Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH RESPONSI KIMIA FISIKA 2

PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

Kelompok : 5 dan 6

Nama/NIM : 1. Firda Febria (18036008)

2. Fadhira Yuliandari (18036006)

3. Mutiara Syabilla (18036062)

4. Nagmah Putri Dinda Toni (18036064)

5. Tiwi Reflia

6. Wenti Aulia (180360

7. Wini Andriani (18036044)

8. Syilla nurvidayah (18036042)

Dosen : Prof. Drs. Ali Amran, M.Pd, M.A, Ph.D

Asisten : 1. Melly Susanti

2. M. Iqbal Saputra Gemasih

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
MAKALAH
PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

A. Tujuan Percobaan
1. Memperlihatkan bagaimana ketergantungan konstanta laju reaksi pada suhu
2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius

B. Dasar Teori
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar
dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a
yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu
reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. Dalam reaksi
endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya disuplai dari luar
sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai
energi dari luarbuntuk mengaktifkan reaksi tersebut [ CITATION Cas82 \l 1033 ].

Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan
dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi
aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat
berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan
menjadi produk, maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm. Persamaan Arrhenius
mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara energi aktivasi dengan konstanta laju
reaksi, dimana A adalah faktor frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T
adalah temperatur dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas
dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperature [ CITATION PWA99 \l 1033 ].

Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai
dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm
ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi
kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.

Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang


menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan
adalah :
Ea
K= A e RT

K = konstanta laju reaksi; A = faktor freakuensi; Ea = energi aktivasi

Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :

Ea
ln K =ln A−( )
RT
−Ea 1
ln K = x + ln A
RT T

Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan dengan y
= mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam
bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi
memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t adalah
a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :

a
kt=ln ( )
a−x

Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan

1 1
k= ln( )
t 1/n 1−1/n

Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :

1. Suhu

Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu
sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda.

2. Faktor frekuensi

Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat
bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi aktivasi

3. Katalis

Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih
rendah.

[CITATION PWA99 \l 1033 ].

Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kimia pertama kali diungkapkan oleh van’t
Hoff pada 1884. Kemudian diperluas oleh Hood dan Arrhenius pada 1885 serta 1889.
Konstanta laju penurunan mutu pada suhu yang bervariasi bisa dihitung berdasarkan
perhitungan matematis yaitu dengan metode kinetika reaksi menurut teori Arrhenius. Pada
dasarnya harga logaritmik dari konstanta kecepatan reaksi adalah sebanding dengan 1/T .
Dengan kata lain, kecepatan reaksi (k) sangat terpengaruh oleh faktor suhu[ CITATION Cah06 \l
1033 ].

Hasil penelitian yang dilakukan Wahyudi, dkk (2011), menunjukkan bertambahnya


waktu reaksi mengakibatkan glukosa yang terbentuk semakin banyak. Kondisi ini terjadi
pada semua perlakuan variasi suhu, hal ini sesuai dengan dasar teori [ CITATION Wah11 \l
1033 ]. Semakin kecil rapatan elektron total suatu molekul akan menyebabkan suatu molekul
tersebut menjadi kurang stabil dan lebih reaktif yang ditunjukkan oleh harga energi aktivasi
yang sangat besar[ CITATION Rah12 \l 1033 ].

Dalam penelitiannya, Anjan, dkk (2012) menyimpulkan bahwa harga konstanta laju reaksi
berbanding lurus dengan temperatur. Semakin tinggi konsentrasi katalis, nilai energi aktivasi
semakin menurun[CITATION Anj14 \l 1033 ].

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Rak tabung reaksi 1 buah
b. Tabung reaksi 20 buah
c. Gelas piala 600 ml 1 buah
d. Pipet ukur 10 ml
e. Stopwatch
2. Bahan
a. Na2S2O8 atau H2O2 0,04 M
b. KI 0,1 M
c. Na2S2O3 0,001 M
d. Larutan amilum 1%
e. Es batu
D. Prosedur Kerja
Cara kerja Reaksi Pengamatan
Menyiapkan sistem seperti terlihat pada tabel di 2H2O2+2I- 2H2O+
bawah ini, pada tabung-tabung reaksi O2 + I2 + 2e

Siste
Tabung 1 Tabung 2 I2 + 2S2O32- 2I-+
m
Vol Vo Vol S4O62-
Vol Vol Vol
H2 l H2
H2O S2O Kan I2 + I- I3-
O I- O
2 3- ji
(ml (m (ml
(ml) (ml) (ml) I3- + amilum
) l) )
warna biru
6 2,5 2,5 5 - 0,5 0,5

Mengisi gelas kimia 600 ml dengan air dan es.


-- dinginkan tabung 1 dan 2 dalam gelas kimia itu
sampai suhunya sama
-- catat suhu sebagai suhu awal (t0)
Campurkan isi kedua tabung reaksi kedalam gelas
kimia bersih, dalam waktu yang cepat pindahkan
kedalam gelas kimia lain.

Jalankan stopwatch dan matikan saat tampak warna


biru sehingga didapat waktu reaksi (waktu)

Pada saat terjadi warna biru juga catat suhu sebagai


suhu akhir (ti)

Ulangi prosedur diatas untuk suhu-suhu lain (antara 0-


40℃ ).

E. Tabel Pengamatan
Suhu awal Suhu Suhu rata- Waktu
T(K) 1/T(K-) ln (1/s)
(℃) akhir (℃) rata (℃) reaksi (s)
0(℃) 22(℃) 11(℃) 0,3 284 0,0035 1,20
10(℃) 19(℃) 14,5(℃) 2,28 287,5 0,0034 -0,82
20(℃) 24(℃) 22(℃) 4,53 295 0,0033 -1,51
30(℃) 28(℃) 29(℃) 8,07 302 0,0033 -2,088
40(℃) 36(℃) 38(℃) 21,06 311 0,0032 -3,04
X = 0,0134

In K (sumbu Y)
1,89
-0,127
-3,12
-1,37
-2,35
Y= -5,077

F. Perhitungan
Diketahui :
o 2,5 ml H2O2 0,04 M
o 2,5 ml H2O
o 5 ml KI 0,1 M
o 0,5 ml 0,01 M Na2S2O3
o 0,5 ml larutan kanji

m H2O2 = M.V.Valensi
= 0,04 x 2,5 x 2
= 0,2 m
m KI = M.V.Valensi
= 0,1 x 0,5 x 1
= 0,05 m
m S2O3 = M.V.Valensi
= 0,01 x 0,5 x 2
= 0,01 m

m H2O2 yang bereaksi

[ H 2 O 2 ] awal= M . V = 0,04 x 2,5 =9,09 x 10−3 m


V Total 11

[ H 2 O 2 ] berx = M .V = 0,04 x 2,5 =4,54 x 10−3


2 V Total 2 x 11
Menghitung nilai K

Pada t = 0,3 s
[ H 2O 2 ] berx 9,09 x 10−3
K= = =6,67
[ H 2O 2 ] awal x t 4,54 x 10−3 x 0,3
ln k =1,89

Pada t = 2,28 s

[ H 2O 2 ] berx 9,09 x 10−3


K= = =O, 88
[ H 2O 2 ] awal x t 4,54 x 10−3 x 2,28
ln k =−0,127

Pada t = 4,53 s
[ H 2O 2 ] berx 9,09 x 10−3
K= = =0,044
[ H 2O 2 ] awal x t 4,54 x 10−3 x 2,28
ln k =−3,12

Pada t = 8,07 s

[ H 2O 2 ] berx 9,09 x 10−3


K= = =0,2525
[ H 2O 2 ] awal x t 4,54 x 10−3 x 8,07
l n k=−1,37

Pada t = 21,06 s

[ H 2O 2 ] berx 9,09 x 10−3


K= = =0,095
[ H 2O 2 ] awal x t 4,54 x 10−3 x 21,06
ln k =−2,35
Tabel untuk X2 dan XY
X2 XY
1,225 X 10−5 6,615 X 10−3
1,156 X 10−5 −4,318 X 10−4
1,089 X 10−5 −1,029 X 10−2
1,089 X 10−5 −4,521 X 10−3
1,024 X 10−5 −7,52 X 10−5
X 2 =5,583 X 10−5 XY =−1,6 X 10−2

Ea
=b
R
Maka :
XY X−Y X 2
b=
X X −n X 2
(−1,6 X 10−2 ) ( 0,0134 ) −(−5,077 ) ( 5,583 X 10−5 )
¿
( 0,0134 ) ( 0,0134 ) −5 ( 5,583 X 10−5 )
(−2,144 X 10−4 )−( −2,83 X 10−4 )
¿
( 1,79 X 10−4 )−( 2,79 X 10−4 )
0,684 X 10−4
¿
−1 X 10−4
¿−0,684
Ea=R . b
¿ 8,314 x−0,684
¿−5,686

Mencari nilai ln A

pada 00C
1 Ea 1
ln = + ln A
s R T
−5,686
1,20= x 0.0035+ ln A
8,314
1,20=−0,00239+ln A
−ln A=−0,00239−1,20
−ln A=−1,20
ln A=1,20

Pada 100C

1 Ea 1
ln = + ln A
s R T
−5,686
−0,82= x 0.0034+ ln A
8,314
−0,82=−0,002325+ln A
−ln A=0,81
ln A=−0,81

Pada 200C

1 Ea 1
ln = + ln A
s R T
−5,686
−1,51= x 0.0033+ ln A
8,314
−1,51=−0,00225+ln A
−ln A=−0,00225+1,51
−ln A=1,50
ln A=−1,50
Pada 300C

1 Ea 1
ln = + ln A
s R T
−5,686
−2,088= x 0.0033+ ln A
8,314
−2,088=−0,002256+ ln A
−ln A=−0,002256+2,088
−ln A=2,085
ln A=−2,085

Pada 400C

1 Ea 1
ln = + ln A
s R T
−5,686
−3,047= x 0.0032+ ln A
8,314
−3,047=−0,00218+ ln A
−ln A=−0,00218+3,047
−ln A=3,04
ln A=−3,04
G. Pembahasan
Praktikum yang dilakukan yaitu tentang percobaan Persamaan Arrchenius dan Energi
Aktivasi. Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk memperlihatkan
ketergantungan konstanta laju reaksi pada suhu dan menghitung energi aktivasi (Ea)
dengan menggunakan persamaan Arrchenius.
Percobaan ini mereaksikan dua tabung antara larutan S2O8 yang diencerkan dengan
aquades pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3 dan amilum 1% pada tabung 2.
Pertama harus menyamakan terlebih dahulu suhu reaksi dari 0°C, 10°C, 20°C, 30°C, dan
40°C.
Larutan amilum dalam percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya I2. I2 akan
bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi dan dijadikan
sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru pertama kali. Larutan
amilum yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan agar larutan tidak rusak.
Dalam percobaan ini, larutan Na2S2O8 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah I-
menjadi I2 I- kemudian bereaksi dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai reduktor. I2
berubah kembali menjadi I-, sedangkan Na2S2O3 pada larutan 2 berfungsi sebagai
penangkap iod-iod berlebih lalu bereaksi positif indikator amilum.
Pada literatur dinyatakan bahwa semakin naik suhunya maka waktu yang diperlukan
untuk bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu. Hal
ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat,
sehingga pergerakan partikel semakin besar. Dan sebaliknya, jika reaksi pada suhu
rendah, reaksi akan semakin lambat. Sedangkan pada percobaan yang kami lakukan
semakin tinggi suhu maka waktu reaksinya akan semakin lama.
Energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik sehingga semakin besar
energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi
reaksi semakin besar. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, faktor
frekuensi dan katalis.
H. Kesimpulan
Berdasarkan dari data hasil pengamatan yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
 Semakin tinggi temperatur, laju reaksi semakin cepat.
 Energi aktivasi dari percobaan ini adalah −5,686 J/mol dan nilai lnA berturut-
turut adalah 1,20, −0,81 , −1,50 , −2,085, −3,04
 Pada suhu 10° C atau lebih, terjadi penyimpangan hukum Arrhenius.

I. Kurva

ln 1/s
1.5
1.2
1
0.5
0 f(x) = 12627.16 x − 43.87
0 0 0 0 0 0 0 0 ln 1/s
-0.5
Linear (ln 1/s)
-0.82
-1
-1.5 -1.51
-2 -2.08
-2.5
-3 -3.05
-3.5
J. Jawaban Pertanyaan
1. Bila suhu reaksi di atas dilakukan pada suhu di atas 40(℃) ternyata akan terdapat
penyimpangan dari persamaan Arrhenius. Berikan alasan yang munkin menyebabkan
penyimpangan di atas.
Jawab : Alasannya ialah dikhawatirkan pengamatan yang dilakukan kurang tepat karena
semakin tinggi suhu maka perubahan warnanya juga akan semakin cepat sehingga susah
untuk diamati. Hal ini dimungkinkan karena jika suhunya lebih dari 40(℃) maka
amilum yang ada pada larutan akan mengalami perubahan struktur yang dapat
menyebabkan kerusakan sehingga ion iodida yang terbentuk dari perubahan iodium tidak
dapat terdeteksi dengan baik.
2. Dengan menggunakan persamaan Arrhenius tentukan faktor Arrhenius?
Jawab :
Faktor Arrhenius dipengaruhi oleh :
a. Faktor enegri aktivasi (Ea)
b. Suhu
c. Faktor internal
d. Katalis
DAFTAR PUSTAKA
Anjan, F., Oktaviani, W.R. & Roesyadi, A;. (2014). Studi kinetika dekomposisi glukosa pada
temperatur. Jurnal Teknik Pomits, 122-125.

Atkins, P. (1999). Kimia Fisika (Ke Dua ed.). (I. P. Wahyu, Ed., & K. I. I, Trans.) Jakarta:
Erlangga.

Cahyadi, w. (2006). Penentuan konstanta laju penurunan kadar iodat dalam garam beriodium.
Jurnal Teknologi dan Bahan Pangan, 38-43.

Castellan, G. (1982). Physichal Chemistry (3nd ed.). New York: General Graphic Services.

Rahman, A.Z. & Sanjaya, I.G.M. (2012). The rasionalization of synthesis pathway laevifonol
from trans. UNESA Journal Of Chemistry, 1-9.

Wahyudi, J., Wibowo, W.A., Rais, Y.A. & dan Kusumawardani, A. (2011). Pengaruh suhu
terhadap kadar glukosa terbentuk dan konstanta kecepatan reaksi pada hidrolisa kulit
pisang. In Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan".
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai