Anda di halaman 1dari 2

Indonesia mengadopsi Agenda 21 Global menjadi Agenda 21 Indonesia.

Bagaimana
capaian yang dilakukan Indonesia terhadap komitmen tersebut? Jelaskan dengan
dilengkapi data capaian!

Jawab :

Pada ajang United Nations Conference atau Rio Summit di Rio de Jenairo, Brazil tahun 1992,
Indonesia menjadi salah satu dari sekitar 178 negara yang menyepakati komitmen bersama tentang
pencapaian Agenda 21. Agenda ini merupakan tindaklanjut penguatan komitmen global dalam
menyikapi permasalahan lingkungan hidup melalui implementasi pembangunan berkelanjutan
(sustainable development), yakni integrasi kepentingan ekologi, ekonomi dan social dalam
pengelolaan SDA dan lingkungan.

Pasca Rio Summit 1992, atau 26 tahun perjalanan komitmen bersama tersebut, kita perlu melihat
sejauhmana capaian komitmen Agenda 21 yang telah dilakukan Indonesia, khususnya pada 4
(empat) poin pokok yang telah disebutkan di atas. Apakah sebatas komitmen, atau telah serius
ditindaklanjuti melalui keberpihakan kebijakan politik? Saya mencoba membahas ke-empat poin
pokok Agenda 21 yang telah menjadi komitmen Indonesia sebagai tujuan utama pelaksanaan
pembangunan nasional dalam kurun waktu 26 tahun ini.

Pertama. Pelayanan Masyarakat (public service). Dalam hal ini, saya ingin fokus pada permasalahan
kemiskinan, kenapa demikian, karena kemiskinan juga memicu terjadinya penurunan kualitas
lingkungan hidup. Potret kemiskinan di perkotaan menjadi masalah social yang erat kaitannya
dengan kualitas lingkungan hidup, tengok misalnya, pemukiman kumuh sporadis dibantaran sungai
di kota-kota besar seperti Jakarta, dan Bandung menjadi fakta, bahwa masalah social menjadi
pemicu munculnya masalah-masalah lingkungan. Kenapa bisa terjadi, karena faktanya justru
penduduk miskin tidak memiliki akses pelayanan kesehatan, air bersih dan sanitasi lingkungan secara
baik.

Kedua. Pengelolaan limbah. Penurunan kualitas lingkungan hidup, karena dipicu oleh pencemaran
akibat pembuangan limbah yang sporadis dan tidak terkelola dengan baik. Sebagai gambaran, ada
226 Kabupaten/Kota yang masih bermasalah dengan pengelolaan air limbah, dan 240
Kabupaten/Kota yang bermasalah dengan pengelolaan sampah (Kementerian Kesehatan, 2013).
Masalah ini, ironisnya baru kita sadari setelah muncul ancaman terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia. Sebuah ketidaksadaran yang kronis!

Masalah persampahan, hingga saat ini masih menjadi masalah kronis yang urung terpecahkan
dengan baik khususnya di wilayah perkotaan. Program 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) masih belum
maksimal dilakukan pada level masyarakat. Belum lagi konflik berkaitan dengan pemanfaatan ruang
untuk tempat pembuangan sampai akhir, yang tak jarang justru konflik terjada pada lintas daerah.
Permasalahan persampahan tanpa ada penyelesaian konkrit akan berdapampak pada kualitas
lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Indonesia saat ini tengah menjadi sorotan dunia, karena menjadi negara dengan penyumbang
sampah plastic di lautan terbesar kedua dunia (sumber : www.bbcnews.com). Letak geografis
Indonesia sebagai jalur lintas Asia dan Australia, diduga memicu tingginya sampah plastic di Perairan.
Bahkan, beberapa waktu lalu, sebuah video yang beredar di youtube menunjukan begitu banyak
sampah plastic di salah satu periaran di Bali, yang nota bene sebagai daerah parawisata.
Ketiga, pengelolaan sumberdaya tanah dan air. Tingkat pertumbuhan penduduk yang naik secara
signfikan, dan dibarengi dengan tuntutan kebutuhan hidup telah memberikan efek tekanan yang
sangat besar terhadap SDA dan lingkungan. Kondisi ini didukung oleh sikap antropisentris berlebihan
dari masyarakat. Fakta menunjukkan tingginya deforestasi dan krisis sumberdaya air, disebabkan
oleh prilaku manusia yang tak terkontrol dan mengabaikan prinsip responsible management dalam
pemanfaatan SDA. Sayangnya upaya pengendalian terhadap fenomena ini masih sangat minim. Tata
kelola lahan dan air lebih banyak bersifat konseptual, namun minim aksi. Kita bisa lihat, masih
banyaknya akttivitas ekonomi seperti tambang galian c yang justru dilakukan pada kawasan
konservasi/lindung, padahal pola ruang jelas menetapkan bahwa peruntukannya sebagai kawasan
lindung. Imbasnya, terjadi deforestasi, penggundulan daerah catchment area yang memicu run off.
Jika saya melihat, produk reguasi tata ruang wilayah pada tataran implementasinya justru tidak
memperlihatkan keberpihakan pada upaya-upaya konservasi. RTRW sebagai produk spatial planning
jangka panjang mestinya tidak diberikan ruang untuk di-review secara periodik.

Ketiga, pengelolaan sumberdaya tanah dan air. Tingkat pertumbuhan penduduk yang naik secara
signfikan, dan dibarengi dengan tuntutan kebutuhan hidup telah memberikan efek tekanan yang
sangat besar terhadap SDA dan lingkungan. Kondisi ini didukung oleh sikap antropisentris berlebihan
dari masyarakat. Fakta menunjukkan tingginya deforestasi dan krisis sumberdaya air, disebabkan
oleh prilaku manusia yang tak terkontrol dan mengabaikan prinsip responsible management dalam
pemanfaatan SDA. Sayangnya upaya pengendalian terhadap fenomena ini masih sangat minim. Tata
kelola lahan dan air lebih banyak bersifat konseptual, namun minim aksi. Kita bisa lihat, masih
banyaknya akttivitas ekonomi seperti tambang galian c yang justru dilakukan pada kawasan
konservasi/lindung, padahal pola ruang jelas menetapkan bahwa peruntukannya sebagai kawasan
lindung. Imbasnya, terjadi deforestasi, penggundulan daerah catchment area yang memicu run off.
Jika saya melihat, produk reguasi tata ruang wilayah pada tataran implementasinya justru tidak
memperlihatkan keberpihakan pada upaya-upaya konservasi. RTRW sebagai produk spatial planning
jangka panjang mestinya tidak diberikan ruang untuk di-review secara periodik.

Kesimpulannya :

kita tak menampik berbagai upaya Pemerintah memang telah menunjukkan capaian yang cukup
nyata, namun harus juga diakui bahwa belum optimal. Intinya, kita masih memiliki tantangan besar
mewujudkan realisasi Agenda 21 sebagaimana tujuan dan komitmen awal. Catatan penting saya
menyangkut ini yakni pentingnya mendistribusi action plan Agenda 21 sebagai program prioritas di
level Kementerian/Lembaga hingga pemerintah daerah dan menjadi bagian dari target indicator
kinerja pemerintah. Agenda 21 harus menjadi agenda politik pada setiap pergantian rezim
pemerintahan.

Sumber :

https://www.kompasiana.com/leechons/5b170320ab12ae61216139a2/menakar-komitmen-politik-
pencapaian-agenda-21-refleksi-hari-lingkungan-hidup-sedunia?page=3&page_images=1

Anda mungkin juga menyukai