Anda di halaman 1dari 11

Ir.

Soekarno (Sukarno) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada


periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia
dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno  lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni
1970 pada umur 69 tahun. Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo.
Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa oleh orang
tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I.,
ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama
tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno
dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum
dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab
untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang
kontroversial, yang isinya – berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan
darat – menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan
negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang
duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno
diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang
sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman
Rai berasal dari Buleleng, Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di
Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama
Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke
Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di
Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang
dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java
(Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School
(sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno
berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan
pemimpin organisasi National Indische Partij.
Keluarga Soekarno, Raden Soekemi Sosrodihardjo, Ida Ayu Nyoman Rai, Soekarno
(1901-1970), Oetari (istri ke-1; menikah 1921; berpisah 1923), Inggit Garnasih (istri ke-2;
menikah 1923), Fatmawati (istri ke-3; menikah 1943), Guntur (l.1944), Megawati (l.1947),
Rachmawati (l.1950), Sukmawati (l.1952), Guruh (l.1953), Hartini (istri ke-4; menikah
1952), Taufan (l.1951 w.1981), Bayu (l.1958), Ratna Sari Dewi Soekarno, (istri ke-5;
menikah 1962), Kartika (l.1967), Haryati. (istri ke-6; menikah 1963), Ayu, Yurike Sanger,
(istri ke-7; menikah 1964), Kartini Manoppo (istri ke-8), Totok (l.1967), Heldy Djafar (istri
ke-9; menikah 1966)
Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung.
Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.
Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929,
dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan
kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan
diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan”
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain
dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat
(Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H
Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-
tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan
Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan
Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri. Ia aktif
dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila,
UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah
proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa
Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia
yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci)
kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian
menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia
sendiri. Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat
Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus
romusha.
Masa Perang Revolusi
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok. Soekarno
bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang
terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk
oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta
Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta
Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini
disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun
Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai
penyerahan Jepang.
Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk
kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu
bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan
turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945
pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan
Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip
Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah
mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha
menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA
(Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November
1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby. Karena banyak provokasi
di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik
Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara
lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku
kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive.
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala
Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik
Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan
Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948
serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara,
tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang
dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Soekarno dan Joseph Broz Tito Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda
menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri
RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian
dikenal sebagai RI Jawa-Yogya.
Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara
kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik
Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku
jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden
Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet
yang terkenal sebagai “kabinet seumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang
mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai “penyakit kepartaian”. Tak
jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga
berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F Kennedy
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional.
Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada
tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang
menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan
konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih
mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan
munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia
internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip
Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U
Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang
membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah,
yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk
dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional,
Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin
negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy
(Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia “bercerai” dengan Wakil Presiden
Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan
Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh
pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam
masa jabatannya tidak dapat “memenuhi” cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan
sejahtera.
Ketokohan Ir. Soekarno
Ketokohan Ir. Soekarno begitu melegenda sebagai proklamator dan pemimpin besar
negeri ini, dalam konteks perjuangan Indonesia merdeka di abad modern namanya tetap
menjadi yang terdepan, dicintai oleh rakyat, dibela oleh para loyalisnya dan diakui oleh Barat
sebagai pemimpin yang konsisten dengan perjuangan anti kapitalisme, kolonialisme dan neo
kapitalisme.
Nama Soekarno mempunyai magnet yang besar, pidato – pidatonya begitu
menggelegar dan menggelorakan semangat nasionalisme dan kini para soekarnois masih
mempercayai bahwa bung karno yang kharismatik adalah pemimpin besar yang tak akan
pernah tergantikan. Bung Karno sebagai Icon Nasionalis tidak perlu diragukan lagi, dari barat
hingga ke timur negeri ini seolah meng-amini namun sisi lain bung karno sebagai sosok guru
bangsa yang juga memiliki sisi – sisi islamis tentu tak banyak orang yang mengetahuinya
terlebih di masa kepemimpinannya diwarnai dengan benturan – benturan politik dengan
kalangan islamis dan polemik yang menajam seputar dasar negara dengan tokoh paling
terkemuka kalangan Islam saat itu, Mr. Mohammad Natsir.
Perlu untuk digarisbawahi bahwa kecintaan kalangan Islam kepada bung karno
diekspresikan dengan sikap kritis dan upaya – upaya koreksi atas sikap dan langkah politik
bung karno bukan dengan sikap selalu manis apalagi meng-kultuskan-nya, sebuah sikap yang
dianggap oleh sebagian kalangan soekarnois sebagai sikap kontra revolusioner, padahal
sepanjang sejarah kekuatan politik Islam yang dipresentasikan oleh Masyumi justru
senantiasa bersikap sebagai kekuatan penyeimbang (oposisi) yang senantiasa “loyal”, meski
sejarahnya terbungkus oleh kabut misteri namun “pengkhianatan” itu akhirnya justru datang
dari Partai Komunis Indonesia (PKI) koalisi strategis pemerintah bung karno yang tergabung
dalam Nasakom yang selalu berusaha mentahbiskan dirinya sebagai kekuatan yang
proggresive revolusioner
Sakit hingga meninggaL
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah
mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar,
Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan
ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat
penyelenggaraan Haul Bung Karno.
Setelah turun dari puncak kekuasaan, Soekarno sempat menengok seorang Mayor
yang sedang sakit di daerah Bogor. Disana ia mengeluh – ketika sedang berada di Sukabumi
-rakyat seperti ketakutan melihatnya. Seperti penderita penyakit lepra yang harus dijauhi.
Disana Bung Karno baru tahu bahwa memang rakyat telah diintimidasi untuk tidak
mendekati dirinya. Barang siapa yang terlihat mendekati, berbicara atau menyapa akan
diinterogasi pihak militer. Hanya orang yang berani mengambil resiko berbicara dengan
Bung Karno. Termasuk Sang mayor.
Soekarno pernah mengalami gangguan ginjal dan pernah dirawat di Wina pada 1961
dan 1964. Prof Dr K. Fellinger menyarankan agar ginjal kiri tersebut diangkat saja. Bung
Karno menjawab, “Nanti saja, ik moet mijn taak afronde (Saya harus menyelesaikan tugas
saja). Tugas yang belum selesai itu adalah mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. Pada
masa selanjutnya, pengobatan dengan ramuan tradisional Tiongkok/akupunktur diberikan
dokter dari RRT.
Pada 4 Agustus 1965 terjadi suatu peristiwa yang ikut memicu pecahnya Gerakan 30
September, yaitu sakitnya Bung Karno. Beredar rumor bahwa Soekarno pingsan dan
mengalami koma. Sebetulnya yang terjadi, Bung Karno mengalami TIA (transient ischaemic
attack), yaitu stroke ringan akibat penyempitan sesaat (spasme) pada pembuluh darah otak.
Bukan stroke karena perdarahan atau adanya bekuan darah dalam pembuluh darah otak.
Dokter meminta Soekarno berbaring di kamar. Para dokter menyarankan agar dia tidak usah
berpidato pada 17 Agustus 1965 karena kondisi kesehatannya belum pulih.
Seandainya dia berpidato, jangan lebih dari satu jam. Ternyata Presiden Soekarno
berpidato lebih dari satu jam dan untungnya tidak terjadi apa-apa.  Awal 1969, Soekarno
pindah dalam status bisa dikatakan “tahanan rumah” ke Wisma Yaso di Jalan Gatot Subroto
(sekarang Museum Satria Mandala). Sementara itu, presiden RI pertama itu terus diperiksa
oleh Kopkamtib. Setelah sakit Soekarno makin parah, barulah Soeharto memerintahkan
menghentikan interogasi.
Soekarno mendapat perawatan reguler seperti di rumah sakit biasa, dalam arti diukur
suhu badan dan tekanan darah beberapa kali dalam sehari serta jumlah air kencing selama 24
jam. Pernah ada pemeriksaan rontgen. Tidak diberikan diet khusus seperti yang dilakukan
terhadap pasien gangguan ginjal. Ketika kondisi Bung Karno kritis, Prof Mahar Mardjono
sempat menceritakan kepada Dr Kartono Mohammad bahwa obat yang diresepkannya
disimpan saja di laci oleh “dokter yang berpangkat tinggi”.
Menurut catatan perawat di Wisma Yaso, obat yang diberikan kepada Soekarno
adalah vitamin B 12, vitamin B kompleks, Duvadilan, dan Royal Jelly (yang sebenarnya
madu). Duvadilan adalah obat untuk mengurangi penyempitan pembuluh darah periferi.
Kalau sakit kepala diberi novalgin, sekali-sekali kalau sulit tidur, Soekarno diberi tablet
valium. Ketika tekanan darahnya relatif tinggi, 170/100, tidak diberikan obat untuk
