TOSHIBA Corp.
Kelompok 4:
Alexander Santober 1606952553
Anke Deaselve 1606952622
Farah Ulfah Amanda 1606952912
Nurhanifah 1606953335
Rexy Dwi Putra 1606953386
Seno Aji Nugroho 1606953455
Yunindera Puspasari 1606953581
PENDAHULUAN
Kecurangan dalam praktik pelaporan keuangan merupakan masalah krusial dan sensitif di
kalangan profesi akuntansi. Pasalnya, kecurangan yang dilakukan oleh seorang akuntan, dapat
berdampak signifikan pada perekonomian, bahkan secara mikro. Salah satu perusahaan
mendunia yang melakukan kecurangan dalam laporan keuangan adalah Toshiba Corporate
yang telah berdiri sejak tahun 1875.
Toshiba membuat produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan layanan
pelanggan yang excellent . Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena
pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini bermula atas
inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Jepang yaitu Shinzo Abe yang mendorong transparansi
yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing.
Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panelis independen yang terdiri dari para
akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa
mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen
tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba
usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun / US$ 1,2 miliar) sejak
tahun 2008.Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa
eksekutif perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer
sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang tidak
realistis.
PEMBAHASAN
12 Februari 2015 : skandal kasus toshiba dimulai dari adanya investigasi mengenai
metodelogi akuntansi oleh SESC (Securities and Exchange Surveillance Commision).
03 April 2015 : investigasi internal mengatakan menyelidik kemungkinan akuntansi yang tidak
tepat, kurangnya pelaporan biaya proyek sd Maret 2014.
13 Mei 2015 : kemungkinan turunnya laba operasi selama tiga tahun sampai Maret 2014
setidaknya 50 miliar yen.
15 Mei 2015 : meluncurkan komite independen yang dipimpin oleh mantan jaksa untuk
memperluas penyelidikan.
26 Mei 2015 : mengajukan tenggang waktu atas pengajuan surat berharga tahunan.
29 Mei 2015 : pengumuman penyelidikan akan berakhir pada pertengahan Juli, memperoleh
persetujuan untuk merilis laporan tahunan pada akhir agustus, dan Q1 pada 14 September 2015
12 Juni 2015 : investigasi internal menemukan adanya pencatatan yang tidak tepat sebesar 3,6
miliar yen. Penyelidikan itu, berbarengan dengan penyelidikan pihak ketiga, ditemukan 12
kasus penyimpangan, termasuk tidak membuat ketentuan atas kontrak yang dibatalkan,
menunda pencatatan biaya dan menurunkan pencatatan biaya bahan baku..
25 Juni 2015 : CEO mengatakan dapat menunjuk lebih banyak anggota dewan luar untuk
meningkatkan pengawasan rekening.
09 Juli 2015 : Mempertimbangkan menjual aset termasuk saham di Westinghouse Electric.
16 Juli 2015 : Komite independen melihat adanya keterlibatan manajemen dalam permainan
skandal akuntansi ini
17 Juli 2015 : Batas akhir komite independen untuk menyampaikan laporan kepada perusahaan
pada 20 Juli dan mempublikasikan seluruh laporan, melalui konferensi pers pada pukul 5 sore
(08.00 WIB) pada 21 Juli
21 Juli 2015 : berdasarkan laporan pihak independen, Hisao Tanaka menyatakan perusahaan
telah menggelembungkan laba mencapai 151,8 miliar yen atau sekitar Rp 16 triliun. Jumlah
tersebut mencapai sekitar tiga kali lipat estimasi keuntungan yang diprediksi Toshiba. Dan hal
tersebut terjadi sejak 2008-akhir desember 2014
21 Juli 2015 : CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul keesokan harinya
pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi Nishida, chief
executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang sekarang menjadi penasihat
Toshiba, juga mengundurkan diri.
Para penyelidik menemukan bukti langsung praktik akuntansi yang tidak pantas dan
overstated profits di banyak unit bisnis Toshiba, termasuk unit produk visual, unit PC, dan unit
semikonduktor. Kesalahan akuntansi dimulai di bawah CEO Atsutoshi Nishida pada tahun
2008 di tengah krisis keuangan global yang memotong jauh kedalam profitabilitas Toshiba. Itu
terus berlanjut di bawah CEO berikutnya, Norio Sasaki, dan akhirnya berakhir dengan skandal
di bawah HisaoTanaka.
Alasan Toshiba melakukan kecurangan (fraud) ini dijelaskan oleh penyelidik yang
menggambarkan bagaimana kepemimpinan perusahaan Toshiba memberikan target laba yang
ketat, yang dikenal sebagai Tantangan, kepada kepala unit bisnis, seringkali dengan implikasi
bahwa kegagalan tidak akan diterima. Dalam beberapa kasus, Tantangan kuartalan diturunkan
menjelang akhir kuartal ketika tidak ada waktu tersisa untuk secara material mempengaruhi
kinerja unit. Segera menjadi jelas dalam unit bisnis individu bahwa satu-satunya cara untuk
mencapai Tantangan ini adalah dengan menggunakan teknik akuntansi yang tidak teratur.
Audit investigasi ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang
mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik
lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa komite
investigasi independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah
transparansi di Perusahaannya. Tim ini dibentuk pada tanggal 8 Mei 2015. Scope dari
investigasinya sendiri terbagi atas:
(1) proses akuntansi pada proyek-proyek yang menggunakan metode percentage of
completion;
(2) proses akuntansi pada pencatatan operating expense pada Visual Products Business;
(3) proses akuntansi pada valuasi dari persediaan pada Semiconductor Business; dan
(4) proses akuntansi pada beberapa transaksi di PC Business. Periode investigasi berjalan sejak
tanggal 15 Mei 2015 sampai dengan 20 Juli 2015. Subyek laporan yang dijadikan acuan
investigasi adalah sejak FY 2009 hingga kuarter ketiga FY 2014.
5. Whistleblower system
Komite membuat sistem whistleblower, yangmana komite menerima laporan dan
akumulasi informasi yang terkait dengan subyek investigasi melalui panggilan telepon,
surat ataupun e-mail
4. Computer forensic
Dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mereproduksi subyek data dan recovery data-
data yang telah dihapus dari personal computer serta mail. Dilakukan juga pencairan data
terkait dengan subyek investigasi dengan menggunakan keywords.
Jenis Fraud
Dalam kasus Toshiba, jenis Fraud yang terjadi adalah Fraud terhadap Laporan Keuangan
(Fraudulent Statements). Menurut ACFE, fraud ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: Financial
dan Non Financial. Dalam kasus Toshiba fraud yang dilakukan adalah financial. Dimana
Toshiba menyajikan Laporan Keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Toshiba telah mengalami kesulitan dalam pencapaian target laba sejak tahun 2008 dan baru
terkuak pada Mei 2015. Penggelembungan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar atau
setara Rp15,85 triliun sejak 2008.
Kasus Toshiba terjadi dari adanya target laba yang diberikan oleh manajemen perusahaan yang
tidak realistis sehingga target tidak dapat tercapai. Akibatnya, pemimpin divisi terpaksa harus
berbohong dengan memanipulasi data keuangan dan 3 (tiga) direksi berperan aktif dalam
penggelembungan laba perusahaan. Budaya yang ada di Toshiba pun menuntut para pegawai
untuk patuh terhadap atasan, sehingga apapun yang diberikan dan ditargetkan kepada
perusahaan harus dilaksanakan dan ditaati.
1. Toshiba meminta vendor untuk menunda penerbitan faktur sampai kuartal berikutnya agar
pencatatan pengeluaran dilakukan pada kuartal berikutnya.
Penundaan pencatatan tersebut berdampak pada laporan keuangan, dimana seharusnya
pencatatan pengeluaran dibukukan pada bulan tersebut namun perusahaan menunda
pencatatan pengeluaran tersebut sehingga bulan terjadinya transaksi tidak nyata karena ada
transaksi yang tidak terecord, dan terecord ke kuartal berikutnya.
2. Dalam akuntansi konsolidasi, Toshiba menggunakan metode cash based meskipun yang
seharusnya dipakai adalah accrual based.
Adanya perbedaan metode pengakuan pendapatan akan mempengaruhi bagaimana
keuangan perusahaan, apakah profit atau tidak. Manipulasi yang dapat dilakukan:
₋ Pendapatan diakui lebih besar dibandingkan yang diperoleh, dan diakui diawal sehingga
profit terlihat besar.
₋ Pendapatan diakui lebih kecil dibandingkan yang diperolah, hal ini dilakukan agar
perusahaan terlihat tidak profitable.
Dengan adanya penetapan target laba dari manajemen perusahaan, membuat pimpinan
divisi melakukan manipulasi pendapatan agar terlebih mendapatkan profit yang lebih besar.
4. Manipulasi Penghasilan
Pembuatan PC Toshiba di-outsourcing-kan ke pabrikan desain asli (ODM) di Taiwan, dan
anak perusahaan Toshiba membeli produk jadi dari ODM. Pada akhirnya, anak perusahaan
mengirimkan produk ke Toshiba. Departemen ini memanipulasi penghasilan dengan
membuat jurnal melalui serangkaian transaksi dan adanya selisih biaya yang dikeluarkan
namun tidak dicatat sebagaimana mestinya.
5. Penilaian persediaan
Bagian persediaan barang jadi pada perusahaan Toshiba berada di bawah Manajemen
Penjualan tidak mendevaluasi sesuai dengan metode mendevaluasi nilai buku ke nilai
pembuangan yang diharapkan. Dalam laporan investigasi, sebagian besar persediaan
kerugian diakui untuk tujuan akuntansi pertama kali pada saat pembuangan.
Biaya standar terkadangdirevisi ketika pemanfaatan pabrik berkurang banyak. Namun,
revisi tersebut hanya tercermin dalam biaya standar di frontend dan bukan di biaya standar
di backend. Akibatnya, ketika sejumlah varians biaya yang terjadi secara total, jumlah yang
melebihi apa yang seharusnya dialokasikan dibebankan kepada frontend term-end inventaris
dan jumlah varian biaya yang lebih rendah dari yang seharusnya dialokasikan dibebankan
ke persediaan akhir-akhir backend dan biaya penjualan. Dengan demikian, penghasilan lain
dari departemen ini meningkat.
2.6 Kesalahan yang dilakukan Ernst and Young sebagai auditor
sebagai auditor eksternal seharusnya Ernst and Young dapat mendeteksi fraud yang dilakukan
oleh oknum-oknum di Toshiba. Hal pertama yang dapat langsung disimpulkan dari kasus ini
adalah ketidak telitian para auditor E&Y dalam pengecekan sistem internal control Toshiba.
Apabila E&Y benar-benar melakukan tes terhadap internal control Toshiba, pastinya E&Y
dapat menemukan penggelembungan dana yang dilakukan oleh oknum Toshiba, apalagi
mengingat bahwa jumlah pendapatan yang digelembungkan oknum Toshiba sangat besar
hingga mencapai 151.8 miliar Yen (U$ 1.22 Miliar) sejak tahun fiskal 2008 atau enam tahun
terakhir .
kesalahan berikutnya yang mungkin dilakukan E&Y adalah mengeset level material level
yang terlalu tinggi, mengingat Toshiba adalah salah satu perusahaan yang memiliki reputasi
yang sangat baik sebelum terjadinya skandal ini. Oleh karena hal ini, kesalahan yang
mungkin seharusnya dikategorikan sebagai material error malah diklasifikasikan menjadi
immaterial error, belum lagi mengingat bahwa 151,8 miliar Yen ini terdistribusi selama 6
tahun, sehingga memang memperkecil kecurigaan E&Y akan terjadinya fraud didalam
manajemen Toshiba.
Flaw/ kesalahan berikutnya yang mungkin dilakukan oleh E&Y (dan juga oleh JICPA) adalah
tidak adanya larangan suatu KAP untuk mengaudit perusahaan yang sama asalkan partner audit
dari KAP yang dilakukan dirotasi selama 5 tahun. Hal ini dapat memicu tidak
tercapainya kondisi independence state of mind, dimana hal ini tentunya mempengaruhi opini
dari KAP yang bersangkutan karena timbul familiarity antara perusahaan (dalam kasus ini
Toshiba) dengan KAP yang bersangkutan yaitu E&Y.
Berdasarkan kasus yang terjadi antara Toshiba dan EY, terjadi pelanggaran ISA 200, ISA 240,
dan ISA 315. ISA 200 membahas tanggung jawab keseluruhan auditor independen ketika
melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan ISA, ISA 240 membahas dengan tanggung
jawab auditor yang berkaitan dengan kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, dan ISA
315 membahas tanggung jawab auditor untuk mengidentifikasi dan menilai risiko material
misstatement dalam laporan keuangan, melalui pemahaman entitas dan lingkungannya,
termasuk pengendalian intern entitas. Pelanggaran yang terlihat pada kasus tersebut dibuktikan
tidak berfungsinya kontrol internal dan terjadinya material misstatement selama bertahun –
tahun, yang merupakan pelaggaran terhadap ISA 315, dan ketidakmampuan EY dalam
mendeteksi material misstatement, yang diasumsikan EY tidak mengikuti prosedur audit
yang ditetapkan, yang merupakan pelanggaran terhadap ISA 200. Kasus penggelembungan
keuntungan di laporan keuangan sebesar US$ 1,2 milyar, yang merupakan pelaggaran terhadap
ISA 240.
Ditemukan bahwa EY sudah menjadi Auditor untuk Toshiba selama 12 tahun, mulai dari 2002,
hal ini bisa menjadi satu alasan yang bisa membuat partner dari EY percaya saja dengan hasil
lapoiran keuangan toshiba karena selama masa audit tidak pernah bermasalah, sedangkan
seharusnya Auditor eksternal tetap menjaga Profesional Scepticism. Kemungkinan Auditor
tidak melakukan Risk Assesment kembali karena sudah mengaudit Toshiba selama 12 tahun
padahal seharusnya paling lama Auditor mengaudit satu perusahaan adalah 5 tahun dan
kemudian harus di roll dengan auditor lain agar tidak terjadi keindependenan Auditor hilang,
dalam hal ini mungkin alasan alasan inilah yang menguatkan opini kami selaku penulis bahwa
EY selaku eksternal auditor telah melakukan salah opini terhadap Laporan Keuangan Toshiba.
1. SECS memberikan sanksi administratif sebesar 7,3 Milyar yen (Rp 870 Milyar)
sebagai penalti untuk Toshiba.
2. Toshiba menggugat pihak eksekutif yang terlibat dalam kasus sebesar 3,2 Milyar yen.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari kasus Toshiba adalah bahwa target dan obsesi
untuk mencapai profit semaksimal mungkin akan berbahaya karena tentunya para manager
akan bertindak sebisa mungkin untuk mencapai tingkat profit sesuai target yang belum tentu
bsia dicapai, dengan begitu maka salah satu caranya walau ini tidak baik adalah dengan
menggelembungkan pendapatan dengan cara mengakui pendapatan tahun depan untuk masuk
ke pendapatan tahun sebelumnya sedangkan biayanya tetap masuk tahun depan.
Tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh Toshiba adalah dengan melakukan hal-hal
dibawah ini:
BAB 3
KESIMPULAN