Anda di halaman 1dari 2

B.

Mikrohabitat
Habitat-habitat di alam ini umumnya bersifat heterogen, dengan area-area tertentu
dalam habitat itu yang berbeda vegetasinya. Populasi-populasi hewan yang mendiami
habitat itu akan terkonsentrasi ditempat-tempat dengan kondisi yang paling cocok
bagi pemenuhan persyaratan hidupnya masingmasing. Bagian dari habitat yang
merupakan lingkungan yang kondisinya paling cocok dan paling akrab berhubungan
dengan hewan dinamakan mikrohabitat. Sehubungan dengan bagaimana kisaran-
kisaran toleransinya terhadap berbagai faktor lingkungannya, maka berbagaispesies
hewan yang berkonsentrasi dalam habitat yang sama (= berkohabitasi) akan
menempati mikrohabitatnya masing-masing. Beberapa istilah seperti makrohabitat
dan mikrohabitat penggunaannya tergantung dan merujuk pada skala apa studi yang
akan dilakukan terhadap satwa menjadi pertanyaan (Soetjipta, 1993). Dengan
demikian makrohabitat dan mikrohabitat harus ditentukan untuk masing-masing studi
yang berkenaan dengan spesies spesifik. Secara umum, makrohabitat merujuk pada
ciri khas dengan skala yang luas seperti zona asosiasi vegetasi (Wirakusumah, 2003)
yang biasanya disamakan dengan level pertama
seleksi habitat menurut Johnson. Mikrohabitat biasanya menunjukkan kondisi habitat
yang sesuai, yang merupakan faktor penting pada level 2-4 dalam hierarkhi Johnson.
Oleh sebab itu merupakan hal yang tepat untuk menggunakan istilah mikrohabitat dan
makrohabitat dalam sebuah pandangan relatif, dan pada skala penerapan yang
ditetapkan secara eksplisit. Contoh makrohabitat dan mikrohabitat : Organisme
penghancur (pembusuk) daun hanya hidup pada lingkungan sel-sel daun lapisan atas
fotosintesis, sedangkan spesies organisme penghancur lainnya hidup pada sel-sel daun
bawah pada lembar daun yang sama hingga mereka hidup bebas tidak saling
mengganggu. Lingkungan sel-sel dalam selembar daun di atas disebut mikrohabitat
sedangkan keseluruhan daun dalam lingkungan makro disebut makrohabitat.
Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan makhluk hidup yang
menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas
atas disebut titik maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Ketiga
titik itu yaitu titik minimum, titik maksimum dan titik optimum disebut titik cardinal.
Apabila sifat habitat berubah sampai diluar titik minimum atau maksimum, makhluk
hidup itu akan mati atau harus pindah ke tempat lain. Misalnya jika terjadi arus terus-
menerus di pantai habitat bakau, dapat dipastikan bakau tersebut tidak akan bertahan
hidup . Apabila perubahannya lambat, misalnya terjadi selama beberapa generasi,
makhluk hidup umumnya dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru di luar batas
semula.Melalui proses adaptasi itu sebenarnya telah terbentuk makhluk hidup yang
mempunyai sifat lain yang disebut varietas baru atau ras baru bahkan dapat terbentuk
jenis baru. Batas antara mikrohabitat yang satu dengan yang lainnya acapkali tidak
nyata/jelas. Namun demikian mikrohabitat memegang peranan penting dalam
menentukan keanekaragaman spesies yang menempati habitat itu. Tiap spesies akan
berkonsentrasi pada mikrohabitat yang paling sesuai baginya.
Sebagai contoh, dalam suatu habitat perairan tawar yang mengalir (sungai) secara
umum dapat dibedakan menjadi bagian riam dan lubuk. Riam berarus deras dan
dasarnya berbatu-batu sedang lubuk hampir tidak berarus, relatif dalam dan dasarnya
berupa lumpur dan serasah. Ada beberapa populasi hewan air yang lebih menyukai
tinggal atau bermikrohabitat di riam dan ada beberapa populasi yang lebih menyukai
tinggal atau bermikrohabitat di lubuk. Pemilihan atas dasar mikrohabitat utama ini
dapat dipilah-pilah lagi lebih lanjut, seperti bagian permukaan batu, di sel-sela batu, di
bawah lapisan serasah dan sebagainya. Pemilihan atas dasar mikrohabitat-
mikrohabitat yang berbeda itu terkait dengan masalah perbedaan status fungsional
atau relung ekologi dari berbagai spesies hewan yang manempati habitat perairan
tersebut.

Daftar Rujukan

Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.


Wirakusumah, Sambas (2003) Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta. Penerbit UI Press

Anda mungkin juga menyukai