menurunkannya. Juga tidak tercatat obat untuk melancarkan kencing ketika terjadi
pembengkakan. Bung Karno telah ditelantarkan.
Pada 22 Mei 2006 bersama dr Kartono Mohammad, saya berkunjung ke rumah
Rachmawati Soekarnoputri di Jalan Jatipadang, Jakarta Selatan. Rachmawati bercerita
tentang dr Suroyo adalah seorang dokter dari dinas kesehatan Angkatan Darat berpangkat
kapten (kemudian mayor) yang ditempatkan di Istana menjelang 1965.
Menurut Rachmawati, dr Suroyo inilah yang biasanya merawat hewan-hewan yang
ada di Istana Merdeka. Yang aneh pula, urine Soekarno diperiksa pada laboratorim
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Entah tidak ada laboratorium yang lain waktu
itu di Jakarta. Kami sempat melihat surat dari Pangdam Siliwangi Mayjen HR. Dharsono
yang melarang seluruh warga Jawa Barat mengunjungi atau dikunjungi Soekarno. Selain itu,
ada surat dari Pangdam Jaya Amir Machmud yang menetapkan bahwa seluruh dokter yang
akan mengunjungi Bung Karno harus sepengetahuan dan didampingi dr Kapten Suroyo.
Ketika kesehatan Soekarno semakin kritis, pipinya terlihat bengkak, gejala pasien
gagal ginjal. Guruh dan Rachmawati sempat memotret ayahnya. Foto itu sempat beredar pada
pers asing. Guruh dan Rachmawati kontan diinterogasi di markas CPM Guntur, Jakarta.
Kenyataan yang tidak banyak diketahui masyarakat tentang kondisi kesehatan dan perawatan
Bung Karno sengaja dikemukakan di sini, sungguhpun teramat pahit, bukanlah untuk
memelihara dendam. Ini demi menuruti pandangan beliau agar kita “Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah”. Bangsa ini perlu belajar dan memetik hikmah dari sejarah masa
lampau agar lebih arif dan proporsional dalam menyikapi persoalan hari ini
Bagaimana Presiden Soeharto bertindak saat Bung Karno jatuh sakit dan wafat? Pak Harto
meminta Bung Karno dirawat di RSUD Gatot Subroto. Saat Bung Karno wafat, Pak Harto
juga segera menjenguknya ke rumah sakit.  Pengakuan Pak Harto ini tertuang dalam buku
Otobiografi ‘Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya’ yang ditulis G Dwipayana dan
Ramadhan KH. Buku ini diterbitkan oleh PT Citra Lamtoro Gung Persada.  Sayang, Pak
Harto tidak banyak bercerita mengenai situasi detil saat Bung Karno sakit hingga menjelang
ajalnya. Dia hanya mengutarakan kisah ini sekilas kurang dari dua halaman. Intinya, dalam
buku itu, Pak Harto membuat kesan tanggap dan cepat dalam menangani Bung Karno.
Berikut cuplikan pengakuan Pak Harto mengenai wafatnya Bung Karno pada 21 Juli 1970:
Tanggal 16 Juni 1970 saya terima kabar bahwa penyakit beliau tampak parah. Saya
perintahkan kepada dokter-dokter untuk menjaganya baik-baik dan jika perlu membawanya
ke Rumah Sakit Gatot Subroto. Hari itu juga Bung Karno diangkut ke RSPAD Gatot Subroto
dan mendapat perawatan intensif.  
Waktu saya mendengar beliau meninggal pada tanggal 21 Juli 1970, cepat saya
menjenguknya ke rumah sakit. Seteah itu barulah saya berpikir mengenai pemakamannya.
Tetapi semua itu tidak mengejutan dan tidak membingungkan saya, karena memang sudah
ada rencana untuk menghormati Bung Karno sebagai proklamator. Hanya waktu itu saya
masih merasa perlu mendengar pendapat orang-orang lain dalam rangka mempraktekkan
mikulduwur mendem jero, pegangan hidup saya itu.  Saya perintahkan untuk mengangkut
jenazahnya ke Wisma Yaso. Lalu saya kumpulkan para pemimpin partai-partai. Saya sudah
punya pikiran bahwa beliau harus kita hormati. Artinya, bangsa Indonesia harus memberikan
penghormatan terakhir kepada beliau dengan melaksanakan upacara pemakaman kenegaraan.
Kecurigaan bahwa beliau terlibat G 30 S/PKI sudah bisa dikesampingkan karena hal itu
belum bisa dibuktikan.  Yang jelas, kita harus memberikan penghargaan atas jasa-jasa beliau
sebagai pejuang yang luar biasa. Sejak dulu, beliau adalah pejuang, perintis kemerdekaan.
Dan sebagai proklamator, beliau tidak ada bandingannya. Ternyata para pemimpin partai
politik menyetujui pikiran saya, termasuk Bung Hatta yang juga saya minta
pertimbangannya. Dengan spontan, mereka menyatakan sangat menghargai sikap
penghargaan saya kepadanya.  Maka keputusan pun saya ambil: pemakaman dilaksanakan
dengan upacara kenegaraan

Peninggalan

Pada tanggal 19 Juni 2008, Pemerintah Kuba menerbitkan perangko yang bergambar
Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-
80 Fidel Castro dan peringatan “kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.

Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno.
Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah
wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti
kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau
tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama
Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti
wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah
haji.
Dan dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri
dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara
Arab.
Kata Kata Bijak Soekarno
1. Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak
akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini
syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi
budak. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
2. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. (Pidato Hari
Pahlawan 10 Nop.1961)
3. Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih
sulit karena melawan bangsamu sendiri.
4. Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun
ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan
diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
5. Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu
kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan
kemajuan selangkah pun.
6. Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat
berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
7. Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan
8. Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama
masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus
dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
9. Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1
pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia
10. Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari
Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya
11. Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah
berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai