Anda di halaman 1dari 5

Cara melakukan manual plasenta

Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :

 Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.


 Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
 Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
 Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas


400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya
masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke
puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang


infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang
dapat memberikan pertolongan darurat.

Teknik manual plasenta

Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu
dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan
sehingga berkontraksi baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang
uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di antara jari-jari tersebut
dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus dan
menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh
dilakukan secara kasar.

Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi


litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus
NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring
dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini
berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan
vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan
yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring),
ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus
uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke
bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan
fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada
bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas
fundus

—Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.
Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan
seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan
fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian
robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui


kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.
Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan
uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus.
Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi
pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri
maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk
menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.

Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan


dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan
di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa
plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau
per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

ATONIA UTERI

Penanganan

1. Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
masukkan secara obstetrik (menyatukan kelima ujung jari) melalui
introitus dan ke dalam vagina ibu.
2. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat
berkontraksi secara penuh.
3. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan
dinding anterior uterus, ke arah tangan luar yang menahan dan
mendorong dinding posterior uterus kea rah depan sehingga uterus
ditekan dari arah depan ke belakang.
4. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas
implantasi plasenta)  di  dinding  uterus  dan  juga merangsang
miometrium  untuk berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan :
Jika uterus bekontraksi dan pendarahan berkurang, terus melakukan KBI
selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau
ibu secara melekat selama kala empat. 

Jika uterus berkontraksi tetapi pendarahan masih berlangsung, periksa


ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian,
segera lakukan penjahitan untuk menghentikan pendarahan. Jika uterus
tidak berkontraksi selama 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE) kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.

6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal.


Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena
ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
7. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan
berikan 500cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
8. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera
rujuk ibu karena ini merupakan bukan atonia uteri sederhana. Ibu
membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang
mampu melakukan tindakan operasi dan transfusi darah.
10.Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan
infus cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan. Infus 500 ml pertama
dihabiskan dalam waktu 10 menit.Berikan tambahan 500 ml/jam hingga
tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125cc/jam. Jika
cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus
dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral
untuk rehidrasi.

Tanda dan gejala atonia uteri


1) Perdarahan pervaginam Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak
merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar
disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi
sebagai anti pembeku darah
2) Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas
atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang
lainnya 3)
3) Fundus uteri naik
4) Terdapat tanda-tanda syok
 Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)  
 Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
 Pucat
 Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
 Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran g.
 Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

Anda mungkin juga menyukai