Anda di halaman 1dari 6

SAMPAI KAPAN DIRI TERTAHAN SEBAB RASA TAKUT GAGAL?

Ketakutan akan kegagalan rasanya telah membelenggu kita bertahun-tahun lamanya. Bila
dibayangkan, betapa banyak kerugian yang akan dialami ketikat perasaan itu secara sadis
menahan langkah kita. Misal, ketika datang penawaran projek baru, promosi kerja, atau
melamar beasiswa S2, pertanyaan “bagaimana jika saya gagal?” lebih sering muncul di
benak kita atau tidak?

Jika iya, maka sebenarnya ada yang keliru dengan pola pikir yang kita miliki. Pola pikir
tentang kegagalan. Hal ini jika dibiarkan akan sangat membawa kerugian bagi diri kita
sendiri. Bagaimana tidak? Karena memandang kegagalan bukanlah hal yang wajar, akhirnya
‘menyabotase’ atau membatasi diri sendiri untuk mencoba sesuatu yang baru atau
diinginkan.

Menurut Sigmund Freud, bapak psikologi Psikoanalisa, sabotase diri terjadi karena adanya
konflik antara keinginan sadar dan keinginan tak sadar kita (Wahyuningsih, 2015). Sehingga
konflik termanifestasi ke dalam perilaku atau pikiran yang membuat kita menghindari
sesuatu demi terhindar dari kegagalan.

Takut akan kegagalan, takut kehilangan, takut mendapat penghinaan, atau takut dianggap
berbeda misalnya. Semua hal yang berbau negatif lainnya dan akhirnya membuat kita
memutuskan untuk menahan langkah sejenak lalu mundur dan melupakan. Perasaan itu tak
ubahnya tidak pernah membawa kita kemana-mana.

“Lebih baik tidak usah mencoba, nanti gagal.”

Begitulah ungkapan mereka yang mungkin menganggap kegagalan sebagai aib atau
kesalahan yang hina. Seolah-olah jika usaha kita gagal, itulah akhir dari segalanya. Lalu
beranggapan bahwa kita tidak cukup layak mendapatkan impian itu. Targetpun diturunkan
dan akhirnya memilih dan melakukan hal yang biasa-biasa saja. Apakah kita ingin menjadi
orang seperti itu? Tentu tidak mau. Semua orang menginginkan kesuksesan dalam hal
apapun. Karir, asmara, pendidikan, keluarga, dan kedudukan. Semua orang berlomba-lomba
untuk mendapatkan lebih, lebih dari orang lain dapatkan atau lebih dari sebelumnya. Semua
orang ingin menjadi yang terbaik. Lalu, apakah hal tersebut salah?

Menginginkan hal terbaik datang dalam kehidupan kita tentu bukan sebuah kesalahan.
Justru sebuah hal yang sangat bagus, berarti kita normal. Memang manusia sewajarnya
begitu. Namun, permasalahannya, kehidupan ini tidak berjalan semacam itu. Ada beberapa
hal yang terkadang luput dari perhatian kita.

Dalam sebuah buku berjudul “Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat”, Mark Manson
mengatakan, “Semua hal yang bernilai positif dalam kehidupan dimenangkan lewat
pengalaman yang berasosiasi negatif.”

Artinya setiap usaha untuk lari dari hal negatif, untuk menghindar atau membatalkan, hanya
akan menjadi bumerang. Upaya untuk menghindari penderitaan adalah bentuk penderitaan.
Upaya untuk menghindari susah payah adalah susah payah. Pengingkaran terhadap
kegagalan adalah kegagalan. Dan usaha untuk menyembuhkan rasa malu adalah bentuk
rasa malu itu sendiri.

Pernahkah kita menyaksikan orang sakit parah dan harus menjalani program pengobatan
hingga ke luar negeri? Bila dibayangkan, berapa banyak waktu, tenaga, dan materi yang
dikorbankan untuk mendapatkan pengobatan yang canggih itu. Tentu tidak murah bukan?

Sama seperti analogi di atas, bahwa ketika kita ingin meraih keberhasilan, kita harus
bersedia membayar harga itu dengan rasa sakit.

Rasa sakit adalah sebuah tenunan mengagumkan yang membentuk kain kehidupan. Dan
merobek tenunan itu sama saja dengan melepas semua ikatan. Berusaha menghindari rasa
sakit sama halnya berurusan terus dengan rasa sakit itu sendiri. Seperti yang Mark Manson
katakan, “jika Anda tidak peduli alias bodo amat dengan rasa sakit itu, perjuangan Anda tak
akan bisa dibendung.”

Lalu, apa jadinya jika kita bisa mengubah mindset dari gagal itu rasa sakit dengan gagal itu
obat termahal?

Rasa sakit yang akan kita rasakan selama proses menuju keberhasilan itu tidak akan terlalu
berat. Apalagi saat kita gagal dalam suatu tahap pembelajaran. Sungguh, kita mungkin
bersedih hati. Namun, di sisi lain, kita akan sangat bersyukur. Karena dibalik kegagalan itu,
kita berhasil melihat banyak pelajaran berharga. Perlahan kita sadar bahwa setiap manusia
pasti pernah gagal.

Siapa yang tidak pernah mengalami kegagalan? Tidak ada seorangpun yang menuju puncak
keberhasilan tanpa mengalami kegagalan, terutama mereka yang memiliki mimpi besar
untuk diwujudkan. Bahkan pola pikir itu menjadi berubah. Pola pikir tentang kegagalan. Kita
menyadari sebetulnya kegagalan adalah bagian dari paket keberhasilan yang akan kita
rasakan di kemudian hari ketika kita terus menjalani proses dengan disiplin, positif dan
pantang menyerah. Setiap orang yang sukses di dunia ini, pasti pernah mengalami kegagalan
dan bisa jadi berulang-ulang kali sehingga membuat stres, frustasi, patah semangat, tidak
berdaya dan terkadang bisa menjadi hilang arah.

Perlahan pola pikir tentang kegagalan itu akan berubah. Kegagalan adalah sebuah realita
dan dalam hidup terkadang kegagalan tidak bisa terhindarkan. Karena kegagalan adalah
sebuah konsekuensi yang harus diterima agar kita belajar. Namun, kegagalan hanyalah
sementara dan kegagalan masih dapat diubah. Kegagalan justru memberi banyak pelajaran
berharga.

“When you fail, you have a choice – focus on facts or focus on feelings.”

Artinya ketika kita gagal, kita punya pilihan, fokus pada kenyataan atau fokus pada
perasaan. Jika kita memilih fokus pada perasaan, maka kita akan lebih lama terpuruk. Pun
tidak ada yang akan berubah kecuali kita bangkit bukan? Karena itulah realita dari suatu
kegagalan yang perlu kita sadari agar kita tidak terlalu dipengaruhi oleh kegagalan itu
sendiri.

Sampailah kita pada pemahaman bahwa, jika kegagalan adalah sebuah realita maka, kenapa
kita harus takut menghadapi kegagalan?

Gagal adalah sebuah obat termahal yang secara sadar diberikan kepada mereka yang
memiliki mimpi besar untuk diwujudkan.

Jika ada satu pertanyaan menarik diajukan kepada kita berbunyi, “apa yang ingin Anda raih
dalam kehidupan ini?” Apakah jawabannya akan seperti ini, “Saya ingin bahagia dan
memiliki sebuah keluarga dan pekerjaan yang saya suka.”

Sesungguhnya tidak ada yang salah dari jawaban itu, hanya tidak ada maknanya sama sekali.
Faktanya, setiap orang menikmati apa yang mengenakkan. Setiap orang ingin hidup dengan
riang gembira, senang dan mudah, jatuh cinta dan merasakan hubungan yang luar biasa,
terlihat sempurna, berduit, populer, dihormati dan dikagumi.

Setiap orang menginginkannya. Dan mudah untuk sekadar menginginkannya.

Sebuah pertanyaan yang lebih menarik, yang tidak disadari oleh sebagian besar orang
terutama mereka yang takut gagal, adalah, “Rasa sakit apa yang kita inginkan dalam hidup
ini? Apa yang membuat Kita rela berjuang?” Karena hal itulah tampak seperti faktor yang
sangat menentukan menjadi apa hidup kita nantinya.
Menelan obat yang pahit memang menyakitkan dan menyebalkan, namun jika itu menjadi
satu-satunya jalan menuju kesembuhan. Kita tentu malah bersyukur karena bisa
mendapatkan obat itu bukan? Sama halnya, para pejuang mimpi di luar sana, jika kegagalan
adalah obat pahit dan satu-satunya jalan yang harus dilewati dalam proses keberhasilan itu.
Bukankah justru rasa syukur yang akan bersemayam di hati?

Karena kegagalan yang identik dengan penderitaan bukanlah sebuah kehinaan. Justru
kesuksesan yang identik dengan kebahagiaan bisa jadi adalah masalah.

Sebuah kutipan yang indah berbunyi, “karena kebahagiaan membutuhkan perjuangan.


Kebahagiaan tumbuh dari masalah. Kegembiraan tidak keluar dari tanah seperti bunga aster
dan pelangi. Kepenuhan dan makna hidup yang nyata dan berumur panjang harus diraih
dengan cara memilih dan mengelola medan juang kita sendiri. Entah kita menderita karena
rasa cemas dan kesepian menunggu panggilan kerja setelah berpuluh-puluh lamaran disebar
atau gangguan kompulsif obsesif lainnya, solusinya terletak pada penerimaan dan
keterlibatan aktif atas pengalaman negatif tersebut—bukan dengan menghindarinya, bukan
pula dengan adanya penyelamat yang datang.”

Kalau sudah begitu, kita harus berhasil mengalahkan rasa takut itu seperti ilustrasi di bawah
ini.

Hal yang terjadi hari ini mungkin tidak sesuai dengan harapan, namun bukan berarti kita
telah gagal. Belajarlah dari apapun yang datang dalam hidup ini. Bahkan dalam situasi
terpahit pun dapat menjadi kesempatan emas bagi kita untuk tumbuh dan berubah.

“Terkadang Anda Menang, Terkadang Anda Belajar.”

Tanyakan pada diri sendiri saat menerima kekalahan atau kegagalan, “apa yang bisa saya
pelajari?, bagaimana saya tumbuh dari ini?, adakah hal positif yang bisa saya ambil dari
situasi ini?”
Semakin dalam pertanyaan, semakin kita akan menemukan secercah cahaya dalam
gelapnya keadaan itu. Ketika kita sudah belajar bahwa gagal adalah sebuah kesempatan
untuk tumbuh daripada akhir yang menyesakkan. Kita telah berhasil mengatasi rasa takut
itu. Pada akhirnya, kita akan sampai pada anggapan bahwa kegagalan adalah sumber
pembelajaran dan inspirasi bukan sebuah penghinaan.

“Aku tidak gagal, Aku baru saja menemukan sepuluh ribu cara yang tidak bekerja.”

Thomas A. Edison

Kesimpulannya, kesuksesan milik mereka yang terus berusaha dan pantang menyerah. Pun
kegagalan adalah jalan yang harus dilewati dalam prosesnya. Sebagaimana yang
disampaikan Menteri Pendidikan saat ini, Bapak Nadiem Makarim dalam pidatonya pada
Hari Sumpah Pemuda yang lalu.

“Satu-satunya kegagalan adalah saat kita hanya diam di tempat dan satu-satunya
kesuksesan adalah saat kita terus melangkah ke depan. Kita mungkin tersandung. Kita
mungkin terjatuh, tapi kita tidak akan tiba di tujuan hati kita kalau kita tidak mengambil
langkah apapun.”
DAFTAR PUSTAKA

Finansialku. (2017, April 25). Finansialku. Diambil kembali dari Cerita Motivasi Jangan Takut
Gagal 20 Penemuan yang Berawal dari Kesalahan:
https://www.finansialku.com/cerita-motivasi-jangan-takut-gagal-ini-20-penemuan-
yang-berawal-dari-kesalahan/

Ho, L. (2019, July 23). lifehack.org. Diambil kembali dari Why you have the fear of failure
(And How to Conquer it Step by Step):
https://www.lifehack.org/articles/lifehack/how-fear-of-failure-destroys-success.html

Hutapea, E. (2019, Oktober 28). Edukasi.kompas.com. Diambil kembali dari Hari Sumpah
Pemuda dan 4 Pesan Inspiratif Mendikbud Nadiem Makarim:
https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/28/13370221/hari-sumpah-pemuda-
dan-4-pesan-inspiratif-mendikbud-nadiem-makarim

Manson, M. (2018). Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat. Dalam M. Manson, Sebuah
Seni Untuk Bersikap Bodo Amat (hal. 13-43). Jakarta: Gramedia.

Tools, M. (2019). Mindtools.com. Diambil kembali dari Overcoming Fear of Failure :


https://www.mindtools.com/pages/article/fear-of-failure.htm

Wahyuningsih, A. (2015, November 19). Brilio.net. Diambil kembali dari Brilio.net:


https://www.brilio.net/life/7-cara-mengatasi-perasaan-takut-gagal-yang-sering-
kamu-khawatirkan-151119t.html

Biodata Penulis

Penulis bernama Fatimatuzzuhroh. Berasal dari Magelang, Jawa Tengah. Saat ini masih
duduk dibangku semester 8 jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Semarang. Menulis
adalah salah satu kegemarannya, dan di blog pribadinya lah ia sering membagikan tulisan.

Anda mungkin juga menyukai