Anda di halaman 1dari 3

Pro-Kontra Penghapusan Ujian

Nasional 2021
Pernyataan Menteri pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem
terkait dengan peghapusan Ujian Nasional (UN) menjadi trending topic di
linimasa media sosial. Pernyataan Nadiem tersebut menjadi perdebatan
yang cukup panjang dan menjadi narasi pro-kontra di ruang publik.

Nadiem makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen


kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan
Indonesia. UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar.
Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan,
bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih
kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa
secara holistik.

kebijakan kemendikbud tersebut menjadi perbincangan yang cukup


panjang di ruang publik. karena berkaitan dengan masa depan pendidikan
di Indonesia. Setidaknya ada dua tokoh nasional yang kontra terhadap
penghapusan UN, yakni Jusuf Kalla (JK) dan Buya Syafii Ma'arif.

JK mengatakan bahwa jika UN dihapus, maka akan ditakutkan para siswa


nanti akan lembek dalam belajar dan tidak memiliki ukuran kompetensi. UN
mendorong anak belajar dan bekerja keras, karena kerja keras syarat
kemajuan negara. Sedangkan Buya menyampaikan UN jangan serta merta
dihapuskan karena di banyak negara model ini masih dipakai sebagai
ukuran kompetensi belajar siswa. Buya khawatir Penghapusan UN akan
menggangu semangat belajar siswa.

Terlepas dari pernyataan kontra di atas, cukup banyak masyarakat dan


para pendidik yang mendukung penuh terhadap kebijakan penghapusan
UN tersebut. Karena sebagian masyarakat banyak yang terbebani dengan
UN. Jika kita lihat dalam perjalanan pendidikan kita, UN di berbagai
wilayah di Indonesia diselenggarakan sebagai suatu formalitas belaka dan
banyak juga yang menyelenggarakan UN dengan ketidakjujuran.

Sudah menjadi rahasia umum ketidakjujuran yang dilakukan ketika UN.


Misalnya ketika UN berlangsung siswa dan para guru bekerja sama agar
para siswa mampu menjawab materi soal dari UN yang cukup rumit
dengan membagikan kunci jawabannya. Karena sekolah juga tidak ingin
siswanya banyak yang tidak lulus hanya karena nilai UN-nya tidak
mencukupi.

Maka dari itu, asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang
ditawarkan oleh kemendikbud untuk menjadi ukuran pendidikan di tahun
2021 menjadi suatu angin segar dan tantangan baru bagi sekolah, dari SD
hingga SMA untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.

Dalam kebijakan tersebut, setidaknya ada dua hal yang akan mampu
meningkatkan kualitas pendidikan kita. pertama, peningkatan kualitas
literasi. Ke depannya siswa tidak hanya diajarkan untuk mampu menjawab
soal, tetapi juga mampu berpikir kritis. Artinya kebijakan tersebut telah
menjalankan philosophy based curriculum, kurikulum pendidikan kritis yang
sudah banyak diterapkan di negara-negara maju di seluruh dunia.

Kedua, revolusi mental dan karakter sekaligus. Dengan konsepsi revolusi


mental, maka siswa akan mampu meningkatkan kualitas mentalnya untuk
mampu bersaing dengan siswa yang lain.

Ahmad Munjid (2019), Dosen FIB UGM, menyatakan bahwa pendidikan


karakter menjadi kunci mengukur kualitas pendidikan siswa. karena sistem
pendidikan kita tidak cukup efektif menjalankan tanggung jawab utamanya:
mengasah kritisisme dan nalar logis para siswa. Kita terlalu banyak
menghabiskan waktu untuk mengurus prosedur dan formalitas, kurang
memedulikan esensi. Dengan demikian, karakter menjadi suatu ukuran
yang proporsional dalam pendidikan.
Penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh Mendikbud baru saja disahkan pada
Rabu, (11/12/19) pagi tadi. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri muda
itu tentu saja menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Bahkan,
Wapres Jusuf Kalla turut memberikan tanggapan terkait kebijakan yang
mengejutkan tersebut.

Mantan Wapres Jusuf Kalla yang tidak setuju dengan rencana ini mengatakan
bahwa dengan dihapusnya Ujian Nasional akan berakibat pada semangat
belajar siswa yang akan menurun.

“Kalau tidak ada UN, semangat belajar akan turun. Itu pasti,” tutur JK saat
berkunjung ke kantor Transmedia, Jakarta, Rabu (11/12/19).

JK juga mengatakan bahwa dengan dihapuskannya Ujian Nasional akan


membuat generasi muda kita menjadi generasi muda yang lembek, lemah dan
tidak mau bekerja keras. Ia menganggap bahwa hal itu bisa saja terjadi andai
UN jadi dihapuskan.

Setelah pernyataan Wapres RI periode ke-10 dan ke-12 itu tayang, Mendikbud,
Nadiem Makarim langsung memberikan sanggahan terkait pernyataan JK yang
menyebut bahwa kebijakan itu akan membuat generasi muda Indonesia lemah
dan menjadi lembek.

Nadiem mengatakan bahwa dihapusnya UN bukan berarti tidak ada tantangan


lain bagi para siswa di sekolah, karena nantinya UN akan digantikan dengan
asesmen kompetensi di tahun 2021. Ia juga menyebut bahwa asesmen
kompetensi akan lebih menantang dibanding UN.

“Nggak sama sekali, karena UN itu akan diganti dengan asesmen kompetensi
pada 2021. Malah lebih men-challenge sebenarnya,” ujar Nadiem di Kompleks
Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/19).

Dan masih banyak lagi pro dan kontra terkait kebijakan yang akan ditetapkan
mulai 2021 ini, banyak dari masyarakat yang setuju dengan kebijakan ini,
karena UN selama ini selalu menjadi momok menakutkan bagi siswa.

Namun, tidak sedikit juga yang menolak karena menganggap bahwa UN adalah
ajang untuk membuktikan kelayakan siswa untuk lulus dan melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi, serta membuat mereka lebih terpacu
untuk semangat belajar dan bekerja keras.

Anda mungkin juga menyukai