Disusun Oleh:
Averoes Zulqornein 1720333310001
Tri Noormuliyaningsih 172033330023
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi dan Perumusan Masa1ah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Agenda
B. Publikasi, Media, dan Politik
C. Perilaku Bisnis dan Respon Bisnis terhadap lingkungan
D. Cost Benefit Analysis lingkungan
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan merupakan bagian dari kualitas kehidupan dan tidaklah dapat
disangkal jika dikatakan bahwa saat ini masalah lingkungan semakin sering menjadi
perdebatan baik di tingkat regional, nasional maupun internasional. Perdebatan itu
terutama menyangkut dua pertanyaan mendasar: apakah bumi ini sudah dalam kondisi
krisis atau bumi memang tidak sedang dalam kondisi krisis. Jika bumi dalam kondisi
krisis lalu apa yang harus dilakukan oleh individu, dan masyarakat luas terutama para
pelaku bisnis di bidang industri? Gerakan peduli lingkungan yang antara lain dilakukan
melalui penyelenggaraan konferensi internasional di Rio de Janiero lebih dari satu
dekade yang lalu (1992) tampaknya belum mampu mempengaruhi pelaku bisnis di
bidang industri untuk memperlakukan alam sebagai bagian dari organisasi bisnis yang
dikelola, dengan harapan bahwa alam ini tidak semakin rusak. Jika kerusakan alam
dikaitkan dengan dunia industri (sebagai salah satu pihak yang mempunyai kontribusi
untuk merusak alam, maka setiap individu dan para industrialis kiranya perlu
merenungkan dua pemikiran Gray (1993) tentang upaya untuk menyelamatkan bumi
ini melalui kepedulian mereka yaitu (1) mengalokasikan biaya untuk setiap sumber
alam yang terpakai dan untuk setiap pencemaran alam yang ditimbulkan karena adanya
proses produksi dan (2) merubah sikap para industrialis agar lebih bijaksana
memperlakukan alam yang menjadi tumpuan bisnis mereka.
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui agenda apa saja yang telah dilakukan untuk Bisnis dan
lingkungan?
2. Apakah Publikasi, Media, dan politik sudah mendukung terhadap
lingkungan?
3. Bagaimana perilaku dan respon dunia bisnis terhadap lingkungan yang
perlu dijaga keberlanjutannya?
4. Bagaimana dengan cost benefit yang muncul saat ketetapan dari agenda
dilaksanakan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agenda
Jargon “Think Globally, Act Locally”, yang menjadi tema KTT Bumi di Rio
de Janeiro pada bulan Juni 1992 silam, segera menjadi jargon populer untuk
mengekspresikan kehendak berlaku ramah terhadap lingkungan. Topik yang
diangkat dalam konferensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan iklim,
penipisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air, meluasnya
penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya
serta penipisan keanekaragaman hayati.
Kita tahu bersama, isu lingkungan hidup semakin hari semakin menjadi isu
yang sangat penting untuk ditangani bersama, baik oleh Negara-negara maju
maupun Negara-negara berkembang atau Negara-negara Dunia Ketiga.
Singkatnya merupakan keniscayaan bagi Utara dan Selatan. Kita tahu juga,
persoalan lingkungan, meski telah ditempuh beragam upaya perawatan dan
pencegahan dari kerusakan dan pencemaran, tidak semakin membaik. Penanganan
dan perbaikan pun belum sebanding dengan peningkatan persoalan lingkungan itu
sendiri. Kondisi lingkungan dan bumi, sebagaimana sama-sama kita tahu dan kita
rasakan, diperparah dengan terjadinya fenomena perubahan iklim (climate
change).
Dalam konferensi Stockholm inilah untuk pertama kalinya motto: “Hanya Ada
Satu Bumi“ (Only One Earth) untuk semua manusia, diperkenalkan. Motto itu
sekaligus menjadi motto konferensi. Selain itu, konferensi Stockholm menetapkan
tanggal 5 Juni yang juga hari pembukaan konferensi tersebut sebagai hari
lingkungan hidup se-dunia (World Environment Day).
Topik yang diangkat dalam konferensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan
iklim, penipisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air,
meluasnya penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah
berbahaya serta penipisan keanekaragaman hayati.
Deklarasi Rio: Satu rangkaian dari 27 prinsip universal yang bisa membantu
mengarahkan tanggung jawab dasar gerakan internasional terhadap lingkungan
dan ekonomi.
Isu sentral yang dibahas adalah antara lain: menghidupkan kembali komitmen
politik pada tingkat paling tinggi mengenai pengelolaan hutan berkelanjutan,
peningkatan kontribusi sektor kehutanan dalam upaya pengentasan kemiskinan,
peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan kerja, pembangunan
pedesaan serta peningkatan kesejahteraan umat manusia.
Dalam pertemuan ini disepakati Bali Road Map, sebuah peta yang akan menjadi
jalan untuk mencapai consensus baru pada 2009 sebagai pengganti Protokol Kyoto
fase pertama yang akan berakhir pada tahun 2012. Inti dari Bali Road Map adalah:
[1] Respons atas temuan keempat Panel Antar Pemerintah (IPCC) bahwa
keterlambatan pengurangan emisi akan menghambat peluang mencapai tingkat
stabilitas emisi yang rendah, serta meningkatkan risiko lebih sering terjadinya
dampak buruk perubahan iklim.
[2] Pengakuan bahwa pengurangan emisi yang lebih besar secara global
diharuskan untuk mencapai tujuan utama.
Mengetahui ketiga paradigma tersebut dan menyadari arti penting media massa
maka Kebun Raya yang berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
yang salah satu tugas dan fungsinya melaksanakan konservasi ex-situ tumbuhan
memanfaatkan media massa sebagai agen perubahan (agent of change) untuk
mempengaruhi masyarakat sehingga terjadi perubahan budaya dan perilaku
masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan, karena dari peranan media itu
sendiri yang dapat membuat masyarakat menyukai dan mengikuti suatu hal.
Pada hl ini penulis mengangkat tentang Kebun Raya yang memanfaatkan peran
media massa untuk menyebarkan informasi atau pesan dan mengedukasi masyarakat
dengan mempengaruhi opini masyarakat melalui tayangan tersebut. dalam perannya
sebagai paru-paru kota dan juga juga pusat konservasi tumbuhan asli Indonesia". Kata
"paru-paru" merupakan konotasi karena yang dimaksud adalah Kebun Raya dapat
menyerap karbon dan mensuplai oksigen murni untuk masyarakat yang hidup disekitar
kota tersebut, dan penyebaran informasi tentang upaya konservasi tumbuhan yang
dilakukan oleh Kebun Raya.
Penyampaian informasi dilakukan media secara akurat dan cepat, media massa
sebagai pendukung perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi
tumbuhan. Dalam hal ini, media berperan sebagai pendukung perubahan perilaku
masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan melalui penyebaran informasi
sebagai bahan diskusi dan penyampaian pesan kepada masyarakat dengan mengangkat
isu-isu konservasi tumbuhan dalam tayangannya, sehingga diharapkan terjadi
perubahan sikap dan kepercayaan dalam masyarakat terkait konservasi tumbuhan.
media sebagai pendidik.
Menurut penulis, Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu,
melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu,
berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Hal ini berkaitan
dengan isu lingkungan pada saat ini, yang mana lingkungan sekitar kita semakin hari
semakin buruk, dengan bertambahnnya juga populasi manusia yang membuat
lingkungan semakin padat akan penduduk,
Deklarasi Politik
Krisis lingkungan bukan lagi sebagai ancaman masa depan. Tetapi telah menjadi
realita kontemporer yang melebihi batas-batas toleransi dan kemampuan adaptasi
lingkungan. Pertumbuhan dan pertambahan kerusakan lingkungan (environmental
disasters) telah mencapai dimensi regional. Media global dan terus berdampak
secara dramatis. Kontekstualitas degradasi lingkungan menyandarkan adanya
bahaya fenomenal monumental yang mengancam lingkungan (Wijoyo, 1999 ; 1).
Konfrensi PBB tentang lingkungan hidup tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm
yang dihadiri oleh wakil 110 negara (Siti Sundari Rangkuti, 2000:27) merupakan
rasa keprihatinan terhadap degradasi lingkungan.
II
Deklarasi lahir dari konfrensi Stockholm, yang mendasari kofrensi tersebut sampai
dengan dikeluarkannya Deklasrasi Stockholm merupakan peristiwa yang sangat
bersejarah bagi hukum lingkungan (Soemartono, 1996 ; 29).
Setelah terlaksananya konfrensi Stockholm hukum lingkungan telah memperoleh
posisi yang kuat, baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Suatu
manfaat yang besar, adalah mulai tumbuhnya kesatuan, pengertian dan bahasa
diantara ahli hukum lingkungan dengan menggunakan Deklarasi Stockholm
sebagai referensi pertama (Soemartono, 1996 ; 29).
Masalah lingkungan di negara maju dengan latar belakang dan faktor penyebab
lingkungan yang berbeda, semula menimbulkan suara yang sumbang dan
berprasangka terhadap kofrensi Stockholm dari peserta negara berkembang,
dengan menyatakan antara lain ; Berilah kami pencemaran asal saja kami maju
(Rangkuti, 2000 ; 28-29).
Seperti ungkapan Vittachi :
It offended some of the environmentalist at Stockholm to heardelegates from the
poor world remarking out of the side of their mouth that their interest in improving
the environment was not limited to scenery and that their countries could possibly
afford a little pollution (Rangkuti, 2000 : 29).
Untuk tugas ini terlaksana dengan baik WCED diminta mengadakan komunikasi
dengan pihak luar, seperti para ilmuan, para pemerhati lingkungan dan kalangan
generasi muda yang bergerak di bidang lingkungan.
Pada tahun 1987, WCED memberikan laporan dengan judul : Our Common
Future, yang memuat banyak rekomendasi khusus tentang perubahan institusional
dan perubahan hukum.
WCED memahami pentingnya perubahan hukum dan kelembagaan yang
diperlukan untuk beralih ke pembangunan berkelanjutan dan untuk itu menggaris
tindakan-tindakan yang dipersyaratkan pada tingkat nasional untuk mencapai
tujuan tersebut (Hardjasoemantri, 1999 ; 15). Tindakan tersebut diantaranya :
1. Membentuk atau memperkuat badan-badan untuk melindungi lingkungan
dan mengolah sumber daya alam.
2. Meningkatkan hubungan pemerintah dengan dunia industri secara timbal
balik, baik dalam pelaksanaan kebijaksanaan hukum maupun peraturan guna
wujud pembangunan industri berkelanjutan.
3. Memperketat konvensi dan perjanjian internasional yang ada untuk
perlindungan lingkungan, sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan.
4. Memperbaiki pengelolaan analisis mengenai dampak lingkungan dan
kemampuan untuk merencanakan pemanfaatan sumber daya (Hardjosoemantri,
1999 ; 15).
Dalam beberapa tahun ini dikenal istilah global impact. Yaitu bertujuan agar
pelaku bisnis melakukan bisnisnya secara fair dan yang terpenting memiliki tujuan
yang berkepentingan baik bagi lingkungan sekitarnya, lingkungan dan hak asasi
manusia. Berikut ini merupakan kebijakan dari global impact diantaranya adalah :
• Cara 2
– memasukan perhitungan kuantitatif dari proyeksi dampak kebijakan yang
diambil terhadap lingkungan.
– Efisiensi di sini tidak hanya diukur dari perhitungan cost-benefit yang hanya
menghitung hasil kuantifikasi aspek politik, sosial, dan ekonomi tetapi juga
kuantifikasi dari aspek-aspek lingkungan.
– Ini diharapkan akan memunculkan kebijakan yang tidak hanya lebih efisien
tetapi juga lebih ramah lingkungan dalam satuan ukur efisiensi.
• Cara 3
– Dalam suatu kelompok, apabila mengambil keputusan sebaiknya dengan
musyawarah dan tidak mementingkan diri sendiri karena pada dasarnya manusia ingin
untung sendiri (egois) tapi lebih karena keuntungan bersama seperti keuntungan
perusahaan. Jadi untuk menganalisis cost benefit dipilih orang yang benar-benar
kompeten dan royal terhadap perusahaannya sehingga keputusan yang diambil lebih
efektif dan efisien.
• Cara 4
– Karena pada cost benefit analysis umumnya dilakukan di Negara kapitalis,
maka di Indonesia hal ini kurang cocok. Tapi karena saat ini perdagangan global sudah
dimulai, maka Indonesia mau tidak mau harus ikut. Agar cost benefit analysis lebih
cocok bagi Indonesia maka sebaiknya dalam perhitungannya memasukan hal-hal
seperti keadaan masyarakat Indonesia saat ini baik dari segi ekonomi, politik, sosial
budaya, pendidikan dan sebagainya. Disini juga harus dipikirkan kemampuan membeli
masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih masyarakat miskin (±80%).
– Indonesia merupakan sebuah Negara berkembang, sehingga dalam system
moneternya masih bergantung pada pihak luar. Hal ini juga yang harus dianalisis dalam
perhitungan cost benefit analysis agar Indonesia tidak selalu terpengaruh oleh iming-
iming pihak luar yang tidak menguntungkan masyarakatnya dalam jangka panjang tapi
hanya menguntungkan pada jangka pendek.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Agenda yang dilakukan dari tahun- ketahun tidak sebanding dengan perilaku bisnis
terhadap perusakan lingkungan yang dilakukan setiap tahunya. Akan tetapi usaha yang
dilakukan berbagai pihak agar dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk kehidupan
di masa yang akan datang tetap perlu diperjuangkan. Dengan berbagai cara seperti
publikasi media dan deklarasi Stockholm sudah terasa sangat maksimal dalam
pelaksanannya. Respon bisnis saat ini dan juga perilaku bisnis sudah mulai
memperhatikan terhadap lingkungan yang lebih baik. Adapun cost benefit dihitung
agar terciptanya keseimbangan dengan keuntungan yang dilakukan oleh semua pihak.
B. SARAN
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber
yang kami peroleh. Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu
kami harapkan agar pembaca bisa mecari sumber yang lain guna membandingkan
dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi bila terjadi kelasahan dalam
pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA