VIII-
MODUL I
PENELITIAN PASAR DAN PERANCANGAN PRODUK DENGAN
MENGGUNAKAN METODE
QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)
Disusun oleh :
Nur Rahman Asad, S.T., M.T.
Dewi Shofi Mulyani, S.T., M.T.
Asep Nana Rukmana, S.T., M.T.
Iyan Bachtiar, S.T., M.T.
1.1 Pendahuluan
Seiring dengan kemajuan teknologi serta semakin banyaknya kebutuhan dan keinginan
manusia, persaingan dalam hal kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan menjadi hal
yang patut diperhatikan. Kualitas tersebut tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan
keinginan konsumen, agar produk yang dihasilkan tetap dapat bertahan di tengah persaingan
yang semakin ketat. Perusahaan harus memiliki strategi dalam menghasilkan produk atau jasa
yang berkualitas untuk memenuhi kepuasan konsumen, hal itu dapat terwujud jika perusahaan
memiliki suatu metode yang baik dan mengoptimalkannya sehingga mampu meningkatkan
mutu suatu produk atau jasa. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mewujudkan hal
tersebut adalah dengan menggunakan Quality Function Deployment (QFD). Fokus utama dari
QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin.
Pada modul I Perancangan Sistem Manufaktur ini membahas tentang penelitian pasar
dan perancangan produk. Produk yang dibuat adalah Mobil Jeep dan Truk dengan
menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) yang melalui 4 tahapan yaitu
perencanaan produk, perencanaan komponen, perencanaan proses dan perencanaan produksi.
Dalam pembuatan Mobil Jeep dan Truk agar sesuai dengan keinginan konsumen dilakukan
penyebaran kuesioner baik itu kuesioner terbuka maupun kuesioner tertutup, sehingga produk
yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen.
Karakteristik
Teknis
Kebutuhan Pencapaian
dan keinginan Rumah mutu kebutuhan
pelanggan pelanggan
Target
Karakteristik
karakteristik
teknis
komponen
Target
Karakteristik
karakteristik
komponen
proses
Target
Karakteristik Rumah mutu karakteristik
proses
produksi
1.3.2 Kuesioner
Kuesioner merupakan alat untuk mengumpulkan data. Sebuah kuesioner yang baik
adalah yang mengandung pertanyaan-pertanyaan yang baik dimana pertanyaan yang diajukan
tidak menimbulkan interpretasi lain dari responden. Pertanyaan-pertanyaan data kuesioner
harus jelas dan mudah dimengerti untuk mengurangi kesalahan interpretasi responden dalam
mengisi kuesioner. Berdasarkan jenis pertanyaan kuesioner dapat dibedakan menjadi empat
macam (Singarimbun, 1989) :
1. Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disertai pilihan jawabannya. Adapun
jenis-jenis pertanyaan tertutup, yaitu :
a. Dikotomi
Suatu pertanyaan dengan dua kemungkinan jawaban.
b. Pilihan Berganda
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR I-5
Suatu pertanyaan dengan tiga atau lebih jawaban.
c. Skala Likert
Suatu pertanyaan yang menunjukkan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan
responden.
d. Diferensiasi Semantik
Suatu skala yang menghubungkan dua kata yang saling berlawanan, dimana
responden memilih sebuah titik yang menunjukkan pendapatnya.
e. Skala Kepentingan
Suatu skala yang menghubungkan dua kata yang saling berlawanan, dimana
responden memilih sebuah titik yang menunjukkan pendapatnya.
f. Skala Peringkat
Suatu skala yang menunjukkan peringkat beberapa atribut dari buruk sampai
istimewa.
g. Skala Maksud Membeli
Suatu skala yang menunjukkan keinginan untuk membeli.
2. Pertanyaan Terbuka.
Pada pertanyaan terbuka responden bebas dalam memberikan jawaban, karena dalam
pertanyaan terbuka ini tidak terdapat pilihan jawaban. Sehingga jawaban murni dari
hasil pemikiran responden. Adapun jenis-jenis pertanyaan terbuka, yaitu:
a. Tidak Terstruktur
Suatu pertanyaan yang dapat dijawab responden dengan cara yang hampir tidak
terbatas.
b. Asosiasi Kata
Kata-kata disajikan satu persatu, dan responden menyebutkan kata pertama yang
muncul dalam pikirannya.
c. Penyelesaian Kalimat
Sebuah kalimat yang belum lengkap disajikan dan responden diminta untuk
menyelesaikan kalimat tersebut.
Penyelesaian Cerita
Sebuah cerita yang belum lengkap disajikan dan responden diminta untuk
menyelesaikannya.
Penyelesaian Gambar
1.3.3 Pretest
Pretest diadakan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui pretest akan diketahui
berbagai hal yaitu:
1. Apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan. Pertanyaan tertentu mungkin tidak
relevan untuk masyarakat yang diteliti.
2. Apakah pertanyaan tertentu perlu ditambah. Adakalanya terlupa memasukkan
pertanyaan yang perlu dimasukkan.
3. Apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden.
4. Apakah urutan pertanyaan perlu diubah atau tidak.
5. Apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah bahasa.
6. Berapa lama pengisian kuesioner memakan waktu.
...............................................................................................(1-1)
Rumus (1-5) digunakan apabila tidak terdapat data kembar, atau terdapat data kembar
namun sedikit. Apabila terdapat banyak data kembar digunakan rumus (1-2).
..............................................(1-3)
dimana: R(X) = Ranking nilai X R(Y) = Ranking nilai Y
Korelasi Pearson Product Moment (Korelasi Item Discriminality)
Analisis korelasi digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan
bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain, dengan tidak mempersoalkan
.. 0 0 0 - 0 0
Jumlah 6 1
9. Poin Penjualan.
Poin penjualan memberitahukan tim QFD seberapa baik suatu persyaratan pelanggan
akan terjual. Tujuan disini adalah mempromosikan persyaratan terbaik pelanggan dan
beberapa persyaratan pelanggan lainnya yang akan membantu dalam penjualan produk.
Sebagai contoh dari (Besterfield, 1999) poin penjualan adalah antara 1,0 dan 2,0 dengan
2 yang paling tinggi.
10. Bobot Absolut.
Keterangan:
aj = vektor baris dari bobot absolut pada deskripsi secara teknis
rij = bobot yang ditentukan pada matriks hubungan
ci = vektor kolom dari kepentingan terhadap pelanggan pada persyaratan
pelanggan
M = jumlah deskripsi secara teknis
N = jumlah persyaratan pelanggan
(Besterfield, 1999)
12. Bobot Relatif.
Dengan cara serupa, bobot relatif untuk deskripsi secara teknis diberikan dengan
menggantikan tingkat kepentingan pada persyaratan pelanggan dengan bobot absolut
pada persyaratan pelanggan, yaitu :
n
b j rij di .......................................................................................................(1-8)
i 1
Keterangan:
bj = vektor baris dari bobot relatif pada deskripsi secara teknis
rij = bobot yang ditentukan pada matriks hubungan
di = vektor kolom dari bobot absolut persyaratan pelanggan
M = jumlah deskripsi secara teknis
N = jumlah persyaratan pelanggan
(Besterfield, 1999)
Semakin tinggi tingkat absolut dan relatif mengidentifikasi bidang dimana upaya teknik
perlu dikonsentrasikan. Perbedaan utama antara bobot tersebut adalah bahwa bobot relatif juga
mencakup dalam faktor skala dan poin penjualan.
4. Buat matrik hubungan antara What dan How untuk memeriksa setiap hubungan yang
ada antara setiap keinginan yang ada dengan setiap HOW yang dirumuskan. Jika
hubungan ada, buat kategorinya apakah itu kuat, menengah, atau lemah.
Level atas Dipertimbangkan jika alat yang diproduksi adalah suatu usulan yang
generalitas meluaskan aktivitas-aktivitas berbagai aspek pemanas
Diana Anastasia & Tjiptono Fandy, 2001, Total Quality Management, Yogyakarta: Andi
Azwar, S., 1997, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Cohen L, 1995, Quality Function Development: How to Make QFD Work for You,
Massachusset. Addison-Wesley Publishing Company.
Singarimbun, M., Effendi, S., 1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta.
Sugiyono, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABET
Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Progam SPSS, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Besterfield, Dale H, dkk, 1999, Total Quality Management, Second Edition, Prentice Hall
International, Inc. New Jersey.
Disusun Oleh :
Yanti Sri Rejeki, S.T., M.T.
Eri Achiraeniwati, S.T., M.T.
2.1 Pendahuluan
Tingkat persaingan yang cukup tinggi pada setiap perusahaan menuntut perusahaan
untuk memiliki produktivitas yang baik, sehingga perusahaan dapat berkembang dan berada
lebih baik dari perusahaan pesaingnya. Hal penting dalam meningkatkan produktivitas kerja
adalah efektivitas dan efisiensi sistem kerja. Efektivitas berkaitan dengan waktu yang
digunakan dalam mencapai tujuan perusahaan, sedangkan efisiensi berkaitan dengan
penggunaan sumber daya yang digunakan dalam setiap proses pada sistem kerja tersebut.
Kriteria sistem kerja yang baik adalah sistem kerja yang memiliki efisiensi dan produktivitas
yang setinggi-tingginya. Sistem kerja itu sendiri terdiri dari empat komponen, yaitu manusia,
bahan, perlengkapan, dan peralatan seperti mesin dan perkakas pembantu, lingkungan kerja
seperti ruangan dengan udaranya, dan keadaan pekerjaan-pekerjaan lain disekelilingnya. Salah
satu metode untuk mewujudkan sistem kerja tersebut adalah dengan pembuatan peta-peta kerja.
Oleh karena itu pada modul 2 ini akan dilakukan pembuatan peta-peta kerja dan pengukuran
waktu baku.
Pengukuran waktu secara langsung dilakukan dengan mengukur waktu kerja di tempat
pekerjaan yang diteliti. Pengukuran dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu:
A. Pengukuran Waktu Jam Henti (Stopwatch Time Study)
Sesuai dengan namanya, pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop
watch) sebagai alat utamanya. Cara ini sering kali digunakan karena merupakan cara
yang paling banyak dikenal. Alasan lainnya yang menyebabkan metode ini sering
digunakan adalah kesederhanaan aturan-aturan yang dipakai. Ada beberapa aturan
pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik (Sutalaksana,
Anggawisastra dan Tjakraatmadja, 2006, hal. 133). Aturan-aturan tersebut adalah:
1. Penetapan tujuan pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan
harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang
harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan,
berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil
pengukuran tersebut.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu yang
pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu
suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini termasuk di antara yang
dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut.
3. Memilih operator
Tingkat
Penguasaan
Waktu
Keterangan:
= jumlah data dalam sub grup
=jumlah rata-rata dari setiap sub grup
n = banyaknya data dalam sub grup
k = banyaknya sub grup
3. Hitung Standar Deviasi dengan:
( )
= ........................................................................... (II-3)
1
5. Tentukan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah (BKA & BKB) dengan:
BKA X Z x
Batas-batas kontrol ini merupakan batas apakah data subgrup seragam yaitu yang
berada dalam sistem yang sama atau tidak. Jika semua rata-rata subgrup berada dalam batas
kontrol maka dapat dilakukan perhitungan banyaknya pengukuran yang diperlukan dengan
melakukan uji kecukupan data, dengan menggunakan rumus:
. 2 ( )2
=[
] ........................................................ (II-6)
Dimana:
Ws = Waktu siklus
Xi = Jumlah data pengukuran
N = Banyaknya data/pengukuran
2. Waktu Normal: waktu kerja dengan telah mempertimbangkan faktor
penyesuaian.
Wn = Ws x p .......................................................................... (II-8)
Dimana:
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
p = Faktor Penyesuaian
c. Cara Westinghouse
Westinghause mengerahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu:
1) Keterampilan adalah sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.
2) Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika
melakukan pekerjaannya.
3) Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan pencahayaan,
temperatur dan kebisingan ruangan.
4) Konsistensi adalah waktu penyelesaian yang selalu tetap dari satu waktu ke waktu
lain.
Pengukuran waktu secara tidak langsung dilakukan dengan cara menggunakan tabel
yang telah distandarkan, dengan catatan mengetahui setiap gerakan pekerja ketika
melakukan suatu pekerjaan. Metode yang dapat digunakan dalam pengukuran waktu baku
secara tidak langsung ini yaitu studi gerakan.
Studi gerakan adalah analisis yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian
tubuh pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan agar
gerakan-gerakan yang tidak perlu dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga akan
diperoleh penghematan baik dalam bentuk tenaga, waktu pekerja maupun dana (Sutalaksana,
Anggawisastra dan Tjakraatmadja, 2006, hal. 102). Gerakan untuk mengefektifkan
Menurut Sutalaksana, Anggawisastra dan Tjakraatmadja (2006, hal. 17), peta kerja
adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya
kerja produksi). Lewat peta-peta ini juga kita bisa melihat semua langkah atau kejadian yang
dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku),
kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti: transportasi, operasi
mesin, pemeriksaan dan perakitan; sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk
lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Dengan demikian, peta ini
merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah
dalam perencanaan perbaikan kerja.
Menurut catatan sejarah, peta-peta kerja yang ada sekarang ini dikembangkan oleh
Gilberth. Pada saat itu untuk membentuk suatu peta kerja, Gilberth mengusulkan 40 buah
lambang yang bisa digunakan. Kemudian pada tahun berikutnya jumlah lambang-lambang
tersebut disederhanakan menjadi 6 macam (Sutalaksana, Anggawisastra dan Tjakraatmadja,
2006, hal. 17-20)
Berikut adalah lambing-lambang yang biasa digunakan dalam pembuatan peta-peta kerja :
PEMERIKSAAN
Adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang terjadi apabila benda kerja atau peralatan
mengalami pemeriksaan baik untuk kualitas maupun kuantitas. Lambang ini digunakan
jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau membandingkan objek
tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak menjuruskan bahan ke arah
menjadi suatu barang jadi , contohnya:
Mengukur dimensi benda.
Memeriksa warna benda.
Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap.
TRANSPORTASI
Adalah suatu kegiatan transportasi yang terjadi apabila benda kerja, pekerja atau
perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu
operasi, contohnya:
Benda kerja diangkut dari mesin bubut ketempat mesin scrap untuk mengalami
operasi berikutnya.
Suatu objek dipindahkan dari lantai bawah ke lantai atas lewat elevator.
Suatu pergerakan yang merupakan bagian dari operasi atau disebabkan oleh petugas
pada tempat kerja sewaktu operasi atau pemeriksaan berlangsung bukanlah
merupakan transportasi.
MENUNGGU
Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak
mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya sebentar) Kejadian ini
menunjukkan bahwa suatu objek ditinggalkan untuk sementara tanpa pencatatan sampai
diperlukan kembali, contohnya:
Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa.
Peti menunggu untuk dibongkar.
Bahan menunggu untuk diangkat ke tempat lain.
PENYIMPANAN
Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang
cukup lama. Jika benda tersebut akan diambil kembali biasanya memerlukan suatu prosedur
perijinan tertentu.
Lambang ini digunakan untuk menyatakan suatu objek yang mengalami
penyimpanan permanen, yaitu ditahan atau dilindungi terhadap pengeluaran tanpa ijin
tertentu. Prosedur perijinan dan lamanya waktu adalah dua hal yang membedakan antara
kegiatan menunggu dan penyimpanan, contohnya:
Dokumen-dokumen atau catatan-catatan disimpan dalam brankas.
Bahan baku disimpan dalam gudang.
Selain kelima lambang standar diatas, kita bisa menggunakan lambang lain apabila
merasa perlu untuk mencatat suatu aktivitas yang memang terjadi selama proses berlangsung
dan tidak terungkap oleh lambang-lambang tadi.
Aktivitas gabungan
Adalah kegiatan yang terjadi apabila antar aktivitas operasi dan pemeriksaan
dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja
Macam-Macam Peta-Peta Kerja
SEKARANG USULAN
ALAS
SA
KAKI 1
SA2
KAKI 2
SA3
KAKI 3 SA4
KAKI 4 SA5
PIJAKAN ASS
PENUTUP
Diperiks Diperiks
Diperiks Diperiks Diperiks 5'
5' a Diperiks Diperiks a
5' 5' 5' a 5' a 5' a
I-7 a a I-1
0% I-6 I-5 I-4 I-3 I-2 0% Meteran
Meteran 0% 0% 0% 0% 0%
Meteran Meteran Meteran Meteran Meteran
paku
10" Rakitan 1
O-7
0% Palu
paku
12" Rakitan 2
O-9
0% Palu
paku
5" Rakitan 3
O-11
0% Palu
paku
5" Rakitan 4
O-13
0% Palu
paku
5" Rakitan 5
O-17
0% Palu
paku
5" Rakitan 6
O-21
0% Palu
Diperiks
5' a
RINGKASAN
I-8
0%
21 174
8 40
1 -
TOTAL 30 214
OPERASI 3 31"
NOMOR PETA 02
PEMERIKSAAN 1 5"
ORANG BAHAN
TRANSPORTASI 5 15"
LAMBANG
JUMLAH
WAKTU
(DETIK)
JARAK
(cm)
URAIAN KEGIATAN
Barang Jadi
Perakitan 2
Perakitan 3
Gudang
Stasiun
Stasiun
Stasiun
Pemeriksaan
Perakitan 1
Grinding
Stasiun
Stasiun
4
1 5 1
3
Pengeboran
Stasiun
Stasiun Freis
3
Pembubutan Pemotongan
Stasiun
Bahan Baku
Stasiun Pengukuran
Gudang
Stasiun
1
2
2" Set up Awal Mesin dan Bahan Baku 2" Idle 2"
6"
18" 2" Set up Awal Mesin dan Bahan Baku 2" Idle 2"
Merakit 2 5 A 5 2 Merakit
Melepas 1 1 RL 1 1 Memegang Palu
Idle 2 D 2 5 Mengarahkan Palu
Idle 1 D 1 1 Melepas Palu
Total 21 25 25 29
Ringkasan
Waktu Tiap Siklus : 34 detik
Jumlah Produk Tiap Siklus : 1 buah
Waktu Untuk Membuat Satu Produk : 34 detik
Gambar 2. 8 Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR II-30
2.4 Pelaksanaan Praktikum
2.4.1 Alat dan Bahan
1. Mesin Bor
2. Mesin Bubut
3. Mesin Potong
4. Mesin gerinda
5. Mesin Freis
6. Jangka Sorong
7. Penggaris
8. Ragum
9. Pensil
10. Stopwatch
2.4.2 Langkah-Langkah Praktikum
Disusun Oleh :
Yanti Sri Rejeki, S.T., M.T.
Eri Achiraeniwati, S.T., M.T.
3.1 Pendahuluan
Aktivitas kerja yang dilakukan manusia seringkali melibatkan mesin, peralatan dan
berbagai macam produk guna mempermudah pekerjaannya. Kondisi yang ergonomis akan
menjadikan pekerjaan manusia lebih nyaman. Hal yang perlu dilakukan agar terciptanya
kondisi yang ergonomis adalah dengan melakukan perancangan terhadap fasilitas dan
tempat kerja yang optimal, sesuai dengan keterbatasan manusia. Oleh karena itu, fasilitas
kerja atau produk yang digunakan harus sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
menggunakannya.
Fasilitas dan lingkungan kerja memiliki faktor yang dapat mempengaruhi suatu
proses pekerjaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi suatu proses pekerjaan adalah
komponen penyusun dari sistem kerja tersebut. Untuk itu, dalam melakukan perancangan
sistem kerja yang melibatkan manusia, harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari
manusia itu sendiri baik dari segi fisik maupun psikologisnya. Selain itu, dalam dunia kerja
atau industri agar suatu perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, perusahaan
tentunya harus selalu memperhatikan hal-hal yang menyangkut tingkat kenyamanan
pekerja/operator yang bekerja dalam melakukan pekerjaan suatu operasi di setiap stasiun-
stasiun kerja, terutama stasiun perakitan yang otomatis akan berdampak langsung terhadap
produktifitas kerja para pekerja/operator (Wignjosoebroto, 2003).
Manusia pada dasarnya memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya, diantaranya
dalam dimensi ukuran seperti kebutuhan, motivasi, inteligensia, imajinasi, usia,
latarbelakang pendidikan, jenis kelamin, kekuatan, bentuk serta ukuran tubuh, dan
sebagainya. Dengan memiliki data Antropometri yang tepat, maka perancang fasilitas
maupun produk kerja akan mampu menyesuaikan bentuk dan geometris ukuran dari produk
rancangannya dengan bentuk maupun ukuran segmen-segmen bagian tubuh yang nantinya
akan mengoperasikan produk tersebut. Maka, Antropometri dapat dikatakan sebagai
pemegang peranan yang penting dan utama dalam proses rancang bangun sarana dan
prasarana kerja, sehingga akan dapat menghasilkan produk yang dapat mengakomodasi
keterbatasan manusia yang dapat digunakan dengan nyaman dan aman..
Xi X
2
N 1
...........................................................................................(III-2)
Ket : = Standar Deviasi
Xi = Data Antropometri
= Rata-rata Sebenarnya
N = Banyaknya data
4. Hitung batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dengan rumus :
BKA/BKB = X Z .....................................................................................(III-
3)
Ket : = Rata-rata Sebenarnya
Z = Nilai Tingkat Kepercayaan
= Standar Deviasi
Xi
Keterangan :
Z = Tingkat kepercayaan
Bila tingkat kepercayaan 99%, sehingga k = 2,58
Bila tingkat kepercayaan 95%, sehingga k = 1,96
Bila tingkat kepercayaan 68%, sehingga k = 1
= Tingkat Ketelitian
N = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan
Xi = Data pengamatan
C. Uji Kenormalan Data
1. Tentukan jumlah kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n
2. Tentukan Rentang Kelas (R)
R = data maksimum data minimum
3. Tentukan Panjang kelas interval (I)
I =R/k
4. Menghitung Nilai Z1 dan Z2
Batas Bawah Kelas Boundaris X
Z1
Standar Deviasi
.(III-5)
Batas Atas Kelas Boundaris X
Z2
Standar Deviasi
(III-6)
5. Tentukan luas kurva
P(Z1<Z<Z2)
.....................................................................................................(III-7)
6. Tentukan Nilai ei
6. Apabila 2 tabel < 2 hitung maka dapat dikatakan tidak berdistribusi normal,
sedangkan jika 2tabel > 2hitung maka dapat dikatakan berdistribusi normal.
D. Perhitungan Persentil Data (Persentil Kecil, Rata-Rata Dan Besar)
Rumus persentil untuk Data Normal
X = M + Z x S................................................................................................(III-
10)
Keterangan:
X = Nilai persentil
M = = P50
Z = Fakor pengali pemakaian nilai persentil
S = Standar Deviasi
i.n F
Pi Li k 100 ............................................................................(III-11)
Fpersentil
Brauer, L. Roger. 1994. Safety and Health for Engineers, Van Nostrand Reinhold.
Wickens, et al. 2004. An Introduction to Human Factor Engineering. Prentice Hall. New
Jersey
Pulat, B. Mustafa.1997, Fundamentals of Industrial Ergonomics, Waveland Press.
Nurmianto, Eko. 1996, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya: PT Guna
Widya.
Sutalaksana, Anggawasista, Tjakramadja. 2006, Teknik Perancangan Sistem Kerja,
Bandung: Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis Untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja, Surabaya: Guna Widya.
Iridiastadi, Hardianto. Yassierli. 2014. Ergonomi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Kuswana, Sunaryo, Wowo. 2014. Ergonomi dan K3 (Kesehatan Keselamatan Kerja),
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Disusun Oleh :
Yanti Sri Rejeki, S.T., M.T.
Eri Achiraeniwati, S.T., M.T.
4.1 Pendahuluan
Kenyamanan kerja merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas kerja, yang
hendaknya selalu diciptakan oleh setiap perusahaan. Salah satu cara menciptakan
kenyamanan kerja adalah dengan memperbaiki kondisi tempat kerja. Menurut Robert Owen
n.d mengatakan, The volume and quality of worker out-put were influence by working
conditions and total environment. Dampak pengelolaan lingkungan kerja perusahaan yang
kurang baik dapat menjadi salah satu penyebab stres yang dialami karyawan. Lingkungan
kerja meliputi lingkungan fisik dan psikis. Lingkungan fisik kerja hendaknya dirancang
dengan memperhatikan efek psikologis karyawan. Lingkungan psikis dapat meningkatkan
produktivitas kerja bila unsur komunikasi, partisipasi kerja karyawan kesehatan kerja
penyelesaian konflik dan pengembangan karier. Lingkungan kerja merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dan jenis dan lokasi pekerjaan dimana individu karyawan berada dan
beraktivitas. Produktifitas karyawan dari pekerjaan bergantung pada tempat dan lingkungan
tempat individu karyawan bekerja. Oleh karenanya, lingkungan kerja perlu mendapat
perhatian yang sangat serius dan utama karena merupakan rumah kedua setelah tempat
tinggal (Subaris dan Haryono, 2008 h.1).
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang
berpengaruh dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu
udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik, dan lain-lain (Nawawi, 2001). Salah satu
faktor yang berasal dari luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang
terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna, dan lain-lain. Hal-hal tersebut
dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia (wignojosoebroto, 1995).
Lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja
Tabel 4.2 FLmin pada TUU dan TUS untuk Stasiun Kerja
1/3 d 50 cm
Kondisi lingkungan yang dapat kita amati sebelum kita memperbaikinya, kita harus
memperhatikan secara makro (luar ruangan) dan mikro (dalam ruangan). Tabel 4.6 adalah
tabel yang berisikan tentang standar mikro dan makro lingkungan fisik kerja.
Tabel 4.7 Standar Mikro dan Makro Lingkungan Fisik Kerja
No. Uraian Standar Mikro Standar Makro
1 Suhu Ruangan 25C - 26C 40
2 Kelembaban 50 - 65% 30 - 40 %
3000 (siang hari, cerah, tidak
3 Radiasi Panas Maks 37C
berawan)
4 Kebisingan 45 - 50 dBA 80 - 90 dBA
5 Kecepatan Angin 0 Km/jam 10 Km/jam
6 Tekanan Udara 74 - 74.5 cm/Hg 74 - 74.5 cm/Hg
Maks 0.36 mg/m/1
7 Debu Maks 0.36 mg/m/1 jam
jam
Penerangan
8 200- 500 Lux
Ruangan
Display merupakan bagian dari lingkungan yang perlu memberi informasi kepada
pekerja agar tugas menjadi lancar (Sutalaksana,1979). Display berfungsi sebagai sistem
komunikasi yang menghubungkan fasilitas kerja maupun mesin kepada manusia
(Nurmianto, 2005). Contoh dari display diantaranya adalah jarum speedometer, jalan raya,
dan peta yang menggambarkan keadaan suatu kota. Display memiliki beberapa hal utama
sebagai instrumen yang harus diperhatikan diataranya visibility, lightning, dan clarity
(Nurmianto, 2005).
Menurut Sutalaksana (2000), ciri-ciri display yang baik pada umumnya adalah:
1. Dapat menyampaikan pesan
2. Bentuk/gambar menarik dan menggambarkan kejadian
3. Menggunakan warna-warna mencolok dan menarik perhaian
4. Proporsi gambar dan huruf memungkinkan untuk dapat dilihat dan dibaca
5. Menggunakan kalimat-kalimat pendek, lugas, dan jelas
E. Poster
Berdasarkan tujuannya, secara garis besar poster terdiri atas dua bagian yaitu:
1. Poster Untuk Tujuan Umum
2. Poster Untuk Tujuan Khusus
Ukuran poster bervariasi mulai dari stiker yang berukuran kecil sampai yang
berukuran besar. Tetapi umumnya berukuran sebesar kalender. Poster berukuran kecil
biasanya dalam bentuk stiker yang mudah ditempel dimana-mana, misalnya Dilarang
Menumpang dapat ditempel di bagian forklift dan buldoser.
Peran ergonomi sangat penting dalam membuat rancangan display dan poster yang
memiliki daya sambung yang tinggi dengan pembaca. Display dan poster harus mampu
memberikan informasi yang jelas. Konsep Human Centered Design sangat kuat dalam
pembuatan display dan poster karena terkait dengan sifat-sifat manusia sebagai penglihat
dan pemaham isyarat.
Unsur-unsur di dalam membuat suatu design diantaranya sebagai berikut :
a. Garis (Line)
Garis merupakan salah satu unsur desain yang menghubungkan antara satu titik poin
dengan titik poin lainnya. Garis dapat digunakan sebagai tujuan memperjelas dan
mempermudah pembaca. Bentuknya dapat berupa gambar garis lengkung (curve)
atau lurus (straight). Contohnya, garis horizontal akan membuat segala sesuatu
terlihat lebih tenang, formal namun tetap profesional. Berbeda dengan garis vertikal,
garis itu akan memperlihatkan kesan keseimbangan, stabil dan elegan. Pada sisi lain
garis juga dapat dijadikan sebagai fungsi atau pertanda, seperti dalam kemasan
produk terdapat garis putus-putus yang menandakan bagian yang dilipat atau
dipotong.
b. Bentuk (Shape)
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum adalah sebagai
berikut:
1. Digital Light Meter (Lux Meter)
2. Micro Sound Level Meter
3. High Volume Air Sampler (Thermo Higrometer)
4. Meteran
5. Tabel Pengamatan
4.4.2 Langkah-langkah Praktikum
Groover, Mikell P., 2007.Work system and the methods, measurement, and management of
work. United states of America: Pearson education, Inc.
Iridiastadi, Hardianto. 2014. Ergonomi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Fred. E Meyer, 1993.
Grandjean., E. 1993. Fitting the Task to The Man . 4th edition. London: Taylor & Francis
Kepmenkes. No 1405/MENKES/SK/XI/2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran Dan Industri. Departemen Kesehatan.
Lechner, Norbert., 2001. Heating, Cooling, Lighting, Design Methods For Architect. New
York.
Munandar, M. 2001. Budgeting, Perencanaan Kerja Pengkoodinasian Kerja Pengawasan
Kerja. Edisi Pertama. BPFE Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Muther dan Richard (1995 h. 7) Lingkungan FIsik Kerja
NuMan, A. Harits, 2013, Perencanaan Tataletak Faisilitas, Bandung: Penerbit UPT Pusat
Pembinaan dan Laboratorium Bahasa UNISBA
Nurmianto Eko, 1996, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya: PT. Guna
Widya.
SNI 03-2396-2001., Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan
Gedung.
SNI 03-6575-2001., Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan
Gedung.
Subaris, H & Haryono., 2008. Hygiene Lingkungan Kerja, Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press. 2008 : 1
Sumamur, 1998 Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES)
Sutalaksana, Iftikar Z., 2006.Teknik Perancangan System Kerja.Bandung: ITB
Sutalaksana, Iftikar. Jurnal Ergonomi Tentang Poster K3 Efektif Bila di Rancang
Baik. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 2000.
Sutalaksana, Anggawasista, Tjakramadja, 1979, Teknik Tata Cara Kerja, Bandung:
Penerbit Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Bandung
5.1. Pendahuluan
Industri manufaktur adalah suatu perusahaan yang melakukan kegiatan
produksi dan pendistribusian produk dalam ukuran kuantitas, kualitas dan lokasi
yang sesuai dengan permintaan pasar. Industri manufaktur memiliki peranan
penting dimasa mendatang sehingga tingkat persaingan semakin ketat. Salah satu
hal yang penting dalam menunjangkan kesuksesan suatu perusahaan adalah dapat
memenuhi permintaan konsumen yang beragam, Sehingga perusahaan harus
menyiapkan planning agar perusahaan tidak kalah saing dengan perusahaan-
perusahaan pesaing. Selain itu, harus dapat mengetahui bahan baku yang
diperlukan, mesin yang digunakan dan peralatan agar dapat menentukan kebutuhan
sumber daya di masa mendatang. Sehingga, dibutuhkan persiapan perencanaan
produksi yang sesuai dengan permintaan konsumen.
Forecasting merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui apa yang akan
terjadi dimasa yang akan datang menggunakan dan mempertimbangkan data dari
masa lampau. Dengan adanya metode peramalan tersebut perusahaan diharapkan
dapat mengetahui tingkat permintaan yang ada di periode yang akan datang dengan
memperhatikan tingkat permintaan atau data-data pada periode sebelumnya, baik
itu dilihat dari jangka pendek, menengah ataupun dilihat dari jangka panjang.
Metode peramalan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu kulitatif yang
merupakan peramalan untuk masa yang akan datang tanpa melihat data-data dari
masa sebelumnya, dan kuantitatif yaitu peramalan dengan tolak ukur data-data
dimasa sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan analisa yang tepat dalam
pemilihan metode peramalan.
5.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum dari modul lima ini adalah sebagai berikut :
Praktikum mampu memahami dan melakukan peramalan
Praktikum mampu mengambil keputusan berdasarkan hasil perhitungan
peramalan
Metode Deret
Metode Kausal
Berkala
Time
2. Pola Musiman
Pola musiman terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman
(misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari hari pada minggu
tertentu ) penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan
bakar pemanas ruangan semuanya menunjukan jenis pola ini. Untuk pola
musiman kuartalan, dapat di lihat pada gambar 5.3
Demand
S S F W S S F W S S F W Time
4. Pola Trend
Pola trend terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka
panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan produk bruto nasional
(GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu
pola trend selama perubahannya sepanjang waktu. Untuk gambar pola data
trend dapa di lihat pada Gambar 5.5
Demand
Time
Xi
FT 1 = i =1
.(V-1)
T
dimana :
Ft+i = hasil ramalan (forecast)
Xi = demand pada periode ke-i
T = periode pengamatan
2. Single Moving Average
Pada metode peramalan Single Moving Average, setiap muncul nilai
observasi baru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan
membuang nilai observasi yang paling awal dan memasukkan nilai
observasi yang terbaru. Metode ini hampir sama dengan metode Simple
Average namun pada metode ini pengaruh data paling tua atau paling
lama dikurangi dengan cara tidak memasukkan data yang paling lama
kepada perhitungan yang tergantung dari nilai observasi awal. Rata-
rata bergerak ini kemudian akan menjadi ramalan untuk periode
mendatang. Perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993, hal
71):
T +r 1
Xi
FT +r = X = i =r
(V-2)
T
dimana :
FT +r = hasil ramalan
bt = koefisien kemiringan
N = periode yang bergerak
m = jumlah periode ke depan
b. Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial
1. Single Exponential Smoothing (Pemulusan Eksponensial Tunggal)
Perhitungan implikasi untuk pemulusan eksponensial dapat dilihat,
lebih baik bila persamaannya diperluas dengan mengganti F dengan
komponen sebagai berikut (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993,
hal 81) :
F t+1= Xt + (1 - ) [ (Xt t ) + (1 - ) Ft 1]
Xt = demand aktual
Ft = demand peramalan
bt = ( S ' t - S '' t ) ........... (V-15)
1-
Ft +m = at + bt m ................... (V-16)
dimana :
Ft +m = hasil ramalan
Xt = demand aktual
bt = trend
= konstanta pemulusan yang nilainya berkisar antara 0 1
(0 1,0)
m = jumlah periode ke depan
3. Double Exponential Smoothing from Holt (Pemulusan Eksponensial
Ganda : Dua-Parameter dari Holt)
Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt dalam prinsipnya serupa
dengan Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan
berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai
trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan
pada deret yang asli.
Ramalan dari pemulusan eksponensial linier Holt didapat dengan
menggunakan dua konstanta pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan
tiga persamaan, yaitu (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993, hal 91)
:
St = Xt + (1-)(St-1 + bt-1) .................... (V-17)
bt = (St St-1) + (1-)bt-1 .................... (V-18)
Ft+m = St + bt.m........................................................................... (V-19)
inisialisasi St = X1 ; b1 =X2 - X1
dimana :
Xt = demand aktual
St = pemulusan eksponensial
bt = koefisien kemiringan
= koefisien intersep
= koefisien kemiringan
m = jumlah periode ke depan
II) Metode Boxes Jenkins, metode ini digunakan untuk peramalan deret berkala,
di mana dasar pendekatannya terdiri dari 3 tahap, yaitu: identifikasi, penaksiran
dan pengujian serta penerapan. Satu-satunya persamaan yang paling sederhana
adalah (Makridakis, Wheelwright dan McGee, 1993, hal. 106):
n
Ft +m = Ft + 1 (et et 1 ) + 0 et + l et ........................(V-20)
t =1
III) Winter's Model adalah suatu metode yang menggunakan tiga parameter yakni
pemulusan faktor untuk dasar permintaan, trend, penaksir-penaksir musiman
(Fogarty, Blackstone, Hoffmann,1991, hal 111).
Peramalan dengan Winters Model hampir sama dengan time series, berikut
persamaan yang digunakan untuk Winters Model
Fn = (B n -1 +iT n 1 )S n p
.............................................................................(V21)
Dimana:
Bn = peramalan dasar permintaan di dalam periode n
(i.e.,perpotongan + n x kemiringan)
Tn = taksiran dari kemiringan untuk periode n
Sn = indeks musiman Untuk Periode n
i = nomor dari periode di masa datang
p = nomor dari periode di dalam satu tahun
IV) Metode Dekomposisi
Metode dekomposisi ini biasa digunakan untuk memisahkan tiga komponen
dari pola dasar yang cenderung mencirikan deret data ekonomi dan bisnis.
Komponen tersebut adalah faktor trend siklus dan musiman. Dekomposisi
n n
Y i b X i
a= i =1
- i =1
................................. (V-24)
n n
Ft = a +b( X t ) .. (V-25)
dimana :
Ft = variabel yang diprediksi
a = koefisien intersep
b = koefisien kemiringan
Xt = variabel independent.
b. Metode Ekonometri. Tujuan utama metode ekonometri dalam peramalan
adalah untuk memperoleh nilai-nilai variabel bebas sehingga variabel bebas
tersebut tidak perlu ditaksir lagi. (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993, hal
174)
c. Metode Kuadratik memilki tujuan untuk menemukan garis lurus sebagai
pengganti garis yang masih patah-patah. Menurut fungsi kuadratik parabola
sebagai pengganti garis patah-patah yang dibantu oleh data historis. Adapun
rumusnya sebagai berikut (David D Bedwoth, james E Balley, 1987, hal 89;
http://one.indoskripsi.com)
Y (t) = a + bt + ct2..............................(V-26)
Dimana :
Y (t) = nilai ramalan yang diinginkan dalam periode t
a,b,c = parameter yang ditentukan
e i
i =1
ME = ............................................................................... (V-27)
n
b. Nilai Tengah Kesalahan Absolut (Mean Absolute Error)
Mean Absolute Error merupakan nilai Mean Error yang diabsolutkan,
karena tidak semua Mean Error bernilai positif. Mean Absolute Error
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n
e i
i =1
MAE = ....................................................................... (V-28)
n
c. Jumlah Kuadrat Kesalahan (Sum of Squared Error)
Sum of Squared Error bertujuan untuk mengukur keragaman dalam
sampel. Sum of Squared Error dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
n
SSE = ei .............................................................................
2
(V-29)
i=1
Ukuran Lainnya :
Ukuran Statistik dari
Ukuran Statistik Standar Ukuran-ukuran Reltif Pengujian Durbin-
U-Theil
Watson
e i
2
MSE = i 1
...................................................................... (V-30)
n
f. Deviasi Standar Kesalahan (Standar Deviation of Error)
Standar Deviation of Error bertujuan untuk mengetahui penyimpangan
dari hasil ramalan, semakin kecil Standar Deviation of Error maka hasil
ramalan kita semakin baik. Deviasi standar kesalahan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
n
e i
2
Keterangan :
ei = nilai error periode ke-i
n = periode
2) Ukuran-Ukuran Relatif
Ukuran-ukuran relatif digunakan sehubungan adanya keterbatasan dari
ukuran statistik standar (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993, hal.
42,43). Adapun ukuran relatif tersebut yaitu:
a. Kesalahan Persentase (Precentage Error)
PE i
MPE = i =1
..............................................................................(V-33)
n
c. Rata-rata Kesalahan Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage
Error).
Mean Absolute Percentage Error merupakan nilai Mean Percentage
Error yang diabsolutkan, karena tidak semua Mean Percentage Error
bernilai positif. Mean Absolute Percentage Error dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
n
PE i
i =1
MAPE = ........................................................................ (V-34)
n
3) Ukuran Statistik dari U- Theil
a. Uji U-Theil
Uji Statistik ini memungkinkan suatu perbandingan relatif antara
metode peramalan formal dengan pendekatan naf dan juga
mengkuadratkan kesalahan yang terjadi sehingga kesalahan yang besar
diberikan lebih banyak bobot daripada kesalahan yang kecil.
2
Fi+1 X i+1
Pembilang i =
Xi
2
X Xi
Penyebuti = i+1
Xi
pembilang
i =1
U Theil = n 1
.........................................................(V-35)
penyebut
i =1
Keterangan :
Xi = nilai perminataan periode ke- i
Fi = nilai peramalan periode ke- i
Kisaran nilai statistik - U adalah sebagai berikut:
- U = 1; metode naif sama baiknya dengan teknik peramalan yang
dievaluasi.
- U < 1; teknik peramalan yang digunakan adalah lebih baik dari
pada metode naif. Makin kecil nilai statistik U, makin baik teknik
peramalan dibanding metode naif secara relatif.
- U > 1; tidak ada gunanya menggunakan metode peramalan formal,
karena menggunakan metode naif akan menghasilkan ramalan yang
lebih baik.
b. Rata-Rata Batting McLaughlin
Rata-rata Batting dari McLaughin merupakan penyelesaian dari U Theil,
ukuran Rata-rata Batting digunakan untuk mengukur keakuratan sesuatu
pengukuran. Dimana nilai rata-rata Batting berkisar antara 200-400.
Untuk mengetahui Rata-rata Batting dari McLaughlin sebenarnya dapat
diperoleh dari statistik U dengan cara mengurangi 4 dengan nilai
tersebut dan mengalikan hasilnya dengan 100.
Rata-rata Batting = (4 U Theil) X 100.....................................(V-36)
4) Ukuran Lainnya: Pengujian Durbin-Watson
Ukuran lainnya dari pengujian metode ketepatan peramalan adalah Statistik
Durbin Waston. Statistik ini merupakan suatu ukuran yang sangat berguna.
Pada hakekatnya ukuran ini bukan merupakan suatu ukuran ketepatan,
melainkan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menunjukkan apakah
masih terdapat sisa pola didalam nilai kesalahan setelah suatu model
peramalan diterapkan. Pengujian Durbin Waston ini digunakan apabila
terdapat jumlah yang sama pada pemilihan metode peramalan terbaik.
(e t et 1 ) 2 ........................................................................(V-37)
t =2
D -W = n
e t
2
t =1
MR i
i =1
MR = .................................................................................................(V-39)
n
Ket : n = jumlah periode MR
Out Of Control Test: Parameter-parameter dalam Out Of Control Test, adalah
(Biegel, 1992, hal 66 & 68):
UCL = + 2,66 MR
LCL = - 2,66 MR
Bedworth, D.D., Bailey., 1987, Integrated Production Control Systems, Singapore : John
Wiley & Sonc, Inc
Beigel, John E., 1982, Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif, Jakarta :
Akademika Pressindo.
Chang, Yih Long, 1995 Quantitative System 3.0, New Jersey : Prenticc Hall, Inc.
Fogarty, Blackstone, Hoffman., 1991, Production & Inventory Management, 2D Edition.,
Cinicnnati, Ohio: South-Western Publishing Co.
Makridarkis, Spyros., Wheelwright, S.C, Mcgee, V.E., 1995, Metode dan aplikasi peramalan,
Jakarta : Erlangga.
6.1 Pendahuluan
Kinerja suatu perusahaan manufaktur dapat diukur dari tingkat inventory,
manufacturing lead time atau flow time, keseimbangan pembebanan mesin, ongkos material
handling, tingkat utilitas, efisiensi produktivitas serta kualitas produk. Kinerja yang baik dapat
dicapai jika kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dilakukan dengan baik. Kegiatan
perencanaan produksi terangkum dalam fungsi PPIC (Production Planning and Inventory
Control) yang akan merencanakan dan mengelola kegiatan produksi mulai dari peramalan
permintaan periode kedepan, penyusunan jadwal produksi, konfirmasi terhadap ketersediaan
kapasitas diperusahaan, pengelolaan komponen yang dibeli dari luar perusahaan hingga
pengelolaan terhadap komponen yang diproduksi sendiri.
Dalam upaya menjaga tingkat produksi perlu dilakukan proses pembandingan antara
kebutuhan kapasitas yang direncanakan dengan kapasitas yang tersedia. Hal ini bertujuan untuk
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan kegiatan produksi ketika kapasitas tersedia tidak
dapat memenuhi kebutuhan. Untuk mengetahui kebutuhan kapasitas yang direncanakan
dilakukan pembuatan Jadwal Produksi Induk (JPI) dan pembuatan grafik RCCP untuk
mengetahui perbandingan kebutuhan kapasitas perencanaan barang jadi dengan kapasitas yang
tersedia. Selanjutnya dilakukan penyusunan Material Requirement Planning (MRP) dalam
kegiatan produksi untuk mengetahui kebutuhan bersih dari masing-masing komponen
penyusun barang jadi dan dilakukan proses pembandingan dengan grafik CRP. Perencanaan
kapasitas (CRP) bertujuan untuk mengetahui jumlah kapasitas yang tersedia dengan order yang
ada sehingga dapat diketahui apakah kapasitas tersebut seimbang dan order dapat dipenuhi atau
tidak. Perencanaan dan pengendalian produksi diharapkan dapat menyesuaikan tingkat
produksi dengan tingkat permintaan yang berasal dari hasil peramalan dan perencanaan
kebutuhan material (Material Requirement Planning) untuk identifikasi kuantitas komponen
yang dipesan serta beban produksi.
6.2 Tujuan Praktikum
Dalam pelaksanaan kegiatan praktikum ini terdapat beberapa tujuan yang diuraikan
sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu untuk memahami dan melakukan perencanaan produksi.
2. Mahasiswa mampu memahami penyusunan Jadwal Produksi Induk (JPI) dari rencana
produksi yang dibuat.
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VI-1
3. Mahasiswa mampu memahami proses dan mengidentifikasi hasil perencanaan
kebutuhan kapasitas kasar (RCCP).
4. Mahasiswa mampu memahami proses penyusunan Material Requirement Planning
(MRP).
5. Mahasiswa mampu memahami proses dan mengidentifikasi hasil perencanaan
kebutuhan kapasitas (CRP).
6.3 Landasan Teori
Dalam melaksanakan kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi terdapat
beberapa teori pendukung yang memberikan penjelasan mengenai proses dan tahapan dalam
melakukan perencanaan dan pengendalian produksi.
6.3.1 Perencanaan Produksi
Suatu fungsi dalam manajemen yang berperan dalam menentukan usaha dan tindakan
yang perlu diambil oleh pimpinan suatu perusahaan dengan mempertimbangkan masalah dan
resiko yang akan terjadi disebut perencanaan. Proses perencanaan memiliki peranan penting
terutama dalam melakukan perencanaan produksi karena kegiatan ini menciptakan atau
menambah nilai guna suatu benda yang dibuat untuk memuaskan orang lain (Customer).
Adapun beberapa definisi dari perencanaan produksi menurut beberapa ahli, yaitu :
1. Perencanaan produksi merupakan suatu perencanaan level produksi dimana
perencanaan dilakukan untuk setiap periode ke periode berikutnya untuk
meminimumkan biaya (Bailey dan Bedworth., 1987, hal. 126).
2. Perencanaan produksi merupakan suatu proses perencanaan untuk merencanakan
tingkat output berdasarkan keinginan pada jangkauan waktu tertentu (Narasimhan dan
McLeavey., 1985, hal. 293).
3. Perencanaan produksi adalah suatu perencanaan yang menggunakan informasi dari
produk dan perencanaan penjualan untuk merencanakan laju rencana produksi serta
tingkat persediaan oleh waktu periode dari sekelompok produk (Blackstone, Fogarty
dan Hoffmann, 1991, hal. 42).
4. Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output manufacturing
secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan dan inventory
yang diinginkan (Gaspersz., 1998, hal. 128).
Dengan demikian berdasarkan definisi diatas perencanaan produksi merupakan
penyesuaian antara permintaan (demand) yang berasal dari peramalan dengan kapasitas yang
dimiliki pada tingkat perencanaan produksi. Namun, kita tidak dapat begitu saja mengikuti
Product X Level 0
Level 1
Level 3
Component 6 Component 7
Add-On
Basic Tractor Operator Cab
Feature
(1) Engine Transmission
Yes (0.85)
Gasoline/56 hp (0.10) Stick shaft (0.75)
Common
Parts
No (0.15)
Gasoline/68 hp (0.40) Automatic (0.25)
LPG/56 hp (0.05)
LPG/68 hp (0.10)
Assembly X
a. Actual atau Manufacturing Bill Of Material dengan Assembly Coded sebagai Phantom
Assembly X
Light Assy
2250
Running Light
Anchor Light assy Bracket Assy
1310 1890 1678
Dalam menyiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa jika ada permintaan
yang harus dipenuhi, terdapat tiga sumber yang dapat digunakan (Biegel, 1992, hal. 191) :
a) Produksi yang ada atau yang sedang dilakukan.
b) Persedian yang ada atau yang masih ada di gudang.
c) Produksi dan persediaan yang masih ada.
Umumnya hambatan yang akan terjadi pada penyusunan perencanaan produksi berupa
kegagalan manajemen dalam memenuhi kebutuhan dalam penyusunan perencanaan produksi,
adanya kesulitan dalam mengkonversikan nilai kedalam unit serta kurangnya perhatian
terhadap masalah persediaan dan peramalan. Bila hambatan ini belum bisa di atasi, maka
aktivitas Manufacturing Production Schedulling berikutnya tidak dapat dilakukan secara
efektif. Input yang diperlukan untuk perencanaan produksi (Fogarty, Blackstone and Hoffman,
1991, hal. 42) antara lain:
1) Perencanaan produksi dan penjualan.
2) Manajemen strategi dan kebijakan yang berfokus pada permasalahan perencanaan
agregat.
3) Proses manufaktur untuk kelompok produk yang berbeda.
4) Efesiensi dan kapasitas dari setiap stasiun kerja.
5) Identifikasi bottleneck dari setiap stasiun kerja.
6) Pengalokasian sumber daya manufaktur (perencanaan dan peralatan) untuk
menghasilkan produk yang spesifik.
Menurut Gasperz (1998) terdapat beberapa langkah dalam perencanaan produksi, yaitu:
1) Mengumpulkan data yang relevan dengan perencanaan produksi.
2) Mengembangkan data yang relevan itu menjadi informasi yang teratur.
Dalam melakukan kegiatan perencanaan produksi terdapat salah satu bagian yang perlu
dilakukan yaitu Agregat Planning. Agregat Planning adalah hasil rencana dari pengukuran
tenaga kerja dan tingkat produksi di suatu kumpulan perencanaan fasilitas yang telah diberikan.
Rencana yang dimaksud adalah rencana secara umum yang dibuat dari masing-masing periode
untuk periode berikutnya (Bailey dan Bedworth., 1987, hal. 126).
Rencana agregat (agregat planning) merupakan tanggung jawab dari manajer
operasional. Seorang manajer operasional harus merencakan strategi untuk menghadapi
perubahan kebutuhan agar dapat meminimasi total ongkos dan mencapai tujuan dari perusahan.
Dalam agregat planning terbagi dalam dua strategi utama (Narasimhan dan McLeavey., 1995,
hal. 262), yaitu:
1. Strategi Top-Down tradisional, pada metode ini digunakan suatu konsep yang
menggunakan data-data produk atau produk campuran dalam memformulakan rencana
secara keseluruhan.
2. Metode pendekatan Bottom-Up, juga yang dikenal sebagai CRP (Capacity Planning
Requirment) dengan tersedianya komputer dan sistem MRP, memudahkan untuk
menyusun rencana produk secara menyeluruh.
Metode yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dalam perencanaan
agregat, terdiri dari metode kualitatif dan melode kuantitatif. Menurut Narasimhan, beberapa
macam metode Agregat Planning adalah sebagai berikut (Narasimhan dan McLeavey, 1985,
hal. 300) :
1. Nonquantitative atau metode intuitive
Dihampir seluruh organisisasi terdapat tujuan dan pandangan, bagian pemasaran
menginginkan adanya keanekaragaman produk dan persediaan buffer dalam jumlah
yang banyak. Bagian manufacturing lebih menginginkan ragam produk yang sedikit dan
sehingga dapat menghindari ongkos set up yang tidak diperlukan, sedangkan bagian
financial menganggap bahwa semakin sedikit inventory akan lebih baik untuk
meminimasi ongkos persediaan dan ongkos yang ditimbulkan oleh persediaan
(Narasimhan dan McLeavey., 1985, hal. 300).
2SDt
Optimum inventory = (1 / 2) .................................................(VI-2)
h
Dimana K adalah konstanta, S adalah ongkos set up, h adalah holding cost, dan Dt
adalah permintaan di periode tertentu. Berdasarkan model optimum inventory, turnover
ratio yang terbaik adalah:
Dt Dt
= .......................................(VI-3)
K Dt K
Tujuan masalah transportasi ini adalah mencari rute pengiriman dari pabrik ke
gudang yang akan meminimumkan total biaya transportasi. Informasi yang dibutuhkan
untuk memecahkan persoalan transportasi, adalah (Biegel, 1992, hal. 164):
1) Biaya produksi di setiap pabrik (plant).
a) Waktu kerja biasa (regular time).
b) Waktu kerja lembur (over time).
2) Rencana produksi disetiap pabrik.
a) Waktu kerja biasa.
b) Waktu kerja lembur.
3) Ramalan kebutuhan disetiap gudang.
4) Biaya pengangkutan produksi dari setiap pabrik ke setiap gudang.
5. The Linear Programming Method
Metode linear programming (LP), mampu membuat sebuah solusi dengan suatu strategi
campuran, sehingga dapat meminimasi total biaya dari program tersebut. Pemakaian
model LP menjelaskan bahwa suatu fungsi linear cukup dengan menguraikan variabel-
variabel yang sulit. Ada beberapa asumsi yang dapat digunakan sehingga muncul suatu
model yang spesifik yaitu (Narasimhan dan McLeavey , 1995, hal. 309):
a. Tingkat permintaan Dt diketahui dan diasumsikan menjadi penentu pada periode
yang akan datang.
b. Biaya-biaya produksi selama regular time diasumsikan menjadi garis potong linear,
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.6. Untuk memastikan bahwa utilitas
kapasitas regular time terpenuhi sebelum overtime terpakai, dan untuk menghindari
Pt M t ; t = 1, 2, ..., k ................................(VI-5)
Ot Yt ; t = 1, 2, ..., k..............................(VI-6)
At Pt Pt 1 ; t = 1, 2, ..., k.....................(VI-8)
At , Rt , I t , Pt ,Ot , K 0 ............(VI-10)
Dimana:
r, v = biaya/unit produksi selama regular time dan overtime
Pt, Ot = unit produksi selama regular time dan overtime
h, f = biaya hiring (penambahan) dan layoffs (penurunan) per unit
At, Rt = penomoran dari unit-unit yang meningkat atau menurun, selama periode
tertentu j
C = biaya inventory per unit periode
c = biaya/unit produksi selama subkontrak
K = unit produksi selama subkontrak
Dt = anggaran penjualan
Pada kendala (VI-5) dan (VI-6) berarti bahwa produksi maksimum selama
regular time Pt dan overtime Ot tidak dapat melebihi kapasitas Mt dan Yt. Kendala (VI-
7) menyatakan hubungan inventory. Penjelasan variabel-variabel inventory yang tidak
negatif, beserta variabel-variabel yang lain di dalam persamaan (VI-8), dipaksakan
suatu kondisi yang tidak backorder di dalam model. Kendala pada (VI-9) dan (VI-10)
menyatakan hiring (penambahan) dan layoffs (penurunan) ketika tingkat produksi
dinaikkan atau diturunkan selama periode-periode tertentu. Dengan informasi yang
diperlukan, permasalahan dapat dipecahkan dengan menggunakan berbagai kode
komputer linear programming yang standar.
6. Simulation Method
Simulasi memungkinkan perencana untuk memformulasikan sebuah model dengan tipe-
tipe ongkos yang berbeda (linier, kuadrat, exponential, dll) dan dengan perubahan
ongkos pada poin spesifik pada suatu waktu atau pada jumlah produksi yang spesifik.
Selanjutnya model simulasi dapat memperkirakan kebenaran lebih dekat daripada
seorang analisis dikebanyakan situasi (Fogarty, Blackstone dan Hoffmann, 1991, hal.
67). Pada MRP II, memanfaatkan suatu data operasional untuk menerapkan suatu
evaluasi "apabila-jika" dalam suatu rencana alternatif, untuk menjawab suatu
pertanyaan "apakah dapat dilaksanakan ? Apabila jawaban iya, maka simulasi dapat
dilaksanakan secara finansial untuk membantu menjawab pertanyaan "apakah kamu
benar-benar menginginkannya ?"
2. i .( D 2 ij )
Qij * = ...........................................................................(VI-12)
hij .Dij
Dimana :
I = biaya set up family i item j
Dij = demand item j family i item j
hij = biaya simpan family i item j
Langkah-langkah dalam menentukan jumlah item yang di produksi adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan ukuran lot produksi
2. Konversi ukuran lot produksi dalam satuan agregat
Mengacu pada:
x i
= X*
i Z
X I LB i
X I UB i
Dimana:
S = Biaya set up untuk memproduksi family i
X* = Kebutuhan produksi yang ditentukan pada rencana agregat
Kij = Faktor konversi jumlah unit produksi j dalam family i terhadap unit
agregat produksi
Dij,t = Permintaan produk j dalam family i pada periode t
hi = Biaya simpan produk family i
Xi = Jumlah unit family i yang diproduksi
LBi = Batas bawah untuk produksi family i
UBi = Batas atas untuk produksi family i
Z = Kumpulan family yang diproduksi
Batas bawah ditentukan oleh kebutuhan untuk memenuhi persediaan cadangan pada
periode berikutnya. Perhitungan dilakukan dengan :
LBI [
= Max 0, K ij ( Dijt - I ijt 1 + SS ij ) ] ...............................(VI-15)
j i
Batas atas diperlukan untuk menjamin kelebihan persediaan tidak terakumulasi. Sebagai
contoh, suatu kebijaksanaan menentukan tidak lebih dari n periode persediaan. Perhitungan
batas atas adalah :
UBI [ ]
= K ij ( Dijt+k ) - I ijt 1 + SS i ........(VI-16)
j i
Jika UB < x* maka solusi di atas akan menghasilkan unit di atas bagian atas. Kelebihan
produksi tersebut harus dialokasikan relatif terhadap biaya persediaan. Jika biaya tiap family
sama, maka tingkat produksi adalah:
X *UBi
Yi * = .......................................................................................(VI-17)
UBi
j i
Jika LBi x* UBi, algoritma di atas akan memberikan jadwal produksi sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki.
2. Disagregasi family
Algoritma pertama yaitu melakukan disagregasi family. Langkah-langkah algoritma
yaitu :
Untuk iterasi 1, set = 1, P1 = x * dan Z1= z
S i ( K ij .Dij,t )
Yi = . p...............................................(VI-19)
i Si ( K ij .Dij,t )
j i
Langkah 2 : Untuk i Z1
Jika LBi yi UBi maka y * = yi
Z = {i Z
: yi < LB } Untuk semua family dimana y
i
i < UBi
Hitung :
+ = ( y1
UB) jika yi > UBi ......................................................(VI-20)
i z
= ( LBi
yi ) jika yi < LBi...............................................................................(VI-21)
i z
3. Disagregasi item
Langkah berikutnya yaitu membagi produksi family menjadi produk individu.
Algoritma disagregasi produk adalah sebagai berikut :
Langkah 1 : Untuk setiap family I yang diproduksi, tentukan jumlah periode N yang
memenuhi
Yij Kij [ Dijn + SSij Iijt-1] ...... ........................................................(VI-22)
Langkah 2 : Hitung
[
Ei = K ij ( Dijn ) - I ijt 1 + SS i ]
......................................................................................... (VI-23)
j i
Jika y ij* < 0 untuk semua produk, misalnya j = g, maka y ij* = 0 keluarkan produk g dari family
A.
6.3.8 Jadwal Produksi Induk (JPI)
Hasil disagregasi dari sebuah rencana agregat untuk menggabungkan produk produk
yang sama (identik) ke dalam kelompok produk, memecah permintaan dalam bulanan dan
kadang-kadang menentukan kelompok/produk, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap
produk individu dan pelayanan yang harus dijadwalkan secara spesifik pada setiap stasiun kerja
disebut Jadwal Produksi Induk (JPI).
Jadwal induk produksi (JIP adalah pernyataan produk akhir (end item) apa saja yang
akan diproduksi dalam bentuk jumlah dan waktu (kapan). Jadwal induk produksi merupakan
disagregrasi dan implementasi perencanaan produksi (agregate) (Rosnani, 2007, hal.90).
INPUT : PROSES :
1. Data Permintaan Total OUTPUT :
2. Status Inventori Penjadwalan
Jadwal Produksi
3. Rencana Produksi Produksi Induk
4. Data Perencanaan Induk (MPS)
(MPA)
5. Informasi dari RCCP
Umpan Balik
Number of Major
Assemblies
Engineering changes
Inventory Transaction MASTER PRODUCTION SCHEDULE (MPS)
(Contains on Hand balances, open order, lot (contains Bill of Material and show
sizes, lead time and sfety stocks) how product is produced)
Catatan pada kolom di atas mempunyai arti sebagai berikut (Oden, Langenwalter dan
Lucier, 1998) :
Gross Requirement: Total produksi yang harus dipenuhi pada periode waktu
tertentu. Untuk end item jumlah diproleh dari MPS, dan komponen jumlahnya
diperoleh dari planned order releases level sebelumnya.
Schedule Receipt (Biasa dikenal dengan dengan on-order, open order atau schedule
order): Material yang sudah dipesan, atau telah tiba.
Project on Hand: Jumlah inventory yang ada pada akhir periode yang dapat
digunakan untuk memenuhi demand pada periode berikutnya.
Net Requirement: Jumlah akhir dari item yang harus disediakan untuk memenuhi
master schedule requirements. (Net requirements sama dengan nol jika inventory
yang tersedia memenuhi gross requirements).
Planned Order Receipts: Ukuran dari perencanaan order (order belum
ditempatkan) pada periode yang dibutuhkan. Muncul pada periode waktu yang sama
seperti net requirements, tapi ukurannya dibatasi dengan ketentuan lot size yang
tepat.
Planned Order Releases: Saat order sudah di-release maka item sudah tersedia
pada saat dibutuhkan. Sama halnya dengan planned order receipt yang sudah
diimbangi dengan lead time. Planned order releases pada periode pertama
digunakan untuk material requirements level di bawahnya.
Tabel 6. 9 MRP Report Format Vertikal
Date Reference Parent Start Recpt Reqt Avail
15-Jun 25
15-Jun WO3519 CBA 25 0
22-Jun WO3518 12-Jun 50 50
22-Jun PL3622 CBA 25 25
etc
Item = A Bicycle, LT = 8 days, QQ = LFL, SS = 0
Tabel 6.12 Perbedaan Antara Sistem Persediaan Tradisional Dengan Sistem MRP
Lanjutan Tabel 6.12 Perbedaan Antara Sistem Persediaan Tradisional Dengan Sistem
MRP
Material Requirement
No Persediaan Tradisional
Planning
22 Dipakai untuk Dipakai untuk
kasus kebutuhan yang kasus kebutuhan yang
tidak bergantungan yaitu bergantungan, yaitu
apabila kebutuhan untuk apabila kebutuhan suatu
suatu item bergantung item tidak tergantung
terhadap kebutuhan item atau dapat dihitung dari
lainnya. Sehingga perlu kebutuhan item lainnya.
diawali peramalan untuk Ketergantungan ini bisa
mengetahui kebutuhan per vertikal (perakitan) atau
periode. horisontal (bahan
pelengkap).
33 Perhitungan Jumlah pesanan
jumlah yang harus dipesan dihitung dengan
(order size) dilakukan mengalokasikan harga-
untuk setiap item, harga persediaan yang
dihitung atas dasar ada (on hand) terhadap
peramalan kebutuhan kebutuhan kotor (gross
selama waktu ancang. Jadi requirement) dan
aksi merupakan antisipasi mengevaluasi kembali
Replenishment Order
40
On 30
Hand
20 10
20 20 20 20 20
Periode 1 2 3 4
Forecast 10 10 10 10
Actual 20
Replenishment Order
Order
40
Point
30
Logic
20
10
20
10 10 10 10
40
MRP
Logic 20 10
20 20 20 20
Periode 1 2 3 4
Forecast 10 10 10 10
Actual 20 20
Replenishment Order
Order
40
Point
30
Logic
20
20 10
10
40
MRP
Logic 20
20 20 20
4. Allocated
Komponen yang sudah dialokasikan pemakaiannya. Misalnya dipakai untuk pameran.
(Sheikh., 2002, hal. 117).
5. Level
Setiap bagian atau rakitan dalam suatu struktur produk yang ditandai dengan suatu kode
level yang memberitahukan level relatif dalam setiap bagian atau rakitan.
6. Item
Merupakan suatu hal pokok dari barang yang kita rencanakan. (Oden, Langenwalter dan
Lucier, 1998).
Seluruh informasi yang termasuk dalam Data Status Persediaan selanjutnya diuraikan
seperti pada Tabel 6.14.
Tabel 6.14 Data Status Persediaan
LEAD ON SAFETY
ALLOCATED LEVEL ITEM
TIME HAND STOCK
Lot sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran kuantitas
produksi dan pembelian. Untuk melakukan penentuan besarnya lot yang dibutuhkan dalam
MRP, dikenal beberapa metoda, antara lain (Plossl, 1994):
1. Metode Lot For Lot (LFL)
Jumlah pesanan untuk setiap perioda sama dengan jumlah kebutuhan pada perioda
tersebut akibatnya jumlah persediaan adalah nol ( 0 ).
2. Metode Least Unit Cost ( LUC )
Menentukan ukuran lot berdasarkan ongkos per unit terkecil dengan cara coba-coba.
Inc.Holding Cost = (T - 1) Rt O.Simpan
Dimana:
C Ongkos pesan setiap satu kali pemesanan
H Ongkos simpan/unit/periode
Meneritukan Ongkos Minimum
Rumus :
fe=Min.(zce + fC-1)...............................................................................(VI-29)
6. Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik didasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan bersifat berkelanjutan (continue) dan
pola permintaan yang stabil.
n
Keb.Bersih
S= i =1
.............................(VI-30)
n
2CS
EOQ = ...............................(VI-31)
H
Keterangan :
C = Ongkos Pesan (Rp./pesan)
H = Ongkos Simpan (Rp./unit / bulan)
S = Rata-rata Kebutuhan (unit / bulan)
7. Metode Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik ini berdasarkan pada interval pemesanan yang konstan, sedangkan kuantitas
pemesanannya (lot size) boleh bervariasi. Ukuran kuantitas pemesanan tersebut
merupakan penjumlahan kebutuhan bersih (RT) dari setiap periode yang tercakup dalam
interval pemesanan yang telah ditetapkan.
2C
T* = ...........................(VI-32)
HS
Keterangan :
C = Ongkos Pesan (Rp./pesan)
H = Ongkos Simpan (Rp./unit / bulan)
S = Rata-rata Kebutuhan (unit / bulan)
8. Metode Period Order Quantity (POQ)
Jumlah Pesan =
Kebutuhan Bersih ......(VI-33)
EOQ
POQ =
Periode .......................................(VI-34)
Jumlah Pesan
6.3.13 Capacity Requirements Planning (CRP)
CRP akan menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja
melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu
tertentu. Output yang dihasilkan dari CRP adalah Capacity Requirements Plan Report (CRRP).
CRRP ini menunjukkan sebuah grafik hubungan antara beban yang telah diperhitungkan
dengan kapasitas setiap periode.
6.3.13.1 Definisi CRP
Ada beberapa pengertian dari CRP, antara lain adalah sebagai berikut :
1. CRP adalah perbandingan kapasitas yang diperlukan secara detail dari MRP dengan
kapasitas yang tersedia saat ini (Blackstone, Fogarty and Hoffmann., hal. 430).
2. CRP adalah penentuan berapa dan kapan kapasitas tenaga kerja dan perlengkapan
dibutuhkan. (Tersine, et, al., 1994, hal. 371)
3. CRP adalah pengujian asumsi dan mengidentifikasi area atau daerah yang overload dan
underload, sehingga perencana dapat mengambil tindakan yang tepat (Oden,
Langenwalter dan Lucier. 1998, hal. 178).
6.3.13.2 Logika CRP
Konsep dari CRP sangat mudah. JPI dibuktikan melalui sistem MRP. Rencana pesan
dari sistem MRP digunakan untuk menentukan sebuah simulasi yang digunakan untuk
mengimbangi Lead Time dan menentukan waktu tiap pesanan yang keluar lewat tiap stasiun
kerja. Simulasi penentuan berlanjut oleh job-job yang telah selesai dilantai pabrik. Dari
simulasi ini didapat sebuah laporan beban mesin yang memproduksi Part-part tertentu.
Laporan beban mesin diproduksi untuk tiap stasiun kerja dibandingkan untuk kapasitas yang
tersedia pada stasiun.
Pada Gambar 6.14 dapat dilihat bahwa perbedaan antara MRP dan CRP terletak pada
input yang diperolehnya, MRP memperoleh input dari JPI (Master Production Schedule/MPS),
dengan memperhatikan product structure dan inventory status sedangkan CRP memperoleh
No
Is Capacity
Available
Yes
SCHEDULE RECEIPT
STATUS
CAPACITY
REQUIREMENTS CAPACITY REQUIREMENTS
PLANNING PLANNING REPORTS
(CRP)
PLANNED ORDERS
1. Alat Tulis
2. Kalkulator
3. Set data praktikum
Lead Time semua produk
Demand aktual
Hari kerja
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Arman., 2008, Perencanaan dan Pengendalian Produksi Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ginting, Rosnani., 2007, Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bedworth, David D., 1987, Integrated Production Control Sistem, Jhon Wiley & Sons.
7.1 Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini akan menyebabkan terjadinya
persaingan yang cukup ketat antar perusahaan. Peran informasi yang cepat dan tepat serta akurat
dalam perusahaan amat sangat di butuhkan untuk membantu manajemen dalam mengambil
keputusan, menentukan kebijakan dan meningatkan aktivitas operasional perusahaan. Untuk
menghasilkan informasi yang cepat, tepat dan akurat harus di dukung dengan sistem informasi
yang baik. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan tersebut dapat lebih unggul dalam persaingan
dengan perusahaan perusahaan sejenis lainnya. Pada setiap perusahaan banyak sekali kegiatan
yang dapat mempengaruhi suksesnya perusahaan tersebut. Salah satu bagian terpenting dalam
perusahaan manufaktur adalah proses produksi.
Salah satu masalah yang terjadi pada proses produksi adalah beban kerja yang tidak
sama diantara stasiun kerja. Hal ini menyebabkan penumpukan material pada stasiun kerja yang
memiliki waktu operasi lama dan besarnya waktu menganggur pekerja dalam melakukan
pekerjaannya karena stasiun kerja berikutnya mengalami penundaan. Akibat lainnya adalah
kompensasi ongkos-ongkos yang hilang serta akibat psikologis yang negatif bagi pekerja.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat dilakukan Line Balancing (Keseimbangan Lintasan).
Line Balancing (Keseimbangan Lintasan) merupakan upaya untuk meminimumkan
ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama
di setiap work center sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan dan meminimisasi
waktu menganggur ditiap work center, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap
work center. Dengan Line Balancing menciptakan keseimbangan dalam lintasan kerja dapat
meminimasi terjadinya penghamburan sumber daya dan fasilitas perusahaan serta minimasi
waktu menunggu (Delay Time).
KOMPONEN + INFORMASI
Operator
P
E Pengaturan
R
A Proses
K
I
T Peralatan Teknikal
A
N Kendali / Control
PRODUK
Fungsi perakitan aktual dapat dibagi kedalam 3 unsur fungsi (M. Myrup A, 1983, hal.
18):
1. Fungsi Handling, menaruh dua atau lebih objek ke dalam posisi timbal balik tertentu,
CHECKING
HANDLING COMPOSING - Kedatangan
- Berdasarkan bentuk - Posisi
- Berdasarkan kekuatan - Kualitas rakitan
- Berdasarkan material
TRANSPORTING
- Memindahkan (moving)
- Memisahkan (separate)
- Menggabungkan (merging)
- Mengarahkan (orientating)
- Memutar (turn/rotate)
- Mengalokasikan (allocating)
- Memasang/menghubungkan (insertion/extraction)
POSITIONING
- Mengarahkan (Aligment)
- Merelokasi (Insertion)
PROSES
Bahan PEMBELIAN PERAKITAN PENJUALA Bahan
N
Baku Jadi
Gambar 7.3 Konsep Sistem dari Perusahaan yang Menampilkan Hubungan dari
Perakitan dengan Fungsi Lainnya
(M. Myrup A, 1983, hal. 49)
4. Adjustment System
Tugas dalam adjustment system ini ada pada penempatan dan penggabungan komponen.
5. Sistem Khusus (Special Systems)
Yang termasuk dalam sistem khusus ini adalah menggabungkan sub sistem seperti
sistem produksi atau sistem pengepakan.
6. Sistem Pengendalian (Control System)
Sistem pengendalian ini ada dua cara yaitu:
a. Teknikal, yaitu informasi dari proses sehingga proses perakitan dapat dikendalikan
b. Organisasi, yaitu informasi proses menentukan pertumbuhan perakitan dan
penempatannya dalam sistem produksi.
7. Sistem Pemeliharaan (Maintenance System)
Operasi sistem pemeliharaan untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki alterasi
sistem perakitan.
8. Auxilary System
Operasi sistem auxiliary dapat menyediakan material dan energi.
Performansi dari suatu sistem perencanaan dan pengendalian produksi dapat diukur
dari:
a. Tingkat kemungkinannya untuk dilaksanakan,
b. Tingkat kemudahan dalam melakukan aktivitas pengendalian,
c. Tingkat keseimbangan pembagian kerja.
2. Performansi Sistem Fisik
Performansi dari suatu sistem fisik dapat dilihat dari:
a. Pencapaian target produksi (volume, waktu),
b. Kualitas produksi,
c. Ongkos produksi,
d. Kepuasan kerja para pekerja.
7.3.1.4 Deskripsi Ship Floor Perakitan
Setiap hari PPC menyampaikan Assembly Line Order dan Routing Report kepada
Supervisor. Berdasarkan pada assembly Line report yang disampaikan dari supervisor, PPC
memperbaharui assembly Line order untuk hari berikutnya.
Istilah-istilah pada shop floor perakitan:
1. Receiving
Operator receiving menerima material dari gudang material berdasarkan Assembly Line
Order. Operator receiving menyediakan dan mengisi Move Ticket sesuai dengan
Routing Report. Material yang dilengkapi dengan Move Ticket di sampaikan ke stasiun
2. Metode Probabilistik
Metode ini dikembangkan oleh para ahli karena seringkali mengalami kesulitan dalam
memecahkan keseimbangan lintasan perakitan. Kesulitan tersebut terutama yang
disebabkan oleh adanya perubahan kecepatan kerja dari para operator apabila mereka
beralih dari satu siklus ke siklus berikutnya. Perubahan kecepatan kerja ini timbul akibat
adanya variasi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan. Sehubungan
dengan adanya variasi waktu elemen kerja dalam lintasan perakitan dengan melakukan
penelitian yang ditunjukkan pada aspek elemen kerja yang bervariasi (Elsayed et al.,
1994, hal. 366).
3. Metode Branch and Bound
Pada dasarnya metode Branch and Bound adalah prosedur diagram pohon keputusan.
Setiap iterasi dari prosedur ini dimulai dengan sebuah simpul yang menggambarkan
penugasan elemen-elemen kerja pada sebuah stasiun kerja.
Apabila ditemukan bahwa tidak ada solusi yang terdekat, prosedur bercabang pada
sejumlah simpul turunan yang sebelumnya tidak terdominasi tetapi feasible kemudian
dihitung batas bawah untuk setiap simpul. Simpul yang batas bawahnya paling kecil
akan diambil sebagai patokan untuk iterasi berikutnya, seandainya solusi awalnya baik.
4. Metode Pabrikasi
Persoalan keseimbangan sebuah lintasan pabrikasi lebih sulit untuk dipecahkan jika
dibandingkan dengan masalah lintasan perakitan. Hal ini disebabkan pada lintasan
pabrikasi tidak mudah untuk membagi operasi-operasi ke dalam elemen-elemen yang
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VII-14
lebih kecil untuk didistribusikan. Pembatas ini akan memberi ruang gerak dalam
melakukan perencanaan lintasan pabrikasi. Sebagai contoh seorang operator yang
melakukan pekerjaan merakit dapat dengan mudah untuk dipindahkan dari satu
pekerjaan perakitan ke pekerjaan lainnya. Sedangkan pada lintasan pabrikasi, sebuah
mesin atau peralatan sangat sukar untuk digunakan dalam bermacam-macam pekerjaan,
tanpa biaya set-up yang mahal.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan layout yang baik sehingga mesin
yang ada dapat digunakan secara efektif, sebab dengan adanya mesin yang menganggur
akan memberikan ongkos yang dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan. Jadi
dalam mengatasi lintasan pabrikasi diperlukan suatu analisa pada bidang lain. Karena
dengan penambahan peralatan sebagai alternatifnya, yang berarti penambahan ongkos
tetap atau penambahan ongkos variabelnya.
5. Metode Heuristik
Karena masalah keseimbangan lintasan perakitan merupakan persoalan-persoalan
kombinasi yang belum bisa dipecahkan secara praktis, maka berkembanglah metode
heuristik sebagai suatu metode yang dapat memecahkan masalah keseimbangan lintasan
secara praktis. Prosedur heuristik untuk memecahkan masalah keseimbangan lintasan
ini pertama kali dikembangkan oleh Fred M. Tonge.
Pendekatan secara heuristik ini didasarkan atas penyederhanaan persoalan kombinasi
yang kompleks sehingga dapat dipecahkan secara sederhana dan dengan metode yang
mudah dimengerti. Pendekatan dengan metode heuristik ini sebenarnya tidak menjamin
suatu solusi optimal sehingga kriteria yang pokok untuk suatu pendekatan dengan
metode heuristik, adalah:
1. Pemecahan akan lebih baik dan lebih cepat.
2. Lebih murah dan lebih mudah untuk diaplikasikan ke komputer.
3. Lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya.
Langkah awal dari setiap metode keseimbangan lintasan dengan menggunakan
metode heuristik yang ada bermula dari precedence diagram dan precedence matriks.
Pembuatan precedence diagram biasanya menggunakan data yang berasal dari Peta
Proses Operasi. Kemudian langkah selanjutnya akan mengalami perbedaan yang sesuai
dengan cirinya masing-masing.
Beberapa metode heuristik yang umum digunakan dengan teknik manual adalah
sebagai berikut:
a. Metode Helgeson Birnie (Ranked Position Weight/RPW)
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VII-15
Ranked Position Weight (RPW) merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menyeimbangkan lintasan pada proses produksi dengan diketahui terlebih dahulu
waktu-waktu yang ada dalam proses perakitan tersebut dengan tujuan agar proses
produksi itu berjalan dengan baik. Metode ini diusulkan oleh W.B Helgeson dan D.P.
Birnie. (Elsayed et al., 1994, hal. 360)
Langkah-langkah pengolahannya adalah:
1. Lakukan pembobotan dengan cara menentukan jalur / node / jaringan terpanjang
dari masing-masing operasi / tugas berdasarkan waktu proses dengan melihat
kepada precedence yang ada (Position Weight),
2. Jumlahkan waktu operasi dari jalur / node / jaringan yang telah terbentuk,
3. Urutkan/ranking operasi-operasi berdasarkan waktu terpanjang (Position Weight
terbesar). Operasi yang memiliki bobot tertinggi diberi ranking pertama,
4. Alokasikan operasi yang mempunyai ranking paling awal kepada stasiun yang
lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram,
5. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada,
6. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh
melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan dan tidak melanggar precedence
diagram.
b. Metode Largest Candidate Rule (LCR)
Metode Largest Candidate Rule (LCR) merupakan penentuan operasi pada stasiun kerja
dengan mengurutkan waktu operasi yang terbesar hingga yang terkecil. Waktu yang
terbesar memiliki ranking satu (1), kemudian perangkingan tersebut diikuti oleh waktu-
waktu operasi selanjutnya. Pengalokasian operasi tiap komponen pada stasiun dimulai
dengan operasi yang memiliki ranking awal, tetapi hal ini harus tetap dilakukan dengan
memperhatikan precedence diagram (Elsayed et al., 1994, hal. 364).
Langkah-langkah pengolahannya adalah:
1. Urutkan/ranking setiap operasi/tugas berdasarkan waktu proses terlama/terbesar,
2. Alokasikan operasi yang mempunyai ranking paling awal kepada stasiun yang
lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram,
3. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada,
4. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh
melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan dan tidak melanggar precedence
diagram.
c. Metode Kilbridge Wester (Region Approach/RA)
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VII-16
Metode ini membagi precedence diagram dalam beberapa wilayah secara vertikal dan
pada setiap wilayah tidak boleh ada dua operasi yang berurutan. Operasi yang tidak
memiliki pendahulu (predecessor) ditempatkan pada wilayah yang paling awal.
Pengalokasian operasi pada stasiun diawali dengan operasi yang berada pada daerah
yang lebih awal dengan tetap memperhatikan precedence diagram, dengan catatan
bahwa ketika akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah berikutnya, maka
seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya harus sudah ditempatkan pada
stasiun yang ada.Pada prinsipnya metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu
operasi yang memiliki tanggung jawab yang besar (Elsayed et al., 1994, hal. 353).
Langkah-langkah pengolahannya adalah:
1. Bagi precedence diagram yang ada ke dalam beberapa wilayah (region),
2. Pembagian wilayah ini dilakukan secara vertikal, yang mana setiap wilayah tidak
boleh ada dua operasi yang saling berhubungan,
3. Operasi yang tidak memiliki operasi pendahulu (predecessor) diletakkan pada
wilayah yang pertama/ lebih awal,
4. Alokasikan operasi yang terletak pada wilayah yang paling awal kepada stasiun
yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram,
5. Setiap operasi yang berada pada wilayah yang sama mempunyai hak yang sama
untuk dialokasikan kepada stasiun yang ada, oleh karena itu bisa dipilih operasi
mana saja yang akan dialokasikan ke dalam stasiun yang ada,
6. Jika kita akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah berikutnya, maka
seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya harus sudah dialokasikan
semuanya,
7. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada,
8. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak boleh
melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan dan tidak melanggar precedence
diagram.
d. Metode Moodie Young (MY)
Metode Moodie Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah membuat
pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-task, tidak
dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase
satu (Elsayed et al., 1994, hal. 357).
Fase 1: Elemen kerja ditandai dengan stasiun kerja yang berhubungan dalam garis
perakitan. terutama dengan metode Largest Candidate Rules (LCR). LCR terdiri dari
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VII-17
penentuan nilai elemen yang tersedia (dengan tidak memperhatikan precedence) sesuai
dengan penurunan nilai waktu. (lihat langkah-langkah waktu pengolahan LCR).
Fase 2: Fase ini berusaha untuk membagi waktu menganggur secara merata untuk
seluruh stasiun kerja dengan mekanisme trades and transfers antar stasiun. Langkah-
langkah dalam fase 2 ini adalah sebagai berikut:
1. Tentukan waktu stasiun terbesar (STmax) dan waktu stasiun terkecil (STmin) fase 1.
2. Setengah dari perbedaan kedua nilai tersebut dinamakan GOAL
STMax STMin
GOAL ................(VII-2)
2
3. Tetapkan seluruh elemen tunggal pada STMax yang kurang dari 2 kali nilai GOAL
dan tidak melanggar aturan precedence jika dipindahkan ke STMin.
4. Tetapkan seluruh kemungkinan pertukaran dari single elemen dari STMax ke single
elemen STMin seperti halnya reduksi di STMax dengan menambahkan elemen ke
STMin yang mempunyai waktu operasi mendekati nilai GOAL dengan
memperhatikan precedencenya.
5. Lakukan pertukaran atau perpindahan berdasarkan operasi yang memiliki selisih
terkecil dengan GOAL.
6. Jika tidak ada pertukaran atau perpindahan yang memungkinkan antara stasiun
terbesar dan terkecil, tempatkan pertukaran dan perpindahan antara stasiun yang
telah diurutkan dengan berdasarkan pada nilai N (N-stasiun dirankingkan
berdasarkan nilai idle time terbesar), N 1, , 3, 2, 1.
7. Jika tidak ada pertukaran atau perpindahan yang mungkin dilakukan, maka kurangi
pembatasan dari nilai GOAL dan tetapkan, melalui langkah pertama sampai dengan
langkah 6 untuk mendapatkan pertukaran atau perpindahan yang tidak akan
menaikkan waktu masing-masing stasiun yang tidak melebihi cycle time.
7.3.3.5 Pembatas dalam Keseimbangan Lintasan
Dalam menyeimbangkan lintasan ada beberapa faktor yang dijadikan pembatas-
pembatas tersebut antara lain:
1. Pembatas Teknologi (Technological Restriction)
Pembatas ini sering juga disebut precedence constraint dalam bahasa keseimbangan
lintasan. Yang dimaksud pembatas teknologi adalah proses pengerjaan yang telah
ditentukan. Untuk proses serta ketergantungannya digambarkan dalam diagram
kebergantungan (Precedence Diagram) dan Operation Process Chart (OPC).
2. Pembatas Fasilitas (Facility Restriction)
ST i
LE i 1
x100% ..................................................... .............................(VII-3)
K.CT
3. Delay Time
k
DT K.STmax STl ................................................. .............................(VII-5)
i 1
1
5 2 3
1 2 7 11
4
3
8 9
(a)
4
3
1 1 5 2 3
6
1 4 5 6 7 11
3 5
9 10
(b)
4
3
1 2 3
1 5 6
1 4 5 6 7 11
4 3 5
8 9 10
(c)
Gambar 7.5 Precedence Networks untuk Dua Lintasan Produk (a) Produk 1 ; (b) Produk
2 ; (c) Produk 3
(Bedworth dan Bailey, 1987, hal. 375)
Keterangan : Gambar 7.5 (c) merupakan precedence mixed-product dari produk 1 dan produk
2
15)
Dimana : = Jumah seluruh data pengamatan (xi)
n = Jumlah pengamatan yang dilakukan
2. Hitung Waktu Normal (Wn)
Waktu Normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor
penyesuaian , yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan faktor penyesuaian. Cara
sederhana melakukan perhitungan Waktu Normal adalah:
=
.....(VII 16)
Dimana : = Faktor penyesuaian
3. Hitung Waktu baku (Wb)
Cara sederhana melakukan perhitungan Waktu Normal adalah:
= (1 + )
.(VII 17)
Dimana : I = Faktor kelonggaran
Andreasen, M. Myrup. 1983. Design For Assembly. British Library Cataloguing Publication
Data: IFS (Publication).
Bedworth dan Bailey, David D.1987. Integrated Production Control System. John Willey &
Sons, New York Chichester Brisbane Toronto Singapore.
Biegel, Jhon E. 1992. Production Control: A Quantitative Approach. Prentice Hall of India:
New Delhi.
Elsayed. 1994. Analysis And Control Of Production Systems. Prentice Hall International
Editions.
Gaspersz, Vincent. 2001. Production Planning and Inventory Control Berdasarkan
Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 2. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Heizer dan Render, Render. 1993. Production and Operations Management: Strategies and
Tactics. Allyn and Bacon.
Sutalaksana, Ifthikar.Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Institut Teknologi Bandung.
Riyanto, J. 1986. Produktivitas dan Tenaga Kerja. SIUP : Jakarta.
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VII-28
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM MANUFAKTUR VII-29
MODUL VIII
PENGENDALIAN KUALITAS
Disusun oleh :
Nur Rahman Asad, S.T., M.T.
Dewi Shofi Mulyani, S.T., M.T.
Asep Nana Rukmana, S.T., M.T.
Iyan Bachtiar, S.T., M.T.
8.1 Pendahuluan
Pengendalian kualitas merupakan teknik yang sangat bermanfaat agar suatu perusahaan
dapat mengetahui kualitas produknya sebelum dipasarkan kepada konsumen. Teknik
pengendalian kualitas dapat membantu perusahaan dalam mengetahui kelayakan kualitas
produk berdasarkan batas-batas kontrol yang telah ditentukan. Tujuan dari pengendalian
kualitas adalah terciptanya perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous
improvement) sehingga diperoleh perbaikan yang maksimal. Pada modul ini membahas
penyebab kecacatan pada produk dan memberikan usulan perbaikan sehingga tingkat kecacatan
bisa diminimasi.
PL
A
DO
QUALITY
A
K
CT
EC
CH
Tabel 8. 2 Checksheet
2. Histogram
Histogram adalah bentuk dari grafik kolom yang memperlihatkan distribusi yang
diperoleh bila mana data dalam bentuk angka telah terkumpul. Dalam histogram, nilai dari
peubah berkesinambungan digambarkan pada sumbu horizontal yang dibagi dalam kelas atau
sel yang mempunyai ukuran sama. Histogram ini digunakan untuk menentukan masalah dengan
memeriksa bentuk disperse, nilai rata-rata, dan sifat dispersi.Contoh histogram dapat dilihat
pada Gambar 8.3.
HISTOGRAM
16
14
Jumlah Cacat
12
10
8 Jumlah cacat
6
4
2
0
A B C D E F G
Penyebab Cacat
Gambar 8. 3 Histogram
Peta kendali x digunakan untuk memonitor stabilitas mean sebuah proses. Peta
x1 x2 ... xn x
j 1
j
x
n n
............................................................................(VIII-1)
2) Peta kendali R
Peta kendali R digunakan untuk memonitor stabilitas variasi proses. Peta kendali R
- Menghitung R
R1 R2 ... Rk
R ...........................................................................(VIII-6)
k
Menghitung batas-batas kendali :
Batas Kendali Atas (Upper Control Limit) = D4 R
........................(VIII-7)
Batas Kendali Bawah (Lower Control Limit) = D3 R
....................(VIII-8)
.............................................................................................................(VIII-13)
Dimana :
3) Peta kendali c
Jika peta p dan np didasarkan pada unit produk yang cacat maka peta kendali c
digunakan untuk mengendalikan jumlah total kecacatan per unit dimana ukuran
masing-masing sampel harus konstan.
k
Ci
c
i 1 n
................................................................................................................(VIII-17)
Dimana :
4 Korelasi negatif
Pertambahan pada sumbu x akan menyebabkan penurunan pada
sumbu y.
Maka x dapat dikendalikan sebagai pengganti y
5 Korelasi negatif mungkin ada
Pertambahan pada sumbu x menyebabkan kecenderungan
penurunan sedikit pada sumbu y.
Perubahan y tidak semata-mata disebabkan oleh x.
6 Peaks
Diagram terbagi dua
Area kiri dapat diperlakukan sebagai korelasi positif dan area
kanan sebagai korelasi negatif.
6. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah histogram data yang mengurutkan data dari frekuensinya
terbesar hingga terkecil. Diagram pareto dipergunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
mutu yang perlu mendapatkan prioritas perbaikan dan pengendalian. Diagram pareto dapat
menunjukan item kecacatan yang sering muncul, kecacatan tersebut ditangani terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan dengan item cacat tertinggi kedua dan seterusnya.
Kegunaan diagram pareto antara lain:
a. Menunjukkan masalah utama dengan menunjukkan urutan prioritas dari beberapa
masalah.
b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan.
c. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah terbatas.
d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan.
Contoh diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 8.4.
DIAGRAM PARETO
77 120
JUMLAH CACAT
100
57 JUMLAH CACAT
80
37 60
KUMULATIF %
40 CACAT
17
20
-3 0
1 2 3 4 5 6 7
PENYEBAB CACAT
Manusia Mesin
Kualitas
Cause Effect
6 6
USL LSL
c ..........................(VIII-25)
p
6
Dimana :
USL = Upper Specification Limit
LSL = Lower Specification Limit
= Standar Deviasi Proses
Keterangan :
C p
= 1 proses berada ditengah dan memenuhi spesifikasi
C p
< 1 proses tidak memenuhi spesifikasi
C p
< 1 proses memenuhi spesifikasi tapi harus dilakukan monitoring.
C pu
= Capability Process Upper
C pl
= Capability Process Lower
(Besterfield. Dale. H, dkk., 2003. Total Quality Management, Third Edition, New Jersey: Prentice Hall International, Inc.)
a. Process FMEA
(Besterfield. Dale. H, dkk., 2003. Total Quality Management, Third Edition, New Jersey: Prentice Hall International, Inc.)
8.3.5 Pendekatan 5W + 1H
Pada dasarnya, rencana rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi
sumber sumber daya serta prioritas dan alternatif yang akan dilakukan dalam implementasi
dari rencana itu. Bentuk pengawasan dan usaha usaha untuk mempelajari melalui
pengumpulan data dan analisis ketika implementasi dari suatu rencana juga harus direncanakan
pada tahap ini (Gaspersz, 2002).
5W + 1H dapat digunakan pada tahap improvement ini. (1) What, apa yang menjadi
target utama dari perbaikan kualitas? (2) Why, mengapa rencana tindakan diperlukan? (3)
Where, dimana rencana tersebut dilaksanakan? (4) Who, siapa yang akan mengerjakan aktivitas
rencana itu? (5) When, kapan tindakan ini akan dilaksanakan? (6) How, bagaimana
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Dorothea Wahyu, 2003. Pengendalian Kualitas Statistik dan Pendekatan Kuantitatif
dalam Manajemen Kualitas, Yogyakarta: Penerbit Andi.