Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH AKUNTANSI LINGKUNGAN

“BISNIS DAN LINGKUNGAN: Agenda, Perilaku, dan Tindakan”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Lingkungan

Dosen Pengasuh : Dr. Novita W. Respati S.E M.Si, Ak, CA

Disusun Oleh:
Averoes Zulqornein 1720333310001
Tri Noormuliyaningsih 172033330023

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi dan Perumusan Masa1ah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Agenda
B. Publikasi, Media, dan Politik
C. Perilaku Bisnis dan Respon Bisnis terhadap lingkungan
D. Cost Benefit Analysis lingkungan
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan merupakan bagian dari kualitas kehidupan dan tidaklah dapat
disangkal jika dikatakan bahwa saat ini masalah lingkungan semakin sering menjadi
perdebatan baik di tingkat regional, nasional maupun internasional. Perdebatan itu
terutama menyangkut dua pertanyaan mendasar: apakah bumi ini sudah dalam kondisi
krisis atau bumi memang tidak sedang dalam kondisi krisis. Jika bumi dalam kondisi
krisis lalu apa yang harus dilakukan oleh individu, dan masyarakat luas terutama para
pelaku bisnis di bidang industri? Gerakan peduli lingkungan yang antara lain dilakukan
melalui penyelenggaraan konferensi internasional di Rio de Janiero lebih dari satu
dekade yang lalu (1992) tampaknya belum mampu mempengaruhi pelaku bisnis di
bidang industri untuk memperlakukan alam sebagai bagian dari organisasi bisnis yang
dikelola, dengan harapan bahwa alam ini tidak semakin rusak. Jika kerusakan alam
dikaitkan dengan dunia industri (sebagai salah satu pihak yang mempunyai kontribusi
untuk merusak alam, maka setiap individu dan para industrialis kiranya perlu
merenungkan dua pemikiran Gray (1993) tentang upaya untuk menyelamatkan bumi
ini melalui kepedulian mereka yaitu (1) mengalokasikan biaya untuk setiap sumber
alam yang terpakai dan untuk setiap pencemaran alam yang ditimbulkan karena adanya
proses produksi dan (2) merubah sikap para industrialis agar lebih bijaksana
memperlakukan alam yang menjadi tumpuan bisnis mereka.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Agenda
2. Publikasi, Media, dan Politik
3. Perilaku Bisnis dan Respon bisnis terhadap lingkungan
4. Cost Benefit Analisis Lingkungan

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui agenda apa saja yang telah dilakukan untuk Bisnis dan
lingkungan?
2. Apakah Publikasi, Media, dan politik sudah mendukung terhadap
lingkungan?
3. Bagaimana perilaku dan respon dunia bisnis terhadap lingkungan yang
perlu dijaga keberlanjutannya?
4. Bagaimana dengan cost benefit yang muncul saat ketetapan dari agenda
dilaksanakan?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Agenda

Jargon “Think Globally, Act Locally”, yang menjadi tema KTT Bumi di Rio
de Janeiro pada bulan Juni 1992 silam, segera menjadi jargon populer untuk
mengekspresikan kehendak berlaku ramah terhadap lingkungan. Topik yang
diangkat dalam konferensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan iklim,
penipisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air, meluasnya
penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya
serta penipisan keanekaragaman hayati.

Kita tahu bersama, isu lingkungan hidup semakin hari semakin menjadi isu
yang sangat penting untuk ditangani bersama, baik oleh Negara-negara maju
maupun Negara-negara berkembang atau Negara-negara Dunia Ketiga.
Singkatnya merupakan keniscayaan bagi Utara dan Selatan. Kita tahu juga,
persoalan lingkungan, meski telah ditempuh beragam upaya perawatan dan
pencegahan dari kerusakan dan pencemaran, tidak semakin membaik. Penanganan
dan perbaikan pun belum sebanding dengan peningkatan persoalan lingkungan itu
sendiri. Kondisi lingkungan dan bumi, sebagaimana sama-sama kita tahu dan kita
rasakan, diperparah dengan terjadinya fenomena perubahan iklim (climate
change).

Kondisi persoalan lingkungan yang tidak semakin membaik itulah, sebagai


contohnya, yang juga mendasari diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi
tentang Pembangunan Berkelanjutan, yang telah berlangsung pada tanggal 13-22
Juni 2012 di Rio de Janeiro, Brasil yang lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Bagi
Indonesia, menyepakati dokumen The Future We Want, sebagaimana tercermin
dalam KTT Bumi tersebut, menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen itu memuat
kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia.

Isi Dokumen yang disepakati itu mengenalkan konsep Sustainable


Development Goals atau tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus
dipenuhi, baik oleh negara maju maupun negara berkembang, untuk tetap menjaga
prinsip-prinsip perlindungan lingkungan saat meraih kesejahteraan ekonomi atau
‘ekonomi hijau’ (green economy). KTT Bumi ini, yang juga disebut Rio+20,
tersebut menjadi kelanjutan dari KTT Bumi yang dilakukan di Rio de Janeiro pada
1992 silam. Pada saat itu, negara-negara yang hadir juga mengeluarkan komitmen
perlindungan lingkungan. Namun, yang disayangkan dari Rio+20 adalah tidak
adanya mekanisme evaluasi akan apa saja hal-hal yang sudah dicapai negara maju
dalam pemenuhan janji-janji tersebut dari 1992 sampai sekarang.

Berikut KTT Bumi dan Lingkungan yang Pernah Diselenggarakan:

Stockholm, Swedia (Juni 1972)

Konferensi internasional lingkungan hidup atau United Nations Conference on


Human Environment (UNCHE), di Stockholm, Swedia adalah konferensi yang
sangat bersejarah, karena merupakan konferensi pertama tentang lingkungan
hidup yang diprakarsai oleh PBB yang diikuti oleh wakil dari 114 negara.
Konferensi ini juga merupakan penentu langkah awal upaya penyelamatan
lingkungan hidup secara global.

Dalam konferensi Stockholm inilah untuk pertama kalinya motto: “Hanya Ada
Satu Bumi“ (Only One Earth) untuk semua manusia, diperkenalkan. Motto itu
sekaligus menjadi motto konferensi. Selain itu, konferensi Stockholm menetapkan
tanggal 5 Juni yang juga hari pembukaan konferensi tersebut sebagai hari
lingkungan hidup se-dunia (World Environment Day).

Salah-satu hasil dari KTT tersebut adalah kesepakatan mengenai keterkaitan


antara konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup. Persoalan
lingkungan hidup diidentikkan dengan kemiskinan, keterbelakangan, tingkat
pembangunan yang masih rendah dan pendidikan rendah, intinya faktor
kemiskinan yang menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan hidup di dunia.
Sehingga dalam forum tersebut disepakati suatu persepsi bahwa kebijakan
lingkungan hidup harus terkait dengan kebijakan pembangunan nasional.

KTT itu menghasilkan resolusi monumental, yaitu pembentukan badan khusus


PBB untuk masalah lingkungan United Nations Environmental Programme
(UNEP), yang markas besarnya ditetapkan di Nairobi, Kenya. UNEP merupakan
motor pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup dan telah melahirkan
gagasan besar pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Gagasan
pembangunan berkelanjutan diawali dengan terbitnya Laporan Brundtland (1987),
“Our Common Future”, yang memformulasikan prinsip dasar pembangunan
berkelanjutan.

Rekomendasi Konferensi Stockholm Nomor 99.3. ditindaklanjuti dengan


melaksanakan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES)
atau Konvensi PBB mengenai Perdagangan Internasional Jenis-Jenis Flora dan
Fauna Terancam Punah. Misi dan tujuan CITES adalah untuk menghindarkan
jenis-jenis tumbuhan dan satwa dari kepunahan di alam melalui sistem
pengendalian jenis-jenis tumbuhan dan satwa, serta produk-produknya secara
internasional.
Dalam dokumen Konfrensi Stockholm “The Control of Industrial Pollution and
International Trade” secara langsung mendorong GATT untuk meninjau kembali
kebijakannya agar tidak menimbulkan diskriminasi terhadap Negara berkembang.

Rio de Janeiro, Brazil ( Juni 1992)

Sejak Konferensi Stockholm, polarisasi di antara kaum developmentalist dan


environmentalist semakin menajam. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi
(Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil, pada 1992, merupakan upaya global
untuk mengkompromikan kepentingan pembangunan dan lingkungan. Jargon
“Think globally, act locally”, yang menjadi tema KTT Bumi menjadi populer
untuk mengekspresikan kehendak berlaku ramah terhadap lingkungan.

Topik yang diangkat dalam konferensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan
iklim, penipisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air,
meluasnya penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah
berbahaya serta penipisan keanekaragaman hayati.

Berikut sejumlah hasil dan rekomendasi dalam KTT tersebut:

Deklarasi Rio: Satu rangkaian dari 27 prinsip universal yang bisa membantu
mengarahkan tanggung jawab dasar gerakan internasional terhadap lingkungan
dan ekonomi.

Konvensi Perubahan Iklim (FCCC): Kesepakatan Hukum yang telah mengikat


telah ditandatangani oleh 152 pemerintah pada saat komperensi berlangsung.
Tujuan pokok Konvensi ini adalah “Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfir pada tingkat yang telah mencegah terjadinya intervensi yang
membahayakan oleh manusia terhadap sistem Iklim”.
Konvensi Keanekaragaman Hayati: Kesepakatan hukum yang mengikat telah
ditandatangani sejauh ini oleh 168 negara. Menguraikan langkah – langkah ke
depan dalam pelestarian keragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan
komponen – komponennya, serta pembagian keuntungan yang adil dan pantas dari
penggunaan sumber daya genetik.

Pernyataan Prinsip – Prinsip Kehutanan: Prinsip – prinsip yang telah mengatur


kebijakan nasional dan internasional dalam bidang kehutanan. Dirancang untuk
menjaga dan melakukan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan global
secara berkelanjutan. Prinsip – prinsip ini seharusnya mewakili konsesi pertama
secara internasional mengenai pemanfaatan secara lestari berbagai jenis hutan.

Komisi Pembangunan Berkelanjutan Commission on Sustainable Development


(CSD): Komisi ini di bentuk pada bulan desember 1992. Tujuan CSD adalah untuk
memastikan keefektifan tindak-lanjut KTT bumi. Mengawasi serta melaporkan
pelaksanaan kesepakatan Konferensi Bumi baik di tingkat lokal, nasional, maupun
internasional. CSD adalah komisi Fungsional Dewan Ekonomi dan Sosial PBB
(ECOSOC) yang beranggotakan 53 negara.

Agenda 21: Merupakan sebuah program luas mengenai gerakan yang


mengupayakan cara – cara baru dalam berinvestasi di masa depan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan Global di abad 21. Rekomendasi – rekomendasi
Agenda 21 ini meliputi cara – cara baru dalam mendidik, memelihara sumber daya
alam, dan berpartisipasi untuk merancang sebuah ekonomi yangberkelanjutan.
Tujuan keseluruhan Agenda 21 ini adalah untuk menciptakan keselamatan,
keamanan, dan hidup yang bermartabat.

Genewa, Swiss (Juli 1996)


Amerika menerima temuan-temuan ilmiah mengenai perubahan iklim dari IPCC
dalam penilaian kedua dan menolak penyeragaman penyelarasan kebijakan dan
menyerukan pengikatan secara hukum target jangka menengah. Menghasilkan
Deklarasi Genewa. Berisi 10 butir deklarasi antara lain berisi ajakan kepada semua
pihak untuk mendukung pengembangan protokol dan instrumen legal lainnya yang
didasarkan atas temuan ilmiah. Deklarasi ini juga menginstruksikan kepada semua
perwakilan para pihak untuk mempercepat negosiasi terhadap teks protokol.

Johannesburg, Afrika Selatan (2002)

Penyelenggaraan KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on


Sustainable Development) pada 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan, ditekankan
pada plan of implementation yang mengintegrasikan elemen ekonomi, ekologi,
dan sosial yang didasarkan pada tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik
(good governance).

KTT tersebut telah milahirkan kesepakatan komprehensif bidang kehutanan, yaitu


dokumen Forest Principles (Non-Legally Binding Authoritative Statement of
Principles for a Global Consensus on Management, Conservation and Sustainable
Development of all Types of Forests). Kendatipun bukan merupakan komitmen
yang mengikat, dalam proses-proses internasional bidang kehutanan, dokumen
Forest Principles merupakan referensi utama serta jiwa bagi kerjasama antar
bangsa.

Isu sentral yang dibahas adalah antara lain: menghidupkan kembali komitmen
politik pada tingkat paling tinggi mengenai pengelolaan hutan berkelanjutan,
peningkatan kontribusi sektor kehutanan dalam upaya pengentasan kemiskinan,
peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan kerja, pembangunan
pedesaan serta peningkatan kesejahteraan umat manusia.

Pada akhirnya KTT Pembangunan berkelanjutan mengadopsi tiga dokumen


utama, yaitu:

[1] Deklarasi Johannesburg yang menyatakan bahwa setiap negara memikul


tanggung jawab dalam pembangunan berkelanjutan dan kemiskinan.

[2] Rencana Aksi Johannesburg mengenai pembangunan berkelanjutan


(Johannesburg Plan of Implementation/JPOI).

[3] Program kemitraan (partnership) antar pemangku kepentingan dalam


melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

Bali, Indonesia (Desember 2007)

Penyelenggaraan KTT Pemanasan Global di Nusa Dua, Bali pada tanggal 13 – 15


Desember 2007 merupakan momentum dalam upaya untuk membangun kesadaran
semua warga bumi untuk berbuat sekecil apapun demi menyelamatkan bumi,
tempat yang menjadi sumber hidup dan hidup kita bersama. Dalam konferensi
tentang lingkungan hidup ini semua negara ambil bagian dalam menentukan nasib
bumi kita di waktu mendatang.

Dalam pertemuan ini disepakati Bali Road Map, sebuah peta yang akan menjadi
jalan untuk mencapai consensus baru pada 2009 sebagai pengganti Protokol Kyoto
fase pertama yang akan berakhir pada tahun 2012. Inti dari Bali Road Map adalah:
[1] Respons atas temuan keempat Panel Antar Pemerintah (IPCC) bahwa
keterlambatan pengurangan emisi akan menghambat peluang mencapai tingkat
stabilitas emisi yang rendah, serta meningkatkan risiko lebih sering terjadinya
dampak buruk perubahan iklim.

[2] Pengakuan bahwa pengurangan emisi yang lebih besar secara global
diharuskan untuk mencapai tujuan utama.

[3] Keputusan untuk meluncurkan proses yang menyeluruh, yang memungkinkan


dilaksanakannya keputusan UNFCCC secara efektif dan berkelanjutan.

[4] Penegasan kewajiban Negara-negara maju melaksanakan komitmen dalam hal


mitigasi secara terukur, dilaporkan dan dapat diverifikasi, termasuk pengurangan
emisi yang terkuantifikasi.

[5] Penegasan kesediaan sukarela Negara berkembang mengurangi emisi secara


terukur, dilaporkan dan dapat diverifikasi, dalam konteks pembangunan yang
berkelanjutan, didukung teknologi, dana, dan peningkatan kapasitas.

[6] Penguatan kerjasama di bidang adaptasi atas perubahan iklim, pengembangan


dan alih-teknologi untuk mendukung mitigasi dan adaptasi.

[7] Memperkuat sumber-sumber dana dan investasi untuk mendukung tindakan


mitigasi, adaptasi dan alih teknologi terkait perubahan iklim.

UNCSD – KTT RIO DE JENEIRO 2012


Pertemuan ini diberi nama United Nations Conference on Sustainable
Developmnent (UNCSD) yang dilaksanakan kembali di Rio de Jeneiro
Brasil. KTT ini juga disebut dengan KTT Rio+20. Berdasarkan website resmi
Kementerian Lingkungan Hidup (baca padahttp://www.menlh.go.id/konferensi-
pbb-untuk-pembangunan-berkelanjutan-rio20-masa-depan-yang-kita-inginkan/),
disampaikan hasil-hasil dari KTT Rio+20, seperti tulisan berikut ini.
Selama sembilan hari mulai 13 – 22 Juni 2012, ribuan acara diadakan menjelang
dan selama Konferensi Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan, di
Rio de Janeiro, Brazil, yang selanjutnya lebih dikenal dengan KTT Rio+20, yang
merupakan konferensi PBB terbesar yang pernah diselenggarakan dengan jumlah
peserta sebanyak 29.373 orang yang terdiri dari para pemimpin Pemerintah, bisnis
dan organisasi kemasyarakatan, pejabat PBB, akademisi, wartawan dan
masyarakat umum (Delegasi sekitar 12.000 orang, LSM dan Kelompok Utama
10.047 orang dan Media 3.989 orang).
KTT Pembangunan Berkelanjutan atau KTT Rio+20 diikuti oleh 191 negara yang
dihadiri 105 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dan 487 menteri. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, didampingi oleh sejumlah Menteri. Kehadiran Presiden RI dan
sejumlah Menteri menunjukkan keseriusan Indonesia untuk menerapkan
pembangunan berkelanjutan, termasuk kesiapan peran kepemimpinan Indonesia
dalam agenda global.
KTT Rio+20 menyepakati Dokumen The Future We Want yang menjadi arahan
bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan
nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang
diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju
pembangunan berkelanjutan (renewing political commitment). Dokumen ini
memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of
Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Green Economy in the context
of sustainable development and poverty eradication, (ii) pengembangan kerangka
kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global (Institutional Framework
for Sustainable Development), serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan (Framework for Action and Means of
Implementation). Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs)post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan
berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium
Development Goals (MDGs).
Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana
pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (2005-2025). Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup,
instansi Pemerintah terkait dan seluruh pemangku kepentingan akan menyusun
langkah tindak lanjut yang lebih konkrit untuk pelaksanaan kebijakan di lingkup
masing-masing.
Kebijakan Pemerintah Indonesia “pro-growth, pro-poor, pro-job, pro-
environment” pada dasarnya telah selaras dengan dokumen The Future We Want.
Dalam sesi debat umum, Presiden RI menekankan bahwa untuk mewujudkan
tujuan utama pembangunan berkelanjutan yaitu pengentasan kemiskinan,
diperlukan tidak hanya sekedar pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan yang
berkelanjutan dengan pemerataan atau “Sustainable Growth with Equity”.
Rio+20 ini menghasilkan lebih dari US$ 513 Milyar yang dialokasikan dalam
komitmen untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk di bidang energi,
transportasi, ekonomi hijau, pengurangan bencana, kekeringan, air, hutan dan
pertanian. Selain itu terbangun sebanyak 719 komitmen sukarela untuk
pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah, dunia usaha, kelompok masyarakat
sipil, universitas dan lain-lain.
B. Publikasi, Media, dan Politik
 Publikasi dan Media

Media massa mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan


masyarakat apalagi pada masa kini yang sudah berbasis pada teknologi, peran media
masa tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan masyarakat disamping dari penyampaian
informasinnya yang sangat cepat. hal ini membuat masyarakat tidak dapat lepas dari
Media Massa karena dari peran media massa tersebut, yaitu memberikan informasi yng
dapat menunjang kehidupan masyarakat itu sendiri. Media massa dapat mempengaruhi
masyarakat baik itu dari perilaku atau cara berfikir, tergantung dari bagaimana
individu- individu itu sendiri yang menangkapnya.

Media Masssa memiliki Pengaruh terhadap perubahan perilaku dikuatkan


dengan adanya tiga paradigma yang menyatakan bahwa media massa adalah pelopor
perubahan, paradigma tersebut antara lain: pertama, media massa sebagai institusi
pencerah masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Media menjadi media
yang dapat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya dan menjadi
masyarakat yang maju. Kedua, media informasi yaitu media yang setiap hari
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang banyak dimiliki
masyarakat menjadikan masyarakat sebagai masyarakat dunia yang dapat
berpartisipasi dengan berbagai kemampuannya. Ketiga, media hiburan.

Mengetahui ketiga paradigma tersebut dan menyadari arti penting media massa
maka Kebun Raya yang berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
yang salah satu tugas dan fungsinya melaksanakan konservasi ex-situ tumbuhan
memanfaatkan media massa sebagai agen perubahan (agent of change) untuk
mempengaruhi masyarakat sehingga terjadi perubahan budaya dan perilaku
masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan, karena dari peranan media itu
sendiri yang dapat membuat masyarakat menyukai dan mengikuti suatu hal.

Komunikasi massa dapat mengubah norma-norma yang tengah berlaku dan


karenanya mengubah khalayak dari suatu bentuk perilaku mejadi bentuk perilaku yang
lain yaitu peran media massa dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat Peran
media sebagai pemberi informasi dan sarana edukasi masyarakat dapat menciptakan
perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan yang diinginkan. Media mampu
menghasilkan dan membentuk opini masyarakat melalui teks maupun konten tayangan
media massa tersebut.

Peran media sebagai pendorong perubahan perilaku masyarakat ini menjadi


sangat penting bagi Kebun Raya untuk mengedukasi masyarakat agar peduli dengan
konservasi tumbuhan. Pemilihan media massa dan pesan yang disampaikan kepada
masyarakat yang tepat akan sangat efektif untuk menyampaikan informasi sekaligus
mengedukasi masyarakat untuk berperilaku peduli dengan konservasi tumbuhan.

Pada hl ini penulis mengangkat tentang Kebun Raya yang memanfaatkan peran
media massa untuk menyebarkan informasi atau pesan dan mengedukasi masyarakat
dengan mempengaruhi opini masyarakat melalui tayangan tersebut. dalam perannya
sebagai paru-paru kota dan juga juga pusat konservasi tumbuhan asli Indonesia". Kata
"paru-paru" merupakan konotasi karena yang dimaksud adalah Kebun Raya dapat
menyerap karbon dan mensuplai oksigen murni untuk masyarakat yang hidup disekitar
kota tersebut, dan penyebaran informasi tentang upaya konservasi tumbuhan yang
dilakukan oleh Kebun Raya.

Penyampaian informasi dilakukan media secara akurat dan cepat, media massa
sebagai pendukung perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi
tumbuhan. Dalam hal ini, media berperan sebagai pendukung perubahan perilaku
masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan melalui penyebaran informasi
sebagai bahan diskusi dan penyampaian pesan kepada masyarakat dengan mengangkat
isu-isu konservasi tumbuhan dalam tayangannya, sehingga diharapkan terjadi
perubahan sikap dan kepercayaan dalam masyarakat terkait konservasi tumbuhan.
media sebagai pendidik.

Dalam hal ini, media dapat meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat


mengenai konservasi tumbuhan. Media massa secara instant dapat membentuk opini
publik untuk melakukan tindakan tertentu kepada perubahan budaya dan perilaku
untuk peduli konservasi tumbuhan. Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan
bahwa media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi
seseorang.

Menurut penulis, Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu,
melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu,
berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Hal ini berkaitan
dengan isu lingkungan pada saat ini, yang mana lingkungan sekitar kita semakin hari
semakin buruk, dengan bertambahnnya juga populasi manusia yang membuat
lingkungan semakin padat akan penduduk,

dan terseingkirnnya tumbuhan-tumbuhan di sekitar kita yang seperti kita


ketahui bahwa tumbuhan-tumbuhan yang ada disekitar kita merupakan aru-parunya
manusia untuk hidup, , oleh karena hal tersebut dibutuhkannya komunikasi lingkungan,
yang mana komunikasi Lingkungan merupakan komunikasi yang dilakukan untuk
mempersuasif atau mempengaruhi, perilaku atau tindakan seseorang untuk peduli
Lingkunga, namun tidak hanya peduli melainkan juga dapat membantu dapat
menyelesaikan permasalahan lingkungan itu sendiri.
Berkaitan dengan hal tersebut menurut saya Peran Media massa dapat
membantu isu Lingkungan yang sedang terjadi, berkaitan dengan peran media massa
itu sendiri, yang dapat membuat masyarakat dapat mempengaruhi bahkan mengikuti
dari informasi apa yang disampaikaan dan informasi ini tersampaikan dengan cepat
dan juga keberbagai penjuru masyarakat berada. Dengan adannya Informasi ini
diharapkan agar manusia lebih peduli dengan Lingkungan dan juga Media-media dapat
menyiarkan berita yang kiranya bermanfaat dengan kehidupan Manusia saat ini.

 Deklarasi Politik
Krisis lingkungan bukan lagi sebagai ancaman masa depan. Tetapi telah menjadi
realita kontemporer yang melebihi batas-batas toleransi dan kemampuan adaptasi
lingkungan. Pertumbuhan dan pertambahan kerusakan lingkungan (environmental
disasters) telah mencapai dimensi regional. Media global dan terus berdampak
secara dramatis. Kontekstualitas degradasi lingkungan menyandarkan adanya
bahaya fenomenal monumental yang mengancam lingkungan (Wijoyo, 1999 ; 1).
Konfrensi PBB tentang lingkungan hidup tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm
yang dihadiri oleh wakil 110 negara (Siti Sundari Rangkuti, 2000:27) merupakan
rasa keprihatinan terhadap degradasi lingkungan.

Komprensi Stockholm, bermula dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB


mengadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan dasawarsa pembangunan
Dunia I (1960-1970) guna merumuskan strategis dasawarsa pembangunan Dunia
Ke - 2, (1970-1980) (Soemartono, 1996;24). Mengenai masalah lingkungan hidup
dari wakil Swedia mengajukan saran untuk menyelenggarakan suatu konfrensi
internasional tentang lingkungan hidup. Yang pada akhirnya disepakati pada
tanggal 5-16 Juni 1972 diadakan konfrensi PBB di Stockholm - Swedia. Dengan
dikeluarkan deklarasi tentang penanganan lingkungan hidup. Deklarasi Stockholm
merupakan suatu legitimasi dasar (basic legetimation) penanganan hukum bagi
negara-negara yang berkumpul di stockholm.
Bagi negara-negara maju persoalan pembangunan tidak menjadi masalah
sedangkan faktor lingkungan menjadi masalah, sedangkan bagi negara
berkembang, diperhadapkan pada dua pilihan. Pada satu pilihan mempercepat
pertumbuhan pembangunan, sementara pada pilihan yang lain faktor kelestarian
lingkungan sangat dibutuhkan.
Walaupun demikian, Deklarasi Stockholm mengilhami negara-negara di dunia
akan pentingnya lingkungan hidup masa depan. Oleh Karena itu telah disadari
bahwa, masalah lingkungan hidup sangat menentukan kelangsungan hidup
makhluk Tuhan, termasuk manusia. Antara makhluk dan ekologinya saling
mempengaruhi dan mempunyai ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.
Manusia memerlukan lingkungan hidup yang sehat, nyaman, baik udara, tumbuh-
tumbuhan, air maupun binatang. Demikian juga sebaliknya. Namun, kondisi yang
demikian, telah terevolusi akibat tangan-tangan manusia, yang selalu
mementingkan kepentingannya sendiri dan pemerintah pada masing-masing
negara karena mengejar pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, sering
mengeksploitasi dan mengeksploirasi lingkungan secara bebas tanpa
memperhitungkan dampak negatifnya.
Deklarasi Stockholm telah merefleksi konsep tentang pembangunan berwawasan
lingkungan. Konsep ini bukan saja mengajak seluruh negara dan penduduk bumi
untuk meningkatkan kepedulian terhadap ancaman kerusakan lingkungan, tetapi
juga melihat adanya kesejajaran antara pembangunan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan bukan sesuatu yang harus dipertentangkan antara satu dengan yang lain
(Soejono, 1996 ; 3).
Konsep pembangunan berwawasan modern, berbeda dengan konsep lingkungan
klasik. Lingkungan klasik mengedepankan pemanfaatan dan eksploitasi sumber-
sumber daya lingkungan dengan berbagai kepandaian manusia untuk
mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin dan dalam waktu yang sesingkat
mungkin.

II
Deklarasi lahir dari konfrensi Stockholm, yang mendasari kofrensi tersebut sampai
dengan dikeluarkannya Deklasrasi Stockholm merupakan peristiwa yang sangat
bersejarah bagi hukum lingkungan (Soemartono, 1996 ; 29).
Setelah terlaksananya konfrensi Stockholm hukum lingkungan telah memperoleh
posisi yang kuat, baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Suatu
manfaat yang besar, adalah mulai tumbuhnya kesatuan, pengertian dan bahasa
diantara ahli hukum lingkungan dengan menggunakan Deklarasi Stockholm
sebagai referensi pertama (Soemartono, 1996 ; 29).
Masalah lingkungan di negara maju dengan latar belakang dan faktor penyebab
lingkungan yang berbeda, semula menimbulkan suara yang sumbang dan
berprasangka terhadap kofrensi Stockholm dari peserta negara berkembang,
dengan menyatakan antara lain ; Berilah kami pencemaran asal saja kami maju
(Rangkuti, 2000 ; 28-29).
Seperti ungkapan Vittachi :
It offended some of the environmentalist at Stockholm to heardelegates from the
poor world remarking out of the side of their mouth that their interest in improving
the environment was not limited to scenery and that their countries could possibly
afford a little pollution (Rangkuti, 2000 : 29).

Hal ini menunjukkan bahwa keterbelakangan pembangunan pada negara-negara


berkembang menghadapi suatu dilematis. Dia mengharapkan keluar dari garis
batas kemiskinan dengan mempercepat pembangunan, namun diperhadapkan
dengan faktor lingkungan hidup.
Umat manusia. Konfrensi Stockholm telah menerima Declaration on the Human
Environment yang berisi 26 asas serta menurut kesepakatan negara-negara yang
mengikuti konfrensi tersebut merupakan pedoman bagi mereka di tahun-tahun
mendatang.
Deklarasi Stockholm mengakui hak asasi manusia. Hak hidup setiap orang untuk
atau akan suatu lingkungan yang baik dan sehat. Pada waktu yang sama,
pernyataan itu juga memberikan kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup.
Manusia sedemikian rupa hingga dapat dinikmati oleh generasi-generasi yang
akan datang (asas nomor 1).
Menurut Muchtar Kusuma Atmadja (1992 : 21), bahwa asas Stockholm
meletakkan dasar-dasar bagi penggunaan, pengawetan dan pelestarian sumber
kekayaan alam didasarkan suatu alami sedemikian rupa sehingga memungkinkan
menjaga daya dukung darpada planet bumi, sumber kekayan alam dapat dikelola
dengan baik, depletion dicegah dan penggunaan lingkungan dapat dinikmati oleh
seluruh manusia.

Selanjutnya, menurut Muchtar Kusuma Atmadja (1992 : 21), apabila asas-asas


umum itu diterapkan pada laut, maka atas asas nomor 7 memberikan kewajiban
kepada semua negara untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah
pencemaran laut yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Sumber kekayaan laut dan lain-lain penggunaan lingkungan laut .

Di samping 26 asas tersebut, konfrensi Stockholm menyetujui 106 rekomendasi


yang dimuat dalam Action Plan International, yang terdiri atas tiga bagian
kerangka :

a. A global assessment programme dikenal sebagai earthwatch.


b. Environmental management activities.
c. Supporting measures; education and training, public information, and
organizational and financing arrangements (Rangkuti, 2000 ; 31).
Sedangkan menyangkut dengan masalah lingkungan sedunia (global
environmental problems) sidang PBB menerima 11 resolusi mengenai lingkungan
hidup, yang dijadikan landasan bagi kebijaksanaan lingkungan.
Untuk menunjang pelaksanaan rencana aksi lingkungan hidup (action plan)
tersebut, yang terdiri dari :
a. Dewan Pengurus Program Lingkungan Hidup
b. Sekretariat yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif
c. Dana Lingkungan Hidup
d. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup (Supami, 1994 ; 22).

Untuk melaksanakan deklarasi Stockholm tersebut dan untuk menghadapi


dasawarsa pembangunan dunia II (1972 – 1982) diadakan kegiatan berupa :
a. Creation of the convention on international Trade in Endangered Species of
Will Fauna and Flora (CITES) Washington 1974.
b. Pada tahun 1975 diadakan Convention on Wetlands of International
Importence especially as Waterfowe Habitat (Ramsar) came into force.
c. 1977. (Firat Intergovermental Converence on Environmental Education,
Tbilis, USSR).
d. 1980. A Peaceful Revolution Publication of the World Conversation Strategy
(INCN), WWF, UNEP in Collaboration with UNESCO and FAO)
(Hardjasoemantri, 1995 ; 43).

Kemajuan lebih lanjut diperoleh dengan diadakannya Adalah Hoc Meeting of


Senior Government Officials Expert in Environmental Law di Manlevedeo,
Uruguay, pada tanggal 28 Oktober sampai dengan 6 Nopember 1981. Dan baru
pertama kalinya diadakan pertemuan Internasional tentang hukum lingkungan
(Hardjasoemantri, 1999 ; 12).
Tujuan pertemuan Adalah Hoc tersebut untuk membuat kerangka metode dan
program yang meliputi upaya-upaya tingkat internasional, regional dan nasional
untuk pengembangan dan peninjauan berlaku hukum lingkungan dalam satu badan
yang dikenal sebagai The United Nation Environmental Programme (UNEP) di
Nairobi (Yakin, 1997 ; 19). Lembaga tersebut memberikan rekomendasi yang
berharga bagi perkembangan hukum lingkungan.
Perkembangan selanjutnya dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup
PBB membentuk Badan Komisi Lingkungan dan Pembangunan Dunia (World
Commession on Environmental and Development) disingkat WCED.
Badan ini bertugas :
1. Mengajukan strategi jangka panjang pembangunan lingkungan menuju
pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya.
2. Mengajukan cara-cara supaya keprihatinan lingkungan hidup dapat
dituangkan dalam kerjasama antar negara untuk mencapai keserasian antara
kependudukan, sumber daya alam, lingkungan dan pembangunan.
3. mengajukan cara-cara supaya masyarakat internasional dapat menanggapi
secara lebih efektif pada pembangunan berwawasan lingkungan.
4. mengajukan cara-cara masalah lingkungan jangka panjang dapat ditanggapi
dalam agenda aksi untuk dasawarsa pembangunan (Hardjosoematri, 1999 ; 24-15).

Untuk tugas ini terlaksana dengan baik WCED diminta mengadakan komunikasi
dengan pihak luar, seperti para ilmuan, para pemerhati lingkungan dan kalangan
generasi muda yang bergerak di bidang lingkungan.
Pada tahun 1987, WCED memberikan laporan dengan judul : Our Common
Future, yang memuat banyak rekomendasi khusus tentang perubahan institusional
dan perubahan hukum.
WCED memahami pentingnya perubahan hukum dan kelembagaan yang
diperlukan untuk beralih ke pembangunan berkelanjutan dan untuk itu menggaris
tindakan-tindakan yang dipersyaratkan pada tingkat nasional untuk mencapai
tujuan tersebut (Hardjasoemantri, 1999 ; 15). Tindakan tersebut diantaranya :
1. Membentuk atau memperkuat badan-badan untuk melindungi lingkungan
dan mengolah sumber daya alam.
2. Meningkatkan hubungan pemerintah dengan dunia industri secara timbal
balik, baik dalam pelaksanaan kebijaksanaan hukum maupun peraturan guna
wujud pembangunan industri berkelanjutan.
3. Memperketat konvensi dan perjanjian internasional yang ada untuk
perlindungan lingkungan, sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan.
4. Memperbaiki pengelolaan analisis mengenai dampak lingkungan dan
kemampuan untuk merencanakan pemanfaatan sumber daya (Hardjosoemantri,
1999 ; 15).

Laporan WCED memberikan dampak yang positif terhadap penyusunan strategi


konservasi baru yang menggantikan World Conservation Strategy (WCS) dengan
Caring of The Earth (CE). CE dibentuk dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan
masyarakat dunia dengan menetapkan dua syarat :
Pertama, untuk menjamin komitmen yang luas dan mendalam pada sebuah etika
baru, yaitu etika kehidupan berkelanjutan dan mewujudkan prinsip-prinsip dalam
praktek.
Kedua, mengintegrasikan konservasi dan pembangunan, konservasi untuk
menjaga agar kegiatan-kegiatan berlangsung dalam batas daya dukung bumi, dan
pembangunan untuk memberikan kesempatan kepada manusia dimanapun guna
menikmati kehidupan yang lama, sehat serta memuaskan (Hardjosoemantri, 1999
; 17).

Dalam masalah hukum lingkungan menurut CE hukum lingkungan dalam


pengertiannya yang luas adalah sebuah sarana esensial bagi mencapai
keberlanjutan. Ia mensyaratkan standar perilaku sosial dan memberikan ukuran
kepastian pada kebijaksanaan.
Selain CE menyatakan bahwa setiap sistem hukum yang komprehensif bagi
pembangunan berkelanjutan perlu meliputi sekurang-kurangnya, perencanaan
penggunaan tanah, pengawasan pembangunan, pemanfaatan lestari dari sumber
daya yang tidak dapat diperbahurui melalui pembebanan misi, kualitas
lingkungan, standar proses dan produk yang dirancang untuk melindungi
kesehatan manusia dan ekosistem. (Hardjosoemantri, 1999 : 18).
Pada tahun 1982 diadakan konfrensi PBB di Nairaba tentang hak-hak lingkungan
hidup dan pada tahun 1992, tepat 20 tahun setelah konfrensi Stockholm daiadakan
konfrensi PBB tentang lingkungan dan pembangunan (United Nation Conference
on Enviromental and Development) yang terkenal dengan nama KTT Bumi di Rio
Jenero Brasil yang dihadiri oleh lebih 100 kepala negara dan pemerintah.
Konfrensi Rio Jeneiro menghasilkan 1) Deklarasi Rio, 2) Konvernsi tentang
perubahan iklim, 3) Konvensi tentang keanekaan hayati, 4) Prinsip tentang hutan
dan 5) Agenda 21 (Soemarwato, 1997;19).
Dalam deklarasi Rio dinyatakan bahwa tujuan KTT Bumi ialah untuk
mengembangkan kemitraan global baru yang adil. Deklarasi itu juga menyatakan
bahwa manusia adalah pusat perhatian pembangunan berkelanjutan (Soemarwato,
1997;19).
Jika dihayati isi deklarasi tersebut, maka dikatakan bahwa deklarasi itu bersifat
antopasentri, dan memiliki suatu kelemahan dan tidak akan tercapai pembangunan
berkelanjutan.
Baik dalam komprensi Stockholm, Komprensi Nairabi maupun Komprensi Rio
Jeneiro terdapat tiga aspek pengelolaan lingkungan, yaitu (1) Aspek berkelanjutan;
adalah suatu konsep pembangunan berkelanjutan (sustanaible development) yang
memungkinkan pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan manusia,
namun tidak merusak fungsi sumber daya alam tersebut. Sehingga pemanfaatan
sumber daya alam dapat terus berlangsung dalam waktu lama. (2) Aspek
menyeluruh (komprehensif) merupakan suatu pendekatan ekologi dimana
hamparan sumber daya alam tidak terpisah satu sama lain. Sehingga aktivitas di
hulu akan mempengaruhi kegiatan di hilir bahkan kegiatan di suatu negara akan
mempengaruhi kegiatan di negara lain. Dengan demikian ekologi tidak mengenal
batas wilayah administratif yang dibuat oleh manusia. (3) Aspek perhatian
terhadap penghidupan generasi mendatang. Prisip ini dikembangkan dari konsep
pembangunan berkelanjutan. Konsep ini mencoba menjaga keseimbangan antara
aspek pengelolaan dan konservasi, didalamnya mengandung maksud agar tercipta
juga perlindungan untuk generasi mendatang. Agar lingkungan yang ada sekarang
dapat dinikmati untuk generasi mendatang (Heroepoetri, 2001; 1-3).

C. Etika Bisnis Lingkungan hidup


Krisis lingkungan hidup
Masalah sekitar lingkungan hidup kita sadari bagaimana industri
mengakibatkan timbulnya kota–kota yang suram dan kotor. Tempat penghunian yang
ada disekitar pabrik–pabrik diasosiasikan dengan suasana asap, jelaga, dan bau tak
sedap
Keadaan suram dan gelap didaerah industri pada waktu dulu sering
dipertentangkan dengan keadaan romantis dikawasan pertanian dan perternakan. Jika
didaerah pertanian bau pupuk alam kadang–kadang bisa menyengat hidung juga tetapi
faktor kurang bagus itu hanya bersifat sementara dan hilang dalam suatu suasana
menyeluruh yang positif. Sekarang polusi yang disebabkan oleh industri mencapai
tahap global dan tak terbatas pada beberapa industri saja.
Cara berproduksi besar-besaran dalam industri modern dulu mengandaikan
begitu saja dua hal yang sekarang diakui sebagai kekeliruan besar. Pertama bisnis
modern mengandaikan bahwa komponen – komponen lingkungan seperti air dan udara
merupakan barang umum sehingga boleh dipakai seenaknya saja. Kedua diandaikan
pula bahwa sumber alam seperti air dan udara itu tidak terbatas.
Sebaiknya kita memandang enam problem masalah lingkungan hidup
- Akumulasi bahan beracun
- Efek rumah kaca
- Perusakan lapisan ozon
- Hujan asam
- Deforestasi dan penggurunan
- Keanekaan Hayati
Lingkungan hidup dan Ekonomi
1. Lingkungan hidup sebagai “the commons“
Sebelumnya kita lihat bahwa bisnis modern mengandaikan begitu saja status
lingkungan hidup sebagai ranah umum. Dianggapnya disini tidak ada pemilik dan tidak
ada kepentingan pribadi. Pengandaian ini adalah keliru. Kekeliruan itu dapat kita
mengerti dengan lebih baik jika kita membandingkan lingkungan hidup dengan the
commons. The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam
banyak daerah pedesaan di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama – sama oleh semua
penduduknya. Sering kali the commons adalah padang rumput yang dipakai oleh
semua penduduk kampong tempat pengangonan ternaknya.
Dizaman modern dengan bertambahnya penduduk sistem ini tidak
dipertahankan lagi dan ladang umum itu diprivatisasi dengan menjualnya kepada
penduduk perorangan. Masalah lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat
dibandingan dengan proses menghilangnya the commont. Jalan keluarnya adalah
terletak pada bidang moralnya yakni dengan membatasi kebebasan. Solusi ini memang
bersifat moral karena pembatasan harus dilaksanakan dengan adil. Pembatasan
kebebasan itu merupakan suatu tragedi karena kepentingan pribadi harus dikorbankan
kepada kepentingan umum. Tetapi tragedi ini tidak bisa dihindari. Membiarkan
kebebasan semua orang justru akan mengakibatkan kehancuran bagi semua.
2. Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas
Dengan demikian serentak juga harus ditinggalkan pengandaian kedua tentang
lingkungan hidup dalam bisnis modern yakni bahwa sumber-sumber daya alam itu tak
terbatas. Mau tak mau kita perlu akui lingkungan hidup dan komponen – komponen
yang ada didalamnya tetap terbatas, walaupun barangkali tersedia dalam kuantitas
besar. Sumber daya alam pun ditandai dengan kelangkaan. Jika para peminat berjumlah
besar maka air, udara, dan komponen – komponen yang ada didalamnya akan menjadi
barang langka dan karena itu tidak dapat dipergunakan lagi secara gratis. Akibatnya
faktor lingkungan hidup pun merupakan urusan ekonomi karena ekonomi adalah usaha
untuk memanfaatkan barang dan jasa yang langka dengan efisien sehingga dinikmati
oleh semua peminat.
Hubungan Manusia dengan alam
Masalah lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang
berkembang dengan cepat yaitu filsafat lingkungan hidup. Salah satu ciri khas sikap
manusia modern adalah usahanya untuk menguasai dan menaklukan alam. Alam
dipandang sebagai binatang buas yang perlu dijinakan oleh manusia. Tujuan itu dibantu
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang perlu disadari bahwa hubungan
manusia dengan alam tidak dapat dipisahkan apalagi bertentangan dengan alam karena
ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk hidup lainnya. Pandangan manusia
modern dengan alam adalah antroposentris karena menempatkan manusia pada
pusatnya. Pandangan baru yang kita butuhkan bila kita ingin mengatasi masalah
lingkungan hidup maka harus bersikap ekosentris dimana menempatkan alam dalam
pusatnya
Mencari dasar etika untuk tanggung jawab terhadap lingkungan
Hasil analisa kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai
tanggung jawab moral terhadap lingkungannya walaupun manusia termasuk alam dan
sepenuhnya dapat dianggap sebagai sebagian dari alam namun hanya ialah yang
sanggup melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung
jawab dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau
memanfaatkan sumber daya alam sedemikian rupa hingga kualitas lingkungnnya tidak
dikurangi tetapi bermutu sama seperti sebelumnya.
Disini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu sendiri seperti
sering terjadi dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda yaitu
- Hak dan deontologi
- Utilitarisme
- Keadilan
Dibawah ini kami menyajikan tiga cara tetapi mustahil ada cara lain lagi untuk
mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup
- Persamaan
- Prinsip penghematan adil
- Keadilan sosial
Implentasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup
Jika polusi memang merugikan lingkungan salah satu tindakan yang logis
adalah dengan melarang semua kegiatan yang akan mengakibatkan polusi. Tanggung
jawab kita untuk melindungi lingkungan hidup harus dipertimbangkan terhadap faktor
– faktor lain khususnya tentang kegiatan ekonomis kita.
- Siapa yang membayar?
Jika kita menyetujui bahwa terutama bisnis yang mencemari lingkungan dan
karena itu bertanggung jawab untuk melindungi dan memulihkannya kembali maka
timbul pertanyaan siapa yang membayar?
Biasanya ada dua jawaban yang dapat diberikan untuk pertanyaan diatas yang
harusnya membayar adalah sipencemar membayar dan yang menikmati lingkungan
bersih yang harus membayar.
- Bagaimana beban dibagi?
Jika kita menyetujui bahwa semua pihak ikut serta dalam membiayai
lingkungan berkualitas tinggal satu pertanyaan lagi yang harus dijawab yaitu
bagaimana beban dibagi?Bagaimana beban itu dibagi dengan Fair. Hal itu harus
dilakukan pemerintah bersama dengan bisnis. Terutama tiga cara yang dapat dilakukan
yang masing – masing punya kelemahan dan kekuatan
Pengaturan
Insentif
Mekanisme harga
D. Respon Bisnis terhadap lingkungan
Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan
lingkungan dengan kata lain bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-
sumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungan . disamping itu bisnis tidak
dapat lepas dari keberadaan faktor-faktor lingkungan yang dapat mendukung
maupun menghambat terhadap tujuan bisnis yang ingin dicapai. Dilain pihak
lingkungan bisnis merupakan faktor yang dapat berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebaliknya bisnis juga dapat mempengaruhi atau
menciptakan pengaruh terhadap lingkungannya. Oleh karena itu interaksi antara
bisnis dan lingkungannya atau sebaliknya menjadi sangat penting bagi kegiatan
bisnis dan masyarakat.sehingga bisnis dapat memberika pengaruh positif maupun
negative bagi lingkungan. Secara garis besar lingkungan bisnis terbagi menjadi
dua bagian yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

Dalam beberapa tahun ini dikenal istilah global impact. Yaitu bertujuan agar
pelaku bisnis melakukan bisnisnya secara fair dan yang terpenting memiliki tujuan
yang berkepentingan baik bagi lingkungan sekitarnya, lingkungan dan hak asasi
manusia. Berikut ini merupakan kebijakan dari global impact diantaranya adalah :

1. Bisnis semestinya mendukung dan menghargai proteksi HAM yang telah


dideklarasikan secara internasional

2. Memastikan bahwa tidak terlibat dalam eksploitasi dalam HAM

3. Bisnis semestinya mendukung kebebasan berserikat dan menghargai hak


untuk berunding secara kolektif
4. Penghapusan semua bentuk kerja dan jasa

5. Penghentian secara efektif keterlibatan pekerja anak

6. Penghapusan diskriminasi dalam kesempatan dan jenis pekerjaan

7. Bisnis semestinya mendukung pendekatan pembatasan pelanggaran


lingkungan

8. Mengambil inisiatif untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan


sekitar

9. Mendukung pengembangan dan distribusi teknologi yang akrab


lingkungan

10. Anti korupsi

Respon terhadap lingkungan

Perusahaan atau organisasi diharapkan dapat menjadi agent of environment


(pusat dari lingkungan) dengan melakukan fungsi sebagai pengelola sumber daya
alam yang berbasis pada lingkungan,. Demikian pula hanya dengan perusahaan
yang melakukan upaya-upaya untuk mengelola sumber daya alam yang berbasis
lingkungan akan memiliki peluang untuk memenangkan kompetisi ini dimasa
yang akan datang.

Enviromental based oriented adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk


memenuhi kebutuhan konsumen dengan dikembangkan produk berbasis
lingkungan sejalan dengan perubahan pandangan masyarakat tentang cara
pemenuhan kebutuhan yang lebih baik. Era orientasi lingkungan itu tidak berarti
menghambat produktivitas, justru produktivitas itulah harus sejalan dengan usaha
menurunkan emisi gas rumah kaca, namun juga mengurangi dampak pencemaran
lainnya seperti masalah limbah (pencemaran air dan tanah) sebagai upaya menjaga
kualitas lingkungan yang sehat.

E. Cost Benefit Lingkungan Hidup

Karakteristik dari Cost Benefit Analysis meliputi:


• Cost-benefit analysis didasari oleh filsafat “Utilitarianism”. Utilitarianism
sebuah filsafat yang memandang bahwa benar tidaknya suatu tindakan/kebijakan
ditentukan oleh besar kecilnya manfaat-bagi-semua pihak.
• Cost-benefit analysis biasanya digunakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi
adanya suatu intervensi pasar. Tujuannya adalah untuk mengukur efisiensi relatif dari
intervensi pada status quo. Biaya dan manfaat dari dampak intervensi dievaluasi dalam
hal keinginan masyarakat untuk mendapatkan keuntungan (benefit) atau keinginan
mereka untuk menghindari biaya (cost)
• Cost-benefit analysis biasanya melibatkan perhitungan menggunakan Formula
nilai uang berdasarkan waktu. Hal ini dilakukan dengan mengubah biaya dan manfaat
suatu nilai uang pada masa depan yang diharapkan mengalir dari jumlah biaya dan
manfaat pada nilai saat ini (pertumbuhan dari suatu inflasi dan sistem moneter).

• Karena yang dianalisis adalah intervensi pasar, maka Cost-benefit analysis


sangat berkembang di Negara Kapitalis seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan
Inggris.
Apa yang disebut manfaat di sini masih diukur dengan ukuran-ukuran yang sifatnya
sangat anthropocentric (Manfaat bagi suatu kelompok manusia tertentu).
Asumsi-asumsi dasar Utilitarianism (fondasi Cost Benefit Analysis):
• Manusia adalah konsumen yang paling tahu tentang kebutuhannya.
• Dalam posisi sebagai konsumen itulah dia menentukan kebutuhannya,
mendefinisikan apa saja yang dianggap bermanfaat dan apa yang paling diperlukan.
• Contoh dalam kehidupan : Seorang manajer produk membandingkan
pengeluaran berupa manufaktur dan kegiatan pemasaran untuk proyeksi penjualan
pada pembelian produk yang diusulkan, dan memutuskan untuk memproduksi jika ia
berharap mendapatkan penerimaan yang mengganti biaya ganti rugi (keuntungan). Jika
nantinya justru lebih besar pengeluaran daripada penerimaan, dia akan tidak jadi
membeli suatu produk atau membeli produk lain yang lebih murah.
• Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhanya, manusia didorong oleh motif-motif
yang berorientasi pada dirinya sendiri.
Keterbatasan Cost Benefit Analysis
• Cost Benefit Analysis dilakukan untuk mengoptimalkan efektifitas dan
efisiensi keputusan yang diambil sehingga ada pihak yang merasa tidak puas dengan
keputusan yang diambil.
• Kalangan ecocentris memandang bahwa suatu keputusan tidak bisa serta merta
dianggap benar hanya karena memenuhi kriteria efektifitas/efisiensi.
Ada dimensi-dimensi lain yang harus diperhatikan:
– Dampak keputusan tersebut terhadap kelangsungan alam
– Ethical standing yang mendasari keputusan.
• Cost Benefit analysis hanya dapat dilakukan pada suatu Negara yang menganut
sistem Kapitalisme dimana hanya para pemilik modal yang berkuasa dan mereka
adalah yang menguasai pasar dimana pemerintah tidak berfungsi sebagai pengatur
(Regulator) tapi hanya sebagai pengamat ekonomi. Contohnya yaitu di Amerika
Serikat, Uni Eropa, Inggris dan lain-lain.
• Metode-metode tersebut tidak merubah posisi etikal manusia terhadap alam.
Segala sesuatunya masih diukur dengan ukuran yang menjadikan manusia sebagai
homo mensura.
• Metode-metode di atas cenderung mereduksi makna lingkungan hidup dalam
hitung-hitungan matematis, yang seringkali memunculkan kesalahan pengkategorian
antara preferences dengan values/judgements.
• Ketidakakuratan argumen pada Cost benefit analysis dapat menjadi penyebab
yang akan menjadi risiko dalam suatu perencanaan, karena ketidakakuratan penilaian
Cost-benefit analysis yang didokumentasikan dapat menyebabkan keputusan yang
tidak efisien dan efektif sehingga salah mengambil keputusan yang mengakibatkan
kerugian.
• Selama Cost-benefit analysis, nilai moneter mungkin menjadi tugas dengan
pengaruh kurang nyata seperti berbagai risiko yang dapat berkontribusi untuk
kegagalan pada sebagian atau total proyek, hilangnya reputasi suatu perusahaan,
penetrasi pasar, jangka panjang strategi perusahaan dan pensejajaran perusahaan.
Solusi untuk Cost-Benefit Analysis
Mengingat kelemahaan-kelemahan yang terkandung di dalamnya, ada upaya untuk
mengeleminir kelemahan Cost-benefit analysis.
• Cara 1
– mengakomodir aspek lingkungan hidup dalam perhitungan-perhitungan
ekonomi.
– Dampak suatu kebijakan pada lingkungan coba untuk dikonversi dalam
hitungan matematis ekonomis dengan harapan dampak lingkungan dari aktifitas pasar
bisa diredam melalui mekanisme harga di pasar.

• Cara 2
– memasukan perhitungan kuantitatif dari proyeksi dampak kebijakan yang
diambil terhadap lingkungan.
– Efisiensi di sini tidak hanya diukur dari perhitungan cost-benefit yang hanya
menghitung hasil kuantifikasi aspek politik, sosial, dan ekonomi tetapi juga
kuantifikasi dari aspek-aspek lingkungan.
– Ini diharapkan akan memunculkan kebijakan yang tidak hanya lebih efisien
tetapi juga lebih ramah lingkungan dalam satuan ukur efisiensi.
• Cara 3
– Dalam suatu kelompok, apabila mengambil keputusan sebaiknya dengan
musyawarah dan tidak mementingkan diri sendiri karena pada dasarnya manusia ingin
untung sendiri (egois) tapi lebih karena keuntungan bersama seperti keuntungan
perusahaan. Jadi untuk menganalisis cost benefit dipilih orang yang benar-benar
kompeten dan royal terhadap perusahaannya sehingga keputusan yang diambil lebih
efektif dan efisien.
• Cara 4
– Karena pada cost benefit analysis umumnya dilakukan di Negara kapitalis,
maka di Indonesia hal ini kurang cocok. Tapi karena saat ini perdagangan global sudah
dimulai, maka Indonesia mau tidak mau harus ikut. Agar cost benefit analysis lebih
cocok bagi Indonesia maka sebaiknya dalam perhitungannya memasukan hal-hal
seperti keadaan masyarakat Indonesia saat ini baik dari segi ekonomi, politik, sosial
budaya, pendidikan dan sebagainya. Disini juga harus dipikirkan kemampuan membeli
masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih masyarakat miskin (±80%).
– Indonesia merupakan sebuah Negara berkembang, sehingga dalam system
moneternya masih bergantung pada pihak luar. Hal ini juga yang harus dianalisis dalam
perhitungan cost benefit analysis agar Indonesia tidak selalu terpengaruh oleh iming-
iming pihak luar yang tidak menguntungkan masyarakatnya dalam jangka panjang tapi
hanya menguntungkan pada jangka pendek.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Agenda yang dilakukan dari tahun- ketahun tidak sebanding dengan perilaku bisnis
terhadap perusakan lingkungan yang dilakukan setiap tahunya. Akan tetapi usaha yang
dilakukan berbagai pihak agar dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk kehidupan
di masa yang akan datang tetap perlu diperjuangkan. Dengan berbagai cara seperti
publikasi media dan deklarasi Stockholm sudah terasa sangat maksimal dalam
pelaksanannya. Respon bisnis saat ini dan juga perilaku bisnis sudah mulai
memperhatikan terhadap lingkungan yang lebih baik. Adapun cost benefit dihitung
agar terciptanya keseimbangan dengan keuntungan yang dilakukan oleh semua pihak.
B. SARAN
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber
yang kami peroleh. Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu
kami harapkan agar pembaca bisa mecari sumber yang lain guna membandingkan
dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi bila terjadi kelasahan dalam
pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi. 2012. Penerapan Prinsip Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Peraturan


Perundang-
Undangan Bidang Sumberdaya Alam (Kajian Dari Perspektif Politik Pembangunan
Hukum). Kajian Jurnal Ilmu Hukum. No. 58. Pp. 345-359. ISSN: 0854-5499
Irwan, Zoe’arini Djamal. 2009. Besarnya eksploitasi perempuan dan lingkungan hidup
di
Indonesia: siapa bias mengendalikan penyulutnya. Elex Media Komputindo. Jakarta
Prakoso, Andria Luhur. 2010. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan
Pertanian
Berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo. UNS. Solo
Silalahi, M. Daud. 2005. Peranan dan Kedudukan Hukum Lingkungan Internasional
Dewasa Ini.
J. Hukum Internasional. No.2. Vol.2. DOI: http://dx.doi.org/10.17304/ijil.vol2.2.84
Utama, I Made Arya. 2007. Hukum lingkungan: sistem hukum perizinan berwawasan
lingkungan
untuk pembangunan berkelanjutan. Pustaka sutra. Bandung
Sustainable Development Goals: 17 Goals to Transform Out World. (online)
http://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-development-goals/ diakses
pada
27 Februari 2018 pukul 4:01 WIB

Anda mungkin juga menyukai