unit di setiap operasi.
Selain data primer, data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan
data diperoleh secara tidak langsung, data ini meliputi sejarah singkat perusahaan.
Pada pengambilan data waktu siklus tersebut dilakukan dengan menggunakan alat
bantu yaitu jam henti (stop watch) yang kemudian akan dilakukan perhitungan
waktu baku setiap operasinya.

Berikut data pencarian data, penulis menggunakan metode-metode sebagai


berikut:

1. Studi kepustakaan

Penelitian kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang


hasilnya dapat dijadikan landasan teori yang ada hubungannya dengan
masalah yang ada dalam penelitian ini. Adapun cara yang dilakukan dalam
mengumpulkan data adalah dengan membaca buku-buku, literatur serta
informasi yang berhubungan dengan topik penelitian ini melalui internet.

2. Wawancara

Penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan topik


khusunya bagian proses perakitan yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada operator, pengawas serta staf produksi.

3. Penelitian lapangan

Penelitian lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data-data yang berasal


dari waktu siklus setiap operasi perakitan di PT. Pindad yang didapatkan
dengan cara mengumpulkan data proses perakitan excavator 200 secara
keseluruhan mulai dari proses perakitan di zona A1 yaitu menyiapkan
komponen awal hingga sampai perakitan zona C yaitu finishing dan testing,
III-7

pengumpulan data ini dilakukan 15 kali pengamatan pada setiap operasi


perakitan.

3.4 Analisis Sistem Berjalan

PT. Pindad adalah salah satu perusahaan manufaktur yang memproduksi


excavator dalam negri. Pada hasil pengamatan lapangan, perusahaan ini memiliki
12 stasiun kerja dalam proses perakitan excavator, yaitu zona A(1,2,3,4)
B(1,2,3,4) dan C(1,2,3,4). Untuk pembagian tugas perakitannya sendiri yaitu 15
operator melakukan perakitan di zona A dan 15 operator melakukan perakitan di
zona B. Setelah perakitan di zona A dan zona B selesai, kemudian komponen-
komponen hasil perakitan zona A dan zona B tersebut digabungkan menjadi satu
di area tengah, dan hasil gabungan tersebut di geser ke zona C untuk dilakukan
perakitan komponen selanjutnya. Masing-masing perakitan memiliki waktu yang
berbeda-beda. Salah satu permasalahan yang terjadi pada perakitan excavator ini
yaitu adanya selisih waktu antara zona A dan zona B. Jadi, pada saat operator
zona A selesai melakukan perakitan komponen-komponen di zona A, operator
tersebut harus menunggu terlebih dahulu terselesaikannya perakitan komponen-
komponen di zona B sebelum komponen-komponen tersebut digabungkan dan di
geser ke zona C. Hal ini menyebabkan adanya waktu tunggu operator zona A,
meskipun operator zona A terkadang membantu pekerjaan zona B tetapi hal
tersebut bisa dikatakan kurang efisien karena tidak bekerja sesuai alur yang pas.
Hal ini membuktikan bahwa terjadinya ketidakseimbangan lintasan antar stasiun
kerja yang disebabkan oleh adanya pengalokasian kerja yang kurang sempurna.
III-8

Buat precedence
diagram

Penentuan bobot setiap


pekerjaan

Pengurutan bobot dari terbesar sampai terkecil

Penyusunan pekerjaan pada stasiun kerja dengan RPW

Ya
ST<=CT

Tidak

Lakukan pertukaran/perpindahan
pekerjaan

Hitung jumlah stasiun kerja

Hitung line efisiensi (LE),


smoothness index (SI), balance
delay (BD)

Gambar 3.3: Diagram Metode Rank Position Weight (RPW)

Anda mungkin juga menyukai