Anda di halaman 1dari 22

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017


Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

REKONSTRUKSI KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG IZIN PINJAM


PAKAI KAWASAN HUTAN YANG BERBASIS SUSTAINABLE
DEVELOPMENT

Tutut Ferdiana Mahita Paksi, Suteki, Tity Wahju Setiawati


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : tututferdiana@gmail.com

ABSTRAK

Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan merupakan izin yang diajukan sebagai tanda penggunaan
lahan kawasan hutan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Dewasa kini, praktik izin pinjam pakai kawasan hutan banyak menuai permasalahan.
Pertama, ditinjau dari segi yuridis terdapat celah permasalahan penetapan batas kawasan hutan,
alih fungsi lahan hutan, dan dispensasi penggunaan hutan lindung untuk pertambangan terbuka
yang menyebabkan disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 karena alasan kegentingan yang
memaksa menurut Presiden. Kedua, permasalahan teknis pada upaya praktik penerbitan izin
pinjam pakai kawasan hutan yang tidak clean and clear antar instansi Pemerintah Daerah ditinjau
dari kasus yang terjadi di Kecamatan Sajingan Besar, Sambas, Kalimantan Barat dan kasus
pendirian pabrik semen dan penambangan batu kapur PT. Semen Indonesia di Kecamatan Gunem,
Rembang, Jawa Tengah.
Permasalahan di atas diuraikan berdasarkan telaah pendekatan socio-legal sehingga
termasuk dalam jenis penelitian non-doktrinal. Data penelitian diperoleh melalui media massa,
hasil wawancara dengan informan, dan telaah peraturan perundang-undangan. Metode penentuan
informan dilakukan secara purposive sampling untuk mendapatkan key informan dan penetapan
informan dengan menggunakan teknik snowball sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan
dengan menggunakan teknik triangulasi data. Sementara metode penyimpulan penelitian dilakukan
secara induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan praktik izin pinjam pakai kawasan
hutan dilatarbelakangi oleh tidak harmonisnya antar peraturan perundang-undangan. Selain itu,
faktor utama penyebab tidak harmonisnya regulasi dan praktik didasarkan pada penyalahgunaan
kewenangan penguasa untuk mementingkan kebutuhan ekonomi daripada keseimbangan ekologi.
Pola rekonstruksi yang ditawarkan adalah pemahaman sustainable development yang mengacu
pada integrasi pilar ekonomi, pilar ekologi, dan pilar sosial.

Kata Kunci : rekonstruksi, penggunaan kawasan hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan,
sustainable development

ABSTRACT

Permit to lease and uses forestry area was a typical permit to use forestry areas based on
Law No. 41/1999 on Forestry. Nowadays, this forestry permit’s practice came with problems.
First, based on legal side there were found some gaps among the laws which were regulated on
boundary forestry area, changing of forestry function and dispensation which was given to
businessman to have opened meaning activities inside of our protected forest that caused the
legitimation of enactment The government Regulation In Lieu of Law No. 41/2004 to be
Indonesian Law according to President’s definition in defining emergency situation. Second,
technically problem to the used of clean and clear concept among regional government institutions
based on the cases that were happened at Sajingan Besar, Sambas, West Kalimantan Province and
the building of cement factory and lime stone mining operated by PT. Semen Indonesia at Gunem,
Rembang, Central Java Province.

1
Those problems were analysed based on socio legal approach that included in non-
doctrinal law research. The research data was collected from mass media, informant’s interview,
and Indonesian laws on forestry. Informant was being chosed by purposive sampling to get key
informant and to determine key informant by snowball sampling. Triangulation analysis was one
technic to analyse this data. Then, the research was concluded inductively.
The research showed that permit to lease and uses forestry problems were mainly caused
by the un-harmonization among Laws on forestry. Beside, the main factor of those un-harmonized
Laws came from government abuse of power whose they used their power to fulfill economical
needed by compromising the ecological balance. The reconstruction concept was building and
developing sustainable development approach where it had to integrate economical side,
ecological side, and social side to let ecology and economic balanced.

Key words : reconstruction, forest land uses, permit to lease and uses forestry, sustainable
development

I. PENDAHULUAN (IPPKH). Izin tersebut secara resmi


Indonesia merupakan negara telah diatur dalam Peraturan Menteri
kepulauan (archipelagic state) yang Kehutanan dan Lingkungan Hidup
memiliki kekayaan sumber daya Republik Indonesia Nomor : P.50 /
alam melimpah, salah satunya adalah Menlhk / Setjen / Kum.1 / 6 / 2016
hutan. Hutan merupakan suatu tentang Pedoman Pinjam Pakai
kesatuan ekosistem berupa hamparan Kawasan Hutan.
lahan berisi sumber daya alam hayati Izin Pinjam Pakai Kawasan
yang tidak terpisahkan dari Hutan (IPPKH) ditengarai sebagai
pengelolaan tanah (agraria) dan sarana untuk mencegah kerusakan
sumber daya alam yang berkaitan hutan jangka panjang. Akan tetapi,
dengan kehutanan. Oleh karenanya, fakta lapangan menunjukkan
pengelolaan hutan dilindungi dan problematika implementasi izin yang
ditegakkan oleh hukum kehutanan. tidak sesuai dengan regulasi yang
Hutan menjadi salah satu objek ada. Permasalahan pertama yang
yang dikelola negara berdasarkan muncul adalah banyaknya regulasi
amanat dalam Pasal 33 ayat (3) kehutanan yang masing-masing
Undang-Undang Dasar Negara substansinya justru tumpang tindih
Republik Indonesia Tahun 1945. satu sama lain. Hal tersebut
Atas landasan tersebut, negara menyebabkan ketidakjelasan
berhak mengelola kawasan hutan informasi mengenai tata batas
berdasarkan pada konsep Hak wilayah kawasan hutan, penentuan
Menguasai Negara (HMN). Konsep fungsi hutan, dan alih fungsi lahan
menguasai tersebut didefinisikan hutan yang justru berakhir pada
sebagai upaya untuk melakukan konflik kepemilikan lahan oleh pihak
pengurusan (bestuursdaad) dan ketiga dalam kawasan hutan.
pengolahan (beheerdaad). Selain itu, kasus yang
Bukti nyata pengelolaan menyeruak adalah kisah dibalik
kawasan hutan oleh Pemerintah salah pengesahan Peraturan Pemerintah
satunya ditunjukkan melalui Pengganti Undang-Undang Nomor 1
pengaturan penggunaan kawasan Tahun 2004 menjadi Undang-
hutan dengan menggunakan lisensi Undang Nomor 19 Tahun 2004.
izin pinjam pakai kawasan hutan Dimana Perppu tersebut mengatur
mengenai dispensasi bagi tiga belas tersebut bukanlah lahan hak milik
pengusaha tambang yang melakukan PT. Semen Indonesia.
penambangan terbuka dalam wilayah Permasalahan di atas pada
hutan lindung. Perppu tersebut secara dasarnya menunjukkan bahwa
yuridis bertentangan dengan Pasal 38 tindakan penggunaan kawasan hutan
ayat (4) Undang-Undang Nomor 41 diutamakan untuk penggalangan
Tahun 1999 tentang Kehutanan. pembangunan fisik negara.
Kedua, permasalahan mengenai Pembangunan merupakan salah satu
dampak dari informasi kawasan agenda yang tidak dapat ditunda
hutan yang tidak clean and clear. mengingat semakin banyaknya
Hal tersebut mengakibatkan jumlah populasi penduduk yang
banyaknya kasus marginalisasi membutuhkan ruang untuk tinggal
masyarakat yang menempati wilayah dan mendapatkan kualitas hidup
lahan kawasan hutan. Padahal yang lebih baik. Sehingga tidak
masyarakat tersebut tergolong ke jarang kegiatan penggunaan kawasan
dalam suku adat yang telah hutan selalu diidentikan dengan
menghuni hutan sejak regulasi upaya negara untuk memenuhi
kehutanan belum terlahir. Adanya kebutuhan masyarakat. Hal tersebut
kasus pemukiman Suku Dayak di memunculkan anggapan bahwa
Kecamatan Sajingan Besar, Sambas, negara lebih mengutamakan
Kalimantan Barat di dalam kawasan kesejahteraan masyarakat tanpa
hutan lindung merupakan salah satu memperhatikan keseimbangan dan
kasus yang terjadi. keberlanjutan ekologi kawasan
Ketiga, implementasi hutan.
pelaksanaan pemenuhan persyaratan
pengajuan penerbitan izin pinjam II. METODE
pakai kawasan hutan yang tidak Penelitian ini termasuk dalam
tepat. Hal tersebut ditelaah jenis penelitian hukum non-doktrinal.
berdasarkan kasus pencabutan Izin Dimana pendekatan yang digunakan
Lingkungan PT. Semen Indonesia untuk memahami rangkaian
guna pendirian pabrik semen dan peristiwa yang terjadi dengan
penambangan batu kapur di kawasan menggunakan pendekatan socio
Gunem, Rembang, Jawa Tengah. legal.
Adanya gugatan terhadap izin Adapun spesifikasi penelitian
lingkungan tersebut ditengarai hukum ini berupa penelitian kasus
karena data yang dicantumkan dalam yang dilakukan di dua tempat yakni
AMDAL tidaklah benar dan tepat di Kecamatan Sajingan Besar,
sasaran. Selain itu, ditemukan pula Kabupaten Sambas, Provinsi
kasus tukar menukar kawasan hutan Kalimantan Barat dan Kecamatan
yang dilakukan oleh PT. Semen Gunem, Kabupaten Rembang,
Indonesia pada lahan hutan KPH Provinsi Jawa Tengah. Selain itu
Mantingan dengan KPH Kendal studi perbandingan antar peraturan
untuk menghindari pengajuan Izin perundang-undangan dilakukan
Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang untuk mengkaji kesesuaian
belakangan diketahui bahwa lahan pengaturan kehutanan satu sama lain.
Data penelitian diperoleh melalui mengikatkan diri pada ketentuan
hasil wawancara dengan narasumber, dalam Pasal 1313 Kitab Undang-
analisa peraturan perundang- Undang Hukum Perdata. Ketentuan
undangan, data media massa, hasil tersebut hanya mengatur seputar
karya ilmiah dan penelitian lainnya upaya pemenuhan prestasi atas lahan
yang tergabung dalam data primer yang diperjanjikan.
dan data sekunder. Metode Sementara itu konsep izin
penentuan informan dilakukan menunjukkan bahwa keabsahan
dengan teknik snowball sampling penggunaan kawasan hutan
sehingga mendapatkan key informant dibuktikan dengan kepemilikan izin.
tetap guna memberikan informasi Hal ini berarti, Pemerintah memiliki
yang dibutuhkan. kedudukan yang lebih tinggi dan
Data-data tersebut diolah dengan bertanggung jawab untuk
menggunakan model triangulasi data memberikan dan mengawal hak serta
yang disimpulkan secara induktif kewajiban pengguna izin
dari informasi khusus digeneralisir berdasarkan peraturan perundang-
menjadi informasi umum. undangan. Dengan demikian
pemaknaan izin akan jauh lebih
III. HASIL DAN PEMBAHASAN efektif digunakan daripada
perjanjian.
A. Praktik Penerbitan Izin Kelemahan-kelemahan yang ada
Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada terminologi perjanjian di atas
di Indonesia mengantarkan perubahan regulasi
Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang semula diatur dalam
Hutan (IPPKH) merupakan izin Keputusan Menteri Kehutanan
penggunaan kawasan hutan yang Nomor 64 / Kpts / DJ / I / 1978 dan
sebelumnya dikenal dengan istilah Keputusan Menteri Kehutanan
Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Nomor 55 / Kpts-II / 1994 diubah
Hutan. Perubahan istilah tersebut dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-
pada dasarnya ditinjau dari Undang Nomor 41 Tahun 1999
terminologi “perjanjian” menjadi tentang Kehutanan.
“izin” yang mana dipengaruhi oleh Pengaturan mengenai izin
pemahaman akan kedudukan pinjam pakai kawasan hutan
pemerintah dalam pengelolaan (IPPKH) sendiri telah berganti
penggunaan kawasan hutan tersebut. sebanyak dua belas kali. Alasan
Adanya klausul perjanjian mendasar perubahan regulasi
menunjukkan bahwa konsep tersebut dalam rangka upaya
keabsahan penggunaan kawasan mengharmonisasikan sektor investasi
hutan merujuk pada kesepakatan / penanaman modal dan
tertulis di antara Pemerintah c.q. pertambangan dalam kawasan hutan.
Departemen Kehutanan Kementerian Alasan di atas kemudian
Kehutanan Republik Indonesia mendasari disahkannya Peraturan
dengan pemohon. Keduanya Pemerintah Pengganti Undang-
bersama-sama sepakat untuk Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Dispensasi kepada ketigabelas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun perusahaan tambang tersebut juga
1999 tentang Kehutanan menjadi diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf
Undang-Undang Nomor 19 Tahun c Menteri Lingkungan Hidup dan
2004. Aktor politik dari perubahan Kehutanan Republik Indonesia
tersebut tidak lain adalah Presiden Nomor P.50 / Menlhk / Setjen /
dan para anggota DPR RI. Mereka Kum.1 / 6 / 2016 tentang Pedoman
mengatasnamakan perubahan Perppu Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Hal
tersebut menjadi undang-undang tersebut secara tidak langsung
dengan alasan kegentingan yang menunjukkan bahwa kebijakan izin
memaksa. pinjam pakai kawasan hutan dikelola
Perppu merupakan produk berdasarkan kepada siapa pemerintah
hukum yang hanya dapat diterbitkan berpihak. Dalam hal ini arah
apabila negara termasuk dalam pembentukan kebijakan cenderung
kondisi kegentingan yang memaksa, bertolak pada pendekatan elitisme
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 dan korporatisme.
ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Pendekatan elitisme merupakan
Tahun 2011 tentang Pembentukan pendekatan kekuasaan yang terfokus
Peraturan Perundang-Undangan. pada cara kekuasaan
Lebih lanjut Jimmly Asshidiqie dikonsentrasikan. Model ini
mengklasifikasikan tiga kegiatan berbicara mengenai adanya
yang termasuk dalam kategori konsentrasi kekuasan secara terpusat
kegentingan yang memaksa. Adapun pada segilintir orang atau kelompok.
kategori tersebut meliputi : darurat Sementara pendekatan korporatisme
perang, darurat sipil, dan darurat merupakan pendekatan kebijakan
internal menurut penilaian subyektif yang berfokus pada kekuasaan
presiden. kepentingan yang terorganisir. Kedua
Kondisi penerbitan Perppu di pendekatan di atas pada dasarnya
atas dilandasi oleh faktor kondisi bermaksud menunjukkan bahwa arah
kegentingan memaksa menurut kebijakan dibuat berdasarkan
penilaian subyektif presiden pertaruhan kekuatan antar kekuasaan
mengingat kebijakan pembebasan kepentingan kelompok-kelompok
tigas belas perusahaan tambang tertentu.
untuk dapat melaksanakan Kedua, permasalahan yang
penambangan terbuka di dalam muncul sebagai akibat dari tidak
kawasan hutan lindung bertentangan harmonisnya antar peraturan
dengan Pasal 38 ayat (4) Undang- perundang-undangan di sektor
Undang Nomor 41 Tahun 1999 kehutanan adalah penetapan batas
tentang Kehutanan jo. Pasal 11 ayat kawasan hutan yang berpengaruh
(1) huruf b Peraturan Menteri pada luas kawasan hutan yang
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dimohonkan izin pinjam pakai
Republik Indonesia Nomor P.50 / kawasan hutan. Permasalahan
Menlhk / Setjen / Kum.1 / 6 / 2016 penetapan batas kawasan hutan
tentang Pedoman Pinjam Pakai selalu identik dengan konflik lahan
Kawasan Hutan.
masyarakat adat yang berujung pada kawasan. Selain itu, Gubernur selaku
munculnya konflik tenurial. wakil Pemerintah Pusat
Sebagaimana yang terjadi pada berkewajiban untuk
masyarakat Suku Dayak di Desa mengoordinasikan pelaksanaan
Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, pembangunan kawasan perbatasan
Kabupaten Sambas, Provinsi sesuai dengan pedoman Pemerintah
Kalimantan Barat yang mendiami Pusat.
lahan di dalam kawasan hutan yang Penjelasan di atas cukup untuk
ditetapkan oleh Pemerintah sebagai menggambarkan kedudukan
kawasan hutan lindung. Dimana, Pemerintah Kabupaten Sambas
lahan kawasan hutan lindung terhadap Pemerintah Pusat dan
haruslah steril dari kepemilikan hak Daerah Kalimantan Barat terhadap
ataupun penguasaan hak kecuali pengelolaan wilayah perbatasan.
telah mendapatkan izin pemanfaatan Pengelolaan tersebut termasuk pula
ataupun penggunaan kawasan hutan dalam pengelolaan wilayah hutan
dari pemerintah pusat. yang ditetapkan Pemerintah Pusat
Kecamatan Sajingan Besar sebagai hutan lindung di kawasan
merupakan salah satu wilayah perbatasan Kecamatan Sajingan
perbatasan dua negara yakni Besar.
Indonesia dengan Malaysia yang Penetapan kawasan hutan
terletak di Kabupaten Sambas, menjadi hutan lindung ditetapkan
Provinsi Kalimantan Barat. Sebagai sepihak oleh Gubernur Kalimantan
wilayah perbatasan, Provinsi Barat berdasarkan ketentuan dalam
Kalimantan Barat mendapatkan Pasal 30 ayat (1) Peraturan
otoritas khusus dalam pengelolaan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015
daerah termasuk pengelolaan tentang Tata Cara Perubahan
kawasan hutan didalamnya. Otoritas Peruntukan dan Fungsi Kawasan
khusus tersebut tertuang dalam Pasal Hutan yang menyatakan bahwa
361 ayat (2) hingga ayat (8) Undang- perubahan kawasan hutan untuk
Undang Nomor 23 Tahun 2014 wilayah provinsi dilakukan
tentang Pemerintahan Daerah. berdasarkan usulan gubernur kepada
Pasal tersebut menegaskan menteri.
bahwa Kecamatan Sajingan Besar Penetapan hutan status fungsi
harus tunduk pada Pemerintah Pusat. hutan lindung tersebut bermasalah
Mengingat Undang-Undang Nomor karena tidak melibatkan aspirasi
23 Tahun 2014 telah memberikan Pemerintah Daerah Sambas. Adanya
kewenangan penuh kepada kewenangan sebagaimana tercantum
Pemerintah Pusat untuk mengelola dalam Pasal 360 Undang-Undang
dan memanfaatkan kawasan Nomor 23 Tahun 2014 tentang
perbatasan demi kepentingan negara. Pemerintahan Daerah telah
Kewenangan tersebut meliputi : a) mematikan fungsi otonomi daerah
penetapan detail rencana tata dalam hal pengelolaan kawasan
ruang; hutan.
b) pengendalian dan izin Hal tersebut dibuktikan dengan
pemanfaatan ruang; c) dan diterbitkannya Peraturan Gubernur
pembangunan sarana dan prasarana
Provinsi Kalimantan Barat Nomor Peraturan Menteri Lingkungan
143 Tahun 2016 tentang Hidup dan Kehutanan Republik
Pembentukan, Susunan Organisasi, Indonesia Nomor P.50 / Menlhk /
Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Setjen / Kum.1 / 6 / 2016 tentang
Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Pengelolaan Hutan wilayah Sambas. Hutan. Pasal 4 mengatur mengenai
Pengelolaan atas hutan di Kabupaten pokok-pokok kegiatan di luar
Sambas dikelola oleh KPH Sambas kehutanan yang harus mendapatkan
yang dikepalai oleh seorang kepala izin pinjam pakai kawasan hutan.
unit dan bertanggung jawab langsung Diantaranya lokasi Kecamatan
kepada Kepala Dinas Kehutanan Sajingan Besar telah memenuhi
Provinsi Kalimantan Barat. Secara unsur dari Pasal 4 ayat (1) huruf c
langsung adanya KPH telah menon- tentang instalasi pembangkit listrik,
aktifkan fungsi Dinas Kehutanan huruf e jalan umum, huruf f sarana
Sambas. prasarana umum untuk keperluan
Uraian di atas pada dasarnya pengangkutan hasil produksi, huruf h
menegaskan bahwa penentuan fungsi tentang fasilitas umum seperti
hutan lindung di Kecamatan Sajingan puskesmas, dan huruf j yakni urusan
Besar dikelola sepihak oleh sarana prasarana pertahanan dan
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat keamanan yang salah satunya adalah
dan Pemerintah Pusat c.q pendirian Pos PLBN.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Atas dibangunnya sarana dan
Kehutanan Republik Indonesia. prasarana di atas maka Pemerintah
Termasuk pula kesalahan penetapan Daerah Sambas haruslah mengajukan
fungsi kawasan hutan yang izin pinjam pakai kawasan hutan
didalamnya terdapat pemukiman kepada Menteri Kehutanan. Akan
Suku Dayak. tetapi, pada faktanya berdasarkan
Selain itu, penetapan fungsi data statistik Dinas Kehutanan
hutan lindung di lingkungan lokasi Provinsi Kalimantan Barat Tahun
dibangunnya Border Pos Lintas 2009-2014 setidaknya hanya terdapat
Batas Negara Aruk patut untuk delapan izin pinjam pakai kawasan
diteliti. Adanya pembangunan Pos hutan. Rincian daftar izin tersebut
PLBN dan jalan raya yang dibangun merupakan izin yang terdaftar sejak
sepanjang Pos PLBN menuju pusat tahun 1992 dan masih berlaku hingga
Kota Sambas termasuk dalam tahun 2014.
kegiatan penggunaan kawasan hutan Dari kedelapan izin di atas,
non-komersil. Hal tersebut berarti pembangunan dari pihak pemerintah
dalam penggunaan lahan untuk hanya diwakili oleh Dinas Pekerjaan
pembuatan Pos PLBN dan jalan raya Umum yang mengajukan izin di
haruslah terdapat izin pinjam pakai lahan kawasan hutan produksi
kawasan hutan non-komersil. terbatas. Sementara izin pinjam pakai
Dasar daripada pembangunan kawasan hutan dalam kawasan hutan
dalam kawasan hutan di luar lindung hanya diajukan oleh TNI
kegiatan kehutanan haruslah Angkatan Udara untuk keperluan
menyesuaikan pada Pasal 4 ayat (1) pembuatan pangkalan udara ataupun
pusat latihan. Sampai saat ini data kawasan hutan yang terdapat
pasti daftar pemegang izin pinjam pemukiman penduduk didalamnya.
pakai kawasan hutan baik di Ketiga, kasus ketiga yang dapat
lingkungan informasi Dinas ditelaah adalah berkaitan dengan
Kehutanan Kalimantan Barat dan kasus pendirian pabrik semen dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan penambangan batu gamping oleh PT.
Kehutanan RI tidaklah lengkap. Semen Indonesia di Kecamatan
Secara tidak langsung hal tersebut Gunem, Kabupaten Rembang,
menghambat akses keperluan Provinsi Jawa Tengah. Kasus ini
informasi dari pihak luar yang berarti sudah hangat diperbincangkan sejak
Pemerintah secara tidak langsung tahun 2015 karena diajukannya
telah bersikap tidak transparan. gugatan terhadap izin lingkungan PT.
Selain itu, dalam proses Semen Indonesia oleh Jaringan
pembangunan Pos PLBN Aruk masih Masyarakat Peduli Kendeng.
menimbulkan sengketa lahan dengan Pembahasan kasus ini secara
warga sekitar. Terdapat anggapan teknis telah melibatkan banyak
bahwa Badan Pertanahan Nasional kesalahan prosedur dalam pengajuan
dalam mengukur luas lahan rencana izin pinjam pakai kawasan hutan. Hal
pembangunan Pos PLBN tidak tersebut dikarenakan informasi
melibatkan masyarakat. Alhasil, AMDAL (Analisis Dampak
BPN dituding telah memakan lahan Lingkungan) PT. Semen Indonesia
masyarakat untuk pembangunan pos. yang tidak sesuai.
Jika kita telaah kembali dengan AMDAL merupakan salah satu
konsep penggunaan kawasan hutan instrumen persyaratan untuk
di dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan mendapatkan izin lingkungan
Menteri Lingkungan Hidup dan sebagaimana diatur dalam Pasal 22
Kehutanan Republik Indonesia ayat (1) Undang-Undang Nomor 32
Nomor P. 50 / Menlhk / Setjen / Tahun 2009 tentang Perlindungan
Kum.1/6/2016 tentang Pedoman dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pinjam Pakai Kawasan Hutan, (PPLH). AMDAL menjadi dasar
seharusnya lahan calon Pos PLBN penerbitan Surat Keputusan
adalah termasuk lahan hutan yang Kelayakan Lingkungan sesuai Pasal
penggunaannya atas dasar izin dari 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor
pemerintah. Sementara pada faktanya 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
terdapat lahan hak milik masyarakat dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dalam kawasan lahan Pos PLBN. guna mendapatkan izin lingkungan.
Berdasarkan poin-poin di atas, Ketiga dokumen tersebut merupakan
dapat diketahui bahwa proses syarat teknis untuk mendapatkan izin
penetapan status fungsi hutan tidak pinjam pakai kawasan hutan
sesuai dengan fakta lapangan. sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Sehingga mengakibatkan 14 ayat (4) huruf a Peraturan Menteri
ketidaksinkronan persyaratan teknis Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengenai pengajuan izin pinjam RI Nomor P.50 / Menlhk / Setjen /
pakai kawasan hutan dalam lahan Kum.1/ 2016 tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Ketidaktepatan informasi berubah menjadi lahan hutan di
AMDAL PT. Semen Indonesia bawah kewenangan KPH Kendal.
dikarenakan lahan yang digunakan Belakangan diketahui bahwa
untuk membangun tapak pabrik lahan tukar menukar tersebut
diambil dari lahan milik Perhutani bermasalah mengingat lahan PT.
sementara lahan tambang merupakan Semen Indonesia yang ditukar
gabungan lahan milik warga dan dengan lahan hutan KPH Mantingan
perhutani. Penggunaan luas lahan bukanlah lahan dengan status hak
untuk pembangunan pabrik dan areal milik. Melainkan merupakan lahan
penambangan batu gamping di negara dengan status Hak Guna
Kecamatan Gunem bertentangan Usaha yang dipegang oleh PT.
dengan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Sumurpitu Wringinsari yang
Daerah Kabupaten Rembang Nomor kemudian dibeli oleh PT. Semen
14 Tahun 2011 yang menyatakan Indonesia.
bahwa lahan peruntukkan industri Kedua, pengajuan izin pinjam
besar seluas kurang lebih 869 Ha pakai kawasan hutan untuk lahan
dengan rincian kawasan industri seluas 131,87 Ha yang diajukan pada
pertambangan seluas kurang lebih tahun 2014 dan baru terbit pada
205 Ha berada di wilayah Kecamatan tahun 2016. Padahal pada tahun 2015
Gunem. telah masuk gugatan terhadap izin
Lahan warga yang digunakan lingkungan PT. Semen Indonesia
untuk kepentingan pabrik merupakan yang menghasilkan amar putusan
lahan yang dibeli dari warga sejak hakim MA Nomor 99.PK/TUN/2016
masa Bupati periode sebelumnya. untuk membatalkan izin lingkungan
Sementara lahan perhutani yang tersebut. Atas dibatalkannya izin
digunakan merupakan lahan hutan lingkungan maka seharus perlu
negara yang dikelola oleh KPH dilakukan revisi atau penarikan
Mantingan. Penggunaan kawasan kembali terhadap izin pinjam pakai
hutan dalam areal kawasan hutan kawasan hutan yang telah diterbitkan
KPH Mantingan menunjukkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
bahwa PT. Semen Indonesia haruslah dan Kehutanan Republik Indonesia.
mengajukan izin pinjam pakai Berdasarkan fakta-fakta di atas
kawasan hutan. maka sangat diperlukan sikap pro-
Proses penggunaan lahan hutan aktif pemerintah dalam mengawal
di KPH Kendal dilakukan dengan dan melakukan evaluasi terhadap
dua cara. Pertama adalah pelaksanaan permohonan dan
mengajukan alih fungsi lahan hutan penerbitan izin pinjam pakai
dengan cara tukar menukar kawasan kawasan hutan baik secara komersil
hutan. Lahan hutan KPH Mantingan maupun non-komersil. Mengingat
ditukar dengan lahan ber-hak kuasa mayoritas permasalahan yang terjadi
di Surokonto, Kendal. Sehingga dikarenakan ketidakbenaran data
lahan hutan KPH Mantingan berubah yang tercantum dalam AMDAL atau
menjadi bukan lahan hutan terkesan data dibuat-buat untuk
sementara lahan di Suronkonto menggugurkan kewajiban pemohon.
Data statistik Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Program tersebut mengajak
Republik Indonesia Tahun 2015 petani hutan untuk ikut bersama-
menyebutkan setidaknya terdapat sama mengelola hutan terutama pada
419 AMDAL kegiatan tambang dan produksi hasil hutan yang mampu
non-tambang se-Indonesia yang menambah pendapatan petani sekitar
dinilai oleh Komisi Penilai Amdal kawasan hutan. Berdasarkan laporan
Pusat antara tahun 2012-2015. tahunan Perum Perhutani tahun
AMDAL tersebut dinilai 2015, sejak tahun 2002 Perum
menunjukkan kualitas penilaian atas Perhutani telah menjalin kerjasama
penyusunan yang baik dari tahun ke dengan 5.390 lembaga petani hutan
tahun tetapi kualitas AMDAL sendiri di seluruh wilayah Kesatuan
tidak pernah mencapai lebih dari Pemangku Hutan di Indonesia.
50%. Perum Perhutani telah memberikan
Fenomena AMDAL bergerak realisasi penyaluran dana program
layaknya fenomena gunung es, kemitraan Tahun 2015 mencapai Rp
dimana yang terlihat di permukaan 17.99 M yang terbagi dalam
begitu kecil tetapi permasalahan beberapa sektor binaan.
yang terjadi di bawah begitu besar. Mekanisme kinerja LMDH
Padahal adanya AMDAL dikelola berdasarkan perjanjian
dimaksukan untuk meminimalisir antara KPH dengan LMDH. Menurut
kerugian material maupun non- informasi petani hutan di KPH Pati
material yang dialami oleh dan KPH Mantingan setidaknya
masyarakat dan kondisi existing LMDH akan mendapatkan bagi hasil
lingkungan tersebut. Misalkan pada pengelolaan dan penjualan produk
salah satu persyaratan permohonan hutan sebesar 25% dari keseluruhan
izin pinjam pakai kawasan hutan, hasil. Pembagian hasil sebanyak
haruslah disertakan rekomendasi 25% kemudian akan dibagikan
teknis dari Direktur Perhutani atas kepada petani hutan melalui
sebagian lahan hutan yang manajemen LMDH.
dimohonkan izin. Teknis pembagian pengerjaan
Dalam kasus ini, luasan lahan lahan di dalam hutan dibagi dengan
hutan KPH Mantingan tidak menjadi mekanisme setiap ¼ Ha lahan
pertimbangan bagi Menteri dikelola oleh 2 orang warga. Selain
Kehutanan dalam menerbitkan izin. merawat tumbuhan hutan, petani
Sebagaimana kita ketahui bahwa hutan diizinkan untuk melakukan
Perum Perhutani memberikan CSR tumpangsari ( menanam tanaman lain
(Social Corporate Responsibility) selain tanaman pokok hutan di sela-
berupa pelaksanaan program PHBM sela lahan hutan) selama tidak
(Pengelolaan Hutan Bersama menganggu pertumbuhan tanaman
Masyarakat) yang direalisasikan pokok.
dengan pembentukan LMDH Jika lahan seluas 131,87 Ha
( Lembaga Masyarakat Desa Hutan) dikelola oleh petani hutan maka
di setiap desa yang berbatasan setidaknya terdapat 1.055 warga
dengan lahan kawasan hutan. yang akan kehilangan mata
pencaharian tambahan apabila lahan
tersebut dibebaskan oleh KPH alasan dibalik tidak efektifnya
Mantingan untuk dipinjampakaikan implementasi hukum di lapangan. Ia
pada PT. Semen Indonesia. Hal menggambarkan bahwa bekerjanya
tersebut tentu tidak sebanding hukum dalam masyarakat
dengan serapan tenaga proyek dipengaruhi oleh kekuatan relasi
pembangunan pabrik semen dan antar subjek. Subjek-subjek tersebut
penambangan batu kapur di yakni relasi antara lembaga pembuat
Rembang yang diketahui menyerap peraturan, lembaga penerapan
5.475 orang dengan komposisi 2.373 peraturan, dan pemegang peranan.
orang (43,34%) dari Jawa Tengah. Masing-masing subjek bertindak
Sebanyak 1.108 orang dari Rembang saling berhubungan dan saling
yang terbagi menjadi tiga ring mempengaruhi satu sama lain
kawasan serapan tenaga kerja. sehingga mereka bergerak sebagai
Kecamatan Gunem mendapatkan sebuah sistem implementasi hukum
jatah sekitar 473 orang saja, secara utuh. Setiap lembaga tersebut
sementara 178 orang dari Kecamatan dipengaruhi oleh faktor sosial dan
Bulu, dan 517 orang diambil dari personal lainnya. Faktor-faktor sosial
luar kedua kecamatan di atas. dan personal lainnya tersebut
Pada akhirnya kompensasi yang dijabarkan dengan menggunakan
harus dibayarkan masyarakat tidak analisis Teori Sibernetik Talcott
sebanding dengan apa yang mereka Parsons.
dapatkan. Sehingga ke depan Parsons menyatakan bahwa
pertimbangan teknis Direktur Utama hukum sebagai salah satu sub sistem
Perum Perhutani perlu dalam sistem sosial yang lebih besar.
memperhatikan detail informasi yang Dengan kata lain hukum merupakan
terjadi di lapangan untuk bagian dari sistem sosial. Di samping
meminimalisir ketegangan antara hukum, terdapat sub sistem lain yang
warga desa sekitar hutan dengan memiliki logika dan fungsi yang
pengelola hutan termasuk pula berbeda-beda. Sub-sub sistem yang
dengan pemerintah daerah. dimaksud antara lain adalah budaya,
politik, dan ekonomi.
B. Faktor – Faktor yang Empat sub sistem itu selain
Mempengaruhi Proses sebagai realitas yang melekat pada
Penerbitan Izin Pinjam Pakai masyarakat, juga serentak merupakan
Kawasan Hutan di Indonesia tantangan yang harus dihadapi tiap
unit kehidupan sosial. Hidup matinya
Kompleksnya permasalahan sebuah masyarakat ditentukan
perizinan pinjam pakai kawasan befungsi tidaknya tiap sub sistem
hutan baik ditinjau dari tataran sesuai tugas masing-masing. Posisi
yuridis dan sosiologis dipengaruhi hukum begitu sentral sehingga ia
oleh berbagai faktor internal dan harus mampu menjinakkan sub-sub
eksternal hukum. sistem yang lain agar bisa berjalan
Chambliss dan Seidman dalam sinergis tanpa saling bertabrakan.
teorinya Teori Bekerjanya Hukum di Setiap sub sistem memiliki logika,
Masyarakat mencoba menjawab
mekanisme, dan tujuan yang pembahasan pengesahan Perppu
berbeda. Nomor 1 Tahun 2004 menjadi
Adapun gambaran relasi antara Undang-Undang Nomor 19 Tahun
modifikasi Teori Bekerjanya Hukum 2004 menegaskan bahwa Undang-
di Masyarakat dengan Teori Undang hanyalah segelintir alat bagi
Sibernetik Talcott Parsons adalah penguasa untuk memenuhi
sebagai berikut : kebutuhan golongan-golongan
tertentu. Dalam hal ini jelas terdapat
Skema 1
Modifikasi Model Bekerjanya
penyalahgunaan kekuasaan untuk
Hukum di Masyarakat pada Penerapan melegalkan Undang-Undang hanya
Kebijakan Pinjam Pakai Kawasan Hutan karena untuk melindungi pasaran
di Indonesia ekonomi pihak tertentu. Hal tersebut
hanya akan terjadi bilamana anggota
legislatif dan pengusaha terkait
memiliki kesamaan kepentingan
sebagai batasan mutlak masyarakat
politik.
Dalam kasus tersebut, dikatakan
bahwa kasus suap menyuap menjadi
bumbu penyedap alotnya
pembahasan pengesahan Perppu
menjadi Undang-Undang. Secara
tidak langsung, hal tersebut telah
menjelaskan adanya kepentingan
pemenuhan ekonomi diantara
anggota legislatif. Hal ini
Lebih lanjut, Talcott Parsons menunjukkan bahwa setidaknya
berusaha menjelaskan bahwa di setiap orang tidak terlepas dari
masing-masing lembaga sarat akan keinginan untuk mendapatkan
pengaruh faktor eksternal dan kemapanan ekonomi.
internal lembaga yang menyebabkan Terakhir ditinjau dari segi kultur
bekerjanya hukum dapat atau budaya, anggota legislatif yang
terimplementasikan dengan efektif paham dan benar mengerti akan
atau tidak. Ketiga sub sistem dalam landasan - landasan materiil
Teori Sibernetika yakni sub sistem penyusunan suatu undang-undang
ekonomi, budaya, dan politik secara seharusnya menolak pelaksanaan
nyata berdampak pada implementasi pengesahan Perppu menjadi Undang-
regulasi yang ada. Undang. Mengingat budaya
Pertama, dimulai dari lembaga merepresentasikan pemahaman nilai
pembuat peraturan. Dalam hal ini dan norma yang berlaku dalam
lembaga pembuat peraturan diwakili kehidupan seseorang. Sehingga,
oleh DPR RI selaku penyusun budaya hukum akan selalu identik
Undang-Undang Kehutanan. Dalam dengan penerapan nilai dan norma
pembahasan Undang-Undang hukum sesuai dengan jalurnya.
tersebut termasuk pula dalam Dengan demikian dapat kita lihat
bahwa penerapan budaya hukum terhadap penerbitan izin pinjam
anggota legislatif masihlah rendah. pakai kawasan hutan. Selain itu, pada
Kedua, ditinjau dari lembaga tataran pemberian rekomendasi
penerapan peraturan yakni teknis Direktur Utama Perum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutani, tidak dipertimbangkan
Kehutanan dan Pemerintah Daerah lebih lanjut oleh Menteri Lingkungan
Provinsi, Kabupaten/Kota. Pada Hidup dalam memberikan izin
dasarnya sektor lembaga penerapan pinjam pakai kawasan hutan untuk
peraturan mempunyai kedudukan keperluan komersil.
yang lebih strategis dalam Kedua kasus di atas menunjukkan
menerapkan regulasi yang telah bahwa penerapan regulasi dari
dibuat oleh lembaga pembuat lembaga pembuat peraturan berjalan
peraturan. Dalam kasus yang terjadi sesuai dengan pengaruh eksternal
di Sambas ataupun di Rembang dari dalam lembaga penerapan
setidaknya menunjukkan bahwa hukum yakni kepentingan ekonomi
kontrol perizinan berada di tangan dan pengaruh politik. Sementara
pemerintah. pengaruh dari internal tak lain adalah
Pada kasus di Sambas, ketika budaya hukum dari para aparat
Pemerintah Daerah Provinsi dan pemberi izin untuk memberikan izin
Kementerian Lingkungan Hidup dan sesuai dengan nilai dan norma yang
Kehutanan RI berkoordinasi dengan berlaku.
Pemda Sambas dalam hal penetapan Penjelasan di atas telah
kawasan hutan tentu permasalahan menguraikan keterkaitan pengaruh
tata batas dan kasus pemukiman sub-sub sistem ekonomi, budaya, dan
masyarakat Suku Dayak dalam politik dalam bekerjanya suatu
kawasan hutan lindung dapat hukum di masyarakat. Selain
dicegah. Selain itu sebaliknya, berpaku pada penjelasan tersebut,
Kementerian selaku penjaga marwah Talcott Parsons menjelaskan pula
tertinggi kondisi kehutanan di mengenai bentuk integrasi antar sub-
Indonesia juga perlu mengawasi sub sistem dengan bentuk sebagai
secara cermat dan seksama dalam berikut :
memberikan izin pinjam pakai
kawasan hutan. Terutama di kawasan Skema 2
kalimantan yang sedang gencarnya Konfigurasi Sub-Sub Sistem
membuka lahan hutan untuk Berdasarkan Teori Sibernetika Talcott
kepentingan pembukaan jalur Parsons
transportasi, perkebunan, industri,
dan pertambangan.
Sementara pada kasus pemberian
izin pinjam pakai kawasan hutan
kepada PT. Semen Indonesia, hal
yang paling menarik adalah adanya
pembatalan izin lingkungan melalui
putusan Mahkamah Agung yang
tidak memberikan reaksi apapun
Skema di atas menunjukkan mengkondisikan massa agar tercapai
bahwa antara masing-masing sub informasi dan energi yang tepat.
sistem memiliki keterkaitan satu Ketiga sub sistem di atas dapat
sama lain yang membuat suatu ditelaah lebih lanjut dengan konsep
kejadian hukum. Setiap sub sistem autopoietic yang digagas oleh Niklas
berperan penting untuk memberikan Luhmann. Luhmann merujuk pada
arus informasi antar masing-masing studi biologi dimana suatu sistem
sub sistem secara sistematis dari sub tersusun atas sel – sel biologis. Sel –
sistem dengan tingkat informasi sel tersebut saling membelah diri
tinggi ke yang lebih rendah. Terjadi menjadi bagian yang lebih kecil yang
pula arus sebaliknya, sub sistem menyusun betapa kompleksnya suatu
dengan tingkat informasi yang lebih sistem.
tinggi justru dikondisikan oleh sub- Sistem autopoietic berusaha
sub sistem yang lebih rendah menjelaskan kondisi suatu sistem
kemampuannya untuk memberikan merupakan tersusun dari pecahan-
informasi. pecahan sistem tersebut. Dalam hal
Semakin sub sistem bergerak ke ini, sistem ekonomi apabila dipecah-
atas maka informasi yang diberikan pecah menjadi objek terkecil akan
semakin tinggi. Sehingga dapat didapat uang dan keinginan untuk
diperoleh informasi yang cukup megutadasar beroperasinya sistem
mengenai faktor-faktor yang dapat ekonomi. Sementara dari sistem
mengkondisikan masyarakat untuk politik apabila dipecah akan
mencapai tujuan. Sedangkan semakin menghasilkan kekuasaan, tujuan,
sub sistem bergerak ke bawah maka strategi, manusia, dan ide sebagai
energi masing-masing sub sistem elemen dasarnya. Ditinjau dari segi
semakin membesar. Sehingga arus sub sistem budaya makan akan
tersebut menunjukkan sub sistem diperoleh nilai dan norma, sedangkan
budaya sebagai sub sistem paling pada sub sistem sosial akan diperoleh
informatif dan sub sistem ekonomi kesadaran sebagai elemen dasarnya.
sebagai sub sistem paling kuat. Sehingga, masing-masing
Berdasarkan uraian di atas, dapat elemen dasar di ataslah yang
kita simpulkan bahwasannya faktor menggerakkan masing-masing
internal berupa budaya hukum aparat sistem. Berdasarkan uraian di atas
memberikan informasi terbanyak maka dapat kita ketahui
berkaitan dengan mudah tidaknya bahwasannya pelaksanaan hukum
suatu sistem birokrasi dapat tidak akan berjalan dengan baik
dibenturkan dengan faktor ekonomi apabila sistem ekonomi
dan politik. Sementara sub sistem mendominasi sistem-sistem yang lain
ekonomi memberikan energi paling untuk keperluan kelompok tertentu.
kuat untuk mewujudkan kepentingan
yang mengarah kembali untuk
pemenuhan ekonomi pihak-pihak
tertentu. Sementara politik dan sosial
merupakan transmitter untuk
menghubungkan dan
C. Rekonstruksi Kebijakan Izin jumlah penduduk tersebut dibarengi
Pinjam Pakai Kawasan Hutan dengan laju pertumbuhan yang tinggi
di Indonesia yang Berbasis sehingga akan berpengaruh pada
Sustainable Development wilayah perencanaan dan penataan
ruang baik dalam skala daerah
Berangkat dari praktik kebijakan maupun nasional. Dengan laju
tentang izin pinjam pakai kawasan pertumbuhan penduduk demikian
hutan baik dalam ranah penyusunan tinggi setidaknya sebanyak 110 ribu
hingga praktik penerbitan izin hektar lahan pertanian
sebagaimana dibahas pada dua dialihfungsikan menjadi lahan non-
permasalahan di atas maka konsep pertanian. Belum lagi, pembangunan
rekonstruksi kebijakan izin pinjam yang dilakukan di kawasan hutan
pakai kawasan hutan yang mengingat terbatasnya lahan
ditawarkan adalah perpaduan konsep pemukiman.
sustainable development berdasarkan Fenomena di atas lah yang pada
konsep telaah filsafat lingkungan dasarnya menyebabkan eksplorasi
hidup. berlebih pada alam baik pada sumber
Sustainable Development daya alam dan lahan-lahan hijau
diperkenalkan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan yang memperhatikan masyarakat yang semakin hari
dimensi lingkungan hidup dalam semakin bertambah. Adanya
pelaksanaannya. Pembahasan eksplorasi berlebih pada lingkungan
mengenai pembangunan berujung pada kerusakan lingkungan.
berkelanjutan telah dibahas oleh Termasuk pula pada kondisi
masyarakat internasional dalam penggunaan lahan kawasan hutan
forum PBB sejak yang terus dieksplorasi dengan
diselenggarakannya Konferensi berbekal izin pinjam pakai kawasan
Stockholm pada tahun 1972. hutan. Penerbitan izin tidak sesuai
Konsep pembangunan dengan prosedur justru akan
berkelanjutan bergerak sebagai memperparah kerusakan lingkungan.
sarana untuk menyeimbangkan Oleh karenanya, upaya konstruksi
kebutuhan ekonomi dan yang dapat dilakukan adalah
kelangsungan ekologis. Lebih lanjut mengintegrasikan pemenuhan
pembangunan berkelanjutan dimensi ekonomi melalui rekayasa
dirumuskan melalui integrasi pada sosial untuk menjaga kelangsungan
tiga dimensi utama yakni lingkungan dimensi ekologi.
hidup, sosial, dan ekonomi. Hubungan integrasi antara tiga
Pembangunan merupakan dimensi di atas oleh Mohan
tindakan yang tidak mungkin untuk Munasinghe digambarkan sebagai
dihindari. Mengingat jumlah berikut :
populasi penduduk yang semakin
hari semakin meningkat hingga
berdasarkan hasil sensus penduduk
tahun 2010 jumlah penduduk
mencapai 237,6 juta jiwa. Kepadatan
intervensi pemerintah secara terarah,
pemerataan pendapatan, penciptaan
Skema 3 lapangan kerja, dan pemberian
Pola Interaksi Tiga Dimensi subsidi bagi kegiatan pembangunan
Pembangunan Berkelanjutan
yang memerlukannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
posisi integrasi dimensi hanya dapat
dilakukan oleh pemerintah yang telah
menerapkan asas-asas pemerintahan
yang baik (good governance).
Pemerintah merupakan pengelola
seluruh sumber daya, pemimpin
masyarakat, dan penentu kebijakan
masa depan negara. Sehingga peran
strategis pemerintah dalam upaya
menyeimbangkan dan
mengintegrasikan ketiga dimensi
akan menentukan seberapa besar
Skema di atas menunjukkan keberhasilan suatu konsep
bahwa setiap dimensi memiliki peran pembangunan berkelanjutan
masing – masing untuk mewujudkan terlaksana.
konsep pembangunan berkelanjutan. Peranan pemerintah sebagai
Dimensi ekonomi dielaborasi sebagai pondasi atas upaya integrasi dimensi
elemen penggunaan sumberdaya dapat digambarkan dengan pola
alam secara bijaksana, mendorong sebagai berikut :
pemanfaatan ekonomi lokal,
pengembangan nilai tambah ekonomi Skema 4
dan pengutamaan dampak Pilar Pembangunan Pinjam Pakai
Kawasan Hutan yang Berkelanjutan
kelangsungan ekologis.
Dimensi sosial dielaborasi
menurut elemen jaminan kehidupan,
pemerataan akses terhadap pelayanan
dasar, demokrasi, dan partisipasi,
interaksi sosial yang positif, dan
berkembangnya nilai (human values)
bagi kehidupan yang berkualitas.
Sementara ditinjau dari dimensi
ekologi atau lingkungan dielaborasi
menurut elemen kuantitas dan
Berdasarkan skema di atas maka
kualitas sumber daya alam,
upaya rekonstruksi kebijakan pinjam
lingkungan, dan keanekaragaman.
pakai kawasan hutan yang berbasis
Untuk mencapai keseimbangan
sustainable development haruslah
pembangunan berkelanjutan maka
dimulai dari perbaikan integritas
dalam konteks hubungan antara
pemerintah yang dalam hal ini
tujuan sosial dan ekonomi diperlukan
diwakili oleh lembaga pembuat
kebijakan ekonomi yang meliputi
peraturan ( DPR RI ) dan lembaga sistem sosial maka kesadaran
penerapan peraturan ( Kementeria personal akan membawa dampak
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang positif untuk menimbulkan
Republik Indonesia) serta jajaran kesadaran sosial.
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kembali berbicara pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. pembahasan perumusan kebijakan,
Pemerintah perlu memperbaiki dalam diri setiap perumus kebijakan
tata kelola pemerintahan terutama haruslah ditanamkan dengan apa
pada framework perumus kebijakan yang dinamakan nilai, budaya, dan
dan framework para penerap agama/kepercayaan sebagai bagian
kebijakan. Pendalaman akan konsep dari segitiga pluralisme hukum
sustainable development didasarkan Werner Menski. Pola yang
pada pentingnya menjaga konsistensi ditanamkan oleh Menski berupa
kelangsungan lingkungan dalam hal pluralisme hukum adalah untuk
ini adalah kawasan hutan. menghargai setiap hukum yang
Konsep yang ditawarkan oleh timbul karena adanya diversitas
Frijtof Capra dalam teorinya Deep karakteristik sosial kultur seperti
Ecology bermaksud mengajak yang terjadi di Indonesia.
manusia untuk tidak terlarut dalam Pandangan masyarakat adat
sudut pandang antroposentrisme. yang sangat mencintai dan
Dimana lingkungan hidup melindungi kawasan hutan dengan
diperuntukan untuk memenuhi aktivitas sakral yang menolak adanya
kebutuhan manusia saja tanpa gangguan aktivitas yang merusak
memperdulikan kelangsungan hutan menjadi contoh bahwa
lingkungan tersebut. Ajakan ini lebih keanekaragaman tradisional justru
bersifat pada pandangan untuk ada karena bentuk kepedulian
mengurangi eksploitasi alam berlebih masyarakat terhadap hutan sebagai
hanya demi pemuasan kebutuhan rumah dan sumber penghidupan
manusia. mereka. Tetapi di lain sisi hutan
Konsep deep ecology di atas merupakan bentuk investasi modern
hanya akan menjadi buaian angan yang dincar oleh para investor untuk
apabila tidak direalisasikan. Salah pertambangan, perkebunan, dan
satu sarana untuk merealisasikan pembangunan infrastruktur lainnya.
adalah dengan menanamkan Oleh karenanya salah satu
pentingnya menjaga kelangsungan metode implementasi Deep Ecology
lingkungan hidup pada diri setiap adalah dengan
perumus kebijakan, lembaga mengkombinasikannya dengan
penerapan kebijakan, dan pemegang pandangan Menski dalam segitiga
peranan ( investor ). Hal ini akan pluralisme hukum bagi setiap diri
kembali berbicara pada nilai yang anggota legislatif. Lebih lanjut model
dipahami manusia akan definisi dari pemahaman di atas dimasukkan
kesadaran menjaga lingkungan. dalam pola perumusan kebijakan
Sebagaimana yang telah dibahas Easton dalam Teori Blackbox-nya
pada poin permasalahan kedua, yakni sebagai berikut :
kesadaran sebagai elemen dasar dari
clean and clear. Sehingga izin
Skema 5 pinjam pakai kawasan hutan bukan
Modifikasi Teori Werner Menski merupakan masalah tunggal
dalam Skema Proses Kebijakan
sebagai Input dan Ouput
melainkan akibat dari masalah lain
yang timbul dalam rangka
pemanfaatan hutan.
Permasalahan-permasalahan di
atas pada dasarnya terjadi karena
beberapa faktor. Diantaranya
disebutkan oleh Chambliss dan
Seidman dalam Teori Bekerjanya
Hukum di Masyarakat. Dimana
Dengan demikian, upaya subjek hukum yakni lembaga
penanaman konsep sustainable pembuat peraturan, lembaga
development dikembalikan kepada penerapan peraturan, dan pemegang
diri masing-masing pemegang peranan dalam menjalankan regulasi
peranan, lembaga pembuat peraturan, (baca:hukum) dipengaruhi oleh
dan lembaga penerapan peraturan. faktor sosial dan personal yang tak
lain adalah faktor ekonomi,
IV. KESIMPULAN politik,dan budaya hukum.
Faktor ekonomi dan politik yang
Kasus penerbitan izin pinjam lebih besar telah mendorong budaya
pakai kawasan hutan yang terjadi di hukum aparat untuk tidak
Sambas dan Rembang telah menjalankan hukum sesuai dengan
menggambarkan kondisi faktual koridornya. Alhasil, kebijakan yang
implementasi regulasi pinjam pakai dibuat dan penerapan di lapangan
kawasan hutan. Bahwa permasalahan jauh dari apa yang disebut dengan
izin pinjam pakai kawasan hutan nilai dan norma hukum. Mengingat
sangat berkaitan dengan hukum digerakkan oleh penguasa
permasalahan lain yang berkaitan untuk melanggengkan kekuasaan dan
dengan hutan. Misalkan pada mendukung pemenuhan kepentingan
penetapan tata batas hutan, kasus ekonomi pihak-pihak tertentu.
kepemilikan lahan pihak ketiga Oleh karenanya, dalam rangka
dalam kawasan hutan, pemukiman rekonstruksi kebijakan izin pinjam
masyarakat adat dalam kawasan pakai kawasan hutan Pemerintah
hutan, dibangunnya infrastruktur harus menanamkan dalam setiap diri
yang tidak memiliki izin, untuk mengintegrasikan dimensi
permasalahan pada informasi dan sosial, ekonomi, dan lingkungan
keabsahan AMDAL, izin dengan menerapkan prinsip Deep
lingkungan, hingga pertimbangan ecology. Dimana setiap manusia
teknis oleh Direktur Umum Perum diajak untuk berfikir pada upaya
Perhutani. pemenuhan kebutuhan manusia tanpa
Mengingat konsep utama mengorbankan lingkungan untuk
perizinan atas penggunaan kawasan generasi mendatang.
hutan haruslah mengacu pada konsep
Pola pikir tersebut haruslah Theories of the Policy Cycle.
dimiliki oleh setiap anggota lembaga New York : CRC Press
pembuat peraturan, penerapan Keraf, Sonny. 2014. Filsafat
peratuan, dan pemegang peranan Lingkungan Hidup.Yogyakarta
sebagai rangkaian sistem holistik. : PT Kanisius Yogyakarta
Langkah nyata yang dapat dilakukan -----------------. 2010. Etika
adalah menanamkan prinsip Deep Lingkungan Hidup. Jakarta :
Ecology dan pemahaman akan Kompas
segitiga pluralisme hukum Werner Luhmann, Niklas. 1995. Social
Menski dalam penyusunan regulasi Systems. California : Stanfors
yang berkaitan dengan pinjam pakai University Press
kawasan hutan secara khusus dan M. Syamsudin. 2007.
kehutanan secara umum. Operasionalisasi Penelitian
Hukum. Jakarta : Raja Grafindo
V. DAFTAR PUSTAKA Persada
Persada
Ali, Ahmad. 2009. Menguak Teori Menski, Werner. 2006. Comparative
Hukum dan Teori Peradilan. Law in a Global Context, The
Jakarta : Kencana Legal Systems of Asia and
Asshidiqie, Jimly. 2010. Konstitusi Africa,Second Edition. United
Ekonomi. Jakarta : Penerbit Kingdom : Cambridge
Buku Kompas University Press
--------------------. 2012. Teori Hans Muhi, Ali Hanapiah.2011. Praktek
Kelsen tentang Hukum. Jakarta Lingkungan Hidup.
: Konstitusi Press Jatinangor : Alqa Prisma
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Interdelta
2015. Analisis dan Evaluasi Nason, Michael P. Encyclopedia of
Hukum tentang Pertanahan. Environmental Ethics and
Jakarta : BPHN Philosophy-2nd/7/18/2008.
Daeng, Hans.J. 2012. Manusia, 18.08.
Kebudayaan, dan Lingkungan Nonet, Philippe dan Philip Selznick.
Tinjauan Antropologis. Law and Society in Transition
Yogyakarta : Pustaka Pelajar : Toward Responsive Law.
Dunn, William N. Pengantar Diterjemahkan oleh Raisul
Analisis Kebijakan Publik, Muttaqie, Hukum Progresif.
2000. Yogyakarta: Gadjah Bandung : Nusa Media
Mada University Press Rahardjo, Satjipto. 1978. Hukum dan
Iskandar, et.all. Kebijakan Masyarakat. Bandung :
Perubahan Kawasan Hutan: Angkasa
dalam Pengelolaan ---------------------. 2012. Ilmu Hukum
Berkelanjutan. 2011. Bandung Cetakan Ketujuh 2012.
: UNPAD Press Bandung : PT. Citra Aditya
Jann, Werner & Kai Wegrich. 2007. Bakti
Handbook of Policy Analisys: ---------------------. 2009. Biarkan
Hukum Mengalir Catatan
Kritis tentang Pergulatan Universitas Indonesia
Manusia dan Hukum. Jakarta
: Kompas
Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum
Perdata Cetakan ke-31.
Jakarta : Intermasa
Seidl, David. 2004. Luhmann’s
Theory of Autopoietic Social
Systems. Ludwig-
Maximilians-Universitat
Munchen (LMU), Munich
School of Management
Susilo, Rachmad K. Dwi, 2014.
Sosiologi Lingkungan. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
Tanya, Bernard L. 2010.
Teori
Hukum Strategi Tertib
Manusia Lintas Ruang dan
Generasi. Yogyakarta : Genta
Publishing
Wignjosoebroto, Soetandyo. 2002.
Hukum,Paradigma,Metode
dan Dinamika Masalahnya.
Jakarta : HUMA
Belo, Mario Inirgo Oki Menes.2016.
Islam di Kesultanan Sambas
Kalimantan Barat 1600-
1732. Universitas Sanata
Dharma : Skripsi
Indra, Elfi. 2015.Rekonstruksi
Kebijakan Daerah di Bidang
Investasi

Berbasis Lingkungan Hidup


(Studi Kasus: Pembangunan
Pabrik Semen dan
Penambangan Batu Gamping
dan Batu Lempung di
Kecamatan Kayen dan
Tambakromo, Kabupaten
Pati). Universitas Diponegoro
: Thesis
Sumarwanto, Antonius. Analisis
Pengembangan Literatur.
2010. Skripsi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Pemerintahan
Uhi, Jannes Meningkatkan Akuntabilitas.
Alexander. Laporan Tahunan (Annual
Pengembangan Report) Tahun 2015
Epistemologi Realisme Semen Indonesia Group. Untuk
Melalui Prinsip- Prinsip Kualitas Untuk Bumi Untuk
Kultural. Kandidat Doktor Indonesia. Majalah SINERGI
Filsafat Universitas Gadjah : Semen Indonesia Group
Mada Yogyakarta
Zubayr, Manifas. 2014.
Implementasi Kebijakan

Penggunaan Kawasan
Hutan untuk
Pertambangan: Perspektif
Hubungan Principal Agent.
Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Kartodiharjo, Hariadi. Diskursus
dan Aktor dalam
Pembuatan dan
Implementasi Kebijakan
Kehutanan : Masalah
Kerangka

Pendekatan Rasional.
JMHT Volume XIV
tanggal 19-27 April 2008
M.Fani Cahyandio. Pembangunan
Berkelanjutan, Ekonomi,
dan Ekologi

Sustainability
Communication
dan
Sustainability Reporting.
Journal of Management and
Sustainability 2-1
National Geographic Indonesia.
Pabrik Semen Tetap
Dibangun di Rembang
“Dikatakan Pembangunan
Pabrik Ini Bagian Rencana
Memenuhi

Peningkatan Kebutuhan
Semen dalam Negeri.
Ditulis pada 23 Juli 2014
Perhutani. Menata
Bisnis
Semen Indonesia Group. Untuk
Kualitas Untuk Bumi Untuk
Indonesia. Majalah SINERGI
: Semen Indonesia Group.

Anda mungkin juga menyukai