Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KECURANGAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

TOSHIBA Corp.

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Audit


Investigasi dan Akuntansi Forensik

Kelompok 4:
Alexander Santober 1606952553
Anke Deaselve 1606952622
Farah Ulfah Amanda 1606952912
Nurhanifah 1606953335
Rexy Dwi Putra 1606953386
Seno Aji Nugroho 1606953455
Yunindera Puspasari 1606953581

PROGRAM STUDI EKSTENSI JURUSAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecurangan dalam praktik pelaporan keuangan merupakan masalah krusial dan sensitif di
kalangan profesi akuntansi. Pasalnya, kecurangan yang dilakukan oleh seorang akuntan, dapat
berdampak signifikan pada perekonomian, bahkan secara mikro. Salah satu perusahaan
mendunia yang melakukan kecurangan dalam laporan keuangan adalah Toshiba Corporate
yang telah berdiri sejak tahun 1875.

Toshiba membuat produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan layanan
pelanggan yang excellent . Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena
pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini bermula atas
inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Jepang yaitu Shinzo Abe yang mendorong transparansi
yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing.
Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panelis independen yang terdiri dari para
akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa
mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen
tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba
usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun / US$ 1,2 miliar) sejak
tahun 2008.Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa
eksekutif perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer
sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang tidak
realistis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja modus fraud yang terdapat dalam kasus Toshiba?
2. Apakah tindakan preventif yang perlu dilakukan dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan oleh pembuat laporan keuangan?

1.3 Tujuan Masalah


1. Menjelaskan modus fraud yang terjadi dalam kasus Toshiba
2. Menjelaskan tindakan preventif yang perlu dilakukan dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan oleh pembuat laporan keuangan
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Profil Toshiba Corporation


Toshiba Corporation adalah produsen listrik raksasa yang dianggap sebagai perusahaan
multinasional konglomerat terbesar di Jepang. Produk dan layanannya yang beragam meliputi
teknologi dan peralatan dan sistem komunikasi, komponen dan bahan elektronik, sistem
tenaga, sistem infrastruktur sosial dan industri, elektronik konsumen, peralatan rumah tangga,
peralatan medis, peralatan kantor, penerangan dan logistik.
Toshiba dibagi ke dalam empat kelompok bisnis grup yaitu: Grup Produk Digital, Grup
Perangkat Elektronik, Grup Peralatan Rumah Tangga, dan Grup Infrastruktur Sosial. Kantor
pusat Toshiba Corporation berada di Tokyo, Jepang. Menurut situs web Toshiba, awalnya
sebuah pabrik dibangun di Tokyo pada tahun 1875 yang kemudian menjadi Shibaura
Seisakusho. Sementara itu, Tokyo Denki didirikan sebagai Hakunetsusha pada tahun 1890.
Toshiba terbentuk pada tahun 1939 oleh penggabungan kedua perusahaan ini yang pada
awalnya bernama Tokyo Shibaura Denki. Kekuatan Shibaura Seisakusho terletak pada
perusahaan pembuat mesin listrik berat, sedangkan kekuatan Tokyo Denki terletak pada
pembuatan lampu listrik pijar dan produk konsumen lainnya. Oleh karena itu, mereka dapat
memanfaatkan kekuatan satu sama lain untuk meningkatkan sinergi. Setelah itu, pada tahun
1984, mereka secara resmi mengubah nama dagang mereka menjadi Toshiba. Selama
perjalanan sejarahnya termasuk melalui Perang Dunia ke-2 dan beberapa kali krisis ekonomi
di Jepang, Toshiba secara pasti meningkat di dalam penjualannya dan mengembangkan
produk-produk yang inovatif hingga dikenal di seluruh dunia. Sebagai salah satu merek
ternama di Jepang, Toshiba telah menerima berbagai penghargaan karena menjadi pionir dalam
menemukan radar, oven microwave, sistem MRI, laptop, dan DVD.
Pada tahun 2015, Toshiba telah mengoperasikan seluruh bisnisnya dalam skala global di
berbagai industri, termasuk semikonduktor, elektronik, infrastruktur, peralatan rumah tangga
dan alat-alat kesehatan dengan penjualan yang mencapai lebih dari 63 milyar dolar Amerika
dan telah mempekerjakan lebih dari 200.000 karyawan di seluruh dunia.Kualitas seluruh
produk maupun jasa yang ditawarkan oleh Toshiba menempatkan perusahaan tersebut dalam
10 perusahaan terbesar di Jepang.
2.2 Kronologis Skandal Akuntansi Keuangan Toshiba
Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang mendorong
transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak
investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panel independen yang
terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di
Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan
panel independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam
menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun)
sejak tahun 2008

12 Februari 2015 : skandal kasus toshiba dimulai dari adanya investigasi mengenai
metodelogi akuntansi oleh SESC (Securities and Exchange Surveillance Commision).

03 April 2015 : investigasi internal mengatakan menyelidik kemungkinan akuntansi yang tidak
tepat, kurangnya pelaporan biaya proyek sd Maret 2014.

08 Mei 2015 : perluasan penyelidikan, membentuk komite independen, membatalkan


pembayaran dividen, menarik dari prospek pendapatan.

13 Mei 2015 : kemungkinan turunnya laba operasi selama tiga tahun sampai Maret 2014
setidaknya 50 miliar yen.

15 Mei 2015 : meluncurkan komite independen yang dipimpin oleh mantan jaksa untuk
memperluas penyelidikan.

22 Mei 2015 : memperpanjang penyelidikan lebih dari tiga unit bisnis.

26 Mei 2015 : mengajukan tenggang waktu atas pengajuan surat berharga tahunan.

27 Mei 2015 : mempertimbangkan dividen khusus untuk mengkompensasi investor setelah


melewatkan pembayaran akhir tahun karena untuk penyelidikan.

29 Mei 2015 : pengumuman penyelidikan akan berakhir pada pertengahan Juli, memperoleh
persetujuan untuk merilis laporan tahunan pada akhir agustus, dan Q1 pada 14 September 2015

12 Juni 2015 : investigasi internal menemukan adanya pencatatan yang tidak tepat sebesar 3,6
miliar yen. Penyelidikan itu, berbarengan dengan penyelidikan pihak ketiga, ditemukan 12
kasus penyimpangan, termasuk tidak membuat ketentuan atas kontrak yang dibatalkan,
menunda pencatatan biaya dan menurunkan pencatatan biaya bahan baku..

25 Juni 2015 : CEO mengatakan dapat menunjuk lebih banyak anggota dewan luar untuk
meningkatkan pengawasan rekening.
09 Juli 2015 : Mempertimbangkan menjual aset termasuk saham di Westinghouse Electric.

16 Juli 2015 : Komite independen melihat adanya keterlibatan manajemen dalam permainan
skandal akuntansi ini

17 Juli 2015 : Batas akhir komite independen untuk menyampaikan laporan kepada perusahaan
pada 20 Juli dan mempublikasikan seluruh laporan, melalui konferensi pers pada pukul 5 sore
(08.00 WIB) pada 21 Juli

21 Juli 2015 : berdasarkan laporan pihak independen, Hisao Tanaka menyatakan perusahaan
telah menggelembungkan laba mencapai 151,8 miliar yen atau sekitar Rp 16 triliun. Jumlah
tersebut mencapai sekitar tiga kali lipat estimasi keuntungan yang diprediksi Toshiba. Dan hal
tersebut terjadi sejak 2008-akhir desember 2014

21 Juli 2015 : CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul keesokan harinya
pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi Nishida, chief
executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang sekarang menjadi penasihat
Toshiba, juga mengundurkan diri.

2.3 Modus Manipulasi Laporan Keuangan


Pada 21 Juli 2015, CEO Toshiba Hisao Tanaka mengumumkan pengunduran dirinya dalam
menghadapi skandal akuntansi terkaitdengansekitar $ 1,2 miliar overstated operating profits.
Rincian skandal itu muncul sehari sebelumnya ketika sebuah panel investigasi independen
merilis laporan yang menjelaskan ketidaksesuaian akuntansi secara rinci.

Para penyelidik menemukan bukti langsung praktik akuntansi yang tidak pantas dan
overstated profits di banyak unit bisnis Toshiba, termasuk unit produk visual, unit PC, dan unit
semikonduktor. Kesalahan akuntansi dimulai di bawah CEO Atsutoshi Nishida pada tahun
2008 di tengah krisis keuangan global yang memotong jauh kedalam profitabilitas Toshiba. Itu
terus berlanjut di bawah CEO berikutnya, Norio Sasaki, dan akhirnya berakhir dengan skandal
di bawah HisaoTanaka.

Panelis auditor dan penyelidikan dependen menemukan bahwa di Toshiba International


telah terjadi hal-hal ilegal dan tidak etis, seperti:

 Booking future profits early


Ini adalah tindakan memasukkan pendapatan kedalam buku sebelum benar-benar
diperoleh. Ini meningkatkan laba bersih dan secara artificial menciptakan ilusi peningkatan
pendapatan dan laba.
 Pushing back losses
Biaya satu tahun diselesaikan dalam laporan Laba Rugi tahun sebelumnya dan bukan pada
tahun Fiskal yang digunakan untuk menunjukkan laba organisasi yang secara langsung
akan menarik investor.
 Pushing back charges
Tagihan yang dibuat untuk menagih biaya yang terjadi pada periode penagihan
sebelumnya. Back charge mungkin penyesuaian karena kesalahan, atau mungkin untuk
mengumpulkan biaya yang tidak dapat ditagih hingga periode berikutnya karena masalah
waktu
Jika memungkinkan, yang terbaik adalah menghindari Back charge untuk barang atau jasa.
Karena tagihan balik mungkin tidak terduga oleh pelanggan dan dapat dikacaukan dengan
kesalahan penagihan, mereka seringkali membutuhkan waktu lebih lama untuk ditagih.
Secara umum, semakin cepat suatu perusahaan dapat menagih pelanggan, semakin tinggi
kemungkinan mengumpulkan jumlah yang ditagih tepat waktu.
 Changing revenue and labilities
Dalam teknik ini pendapatan diterima di muka adalah (akun kewajiban) dikonversi menjadi
pendapatan yang diperoleh.

Alasan Toshiba melakukan kecurangan (fraud) ini dijelaskan oleh penyelidik yang
menggambarkan bagaimana kepemimpinan perusahaan Toshiba memberikan target laba yang
ketat, yang dikenal sebagai Tantangan, kepada kepala unit bisnis, seringkali dengan implikasi
bahwa kegagalan tidak akan diterima. Dalam beberapa kasus, Tantangan kuartalan diturunkan
menjelang akhir kuartal ketika tidak ada waktu tersisa untuk secara material mempengaruhi
kinerja unit. Segera menjadi jelas dalam unit bisnis individu bahwa satu-satunya cara untuk
mencapai Tantangan ini adalah dengan menggunakan teknik akuntansi yang tidak teratur.

Panel investigasi menyimpulkan bahwa budaya perusahaan Toshiba, yang menuntut


kepatuhan kepada atasan, merupakan faktor penting yang memungkinkan munculnya praktik
akuntansi yang curang. Budaya beroperasi pada tingkat kepala unit bisnis dan pada setiap
tingkat otoritas di rantai ke akuntan yang akhirnya menggunakan teknik akuntansi .

2.4 Proses Audit Investigasi yang Dilakukan

Audit investigasi ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang
mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik
lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa komite
investigasi independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah
transparansi di Perusahaannya. Tim ini dibentuk pada tanggal 8 Mei 2015. Scope dari
investigasinya sendiri terbagi atas:
(1) proses akuntansi pada proyek-proyek yang menggunakan metode percentage of
completion;
(2) proses akuntansi pada pencatatan operating expense pada Visual Products Business;
(3) proses akuntansi pada valuasi dari persediaan pada Semiconductor Business; dan
(4) proses akuntansi pada beberapa transaksi di PC Business. Periode investigasi berjalan sejak
tanggal 15 Mei 2015 sampai dengan 20 Juli 2015. Subyek laporan yang dijadikan acuan
investigasi adalah sejak FY 2009 hingga kuarter ketiga FY 2014.

Proses investigasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:


1. Wawancara dengan officers dan karyawan
Komite melakukan wawancara dengan para direktur, representative executive officers,
executive officers, dan karyawan lainnya di Toshiba. Secara total terdapat 210 orang yang
dijadikan sample interview.
2. Wawancara dengan auditor keuangan
Komite melakukan beberapa kali wawancara dengan tim audit yakni E&Y.
3. Inspeksi dan verifikasi informasi
Komite melakukan inspeksi dan verifikasi informasi kepada Toshiba seperti permintaan
informasi akuntansi, peraturan-peraturan internal seperti SOP, minutes of meeting,
dokumen pendukung meeting dan informasi lainnya.
4. Digital forensics
Dilakukan digital forensics terhadap beberapa PCs yang digunakan oleh user dan employee
yang kemungkinan terlibat dalam skandal tersebut.

5. Whistleblower system
Komite membuat sistem whistleblower, yangmana komite menerima laporan dan
akumulasi informasi yang terkait dengan subyek investigasi melalui panggilan telepon,
surat ataupun e-mail

Adjustment amount hasil investigasi:


Berikut adalah penjabaran dari masing-masing subyek investigasi yang dilakukan:
1. Overview of percentage of completion method
Komite audit melakukan rekalkulasi atas perhitungan percentage of completion method
pada masing-masing proyek, untuk mendeteksi adanya kemungkinan overstated values
dan/atau understated provision for contract losses.
2. Accounting treatment in relation to recording opex in the visual product business
Berdasarkan hasil wawancara dan inspeksi dokumen, komite menemukan bahwa terdapat
suatu metode akuntansi yang dibuat untuk divisi memenuhi targetnya. Mekanisme ini
dikenal dengan nama C/O – Carry Over dengan cara overstate current year profit melalui
melakukan adjustment atas profit dan loss sejak tahun 2008.

3. Accounting treatment in the parts transaction in the PC Business


Komite menemukan bahwa terdapat penggelembungan pendapatan melalui transaksi
Toshiba – ODM – TTIP dengan cara mengakui Masking Price yang besarannya bisa 5x
biaya pembelian, dan mengakui laba atas Buy-Sell Transaction.

4. Computer forensic
Dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mereproduksi subyek data dan recovery data-
data yang telah dihapus dari personal computer serta mail. Dilakukan juga pencairan data
terkait dengan subyek investigasi dengan menggunakan keywords.

2.5 Keterkaitan Toshiba dengan Jenis Fraud dan Financial Shenanigans

Jenis Fraud

Dalam kasus Toshiba, jenis Fraud yang terjadi adalah Fraud terhadap Laporan Keuangan
(Fraudulent Statements). Menurut ACFE, fraud ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: Financial
dan Non Financial. Dalam kasus Toshiba fraud yang dilakukan adalah financial. Dimana
Toshiba menyajikan Laporan Keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Toshiba telah mengalami kesulitan dalam pencapaian target laba sejak tahun 2008 dan baru
terkuak pada Mei 2015. Penggelembungan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar atau
setara Rp15,85 triliun sejak 2008.

Financial Shenanigans Identified

Kasus Toshiba terjadi dari adanya target laba yang diberikan oleh manajemen perusahaan yang
tidak realistis sehingga target tidak dapat tercapai. Akibatnya, pemimpin divisi terpaksa harus
berbohong dengan memanipulasi data keuangan dan 3 (tiga) direksi berperan aktif dalam
penggelembungan laba perusahaan. Budaya yang ada di Toshiba pun menuntut para pegawai
untuk patuh terhadap atasan, sehingga apapun yang diberikan dan ditargetkan kepada
perusahaan harus dilaksanakan dan ditaati.

Cara-cara perusahaan untuk memanipulasi Laporan Keuangan:

1. Toshiba meminta vendor untuk menunda penerbitan faktur sampai kuartal berikutnya agar
pencatatan pengeluaran dilakukan pada kuartal berikutnya.
Penundaan pencatatan tersebut berdampak pada laporan keuangan, dimana seharusnya
pencatatan pengeluaran dibukukan pada bulan tersebut namun perusahaan menunda
pencatatan pengeluaran tersebut sehingga bulan terjadinya transaksi tidak nyata karena ada
transaksi yang tidak terecord, dan terecord ke kuartal berikutnya.
2. Dalam akuntansi konsolidasi, Toshiba menggunakan metode cash based meskipun yang
seharusnya dipakai adalah accrual based.
Adanya perbedaan metode pengakuan pendapatan akan mempengaruhi bagaimana
keuangan perusahaan, apakah profit atau tidak. Manipulasi yang dapat dilakukan:
₋ Pendapatan diakui lebih besar dibandingkan yang diperoleh, dan diakui diawal sehingga
profit terlihat besar.
₋ Pendapatan diakui lebih kecil dibandingkan yang diperolah, hal ini dilakukan agar
perusahaan terlihat tidak profitable.

Dengan adanya penetapan target laba dari manajemen perusahaan, membuat pimpinan
divisi melakukan manipulasi pendapatan agar terlebih mendapatkan profit yang lebih besar.

3. Penerapan metode persentase penyelesaian (percentage-of-completion method)


Secara umum, semakin rendah harga penawaran, semakin kecil laba yang didapatkan.
Sebenarnya, jumlah berdasarkan harga penawaran yang diputuskan harus menjadi total
perkiraan biaya dengan menggunakan inside information. Untuk menerapkan metode
persentase penyelesaian, penghasilan kontrak untuk periode berjalan dihitung dengan
taksiran penghasilan total dikalikan dengan tingkat kemajuan kontrak yang biaya kontrak
untuk periode berjalan dibagi dengan total perkiraan biaya kontrak kerja. Dengan demikian,
tingkat kemajuan kontrak meningkat ketika kita mengecilkan penyebut rasio ini. Akibatnya,
Toshiba dapat meningkatkan pendapatannya untuk periode saat ini.
Dalam laporan investigasi,dijelaskan bahwa Toshiba menerapkan jumlah yang diperkirakan
meskipun tidak ada yang masuk akal dasar dalam beberapa proyek. Direksi tidak mengakui
rekaman ketentuan dari penilaian mereka tentang kurangnya pengurangan biaya atau
kemungkinan upaya untuk melakukan pengurangan biaya. Biaya aktual yang dikeluarkan
sudah 100% padahal beberapa proyek belum selesai.
Metode kontrak selesai tidak diterapkan untuk mencatat pendapatan kontrak periode saat
ini, meskipun seharusnya tidak ada metode persentase penyelesaian telah diterapkan untuk
membuat estimasi yang andal. Sebaliknya, dicatat bahwa total diperkirakan biaya untuk
pekerjaan kontrak yang dicatat dengan menggunakan metode persentase penyelesaian
melebihi total pendapatan dari awal.

4. Manipulasi Penghasilan
Pembuatan PC Toshiba di-outsourcing-kan ke pabrikan desain asli (ODM) di Taiwan, dan
anak perusahaan Toshiba membeli produk jadi dari ODM. Pada akhirnya, anak perusahaan
mengirimkan produk ke Toshiba. Departemen ini memanipulasi penghasilan dengan
membuat jurnal melalui serangkaian transaksi dan adanya selisih biaya yang dikeluarkan
namun tidak dicatat sebagaimana mestinya.
5. Penilaian persediaan
Bagian persediaan barang jadi pada perusahaan Toshiba berada di bawah Manajemen
Penjualan tidak mendevaluasi sesuai dengan metode mendevaluasi nilai buku ke nilai
pembuangan yang diharapkan. Dalam laporan investigasi, sebagian besar persediaan
kerugian diakui untuk tujuan akuntansi pertama kali pada saat pembuangan.
Biaya standar terkadangdirevisi ketika pemanfaatan pabrik berkurang banyak. Namun,
revisi tersebut hanya tercermin dalam biaya standar di frontend dan bukan di biaya standar
di backend. Akibatnya, ketika sejumlah varians biaya yang terjadi secara total, jumlah yang
melebihi apa yang seharusnya dialokasikan dibebankan kepada frontend term-end inventaris
dan jumlah varian biaya yang lebih rendah dari yang seharusnya dialokasikan dibebankan
ke persediaan akhir-akhir backend dan biaya penjualan. Dengan demikian, penghasilan lain
dari departemen ini meningkat.
2.6 Kesalahan yang dilakukan Ernst and Young sebagai auditor

sebagai auditor eksternal seharusnya Ernst and Young dapat mendeteksi fraud yang dilakukan
oleh oknum-oknum di Toshiba. Hal pertama yang dapat langsung disimpulkan dari kasus ini
adalah ketidak telitian para auditor E&Y dalam pengecekan sistem internal control Toshiba.
Apabila E&Y benar-benar melakukan tes terhadap internal control Toshiba, pastinya E&Y
dapat menemukan penggelembungan dana yang dilakukan oleh oknum Toshiba, apalagi
mengingat bahwa jumlah pendapatan yang digelembungkan oknum Toshiba sangat besar
hingga mencapai 151.8 miliar Yen (U$ 1.22 Miliar) sejak tahun fiskal 2008 atau enam tahun
terakhir .

kesalahan berikutnya yang mungkin dilakukan E&Y adalah mengeset level material level
yang terlalu tinggi, mengingat Toshiba adalah salah satu perusahaan yang memiliki reputasi
yang sangat baik sebelum terjadinya skandal ini. Oleh karena hal ini, kesalahan yang
mungkin seharusnya dikategorikan sebagai material error malah diklasifikasikan menjadi
immaterial error, belum lagi mengingat bahwa 151,8 miliar Yen ini terdistribusi selama 6
tahun, sehingga memang memperkecil kecurigaan E&Y akan terjadinya fraud didalam
manajemen Toshiba.

Flaw/ kesalahan berikutnya yang mungkin dilakukan oleh E&Y (dan juga oleh JICPA) adalah
tidak adanya larangan suatu KAP untuk mengaudit perusahaan yang sama asalkan partner audit
dari KAP yang dilakukan dirotasi selama 5 tahun. Hal ini dapat memicu tidak
tercapainya kondisi independence state of mind, dimana hal ini tentunya mempengaruhi opini
dari KAP yang bersangkutan karena timbul familiarity antara perusahaan (dalam kasus ini
Toshiba) dengan KAP yang bersangkutan yaitu E&Y.

Berdasarkan kasus yang terjadi antara Toshiba dan EY, terjadi pelanggaran ISA 200, ISA 240,
dan ISA 315. ISA 200 membahas tanggung jawab keseluruhan auditor independen ketika
melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan ISA, ISA 240 membahas dengan tanggung
jawab auditor yang berkaitan dengan kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, dan ISA
315 membahas tanggung jawab auditor untuk mengidentifikasi dan menilai risiko material
misstatement dalam laporan keuangan, melalui pemahaman entitas dan lingkungannya,
termasuk pengendalian intern entitas. Pelanggaran yang terlihat pada kasus tersebut dibuktikan
tidak berfungsinya kontrol internal dan terjadinya material misstatement selama bertahun –
tahun, yang merupakan pelaggaran terhadap ISA 315, dan ketidakmampuan EY dalam
mendeteksi material misstatement, yang diasumsikan EY tidak mengikuti prosedur audit
yang ditetapkan, yang merupakan pelanggaran terhadap ISA 200. Kasus penggelembungan
keuntungan di laporan keuangan sebesar US$ 1,2 milyar, yang merupakan pelaggaran terhadap
ISA 240.
Ditemukan bahwa EY sudah menjadi Auditor untuk Toshiba selama 12 tahun, mulai dari 2002,
hal ini bisa menjadi satu alasan yang bisa membuat partner dari EY percaya saja dengan hasil
lapoiran keuangan toshiba karena selama masa audit tidak pernah bermasalah, sedangkan
seharusnya Auditor eksternal tetap menjaga Profesional Scepticism. Kemungkinan Auditor
tidak melakukan Risk Assesment kembali karena sudah mengaudit Toshiba selama 12 tahun
padahal seharusnya paling lama Auditor mengaudit satu perusahaan adalah 5 tahun dan
kemudian harus di roll dengan auditor lain agar tidak terjadi keindependenan Auditor hilang,
dalam hal ini mungkin alasan alasan inilah yang menguatkan opini kami selaku penulis bahwa
EY selaku eksternal auditor telah melakukan salah opini terhadap Laporan Keuangan Toshiba.

2.7 Etika Profesi Akuntansi yang Dilanggar

1. Tangggung Jawab Profesi


Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang
dilakukan. Dalam kasus ini terlihat bahwa akuntan dalam perusahaan kurang berhati-hati
dan terlalu tunduk pada manajemen dalam melaporkan laporan keuangan dan auditor
dengan sikap auditor yang menganggap bahwa adanya kurang catat sebagi hal yang kurang
material merupakan tindakan yang tidak professional.
2. Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus-
menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Dalam hal ini, akuntan dalam Toshiba telah mengorbankan kepentingan publik demi
kepentingan mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan Toshiba,
menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi investor.
3. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Toshiba terbukti tidak jujur dalam menyusun
laporan keuangan mereka. Sehingga telah melanggar prinsip kode etik akuntansi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak menerima kecurangan.
4. Obyektivitas
Obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah
pengaruh pihak lain. Dalam hal ini, akuntan Toshiba tidak menunjukkan prinsip.
2.8 Sanksi terhadap Toshiba dan KAP Ernst & Young

Sanksi Terhadap Toshiba

1. SECS memberikan sanksi administratif sebesar 7,3 Milyar yen (Rp 870 Milyar)
sebagai penalti untuk Toshiba.
2. Toshiba menggugat pihak eksekutif yang terlibat dalam kasus sebesar 3,2 Milyar yen.

Sanksi terhadap KAP Ernst & Young:

1. Japanese Regulator merekomendasikan untuk memberikan sanksi terhadap Ernst &


Young ShinNihon setelah gagal melihat skandal akuntansi Toshiba Corp.
2. The Certified Public Accountants and Auditing Oversight Board, a unit of the Financial
Services Agency (FSA) merekomendasikan untuk memberikan sanksi administratif
pada Ernst & Young ShinNihon, meskipun tidak ada indikasi atas keterlibatan EY
dengan Toshiba untuk melakukan skandal tersebut.
3. The Certified Public Accountants and Auditing Oversight Board melakukan investigasi
pada EY dan mengakui adanya kelemahan dalam audit perusahaan klien termasuk
Toshiba. Adapun denda yang dikenakan kepada EY sebesar 2,111 juta yen. Alasan
pengenaan denda administrasi tersebut dikarenakan Laporan Keuangan Toshiba untuk
TA 2011 dan 2012 sebenarnya mengandung salah saji material tapi EY tidak dapat
mendeteksinya.
4. Sanksi suspensi selama tiga bulan dari pengambilan kontrak bisnis baru dan perintah
perbaikan operasional.
5. Pengunduran diri dari enam orang Direktur,CEO dan pejabat eksekutif.
6. Menarik diri dari perikatan audit untuk tahun fiskal berikutnya.
2.9 Tindakan Preventif yang perlu dilakukan dalam Mencegah dan Mendeteksi
Kecurangan dalam Pembuatan Laporan Keuangan

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kasus Toshiba adalah bahwa target dan obsesi
untuk mencapai profit semaksimal mungkin akan berbahaya karena tentunya para manager
akan bertindak sebisa mungkin untuk mencapai tingkat profit sesuai target yang belum tentu
bsia dicapai, dengan begitu maka salah satu caranya walau ini tidak baik adalah dengan
menggelembungkan pendapatan dengan cara mengakui pendapatan tahun depan untuk masuk
ke pendapatan tahun sebelumnya sedangkan biayanya tetap masuk tahun depan.
Tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh Toshiba adalah dengan melakukan hal-hal
dibawah ini:

1. Memperbaiki tata kelola perusahaa


Memperbaiki tata kelola perusahaan dari Toshiba bisa dengan berbagai hal mulai dari
membuat employee self appraisal yang mana sang kayawan sendiri yang mengukur
kinerja dia dan target yang sudah disepakati bersama dengan atasannya, lalu bisa juga
dengan merekrut direktur independen yang akan membawa budaya baru dari luar dan
tidak terlalu berkaitan dengan budaya yang sudah ada di dalam perusahaan dan juga
akan memberikan keberagaman dalam tata kelola di perusahaan. Membuat komite audit
independen pun juga bisa dilakukan oleh perusahaan.
2. Merekrut Direktor Independen
Dengan merekrut diektur Independen yang berasal dari Hukum atau keuangan dengan
begitu bisa mengetahui lebih dulu apa bila terjadi ketidaksesuaian di dalam perusahaan.
Direktor independen juga bisa diutilize untuk mengawasi perusahaan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran.
3. Merekrut Komite Audit Independen
Dengan sudah menjadi besarnya perusahaan Toshiba Audit komte independen yang
berlatar belakang accounting atau finance sangat dibutuhkan. Karena bisa membantu
perusahaan dalam mengawasi dan memberi arahan serta masukan dalam kebijakan
keuangan perusahaan.
4. Memperkuat Whistleblowing System
Dengan memperkuat WBS di Toshiba apabila ada pelanggaran atau sesuatu yang tidak
sesuai conde of conduct perusahaan serta compliances perusahaan maka bisa
dilaporkan kepada bagian WBS dan bisa mencegah dan menginvestigasi hal-hal yang
dianggap melanggar. EBS juga bisa mencegah kasus ini terjadi di Toshiba karena
bawahan akan melaporkan apabila supervisornya memerintahkan hal yang melanggar
peraturan dan code of conduct

5. Memperbaiki mindset dari Top Management


Dengan memiliki code of conduct dan compliance yang baik Top Management
seharusnya bisa mencegah hal ini terjadi apabila mereka memiliki dasar-dasar
compliances dan ethics di perusahaan yang menjadi filosofi dari Toshiba. Akan tetapi,
walaupun ada sepertinya kurang berjalan dan hal ini harus dipegang teguh oleh semua
elemen perusahaan karena “No compliances, no business”
6. Menghilangkan budaya “Challenge”
Penyebab utama dari kasus ini adalah adanya budaya “challenge” dalam
memperkirakan target dan sasaran, yaitu dengan cara overstated budget dan berharap
profit juga akan melebihi target. Seharusnya target da budget dibuat sesuai analisis dan
perhitungan yang sudah dilakukan oleh perusahaan bukan dilebihkan atau dikurangkan
sesuai kemauan top management.
7. Memperbaiki dan mereformasi sistem akuntansi
Dengan menganggap kebijakan akuntansi perusahaan tidak sesuai dengan peraturan
maka perusahaan bisa memperbaiki system akuntansi dan memperbaiki peraturan
keuangan sesuai dengan peraturan dans standar akuntansi yang berlaku di Jepang dan
di daerah domisili anak perusahaaan.
8. Memperbaiki budaya perusahaan
Karena pimpinan Toshiba memiliki ekspektasi yang tinggi untuk mencapai profit yang
maksimal akan tetapi kondisi ekonomi dunia yang sedang memburuk pada tahun 2008
meyebabkan para middle management di Toshiba tertekan dan menjadi penyebab
penggelembungan operating profit. Hal ini seharusnya bisa dicegah dengan membuat
target-target yang mudah dicapai bukan yang overstretch. Dengan budaya korporasi
Jepang maka tentunya bawahan akan melakukan segala cara agar bisa mencapai target
akhirnya menimbulkan kejadian tersebut. Selain itu budaya harus menurut dan
mematuhi perintah atasan juga membuat pelanggaran ini terjadi.

BAB 3
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai