Sangat Diagungkan Itu
Skandal akuntansi yang sering terjadi selama ini, sebagaimana yang kita pelajari dalam teks book
business/accounting ethic atau kita ketahui dalam jurnal bisnis, biasanya selalu didominasi oleh perusahaan-
perusahaan barat, seperti Enron, Xeroc, Worlddotcom, Triton, dll. Makanya ketika saya mengetahui bahwa telah
terjadi skandal akuntansi di Toshiba, seakan tak percaya bahwa bangsa yang selama ini dikenal sangat menjunjung
tinggi moralitas dan etika ini, dan tentunya rasa malu, juga bisa jatuh di jurang yang sama. Meskipun sebelumnya
ada kasus Olympus di Jepang, namun tidak segempar Toshiba yang lebih dikenal masyarakat dunia ini.
Toshiba telah berkiprah dalam industry teknologi di seluruh dunia sejak tahun 1875, itu artinya selama 140 tahun
Toshiba telah mampu mencuri hati masyarkat di seluruh dunia dengan produk yang berkualitas, brand image yang
tangguh, dan layanan pelanggan yang excellent. Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya
karena pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit.
Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang mendorong transparansi yang lebih besar
di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut,
Toshiba menyewa panel independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah
transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel
independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha
Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008.
Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa eksekutif perusahaan telah menekan
unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk
mencapai target laba yang tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu
sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk menggoreng catatan akuntansinya.
Laporan itu juga mengatakan bahwa penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai
kebijakan resmi dari manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai dengan budaya
perusahaan Toshiba.
Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul keesokan harinya pengunduran diri wakil
CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009
yang sekarang menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan bahwa Tanaka dan
Sasaki tidak mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan keuangan ini. Penggorengan ini pasti dilakukan
secara sistematis dan disengaja.
Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April ketika isu akuntansi ini terungkap. Nilai pasar perusahaan ini
hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara dengan RP174 triliun). Badan Pengawas Pasar Modal Jepang kemungkinan akan
memberikan hukuman pada Toshiba atas penyimpangan akuntansi tersebut dalam waktu dekat ini.
Manajemen Berbasis Kinerja
Target yang terlalu tinggi, dan tekanan atas pencapaian target tersebutlah yang menyebabkan skandal ini terjadi.
Dalam akuntansi manajemen, hal ini disebut dengan akuntansi pertanggungjawaban, yaitu bagaimana kepala unit
bisnis melaporkan pencapaian kinerjanya atas tanggung jawab yang diberikan manajemen puncak perusahaan
kepadanya.
Tidak ada yang salah sebenarnya dalam praktik akuntansi pertanggungjawaban ini, malah dianjurkan untuk
menciptakan kinerja yang lebih baik, namun kesalahannya terletak pada tumpuan penilaian kinerja semata-mata
hanya pada sisi kinerja keuangan. Meskipun kita mengenal ada empat perspektif kinerja dalam balance score
card(keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran), namun dalam kenyataannya
tetap perspektif keuangan selalu yang didewakan.
Tidak hanya di Jepang, Amerika atau negara barat lainnya, di Indonesiapun praktik manajemen berbasis kinerja ini
sering banyak disalahgunakan. Praktik sederhananya adalah manajemen puncak memberikan target yang luar biasa
tinggi kepada unit bisnis dibawahnya, sebenarnya manajemen puncak mengetahui bahwa target itu sangat tidak
realistis, namun sengaja ia berikan agar memacu unit bisnis menghasilkan yang lebih banyak lagi melebihi target
normal, agar target yang dibebankan kepadanya bisa dicapai. Atau contoh sederhananya begini: dewan komisaris
(BOC) memberikan target pertumbuhan 10% kepada dewan direksi (BOD) perusahaan, selanjutnya BOD
memberikan target 12% kepada setiap unit bisnis dibawahnya, untuk mengamankan agar pencapaiannya yang 10%
itu dapat dengan mudah dipenuhi, selanjutnya kepala unit bisnis memberikan target yang lebih tinggi lagi misal
sebesar 15% kepada manajer divisi dibawahnya lagi, demikian seterusnya.
Praktik ini sebenarnya normal terjadi, namun tekanan dan punishment dari atasan agar target tercapai itulah yang
membuat unit bisnis mengakali laporannya. Cara gampangnya adalah dengan memberikan laporan yang salah alias
laporan ABS (Asal Bapak Senang) seperti pada kasus Toshiba ini.
Cara Baru Pengawasan
Kasus akuntansi Toshiba ini tidak akan mungkin muncul ke permukaan, jika komisaris (Chairman) Toshiba tidak
melakukan inistiatif membentuk panel independen ini, artinya jika dengan pengawasan biasa saja (internal audit atau
komite audit), hal ini pasti tidak terdeteksi.
Demikian juga peran OJK nya Jepang yang tidak mampu mendeteksi kasus ini, dengan beranekaragam regulasi
yang dikeluarkan OJK ternyata masih belum mampu mencegah terjadinya praktik kecurangan akuntansi pada
perusahaan terdaftar di bursa, ini juga patut dipertanyakan.
Hal yang sama terjadi juga pada eksternal auditor Toshiba yang juga tidak mampu menemukan kecurangan
akuntansi ini. Audit independen saja tidak mampu menemukannya bagaimana dengan internal audit atau OJK?
Perlu dipikirkan cara baru pengawasan untuk mencegah hal ini terulang lagi, mungkin semacam inspeksi dari
komisaris perusahaan atau dari regulator (jika perusahaan terbuka). Inpeksi atau pemeriksaan khusus bisa dilakukan
kapan saja dengan waktu yang tidak tentu. Pemeriksaan khusus (inpeksi) ini harus dituangkan dalam peraturan
resmi (peraturan OJK atau peraturan pemerintah) agar semua perusahaan melakukannya secara bersama, termasuk
didalamnya siapa yang menanggung biaya inspeksi ini. Dengan penerapan pengawasan berlapis ini tentunya akan
tercipta laporan keuangan yang lebih accountable, good corporate governance, dan tentunya kepercayaan para
stake holder (termasuk didalamnya investor) akan semakin tinggi.
https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshiba-accounting-scandal-runtuhnya-etika-bangsa-jepang-
yang-sangat-diagungkan-itu/
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengawas keuangan Jepang berencana memberi hukuman kepada
perusahaan teknologi Toshiba Corp., karena diduga memalsukan laporan keuangan.
Sumber-sumber yang dekat dengan lingkungan pemerintah mengatakan kepada harian bisnis
Nikkei, bahwa Securities and Exchange Commission Surveillance (SESC) berencana
memberlakukan denda terhadap Toshiba pada September mendatang.
Regulator setempat sedang memelajari kasus ini dan menimbang hukuman potensial setelah komite
independen mengumumkan temuannya dalam waktu dekat ini, termasuk soal dugaan kesengajaan
melebih-lebihkan pendapatan perusahaan yang dilakukan para petinggi.
Akibat peristiwa ini, publik mempertanyakan kinerja manajemen perusahaan. CEO Toshiba
Corp., Hisao Tanaka akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri pada September
bersama dengan anggota dewan lain termasuk Vice Chairman Norio Sasaki karena dinilai
bertanggungjawab atas penyimpangan akuntansi.
Di tahun 2014-2015, Toshiba memproyeksi laba bersih sebesar 120 miliar yen atau sekitar 1
miliar dollar AS. (adt)
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20
150720101106-185-67228/palsukan-
laporan-keuangan-toshiba-akan-dihukum-
pemerintah?
Kasus yang diduga dilakukan cukup lama ini juga menyebabkan perusahaan
harus menyajikan kembali laporan laba selama lebih dari enam tahun.
Dua eksekutif lain yang mundur adalah wakil presiden Norio Sasaki dan
mantan presiden Atsutoshi Nishida, yang berperan sebagai penasihat.
Pengunduran diri pada Selasa (21/7) itu terjadi setelah dua bulan
sebelumnya perusahaan mengumumkan tengah menyelidiki kemungkinan
penyimpangan akuntansi.
Namun, tidak ada denda telah diajukan terhadap Toshiba atau eksekutif
dalam kasus ini.
Toshiba adalah perusahaan besar yang telah berdiri selama 140 tahun di
Jepang dengan lini usaha meliputi reaktor nuklir hingga chip memori.
Perusahaan terjerembab dalam skandal akuntansi terbesar di negara itu
sejak 2011.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa Tanaka dan Sasaki, yang total masa
kepemimpinan keduanya mencapai enam tahun, berusaha untuk menunda
pembukuan kerugian dan karyawan tidak mampu untuk melawan perintah
manajemen.
Sumber : Bloomberg
http://finansial.bisnis.com/read/20150721/9/
455185/toshiba-diguncang-skandal-
akuntansi-senilai-us12-miliar
"Saya melihat ini sebagai hal yang paling mencoreng merek kami sepanjang sejarah 140
tahun berdiri," kata Tanaka dalam sebuah konferensi pers. Di tengah kilatan lampu kamera.
Dalam konferensi pers, Tanaka membungkuk yang menandakan bahwa ia menyesali
perbuatannya.
Muromachi dianggap bersih untuk memimpin Toshiba dalam menghadapi gejolak saat ini,
sebelum menyerahkan kendali kepada penggantinya.
Pada bulan depan perusahaan berencana untuk mengumumkan laporan bisnis yang
tertunda, untuk tahun buku yang berakhir pada bulan Maret 2015. Tentu saja, laporan
keuangan yang akan diumumkan tersebut merupakan laporan keuangan tanpa manipulasi.
Pendahulu Tanaka, Wakil direktur Norio Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan
mundur setelah laporan tim independen menunjukkan mereka juga telibat dalam skandal
keuntungan untuk Tahun Buku 2008.
Sebanyak delapan pejabat mengundurkan diri pada Selasa, 21 Juli 2015 kemarin dan
Tanaka mengatakan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan penunjukan direksi
dan disetujui mayoritas anggota dewan.
Laporan hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba operasional
Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$ 1,22 miliar.
Tanaka, dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang sulit, dan mereka
melebih-lebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah budaya tidak akan
melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan.
Koichi Ueda, seorang pengacara dan kepala panel, mengatakan dia terkejut dengan apa
yang telah mereka temukan. "Perusahaan ini mewakili Jepang, melakukan sesuatu atas
nama lembaga, mengejutkan," ujar Ueda .
Tanaka tidak membantah temuan, tetapi dia tidak berniat mendorong adanya
penyimpangan laporan laba. "Ini bukan wewenang saya memberi perintah untuk
memanipulasi laporan laba, tetapi jika diteliti sepertinya telah dibuat," kata Tanaka.
Temuan ini diharapkan mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi
mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang sejak
Olympus Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar.
Aso menolak berkomentar ketika ditanya apakah Toshiba akan menghadapi denda. Salah
seorang narasumber mengatakan regulator mulai melihat pembukuan Toshiba.
Seorang eksekutif Toshiba menepis anggapan bahwa US$ 5,4 miliar yang diinvestasikan
ke dalam Westinghouse pada 2006 telah membebani keuangan, dan menyebabkan
manipulasi pada pembukuan, beliau mengatakan bisnis itu baik-baik saja.
"Dibandingkan dengan saat akuisisi, laba operasi telah berkembang banyak," Keizo Maeda,
executive vice presiden Toshiba, kepada wartawan.
"Intitusional investor dan dana jangka panjang lainnya sudah keluar dari saham Toshiba,
saat ini harga saham ditopang oleh investor jangka pendek," kata Takatoshi Itoshima,
kepala manajer portofolio di Commons Asset Management. (Ilh/Gdn)
NPM : 20212334
Kelas : 4eb26
Kasus :
Hisao Tanaka adalah seorang yang telah menjabat di toshiba sebagai Presiden Eksekutif dan
Chief Executive Officer (CEO). Perusahaan toshiba sendiri sudah berdiri selama 140 tahun
namun hancur begitu saja dikarnakan perilaku etika yang tidak baik yang dilakukan tanaka,
karena pangkat yang tinggi dan mempunyai kewenangan atas data yang diberikan untuk di
laporkan namun menyalah gunakan data tersebut untuk mendapatkan keuntungan dalam
perusahaan dikarenakan target yang tidak tercapai. Ia bertanggung jawab atas perbuatannya
dengan cara mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 21 juni 2015 dengan kasus
toshiba yang melebihkan keuntungan senilai US$ 1,2 Miliar untuk menutupi yang kurang dalam
pencapaian target dikarenakan pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target
performance unit tidak dapat sesuai target yang diharapkan sehingga terlihat adanya angka
besar dilaporan tersebut sebagai keuntungan yang didapat oleh perusahaan demi menghindari
dari kebangkrutan. Tidak hanya Hisao Tanaka selaku Presiden dan CEO yang mengundurkan
diri, pihak lain yang terlibat pada kasus ini seperti wakil CEO toshiba yaitu Norio Sasaki dan
Atsutoshi Nishida selaku Chief Executive yang sekarang menjadi penasihat toshiba juga
mengundurkan diri. Tanaka dan Sasaki ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang tinggi
sehingga mereka melebihi laba dan menenunda pelaporan kerugian, mereka merancang laporan
ini agar sulit diketahui oleh auditor. Investigasi independen sebenernya menemukan bahwa
pihak manajemen berbohong mengenai jumlah keuntungan yang mereka dapatkan selama lebih
dari 6 tahun karena ingin memenuhi target internal perusahaan setelah terjadi krisis finansial
tujuh tahun lalu. Akibat tindakannya yang dipandang negatif itu toshiba akan dijatuhkan denda
senilai 300-400 miliar yen karena kasus ini dan toshiba pun berencana untuk menjual properti
dan aset lain mereka untuk menstabilkan neraca keuangan mereka.
Analisis Kasus :
Perilaku Etika Dalam Bisnis
Perilaku etika bisnis pada kasus skandal akuntansi thosiba yang dilakukan CEO dan presiden
tanaka tahun 2015 dengan penyimpangan pencatatan keuntungan perusahaan sebesar 1,2 miliar
dollar AS ini mencerminkan perilaku yang kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya
tindakan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan dengan begitu mudahnya mereka
menaikan laba operasional. Hal ini karena adanya keinginan tanaka untuk membuat
perusahaan seakan-akan sudah memenuhi performance unit yang sesuai dengan target dan
seakan - akan tidak terlihat bahwa ada target yang tidak tercapai. Seharusnya Tanaka
memikirkan kembali apa yang dilakukannya salah atau benar karena akibatnya membuat
banyak pihak yang kecewa bahkan dirinya sendiri akan mendapatkan kerugian.
Dalam menciptakan etika bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
1. Pengendalian Diri
Pencapaian target dalam suatu perusahaan sangatlah penting untuk meningkatkan laba bagi
perusahaan. Akan tetapi jika belum mencapai target seharusnya Hisao Tanaka dan pihak yang
terkait dalam kasus ini harusnya menahan diri untuk melakukan niat tersebut, Agar kasus yang
salah ini dapat terhindari.
Dilihat dari pengembangan tanggung jawab sosialnya, para pihak yang terkait dalam
penyimpangan pencatatan ini tidak dapat memegang tanggung jawab sosialnya yang telah
diberikan masyarakat kepada perusahaan toshiba karena hanya mementingkan dirinya pribadi
sehingga berani melakukan penyimpangan pencatatan keuntungan pada perusahaan.
Dalam kasus ini penyimpangan pencatatan toshiba selaku CEO dan presiden Hisao
Tanaka seharusnya dapat mempertahankan jadi dirinya sebagai CEO dan Presiden yang
seharusnya dijalankan dengan benar dengan tidak memanipulasi data laporan keuangan.
4. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Pada kasus ini Hasao Tanaka tidak memikirkan karir yang dimiliki toshiba selama 140 tahun
yang dpercaya banyak masyarakat bahkan karir untuk pelakunya sendiri pun tidak memikirkan
nantinya bagaimana dimasa yang akan datang, mereka hanya melihat masalah sekarang yang
terpenting terselesaikan walaupun dengan cara yang salah.
Dalam kasus penyimpangan pencatatan 5k ini pasti tidak dapat terhindari dikarenakan tidak
adanya jalan lain untuk pencapaian target yang diharapkan agar tidak mendapatkan kerugian
yang besar maka mereka bekerja sama dengan koneksi dilingkungan yang berhak memegang
laporan keuangan tersebut dengan cara memperbesar laba operasional dan bekerjasma dengan
berbagai pihak dalam melakukan tindakan 5K tersebut.
7. Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.
Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari para pihak karena
CEO dan presiden Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi
walaupun tujuannya baik untuk menyelamatkan perusahaan toshiba dari performance unit
yang tidak terpenuhi.
Apabila pada kasus ini para pihak yang terkait mempunyai kesadaran bahwa dirinya ikut andil
dalam perusahaan untuk memajukan dan mematuhi apa yang telah disepakati, maka akan
menghasilkan profit seperti yang ditargetkan dan tetap akan mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat.
9. Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan.
Dalam setiap profesi pasti memiliki aturan atau pedoman yang harus di patuhi. Pada kasus ini
para pihak yang bersalah mungkin belum telalu mengenal etika bisnis yang baik jadi mereka
belum paham dengan aturan dan pedomana yang telah ditetapkan, sehingga apa yang dilakukan
mereka menurutnya hanyalah hal biasa dan tidaknya ketegasan aturan yang ada maka banyak
orang yang melakukan terus menurus keslaahan pada kasus ini.
Didalam dunia bisnis perlu adanya etika bisnis yang baik untuk pencapaian tujuan yang ingin
dicapai dengan cara halal sesuai dengan tahap-tahap yang seharusnya, bukan dengan cara
menghalalkan segala cara agar dapat pencapaian tujuan tersebut, Pada kasus tanaka dan pihak
yang membantunya dalam membuat laporan keuangan tidak dilakukan dengan benar yang
seharusnya mengalami kerugian mereka menambahkan labanya sehingga terciptanya
keuntungan dalam laporan keuangan tersebut.
Pada kasus ini seharusnya memiliki adanya profesi akuntan publik dalam sebuah perusahaan
apalagi dalam bagian jasa atestasi. Hisao tanaka membuat laporan keuangan pada
perusahaannya agar telihat untung dan menghilangkan kerugiannya dikarenakan adanya
Keterlambatan toshiba dalam melakukan pengawasan (internal audit atau komite audit) pantas
saja tidak terindeteksi secara cepat dan adanya peran OJK namun tidak mampu untuk
mendeteksi menemukan kecurangan akuntansi pada kasus ini. Perlu adanya cara baru
pengawasan untuk mencegah initerulang kembali, mungkin dengan adanya inspeksi komisaris
perusahaan, dengan adanya penerapan berlapis itu pula akan tercipta laporan keuangan yang
lebih baik dan kepercayaan para stake holder akan semakin tinggi.
Laporan Audit
Pada kasus ini laporan keuangan yang dihasil pihak manajemen tidak sesuai dengan pernyataan
hal ini terbukti saat investigasi independen sebenarnya menemukan bahwa pihak manajemen
berbohong mengenai jumlah keuntungan yang mereka dapatkan selama lebih dari 6 tahun
dikarenakan ingin memenuhi target internal perusahaan setelah terjadi krisis finansial tujuh
tahun lalu. Namun adanya kelihaian pihak manajemen dalam memanipulasi laporan keuangan
membuat pihak auditor sulit menemukan adanya kecurangan pada laporan keuangan tersebut
sehingga butuh waktu cukup lama untuk mengindentifikasi kasus ini dikarenakan
ketidaktelitian auditornya.
Adanya audit pada laporan keuangan sangatlah perlu dilakukan untuk meningkatkan
kredibilitas perusahaan agar mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan hisao tanaka dan perusahaan tosibha terlambat untuk
menangani laporan keuangan sangatlah tidak baik bagi perusahaan. Sangatlahlah mudah untuk
mempertahankan etika profesi dengan baik, jika saja dalam dirinya itu bisa terkendali untuk
tidak melakukan perbuatan yang tidak bermoral itu, akan tetapi pada kasus ini tanaka menyalah
gunakan kode etik sebagai pimpinan toshiba, hal ini dapat merusak reputasi perusahaan bahkan
dirinya sendiri.
- - Kreabilitas
Pada kasus hisao tanaka ini tidak memenuhi kreadibilitas dengan baik karena telah membuat
laporan keuangan agar terlihat adanya keuntungan di dalam perusahaan.
- - Profesionalisme
Pada kasus ini presiden sekaligus CEO tidak menjalankan tugasnya dengan baik atau secara
profesionalisme bahkan melakukan perbuatan yang menguntungkan saja dengan cara
menambahkan laba pada laporan keuangan.
- - Kualitas Jasa
Kuranganya pelayanan dan jasa pada bagian pengawasan auditor pada laporan keuangan.
- - Kepercayaan
Hisao Tanaka pada dasarnya di toshiba sudah mendaptkan kepercayaan dari caranya bekerja
dan telah memiliki reputasi diperusahan dengan baik, akan tetapi dikarenakan pada tahun
tertentu ia harus mencapai target dan ternyata kurangnya target yang diharapkan sangatlah
besar maka dari itu ia melakukan penambahan laba pada laporan keuangan dan tidak lagi
dipercayai seegingga ia bertanggung jawab atas kasus ini dan mengundurkan diri.
Dalam kasus ini pihak auditor yang kurang berhati-hati saat mengaudit laporannya dan pihak
direksi seharusnya lebih bisa berhati-hati lagi untuk tidak melakukan kecurangan menutupi
kerugian karena tindakan tersebut merugikan banyak pihak seperti hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaan maupun profesinya sendiri.
Pada kasus hisao tanaka kurangnya pelayanan publik dan tidak adanya komitmen pada profesi
yang menunjukkan sikap profesionalisme, untuk menjaga sikap profesionalisme yang baik
seorang CEO dan presiden seharusnya mempunyai sikap yang bertanggung jawab dan jujur,
dan sebagai auditor harus lebih bisa teliti agar tercipta laporan keuangan yang lebih
accountable, good corporate govermance, dan akan mendapatkan kepercayaan para stake
holder.
Integritas mengharuskan para pihak untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Tidak adanya kejujuran pada kasus ini walaupun niatnya
baik untuk melindungi perusahaan dari kerugiaan namun cara presiden itu salah.
Pada kasus ini penyajian laporan keuangan seharusnya mempunyai sikap kehati-hatian dalam
menyajikan laporan keuangan.
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Sebagai presiden dan CEO hisao hataka seharusnya berprilaku konsisen sesuai reputasi
profesinya dengan baik dan menjauhi tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, namun
pada kasus ini hataka bertanggung jawab dengan mengundurkan diri dikarenakan
kesalahannya.
http://agnisnovianinoor.blogspot.com/2015/
11/runtuhnya-profesi-ceo-toshiba_10.html
← PSAK 1 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN (REVISI 2013) EFEKTIF 1 JANUARI 2015
Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Toshiba, produknya telah banyak
menghiasi perkakas rumah dengan berbagai produk elektroniknya. Toshiba Corporation
merupakan perusahaan elektronik asal Jepang dengan reputasi yang sangat baik
awalnya. Dikenal sebagai perusahaan dengan laju inovasinya yang terdepan serta
banyak mewarnai referensi buku bisnis dengan berbagai prestasi. Salah satunya karya
firma hukum Mori Hamada & Matsumoto yang menceritakan tentang bagusnya tata
kelola dalam perusahaan. Toshiba menduduki peringkat sembilan dari 120 perusahaan
publik di Jepang dalam Good Governance Practice. Mencerahkan para pelaku bisnis
sehingga ingin melakukan hal serupa di perusahaan mereka.
Namun reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena pressure yang
sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini terjadi baru-baru ini
yaitu tahun 2015. Toshiba terbukti melakukan pembohongan publik dan investor
dengan cara menggelembungkan keuntungan di laporan keuangan hingga overstated
profit 1,2 Miliar US Dollar sejak tahun fiskal 2008. Dan yang lebih memprihatinkan
skandal tersebut melibat top management dari Toshiba Corporation.
Sejak laporan audit penginvestigasian resmi dirilis dua bulan setelah komite yang
diketuai Koichi Ueda dan beranggotakan beberapa pakar akuntansi Jepang
menginvestigasi Toshiba dan sampai pada kesimpulan telah terjadi penyimpangan.
Pada 21 Juli 2015, delapan dari 16 petinggi Toshiba yang terlibat skandal akuntansi
resmi mengundurkan diri. Termasuk diantaranya Presiden Direktur Hisao Tanaka,
Wakil Presdir Norio Sasaki dan Chief Executive Atsutoshi Nishida.
Analisis Kasus
Guna mempercantik kinerja keuangannya, Toshiba melakukan berbagai cara baik
mengakui pendapatan lebih awal atau menunda pengakuan biaya pada periode tertentu
namun dengan metode yang menurut investigator tidak sesuai prinsip akuntansi,.
Seperti kesalahan penggunaan percentage-of-completion untuk pengakuan pendapatan
proyek, cash-based ketika pengakuan provisi yang seharusnya dengan metode akrual,
memaksa supplier menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai, dan lain
semisalnya.
Besarnya angka, rentang waktu yang tidak sebentar, juga keterlibatan Top Management
memberi gambaran kepada kita betapa kronis dan kompleksnya penyakit dalam tubuh
Toshiba. Penyelewengan dilakukan secara berjamaah, sistematis dan cerdas. Sekian
lapis sistem kontrol dari mulai divisi akuntansi, keuangan, internal audit, tidak
berfungsi sama sekali. Bagaimana akan berfungsi, bahkan oknumnya dari staff senior
mereka yang sudah hafal seluk beluk perusahaan. Seiya Shimaoka, seorang internal
auditor, mencurigai kecurangan dan berusaha melaporkan tapi malah dianggap angin
lalu oleh atasannya sendiri seperti yang dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian
rapi dan cerdasnya hingga tim auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu
mencium aroma busuk dari laporan keuangan Toshiba. Belum ada dugaan kantor
akuntan itu terlibat dalam skandal.
Selain itu, sistem kompensasi karyawan yang dihitung dari kinerja keuangan juga turut
andil di dalamnya. Maka muncullah ide-ide kreatif dari karyawannya untuk mencapai
target yang ditetapkan. Celakanya kreatifitas kali ini bukan dalam riset pengembangan
atau pemasaran namun dalam hal perlakuan akuntansi. Dibuatlah laporan keuangan
dengan profit tinggi padahal tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Solusi
Dalam kasus skandal akuntansi di dalam Toshiba Corporation ini menunjukan perilaku
bisnis yang kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan
dalam pembuatan laporan keuangan dengan menaikan laba operasional. Dalam
menciptakan etika bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
1. Pengendalian Diri
Pencapaian target dalam suatu perusahaan sangatlah penting untuk meningkatkan laba
bagi perusahaan. Akan tetapi jika belum mencapai target seharusnya Hisao Tanaka dan
pihak yang terkait dalam kasus ini harusnya menahan diri untuk melakukan niat
tersebut, Agar kasus yang salah ini dapat terhindari.
7. Konsekuen dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.
Pada kasus ini tidak adanya etika bisnis yang konsekuen dan konsisten dari para pihak
karena CEO dan presiden Hisao Tanaka sudah melakukan kecurangan demi
kepentingan pribadi walaupun tujuannya baik untuk menyelamatkan perusahaan
toshiba dari performance unit yang tidak terpenuhi.
Kesimpulan
Di dalam dunia bisnis pentingnya menerapkan etika bisnis yang baik untuk pencapaian
tujuan yang ingin dicapai dengan cara halal sesuai dengan tahap-tahap yang
seharusnya, bukan dengan cara menghalalkan segala cara agar dapat pencapaian tujuan
tersebut.
https://minarahayu.wordpress.com/2016/05/08/toshiba-corporation-accounting-
scandal/
Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa eksekutif
perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal
computer sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba
yang tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar
itu sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk
menggoreng catatan akuntansinya. Laporan itu juga mengatakan bahwa
penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan
resmi dari manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai
dengan budaya perusahaan Toshiba.
Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul keesokan
harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi
Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang sekarang
menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri, total ada delapan pejabat Toshiba
mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan bahwa Tanaka dan Sasaki tidak
mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan keuangan ini. Saham Toshiba
turun sekitar 20% sejak awal April 2015 ketika isu akuntansi ini terungkap. Nilai pasar
perusahaan ini hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara dengan RP174 triliun).
Solusi :
Pada kasus skandal akuntansi di Toshiba Corp ini menunjukan perilaku bisnis yang
kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam
pembuatan laporan keuangan dengan menaikan laba operasional demi terciptanya
kenyamanan para investor dan calon investor. Dalam menciptakan etika bisnis yang
baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Pengendalian Diri
Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk mencapai laba sebesar mungkin, salah
satunya adalah dengan pencapaian target dalam suatu perusahaan. Akan tetapi jika
belum mencapai target seharusnya pihak yang terkait dalam kasus ini harusnya
menahan diri untuk melakukan niat tersebut, Agar kasus yang salah ini dapat terhindari.
Sumber : https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshiba-
accounting-scandal-runtuhnya-etika-bangsa-jepang-yang-
sangat-diagungkan-itu/
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150720101106-185-
67228/palsukan-laporan-keuangan-toshiba-akan-dihukum-pemerintah/ (09-
10-2016)
https://adnestantiabenedith.wordpress.com/2016/10/12/kasus-pelanggaran-kode-etik-
akuntansi-perusahaan-toshiba/
Tugas Etika Bisnis "Good Corporate Governance"
(Kelompok 7)
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
KELOMPOK 7
Kelas : 3EA01
Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk
semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen,
2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, danresponsibility. Keempat komponen
tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja
yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak
tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-
negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan
Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999.
Dari beberapa sumber organisasi dunia seperti UNDP dan UNESCAP berikut karakteristik good
governance menurut UNDP dan UNECSAP :
Gambar 2.1 : Karakteristik Good Governance Menurut UNESCAP
a. Participation (Partisipasi)
Partisipasi yang dilakukan baik oleh perempuan atau laki-laki, menjadi landasan utama pemerintahan
yang baik. Partisipasi bisa dilakukan langsung maupun secara perwakilan. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa demokrasi perwakilan tidak berarti bahwa keprihatinan paling rentan dalam
masyarakat tidak akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi perlu
diinformasikan dan terorganisir.Ini berarti kebebasan berserikat dan berekspresi di satu sisi dan
masyarakat di sisi lain. Atau dapat diartikan bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara
konstruktif merupakan hal penting dalam pelaksanaan good governance.
c. Transparency (Transparansi)
Transparansi yang dimaksud adalah adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses
kelembagaan, tersedia, serta mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Dengan catatan bahwa
keputusan dalam informasi terkait adalah keputusan yang diambil telah mempertimbangkan aturan dan
hukum yang berlaku. Informasi cukup disediakan dengan format atau bahkan media yang mudah
dimengerti.
d. Responsiveness
Responsiveness atau daya tanggap yaitu proses yang dilakukan di setiap institusi harus diarahkan pada
upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan atau stakeholders dalam kurun waktu yang
wajar tentunya.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan kunci utama good governance yang baik. Tidak hanya sektor pemerintah
namun juga sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada publik
dan pemanggku kepentingan institusional lembaga terkait, yang bertanggung jawab atas tindakan atau
keputusan yang diambil oleh organisasi atau institusi internal maupun eksternal. Pada umumnya
organisasi atau institusi bertanggung jawab pada mereka yang akan dipengaruhi oleh kebijakan atau
tindakan yang diambil oleh organisasi atau institusi tersebut. Akuntabilitas tidak akan pernah luput dan
berhasil tanpa transparansi dan aturan hukum.
Implementasi dalam mewujudkan GCG dalam suatu perseroan adalah didasarkan pada prinsip-
prinsip GCG sebagai suatu landasan atau kaidah dalam menentukan tingkat keberhasilan penerapan
GCG, berikut prisip-prinsip GCG menurut Komite Nasional Kebijakan Governance :
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan
strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham
pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota
keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan
dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi
ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku
kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan
semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan
strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai
kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan
perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran
usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus
berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku(code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
a.Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b.Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat
dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan
pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh
pihak lain.
a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari
segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai dengan anggaran dasar
dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu denganyang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip Dasar
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan
dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai
dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan
melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan
kondisi fisik.
3.1 Commision of Human
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati
sebagai anugerah dari Tuhan dan yang diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada
manusia karena hakikat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Sebagai anugerah dari tuhan
kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak
asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi
maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia
(HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Hak
asasi manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan penting.
Masuknya isu hak asasi manusia pada sektor mencerminkan perkembangan kesadaran sosial
akan dampak dari kegiatan bisnis pada hak asasi manusia, baik internal maupun eksternal, yaitu buruh,
konsumen maupun masyarakat luas. Situasi tersebut direspon oleh berbagai inisiatif, yang salah satunya
dipelopori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mulai dari pembentukan Norma-Norma tentang Korporasi
Transnasional dan Perusahaan Bisnis Besar Lainnya. Dokumen tersebut bertujuan untuk memberikan
kewajiban hak asasi manusia pada perusahaan secara langsung berdasarkan hukum internasional,
dengan lingkup kewajiban hak asasi yang sama yang telah diterima oleh Negara berdasarkan, perjanjian
yang mereka ratifikasi, yaitu: "untuk memajukan, memastikan pemenuhan, menghormati, menjamin
penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia".
Kerangka Kerja PBB (Ruggie’s Principles) Pada Juli 2005 Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk John
Ruggie sebagai Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk HAM dan perusahaan Multinasional serta
perusahaan lainnya. Kerangka kerja tersebut berbasis pada 3 pilar, yaitu:
1. Tanggung jawab negara untuk melindungi HAM dari pelanggaran oleh pihak ketiga, termasuk
perusahaan, melalui kebijakan, pengaturan, dan keputusan yang layak. Negara tetap memegang peran
utama dalam mencegah pelanggaran HAM.
2. Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM dimana mensyaratkan adanya aksi yang
sungguh-sungguh untuk menghindari pelanggaran HAM oleh pihak lain dan menyelesaikan dampak
negatif dari bekerjanya perusahaan tersebut. Perusahaan diharuskan memiliki pernyataan komitmen
untuk menghormati HAM, melakukan penilaian atas dampak HAM, serta mengintegrasikan prinsip-
prinsip penghormatan HAM dalam proses, fungsi, dan kebijakan internal.
3. Akses yang luas bagi warga korban pelanggaran HAM untuk memperoleh skema pemulihan
efektif, baik secara yudisial maupun nonyudisial. Mekanisme pengaduan yang efektif dalam perusahaan
wajib disediakan sebagai mekanisme untuk menghormati HAM. Negara harus melakukan langkah dalam
yusrisdiksi mereka untuk memastikan korban memiliki akses untuk pemulihan efektif melalui cara
yudisial, administratif, legislatif, atau cara lainnya.
Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi negara dan perusahaan untuk
menjalin sinergi dalam usaha menghormati dan melindungi HAM. Berikut beberapa prinsip yang
terkandung dalam pedoman:
1. Perusahaan harus menghormati HAM.
2. Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM merujuk pada hukum HAM internasional
dan hak-hak dasar yang disusun dalam Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM).
3. Perusahaan harus mengeluarkan kebijakan dan proses yang layak sesuai keadaan yang
memungkinkan mereka mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan memulihkan dampak negatif
terhadap HAM dimana mereka menjadi faktor penyebab atau berkontribusi atas dampak negatif
tersebut melalui aktivitas yang mereka lakukan.
4. Tanggung jawab ini berlaku untuk semua perusahaan menurut ukuran, sektor, konteks
operasional, kepemilikan, dan struktur.
Langkah dan aksi perusahaan dalam penghormatan HAM untuk menegakkan prinsip-prinsip
tersebut, perusahaan wajib mengintegrasikan HAM dalam kebijakan internalnya karena 4 alasan, yaitu:
(1) kebijakan HAM menjelaskan komitmen perusahaan terhadap HAM; (2) menjadi pedoman bagi
hubungan perusahaan dengan partner usaha dan pemerintah; (3) memberikan dasar bagi penilaian
kinerja (performance) perusahaan; (4) menjadi alat untuk mendemonstrasikan komitmen mereka
terhadap HAM kepada para pemangku kepentingan eksternal.
Perusahaan mengakui hak-hak dari karyawan dan pemangku kepentingan lainnya serta tidak boleh
melakukan tindakan diskriminasi atas perbedaan ideology, suku bangsa, warna kulit, agama, jenis
kelamin, orientasi seksual, asal negara, umur, kecacatan, atau status lainnya yang menyangkut hak asasi
manusia. Perusahaan harus mengadaptasi secara rasional dan tanpa prasangka , perlakuan secara
diskriminasi, bullying dan kekerasan (pelecehan).
Ruang lingkup kebijakan perusahaan adalah seluruh karyawan yang bekerja dalam perusahaan.
Perusahaan dituntut memperlakukan seluruh karyawan secara adil dan jujur, tanpa memandang mereka
bekerja dimana. Seluruh karyawan telah menyetujui persyaratan dan kondisi hubungan kerja yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan setempat dan akan diberikan pelatihan keahlian secara
memadai.
d. Pelatihan Karyawan
Perusahaan sebagai pemberi kerja dan penanggung jawab kebijakan, akan menyediakan bimbingan dan
pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, untuk memastikan kebijakan ini akan terlaksana secara baik
dan benar.
Perusahaan akan berkomitmen untuk selalu mencari cara dalam meningkatkan dan mematuhi serta
tidak hanya bertujuan untuk patuh pada perundangan diskriminasi yang ada di negara tempat
perusahaan beroperasi namun juga akan mematuhi peraturan nasional dan internasional serta Kode
yang relevan di negara tersebut. perusahaan akan memonitor kepatuhan atas kebijakan ini serta
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan akan melakukan secara rasional secara bertahap dalam menyediakan kemudahan akses atas
bangunan-bangunan bagi penderita tuna daksa karyawan, pelanggan dan pengunjung. perusahaan
secara bertahap akan menyesuaikan kendaraan yang dapat diakses oleh karyawan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat perusahaan beroperasi.
g. Jam Kerja
Jam kerja tidak boleh melebihi dari peraturan industri dan standar nasional. Mereka harus membayar
secara adil upah yang memadai sesuai dengan pasar lokal dan kondisi yang ada. perusahaan harus
mematuhi peraturan upah minimum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara
nasional.
h. Penarikan Karyawan
Seluruh proses penarikan karyawan akan diselenggarakan secara adil, setara dan konsisten untuk semua
kandidat di sepanjang waktu. Pelaksanaan penarikan karyawan akan dilakukan secara rahasia dan
dipastikan tidak ada kendala bagi kandidat yang memenuhi persyaratan.
i. Pekerja Anak
Perusahaan tidak boleh mempekerjakan pekerja anak secara illegal, kerja paksa, kerja lembur secara
paksa atau mentolerir pekerja anak.
j. Tindakan Disiplin
Perusahaan harus menerapkan secara prosedural atas pelanggaran disiplin bagi karyawan yang telah
melakukan pelanggaran dari standar yang dipersyaratkan.
Seluruh karyawan bertanggung jawab secara personal atas penerapan kebijakan ini dari kegiatan
keseharian dan wajib mendukung kebijakan ini di setiap waktu.
l. Prosedur Keluh Kesah
Perusahaan memiliki prosedur keluh kesah dimana karyawan dapat melakukan keluh kesah pribadi dan
hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Setiap karyawan dapat mengajukan prosedur keluh kesah atas
perlakukan bullying, diskriminasi, pelecehan ataupun menjadi korban memiliki hak untuk mengajukan
keluhan melalui prosedur keluh kesah.
Dalam hal ini, Good Corporate Governance memiliki keterkaitan yang erat dengan etika bisnis.
Personal atau pun perusahaan yang baik ketika mereka ingin memikirkan cara dalam menghasilkan
keuntungan, sangatlah penting norma dan moralitas yang berlaku harus diterapkan. Ini adalah poin-poin
yang begitu berpengaruh terhadap baiknya suatu manajemen perusahaan dan kelangsungan hidup
bisnis seseorang. Banyak perusahaan yang mengalami kegagalan karena kurang baiknya Good Corporate
Governance yang tercipta.
Bila dilihat dari prinsip-prinsip GCG, adanya transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab,
independensi, maupun kesetaraan dan kewajaran, maka ini sangat erat hubungannya dengan etika
bisnis suatu perusahaan. Transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi begitu eratnya
dengan prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu prinsip otonomi dan prinsip kejujuran. Perusahaan harus
menjalankan apa yang menjadi visi dan misinya tanpa harus menjiplak pesaing lain, dalam pemberian
informasi kepadastakeholders dan konsumen harus didasarkan pada sebuah kejujuran, tidak adanya
kebohongan dalam suatu visi dan misi maupun apa yang terjadi dalam internal perusahaan, dan
bagaimana perusahaan tersebut dapat bersikap professional yang mengikuti aturan perundang-
undangan yang berlaku. Lain halnya dengan kesetaraan dan kewajaran, prinsip GCG ini erat
hubungannya dengan prinsip etika bisnis, yaitu prinsip keadilan dan prinsip menghormati. Dalam
beretika, perusahaan harus bersikap adil bagistakeholder dalam hak-hak yang sudah tertulis sesuai
perjanjian dan adanya sikap saling menghormati agar orang-orang yang bergabung dalam kesuksesan
suatu bisnis dapat merasakan kenyamanan sehingga meningkatnya kinerja yang akan memberikan nilai
positif bagi perusahaan.
Dalam eksternal perusahaan mampu memenuhi kewajibannya bagi masyarakat luas yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Istilah ini biasa disebut dengan Corporate Social
Responsibility (CSR). Ketika perusahaan secara langsung melibatkan masyarakat disekitar bisnis tersebut
maupun tidak langsung, ini sepenuhnya adalah tanggung jawab perusahaan untuk tetap memperhatikan
sosial serta lingkungan sekitarnya. Perusahaan dapat melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan menjaga lingkungan khususnya di daerah perusahaan tersebut berada.
Jangan sampai bisnis yang dilakukan justru merugikan masyarakat dan lingkungan yang menggambarkan
bahwa bisnis yang telah dilakukan tidak sesuai dengan etika yang berlaku.
Liputan6.com, Tokyo - Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp Hisao Tanaka dan para pejabat
senior lainnya mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi terbesar di Jepang dalam
beberapa tahun terakhir.
Mengutip Reuters, Rabu (22/7/2015), posisi Tanaka sementara digantikan oleh Direktur Masashi
Muromachi. Muromachi dianggap bersih untuk memimpin Toshiba dalam menghadapi gejolak saat ini,
sebelum menyerahkan kendali kepada penggantinya. Tim penyelidik independen menemukan
bahwa Tanaka mengetahui bahwa perusahaan memanipulasi laporan keuntungannya dengan nilai
mencapai US$ 1,2 miliar selama beberapa tahun terakhir.
“Saya melihat ini sebagai hal yang paling mencoreng merek kami sepanjang sejarah 140 tahun
berdiri,” kata Tanaka dalam sebuah konferensi pers. Di tengah kilatan lampu kamera. Dalam konferensi
pers, Tanaka membungkuk yang menandakan bahwa ia menyesali perbuatannya. Pada bulan depan
perusahaan berencana untuk mengumumkan laporan bisnis yang tertunda, untuk tahun buku yang
berakhir pada bulan Maret 2015. Tentu saja, laporan keuangan yang akan diumumkan tersebut
merupakan laporan keuangan tanpa manipulasi.
Pendahulu Tanaka, Wakil direktur Norio Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan
mundur setelah laporan tim independen menunjukkan mereka juga telibat dalam skandal keuntungan
untuk Tahun Buku 2008. Sebanyak delapan pejabat mengundurkan diri pada Selasa, 21 Juli 2015
kemarin dan Tanaka mengatakan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan penunjukan direksi
dan disetujui mayoritas anggota dewan.
Laporan hari Senin oleh akuntan independen dan pengacara mengatakan laba operasional
Toshiba telah dibesar-besarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$ 1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki
ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang sulit, dan mereka melebih-lebihkan laba dan menunda
laporan kerugian, di tengah budaya tidak akan melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan.
Koichi Ueda, seorang pengacara dan kepala panel, mengatakan dia terkejut dengan apa yang
telah mereka temukan. “Perusahaan ini mewakili Jepang, melakukan sesuatu atas nama lembaga,
mengejutkan,” ujar Ueda .
Tanaka tidak membantah temuan, tetapi dia tidak berniat mendorong adanya penyimpangan
laporan laba. “Ini bukan wewenang saya memberi perintah untuk memanipulasi laporan laba, tetapi jika
diteliti sepertinya telah dibuat,” kata Tanaka. Temuan ini diharapkan mengarah pada penyajian kembali
laporan laba, dan berpotensi mengalami denda yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di
Jepang sejak Olympus Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar.
Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso mengatakan, penyimpangan pembukuan di Toshiba sangat
disesalkan. Pasalnya skandal tersebut terjadi pada saat Perdana Menteri Shinzo Abe sedang mencoba
untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor global dengan pedoman tata kelola perusahaan yang
lebih baik.
Aso menolak berkomentar ketika ditanya apakah Toshiba akan menghadapi denda. Salah
seorang narasumber mengatakan regulator mulai melihat pembukuan Toshiba. Beberapa analis
mengkhawatirkan adanya kemungkina lebih banyak masalah kedepanya, termasuk kemungkinan
penurunan pada bisnis nuklir Westinghouse Toshiba walau bukan target utama dari investigasi terbaru.
Seorang eksekutif Toshiba menepis anggapan bahwa US$ 5,4 miliar yang diinvestasikan ke dalam
Westinghouse pada 2006 telah membebani keuangan, dan menyebabkan manipulasi pada pembukuan,
beliau mengatakan bisnis itu baik-baik saja.
“Dibandingkan dengan saat akuisisi, laba operasi telah berkembang banyak,” Keizo Maeda,
executive vice presiden Toshiba, kepada wartawan. Menurut Standard & Poor, penyajian kembali
laporan laba Toshiba dapat menyebabkan turunnya peringkat kredit. “Intitusional investor dan dana
jangka panjang lainnya sudah keluar dari saham Toshiba, saat ini harga saham ditopang oleh investor
jangka pendek,” kata Takatoshi Itoshima, kepala manajer portofolio di Commons Asset Management.
(Ilh/Gdn)
http://utaminurhidayati.blogspot.com/2017/04/good-corporate-governance-
kelompok-7.html