OLEH
(MKDU4111)
UNIVERSITAS TERBUKA
2019
1. Mengapa Polstranas diperlukan untuk mencapai tujuan Nasional ?
Dalam perjalanan suatu bangsa, sesuatu yang menjadi tujuan bersama adalah
terwujudnya perkembangan bangsa menuju kemajuan yang sesungguhnya. Tentu
saja hal tersebut bukanlah hanya keinginan yang sebatas anggan, perlu adanya suatu
tatanan usaha mengiring dan sebagai tuntunan dalam menjalanklan mobilitas suatu
bangasa, supaya selalu sesuai yang diharapkan dan memiliki dasar yang kuat demi
menanggkis segala kemungkinan yang terjadi.
Politik dan Strategi Nasainal merupakan suatu tata cara melaksanakan politik/
kebijakan nasional, yang tentu saja diselenggarakan oleh pemerintah negara untuk
mendikte atau sebagai tuntunan dalam menjalankan kebijakan/ politik suatu negara,
dan dalam hal ini menyangkut akan tuntunan pembangunan nasional dan pertahanan
kesatuan bangsa.
Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian mendalam akan hal ini, mengingat hal
ini adalah hal yang mendasar dalam perjalanan suatu bangsa. Sehingga perlu adanya
perhatian denganya.
2. Mengapa GBHN digantikan dengan visi dan misi calon Presiden dan Wakil
Presiden ?
Secara etimologis kata politik berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya
adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri. Politik merupakan
rangkaian asas, prinsip, keadaaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu yang mencakup kepentingan seluruh warga negara. Sisi
lain, politik dapat juga disebut proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat antara lain berwujud proses pembuatan keputusan dalam negara.
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani Strategos yang dapat diterjemahkan sebagai
komandan militer. Dalam bahasa Indonesia strategi diartikan sebagai rencana jangka
panjang dan disertai tindakan-tindakan konkret untuk mewujudkan sesuatu yang
telah direncanakan sebelumnya.
Politik nasional adah suatu kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk
mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional bangsa. Sedangkan strategi nasional
adalah cara melaksanakan politik nasional dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan
yang ditetapkan oleh politik nasional. Dapat dikatakan bahwa strategi nasional
disusun untuk mendukung terwujudnya politik nasional.
Sebelum tahun 2004 Presiden merupakan mandataris MPR. Dipilih dan diangkat
oleh MPR, serta menjadikan GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR sebagai
acuan bagi politik dan strategi nasional. Kebijakan ini kemudian ditiadakan setelah
diadakanya pemilihan langsung oleh rakyat terhadap Presiden dan Wakil Presiden
pada tahun 2004. GBHN yang sebelumnya dipergunakan sebagai acuan penyusunan
Polstranas kemudian digantikan oleh pidato visi dan misi Presiden dan Wakil
Presiden yang disampaikan pada saat sidang MPR, pidato visi dan misi ini
diperdengarkan setelah Presiden dan Wakil Presiden secara resmi dilantik, diambil
sumpah dan janjinya.
Presiden dan Wakil Presiden terpilih, secara moral bertanggung jawab terhadap apa
yang telah ia janjikan kepada masyarakat dalam kaitannya dengan upaya mendapat
simpati dari masyarakat melalui proses kampanye. Setiap calon Presiden dan Wakil
Presiden menjanjikan segala hal yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat jika
pada pemilihan umum mendapat suara terbanyak. Tidak jarang para calon
mengumbar janji-janji berlebihan yang tidak masuk akal, sehingga masyarakat
terpengaruh terhadap bujuk rayu sang calon dan kemudian memilihnya dalam
pemilihan umum. Janji inilah yang dipergunakan oleh masyarakat dalam menilai
calon-calon yang saling bertarung, walaupun pada kenyataannya masyarakat
memang telah bosan dengan janji palsu para calon Presiden dan Wakil Presiden.
Menjadi kewajiban mutlak bagi Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk
memenuhi janji yang sebelumnya ia sampaikan kepada masyarakat. Janji-janji ini lah
yang mereka gunakan sebagai dasar penyusunan visi dan misi (politik dan strategi
nasional) dalam tujuannya untuk membangunan bangsa dan negara selama satu
periode pemerintahan. Apabila dalam berjalannya proses pemerintahan tidak sesuai
dengan apa yang sebelumnya mereka janjikan, masyarakat dapat mempertanyakan
hal ini kepada pemerintah dan wujud pertanggungjawaban terakhir adalah
mundurnya Presiden dan Wakil Presiden dari kursi Kepresidenan.
Polstranas disusun dengan memahami pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam
sistem manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD 1945,
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam
manajemen nasional dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam penyusunan
politik strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar negara, cita-cita
nasional dan konsep strategi bangsa Indonesia.
Eksekutif negara menjadikan visi dan misi Presiden sebagai acuan dalam proses
penyusunan Polstranas. Strategi nasional dilaksanakan oleh para manteri dan
pimpinan lembaga-lembaga negara setingkat menteri dengan arahan langsung dari
Presiden. Polstranas hasil penyusunan Presiden harus memuat tujuan-tujuan negara
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupa bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Pada awal-awal Republik Indonesia terbentuk, tahun 1945-1965 adalah periode
kepemimpinan Soekarno dengan demokrasi terpimpin. Kedudukan Presiden
Soekarno menurut UUD 1945 adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan
(presidensiil/single executive), namun pada masa revolusi kemerdekaan (November
1945) berubah menjadi semi-presidensiil/double executive dengan Sutan Syahrir
sebagai Kepala Pemerintahan/Perdana Menteri. Polstranas pada masa-masa ini
sangat kental dengan unsur-unsur kediktatoran, karena politik dan strategi nasional
hanya berpusat pada satu orang, tanpa kontrol yang memadai dari pihak manapun.
Efek dari kediktatoran ini adalah perekonomian menjadi tidak maju, partisipasi masa
sangat dibatasi, penghormatan terhadap HAM rendah dan masuknya militer ke
dalam tubuh pemerintahan. Proses pemerintahan menjadi tidak sehat dan pada
akhirnya masyarakat yang merasakan imbas keterpurukan dari sistem ini.
Presiden Soeharto diangkat menjadi Presiden oleh MPRS pada tahun 1966 dan
lengser pada tahun 1998. Pada 32 tahun kekuasaannya, Soeharto menggunakan
GBHN sebagai acuan politik dan strategi nasional yang sebelumnya telah disusun
oleh MPR. Sebagian besar anggota MPR pada masa itu adalah orang-orang pilihan
Soeharto sehingga dapat dipastikan bahwa polstranas pada saat itu adalah polstranas
pesanan Soeharto. Pemerintahan yang dipimpinnya memang sukses dalam
memajukan ekonomi makro, namun ekonomi mikro sangat lemah. Pembangunan
cenderung berpusat di pemerintahan pusat.
Pada tahun 1998-1999 Presiden B. J. Habibie, tahun 1999-2001 Abdurrahman
Wahid, kemudian tahun 2001-2004 menjabat Megawati Soekarno Putri sebagai
Presiden Republik Indonesia. Masa-masa ini merupakan masa euphoria reformasi.
Indonesia seperti dilahirkan kembali, menjadi sebuah bangsa yang terbebas dari
berbagai macam ketidakadilan pemerintah. Reformasi didengungkan di segala
bidang. Selama kurang lebih enam tahun masa reformasi ini polstranas Indonesia
masih mengacu kepada GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR. Pada kurun
waktu ini bangsa Indonesia mengalami perubahan hampir di seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Merupakan masa-masa transisi dari orde baru
milik Soeharto menuju pemerintahan yang demokratis di seluruh aspek kehidupan.
Terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan umum secara
langsung tahun 2004 menandai pula perubahan dalam perumusan polstranas. Pada
masa ini polstranas disusun berdasarkan visi dan misi langsung Presiden dalam
pidato kenegaraan di hadapan segenap anggota MPR, DPR dan anggota lembaga
tinggi negara lainnya. Visi dan misi inilah yang dipergunakan sebagai politik strategi
nasional dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan selama
lima tahun. Sampai pada akhirnya terpilih kembali pada tahun 2009.
Meskipun pada saat ini polstranas tidak disusun langsung oleh MPR, lembaga ini
tidak bisa lepas tangan terhadap realisasi politik dan strategi nasional berdasarkan
visi dan misi Presiden. MPR dan DPR adalah pengawal segala kebijakan yang
berkaitan dengan hajat hidup masyarakat. Mengaspirasikan kepentingan masyarakat.
Membuat undang-undang yang bertujuan mensejahterakan masyarakat luas, dan
menjaga kestabilan pemerintan. Antara eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dapat
berdiri sendiri. Ketiga unsur ini diharapkan mampu bekerjasama dalam kaitannya
dengan mewujudkan tujuan negara Indonesia.
Proses penyusunan politik strategi nasional merupakan sasaran yang akan dicapai
oleh segenap rakyat Indonesia. Penyelenggara negara harus mengambil langkah-
langkah pembinaan terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan mencantumkan
sasaran polstranas pada masing-masing bidang. Dalam era ini masyarakat memiliki
peranan yang sangat besar dalam pengawasan politik strategi nasional yang dibuat
dan dilaksanakan oleh segenap penyelenggara negara, guna mewujudkan tujuan
luhur negara yang telah ditetapkan sebelumnya pada pembukaan UUD 1945.
Di Orde lama:
Polstranas pada masa-masa ini sangat kental dengan unsur-unsur kediktatoran, karena politik
dan strategi nasional hanya berpusat pada satu orang, tanpa kontrol yang memadai dari pihak
manapun. Efek dari kediktatoran ini adalah perekonomian menjadi tidak maju, partisipasi
masa sangat dibatasi, penghormatan terhadap HAM rendah dan masuknya militer ke dalam
tubuh pemerintahan. Proses pemerintahan menjadi tidak sehat dan pada akhirnya masyarakat
yang merasakan imbas keterpurukan dari sistem ini.
Di Orde Baru
Presiden Soeharto diangkat menjadi Presiden oleh MPRS pada tahun 1966 dan lengser pada
tahun 1998. Pada 32 tahun kekuasaannya, Soeharto menggunakan GBHN sebagai acuan
politik dan strategi nasional yang sebelumnya telah disusun oleh MPR. Sebagian besar
anggota MPR pada masa itu adalah orang-orang pilihan Soeharto sehingga dapat dipastikan
bahwa polstranas pada saat itu adalah polstranas pesanan Soeharto. Pemerintahan yang
dipimpinnya memang sukses dalam memajukan ekonomi makro, namun ekonomi mikro
sangat lemah. Pembangunan cenderung berpusat di pemerintahan pusat.
Awal Reformasi:
(di masa ini NKRI paling makmur menurut saya pribadi, hutang luar negeri terlunasi
separuhnya dan terdapat pelaksanaan HAM yang ideal, harga bensin stabil, kebutuhan pokok
murah, yakni di zaman Habibie dan Gusdur, sayang cuma bentar)
Petama: Jokowi mencoba untuk tidak lagi fokus pada koalisi partai IH maupun
koalisi MP dan si ular kepala dua Demokrat, tetapi Jokowi mencoba menekankan
koalisi terhadap rakyat, ini merupakan eksperimen politiknya Jokowi yang tidak
asing lagi dilakukannya, bahkan kali ini lebih dipertajam, yang demikian itu akan
berpeluang menjadi kekuatan besar kepemimpinannya, yang disebutkoalisi terhadap
rakyat
Keempat: Kerja sama dengan koalisi MP maupun Demokrat tetap perlu dilakukan
dengan bijaksana, hal itu mengingat sistem pemerintahan di Indonesia tidak secara
murni menganut sistem presidensial, akan tetapi sesekali waktu juga menerapkan
sistem parlementer.Peluang kerja sama antara Jokowi dengan partai-partai
pendukung Prabowo-Hatta masih memungkinkan terbuka lebar setelah pelantikan
Jokowi-JK, namun dengan ramuan-ramuannya yang berbeda, artinya Jokowi tidak
lagi orang partai, Jokowi bukan lagi PDIP atau koalisi IH, tetapi Jokowi koalisi
rakyat , yang berpihak kepada semua rakyat di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali,
mulai dari si Naya, si Suta, Iyem, baik yang berasal dari pendukungnya MP,
Demokrat, maupun pendukung IH.
Ketujuh: Pemerintahan Jokowi harus Jaga stabilitas Negara, salah satunya adalah
dengan meningkatkan komunikasi politik dan komunikasi budaya dengan
melibatkan seluruh unsur pendukung stabilitas, ABRI, POLRI, Agamawan,
Budayawan, Tokoh Masyarakat setempat, dalam kerangka ke-Bhinneka Tunggal Ika
yang pelaksanaannya diselaraskan dengan semangat otonomi daerah. Memberikan
peningkatan kesejahteraan kepada para abdi Negara yang bertugas jauh diperbatasan.
Lalu, lanjutnya, ada upaya nyata dan itikad baik memberantas mafia BBM, jauh
berbeda seperti langit dengan bumi dengan masa pemerintahan SBY, walaupun
masih menggantung dan belum tuntas.
1. Defisit fiskal, anggaran dan transaksi berjalan, defisit neraca pembayaran dan
berbagai permasalahan yang diwariskan Pemerintahan sebelumnya tidak
diantisipasi dan direspon dengan baik sehingga mengakibatkan mundurnya
perekonomian nasional.
5. Hutang luar negeri melonjak sangat drastis bertolak belakang dengan janji saat
kampanye. Pemerintahan Jokowi-JK harusnya ightiar maksimal menggenjot
pendapatan migas dan non migas. Jika meminjam harusnya dari dalam negeri
dengan menghimpun dana masyarakat.
6. Korupsi yang massif di pusat dan daerah pada masa pemerintahan sebelumnya,
berpotensi semakin melonjak karena intervensi Presiden lewat Inpres/Keppres.
7. Pemberantasan illegal mining, illegal logging, illegal impor dan sejenis, tidak
agresif seiring sejalan dengan pemberantasan illegal fishing.
11. Penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN yang sudah mencapai 80
Trilyun dan akan terus meningkat, sangat rawan dikorupsi.
13. Banyaknya janji baik pada saat kampanye Pilpres maupun janji setelah
dilantik, tidak atau belum direalisasikan.
14. Pemerintahan Jokowi-JK harus menahan diri untuk tidak mudah berjanji
kepada rakyat, meskipun bisa dipahami alasan dan tujuannya untuk kebaikan.
Kondisi nyata yang terjadi di Indonesia pada saat ini akibat dampak Globalisasi
adalah terpuruknya perekonomian negara sejak krisis moneter pada tahun 1997
sampai saat ini, tingkat pertumbuhan menurun dengan drastis, pengangguran
bertambah banyak, karena bertambahnya karyawan yang mengalami PHK akibat
banyaknya perusahaan baik nasional maupun regional yang tidak mampu lagi
bersaing dengan perusahaan asing akibat lemahnya daya saing secara nasional,
kemampuan daya beli masyarakat juga menurun, jumlah penduduk miskin
bertambah setiap tahunnya, anak-anak putus sekolah dan yang tidak dapat
melanjutkan sekolah juga bertambah, masalah kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok
menjadi sulit didapatkan, sektor perbankkan juga mengalami kesulitan dengan
likuiditas , adanya ketidakstabilan tingkat suku bunga, maka untuk mengatasinya
yaitu dengan cara berusaha meningkatkan daya saing secara nasional didalam
menghadapi gelombang globalisasi ekonomi melalui perubahan dan pergantian peran
pemerintah yang selama ini belum mengadopsi dan berinovasi dengan situasi dunia,
sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Dennis A. Rondinelli ( Promoting
National Competitiveness in a Globalization Economy : The State Changing
Roles ) :
“ Globalisasi ini, selama lebih dari dua dekade, telah mengubah "aturan permainan"
bangsa-bangsa dalam persaingan perdagangan internasional dan investasi. Peran
negara sebagai pusat perencana dan kontrol dari perekonomian nasional, sebagai
dasar penyedia barang dan jasa, dan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, yang
sebagian besar telah discredited sebagai fungsi efektif karena pemerintah ingin
meningkatkan daya saing nasional dalam ekonomi global”.
Dengan pernyataan ahli tersebut maka pemerintah atau negara harus meningkatkan
kemampuannya dalam berkompetisi dalam merebut pasar dan mampu menciptakan
keunggulan global melalui kekuatan intern dan sumberdaya yang dimilikinya untuk
lebih dioptimalkan .
Untuk dapat mengatasi situasi persaingan global maka pemerintah tidak bisa bekerja
sendiri, dalam hal ini pemerintah harus melibatkan semua komponen dan kekuatan
yang ada, yaitu masyarakat baik individu ataupun kelompok dan berbagai sektor
yang dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan daya saingnya, kondisi ini
sesuai dengan pernyataan Rondinelli antara lain :
“Dalam ekonomi global, pemerintah harus bekerja sama dengan sektor swasta,
organisasi masyarakat madani, lembaga keuangan internasional, dan kelompok-
kelompok masyarakat untuk mengembangkan lembaga-lembaga yang mendukung
dan mempertahankan sistem pasar melalui semua perusahaan yang terlibat dalam
ukuran regional dan global”.
Maka untuk menghadapi era globalisasi ini, pemerintah harus dapat melakukan
perannya sebagai katalisator juga sebagai dinamisator, pemerintah harus membuat
suatu kebijakan didalam memperkuat system ekonomi yang mampu bertahan dan
mampu menghadapi persaingan yang ketat didalam merebut pangsa pasar global,
dalam hal ini yaitu kebijakan yang berpihak kepada usaha-usaha rakyat seperti
contohnya yaitu Melalui:
Globalisasi yang bergerak ke arah interaksi yang lebih besar, integrasi dan saling
ketergantungan di antara masyarakat dan organisasi di seluruh wilayah negara.
DaftarPustaka
Aprianto, Diky. ( 11, November 2014). Polstranas (Politik dan Strategi Nasional) sebagai Tuntunan
Pembanguan dan Pertahanan Negara. http://dikyaprianto0.blogspot.com/2014/11/polstranas-
politik-dan-strategi.html
Kurniawan, Yudi. (17, Oktober 2015). Ini Positif dan Negatif Pemerintahan Jokowi.
https://citraindonesia.com/ini-positif-dan-negatif-pemerintahan-jokowi/.