Anda di halaman 1dari 456

A D I N D A A L Y S S A

FRY END
Possessive Ex-Boyfriend

All Rights Reserved

Penerbit: Lyss Self-Publisher

Penulis: Adinda Alyssa

Penyunting: Adinda Alyssa

Layout: Adinda Alyssa

Cover by Canva

More Info About The Author:

Wattpad: @adindaalyssa

Instagram: @adindalyssaxo

More Info About The Publisher:

Instagram: @lyssselfpublishing

2
Wattpad: @adindaalyssa

Contact Person/Whatsapp: 087886900827

Email: lysscatleya@gmail.com

Hak cipta penulis dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang menyalin/menjual-belikan/memperbanyak
sebagian atau seluruh isi novel tanpa izin penulis.

3
Prologue
"Mengapa kau mencium dia?" tanya Ace dengan
tenang, Nina merinding karnanya.

Nina mengenal Ace selama tiga tahun, ia tahu betul


bahwa ketenangan Ace itu sebenarnya adalah
amarahnya.

"Dia menciumku, aku tidak menciumnya" jawab


Nina berusaha untuk tidak terintimidasi akan aura
Ace.

"Dan kau membiarkannya sweetheart..." ucap Ace


dengan nada yang terlalu manis "Kau membiarkan
dia menciummu"

Nina memalingkan wajahnya karna mata Ace yang


terlalu intense "Itu tidak ada urusannya denganmu,
bukan?"

Ace tertawa.

Nina merasakan dagunya ditarik oleh Ace "Semua


adalah urusanku jika itu menyangkut dirimu, sudah
kubilang kalau kau milikku, mine..."

4
Nina menatap Ace tajam "Kau mantan kekasihku,
kita sudah tidak menjalin hubungan"

"Kita memang bukan lagi sepasang kekasih.


Namun, bukan berarti kau berhenti menjadi milikku
sweetheart..." Ace tersenyum miring "Kau selalu
milikku...Always...Mine..."

~~••••~~

5
Chapter 1
♥Her ♥

Ace melihat kartu di tangannya, ia melirik gerak


gerik Jason yang sedang berpikir untuk
mengeluarkan kartunya.

Seperti biasanya, Ace dan teman-temannya akan


bermain di club miliknya setiap malam minggu.
Mereka akan menghabiskan waktu di ruangan
private di club Ace sambil bermain kartu dan
meminum alkohol. Terkadang mereka akan menuju
bar dan memikat para wanita disana sambil
mengajaknya berdansa dengan dentuman musik
yang menulikan telinga dan alkohol yang
memabukkan mereka.

Setiap malam Ace berada di clubnya sambil melihat


wanita-wanita berdansa, lalu ia akan meminum
alkohol sampai mabuk, dan pulang ke rumah
dengan keadaan tidak sadarkan diri. Memang
kesannya liar. Tetapi, Ace menyukai gaya hidupnya
itu.

Young. Wild. And Free. Begitulah moto hidup


Ace.

6
"Yo Noah my man! What's up?" sapa Daniel yang
berhenti sejenak bermain billiard.

Ace yang mendengar nama Noah langsung


mendongak dari kartu yang ia pegang dan melihat
Noah yang sedang berdiri dengan wanita
dipelukannya.

"Seriously dude? Kau kesini untuk mengambil


wanita dan membawanya pulang?" ujar Ace dengan
sebelah alis yang terangkat.

"Diam" geram Noah "Aku sedang tidak mood untuk


bercanda"

Jason tersenyum lebar melihat wanita yang ada di


pelukan Noah "Siapa wanita yang beruntung kali
ini?"

Seakan-akan menjawab pertanyaan Jason, helaian


rambut wanita tersebut jatuh ke bahunya sehingga
memperlihatkan wajah wanita tersebut.

Semua terdiam.

Daniel menjatuhkan tongkat billiard yang ia pegang


"Holy sh!t! Bukankah itu asisten pribadimu? Damn
Noah!"

7
"Ini bukan seperti yang kalian pikirkan!" Noah
menggeram.

"Jadi kau tidak meniduri asisten pribadimu?" tanya


Daniel dengan senyuman tersembunyi.

"Shut up! Dia hanya sekedar asisten pribadiku!"

Ace melihat bibir Noah yang sedikit membengkak


dan terdapat bekas lipstick, dia pun menyeringai
"Hanya sekedar asisten pribadi katamu? Lalu
mengapa ada bekas lipstick di bibirmu?"

Jason dan Daniel tertawa.

Noah menggerutu.

"Diamlah! Itu bukan urusanmu! Aku kesini ingin


meminta bantuan kalian. Aku akan mengantar Raya
pulang sementara kalian mengantar teman
temannya pulang"

"Siapa memangnya?" tanya Daniel.

"Ashley dan Nina. Mereka karyawanku juga. Aku


melihat mereka mabuk di bar dan aku tidak mau
sesuatu terjadi pada mereka" jawab Noah.

"Nina?" bisik Ace.

8
"Ya Nina..." Noah mengerutkan dahinya "Kau
mengenal dia?"

Ace menelan ludahnya lalu meneguk satu gelas bir


di tangannya "Tidak"

Noah memperhatikan temannya itu curiga "Baiklah


kalau begitu antarkan dia pulang"

"Entahlah Noah aku sibuk" ucap Ace yang kembali


memainkan kartunya.

"Apa dia cantik? aku saja yang mengantarnya"


sahut Daniel.

Ace melempar kartu miliknya sambil menatap


Daniel tajam "Aku berubah pikiran. Aku yang akan
mengantarnya" Ace pun berdiri dan mulai berjalan
keluar dari ruangan pribadi yang ada di clubnya itu.

"Oh dan biar Jason yang mengantar temannya yang


bernama Ashley itu" ucap Ace seakan tahu bahwa
Daniel ingin merebut kesempatan dalam
kesempitan.

"Hey guys! Tidak adil!" gerutu Daniel.

"Kau diam saja disini. Awasi club ini" perintah


Noah yang berjalan pergi dengan Raya yang masih
di pelukannya.

9
Jason menepuk bahu Daniel sambil tertawa kecil.

~♥♥♥~

Ace melihat sekeliling club miliknya dan mendapati


wanita yang ia cari-cari. Wanita itu sedang ada di
lantai dansa. Ia bergoyang dengan lihai mengikuti
irama musik dengan rambut panjang berwarna
hitamnya ikut bergoyang kesana kemari.

Ace melihat wanita tersebut dengan intense. Ada


rasa sakit di hatinya ketika melihat wanita tersebut
setelah sekian lama. Rasa sakit yang ia kira sudah
hilang kini kembali lagi.

Perlahan, Ace mendekati wanita tersebut lalu ia


memeluknya dari belakang "Nina..."

Nina berhenti berdansa, ia membalikkan badannya


melihat orang yang memeluknya itu, matanya
langsung bersinar ketika melihat wajah yang
familiar tersebut.

"Ace!" pekik Nina sambil mengalungkan tangannya


di leher Ace.

Ace menegang akan sentuhan Nina. Tangannya


diletakkan di pinggang Nina lalu dengan pelan
meremasnya.

10
"Mengapa kau selalu datang ke dalam bayang
bayangku huh?!" teriak Nina dengan badan yang
sempoyongan "Mengapa kau terus-menerus berada
di pikiranku?!"

Ace bisa mencium bau alkohol dari mulut Nina. Ia


menautkan kedua alisnya, berapa banyak yang Nina
minum sampai dia semabuk ini?

Ace menangkap tubuh Nina ketika ia mulai terjatuh.


Ace merasa Nina sudah pingsan di pelukannya. Ia
mengangkat Nina dengan bridal style.

Ace melihat wajah Nina. Ia memperhatikan alisnya


yang tebal, bulu matanya yang lentik, pipinya yang
merah, hidungnya yang kecil menggemaskan, dan
terakhir bibirnya yang merah muda. Ace tahu persis
bagaimana rasanya mengecup bibirnya itu. Ia masih
ingat sensasi yang ia rasakan ketika mencumbunya.

Ace pikir ia sudah melupakan Nina. Namun,


melihatnya sekarang membuat masa kenangan yang
dulu kembali lagi ke pikiran Ace. Dan seketika Ace
mengingat segala hal tentang Nina.

Ace mengeratkan pegangannya disekitar Nina. Ia


membawa Nina ke pelukannya. Hal terakhir yang
dia sadari ketika ia memeluk Nina adalah ia sangat
merindukannya...

11
~♥♥♥~

Nina membuka matanya lalu menutupnya kembali


akibat sinar matahari yang menyilaukan. Ia
kemudian mengedip-ngedipkan matanya lalu
melihat sekeliling ruangan yang tampak asing
baginya.

"Ugh"erangnya ketika ia bangun dari posisi


tidurnya, tangannya memegangi kepalanya yang
pusing.

Nina kini benar-benar melihat ruangan dimana dia


berada. Kamar yang sangat asing dan sangat luas
yang membuat dia sadar bahwa dia sedang tidak
berada di kamarnya sendiri.

Nina memekik. Ia membuka selimut yang berada di


badannya lalu terkejut ketika melihat ia memakai
kaus dan celana basket pria.

Oh Tuhan...

Jantung Nina berdegup kencang. Ia sungguh tidak


ingat apa yang terjadi semalam. Apa yang dia
lakukan sehingga bisa sampai di tempat orang asing
ini?!

Dengan sigap, Nina langsung mengambil barang


barangnya dan bajunya yang tergeletak di lantai.

12
Dia keluar dari kamar yang luas itu. Kepalanya
menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat apakah
ada orang selain dia disekitarnya. Ketika yakin tidak
ada orang satupun, ia langsung turun ke tangga
dengan perlahan-lahan. Dari apa yang ia lihat,
nampaknya ia berada di dalam rumah yang besar.

"Sudah ingin pergi secepat itu?" Nina terdiam


membeku ketika mendengar suara berat dari
belakangnya.

Dengan perlahan, Nina membalikkan badannya dan


menyiapkan dirinya untuk menghajar siapapun itu
yang membawanya kemari.

"A-Ace?" Mata Nina membulat ketika melihat Ace


yang dengan santainya bersender di meja dapur
dengan kedua tangannya dilipat di depan dada.

Nina mengedip-ngedipkan matanya, mengira bahwa


yang dilihatnya hanya sebatas halusinasi. Lagipula
ini bukan pertama kalinya ia berhalusinasi akan
sosok Ace.

"Apa kau selalu seperti ini?" Ace menaikkan satu


alisnya.

"A-apa?" Nina masih mematung tidak percaya.

13
Ace mendesah sambil memutar kedua bola matanya
"Aku bertanya apakah kau selalu seperti ini?"

Nina akhirnya sadar bahwa yang di depannya ini


adalah Ace yang asli dan bukan hanya halusinasinya
saja.

"Apa maksudmu?" Nina mengernyitkan dahinya


tidak mengerti pertanyaan Ace.

"Apa kau selalu mabuk dan menari dengan pria


asing di club dan membiarkan pria tersebut
membawamu ke tempatnya untuk melakukan hal
hal yang menjijikan pada tubuhmu lalu kau akan
kabur pagi harinya sebelum pria itu sadar kalau kau
telah pergi?"

Hati Nina merasa sakit ketika mendengar kata-kata


Ace. Namun, Nina tidak ingin menunjukkan kepada
Ace bahwa Nina peduli akan perkataannya.

"Jika aku memang seperti apa yang kau katakan,


lalu kenapa? Apa urusannya denganmu?" Nina
menatap Ace dengan arogan dan sekaligus
memancing amarah Ace.

Mata Ace menggelap sekilas namun berubah


kembali seperti normal. Ia menatap Nina dengan
tatapan bosan "Tidak ada urusannya denganku sama

14
sekali. Pergilah, disitu pintu keluarmu" Ace
menunjuk pintu dengan dagunya.

Nina menatap Ace dengan tajam. Ia melangkah


ingin pergi, namun ada suatu hal yang menjanggal
di kepalanya. Haruskah ia menanyakannya kepada
Ace?

Nina kembali menatap Ace "Mengapa aku tiba-tiba


bisa berada di tempatmu?"

Ace menatap Nina dengan wajah datar "Bossmu


yang menyuruhku mengantarmu pulang, jika aku
tahu tempat tinggalmu, aku akan mengantarmu
kesana. Sejujurnya, aku tidak ingin kau berada
disini"

Nina mengabaikan kata-kata terakhir Ace "Bossku?


Noah Kingston? Mengapa kau bisa kenal
dengannya? Dan mengapa dia menyuruhmu
mengantarku pulang?"

"Dia temanku, dia ke club untuk menjemput asisten


pribadinya dan ia melihat kau yang mabuk di bar,
dia merasa bertanggung jawab karna kau
karyawannya jadi dia menyuruhku untuk
mengantarmu pulang" Ace memiringkan kepalanya
"Sudah puas bertanya? Bisakah kau pergi
sekarang?"

15
Nina menahan emosinya, seberapapun inginnya ia
pergi, ada satu hal lagi yang ingin ia tanyakan "Apa
......Apa ada yang terjadi diantara kita semalam?"

Ace terdiam.

Nina mulai khawatir.

Tiba-tiba Ace tertawa. Nina menatapnya dengan


bingung.

"Kau pikir..." Ace terkekeh "Kau pikir aku akan


menyentuhmu? Sweetheart...Percayalah, aku tidak
akan mau menyentuhmu jika kau satu-satunya
wanita yang tersisa di bumi ini..."

Nina mengepalkan tangannya. Dengan cepat ia


pergi sebelum ia menjatuhkan air matanya di depan
Ace.

Nina mengusap air matanya sambil berjalan pergi


tanpa melihat ke belakang. Bodohnya dirinya
berpikir bahwa Ace masih peduli padanya...

♥♥♥

16
CHAPTER 2
♥Loving Him Was Red ♥

Nina membanting pintu apartmentnya lalu


melempar tas dan barang-barangnya ke sofa ruang
tamu. Kemudian, ia pergi ke dapur mengambil
sebotol air dari kulkas yang langsung diteguk
sampai habis.

Nina membuang botol airnya lalu berjalan mondar


mandir di dapur. Ia menarik napas dan
membuangnya perlahan.

Ace Dormant...

Setelah sekian lama Nina bertemu kembali dengan


Ace. Dari berjuta-juta orang di dunia, mengapa Ace
bisa berteman dengan bossnya Noah Kingston?!
Jika memang benar Noah adalah temannya, seperti
yang Ace katakan
itu berarti Nina akan bertemu lebih sering dengan
Ace!

Nina menarik napasnya horor akan pikiran bahwa


dia akan bertemu dengan Ace lebih sering.

Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Nina pikir


Ace akan hanya menjadi kenangannya saja yang
berakhir menjadi debu tak terlihat. Ia pikir Ace akan

17
menghilang dari kehidupannya selamanya sehingga
yang tersisa hanya memori saja...Tetapi tidak! Alam
semesta sepertinya tidak berpihak kepadanya...

Nina tidak bisa menahan dirinya untuk merasa


panik. Hanya satu solusi yang bisa meredakan
kepanikannya.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Nina


mengeluarkan handphonenya dan mengetik pesan
kepada Ashley, teman satu kantornya yang bekerja
di bagian resepsionis.

Nina,

Ashley! Aku butuh bantuanmu!

Tak lama kemudian, Ashley menjawab pesannya.

Ashley,

Cepat katakan apa maumu. Aku tidak punya banyak


waktu.

Nina mendengus membacanya. Tentu saja Ashley


akan mengatakan seperti itu, dia adalah orang yang
blak-blakan dan to the point.

Nina,

18
Temani aku belanja ke mall!

Ashley,

Enyahlah.

Nina memutar kedua bola matanya. Tentu saja


Ashley akan menolak permintaannya...Nina
akhirnya memutuskan untuk mengajak Raya, teman
satu kantornya lagi yang bekerja sebagai asisten
pribadi Noah Kingston.

Nina,

Kau dimana?

Raya,

Di apartmentku, mengapa?

Nina,

Aku ingin mengajakmu ke mall

Ada jeda ketika Nina sudah mengirim pesannya ke


Raya. Nina berfirasat bahwa Raya akan
menolaknya. Raya adalah salah satu orang yang
tidak tahan akan pertemanan Nina dengan "mall".
Nina tahu ia bisa memakan waktu berjam-jam

19
berada disana, tetapi berbelanja bisa membuat
stressnya berkurang.

Raya,

Mengapa tidak kau ajak Ashley?

Nina,

Dia tidak bisa, ayolah Raya!

Raya,

Entahlah Nina...

Nina,

Please!

Nina menunggu balasan Raya yang tak kunjung


datang. Akhirnya, ia mengirimkan pesan kepada
Raya terus menerus. Tak lama kemudian, Raya
menjawab.

Raya,

Ugh! Baiklah!

~♥♥♥~

20
"Bagaimana dengan ini? Apakah cocok padaku?"
Nina menunjukkan kaos bergambar unicorn yang
ditemukannya terhadap Ace.

Ace menahan senyumnya ketika melihat Nina


menaruh kaosnya di depan badannya untuk Ace
lihat.

"Entahlah...Kau kelihatan seperti anak kecil" goda


Ace lalu pergi sambil mendorong trolley
belanjaannya.

"Ada unicorn di kaos ini!" ujar Nina sambil


mengikuti langkah Ace.

"Tepat sekali. Ada unicorn di kaos itu yang


membuatmu seperti anak kecil" balas Ace.

Nina cemberut.

Ace terkekeh melihatnya "Mengapa kau sangat


terobsesi dengan unicorn?"

"Lagipula siapa yang tidak terobsesi dengan


unicorn?" Nina menatap Ace tidak percaya.

"Aku" seringai Ace "Aku tidak terobsesi dengan


unicorn"

"Kau pernah bilang kau terobsesi dengan unicorn!"

21
"Itu karna kau sangat menyukai binatang fantasy
itu" Ace menatap Nina "Dan yang kumaksud waktu
itu adalah karna kau sangat menyukai unicorn, aku
jadinya bilang padamu bahwa aku terobsesi dengan
unicorn yang artinya aku terobsesi denganmu,
sweetheart..."

"Nina cukup! ayo kita pulang!" keluh Raya tidak


tahan.

Nina terbuyarkan dari lamunannya. Ia mengalihkan


pandangannya dari boneka unicorn yang dipajang di
sebuah toko depannya.

"Satu toko lagi, aku janji!" ucap Nina beralih pergi


dari toko tersebut.

"Kau mengatakan hal yang sama dari tadi!"

"Aku janji kali ini!"

Raya menghentikan Nina ketika ia ingin berjalan ke


toko lainnya, kemudian ia memegang kedua bahu
Nina "Ayolah Nina! Katakan padaku apa yang
sebenarnya terjadi padamu!"

"Apa maksudmu?" Nina mengalihkan


pandangannya.

22
"Kau mengajakku ke mall dan berbelanja seperti
orang gila! Dan itulah kebiasaanmu ketika kau
mempunyai masalah!"

"Aku tidak punya masalah!" tegas Nina lalu ia


berjalan pergi, tetapi tubuhnya tertabrak oleh orang
lain.

Nina menatap orang yang ia tabrak dan matanya


membulat seketika "Ace?"

Ace tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap


Nina dengan mata coklatnya yang dingin.

"Baby!" panggil seorang wanita lalu melingkarkan


kedua tangannya ke lengan Ace.

Nina menatap Ace dengan tidak percaya. Matanya


mulai berkaca-kaca.

Ace menatap Nina dingin lalu berkata "Ayo pergi


darisini sweetheart" ia pun pergi bersama wanita
tersebut.

"Hey
..kau tidak apa-apa?" Raya menyentuh bahu Nina.

Nina mengusap air mata yang sempat jatuh dari


matanya "Aku tidak apa-apa, ayo kita pulang"

23
~♥♥♥~

Ketika sudah jauh dari jangkauan Nina, Ace


menyingkirkan tangan wanita yang bernama...siapa
namanya? Bella? Belle? Ace bahkan tidak tahu.

Wanita tersebut berusaha untuk melingkarkan


tangannya kembali di lengan Ace.

Ace mendengus. Mengapa wanita ini sangat manja


terhadapnya?!

Ace menyingkirkan tangan wanita itu lagi dari


lengannya "Dengar...........................Belle..."

Wanita tersebut mengerutkan dahinya "Anna"


ucapnya mengoreksi Ace.

"Right...Annabelle..." Ace menghiraukan tatapan


tajam wanita tersebut "Sangat menyenangkan untuk
menghabiskan waktu bersamamu, Aku harap kita
bertemu lagi"

Aku harap kita tidak bertemu lagi, batin Ace.

"Goodbye" ucap Ace lalu pergi.

Wanita itu menahan tangan Ace "Apa kau tidak


mengantarku pulang?"

24
"Ah..." Ace mengangguk seakan mengerti, ia
mengeluarkan dompetnya dari saku celananya lalu
mengeluarkan sejumlah uang yang kemudian ia
berikan ke wanita itu "Ini untuk ongkos taksi"

Wanita itu menatap Ace tajam namun tetap


mengambil uang yang Ace berikan "Apa kau tidak
mengantarku?"

"Aku sibuk" Ace tersenyum tipis lalu melangkah


pergi.

"Tunggu!"

Ace menggeram. Apa lagi yang wanita ini mau?!

"Apa itu bukan untukku?"

Ace melihat wanita itu menunjuk ke plastik


belanjaannya yang berisi boneka unicorn.

"Mengapa aku membelinya hanya untuk diberikan


kepadamu?" Ace memiringkan wajahnya, tanpa
basa-basi ia pergi meninggalkan wanita yang
bahkan dia tidak ingat namanya. Bisa didengar
olehnya kalau wanita itu mengucapkan sumpah
serapah dari belakangnya.

Ace tidak mempedulikannya. Lagipula dia sudah


terbiasa. Kata-kata kotor yang keluar dari mulut

25
orang lain tidak pernah mempengaruhinya. Dan
terlebih lagi yang wanita itu inginkan adalah
uangnya. Semua wanita sama. Mereka hanya
menginginkan kekayaannya. Jika kau mengemudi
dengan mobil Lamborghini dan mengenakan jam
tangan Rolex, pasti wanita langsung menempelkan
dirinya terhadapmu. Setidaknya, itulah yang Ace
rasakan.

Ace melihat plastik belanjaan di tangannya, ia


tersenyum melihat boneka unicorn yang terbungkus
rapih dengan plastik transparan dan terdapat pita
pink di ujung atas plastiknya.

Apa pendapat Nina tentang boneka ini?

Ace terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.

~♥♥♥~

Nina membasuh wajahnya dengan air, ia kemudian


melihat refleksinya di kaca wastafel. Wajahnya
bengkak, mata dan hidungnya memerah akibat
menangis.

Nina mengusap wajahnya dengan kedua tangannya


sambil menggeram. Mengapa Ace masih bisa
mempengaruhi perasaannya?

TING TONG

26
Suara dari bell apartmentnya membuatnya tersadar
dari lamunannya. Ia keluar dari kamar mandi lalu
membuka pintunya.

Orang yang berada di depan pintu Nina


mengerutkan dahinya ketika melihat wajah Nina
"Apa kau menangis?"

Nina menutupi sebagian wajahnya menggunakan


turtle neck sweaternya. Ia mengangkat sweater
tersebut sampai menutupi bagian hidungnya.

Orang tersebut berusaha untuk menyingkirkan


sweater Nina dari wajahnya, namun Nina
menghindar darinya.

"Aku tidak apa-apa" gumam Nina di sweaternya


"Aku hanya flu"

Orang tersebut menautkan alisnya "Apa kau sakit?"


ia memegang dahi Nina untuk mengecek suhu
tubuhnya.

Lagi-lagi Nina menghindar "Aku tidak apa-apa"

Orang tersebut mendesah. Dia akhirnya


mengangguk pasrah.

"Ada apa kau datang kesini?" tanya Nina.

27
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu,
mungkin kita bisa berjalan-jalan keluar" ucapnya
sambil tersenyum manis ke arah Nina.

Jika Nina baru pertama kali bertemu dengan orang


tersebut, ia pasti sudah jatuh cinta dengan
senyumannya. Pria yang di depannya ini tidak
diragukan lagi kalau dia tampan. Dengan rambut
hitam yang sedikit ikal, mata tajam, hidung
mancung, bibir tebal, dan rahang yang kuat
layaknya model, pria ini bisa melelehkan wanita di
tempat dengan hanya melihatnya saja.

Jika saja Nina tidak pernah bertemu dengan Ace, ia


pasti akan jatuh cinta dengan pria ini .....................

Nina menggelengkan kepalanya "Tidak Dean, aku


sedang tidak mood untuk keluar"

"Ada apa denganmu?" tanya Dean khawatir "Kau


kelihatan sangat sedih, kau habis menangis kan?
Jangan berbohong padaku"

Nina terkadang heran dengan perilaku Dean yang


sangat manis padanya, tetapi ia tidak terlalu
memikirkannya. Itu wajar karna Dean dengannya
sudah berteman hampir 12 tahun.

28
Nina menghela napas panjang, ia menurunkan
sweaternya dari wajahnya "Aku hanya lelah dan
sedikit stress..."

"Ayo pergi ke club untuk menghilangkan stress


sekaligus bersenang-senang, mungkin itu akan
membuatmu tenang..." saran Dean.

"Entahlah..." Nina menggigit bibir bawahnya,


sedikit tergoda akan ajakan Dean.

"Sudahlah! Ayo kita pergi" Dean langsung menarik


Nina keluar dari apartmentnya.

~♥♥♥~

Ace meneguk sebotol bir di tangannya sambil


mendengarkan suara musik yang keras. Ia duduk di
bangku panjang sambil melihat-lihat sekeliling
clubnya. Para wanita mengkelilinginya di tempat
duduk. Ia bisa merasakan salah satunya duduk
terlalu dekat disampingnya sambil mengusap
ngusap lengannya. Namun, Ace tidak
mempedulikannya.

Tak sengaja, matanya melihat seseorang yang


berada di pikirannya akhir-akhir ini. Orang tersebut
memakai sweater dan legging yang membentuk kaki
jenjangnya itu.

29
Rahang Ace mengeras. Mungkin apa yang
dipakainya itu simple, bahkan terlalu simple untuk
club. Tetapi, hal tersebut tidak menghentikan para
lelaki untuk memandanginya. Wanita itu memang
cantik. Terlalu cantik untuk tidak dilihat ...............

Ace menautkan alisnya ketika melihat Nina bersama


pria lain, nampaknya ia datang bersama pria itu dan
sekarang mereka berdansa di lantai dansa. Bisa
dilihat olehnya, pria itu membisikkan sesuatu yang
membuat Nina tertawa.

Ace mengepalkan tangannya.

Pria itu lalu pergi menuju ke bar untuk memesan


minuman, meninggalkan Nina sendirian di lantai
dansa. Tiba-tiba mata Nina bertemu dengan Ace.

Nina membeku karna melihat sosok Ace, tetapi Ace


tidak memalingkan tatapannya.

Tiba-tiba wanita yang berada di samping Ace


mencium bibirnya. Ace nampak terkejut sekilas
namun ia terdiam membiarkannya sambil melirik
Nina.

Tubuh Ace menegang ketika melihat Nina yang tak


sengaja menjatuhkan air matanya. Kemudian Nina
langsung pergi keluar dari club.

30
Ace mendorong wanita yang menciumnya lalu
mengejar Nina.

♥♥♥

31
CHAPTER 3
♥The Truth Untold ♥

Ace mengikuti Nina sampai keluar dari club. Dia


melihat Nina yang menuruni tangga lalu duduk di
anak tangga.

Nina menyingkirkan helaian rambutnya dari


wajahnya dengan kedua tangannya sambil menangis
terisak-isak.

Ace menegang melihatnya. Kakinya perlahan


melangkah ingin menghampiri Nina. Namun, seseorang
sudah mendahuluinya.

Dean menghampiri Nina sambil berjongkok di


depannya, ia mengusap kedua pipi Nina lalu
membawanya ke pelukannya.

Ace mengepalkan tangannya. Sudah bertahun-tahun


lamanya dan Dean masih saja menempel dengan
Nina? Harusnya dirinyalah yang berada disisi Nina
bukan dia ..................Bukan Dean tetapi Ace...

Ace memalingkan wajahnya dari kedua orang


tersebut. Dia berjalan ke arah lain tanpa melihat ke
belakangnya. Tak sadar, ia menjatuhkan sebutir air
mata ke pipinya.

32
Ace menautkan kedua alisnya lalu mengusap
pipinya dengan punggung tangannya.

Ace mendesah. Dia membutuhkan seseorang untuk


menenangkan dirinya. Ia pun mengeluarkan
handphone-nya lalu menekan nomor telpon
seseorang.

Ace menempelkan handphone-nya ke telinganya.


Tak lama kemudian, orang yang ditelponnya
mengangkat telpon tersebut.

Ace tanpa basa-basi berbicara "Aku


membutuhkanmu"

~♥♥♥~

Dean memberikan tissue ke arah Nina yang


langsung diambil olehnya. Nina mengeluarkan
ingusnya di tissue tersebut sambil terisak. Mereka
kini berada di apartment Nina dan sepanjang jalan
sampai sekarang Nina belum berhenti menangis.

Dean menghela napas panjang "Itu tissue terakhir,


kau harus berhenti menangis, kau sudah kehabisan
tissue"

Nina menghirup napas dalam-dalam sambil


mengelap wajahnya dengan lengan sweaternya. Tak

33
diragukan lagi kalau wajahnya merah dan bengkak
akibat menangis.

"Untuk yang terakhir kalinya aku akan bertanya,


mengapa kamu menangis hm?" tanya Dean sambil
mengusap punggung tangan Nina.

Nina tersedak "Me-mengapa rasanya masih sakit?"

"Apanya yang sakit?" tanya Dean khawatir.

"Mengapa rasanya masih sakit ketika melihatnya


dengan wanita lain?" ucap Nina kecegukan diakhir
kalimat.

Dean mengambil botol minum lalu memberikannya


ke Nina "Apa maksudmu?"

Nina meneguk airnya lalu ia mendesah "Aku


bertemu dengan Ace"

Dean menegang ketika mendengar nama itu "Ace?


Ace Dormant?"

Nina mengangguk lemah.

"Apa kau..." Dean ragu-ragu berbicara "Apa kau


masih menyukainya?"

Aku mencintainya.

34
Nina menggeleng "Entahlah" dia memalingkan
wajahnya.

Dean memperhatikan wajah Nina. Wajah merah


yang bengkak dan masih basah akan air mata. Dan
semua itu hanya untuk bajingan Ace Dormant?!

Dean mendengus "Kita nonton film saja. Kau


pilihlah kaset untuk ditonton, aku akan menyiapkan
cemilan"

Dean pergi ke dapur. Tangannya mengepal. Sudah


hampir sembilan tahun Nina tidak bertemu dengan
Ace dan sekalinya bertemu dia langsung menangis
karna melihat Ace dengan wanita lain?! Apa selama
ini Nina masih memendam rasa terhadap Ace?
Sembilan tahun...bukankah itu waktu yang cukup
untuk melupakan seseorang dan move on?!

"Mengapa kau tidak pernah sekali saja melihatku


Nina..." batin Dean dengan pahit.

Dean menggelengkan kepalanya. Lagipula, dia


harus tetap memainkan perannya. Peran dimana ia
menjadi teman baik Nina yang siap untuk
menenangkannya kapan saja. Bagaimanapun
juga...hanya dengan cara itu Nina tetap berada
disisinya.

35
"Apa kau mau es krim?" teriak Dean yang langsung
dijawab ya oleh Nina. Dean terkekeh. Ahhh....hal
hal yang dilakukannya demi cinta...

~♥♥♥~

Ace mengangkat gelasnya lagi ke bibirnya, namun


tangannya dihentikan oleh tangan seorang wanita.

"Oke, itu sudah cukup" ucapnya sambil mengambil


gelas wine dari tangan Ace.

Ace terkekeh "Apa kau khawatir padaku hm?"

Wanita tersebut memutar kedua bola matanya "Aku


hanya ingin kau pulang mengemudi dengan kepala
jernih dan tidak mabuk"

Mata Ace menggelap akan memori masa lalu yang


berkaitan dengan mengemudi dan kendaraan.

Wanita itu menyadari perubahan mood Ace, ia


langsung berkata "Aku tidak mau kau mabuk karna
dengan begitu kau pasti akan menginap disini, kau
tidak menyenangkan saat mabuk, kau tahu?"

Ace terkekeh "Hmm...Terserah apa katamu..."

Wanita di depannya adalah teman masa kecilnya,


Vanessa Smith. Ace berteman dengannya semenjak

36
mereka umur tujuh tahun. Vanessa adalah orang
satu-satunya yang bisa Ace curahkan seluruh
permasalahan cintanya.

Vanessa adalah wanita berparas cantik dengan mata


abu-abu yang bisa membuat lelaki jatuh cinta
kepadanya. Hidungnya mancung dan bibirnya tebal
merah merona. Wajahnya mungil dengan dagu yang
lancip layaknya huruf V.

Ace menautkan alisnya ketika menyadari rambut


Vanessa "Kau mewarnai rambutmu huh?"

Vanessa terlahir dengan rambut berwarna pirang


kemerahan atau yang biasa juga disebut red hair.
Namun, kini rambutnya berwarna coklat kemerahan
atau juga biasa disebut reddish-brown hair (Auburn
hair).

Vanessa menyelipkan rambut pendeknya ke


belakang telinga "Begitulah...Kau datang kesini
tengah malam bukan untuk membicarakan tentang
rambutku bukan?"

Ace menghela napas panjang "Aku bertemu dengan


Nina"

Vanessa menaikkan satu alisnya "Lalu? Kau selalu


menguntitnya, apa yang berbeda kali ini?"

37
Benar kata Vanessa, setelah Ace lulus dari Sekolah
Menengah Atas dan berpisah dengan Nina, Ace
menguntit Nina melalui akun sosial medianya dan
dia mempunyai kenalan yang membantunya untuk
melacak keberadaan Nina, tempat tinggalnya,
tempat bekerja, dan lain-lain.

Sebenarnya Ace sudah tahu kalau Nina bekerja


dengan Noah Kingston selama empat tahun. Dan
selama itu juga Ace menatap Nina dalam diam
setiap dia ke perusahaan Noah.

Mendengar perkataan Vanessa membuat Ace


seolah-olah seperti stalker. Yang tentu saja Ace
tidak mau mengakuinya. Dia hanya ingin tahu
kehidupan Nina bukan menguntitnya...

Ace mendesah "Bukan itu, aku benar-benar bertemu


dengannya"

"Maksudmu dengan bertemu yaitu dengan


memandangnya dari jauh?"

Ace menggeram "Aku bertemu dengannya langsung


secara muka ke muka!"

"Oh" Vanessa sedikit terkejut "Kau memutuskan


untuk bertemu dengannya?"

38
"Aku mengantarnya ke rumahku karna dia mabuk"
gumam Ace.

"Oke, jadi kau terpaksa untuk bertemu dengannya?"

"Begitulah..."

"Lalu apa masalahnya?"

"Kau tahu aku tidak bisa bersamanya!"

"Aku tidak bilang kalau kau harus bersamanya


kembali hanya karna kalian bertemu lagi" Vanessa
menaikkan satu alisnya.

Ace mengusap wajahnya frustasi "Bertemu


dengannya lagi secara langsung dan menatapnya
dari dekat, membuatku ingin bersamanya lagi..."

"Lalu mengapa kau tidak bersamanya?"

Ace menggeram "Kau tahu alasannya!"

"Permasalahanmu sudah selesai tujuh tahun yang


lalu! Aku tidak mengerti mengapa kau tidak bisa
kembali bersamanya sekarang!"

"Bukan itu..." bisik Ace lemah.

39
Mata Vanessa melembut, ia mengerti apa yang Ace
bicarakan "Jika dia tidak menerimamu apa adanya
maka dia bukan yang terbaik untukmu"

Ujung bibir Ace terangkat "Kau tidak menyukaiku


bukan? Jika iya, maka kau dalam masalah besar.
Aku tidak punya perasaan romantis terhadapmu"

Vanessa melempar bantal dari sofanya terhadap Ace


"Enyahlah!"

Ace tertawa "Okay! Okay!" ia mengangkat kedua


tangannya.

"Pergilah darisini, ada seseorang yang sebentar lagi


datang kesini" Vanessa menarik baju Ace lalu
menyeretnya ke pintu rumah.

"Ooh...Apakah kau akan melakukan sesuatu dengan


orang tersebut di rumahmu, oleh karna itu kau tidak
ingin aku mengganggu?" Ace menaikkan satu
alisnya.

"Pergilah!" Vanessa mendorong dada Ace hingga ia


keluar dari rumahnya "Dan pastikan kau
mendapatkan kekasih tercintamu kembali!" dengan
begitu, Vanessa membanting pintunya ke muka
Ace.

40
Ace terkekeh. Dia menggelengkan kepalanya lalu
menghampiri mobilnya. Dia akan mendapatkan
Nina kembali. Itu sudah pasti.

~♥♥♥~

Ace berjalan ke perusahaan Kingston lalu langsung


menuju ruang interior design team. Dia membuka
sedikit ruangan Nina, memastikan tidak ada orang
di dalamnya. Setelah yakin bahwa ruangannya
kosong, Ace masuk ke dalam lalu menaruh boneka
yang ia beli di atas meja Nina.

Dengan tatapan terakhir ke arah hadiah yang ia


berikan, Ace pun pergi dari ruangan tersebut
sebelum ada orang lain yang melihatnya.

Ace tersenyum lebar. Dia harap Nina suka akan


hadiahnya. Ini hanyalah langkah awal dimana Ace
akan mencuri hati Nina kembali.

♥♥♥

41
Chapter 4
♥Stuck In Love ♥

Nina tak bisa menahan rasa gugupnya ketika ia


memasuki ruangan kelas barunya. Ia memeluk
bukunya dengan satu tangannya sedangkan satunya
lagi mengelap tangannya yang berkeringat di
roknya. Tak disangka betapa sulitnya untuk berbaur
di Sekolah Menengah Atas. Nina khawatir akan
tidak menemukan teman, semua teman Sekolah
Menengah Pertamanya memasuki sekolah yang
berbeda. Dan disinilah dia berusaha untuk tidak
memalukan dirinya disekitar orang-orang baru.
Dengan ragu-ragu, ia berjalan ke belakang kelas
dimana terdapat bangku kosong.

Nina melihat kalau disampingnya terdapat murid


lelaki yang sedang sibuk membaca buku. Dengan
perlahan, dia duduk disampingnya. Lelaki tersebut
tidak mempedulikan keberadaan Nina sedikitpun.
Nina hanya mengangkat kedua bahunya, mungkin
dia terlalu terbawa suasana oleh bukunya...

Tak lama kemudian, guru biology-nya datang


memasuki kelas. Setelah mengenalkan dirinya dan
membahas berbagai macam subjek, guru tersebut
menyuruh anak muridnya untuk mengerjakan tugas
yang berada di buku.

42
Nina membuka bukunya, siap untuk mengerjakan
tugas yang diberikan. Dia mencari-cari tempat
pensilnya yang ternyata tidak dibawanya. Ia
meninggalkannya di lokernya.

Nina berusaha untuk tidak menepuk dahinya. Baru


hari pertama sekolah, dirinya langsung lupa akan
suatu benda yang penting.

Nina melirik teman bangkunya itu yang fokus


menulis di bukunya. Nina mendeham pelan yang
tentu saja diabaikan oleh teman bangkunya itu.

"Um..." Nina tidak tahu harus berkata apa "Hai..."


ucapnya dengan sopan "Aku Nina" uluran
tangannya diabaikan oleh lelaki tersebut, Nina
menurunkan tangannya canggung "Mhmm...Apakah
kau punya ekstra pulpen?"

Lagi-lagi lelaki tersebut hanya terdiam seakan-akan


tidak mendengar Nina.

"Hello?" Nina mencoba menyentuh bahu lelaki


tersebut, namun pergelangan tangannya langsung
dipegang erat oleh lelaki itu.

Mata coklat tua yang tajam menatap Nina dengan


dinginnya "Hari pertama sekolah dan kau tidak
punya pulpen huh? Apa kau tipe murid yang selalu

43
meminjam barang orang dan tak pernah modal
untuk membelinya?"

Nina menyipitkan matanya "Jadi kau tidak tuli huh?


Aku hanya bertanya apakah kau mempunyai ekstra
pulpen, jika kau tidak mau meminjamkannya
padaku, maka bilang saja!" Nina menarik
tangannya dari genggaman lelaki itu.

Nina mendengus. Nampaknya ia duduk dengan


lelaki yang menyebalkan. Bagus sekali.

Nina mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, ia


melihat-lihat sekeliling ruangan mencoba untuk
mencari wajah yang baik untuk meminjamkannya
pulpen.

Nina mendesah. Dia tidak pintar dalam


bersosialisasi untuk pertama kalinya. Dia sungguh
canggung untuk memulai percakapan.

Tiba-tiba sebuah pulpen dilempar tepat ke mejanya.


Nina menoleh ke teman sebangkunya dengan
terkejut.

"Jangan lupa mengembalikannya lagi" gerutunya.

Nina tersenyum, dia mengambil pulpennya sambil


berkata "Terima kasih"

44
Lelaki tersebut hanya menggerutu.

Ditengah-tengah Nina menulis, dia bertanya kepada


teman sebangkunya "Siapa namamu?"

Tidak dijawab.

"Namaku--"

"Nina, aku tahu" potong lelaki tersebut "Kau sudah


mengatakan sebelumnya"

Nina tersenyum. Rupanya lelaki tersebut


mendengarkannya dari awal.

"Lalu siapa namamu?"

Lagi-lagi lelaki itu tidak menjawab.

"Baiklah kalau begitu, aku akan memanggilmu Mr.


Tanpa Nama"

Lelaki tersebut mendengus.

Merekapun terdiam, sibuk dengan tugasnya masing


masing. Seiring berjalannya waktu, jam pelajaran
biology pun selesai. Nina membereskan barang
barangnya lalu mengumpulkan tugasnya di depan
kelas. Ia menoleh ke belakang untuk melihat teman
sebangkunya yang rupanya sudah keluar dari kelas.

45
Nina keluar dari kelas sambil mencari teman
sebangkunya. Dia pun melihat punggungnya, lelaki
itu berjalan dengan cepat yang langsung Nina kejar
sambil tidak sengaja menabrak kerumunan murid
murid.

"Hey!" teriak Nina.

Tak disangka lelaki itu membalikkan badannya


menghadap Nina.

"Hei..." ucap Nina sedikit terengah-engah "Ini


pulpenmu" Nina mengangkat pulpennya ke arah
lelaki tersebut "Terima kasih, Mr. Tanpa Nama"

Lelaki itu memutar kedua bola matanya "Ace..."

"Apa?" Nina mengernyitkan dahinya.

"Namaku Ace..." ucapnya pelan "Simpanlah


pulpennya, barang kali kau membutuhkannya untuk
kelas selanjutnya" dengan begitu, dia pergi
meninggalkan Nina.

Nina tersadarkan dari lamunannya ketika Noah


Kingston membubarkan meeting paginya. Nina
sadar bahwa dia menatap pulpen di tangannya
terlalu lama. Pulpen yang bertuliskan nama Ace
Dormant di badan pulpennya berhasil menimbulkan

46
rasa sakit di hatinya. Pulpen tersebut adalah harta
karun yang disimpannya selama 12 tahun.

Nina menggelengkan kepalanya. Dia membawa


berkasnya lalu pergi menuju ruangannya.
Kemudian, ia menaruh barang-barangnya di meja.
Alisnya tertaut ketika melihat sebuah boneka
unicorn yang terbungkus rapih dengan pita di
atasnya berada di meja kerjanya.

Nina menengok ke belakangnya lalu ke


sekelilingnya, berusaha mencari seseorang yang
berada di ruangannya. Dia pun akhirnya
menghubungi asistennya melalui telepon kantor.

"Ya Ms. Wilson?" jawab asistennya.

"Apa ada yang ingin bertemu denganku selama aku


berada di ruang meeting?"

"Mhmm...tidak kurasa. Apa ada masalah?"

"Tidak...tidak...itu hanya...." Nina menatap boneka


unicornnya, ia menggelengkan kepalanya
"Lupakanlah" iapun menutup telponnya.

Nina mengangkat boneka tersebut lalu membuka


pita yang mengikat bungkusannya. Ia memegang
boneka itu sambil menatapnya.

47
Siapa yang memberikannya? Tidak ada yang tahu
kalau Nina suka dengan unicorn kecuali....

Nina membulatkan matanya. Tidak mungkin. Tidak


mungkin kalau Ace memberikannya...

Suara ketukan di pintunya membuat dia menoleh


yang menampakkan Dean yang berada di pintu
ruangannya.

"Hey..." ucap Dean.

"Oh...hai" sapa Nina.

"Aku ingin memesan Starbucks, apa kau mau?"


tanya Dean.

Dean adalah manager dalam department keuangan


di perusahaan Kingston. Setelah lulus dari
Universitas Oxford, dia langsung mencalonkan diri
di perusahaan Kingston. Anehnya, sebelum itu dia
bertanya dahulu kepada Nina dimana dia bekerja
dan tiba-tiba Dean menampakkan sosok dirinya di
perusahaan Kingston seminggu kemudian.

Ketika Nina menanyakan hal itu kepadanya, Dean


hanya berkata bahwa perusahaan Kingston adalah
perusahaan bagus untuk memulai karirnya. Pada
saat itu, Nina tidak berpikiran panjang tentang hal
tersebut.

48
"Umm, ya jika tidak keberatan" jawab Nina "Aku
mau Chocolate Latte"

"Oke!" Dean melihat boneka yang di tangan Nina


"Oh? Kau sudah membukanya?"

Nina melihat boneka itu kembali lalu menatap Dean


"Ya...apa kau memberikanku ini?"

Dean terdiam. Sebenarnya dia sudah tahu kalau


boneka itu berada di meja Nina semenjak pagi. Dan
dia tidak tahu siapa yang memberikan boneka
tersebut kepada Nina. Mungkin penggemar
rahasianya? Rahangnya mengeras memikirkan Nina
mempunyai penggemar rahasia.

"Apa kau suka?" tanya Dean tidak menjawab


pertanyaan Nina.

"Ya..." Nina tersenyum sambil melihat bonekanya


"Terima kasih..."

Dean merasa bersalah berpura-pura kalau dia yang


memberikannya. Lagipula dia tidak bilang kalau dia
yang memberikan boneka tersebut. Nina hanya
menganggapnya kalau dia yang memberikannya. Itu
bukan salahnya bukan?

"Darimana kau tahu kalau aku suka unicorn?" tanya


Nina.

49
"Aku tidak tahu kalau kau suka unicorn, aku hanya
membelinya karna itu lucu dan kukira kau akan
menyukainya" jawab Dean berbohong.

"Mhmm..." gumam Nina tersenyum.

Dean menggaruk tengkuk lehernya "Okay...Aku


pergi dulu. Akan kuantar minumanmu" dia pun
pergi karna merasa bersalah telah berbohong
terhadap Nina.

Hanya berbohong sekali tidak apa-apa, bukan?

~♥♥♥~

Ace sedang mandi ketika handphonenya berdering.


Dia mengabaikannya, tangannya masih sibuk
memijat kepalanya dengan shampoo. Ketika
handphonenya tak kunjung berhenti berdering, Ace
mematikan air di gagang shower lalu ia memakai
handuk di pinggangnya. Ia kemudian keluar dari
kamar mandi dengan air yang masih membasahi
tubuhnya. Ia mengangkat handphonenya yang
berada di tempat tidur.

"Hello?" ucap Ace.

"Ace" Ace mendengus mendengar suara berat yang


dikenalnya itu.

50
"Aku harap ini penting, kau menggangguku sedang
mandi"

"Aku punya perjalanan bisnis ke Hawaii" ucap


Noah.

"Lalu?"

"Ikutlah denganku"

Ace mendengus "Kau mempunyai perjalanan bisnis


lalu apa hubungannya denganku? Sudahlah kututup
telponnya"

"Oh ayolah! Aku menangani sedikit bisnis disana,


kau bisa berlibur sementara aku bekerja. Raya tidak
akan mau ikut jika hanya aku dengannya yang pergi
kesana"

"Lalu apa? Menjadi nyamuk sementara kau dan


asisten pribadimu bermesraan? Tidak terima kasih"
dengus Ace.

"Aku bahkan mengajak Jason dan Daniel!"

"Lalu kau mau aku bersenang-senang di Hawaii


bersama Jason dan Daniel sedangkan kau
bersenang-senang dengan Raya? Aku ini pria
normal dude...Aku suka wanita bukan pria"

51
"Dua karyawanku yang lain akan ikut, dan aku
yakin kau sudah bertemu dengan salah satunya
sebelumnya"

Tubuh Ace menegang "Karyawanmu? Siapa


karyawanmu?"

"Nina dan Ashley" Ace membeku mendengar nama


tersebut "Kau tahu Nina kan? Kau mengantarnya
pulang dari clubmu"

Ace mendeham "Begitulah..."

"Jadi? Kau mau kan?"

Ace mendesah. Dia tidak punya pilihan jika Nina


ikut pergi. Mungkin ini kesempatannya juga untuk
mendapatkan Nina kembali.

"Baiklah"

♥♥♥

52
Chapter 5
♥IfYou're Not The One ♥

Nina berteriak histeris bersama Ashley. Mereka


sekarang sedang berada di apartment Raya untuk
merayakan kepergian mereka ke Hawaii.

Baru saja satu jam berlalu, Ashley sudah mabuk, ia


berdiri di atas meja ruang tamu Raya dengan botol
bir di tangannya dan menari menggoyangkan
pinggulnya. Begitu pula dengan Nina.

"Ini untuk kita pergi ke Hawaii!" seru Ashley


sambil mengangkat botolnya lalu meneguknya
habis.

Nina yang setengah mabuk tertawa lalu melakukan


hal yang sama dengan apa yang dilakukan Ashley.

"Mengapa kalian senang sekali dengan hal ini?"


tanya Raya heran, orang yang satu-satunya tidak
mabuk.

"Karna ini Hawaii Raya! Kapan lagi kau bisa pergi


ke Hawaii dengan gratis!" seru Ashley.

53
Nina tertawa "Mungkin ada manfaatnya kau
mengencani seorang boss, kau bisa kemana saja dan
melakukan apapun yang kau mau"

"Lagipula mengapa dia mengajak kita? Bisa saja dia


pergi berdua denganmu Raya" heran Ashley.

"Itu karna teman-temannya juga ikut pergi" jawab


Raya.

Nina menautkan kedua alisnya "Teman-temannya?


Maksudmu dengan temannya ...................... "

"Jason, Ace, dan Daniel" Raya mengangguk. "A-

Ace?" mata Nina melebar "Ace ikut? Err


maksudku teman-temannya ikut?"

Raya mengerutkan dahinya, heran terhadap


temannya itu "Ya, memang kenapa?"

Nina hanya menggeleng, ia kemudian meneguk bir


miliknya.

"Maksudmu Jason akan ada disana juga?" teriak


Ashley histeris yang sudah sangat mabuk "Jason ikut
juga!" ia tertawa.

54
Raya menghembus napasnya. Temannya benar benar
mabuk. Ia harus mengurus mereka berdua semalaman.

Ding Dong

Raya berdiri ketika mendengar bel berbunyi, ia


berjalan ke pintu untuk membukanya.

Handphone Nina tiba-tiba berdering, dia


mengangkat handphonenya sambil melirik ke arah
Ashley yang sudah pingsan di sofa "Haloooo?"

"Hey...Aku membunyikan bel apartmentmu berkali


kali, apakah kau sedang tidur?" tanya Dean.

"Mhmm...Sedang tidak ada di apartmentku" jawab


Nina sedikit ngantuk akibat alkohol yang
diminumnya.

"Kau masih bekerja? Aku sudah mengecek ruang


kerjamu tadi dan rupanya kau sudah pulang duluan"

Nina tertawa geli entah mengapa, mungkin karna


efek alkohol yang terlalu banyak.

"Apa kau mabuk?"

Pria ini tahu segalanya tentangnya ..................

55
"Tidak!" ucap Nina cepat lalu cegukan.

Bisa didengar oleh Nina kalau Dean menghela


napas panjang "Kau dimana sekarang? Aku akan
menjemputmu"

"Rumah temanku" gumam Nina.

Dean terdiam sejenak.

"Temanmu yang mana? Wanita atau pria?"

"Raya" gumam Nina mengabaikan pertanyaan yang


terakhir.

"Oh Raya
Raya Collins? Temanmu yang bekerja sebagai
asisten pribadi?"

Pria ini kedengaran seperti orang tuanya...

"Mhmm..."

"Baguslah kalau begitu, sampai ketemu besok di


tempat kerja"

"Tidak bekerja"

"Apa?"

56
"Tidak kerja besok" gumam Nina tak beraturan
"Pergi Hawaii"

"Mengapa kau pergi ke Hawaii?"

"Boss menyuruhku"

"Oh..."

"Ace..." tak disadarkan kalau Nina menyebut


namanya.

Dean terdiam sejenak "Apa?"

"Ace akan berada disana


" gumam Nina lalu jiwanya membawanya ke dunia
mimpi.

~♥♥♥~

"Kau tidak perlu mengantarku ke bandara" ucap


Nina untuk yang kesekian kalinya, kakinya sibuk
bolak-balik di kamarnya untuk mengemas barang
barang yang dibutuhkannya ke tas kosmetiknya.

"Aku ingin" ucap Dean yang duduk di tempat tidur


Nina sambil memperhatikan Nina memasukkan
barang-barang kosmetiknya ke tas.

"Lagipula mengapa tiba-tiba kau ingin mengantarku


ke bandara huh? Aku sudah pernah pergi untuk

57
perjalanan bisnis dan kau tidak pernah sekalipun
mengantarku ke bandara"

Dean hanya mengangkat kedua bahunya.

Nina memutar kedua bola matanya. Dia melihat tas


dan kopernya yang sudah siap untuk dibawa
"Baiklah, aku rasa aku sudah selesai, ayo pergi"

Dean menghentikan tangan Nina ketika dia ingin


membawa koper dan tasnya "Biar aku saja"

"Ooookay" ucap Nina lalu pergi.

Wanita lain akan menolak permintaannya atau


menanyakannya apakah ia tidak keberatan untuk
membawa semua barang-barangnya. Namun, Nina
langsung pergi begitu saja tanpa melihat ke
belakangnya!

Dean menggelengkan kepalanya. Oh...Hal-hal yang


dilakukannya demi cinta...

~♥♥♥~

Nina sampai di bandara bersama Dean. Dia


kemudian membuka seatbeltnya lalu keluar dari
mobil bersamaan dengan Dean. Kemudian, Dean
membantu Nina mengeluarkan koper dan tasnya
dari bagasi.

58
Nina memegang kopernya dengan satu tangannya
dan satunya memegang tasnya "Terima kasih telah
mengantarku"

Dean tersenyum "Sama-sama" matanya melirik ke


belakang Nina. Ketika Nina ingin membalikkan
badannya untuk pergi, Dean menahan bahunya
sambil menatap Nina.

"Ada ap--umph!" mata Nina membulat ketika


merasakan bibir Dean bersentuhan dengan bibirnya.
Pikirannya langsung kosong dan tubuhnya
menegang. Nina membeku di tempatnya.

Dean melepaskan tautan bibirnya dengan bibir


Nina, dia melirik lagi ke belakang punggung Nina
lalu sekilas menyeringai.

Nina yang tidak tahu apa yang terjadi hanya bisa


terdiam mematung, menatap Dean tidak percaya.

Dean tersenyum lebar kepada Nina "Sampai


bertemu lagi, jagalah dirimu baik-baik" dia
mengelus pipi Nina dengan ibu jarinya lalu
mengecup kening Nina. Dengan begitu, dia pergi
masuk ke dalam mobil.

Nina yang telah sadar tentang situasi yang baru saja


dialaminya langsung menggelengkan kepalanya lalu
membalikkan badannya menuju pintu masuk

59
bandara sambil menarik kopernya. Matanya
kemudian bertemu dengan mata coklat tua yang
dingin.

Langkah Nina terhenti seketika.

Ace menatap Nina dingin dengan rahang yang keras


lalu ia mengalihkan pandangannya kemudian pergi
ke dalam bandara.

Nina menyentuh dadanya dimana ia bisa merasakan


jantungnya berdegup kencang. Dengan tarikan
napas dalam-dalam, ia masuk ke dalam bandara.

Tidak akan ada yang bisa menghentikannya berlibur


di Hawaii. Tidak ada. Termasuk Ace Dormant.

~♥♥♥~

Nina menatap pesawat pribadi milik Noah Kingston


dengan mulut terbuka. Pesawat tersebut tertera
nama Kingston di badannya. Bahkan ada karpet
merah menuju tangga pesawat tersebut.

"Seberapa kaya boss kita ini?" Nina mendengar


Ashley bertanya

Sangat kaya...

60
Nina memasuki pesawat tersebut. Jika luarnya saja
sudah membuatnya menganga tidak percaya,
dalamnya lebih membuatnya terkagum
kagum!Tepat di tengah-tengah atap pesawat
nampak transparan sehingga bisa melihat indahnya
pemandangan langit-langit. Dan ada tv layar tipis di
depan sofa panjang, lalu di belakangnya terdapat
ruang makan.

"Hey apakah kita benar-benar bisa menonton film di


layar tv itu?" tanya Ashley yang matanya sudah
berbinar.

"Ya, kau mau nonton film?" tanya Jason sambil


duduk di sofa depan tv.

Ashley mengangguk antusias.

"Apa yang ingin kau tonton?"

"Avengers!" seru Ashley sambil melempar dirinya


ke sofa. Jason tertawa lalu mulai mengotak-ngatik
remote.

Nina menggelengkan kepalanya. Ia kemudian


memilih duduk di samping jendela. Ace
mengikutinya lalu duduk disampingnya. Nina
sedikit terkejut, ia lalu memilih untuk
mendengarkan lagu, kemudian menatap keluar
jendela memalingkan wajahnya dari Ace.

61
~♥♥♥~

Ace menatap Nina yang sudah tertidur dengan


tangan menopang pipinya dan mulutnya yang
terbuka sedikit.

Ace tersenyum melihatnya. Wajah Nina tidak


berubah sedikitpun semenjak Sekolah Menengah
Atas, justru wajahnya hanya berubah menjadi lebih
dewasa. Alisnya masih tebal seperti yang Ace ingat.
Dulu, Ace akan memarahi Nina ketika ia mencabut
alisnya dengan alasan "untuk merapihkannya". Nina
tidak pernah suka dengan alisnya karena dia pernah
di bully akibat memiliki alis yang terlalu tebal.
Persetanan dengan yang membullynya! Ace suka
dengan alisnya! Baginya, alis tebal yang dimiliki
Nina itu seksi. Dan rupanya Nina tidak mencabut
alisnya lagi dari apa yang Ace lihat sekarang. Ace
senang karenanya.

Mata Ace menelusuri wajah Nina kembali dari alis


ke matanya yang mempunyai bulu mata lentik dan
cantik. Dia kemudian baru menyadari rambut Nina
yang dicat berwarna coklat keabu-abuan.

Ace menautkan kedua alisnya. Dia yakin semenjak


terakhir kali bertemu rambutnya masih berwarna
hitam.

62
Mata Ace lalu jatuh ke bibir Nina yang tebal dan
penuh. Bibir yang berwarna peach yang menggoda.

Ace menggertakkan giginya ketika ingat seseorang


yang baru saja mencium bibir itu. Tangannya
mengepal seketika. Dengan amarah yang
menggebu-gebu, tangannya mengambil tissue basah
yang berada di meja lalu ia kembali menatap Nina.
Kemudian, dengan perlahan mengelap bibirnya
dengan tissue basah itu. Setelah puas mengelap bibir
Nina dari bakteri Dean, Ace mengangkat kepala
Nina perlahan lalu menyenderkannya ke bahunya.

Ace bernapas lega ketika kehangatan dari tubuh


Nina menyambutnya. Dia menutup kedua matanya
sambil menghirup aroma segar berbau strawberry
dari rambut Nina. Tak lama kemudian, Ace terbawa
ke dalam mimpi dimana ia berada di dunia yang
penuh dengan unicorn.

~♥♥♥~

Nina bangun dari mimpinya. Ia cepat-cepat


menjauhkan dirinya dari Ace ketika menyadari
bahwa dia telah bersender ke bahu Ace.

Nina menghela napas lega ketika melihat Ace


tertidur. Dia merapihkan bajunya lalu mengelap

63
bibirnya supaya tidak ada bekas air liur. Dia melihat
sekitarnya dimana Ashley masih sibuk menonton
dengan Jason, Raya sedang mengobrol dengan
Noah, dan Daniel yang tertidur pulas dengan mulut
terbuka di sofa panjang dengan headphone yang
berada di telinganya dan handphone berada di
dadanya.

Tak lama kemudian, pesawat tersebut mendarat ke


tempat tujuan. Nina tidak sabar untuk menikmati
liburannya di Hawaii!

♥♥♥

64
Chapter 6
♥Wildest Dream♥

Nina menatap penthouse milik Noah yang sangat


luas dan megah. Dirinya hampir cemburu akan Raya
yang mengencani seorang CEO.

"Kita akan menginap disini?" tanya Ashley "Kukira


kita akan ke hotel"

"Ya, aku lebih berharap di hotel, dengan begitu aku


bisa satu kamar denganmu" ucap Daniel dengan
kedipan mata kepada Ashley.

"Dude" ucap Jason sebagai peringatan. Daniel


mengangkat kedua tangannya dengan tanda
menyerah.

"Atau denganmu juga boleh" goda Daniel terhadap


Nina.

Ace mendorong Daniel dengan kakinya hingga


Daniel terjatuh.

"Bro!" keluh Daniel.

65
"Aku tidak sengaja" ucap Ace datar dengan mata
tajam, ia kemudian naik ke lantai dua dengan koper
di tangannya.

"Dasar!" gumam Daniel "Apa aku harus satu


satunya orang disini yang single"

Nina sedang sibuk menatap sekeliling ruangan dan


sekaligus mengagumi design ruangan tersebut yang
elegan dan terkesan mewah. Tiba-tiba dia
mendengar suara seorang wanita.

"Aku sudah menunggumu daritadi" ucap wanita


berambut pirang yang bergelombang, posturnya
tinggi dan kurus layaknya model, pakaiannya
berteriak brand kelas atas.

Seketika suasana hening. Ada rasa canggung


didalam keheningan tersebut. Semua orang menatap
wanita berambut pirang itu.

"Apa ini semacam liburan bagimu?" wanita tersebut


mengangkat sebelah alisnya "Aku bilang aku ingin
kita bekerja sama, jadi mengapa kau mengajak
teman-temanmu?"

Seolah-olah tahu kalau akan terjadi pertengkaran,


Jason menarik Ashley lalu pergi ke lantai dua,
begitu pun juga Daniel yang menuntun Nina pergi

66
juga meninggalkan Noah dan Raya bersama wanita
yang tidak diketahui tersebut.

"Siapa wanita itu?" tanya Nina ketika menaiki


tangga bersama Daniel.

Daniel mendesah. Baru pertama kalinya Nina


melihat pria itu terlihat khawatir, biasanya pria itu
bertingkah laku ceria.

"Dia Mandy Column" gumam Daniel "Selain dari


namanya, kau tidak perlu tahu tentangnya"

Nina hanya mengangguk. Lagipula itu bukan


urusannya.

"Kita belum kenalan bukan?" ucap Daniel "Namaku


Daniel Herrington"

Nina menjabat tangan Daniel "Nina Wilson"

"Nama yang sangat cantik tetapi tidak secantik


wajahmu" Daniel mengedipkan sebelah matanya.

Dan pria itu kembali normal lagi...

Nina memutar kedua bola matanya "Kau tahu itu


tidak akan membuatku luluh kan?"

67
"Kalau Ace yang melakukannya, apa kau akan
luluh?"

Nina menoleh ke arah Daniel dengan cepat "Apa


katamu?"

Daniel tersenyum lebar "Tidak..." dia pun pergi


memasuki kamar yang kosong.

Nina menautkan kedua alisnya. Apa yang pria itu


ketahui tentangnya dan Ace?

Nina menggelengkan kepalanya. Dia menuju pintu


kamar yang tertutup. Dia pun membuka pintunya
lalu seketika memekik. Di dalam kamar tersebut
terdapat Ace yang sedang memakai kaosnya.

"Aku tidak tahu kalau kau sudah mengambil kamar


ini...errr...Maaf" ketika Nina ingin pergi, tangannya
ditarik oleh Ace sehingga ia masuk ke dalam kamar.

Ace menutup pintu kamarnya lalu menatap Nina


dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.

Nina menggenggam koper dan tasnya dengan erat.

"Apa kau masih berkencan dengan Dean?" tanya


Ace.

"Apa?" Nina mengerutkan dahinya.

68
"Aku bilang, apa kau masih berkencan dengan
Dean?" kata Ace dengan penekanan.

"Dean dan aku?" Nina menunjuk dirinya sendiri lalu


tertawa "Apa kau bercanda?"

"Jadi dia bukan kekasihmu huh?" Ace menatap


Nina dengan intense.

Nina memalingkan wajahnya "Aku tidak


mengkonfirmasi kalau dia kekasihku atau bukan"

"Mengapa kau mencium dia?" tanya Ace dengan


tenang, Nina merinding karnanya.

Nina mengenal Ace selama tiga tahun, ia tahu betul


bahwa ketenangan Ace itu sebenarnya adalah
amarahnya.

"Dia menciumku, aku tidak menciumnya" jawab


Nina berusaha untuk tidak terintimidasi akan aura
Ace.

"Dan kau membiarkannya sweetheart..." ucap Ace


dengan nada yang terlalu manis "Kau membiarkan
dia menciummu"

Nina memalingkan wajahnya karna mata Ace yang


terlalu intense "Itu tidak ada urusannya denganmu,
bukan?"

69
Ace tertawa.

Nina merasakan dagunya ditarik oleh Ace "Semua


adalah urusanku jika itu menyangkut dirimu, sudah
kubilang kalau kau milikku, mine..."

Nina menatap Ace tajam "Kau mantan kekasihku,


kita sudah tidak menjalin hubungan"

"Kita memang bukan lagi sepasang kekasih.


Namun, bukan berarti kau berhenti menjadi milikku
sweetheart..." Ace tersenyum miring "Kau selalu
milikku...Always...Mine..."

Nina menatap Ace dengan tidak percaya. Tanpa


basa-basi lagi dia pergi dari kamar Ace lalu
menemukan kamar kosong.

Nina membanting tubuhnya ke tempat tidur.


Matanya menatap langit-langit kamarnya.

Nina sedang merapihkan bukunya ketika ia


merasakan kehadiran seseorang dari belakangnya.
Dia pun membalikkan badannya lalu terkejut ketika
melihat Nico seniornya yang berada di kelas 12.

"Hai Nina..." Nico tersenyum lebar kepada Nina


"Ini untukmu" tangannya memberikan kotak
berbentuk hati.

70
"Oh
hai" Nina mengambil kotak tersebut dengan ragu-
ragu "Mengapa kau memberikannya padaku?"

"Hari ini Valentine's Day..."

"Oh..." Nina menggigit bibir bawahnya, bingung


akan motif dari seniornya itu "Terima kasih..."

"Apa kau ingin menjadi teman kencanku ke acara


prom night?"

"Mhmm..." ini adalah yang ke-sepuluh kalinya Nina


diajak ke acara prom night oleh para senior...
"Entahlah..."

"Tidak apa. Pikirkan baik-baik dulu, aku akan


menunggu jawabanmu"

Nina tidak mau berpikir lama-lama ketika dia sudah


memutuskan jawabannya. Dia tidak ingin pergi
dengan siapapun ke acara prom night.

"Dengar..." Nina mendesah "Nico---"

"Apa yang kau lakukan?" Nina menoleh ke arah


suara tersebut, dia melihat Ace yang menatapnya
dengan bosan.

"Apa?"

71
"Aku sudah lama menunggumu di halaman sekolah,
makan siang kita akan dingin jika kau berlama
lama disini" ucap Ace sambil memiringkan
kepalanya.

Nina menautkan kedua alisnya. Seingatnya Ace


tidak pernah menyuruhnya untuk bertemu
dengannya di halaman sekolah.

"Kau siapa?" tanya Nico risih karna diganggu oleh


Ace.

Ace menatap Nico bosan "Aku? Seharusnya aku


yang bertanya kau siapa?"

Nico menyipitkan kedua matanya "Sebaiknya kau


menjaga mulutmu, junior"

"Lalu aku harus diam saja melihat kekasihku


digoda oleh senior? Apa aku tidak boleh marah
karna aku seorang junior?"

Nico mendengus "Terserahlah. Lagipula dia tidak


pantas menjadi teman kencanku juga"

Nina menatap Nico tajam.

Ace mencengkram kerah seragam Nico lalu


mendorongnya ke loker "Dengar brengsek...Jika
satu-satunya orang yang tidak pantas itu adalah

72
kau! Dia adalah wanita yang pantas akan
segalanya, dan lelaki brengsek seperti dirimu tidak
akan pernah pantas bersamanya! Apa kau
mengerti?" ucap Ace dengan tajam.

Nico menelan ludahnya lalu langsung kabur dari


Ace.

"Senior katamu huh..." gerutu Ace.

Nina menatap Ace dengan mulut yang menganga.


Ace hanya melirik Nina sebentar lalu melangkah
pergi. Nina kemudian mengikuti langkah Ace.

"Ucapan terima kasih akan cukup bagiku" kata Ace.

"Ya tentu saja...Terima kasih..." ucap Nina kagum


akan apa yang telah diperbuat oleh Ace untuknya.

Ace melirik kotak hati yang dibawa Nina "Apa kau


akan memakan coklat yang diberikannya itu?"

Nina melihat kotak di tangannya lalu dia berjalan


ke arah tempat sampah "Persetanan dengannya!" ia
kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Ujung bibir Ace terangkat melihatnya.

"Jadi...Apa kita akan ke halaman sekolah untuk


makan siang?"

73
Ace mengangkat satu alisnya "Kau tahu aku hanya
berkata seperti itu untuk menyelamatkanmu dari
tawaran lelaki brengsek itu, kan?"

Nina hanya mengangkat kedua bahunya sambil


terus mengikuti Ace.

"Jika kau mengikutiku, kau akan menjadi milikku"


ucap Ace.

"Apa maksudmu dengan milikmu?"

Ace menatap Nina "Itu artinya tidak ada yang bisa


memilikimu. Hanya aku...karna kau
milikku...mine..."

Nina menyembunyikan senyumnya lalu terus


mengikuti Ace "Mhmm...terserahlah..."

"Aku serius" peringat Ace "Kau tidak akan bisa lari


dari rengkuhanku jika kau menjadi milikku"

Mata Nina berair akibat ingatan masa lalu tersebut.


Benar kata Ace...Dia tidak bisa lari dari
rengkuhannya walaupun Ace sudah memutuskan
untuk tidak ingin bersamanya lagi bertahun-tahun
yang lalu...

♥♥♥

74
CHAPTER 7
♥Meeting You Is Fate♥

Nina menuruni tangga dengan baju piyamanya,


rambutnya dibiarkan tergerai dan sedikit
bergelombang karena habis dikeringkan dengan
pengering rambut. Ia kemudian melihat Daniel,
Jason dan Ace sedang menonton bola sambil
meminum bir. Merasa kalau dia tidak mau
mengganggu mereka, ia berjalan ke dapur untuk
mengambil satu botol jus jeruk yang kemudian
dituangkannya ke gelas.

"Hey Nina!" seru Daniel ketika melihat Nina


"Bergabunglah bersama kita!"

Nina meminum jusnya sambil melirik Ace yang


sedang menatapnya juga "Tidak, terima kasih..."
gumamnya.

Tak lama kemudian, Ashley datang ke dapur dengan


memakai tank top dan sweatpants, rambut
panjangnya yang ikal dan bergelombang dibiarkan
tergerai. Dia menuangkan jus yang sudah
dikeluarkan oleh Nina ke dalam gelas lalu
meminumnya.

75
"Bagaimana denganmu Ash? Bergabunglah
bersama kita!" ajak Daniel kembali.

Jason menatap Daniel tajam "Jangan memanggilnya


Ash. Nama dia itu Ashley"

Daniel hanya memutar kedua bola matanya


"Terserahlah, kalian berdua kemarilah! Ayo kita
rayakan liburan ini!"

Nina dan Ashley tidak ada yang bergerak, mereka


sibuk mencari cemilan dan meminum jus jeruk.

Daniel menggeram. Dia berdiri dari sofa lalu


berjalan ke arah Nina dan Ashley, kemudian ia
menarik mereka hingga ke ruang tamu.

"Hey!" protes Nina.

Daniel memaksa Nina dan Ashley untuk duduk di


karpet ruang tamu, ia kemudian mengambil satu
botol bir yang dituangkan ke beberapa gelas lalu ia
memberikan gelas tersebut ke tangan Nina dan
Ashley.

Daniel menepuk kaki Jason dan Ace supaya mereka


duduk di karpet juga. Dengan geraman pelan,
mereka berdua duduk di karpet dengan sebotol bir
di tangan mereka.

76
"Untuk liburan di Hawaii!" ucap Daniel. Ketika ia
ingin bersulang, matanya melihat Raya yang baru
turun dari lantai dua dengan memakai sweater dan
legging.

"Oh Raya!" Daniel menarik Raya langsung


sehingga bergabung bersama mereka "Ini ambilah.
Kita akan bersulang untuk merayakan liburan ini"
Daniel memberikan gelas ke Raya lalu ia
menuangkan bir ke gelas tersebut.

"Cheers!" seru Daniel. Mereka pun bersulang satu


sama lain lalu meminum birnya.

"Apa kalian lapar, girls? Kita baru saja memesan


pizza" ucap Daniel yang sekarang menyemil keripik
kentang.

"Aku baru saja ingin memasak" ucap Nina.

"Kau bisa memasak?" tanya Jason.

"Umm...begitulah" Nina menyelipkan rambutnya ke


belakang telinga dengan malu-malu.

"Aku Jason Knight, jika kau belum tahu. Dan aku


sudah tahu namamu, Nina bukan? Aku sudah
berkenalan dengan Ashley dan Raya, aku rasa kita
belum sempat berkenalan secara resmi"Jason

77
mengulurkan tangannya yang langsung dijabat oleh
Nina.

"Senang bertemu denganmu" ucap Nina sambil


tersenyum.

Ace menyipitkan matanya lalu dia meneguk birnya.

"Aku seorang chef. Jika kau tertarik akan makanan,


datanglah ke restoranku kapan-kapan"

"Hey! Mengapa dia boleh ke restoranmu sedangkan


aku diusir ketika aku pergi kesana?!" protes Ashley
sambil menatap Jason tajam.

"Itu karna kau datang ke restoranku waktu kau


sedang mabuk" jawab Jason dengan satu alis yang
terangkat.

Ashley mendengus "Terserahlah"

"Ngomong-ngomong dimana Mr. Kingston?" tanya


Nina yang membuat Raya menegang di tempatnya.

Ace menatap Nina dengan intense "Mengapa kau


ingin tahu dimana dia berada?"

Nina memalingkan wajahnya "Aku hanya bertanya"

78
"Bro relax" Daniel memutar kedua bola matanya
"Panggil dia Noah, kau sedang tak bekerja
dengannya. Kau kesini untuk berlibur bukan
bekerja. Dan untuk menjawab pertanyaanmu, Noah
sedang melakukan bisnis bersama Mandy, wanita
yang kau lihat tadi"

Nina mengangguk mengerti.

Raya berdiri dari duduknya "Aku rasa aku akan


tidur lebih awal, kalian bersenang-senanglah"

Daniel cemberut "Lalu bagaimana dengan pizza?"

Raya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum


"Aku tidak lapar" dengan begitu, ia pergi ke lantai
dua.

"Dia tidak menyenangkan" gumam Daniel.

Tak lama kemudian, terdengar suara bell. Daniel


langsung memekik sambil membawa dompetnya.

Jason menatap Ashley yang memakai tank top,


alisnya tertaut menjadi satu "Mengapa kau memakai
itu?"

"Apa?" tanya Ashley.

79
"Bajumu
bukankah itu terlalu terbuka? Apa kau tidak
kedinginan?"

Ashley memutar kedua bola matanya "Aku sudah


biasa memakai ini ketika mau tidur"

"Ganti pakaianmu"

"Kau gila ya?" Ashley menaikkan satu alisnya.

Melihat Ashley yang membantah perintahnya, Jason


akhirnya membuka hoodienya sehingga ia hanya
memakai kaos, ia kemudian memasukkan
hoodienya ke kepala Ashley.

Ashley menatap Jason tajam.

"Pakailah" ucap Jason dengan suara yang tidak


ingin dibantah. Ashley memasukkan tangannya ke
lengan hoodie masih sambil menatap Jason tajam.

Nina yang melihatnya hanya tersenyum. Matanya


kemudian tidak sengaja menatap Ace. Tubuhnya
membeku ketika melihat mata berwarna coklat tua
yang intense itu.

"Datanglah pizza!" seru Daniel sambil membawa 3


box pizza di tangannya. Mereka pun makan pizza
dengan beberapa cemilan dan bir sebagai minuman.

80
~♥♥♥~

"Mari kita bermain Truth or Dare!" saran Daniel


ketika mereka sudah selesai makan. Ashley
memekik sambil bilang setuju sedangkan Nina tidak
terlalu menyukai permainan tersebut.

"Baiklah! Aku akan memutar botol dan ujung botol


yang mengarah ke seseorang akan memilih Truth or
Dare" ucap Daniel, dia memutar botol bir kosong di
tengah-tengah mereka. Kemudian botol tersebut
berhenti ke arah Jason.

"Bro! Truth or Dare?" tanya Daniel.

"Dare" gumam Jason.

"Mhmm...Aku menantangmu untuk meminum satu


botol bir dengan sekali teguk!"

Jason langsung melakukannya tanpa ada masalah.


Ashley kagum melihatnya. Jason kemudian
memutar botolnya yang berhenti ke arah Ashley.

Jason menyeringai "Truth or Dare?"

"Dare" jawab Ashley dengan percaya diri.

"Aku menantangmu untuk memilih Truth" seringai


Jason.

81
Ashley menatap Jason tajam "Oke. Truth"

"Berapa banyak pria yang dulu kau kencani?"

"Dude!" Daniel menggeram.

Jason hanya menatap Ashley dengan intense.

"Kau pikir aku menghitungnya?" dengus Ashley.

"Ah ah ah...Kau harus menjawabnya"

"Terlalu banyak!" jawab Ashley yang membuat


Jason menggeram.

"Okay! Ashley putarkan botolnya!" sela Daniel.

Ashley memutar botolnya lalu botol itu mendarat ke


arah Nina.

Ashley menyeringai "Truth or Dare? Walaupun aku


tahu kau pasti akan memilih Truth"

Nina menyipitkan matanya ke Ashley "Dare"

Ashley tersenyum lebar. Umpannya terkena pancing


"Ciumlah salah satu pria disini yang kau suka"

Nina menatap Ashley dengan tidak percaya. Ashley


hanya tersenyum lebar.

82
Nina mendengus. Harusnya dia tahu kalau Ashley
akan melakukan hal semacam ini padanya! Lalu
bagaimana ini? Apa dia harus mencium salah satu
pria atau menolaknya dan beralasan kalau dia ingin
tidur?

Hmm...Sepertinya opsi dua lebih baik.

Nina mulai pura-pura menguap.

"Kau tidak boleh menghentikan permainan ini jika


kau belum melakukan tantanganmu" ucap Ashley
yang mengetahui rencana Nina.

Nina menggerutu. Matanya melirik ke arah Ace


yang rahangnya mengeras menatapnya. Ia kemudian
memalingkan wajahnya. Tidak mungkin dia akan
mencium Ace. Bagaimanapun yang terjadi, Ace
adalah pilihan terakhir baginya. Ia melihat ke arah
Jason yang bahkan tidak meliriknya sedikitpun
karna dia sibuk menatap Ashley. Jason juga bukan
pilihan yang bagus. Sudah terlihat bahwa Jason dan
Ashley mempunyai suatu hubungan yang belum
jelas. Terakhir, Nina menatap Daniel yang sedang
menyeringai ke arahnya. Tatapan Daniel seakan
akan tahu kalau Nina akan menciumnya secara
terpaksa.

Nina mendesah. Sekarang atau tidak sama sekali.


Dengan mata tertutup, Nina memajukan wajahnya

83
ke pipi Daniel. Tetapi, bibirnya malah bertemu
dengan sesuatu yang empuk dan lembut, matanya
langsung terbuka lebar. Ia memekik ketika melihat
mata Ace yang tertutup dan bibir Ace menempel
dengan bibirnya.

Suara pintu terbuka lalu tertutup membuat Nina


tersadar lalu mendorong dada Ace. Nina menatap
Ace dengan napas yang memburu.

"Ada apa ini?" tanya Noah yang memasuki ruang


tamu "Kalian berpesta tanpaku huh?"

Daniel berdiri dari tempatnya lalu menepuk


punggung Noah "Kau datang pada waktu yang tepat
dude" ia kemudian pergi ke lantai dua. Noah hanya
menautkan alisnya bingung.

"Okay! Waktunya tidur!" Jason juga berdiri sambil


mengulurkan tangannya ke arah Ashley dan
membantunya berdiri.

"Dimana Raya?" tanya Noah.

"Di kamarnya, kurasa dia sudah tidur" jawab Jason


yang menaiki tangga bersama Ashley.

Noah menatap Nina dan Ace yang masih duduk di


karpet "Nina..." sapa Noah dengan anggukan kecil.

84
"S-Sir" ucap Nina dengan napas yang terengah
engah.

Noah mengerutkan dahinya lalu menggelengkan


kepalanya "Panggil aku Noah selama kita tidak
berada di kantor"

Nina hanya mengangguk pelan.

Noah mengangkat bahunya. Dia mengangguk ke


arah Ace yang dibalas oleh anggukan kecil oleh
Ace. Dengan begitu, dia pergi menuju lantai dua.

Ace menatap Nina dengan lekat. Mata Ace


menggelap dan tajam, bibirnya kelihatan seperti
habis mencium seseorang. Dan orang itu adalah
Nina...

Ace bangun dari tempatnya lalu menunduk ke arah


Nina. Ia menyentuh kepala Nina yang membuatnya
membeku di tempatnya. Ia kemudian dengan pelan
mengecup dahi Nina.

"Goodnight" bisik Ace lalu pergi meninggalkan


Nina yang masih membeku di tempatnya.

♥♥♥

85
Chapter 8
♥Speak Now♥

Nina keluar dari kelasnya ketika bell istirahat


berbunyi. Dia menaruh buku-bukunya ke loker lalu
pergi ke halaman sekolah. Ujung bibirnya terangkat
ketika melihat Ace sedang duduk di bangku taman
dengan headphones yang berada di telinganya dan
matanya tertutup sambil sesekali menggoyangkan
kepalanya mengikuti irama lagu yang didengarnya.

Nina menghampiri Ace lalu duduk disampingnya.


Merasakan suatu kehadiran dari seseorang, Ace
membuka matanya lalu menengok ke sampingnya.
Dia menurunkan headphones-nya ke lehernya lalu
meletakkan tempat makanan di pangkuan Nina.

Nina menatap Ace dengan satu alis terangkat.

"Makanlah" ucap Ace tanpa melihat Nina.

"Aku tidak tahu kalau kau suka membawa bekal ke


sekolah" goda Nina.

Ace mendengus "Ibuku yang memaksaku untuk


membawanya"

"Jadi kau anak mommy huh?"

86
"Diam dan makan saja bekalnya" gerutu Ace.

Nina terkekeh lalu membuka tempat makan Ace.


Matanya luluh seketika "Awww..." Nina meletakkan
tangannya di dadanya ketika melihat isi makanan
Ace yang terdapat nasi berbentuk dua kepala
panda. Di belakangnya terdapat dua telur gelung,
satu chicken nuggets dan dua sosis. Terdapat bunga
kecil pula sebagai hiasan dan daun selada sebagai
alas makanan tersebut.

Pipi Ace memerah "Diamlah"

Nina mengangkat kedua tangannya "Aku tidak


bilang apa-apa" ujung bibir Nina terangkat sedikit.

Ace memutar kedua bola matanya. Dia


mengeluarkan bungkusan panjang dari tas
makannya lalu memberikannya ke Nina.

Nina membuka bungkusan tersebut yang berisi


sumpit di dalamnya. Ia menatap Ace sambil
mengangkat satu alisnya "Kau makan menggunakan
sumpit?"

"Aku lebih nyaman menggunakannya dan praktis


untuk dibawa"Ace mengangkat kedua bahunya.

Nina tersenyum. Satu hal lagi yang ia sekarang


ketahui tentang Ace.

87
Nina mengambil sosis dengan sumpit lalu
memakannya, ia kemudian mengambil nasi dan
memasukkannya ke mulut sambil mengunyahnya.

"Mhmm..." desah Nina. Siapa sangka makanan


yang simple dan terkesan seperti anak-anak bisa
terasa sangat lezat. Mungkin karena upaya dan
rasa cinta seorang ibu yang membuat makanan itu
lezat dan spesial.

"Apa kau tidak makan?" tanya Nina.

Ace hanya menggelengkan kepalanya


"Habiskanlah"

Nina mengambil telur gulung lalu mengangkatnya


ke arah Ace.

Ace terdiam menatap Nina lalu perlahan membuka


mulutnya dan memakan telur gulung tersebut. Nina
tersenyum. Dia mengambil nasi lalu menyuapi Ace
kembali.

Makan siang pun berjalan dengan Nina dan Ace


yang makan bersama.

Setelah selesai makan, Nina menutup tempat makan


Ace dan menaruh sumpit di bungkusannya kembali
lalu menaruhnya di tas makan Ace.

88
Nina menatap Ace sambil tersenyum. Ace terkekeh
melihatnya.

"Apa?" alis Nina tertaut menjadi satu.

Ace terkekeh "Ada nasi di bibirmu" dia mengusap


ujung bibir Nina dengan ibu jarinya hingga nasi itu
terjatuh.

Jantung Nina berdetak kencang karena wajah Ace


yang sangat dekat. Ibu jari Ace berhenti di bibir
Nina, matanya menatap mata Nina dengan intense.

Perlahan Ace mendekati wajah Nina lalu


menautkan bibirnya dengan bibir Nina. Mata Nina
terpejam seketika. Jantungnya seperti ingin keluar
dari dadanya, perutnya bergejolak. Nina merasakan
getaran dari ciuman tersebut. Ia merasakan
kembang api yang meledak-ledak. Ia merasa luar
biasa ......................................................

Ace melepaskan tautan bibirnya lalu menatap Nina


masih dengan kening yang saling menempel.

"Mengapa kau menciumku?" bisik Nina dengan


napas memburu.

"Karna aku ingin..." ucap Ace dengan mata yang


gelap.

89
"Mengapa kau melakukannya tiba-tiba?!" Nina
menjauh dari Ace sambil menatapnya, tidak
percaya apa yang baru saja Acelakukan.

"Kau bertingkah seolah-olah itu adalah ciuman


pertamamu" dengus Ace.

Nina terdiam. Itu memang ciuman


pertamanya...Walaupun terasa luar biasa dari
dugaannya tetapi tetap saja Ace mengambilnya
tanpa bertanya!

Ace membulatkan matanya ketika Nina tidak


menjawab "Itu benar ciuman pertamamu?"

Nina memalingkan wajahnya. Pipinya merah


seperti tomat "Memangnya itu bukan ciuman
pertamamu juga?"

Ace terdiam.

Nina mendengus. Tentu saja itu bukan ciuman


pertamanya. Mana ada laki-laki yang sudah
menginjak Sekolah Menengah Atas yang belum
pernah mencium perempuan sekalipun...

"Apa kau selalu mencium perempuan yang dekat


denganmu?!" ucap Nina marah.

90
Ace menggigit bibir bawahnya, menahannya untuk
tertawa. Ia tahu Nina marah namun mengapa ia
sangat manis ketika cemburu...

"Hanya kamu" ucap Ace sambil tersenyum.

Nina menatap Ace tidak percaya "Terserahlah"

Ace menggengam tangan Nina "Percayalah. Hanya


kamu" ucapnya sambil menangkup dagu Nina.

Nina mengusap wajahnya dengan air. Ia menatap


refleksinya di cermin sambil mendesah. Matanya
terdapat kantung mata akibat ia tidak bisa tidur
semalam. Pikirannya melaju akan Ace yang
menciumnya pada game Truth or Dare.

Nina menggelengkan kepalanya lalu menyiapkan


dirinya di pagi hari. Ia memakai concelear untuk
menutupi kantung matanya lalu sedikit lip balm di
bibirnya, dengan begitu ia pun keluar dari
kamarnya.

Nina pergi ke lantai satu dimana orang-orang


sedang berada di meja makan sambil bercakap dan
menikmati sarapan mereka. Nina menyapa mereka
lalu duduk disamping Raya sambil menghindari
tatapan Ace.

91
Nina memakan salad dan beberapa kentang goreng
sambil melihat sekelilingnya "Dimana Noah?"
tanyanya ketika ia tidak melihat Noah.

"Noah?" Ace menautkan alisnya "Baru kemarin kau


memanggilnya Mr. Kingston dan sekarang berubah
menjadi Noah?"

Nina mengabaikannya.

Daniel mendeham dengan keras akan suasana yang


intense tersebut.

"Dia ada meeting pagi hari ini" jawab Raya


"Ngomong-ngomong kita mau pergi ke Royal
Hawaiian Center untuk berbelanja, apakah kau mau
ikut?"

"Aku rasa tidak" Nina menggelengkan kepalanya


"Aku merasa tidak enak badan"

"Apa kau mau aku menemanimu? Kita semua akan


pergi, kau akan sendirian disini" tanya Ashley.

"Tidak apa-apa" Nina tersenyum "Aku hanya lelah


saja, mungkin karna jetlagged dan efek alkohol
kemarin. Kalian pergilah. Aku mungkin akan tidur
seharian ini"

92
Ace menatap Nina seakan-akan dia tahu kalau Nina
berbohong.

"Apa kau yakin?" tanya Jason khawatir "Salah satu


dari kita bisa menemanimu disini"

Nina tersenyum akan perhatian Jason. Baru satu hari


Nina mengenalnya, Jason nampaknya pria gentle.
Dia memprioritaskan keamanan untuk para wanita.
Jika saja Nina baru pertama kali bertemunya, ia
pasti mengira kalau Jason suka padanya.

"Mengapa kau sangat peduli padanya?" Ace


menatap Jason tajam.

"Dude" desah Jason "Aku hanya tidak mau dia


kenapa-kenapa"

"Dia tidak akan kenapa-kenapa karna aku akan


menjaganya" ucap Ace tajam.

Nina membuka mulutnya lebar.

"Kau akan menjaganya?" Daniel mengangkat satu


alisnya.

"Apa kau tuli?" gerutu Ace.

"Woah dude okay..." Daniel mengangkat kedua


tangannya akan mood Ace yang rupanya sedang

93
tidak bagus "Baiklah, kita akan ke Royal Hawaiian
Center untuk berbelanja sedangkan Nina dan Ace
akan tetap berada disini"

"Tidak!" pekik Nina yang ditatap langsung oleh


mereka semua "Ma-maksudku...kau tidak perlu
menemaniku, aku akan baik-baik saja, kau bisa
pergi berbelanja"

Ace menaikkan satu alisnya "Apa aku meminta


persetujuanmu untuk menemanimu?"

Nina membuka-tutup mulutnya "Tapi---"

Ace berdiri dari tempat duduknya lalu pergi.

Nina mengepalkan satu tangannya. Jika saja tatapan


bisa membunuh, Nina akan menatap Ace berkali
kali.

"Ookay...Nikmatilah istirahatmu dengan Ace.


Sebaiknya kita pergi sekarang, tempat itu sangat
ramai oleh pengunjung" ucap Daniel lalu pergi.

"Hiraukan saja Ace jika dia mengganggumu" ucap


Jason tersenyum. Iapun pergi mengikuti Daniel.

"Jagalah dirimu" ucap Raya sambil memeluk Nina


sedangkan Ashley hanya menyeringai kepadanya.

94
Nina memutar kedua bola matanya.

~♥♥♥~

Nina menatap langit-langit kamarnya tidak bisa


tidur. Matanya sudah berat dan mengantuk tetapi
tidak mau tertutup.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintunya.

Nina menggeram. Dia membukakan pintunya lalu


menatap Ace dengan tajam.

Ace mengabaikan tatapan tajam Nina, dia menarik


tangan Nina lalu menaruh suatu botol kecil di
telapak tangannya "Minumlah, itu akan
membantumu untuk tertidur"

Nina menatap botol tersebut. Ia membaca tulisan


yang berada di botolnya.

Sleeping Pills.

Nina membulatkan matanya lalu menatap Ace


"Mengapa kau mempunyai obat tidur?"

Ace mendesah "Jangan banyak bertanya dan


minumlah" dia lalu membalikkan badannya untuk
pergi.

95
Nina menangkap tangan Ace "Mengapa kau
membutuhkan obat tidur? Ada apa denganmu?"

Ace tersenyum tipis "Mengapa itu terdengar seolah


olah kau peduli padaku?"

Nina melepaskan tangannya dari lengan Ace


"Ace..."bisiknya.

Ace memalingkan wajahnya "Minum obat itu dan


istirahatlah"

Nina menatap punggung Ace yang menuruni


tangga. Ia mendesah lalu menutup pintu kamarnya.

Nina menatap botol kecil di tangannya. Apa yang


membuatnya susah tidur sehingga dia membutuhkan
bantuan obat untuk membuatnya tertidur?...

Nina menghela napas panjang. Dia menelan obat


tersebut dengan air lalu kembali merebahkan
tubuhnya di tempat tidur.

Tak lama kemudian, matanya mulai tertutup dan


mimpi membawanya pergi dari pikiran obat tidur
yang Ace miliki.

♥♥♥

96
CHAPTER 9
♥Your Name Is In My Heart ♥

Nina bangun dari tidurnya ketika mendengar suara


dari luar. Dia beranjak dari tempat tidur lalu
meregangkan tubuhnya. Setelah itu, ia ke kamar
mandi untuk mencuci muka dan mengganti
pakaiannya dengan sweater dan legging. Kemudian
ia keluar dari kamar lalu mengikuti datangnya suara
yang berasal dari lantai satu.

Nina melihat Daniel, Jason dan Ashley yang sudah


kembali. Mereka semua sedang berkumpul di ruang
tamu dengan banyak makanan dan alkohol yang
menemani mereka. Bahkan Ace sudah berada di
sofa, meminum bir di tangannya sambil memainkan
handphone-nya.

"Hey..." sapa Nina tersenyum yang dibalas


sambutan hangat oleh mereka.

Mendengar suara Nina, Ace langsung mendongak


dari layar handphone-nya.

Nina duduk di tempat yang kosong yaitu ditengah


tengah Ashley dan Ace. Ia mengabaikan mata Ace
yang memperhatikannya.

97
"Dimana Raya dan Noah?" tanya Nina menyadari
ketidakhadiran Raya dan Noah.

Ashley meneguk habis satu gelas winenya lalu


mendesah "Mereka berdua pergi ke semacam pesta
bisnis..."

Nina mengangguk.

"Dan kau memanggilnya Noah lagi...sejak kapan


kau berteman dengannya?" gumam Ace sambil
memainkan handphonenya.

Nina mendengar perkataan Ace namun memutuskan


untuk mengabaikannya.

Mereka akhirnya memutuskan untuk menonton film


sambil makan dan minum alkohol. Setelah berdebat
film seperti apa yang mereka akan tonton,
merekapun akhirnya memutuskan untuk menonton
film Titanic.

Sepanjang film, Nina menyadari kalau Ace masih


memainkan handphone-nya, tidak menghiraukan
layar tv sama sekali. Nina melirik layar handphone
Ace yang ternyata ia sedang bermain Candy Crush.

Nina menggigit bibir bawahnya. Siapa sangka pria


berumur 27 tahun suka bermain Candy Crush?

98
Seiring berjalannya waktu, tibalah mereka
menonton di akhir adegan dari film Titanic dimana
Rose yang menyelamatkan Jack yang tangannya di
borgol ke tiang. Lalu mereka pergi ke kapal kecil
untuk dinaiki. Karena sudah terlalu banyak
penumpang yang menaiki kapal tersebut, akhirnya
Jack menyuruh Rose untuk naik sendirian. Tetapi
merasa berat hati, Rose lompat dari kapal kecil
tersebut ke kapal Titanic lagi. Jack dan Rose pun
berusaha untuk menyelamatkan diri mereka dari
kapal yang sudah tenggelam, Jack menemukan
sebuah pintu dan menyuruh Rose untuk menaiki
pintu tersebut. Rose mengambang di atas air dengan
pintu itu sedangkan Jack berada di air yang dingin.
Dan tibalah adegan dimana Jack tewas dengan
tubuh yang membeku.

Daniel yang sudah setengah mabuk, menangis


terisak melihat adegan yang sedih itu.

Nina hampir meneteskan air matanya ketika ia


mendengar Ace mendengus. Nina menatap Ace
tajam, bisakah pria ini untuk tidak merusak
suasana?

"Ending macam apa ini?" gumam Ace.

Nina menatap Ace tajam "Apa ada yang salah


dengan endingnya?"

99
Ace menatap Nina sejenak lalu meminum birnya
"Itu hanya tidak realistis...Jack bisa saja selamat jika
Rose tidak lompat kembali ke kapal Titanic"

"Rose tidak mau meninggalkan Jack, dia rela untuk


mati bersama Jack karna cinta" protes Nina.

"Dan itu bodoh...Jika kau benar-benar mencintai


seseorang maka kau tidak akan membebani
seseorang tersebut. Dan apa yang Rose lakukan
adalah membebani Jack karna dia merasa
bertanggung jawab untuk menyelamatkan Rose
terlebih dahulu dibanding dirinya sendiri. Jika saja
Rose duduk diam di kapal kecil tersebut, Jack akan
menemukan cara lain untuk menyelamatkan dirinya.
Apa yang Rose lakukan sia-sia karna Jack mati
karnanya"

Nina sedikit setuju akan penjelasan Ace namun dia


tidak ingin Ace mengetahuinya.

"Jika kau Jack dan aku Rose, apa yang akan kau
lakukan?" tanya Nina menantang sambil melipat
kedua tangannya di depan dada.

Ace menatap Nina dengan intense "Aku akan


menyuruhmu untuk tetap diam di kapal kecil itu,
lalu aku akan menemukan kapal lain untuk dinaiki"

"Bagaimana jika tidak ada kapal kecil lagi?"

100
"Aku akan mencari sesuatu yang bisa membuatku
mengambang di atas air"

"Bagaimana jika aku memutuskan untuk lompat


kembali ke kapal seperti Rose?"

"Aku akan menyelamatkan kita berdua dengan


mengapung di atas pintu tersebut berdua"

"Bagaimana jka pintu itu tidak bisa menahan berat


kita berdua?"

"Aku akan mencari benda lain yang bisa


mengapung"

Nina mendengus. Tidak ada gunanya beragumen


dengan Ace karna pada akhirnya Ace akan selalu
menang dalam argumentasi mereka.

"Jadi intinya kau tidak mau mengorbankan hidupmu


padaku?" gumam Nina.

Mata Ace menatap Nina dengan intense "Bukankah


lebih baik hidup untukmu daripada mati untukmu?
Jika aku mati karna menyelamatkanmu, bukankah
itu akan menyakitimu? Aku lebih baik berusaha
untuk menyelamatkan kita berdua untuk
menghindari rasa sakit dari rasa bersalah. Dan
bukankah kau akan bahagia jika aku hidup
bersamamu daripada mati karnamu?"

101
"Bagaimana kalau pada akhirnya kau sudah
berusaha untuk menyelamatkan kita berdua, namun
maut tetap mengambil nyawamu?" ucap Nina
menatap Ace.

Ace tersenyum "Setidaknya kau tahu kalau aku


sudah berusaha bertahan hidup untukmu"

Jantung Nina berdetak kencang. Dia memalingkan


wajahnya dari Ace "Sebut saja kita berdua selamat.
Lalu apa? Itu tidak menjamin kita berdua akan
kebahagiaan. Mungkin saja kau akan bosan dengan
hubungan kita dan memutuskan untuk selingkuh
denganku"

Ace tahu kalau Nina sudah keluar dari topik


pembicaraan tentang film Titanic. Ia membicarakan
tentang hubungannya dengan Ace...

Ace meminum birnya lalu berbicara "Aku


melakukan apa yang perlu kulakukan waktu itu, jika
selingkuh denganmu bisa membuatmu menjauh
dariku, maka aku akan melakukannya tanpa pikir
panjang"

Tangan Nina mengepal dengan amarah. Apa yang


dimaksudnya itu?! Membuatnya menjauh darinya?!
Apa Nina semacam kekasih yang menyebalkan
yang tidak terima kata putus, namun akan menjauh
karna pasangannya selingkuh padanya?!

102
Amarah Nina terlupakan akibat tangisan Daniel
yang mengisi seluruh ruangan.

"Ini sangat sedih, broo" tangis Daniel terisak-isak.

Jason mendesah penat akan temannya yang sudah


mabuk berat itu.

~♥♥♥~

Tak lama setelah menonton Titanic, mereka kembali


menonton film yang berjudul 21 Jump Street.

Ace tak henti-hentinya melirik Nina setiap kali Nina


tertawa disampingnya. Dia hampir lupa bagaimana
indahnya suara Nina ketika tertawa...

Ketika ditengah-tengah film, kepala Nina mulai


jatuh menunduk. Ace memperhatikan wajah Nina
yang rupanya ia sudah tertidur.

Ace terkekeh. Tangannya meraih rambut Nina


untuk menyingkirkannya dari wajahnya. Disaat
yang bersamaan pintu terbuka dan masuklah Noah
dan Raya. Ace menurunkan tangannya lalu
meminum birnya dengan santai.

"Noah!" seru Daniel menghampiri Noah "My


friend!" Daniel memeluknya.

103
Noah bisa mencium bau alkohol dari mulut Daniel
"Enyahlah" ucapnya sambil mendorong Daniel.

Daniel cemberut "Mengapa kau selalu jahat padaku


Noah?" Daniel menunjuk dada Noah "Aku ini
temanmu"

Daniel kemudian melihat ke arah Raya "Raya!" ia


mengerutkan dahinya "Mengapa wajahmu
memerah?"

Tangan Raya langsung menyentuh pipinya. Ini efek


yang disebabkan oleh Noah terhadapnya.

"Apa kalian melakukannya?" Daniel


menggoyangkan kedua alisnya yang membuat
wajah Raya makin merah padam.

Noah menggeram sambil memijat keningnya.

"Dia sudah mabuk berat daritadi" desah Jason


"Akan kuantar ke kamarnya" Jason berdiri dari sofa
lalu menghampiri Daniel "Ayo man! Sudah saatnya
kau tidur!" Daniel hanya mengerang sambil
dibopong oleh Jason ke lantai dua.

"Mengapa kalian cepat sekali pulang?" tanya Ace


"Apa pestanya sudah selesai?"

"Ada Liam disana" ucap Noah datar.

104
"Ah..." Ace mengangguk mengerti lalu meneguk
birnya.

Noah kemudian pergi ke dapur untuk mengambil


air.

Raya melihat kedua temannya yang kelihatannya


sudah teler di sofa.

"Apa mereka juga mabuk?" tanya Raya.

"Ashley? Ya. Nina? Dia hanya ketiduran" jawab


Ace.

"Akan kuantar mereka ke kamarnya" Raya


menghampiri kedua temannya.

"Kau antar Ashley saja" ucap Ace "Akan kuantar


Nina"

Raya menautkan kedua alisnya "Umm...okay"

Ace berdiri lalu menggendong Nina dengan bridal


style. Dia pergi ke lantai dua menaiki tangga dan
menuju kamar Nina.

Merasa kalau badannya digendong, Nina langsung


bangun dari tidurnya. Matanya membulat ketika
menatap Ace.

105
"Turunkan aku!" pekik Nina.

Ace mendengus. Dengan perlahan ia menurunkan


Nina di depan pintu kamarnya.

Ace menatap mata Nina sebentar lalu matanya


terjatuh ke bibirnya. Seakan Nina magnet yang
menariknya, Ace mendekati wajah Nina lalu
menempelkan bibirnya dengan bibir Nina.

Nina terdiam membeku. Tangannya diangkat untuk


mendorong dada Ace, namun Ace menangkapnya
lalu menggenggamnya erat. Mata Nina akhirnya
tertutup sambil menikmati tautan bibirnya dengan
Ace. Kembang api, kupu-kupu, getaran yang ada di
hatinya...Nina merasakan semua itu. Dia hanya
merasakannya bersama Ace ..........................

Dengan lembut, Ace melepaskan tautan bibirnya.


Dia menatap mata Nina dengan matanya yang
menggelap lalu ia mengecup pipi Nina lembut.

"Goodnight" bisik Ace serak. Dengan tatapan


terakhir ke arah Nina, iapun pergi ke kamarnya
sendiri.

106
Nina memegang gagang pintunya, takut jatuh akibat
ciuman yang baru saja dirasakannya dengan Ace. Ia
lalu meletakkan tangannya di dadanya dimana
jantungnya berdetak dengan tak aturan.

♥♥♥

107
Chapter 10
♥Having Each Other♥

Nina meregangkan tubuhnya sambil menguap.


Matanya berkedip-kedip akibat cahaya yang masuk
dari jendela. Ia mengusap bibirnya dari air liur yang
berada di ujung bibirnya. Jari-jemarinya langsung
berhenti menyentuh bibirnya ketika dia mengingat
peristiwa kemarin malam. Matanya membulat lebar.

Ace menciumnya...

Nina memekik sambil menutupi wajahnya dengan


kedua tangannya. Mengapa dia membiarkan Ace
menciumnya untuk yang kedua kalinya?!

Nina menghempaskan napas panjang. Dia harus


lebih tegar dan tidak terkecoh akan permainan Ace.
Ia tidak ingin dimainkan untuk yang kedua kalinya
..........................................................

Dengan tekad yang kuat untuk tidak jatuh cinta lagi


terhadap Ace, Nina pun beranjak dari tempat
tidurnya dan bersiap-siap untuk menikmati
liburannya.

~♥♥♥~

108
Setengah jam kemudian, Nina sudah siap untuk ke
pantai bersama Ashley. Raya tidak bisa ikut karna
dia mempunyai kencan bersama Noah.

Nina menatap dirinya di depan cermin, ia memakai


crop top dengan lengan offshoulder dan rok denim
yang panjangnya setengah dari pahanya. Ia
mengambil tasnya dan topi bulat yang lebar lalu ia
keluar dari kamarnya.

Nina terlonjak ketika ia bertemu Ace di depan


kamarnya. Ace menautkan alisnya ketika melihat
pakaian Nina. Rahangnya mengeras ketika melihat
perut Nina yang terbuka.

"Kamu mau kemana?" tanya Ace dengan mata yang


tajam.

"Tidak ada urusannya denganmu" dengus Nina lalu


melangkah pergi.

Badan Ace menghalangi Nina "Jangan mengetesku,


sayang..."

Nina menggigit bibir bawahnya. Didengar dari nada


suara Ace, sepertinya ia marah besar terhadapnya.

"Ke pantai" jawab Nina yang tahu kalau dia tidak


akan bisa pergi sebelum menjawab pertanyaan Ace.

109
"Dengan pakaian seperti itu?" Ace menyipitkan
matanya.

Nina melihat pakaiannya lagi lalu mendengus. Apa


yang salah dengan pakaian ini?! Justru pakaian ini
cocok sekali untuk pergi ke pantai.

"Apa kau ingin aku mengenakan sweater dan jeans


untuk ke pantai?" Nina menaikkan satu alisnya.

Ace terdiam memikirkan kalau sweater dan jeans


merupakan pilihan yang tidak buruk dibanding
dengan pakaian yang dipakai Nina sekarang.

Mulut Nina menganga seakan tahu kalau Ace


mempertimbangkan sweater dan jeans untuk
dipakainya ke pantai.

Nina mendengus. Dia tidak ingin berurusan dengan


Ace kali ini. Ia berusaha pergi namun tangannya
ditahan oleh Ace.

"Gantilah bajumu" ucap Ace.

Nina menatap Ace dengan tajam "Mengapa aku


harus mengganti bajuku?!"

"Terlalu terbuka..." gumam Ace sambil menatap


perut Nina.

110
"Lalu mengapa jika pakaianku terbuka?!"

"Para lelaki akan memandangmu! Dan percayalah


padaku kau tidak akan mau dipandang oleh satupun
laki-laki jika kau mengetahui apa yang dipikirkan
mereka ketika memandangmu!" geram Ace.

"Kau laki-laki dan kau memandangku, apa bedanya


kau dengan laki-laki lain?" Nina mengangkat
dagunya ke arah Ace sambil melipat kedua
tangannya di depan dadanya.

"Kau milikku" ucap Ace dengan tajam sambil


mendekati Nina "Milikku untuk dipandang..." Nina
berjalan mundur perlahan-lahan "Milikku untuk
disentuh..." Ace menyentuh lengan Nina dengan
jemarinya "Milikku untuk dicium..." Ace
mendorong tubuh Nina hingga punggungnya
bersentuhan dengan pintu kamarnya.

Jantung Nina berdebar kencang akibat jarak yang


dekat antara dirinya dengan Ace. Bibir Ace hampir
bersentuhan dengannya, matanya menatap mata
Nina dengan intense, dan hembusan napasnya
menari-nari di wajah Nina.

"Aku tidak akan mengulangi perkataanku lagi" Ace


menatap Nina tajam "Gantilah bajumu"

111
Nina menatap mata Ace lalu dengan cepat ia
menginjak kaki Ace dengan keras sehingga
membuat Ace menjauh darinya seketika.

Nina langsung lari, dia sekilas mendengar Ace yang


menyebut sumpah serapah dari belakangnya.

~♥♥♥~

Nina dan Ashley sampai ke pantai. Mereka


langsung menempati tempat duduk panjang yang
kosong lalu menggelar selimut di atasnya. Nina
melepaskan rok jeansnya sehingga ia hanya
memakai crop top offshouldernya dan celana
renangnya. Dia kemudian meletakkan topinya dan
memakai kacamata hitam. Ia duduk di bangku
sambil mengolesi sunscreen ke seluruh tubuhnya
yang terbuka.

"Bukankah ini hebat? Menikmati pantai di Hawaii


yang indah ini?" ucap Ashley disampingnya. Dia
sudah melepaskan bajunya dan memakai bikini. Ia
juga sedang mengolesi sunscreen di seluruh
tubuhnya.

"Ya...kapan lagi kita bisa pergi ke Hawaii secara


gratis?" ucap Nina sambil melihat sekeliling pantai.

"Ada untungnya juga berteman dengan orang yang


mengencani CEO" kata Ashley.

112
"Ya....kurasa begitu..." gumam Nina.

Ashley berdiri dari tempat duduknya ketika dia


sudah selesai mengolesi sunscreen. Dia
meregangkan tubuhnya sambil melakukan
pemanasan.

"Aku akan pergi berenang" ucap Ashley lalu pergi


sambil menggoyangkan pinggulnya ke arah group
laki-laki yang menatapnya semenjak ia melakukan
pemanasan.

Nina memutar kedua bola matanya. Ashley akan


tetap menjadi Ashley dimanapun ia berada.

Nina melakukan pemanasan sebentar lalu ia


melangkah ke air laut. Kakinya mengetes suhu air
laut yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu
panas. Dia akhirnya mulai berenang, menikmati air
laut yang membasahi tubuhnya dan teriknya
matahari yang menyinarinya.

Ketika sedang asyiknya berenang, sebuah bola voli


terlempar ke kepalanya. Nina dengan reflek
memegangi kepala yang terkena bola voli.

Seorang pria berlari ke arahnya "Hey..." ucap pria


itu sambil membantu Nina berdiri dan keluar dari
air laut "Apa kau tidak apa-apa?"

113
Nina menatap pria itu masih sambil memegangi
kepalanya. Pria itu nampak tampan dengan rambut
pirang, gigi putih, dan kulit coklatnya yang eksotis.
Badannya bahkan terbentuk dengan indahnya dan
terkesan bersinar ketika disinari matahari.

"Umm...ya..." Nina menyingkirkan rambutnya dari


wajahnya "Aku tidak apa-apa..."

Pria itu tersenyum. Ketika ia ingin mengatakan


sesuatu, sepasang tangan melingkari pinggang Nina
dari belakang sehingga membuatnya memekik.

"Disini kau rupanya, sayang..." ucap Ace sambil


menghujani leher dan bahu Nina dengan kecupan.

Nina berusaha untuk melepaskan rengkuhan Ace


dari dirinya, namun Ace semakin mengeratkan
rengkuhannya di perut Nina.

Pria tersebut menggaruk lehernya canggung lalu ia


mengambil bola voli yang terjatuh "Maaf..."
ucapnya lalu pergi begitu saja.

Nina akhirnya berhasil menjauhkan dirinya dari


Ace. Ia membalikkan badannya sambil menatap
tajam Ace. Mulutnya ingin memarahi Ace, namun
napasnya terhenti ketika melihat tubuh Ace yang
setengah telanjang. Jika ia berpikir bahwa tubuh
pria sebelumnya itu indah dan bersinar, tubuh Ace

114
jauh lebih melampaui tubuh pria sebelumnya. Bisa
dilihat dari perutnya yang berotot dan kotak-kotak
kalau Ace berolahraga.

Nina mendeham sambil memalingkan wajahnya


"Apa yang kau lakukan disini?"

Ace menaikkan satu alisnya "Apa kau berpikir aku


mengikutimu?"

Nina mendengus "Terserahlah..."

Ketika Nina ingin pergi dari Ace, tangannya ditarik


sehingga ia berhadap-hadapan dengan Ace.

"Kau akan pergi begitu saja karna aku berada


disini?"

"Tentu saja! Aku tidak ingin berada didekatmu!"


Nina menatap Ace tajam lalu pergi menjauh dari
Ace. Ia pergi ke sisi pantai yang sedikit jauh lalu
kembali berenang.

Nina memekik ketika sepasang tangan melingkari


pinggangnya lagi. Ia menatap Ace tajam lalu
berenang menjauh dari Ace.

Ace berenang mendekati Nina lalu menariknya


hingga Nina berhadap-hadapan dengannya. Nina

115
mencoba mendorong dada Ace, namun Ace
mengeratkan rengkuhannya di pinggang Nina.

Nina menutup matanya sambil menarik napas


dalam-dalam. Ia membuka matanya dan bersiap
untuk memarahi Ace, namun suaranya terhenti di
tenggorokannya ketika melihat raut wajah Ace yang
sedih. Napas Nina seakan berhenti dan
tenggorokannya kering.

Mata Ace yang sayu menatap wajah Nina. Ia


mengelus lembut pipi Nina lalu leher dan bahunya.
Matanya berkabut akan berbagai macam memori
yang masuk ke pikirannya. Memori akan dirinya
dan Nina yang berenang di pantai dengan riang dan
tawa yang menyelimuti mereka.

Apa yang terjadi pada mereka sehingga membuat


mereka hancur seperti ini?

Ada saatnya ketika Ace menyesal meninggalkan


Nina dan menyakitinya...Namun, ia harus
melakukan segala hal untuk melindungi Nina jika
itu artinya ia harus meninggalkannya...

"Nina..." bisik Ace dengan napas yang tersedak di


tenggorokannya "Oh Nina..." Ace memeluk Nina
erat. Ia menaruh kepalanya di bahu Nina sambil
menyerap sensasi tubuh Nina yang berada di
rengkuhannya.

116
"Aku merindukanmu..."bisik Ace "Sangat
merindukanmu..."

Nina terdiam. Hatinya sakit melihat Ace yang


seakan-akan tidak berdaya. Ia akhirnya ikut
menenggelamkan kepalanya di bahu Ace sambil
menikmati pelukannya.

Satu hal yang ia ketahui...Ia juga merindukan Ace...

~♥♥♥~

Nina mengerang dengan badan yang sempoyongan


sambil memasuki penthouse. Ia habis pergi ke club
malam untuk menghilangkan pikirannya tentang
Ace dan momen yang mereka habiskan tadi di
pantai. Berapa kali ia meminum alkohol? Nina
bahkan tidak tahu.. Yang jelas ia sudah mabuk
berat.

Ketika Nina hendak jatuh ke lantai, seseorang tiba


tiba menangkapnya.

"Nina?" ucap suara yang kedengaran seperti


bossnya.

Nina hanya mengerang, tubuhnya sempoyongan.

117
"Apa kau mabuk?" Noah mencium aroma napas
Nina dan seperti yang disangkanya, napasnya
berbau alkohol.

Noah menuntun Nina untuk berjalan, tiba-tiba Nina


terjatuh ke sofa menarik Noah bersamanya. Noah
terjatuh di atas badan Nina dan ia menyadari
kancing baju Nina terbuka di bagian atas bajunya.

"Nina?"

Noah langsung menengok, matanya langsung


bertemu dengan mata Ace yang tajam.

"Ace--"

"Beraninya kau!" Ace mengangkat tubuh Noah dari


Nina lalu menonjoknya.

♥♥♥

118
Chapter 11
♥I'dSend You Me♥

Ace berjalan mondar-mandir di kamarnya sambil


menempelkan handhonenya ke telinga. Ketika
operator lagi-lagi mengatakan kalau nomor yang
ditelpon tidak bisa dihubungi, Ace menggeram
kesal sambil membanting handphonenya ke tempat
tidur.

Ace menelusuri rambutnya dengan jari-jemarinya


secara frustasi. Semenjak dia berenang dengan Nina
di pantai, Nina menjadi diam bisu dalam perjalanan
kembali ke penthouse dan tiba-tiba malamnya dia
menghilang begitu saja. Sudah tengah malam dan
dia tak kunjung kembali ke penthouse.

Semakin lama waktu berjalan, semakin resah Ace


akan Nina. Ia akhirnya memutuskan untuk
mencarinya. Dia mengambil dompet, handphone
dan kunci mobil lalu pergi dari kamarnya.

Ace menautkan kedua alisnya ketika ia mendengar


suara seperti benda yang jatuh. Ia turun dari tangga
dan melihat punggung Noah yang sedang menidih
seorang wanita.

119
Ace memutar kedua bola matanya, berpikir bahwa
wanita itu adalah Raya. Namun, ketika ia mendekat,
matanya langsung membulat tidak percaya.

"Nina?"

Noah langsung menengok, matanya langsung


bertemu dengan mata Ace yang tajam.

"Ace--"

Ace melihat baju Nina yang kancing atasannya


sudah terbuka. Rahangnya mengeras seketika dan
tangannya mengepal.

"Beraninya kau!" Ace mengangkat tubuh Noah dari


Nina lalu menonjoknya.

Noah meringis memegangi rahangnya, ketika ia


ingin berdiri untuk menjelaskan apa yang terjadi
pada Ace, tiba-tiba matanya bertemu dengan
seseorang dibelakang Ace.

"Raya..." Noah berdiri ingin menghampiri Raya


namun Ace menahan Noah dengan mendorong
dadanya.

"Kau pikir kau sedang apa?" Ace menggertakkan


giginya.

120
"Dia mabuk" ucap Noah, matanya masih menatap
Raya yang terdiam daritadi.

"Beraninya kau menyentuhnya" lanjut Ace dengan


tajam.

"Dia mabuk" ulang Noah kembali masih menatap


Raya.

Ace tiba-tiba menarik kerah baju Noah dengan


kasar, tangannya berdenyut ingin menghajar Noah.

"Hentikan" ucap Raya sambil menarik Ace dari


Noah. Raya menatap Ace yang sedang menatap
Noah tajam, matanya membara seperti api.

"Kau antarkan saja Nina ke kamarnya" ucap Raya


yang berusaha menenangkan Ace.
Ace terdiam dalam amarahnya.

"Ace!" bentak Raya berusaha menyadarkan Ace.

Dengan rahang yang mengeras, Ace


memalingkan wajahnya dari Noah lalu berjalan ke
arah Nina yang masih belum sadarkan diri di sofa,
ia kemudian mengangkat Nina dan berjalan pergi
menuju kamarnya meninggalkan Raya dan Noah
seorang.

121
Ketika sudah sampai kamar Nina, Ace meletakkan
Nina di tempat tidurnya. Ia kemudian menatap Nina
yang tidak sadarkan diri di tempat tidurnya.
Rahangnya mengeras kembali ketika melihat atasan
baju Nina yang terbuka dan rok pendek ketatnya.

Dengan geraman, Ace mematikan lampu kamar


Nina dan menutup gorden jendelanya sehingga
membuat kamar tersebut benar-benar gelap. Dengan
kegelapan dan sedikit cahaya malam, Ace membuka
kemeja dan rok Nina tanpa menatap tubuhnya. Lalu
dia memakaikan kaos hitam dan sweatpants ke
tubuh Nina sambil sesekali memalingkan wajahnya
untuk menghindari menatap tubuhnya.

Setelah selesai, Ace menyalakan lampu tidur


disamping tempat tidur sehingga wajah Nina terlihat
oleh cahaya lampu tersebut.

Ace menyelipkan helaian rambut Nina ke


belakangnya sambil mengelus lembut pipinya. Ia
terdiam menatap Nina sambil terus mengelus
wajahnya. Tak lama kemudian, matanya mengantuk
dan mulai tertutup dengan sendirinya.

~♥♥♥~

Nina mengedipkan matanya sambil menguap. Nina


memekik ketika melihat Ace yang kepalanya
disandarkan di tangannya dan berada di pinggir

122
tempat tidur Nina sedangkan seluruh badannya
terduduk di lantai.

Nina mengangkat tubuhnya sehingga ia terduduk


lalu ia melihat bajunya yang sudah berganti menjadi
kaos dan sweatpants. Pipinya memerah akan pikiran
kalau Ace yang menggantikan bajunya...

Nina mendeham pelan berharap Ace bangun.


Melihat Ace yang tidak bergerak sama sekali, Nina
pun berdeham dengan keras.

Ace mengerang lalu membuka matanya perlahan. Ia


kemudian menyadari kalau Nina sudah bangun.

"Apa yang kau lakukan disini?" deham Nina.

Ace menautkan alisnya sambil mengucek matanya


"Aku rasa aku ketiduran"

"Mengapa kau bisa ketiduran di kamarku?"

"Kau mabuk" ucap Ace tajam "Aku membawamu


kemari dan aku ketiduran, seharusnya kau berterima
kasih kepadaku"

Nina mendeham "Umm...Terima kasih........." Nina


beranjak dari tempat tidur "Kau harus pergi, aku
ingin mandi dan bersiap-siap---" tubuhnya

123
terhuyung ketika ia berdiri, Ace langsung
menangkapnya.

Ace menuntun Nina duduk di tempat tidur kembali,


ia menyentuh bahu Nina "Apa kau tidak apa-apa?"

Nina memegang kepalanya yang pusing sambil


menatap mata Ace yang menunjukkan kekhawatiran
"Hmm...Yaa...Aku baik-baik sa---"Nina menutup
mulutnya ketika ia merasa ada sesuatu yang ingin
keluar dari tenggorokannya. Dengan cepat ia pergi
ke kamar mandi lalu memuntahkannya di toilet
duduk.

Nina mengerang sambil memuntahkan isi perutnya.


Kedua tangannya memegang kepalanya sambil
berlutut di depan toilet duduk. Ia merasakan jari
jemari Ace menyingkirkan rambutnya dari
wajahnya dan memegangnya dari belakang.
Tangannya yang lain memijat lembut leher Nina.

Nina menggeram sambil menekan tombol toilet


duduk sehingga air keluar dari toilet duduk dan
membersihkan muntahannya. Ia lalu berdiri
dan menyikat giginya, matanya menghindari tatapan
Ace yang intense.

Setelah selesai menyikat giginya, Nina


membalikkan tubuhnya menghadap Ace "Aku ingin

124
mandi, apakah kau akan berada disini terus
terusan?"

Ace menautkan kedua alisnya sambil


menggelengkan kepalanya "Aku akan
mengambilkan obat untukmu" dengan begitu ia
pergi dari kamar mandi.

Nina ingin mengatakan kalau ia tidak perlu


melakukan itu. Namun, sosok Ace sudah
menghilang begitu cepat dari kamarnya.

Nina mendesah...Perlakuan Ace membuatnya


berpikir bahwa Ace benar-benar peduli
terhadapnya...

~♥♥♥~

Ace memasuki dapur tanpa menghiraukan


kehadiran Raya yang sedang makan. Ia langsung
membuka kulkas lalu meneguk satu botol air. Ace
kemudian mengambil satu botol air lagi beserta obat
di tangannya. Setelah itu, ia pun pergi dari dapur.

"Kau tahu Noah tidak menyentuhnya kan?" ucap


Raya yang membuat langkah Ace terhenti. Ia
membalikkan badannya lalu menatap Raya.

"Setidaknya ia tidak meyentuhnya dengan tujuan


tertentu" lanjut Raya.

125
"Entahlah" jawab Ace lelah.

"Ia tidak akan melakukannya"

"Bagaimana bisa kau tahu itu huh?" tanya Ace


tajam.

"Aku hanya tahu" ucap Raya pelan.

Ace menggeleng kepalanya, ia membalikkan


badannya lalu pergi.

"Sebenarnya ada apa denganmu dan Nina?" tanya


Raya yang membuat langkah Ace terhenti kembali,
namun ia tidak membalikkan badannya, melainkan
ia meneruskan berjalan.

~♥♥♥~

Ace kembali ke kamar Nina lalu duduk di pinggir


ranjang sambil menunggu Nina selesai mandi. Tak
lama kemudian, Nina keluar dari kamar mandi
dengan memakai kaos dan legging. Rambutnya
masih basah akan air.

Nina memekik ketika melihat Ace yang sedang


duduk di ranjangnya.

Nina memutar kedua bola matanya "Mengapa kau


berada disini lagi?"

126
"Aku membawakanmu obat" ucap Ace sambil
mengulurkan tangannya yang ada obat berbentuk
pill.

Nina mendesah, ia mengambil obat dari tangan Ace


lalu menaruhnya di mulutnya, dia juga menerima
satu botol air dari Ace.

"Terima kasih..." gumam Nina.

Nina mendeham ketika Ace hanya berdiam saja


duduk sambil menatap Nina "Apa kau tidak akan
pergi dari kamarku?"

"Apa kau menyukai Noah?"

Mendengar hal tersebut membuat Nina kebingungan


"Noah?"

"Ya...Apa kau menyukainya?" Ace menatap Nina


dengan mata dinginnya.

"Mengapa kau menanyakan hal ini padaku?" Nina


menautkan kedua alisnya.

Ace berdiri dari tempat tidur lalu menghampiri


Nina, tangannya menarik pinggang Nina hingga
jarak mereka berdekatan dengan hanya beberapa
senti "Jawab aku"

127
Nina menelan ludahnya akan kedekatan ia dengan
Ace "Tidak... Lagipula mengapa aku menyukai
bossku sendiri dan sekaligus kekasih temanku?!"

Ace hanya menatap Nina, matanya mengintropeksi


wajah Nina "Lalu mengapa dia bisa menidihmu
dengan kau yang terbaring dengan bajumu yang
terbuka?"

Wajah Nina memanas. Ia mengingat kejadian


semalam dengan jelas ketika ia berada di kamar
mandi. Dan sungguh ia sangat malu karna peristiwa
itu dengan bossnya.

"Mengapa pipimu merona?" Ace menatap Nina


tajam.

Nina mendeham "Itu bukan apa yang kau


pikirkan...Aku pulang mabuk dan Noah hanya
membantuku. Dan tubuhku terjatuh ke sofa
bersamanya jadi mhmm...Itu salahku"

"Lalu mengapa bajumu terbuka?" Ace menyipitkan


matanya.

Wajah Nina semakin merah "Aku membukanya..."

"Mengapa kau membuka bajumu?!"

128
"Aku kepanasan!" geram Nina "Aku kira tidak akan
ada orang yang ada diluar kamar mereka karna
sudah malam! Lagipula mengapa aku menjelaskan
semua hal ini? Kau bahkan bukan kekasihku!"
napas Nina memburu sambil menatap Ace.

Rahang Ace mengeras lalu dengan cepat ia keluar


dari kamar Nina sambil membanting pintunya.

♥♥♥

129
Chapter 12
♥Take It In ♥

Nina keluar dari kamarnya lalu pergi ke dapur. Ia


melihat Jason yang sedang memasak dengan fokus.
Nina menghampirinya.

"Hey..." sapa Nina sambil tersenyum.

Jason mendongak lalu tersenyum kepada Nina


"Hai...Apa kau sudah makan siang?"

Nina menggeleng pelan.

"Kau beruntung, aku membuat banyak makanan"


ucap Jason lalu dia mencelupkan sendok ke krim
sup lalu menyodorkannya ke Nina "Cobalah"

Nina mencoba krim sup yang dibuat Jason. Matanya


langsung membulat merasakan krim sup yang
meleleh di lidahnya, teksturnya terasa lembut di
mulut dan rasa ayamnya sangat lezat di lidah.

"Mhmm..." gumam Nina sambil menunjukkan


jempolnya ke Jason.

Jason tersenyum dengan bangga.

130
Tiba-tiba Noah masuk ke dapur lalu bertanya
kepada Jason "Apa kau melihat Raya?"

"Dia belanja bersama Ashley di Royal Hawaiian


Center" jawab Jason sambil mencicipi masakannya
sendiri lalu ia mematikan kompornya.

"Baiklah, terima kasih"

"Umm...Mr. Kingston?" ucap Nina menghentikan


Noah yang ingin pergi.

Noah membalikkan badannya lalu menatap Nina


"Oh Nina..." ucapnya baru sadar akan kehadiran
Nina "Apa kau baik-baik saja?"

"Umm ya..." Nina menggigit bibir bawahnya, malu


karna kejadian kemarin "Tentang semalam...Aku
minta maaf...Aku benar-benar tidak sengaja---"

"Tidak apa" potong Noah "Aku mengerti. Kau


mabuk, aku tidak menyalahkanmu. Jangan merasa
tidak nyaman karna aku bossmu, kau kesini untuk
liburan bukan untuk bekerja. Jadi kau boleh mabuk,
kau hanya bersenang-senang disini. Tetapi, lain kali
berhati-hatilah, kau harus menelpon salah satu dari
kita jika kau mabuk berat, jadi kau tidak pulang
sendirian seperti kemarin" ucap Noah dengan
pengertian.

131
Nina mengangguk pelan "Terima kasih Mr.
Kingston..."

"Noah" ucap Noah sambil tersenyum.

"Um...Ya Noah..." ucap Nina canggung.

Noah tersenyum lalu pergi.

"Siapa sangka kau bisa menyebabkan drama" ucap


Jason yang sedang menuangkan supnya ke dalam
tiga mangkuk.

"Aku tidak menyebabkan drama..." gumam Nina.

"Ace memukul Noah dan Noah yang dapat amarah


dari Raya hanya karna Noah terjatuh menidihmu,
kau pikir itu bukan drama?" Jason menaikkan satu
alisnya.

"Raya...Apa Raya marah padaku?" pekik Nina.

Jason mengangkat kedua bahunya lalu


menyodorkan mangkuk sup ke Nina "Bisakah kau
antarkan ke Ace? Dia tidak keluar dari kamarnya
semenjak pagi"

"A-Ace? Mengapa harus aku?" Nina memegang


mangkuknya dengan kedua tangan.

132
"Entahlah...Jika kau yang mengetuk kamarnya
mungkin dia mau keluar" seringai Jason.

"Bagaimana dengan Daniel?'

"Dia pergi entah kemana" Jason menggelengkan


kepalanya akan sikap temannya itu yang suka
menghilang "Pergilah dan antarkan makanan Ace,
mangkukmu ada disitu" Jason menunjuk mangkuk
sup Nina yang berada di meja dapur. Jason pun
pergi membawa mangkuknya sendiri ke ruang tamu
dimana ia menyetel tv.

Nina mendesah. Dengan berat hati, ia pergi ke


kamar Ace. Sesampainya di kamar Ace, ia
mengetuk pintunya dengan ragu-ragu. Tak ada
balasan. Ia mengetuknya lagi.

"Ace?" ucap Nina pelan.

Tak lama kemudian pintunya terbuka menampakkan


sosok Ace yang berpakaian hoodie dan sweatpants.
Rambutnya acak-acakan seakan baru bangun tidur.

Ace hanya diam menatap Nina.

"Um...Jason membuatkanmu sup" ucap Nina sambil


mengangkat mangkuknya ke arah Ace. Ketika Ace
tidak mengambilnya, Nina mulai merasakan panas
menjalar ke tangannya.

133
"Ssttt" Nina mendesis kepanasan, mangkuknya
hampir jatuh dari tangannya, Ace dengan sigap
mengambil mangkuknya dari Nina, ia mendesis
pelan lalu menaruh mangkuknya di meja dekat
pintu.

"Apa kau baik-baik saja?" Ace memegang kedua


punggung tangan Nina sehingga ia bisa melihat
telapak tangannya lalu ia meniup pelan telapak
tangan Nina.

Wajah Nina memanas, ia dengan cepat menarik


tangannya dari genggaman Ace.

Ace menatap Nina dengan rahang yang mengeras


"Terima kasih sudah mengantarkan supnya"

"Tunggu!" seru Nina ketika Ace ingin menutup


pintunya "Aku..."

Ace diam menatap Nina.

"Aku minta maaf karna telah berteriak dan marah


padamu sebelumnya...Um...Terima kasih karna
telah menjagaku ketika aku mabuk" ucap Nina
pelan. Ia menundukkan wajahnya sambil
menggoyangkan kakinya.

Ace menarik dagu Nina hingga ia menatapnya "Aku


yang berlebihan...Kau tidak perlu meminta

134
maaf...Kau ada benarnya...Aku sudah bukan
kekasihmu..." ekspresi wajah Ace terlihat sedih
"Tapi aku ingin menjadi kekasihmu kembali
Nina..." dengan begitu Ace tersenyum lalu menutup
pintunya di depan wajah Nina yang matanya
membulat dan mulutnya menganga.

~♥♥♥~

Makan malam terasa canggung. Ace menggenggam


garpunya erat sambil menatap Noah dengan tajam.
Betapa inginnya Ace untuk menusuk Noah dengan
garpu beberapa kali.

Daniel berdeham "Jangan membuatnya canggung,


dude"

Ace mengalihkan perhatiannya kepada Nina, ia


mengambil makanan lagi lalu menaruhnya di piring
Nina.

Nina menatap Ace sekilas lalu kembali memakan


makanannya. Tingkah Ace semakin saat semakin
aneh. Apa mungkin ia benar-benar ingin menjadi
kekasih Nina kembali? Mata Nina membulat, ia
menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan
pikiran itu.

"Jadi... " mulai Jason "Bagaimana belanjamu tadi?"


tanyanya pada Ashley.

135
"Menyenangkan" jawab Ashley.

"Namun Raya meninggalkanku di restoran bersama


Liam"

"Liam?" tanya Jason "Maksudmu Liam Carter?"

"Ya... "

"Jadi maksudmu Liam ada disini?" ucap Daniel


shock "Oh sial"

Daniel menatap Noah yang dengan tenangnya


menyantap makanannya "Apa kau tahu dia ada
disini?"

Noah meneguk air putihnya "Aku tidak ingin


membicarakannya"

"Tentu saja kau tidak ingin" balas Ace sarkastik.

Noah menatapnya tajam "Apa masalahmu?"

"Jangan buat aku mengatakan apa masalahku"


geram Ace yang ingin berdiri namun ditahan oleh
Nina.

"Aku hanya membantunya!"gertak Noah sambil


berdiri "Dia mabuk dan aku hanya membantunya!"

136
"Kau membantunya dengan membuka bajunya lalu
menidihnya?!" Ace ikutan berdiri.

"Ace" ucap Nina dengan peringatan "Sudah


kubilang itu salahku"

Ace mengabaikannya.

"Aku tidak membukanya! Aku terjatuh padanya


bukan menidihnya! Lagipula dia karyawanku, aku
yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi
dengannya disini!Apa hubungannya denganmu?!"

"Karna dia milikku!"gertak Ace yang membuat


semuanya terdiam "Setelah dipikir-pikir, kau sama
saja dengan Liam"

"Jangan samakan aku dengan Liam, brengsek!"


geram Noah lalu pergi. Raya beranjak dari tempat
duduknya lalu mengikuti Noah.

"Well..." deham Daniel canggung "Cheers" ucapnya


sambil mengangkat gelas winenya.

~♥♥♥~

Makan malam pun selesai dengan orang-orang yang


berpura-pura bahwa pertengkaran itu tidak pernah
terjadi sedangkan Ace memakan makanannya
dengan garpu yang ditusuk-tusuk keras.

137
Nina kembali ke kamarnya masih sambil
memikirkan pertengkaran Ace dan Noah. Mengapa
Noah marah sekali akan Ace yang menyamakannya
dengan Liam? Lagipula Liam itu siapa? Nina
menggelengkan kepalanya. Hal itu bukan
urusannya...

Ketika Nina sedang tiduran di tempat tidurnya


sambil menatap langit-langit kamarnya, seseorang
mengetuk pintunya. Dengan pelan, Nina membuka
pintunya yang menampakkan sosok Ace.

"Apa yang kau lakukan---"

Ace menerobos masuk ke kamar Nina lalu menutup


pintunya. Ia kemudian memeluk Nina erat. Nina
berusaha melepaskan dirinya dari Ace, namun Ace
mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak bisa tidur" gumam Ace di leher Nina.

"Lalu apa urusannya denganku?" Nina berusaha


mendorong Ace namun rengkuhan Ace sangat kuat.

Nina mendengus frustasi.

"Biasanya kau akan membuatku tertidur ketika aku


tidak bisa tidur..." gumam Ace.

138
Nina terdiam. Ace dulu tinggal disamping rumah
Nina, kamar mereka bersebelah-belahan. Dan ketika
Ace tidak bisa tidur, ia akan memanjat ke jendela
kamar Nina dan masuk ke kamarnya. Lalu, Nina
akan duduk di tempat tidurnya bersama Ace yang
tiduran dengan kepala ditaruh di pangkuan Nina dan
jari-jemari Nina akan mengelus rambutnya.

Setidaknya itulah yang mereka lakukan ketika


mereka sepasang kekasih...

"Itu sudah lama dan kita bukan lagi---"

"Sepasang kekasih, aku tahu" sambung Ace


"Setidaknya aku mohon padamu untuk
melakukannya lagi untuk kali ini saja...Aku
membutuhkanmu berada dekat denganku malam
ini..."

Entah mantra apa yang Ace berikan kepada Nina,


malam itu Nina melakukan apa yang Ace inginkan.
Ia mengelus rambut Ace yang kepalanya berada di
pangkuannya. Untuk pertama kalinya semenjak
waktu yang lama, Nina merasa nyaman berada
didekat Ace.

♥♥♥

139
Chapter 13
♥I Will Never Change♥

Nina terbangun ketika cahaya matahari


menyilaukannya. Matanya terbuka dan langsung
bertatapan dengan mata Ace. Kini posisi Nina
tertidur menyamping ke arah Ace yang badannya
menghadap ke arahnya. Sejenak, Ace hanya diam
sambil menatap Nina.

Nina langsung bangun lalu mengubah posisinya


menjadi terduduk. Ia menyelipkan helaian
rambutnya ke belakang sambil mendeham. Matanya
menghindari tatapan Ace.

"Sejak kapan kau sudah bangun?" tanya Nina.

"Dari satu jam yang lalu" jawab Ace yang kini


posisinya sudah terduduk juga disamping Nina.

"Oh" ucap Nina. Ia menggigit bibir bawahnya lalu


menatap Ace "Dengar...Tentang semalam--"

"Adalah hal terbaik yang terjadi pada diriku


semenjak bertahun-tahun lamanya..." potong Ace
"Berada di pangkuanmu, merasakan sentuhanmu,
tertidur dengan lelap mengetahui bahwa kau berada
bersamaku..."

140
Nina terdiam sejenak memikirkan kejadian semalam
dimana ia menelusuri rambut Ace. Dan bukan
rambutnya saja yang ia telusuri dengan jari
jemarinya, tetapi ia juga menelusuri wajah Ace
mulai dari keningnya sampai ke bibirnya. Walaupun
Nina melakukan hal tersebut diam-diam ketika Ace
sudah tertidur lelap...Tapi tetap saja Nina menyukai
sensasi tersebut. Kenyamanan dan ketenangan yang
ada pada mereka berdua...Sudah lama Nina
merindukannya...

"Apa yang terjadi pada kita?" bisik Nina "Kita dulu


bahagia memiliki satu sama lain...Apa yang terjadi
sehingga membuat kita hancur seperti ini?"

Ace memalingkan wajahnya "Itu semua salahku


yang membuat kita berpisah...Salahku yang
membuat kita hancur...Salahku yang membuat kau
tersakiti..." Ace selalu bersalah akan hal itu. Namun,
ia tidak punya pilihan. Ia harus berpisah dengan
Nina walaupun itu menyakitinya. Ia harus
melindunginya bagaimanapun caranya.

"Kau berubah" ucap Nina.

Ace menatap Nina, tangannya mengelus lembut pipi


Nina "Aku tidak pernah berubah...Aku tetap diriku
yang kau kenal...Aku masih sama dengan diriku
yang pernah kau cintai..."

141
Nina menurunkan tangan Ace dari pipinya "Kau
berubah ketika kau memutuskan untuk berselingkuh
padaku" ia memalingkan wajahnya. Ia sangat ingat
hari dimana ia melihat orang yang dicintainya
mencium orang lain...Ia sangat ingat layaknya hal
itu baru saja terjadi kemarin.

"Aku punya alasan sendiri mengapa aku melakukan


hal tersebut..."

"Yaitu untuk menyakitiku?" Nina menatap Ace


tajam.

Ace menggelengkan kepalanya "Untuk


melindungimu" ibu jarinya mengusap pipi Nina
"Berikan aku kesempatan untuk membuktikan
padamu kalau aku masih diriku yang dulu...Kalau
aku masih mencintaimu..."

Nina memalingkan wajahnya "Aku tidak bisa..."

"Nina..."

"Aku memaafkanmu kau tahu..." ucap Nina yang


membuat Ace membeku "Aku memaafkanmu
setelah mengetahui kalau kau selingkuh
padaku...Aku memaafkanmu ketika aku melihatmu
mencium wanita lain..." mata Nina berkaca-kaca,
dia menghirup napas dalam-dalam "Tetapi aku tidak

142
melupakan kejadian itu...Kejadian dimana kau
menyakitiku"

Ace menatap Nina yang pergi keluar dari kamar.


Hatinya terasa berat akan rasa bersalah yang
menghantuinya.

Ace menghela napas frustasi sambil mengacak


ngacak rambutnya.

~♥♥♥~

Hari ini adalah hari terakhir liburan di Hawaii.


Karna yang lainnya sudah belanja souvernir kecuali
Nina, ia pun pergi sendirian ke Royal Hawaiian
Center. Setelah selesai berbelanja, ia packing
barang-barangnya untuk pulang besok harinya.
Setelah itu, ia keluar dari kamar menuju lantai satu
dimana Daniel sedang sibuk mengeluarkan
makanan dan minuman dari belanjaannya.

"Oh hey..." sapa Daniel "Aku habis belanja di mini


market untuk mengadakan barbeque karna ini hari
terakhir kita di Hawaii...Apa kau mau membantu
untuk mempersiapkannya?"

"Tentu saja" jawab Nina sambil tersenyum.

"Kalau begitu, kau bisa membantu Jason di dapur.


Ashley dan Ace sudah mulai membantunya"

143
Nina melihat Ace yang sedang sibuk menyiapkan
makanan untuk dimasak "Umm...Oke..." ucapnya
pasrah.

Sepanjang Nina membantu di dapur, Ace tidak


sekalipun menoleh ke arahnya. Ia bahkan tidak
menyadari kehadirannya! Apa ia marah pada Nina?
Nina menautkan kedua alisnya. Apa ia marah karna
ditolak? Nina menggelengkan kepalanya.

Tak lama kemudian, Raya dan Noah datang


bersama dari lantai dua.

Jason menaikkan satu alisnya ketika melihat Raya


dan Noah berpakaian rapih.

"Apa kalian ingin keluar?" tanya Ashley.

Noah mengangguk "Aku akan mengajak Raya


berjalan-jalan karna ini hari terakhir"

"Kalian seperti sedang berbulan madu" gumam


Daniel yang kedengaran oleh Noah.

Daniel mengangkat kedua tangannya ketika ditatap


tajam Noah "Kita semua berpikir, karna ini hari
terakhir, mengapa kita tidak menghabiskan waktu
bersama?"

144
"Ya, kita akan mengadakan pesta barbeque" sahut
Nina.

Noah menatap Ace yang sedang sibuk mencuci


daging segar "Aku sudah memesan tempat di
sebuah restoran" ia menarik tangan Raya ingin
berjalan pergi.

Raya menahan tangannya lalu menatap Noah "Aku


rasa itu bagus...Kau tahu karna kita pergi bersama
kesini, mengapa tidak menghabiskan waktu bersama
pula?"

Noah melirik Ace yang masih sibuk mencuci


daging, mengabaikan keberadaan Noah. Ia
kemudian menatap Raya sambil menggenggam
tangannya "Aku ingin berdua denganmu malam ini"

Daniel membuat suara seperti ia ingin muntah.


Noah langsung menatapnya tajam.

"Kau bisa berdua dengannya setelah acara


barbeque" ucap Jason "Lagipula kau punya banyak
waktu untuk dihabiskan berdua"

Noah menatap Raya dengan penuh harapan. Ia tidak


ingin menghabiskan waktu satu ruang dengan Ace.
Suasana mereka sedang tidak bagus.

145
"Untuk kali ini saja, hmm?" bujuk Raya dengan
mata yang tidak bisa Noah tolak.

Noah mendesah pelan. Ia harap suasana tidak


secanggung kemarin.

~♥♥♥~

Ace sedang menata meja ketika tiba-tiba Noah


muncul disampingnya melakukan hal yang sama,
dengan santai Noah menaruh piring lalu serbet
disampingnya kemudian sendok disamping piring
lalu garpu disampingnya.

Mereka bekerja dalam diam.


Ketika Noah selesai dengan pekerjaannya, ia
melihat Ace yang mengubah posisi garpu dan
sendok sehingga garpu berada di samping piring
lalu sendok di sebelahnya.

Dengan kesal, Noah membalik posisi garpu dengan


sendok kembali. Ace yang menyadari itu, langsung
merubahnya kembali lagi.

"Dasar brengsek" gerutu Noah.

Ace langsung menarik kerah baju Noah lalu


memukulnya hingga Noah terjatuh.

Noah mengerang sambil memegangi pipinya.

146
"Itu untuk Nina" ucap Ace dengan santai. Ia
memutar kedua bahunya sambil berkata "Rasanya
menyenangkan untuk menghilangkan rasa amarah
ini" ia kemudian mengulurkan tangannya lalu
membantu Noah berdiri.

Ketika Noah berdiri, ia membalas memukul Ace.


Kini Ace yang mengerang kesakitan.

"Itu untuk mengatakan bahwa aku sama seperti


Liam" ucap Noah sambil mengusap bibirnya yang
berdarah.

Ace tertawa sambil memegangi pipinya "Ah...dasar


brengsek"

Noah membantu Ace berdiri "Kurasa kita impas


sekarang" ia menunjukkan kepalan tangannya ke
arah Ace. Dengan gelengan kepala, Ace
membenturkan kepalan tangannya ke tangan Noah.

Daniel dan yang lainnya mendatangi meja makan


lalu melihat kondisi Noah dan Ace.

Daniel menggelengkan kepalanya "Akhirnya kalian


mengatasi masalah kalian"

~♥♥♥~

147
Setelah selesai makan hidangan pembuka milik
Jason, mereka semua memulai barbeque di dekat
kolom renang.

Ace melirik Nina yang sedang membolak-balikkan


daging. Dengan perlahan, Ace berjalan
menghampiri Nina dan berdiri di belakangnya.

"Bisakah aku berbicara denganmu sebentar?" ucap


Ace yang membuat Nina terlonjak.

Nina menatap Ace sejenak lalu ia mengangguk


pelan. Ace menuntun Nina hingga mereka masuk ke
dalam ruang tamu. Ace duduk di sofa lalu menepuk
tempat disampingnya. Nina dengan ragu-ragu duduk
disamping Ace.

"Tunjukkan telapak tanganmu" ucap Ace.

"Huh?" Nina bingung akan hal tersebut.

Ace membalikkan tangan Nina yang berada di


pangkuannya sehingga menunjukkan telapak
tangannya. Lalu ia merogoh sakunya dan menaruh
sebuah benda ke tangan Nina.

Nina menatap benda itu dan seketika rasa sakit


timbul di dadanya. Hatinya seakan teriris melihat
sepasang gelang yang berada di tangannya.

148
"Ini...Apa ini?..." Nina melihat gelang tersebut
dengan mata yang berkaca-kaca.

"Gelang pasangan yang kita pakai dulu..." ucap


Ace, matanya bernostalgia akan memori yang
terpintas ke pikirannya "Kau yang membuatnya..."

Mata Nina mulai berair "Aku membuang gelang


ini..."

"Aku tahu..." lirih Ace "Aku melihatmu


membuangnya..."

Nina langsung menatap Ace.

"Kau marah padaku ketika aku sekingkuh


padamu...Kau masuk ke rumahku dan menamparku
lalu melepas paksa gelang ini dari pergelangan
tanganku..." ucap Ace "Lalu kau keluar dari
rumahku dengan air mata yang bergelinang di
pipimu" raut wajah Ace menjadi sedih ketika
mengingat hal tersebut "Aku melihatmu dari jendela
rumahku, kau masuk ke dalam rumahmu lalu kau
keluar dengan gunting di tanganmu. Kemudian, kau
menggunting gelang yang kau berikan padaku lalu
kau membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu,
kau melakukan hal yang sama dengan gelang yang
kau pakai..."

149
Ace menatap sepasang gelang yang berada di
tangan Nina "Aku mengambilnya kembali ketika
kau sudah tidak ada...Aku memberikannya lem dan
kusimpan sampai saat ini..."

Nina meneteskan sebutir air mata. Apa yang Ace


bicarakan benar...Gelang tersebut gelang yang ia
buat dulu...Nina tahu persis simpulan tali yang ia
buat di gelang itu. Dan Nina juga melihat kalau ada
bekas lem yang membeku diantara gelang tersebut.

"Ketika aku melihatmu menggunting gelang


kita...Aku sadar kalau hubungan kita sudah
terputuskan dan tidak bisa disambung kembali" Ace
memegang kedua tangan Nina "Tapi...Aku ingin
merubahnya sekarang...Aku ingin menyambung
hubungan kita kembali jika kau memperbolehkan
aku..."

Nina meneteskan air matanya lagi yang langsung


diusap oleh Ace.

"Kumohon jangan menangis..." lirih Ace.

Nina menggelengkan kepalanya sambil memegang


kedua tangan Ace ingin menyingkirkannya dari
wajahnya, namun Ace memegang kedua tangan
Nina erat.

"Entahlah Ace..."

150
"Setidaknya berikanlah aku kesempatan untuk
membuktikan padamu kalau aku benar-benar tulus
padamu...Berikan aku waktu untuk mendapatkan
cintamu kembali...Jika kau tetap tidak ingin
bersamaku, maka aku akan rela melepaskanmu..."

Nina menatap mata Ace yang penuh dengan tekad.


Nina mendesah...Ia mungkin akan menyesali
keputusannya...

"Baiklah"

♥♥♥

151
Chapter 14
♥Choosing ♥

Sudah sekitar satu minggu setelah Nina berlibur di


Hawaii dan mengatakan bahwa dia akan
memberikan kesempatan kepada Ace untuk
membuktikan cintanya. Selama satu minggu itu pula
Ace menghilang tidak ada kabar. Apa Ace hanya
main-main saja dan tidak serius padanya?

Nina mendesah lelah sambil memijat keningnya.


Mengapa pula dia setuju untuk memberikan Ace
kesempatan?

Suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya. Ia


melihat ke arah pintu dimana sudah berada sosok
Dean yang menyender di pintu ruangannya.

"Hey..." ucap Dean lembut.

"Hey..." bisik Nina.

"Um..." Dean mendeham sambil menggaruk


tengkuk lehernya bingung "Apa kau mau makan
siang bersama?"

"Kau duluan saja" ucap Nina tersenyum.

152
Dean menghela napas panjang "Kau menghindariku
lagi ya?"

Nina memalingkan wajahnya "Tidak..." memang


benar bahwa Nina sedang menghindari Dean setelah
perjalanannya dari Hawaii. Bahkan ia mengabaikan
pesan dan panggilan Dean selama ia berada di
Hawaii. Nina merasa canggung setelah apa yang
Dean lakukan di bandara sebelum
keberangkatannya ke
Hawaii. Ia tidak tahu harus bagaiamana menangani
situasi tersebut.

"Nina..." panggilan Dean membuat Nina


terbuyarkan dari lamunannya "Ayo kita makan
siang dan bicara hmm?"

"Aku..."

"Kumohon"

Nina mendesah pelan "Baiklah..."

~♥♥♥~

Sepanjang perjalanan ke sebuah restoran sangatlah


sunyi. Dean menyarankan untuk pergi keluar kantor
untuk makan siang supaya pembicaraan mereka
nyaman dan tidak terganggu. Namun, baru duduk di

153
dalam mobil berdua saja sudah membuat Nina tidak
nyaman.

Dean akhirnya memarkirkan mobilnya di sebuah


restoran. Ia lalu turun dari mobil. Melihat Dean
yang ingin membukakan pintu mobil, Nina
langsung buru-buru keluar dari mobil. Wajah Dean
sedikit kecewa, ia kemudian menutupinya dengan
senyuman. Ia lalu menuntun Nina masuk ke dalam
restoran.

Nina duduk di bangku kosong dekat jendela sambil


mengetuk-ngetuk jari-jemarinya di meja. Matanya
menatap pemandangan luar melalui jendela.

"Apa yang ingin kau pesan?"

Nina menoleh ke arah Dean "Hmm...Samakan saja


dengan pesananmu"

Setelah Dean memesan makanan kepada waitress,


suasana kembali sunyi dan canggung. Setidaknya
itulah yang Nina rasakan...

Bisa didengar oleh Nina kalau Dean mendesah


pelan "Dengar Nina..."

"Betapa indahnya pemandangan diluar" potong


Nina mengalihkan pembicaraan.

154
"Nina kumohon dengarkan..."

Nina menatap Dean lalu menelan air liurnya. Ia


menganggukkan kepalanya pelan untuk Dean
melanjutkan pembicaraannya.

"Apa kau selalu menganggap kita sebagai teman?"


tanya Dean tiba-tiba.

Nina menautkan kedua alisnya "Tentu saja---"

"Aku tidak" potong Dean "Aku tidak


menganggapmu sebagai teman. Bagiku kau lebih
dari sekedar itu. Aku ingat sekali ketika aku
pertama kali melihatmu...Kau sedang berjalan di
koridor dengan mata yang menempel di
bukumu...Dan aku...Aku tertarik padamu pada saat
itu juga...Sebutlah cinta pada pandangan pertama
atau apalah yang kau mau, yang jelas aku ingin
bersamamu semenjak aku pertama kali
melihatmu...Aku pun sengaja menabrakmu supaya
aku bisa berkenalan denganmu dan mengajakmu
kencan... Namun ternyata tidak semudah
itu...Kau..."

Dean menarik napasnya dalam-dalam lalu


mengeluarkannya "Kau selalu memandang
Ace...Kau selalu bersamanya...Dan kau
mengencaninya...Setelah mengetahui kau putus
dengannya, hatiku langsung terbang ke langit

155
berharap kalau akhirnya aku mempunyai
kesempatan...Namun kau..." mata Dean sayu akan
kenangan pahit "Kau bahkan terlalu sibuk
menangisinya...Dan aku mau tidak mau harus
menjadi temanmu karna dengan begitu aku tetap
berada disisimu...Hati kecilku berharap kalau kau
akan membalas cintaku sedikit demi sedikit dengan
kedekatan kita...Berharap kau setidaknya
menyukaiku...Tapi hal itu tidak pernah terjadi
bukan?" lirih Dean.

Nina menatap Dean dengan sedih "Dean...aku--"

"Aku yang memelukmu disaat dia membuatmu


menangis...Aku yang berada disisimu disaat dia
meninggalkanmu...Aku yang menghiburmu disaat
dia mematahkan hatimu...Tapi mengapa? Mengapa
selalu dia yang membuatmu jatuh luluh? Mengapa
dia dan bukan aku?" bisik Dean.

"Aku..." Nina tidak tahu harus berkata apa. Hatinya


berdetak dengan kencang merasa bersalah. Ia tidak
tahu bagaimana menangani situasi ini...Ia tidak
ingin mematahkan hati seseorang hanya karna
dirinya sendiri!

Dengan gemetar, Nina berdiri dari tempatnya "A


aku ke kamar mandi sebentar" ketika ia
membalikkan badannya, ia menabrak seorang
waiters yang sedang membawa minuman dan secara

156
tidak sengaja minuman itu jatuh ke baju wanita
yang sedang berdiri di belakang waiters tersebut.

"Oh!" pekik Nina, kedua tangannya menutupi


mulutnya yang terbuka lebar. Ketika sadar apa yang
telah diperbuatnya, ia pun langsung mengambil
tissue dan mengelap baju wanita tersebut "Maafkan
aku--" tangannya berhenti ketika melihat wajah
wanita tersebut.

Wanita berambut pendek dengan warna coklat


kemerahan dan mata abu-abu yang tidak pernah
Nina lupakan itu...

"Vanessa! Apa kau tidak apa-apa?" tiba-tiba Ace


datang menepuk bahu wanita tersebut. Matanya lalu
melihat Nina dan tubuhnya seketika menegang.

Nina terdiam melihat mereka berdua. Kenangan


masa lalu mulai masuk ke pikirannya... Kenangan
yang ia harap ia lupakan...

Nina memalingkan wajahnya ketika waiters yang


bertugas meminta maaf sambil membersihkan gelas
yang pecah di lantai. Nina ingin mengatakan kalau
itu bukan salahnya dan ingin membantunya, namun
yang ingin dilakukannya sekarang adalah keluar
dari tempat itu.

157
Dengan cepat, Nina membawa tasnya dan keluar
dari restoran. Ia menepuk-nepuk dadanya tiba-tiba
tidak bisa bernapas. Tangannya lalu mengibaskan
matanya yang mulai berkaca-kaca. Kakinya lemas.
Ia membungkuk dengan kedua tangannya
diletakkan di kedua lututnya. Tak sadar ia mulai
terisak.

Dean yang ia anggap sahabat baru saja menyatakan


perasaannya kepadanya...Ace yang ia putuskan
untuk memberikannya kesempatan ternyata bersama
wanita lain dan wanita itu bukan hanya wanita lain!
Mengapa harus dia? Dari beribu macam wanita
mengapa harus wanita tersebut?!

Banyak hal yang terjadi dalam waktu yang


sama...Nina tidak bisa menangani situasinya...

Sepasang tangan memeluknya tiba-tiba. Nina


memberontak mengetahui pemilik tangan tersebut.

"Hey...Hey...Nina..." Ace mengeratkan


rengkuhannya "Tenanglah...Nina...Shh...Jangan
menangis sayang..."

Nina mendorong Ace kasar sehingga Ace


melepaskan rengkuhannya. Ia menatap Ace dengan
tajam sambil menghapus air matanya.

"Nina..." lirih Ace.

158
"Kau tidak pernah berubah" Nina terkekeh
"Harusnya aku tahu kau tidak akan pernah
berubah!"

"Nina..."

"Aku tidak ingin bertemu lagi denganmu..." Nina


memalingkan wajahnya.

"Kau memberikanku kesempatan! Biarkan aku


menjelaskan semuanya padamu..."

"Aku menyesal memberikanmu kesempatan! Kau


menghilang begitu saja. Kau bilang kau akan
membuktikan padaku kalau kau tetap orang yang
sama yang pernah kukenal dulu, bahwa kau masih
mencintaiku! Itu semua hanya omong kosong!"

"Aku bersungguh-sungguh Nina!" Ace berusaha


mendekati Nina namun Nina menjauh darinya
"Kumohon...Biarkan aku menjelaskannya
padamu..."

Nina memalingkan wajahnya. Ia melihat Dean yang


berdiri menatap mereka berdua. Nina menatap Dean
berharap Dean menyelamatkannya dari situasi
sekarang.

159
Seakan tahu apa yang Nina inginkan, Dean
menghampiri Nina lalu menarik tangannya "Ayolah,
kita kembali ke kantor"

Dean menuntun Nina ke dalam mobil. Ia lalu


menutup pintu mobil Nina kemudian menatap Ace
sejenak. Ia lalu memasuki mobil dan
menjalankannya pergi dari Ace.

Ketika sedang lampu merah, Dean melirik Nina


yang sedang terisak sambil menahan tangisnya.

Dean mendesah. Ia mendekati Nina lalu


memeluknya. Tak lama kemudian tangisan Nina
keluar. Dengan lembut Dean mengelus kepala Nina
dan mengusap-ngusap punggungnya.

"Tidak apa..." bisik Dean "Semuanya akan baik


baik saja..."

"Ma-maafkan aku Dean" Nina kecegukan dalam


kalimatnya "A-aku--"

"Shh...Tidak apa...Jangan dipikirkan" ucap Dean


"Kau sangat mencintainya ya?"

Nina menggelengkan kepalanya di bahu Dean.

160
"Tidak apa...Aku mengerti..."bisik Dean "Aku
sangat mengerti..."

♥♥♥

161
Chapter 15
♥Fix You ♥

Sudah sekitar 6 bulan lebih Nina berkencan dengan


Ace. Selama 6 bulan itu masa sekolahnya dipenuhi
dengan tebaran dan pesona cinta.

Seperti biasanya Nina duduk di bangku taman


sekolah menunggu Ace untuk makan siang bersama.
Matanya bersinar ketika melihat Ace yang berjalan
ke arahnya.

Nina ingin membuka mulutnya untuk menyapanya,


namun sosok seseorang di belakang Ace
membuatnya kembali menutup mulutnya. Sosok
tersebut adalah seorang perempuan berambut
panjang dengan warna pirang kemerahan.
Wajahnya mungil dan tubuhnya slim. Ketika
perempuan itu mendekat ke arah Nina, matanya
yang berwarna abu-abu langsung menghipnotis
Nina. Tak dipungkiri lagi kalau perempuan itu
cantik.

"Hey..." sapa Nina pelan ketika Ace berada di


depannya.

162
Ace tersenyum "Hey... Perkenalan ini Vanessa" Ace
menaruh tangannya di bahu perempuan yang kini
berada disampingnya itu.

"Hai..." sapa Nina tersenyum, dalam dirinya ia


masih bingung hubungan antara Vanessa dengan
Ace.

"Hello" sapa Vanessa dengan lembut.

"Dia teman masa kecilku, ia baru saja pindah


kemari...Aku harap kau bisa menjadi temannya
disini" ujar Ace dengan senyuman lebar.

Nina memainkan jarinya, ia merasa canggung


berada didekat Vanessa "Umm...tentu saja"

Ace masih tersenyum lebar "Baiklah, kalau begitu


mari kita ke cafeteria untuk makan bersama" Ace
menggenggam tangan Nina lalu pergi dengan
Vanessa yang mengikuti mereka berdua.

Selama mereka makan, Nina hanya bercakap-cakap


dengan Vanessa sedikit. Dia merasa canggung
berbicara dengan Vanessa. Bukan karna Vanessa
teman masa kecil Ace. Bukan juga karna Nina
cemburu padanya. Dia hanya tidak merasa nyaman
berbicara dengannya. Sama saja seperti kau
bertemu dengan seseorang dan kau berbicara
padanya dan kau bisa merasakan kalau kau tidak

163
akan cocok dengannya...Ya seperti itulah yang Nina
rasakan pada Vanessa.

Waktu berjalan dengan cepat dan tibalah disaat


mereka beranjak ke kelas 11. Selama Vanessa
pindah ke sekolahnya, ia menjadi murid terpopuler
di kalangan perempuan maupun laki-laki. Dan
selama 6 bulan Vanessa pindah, Nina tidak banyak
berbicara padanya. Ia hanya berbicara ketika Ace
sedang berada bersama mereka.

Nina bersenandung sambil berjalan ke arah


lokernya, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika
melihat sosok seorang yang dikenalnya.

Jantung Nina berhenti berdetak ketika melihatnya.

Ace sedang mencium Vanessa di dekat lokernya.

Tubuhnya membeku dan matanya terbuka lebar. Ia


hanya berdiri di tempat, berpikir bahwa apa yang
dilihatnya hanya imajinasinya saja. Namun, ketika
sudah beberapa menit ia hanya berdiri diam, Ace
tetap berada di depannya dan sedang mencumbu
Vanessa tanpa mempedulikan sekitarnya.

Tak tahan akan apa yang dilihatnya, Nina


membalikkan badannya berjalan pergi sambil
menahan tangisnya.

164
Nina tidak bisa fokus selama seharian belajar.
Pemandangan Ace bersama Vanessa selalu
memasuki pikirannya. Kenyataan bahwa Ace
selingkuh padanya sangat menyakitkan untuk
dihadapi.

Nina bahkan menghindari Ace selama seharian itu


dan Ace bahkan tidak menghampirinya sama sekali,
ia hanya bertingkah layaknya semuanya baik-baik
saja.

Pada saat Nina bersiap pulang, ia melihat Ace di


parkiran sekolah sedang mengobrol bersama
teman-temannya. Melihat Ace yang tersenyum dan
tertawa, membuatnya marah. Nina menghampiri
Ace dan menamparnya dengan cepat.

Suasana sunyi akibat suara keras dari tamparan


Nina. Bisa dirasakan oleh Nina kalau orang-orang
disekitarnya memperhatikannya, namun ia tidak
peduli. Ia menatap Ace dengan amarah yang
menggebu-gebu dan tanpa sadar air mata yang
ditahannya selama seharian itu turun bersamaan
dengan amarahnya.

Ace terdiam sambil mengeraskan rahangnya setelah


ditampar. Ia kemudian menatap Nina dengan
dingin.

"Bisa-bisanya kau..." bisik Nina.

165
Ace hanya menatap Nina lalu ia pergi begitu saja.

Nina mencuci mukanya dengan air lalu menatap


dirinya di cermin. Wajahnya sangat pucat dan
bengkak akibat menangis.

Nina menghela napas panjang, tangannya memijat


kepalanya yang semakin saat semakin pusing.

Ting Tong

Bunyi bel apartmentnya, membuat dirinya tersadar


akan lamunannya. Dengan desahan panjang, ia pergi
untuk membuka pintu.

Matanya membulat ketika melihat orang yang


berada di depan pintunya. Dengan sigap, Nina
berusaha untuk menutup pintunya kembali namun
ditahan oleh kaki Ace.

"Nina..." Nina berusaha untuk menutup pintunya


kembali namun ditahan oleh tangan Ace
"Dengarkan aku..."

"Pergilah!" Nina menatap Ace tajam.

"Aku tidak akan pergi sampai kau mendengarkan


aku" ucap Ace tegas.

166
Nina menghembuskan napas panjang. Ia kemudian
menatap Ace "Baiklah kalau begitu, katakanlah"

"Bisakah aku masuk ke dalam?" pinta Ace yang


langsung direspon gelengan oleh Nina "Kumohon
hmm?"

Nina lagi-lagi kembali menghela napasnya


"Baiklah"

Nina memperbolehkan Ace masuk lalu ia menuntun


Ace ke ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu,
mereka duduk berhadap-hadapan di sofa.

"Katakan apa yang ingin kau katakan, aku tidak


punya banyak waktu" ucap Nina dingin.

Ace mendesah "Aku bersungguh-sungguh ketika


aku mengatakan aku akan membuktikan padamu
bahwa aku tetap aku yang dulu dan aku tetap
mencintaimu..."

Nina mendengus mendengarnya.

"Aku benar-benar serius akan hal itu Nina..."

"Lalu mengapa kau tiba-tiba menghilang selama


satu minggu?" Nina memicingkan matanya.

167
Ace memalingkan wajahnya "Aku gugup...Jika aku
ingin membuktikan padamu kalau aku masih
mencintaimu, aku harus memberitahumu alasan
mengapa aku selingkuh padamu..."

"Apa kau menjalin hubungan dengan Vanessa?"

Mata Ace melebar "God no...tentu saja tidak...Aku


tidak pernah menjalin hubungan dengannya"

Nina mengernyitkan dahinya "Tapi kau selingkuh


padaku dengannya"

"Aku hanya menciumnya..."

"Sama saja selingkuh!"

"Aku terpaksa menciumnya!"

Nina terdiam sejenak menatap Ace "Apa maksudmu


terpaksa..."

Ace mendesah "Aku ingin memutuskan hubungan


denganmu, aku bilang padamu kalau aku
mempunyai wanita lain, kau tidak mempercayaiku
saat itu..."

Nina memalingkan wajahnya.

168
Ace tersenyum "Karna aku tahu kau tidak
mempercayaiku, maka aku harus mencium wanita
lain di depanmu supaya kau percaya kalau aku
benar-benar selingkuh padamu dengan begitu kau
akan meninggalkanku..."

"Dengan Vanessa?"

"Kau ingin aku mencium wanita lain selain


Vanessa?" Ace menaikkan satu alisnya.

"Bukan begitu..." Nina mendengus.

"Aku mempercayai Vanessa layaknya kau yang


selalu percaya padaku dulu...Aku melihatnya hanya
sebagai teman dan tidak lebih..."

"Jika kau ingin aku menjauh darimu, mengapa kau


tidak bilang saja?"

"Aku ingin kau membenciku" ucap Ace "Jika kau


membenciku, maka kau tidak akan pernah
mendekatiku lagi atau memikirkanku..."

"Mengapa?" bisik Nina.

"Untuk melindungimu..." Ace menutup matanya


"Aku berada diposisi sangat sulit pada saat itu...Aku
tidak mau kau terlibat"

169
"Apa maksudmu?"

Ace menghela napas panjang "Apa kau ingat ketika


ayahku meninggal dulu?"

Nina mengangguk pelan dengan raut wajah yang


sedih "Kau menjauh dariku...Kau hampir tidak
bicara padaku selama dua minggu"

"Ayahku..." Ace menghirup napasnya dalam-dalam


"Dia terkena kanker, aku sudah pernah cerita
bukan?"

Nina mengangguk pelan.

"Perusahaannya bangkrut dan kekayaan keluargaku


habis untuk biaya pengobatannya" lanjut Ace
"Ibuku tidak mau kehilangan orang yang
dicintainya, dia akhirnya meminjam uang. Namun,
dia meminjam uang ke orang yang salah. Dia
meminjam uang dengan orang-orang yang terlibat
dalam geng mafia"

Ace menatap Nina "Mereka bukan sembarang


orang...Jika ibuku tidak bisa membayar mereka,
mereka akan menghajar bahkan membunuh orang
orang terdekat kita. Aku harus melindungimu...Aku
harus membuatmu jauh dariku"

"Kau harusnya bilang padaku!"

170
"Kau tidak mengerti!" ucap Ace frustasi "Mereka
mengawasiku! Mereka punya mata dimana
mana...Aku tidak mau kau terluka...Mereka bahkan
pernah mengeroyokku hanya karna ibuku telat
membayar cicilan pinjamannya!"

Mata Nina membulat. Ace menelusuri rambutnya


dengan jari-jemarinya.

"Lalu bagaimana...bagaimana dengan sekarang?"


bisik Nina. Ia merasa khawatir jika orang-orang itu
masih mengejar dan mengawasi Ace.

"Vanessa membayar lunas hutang ibuku" ucap Ace


"Ayahnya bahkan memenjarakan geng mafia
tersebut seumur hidup mereka sehingga mereka
tidak menggangguku dan ibuku lagi..."

"Oh..." Vanessa melakukan hal itu untuk Ace? Nina


merasa tidak berguna, ia harusnya tahu jika Ace
punya masalah. Ia harusnya melakukan sesuatu
untuk membantu Ace.

"Maafkan aku..." bisik Nina dengan mata yang


berair.

"Hey... sweetheart"Ace menangkup wajah Nina


sambil menghapus air mata di kedua pipinya
"Bukan salahmu...Mengapa kau meminta maaf?"

171
"Aku harusnya melakukan sesuatu yang bisa
membantumu...Aku tidak tahu jika kau--"Nina
terisak "Jika kau mempunyai masalah sebesar itu"

"Shh..." Ace memeluk Nina erat "Jangan dipikirkan


okay? Semuanya baik-baik saja sekarang
..........................Aku disini bersamamu..."

Ace mengeratkan pelukannya "Aku tidak akan lagi


meninggalkanmu...Aku janji..."

♥♥♥

172
Chapter 16
♥Don't Give Up ♥

Ace sedang menelusuri rambut Nina dengan jari


jemarinya ketika tiba-tiba suara bell pintu terdengar.

Nina yang mendengar suara tersebut langsung


melepaskan dirinya dari rengkuhan Ace kemudian
mengusap air matanya.

Ace menautkan kedua alisnya tidak suka akan Nina


yang melepaskan pelukannya. Nina
mengabaikannya, ia berjalan menuju pintu
apartmentnya. Ace mengikutinya dari belakang.

Nina membuka pintu yang menampakkan sosok


Dean dengan senyum lebarnya dan beberapa
kantong plastik di kedua tangannya.

"Hey--" senyum Dean jatuh ketika melihat Ace


yang berada di belakang Nina "Sedang apa kau
disini?" Dean memicingkan matanya.

Ace melipat kedua tangannya di depan dada sambil


mengangkat satu alisnya "Aku harusnya yang
bertanya, sedang apa kau disini?"

173
Nina mendeham sehingga membuat kedua pria
tersebut berhenti bertatapan tajam.

Dean kembali menatap Nina dengan senyuman


lebar "Aku membawakanmu cemilan dan es krim,
mungkin kita bisa makan sambil menonton film?"

"Tidak" ucap Ace sebelum Nina bisa membuka


mulutnya untuk menjawab.

Dean menyipitkan matanya "Aku tidak bertanya


padamu"

"Aku tahu" ucap Ace santai "Aku hanya


mewakilkan jawaban Nina"

"Kau bukan kekasihnya lagi" Dean menatap Ace


tajam.

"Lalu kau siapa? Kau hanya seseorang yang


dianggap teman oleh Nina selama 12 tahun dan
selama itu juga Nina tidak melirikmu sedikitpun"
seringai Ace.

"Setidaknya aku sudah pernah merasakan bibirnya"

"Dasar kau---"Ace ingin menarik kerah baju Dean


namun Nina menghentikannya.

174
"Berhentilah kalian berdua!" seru Nina "Aku bukan
semacam properti yang bisa kalian rebutkan!" Nina
menarik napasnya dalam-dalam lalu
menghembuskannya perlahan "Keluarlah kalian
berdua"

"Aku belum selesai bicara padamu" protes Ace.

"Aku tidak peduli, keluarlah!"

"Kau memberikanku kesempatan, ingat? Bagaimana


bisa aku membuktikan cintaku padamu jika kau
terus mengabaikanku?"

"Kau memberikannya kesempatan?" Dean menatap


Nina "Apa yang kau pikirkan Nina---"

"Sudahlah! Kau saja yang pergi!" Ace mendorong


Dean keluar lalu menutup pintu tepat di wajahnya.

"Heyy!!" bisa didengar suara Dean dari luar sambil


menggedor-gedor pintu.

Ace menarik tangan Nina lalu menuntunnya ke


kamar Nina kemudian menutup pintunya sehingga
suara gedoran pintu dari Dean tidak terdengar.

Ace akhirnya mengambil kesempatan untuk


melihat-lihat kamar Nina. Ia melihat foto Nina dari
masa remaja sampai sekarang yang dibingkai di atas

175
meja. Ace tersenyum ketika melihat foto Nina
dengan seragam sekolah dan rambutnya yang
dikepang menyamping.

Ace ingat sekali pertama kali mereka bertemu, Nina


datang duduk disampingnya dengan kepangan
rambut yang lucu itu. Waktu itu Ace berusaha untuk
tidak berkomunikasi dengannya, namun Nina
berhasil membuat hatinya luluh.

"Kau sangat cantik..." gumam Ace "Terlalu


cantik..."

Nina hanya tersenyum tipis "Jadi... Apalagi yang


ingin kau bicarakan?"

Ace menatap Nina "Banyak hal...Misalnya tentang


kesibukanmu, hal-hal yang kau suka akhir-akhir ini,
semuanya selama aku tidak berada disisimu. Aku
ingin tahu semuanya tentangmu semenjak aku
meninggalkanmu"

"Tidak ada yang berubah padaku selama kau


pergi..." Nina mengangkat bahunya "Aku hanya
sibuk belajar lalu bekerja, kurasa..."

"Kau tidak berkencan...?" tanya Ace berharap Nina


mengatakan tidak.

176
"Aku berkencan sesekali" harapan Ace jatuh
seketika "Namun, tidak ada yang bertahan lama..."

Ace hanya mengangguk pelan, matanya menangkap


boneka yang berada di tempat tidur Nina
"Bagaimana dengan Unicorn?" tanya Ace sambil
tersenyum menatap boneka unicorn tersebut "Apa
kau masih menyukainya?"

"Ya..." Nina tersenyum lalu mengangkat boneka


unicorn tersebut "Dean memberikannya padaku..."
ucap Nina tanpa sadar.

Wajah Ace berubah menjadi suram "Dean?" nada


suara Ace naik sedikit "Siapa yang bilang padamu
kalau Dean yang memberikanmu itu?"

"Dean yang bilang padaku..." Nina menautkan


kedua alisnya bingung.

"Dasar brengsek..." gumam Ace "Apalagi yang dia


bilang padamu?"

"Apa maksudmu?"

Ace menghembus napas panjang "Aku yang


membelikannya untukmu"

"Apa?" Nina membulatkan matanya "Tetapi


Dean..."

177
"Itu bukan Dean, okay?!" bentak Ace.

Ace menghela napas panjang berusaha untuk


menenangkan dirinya ketika menyadari kalau dia
baru saja membentak Nina.

"Aku yang membelikannya untukmu..." ucap Ace


lembut, dia mengeluarkan dompetnya dari sakunya
lalu mengeluarkan struk belanjaannya kepada Nina.

Nina mengambilnya dan melihatnya "Lalu mengapa


Dean berbohong padaku?"

Ace mendengus "Tentu saja itu karna dia suka


padamu... Ngomong-ngomong tentang Dean, apa
dia sering datang ke apartmentmu?"

"Dia tinggal disampingku, kita tetangga"

Ace menghirup napasnya dalam-dalam sambil


menyebut sumpah serapah kepada Dean.

"Mhmm...Aku rasa terima kasih untuk bonekanya"


ucap Nina.

Ace menatap Nina lembut "Sama-sama..."

"Mengapa kau membelinya untukku?"

178
"Aku melihatnya dan aku terpikirkan olehmu...Jadi
aku membelinya untukmu karna kau sangat
menyukai unicorn" jawab Ace.

Nina tersenyum.

"Apa aku masih diberikan kesempatan?" bisik Ace.

Nina berpikir sejenak. Sepertinya Ace benar-benar


tulus padanya jadi mengapa tidak?

Nina mengangguk kepada Ace.

Ujunng bibir Ace terangkat dengan tinggi "Terima


kasih! Bersiaplah besok karna aku akan
mengajakmu kencan!"

~♥♥♥~

Keesokan harinya, Nina sibuk bekerja dan entah


mengapa Dean tidak menampakkan dirinya
sekalipun pada hari itu. Mungkin dia sama sibuknya
seperti Nina...

Setelah jam kerjanya selesai, Nina membereskan


barang-barangnya sambil bersenandung. Dia sedikit
tak sabar menunggu kencannya bersama Ace.
Memikirkan kencan bersama Ace membuatnya
tersenyum lebar.

179
Ketukan pintu dari ruangannya membuatnya
tersadar lalu menatap orang yang mengetuk.

Dean berdiri di depan pintu ruangan Nina dengan


tas di tangannya "Apa kau sudah mau pulang? Mari
aku antar"

"Tidak perlu---"

"Ayolah" ucap Dean lalu pergi tidak mau


mendengar penolakan Nina.

Nina mendesah lalu mengikuti Dean.

Ketika sudah keluar dari gedung, Nina melihat Ace


yang bersandar di mobil Mercedesnya dengan kedua
tangan dilipat di depan dada. Ketika melihat Nina
keluar gedung, Ace langsung menghampirinya.

"Hey..." sapa Ace dengan senyuman, dia sengaja


mengabaikan keberadaan Dean "Ayo kuantar kau
pulang" Ace menarik tangan Nina.

Ace menatap Dean tajam ketika tangan Dean


menarik kembali tangan Nina "Aku duluan yang
ingin mengantarnya" ucap Dean tajam.

"Ya kau ingin mengantarnya, namun ia akan pulang


bersamaku" seringai Ace.

180
"Kalau begitu biarkanlah Nina memilih"gertak
Dean.

Kedua pria tersebut menunggu Nina untuk memilih.

Nina mendesah pelan, dia melihat antara Dean


dengan Ace "Aku akan pulang bersama Dean..."

Dean menatap Ace dengan wajah penuh


kemenangan.

Ace mengabaikannya, ia menatap Nina dengan


tautan alis yang menyatu "Namun kau setuju untuk
berkencan denganku hari ini"

"Kau setuju berkencan dengannya?!"

Nina mengabaikan Dean "Kau jemput saja ke


apartmentku pada waktu yang kita setujui, untuk
sekarang aku pulang bersama Dean terlebih
dahulu..."

"Nina--"

"Kumohon hmm?"

Ace memalingkan wajahnya sambil mendesah


"Baiklah" Ace menatap Dean tajam sambil menarik
kerah kemejanya "Dengar brengsek, jika kau

181
menyentuh Nina sedikit saja...Aku akan
menghajarmu, kau mengerti?"

Dean mendengus sambil menepis tangan Ace dari


kemejanya "Ayolah Nina..."

Nina mengikuti Dean hingga ke mobilnya. Ia


memasuki mobil lalu menatap Ace untuk yang
terakhir kalinya.

Sepanjang perjalanan, suasana hening diantara


mereka berdua. Ketika lampu merah, Dean akhirnya
memecahkan keheningan itu.

"Jadi...kau dan Ace huh?" ucap Dean.

"Begitulah..." ujar Nina pelan.

"Apa aku tidak pernah cukup dipandanganmu?"

"Bukan begitu" Nina menatap Dean "Aku hanya


tidak merasakan hal yang lebih dari teman..."

Dean hanya mengangguk.

Suasana hening kembali sampai mereka tiba di


gedung apartment mereka.

182
"Aku rasa aku tidak pernah ada kesempatan untuk
bertanding dengan Ace huh?" ucap Dean ketika
sudah memarkirkan mobilnya.

"Dean..."

"Aku mengerti" Dean tersenyum tipis "Aku


seharusnya tahu kalau aku tidak akan pernah dapat
kesempatan untuk memilikimu..."

"Maafkan aku..." Nina menatap Dean dengan rasa


bersalah.

"Bukan salahmu..."

"Dean..."

"Pergilah... Bersenang-senang...Berbahagialah"
ucap Dean sambil menatap Nina, ia mengelus pipi
Nina lembut "Kau layak mendapatkannya..."

Mata Nina berkaca-kaca sedikit, ia mengangguk


pelan lalu dengan hati yang berat ia keluar dari
mobil meninggalkan Dean yang patah hati.

♥♥♥

183
Chapter 17
♥Us ♥

Dean meneguk habis kembali gelas yang berisi


alkohol. Setelah Nina keluar dari mobilnya, dia
langsung pergi ke bar terdekat untuk minum
menghilangkan rasa sakit di hatinya.

Mata Dean menatap ke sekeliling lantai dansa. Ia


lalu kembali mengisi gelasnya yang kosong dan
meminumnya dengan sekali teguk.

Patah hati itu sungguh payah...

Tiba-tiba matanya tak sengaja melihat sosok orang


disampingnya yang berambut coklat kemerahan,
jika saja Dean tidak melihat wajahnya, ia pasti akan
mengabaikan wanita tersebut. Dean berdiri
menghampiri wanita tersebut.

"Well...Well...Lihatlah siapa ini..." Dean


memajukan wajahnya ke arah wajah wanita tersebut
"Vanessa..." bisiknya sambil memainkan helaian
rambut Vanessa.

Vanessa memicingkan matanya sambil menepis


tangan Dean "Menjauhlah dariku"

184
Dean memiringkan wajahnya "Mengapa? Kau tidak
suka jika pria mendekatimu? Atau kau hanya tidak
suka jika pria itu bukan Ace?"

Vanessa menatap Dean tajam "Enyahlah"

Dean mengabaikan perkataan Vanessa "Apa kau


ingin pergi ke tempatku? Aku butuh sentuhan
seseorang malam ini..."

"Kau pikir aku ini apa huh?" Vanessa menunjuk


dada Dean dengan keras.

"Oh ayolah...Kau pernah melakukannya dengan


Ace, satu sekolah tahu tentang hal
tersebut...Janganlah jual mahal---"

PLAK

Dean membeku ketika merasakan tamparan


Vanessa. Ia menatap Vanessa shock.

Vanessa menatap Dean tajam dengan amarah yang


menggebu-gebu "Dasar brengsek..." umpatnya lalu
mengambil tasnya kemudian pergi.

Dean mematung menatap Vanessa yang pergi.

Oh tuhan...apa yang baru saja ia lakukan...

185
~♥♥♥~

Nina melihat dirinya sekali lagi di kaca, ia baru saja


selesai berdandan. Rambutnya digerai dengan
sedikit gelombang di bawahnya, wajahnya dirias
dengan natural, dan ia mengenakan dress pendek
selutut dengan lengan panjang yang berwarna
mocca.

Tak lama kemudian, ia mendengar bell


apartmentnya berbunyi. Nina mengambil tasnya lalu
membukakan pintu apartemennya.

Ace berdiri dengan kedua tangan yang memegang


buket bunga. Ia nampak tampan dengan rambut
yang disisir rapih. Ia mengenakan kemeja putih
dengan tiga kancing di kerahnya terbuka dan lengan
yang dilipat ke bagian sikutnya, terakhir ia memakai
celana jeans berwarna abu-abu.

"Hey..." ucap Ace, matanya melihat Nina dari ujung


rambutnya hingga ke ujung kakinya "Kamu sangat
cantik..."

Nina tersenyum malu "Terima kasih..."

Ace kemudian memberikan buket bunganya ke Nina


"Untukmu..." ucapnya.

186
Nina menerimanya lalu menghirup aroma wangi
dari bunga sejenak kemudian menaruh bunga
tersebut di meja dekat pintu.

Ace kemudian mengulurkan tangannya yang dengan


perlahan digenggam oleh Nina. Mereka pun pergi
bersama menuju kencan mereka.

~♥♥♥~

Nina menatap Ace yang sedang mengemudi dengan


konsentrasi "Jadi...Kita mau kemana?"

Ace melirik Nina lalu menyeringai "Aku tidak akan


memberi tahumu...Kamu lihat saja nanti"

Nina mendengus "Okay...Mr. Misterius"

Ace tersenyum mendengarnya.

Beberapa saat kemudian, Ace memarkirkan


mobilnya di halaman rumah. Nina melihat keluar
jendela melihat rumah yang nampak luas dan besar
tersebut.

Ace menggumam, ia kemudian keluar dari mobil


dan membukakan pintu Nina. Ia lalu mengulurkan
tangannya untuk membantu Nina turun dari mobil.

187
"Mengapa kita berada di rumahmu...?" tanya Nina
heran.

"Aku menyiapkan kencan kita di rumahku" jawab


Ace lalu menuntun Nina memasuki rumahnya.

Nina tak bisa menahan dirinya untuk melihat-lihat


sekeliling ruangan rumah Ace yang nampaknya
ditata rapih. Dekorasi rumah tersebut berkesan retro
dan classic.

Ace menggenggam tangan Nina sambil menaiki


tangga. Ketika mereka sampai di lantai dua, Ace
berjalan ke ruangan lain yang terdapat tangga kecil.

"Kau duluan. Naiklah" ucap Ace. Nina menatap Ace


dengan bingung namun tetap menuruti perkataan
Ace.

Ketika Nina menaiki tangga kecil tersebut, matanya


langsung disambut langit malam yang ternyata dia
sedang berada di rooftop. Rooftop tersebut dihias
oleh lampu-lampu LED disekitarnya, juga terdapat
meja makan di tengah-tengah rooftop dengan lilin
dan bunga yang dihias di atas mejanya. Ada mesin
barbeque disampingnya dan sofa yang diletakkan
tak jauh dari meja makan.

"Wow..." ucap Nina kagum "Kau yang menyiapkan


semua ini?"

188
Ace yang baru saja sampai di rooftop langsung
tersenyum mendengar perkataan Nina
"Hmm...begitulah...Aku harap ini sesuai
harapanmu.."

"Ini melebihi dari harapanku..." ucap Nina masih


terpesona.

Ace terkekeh, ia memeluk Nina dari belakang lalu


mengecup pipinya "Baguslah..." bisiknya.

Pipi Nina mulai memerah karna kedekatan


antaranya dengan Ace.

Ace menuntun Nina ke meja makan, ia menarik


kursi untuk Nina duduki lalu menuangkan wine ke
gelas untuk Nina "Aku akan memanggang beberapa
daging untuk dimakan, kau tidak keberatan
menunggu bukan?"

Nina menggeleng.

Ace mengelus lembut pipi Nina sambil tersenyum.


Ia kemudian menyalakan api di arang untuk
memanggang daging. Ia juga menyalakan lagu-lagu
favorit Nina dulu dari handphonenya.

Nina menatap punggung Ace yang sedang sibuk


memanggang daging. Hatinya luluh akan perbuatan

189
dan usaha Ace untuk kencan pertamanya dari sekian
lama.

Nina tersenyum lebar. Ia tahu bahwa malam itu


adalah malam yang layak untuk dinikmati bersama
Ace...

~♥♥♥~

Setelah Ace sudah selesai memanggang berbagai


macam daging, ia pun langsung menyediakannya
kepada Nina. Mereka lalu mulai makan dengan
tenang.

Ace menatap Nina yang sedang makan dengan


lahapnya, tangannya terulur ketika menyadari ada
saus di pipi Nina, iapun mengelapnya dengan ibu
jarinya.

Wajah Nina memerah. Ia langsung membersihkan


bibirnya dengan tissue.

Ace terkekeh melihatnya.

"Jadi...Apa kau suka?" tanya Ace.

"Aku sangat suka...Ini sangat lezat" jawab Nina


dengan mulut penuh.

190
"Telanlah terlebih dahulu, kau akan tersedak" ucap
Ace lembut.

Nina menelan makanannya sambil tersenyum malu


ke arah Ace.

Ace tersenyum. Mereka kembali makan dengan


tenang.

Sesudah selesai makan, Ace berdiri lalu menarik


tangan Nina. Ia menaruh satu tangannya di
pinggang Nina dan satunya lagi ditautkan dengan
tangan Nina. Perlahan mereka menari mengikuti
irama lagu yang dipasang.

"Terima kasih..." bisik Ace.

Nina menatap Ace "Untuk apa?"

"Memberiku kesempatan dan berada disini


bersamaku..."

Nina tersenyum "Aku yang harusnya berterima


kasih padamu..."

"Untuk apa?"tanya Ace sambil tersenyum.

"Untuk menerangi malamku sehingga lebih indah


dari yang biasanya..."

191
Ace tersenyum lebar. Ia memeluk Nina erat.
Dagunya ditaruh di atas kepala Nina. Ia menatap
langit-langit dimana terdapat bintang yang
bertebaran "Suatu hari, aku akan membeli bintang
dan menamakannya namamu...Dengan begitu kau
bisa menatap langit di malam hari sambil melihat
kalau kau sama spesialnya dengan bintang-bintang
tersebut. Karna kau menyinari hidupku Nina...Kau
selalu menyinariku..."

Nina tersenyum, ia mengeratkan pelukannya kepada


Ace.

~♥♥♥~

Setelah beberapa lama menatap langit-langit dan


berbicara dengan santai, mereka pun turun dari
rooftop. Nina sebelum pulang, ia ingin ke kamar
mandi terlebih dahulu. Ace menunjukkan kamar
mandi di lantai dua yang langsung dipakai oleh
Nina.

Setelah selesai buang air kecil, Nina keluar dari


kamar mandi. Karna ia seorang interior designer, ia
tidak bisa menahan dirinya untuk mengekplorasi
dekorasi ruangan di sekitar tersebut. Ia menemukan
ruangan kerja Ace. Dengan perlahan, ia memasuki
ruangan tersebut. Ia mengagumi meja kerja Ace
dengan jari-jemarinya. Tak sengaja, ia melihat

192
sebuah berkas di atas meja Ace dengan namanya
yang tertera di atas amplop.

Nina Wilson.

Apa ini... Mengapa namanya tertera di amplop


tersebut...

Nina mengambil amplop tersebut lalu perlahan


membukanya. Ia mengeluarkan isi amplop tersebut.
Matanya membulat ketika melihat isi amplop
tersebut.

"Hey...apa kau--" Ace menghentikan omongannya


ketika melihat yang dipegang oleh Nina.

"Apa ini..." bisik Nina

Ace menelan ludahnya.

♥♥♥

193
Chapter 18
♥Heartbeat ♥

"Apa ini..." Nina menatap Ace dengan tidak


percaya "Apa kau mengikutiku? Mengapa kau
mempunyai foto-foto ini?!"

Nina kembali lagi melihat isi dari amplop tersebut


yang rupanya adalah foto-foto dirinya. Dan foto itu
bukanlah foto yang ia share ke sosial media, itu
adalah foto candid dimana Nina tidak melihat ke
arah kamera sedikitpun. Bahkan ada salah satu foto
dirinya yang sedang berjalan ke gedung perusahaan
Kingston. Foto tersebut layaknya diambil oleh
paparazi.

"Umm..." Ace menggaruk tengkuk kepalanya


bingung mau berkata apa.

Nina menemukan berkas di belakang foto-foto


tersebut dimana isinya terletak informasi
pribadinya, seperti pendidikan yang ia jalani, tempat
tinggal, pekerjaannya, sampai ke nama-nama pria
yang ia kencani setelah Ace...

"Apa kau menguntitku...?" bisik Nina.

"Tidak! Tentu saja tidak..." jawab Ace cepat.

194
"Lalu ini apa?!" Nina mengangkat foto beserta
berkas tentang dirinya ke udara.

Ace memalingkan wajahnya "Aku hanya ingin


mengetahui keadaanmu semenjak kita memutuskan
hubungan..."

"Kau menguntitku selama ini?!"

"Aku tidak menguntitmu!"

Nina menatap Ace tajam yang membuatnya


menyerah "Oke...mungkin aku
menguntitmu...sedikit..."

"Sedikit? Kau mempunyai segala informasi pribadi


tentangku dan kau bilang itu hanya sedikit?!"

"Baiklah! Aku memang menguntitmu! Aku tak bisa


menahan diriku untuk mencari tahu tentangmu
karna aku sangat peduli padamu!" kicau Ace.

Mata Nina melembut. Dia menghela napas panjang


lalu mengalihkan pandangannya lagi ke berkas
berkas di tangannya "Darimana kau menemukan
informasi-informasi ini?"

"Aku menyewa seorang detektif..."

195
"Ace!" pekik Nina "Kau menyewa orang untuk
membuntutiku?!"

"Seperti yang aku bilang...Aku peduli padamu..."


Ace menghampiri Nina lalu mengambil berkas
berkasnya yang ada di tangan Nina kemudian
ditaruhnya ke meja.

Ace menarik dagu Nina hingga mereka bertatapan


"Sangat peduli..." bisiknya lalu dengan sekejap mata
ia mencium bibir Nina.

Nina terkejut, ia meremas kerah kemeja Ace dengan


kencang lalu perlahan matanya mulai tertutup
menikmati sentuhan bibir Ace dengannya.

Ace menaruh tangannya di belakang leher Nina dan


satu tangannya lagi di pinggang, menariknya
sehingga mereka semakin dekat tak ada celah. Ace
menggumam lembut di bibir Nina. Rasanya seperti
surga bisa kembali mengecap rasa dari bibir tersebut
setelah sekian lama.

Ace melepaskan tautan bibirnya lalu menatap Nina


yang matanya masih terpejam. Ia mengusap bibir
Nina yang bengkak akibat perbuatannya.

Nina membuka matanya lalu menatap Ace "Wow..."


ucapnya dengan napas yang terengah-engah.

196
Ace terkekeh "Wow..." ia memeluk Nina lalu
mengecup ubun-ubun kepalanya "Jadilah kekasihku
kembali..."

"Mengapa kau masih menginginkanku? Setelah


bertahun-tahun mengapa kau masih
menginginkanku?" tanya Nina.

"Seorang pria tak akan melupakan cintanya pada


seseorang. Keinginan untuk memiliki orang itu
kembali tidak akan pernah pudar walaupun itu
bertahun-tahun lamanya..."bisik Ace "Kembalilah
padaku sayang...Kembalilah menjadi milikku..."

"Apa kau bersungguh-sungguh?"

"Tentu saja..."

"Baiklah...Tetapi jangan sakiti aku lagi..."

Ace mengeratkan pelukannya "Tidak akan


sweetheart...Tidak akan lagi..."

~♥♥♥~

Nina menatap Ace dengan senyuman yang


terpasang di wajahnya. Kini mereka sudah berada di
depan pintu apartment Nina.

197
Ace menyelipkan helaian rambut Nina ke belakang
telinganya "Masuklah..."

Nina mengangguk pelan.

Ace tersenyum, ia mengangkat tangan Nina lalu


mengecup punggung tangannya "Selamat malam,
sweetheart..."

Nina masuk ke dalam apartmentnya sambil


melambaikan tangannya sekali lagi ke arah Ace.
Ketika pintu sudah ditutup, Nina memekik girang
sambil tertawa geli. Ia melihat bunga yang diberikan
oleh Ace tadi, ia kemudian mengambilnya lalu
berjalan ke ruang tamu dengan senyuman lebar.

"Mengapa kau sangat gembira?"

Nina memekik ketika mendengar suara orang lain,


ia melihat seseorang yang duduk di sofanya yang
ternyata adalah adiknya.

"Kau mengagetkanku saja!" seru Nina "Mengapa


kau ada disini?!"

Adiknya hanya mengangkat kedua bahunya "Aku


memutuskan untuk berhenti kuliah, mom dan dad
tidak setuju oleh keputusanku, sebut saja mereka
sekarang lagi marah besar padaku...Jadi aku keluar
rumah dan pergi kesini"

198
"Kau berhenti kuliah?! Mengapa kau melakukan hal
tersebut?!"

Adiknya hanya memutar kedua bola matanya "Dan


kau kedengaran seperti mom dan dad
sekarang...Lagipula jurusan bisnis bukanlah
pilihanku, itu pilihan dad"

"Kalau begitu gantilah jurusan!"

"Kau bercanda? Dad tidak akan setuju akan


keputusanku untuk mengambil jurusan musik, dia
tidak akan mau membiayai kuliahku"

Nina mendesah, dia memijat keningnya "Lalu apa


yang akan kau lakukan sekarang..."

"Aku akan mencari kerja dan tentu saja tinggal


disini"

"Kau tidak bisa tinggal disini!"

Adiknya berdiri lalu pergi ke kamar kosong "Kau


harus terbiasa akan aku tinggal disini, sis"

"Cole!" teriak Nina yang hanya dibalas bantingan


pintu kamar oleh adiknya itu.

~♥♥♥~

199
Ace membunyikan bell apartment Nina dengan
senyuman lebar. Tak lama kemudian pintunya
terbuka yang membuat senyuman Ace semakin
lebar. Senyumannya jatuh seketika ketika yang
membukakan pintu adalah seorang pria yang hanya
memakai handuk di pinggangnya.

"Siapa kau?" tanya Ace tajam. Tangannya mengepal


ingin memukul pria yang setengah telanjang yang
berada di apartment Nina.

Cole menaikkan satu alisnya kepada Ace


"Seharusnya aku yang bertanya, siapa kau?"

Tepat sebelum Ace ingin menghajar Cole, Nina


muncul dengan pakaian rapih dan tas yang
diselempang.

"Hey..." sapa Nina ke arah Ace, melihat wajah Ace


yang suram membuatnya heran "Kau baik-baik
saja?"

"Siapa dia?" tanya Ace dingin.

"Oh!" Nina meletakkan tangannya di bahu Cole "Ini


adikku, Cole"

"Adikmu?" Ace menautkan kedua alisnya. Ia ingat


sekali terakhir kali ia bertemu dengan adik Nina.
Waktu itu umurnya masih 8 tahun dan yang ia

200
pedulikan hanyalah memainkan video game. Tidak
disangka kalau anak kecil tersebut tumbuh menjadi
pria dewasa seperti sekarang ini "Oh
Senang bertemu kembali denganmu"Ace
mengulurkan tangannya untuk dijabat.

Cole mengabaikan uluran tangan Ace, ia menatap


Nina dengan satu alis terangkat "Apa ini pria
bajingan yang menyakitimu dulu?"

"Umm..." Nina tidak bisa menjawab.

Ace menautkan kedua alisnya. Apa adik Nina tahu


tentang masa lalunya dengan Ace?

"Kau kembali mengencaninya? Kau tidak


bersungguh-sungguh bukan?" Cole memicingkan
matanya kepada Nina.

Nina memalingkan wajahnya tidak sanggup melihat


Cole.

Cole menatap Ace tajam "Asal kau tahu saja, aku


tidak suka padamu" ucapnya lalu pergi ke dalam
apartment.

Nina menghela napas lega.

"Senangnya mengetahui kalau adikmu tidak suka


padaku..." ucap Ace sarkastik.

201
"Jangan dipikirkan. Dia memang begitu orangnya"
ucap Nina lalu pergi bersama Ace menuju elevator.

"Apa adikmu tahu tentang kita dulu?" tanya Ace.

"Umm...Aku bercerita padanya..." jawab Nina "Dia


adalah tempat aku menangis disaat aku belum bisa
melupakanmu..."

"Bagus sekali..."gumam Ace.

"Jangan khawatir, dia akan suka padamu sedikit


demi sedikit"

Ace meragukan hal itu.

~♥♥♥~

Ace memberhentikan mobilnya di depan gedung


perusahaan Kingston. Ia keluar dari mobil lalu
membukakan pintu mobil Nina.

"Terima kasih..." ucap Nina dengan senyuman.

Ace tersenyum. Ia meletakkan kedua tangannya di


pinggang Nina dan keningnya ditempelkan ke
kening Nina "Aku akan merindukanmu..."

Nina terkekeh "Kau bicara seperti aku akan pergi


jauh..."

202
Ace tersenyum "Aku akan menjemputmu nanti,
bagaimana?"

Nina mengangguk pelan.

Ace menatap mata Nina lalu perlahan ia menutup


celah diantara mereka berdua. Bibirnya bertautan
dengan bibir Nina. Ia mengecap dan mencumbunya
lembut.

Setelah puas menciumnya, Ace melepaskan tautan


bibirnya lalu menatap Nina lembut "Semangat lah
kerja..."

"Hmm..." gumam Nina.

Ace mengecup hidung Nina lalu memasuki


mobilnya kembali. Ia melambaikan tangannya ke
jendela yang dibalas oleh Nina, ia pun menginjak
gas pergi menjauh dari gedung perusahaan
Kingston.

Senyuman terukir di bibirnya. Ia merasa bahagia


memiliki Nina kembali ke kehidupannya. Ia hanya
bisa berharap kalau semuanya akan berjalan dengan
baik...

Semoga saja...

♥♥♥

203
Chapter 19
♥Taking Over You ♥

Hari itu adalah hari yang terburuk bagi Ace.


Langit tertutupi oleh awan yang berkabut. Angin
bertiup kencang membawa aura dingin yang hampir
membuatnya merinding. Burung-burung berkicau
layaknya memanggil pertolongan. Semuanya gelap
dan suram. Namun, Ace tidak ingin berpikiran
negatif. Ia yakin bahwa hari itu hanyalah hari
dimana hujan akan datang dengan biasanya.

Dengan langkah yang berat, ia memasuki rumah


sakit dengan satu tangkai mawar di tangannya.
Hatinya mulai berdegup kencang tak beraturan dan
keringat mulai bercucuran di dahinya. Tangannya
gemetar seakan ingin memberitahunya bahwa ada
yang tidak beres.

Lagi-lagi Ace menghiraukannya. Ia berpikir bahwa


itu hanya perasaannya saja.

Langkah kakinya terhenti di pintu kamar ayahnya.


Sudah beberapa kali ia mengunjungi ayahnya yang
sakit kanker, namun ia tidak pernah merasakan
hatinya seberat ini untuk membuka pintu kamarnya.
Tenggorokannya seketika kering dan ia keringat
dingin.

204
Ace menghirup napas dalam-dalam lalu
mengeluarkannya perlahan, kemudian ia membuka
pintu kamar ayahnya.

Hari itu bukanlah hari biasa dimana turunnya


hujan pada musimnya. Hari itu masih termasuk
musim kemarau. Pada hari itu langit bukan
menurunkan hujan, tetapi langit meneteskan air
mata. Angin dingin yang Ace rasakan adalah pesan
kesedihan. Burung-burung yang berkicau adalah
suara tangisan. Hari itu hari dimana alam semesta
berduka untuk seseorang.

Dengan hati yang seketika berhenti, Ace menatap


ibunya yang menangis sambil memeluk ayahnya
yang tertidur di ranjang rumah sakit dengan
monitor yang mengeluarkan suara panjang tak
berhenti dan menunjukkan garis datar.

Setangkai mawar yang ditangannya yang bertujuan


untuk hadiah sekarang menjadi tanda untuk ucapan
selamat tinggal.

Seseorang yang telah lama menjadi tulang


punggungnya kini telah beristirahat untuk
selamanya.

Ace terbangun dengan napas yang memburu. Ia


melihat sekeliling kamarnya yang gelap, dengan
terburu-buru ia menyalakan lampu kamarnya.

205
Tangannya menyelusuri rambutnya sambil
mendesah panjang.

Sudah lama semenjak ia memimpikan peristiwa


tersebut...Ia hampir lupa rasanya kehilangan
seseorang.

Ace menghembus napas berat lalu melihat jam yang


menunjukkan pukul 2 pagi. Ia tahu dia tidak akan
bisa tidur lagi setelah mimpinya itu. Ia butuh
seseorang untuk menenangkannya dari kegelisahan
yang diakibatkan mimpinya.

Ace beranjak dari tempat tidurnya lalu memakai


jeans dan kaos. Ia mengambil kunci mobilnya
kemudian pergi dari rumahnya.

~♥♥♥~

Suara gedoran dari pintu berhasil membangunkan


Nina dari tidurnya. Dengan langkah sempoyongan,
ia keluar dari kamarnya untuk membukakan pintu.
Ia melihat Cole yang setengah bangun keluar juga
dari kamarnya, Nina mengibaskan tangannya
memberitahu Cole kalau dia yang akan
membukakan pintu. Cole menguap lalu masuk
kembali ke kamarnya.

Nina mengintip di lubang pintu untuk melihat


seseorang yang berada diluar. Alisnya tertaut ketika

206
melihat siapa orang tersebut. Ia langsung
membukakan pintunya.

"Ace? Apa yang kau lakukan---"Ace langsung


memeluk Nina erat sebelum Nina menyelesaikan
perkataannya.

Nina mematung akan perilaku Ace yang tiba-tiba.


Tangannya perlahan mengusap punggung Ace dan
rambutnya. Ace mendesah akan sentuhan Nina yang
membuatnya nyaman dan tenang.

"Mengapa kau datang pagi-pagi begini?" tanya Nina


lembut masih mengusap rambut Ace.

"Aku merindukanmu" gumam Ace di leher Nina.

"Kau bisa menemuiku disaat matahari sudah terbit,


mengapa harus sekarang?"

Ace hanya menggelengkan kepalanya di leher Nina.

Nina menghela napas panjang "Aku sangat


mengantuk dan aku harus bekerja beberapa jam
lagi..."

"Biarkan aku tidur bersamamu..."

Nina berhenti mengelus rambut Ace. Ia melepaskan


pelukannya lalu menatap Ace "A-apa?"

207
"Hanya untuk malam ini saja..."

"Ace..."

"Kita sering tidur bersama ketika masa SMA


dulu..."

Wajah Nina merona seketika "Ya...Tapi..."

"Kumohon, hmm?" Ace menyelipkan helaian


rambut Nina ke belakang telinganya lalu mengusap
pipinya lembut.

Nina mendesah. Ia tahu kalau ia tidak bisa menolak


permintaan Ace jika Ace memasang wajah melas
seperti itu.

"Baiklah..."

Ace tersenyum lebar.

"Hanya untuk malam ini saja" peringat Nina.

"Tentu saja" ucap Ace cepat. Ia lalu memasuki


apartment Nina dan langsung pergi ke kamar Nina.

Nina menggelengkan kepalanya sambil mengikuti


Ace. Ia masuk ke kamarnya dan menemukan Ace
yang sudah terlentang di tempat tidurnya dengan
selimut yang menutupi tubuhnya.

208
"Kemarilah sayang..." ucap Ace lembut sambil
menepuk tempat kosong disampingnya.

Nina menutup pintu kamarnya lalu ikut terlentang


disamping Ace. Mereka menatap mata satu sama
lain dengan badan yang menyamping berhadap
hadapan.

Ace memainkan rambut Nina "Aku bermimpi..."


bisiknya.

"Tentang apa?" tanya Nina.

"Ayahku...Disaat dia meninggal dulu..."

Nina menatap mata Ace yang menampakkan


kesedihan.

"Aku selalu percaya kalau dia bisa


sembuh...Walaupun kemungkinan ia sembuh itu
sedikit, aku selalu percaya kalau ia akan sehat
kembali dan semuanya akan kembali seperti
semula..." lirih Ace "Kepergiannya
menghancurkanku...Aku tidak merasa seperti diriku
sendiri...Aku mulai menjauh darimu...Aku mulai
menjauh dari orang-orang disekitarku..."

Nina menahan air mata yang ingin keluar dari


matanya ketika mendengar perkataan Ace.

209
"Aku rapuh pada saat itu dan aku berusaha untuk
tangguh. Untuk ibuku. Untuk dirimu..." Ace
menatap Nina dengan mata yang berair, ia
mengusap pipi Nina dengan pelan "Namun, pada
akhirnya aku tetap rapuh. Aku tidak sekuat yang
aku kira. Disaat waktu berlalu, aku menyadari
bahwa aku tidak hanya kehilangan seorang ayah.
Aku juga kehilangan ibuku dari dalam dirinya, aku
kehilangan teman-temanku, dan aku kehilangan
dirimu..."

Ace mengeluarkan air matanya yang ia tahan


semenjak ia kehilangan ayahnya "Maukah kau
memaafkanku? Karna sudah menyakitimu
meninggalkanmu...Maukah kau memaafkanku Nina?
Aku tidak bisa hidup tanpamu jika kau
memutuskan untuk meninggalkanku karna aku
tidak cukup untukmu..."

"Shh..." Nina mengusap air mata Ace walaupun air


matanya sendiri sudah turun deras di pipinya "Aku
memaafkanmu...Aku sudah lama
memaafkanmu...Dan kau selalu cukup bagiku...Kau
bahkan lebih dari cukup...Kau segalanya bagiku
Ace"

Ace memeluk Nina, ia menenggelamkan wajahnya


di leher Nina "Terima kasih..." gumamnya.

210
Nina mengelus rambut Ace sambil sesekali
mengecup bahunya. Hatinya sakit ketika melihat
Ace meluapkan emosinya untuk pertama kalinya. Ia
tidak tahu jika Ace mempunyai perasaan-perasaan
seperti itu tentang dirinya sendiri.

Dengan tekad yang kuat, Nina berjanji pada dirinya


kalau dia akan menyembuhkan Ace dari lukanya. Ia
akan membuat Ace kembali bahagia.

~♥♥♥~

Dean menelusuri rambutnya dengan jari-jemarinya


sambil mendesah panjang. Matanya menatap
komputernya dengan lelah. Ia melonggarkan
dasinya merasakan stress sudah memasuki
kepalanya. Ia melihat jam tangannya yang sudah
menunjukkan jam makan siang. Ia mengambil
jasnya lalu beranjak dari tempat duduknya untuk
makan siang.

Dean melewati ruangan Nina yang sedikit terbuka


menampakkan Nina yang sedang sibuk bekerja. Ia
menahan dirinya untuk tidak menawarkannya untuk
makan siang bersama. Ia harus move on
bagaimanapun juga.

Dean menggelengkan kepalanya lalu pergi ke cafe


didekat kantor. Ia memesan kopi dan spaghetti.

211
Dirinya kembali mengingat akan Nina. Siapa
sangka cintanya selama hampir 12 tahun ternyata
hanya bertepuk sebelah tangan?

Dean menggelengkan kepalanya sambil meminum


kopinya. Matanya tak sengaja melihat seorang
wanita berambut coklat kemerahan, dirinya
mematung seketika. Memori akan perilakunya
ketika mabuk terhadap Vanessa kembali memasuki
kepalanya.

Dean menelan ludahnya. Dengan perlahan, ia


mendekati Vanessa yang sedang duduk di pojok
Cafe dekat jendela dengan kopi dan handphone di
tangannya.

Dean mendeham.

Vanessa mendongak dari handphonenya. Ketika ia


sadar siapa yang berada di depannya itu, ia langsung
berdiri. Dean menahan tangan Vanessa ketika ia
ingin pergi.

"Bisakah kita bicara sebentar?" ucap Dean pelan.

"Aku bukan pelacur ataupun wanita bayaran. Kau


bisa mencari wanita-wanita itu ditempat lain" ucap
Vanessa tajam.

212
Dean kembali menahan Vanessa untuk pergi
"Maafkan aku" ucapnya cepat.

Vanessa hanya terdiam dengan tangan yang dilipat


di depan dada.

"Maafkan aku karna bersikap yang tidak pantas


terhadapmu dan juga mengatakan hal-hal yang
kurang ajar terhadapmu..." ucap Dean lembut "Aku
tidak bermaksud untuk memanfaatkanmu atau
menyakitimu...Aku lelaki bodoh dan brengsek yang
pantas untuk dihukum akan sikapku"

Vanessa hanya menatap Dean. Ia lalu meletakkan


tangannya di pinggang "Kau memang bodoh dan
brengsek" ucapnya.

Dean tersenyum akan perkataan Vanessa "Aku


tahu...Maukah kau menerima permintaan maafku
dengan makan siang bersama?"

Vanessa menaikkan satu alisnya "Kau ingin


meminta maaf padaku atau mengajakku makan
siang?"

"Aku ingin menebus kesalahanku...Biarkan aku


membelikanmu makan siang..."

213
Vanessa mendengus. Ia kembali duduk di
tempatnya "Kalau begitu, aku pesan semua
makanan dan minuman yang ada di menu"

Dean terkekeh "Apa itu balasanmu akan tingkah


lakuku waktu itu?"

Vanessa menopang dagunya di telapak tangannya


sambil menatap Dean "Anggap saja begitu..."

Dean menggelengkan kepalanya. Entah mengapa ia


tahu kalau Vanessa tipe orang pembuat masalah. Ia
merasakan auranya hanya dari melihatnya saja
waktu ia satu sekolah dengannya.

"Aku pesan semua menu yang ada!" teriak Dean.

Vanessa menahan senyumnya.

♥♥♥

214
CHAPTER 20
♥The Ruin Part OfMe♥

Untuk pertama kalinya Ace tersenyum ketika


bangun tidur, ia melihat Nina yang tertidur pulas di
sampingnya. Dengan perlahan, Ace memeluknya
lalu menaruh kepalanya diantara bahu dan leher
Nina. Ia menghirup aroma tubuh Nina yang selalu
membuatnya tenang, kemudian ia mengecupnya
sesekali.

Nina terbangun dari tidurnya, ia mengerang sambil


menjauhkan Ace dari dirinya.

Ace terkekeh karnanya "Pagi..." ucapnya lembut.

"Mhmm" gumam Nina setengah sadar. Matanya


dikedip-kedipkan beberapa kali kemudian menatap
fokus ke wajah Ace.

"Hey..." bisik Ace sambil menyingkirkan helaian


rambut Nina lalu mengelus pipinya.

"Hey..." balas Nina dengan mata yang melembut


"Apa kau baik-baik saja sekarang?"

Tangan Ace berhenti mengelus pipi Nina. Matanya


menatap manik mata Nina "Tentu saja" ucapnya

215
dengan senyuman "Selama ada kamu... Aku akan
baik-baik saja"

Nina tersenyum. Tangannya memegang tangan Ace


yang sedang mengelus pipinya. Mereka terdiam
dengan tenang hanya menatap satu sama lain,
menikmati kebersamaan mereka pada momen
tersebut.

"Hey Apa kau tidak kerja? Ini sudah siang--" pintu


kamar Nina tiba-tiba terbuka yang membuat Nina
dan Ace terkejut.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Cole menatap


tajam Ace yang kini posisinya sudah terduduk di
tempat tidur.

"Errmm..." Ace tidak tahu ingin berkata apa, ia


langsung berdiri dari tempat tidur lalu memakai
sepatunya dan mengambil barang-barangnya. Ia
menghampiri Nina sekali lagi "Aku akan
menunggumu di mobil" ia mengecup bibir Nina lalu
keluar dari kamar tanpa mempedulikan tatapan
tajam Cole.

Nina menatap kepergian Ace dengan wajah yang


merah.

Cole mendengus "Kau masih mencintainya huh?"

216
Nina menatap Cole "Aku selalu mencintainya"

"Dengar..." desah Cole "Aku tidak ingin tercampur


oleh hubungan kalian. Itu semua urusan kalian
berdua, tetapi jika dia menyakitimu lagi
Aku tidak akan segan-segan memukulnya dengan
seribu macam pukulan"

Nina tersenyum sambil berdiri menghampiri Cole


"Senang mengetahui kalau kau peduli kepadaku" ia
memeluk Cole dengan erat.

Cole langsung melepaskan pelukannya "Enyahlah"


gerutunya lalu pergi.

Nina tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

~♥♥♥~

Ace mengernyitkan keningnya ketika melihat Nina


masuk ke mobilnya dengan blouse lengan pendek
dan rok yang pendeknya diatas lututnya.

"Ada apa?" tanya Nina yang melihat ekspresi wajah


Ace.

Ace memalingkan wajahnya "Tidak..." ia mulai


menjalankan mobilnya dengan rahang yang
mengeras. Matanya melirik lagi ke pakaian yang

217
Nina kenakan "Mengapa kau memakai pakaian
seperti itu?"

Nina melihat ke pakaian yang dikenakannya "Apa


ada yang salah dengan yang kupakai?"

"Bukankah rokmu terlalu pendek?"

"Ini yang terpanjang yang aku punya"

Nina memekik ketika tiba-tiba Ace mendadak


mengerem mobilnya di lampu merah.

Ace menatap Nina tajam "Yang terpanjang katamu?


Jika ini yang terpanjang... Sependek apa yang kau
punya---Lupakanlah jangan dijawab" Ace
mendesah, ia kembali menjalankan mobilnya ketika
lampu sudah hijau.

Sepanjang perjalanan mereka terdiam dengan Nina


yang sibuk mengecek email dan Ace yang
menggerutu di dalam hatinya tentang betapa
pendeknya rok yang dipakai Nina.

Akhirnya mobil Ace berhenti di depan gedung


perusahaan Kingston, Nina menaruh handphonenya
kembali ke tasnya lalu membuka seatbeltnya.

Nina menaruh tangannya di pipi Ace "Aku pergi


dulu..."

218
"Hmm..." gumam Ace masih tidak senang dengan
pakaian yang Nina kenakan.

Nina mengecup pipi Ace lalu membuka pintu ingin


keluar dari mobil, Ace menahan tangan Nina
sehingga Nina kembali menatapnya. Ace kemudian
menunjuk bibirnya.

"Ace..."

Ace memegang dagu Nina lalu mendekati wajahnya


ke wajah Nina. Ia hanya terdiam begitu saja,
membiarkan bibirnya berada hanya beberapa senti
saja dengan bibir Nina. Ia tidak menutup jarak
mereka, ia ingin Nina yang melakukannya.

Nina akhirnya menyerah, ia mengecup bibir Ace


lalu membalikkan badannya ingin keluar dari mobil
kembali. Namun, Ace menahan wajah Nina dengan
kedua tangannya.

"Lagi..." bisik Ace.

Pipi Niba merah seketika. Ia dengan cepat kembali


mengecup Ace. Namun, Ace tetap menahan
wajahnya. Lalu Nina kembali mengecupnya berkali
kali. Ketika Nina akhirnya mencumbunya, barulah
Ace membiarkan Nina pergi.

219
Ace terkekeh melihat Nina yang lari menuju gedung
perusahaan. Tak sengaja ia melihat beberapa
karyawan pria yang sedang menuju gedung menatap
bagian tubuh Nina dari belakang. Baru disadari oleh
Ace kalau bukan pendeknya saja rok yang Nina
pakai tetapi rok itu juga ketat sehingga menarik
perhatian para pria yang sengaja berjalan di
belakang Nina hanya untuk menatapnya.

Dengan rahang yang mengeras, Ace keluar dari


mobilnya lalu mengejar Nina. Sebelum Nina bisa
masuk ke gedung, Ace langsung menarik tangan
Nina dan menyeretnya pergi.

"Ace!" pekik Nina yang diabaikan oleh Ace.

Untungnya tak jauh dari gedung perusahaan


terdapat toko pakaian. Ace memasuki toko pakaian
tersebut sambil menarik tangan Nina, ia langsung
memilah-milah pakaian yang ada di rak toko
tersebut. Ketika menemukan yang menurutnya
cocok, ia langsung mengambil gantungan yang
terdapat celana kulot berwarna putih.

"Pakailah ini" ucap Ace sambil memberikan


celananya ke Nina.

Nina menatap Ace dengan tidak percaya "Kau


menyeretku kesini hanya untuk mengganti bawahan
yang kupakai? Lupakan saja!"

220
Ace menahan Nina yang ingin pergi "Kumohon
hmm?" ucapnya lembut "Pakailah ini, aku tidak bisa
membiarkanmu pergi bekerja dengan rok pendek
dan ketat!"

"Kau berlebihan..."

"Apa kau tahu kalau baru saja kau diperhatikan oleh


para pria karna kau memakai rok yang sangat ketat
dan pendek?!"

Nina memalingkan wajahnya.

"Sweetheart..." Ace menarik dagu Nina "Aku


mohon hmm?"

Nina mendesah, ia mengambil celana yang ada di


tangan Ace "Baiklah..." dengan begitu ia pergi ke
ruang ganti.

Ace tersenyum senang.

Setelah membayar celana yang Ace pilih, mereka


kembali menuju ke gedung perusahaan.

Ace menangkup wajah Nina sambil mengecup


keningnya "Jagalah dirimu selama bekerja, hmm?"

Nina mengangguk.

221
Ace tersenyum, ia mengelus dagu Nina lembut
"Pergilah...Aku akan menjemputmu nanti"

"Jagalah dirimu..." Nina mengecup pipi Ace lalu


pergi ke dalam gedung.

Ace tersenyum. Ia kembali ke mobilnya dengan


gelengan kepala.

Nina tidak pernah berubah semenjak dulu...Selalu


saja menarik perhatian pria tanpa
sepengetahuannya. Kelihatannya Ace mempunyai
tugas berat untuk menjauhkan Nina dari tatapan
laki-laki.

~♥♥♥~

Setelah mengantar Nina ke kantor dan kembali ke


rumahnya untuk mandi, Ace pergi ke rumah
Vanessa untuk mengunjungi teman masa kecilnya
itu dan untuk mengetahui kabarnya.

Ace mengetuk pintu rumah Vanessa beberpa kali.


Tak lama kemudian, pintu rumahnya terbuka
menampakkan wajah Vanessa yang basah akan
tangisan, mascaranya luntur ke pipinya dan
hidungnya bengkak serta merah.

"Ada apa denganmu?" tanya Ace khawatir melihat


wajah Vanessa.

222
Vanessa hanya menggeram sambil masuk kembali
ke rumahnya. Ace mengikutinya.

Vanessa duduk di sofa sambil mengelap wajahnya


dengan tissue.

Ace duduk disampingnya lalu menepuk bahunya


"Kau baik-baik saja?"

Vanessa menghirup napasnya dalam-dalam "Apa


aku kelihatan baik-baik saja?!"

"Woah... Okay...Tenang..." ucap Ace "Ada apa?"

Vanessa menggelengkan kepalanya "Tidak


ada...Kau tidak perlu khawatir"

"Tapi---"

"Sudahlah Ace...Aku tidak ingin cerita..."

Ace menautkan kedua alisnya "Baiklah..."

"Ada apa kau datang kesini?" tanya Vanessa sambil


mengeluarkan ingusnya di tissue.

"Aku hanya ingin mengunjungimu, melihat


kabarmu dan lainnya..." jawab Ace tanpa adanya
ketidaknyamanan akibat Vanessa yang sibuk
mengeluarkan ingusnya.

223
"Aku baik-baik saja...Well sebenarnya tidak
terlalu...Tapi aku akan baik-baik saja" ucap
Vanessa.

"Kau tahu, kau bisa menceritakan padaku tentang


apa saja kan?"

"Aku tahu...Aku hanya tidak ingin


menceritakannya..." Vanessa memalingkan
wajahnya "Bagaimana kabarmu dengan Nina? Apa
kau berhasil mendapatkannya lagi?"

Ace tersenyum karna mendengar nama Nina


"Begitulah..."

"Apa kau sudah cerita padanya tentang mengapa


kau selingkuh..."

"Ya..."

"Oh baguslah" Vanessa menghela napas lega "Aku


selalu canggung ketika bertemu dengannya akibat
hal tersebut..."

"Maafkan aku..."

"Untuk apa? Apa kau yang mencuri gelas antik ku


yang terbaru?! Aku tahu kalau kau mencurinya!---"

224
"Apa? Bukan itu!" desah Ace "Maksudku tentang aku
yang menggunakanmu untuk jadi perempuan yang
selingkuh denganku..."

"Oh..." Vanessa menggigit bibir bawahnya "Itu


sudah lama terjadi lupakanlah..."

"Aku tahu, tapi aku selalu merasa


bersalah...Karnaku kau dibenci oleh populasi wanita
di sekolah dulu dan karnaku juga kau diculik oleh
para mafia itu..."

"Sudah kubilang lupakanlah" ucap Vanessa dingin.


Ada rasa kepahitan ketika ia mengingat masa-masa
sekolahnya...

"Tetap saja

Aku minta maaf" gumam Ace. Vanessa mendesah

"Lalu apa kau sudah memberi


tahu Nina kalau kau tidak bisa punya...kau tahu..."
ucap Vanessa mengalihkan pembicaraan.

Ace menggelengkan kepalanya.

"Kau tahu cepat atau lambat kau harus


memberitahunya kan?"

"Aku belum siap..." gumam Ace "Aku tidak ingin


mengecewakannya..."

225
"Dia akan menerimamu apa adanya jika ia benar
benar mencintaimu..."

Mata Ace berkabut dengan kesedihan "Aku harap


begitu..." bisiknya dengan keraguan.
Lagipula...Wanita normal mana yang ingin
menerima kecacatannya? Tidak ada... Termasuk
Nina.

♥♥♥

226
Chapter 21
♥Fear ♥

Nina membereskan barang-barangnya ke dalam


tas lalu ia keluar dari ruangannya kemudian
memencet tombol lift. Ketika pintu lift terbuka,
kakinya tertahan melihat sosok Dean yang berada di
dalam lift. Dengan canggung, Nina memasuki lift
perlahan lalu berdiri disamping Dean.

Nina memainkan jari-jemarinya sambil mendeham


pelan. Sudah lama ia tidak bertemu Dean semenjak
Dean menyatakan perasaannya...Hal seperti ini
membuatnya canggung dan tidak nyaman. Namun,
bagaimanapun juga Nina harus berbicara kepada
Dean. Ia tidak ingin menghindari Dean selamanya.
Dean sudah menjadi teman curhat dan teman
sedihnya selama bertahun-tahun. Dean selalu berada
disisinya ketika Ace tidak ada...

"Um..." gumam Nina ragu "Apa kabarmu?"

Bisa didengar oleh Nina kalau Dean menghela


napas panjang "Kau tidak perlu secanggung itu..."

Nina kembali mendeham pelan lalu melirik Dean


"Maaf..."

227
"Maaf karena kau canggung atau karena menolak
ku?"

"Umm... A-aku---"

"Kau tidak perlu minta maaf" potong Dean.

Nina menatap Dean lembut "Aku merasa


bersalah..."

"Apa kau merasa bersalah persahabatan kita


renggang karna penolakanmu?"

Nina mengangguk pelan.

"Kau tidak perlu merasa bersalah" Dean menatap


Nina "Aku berteman denganmu bukan karna niatku
tulus ingin menjadi temanmu...Jadi janganlah
merasa bersalah...Aku hanya menjadi temanmu
karna ada maunya saja..."

Pintu lift terbuka di lantai Lobby. Dean keluar dari


lift bersama Nina di belakangnya.

"Aku mungkin bukan teman sejatimu, tetapi kau


masih bisa cerita padaku jika kau mempunyai
masalah, aku akan siap mendengarkan dan
membantumu" ucap Dean.

Nina tersenyum lalu mengangguk pelan.

228
Dean tersenyum, ia kemudian melihat Ace
bersandar di mobilnya "Kekasihmu sudah datang"
Dean menunjuk Ace dengan dagunya lalu pergi
tanpa kata-kata lagi.

Nina menghampiri Ace "Hey..."

Ace menatap kepergian Dean "Ada mau apa dia?


Apa dia berusaha untuk mendekatimu lagi?"

Nina menggeleng "Tidak...Sudahlah ayo pergi..."


Nina masuk ke dalam mobil yang diikuti oleh Ace.

"Aku serius, apa dia mencoba mendekatimu lagi?"


tanya Ace sambil menjalankan mobilnya.

"Kita hanya sekedar bicara...dan tidak. Dia tidak


akan mendekatiku lagi"

"Baguslah kalau begitu" Ace mengulurkan satu


tangannya ke pangkuan Nina.

"Apa?" alis Nina tertaut bingung.

"Tanganmu..."

Nina mengulurkan tangannya yang langsung


digenggam erat oleh Ace.

Pipi Nina langsung merah padam.

229
Ace tersenyum lebar "Apa kau ingin langsung
pulang ke apartmentmu?"

"Memangnya kenapa?"

"Apa kau ingin makan malam di rumahku terlebih


dahulu?"

"Mhmm...Entahlah"

"Aku akan memasak masakan enak"

Nina terkekeh sambil menggelengkan kepalanya


"Baiklah..."

Ace mengeratkan genggaman tangannya sambil


mengelus punggung tangan Nina dengan ibu
jarinya.

~♥♥♥~

Sesuai yang diucapkan oleh Ace, ia memasak


makanan enak untuk Nina. Kini ia sedang
membakar udang yang dibumbui dengan kecap dan
bahan-bahan lainnya. Ia bahkan merebus kepiting
untuk membuat kepiting asam manis. Dan sebelum
itu ia sudah membuat cumi tepung dan onion ring
yang sudah disajikan di meja makan.

230
Sepanjang Ace memasak, Nina hanya duduk
memperhatikan Ace. Mereka sambil mengobrol dan
bercanda sesekali.

Nina sangat kagum dengan Ace. Bukan hanya Ace


pintar memasak, tetapi ia juga ingat makanan
kesukaan Nina yaitu seafood.

Aroma yang wangi dan sedap membuat air liur Nina


memaksa untuk keluar dari mulutnya.

Ace terkekeh melihat ekspresi wajah Nina yang


terlihat tidak sabar menyantap makanannya
"Sabarlah...Tinggal beberapa menit lagi akan
selesai"

Wajah Nina merah padam karna Ace berhasil


membaca pikirannya.

Nina mendeham "Aku tidak pernah tahu kalau kau


pintar memasak...Kau dulu selalu dimasaki ibumu.
Aku ingat ketika kau mengajakku ke rumahmu
untuk makan malan, ibumu membuat berbagai
macam variasi makanan yang sangat lezat"

Ace terdiam sesaat "Semenjak dad


meninggal...Mom tidak pernah lagi memasak. Jadi
aku mencoba untuk belajar memasak untukku
sendiri dan untuk mom..."

231
"Oh..." Nina sedikit bersalah akan perkataannya
yang mengingatkan Ace akan orang tuanya "Kau
tidak perlu melakukannya sendiri..."

Ace menatap Nina.

"Kini ada aku...Aku akan memasak dan melakukan


segalanya bersamamu..."

Ace tersenyum "Hmm...Sangat menyentuh hati


walaupun orang yang mengatakan tersebut hanya
duduk diam daritadi ketika aku memasak sendirian"

"Itu karna kau menyuruhku untuk tidak


membantumu!" Nina cemberut.

Ace terkekeh. Ia menarik dagu Nina lalu mengecup


bibirnya. Ia menyeringai ketika melihat pipi Nina
merona.

~♥♥♥~

Ketika selesai memasak, Ace menaruh semua


hidangannya di meja makan dan ia juga
menuangkan wine ke dua gelas. Mereka pun duduk
lalu mulai menyantap makanannya.

Nina menusuk udang bakar yang tadi Ace buat


dengan garpu, lalu ia mengigit udang tersebut.

232
Dirinya langsung mendesah ketika rasa bumbu
bakar yang meleleh di lidahnya.

Mata Nina bertemu dengan Ace yang sudah


menatapnya dengan seringaian. Pipinya langsung
merah karna malu.

"Enak?" seringai Ace.

"Hmm..." gumam Nina lalu kembali menyantap


udangnya.

Ace tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

Mereka makan dalam diam dengan percakapan yang


ringan. Setelah udang, cumi tepung dan onion ring
sudah habis dimakan, Ace memotek kepiting
dengan tangan yang sudah dilapisi dengan sarung
tangan, ia lalu menyuapi Nina daging kepiting yang
sudah dikeluarkannya.

Makan malam mereka akhirnya selesai dengan perut


Nina yang kenyang dan bahagia akan makanan yang
dibuatkan Ace.

Nina membantu Ace merapihkan piring-piring dari


meja makan lalu mencucinya bersama. Ketika
sedang ditengah-tengah mencuci piring, handphone
Ace berdering.

233
"Sebentar" gumam Ace, ia mengambil
handphonenya yang berada di meja lalu melihat
nama penelpon.

Alisnya tertaut ketika menerima telepon dari David


seorang detektif yang Ace sewa untuk menge-stalk
Nina.

Ace menatap Nina "Aku angkat ini sebentar, ya?"

Nina mengangguk.

Ace langsung pergi ke ruang kerjanya. Ia kemudian


mengangkat teleponnya.

"Hey...Kau tidak perlu memberitahuku tentang Nina


lagi...Aku sudah tidak membutuhkan laporanmu
tentang Nina---"

"Aku menelpon bukan karena itu" ucap David


ditelepon.

Ace menautkan kedua alisnya "Apa maksudmu?"

"Leonard berhasil kabur dari penjara malam ini"

Napas Ace berhenti seketika "Apa?"

"Aku hanya ingin memberitahumu itu... Berhati


hatilah, dia bisa saja mengejarmu kembali..."

234
Ace merasakan kakinya lemas, ia menopangkan
tangannya di meja untuk menjaga dirinya dari
terjatuh "Tetapi...Polisi mengejarnya bukan? Polisi
sedang mencarinya kan?"

"Kau tahu Leonard ahli menyembunyikan dirinya.


Polisi akan lama dalam menangkapnya kembali"

Napas Ace memburu dan kepalanya langsung


pusing "Ini tidak bisa terjadi...Tidak sekarang..."
bisiknya lemas.

"Aku akan membantumu untuk mencarinya...Kau


hanya perlu berhati-hati, dia bisa berada dimana
saja..."

Ace menghirup napasnya dalam-dalam lalu


mengeluarkan perlahan "Baiklah...Terima kasih atas
bantuanmu David..."

"Kita teman lama...Aku pasti akan membantumu.


Mendengarmu sebelumnya, kau tidak perlu laporan
tentang Nina kembali?"

"Tidak..." bisik Ace masih lemas.

"Jadi kau sudah bersamanya kembali?"

"Ya..."

235
"Berhati-hatilah Ace...Jaga dia, kau ingat apa yang
terjadi kepada Vanessa sebelumnya bukan?"

Rahang Ace mengeras "Aku tahu dan aku pasti akan


menjaganya"

~♥♥♥~

Nina selesai mencuci piring, ia menautkan kedua


alisnya menatap pintu ruang kerja Ace yang tidak
terbuka-buka.

Nina kemudian membereskan barang-barangnya ke


dalam tas siap untuk pulang. Kepalanya langsung
mendongak ketika mendengar pintu ruang kerja Ace
terbuka.

Ace berjalan dengan sempoyongan ke arahnya.

"Hey...Ada ap---"Ace memeluk Nina dengan erat.


Kepalanya ditaruh di lehernya dan kedua tangannya
diletakkan di pinggang Nina menariknya sehingga
tidak ada celah diantara mereka.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Nina bingung.

"Jangan pergi..." bisik Ace.

"Apa? Tetapi...aku harus pulang...Besok ada


meeting pagi-pagi"

236
"Menginaplah..." gumam Ace.

"Ace..."

"Kumohon..."

Ace mengeratkan pelukannya ketika Nina ingin


melepaskan dirinya dari rengkuhan Ace.

"Mengapa kau seperti ini?" desah Nina.

Ace melepaskan pelukannya lalu menangkup wajah


Nina dengan kedua tangannya "Dengarkan aku...Ini
sudah malam...Menginaplah disini..."

Nina menatap Ace dengan dalam "Mengapa?" "Aku

tidak ingin kau pergi..."

"Tapi--"

"Aku mohon Nina! Aku bahkan akan tidur di kamar


lain ataupun di sofa, dimanapun itu! Aku bersumpah
padamu aku tidak akan menyentuhmu atau berbuat
yang macam-macam selama kau menginap disini
...................................................... Kumohon
Kumohon... Jangan pergi..." kata Ace dengan
depresi.

"Oke...Oke...baiklah..." Nina menyentuh kedua pipi


Ace "Tenanglah...Aku tidak akan pergi..."

237
Ace memeluk Nina kembali, kepalanya
ditenggelamkan di leher Nina mencari kenyamanan
yang ia butuhkan "Terimakasih..." gumamnya.

Ace mengeratkan pelukannya. Ia tidak akan


membiarkan Nina terluka
Tidak akan pernah. Ia lebih memilih mati daripada
Nina terluka.

♥♥♥

238
CHAPTER 22
♥Protective ♥

Setelah mandi, Nina memakai kaos dan celana


boxer Ace. Ia lalu duduk di ranjang Ace sambil
membuka-buka email. Semenjak Ace menyuruh
Nina untuk menginap di rumahnya yang akhirnya
Nina setuju karna perilaku Ace yang nampaknya
panik, Ace tidak kunjung menampakkan dirinya, ia
sibuk menelpon seseorang di ruang kerjanya.

Nina menautkan kedua alisnya. Mengapa perilaku


Ace menjadi aneh dalam sekejap mata? Apa yang ia
bicarakan dengan orang yang menelponnya
sehingga membuatnya panik dan gelisah seperti itu?

Nina mendongak ketika pintu kamar terbuka yang


menampakkan wajah Ace yang lesu dan rambutnya
yang berantakan.

Ace menatap Nina lalu tersenyum tipis "Hey..."

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Nina khawatir.

"Ya..." gumamnya sambil mengambil bajunya di


lemari "Aku akan mengganti bajuku sebentar"

239
Nina hanya mengangguk lalu melihat Ace pergi ke
kamar mandi. Ia menghela napas panjang. Dia
merasa Ace sedang menyimpan rahasia darinya.
Nina tidak suka akan hal tersebut.

Tak lama kemudian Ace keluar dari kamar mandi


dengan kaos putih dan sweatpants, ia duduk di
pinggir ranjang lalu perlahan menarik Nina ke
pelukannya.

"Apa ada yang ingin kau ceritakan padaku?" tanya


Nina di bahu Ace.

Tangan Ace yang sedang mengusap punggung Nina


berhenti "Tidak ada..."

"Kau bisa cerita semuanya padaku, aku harap kau


tahu itu" Nina melepaskan pelukannya lalu menatap
Ace.

"Aku tahu..." Ace mengusap lembut pipi Nina


"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, oke?"

Nina masih menatap Ace dengan ragu "Lalu


mengapa kau nampak gelisah dan khawatir?"

Rahang Ace mengeras, ia mengalihkan


pandangannya dari Nina "Nina...Percayalah padaku.
Semuanya baik-baik saja" setidaknya Ace berharap
begitu.

240
Nina menatap Ace lalu ia mendesah pelan "Okay..."

Ace kembali menatap Nina lalu tersenyum, ia


mengelus lembut pipi Nina kemudian ia kecup
dahinya "Selamat malam, tidurlah dengan nyenyak"
Ace lalu beranjak berdiri.

Nina menahan tangan Ace "Kau mau kemana?"

Ace menautkan kedua alisnya "Bukankah kau tidak


ingin aku tidur bersamamu?"

Nina menggigit bibir bawahnya. Mata Ace menatap


bibir Nina yang digigit lalu matanya berubah
menjadi gelap. Dengan cepat, ia menjatuhkan
badannya ke tempat tidur lalu memeluk Nina.

Nina tertawa geli.

"Ini kesempatan terakhir jika kau tidak ingin aku


tidur disampingmu maka katakanlah atau tidak aku
akan tetap disini memelukmu sampai pagi datang"

Nina tidak menjawab, ia hanya memainkan jari


jemari Ace.

Ace tersenyum, ia mengeratkan pelukannya di


pinggang Nina, dadanya bersentuhan dengan
punggung Nina, kepalanya ditaruh di bahu Nina.

241
"Aku mencintaimu" bisik Ace.

Nina meremas tangan Ace ketika mendengar


kalimat tersebut. Jantungnya berdegup kencang tak
karuan.

"Aku selalu mencintaimu..." gumam Ace lalu tak


lama kemudian ia tertidur.

Nina meletakkan tangannya di atas tangan Ace yang


berada di perutnya "Aku juga Ace .......Aku juga..."

~♥♥♥~

Nina terbangun di pagi hari dengan tangan Ace


yang melingkar di perutnya. Perlahan-lahan, ia
menyingkirkan tangan Ace lalu ia bangun dari
tempat tidur kemudian pergi ke kamar mandi untuk
bersiap-siap kerja.

Setelah selesai mandi, ia memakai dress kemarin


lalu ia keluar dari kamar mandi. Matanya langsung
bertemu dengan Ace yang sedang duduk di pinggir
ranjang.

"Jangan pernah melakukan itu" ucap Ace dengan


tautan alis yang bersatu.

"Melakukan apa?" tanya Nina bingung.

242
"Bangun tidur dan meninggalkanku sendirian"
jawab Ace.

"Oh...aku hanya bersiap-siap untuk kerja"

"Bangunkan aku terlebih dahulu lain kali sebelum


kau melakukan aktivitas pagimu"

Nina menahan senyumnya "Baiklah..."

"Kemarilah" Ace membuka tangannya lebar.

Nina menghampiri Ace yang langsung dipeluk


olehnya dengan kepala yang ditekan ke perut Nina.

"Mhmm...My baby..." gumam Ace yang membuat


Nina merona.

"Apa kau keberatan jika kau mengantarku ke


apartmentku terlebih dahulu? Aku ingin mengganti
bajuku" ucap Nina disela-sela ia mengelus rambut
Ace.

"Hmm...Biarkan aku mengganti baju terlebih


dahulu" Ace melepaskan pelukannya, ia berdiri lalu
mengecup pipi Nina kemudian pergi untuk
mengganti baju.

~♥♥♥~

243
Ketika keluar dari rumah Ace, ada beberapa hal
yang Nina sadari, yaitu ada banyak bodyguard yang
berdiri di sekeliling rumah Ace, mereka
mengenakan jas, memakai kacamata hitam dan
terdapat alat komunikasi yang diselipkan di telinga
mereka.

Apa Ace memperketat keamanan rumahnya? Nina


tidak pernah melihat bodyguard sebanyak itu...Dari
yang Nina lihat, kalau bodyguardnya ada 11. Setahu
Nina Ace hanya mempunyai 2 bodyguard terakhir
kali ia datang ke rumah Ace untuk kencan malam
mereka.

"Mengapa bodyguardmu banyak sekali?" bisik Nina


ketika mereka ingin menaiki mobil.

"Hanya untuk berjaga-jaga" jawab Ace singkat.

Nina tidak puas akan jawaban Ace.

Ketika mereka berada di mobil dan mengemudi


menuju apartement Nina, Nina menyadari kalau ada
mobil hitam di belakang mereka yang terus
mengikuti mereka.

"Aku rasa ada yang mengikuti kita" ucap Nina


memberitahu Ace.

244
Ace melirik spion yang di dalam mobil lalu ia
kembali lagi memperhatikan jalan dengan santai
"Itu bodyguard kita"

"Bodyguard kita? Maksudmu bodyguardmu yang


tadi?"

"Hmm..."

Nina menautkan kedua alisnya "Untuk apa mereka


mengikuti kita?"

"Tugas seorang bodyguard itu untuk memberikan


keamanan untuk kita, dan itulah yang mereka
kerjakan sekarang"

"Mengapa kau membutuhkan bodyguard dan


mengapa sebanyak itu?"

"Kita membutuhkannya sayang..." ucap Ace "Dan


sudah kubilang kalau itu untuk berjaga-jaga"

"Berjaga-jaga dari apa?"

"Apa saja bisa terjadi


Tidak ada yang tahu..." jawab Ace tidak ingin
memberikan jawaban yang sesungguhnya.

Nina terdiam, menyerah untuk bertanya lagi kepada


Ace. Ada yang tidak beres...dan berdasarkan

245
tingkah laku dari Ace itu semakin membuat
kecurigaan Nina membesar.

Nina menghela napas panjang...Apa yang kau


sembunyikan Ace?...

~♥♥♥~

Setelah Nina mengganti baju di apartmentnya, ia


diantar kembali bersama Ace tentu saja dengan para
bodyguard yang mengikuti mereka dari belakang.

Tak lama kemudian mereka sampai di depan


gedung perusahaan Kingston. Nina langsung keluar
dari mobil berbarengan dengan Ace.

Ace menghampiri Nina lalu menaruh satu


tangannya di pinggang Nina dan satunya lagi di
pipinya "Jagalah dirimu selama bekerja hmm?"

Nina mengangguk pelan.

Ace tersenyum lalu mengecup pipi Nina, ia


kemudian melihat bodyguardnya yang keluar dari
mobil "Perkenalkan ini Steven, Mark, Jacob, Max,
Roy, dan Robert" ucap Ace memperkenalkan
keenam bodyguardnya dari 11 bodyguard.

Nina menatap mereka sambil melambaikan


tangannya dengan canggung "Hai..."

246
Keenam bodyguard tersebut hanya mengangguk
kecil ke arahnya.

"Umm
Okay...Aku pergi dahulu, sampai bertemu lagi"
Nina mengecup pipi Ace lalu beranjak pergi,
namun tangannya ditahan oleh Ace. Nina kembali
menatap Ace.

"Mulai sekarang kau akan ditemani oleh mereka"


ucap Ace merujuk kepada keenam bodyguardnya
"Apapun yang kau lakukan mereka akan
mengikutimu, namun dengan jarak yang tidak
terlalu dekat denganmu, jika terjadi sesuatu mereka
akan dengan siap menolongmu"

Nina menatap Ace seakan ia gila atau mungkin


memang Ace sudah gila...

"Kau bercanda kan?" Nina terkekeh, Ace hanya


terdiam yang langsung membuat Nina panik "Apa?!
Untuk apa aku memerlukan bodyguard?!"

"Ini hanya untuk ber---"

"Berjaga-jaga! Aku tahu kau mengatakan hal


tersebut beberapa kali!" potong Nina dengan kesal.

"Nina...Aku mohon, mereka tidak akan


mengganggumu, mereka hanya akan

247
memperhatikan sekelilingmu, supaya kau aman dan
tidak dalam bahaya"

"Mengapa aku dalam bahaya?! Aku baik-baik saja


selama ini! Aku tidak membutuhkan bodyguard!"

"Nina..."

"Katakan padaku..." Nina menarik napasnya dalam


dalam lalu mengeluarkan, ia kemudian menatap Ace
"Katakan padaku alasan semua ini. Alasan mengapa
kau menyuruhku menginap, alasan mengapa kau
menyewa bodyguard sebanyak ini, dan alasan
mengapa aku harus ditemani oleh keenam dari
bodyguardmu...Katakan padaku alasan sebenarnya"

Ace mengalihkan pandangannya "Aku hanya ingin


kau mengerti
Mungkin kau tidak tahu alasannya...Tapi aku hanya
ingin kau mengerti...Semua ini aku lakukan demi
kebaikanmu, kumohon ikutilah perkataanku..."

Nina hanya menatap Ace tajam, dengan kesal ia


pergi ke dalam meninggalkan Ace sendirian.
Persetanan dengan bodyguardnya! Jika Ace tidak
ingin memberitahunya alasan sebenarnya maka
Nina tidak akan mendengarkan perkataannya.

♥♥♥

248
CHAPTER 23
♥No More Secrets ♥

Keenam bodyguard Ace tetap mengikuti Nina ke


dalam gedung setelah ia pergi begitu saja dari Ace.
Dan yang memalukannya, mereka menunggu Nina
tepat di depan ruang meeting. Semua orang yang
berada di ruang meeting, melihat bodyguard
tersebut lalu berbisik-bisik, Nina menutupi
wajahnya berusaha untuk tidak ketahuan kalau
bodyguard tersebut disewa untuknya.

Noah ketika ingin masuk ke dalam ruang meeting,


ia melihat keenam bodyguard tersebut berdiri tegak
di depan ruangannya, alisnya tertaut menjadi satu
lalu ia masuk ke dalam ruang meeting.

"Okay, apakah ada yang bisa menjelaskan mengapa


ada enam bodyguard di luar ruangan? Atau tepatnya
lagi mengapa mereka berada di dalam gedung
perusahaan?" tanya Noah dengan kening yang
mengkerut, bertanda ia tidak senang.

Ketika tidak ada yang menjawab, hati Nina mulai


berdegup kencang. Keringat mulai bercucuran di
dahinya. Apa yang harus ia lakukan? Apa ia
menyatakan yang sejujurnya saja?

249
Wajah Noah makin suram ketika tidak ada yang
menjawab, ia akhirnya menelpon seseorang dengan
telpon kantor yang ada di meja meeting.

"Bisakah security kesini? Tolong keluarkan enam


orang berjas hitam diluar ruangan meeting---"

"Mhmm...Sir?" Nina mengangkat tangannya


memotong pembicaraan Noah.

Noah menatap Nina.

Nina menelan ludahnya "Uhh


..........Sebenarnya mereka ada disini karnaku..."

Noah mengangkat satu alisnya "Dan mengapa


begitu?"

Nina memainkan jari-jemarinya "Ace...Ace


menyewa mereka untuk mengikutiku kemanapun
aku berada..."

Noah menghela napas panjang, ia menutup


telponnya lalu mulai duduk di bangkunya "Kita
mulai saja meeting ini"

~♥♥♥~

"Apa kau gila?" geram Noah ditelpon, ketika


meeting selesai Noah langsung ke ruangannya dan

250
menelpon orang yang menyebabkan perhatian
orang-orang di perusahaannya "Menyewa enam
bodyguard?!"

"Okay...aku mungkin harus memberitahumu itu


terlebih dahulu..." ucap Ace ditelpon.

"Apa yang kau pikirkan? Bodyguard tersebut


menarik perhatian karyawan dan client-clientku
disini...Mengapa kau menyewa mereka?!"

"Dengar Noah...Aku minta tolong padamu untuk


kali ini. Aku minta kau abaikan saja bodyguard
tersebut dan biarkan mereka melakukan tugas
mereka okay?" suara Ace terdengar lelah ketika ia
berbicara.

Noah terdiam sejenak "Ada apa? Apa ada sesuatu


sehingga kau menyewa bodyguard tersebut?"

"Aku tidak bisa memberitahumu"

"Kau dulu juga tidak memberitahu tentang hal-hal


yang menimpamu dulu. Dan kau tahu akibatnya
ketika kau tidak memberitahu seseorang, kau
hampir mati! Kau tahu itu!" geram Noah "Aku bisa
membantumu jika kau memberitahuku...Jason bisa
membantumu...Bahkan Daniel bisa membantumu!
Kita sudah menjadi teman dari kecil Ace..."

251
Ace hanya terdiam.

"Apa ini ada hubungannya dengan mafia tersebut?"


ucap Noah pelan.

"Noah..." Ace menghela napas panjang "Ada


baiknya kau tidak ikut campur ......................"

"Jadi benar huh? Ini semua ada hubungannya


dengan mafia tersebut? Bukankah mereka ada di
penjara?"

"Salah satu dari mereka berhasil kabur dari


penjara..."

Napas Noah berhenti ketika mendengarnya.

"Dan yang berhasil keluar dari penjara adalah ketua


geng dari mafia tersebut................................"

~♥♥♥~

Nina menggeram frustasi ketika ia mendengar suara


kaki di belakangnya. Dengan kesal ia membalikkan
badannya, menghadap para keenam bodyguard yang
langsung memberhentikan langkahnya.

Nina menatap tajam bodyguard tersebut sambil


berkacak pinggang "Apa kau harus mengikutiku

252
kemana-mana?! Tidak bisakah kalian tunggu diluar
gedung sampai aku selesai kerja?!"

Bodyguard tersebut hanya terdiam tak mengatakan


sepatah kata.

Nina menggeram, ia kemudian melanjutkan berjalan


ke cafeteria kantor. Bisa dirasakan olehnya kalau
semua mata tertuju padanya. Nina menghirup napas
dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan
berusaha untuk tidak meledak di depan banyak
orang.

Nina memesan makanan lalu ia duduk bersama


Raya dan Ashley yang menatapnya dengan lekat.
Para bodyguard tersebut mengelilingi meja makan
yang mereka duduki.

"Okay..." ucap Raya "Uh...jadi ini bodyguardmu


huh?"

Nina mendengus "Aku tidak mau


membicarakannya"

"Apa Ace orang yang possessive?" tanya Ashley


"Kau tahu...Dimana ia hanya menginginkan dirimu
untuk dirinya sendiri dan bukan orang lain .............
Sehingga ia melakukan hal-hal yang ekstrim seperti
menyewa bodyguard?"

253
Nina menautkan kedua alisnya "Walaupun dia
possessive, dia tidak akan melakukan hal-hal yang
gila
Dan tidak, dia tidak menyewa bodyguard karna hal
itu..."

"Lalu karna apa?" tanya Raya.

"Dia bilang untuk berjaga-jaga atas keamananku"


Nina memutar kedua bola matanya.

"Kedengarannya menyeramkan" ujar Ashley. "Apa

maksudmu?" tanya Nina bingung. "Bukankah ada

alasan dimana ia harus menyewa


bodyguard karna keamananmu? Alasan tersebut
mungkin saja menyeramkan
Mungkin saja dia sedang dikejar-kejar seseorang
sehingga ia harus melindungimu"

Nina menautkan kedua alisnya. Apa ini ada


hubungannya dengan mafia yang sempat terlibat
dengan Ace dulu?

~♥♥♥~

Nina keluar dari gedung perusahaan bersama


bodyguard yang mengikutinya dari belakang. Ia
melihat Ace yang sudah ada di depan gedung seperti
biasa bersender di mobilnya.

254
Nina berjalan melewati Ace lalu melambaikan
tangannya untuk memanggil taksi. Tangan yang
dilambaikannya ditarik oleh Ace. Nina hanya
menatap Ace dengan tajam.

"Baby..." desah Ace "Kau masih marah padaku?"

Nina memalingkan wajahnya tidak menjawab.


Dagunya ditarik oleh Ace hingga ia bertatapan
dengannya.

"Ikutlah denganku..." ucap Ace "Aku akan


menjelaskan semuanya padamu..."

"Semuanya?" Nina mengangkat satu alisnya.

"Semuanya..." Ace mengangguk sambil mengelus


pipi Nina.

"Tidak akan ada lagi yang kau sembunyikan?"

Ace menggeleng. Ia mengangkat tangan Nina lalu


mengecup punggung tangannya "Tidak akan ada
lagi ..."

~♥♥♥~

Nina akhirnya setuju untuk ikut dengan Ace ke


rumahnya. Mereka mengendarai mobil bersama
mobil bodyguard yang mengikuti di belakangnya.

255
Ketika sudah sampai di rumah Ace. Mereka duduk
bersamping-sampingan di sofa. Ace memegang
kedua tangan Nina sambil sesekali mengecup
punggung tangannya.

"Aku akan memberitahumu segalanya, tapi aku


ingin kau menuruti perkataanku setelah aku sudah
memberitahumu, okay?" ucap Ace lembut.

Nina mengangguk pelan.

"Kau sudah tahu kalau ibuku terlibat hutang dengan


mafia..." ucap Ace "Aku harus membayar mereka
dan uang tersebut tidaklah kecil...Apa kau ingat
ketika aku pergi ke sekolah dengan memar di
wajahku?" Nina mengangguk "Aku mencari uang
dengan cara underground fighting..."

Napas Nina terhenti "Bukankah itu---"

"Illegal aku tahu" potong Ace, ia menelusuri


rambutnya dengan jari-jemarinya "Aku tidak punya
pilihan lain, satu-satunya jalan untuk mendapatkan
uang banyak adalah underground fighting. Awalnya
mafia tersebut tidak banyak ikut campur. Mereka
tidak menggangguku selama aku tepat waktu
membayar cicilan hutang kepada mereka. Tapi
semuanya itu berubah ketika mereka melihatku
bertarung... Mereka melihat semua orang menaruh

256
taruhan mereka terhadapku, dan mereka melihat itu
sebagai potensi uang untuk mereka"

Ace menarik napasnya "Tiba sampai saatnya


mereka menyuruhku untuk setiap hari bertarung
untuk mereka sampai badanku remuk tak karuan..."
Nina menutup mulutnya dengan tangannya tidak
percaya "Dan ketika Vanessa sudah melunasi
hutangku kepada mereka, mereka meminta
lebih...Mereka mengancamku jika aku tidak
menuruti perkataan mereka"

Ace menutup kedua matanya "Aku menolak dan


tidak mempedulikan ancaman mereka...Sampai
akhirnya mereka menculik Vanessa karna mengira
kalau Vanessa adalah kekasihku...Aku
menyelamatkan Vanessa dengan berdiam-diam
masuk ke markas mereka namun ketika kita berdua
kabur dengan mobil yang berkecepatan tinggi,
mobil yang kita kendarai tertabrak oleh truk
sehingga membuat mobil kita terbalik"

Mata Ace mulai berkaca-kaca "Aku kira itu adalah


akhir dari hidupku...Aku kira aku tidak akan
bertemu dengan Vanessa kembali...Aku hanya bisa
melihat Vanessa dengan darah yang berlumur di
wajahnya, terdiam dan tidak bisa bergerak..." Ace
mulai terisak "Untungnya kami berdua
selamat...Dan ketika ayah Vanessa mengetahui
kecelakaan tersebut, ia langsung memaksaku untuk

257
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, ketika aku
sudah mengatakan semuanya ia langsung
memenjarakan mafia tersebut .........................."

"Tapi..." Ace menghirup napasnya dalam-dalam


"Walaupun aku dan Vanessa selamat
Ada satu hal yang membuat diri kita hancur dan tidak
sempurna...Pada saat itu dokter memberitahu
kepada kita berdua kalau aku dan Vanessa tidak bisa
memiliki anak karna kecelakaan tersebut..."

Air mata Nina jatuh deras di pipinya "Oh


Ace...Ace..." Nina memeluk Ace yang sudah terisak
di bahunya "Tidak apa...Tidak apa-apa..."

"Jika kita menikah nanti...Aku tidak bisa...A-aku


tidak bisa memberikanmu anak...Kau dulu selalu
mendambakan mempunyai keluargamu
sendiri...Aku tidak bisa memberikanmu itu
..Maafkan aku" ucap Ace tersedak akan tangisannya.

"Tidak apa-apa
Bukan salahmu..." ucap Nina sambil menangis
"Apapun yang terjadi aku tetap mencintaimu..."

Ace melepaskan pelukannya lalu menatap Nina


dengan wajah yang penuh akan air mata "Ka-kau
mencintaiku?"

258
Nina mengusap air matanya sambil mengangguk
"Ya..."

"Meskipun apa yang terjadi selama ini


..............................kau tetap mencintaiku?"

"Tentu saja" jawab Nina sambil tersenyum dalam


tangisannya.

Ace menangkup wajah Nina lalu menempelkan


keningnya dengan kening Nina, ia menutup kedua
matanya menikmati keberadaan Nina yang sangat
dekat dengannya "Terima kasih..."bisik Ace
"Terima kasih telah mencintaiku..."

♥♥♥

259
Chapter 24
♥Protection ♥

Setelah tangisan Nina dan Ace reda, mereka


berdiam berpelukan di sofa. Merengkuh kehadiran
satu sama lain dan menikmati momen yang mereka
miliki.

"Kau belum cerita mengapa kau menyewa


bodyguard..." ucap Nina pelan.

Ace menghela napas panjang, tangannya mengusap


ngusap lengan Nina "Berjanjilah padaku, kau harus
kuat dan tidak takut akan apa yang aku bicarakan
ini"

Nina mengangguk sambil menggenggam tangan


Ace. Jika Ace bisa kuat dalam tantangan hidupnya,
tentu saja Nina bisa menghadapi masalah yang
terlibat dengan menyewa bodyguard tersebut...

"Leonard adalah ketua geng mafia dimana ibuku


meminjam uang" ucap Ace "Dia adalah ketua geng
yang paling brutal. Dia bisa melakukan apa saja jika
ada orang yang tidak menuruti perkataannya. Dan
aku sudah menjadi blacklist bagi dirinya. Dia
mengincar ku untuk menghancurkanku karna tidak
mau bertarung untuknya di underground fighting

260
tersebut...Walaupun dia brutal, dia termasuk orang
yang pintar. Dia tidak langsung mengambil jantung,
namun dia perlahan mengambil hati, ginjal, lalu dia
baru merampas jantungmu"

Ace mengeratkan pelukannya pada Nina "Hal itu


terjadi pada Vanessa. Dia berpikir bahwa Vanessa
adalah orang yang terpenting bagiku, oleh karna itu
ia menculiknya untuk menyiksaku
Dia berpikir bahwa Vanessa itu adalah kau"Ace
meremas pelan tangan Nina "Aku bersyukur akan
keputusanku memutuskan hubungan kita dan
menjauh darimu...Jika aku tidak melakukan itu, kau
mungkin saja yang berada di tempat Vanessa
dulu...Aku merasa sangat bersalah dengan Vanessa
karna melibatkannya, aku tidak tahu bagaimana
rasanya jika kau yang mengalami semua itu
.................Aku mungkin akan membenci diriku"

Nina menggenggam tangan Ace erat untuk


memberinya kenyamanan sebanyak mungkin.

"Dan ketika aku mendapatkan kembali hal yang


paling berharga bagiku di dunia ini setelah
bertahun-tahun kehilangannya
Pada saat yang sama dia kabur dari penjara,
membuatku gelisah dan takut akan pikiran dimana
kau akan terluka jika dia berusaha untuk
mendapatkanmu..." Ace menatap mata Nina "Aku
tidak bisa meninggalkanmu lagi karna dia sekarang
sedang berkeliaran diluar sana

261
entah merencanakan apa. Aku harus selalu berada
didekatmu. Melindungimu"

Jantung Nina berdegup kencang akan pikiran


dimana ketua mafia berhasil kabur dari penjara dan
tidak ada yang tahu dia akan melakukan apa...

"Bagaimana denganmu?" Nina menangkup wajah


Ace khawatir "Bagaimana jika dia justru
mengincarmu?"

Ace menggelengkan kepalanya sambil memegang


tangan Nina yang berada di pipinya "Percayalah,
aku tahu karakter dia semenjak lama...Orang
pertama yang akan dia cari adalah dirimu...Dia
mungkin belum tahu tentangmu atau mungkin dia
sudah tahu tentangmu...Yang pasti dia
mengincarmu"

Jantung Nina berdegup kencang "Apa yang harus


kulakukan?" bisik Nina lemas.

Ace menangkup kedua pipi Nina "Hey...Tidak


apa...Aku akan melindungimu apapun yang
terjadi...Aku tidak akan membiarkan dia melukaimu
walaupun hanya goresan saja...Aku tidak akan
membiarkan hal itu terjadi, okay?"

Nina mengangguk pelan.

262
Ace memeluk Nina lalu mengusap-ngusap
punggungnya.

"Bagaimana dengan orang-orang di dekat kita? Apa


dia akan mengincar mereka juga?" gumam Nina di
bahu Ace.

"Aku sudah memastikan kalau ibuku dijaga oleh


beberapa bodyguard, dan aku sudah memberitahu
Noah, Jason, Daniel bahkan Liam untuk
berwaspada..."

"Bagaimana dengan keluargaku?"

"Dia tidak akan mengincar keluargamu jika kau


jarang berkontakan dengan mereka, apa kau sering
mengunjungi mereka?"

Nina menggeleng "Sudah hampir 3 tahun aku tidak


mengunjungi orang tuaku karna mereka tinggal di
Belanda..."

Ace menghela napas lega "Baguslah...Semakin jauh


negaranya, semakin sedikit peluang dia untuk
mentargetkan mereka"

"Bagaimana dengan Cole? Adikku?"

"Dimana dia sekarang?"

263
"Dia tinggal di apartemenku"

"Suruh dia pulang dan tinggal bersama orang


tuamu..."

"Baiklah, aku akan menyuruhnya"

"Dan ingat Nina


Semakin sedikit yang tahu tentang hal ini semakin
baik untuk mereka okay?"

Nina mengangguk mengerti.

"Okay
Dan untuk menjaga keamananmu, aku mau kau
berhenti bekerja dan tinggal bersamaku"

Nina membulatkan matanya "Apa?"

"Kau sudah berjanji akan menuruti perkataanku jika


aku menjelaskan semuanya" ucap Ace.

"Y-ya... Tapi berhenti bekerja dan tinggal


bersamamu?"

"Hanya sampai Leonard berhasil ditangkap


kembali"

"Apa yang akan Noah katakan jika aku berhenti


kerja?"

264
"Aku sudah memberitahunya, kau tidak perlu
khawatir" Ace mengelus pipi Nina lembut.

"Okay..."bisik Nina.

"Maafkan aku" lirih Ace.

"Untuk apa?"

"Maafkan aku karna telah melibatkanmu ke dalam


masalah yang rumit ini..."

"Ace..."bisik Nina, ia menangkup kedua pipi Ace


"Apapun yang terjadi, aku akan bersamamu...Aku
akan melaluinya bersamamu..."

Ace tersenyum lalu ia mengecup dahi Nina, lalu


turun ke hidungnya, ke kedua matanya, ke kedua
pipinya, dan terakhir bibirnya. Ia menautkan
bibirnya dengan bibir Nina dan perlahan
mencumbunya dengan penuh rasa sayang.

"Aku mencintaimu" ucap Ace setelah melepaskan


tautan bibirnya.

"Aku juga mencintaimu" balas Nina.

~♥♥♥~

265
Ketika pagi hari, Nina terbangun dengan Ace yang
memeluknya dari belakang. Nina ingat kalau Ace
kemarin menggendongnya ke kamar dan mereka
kembali berpelukan di tempat tidur sampai akhirnya
mereka ketiduran.

Nina membalikkan badannya menghadap Ace. Ia


menelusuri wajah Ace dari kening, hidung sampai
ke bibirnya.

"Mhmm...Baby..." Ace mengeratkan pelukannya


kepada Nina "Mengapa kau bangun sepagi ini?"

Nina mengecek jam yang berada di meja lalu ia


terkekeh "Ini sudah jam 10"

"Masih terlalu pagi..." gumam Ace.

Nina melepaskan pelukan Ace sambil


menggelengkan kepalanya "Aku harus pergi
memberitahu Cole kalau dia harus pergi dari sini"

"Aku sudah mengirim beberapa orang untuk


membantu adikmu packing dan mengantarnya ke
bandara" ucap Ace dengan tenang.

"Mengapa kau tidak memberitahuku?!"

Ace menggigit bibir bawahnya "Aku lupa...?"

266
Handphone Nina kemudian berdering, ia melihat
layar handphonenya yang menunjukkan nama Cole
"Halo?"

"Apa kau bisa memberitahuku mengapa


sekumpulan orang datang ke apartment kita untuk
membawa barang-barangku?!"

"Apartmentku" koreksi Nina "Uh...Aku mengirim


mereka?"

"Untuk apa kau mengirim orang-orang ini?! Apa


kau ingin mengusirku?!"

"Dengar Cole..." Nina memekik ketika Ace tiba-tiba


memeluknya dari belakang "Uh...Aku hanya ingin
kau tinggal dengan mom dan dad..."

Cole menggeram "Kau tahu aku tidak mau tinggal


bersama mereka. Aku telah mengabaikan mereka
berbulan-bulan karna aku berhenti kuliah, jika aku
kembali ke rumah mereka, mereka tidak akan
memarahiku lagi namun mereka akan
membunuhku!"

"Kau berlebihan..." gumam Nina.

Ace mengecup bahu dan leher Nina sesekali yang


membuat Nina menatap Ace tajam. Ace hanya
tersenyum polos.

267
"Dengar
Aku tidak bisa menjelaskan padamu sekarang.
Namun aku benar-benar butuh kau pergi dari sini
demi kepentinganmu...Aku akan menjelaskan
semuanya padamu jika masalah yang aku hadapi
sudah selesai"

Mendengar suara kakaknya yang serius membuat


Cole terdiam sejenak "Ada apa? Masalah apa yang
kau hadapi?"

Nina mendesah "Aku tidak bisa menjelaskannya


padamu sekarang...Lebih baik kau tidak tahu sama
sekali...Aku mohon turuti perkataanku dan
percayalah padaku, okay?"

Cole menghela napas panjang "Apa kepindahanku


ini sangat penting bagimu?"

"Sangat penting ......................................"

"Baiklah, tapi semuanya salahmu jika aku mati di


tangan mom dan dad"

Nina memutar kedua bola matanya sambil terkekeh


"Baiklah...Terserah katamu..."

"Nina?"

"Hmm..."

268
"Aku sayang padamu, jagalah dirimu baik-baik"
dengan begitu Cole mematikan telponnya.

Nina tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Apa dia mau pindah?" tanya Ace di telinga Nina.

"Untungnya begitu..." gumam Nina.

"Ngomong-ngomong, aku harus pergi ke rumah


Vanessa untuk memberitahunya hal ini..."

"Oh..." Nina menghadap Ace "Okay...Apa kau mau


kutemani?"

Ace menggelengkan kepalanya "Ada baiknya kau


tinggal saja disini..."

"Okay..."

"Aku tidak akan lama"Ace mengusap dagu Nina.

"Berhati-hatilah" bisik Nina.

Ace mengecup dahi Nina "Pasti..."

~♥♥♥~

269
Ace mengetuk pintu Vanessa, alisnya langsung
tertaut menjadi satu ketika Dean yang membukakan
pintunya.

"Apa yang kau lakukan disini?" Ace mengerutkan


dahinya.

Dean melipat kedua tangannya di depan dada


"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau
lakukan disini? Apa kau masih selingkuh di
belakang Nina?"

"Brengsek..." geram Ace yang emosinya langsung


terpacu. Tepat sebelum ia memukul Dean, Vanessa
datang di depan pintu.

"Apa yang membawamu kemari?" tanya Vanessa


sambil mengangkat satu alisnya.

Ace menghirup napas dalam-dalam berusaha untuk


menenangkannya "Aku ingin bicara padamu
penting"

Melihat keseriusan Ace, Vanessa langsung


membuka pintunya lebar "Masuklah"

Ace masuk ke rumah Vanessa yang banyak kardus


bergelatakan di lantai "Apa ini? Apa kau ingin
pindah?"

270
Vanessa melirik ke arah Dean lalu mendeham
"Begitulah..." ia kemudian duduk di sofa "Jadi apa
yang ingin kau bicarakan?"

Ace ikut duduk di sofa lalu memperhatikan Dean


yang berdiri bersandar di dinding dengan kedua
tangan dilipat di depan dada "Apa dia harus ada
disini?"

"Aku yang pertama datang kesini, kau tidak ada hak


untuk mengusirku" ucap Dean.

Ace menggeram.

Vanessa memutar kedua bola matanya "Abaikan


dia"

Ace menghirup napasnya dalam-dalam, gugup akan


memberitahu Vanessa "Leonard berhasil keluar dari
penjara"

Vanessa terdiam mematung. Rasanya ruangan itu


berubah menjadi sunyi dan hawanya dingin
seketika.

"A-apa maksudmu?" mata Vanessa melebar.

"Leonard berhasil kabur dan dia sedang berkeliaran


diluar sana sekarang ini. Tidak ada yang tahu
keberadaannya. Polisi masih melacaknya"

271
Kedua tangan Vanessa memegang kepalanya,
badannya gemetar sedikit.

Baru saja Ace ingin menenangkannya, Dean


langsung bergegas ke samping Vanessa
"Hey...hey...tidak apa ............shhh...tenanglah" ia
memeluk Vanessa sambil mengusap-ngusap
punggungnya.

Ace mengerutkan dahinya akan pemandangan


tersebut.

Ketika Vanessa sudah tenang, ia kembali menatap


Ace "Apa kau serius?"

Ace mengangguk.

Vanessa menghela napas berat "Lalu apa yang harus


kulakukan?"

"Aku ingin kau meningkatkan keamananmu dan


pastikan kau berada bersama seseorang selama 24
jam" jawab Ace.

Vanessa mengangguk mengerti "Bagaimana


denganmu?"

Ace tersenyum "Aku akan baik-baik saja" ia


kemudian menatap Dean "Aku rasa, kau dekat
dengan Vanessa huh?"

272
Dean merengkuh Vanessa dengan erat "Dia
istriku..."

Mata Ace membulat. Melihat kedua wajah yang


kelihatannya tidak ingin menjelaskan situasi
mereka, Ace pun tidak bertanya.

"Baiklah...Jagalah dia, situasi akan berbahaya jika


kau tidak melindunginya"

Dean terdiam, dia hanya mengecup pipi Vanessa


lembut.

Ace akhirnya memutuskan untuk pergi


"Baiklah...Jagalah dirimu dan berhati-hatilah..." Ace
menatap Vanessa "Pastikan kau mempunyai pistol
untuk berjaga-jaga"

♥♥♥

273
Chapter 25
♥The Terror ♥

Sudah 3 bulan berlalu semenjak kabar kalau


Leonard ketua mafia berhasil kabur dari penjara.
Dan selama 3 bulan itu, Nina tidak keluar dari
rumah Ace. Ia hanya menghabiskan waktunya di
rumah bersama Ace. Selama itu juga, polisi belum
bisa melacak keberadaan Leonard. Namun, sejauh
ini, tanda-tanda kehadiran Leonard tidak ada
disekitar mereka yang tentunya membuat Ace lega.

Saat ini, Nina sedang membuat makan siang


untuknya dan Ace. Ia memasak telur gulung dan
krim sup ayam. Disaat Nina sedang mengaduk
sopnya, Ace datang ke dapur. Ia melihat Nina
sambil tersenyum lalu memeluk Nina dari belakang.

Ace mengecup pipi Nina lalu menaruh dagunya di


bahu Nina "Hmm...Apa yang kau masak?"

"Krim sup ayam dan beberapa telur gelung" jawab


Nina.

"Mhmm...kedengarannya enak"

274
Tiba-tiba handphone Ace berdering. Ia langsung
mengambil handphone yang ada di saku celananya
dan mengangkatnya.

"Halo?"

Alis Ace tertaut ketika mendengar seseorang yang


menelponnya. Ia mendesah pelan "Baiklah, akan
aku tangani segera" ia lalu menutup telponnya.

Ace menatap Nina "Aku harus pergi ke clubku, ada


urusan yang harus kutangani"

"Apakah tidak apa-apa jika kau keluar?" tanya Nina


khawatir.

"Aku akan berhati-hati" Ace mengecup kening Nina


"Jagalah dirimu"

Nina mengangguk. Ace kemudian langsung pergi.


Entah mengapa Nina merasakan perasaan yang
buruk akan Ace pergi. Namun, ia berharap kalau itu
hanya perasaannya saja.

~♥♥♥~

Ketika sudah selesai menangani urusannya, Ace


keluar dari clubnya lalu menuju mobilnya. Ketika ia
menuju mobilnya, ia menyadari kalau ada mobil
hitam yang tak jauh darinya.

275
Ace tidak mempedulikannya. Ia naik ke dalam
mobil lalu mulai mengendarainya. Ketika sedang
lampu merah, ia menyadari melalui spion yang
berada di dalam kalau mobil hitam tadi ada di
belakangnya. Merasa curiga, Ace menyetir
mobilnya ke arah lain dari rumahnya, ia sengaja
berputar-putar di jalanan untuk melihat apakah
mobil itu mengikutinya. Dan benar saja, mobil itu
terus mengikutinya dari belakang.

Ace dengan sigap mengeluarkan handphonenya


dengan satu tangan lalu memfoto kaca spion yang
merefleksikan plat nomor mobil di belakangnya.
Ketika sudah di foto, Ace menaruh handphonenya
lalu ia melihat di depannya kalau ada lampu lalu
lintas yang sedang menunjukkan lampu hijau lalu
lampu tersebut berubah menjadi kuning. Ace
mempercepat laju kemudinya sebelum lampu
tersebut berubah menjadi merah. Ketika mobil Ace
berhasil melewati lampu lalu lintas, mobil di
belakangnya langsung terhenti akibat lampu yang
sudah merah otomatis para mobil berlalu lalang di
jalur jalan lainnya sehingga mobil yang
mengikutinya itu sudah tidak bisa mengikutinya
lagi.

Ace mempercepat kemudinya dan langsung buru


buru ke rumahnya sebelum mobil tadi mengikutinya
lagi.

276
~♥♥♥~

Nina sedang menata meja makan beserta


makanannya ketika tiba-tiba salah satu bodyguard
Ace memberikannya sebuah kotak.

"Ada paket untukmu" ucap bodyguard tersebut


datar.

Nina menautkan kedua alisnya ketika melihat tidak


ada nama pengirimnya. Ia membuka bungkusan
kotak tersebut lalu membuka tutup kotaknya.
Matanya langsung melebar lalu ia menjerit ketika
melihat isinya.

Mendengar jeritan Nina, para bodyguard yang ada


di rumah langsung melindungi Nina dengan tubuh
mereka, ada beberapa yang langsung sigap
mengeluarkan pistol dan beberapa lagi mengecek
paket yang diterima Nina.

Ace masuk ke dalam rumah dengan napas yang


terengah-engah, ia melihat sekumpulan bodyguard
yang melingkari tubuh Nina.

"Ada apa?" Ace langsung menerobros para


bodyguard itu dan menangkup wajah Nina
"Hey...apa kau baik-baik saja?"

277
Nina hanya menggeleng dengan tubuh yang sedikit
gemetar. Ace membawanya ke pelukannya sambil
menenangkannya dengan ucapan-ucapan manis.

"Sir, ada seseorang yang mengirim Ms. Wilson


paket ini" ucap salah satu bodyguardnya sambil
mengangkat kotak paket.

Ace melihat isi kotak tersebut.

I'LL KILL YOU

Tulisan itu tertera di kertas dengan warna merah


pekat layaknya darah. Dan memang itu adalah
darah. Dibawah kertas itu terdapat tikus yang
perutnya terbuka dengan darah yang berlumuran di
badannya.

Rahang Ace mengeras "Panggil David!"

~♥♥♥~

Setengah jam kemudian, David sang detektif yang


berteman dengan Ace datang ke rumahnya. Ia
menggunakan kedua sarung tangan sambil perlahan
meneliti kotak yang berisi tikus dan note tersebut.

Ace memeluk Nina di sofa sambil mengusap


ngusap punggungnya selagi David memperhatikan
kotak tersebut.

278
David mengangkat ekor tikus tersebut. Ia lalu
memperhatikannya "Kelihatannya perutnya dibelah
menggunakan pisau dan sengaja dibuka lebar
menggunakan tangan"

"Apa ini ulah Leonard?" tanya Ace.

David melirik Ace lalu kembali memperhatikan isi


kotak tersebut "Bisa jadi
Tapi kita belum tahu pasti. Untuk sementara ini, aku
akan membawa kotak ini untuk diinvestigasikan
lagi di lab" ia menaruh tikus ke sebuah plastik lalu
ia tutup dengan segel yang berada di plastiknya. Ia
juga menaruh tulisan kertas dan kotak ke plastik
yang berbeda.

Ketika sudah selesai, David menatap Ace "Kau


bilang kau diikuti oleh mobil tadi?"

Nina menatap Ace terkejut akan hal tersebut. Ace


hanya meremas lengan Nina pelan dalam diam
mengatakan padanya bahwa dia baik-baik saja.

"Ya. Mobil hitam merek Honda SUV, aku memfoto


nomor platnya" Ace mengeluarkan handphonenya
lalu mengirimkan foto tersebut ke David.

David mengecek foto tersebut lalu ia kembali


menatap Ace "Akan kucari secepatnya pemilik
mobil ini dan siapa yang mengirimkan kotak itu.
Bisa jadi ini adalah orang yang sama dan bisa jadi

279
ini ulah Leonard. Tetapi kita tidak tahu apakah
Leonard mempunyai anak buah yang bekerja sama
dengannya, jadi aku sarankan berhati-hatilah"

Ace mengangguk "Terima kasih. Apa aku harus


keluar negeri saja sampai polisi bisa melacak
Leonard dan menangkapnya?"

"Jangan mengambil keputusan yang gegabah"


jawab David "Ada kemungkinan ia menakuti
nakutimu dan justru ingin membuatmu pergi keluar
negeri supaya ia lebih mudah mendapatkanmu
dengan mengikutimu...Aku sarankan perketat
keamananmu dan jangan tinggalkan rumah ini"

"Baiklah" Ace mengangguk "Terima kasih sekali


lagi"

David mengangguk, ia megecek jam tangannya


"Sebaiknya aku pergi" ia menatap Nina sambil
memberinya sedikit anggukan lalu pergi bersama
barang-barang bukti.

Ace mengelus pipi Nina "Apa kau baik-baik saja?"


bisiknya.

Nina mengangguk, keadaannya sudah jauh lebih


baik dari sebelumnya "Bagaimana denganmu?
Mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau
diikuti seseorang?"

280
"Aku ingin memberitahumu namun dengan keadaan
paket yang dikirimkan itu membuatku menahan
untuk tidak memberitahumu terlebih dahulu..."

"Apa kau tersakiti?"

Ace menggeleng kepalanya. Ia mengangkat tangan


Nina lalu mengecup buku-buku jarinya.

"Apa kita akan baik-baik saja Ace?" tanya Nina


dengan khawatir.

"Tentu saja" jawab Ace "Aku akan memastikan


kalau kita akan baik-baik saja
" Ace memeluk Nina erat sambil mengusap-ngusap
punggungnya.

"Apa kau mau nonton film?" hibur Ace.

Nina mengangguk di dadanya. Ace berdiri lalu


menggendong Nina bridal style ke kamarnya.

~♥♥♥~

Ace dan Nina berada di dalam kamar seharian.


Mereka menonton film sambil mengemil cemilan.
Bahkan makanan mereka dibawakan oleh pembantu
ke kamar mereka. Ace bahkan meningkatkan
keamanan rumahnya, ia menyewa beberapa
bodyguard lagi. Diluar kamarnya pun terdapat

281
bodyguard yang menjaga pintu kamar Ace sehingga
tidak ada yang bisa menerobros masuk.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Dan


Nina belum juga tertidur.

"Apa kau tidak mengantuk? Ini sudah malam


tidurlah" ucap Ace.

Nina menggelengkan kepalanya "Aku tidak bisa


tidur"

Ace membuka laci yang berada disamping tempat


tidurnya, ia mengambil sesuatu dan memberikannya
ke Nina "Minum dan istirahatlah"

Nina menatap obat tidur yang ada di tangannya


"Mengapa kau selalu mempunyai obat tidur?"

Ace tidak mau menatap Nina "Hanya untuk berjaga


jaga"

Nina meletakkan tangannya di pipi Ace "Kau bilang


tidak akan ada lagi rahasia yang kau tutupi"

Ace mendesah pelan. Ia menggenggam tangan Nina


"Pikiranku sering berkeliaran di malam hari
sehingga membuatku susah tidur"

"Memikirkan tentang apa?"

282
"Segalanya" Ace menatap Nina "Tentang ayahku,
ibuku, mafia-mafia tersebut, apa yang terjadi
dengan Vanessa dulu, dan tentang dirimu..."

Ace mengelus lembut pipi Nina "Aku selalu


merindukanmu...Menatap fotomu saja tidak cukup
memuaskan rasa rinduku..."

Nina meletakkan tangannya di atas punggung


tangan Ace yang berada di pipinya "Aku juga selalu
merindukanmu...Aku ingin sekali melupakanmu...
Menganggap kalau kau tidak pernah ada
Namun, kau berhasil datang ke mimpiku setiap
malamnya. Seolah-olah kau tidak membiarkanku
untuk melupakanmu"

Ace tersenyum "Aku senang kau tidak


melupakanku..."

Dengan tatapan yang lekat, Ace perlahan menutup


jarak diantara mereka. Keningnya bersentuhan
dengan Nina dan perlahan ia mencumbu bibir Nina.
Dalam ciuman itu ia berharap kalau Tuhan tidak
akan memisahkan mereka. Tidak sekarang dan tidak
selamanya.

♥♥♥

283
Chapter 26
♥Kidnapped♥

Nina terbangun dengan kecupan-kecupan kecil di


wajahnya. Ia membuka matanya yang langsung
bertemu dengan mata Ace.

Ace tersenyum "Hey..."

"Hai..." gumam Nina.

Ace mengelus rambut Nina pelan "Bagaimana


tidurmu?"

Nina menguap "Baik..."

Ace mengecup pipi Nina sambil menggesekkan


hidungnya "Aku seharian ini akan ada di ruang
kerjaku untuk mengurus pekerjaan. Apa kau tidak
akan bosan selama aku bekerja?"

Nina mengusap bahu Ace "Aku mungkin akan


mencoba memanggang kue selama kau bekerja"

"Hmm...baiklah, jika kau butuh sesuatu jangan


sungkan ke ruang kerjaku okay?"

Nina menggangguk.

284
Ace menatap wajah Nina intense "Apa kau ingin
mandi bersama?" tanyanya dengan wajah datar.

Pipi Nina langsung memerah, ia kemudian


mendorong dada Ace yang membuat Ace tertawa.

~♥♥♥~

Nina sedang mengaduk-ngaduk adonan kue di


mangkuk besar sambil terus memperhatikan
resepnya.

Handphonenya berdering bertanda ada pesan


masuk, ia lihat kalau itu dari Raya menanyakan
kabar dirinya. Nina menaruh mangkuk besar yang
berisi adonan tersebut ke counter dapur. Ia mengetik
pesan membalas pesan Raya lalu ia meletakkan
kembali handphonenya.

Ketika Nina ingin mengambil mangkuknya kembali,


sepasang tangan menahannya dari belakang. Dan
sebuah kain menutupi mulut dan hidungnya
sebelum Nina bisa teriak.

Nina berontak melawan orang tersebut. Namun,


orang tersebut terlalu kuat dan sesaat kemudian
pandangan Nina menjadi kabur lalu semuanya
menjadi gelap.

~♥♥♥~

285
Ace sedang mengetik di laptopnya lalu ia melirik
jam dinding yang menunjukkan pukul 12. Ia
penasaran sedang apa Nina sekarang...

Perasaan yang tak enak di hati tiba-tiba muncul.


Ace menautkan kedua alisnya lalu menggelengkan
kepalanya. Ia beranjak dari tempat duduknya lalu
keluar dari ruang kantornya. Alisnya semakin
tertaut ketika melihat tv di ruang tamu masih
menyala dan dapur kosong tidak menunjukkan
tanda-tanda Nina.

Ace mulai panik. Ia bergegas ke lantai dua "Nina?"


panggilnya sambil memasuki kamarnya yang
kosong. Ia mencari-cari ke seluruh ruangan di
rumahnya namun sosok Nina tak ada.

Ace keluar dari rumahnya lalu menemukan


bodyguardnya terkapar di tanah pingsan.

"Sial!" Ace menyebut sumpah serapah sambil


kembali memasuki rumahnya. Ia buru-buru masuk
ke ruang kerjanya lalu menelpon seseorang.

Orang tersebut tak lama kemudian mengangkat


telponnya "David, Nina hilang!"

~♥♥♥~

286
David langsung datang ke rumah Ace ketika
mengetahui Nina menghilang. Mereka sedang
berada di ruangan pengantau CCTV rumah Ace.
Mereka menyaksikan dimana orang yang menculik
Nina menyusup ke rumah Ace. Mereka berhasil
masuk dengan cara melempar bom asap ke para
bodyguard yang ada di luar maupun di dalam rumah
sehingga membuat mereka langsung pingsan.

Rahang Ace mengeras ketika melihat seseorang


yang mengenakan pakaian hitam dan topeng hitam
berdiam-diam mendekati Nina dari belakang lalu
menerkam Nina dan membuatnya menghirup obat
bius yang berada di kain. Sekejap Nina langsung
pingsan dan orang itu menggotong Nina di bahunya.
Ketika ia ingin berjalan keluar pintu, langkahnya
tiba-tiba terhenti. Ia membalikkan badannya
menatap kamera CCTV kemudian ia melepas
topengnya.

Wajah tersebut tidak bisa Ace lupakan. Wajah licik


nan iblis itu mudah diingat oleh siapapun. Dengan
wajah yang sadis, Leonard menyeringai ke arah
CCTV.

Ace mengepalkan tangannya lalu dengan cepat


memukul komputer tersebut dengan telapak
tangannya sehingga membuat komputer tersebut
langsung mati.

287
"Brengsek!" geram Ace.

"Tenangkan dirimu" ucap David santai "Sekarang


kita sudah tahu kalau pelakunya memang Leonard.
Dan dia tidak sendirian, ada orang yang
membantunya, entah itu orang bayaran atau anak
buah dia. Yang akan kita lakukan adalah melacak
kemana mereka pergi"

Ace menghirup napasnya dalam-dalam lalu


menghembuskannya perlahan "Kita harus
menemukan mereka secepatnya...Nina....Nina akan
terluka jika bersama mereka terlalu lama... Aku
mohon...Lakukan sesuatu..." mata Ace berkaca
kaca. Tangannya gemetar dan napasnya memburu.
Jika terjadi sesuatu dengan Nina...dia tidak akan
bisa memaafkan dirinya.

"Tenanglah...Aku sudah memberi tahu Nina untuk


memakai alat pelacak di pakaiannya kapan pun itu,
semoga saja ia mendengarkan perkataanku" ucap
David.

David datang memasuki rumah Ace lalu bertemu


dengan Nina si ruang tamu.

"Oh...hai" sapa Nina "Apa kau ingin menemui


Ace?"

288
David menggelengkan kepalanya "Aku ingin
bertemu denganmu"

Nina menautkan kedua alisnya "Oh... Ada apa? Apa


ini tentang Leonard?"

"Ya" ucap David, ia membuka sebuah kotak yang


isinya seperti magnet berbentuk bulat kecil "Ini
adalah alat pelacak, aku ingin kau selalu
memakainya selama 24 jam"

Nina menerima kotak tersebut "Lalu bagaimana aku


memakainya?"

"Kau menyembunyikan alat itu di pakaian


dalammu" jawab David datar.

Nina merona "Ah ....................................."

"Itu supaya jika Leonard seandainya berhasil


menangkapmu, ia tidak akan tahu kalau benda itu
ada di tubuhmu" jelas David "Aku sarankan kau
sembunyikan benda itu di bra mu"

Wajah Nina semakin merah padam "O-okay


Aku akan memakainya. Ngomong-ngomong
mengapa kau memberiku ini bukannya Ace?"

"Aku berfirasat kalau Leonard mengincarmu bukan


Ace"

289
Nina terdiam.

"Berhati-hatilah Nina..." David menepuk bahu Nina


lalu pergi.

David membuka laptopnya dan mengetik sesuatu


disana "Ternyata ia memang mengikuti
perkataanku, lokasi tempat mereka lumayan jauh
dari sini dan itu terletak di sebuah gedung tua yang
sudah lama ditinggali dan tidak dipakai"

Ace melihat layar laptop David "Lalu tunggu apa


lagi? Ayo kita kesana!"

"Kita harus mengubungi pihak polisi terlebih dahulu


untuk lebih berjaga-jaga, kita tidak tahu berapa
orang yang bekerja dengan Leonard yang berada
disana"

"Kita tidak bisa menunggu!"

"Jika kita gegabah, Leonard bisa saja langsung


membunuh Nina"

Perkataan David ada benarnya dan Ace tidak suka


akan hal itu.

Tiba-tiba Ace mendapatkan pesan dari seseorang, ia


mengecek handphonenya lalu membuka pesan
tersebut.

290
Kau pasti sudah tahu aku berada dimana. Temui
aku seorang diri. Jika anak buahku melihat ada
polisi ataupun seseorang bersamamu, kekasihmu
yang tersayang ini akan mati di tanganku. Aku turut
mengagumi seleramu...Mungkin aku bisa bermain
sedikit dengan kekasihmu ini, kau tidak keberatan
bukan?

-L

"Sialan!" umpat Ace "Bagaimana ini? Apa yang


harus kulakukan?"

David melihat pesan tersebut lalu berpikir sejenak


"Pertama-tama kita harus memastikan kalau Nina
aman, setelah itu polisi baru bisa menyerbu masuk
ke markas mereka"

"Kalau begitu aku akan menemui Leonard


sendirian"

"Itu terlalu berbahaya"

"Lebih bahaya lagi jika aku berdiam diri sementara


Nina disana entah apa yang mereka lakukan
padanya!" teriak Ace stress.

"Baiklah" David mengangguk "Apa kau yakin ingin


melakukan hal ini?"

291
"Aku tidak peduli jika aku mati asalkan Nina
selamat"

David mendesah "Inilah alasan mengapa aku tidak


ingin jatuh cinta" gumamnya pelan "Baiklah, begini
rencananya. Kau punya waktu 30 menit untuk
masuk ke gedung tersebut dan pastikan mereka akan
mengantarmu ke Leonard dan Nina berada. Setelah
itu pastikan di ruangan tersebut hanya ada kau, Nina
dan Leonard. Buatlah anak buahnya pergi dari
ruangan tersebut. Kemudian ulurlah waktu dengan
bicara kepada Leonard. Dan ketika ia lengah,
tembaklah dia dengan pistol yang akan kau bawa
kesana. Pastikan kau menembaknya dan
memastikan Nina aman. Setelah kau berhasil,
panggilah aku dengan telpon khusus yang akan
kuselipkan di bajumu. Lalu polisi akan segera
menyerbu masuk ke dalam gedung"

Ace mengangguk mengerti.

"Baiklah, mari kita lakukan ini"

~♥♥♥~

Ace berdiri tegak dengan setengah telenjang


sementara David mengikat senjata dan telpon ke
tubuhnya, ia juga siberikan mic kecil supaya David
dan polisi bisa mendengar apa yang terjadi di dalam
gedung.

292
"Lakukan tugasmu, jangan terkecoh dan jaga
emosimu supaya mereka tidak mengetahui rencana
kita"

Ace mengangguk.

David meremas bahu Ace "Kau bisa"

Ya. Ace pasti bisa. Ia akan melakukan apa saja


untuk melindungi Nina.

"Tenanglah Nina...Aku akan menyelamatkanmu"


batinnya.

♥♥♥

293
CHAPTER 27
♥The Rescue ♥

Nina mengerjap-ngerjapkan matanya, ia kemudian


melihat sekeliling ruangan yang kosong. Ia
menyadari kalau dirinya diikat di sebuah kursi dan
mulutnya ditutup dengan lakban.

Keringat mulai bercucuran di wajah Nina.


Jantungnya berdetak tak karuan. Ia berusaha untuk
tidak panik. Ia mencoba melepaskan ikatan tali yang
berada di tangannya yang diikat di belakang kursi.
Ikatan tersebut rupanya sangat ketat sehingga
mustahil bagi Nina untuk melepaskan diri.

Nina ingat kalau dia selalu menyembunyikan pisau


lipat di kantong belakang celananya untuk berjaga
jaga. Dengan perlahan ia meraih kantong celana
belakangnya dengan tangan yang terikat di belakang
kursi. Beberapa kali Nina mencoba namun susah
sekali untuk meraihnya. Perlahan-lahan ia bisa
meraih pisau tersebut dengan sedikit demi sedikit.

Bantingan dari pintu berhasil membuatnya terlonjak


dari tempatnya. Nina langsung mengeluarkan
tangannya dari kantong celananya. Ia melihat
beberapa orang yang memasuki ruangan.

294
Ada tiga orang yang masuk, namun satu diantara
mereka yang paling menonjol penampilannya.
Orang tersebut memakai kaos biasa dengan celana
jeans yang sobek-sobek di bagian lututnya. Dan
terdapat tato di seluruh tangannya hingga ke
lehernya. Dengan badan yang besar dan berotot
tentu membuatnya nampak menakutkan. Nina
berpikir kalau orang itu adalah Leonard yang
selama ini ditakutkan oleh Ace.

Orang tersebut tersenyum lebar kepada Nina


sehingga menampakkan gigi yang berwarna
kekuningan "Lihatlah siapa yang baru bangun..." ia
memiringkan kepalanya lalu menyeringai "Siapa
lagi kalau bukan kekasih tercinta Ace Dormant..."

Nina hanya diam sambil menatap orang tersebut.

Orang itu menarik sebuah bangku kosong lalu


membalikkan bangkunya sehingga ia duduk dengan
posisi bangku yang terbalik. Kedua tangannya
diletakkan di atas punggung bangku tersebut.

"Kurasa kau sudah mengetahui siapa aku bukan?" ia


mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya,
kemudian ia menyalakan rokok tersebut dengan alat
tokai lighter. Ia menghirup rokok tersebut lalu
menghembuskannya ke wajah Nina yang membuat
kening Nina langsung berkerut akan bau asap rokok

295
yang mengganggu itu "Kau tahu mengapa kau
berada disini? Kau disini untuk mati"

Nina menatap tajam Leonard.

"Kau adalah bayaran atas apa yang Ace lakukan


padaku. Bayaran atas memenjarakanku. Dan aku
akan membunuhmu di depannya. Aku akan
membunuh kalian berdua" Leonard menatap Nina
lalu ia membuang puntung rokok ke lantai lalu
menginjaknya, kemudian ia berdiri menghampiri
Nina lalu menarik dagunya "Sebelum dia
datang...Mari kita bermain terlebih dahulu..."

Leonard tanpa basi-basi merobek kaos yang Nina


pakai. Jeritan Nina tertahan akan lakban yang
berada di mulutnya. Leonard berusaha untuk
menyingkirkan kaos dan celana yang Nina pakai,
Nina dengan refleks menendang kemaluan Leonard
dengan lututnya.

Leonard menggeram kesakitan, dengan cepat


tangannya langsung menampar Nina. Tamparan
yang kuat itu berhasil membuat kepalanya pusing
dan pipinya berdenyut. Tak sadar Nina sudah
mengeluarkan air matanya.

Masih merasakan sakit yang menyerang pipi dan


kepalanya, Leonard tak segan-segan menarik

296
rambut Nina dengan kencang yang membuatnya
merintih.

"Dasar jalang! Berani-beraninya kau


menendangku!" Leonard mengeluarkan pisau dari
celananya yang membuat Nina langsung berontak
panik. Namun, Leonard menahan kepala Nina
dengan genggaman yang berada di rambutnya.
Leonard kemudian meletakkan ujung pisau tersebut
di kening Nina. Air mata turun deras ke pipi Nina,
ia terisak sambil menutup matanya. Nina kemudian
menjerit di dalam lakbannya ketika ia merasakan
ujung pisau tersebut menyayat dahinya.

Tiba-tiba seseorang datang ke ruangan tersebut yang


membuat Leonard langsung berhenti "Boss, Ace
sudah datang"

Leonard menyeringai "Ahh... Akhirnya" ia meremas


kedua pipi Nina dengan tangannya memaksanya
untuk menatap Leonard "Kekasihmu sudah datang.
Tenang saja...Akan kupastikan kau mati dengan
cepat" ia mengolesi darah yang berada di pisau ke
kedua pipi Nina lalu ia menaruh kembali pisaunya
ke sakunya.

Nina terisak dalam diam. Tubuhnya bergetar akan


rasa sakit yang berada di keningnya. Ia bisa
merasakan darah mengucur dari dahinya.

297
Leonard menjauh dari Nina. Ia kemudian
menghadap pintu tangannya terbuka lebar
menyambut seseorang yang datang ke ruangan
tersebut.

"Ahh...Ace...Akhirnya kita bertemu lagi"

~♥♥♥~

Ace dengan gugup mengendarai mobilnya ke


gedung tua tersebut. Seperti yang dikatakan
Leonard, kalau memang anak buahnya mengawasi
sekitar gedung tersebut dengan senjata yang berada
di tangan mereka.

Ace berharap kalau rencananya berjalan dengan


mulus tanpa mereka ketahui.

Suara ketukan yang keras dari jendela mobilnya


membuat Ace terlonjak. Ia melihat anak buah
Leonard memintanya untuk keluar. Ia keluar dari
mobil yang kemudian badannya langsung di dorong
ke mobil dengan kedua tangan yang berada di
belakang punggungnya. Ace sempat berontak
namun anak buah Leonard menodongkan pistolnya
ke punggung Ace sehingga Ace berdiam diri.
Setelah memeriksa seluruh badan Ace, anak buah
Leonard kemudian menuntun Ace ke dalam gedung
dengan kedua tangan digenggam di belakang

298
punggungnya dan pistol yang masih ditodong ke
punggungnya.

Batin Ace lega karna anak buah Leonard


nampaknya tidak menemukan senjata yang
disembunyikan di badan Ace. Itu semua berkat
David yang menyembunyikannya dengan ahli.

Mereka menaiki tangga lalu sampailah ke suatu


pintu ruangan dimana ada 2 orang yang menjaga
pintu. Ace kemudian didorong masuk ke ruangan
tersebut.

"Ahh...Ace...Akhirnya kita bertemu lagi" ucap


Leonard dengan kedua tangan yang direntangkan
lebar seakan menyambut Ace.

Mata Ace kemudian jatuh ke arah Nina yang duduk


di kursi dengan kedua tangan yang diikat ke
belakang kursi dan lakban yang menutupi mulutnya.
Apa yang dilihat selanjutnya oleh ace membuatnya
kehilangan napasnya. Darah bercucuran dari dahi
Nina yang nampaknya ada bekas sayatan yang
panjang yang masih baru dan kedua pipinya juga
terdapat darah.

"Nina..." bisik Ace tidak percaya apa yang baru saja


dilihatnya.

299
"Oh. Tenanglah, aku hanya melakukan pemanasan
terhadap dirinya..."

Ace mengepalkan tangannya. Ia ingin sekali


menghajar dan membunuh Leonard. Namun, ia
harus mengikuti perkataan David. Ia harus tenang
dan tidak gegabah dalam mengurusi hal ini supaya
rencana mereka sukses.

Ace memalingkan wajahnya dari Nina berharap ia


bisa fokus ke dalam rencananya. Ia menatap
Leonard "Apa maumu?"

Leonard tertawa "Kau tahu apa mauku...Aku ingin


membunuhmu dan kekasihmu ini..."

Melihat Leonard yang perhatiannya kini tertuju


pada Ace, Nina dengan perlahan kembali merogoh
saku belakang celananya untuk mengeluarkan pisau
lipatnya. Ia kemudian berhasil meraih pisau
lipatnya, lalu dengan perlahan ia memotong tali
yang mengikat kedua tangannya dengan hati-hati.

Ace melihat kalau di ruangan tersebut terdapat dua


anak buah Leonard "Jika kau ingin membunuhku
maka lakukanlah sendiri"

Leonard menatap Ace tajam "Kau pikir aku


membutuhkan bantuan untuk membunuhmu?!"

300
Ace memiringkan wajahnya "Lalu mengapa ada
anak buahmu disini?"

Leonard menatap Ace lekat. Ace berharap Leonard


terpancing oleh omongannya.

"Kalian berdua keluarlah, biarkan aku yang


menyelesaikan permasalahan ini. Dan pastikan tidak
ada yang boleh masuk ke ruangan ini dan aku tidak
ingin diganggu oleh siapapun dan apapun yang
terjadi, kau mengerti?!"

Ace bernapas lega ketika Leonard terpancing oleh


omongannya. Ketika anak buahnya pergi, Ace
menghampiri Leonard sedikit demi sedikit namun
masih menyisakan jarak "Bunuhlah aku dan
lepaskan Nina"

Leonard tertawa "Kau pikir aku akan melakukan hal


bodoh seperti itu? Aku akan membunuh kalian
berdua"

"Aku yang kau incar bukan dirinya"

Leonard mengelus dagunya "Hm...benar juga, kau


memang yang aku incar, namun apa serunya jika
aku melepaskannya bukan?"

"Kalau begitu bunuhlah aku terlebih dahulu" bujuk


Ace.

301
"Kurasa tidak" Leonard menyeringai, ia
mengeluarkan pistolnya lalu mengarahkannya ke
arah Nina "Aku akan membunuh kekasih tercintamu
terlebih dahulu"

Ketika Leonard ingin menekan pelatuk pistolnya,


Ace bergegas melindungi Nina dengan tubuhnya
sambil mengeluarkan pistol yang berada di dalam
kaosnya dan menembak Leonard berkali-kali.
Badan Leonard seketika terjatuh ke lantai akibat
serangan Ace yang bertubi-tubi.

Ace melihat badan Leonard yang tak berkutik di


lantai. Ia kemudian membalikkan badannya
menghadap Nina.

"Hey..." bisik Ace lemah.

Nina menangis sambil menatap Ace, ia kemudian


menyadari bahwa terdapat darah yang muncul di
perut Ace dan darah tersebut menyebar ke kaosnya
dengan cepat. Nina menjerit melihatnya.

Ace melihat apa yang dilihat Nina lalu ia menekan


perutnya dengan tangannya, tak sadar kalau ia juga
tertembak. Dengan lemas, badan Ace terjatuh ke
lantai.

Nina terisak melihatnya, ia dengan buru-buru


memotong ikatan tangannya dengan pisau tanpa

302
mempedulikan kalau tangannya juga tergores oleh
pisau tersebut. Setelah ikatannya berhasil
diputuskan, Nina melepas tali yang berada di
tangannya lalu melepaskan lakban yang berada di
mulutnya. Ia kemudian berlutut disamping badan
Ace.

"Ace..." isak Nina sambil menyentuh luka Ace dan


satu tangannya lagi menyentuh pipi Ace.

Ace menatap Nina dengan lemas "Nina..."

Nina merobek kaosnya lalu mengikat perut Ace


dengan kaos tersebut dengan kencang berusaha
untuk menghentikan pendarahan Ace.

Melihat Nina yang menangis sambil terisak, Ace


meraih pipi Nina membuatnya menatap mata Ace
"Hey...tidak apa...Tidak apa-apa..."

Nina menggelengkan kepalanya masih menangis


histeris.

"T-Tenanglah..." ucap Ace terbata-bata "Ada sebuah


telpon di dalam kaosku...Tekan tombol nomor satu
yang berada di telpon tersebut lalu bicaralah kalau
keadaan sudah aman dengan begitu polisi akan
datang kemari"

303
Dengan tangan yang gemetar, Nina menuruti kata
Ace. Ia menemukan telpon yang berada di dalam
kaos Ace lalu ia menekan tombol nomor satu. Tak
lama kemudian ia tersambung.

"H-halo? I-ini Nina... Keadaan sudah aman ...A-Ace


Ace terluka...Kumohon tolonglah kami..." ucap
Nina tersedu-sedu.

"Tenanglah Nina, bantuan akan segera datang" Nina


mendengar David menjawab.

"Hey...L-lihat aku..." Nina menatap Ace dengan


tubuh yang gemetar "Maafkan aku..." air mata
keluar dari mata Ace dengan derasnya.

Nina menggelengkan kepalanya "Ace..."

Ace mengelus pipi Nina lembut "M-maafkan


aku...Aku mencintaimu..." perlahan tangan Ace
terjatuh dari pipi Nina dan matanya mulai berat
untuk terbuka.

"Ace? Tidak Ace...Bantuan akan segera


datang...Jangan tutup matamu kumohon
.....................................Ace....Ace!"

♥♥♥

304
Chapter 28
♥Aftermath ♥

Setelah para polisi dan petugas bantuan medis


datang memasuki gedung, Ace langsung dibawa ke
mobil ambulance bersama dengan Nina. Para
petugas medis memberikan alat pernapasan kepada
Ace, menyuntikkan sesuatu padanya dan menangani
luka yang berada di perutnya. Nina duduk di dalam
mobil menatap Ace yang terbaring lemah.

"Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Nina dengan


suara serak.

Salah satu petugas medis yang sedang mengobati


luka di dahi dan tangan Nina tersenyum simpati
kepadanya "Dia akan baik-baik saja"

Entah mengapa kata-kata tersebut tidak membuat


Nina tenang.

Setelah sampai di rumah sakit, para petugas medis


mengeluarkan tempat tidur dengan Ace yang
terbaring di atasnya dari mobil ambulance. Mereka
kemudian mendorong tempat tidur tersebut ke
dalam rumah sakit. Nina ikut mendorong sambil
terus menatap wajah Ace yang kelihatan pucat.

305
Ketika ingin memasuki ruang UGD, salah satu
suster mencegah Nina untuk masuk.

Nina mengangguk mengerti sambil berdiri di depan


ruang UGD yang sudah tertutup. Ia berjalan
mondar-mandir di depan pintu ruang UGD, kedua
tangannya digenggam menjadi satu berharap kalau
Ace akan baik-baik saja.

David tiba di depan ruang UGD, ia melihat Nina


lalu menepuk bahunya "Hey..."

Nina mendongak lalu tersenyum tipis "Hai..."


ucapnya lemah dengan wajah yang pucat.

"Proses operasi untuk Ace akan berjalan


lama...Untuk sementara itu, kau khawatirkan dirimu
sendiri terlebih dahulu" ucap David sambil
menunjuk perban yang berada di dahi Nina.

"Ini tidak apa-apa...Hanya goresan...Aku tidak apa


apa" ucap Nina sambil memegang keningnya.

David memperhatikan satu tangan Nina yang


dibalut dengan kain, ia kemudian mendesah pelan
"Kau harus dicek dengan dokter supaya lukamu itu
tidak infeksi. Jika Ace berada disini, ia pasti ingin
kau melakukan hal tersebut"

306
Nina menghela napas panjang lalu mengangguk
pasrah. David akhirnya menuntun Nina ke ruang
dokter untuk diperiksa.

~♥♥♥~

Noah, Jason, Daniel, dan Liam berlari disepanjang


koridor menuju ruang UGD. Raya, Ashley, Mandy
dan Louisa mengikuti di belakang mereka.

Noah melihat Nina yang duduk di bangku rumah


sakit dengan kedua tangan di kepalanya,
disampingnya terdapat pria asing yang menepuk
nepuk bahunya.

"Hey..." ucap Noah terengah-engah "Bagaimana


Ace? Apa dia baik-baik saja?"

Nina mendongak yang membuat semua orang


tertegun. Raya langsung berjongkok menghampiri
Nina "Oh Nina...Apa kau baik-baik saja?" Raya
memeluk erat Nina.

Nina memeluk kembali Raya lalu melepaskan


pelukannya perlahan "Ya...Aku...baik-baik saja"
bisiknya lemas.

Ashley kini yang memeluk Nina "Apa itu sakit?"


tanyanya merujuk kepada luka di dahi Nina.

307
Nina menggeleng "Ini tidak separah Ace..." lirih
Nina dengan mata berkaca-kaca.

Raya dan Ashley langsung memeluk temannya


tersebut sambil menghiburnya dengan kata-kata.

David memutuskan untuk berdiri dari tempatnya


"Aku rasa kalian kerabat dari Ace? Perkenalkan aku
David, detektif yang menangani kasus Ace"
ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

Noah menjabat tangan David "Apa yang terjadi


pada Ace?"

"Dia tertembak di bagian perutnya ketika ia


menyelamatkan Nina, selebihnya kita belum tahu
kondisinya sekarang ini"

"Dan mafia tersebut...Bagaimana dengan mafia


tersebut?" tanya Jason khawatir.

"Leonard meninggal karna tembakan bertubi-tubi


yang dilakukan oleh Ace. Sedangkan anak buahnya
akan dipenjarakan selama sisa hidup mereka"

Semua orang bernapas lega akan informasi tersebut.


Mereka akhirnya duduk di bangku rumah sakit
sambil menenangkan Nina. Semua orang menunggu
hasil dari kondisi Ace dengan perasaan gugup dan
khawatir.

308
Hentakan kaki seseorang membuat mereka
mendongak. Nina melihat Dean dan Vanessa datang
bersama seorang wanita tua dengan kerutan di
wajahnya. Nina membulatkan matanya ketika
menyadari kalau wanita tersebut adalah ibu dari
Ace. Nina ingat sekali ketika ia pertama kali
bertemu dengan ibu Ace bertahun-tahun yang lalu,
Nina sempat mengira kalau ibu Ace adalah
kakaknya karna wajah yang sangat kelihatan muda
dan paras yang cantik. Waktu ternyata memang
mengubah seseorang. Ibu Ace sekarang kelihatan
tua dengan banyak kerutan di wajah dan uban-uban
yang berada di rambutnya. Dari semua hal tersebut,
wajahnya masih menampakkan paras cantiknya.

Dean yang melihat Nina langsung menghampirinya.


Ia berlutut sambil menangkup wajah Nina "Oh
Nina...Apa kau baik-baik saja? Apa kau tersakiti?"
ia kemudian memeluk erat Nina.

Nina memeluk erat kembali Dean "Aku baik-baik


saja..."

Dean melepaskan pelukannya lalu menginspeksi


wajah Nina. Vanessa mengalihkan pandangannya,
tidak ingin memperhatikan mereka.

"Bagaimana dengan anakku? Apa yang terjadi


dengan anakku?" tanya ibu Ace dengan air mata
yang sudah deras di pipinya.

309
David berdiri lalu menuntun ibu Ace untuk duduk di
bangku sambil menjelaskan semuanya kepada ibu
Ace.

Tak lama kemudian, pintu UGD akhirnya terbuka


yang membuat semua orang berdiri dengan sigap.
Dokter lalu keluar dari ruangan UGD "Apa kalian
keluarga dari sodara yang berada di dalam ruangan
UGD?"

"Saya ibunya..." ucap ibu Ace sambil menghampiri


dokter tersebut.

"Keadaan anak Anda sekarang sudah stabil dan ia


baik-baik saja" semua orang bernapas lega
mendengar hal tersebut "Jika saja petugas medis
membawanya telat ke rumah sakit, mungkin
kondisinya akan tidak tertolongkan karna banyak
darah yang keluar dari luka tembaknya. Untungnya,
kami berhasil mengeluarkan peluru tembakan yang
berada di perutnya dan mengoperasi bagian luka
tembak tersebut. Untuk sekarang, anak Anda belum
sadarkan diri. Anda bisa mengunjunginya secara
satu-persatu" dengan begitu dokterpun pergi.

Ibu Ace yang pertama memasuki ruang UGD untuk


melihat kondisi anaknya.

310
Kaki Nina seketika lemas, David dan Dean yang
berada didekatnya langsung memegangi Nina dan
menuntunnya untuk duduk kembali.

Nina lega. Ia lega mendengar Ace baik-baik saja.


Saking leganya, ia menangis tersedu-sedu dengan
beribu macam ucapan terimakasih ia panjatkan
kepada Tuhan.

~♥♥♥~

Semua orang sudah bergantian melihat kondisi Ace,


kecuali Nina. Ia belum siap untuk melihat kondisi
Ace, entah mengapa kakinya lemas setiap kali ia
ingin melangkahkan kakinya ke ruang UGD. Noah,
Jason, Daniel, Liam, Mandy, Louisa, Vanessa, dan
Dean sudah pulang ketika selesai melihat kondisi
Ace. David juga pergi untuk menyelesaikan tugas
tugasnya. Raya dan Ashley yang masih setia
menemani Nina. Mereka kini sedang di cafetaria
rumah sakit untuk membawakan makanan dan
minuman kepada Nina.

Nina masih duduk di bangku rumah sakit. Dirinya


sangat ingin masuk dan melihat Ace. Namun, ia
takut. Ia takut akan melihat Ace yang terbaring di
atas ranjang rumah sakit dengan berbagai alat yang
ditempelkan ditubuhnya. Jika saja Nina tidak diculik
Jika saja ia bisa menghajar Leonard dan
memberontak pasti Ace tidak akan berada disini

311
sekarang. Semua pikiran berlalu lintas di kepalanya
dan emosinya semua bercampur aduk menjadi satu.

Nina mendongak ketika mendengar pintu ruang


UGD terbuka, ia melihat ibu Ace keluar dari
ruangan UGD.

Ibu Ace atau Carissa yang Nina suka sebut namanya


waktu dahulu duduk disamping Nina.

"Kau tidak akan melihat Ace?" tanya Carissa.

"A-aku masih belum siap melihatnya" jawab Nina.

Carissa mengangguk mengerti "Bagaimana


keadaanmu?"

"Aku baik-baik saja"

"Maafkan aku" lirih Carissa "Semua ini berawal


dariku...Aku sangat depresi untuk mendapatkan
uang demi pengobatan suamiku...Dan
anakku...Anakku satu-satunya malah menanggung
kesalahan yang aku buat...Dan orang-orang yang
berada didekatnya malah tersakiti...termasuk
dirimu"

"Kau hanya melakukan mengikuti kata hatimu yang


tidak ingin melepaskan dan tidak ingin menyerah
kepada orang yang kau cintai..." ucap Nina "Aku

312
tidak akan mengatakan kalau itu bukan
salahmu...karna itu memang salahmu meminjam
uang dengan orang yang salah...Namun, bukan
berarti kau harus menyalahkan dirimu
selamanya...Kau juga harus memaafkan dirimu
untuk menyembuhkan luka yang ada di hatimu"

Carissa menghapus air mata yang turun di pipinya


lalu tersenyum "Pantas saja Ace jatuh cinta
kepadamu..."

Nina terdiam mendengarnya.

"Dia selalu bercerita tentang dirimu...Betapa


cantiknya dirimu...Betapa pintarnya dirimu...Betapa
hebatnya dirimu... Kepribadiannya pun berubah
ketika mengenalmu. Ia lebih ceria. Lebih banyak
tersenyum. Dan lebih semangat untuk ke
sekolah...Sampai ayahnya meninggal, semuanya
berubah seketika. Dia lebih menyendiri. Lebih
murung dan terkadang ia pulang dengan lebam yang
berada di wajahnya. Dalam diam ia berusaha untuk
membayar hutang-hutangku tanpa
sepengetahuanku"

Carissa tersenyum miris "Ketika hutangku terbayar


dan mafia tersebut dipenjara, aku kira ia akan
berubah kembali menjadi kepribadian yang riang
dan ceria...Tetapi tidak...Ia tetap dingin tak
tersentuh. Ia tidak lagi membicarakan masalahnya.

313
Ia selalu memendamnya. Aku mungkin tidak tahu
apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian berdua,
namun seorang ibu pasti tahu ketika anaknya
kehilangan seseorang yang dicintainya..."

"Dan melihatmu kembali disini...Membuatku lega.


Lega akan mengetahui kalau Ace kembali
mendapatkan cintanya yang dulu pernah hilang"
Carissa menatap Nina "Aku bahagia melihatmu
bersama Ace...dan aku bersyukur atas kehadiranmu
disisi Ace"

Nina meneteskan air matanya "Terima kasih..."

Carissa memeluk Nina layaknya ia menyambut


Nina ke dalam keluarganya. Layaknya ia menerima
Nina sebagai anak perempuannya.

"Temuilah dia" ucap Carissa membujuk Nina.

Nina menghirup napas dalam-dalam lalu


menghembuskannya perlahan. Ia berdiri dengan
tegar lalu perlahan masuk ke ruangan UGD.

♥♥♥

314
CHAPTER 29
♥Survived♥

Nina memasuki ruang UGD, napasnya terhenti


sebentar ketika melihat Ace yang terbaring lemah di
atas ranjang rumah sakit dengan alat pernapasan
yang dipasang di area mulutnya.

Perlahan, Nina duduk disamping Ace. Ia


menggenggam tangan Ace sambil mengelus
punggung tangannya. Suara monitor jantung Ace
menemaninya di ruangan tersebut.

"Aku mencintaimu" bisik Nina "Cepat bukalah


matamu..."

Nina mencium buku-buku jari Ace sambil berdoa


dalam hati kepada Tuhan supaya kondisi Ace
membaik.

~♥♥♥~

Keesokan hari tiba dengan cepat. Ace sudah


dipindahkan ke ruangan pribadi. Nina selalu
menemani Ace disampingnya dan memegang
tangannya. Raya, Ashley, dan Carissa membujuk
Nina untuk pulang beristirahat, namun Nina
bersikeras untuk tetap berada disisi Ace sampai ia

315
terbangun. Raya dan Ashley akhirnya menyerah
membujuk Nina dan kemudian memutuskan untuk
pulang, sedangkan Carissa tinggal bersama Nina
untuk menjaga Ace.

Nina sedang tidur terduduk di bangku disamping


ranjang Ace. Badannya ditodongkan ke ranjang
Ace, kepalanya ditaruh di atas lengannya yang
berada di pinggir ranjang Ace dan satu tangannya
menggenggam tangan Ace.

Ketika Nina sedang berada di dunia mimpi, ia


merasakan seseorang mengelus lembut rambutnya.
Elusan tersebut terasa sangat nyata untuk dijadikan
sebuah mimpi. Dengan sigap, Nina terbangun. Ia
mendongak dan matanya langsung bertemu dengan
mata coklat tua yang sayu milik Ace.

"Ace..." ucap Nina pelan tidak percaya. Setelah


menyadari Ace benar-benar terbangun, ia berdiri
dan berusaha untuk memencet tombol yang berada
disamping ranjang Ace yang fungsinya untuk
memanggil suster, namun tangannya dihentikan
oleh Ace.

Nina menatap Ace.

Ace meraih wajah Nina lalu meletakkan tangannya


di pipi Nina sambil mengelusnya lembut. Tangan

316
yang satunya menggenggam tangan Nina sambil
sesekali mengecupnya.

"Hey..." bisiknya serak.

"Apa kau haus? Apa kau perlu minum? Akan aku


ambilkan minum--"

Ace mencegah Nina pergi sambil menggelengkan


kepalanya. Ia berdeham lalu kembali bicara "Apa
kau baik-baik saja?"

Mata Nina melembut "Seharusnya aku yang


bertanya itu"

"Jawablah..."

"Aku baik-baik saja" bisik Nina "Bagaimana


denganmu?"

"Aku merasa lebih baik mengetahui kau berada


disini bersamaku"

Nina tersenyum.

Ace memperhatikan dahi Nina lalu ia mengelus luka


sayatan di dahi Nina secara perlahan "Apakah
sakit?"

"Sedikit..." jawab Nina jujur.

317
Ace mengangkat tangan Nina dimana terdapat bekas
luka juga "Apa ini juga sakit?"

"Hanya perih..."

Ace kemudian menyadari pipi Nina yang lebam dan


berwarna kebiruan "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Mata Nina berkabut akan kejadian mengerikan yang


pernah terjadi selama ia hidup "Leonard..."

Ace menggertakkan giginya karena mendengar


nama tersebut.

"Leonard mencoba untuk menyentuhku..."

Rahang Ace mengeras dan matanya langsung


berubah menjadi gelap dan tajam "Brengsek!
Sialan!" umpatnya dengan amarah yang menggebu
gebu. Ia kemudian menarik napasnya dalam-dalam
lalu menghela napas panjang. Ia kembali menatap
Nina dengan mata yang sudah melembut
"Lanjutkan"

"Apa kau yakin--"

"Lanjutkan Nina, aku ingin tahu"

Nina mendesah "Baiklah...Dia mencoba untuk


membuka bajuku" rahang Ace mengeras

318
mendengarnya, Nina melihat wajah Ace, ketika Ace
hanya terdiam saja Nina pun melanjutkan ceritanya
"Aku panik disaat itu...Aku berontak dan
menendang kemaluannya...Ia marah. Sangat marah.
Ia kemudian menamparku dengan kencang" Ace
meremas tangan Nina dengan lembut "Setelah itu, ia
mengeluarkan pisaunya dan mensayat dahiku"

Ace mengepalkan tangannya "Apakah lukamu


sudah kau periksa ke dokter?"

Nina mengangguk "Mereka menjahit lukanya"

"Lalu apa yang terjadi dengan tanganmu?"

"Tanganku terluka karena aku mencoba memotong


tali yang mengikatku dengan pisau. Aku terburu
buru memotong talinya dengan pisau tanpa
menghiraukan tanganku. Aku sangat panik
melihatmu terkapar di lantai..."

Ace mengecup luka Nina yang berada di tangannya


"Maafkan aku
Maafkan aku telah membawamu ke dalam
masalahku..."

Nina menggelengkan kepalanya sambil meremas


tangan Ace "Masalahmu adalah masalahku"

319
Ace tersenyum, ia lalu baru menyadari kantung
mata yang berada di bawah mata Nina "Apa kau
lelah? Apa kau sudah istirahat?"

Nina menggeleng pelan "Tidak..."

"Apa kau menemaniku selama aku tak sadarkan


diri?"

Nina terdiam.

"Nina..."

"Aku takut jika aku pergi akan terjadi suatu hal


yang buruk padamu...Aku takut meninggalkanmu"

"Aku sudah bangun sekarang...Kau pulanglah dan


berisitirahat setelah itu kau bisa kesini lagi
menjengukku"

"Tapi kau baru saja bangun---"

"Nina" Ace menatap mata Nina lekat "Kumohon,


hm?"

Nina mendesah lalu ia mengangguk perlahan.

"Kemarilah"Ace menarik Nina lalu memeluknya.


Nina memeluk Ace kembali sambil berhati-hati
akan luka yang ada di perut Ace.

320
"Kembalilah kesini jika kau sudah cukup istirahat
dan berpenampilan cantik"

Nina terkekeh "Ngomong-ngomong ibumu ada


disini, ia sedang membeli makanan dan minuman"

"Kau bertemu dengan ibuku?"

Nina mengangguk "Ya...Dia sangat berbeda


dibandingkan dengan yang dulu..."

"Stress dan depresi membuat penampilannya seperti


itu...Ada masa-masa ia terpuruk dan tidak ingin
bersosialisasi dengan dunia ini. Tetapi dia semakin
hari semakin membaik...Kurasa ia ada keinginan
untuk berubah..."

"Dia menyayangimu..."

"Aku tahu..." ucap Ace lembut "Dan aku mengerti


akan perilakunya. Jika aku kehilangan pasangan
hidupku, aku pasti akan merasakan apa yang ibuku
rasakan..."

Nina meremas bahu Ace.

Ace melepaskan pelukannya "Pergilah, semakin


lama kau berada disini semakin susah bagiku untuk
melepaskanmu"

321
Nina tersenyum "Baiklah, kita harus panggil dokter
terlebih dahulu untuk memeriksa keadaanmu
kembali"

Ace menekan tombol yang berada disamping


ranjangnya sambil menatap Nina "Sudah kan?
Sekarang pergilah"

"Aku ingin tahu apa yang dokter katakan tentang


kondisimu"

"Aku akan memberitahumu nanti"

"Bagaiman jika ada yang tidak beres denganmu?"

"Aku akan menelponmu"

"Bagaimana jika--"

"Aku akan baik-baik saja sayang..." ucap Ace


lembut yang membuat pipi Nina merona.

"Pergilah..."

"Okay..." bisik Nina "Jagalah dirimu"

Ace mengangguk.

Nina melangkah pergi bersamaan dengan datangnya


dokter dan suster ke ruangan Ace. Nina menatap

322
Ace sekali lagi yang sedang menatapnya juga,
dengan begitu iapun pergi meninggalkan Ace.

~♥♥♥~

Setelah sudah diperiksa oleh dokter, diberikan


makan oleh ibunya dan meminum obat, Ace
menelpon Nina memeriksa apakah Nina sampai di
rumah dengan selamat.

Sehabis itu, Ace hanya berdiam diri di ranjang


sambil menonton tv dan memakan buah-buahan.

Pintu ruangannya tiba-tiba terbuka yang


menampakkan sosok David.

"Kau ternyata susah untuk mati ya?" ucapnya


sambil memasuki ruangan.

Ace tertawa.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya David sambil


duduk disamping Ace.

"Aku hanya bisa bilang kalau aku masih hidup"

David menggelengkan kepalanya "Kau benar-benar


nekat man..."

323
Ace tersenyum "Aku akan melakukan apa saja
untuk Nina..."

"Kau sangat mencintainya ya?"

"Apa yang kurasakan lebih dari cinta" ucap Ace


"Rasanya perasaan yang aku miliki terhadap Nina
tidak cukup dibilang cinta"

"Kau sangat mabuk kepayang"

Ace terkekeh "Kau akan merasakannya jika kau


menemui wanita hidupmu"

"Tidak terimakasih, aku lebih baik hidup tanpa


merasakan hal-hal yang berbau cinta" ucap David
dengan kerutan di dahinya. Cinta baginya hanya
sekedar masalah "Ngomong-ngomong aku kesini
selain melihat kondisimu, aku ingin
memberitahumu bahwa Leonard meninggal akibat
tembakanmu"

"Syukurlah"Ace bernapas lega. Memang kesannya


tidak manusiawi berperasaan lega ketika seseorang
meninggal. Namun, orang seperti Leonard lebih
berbahaya hidup dibandingkan mati "Apa aku akan
masuk penjara?"

David terkekeh "Untungnya tidak...Kau hanya


berniat untuk melindungi dirimu dan Nina"

324
"Terimakasih" ucap Ace "Atas segalanya"

"Ayolah jangan berperilaku lembut seperti itu


padaku..."

Ace tertawa "Aku bersungguh-sungguh kau


tahu...Semua ini berkat bantuanmu"

David berdiri lalu menepuk bahu Ace


"Berterimakasihlah dengan cara membayarku"
dengan begitu ia pergi dari ruangan Ace.

Ace menggelengkan kepalanya. Ia membuka


handphonenya dan langsung mengirimkan uang ke
rekening bank David.

♥♥♥

325
CHAPTER 30
♥The Proposal ♥

Sudah 7 hari Ace dirawat di rumah sakit dan hari


ini ia sudah boleh pulang ke rumah. Ace
memperhatikan ibunya membereskan baju-bajunya
ke dalam tas.

"Kau tidak perlu membantuku, aku bisa sendiri"


ucap Ace.

"Kau sedang sakit"

"Perutku yang terluka bukan tanganku"

"Diamlah"

Ace terkekeh lalu terdiam sejenak "Mom?"

"Hmm..."

"I love you"Ace ingin ibunya tahu kalau apa yang


terjadi bukan salahnya. Ia ingin ibunya bahagia
tanpa memikirkan kesalahan yang dibuatnya
bertahun-tahun yang lalu. Walaupun alasan utama
mafia itu mengejar Ace adalah karna masalah uang
yang dipinjam oleh ibunya, tetap saja Ace tidak mau
menyalahkannya. Apa yang terjadi sudah terjadi.

326
Dan ia ingin semua orang beralih dari kejadian
tersebut.

Carissa berhenti melipat baju Ace lalu menatap Ace,


matanya berkaca-kaca dan raut wajahnya sayu
"Oh...my baby" Carissa memeluk Ace erat "I love
you too..."

"Hentikanlah" protes Ace ketika ibunya


memberikan berbagai macam kecupan di wajahnya
"Kapan Nina akan datang?"

Carissa memutar kedua bola matanya "Selalu saja


Nina..." gumamnya "Dia akan datang sebentar lagi"

"Apa kau cemburu?" goda Ace.

"Anakku satu-satunya telah menemukan pasangan


hidupnya, tentu saja aku cemburu, perhatianmu
akan lebih diutamakan kepadanya dibanding
kepadaku"

"Mom..."

"Aku tidak keberatan" Carissa tersenyum


"Nikmatilah hidupmu. Aku harap kau bahagia
selalu"

Ace mengecup tangan


ibunya itu "Aku akan sering mengunjungimu"

327
Ketukan dari pintu membuat Ace mengalihkan
pandangannya, ia menatap Nina yang masuk ke
ruangannya.

"Hey...Aku harap aku tidak telat" ucapnya sambil


menghampiri Ace.

Ace menarik pinggang Nina lalu mengecup pipinya


"Tidak sayang...Kau datang tepat waktu"

Nina mendorong dada Ace sehingga ia melepaskan


rengkuhannya, Nina kemudian memeluk Carissa
sekilas.

"Apa kau sudah siap untuk keluar dari rumah sakit


ini?" tanya Nina.

"Aku sudah sangat siap" ucap Ace cepat, makanan


rumah sakit benar-benar payah.

Ace berdiri lalu ia mengambil tas yang isinya


perlengkapan bajunya selama berada di rumah sakit.

"Biar aku saja yang bawa" Nina ingin meraih tasnya


tetapi Ace menarik kembali tas tersebut.

"Aku bisa" Baru saja ia meletakkan tas selempang


tersebut di bahunya, ia langsung meringis karna
merasakan nyeri dari perutnya yang menjalar ke
tubuhnya.

328
"Aku saja" Nina buru-buru mengambil tas tersebut
dan meletakkannya di bahunya "Let's go"

Mereka bertiga pun pergi dari rumah sakit. Setelah


berpamitan sekali lagi kepada ibunya, Ace dan Nina
menaiki mobil Ace yang sudah terdapat supir yang
mengendarai mereka. Mobil tersebut pun berjalan
pergi dari rumah sakit.

Ace memainkan jari-jemari Nina sambil


mengelusnya perlahan.

"Kau tahu..." Nina memulai pembicaraan "Karna


keadaan sudah kembali seperti normal sekarang,
aku rasa aku akan kembali ke apartemenku"

Tubuh Ace menegang mendengarnya, ia menatap


Nina "Mengapa? Kau tidak ingin tinggal bersamaku
lagi?"

"Aku tinggal bersamamu karna masalah Leonard.


Sekarang masalah tersebut sudah selesai, jadi
bukankah sudah semestinya aku kembali ke
apartemenku?"

Ace meremas tangan Nina pelan "Aku tidak ingin


kau pergi. Tetaplah tinggal bersamaku"

"Kita bukan pasangan suami-istri"

329
"Kalau begitu menikahlah denganku"

Nina membulatkan matanya "Kau tidak bisa


melamarku seenaknya hanya karna kau ingin aku
tinggal bersamamu!"

"Bukan begitu" Ace meletakkan satu tangannya ke


pipi Nina "Aku selalu ingin menikah denganmu,
kau tahu itu...Kita sudah merencanakan pernikahan
dan masa depan kita semasa kita berkencan dulu..."

Wajah Nina merona ketika mengingat masa-masa


tersebut. Mereka dulu banyak membicarakan hal-hal
dewasa. Seperti pekerjaan apa yang akan mereka
lakukan, pernikahan mereka, bahkan sampai
pembicaraan tentang anak...

"Ya... tetapi itu dulu. Kita masih terlalu muda dan


naif. Kita terlalu banyak menghayal"

"Tapi itu bukan hayalan bagiku" Ace menatap Nina


dengan intense.

Nina mengalihkan pandangannya "Entahlah Ace..."


pernikahan kesannya begitu formal dan sakral.
Butuh komitmen yang besar untuk menjalaninya.
Nina tidak tahu apakah ia sudah siap dalam hal
tersebut...Banyak orang yang bilang pernikahan
mengubah hubungan seseorang... Bagaimana jika
Nina tidak ingin hubungannya berubah dengan Ace?

330
"Apa kau tidak ingin menikah denganku karna aku
tidak bisa punya anak?"

Kepala Nina langsung menengok ke arah Ace


dengan cepat "Kau tahu bukan seperti itu! Aku
menerimamu apa adanya!"

"Lalu apa kau tidak ingin hidup bersamaku?"

"Aku ingin...Walaupun kau tidak bisa punya anak,


aku tetap ingin hidup bersamamu"

"Lalu mengapa kau tidak mau menikah


bersamaku?" Ace menatap Nina tajam.

"Aku takut..." bisik Nina "Bagaimana jika


pernikahan mengubah hubungan kita? Bagaimana
jika hubungan kita hancur karna pernikahan?
Banyak orang yang gagal akan pernikahan
mereka...Aku tidak ingin kita menjadi salah
satunya"

"Hey..." Ace menarik dagu Nina "Kita sudah


melewati masa sesulit ini bukan? Lihatlah kita, aku
masih bersamamu walaupun aku tertembak karna
menyelamatkanmu dan kau masih bersamaku
walaupun kau tahu penyebab kau diculik dan
terluka itu karnaku... Kita sudah melewati hal-hal
yang belum pernah pasangan lain lewati...Kita pasti
bisa menghadapi permasalahan yang akan datang

331
ketika kita sudah menikah... Permasalahan yang kita
miliki tidak akan memisahkan kita tetapi itu akan
membuat kita menjadi lebih dekat satu sama lain"

Ace mengelus pipi Nina "Jadi bagaimana?


Menikahlah denganku hm?"

Nina tersenyum "Baiklah"

Ace tersenyum lebar lalu ingin mencium Nina tetapi


Nina menghentikannya "Tetapi kau harus bicara
terlebih dahulu kepada ayahku"

Senyum Ace langsung turun dari bibirnya. Bicara


dengan ayah Nina? Perut Ace langsung nyeri ketika
memikirkan hal tersebut. Bisa-bisa Ace ditembak
untuk yang kedua kalinya ketika menemui ayah
Nina...

~♥♥♥~

Ace ingat sekali ketika ia pertama kali bertemu


dengan orang tua Nina. Ibu Nina menyambut Ace
dengan pelukan dan kata-kata yang hangat
sedangkan ayahnya...Ayahnya beda lagi ceritanya...

Waktu itu Ace sedang menunggu Nina di depan


rumahnya dengan sepedanya. Ia sudah satu minggu
memboncengi Nina ke sekolah menggunakan
sepeda. Ia biasanya menunggu sampai Nina keluar

332
dari rumahnya. Namun, pada saat itu yang keluar
dari rumah bukanlah Nina namun seorang laki-laki
yang kelihatan seperti ayah Nina. Singkat cerita,
ayah Nina menunjukkan senjata celurit kepadanya
dan mengancam Ace jika terjadi sesuatu kepada
Nina selama ia mengantar Nina ke sekolah, ayahnya
tidak akan segan-segan memenggal kemaluannya.

Bagi seorang laki-laki berumur 16 tahun, tentu saja


itu membuatnya takut setengah mati. Dan kengerian
tersebut masih belum lepas di kepala Ace. Itulah
alasan mengapa Ace gugup setengah mati akan
menemui ayah Nina.

"Kau akan baik-baik saja" ucap Nina disamping


Ace. Mereka kini sedang berada di dalam pesawat
menuju rumah orang tua Nina.

"Mudah kau mengatakan seperti itu..." gumam Ace.

Nina tertawa "Jangan bilang kalau kau masih takut


pada ayahku?"

Ace memalingkan wajahnya "Siapa yang tidak takut


ketika ayah dari gadis yang kau cintai selalu
menunjukkanmu senjata tajam setiap kali kau ke
rumahnya..."

Nina terkekeh "Kau tahu dia tidak bersungguh


sungguh..."

333
Ace tidak yakin akan hal tersebut. Nina pernah
terjatuh dari sepedanya dulu sehingga membuat
lututnya terluka. Dan ketika Ace membawanya
pulang, ayah Nina menatap tajam Ace dengan
tatapan membunuhnya, ia bahkan sempat ingin
mengambil celuritnya namun untung saja ia dicegah
oleh ibu Nina...

Dipikir-pikir akan hal tersebut...Apa yang akan


dilakukannya ketika ia melihat luka di dahi Nina?!

Ace membulatkan matanya "Aku akan mati"

"Kau berlebihan..."

"Kau tidak mengerti" Ace menatap Nina "Aku


benar-benar akan mati"

"Ayolah Ace..."

"Apa yang akan kukatakan ketika aku bertemu


dengan orang tuamu membawa anak mereka yang
mempunyai luka di dahinya? Apa aku akan
mengatakan 'Hey...Nina diculik oleh mafia yang
mengejarku dan terluka karna hal tersebut tetapi
jangan khawatir karna aku tertembak ketika
menyelamatkannya. Mafia itu sekarang sudah mati
kalian tidak perlu mengkhawatirkannya. Oh ya,
ngomong-ngomong aku ingin menikahi anakmu' ?"
ucap Ace sarkastik.

334
"Aku sudah memberitahu mereka semuanya"

Ace menatap Nina dengan mulut yang terbuka lebar


"Apa katamu?!"

Nina memperhatikan orang-orang disekitarnya yang


melirik ke arah mereka "Shh...Aku sudah
menjelaskan kepada mereka, kau tidak perlu
khawatir"

Ace menyenderkan tubuhnya di bangku pesawat


dengan lemas "Aku benar-benar akan mati"

Nina menggelengkan kepalanya "Sudahlah jangan


dipikirkan"

"Bagaimana bisa aku tidak memikirkannya---umm"


Ace langsung menutup matanya ketika Nina
menciumnya. Tangannya menangkup wajah Nina
sambil membawanya mendekat untuk
memperdalam ciumannya.

Nina melepas ciumannya.

Ace menatap Nina dengan mata yang gelap "Aku


tidak akan memikirkannya jika kau terus
mencumbuku"

335
Nina menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Ace
menarik dagu Nina lalu kembali menciumnya.

♥♥♥

336
Chapter 31
♥The Parents ♥

Ace menarik napasnya dalam-dalam lalu


menghempasnya perlahan. Ia menatap rumah orang
tua Nina yang megah. Dengan tekad yang kuat, ia
yakin kalau ia bisa melalui hal semacam ini.

"Jangan diam saja, cepat kesini" ucap Nina yang


sudah berada di depan pintu rumah.

Ace mendesah, dengan kaki yang sedikit gemetaria


berjalan menghampiri Nina. Kemudian, Nina
mengetuk pintu rumah secara perlahan.

Jantung Ace berdetak kencang. Keringat bercucuran


di dahinya. Hatinya gelisah akan bertemu dengan
orang tua Nina. Bagaimana jika mereka menolak
lamaran Ace? Apa yang akan Ace lakukan?
Melarikan diri dengan membawa Nina? Mungkin
hal itu tidak terdengar buruk...Ia bisa menculik Nina
ke pulau terpencil dan hidup bersamanya
selamanya.

Pintu tiba-tiba terbuka yang membuat Ace menahan


napasnya. Ketika yang membukakan ternyata hanya
pembantu rumah, Ace bernapas lega. Kelegaannya
tersebut tidak bertahan lama ketika pembantu

337
tersebut meneriakkan kalau Nina sudah datang.
Kedua orang tua Nina tiba-tiba langsung berada di
depan pintu. Ibu Nina dengan gembira menyambut
Nina dengan pelukan dan ciuman. Ketika ibu Nina
sedang sibuk menyambut Nina dengan penuh kasih
sayang, ayahnya diam berdiri sambil menatap Ace
tajam.

Ace menelan ludahnya.

"Mom..." geram Nina ketika ibunya tiada habisnya


memeluk dan menciumnya.

Ibu Nina yang bernama Paula melepaskan


pelukannya sambil menarik napasnya dan menahan
tangisnya "Sorry sweetie, hanya saja..." Paula
mengibaskan matanya yang ingin keluar air mata
"Kau..." Paula terisak sedikit "Aku lega melihatmu
baik-baik saja
Bagaimana dengan lukamu? Apa sakit?" Paula
menyentuh luka di dahi Nina.

Nina langsung menurunkan tangan Paula dari


dahinya "Aku baik-baik saja mom...Kita sudah
bicara melalui Video Call"

Kini ayahnya yang bernama George menghampiri


Nina, ia meletakkan kedua tangannya di bahu Nina
sambil menatap luka di dahi Nina dengan mata yang
sayu. Ia tak pernah menyangka kalau anak

338
perempuan satu-satunya bisa mengalami hal
mengerikan seperti ini...

"Oh Nina
" lirihnya lalu memeluk Nina erat kemudian
mengecup dahinya perlahan "Bagaimana
keadaanmu sekarang? Lebih baik?"

Nina mengangguk "Aku jauh lebih baik" ia


kemudian melirik Ace "Aku rasa ada baiknya kita
bicara di dalam"

Orang tua Nina langsung menatap Ace seperti baru


sadar keberadaan Ace.

Paula tersenyum lalu memeluk hangat Ace "Oh


Ace...Senang bertemu denganmu kembali..."

Ace tersenyum sambil menepuk punggung Paula


"Terima kasih Mrs. Wilson"

Paula mengibaskan tangannya "Kalau begitu, ayolah


kita masuk. Aku membuat biskuit untuk kalian"

Paula masuk ke rumah yang kemudian diikuti Nina.


George menatap Ace tajam lalu perlahan ikut masuk
ke dalam rumah meninggalkan Ace.

Ace menutup kedua matanya sambil menyatukan


kedua tangannya. Ia berdoa kepada Tuhan jika ia

339
mati hari ini setidaknya ia berharap ia akan
ditempatkan di surga.

~♥♥♥~

Ace mengelap keringat di tangannya di jeansnya. Ia


duduk di sofa disamping Nina dengan George yang
duduk di depannya. Paula sibuk membuat teh dan
menyiapkan makanan kecil di dapur.

Ace menghentak-hentakkan kakinya secara perlahan


dengan gugup. Matanya tidak mau bertemu dengan
mata George yang tajam seperti silet.

Akhirnya Paula datang menyajikan teh dan biskuit


di meja. Ia kemudian duduk disamping George
"Ookay...Jadi apa yang ingin kalian bicarakan?"

Ace melirik Nina yang dengan santainya menyantap


biskuit sambil meminum teh. Ace mendesah lalu
menatap kedua orang tua Nina dengan gugup
"Umm...Pertama-tama aku ingin meminta maaf atas
masalah yang menimpa Nina karnaku..."

George mendengus yang langsung disikut oleh


istrinya, Paula tersenyum kepada Ace "Kami
mengerti...Kau dalam keadaan yang buruk dan kau
sudah melindungi Nina dengan segenap yang kau
punya. Namun, apapun bisa terjadi. Dan kejadian

340
tersebut adalah diluar dari kendalimu. Kami tidak
bisa menyalahkanmu akan hal tersebut"

"Jika saja kau memberitahu kami akan


permasalahan itu, aku pasti sudah bisa
memenjarakan mafia tersebut dengan jentikan jari
dan Nina tidak akan terluka sampai seperti ini"
geram George.

"Dad!" rengek Nina.

"Situasinya berbahaya. Aku tidak ingin melibatkan


kalian berdua" ucap Ace dengan tenang.

"Tetapi kau melibatkan Nina" George menaikkan


satu alisnya.

Rahang Ace mengeras "Aku tidak pernah ada niat


sedikitpun untuk melibatkan Nina ke dalam masalah
hidupku. Namun, anak perempuan yang kau miliki
ini adalah wanita yang aku cintai di dunia ini.
Mungkin dia adalah seorang putri bagimu, namun
dia ratu bagiku. Apa yang terjadi di kehidupanku
pasti akan melibatkan dirinya karna dia adalah
bagian dari hidupku juga"

George memicingkan matanya "Apa yang ingin kau


katakan sebenarnya?"

341
Ace menarik napas dalam-dalam lalu
mengeluarkannya "Aku ingin menikahi anakmu"

Suara benda terjatuh membuat mereka langsung


menengok ke arah suara tersebut. Mereka melihat
Cole yang mulutnya terbuka lebar. Sedetik
kemudian, ia menjatuhkan tas dari bahunya lalu
menerkam Ace.

"Berani-beraninya kau datang kemari melamar Nina


setelah apa yang terjadi dengannya!" Cole
menonjok Ace yang membuat Ace meringis
kesakitan .

"Cole!" pekik Nina yang langsung mencoba


memisahkan Cole dari Ace. Namun, Cole tidak
menghiraukannya dan kembali memukul Ace.

"Cole hentikan!" teriak Paula sambil menarik Cole


dari Ace.

Ace menggeram sambil memegangi rahangnya.


Nina membantu Ace berdiri lalu mengecek pipi
Ace.

Paula menatap Cole tajam sambil berkacak


pinggang "Aku tidak pernah mendidikmu untuk
berprilaku seperti itu terhadap tamu!"

"Dia bukan tamu!" desis Cole.

342
Paula menatap George yang sedaritadi hanya diam
duduk dengan kedua tangan dilipat di depan dada.
Ketika melihat George yang tidak melakukan apa
apa, Paula menghentakkan kakinya beberapa kali di
lantai.

George mendesah, ia berdiri lalu menghampiri Cole.


Ia kemudian menepuk bahu Cole "Pergilah ke
kamarmu"

Paula menatap Cole tajam. Cole menggerutu lalu


"Dad--"

pergi ke kamarnya di lantai dua sambil menatap Ace


tajam.

George menatap Ace "Kau ingin menikahi anakku?"

Ace menggoyangkan dagunya dengan tangannya


sambil meringis nyeri "Ya sir..."

"Aku ingin pernikahannya diadakan disini" ucap


George singkat lalu pergi.

Ace terdiam membeku. Apa ini artinya lamarannya


diterima?

Paula menepuk tangannya sambil memekik girang


"Congratulations!" ucapnya "Kalian pergilah
beristirahat, Nina antarkan Ace ke kamar dan obati

343
luka Ace" Paula memeluk Nina dan Ace sekilas lalu
pergi.

Ace masih terdiam yang membuat Nina khawatir


"Ace? Apa kau baik-baik sa---ahh!" Ace
mengangkat tubuh Nina lalu memutar badannya
kemudian ia menurunkan tubuh Nina dan
memeluknya erat.

"Thank god..." gumam Ace di bahu Nina "Aku akan


menikahimu Nina Wilson..."

~♥♥♥~

Ace duduk di pinggir sofa dengan Nina yang berdiri


di depannya. Ia mengobati bibir Ace yang sedikit
robek akibat pukulan Cole. Nina menepuk-nepuk
lembut kapas yang dibasahi oleh alkohol ke bibir
Ace.

Ace sedikit meringis perih yang membuat tangan


Nina berhenti menepukkan kapasnya "Apa sakit?"

Ace menggeleng "Perih"

Nina kembali melanjutkan pekerjaannya. Ace


kemudian meringis lagi, kali ini ia tidak merasakan
sakit di bibirnya namun di perutnya.

344
Nina menyadari tangan Ace memegangi perutnya,
ia langsung panik "Apa perutmu sakit? Apa lukamu
baik-baik saja?" Nina mengangkat kaos Ace untuk
melihat luka di perut Ace.

Ace menggelengkan kepalanya sambil menurunkan


kaos yang ingin diangkat Nina "Tidak apa-apa..."

Nina menatap Ace "Biar aku lihat..."

Melihat mata Nina yang tidak mau dibantah, Ace


mendesah lalu membiarkan Nina mengangkat
kaosnya. Nina berjongkok lalu mengangkat kaos
Ace dengan satu tangannya sedangkan satunya lagi
mengelus lembut perut Ace yang dibalut perban
disekelilingnya. Setelah memastikan kalau jahitan
Ace tidak terbuka dan tidak ada darah yang muncul,
Nina menurunkan kaos Ace.

Nina menatap Ace lalu mengelus lembut pipinya


yang membuat Ace meringis sedikit. Nina
menjauhkan tangannya lalu mengambil es batu yang
dibalut handuk yang sudah disediakannya di
mangkuk. Ia kemudian menempelkan es tersebut ke
pipi Ace yang sudah berwarna kebiruan.

"Aku akan membunuhnya" gumam Nina merujuk


pada adiknya yang menyebabkan Ace seperti ini.

345
Ace terkekeh "Kuakui adikmu mempunyai pukulan
yang bagus..."

Nina menggelengkan kepalanya "Maafkan dia...Dia


terkadang bisa sangat protektif..."

"Tidak apa" Ace mengelus tangan Nina "Jika aku


berada di posisinya, aku pasti akan berperilaku yang
sama...Aku juga pasti akan marah mengetahui laki
laki penyebab masalah yang melukai kakakku
datang tiba-tiba melamar..."

"Hey..." Nina menangkup dagu Ace "Kau tidak


menyalahkan dirimu bukan?"

"Sedikit..." bisik Ace jujur.

"Aku tidak menyalahkanmu jadi jangan


menyalahkan dirimu sendiri, okay?"

"Okay..." gumam Ace, ia mengambil es yang berada


di tangan Nina lalu meletakkannya kembali di
mangkok. Ia lalu menarik Nina sehingga ia terjatuh
di pangkuannya.

Wajah Nina merona seketika.

Ace mengelus pipi Nina sambil menyingkirkan


helaian rambut Nina "Aku bahagia..."

346
"Hmm?"

"Aku bahagia karena akhirnya aku bisa


memilikimu..."

Dengan segala macam rintangan hidup yang Ace


jalani dan berjuta-juta rasa sakit yang ia rasakan...Ia
akhirnya bahagia karena hidupnya kini dilengkapi
oleh seseorang dan seseorang itu adalah Nina.
Mantan kekasihnya yang selalu dicintainya. Setelah
bertahun-tahun ia menjauh dan menahan diri untuk
tidak mendekati Nina, ia akhirnya bisa memiliki
Nina.

Untuk sekarang dan selamanya...

♥♥ The End ♥♥

347
Epilogue
Ace menatap dirinya di cermin. Ia memakai jas
formal hitam dengan dasi kupu-kupu merah yang
berada di lehernya. Hari ini adalah hari besar
baginya. Hari dimana ia menikahi wanita yang
dicintainya akhirnya terwujud juga...

Ace dengan gugup merapihkan kembali rambutnya


dengan sisir. Ia menarik napas dalam-dalam lalu
mengeluarkannya perlahan. Ace menatap dirinya
sekali lagi di cermin. Ia siap untuk menikahi Nina...

Pintu kamarnya terbuka yang menampakkan sosok


ibunya memasuki kamarnya.

Carissa tersenyum kepada Ace lalu merapihkan dasi


Ace, tangannya kemudian mengusap-usap jas yang
dikenakannya "Kau sangat tampan..."

Ace terkekeh "Kau hanya bilang begitu karna aku


anakmu"

Carissa tertawa sambil menggelengkan kepalanya.


Ia kemudian menatap Ace dengan mata yang
terharu "Aku tidak menyangka hari dimana anakku
akan menikahi seseorang datang sekarang..."
sorotan matanya mengandung beribu kesedihan
"Tanpa adanya sosok ayah yang berada disisimu..."

348
"Mom..."

Carissa menghirup napasnya dalam-dalam lalu


menghapus air matanya "Dia akan sangat bangga
padamu...Atas segalanya yang kau lakukan
untukku...Atas pengorbanan yang kau buat...Dia
mungkin sekarang sedang tersenyum lebar
melihatmu menikahi wanita sehebat Nina"

Ace tersenyum terharu "Aku tahu..."

Carissa mengelus lengan Ace "Janganlah kau


kecewakan Nina... Jangan sampai kau kehilangan
dirinya"

"Tidak akan" bisik Ace.

"Aku bahagia untukmu Ace..."

"Terima kasih mom..." Ace memeluk ibunya erat.


Hatinya terbawa suasana akan sedih dan bahagia
sekaligus. Namun, satu hal yang pasti ia rasakan
ialah perasaan yang menggebu-gebu yang ingin
memiliki Nina seutuhnya.

~♥♥♥~

"Apa kau yakin Nina tidak akan kabur?" bisik


Daniel yang langsung disikut dengan kencang oleh
Ace. Mereka sekarang sedang berada di altar yang

349
dibangun di belakang halaman rumah orang tua
Nina yang luas. Ace berdiri menunggu kehadiran
Nina bersama Noah, Daniel, Jason, dan Liam
disampingnya.

Daniel menggeram sambil menggerutu "Aku hanya


bertanya..." dengusnya "Lagipula bukankah wajar
jika ia kabur setelah apa yang terjadi dengan mafia
tersebut?"

Noah kini menyikut Daniel "Bisakah kau tidak


merusak pernikahan seseorang setiap kali kau
berada?" geramnya yang ingat Daniel mengatakan
hal yang sama kepadanya di hari ia menikahi Raya.

Jason terkekeh mendengarnya "Man...Kau benar


benar perusak suasana pernikahan orang"

Daniel menyeringai kepada Jason "Berikutnya


pernikahanmu yang akan kurusak"

Jason menatap Daniel tajam "Lagipula siapa juga


yang akan kunikahi?"

Seringaian Daniel menjadi lebar "Siapa lagi kalau


bukan Ashley?"

Jason memicingkan matanya ke arah Daniel lalu ia


memalingkan wajahnya. Sudah jelas kalau Ashley
adalah topik sensitif bagi Jason.

350
"Man...Diamlah kau membuat kepalaku pusing"
gerutu Liam.

Daniel kini menatap Liam "Karna kau bicara seperti


itu aku akan merusak pernikahanmu dengan Louisa
asal kau tahu itu"

"Dia tidak akan menikah dengan Louisa secepat itu.


Setidaknya tidak sampai umurnya 28..." gumam
Noah yang membuat Liam menggeram.

Ace memutar kedua bola matanya. Semua omongan


tidak penting ini karena ulah Daniel. Ace masih
ingat disaat Daniel menangis tersedu-sedu ketika
mengunjunginya di rumah sakit setelah ia sadarkan
diri. Ace menggelengkan kepalanya, nampaknya
sekarang Daniel sudah kembali seperti dirinya yang
normal...

Ace merasakan jantungnya berdegup kencang


kembali. Ia mengelus-elus dadanya sambil mengatur
napasnya.

"Nervous?" tanya Noah disampingnya.

Ace mengeluarkan napas berat "Begitulah..."

"Kau akan baik-baik saja" Noah meremas bahu Ace


"Aku juga merasakan hal yang sama dulu..."

351
"Bagaimana...Bagaimana rasanya menikah?"

Noah mendesah pelan "Rasanya luar


biasa...Percayalah kau akan menyukainya"

Ace melonggarkan dasinya "Lalu bagaimana malam


pertamamu?"

Noah menyeringai "Jangan bilang kau gugup?"

Ace mendengus "Tidak...Tidak sama sekali"

Ya...Ya dia gugup. Sangat gugup...

Tiba-tiba pintu rumah Nina terbuka. Raya dan


Ashley berjalan di karpet merah menuju altar
dengan buket bunga di tangan mereka.

Noah tersenyum melihat istrinya. Matanya menatap


perut Raya yang menunjukkan baby bump. Ada rasa
bangga pada diri Noah karena akhirnya bisa
menghamili Raya.

Jason menatap Ashley yang menggunakan dress. Ia


tampak elegan dan feminim tidak seperti biasanya.
Mata Jason bersinar dengan rasa kagum ketika
melihatnya.

Setelah Raya dan Ashley sudah berdiri disamping


altar, Nina datang didampingi dengan ayahnya.

352
Semua orang menatap pengantin wanita dengan
kagumnya.

Ace tidak bisa mengalihkan pandangannya dari


Nina. Ia mengenakan mermaid dress berwarna putih
yang sangat elegan. Wajahnya tertutupi dengan
wedding veil yang ia pakai. Namun, itu tidak
menutupi wajah cantik Nina yang mempesona.

Jantung Ace berdegup kencang tak beraturan. Tak


terasa air mata keluar dari mata Ace. Sudah lama ia
menginginkan momen ini...Momen sakral yang
hanya terjadi sekali dalam seumur hidupnya.

Nina menatap Ace sambil tersenyum. Ace


mengusap air matanya lalu tersenyum kembali
kepada Nina.

Ayah Nina menyerahkan anaknya kepada Ace di


altar "Jagalah dia baik-baik" ucapnya lalu pergi
duduk di bangku di depan altar bersama istrinya.

Ace menggenggam kedua tangan Nina dengan


posisi berhadapan-hadapan. Mereka menatap satu
sama lain dengan mata yang lembut.

"Hey..." bisik Ace.

353
"Hai..." ucap Nina layaknya kehabisan napas.
Hatinya bergetar di dalam dirinya. Ia tidak percaya
kalau momen indah ini akhirnya datang.

Upacara akad nikah mereka pun dimulai.

~♥♥♥~

Tiba saatnya ketika mereka menukarjanji


pernikahan mereka.

Ace memegang cincin pernikahannya sambil


menatap Nina "Aku Ace Jamie Dormant, menerima
Nina Felicia Wilson untuk menjadi istriku, untuk
saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai
selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang,
pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada
waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi
dan menghargai sampai maut memisahkan kita"
Ace kemudian menyelipkan cincinnya ke jari manis
Nina.

"Aku Nina Felicia Wilson, menerima Ace Jamie


Dormant untuk menjadi suamiku, untuk saling
memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama
lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada
waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu
sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan
menghargai sampai maut memisahkan kita" Nina
menyelipkan cincin ke jari manis Ace.

354
"Kalian berdua resmi menjadi pasangan suami-istri,
pengantin pria boleh mencium pengantin wanita"

Ace tersenyum lebar, ia membuka wedding veil


Nina lalu mencium Nina.

Para tamu bersorak dan bertepuk tangan dengan


meriah.

~♥♥♥~

Nina menghempaskan badannya ke tempat tidur.


Kakinya pegal dan tubuhnya nyeri akibat resepsi
pernikahan yang besar-besaran. Ia lega akhirnya
acara pernikahannya selesai.

Ace menatap istrinya itu yang terlentang di tempat


tidur masih dengan dress pernikahannya "Apa kau
tidak akan mengganti baju terlebih dahulu?"

Nina mengibaskan tangannya. Napasnya terengah


engah karena kelelahan "Sebentar lagi"

Ace menggigit bibir bawahnya. Ia tidak bisa


menahan dirinya melihat istrinya terlentang di atas
ranjang seperti itu...Ia perlahan menghampirinya
lalu menidih badannya.

Pipi Nina langsung memerah. Ace menangkup dagu


Nina lalu perlahan mengecup bibirnya. Berawal dari

355
kecupan kecil kemudian berubah menjadi cumbuan
panas yang bergairah.

Jantung Ace berdegup kencang. Ini dia


saatnya...malam pertama dengan Nina...di
kamarnya...hanya mereka berdua...

Ace membuka matanya ketika ia baru menyadari


suatu hal. Ia kemudian melepaskan cumbuannya
sambil menggeram. Kepalanya ditaruh di bahu Nina
sambil menggerutu.

"Mengapa malam pertama kita berada di rumah


orang tuamu ............................" keluh Ace.

Nina terkekeh "Apa kau takut kedengaran oleh


mereka?"

"Aku takut ayahmu tiba-tiba masuk dan


membunuhku" ucap Ace serius.

Nina tertawa "Tenanglah...Rumah ini besar kau


tahu...Dan kamar mereka berada di lantai satu
sedangkan kita berada di lantai dua..." Nina
mengelus lengan Ace sensual yang membuat Ace
merinding seketika.

Memang benar kata Nina kalau rumah orang tua


Nina besar. Sangat besar dan luas seperti mansion.
Terdapat berpuluh-puluh kamar dan ruangan. Tidak

356
akan yang dengar bukan jika mereka
melakukannya?

"Jika kau ingin menunggu sampai bulan madu, aku


tidak keberatan" ucap Nina yang langsung
menyadarkan Ace.

"Tidak!" ucap Ace langsung "Aku keberatan" Ace


mengecup bahu dan leher Nina "Sangat keberatan
....................................................."

"Lalu apa lagi yang kau tunggu?"

Ace menatap Nina dengan mata yang gelap akan


gairah "Kau sudah mengunci pintu, kan?"

Nina menggigit bibir bawahnya sambil


mengangguk.

Ace kembali mencumbu Nina dan tangannya mulai


sibuk melucuti pakaian mereka.

~♥♥♥~

"Apa kau sudah pernah melakukannya?" tanya Ace


dengan napas yang tersengal-sengal. Ia menidih
tubuh Nina dengan selimut yang menutupi badan
mereka.

357
Nina menggeleng "Apa kau sudah pernah?"
tanyanya.

Ace menggeleng "Tidak...Tidak pernah"

Nina menaikkan satu alisnya tidak percaya


"Benarkah?"

Ace mengelus pipi Nina "Mengapa sulit sekali


untuk kau percaya hm? Aku tidak pernah ada
keinginan untuk melakukannya dengan siapapun
kecuali kamu..." Ace mengecup pipi dan rahang
Nina "Aku sudah terlalu lama menunggumu..."

Ace menatap mata Nina dengan gairah yang


menggebu-gebu "Aku akan melakukannya secara
perlahan, okay?"

Nina mengangguk, ia menutup matanya sambil


meremas bahu Ace untuk mempersiapkan dirinya
dari rasa sakit.

"Hey..." Ace menarik dagu Nina "Lihat aku" Nina


membuka matanya "Aku mencintaimu..."

Mata Nina melembut "Aku juga mencintaimu..."

Ace tersenyum.

358
Malam itu mereka menikmati keberadaan satu sama
lain dengan gairah yang menyelimuti mereka.
Menikmati rasa yang tidak pernah dirasakan
sebelumnya... Perasaan mereka bersatu dan
bercampur aduk secara bersamaan.

Satu kata yang meringkas malam tersebut adalah

................................................. Cinta.

♥♥♥

359
Extra Chapter
Ace mengerang sambil merentangkan badannya. Ia
membuka matanya lalu melihat Nina tertidur lelap
disampingnya dengan posisi telungkup.

Ace tersenyum, ia mengecup lembut punggung


Nina yang membuat Nina menggeram dalam
tidurnya. Ace terkekeh, ia pasti melelahkan Nina
dengan aktivitas semalam...

Ace mengecek jam di meja yang menunjukkan


pukul 8 pagi. Ia dengan sigap beranjak dari tempat
tidur untuk mempersiapkan diri.

~♥♥♥~

Setelah Ace sudah selesai mandi, ia pergi ke kamar


yang berada di sebrang kamarnya. Ia membuka
pintu kamar tersebut dan hatinya langsung meleleh
ketika melihat anak perempuan yang tertidur lelap
di tempat tidurnya dengan ibu jari yang berada di
mulutnya.

Setelah dua tahun menikah, Ace dan Nina


memutuskan untuk mengadopsi anak. Mereka pergi
ke panti asuhan dan bertemu dengan Serena disana.
Gadis kecil yang mungil berumur 5 tahun yang
langsung merebut perhatian dari Ace dan Nina.

360
Hanya dengan melihat dari mata kecil yang bersinar
itu, merekapun langsung tahu kalau mereka ingin
membesarkan dan hidup bersama Serena.

Dan sekarang sudah sekitar 5 bulan berlalu


semenjak mereka membawa pulang Serena. Gadis
kecil tersebut langsung dicintai banyak orang
termasuk orang tua Nina dan Ace. Ibu Ace selalu
datang membawa biskuit ke rumah mereka setiap
ada kesempatan. Dan orang tua Nina yang berada di
Belanda, pasti selalu mengirimkan mereka mainan
untuk Serena. Dan mereka terkadang datang
mengunjungi Serena sebulan sekali.

Dan Ace...Ace tidak pernah merasa sebahagia ini...


Memang ada rasa sakit di hatinya mengetahui ia
tidak bisa mempunyai keturunan bersama Nina. Ia
tidak bisa mempunyai anak perempuan yang mirip
persis seperti Nina...atau anak laki-laki yang mirip
sepertinya...Namun, hal itu tidak lagi menjadi hal
yang dipikirkannya. Ia sudah menerima
kekurangannya.

Serena menguap sambil mengusap matanya dengan


tangan mungilnya "Papa?"

Hati Ace melembut setiap kali ia mendengar


panggilan tersebut keluar dari mulut Serena. Ia
resmi menjadi ayah ....................................

361
"Hey sweetheart" Ace berjongkok disamping
tempat tidur Serena lalu mengecup dahi Serena
"Good morning"

"Good morning papa" ucap Serena lembut.

"Mama masih tidur, kamu mandi bersama papa


okay?"

"Okay"

Ace tersenyum "Let's go"

~♥♥♥~

Setelah selesai memandikan dan memakaikan baju


Serena, Ace menggendong Serena ke ruang makan.
Ia menurunkan Serena ke bangku lalu
membuatkannya roti untuk sarapan.

Ace menautkan kedua alisnya ketika Nina tak


kunjung turun dari lantai dua.

"Kau makan sarapanmu dan habiskan susumu, oke?


Papa mengecek mama dulu..." Serena mengangguk.
Ace mengusap kepala Serena lalu pergi ke lantai
dua.

Sesampainya di kamar, Ace melihat Nina yang


masih berada di posisi yang sama semenjak ia

362
terbangun. Ace menggelengkan kepalanya sambil
menghampiri Nina. Ia mengecup lembut punggung
dan bahu Nina.

"Sayang..." gumam Ace disela-sela kecupannya


"Apa kau masih mengantuk hm? Mengapa kau
belum bangun? Ini sudah siang..."

Nina menggeram "Aku tidak enak badan"

Ace mengernyitkan dahinya "Ini sudah kesekian


kalinya kau tidak enak badan di pagi hari...Apa aku
terlalu kasar semalam?"

Nina menggelengkan kepalanya "Aku hanya merasa


mual..."

"Kalau begitu ayo kita periksa ke rumah sakit


sebelum parah..."

Nina menggelengkan kepalanya lagi "Aku akan


baik-baik saja...Apa kau bisa mengantar Serena ke
sekolahnya?"

Ace mengangguk "Aku akan mengantarnya sekalian


pergi, ada pekerjaan yang harus kutangani. Apa kau
akan baik-baik saja kutinggal?" ucap Ace lembut di
telinga Nina.

363
Nina mengangguk "Kapan kau akan selesai
bekerja?"

"Aku akan pulang malam. Mungkin sekitar jam 7.


Aku tidak bisa menjemput Serena dari sekolahnya"

"Baiklah, aku akan menjemputnya"

"Okay..." Ace mengecup pipi Nina "Jangan lupa


minum obat dan istirahatlah. Kalau begitu aku pergi
dulu"

~♥♥♥~

Ace pulang dengan leher yang pegal-pegal.


Rupanya pekerjaannya selesai pada pukul 9. Ia
sangat lelah. Hari ini banyak sekali yang
dikerjakannya. Ia harus mengurus club miliknya dan
investasi lainnya yang ia miliki.

Ace pergi ke lantai dua lalu mengecek kamar Serena


yang ternyata sudah tertidur lelap dengan mulut
yang terbuka sedikit. Ace tersenyum, ia
menyelimuti Serena lalu mengecup dahinya.

Ace kemudian pergi ke kamarnya. Ia melihat Nina


yang duduk di pinggir ranjang sambil menatapnya.

"Aku tahu aku bilang aku akan pulang jam 7. Tetapi


banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan---"

364
"Aku hamil"

Tubuh Ace membeku, ia menatap Nina dengan mata


yang lebar dan mulut yang menganga.

"A-apa?"

"Aku hamil" ucap Nina lagi dengan air mata di


matanya.

"Ta-tapi---aku...Bagaimana bisa?"

Nina berdiri menatap Ace tajam "Apa kau tidak


percaya kalau ini anakmu?"

"Tentu saja aku tidak percaya. Kau tahu aku tidak


bisa punya anak"

Nina menampar pipi Ace "Lalu kau pikir aku


selingkuh padamu?! Apa kau pikir aku
melakukannya dengan orang lain selain dirimu?!"
teriak Nina marah. Ia kemudian pergi dari hadapan
Ace, namun tangannya ditarik oleh Ace.

"Bukan begitu..." bisik Ace "Aku hanya..." Ace


menatap perut Nina dengan mata yang berkaca-kaca
"Apa kau yakin kau hamil?"

365
Nina menghirup napasnya dalam-dalam lalu
mengeluarkannya perlahan "Aku sudah melakukan
test pack, hasilnya positif"

Ace duduk di ranjang, kakinya lemas tiba-tiba. Ia


meletakkan kedua tangannya di kepala. Ia kemudian
menatap Nina dengan air mata yang turun ke
pipinya "Apa ini nyata? Apa kau benar-benar
hamil?"

Nina mengangguk dengan air mata yang turun ke


pipinya juga.

"Kemarilah" Ace menarik Nina ke pelukannya. Ia


menangis tersedu-sedu. Ia tidak pernah berharap
atas keajaiban... Namun, Tuhan memberikannya
keajaiban yang tidak dimintanya. Ace bersyukur
atas itu...

Keajaiban mereka lahir 9 bulan kemudian. Nina


merengkuh bayinya di dadanya dengan wajah yang
banjir akan air mata. Ace menatap bayi laki-laki
tersebut yang sangat mencerminkan dirinya.
Matanya, hidungnya, mulutnya, semua di wajahnya
mirip sekali dengan Ace... Bayi tersebut adalah
miliknya. Keajaibannya.

"Congratulations! Akan kau berikan nama apa


untuknya?" tanya suster yang membantu Nina
lahiran.

366
Nina menatap bayinya lalu menatap Ace, ia
kemudian menatap bayinya kembali "Jamie..."
bisiknya "Jamie Ace Dormant..."

♥♥♥

367
368
The Past 1
Hari itu adalah hari dimana Ace memasuki
Sekolah Menengah Pertama. Ia baru saja pindah
rumah ke pinggiran kota karena kondisi kanker
ayahnya yang semakin memburuk. Keluarganya
sedang krisis dalam keuangan. Ada saatnya dulu
dimana Ace mempunyai segalanya. Ia mempunyai
rumah yang besar, beberapa mobil, mainan video
game, dan masih banyak lagi. Hal-hal tersebut
sedikit demi sedikit menghilang karena ayahnya
yang terkena penyakit kanker paru-paru. Biaya
rumah sakit dan pengobatannya sangat mahal
sehingga itu membuat perusahaannya bangkrut.
Perlahan-lahan mainan-mainan yang Ace miliki
dijual untuk uang tambahan biaya pengobatan,
kemudian tv, perhiasan ibunya, mobil-mobil
ayahnya, dan benda-benda yang berharga hilang
satu persatu untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
pengobatan ayahnya. Kali ini, rumahnya dijual dan
Ace terpaksa pindah ke rumah neneknya yang
berada di pinggiran kota.

Ace benci akan segala hal yang berada di pinggiran


kota tersebut. Ia benci dengan betapa sunyinya
jalanan dibandingkan dengan kota besar. Ia benci
dengan sekolah barunya yang akan ia masuki.

369
Ace sudah mempunyai rencana. Ia mempunyai
rencana untuk masuk ke SMA bersama teman
temannya, Noah, Jason dan Daniel. Mereka sudah
satu sekolah semenjak mereka berada di sekolah
dasar. Ace iri pada mereka. Ia iri karena mereka
bisa satu sekolah sedangkan Ace berada di
pinggiran kota mencoba untuk menjalani hidup
barunya.

Semakin lama Ace memikirkannya, semakin kesal


yang ia rasa. Ia menggeram sambil mengacak
ngacak rambutnya. Ia berusaha untuk tidak
memikirkannya dan menjalani kehidupan barunya
dengan tenang.

Bisa didengar olehnya, orang-orang yang berada di


kelasnya membuat keributan. Rata-rata teman
kelasnya sudah berkenalan satu sama lain dan
berbincang bersama. Namun, Ace tidak mood untuk
mempunyai teman baru. Ia tidak ingin
bersosialisasi dengan siapapun.

Tak sengaja, matanya melihat seorang perempuan


yang berada di depan pintu kelas berdiri dengan
gugup. Rambutnya dikuncir kepang kesamping dan
ia mengenakan sweater biru dongker dengan baju
seragamnya.

Dia manis...

370
Ace mengalihkan pandangannya ke bukunya ketika
perempuan tersebut memasuki kelas. Ia bisa
merasakan kehadirannya yang berjalan ke arah
dimana ia duduk. Lalu dengan perlahan,
perempuan tersebut duduk disampingnya.

Ace berusaha untuk tidak menengok ke arahnya. Ia


tidak ingin peduli kepada perempuan tersebut...

Tak lama kemudian, guru biology-nya datang


memasuki kelas. Setelah mengenalkan dirinya dan
membahas berbagai macam subjek, guru tersebut
menyuruh anak muridnya untuk mengerjakan tugas
yang berada di buku.

Ace langsung mengerjakan tugasnya. Ia menyadari


kalau perempuan disampingnya kelihatan sedang
mencari pulpen. Ace hanya diam membiarkannya,
ia fokus mengerjakan tugasnya.

Bisa didengar olehnya perempuan tersebut


mendeham pelan yang kemudian Ace abaikan.

"Um..." perempuan tersebut mulai berbicara


"Hai..." ucapnya dengan sopan "Aku Nina" ia
mengulurkan tangannya yang tak dihiraukan oleh
Ace, ia lalu menurunkan tangannya canggung
"Mhmm...Apakah kau punya ekstra pulpen?"

371
Lagi-lagi Ace hanya terdiam seakan-akan tidak
mendengar perempuan tersebut yang bernama
Nina.

"Hello?" ia mencoba menyentuh bahu Ace, namun


pergelangan tangannya langsung dipegang erat
oleh Ace.

Ace menatap Nina dengan dinginnya "Hari pertama


sekolah dan kau tidak punya pulpen huh? Apa kau
tipe murid yang selalu meminjam barang orang dan
tak pernah modal untuk membelinya?"

Nina menyipitkan matanya "Jadi kau tidak tuli huh?


Aku hanya bertanya apakah kau mempunyai ekstra
pulpen, jika kau tidak mau meminjamkannya
padaku, maka bilang saja!" ia menarik tangannya
dari genggaman Ace.

Mendengar Nina yang mendesah pelan, Ace


melemparkan pulpennya tepat ke meja Nina. Ia
menoleh ke arah Ace dengan terkejut.

"Jangan lupa mengembalikannya lagi" gerutu Ace.

Nina tersenyum, dia mengambil pulpennya sambil


berkata "Terima kasih"

Ace hanya menggerutu.

372
Ditengah-tengah Nina menulis, dia bertanya "Siapa
namamu?"

Ace tidak menjawab.

"Namaku--"

"Nina, aku tahu" potong Ace "Kau sudah


mengatakan sebelumnya"

Nina tersenyum "Lalu siapa namamu?"

Lagi-lagi Ace tidak menjawab.

"Baiklah kalau begitu, aku akan memanggilmu Mr.


Tanpa Nama"

Ace mendengus mendengarnya.

Merekapun terdiam, sibuk dengan tugasnya masing


masing. Seiring berjalannya waktu, jam pelajaran
biology pun selesai. Ace membereskan barang
barangnya lalu mengumpulkan tugasnya di depan
kelas dan pergi begitu saja. Ia berjalan di koridor
dengan kerumunan murid-murid yang baru saja
keluar dari kelasnya juga.

"Hey!" teriak seseorang yang suaranya dikenali


oleh Ace. Ia berhenti lalu membalikkan badannya

373
melihat Nina yang menghampirinya dengan napas
yang terengah-engah.

"Hei..." ucap Nina "Ini pulpenmu" Nina


mengangkat pulpennya ke arah Ace "Terima kasih,
Mr. Tanpa Nama"

Ace memutar kedua bola matanya. Perempuan ini


pasti akan terus memanggilnya seperti itu jika dia
tidak memberitahukan namanya "Ace..."

"Apa?" Nina mengernyitkan dahinya.

"Namaku Ace..." ucapnya pelan "Simpanlah


pulpennya, barang kali kau membutuhkannya untuk
kelas selanjutnya" dengan begitu, dia pergi
meninggalkan Nina.

Untuk pertama kalinya Ace tersenyum semenjak ia


pindah. Mungkin pindah ke pinggiran kota tidak
buruk juga...

♥♥♥

374
The Past 2
Ace sedang berjalan di koridor ketika ia melihat
Nina yang sedang merapihkan bukunya di lokernya.
Entah mengapa semenjak pertama kali bertemu,
Ace ingin lebih dekat kepada Nina. Ia berusaha
untuk berbincang kepadanya, namun ia selalu
menahan dirinya setiap kali ia ingin mencoba untuk
berbicara. Mungkin ini adalah kesempatannya
untuk memulai pembicaraan kepada Nina.

Ace mendeham pelan, ia perlahan menghampiri


Nina namun, langkahnya terhenti karena ada
seseorang yang mendekati Nina. Ace terdiam
sambil melihat mereka berdua berbincang.

"Hai Nina..." orang tersebut tersenyum lebar


kepada Nina "Ini untukmu" tangannya memberikan
kotak berbentuk hati.

"Oh
hai" Nina mengambil kotak tersebut dengan ragu-
ragu "Mengapa kau memberikannya padaku?"

"Hari ini Valentine's Day..."

"Oh..." Nina menggigit bibir bawahnya "Terima


kasih..."

375
"Apa kau ingin menjadi teman kencanku ke acara
prom night?"

"Mhmm...Entahlah..." ucap Nina ragu-ragu.

"Tidak apa. Pikirkan baik-baik dulu, aku akan


menunggu jawabanmu"

Ace mengernyitkan dahinya ketika melihat Nina


yang tak nyaman akan situasi tersebut. Sudah jelas
sekali kalau Nina tidak ingin pergi bersama orang
tersebut.

"Dengar..." Nina mendesah "Nico---"

"Apa yang kau lakukan?" ucap Ace secara spontan


yang membuat Nina menoleh kepadanya langsung.
Ace bahkan terkejut pada dirinya sendiri karena
telah berbicara dengan situasi yang seperti itu.
Tetapi Ace tidak bisa menahan dirinya, entah
mengapa ia tidak suka melihat Nina yang tidak
nyaman didekati oleh laki-laki tersebut.

"Apa?"

"Aku sudah lama menunggumu di halaman sekolah,


makan siang kita akan dingin jika kau berlama
lama disini" ucap Ace beralasan sambil
memiringkan kepalanya. Nina menautkan kedua
alisnya.

376
"Kau siapa?" tanya laki-laki tersebut risih karna
diganggu oleh Ace.

Ace menatapnya bosan "Aku? Seharusnya aku yang


bertanya kau siapa?"

Laki-laki itu menyipitkan kedua matanya


"Sebaiknya kau menjaga mulutmu, junior"

"Lalu aku harus diam saja melihat kekasihku


digoda oleh senior? Apa aku tidak boleh marah
karna aku seorang junior?" ucap Ace tajam. Ia tahu
Nina bukan kekasihnya. Namun, ia harus
mengatakan seperti itu supaya laki-laki tersebut
tidak mengganggu Nina lagi.

Laki-laki itu mendengus "Terserahlah. Lagipula dia


tidak pantas menjadi teman kencanku juga"

Mata Ace langsung menggelap ketika


mendengarnya. Ace mencengkram kerah seragam
laki-laki itu lalu mendorongnya ke loker "Dengar
brengsek...Jika satu-satunya orang yang tidak
pantas itu adalah kau! Dia adalah wanita yang
pantas akan segalanya, dan lelaki brengsek seperti
dirimu tidak akan pernah pantas bersamanya! Apa
kau mengerti?" ucap Ace dengan tajam yang
membuat laki-laki itu menelan ludahnya lalu
langsung kabur dari Ace.

377
"Senior katamu huh..." gerutu Ace.

Nina menatap Ace dengan mulut yang menganga.


Ace hanya melirik Nina sebentar lalu melangkah
pergi. Nina kemudian mengikuti langkah Ace.

"Ucapan terima kasih akan cukup bagiku" kata Ace.

"Ya tentu saja...Terima kasih..." ucap Nina kagum


akan apa yang telah diperbuat oleh Ace untuknya.

Ace melirik kotak hati yang dibawa Nina "Apa kau


akan memakan coklat yang diberikannya itu?"
tangan Ace berdenyut ingin mengambil kotak
tersebut dan membuangnya ke tanah lalu
menginjak-nginjaknya.

Nina melihat kotak di tangannya lalu dia berjalan


ke arah tempat sampah "Persetanan dengannya!" ia
kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Ujung bibir Ace terangkat melihatnya.

"Jadi...Apa kita akan ke halaman sekolah untuk


makan siang?"

Ace mengangkat satu alisnya "Kau tahu aku hanya


berkata seperti itu untuk menyelamatkanmu dari
tawaran lelaki brengsek itu, kan?"

378
Nina hanya mengangkat kedua bahunya sambil
terus mengikuti Ace.

"Jika kau mengikutiku, kau akan menjadi milikku"


ucap Ace.

"Apa maksudmu dengan milikmu?"

Ace menatap Nina "Itu artinya tidak ada yang bisa


memilikimu. Hanya aku...karna kau
milikku...mine..."

Nina menyembunyikan senyumnya lalu terus


mengikuti Ace "Mhmm...terserahlah..."

"Aku serius" peringat Ace "Kau tidak akan bisa lari


dari rengkuhanku jika kau menjadi milikku"

Nina hanya berjalan menuju halaman sekolah tidak


mendengarkannya. Ace terkekeh sambil
menggelengkan kepalanya.

Ini bertanda bahwa Nina sudah menjadi


kekasihnya, bukan?

♥♥♥

379
The Past 3
Ace sedang duduk di bangku taman dengan
headphones yang berada di telinganya dan matanya
tertutup sambil sesekali menggoyangkan kepalanya
mengikuti irama lagu yang didengarnya.
Merasakan seseorang duduk disampingnya, Ace
membuka matanya lalu menengok ke sampingnya
yang menampakkan sosok Nina dengan senyuman
yang lebar. Ace menurunkan headphones-nya ke
lehernya lalu meletakkan tempat makanan di
pangkuan Nina.

Nina menatap Ace dengan satu alis terangkat.

"Makanlah" ucap Ace tanpa melihat Nina.

"Aku tidak tahu kalau kau suka membawa bekal ke


sekolah" goda Nina.

Ace mendengus "Ibuku yang memaksaku untuk


membawanya"

"Jadi kau anak mommy huh?"

"Diam dan makan saja bekalnya" gerutu Ace.

380
Nina terkekeh lalu membuka tempat makan Ace.
Matanya luluh seketika "Awww..." Nina meletakkan
tangannya di dadanya ketika melihat isi makanan
Ace yang terdapat nasi berbentuk dua kepala
panda. Di belakangnya terdapat dua telur gelung,
satu chicken nuggets dan dua sosis. Terdapat bunga
kecil pula sebagai hiasan dan daun selada sebagai
alas makanan tersebut.

Pipi Ace memerah "Diamlah"

Nina mengangkat kedua tangannya "Aku tidak


bilang apa-apa" ujung bibir Nina terangkat sedikit.

Ace memutar kedua bola matanya. Dia


mengeluarkan bungkusan panjang dari tas
makannya lalu memberikannya ke Nina.

Nina membuka bungkusan tersebut yang berisi


sumpit di dalamnya. Ia menatap Ace sambil
mengangkat satu alisnya "Kau makan menggunakan
sumpit?"

"Aku lebih nyaman menggunakannya dan praktis


untuk dibawa"Ace mengangkat kedua bahunya.

Nina tersenyum. Ia kemudian mengambil sosis


dengan sumpit lalu memakannya, ia lalu mengambil

381
nasi dan memasukkannya ke mulut sambil
mengunyahnya.

"Mhmm..." desah Nina.

Ujung bibir Ace terangkat melihat Nina yang


menikmati bekalnya. Untuk pertama kalinya, Ace
senang ibunya memaksanya untuk membawa bekal
ke sekolah. Mulai sekarang ini, ia akan lebih sering
membawa bekal untuk diberikan kepada Nina.

"Apa kau tidak makan?" tanya Nina.

Ace hanya menggelengkan kepalanya


"Habiskanlah" perutnya kenyang hanya melihat
Nina makan selahap itu.

Nina mengambil telur gulung lalu mengangkatnya


ke arah Ace.

Ace terdiam menatap Nina lalu perlahan membuka


mulutnya dan memakan telur gulung tersebut. Nina
tersenyum. Dia mengambil nasi lalu menyuapi Ace
kembali.

Makan siang pun berjalan dengan Nina dan Ace


yang makan bersama.

382
Setelah selesai makan, Nina menutup tempat makan
Ace dan menaruh sumpit di bungkusannya kembali
lalu menaruhnya di tas makan Ace.

Nina menatap Ace sambil tersenyum. Ace terkekeh


melihatnya.

"Apa?" alis Nina tertaut menjadi satu.

Ace terkekeh "Ada nasi di bibirmu" dia mengusap


ujung bibir Nina dengan ibu jarinya hingga nasi itu
terjatuh.

Ibu jari Ace berhenti di bibir Nina, matanya


menatap mata Nina dengan intense. Perlahan Ace
mendekati wajah Nina lalu menautkan bibirnya
dengan bibir Nina. Mata Ace terpejam menikmati
rasa bibir Nina yang manis dan lembut. Jantungnya
berdetak tak karuan merasakan ciuman yang luar
biasa itu.

Ace melepaskan tautan bibirnya lalu menatap Nina


masih dengan kening yang saling menempel.

"Mengapa kau menciumku?" bisik Nina dengan


napas memburu.

"Karna aku ingin..." ucap Ace dengan mata yang


gelap.

383
"Mengapa kau melakukannya tiba-tiba?!" Nina
menjauh dari Ace sambil menatapnya, tidak
percaya apa yang baru saja Acelakukan.

"Kau bertingkah seolah-olah itu adalah ciuman


pertamamu" dengus Ace.

Nina terdiam.

Ace membulatkan matanya ketika Nina tidak


menjawab "Itu benar ciuman pertamamu?"

Nina memalingkan wajahnya. Pipinya merah


seperti tomat "Memangnya itu bukan ciuman
pertamamu juga?"

Ace terdiam. Itu memang bukan ciuman


pertamanya...Ia pernah dicium oleh seorang
perempuan ketika ia masih di Sekolah Menengah
Pertama, itupun bibir mereka hanya menempel
setelah itu Ace buru-buru menjauhkan dirinya dari
perempuan tersebut, Ace tidak pernah mencium
perempuan selama masa remajanya... Nina
perempuan pertama yang Ace cium.

Itu termasuk ciuman pertama bukan?

Nina mendengus "Apa kau selalu mencium


perempuan yang dekat denganmu?!" ucap Nina
marah.

384
Ace menggigit bibir bawahnya, menahannya untuk
tertawa. Ia tahu Nina marah namun mengapa ia
sangat manis ketika cemburu...

"Hanya kamu" ucap Ace sambil tersenyum.

Nina menatap Ace tidak percaya "Terserahlah"

Ace menggengam tangan Nina "Percayalah. Hanya


kamu" ucapnya sambil menangkup dagu Nina.

Nina
Hanyabukan
Ninaperempuan
yang Ace ing
laiin...
n cium bibirnya...Hanya

♥♥♥

385
The Past 4
Dean sedang berjalan di koridor sekolah dengan
tas di bahunya dan earphone di telinganya.
Kepalanya digoyangkan mengikuti irama lagu yang
didengarnya. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika
melihat seorang perempuan cantik yang sedang
berjalan ke arahnya dengan buku di tangannya.

Napas Dean terhenti seketika. Perempuan tersebut


berhasil mengambil napasnya. Dengan rambut
panjang hitam yang tergerai bergelombang dan
wajah yang mempesona, alis tebal, hidung kecil dan
mancung, bibir tebal dan merah yang kontras di
kulit putihnya...Perempuan tersebut layaknya keluar
dari surga...

Dean menginginkannya...Ia menginginkan


perempuan tersebut menjadi miliknya...

Tanpa sadar, Dean melangkah ke arah perempuan


tersebut lalu menabraknya dengan sengaja
sehingga membuat buku-buku yang dipegang
perempuan itu terjatuh di lantai.

"Maafkan aku" ucap Dean lembut, ia langsung


berjongkok membantu perempuan itu mengambil
bukunya.

386
"Tidak apa-apa"jawabnya sambil berdiri dengan
bukunya lalu menatap Dean.

Dean terhipnotis akan mata yang berwarna coklat


hazel itu.

"Aku Dean" ucap Dean buru-buru memperkenalkan


dirinya, ia mengulurkan tangannya.

Perempuan itu menjabat tangannya, Dean bisa


merasakan rasa hangat dari tangan tersebut dan oh
tuhan .................betapa lembutnya tangan itu...

"Nina..." ucapnya dengan senyuman lebar. "Nina..."

gumam Dean. Sejenak ia hanya


memperhatikan wajah Nina.

"Um...Kalau begitu aku pergi dulu, senang


berkenalan denganmu" ucapnya lalu langsung pergi
dari hadapan Dean sebelum Dean bisa
menghentikannya.

Dean akhirnya hanya menatap punggung Nina. Ia


tersenyum lebar sambil terkekeh lalu kembali lagi
berjalan dengan pikiran bagaimana cara untuk
menaklukkan hati Nina.

~♥♥♥~

387
Ace mengernyitkan dahinya ketika Nina keluar dari
gedung sekolah dengan rambut yang tergerai.

Nina melihat Ace yang berada di parkiran sekolah


dengan sepeda yang berada disampingnya. Nina
kemudian tersenyum sambil menghampiri Ace.

"Hey..." sapa Nina dengan senyuman lebar.

Ace tersenyum balik, tangannya menelusuri helaian


rambut Nina "Mengapa kau menggerai rambutmu?"

"Karena aku ingin?" jawab Nina bingung.

"Ikatlah rambutmu" ucap Ace.

"Mengapa memangnya?"

"Kau terlalu cantik..." gumam Ace yang membuat


pipi Nina merona "Aku tidak ingin para murid
lelaki menatapmu"

Nina memutar kedua bola matanya "Kau


berlebihan"

"Percayalah Nina...Bahkan ketika kau di kelas, aku


menyadari ada beberapa murid lelaki yang
menatapmu"

"Aku tidak mempedulikan mereka"

388
"Aku tahu..." ucap Ace lembut "Tapi tetap
saja...Apa kau ada ikatan rambut?"

Nina mengeluarkan ikat rambutnya dari saku


seragamnya yang langsung diambil oleh Ace. Ace
kemudian menyatukan rambut Nina kesamping lalu
mengepangnya, terakhir ia mengunci kepangannya
dengan ikat rambut tersebut.

Nina menatap Ace terkejut "Kau bisa mengepang?"

"Aku punya teman dekat perempuan, dia yang


mengajariku"Ace mengangkat kedua bahunya.

"Oh..."

"Apa kau sudah ingin pulang?"

"Hmm...Ya. Kalau begitu aku duluan, aku takut


ketinggalan bis"

"Dimana rumahmu?"

Nina menautkan kedua alisnya "Di perumahan


Taman Anggrek, mengapa?"

"Aku juga tinggal di daerah itu, mari aku antar"


Ace mengambil sepedanya lalu menaikinya
"Naiklah"

389
Nina menatap sepeda Ace.

"Mengapa? Kau tidak ingin naik sepeda?"

"Bukan begitu...Jalanannya cukup jauh, apa kau


tidak keberatan memboncengku selama itu?"

"Kalau aku keberatan, aku tidak akan


menawarkanmu bukan?"Ace menaikkan satu
alisnya "Ayo cepat naiklah"

Nina menggigit bibir bawahnya "Baiklah..." ia


duduk di belakang Ace sambil memegangi seragam
Ace.

Ace menarik kedua tangan Nina sehingga ia


melingkarkan tangannya disekitar perut Ace
"Begitu lebih baik..."

Wajah Nina memerah.

~♥♥♥~

Ace memberhentikan sepedanya di depan rumah


Nina. Ia menautkan kedua alisnya "Apa benar ini
rumahmu?"

"Hmm" gumam Nina sambil turun dari sepeda "Ada


apa?"

390
Ace menggigit bibirnya lalu terkekeh "Kurasa alam
semesta memang sengaja mempertemukan kita..."

Nina menautkan kedua alisnya bingung.

Ace tersenyum lalu ia menunjuk rumah yang berada


disamping Nina "Aku tinggal disebelahmu"

Nina membulatkan kedua matanya "Benarkah? Kita


tetangga? Mengapa aku tidak pernah melihatmu
selama ini?"

"Aku bara saja pindah, itu rumah nenekku"

"Oh..."

"Apa kamarmu terdapat boneka unicorn besar dan


dinding yang berwarna pink?"

Pipi Nina merah "Bagaimana bisa kau tahu?"

"Kamarmu tepat berada disebrang kamarku,


terkadang aku bisa melihat kamarmu melalui
jendelaku karena kau sering membuka gorden
jendela kamarmu"Ace terkekeh.

Pipi Nina semakin merah. Lain kali ia akan lebih


sering menutup gordennya "Boneka itu punya
adikku..."

391
Ace menaikkan satu alisnya "Umm...begitu?"

Nina memalingkan wajahnya malu "Kalau begitu


aku pergi dulu, sampai ketemu besok" Nina buru
buru pergi menuju rumahnya.

Ace tersenyum sambil melihat Nina. Kekasihnya


ternyata hanya beberapa langkah dari rumahnya...

Ace menggelengkan kepalanya sambil memasuki


sepedanya ke halaman rumahnya.

Apa ini mungkin takdir?

♥♥♥

392
The Past 5
Ace sedang menunggu Nina di depan rumahnya
dengan sepeda. Sudah beberapa minggu ini ia pergi
dan pulang bersama Nina semenjak ia tahu bahwa
Nina tinggal disebelah rumahnya. Ace bahkan
terkadang mencuri pandangan ke jendela kamar
Nina untuk melihat apa yang sedang Nina lakukan.

Ace menggelengkan kepalanya. Ia bertingkah laku


layaknya ia pria yang sedang jatuh cinta...

Lamunan Ace terbuyarkan disaat ia melihat


seorang laki-laki yang kelihatannya berumur
sekitar 40-an, keluar dari rumah Nina sambil
menatap tajam Ace.

Ace menautkan kedua alisnya ketika orang tersebut


melambaikan tangannya menyuruh Ace untuk
mendekat kepadanya.

Ace turun dari sepedanya lalu mendekati orang


tersebut.

"Ya sir?" tanya Ace bingung.

393
"Apa kau yang selama ini mengantar Nina ke
sekolah dan membawanya pulang?" tanya orang itu
dengan tatapan tajam.

"Um..."

"Dad..." Ace menoleh ke belakang laki-laki itu dan


melihat Nina yang keluar dari rumahnya sambil
merengek.

Dad?

Ace membulatkan matanya sambil menatap laki-laki


yang ada di depannya yang ternyata ayah dari
Nina.

"Masuklah dan habiskan sarapanmu" ucap


ayahnya.

"Nina..."
Tapi---" ucap ayahnya dengan peringatan.

Nina menggeram lalu masuk kembali ke dalam


rumahnya.

Ayah Nina kembali lagi menatap Ace "Ikutlah


denganku" dengan begitu ia pergi ke halaman
belakang rumahnya. Ace dengan ragu-ragu
mengikutinya.

394
Ayah Nina memasuki semacam rumah kecil terbuat
dari kayu yang berada di belakang halaman
rumahnya. Ace ikut memasuki rumah tersebut
sambil melihat isi di dalam ruangan itu yang
terdapat alat-alat bangunan.

Ayah Nina mengambil sebuah celurit yang


digantung di dinding, ia kemudian mengasah celurit
tersebut di sebuah meja "Siapa namamu?"

Suara decitan yang tajam dari celurit tersebut


membuat Ace meringis "Um...Ace sir"

"Kau selama ini mengantar Nina ke sekolah dan


mengantarnya pulang dengan sepedamu?"

"Umm...ya sir..."

Ayah Nina menggumam. Ia kemudian memegang


celurit di tangannya sambil mengibas-ngibaskannya
ke udara "Dengar
Jika aku melihat Nina tergores sedikit saja akibat
jatuh atau kecelakaan karena kau..." ayah Nina
memukul meja dengan celuritnya sehingga celurit
tersebut menancap ke meja tersebut "Alat
kelaminmu yang akan jadi bayarannya"

Ace menelan ludahnya, kedua tangannya dengan


spontan menutupi kemaluannya.

395
Ayah Nina menyatukan kedua tangannya sambil
tersenyum sadis ke arah Ace "Kalau
begitu...Antarkan Nina sekarang sebelum dia telat,
kau tidak mau organ tubuhmu yang lain yang akan
menjadi bayarannya kalau dia telat bukan?"

Ace langsung pergi dari ruangan yang mengerikan


itu lalu buru-buru pergi ke sekolah bersama Nina.

~♥♥♥~

Sudah sekitar 6 bulan lebih Ace berkencan dengan


Nina. Selama 6 bulan itu masa sekolahnya dipenuhi
dengan tebaran dan pesona cinta. Ace merasa
sangat bahagia.

Ketika Ace ingin pergi ke halaman sekolah untuk


menemui Nina, langkahnya terhenti melihat seorang
perempuan berambut pirang kemerahan yang
keluar dari ruangan kepala sekolah.

Mata Ace melebar "Vanessa..." ucapnya dengan


senyuman lebar lalu menghampiri Vanessa
kemudian memeluknya.

"Woah..." Vanessa terkejut ketika dipeluknya "Tidak


perlu berlebihan..."

396
Ace melepaskan pelukannya masih dengan
senyumannya yang lebar "Mengapa kau ada disini?
Apa kau akan sekolah disini?"

"Ayahku pergi lagi ke luar negeri" ucap Vanessa


dengan kedua bahu yang diangkat.

Ace terdiam. Ia ingat sekali dulu Vanessa sangat


girang mendengar ayahnya baru pulang dari luar
negeri. Matanya berbinar dan senyumannya lebar.
Ayah Vanessa sangat jarang pulang ke rumah. Ia
biasanya berkelana ke luar negeri untuk berbisnis,
mengetahui ayahnya pulang untuk pertama kalinya
selama 5 tahun membuat Vanessa sangat senang.
Dan Ace rasa kesenangannya itu hancur karena
ayah Vanessa yang memutuskan untuk pergi lagi ke
luar negeri. Ace bisa merasakan kesedihannya
ketika melihat wajah Vanessa sekarang...

"Lalu...mengapa kau ada disini?" tanya Ace pelan.

"Aku tidak ingin berada di rumah..."jawab Vanessa


"Anggap saja aku kesepian oleh karena itu aku
ingin pindah kesini...Aku ingin satu sekolah
denganmu, kau teman satu-satunya yang mengerti
keadaanku, jadi kurasa kau bisa menghiburku
sehingga aku tidak merasa kesepian"

Mata Ace melembut mendengarnya. Ia dan Vanessa


sangat dekat layaknya saudara kandung. Mereka

397
sudah bersama-sama semenjak bayi "Tentu
saja...aku senang kau disini"Ace memeluk Vanessa
lagi "Ayolah, kuperkenalkan kau dengan seseorang"
Ace menuntun Vanessa ke halaman sekolah.

"Jangan bilang kau punya kekasih?"

Ace tersenyum "Begitulah"

Vanessa menautkan kedua alisnya lalu mengalihkan


pandangannya dari Ace.

Ace melihat Nina yang seperti biasanya duduk di


bangku halaman sekolah. Ia tersenyum lebar lalu
menghampirinya dengan Vanessa yang
mengikutinya dari belakang.

"Hey..." sapa Nina pelan ketika Ace berada di


depannya.

Ace tersenyum "Hey... Perkenalan ini Vanessa" Ace


menaruh tangannya di bahu Vanessa yang kini
berada disampingnya itu.

"Hai..." sapa Nina tersenyum, dalam dirinya ia


bingung hubungan antara Vanessa dengan Ace.

"Hello" sapa Vanessa dengan lembut.

398
"Dia teman masa kecilku, ia baru saja pindah
kemari...Aku harap kau bisa menjadi temannya
disini" ujar Ace dengan senyuman lebar.

Nina memainkan jarinya, ia merasa canggung


berada didekat Vanessa "Umm...tentu saja"

Ace masih tersenyum lebar "Baiklah, kalau begitu


mari kita ke cafeteria untuk makan bersama" Ace
menggenggam tangan Nina lalu pergi dengan
Vanessa yang mengikuti mereka berdua.

Selama mereka makan, Nina hanya bercakap-cakap


dengan Vanessa sedikit. Dia merasa canggung
berbicara dengan Vanessa. Bukan karna Vanessa
teman masa kecil Ace. Bukan juga karna Nina
cemburu padanya. Dia hanya tidak merasa nyaman
berbicara dengannya. Sama saja seperti kau
bertemu dengan seseorang dan kau berbicara
padanya dan kau bisa merasakan kalau kau tidak
akan cocok dengannya...Ya seperti itulah yang Nina
rasakan pada Vanessa...

♥♥♥

399
The Past 6
Nina keluar dari gedung sekolah, matanya
langsung menangkap sosok Ace yang sedang
berbicara dengan Vanessa di parkiran sekolah.
Nina perlahan menghampiri mereka.

Ace yang melihat Nina berjalan ke arahnya


langsung tersenyum. Ketika Nina sudah berada di
jangkauannya, ia langsung mengecup pipi Nina.

"Kalau begitu, aku duluan" ucap Vanessa lalu


menjauh dari Ace dan Nina.

"Hati-hatilah" ucap Ace sambil melihat Vanessa


yang pergi masuk ke mobilnya bersama drivernya.

"Sudah siap untuk pulang?" tanya Ace pada Nina.

Nina tersenyum lalu mengangguk.

Mereka pun pulang berboncengan dengan sepeda.


Ketika Ace ingin berbelok, sekumpulan anak kecil
berlari ke arahnya sehingga membuat Ace
mendadak berhenti dan kehilangan kendali
mengendarai sepedanya. Mereka pun terjatuh.

400
Nina menggeram, ia bisa merasakan lututnya sakit
karna terkena aspal.

Ace langsung berjongkok menghampirinya


"Hey...Apa kau baik-baik saja?"Ace melihat lutut
Nina yang berdarah, matanya langsung membulat
"Oh Nina...Apa sakit? Apa yang harus kulakukan?"

Nina berdiri dengan bantuan Ace sambil meringis


"Tidak apa...Hanya perih"

"Apa kau yakin?" Ace menautkan alisnya khawatir.

"Ya...Ayo kita lanjut untuk pulang... matahari sudah


mau terbenam"

Ace memperhatikan lutut Nina yang berdarah


"Mengapa seragam sekolah kita roknya pendek..."
gerutunya yang membuat Nina tertawa.

Ace melepaskan sweater yang dipakainya lalu


melilitnya ke sekitar lutut dan kaki Nina kemudian
mengikatnya.

Ace menatap hasil karyanya dengan bangga


"Oke...Ayo kita pulang"

~♥♥♥~

401
Ace memberhentikan sepedanya di depan rumah
Nina. Ia kemudian menelan ludahnya ketika ayah
Nina berada di depan rumahnya "Mati aku..."
gumam Ace.

Nina turun dari sepeda lalu menatap Ace "Terima


kasih untuk hari ini"

"Umm...ya..." Ace melirik ayah Nina. Akan tidak


sopan jika Ace langsung masuk ke rumahnya tanpa
menjelaskankapa
kuantarkan u masuk
yang terjadi
ke dalam"
pada Nina..."Akan

"Kau tidak perlu"

"Aku ingin" Ace turun dari sepedanya lalu


mengantar Nina ke pintu rumahnya.

"Dad..." sapa Nina lalu memeluk ayahnya.

Ayahnya memeluk Nina kembali lalu matanya


tertuju kepada lilitin sweater yang berada di
kakinya "Mengapa dengan kakimu"

Ace menelan ludahnya "Um... sebenarnya sir---"

"Hanya luka kecil" sela Nina.

Ayahnya mengernyitkan dahinya lalu melepas lilitin


sweater tersebut dari kaki Nina. Matanya langsung

402
menatap Ace tajam ketika melihat bekas darah yang
berada di lutut Nina.

"Kau---"

Ace menutup matanya siap untuk mati.

"George! Biarkan anak malang itu! Sudah cukup


kau menakutinya!" suara dari ibu Nina terdengar
dari dalam.

"Dia melukai Nina!" geram George.

Ibu Nina keluar dari rumah sambil berkacak


pinggang. Ia melihat luka di lutut Nina lalu
mengibaskan tangannya "Hanya luka kecil"

"Carissa---"

"Kebetulan sekali Ace, aku membuat biskuit" ibu


Nina masuk ke dalam lalu keluar lagi membawa
toples yang berisi biskuit "Ini untukmu, bawalah"

Ace dengan ragu-ragu menerimanya "Terima kasih


Mrs. Wilson..."

Ibu Nina hanya tersenyum "Kalau begitu pulanglah,


matahari sudah terbenam"

403
Ace tersenyum. Ibu Nina selalu memperlakukannya
dengan hangat...Tidak seperti ayah Nina...Ace
melirik ayah Nina yang menatapnya tajam lalu
dengan cepat ia mengucapkan terimakasih kepada
ibu Nina dan mengucapkan selamat tinggal kepada
Nina kemudian langsung pergi ke rumahnya.

Ace menghela napas lega. Tangannya ditaruh di


dadanya. Untung saja...Nyawanya masih berada di
tubuhnya...

~♥♥♥~

Nina sedang sibuk menulis di bukunya ketika tiba


tiba Ace datang duduk disampingnya sambil
mengatakan "Orang tuaku ingin bertemu
denganmu..."

Nina menatap Ace dengan sebelah alis terangkat


"Benarkah"

Ace menopang dagunya di meja sambil menatap


Nina "Mereka melihatku selalu memboncengmu
ketika akupenasaran
akhirnya pergi dan dan
pulang
memaksaku
sekolah...Mereka
untuk

mengajakmu makan malam hari ini"

Nina membulatkan matanya "Malam ini?"

"Ya, kau tidak perlu datang jika tidak mau..."

404
Nina menggigit bibir bawahnya "Apa orang tuamu
galak?"

Ace tertawa "Tidak segalak ayahmu..."

Nina tersenyum "Kalau begitu aku mau datang"

~♥♥♥~

Ace menggelengkan kepalanya melihat kedua orang


tuanya dan neneknya yang menyiapkan makan
malam dengan keributan. Ibunya memasak
berbagai macam makanan dengan sibuk, ayahnya
yang kewalahan menata meja makan dengan
neneknya yang terus memarahinya karena
melakukannya dengan tidak benar...

Ace pusing melihatnya.

"Dia hanya datang seorang diri, mengapa kalian


ribet sekali menyiapkan makan malam ini?" Ace
mendesah.

Semuanya langsung berhenti mengerjakan


pekerjaan mereka lalu menatap Ace.

"Semuanya harus sempurna, dia kekasihmu!" ucap


ibunya yang membuat Ace menggeram.

405
"Ya dan aku sangat semangat untuk bertemu
dengannya!" pekik ayahnya senang.

"Lalu mengapa jika dia kekasihku?" geram Ace.

"Dia kekasih pertamamu! Kau tidak pernah sedekat


ini dengan perempuan selain Vanessa" ucap
neneknya.

Ace hanya menghela napas panjang.

Tiba-tiba bel rumahnya berbunyi yang membuat


keluarga itu panik dan buru-buru menyelesaikan
persiapan mereka.

Ace memutar kedua bola matanya lalu ingin


membukakan pintu rumah. Langkahnya terhenti
ketika mendengar ayahnya yang batuk-batuk tak
karuan.

"Dad?" ucap Ace khawatir.

Neneknya mengusap-usap punggung ayahnya


begitu juga dengan ibunya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Ace "Aku akan


mengatakan kepada Nina kalau makan malamnya
batal--"

406
"Tidak" ayahnya menggeram sambil memegangi
dadanya "Aku tidak apa-apa. Aku ingin bertemu
dengannya"

"Tapi---"

"Biarkan dia masuk"

Ace menghela napas panjang lalu mengangguk. Ia


kemudian pergi membuka pintu rumahnya.

Ace tersenyum ketika melihat Nina yang memakai


dress hitam berada di depan rumahnya dengan
toples berisi biskuit yang berada di tangannya.

Nina tersenyum sambil mengangkat toplesnya "Dari


ibuku"

"Terima kasih"Ace menerima toples tersebut


"Masuklah"

Malam itu...Makan malam mereka berjalan dengan


penuh tawa yang hangat.

♥♥♥

407
The Past 7
Nina menautkan kedua alisnya ketika ia tidak
melihat Ace di depan rumahnya. Ia pun pergi ke
rumah Ace lalu mengetuk pintunya. Tak lama
kemudian, pintunya terbuka menampakkan sosok
nenek Ace.

"Oh Nina..." nenek Ace tersenyum tipis ke arahnya


"Ace tidak bisa mengantarmu...Ia tidak masuk
sekolah untuk hari ini"

"Oh? Apa dia sakit?" tanya Nina khawatir.

Nenek Ace menggelengkan kepalanya "Aku tidak


bisa menjelaskannya padamu, kau tunggu saja
sampai Ace mengabarimu"

"Um...baiklah terima kasih"

Nina pergi dari rumah Ace dengan beribu macam


pertanyaan.

Ada apa dengan Ace?

~♥♥♥~

Nina mendesah sambil melihat tempat duduk Ace


yang berada disampingnya. Ia merindukan Ace...

408
Disaat bel istirahat berbunyi, Nina buru-buru
keluar dari kelasnya lalu menelpon Ace.

Setelah beberapa menit, Ace tidak menjawab


telponnya. Nina mencobanya beberapa kali namun
tetap saja tidak dijawab.

Nina mendesah. Mengapa Ace menghilang dan


tidak bisa dihubungi?

Nina akhirnya memutuskan untuk bertanya pada


Vanessa. Ia berjalan ke kelas Vanessa lalu bertanya
kepada anak murid lelaki yang berada disitu.

"Apa kau melihat Vanessa?" tanya Nina.

Murid lelaki tersebut menggelengkan kepalanya


"Vanessa tidak masuk sekolah"

Nina mengernyitkan dahinya "Umm... baiklah.


Terima kasih"

Nina pergi sambil berpikir mengapa Ace dan


Vanessa bisa tidak masuk sekolah secara
bersamaan. Nina menggelengkan kepalanya lalu
memutuskan untuk tidak memikirkannya. Ia
akhirnya pergi ke halaman sekolah seperti biasanya
untuk makan siang.

409
Ditengah-tengah Nina memakan sandwich yang
dibelinya di cafetaria sekolah, handphonenya
berdering yang langsung diangkat olehnya.

"Hey..."
Halo?" bisa didengar suara Ace yang lelah.

"Hey..." bisik Nina "Apa kau baik-baik saja?"

"Mhm..." gumam Ace.

"Mengapa kau tidak sekolah? Ada apa denganmu?"

"Ayahku punya penyakit kanker..."

Napas Nina berhenti ketika mendengarnya.

"Semalam, penyakitnya kumat, aku dan ibuku


langsung membawanya ke rumah sakit"

"Apa kau masih berada di rumah sakit sekarang?"

"Ya..." bisik Ace lelah "Dokter bilang, ayahku tidak


bisa melakukan perawatan di rumah kembali...Ia
harus dirawat di rumah sakit sampai ia sembuh..."

"Oh Ace..." Nina ikut sedih mendengarnya.

410
"Jangan khawatirkan aku" ucap Ace "Aku akan
baik-baik saja. Dia pasti akan sembuh"

Nina ingin menangis mendengarnya. Nina tidak


ingin pesimis namun penyakit kanker bukanlah
penyakit flu yang bisa hilang begitu saja...ia ragu
ayah Ace bisa sembuh dari penyakitnya...Apa yang
akan terjadi pada Ace jika ayahnya tidak sembuh?
Nina takut memikirkan hal tersebut...

"Okay..." bisik Nina tidak tahu harus berkata apa


"Kau jagalah kesehatanmu. Aku berharap ayahmu
akan baik-baik saja..."

"Ya...Terima kasih Nina..."

~♥♥♥~

Selama empat bulan, Nina jarang bertemu dengan


Ace karna ia sibuk akan urusannya dengan ayahnya
yang berada di rumah sakit. Semakin hari Nina
semakin merasa Ace menjauh darinya. Sudah
beberapa kali Nina mencoba untuk mendekati Ace
supaya Ace bisa bicara padanya tentang apa yang
dirasakannya, namun Ace menghindari
perbincangan tentang kondisi ayahnya maupun
perasaan yang dirasakannya tentang hal tersebut...

411
Nina merasa tidak berdaya karena tidak bisa
melakukan apa-apa...Ia hanya bisa berharap yang
terbaik untuk Ace.

~♥♥♥~

Hari itu adalah hari yang terburuk bagi Ace. Langit


tertutupi oleh awan yang berkabut. Angin bertiup
kencang membawa aura dingin yang hampir
membuatnya merinding. Burung-burung berkicau
layaknya memanggil pertolongan. Semuanya gelap
dan suram. Namun, Ace tidak ingin berpikiran
negatif. Ia yakin bahwa hari itu hanyalah hari
dimana hujan akan datang dengan biasanya.

Dengan langkah yang berat, ia memasuki rumah


sakit dengan satu tangkai mawar di tangannya.
Hatinya mulai berdegup kencang tak beraturan dan
keringat mulai bercucuran di dahinya. Tangannya
gemetar seakan ingin memberitahunya bahwa ada
yang tidak beres.

Lagi-lagi Ace menghiraukannya. Ia berpikir bahwa


itu hanya perasaannya saja.

Langkah kakinya terhenti di pintu kamar ayahnya.


Sudah beberapa kali ia mengunjungi ayahnya yang
sakit kanker, namun ia tidak pernah merasakan
hatinya seberat ini untuk membuka pintu kamarnya.

412
Tenggorokannya seketika kering dan ia keringat
dingin.

Ace menghirup napas dalam-dalam lalu


mengeluarkannya perlahan, kemudian ia membuka
pintu kamar ayahnya.

Hari itu bukanlah hari biasa dimana turunnya


hujan pada musimnya. Hari itu masih termasuk
musim kemarau. Pada hari itu langit bukan
menurunkan hujan, tetapi langit meneteskan air
mata. Angin dingin yang Ace rasakan adalah pesan
kesedihan. Burung-burung yang berkicau adalah
suara tangisan. Hari itu hari dimana alam semesta
berduka untuk seseorang.

Dengan hati yang seketika berhenti, Ace menatap


ibunya yang menangis sambil memeluk ayahnya
yang tertidur di ranjang rumah sakit dengan
monitor yang mengeluarkan suara panjang tak
berhenti dan menunjukkan garis datar.

Setangkai mawar yang ditangannya yang bertujuan


untuk hadiah sekarang menjadi tanda untuk ucapan
selamat tinggal.

Seseorang yang telah lama menjadi tulang


punggungnya kini telah beristirahat untuk
selamanya.

413
~♥♥♥~

Ace tidak menangis selama pemakaman ayahnya. Ia


tidak menangis melihat ayahnya dikubur di tanah.
Ia tidak menangis melihat ibunya yang menangis
histeris di papan batu yang tertulis nama ayahnya.
Ia tidak menangis melihat orang-orang menatapnya
dengan tatapan iba.

Sebut saja ia tidak peduli. Tetapi di dalam lubuk


hatinya, Ace hancur. Mungkin ia tidak menangis
dari luar tetapi ia menangis dari dalam. Hatinya
menjerit berteriak kalau ini tidak adil. Apa yang
terjadi padanya tidak adil.

Sepanjang pemakaman berlangsung, Ace tidak


ingin menatap siapapun. Ia bahkan tidak ingin
menatap Nina.

Setelah ayahnya dikubur, hujan turun dengan deras


membasahi mereka. Semua orang langsung berlari
ke tempat teduh. Ace hanya terdiam mematung di
depan kuburan ayahnya tanpa mempedulikan hujan
yang membasahinya ataupun betapa dinginnya
hujan tersebut mengenai kulitnya. Ace rasanya mati
rasa melihat papan nama ayahnya tersebut.

Hans Jeremiah Dormant.

1 Januari 1968 - 24 Desember 2008

414
Sebuah tangan yang menyentuh bahunya membuat
Ace memalingkan wajahnya dari papan nama itu
lalu menatap pemilik tangan tersebut.

Nina menatapnya dengan raut wajah yang khawatir


"Ace--"

Ace pergi sebelum Nina bisa mengatakan apa-apa.


Tangannya ditarik oleh Nina yang langsung ditepis
olehnya.

"Enyahlah" ucapnya dingin lalu pergi dari tempat


tersebut dengan hujan yang membasahinya.

~♥♥♥~

Ace pulang ke rumah pada malam hari dengan baju


yang basah kuyup. Ibu dan neneknya menunggunya
di sofa dengan khawatir.

"Ace---"

Ace langsung pergi ke kamarnya sebelum mereka


bisa berbicara. Ia membanting pintu kamarnya lalu
menatap sekeliling kamarnya. Hampa. Rasanya
hampa di hatinya...

Tak sengaja ia melihat Nina dari jendela kamarnya.


Ia terlentang di tempat tidurnya sambil membaca
buku. Tanpa pikir panjang, Ace membuka

415
jendelanya lalu melompat dari jendela kamarnya ke
balkon kamar Nina. Ia kemudian mengetuk jendela
kamar Nina pelan.

Nina mendongak, matanya membulat melihat Ace di


depan jendelanya. Ia langsung membuka jendelanya
"Ace ..................................................."

Ace tanpa basa-basi masuk ke kamar Nina lalu


memeluk Nina erat. Nina terdiam sejenak lalu
kembali memeluknya tanpa mempedulikan baju Ace
yang basah.

Tangisan yang dipendam Ace pun keluar. Dengan


perasaan yang campur aduk, ia menangis terisak
isak di pelukan Nina.

♥♥♥

416
The Past 8
Ace mengerang ketika satu pukulan lagi mengenai
perutnya. Kedua tangannya ditahan oleh dua orang
sedangkan satu orang lagi terus memukuli wajah
dan perutnya. Bisa dirasakan olehnya darah keluar
dari mulutnya akibat pukulan tersebut.

Salah satu orang dari sekumpulan geng itu


menendang Ace sehingga ia terjatuh. Ace terbatuk
batuk mengeluarkan darah dari mulutnya. Ia
meringis merasakan sakit yang menjalar ke seluruh
tubuhnya. Wajahnya mati rasa.

Ketua dari geng tersebut melangkah ke arah Ace


lalu berjongkok. Ia meremas kedua pipi Ace dengan
satu tangannya yang membuat Ace meringis
"Dengar...Jika ibumu tidak membayar cicilan
hutangnya selama 3 bulan terakhir ini, maka kau
yang akan jadi bayarannya mengerti?"

Ketika Ace tidak menjawab, orang itu meremas


kencang kedua pipinya, Ace menutup kedua
matanya lalu membukanya tajam "Kau tidak perlu
khawatir tentang itu... Aku akan membayarnya"

Orang itu tertawa yang kemudian diikuti oleh anak


buahnya "Terserahlah, pastikan uangku ada

417
minggu ini" ia menepuk pipi Ace dengan senyuman
yang sadis lalu pergi bersama anak buahnya.

Ace memegangi perutnya sambil mengerang.


Matanya terpejam erat merasakan sakit yang ada di
tubuhnya.

~♥♥♥~

Ace pulang ke rumahnya diam-diam. Ia tidak ingin


ibunya melihat anaknya babak belur seperti itu.
Sudah cukup ibunya sakit akan kehilangan
pasangan hidupnya.

Ace memasuki kamarnya lalu menguncinya. Ia


melihat ke kamar Nina melalui jendelanya yang
menampakkan Nina sedang menulis di meja
belajarnya. Ace buru-buru menutup gorden
jendelanya. Untuk pertama kalinya, ia tidak ingin
Nina melihat ke dalam kamarnya.

Ace membuka kotak obatnya, ia kemudian


mengobati luka-luka yang berada di wajah dan
perutnya secara perlahan. Matanya terpejam erat
dan giginya menggigit pipi bagian dalamnya
menahan rasa sakit yang dirasakannya.

Setelah mengobati lukanya, ia mencari tahu tentang


orang-orang yang menghajarnya tadi. Setelah
berjam-jam mencari di internet, ia menemukan

418
sebuah artikel tentang geng mafia yang sedang
meraja lela di daerahnya itu.

Geng mafia tersebut adalah orang-orang yang


menghajarnya tadi. Dan ketua mafia tersebut
adalah Leonard yang rupanya orang yang
meminjamkan sejumlah uang kepada ibunya.

Ace keluar dari kamar lalu diam-diam pergi ke


ruangan kerja ayahnya berusaha untuk
mendapatkan info dari mafia tersebut. Ia
menemukan sebuah berkas yang membuatnya shock
akan melihatnya.

Berkas tersebut berisi laporan akan ibunya yang


meminjam uang sebesar 1 miliyar kepada mafia
tersebut. Dan yang baru dilunasi hanya sebesar 50
juta saja. Benar kata Leonard sebelumnya, kalau
ibunya itu belum membayar cicilan selama 3 bulan
terakhir.

Kaki Ace lemas seketika. Bagaimana ia akan


membayar lunas hutang ini? Ia tahu betul kalau
ibunya itu tidak punya uang sebesar itu.
Pekerjaannya sebagai waitress bahkan tidak
mencukupi kebutuhan sehari-harinya apalagi
membayar hutang tersebut. Belum lagi bunga yang
harus dibayar yang jumlahnya sangat besar...
Darimana Ace mendapatkan sejumlah uang ini?

419
Ace melihat lagi berkas tersebut. Ia menyadari
bahwa ibunya meminjam uang pada tanggal 12
Agustus pada tahun lalu, empat bulan sebelum
ayahnya meninggal. Ace ingat betul pada tanggal
12 Agustus itu adalah hari dimana penyakit
ayahnya kumat dan harus dirawat di rumah sakit...

Hati Ace hancur lebur seketika...

Ibunya meminjam uang untuk membayar biaya


rumah sakit dan pengobatan ayahnya...

~♥♥♥~

Semenjak ayahnya meninggal, Ace tidak seperti


biasanya...Ia menjauh dari jangkauan orang-orang
dan lebih suka menyendiri.

Nina sudah berusaha untuk menghibur Ace, namun


Ace selalu menghindarinya.

Nina melihat Ace berjalan di koridor dengan hoodie


yang menutupi seluruh wajahnya.

Nina menghampiri Ace lalu menepuk bahunya


"Ace--" ia memekik ketika melihat wajah Ace yang
babak belur "Apa yang---"

Ace langsung pergi melarikan diri dari Nina. Nina


yang tidak mau menyerah, mengikuti Ace lalu

420
menariknya ke kelas yang kosong. Ia kemudian
melepaskan hoodie Ace dari kepalanya.

Mata Nina membulat, kedua tangannya menutupi


mulutnya dengan shock. Wajah Ace terdapat
banyak lebam. Matanya bengkak dan berwarna
hitam, pipi dan rahangnya berwarna ungu kebiruan
dan bibirnya sobek.

"Ace..." bisik Nina "Apa yang terjadi?" baru saja


Nina mengulurkan tangannya untuk menyentuh
pipinya, Ace langsung menahannya kemudian
menepis tangan tersebut.

"Ace..."

"Kita putus saja..."

Napas Nina berhenti ketika mendengarnya "A


apa?"

"Aku tidak akan mengulangi perkataanku lagi, kau


sudah dengar dengan jelas" ucap Ace dingin lalu
pergi meninggalkan Nina yang membeku di
tempatnya.

~♥♥♥~

Ketika malam hari tiba, seperti biasanya Ace


datang ke tempat underground fighting. Ia adalah

421
salah satu petarung disana. Ia menemukan cara
untuk mendapatkan uang lebih cepat dan banyak
melalui underground fighting.

Sudah satu bulan ia masuk ke petarungan ilegal itu.


Dan ia menang beberapa kali sehingga orang
orang kini banyak mempertaruhkan uang mereka
kepada Ace. Semakin banyak yang bertaruh atas
nama Ace semakin banyak pula Ace mendapatkan
uang.

Selama ia disana juga, banyak petarung lainnya


yang juga memiliki masalah yang sama sepertinya.
Yaitu mereka mempunyai hutang kepada Leonard
juga...Ace diberitahu oleh salah satu dari mereka
kalau Leonard adalah seseorang yang brutal. Jika
suatu hal tidak berjalan sesuai rencananya, ia akan
menjadikan namamu blacklist sebagai orang yang
diburunya. Dan bukan hanya orang yang diblacklist
itu saja yang akan ia incar... Leonard juga akan
mengincar orang-orang terdekat dari orang yang
diblacklist tersebut...

Orang yang menceritakan hal tersebut kepada Ace


adalah Hudson. Ia pria besar berotot favorit para
penonton underground fighting. Ia menceritakan
hal tersebut berdasarkan pengalaman pribadi. Dulu
ia pernah tidak membayar cicilan hutangnya
selama lima bulan, dan yang dilakukan Leonard
waktu itu adalah membunuh istrinya di depan mata

422
Hudson sendiri. Semenjak kejadian itu, Hudson
mati-matian mencari uang untuk melunasi
hutangnya, ia bahkan mengirimkan anaknya ke
panti asuhan supaya Leonard tidak tahu
keberadaan anaknya...Hudson memberi saran yang
sama kepada Ace. Lebih baik menjauhi orang
orang yang kita sayangi supaya mereka tidak
diincar oleh Leonard.

Jantung Ace berdegup kencang akan pikiran Nina


disakiti atau bahkan dibunuh...

~♥♥♥~

Ace menarik tangan Vanessa ke lokernya. Ia


kemudian terdiam di depan lokernya dengan
Vanessa, matanya melirik sekelilingnya mencari
sosok Nina.

"Sebenarnya apa yang kau mau menarikku kesini?"


tanya Vanessa dengan kedua tangan dilipat di
depan dada.

"Dengar..." Ace mendekati wajah Vanessa sambil


berbisik "Aku butuh bantuanmu untuk menjauhkan
Nina dariku..."

Vanessa menaikkan satu alisnya "Jika kau ingin


putus dengannya, mengapa kau tidak bilang saja
padanya?"

423
"Aku sudah bilang, aku bahkan bilang kalau aku
selingkuh padanya" Ace mendesah "Tetapi Nina
terlalu khawatir padaku sehingga ia tidak percaya
dan selalu saja berusaha untuk mendekatiku"

"Kau ingin sekali menjauhkan dia darimu? Apa kau


tidak mencintainya lagi?"

Ace memalingkan wajahnya "Aku tidak bisa


jelaskan. Yang jelas sekarang aku butuh sekali
bantuanmu"

Tepat ketika ia berkata seperti itu, Ace menyadari


kalau Nina berjalan di koridor ke arahnya. Dengan
cepat, Ace mendorong Vanessa ke lokernya
"Maafkan aku" ucapnya lalu mencium Vanessa.

Vanessa mematung dengan mata yang membulat. Ia


berusaha untuk mendorong Ace, namun Ace
menahannya dan terus mencumbunya.

Ketika Ace mendengar langkah kaki yang berlari


menjauh, barulah ia melepaskan ciumannya. Napas
Vanessa berhenti ketika melihat raut wajah Ace
yang hancur lebur.

Air mata Acejatuh dengan deras ke pipinya. Ace


menaruh kepalanya di bahu Vanessa sambil
menangis terisak.

424
"Maafkan aku Nina...Maafkan aku..." isaknya.

♥♥♥

425
The Past 9
Nina tidak bisa fokus selama seharian belajar.
Pemandangan Ace bersama Vanessa selalu
memasuki pikirannya. Kenyataan bahwa Ace
selingkuh padanya sangat menyakitkan untuk
dihadapi.

Nina bahkan menghindari Ace selama seharian itu


dan Ace bahkan tidak menghampirinya sama sekali,
ia hanya bertingkah layaknya semuanya baik-baik
saja.

Pada saat Nina bersiap pulang, ia melihat Ace di


parkiran sekolah sedang mengobrol bersama
teman-temannya. Melihat Ace yang tersenyum dan
tertawa, membuatnya marah. Nina menghampiri
Ace dan menamparnya dengan cepat.

Suasana sunyi akibat suara keras dari tamparan


Nina. Bisa dirasakan oleh Nina kalau orang-orang
disekitarnya memperhatikannya, namun ia tidak
peduli. Ia menatap Ace dengan amarah yang
menggebu-gebu dan tanpa sadar air mata yang
ditahannya selama seharian itu turun bersamaan
dengan amarahnya.

426
Ace terdiam sambil mengeraskan rahangnya setelah
ditampar. Ia kemudian menatap Nina dengan
dingin.

"Bisa-bisanya kau..." bisik Nina.

Ace hanya menatap Nina lalu ia pergi begitu saja.

~♥♥♥~

Ace pulang dengan keadaan rumah yang kosong, ia


membuka kulkas lalu mengambil botol minuman
yang kemudian langsung diminumnya.

Pintu rumah yang tiba-tiba terbuka membuatnya


menengok terkejut.

Nina masuk ke rumahnya lalu menghampirinya


dengan langkah yang besar. Secepat kilat, pipi Ace
ditampar kembali untuk yang kedua kalinya oleh
Nina.

Ace memejamkan matanya erat. Ia tahu ia layak


mendapatkan tamparan tersebut atas apa yang
telah dilakukannya kepada Nina.

"Kau tahu aku mencintaimu..." bisik Nina dengan


nada kesal "Kau tahu kau adalah segalanya
bagiku..." Nina menatap Ace dengan tatapan tajam
yang berisi air mata "Teganya kau melakukan hal

427
tersebut padaku... Teganya kau menyakitiku dengan
mendua di belakangku!"

"Aku sudah bilang bukan?"Ace menatap Nina


tajam "Aku sudah bilang kalau aku ingin putus
padamu karena aku memiliki orang lain, tetapi kau
tidak percaya. Kau malah mendekatiku layaknya
perempuan yang tidak mengerti kata putus. Lalu
sekarang kau melihatku mencumbu orang lain, kau
malah marah padaku?!"

Nina menatap Ace dengan tidak percaya. Lalu mata


Nina membara layaknya api, ia kemudian melepas
paksa gelang yang Ace pakai. Gelang yang sudah
lama ia berikan kepadanya.

"Kau ingin putus?" Nina memegang erat gelang


tersebut sambil menatap Ace tajam "Baiklah! Kita
putus!"

Nina kemudian pergi dari rumah Ace dengan


gelang Ace di tangannya.

~♥♥♥~

Ace menatap kepergian Nina dengan sedih. Ia


kemudian melihat pergelangan tangannya. Rasanya
hampa tanpa ada gelang tersebut.

428
Ace melirik keluar jendela. Ia melihat Nina masuk
ke dalam rumahnya dengan kesal.

Ace mendesah. Maafkan aku Nina... Andaikan aku


bisa menjelaskan apa yang terjadi...Tetapi aku tidak
bisa...Aku tidak bisa melibatkanmu...

Ace membuka matanya ketika ia mendengar suara


pintu terbuka dengan kencang. Ia kemudian melihat
keluar jendela lagi yang menampakkan sosok Nina
yang berada di halaman rumahnya.

Napas Ace berhenti ketika melihat Nina


menggunting gelangnya lalu membuangnya ke
tempat sampah. Kemudian Nina melakukan hal
yang sama juga terhadap gelang yang dipakai di
tangannya sendiri. Setelah membuang kedua gelang
tersebut, Nina masuk ke dalam rumahnya.

Rasa sakit di hati Ace bertambah akibat melihat apa


yang baru saja terjadi. Gelang tersebut adalah
gelang pasangan mereka yang Nina buat...Gelang
tersebut gelang berharga yang Ace banggakan...

Rasanya gelang yang digunting tersebut seakan


akan lambang hubungannya sekarang yang telah
putus.

Ace keluar dari rumahnya lalu pergi menuju


halaman rumah Nina. Ia membuka tempat sampah

429
Nina lalu melihat kedua gelang tersebut di tempat
sampah, iapun memungutnya.

Ace membawa pulang gelang tersebut lalu ia


memberikan lem untuk menyambungkan gelang
tersebut kembali. Ia berharap suatu saat
hubungannya dengan Nina bisa disambung seperti
gelang tersebut...

♥♥♥

430
The Past 10
Nina dan Ace tidak berbicara semenjak mereka
putus. Nina tidak ingin memfokuskan dirinya
kepada Ace. Ia hanya ingin fokus belajar dan
mencapai impiannya sendiri.

Nina menyibukkan kesehariannya dengan belajar.


Sedangkan Ace entah apa yang dia lakukan
sehingga wajahnya itu selalu terdapat lebam.

Pengumuman kelulusan pun diumumkan. Nina


beserta angkatannya dinyatakan lulus 100%, itu
berarti Ace berhasil lulus dari SMA. Nina sempat
khawatir akan Ace yang tidak sempat belajar
melainkan berkelahi entah dengan siapa.

Malam itu adalah malam prom night. Semua murid


berpakaian formal dengan jas dan dress. Mereka
tertawa sambil berdansa menikmati waktu terakhir
mereka di SMA.

Nina tidak bisa bersenang-senang. Hatinya rasanya


tidak tahu cara bersenang-senang kembali
semenjak ia memutuskan hubungan dengan Ace...

431
"Ayolah, jangan murung" Dean menyenggol bahu
Nina "Ini hari terakhir kita berada di
sekolah...Nikmati saja"

Nina tersenyum. Semenjak hubungannya renggang


dengan Ace, ia jadi semakin dekat dengan Dean.
Dean selalu ada untuknya menemaninya dan
menghiburnya. Dean teman terbaik yang pernah ia
dapatkan...

"Ayo kita berdansa" ajak Dean sambil menarik


Nina ke lantai dansa. Mereka berdua berdansa
menggoyangkan tubuh mereka ke kanan dan kiri.

"Lalu...apa kau jadi kuliah di Harvard? Mereka


sudah menerimamu bukan?"

Nina terdiam. Sudah lama ia memimpikan untuk


kuliah di Harvard, begitu juga dengan Ace...Mereka
selalu belajar bersama demi mencapai impian
tersebut. Mereka merencanakan untuk masuk
bersama-sama kesana...Namun sekarang...Nina
tidak sesemangat dulu...Ia tidak merasa senang
ketika Harvard menerima lamarannya sebagai
mahasiswa disana...

"Aku tidak akan kuliah disana" jawab Nina.

Dean mengernyitkan dahinya "Mengapa? Bukankah


itu universitas impianmu?"

432
Nina menggelengkan kepalanya "Aku akan pindah
ke Belanda. Orang tuaku mendapatkan kesempatan
kerja yang besar disana...Jadi aku harus kuliah
disana juga"

Sebenarnya orang tuanya memaksanya untuk kuliah


di Harvard. Mereka tidak ingin Nina ikut ke
Belanda. Menurut mereka peluang yang didapatkan
di Harvard akan lebih besar dibandingkan dengan
kuliah di universitas di Belanda...Namun, Nina
bersikeras untuk ikut ke Belanda dan kuliah disana.
Nina pikir pindah rumah adalah solusi untuk
menyembuhkan hatinya yang patah...

Nina akan membuka lembaran baru di tempat


berbeda dimana tidak ada Ace...

Nina hanya bisa berharap kalau itu yang terbaik


untuknya.

~♥♥♥~

Ace mengerang ketika cahaya matahari memasuki


kamarnya. Ia mengedipkan matanya lalu
membukanya. Ace bangun dari tempat tidurnya.
Tangannya langsung memegangi perutnya yang
nyeri akibat pertarungan semalam.

Kemarin malam seharusnya adalah malam spesial


untuk Ace dimana ia bisa menikmati prom night

433
dengan Nina. Ia sudah menunggu-nunggu momen
tersebut... Namun apalah daya...Dengan apa yang
terjadi di hidupnya, ia tidak bisa melakukan hal
tersebut. Ia hanya bisa melihat Nina pergi dengan
dress yang cantik bersama dengan Dean pemain
basket yang mengincar Nina semenjak Ace
berkencan dengan Nina...

Harusnya Ace yang berada di posisinya. Memegang


tangan Nina menuntunnya ke dalam mobil dan
membawanya ke prom night. Namun, Ace malah
terjebak di dalam situasinya ini dimana ia harus
bertarung setiap malam untuk mendapatkan uang.

Ace mendesah lalu ia melirik ke kamar Nina dimana


kamar tersebut kosong dan tidak ada barang
barang sama sekali. Ace menautkan kedua alisnya.
Ia mendekati jendelanya lalu melihat ke halaman
rumah Nina dimana terdapat truck yang membawa
barang-barang dan peralatan rumah Nina.

Jantung Ace berdetak kencang. Ia buru-buru keluar


dari rumahnya. Matanya langsung bertemu dengan
Nina.

Nina terdiam di depan mobilnya sambil menatap


Ace lalu ia memalingkan wajahnya kemudian masuk
ke dalam mobil. Perlahan, mobil tersebut berjalan
melewati Ace dengan truck yang mengikuti di
belakangnya.

434
Hati Ace hancur.

Satu hal yang ia ketahui. Nina pindah entah


kemana...Dan Ace tidak tahu apakah ia akan
bertemu dengan Nina kembali.

Ace memejamkan matanya dengan air mata yang


turun di pipinya.

Dalam hati Ace berdoa kalau Nina adalah


takdirnya. Dengan begitu ia bisa bertemu
dengannya kembali. Ace tidak peduli cepat atau
lamanya waktu akan mempertemukan mereka. Ia
hanya ingin bertemu dengan Nina kembali. Suatu
saat nanti. Dimana Ace sudah tidak mempunyai
masalah...Dengan begitu ia bisa hidup bahagia
bersama Nina.

♥♥♥

435
The Past 11
2 Tahun Kemudian...

Vanessa menerobros masuk ke dalam kamar Ace. Ia


melihat Ace yang tidur dengan selimut yang
menutupinya. Vanessa menarik selimut tersebut, ia
memekik ketika melihat wajah Ace yang babak
belur.

"Ace..."

Ace mengerang lalu menutupi tubuhnya kembali


dengan selimut.

Vanessa menutup pintu kamar Ace lalu


menguncinya. Ia menarik selimut Ace kembali
sambil menatap Ace tajam "Apa yang terjadi?"

Ace duduk di tempat tidurnya sambil memalingkan


wajahnya dari Vanessa "Apa maksudmu?"

"Ace!" geram Vanessa "Kau tidak membalas


pesanku! Tidak menghubungiku kembali! Kau tidak
ada kabar sama sekali! Ibumu khawatir padamu
melihatmu pulang malam dengan wajah babak
belur! Kau tidak kuliah dan hanya menghabiskan
waktumu di kamarmu dan berkelahi entah dengan

436
siapa! Apa ini yang kau inginkan untuk masa
depanmu? Apa yang akan ayahmu pikirkan jika ia
masih hidup--"

"Jangan bawa-bawa ayahku" ucap Ace tajam.

Vanessa menatap Ace lalu mendesah "Ceritalah


padaku. Aku bisa membantumu"

Ace tidak ingin menatap Vanessa "Aku tidak ingin


melibatkanmu"

Vanessa memegang kedua bahu Ace "Ace! Apa kau


akan menghabiskan sisa hidupmu dengan terus
menerus seperti ini? Apa itu yang kau mau? Apa
kau tidak lelah dengan rahasia yang kau
sembunyikan selama beberapa tahun belakangan
ini? Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu! Aku
tahu kau mempunyai masalah yang rumit!
Ceritakan padaku agar aku bisa membantumu"

Ace menutupi wajahnya sambil mendesah. Ia lelah.


Ia lelah hidup seperti ini setiap harinya selama dua
tahunpulang
lelah lebih...ke
Ia rumah
lelah menutupi
dengan badan
rasa sakitnya...Ia
remuk dan

wajah babak belur. Ia ingin hidup normal. Ia ingin


kuliah bersama dengan teman-temannya, Noah,
Jason, dan Daniel...Ia ingin hidup tenang tanpa
mempunyai rasa khawatir akan uang...

437
Perlahan Ace menangis terisak di tangannya. Hati
dan badannya lelah akan semua yang dihadapinya.
mungkin
Jika ia hidup
akanseperti
hancurini
berantakan.
beberapa tahun lagi...Ia

"Shh..." Vanessa mengusap-usap punggung Ace


sambil duduk disampingnya "Aku akan ada setiap
kau membutuhkanku... Biarkan aku membantumu
Ace...Biarkan aku menolongmu..."

"Ibuku mempunyai hutang" ucap Ace sambil


menghirup napas dalam-dalam "Ia meminjam uang
kepada geng mafia untuk biaya pengobatan
ayahku...Mafia tersebut mendatangiku dan
menghajarku karena ibuku tidak membayar cicilan
hutang selama 3 bulan...Mereka mengancamku jika
ibuku tidak bisa membayar maka aku yang akan
jadi bayarannya...Aku mencari tahu tentang
mereka. Mereka...Mereka adalah mafia yang kejam
dan sadis. Jika ibuku tidak bisa bayar, aku tidak
tahu apa yang akan dilakukan mereka kepadanya.
Jadi aku mendaftar ke underground fighting untuk
mendapatkan uang. Setiap malam aku bertarung
hingga badanku remuk demi mendapatkan uang
Aku melakukan hal tersebut selama beberapa tahun
belakangan ini..."

Vanessa terdiam "Apa ibumu tahu tentang hal ini?"

438
Ace menggeleng "Tidak...Dia sepertinya berpikir
kalau hutangnya terlupakan karena mafia tersebut
tidak pernah menagihinya lagi..."

"Ace..." lirih Vanessa "Mengapa kau


menyembunyikan hal sebesar ini padaku?"

"Aku tidak ingin orang lain terlibat, mereka akan


mengincarmu jika mereka tahu kalau kau dekat
denganku"

"Berapa jumlah hutang ibumu?"

"Satu miliar belum termasuk bunga..." gumam Ace.

"Dan berapa yang berhasil kau bayarkan ke


mereka?"

"200 juta..." ucap Ace "Sisa hutang ibuku termasuk


bunga berjumlah 1,3 miliar"

"Aku akan membayarnya"

"Vanessa..."

"Sudah cukup" potong Vanessa sambil menatap Ace


"Sudah cukup kau tersiksa akan hal ini...Aku akan
menghentikan semuanya ini"

"Uang tersebut terlalu banyak--"

439
"Aku mempunyai lebih dari itu" ucap Vanessa "Kau
tahu ayahku selalu mengirim uang yang banyak
setiap bulannya...Aku menabungnya dan rekeningku
melebihi jauh dari hutang ibumu"

"Apa yang ayahmu akan katakan?"

"Dia tidak perlu tahu" Vanessa memalingkan


wajahnya "Uang yang ia berikan adalah uangku
jadi itu adalah hakku untuk apa uang tersebut aku
pakai..."

"Apa kau benar-benar akan membantuku?" tanya


Ace dengan harapan.

Vanessa tersenyum "Bukankah itu kegunaan


mempunyai teman?"

~♥♥♥~

Ace masuk ke markas Leonard lalu bertemu dengan


Leonard di ruangannya.

Leonard duduk di mejanya seperti biasa sambil


menatap Ace dengan satu alis terangkat "Apa
keperluanmu? Kau ingin membayar hutangmu lagi
huh? Kau sangat ambisius..." tawanya.

"Aku lunasi hutangku" ucap Ace sambil menaruh


kertas cek yang berisi 1,3 miliar di meja Leonard.

440
Leonard membaca kertas tersebut lalu tersenyum
puas kepada Ace "Ahh...bagus... bagus kalau
begitu"

Ace melangkah pergi, namun suara dari Leonard


berhasil membuatnya berhenti membeku "Kau pikir
kau akan bebas dariku karena kau melunasi
hutangmu?"

Ace membalikkan badannya sambil menatap


Leonard tajam "Apa maksudmu?"

Leonard tertawa "Kau pikir aku akan


melepaskanmu begitu saja melihatmu ahli
bertarung di underground fighting?"

"Apa maumu?"

"Aku ingin kau bertarung untukku"

Ace menggertakkan giginya "Tidak akan. Urusanku


sudah selesai denganmu"

"Aku akan membunuh orang yang kau sayangi jika


kau tidak menuruti perkataanku"

Ace langsung pergi tanpa mempedulikan


ancamannya itu.

♥♥♥

441
The Past 12
Selama kurang lebih 3 minggu, keadaan Ace
menjadi lebih baik. Ia kini merencanakan untuk
mendapatkan beasiswa untuk masuk ke Harvard
university dimana Noah, Jason dan Daniel kuliah.
Ia harap ia akan bertemu dengan Nina juga
disana...Bagaimanapun juga universitas itu adalah
universitas impian Nina...

Ace mengernyitkan dahinya ketika melihat jam di


tangannya yang menandakan pukul 5 sore. Sudah
satu jam Vanessa telat datang. Selama 3 minggu ini,
Vanessa membantu Ace belajar di perpustakaan
demi mendapatkan program beasiswa tahun ini.
Vanessa tidak pernah telat datang dan jikapun
begitu, ia pasti akan mengabari Ace.

Ace memutuskan untuk ke rumah Vanessa. Ia harap


Vanessa baik-baik saja.

~♥♥♥~

Sesampainya di rumah Vanessa, Ace langsung


masuk ke dalam rumah. Napasnya berhenti ketika
melihat ruang tamu Vanessa yang berantakan. Meja
dan bangku terbalik, serpihan-serpihan kaca
berserakan di lantai.

442
Ace melihat salah satu pembantu Vanessa datang ke
arahnya "Mr. Dormant!"

"Ada apa? Dimana Vanessa?"

"A-ada 4 orang asing yang masuk tiba-tiba tadi,


mereka langsung membuat keributan membanting
barang-barang yang ada. Salah satu dari mereka
memukulku hingga membuatku pingsan, ketika aku
terbangun Ms. Smith sudah hilang tidak ada!"

Jantung Ace berdetak kencang "Hubungi ayahnya!"


ucapnya lalu langsung pergi.

Ace mengambil kunci mobil yang berada di


ruangan security rumah Vanessa lalu mengendarai
mobil tersebut ke markas Leonard.

~♥♥♥~

Ace diam-diam memasuki markas Leonard dengan


hati-hati. Ia ingat sekali setiap ruangan di tempat
tersebut karena ia sering beberapa kali kesana. Ia
mengintip setiap ruangan dan menemukan ruangan
dimana terdapat Vanessa yang diikat di kursi
dengan lakban di mulutnya.

Ace masuk ke dalam ruangan dengan perlahan lalu


ia lega ketika melihat keadaan Vanessa yang baik

443
baik saja. Ia buru-buru melepaskan ikatan tali di
badan Vanessa.

Vanessa membuka matanya lalu ingin menjerit


seketika. Namun, Ace menaruh telunjuknya di
bibirnya sambil berkata "Shh...Ini aku...Kau akan
baik-baik saja. Aku akan mengeluarkanmu darisini
oke?"

Ketika ikatan tali sudah terlepas, Ace melepaskan


lakban dari mulut Vanessa "Ikuti aku. Kita harus
berhati-hati, jangan sampai kita ketahuan"

Vanessa mengangguk.

Mereka berdiam-diam keluar dari markas. Ketika


mereka selangkah lagi berada di pintu luar,
seseorang melihat mereka lalu langsung berteriak
untuk memberitahu yang lain.

Dengan sigap, Ace menarik tangan Vanessa


kemudian lari keluar dari markas tersebut. Mereka
masuk ke dalam mobil. Ace buru-buru menjalani
mobil tersebut dan melaju pergi. Ia melirik di kaca
spion kalau ada 3 mobil yang mengikutinya, Ace
menginjak gas sambil mengemudi mobil dengan
kecepatan tinggi. Keringat bercucuran di dahinya,
tangannya gemetar ketakutan, jantungnya berdetak
kencang.

444
"Ace!" teriak Vanessa ketika melihat truk berjalan
ke arah samping mereka.

Kejadiannya cepat. Mobil mereka langsung


terlempar akibat tabrakan truk tersebut. Mobil
mereka berputar sampai terbalik. Badan Ace mati
rasa. Darah mengalir dari dahinya. Ia melihat ke
sampingnya dimana terdapat Vanessa yang diam
tak bergerak dengan wajah yang berlimpah dengan
darah.

Ace meneteskan air matanya.

Semua ini salahnya...

Ia tidak akan bertemu lagi dengan Vanessa karena


kesalahannya...

Mata Ace mulai terasa berat. Kegelapan pun


menyambutnya.

~♥♥♥~

Ace mendengar suara monitor yang menunjukkan


detakan jantung seseorang. Ia kemudian perlahan
membuka matanya yang kemudian ditutupnya
kembali karena silaunya cahaya.

"Ace?"

445
Ace membuka matanya kembali mendengar suara
ibunya itu.

"Oh Ace..." ibunya memeluk Ace sambil terisak. Ace


kemudian melihat kesekeliling ruangan yang serba
kemudian
putih. Rupanya
melihat
ia waj
beraada
h familiar
di rumahteman-temannya
sakit...Ia

yang berdiri di depan tempat tidurnya.

Noah, Jason dan Daniel...

Sudah lama semenjak ia bertemu dengan mereka.


Sudah sekitar 5 tahun.

"Apa yang terjadi?" bisik Ace lemah.

Noah menatap Ace simpati "Kau mengalami


kecelakaan..."

Ace langsung ingat akan segala peristiwa yang


terjadi sebelumnya.

"Vanessa..." pekik Ace sambil berusaha untuk


bangun yang langsung ditahan oleh ibunya
"Dimana Vanessa?"

Jason menatap Ace dengan raut wajah sedih


"Kondisinya masih kritis..."

Ace memegangi kepalanya sambil menangis.

446
"Semuanya akan baik-baik saja... Dia akan baik
baik saja..." ucap ibunya terisak sambil mengusap
usap lengan Ace.

Apa benar
semuanya akan baik-baik saja? Setelah apa yang
terjadi...Apa ia akan baik-baik saja?

~♥♥♥~

Kondisi Vanessa telah stabil dan dokter bilang


kalau tidak ada luka parah yang menimpanya. Ace
lega mendengarnya. Ayah Vanessa datang dari luar
negeri untuk menemui Vanessa, untuk pertama
kalinya, Ace melihat wajah khawatir dari seorang
ayah Vanessa...

Ayah Vanessa kemudian langsung memaksa Ace


untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.
Dan Ace tidak bisa menutupi masalah yang sudah
menjadi besar tersebut. Ia pun memberitahu ayah
Vanessa segalanya.

Keesokan harinya, Ace menonton berita di tv rumah


sakit yang memberitakan dipenjarakannya
sekumpulan geng mafia. Geng mafia tersebut
adalah Leonard dan anak buahnya.

Ace bernapas lega. Ia ingin berterima kasih kepada


ayah Vanessa, namun ia tahu kalau ayah Vanessa
melakukan hal tersebut hanya untuk anaknya.

447
Ace memutuskan untuk datang ke ruangan Vanessa
untuk pertama kalinya. Ia tidak ingin menghindari
Vanessa lagi. Jika Vanessa akan marah dan
mengumpatnya maka Ace akan terima dengan
lapang dada.

Ace memasuki ruangan Vanessa dimana ia terduduk


di ranjangnya sambil menatap ke luar jendela.
Mendengar pintu ruangan terbuka, Vanessa
menengok ke arahnya.

"Hey..." bisik Ace mendekat ke tempat tidur


Vanessa.

"Hey..." bisik Vanessa.

Mereka terdiam dalam beberapa menit. Berusaha


untuk memproses apa yang baru saja terjadi
terhadap hidup mereka.

"Aku tidak bisa punya anak" ucap mereka


bersamaan.

Mata Ace membulat. Lalu ia langsung memeluk


Vanessa. Mereka menangis di bahu satu sama lain,
mengeluarkan segala kesedihan yang dirasakannya.
Mereka harus menerima kenyataan pahit yang
mereka punya.........................................

448
Mereka tidak bisa punya keturunan...

♥♥♥

449
The Past 13
Ace berhasil mendapatkan beasiswa ke Harvard.
Ia kuliah sebagai mahasiswa tahun pertama disana,
sedangkan Noah, Jason dan Daniel sudah
memasuki tahun ke-3. Ace kemudian bertemu
dengan teman baru yang bernama Liam yang
diperkenalkan kepadanya oleh Noah. Ace senang
bisa bersama teman-temannya. Mereka sering
hangout bersama untuk melepaskan rasa penat.

Selama beberapa bulan Ace kuliah disana, ia tidak


bisa menemukan sosok Nina. Ace pun
menyimpulkan kalau Nina tidak kuliah disana...

Nina...

Betapa rindunya Ace padanya...Ia ingin tahu


bagaimana kabar Nina... Dimana Nina tinggal dan
dimana ia kuliah...Ia ingin tahu keadaan hidup
Nina.

Ace menggelengkan kepalanya lalu fokus kembali


mengerjakan tugasnya. Kini ia sedang berada di
perpustakaan kampus untuk mengerjakan tugas
tugasnya.

450
Ace melirik seorang pria yang sedang sibuk
mengotak-ngatik laptopnya. Ace menyipitkan
matanya melihat layar laptop tersebut yang
berwarna hitam disertai tulisan-tulisan yang
membingungkan. Apa orang itu hacker?

Ace melihat kembali pria tersebut. Ia langsung


mengenal pria itu. Pria tersebut adalah David anak
jurusan di bidang hukum. Beberapa orang bilang
kalau David ahli dalam komputer dan beberapa
bilang kalau dia itu hacker.

Ace berdiri dari tempat duduknya lalu duduk


disamping David. David menaikkan satu alisnya.

"Hey, kau David huh?" ucap Ace.

"Jika kau kemari hanya karena mendengar bahwa


aku hacker, maka pergilah aku tidak ingin
membantumu mengehack siapapun itu yang ingin
kau hack"

"Bukan begitu" Ace menggelengkan kepalanya "Aku


hanya ingin sebuah informasi..."

David menatap Ace "Biar kutebak, informasi


tentang mantanmu?"

Ace mengedip-ngedipkan matanya "Bagaimana kau


bisa tahu?"

451
David mengangkat kedua bahunya "Orang yang
datang kepadaku rata-rata meminta informasi yang
sama"

"Oh..." Ace mengernyitkan dahinya "Apa kau mau


membantuku?"

"Sebut alasan mengapa aku harus membantumu?"

"Aku merindukannya..." ucap Ace langsung tanpa


pikir panjang "Aku ingin tahu keadaannya. Berada
jauh darinya dan tidak tahu akan kabarnya itu
membunuhku...Aku sangat depresi untuk setidaknya
tahu kalau dia baik-baik saja"

David terdiam menatap Ace lalu mendesah "Hanya


kali ini saja..." gumamnya "Setelah itu, aku tidak
ingin membantumu lagi"

Ace tersenyum lebar.

~♥♥♥~

Sudah 4 tahun berlalu...Ace lulus di bidang bisnis


sebagai sarjana. Selama ia kuliah, ia kerja paruh
waktu di berbagai tempat. Dan hasil uangnya itu ia
investasikan ke dalam usaha kecil-kecilan yang
ternyata menjadi besar ke tahunnya. Ace kemudian
pindah kembali ke kota besar dan memutuskan

452
untuk membuka club kecil-kecilan dari uang hasil
investasinya tersebut.

Selama beberapa tahun ini, David selalu


melaporkan tentang keadaan Nina dari bulan ke
bulannya.

Begitulah keuntungannya berteman dengan seorang


detektif...

Ace memandangi foto-foto yang dikirim oleh David


yang diambil oleh anak buahnya. Anak buah David
selalu mengikuti Nina untuk mengetahui kabar dan
keadaan Nina. Dan mereka akan melaporkan semua
aktivitas Nina kepada Ace.

Sebut saja stalker. Namun, inilah satu-satunya cara


Ace dekat dengan Nina dari jarak yang memisahkan
mereka.

"Mengapa Nina harus tinggal di Belanda?.."


gumamnya.

Ace menaruh berkas laporan tentang Nina lalu


memutuskan untuk tidur. Handphonenya tiba-tiba
berdering, Ace langsung mengangkatnya.

"Halo?"

"Hey" ucap David.

453
"Ada apa? Aku sudah menerima laporanmu..."

"Aku hanya ingin memberitahumu tentang sesuatu,


siapa tahu kau ingin tahu..."

"Apa?"

"Nina sudah kembali kesini"

Ace terdiam membeku "Kesini? Maksudmu ke


negara ini?"

"Ya..."

"Apa dia kembali ke rumahnya yang dulu yang


berada di pinggiran kota?"

"Tidak...Dia tinggal di kota besar yang sama


denganmu, rupanya ia melamar pekerjaan di
perusahaan Kingston"

Napas Ace terhenti mendengarnya.

"Ace? Apa kau dengar?"

"Y-ya, terima kasih kalau begitu" Ace menutup


telponnya.

Ace tidak percaya ini. Selama bertahun-tahun ia


menunggu...Nina akhirnya pulang ke negaranya

454
dan bukan hanya itu saja...Ia melamar pekerjaan di
perusahaan sahabatnya...

Ace tersenyum lebar.

Nina dan Ace benar-benar ditakdirkan bersama...

♥♥♥

455
Ucapan Terima Kasih
Dengan selesainya buku ini, Author
ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada para pembaca
yang telah membeli dan membaca buku
ini!

Untuk cerita lain tentang Noah, Jason,


Daniel, Liam, dan karakter lainnya,
silahkan kunjungi akun Wattpad Author
@adindaalyssa untuk informasi lebih
lanjut.

Salam Hangat,

- adindaalyssa

456

Anda mungkin juga menyukai