Anda di halaman 1dari 18

Pre-Finding Penelitian Implementasi Norma Standar Rumah Detensi Imigrasi

Dalam Upaya Pencegahan Konflik Antar Deteni1


Oleh: Fitriyani2

A. Latar Belakang
Rumah Detensi Imigrasi adalah unit pelaksana teknis yang menjalankan Fungsi
Keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi Orang Asing yang dikenai
Tindakan Administratif Keimigrasian.3 Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan orang
asing dalam Rudenim atau ruang detensi Imigrasi jika orang asing tersebut:
a. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin tinggal yang sah atau memiliki izin
tinggal yang tidak berlaku lagi.
b. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan yang sah.
c. Dikenakan tindakan administratif oleh Imigrasi berupa pembatalan izin tinggal,
karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
d. Menunggu pelasanaan deportasi.
e. Menunggu keberangkatan ke luar wilayah Indonesia, karena ditolak pemberian tanda
masuk.4
Menurut data yang dirilis Ditjen Imigrasi di awal tahun 2014, sebagian besar
penghuni Rudenim adalah imigran ilegal, yaitu orang asing yang berada di Wilayah
Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan yang sah. 5 Keberadaan imigran ilegal di
Indonesia sebagian besar adalah pengungsi dan pencari suaka ke negara lain. Negara
tujuan utamanya adalah Australia, wilayah Indonesia sebenarnya hanya merupakan
negara transit atau karena terdamparnya orang asing sebelum mencapai negara tujuan
utama.
Selengkapnya jumlah deteni di Rumah Detensi Imigrasi di Indonesia adalah sebagai
berikut:

Tabel 1
Jumlah pencari suaka dan pengungsi yang berada di Rumah Detensi Imigrasi
Periode 31 Januari 2014

No. Lokasi Jumlah (Orang)


1. Direktorat Jenderal Imigrasi 23
2 Rudenim Pusat Tanjung Pinang 326
3. Rudenim Medan 214
4. Rudenim Pekan Baru 235
5. Rudenim Jakarta 103
6. Rudenim Semarang 31
7. Rudenim Surabaya 119
1
Penelitian ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Transformasi Konflik, Badan
Penelitian dan Pengembangan HAM, Tahun 2014. Hasil pre-finding di dua provinsi disampaikan pada
Kegiatan TOT SOP Rudenim dan Peningkatan Pemahaman tentang HAM, Denpasar, 24 April 2014.
2
Peneliti Muda merangkap Kepala Sub Bidang Perencanaan Penelitian Transformasi Konflik, yang
merupakan salah satu anggota tim penelitian.
3
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian., Pasal 1 Angka 33.
4
Ibid., Pasal 33.
5
Rilis Ditjen Imigrasi Awal Tahun 2014, diunduh dari
http://www.imigrasi.go.id/index.php/berita/berita-utama/365-rilis-ditjen-imigrasi-awal-tahun-2014. , op.
cit.
1
No. Lokasi Jumlah (Orang)

8. Rudenim Pontianak 87
9. Rudenim Balikpapan 4
10. Rudenim Manado 143
11. Rudenim Makassar 120
12. Rudenim Denpasar 93
13. Rudenim Kupang 171
14. Rudenim Jayapura 11
Jumlah 1680
Sumber : Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM R.I.

Direktorat Jenderal Imigrasi memang sudah mempunyai Standar Operasional


Prosedur (SOP) Rumah Detensi Imigrasi yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal
Imigrasi Nomor: IMI.1917.OT.02.01 Tahun 2013. Standar Operasional Prosedur tersebut
dibuat dalam rangka memberikan kejelasan dan keseragaman alur yang menjamin
kepastian dan kemudahan pemahaman bagi petugas pelaksana pendetensian,
pengisolasian dan pendeportasian/pemulangan Deteni dan implementasinya secara
kesisteman dalam sistem aplikasi penyidikan dan penindakan keimigrasian. Harus
disadari dalam mengimplementasikan Standar Operasional Prosedur memerlukan sumber
daya dan sumber dana yang menunjang. Sumber daya terkait dengan kuantitas dan
kualitas petugas Rudenim khususnya pemahaman petugas terhadap standar operasional
prosedur mengingat SOP mengenai Rudenim relatif baru. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Direktorat Jenderal Imigrasi, beberapa permasalahan umum yang dihadapi
Ditjen Imigrasi dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka adalah, keterbatasan
anggaran; over kapasitas ruang tempat tinggal; keterbatasan jumlah tenaga petugas
Rudenim; dan permasalahan keamanan dan ketertiban, serta perbedaan (seperti ras) dan
permasalahan yang timbul diantara para deteni seperti persaingan dan konflik yang
berakibat pada terjadinya kekerasan diantara mereka.6
Peristiwa kekerasan diantara para deteni misalnya di Rudenim Medan pada bulan
April 2013 lalu, terjadi bentrokan antar warga Myanmar yang menyebabkan 8 orang
tewas. Dugaan awal menyebutkan bentrokan tersebut terjadi karena isu pelecehan seksual
terhadap 3 perempuan etnis Rohingnya oleh warga Myanmar lainnya yang terjadi di
negaranya (Myanmar), tetapi pendapat lain yang berkembang saat itu adalah karena
faktor agama, hal ini diindikasikan berdasar beberapa fakta yang mengarahkan kekerasan
tersebut sebagai akibat dari dendam etnis Rohingnya atas peristiwa pembantaian kaumnya
di Myanmar.
Kekerasan antar deteni di Rudenim Medan adalah satu contoh permasalahan yang
di hadapi Ditjen Imigrasi. Secara linear, faktor penyebab kekerasan mungkin bisa dilihat
sebagai faktor tunggal, tetapi berbagai faktor lain sebenarnya juga turut mempengaruhi
terjadinya konflik kekerasan. Dalam kasus kekerasan pada Rudenim Medan misalnya,
beberapa pendapat di kalangan internal Ditjen Imigrasi menyebutkan bahwa kejadian
tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi Rudenim yang kurang memadai dan over
kapasitas.
6
Informasi dari Boedi Prayitno, Kepala Seksi Imigran Ilegal, Direktorat Jenderal Imigrasi
Kementerian Hukum dan HAM RI
2
Berdasarkan data Ditjen Imigrasi periode 31 Januari 2013, dari 13 Rudenim yang
tersebar di Indonesia terdapat beberapa Rudenim yang over kapasitas, seperti Rudenim
Medan yang berkapasitas 120 orang diisi oleh 214 imigran, Rudenim Pekanbaru
berkapasitas 80 orang diisi oleh 235 imigran, Rudenim Denpasar berkapasitas 80 orang
diisi 93 imigran dan Rudenim Kupang yang berkapasitas 90 orang diisi oleh 171 imigran.
Sementara itu, Rudenim juga dihadapkan pada permasalahan deteni yang melarikan diri
dari penampungan. Pada bulan Mei 2013 sebanyak 25 deteni melarikan diri dari Rudenim
Medan, pada bulan September 2013 ada 10 orang deteni melarikan diri dari Rudenim
Makassar, dan menjelang akhir tahun 2012, 7 orang kabur dari Rudenim Surabaya.
Permasalahan ini menambah berat beban Ditjen Imigrasi terutama Rudenim yang
menangani langsung para deteni.
Meskipun dihadapi dengan berbagai persoalan yang terjadi di Rudenim, Pemerintah
Indonesia melalui Ditjen Imigrasi berkewajiban menerapkan norma standar Hak Asasi
Manusia (HAM) di Rudenim. Pelaksanaan kewajiban ini tidak terlepas dari peran negara
sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhi HAM, termasuk terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dan
melanggar ketentuan keimigrasian. Norma standar HAM yang diterapkan di Rudenim
didasarkan pada instrumen HAM internasional bersumber pada perjanjian internasional
(International human rights treaty obligations). Berbagai instrumen HAM berisi
kewajiban hak asasi manusia internasional yang relevan dengan bagaimana orang
diperlakukan dalam Rudenim. Kewajiban ini tercantum dalam berbagai perjanjian
internasional dimana Pemerintah Indonesia telah maupun belum meratifikasinya, yaitu:7
 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan
Perlakuan atau Penghukuman (CAT)
 Konvensi Hak Anak (CRC).
 Konvensi mengenai Status Pengungsi, sebagaimana telah diubah dengan Protokol
1967 (Konvensi Pengungsi), dimana Indonesia belum meratifikasi.

Perjanjian ini mencakup berbagai hak dan kebebasan. Prinsip-prinsip hak asasi
manusia kunci dalam perjanjian ini yang relevan dengan orang-orang dalam Rudenim
meliputi:8
 Setiap orang memiliki hak untuk tidak menjadi sasaran penahanan sewenang-wenang.
 Anak-anak hanya boleh ditahan sebagai upaya terakhir, dan untuk jangka waktu
terpendek yang tepat waktu.
 Siapa saja yang ditahan memiliki hak untuk menantang keabsahan penahanan mereka
di pengadilan, dan harus memiliki akses untuk mendapatkan nasihat hukum
independen dan bantuan.
 Semua orang yang ditahan harus diperlakukan secara manusiawi dan menghormati
martabat mereka.

7
Immigration Detention and Human Rights, diunduh dari
https://www.humanrights.gov.au/immigration-detention-and-human-rights, 1 Januari 2014.
8
Ibid.
3
 Tidak ada yang harus mengalami penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi
atau merendahkan.
 Dalam semua tindakan yang menyangkut anak, kepentingan terbaik anak harus
menjadi pertimbangan utama.
 Pengungsi dan orang-orang dengan klaim-klaim tertentu di bawah ICCPR, CAT atau
CRC tidak dapat dikembalikan ke negara di mana kehidupan atau kebebasannya akan
terancam.
 Setiap orang berhak untuk menghormati hak asasi manusia tanpa diskriminasi.
Kondisi bagi orang-orang dalam Rudenim dan cara bagaimana deteni diperlakukan
selama berada di Rudenim, harus mematuhi kewajiban hak asasi manusia ini.
Selain norma standar HAM yang didasarkan pada perjanjian internasional,
kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM para deteni juga
bersumber pada instrumen internasional yang bersifat interpretatif (key interpretive
human rights instruments) seperti komentar badan perjanjian PBB, standar, pedoman,
aturan dan prinsip-prinsip.9 Meskipun tidak mengikat secara hukum, instrumen-
instrumen kunci memberikan sebagian penafsiran persuasif terhadap kewajiban
internasional hak asasi manusia terhadap deteni. Meskipun beberapa instrumen ini secara
tegas hanya berlaku untuk tahanan, tetapi dengan menggunakan analogi, kebanyakan dari
instrumen tersebut juga berlaku untuk semua deteni. Sebagai contoh, The Body of
Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or
Imprisonment (Kumpulan Prinsip-prinsip untuk Perlindungan Semua Orang di bawah
Setiap Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan) berlaku untuk semua deteni.
Pemerintah Indonesia sebenarnya bukanlah negara penandatangan Konvensi 1951
tentang pengungsi dan protokolnya, sehingga secara de jure Indonesia tidak terikat
ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam konvensi tersebut, namun demikian harus
kita sadari semua bahwa di dalam masyarakat internasional dan pergaulan internasional
dimana Negara Indonesia berada di dalamnya, ada kaidah-kaidah atau norma-norma
internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang harus ditaati. Bahwa walaupun
bukan negara penandatangan, secara de fakto Indonesia masih harus tunduk kepada
norma kaidah yang ada di dalam konvensi tersebut, kita harus ingat bahwa Pemerintah
Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia
dimana di dalamnya juga mengatur tentang hak-hak seorang pencari suaka dan
pengungsi.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana tipologi konflik antar deteni yang terjadi dalam Rudenim?
2. Bagaimana keterkaitan implementasi norma standar Rudenim dengan konflik yang
terjadi di Rudenim?
3. Bagaimana upaya pencegahan konflik yang terjadi antar deteni?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

9
Human Rights Standards for Immigration Detention, Australian Human Rights Commission, 2013,
p. 7.
4
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menemukan tipologi konflik antar deteni yang terjadi dalam Rudenim.
2. Mengetahui keterkaitan implementasi norma standar Rudenim dengan konflik yang
terjadi di Rudenim.
3. Memberikan rekomendasi dalam upaya pencegahan konflik yang terjadi antar deteni.
Manfaat penelitian ini diharapkan menghasilkan keluaran berupa:
1. Rekomendasi kebijakan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi dalam mencegah konflik
antar deteni di dalam Rudenim berdasarkan norma standar HAM.
2. Sebagai bahan pembuatan laporan dalam penanganan orang asing yang ditempatkan
di Rudenim.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah norma standar HAM pada tahapan pendetensian
dan pelayanan deteni sebagaimana diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi
Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah
Detensi Imigrasi, serta bagaimana impelementasi norma standar Rudenim untuk mencegah
konflik yang terjadi antar Deteni.

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian: menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
2. Teknik pengumpulan data: studi dokumen dan penelitian lapangan (field research).
Untuk studi dokumen dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan
dan litelatur-litelatur terkait dengan permasalahan penelitian. Sedangkan field research
dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan berpedoman
pada pedoman wawancara (pejabat/petugas Rudenim dan staf IOM) dan kuesioner
(untuk deteni).
3. Lokasi penelitian: pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling,
yaitu enam provinsi yang terdapat Rudenim yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Riau,
Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta. Adapun alasan
pemilihan lokasi didasari pada ragam kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh
Rudenim, seperti over kapasitas (Pekanbaru dan Medan), konflik antar deteni (Medan),
dan pelarian deteni (Medan, Makassar dan Surabaya).
4. Teknik analisa data: bersifat induktif yaitu berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di
lapangan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis.

F. Kerangka Pemikiran
Direktorat Jenderal Imigrasi pada tahun 2013 telah menetapkan dan
memberlakukan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun
2013 Tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi yang didalamnya
memuat tentang berbagai prosedur yaitu:
1. Pendetensian meliputi:
a. Penerimaan;
b. Registrasi:
1) Penerimaan calon deteni dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kantor dan kantor
imigrasi;
2) Pemindahan deténi ke rudenim;
3) Perawatan; dan
5
4) Pengamanan
2. Pelayanan Deteni;
a. Persedian air bersih;
b. Penyediaan kebutuhan makanan dan minuman;
c. Kesehatan dankebersihan;
d. Ibadah;
e. Kunjungan dan
f. Penyegaran/hiburan;
3. Penjatuhan sanksi pelanggaran tata tertib
a. Teguran secara lisan dan;
b. Teguran tertulis, penjatuhan hukuman disiplin dalam bentuk;
1) pengisolasian;
2) pencabutan hak tertentu dalam waktu yang ditentukan.
4. Pemindahan deteni;
a. Pemindahan antar kamar sel;
b. Pemindahan antar rudenim;
c. Pemindahan dari rudenim ke tempat lain dan;
d. Pemindahan dari Rudenim ke Direktorat Jenderal Imigrasi
5. Penanganan kelahiran, kematian, pelanggaran, mogok makan, pemeriksaan,
kesehatan dan melarikan diri.
a. Kelahiran;
b. Kematian;
c. Pelanggaran;
d. Mogok makan;
e. Pemeriksaan kesehatan dan
f. Melarikan diri.
6. Pemulangan dan deportasi
a. Persiapan;
b. Pelaksanaan; dan
c. Pelaporan dan usulan penangkalan.

Terkait dengan Implementasi Norma Standar Rudenim dalam upaya Pencegahan


Konflik antar Deteni, maka penelitian difokuskan pada tahapan pendetensian; dan
pelayanan deteni, karena pada kedua tahapan ini lebih berpotensi menimbulkan
terjadinya konflik antar deteni dibandingkan pada tahapan penjatuhan sanksi pelanggaran
tata tertib; pemindahan deteni; penanganan kelahiran, kematian, pelanggaran, mogok
makan, pemeriksaan kesehatan dan melarikan diri; dan pemulangan dan deportasi.
Dilihat dari perspektif teori konflik, perlu diupayakan pencegahan konflik yaitu
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan
peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.10 Adapun pencegahan
konflik dapat dilakukan dengan upaya pertama, memelihara kondisi damai dalam
masyarakat; kedua, mengembangkan sistem penyelesaian secara damai; ketiga, meredam
potensi konflik; dan keempat, membangun sistem peringatan dini.
Variabel penelitian ini mengadopsi norma standar HAM dan juga pembatasan fokus
penelitian dengan melihat SOP Rudenim yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

10
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Pasal 1 butir 3.
6
Imigrasi sebagaimana penjelasan di atas. Adapun penjabarannya dalam tabel 4 berikut
ini.

Tabel 4
Adopsi Norma Standar HAM dan SOP Rudenim ke dalam Variabel Penelitian

NORMA/STANDAR HAM
NO. PROSEDUR VARIABEL PENELITIAN
INTERNASIONAL NASIONAL
1. Pendetensian
a. Penerimaan ICCPR Pasal 10, 13. UUD 1945 Pasal 28 G ayat (1) dan 1. Dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan
Prinsip 2, 4, 11, 13. (2) berdasarkan pada peraturan yang berlaku.
UU No. 39 Th. 1999 Pasal 34 2. Setiap deteni harus diperlakukan secara
manusiawi.
b. Registrasi Prinsip 10, 12, 14 3. Pemberitahuan alasan penempatan,
pencatatan dan pemberitahuan dalam bahasa
yang dimengerti.
c. Perawatan Prinsip 31 UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) 4. Memperhatikan kebutuhan fisik dan psikis
bagi deteni.
5. Memperhatikan deteni yang berkebutuhan
khusus (anak-anak, perempuan, cacat dan
lansia).
d. Penempatan Prinsip 1, 4, 8, 14, 16 Peraturan Dirjen Imigrasi No. F- 6. Non diskriminasi dan perlakuan khusus.
1002.PR.10 Tahun 2006 tentang 7. Pemisahan penempatan, jika diperlukan, atas
Tata Cara Pendetensian Orang dasar misalnya: status kebangsaan, ras, dan
Asing. agama.
8. Pemisahan berdasarkan jenis kelamin dan
satus keluarga.
9. Kapasitas orang per ruangan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.
e. Pengamanan ICCPR Pasal 9 ayat 1 UUD 1945 Pasal 28 G ayat (1) 10. Memberikan rasa aman, bebas dari segala
Prinsip 3, 6. UU No. 39 Th 1999 Psal 30 macam ancaman dan tindakan fisik dan
psikis.
2. Pelayanan Deteni
a. Persediaan air Pasal 12 ayat (1) UU No. 39 Th 1999 Pasal 9 ayat 11. Akses air bersih.
bersih ICESCR (3)
b. Penyediaan Pasal 11 ayat ayat (1) UU No. 39 Th 1999 Pasal 9 ayat 12. Ketersedian makanan dan minuman yang
makanan dan (3), Pasal 11 cukup.
minuman
c. Kesehatan dan 1. Pasal
UUD12 1945
ayat (1)
Pasal 28 H ayat (1) 13. Akses mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kebersihan ICESCR UU No. 39 Th 1999 Pasal 9 ayat 14. Kebersihan ruangan pendetensian.
2. Prinsip
(3) 22, 24, 26
3. Standard
Minimum Rules
For The
Treatment of
Prisoners: 24
d. Ibadah Pasal 18 ICCPR Pasal 28 E ayat (1) 15. Ketersediaan ruang beribadah.
16. Kebebasan menjalankan ibadah.
e. Kunjungan Prinsip 19, 29 UUD 1945 Pasal 28 F 17. Kesempatan untuk menerima kunjungan.
18. Ketersediaan tempat kunjungan.
19. Kebebasan melakukan komunikasi pada saat
kunjungan.
f. Penyegaran/hiburan Pasal 12 ayat (1) 20. Ketersediaan sarana hiburan.
ICESCR 21. Kesempatan mendapat dan melakukan
kegiatan yang bersifat hiburan.

Dari dua tahapan penanganan deteni di Rudenim yaitu pendetensian dan pelayanan
deteni seperti dijabarkan pada tabel 3 di atas, dapat diidentifikasi 21 komponen dari
beberapa hak, baik hak-hak sipil dan politik maupun hak ekonomi sosial dan budaya
yang perlu diimplementasikan dalam rangka melindungi dan memenuhi HAM deteni.
Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa aman dan ketentraman di Rudenim sehingga
potensi konflik yang ada di Rudenim dapat dicegah agar tidak terjadi kekerasan.
Pentingnya memenuhi HAM deteni khususnya pemenuhan hak dasar sangat berkaitan
7
erat dengan potensi konflik yang mungkin terjadi. Menurut Simon Fisher, konflik
merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan
posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salah satu pihak menghalangi
atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri-ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Menurut Simon
Fisher salah satu penyebab konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia(fisik,
mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi.11

G. Pre-finding Penelitian di Dua Provinsi (Kepulauan Riau dan Riau)


Penelitian di Provinsi Kepulauan Riau dan Riau dilakukan pada tanggal 17 s/d 22
Maret 2014, dimana kegiatan pengumpulan data dilakukan di Rudenim Tanjungpinang
dan Pekanbaru. Informasi diperoleh dari hasil wawancara dengan petugas Rudenim dan
staf IOM, serta pengisian kuesioner oleh deteni. Jumlah deteni yang mengisi kuesioner
adalah kurang lebih 10% dari jumlah keseluruhan deteni di masing-masing Rudenim.
Responden dari Rudenim Pekanbaru berjumlah 26 orang dan dari Rudenim
Tanjungpinang berjumlah 24 orang. Hasil penelitian sementara dari dua provinsi diuraikan
di bawah ini.

1. Tipologi konflik antar deteni yang terjadi dalam Rudenim


Dari pandangan petugas Rudenim, secara umum, konflik antar deteni yang terjadi
dalam Rudenim bersifat “kecil”, yaitu hanya sebatas persinggungan beberapa deteni
seperti adanya pertengkaran dalam pemakaian fasilitas. Contohnya di Pekanbaru adalah
penggunaan fasilitas untuk memasak, di Tanjungpinang para deteni saling berebut
dalam penggunaan sarana olahraga dan kamar mandi. Namun tidak ada permasalahan
antar deteni yang sampai menimbulkan konflik yang besar (menggunakan kekerasan).
Menurut petugas Rudenim dan staf IOM, kondisi yang dialami deteni yang justru
menimbulkan keresahan adalah proses menunggu status pengungsi dan penempatan ke
negara ketiga. Proses ini dilakukan oleh lembaga PBB yang mengurusi masalah
pengungsi yaitu UNHCR.
Tidak adanya konflik antar deteni di Rudenim juga dapat diketahui dari
pandangan deteni, dimana sebagian besar menyatakan tidak pernah mengalami konflik
selama berada di Rudenim. Pandangan ini dapat dilihat dari hasil pengisian kuesioner di
bawah ini.

Tabel 1:
Pengalaman Deteni yang Mengalami Konflik

Pertanyaan: Jawaban
Apakah pernah mengalami konflik Kepri Riau
Ya 10 4
Tidak 14 22
Jumlah 24 26

11
Simon Fisher dkk, Mengelola Konflik Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak (British Counsil,
Indonesia, Jakarta, 2001), hlm 10.
8
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya konflik antar deteni beragam baik
dikarenakan fasilitas di Rudenim yang kurang, permasalahan
politik/suku/agama/ras/yang terjadi di negara asal, kondisi psikis yang stres, maupun
sebab lainnya yang dapat merupakan kombinasi diantara faktor-faktor tersebut.

Tabel 2:
Faktor pendorong terjadinya konflik antar deteni

Pertanyaan: Jawaban
Faktor apa saja yang mendorong terjadinya konflik antar deteni Kepri Riau
Fasilitas yang kurang 2 7
Perlakuan petugas yang tidak manusiawi 8 -
Permasalahan politik/suku/agama/ras yang terjadi di negara asal 1 3
Stres 1 4
Lainnya 4 10
Tidak menjawab 8 2
Jumlah 24 26

Meskipun secara umum tidak ada konflik besar yang terjadi di dua Rudenim
tersebut, ternyata ada beberapa kondisi yang berpotensi menimbulkan konflik besar
antar deteni. Petugas Rudenim di Tanjungpinang dan Pekanbaru mengamati beberapa
persoalan yang berpotensi menimbulkan konflik adalah: (1) perbedaan status
kewarganegaraan khususnya antara Iran dan Afghanistan (pernah terjadi di
Tanjungpinang) (2) perbedaan aliran dalam agama (misalnya antara Islam Sunni
dengan Islam Syiah; (3) over kapasitas yang berkaitan dengan penempatan deteni di
ruang pendetensian (sel/blok/kamar); (4) perlakuan petugas yang tidak sama kepada
deteni termasuk perbedaan standar makan bagi imigratoir dan imigran ilegal; (5)
ketidaksukaan satu kelompok deteni atas kelompok deteni lainnya apabila ada satu
kelompok deteni melakukan demonstrasi dimana demonstrasi tersebut tidak sesuai
dengan aturan yang dikeluarkan oleh UNHCR, sehingga dapat berdampak pada
pembatalan atau pemunduran jadwal kedatangan petugas UNHCR.

2. Keterkaitan implementasi norma standar Rudenim dengan konflik yang terjadi di


Rudenim
Keberadaan orang asing di Rudenim bisa dikatakan sebagai sebuah dilema bagi
negara Indonesia. Disatu sisi keberadaan orang asing di Indonesia memang harus
diawasi sebab apabila tidak dilakukan pengawasan bisa membahayakan kedaulatan dan
ketahanan bangsa Indonesia mengingat sekarang ini sangat marak sekali kejahatan
transnasional yang atau tindak pidana transnasional, seperti perdagangan orang,
penyelundupan manusia, dan tindak pidana narkotika yang banyak dilakukan oleh
sindikat kejahatan internasional yang terorganisasi.12 Di sisi lain pemerintah Indonesia
sebagai bagian dari masyarakat internasional dan pergaulan internasional, ada kaidah-
kaidah atau norma-norma internasional baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
harus ditaati dan dalam konteks penempatan deteni di Rudenim pemerintah Indonesia
memiliki kewajiban moral untuk melindungi dan memenuhi hak asasi manusia para
deteni baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi sosial budaya. Hal ini didasari

12
Hendra Setiawan, Efektivitas Pengawasan Orang Asing Pada Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Klas
I Samarinda, Jurnal Universitas Brawijaya diunduh dari hukum.ub.ac.id/wp.../Jurnal-Hendra-
Setiawan.pdf diakses tanggal 13 Februari 2014.
9
pada bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia
dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Karena sifatnya Universal tersebut
maka membawa konsekuensi bahwa negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak
melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut
persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung
jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam
jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun.
Menurut pandangan petugas Rudenim, hak-hak para deteni diperhatikan dengan
baik. Sesuai dengan tugas dan fungsi yang diemban oleh para petugas Rudenim,
perlakuan yang diberikan kepada deteni sudah sesuai dengan prosedur yang ada.
Meskipun menghadapi beberapa kendala dalam pelaksanaan tugas, petugas selalu
berupaya memenuhi hak-hak para deteni.
a. Pendetensian
Tahapan pendetensian meliputi penerimaan di Rudenim, registrasi, perawatan,
penempatan, dan pengamanan.
1) Penerimaan di Rudenim
Proses penerimaan deteni di Rudenim didasarkan pada surat yang dikeluarkan
oleh kantor imigrasi. Sesuai dengan prosedur yang berlaku, para deteni diterima
oleh petugas di Sub Bagian Registrasi, Administrasi dan Laporan dan
diperlakukan dengan memperhatikan hak-hak dasarnya.
Menurut pandangan deteni di Tanjungpinang dan Pekanbaru, berdasarkan
pengisian hasil kuesioner, sebagian besar menyatakan proses penerimaan
dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku dan juga secara manusiawi.

2) Registrasi
Pada tahapan pendetensian, secara umum petugas akan memberikan informasi
tentang hak, kewajiban, dan larangan bagi deteni. Informasi akan diberikan dalam
bahasa yang dimengerti oleh deteni dengan bantuan penerjemah dari deteni yang
sudah lebih dahulu berada di Rudenim. Sementara itu pada proses registrasi,
petugas tidak selalu menginformasikan tentang alasan penempatan imigran ilegal
di Rudenim. Menurut petugas Rudenim Pekanbaru, pemberitahuan ini bukanlah
merupakan suatu keharusan karena proses ini sudah dilakukan pada saat imigran
ilegal diproses di kantor imigrasi melalui pembuatan Berita Acara Pemeriksaan.

Informasi petugas tersebut juga dikuatkan pandangan deteni dimana sebagian


besar menyatakan diberitahu alasan penempatan dan pencatatan dengan bahasa
yang dimengerti, namun ada juga sebagian kecil yang tidak mendapat informasi
tentang hal tersebut. Berbeda dengan di Tanjungpinang dimana petugas Rudenim
pada saat penerimaan Imigran Ilegal baik dari pihak kepolisian maupun pihak
kantor imigrasi selalu memberitahukan alasan penempatan dan pencatatan kepada
para imigran walaupun dengan bahasa seadanya namun yang penting adalah para
deteni tersebut mengetahui dan memahami mengapa para imigran tersebut
ditempatkan di Rudenim dan pentingnya dicatatkan dalam bagian register
mengenai data-data deteni yang bersangkutan.

3) Perawatan
Petugas juga akan memperhatikan kebutuhan fisik dan psikis deteni pada proses
awal pendetensian, termasuk kebutuhan khusus bagi anak-anak, perempuan,
orang cacat dan lansia.

10
Pendapat yang sama hampir dinyatakan oleh sebagian deteni di Tanjungpinang
dan Pekanbaru. Namun ada juga sebagian kecil deteni khususnya di Pekanbaru,
menyatakan kondisi fisik dan psikis pada saat awal pendetensian tidak
diperhatikan.
Penjelasan atas perbedaan pendapat ini dapat disebabkan karena waktu
kedatangan para deteni ke Rudenim dapat terjadi di luar jam kerja petugas
(misalnya malam hari), sehingga petugas belum fokus pada perawatan fisk dan
psikis deteni, karena jumlah petugas yang berjaga pada saat itu terbatas.

4) Penempatan
Proses selanjutnya yaitu penempatan deteni di ruang pendetensian dilakukan
pemisahan jika memang dibutuhkan, seperti atas dasar status kebangsaan, ras, dan
agama. Kondisi ini jelas terlihat di Rudenim Tanjungpinang. Sementara dalam
praktiknya di Rudenim Pekanbaru, deteni dari berbagai negara dapat berbaur
dengan baik tanpa menimbulkan rasa cemas akan terjadinya konflik. Dalam satu
blok yang terdiri dari beberapa sel, dapat ditempati deteni dari berbagai negara
meskipun penempatan dalam sel tetap didasarkan atas kesamaan warga negara.
Petugas selalu memberikan pemahaman kepada semua deteni bahwa perlakuan
yang akan diberikan petugas adalah sama (tidak ada perbedaan/diskriminasi).
Namun demikian akan tetap diperhatikan kebutuhan bagi deteni yang sudah
berkeluarga, yang akan ditempatkan pada blok/ruangan khusus.

Pandangan yang hampir sama tentang penempatan juga dinyatakan oleh deteni di
Rudenim Tanjungpinang dan Pekanbaru bahwa: (1) sebagian besar diperlakukan
secara sama oleh petugas; (2) tidak terdapat pemisahan penempatan imigran atas
dasar status kebangsaan, ras, dan agama khususnya di Tanjungpinang yang
berbeda dengan Pekanbaru; (3) terdapat pemisahan imigran berdasarkan jenis
kelamin dan status perkawinan, meskipun ada juga yang berpendapat tidak; dan
yang paling penting memang (4) sebagian besar deteni tidak merasa nyaman dan
merasa tidak sesuai kebutuhan atas kondisi ruang pendetensian yang ditempati.
Berdasarkan pengamatan, hal ini diakibatkan karena kondisi over capacity di
Rudenim. Akibat over capaity ini, di Rudenim Pekanbaru deteni khususnya yang
sudah berkeluarga harus ditempatkan di tenda-tenda yang dibangun di atas
lapangan futsal. Pada saat pengumpulan data dilakukan, jumlah penghuni
Rudenim Pekanbaru adalah 233 orang, sementara kapasitasnya adalah 114 orang.
Sedangkan penghuni Rudenim Tanjungpinang 329 orang, sedangkan
kapasitasnya adalah 400 orang.

5) Pengamanan
Dari sisi pengamanan para deteni di ruang pendetensian, petugas menerapkan
konsep social security yaitu dengan melakukan pendekatan dan pemberian
pemahaman tentang apa yang menjadi keinginan dan tujuan sehingga mereka
berada sementara di Indonesia. Berdasarkan hasil observasi, memang petugas
tidak “mengekang” deteni di sel/blok yang membatasi kebebasan bergeraknya.
Para deteni dapat dengan bebas berkomunikasi baik dengan deteni lainnya
maupun dengan petugas, dan melakukan aktivitas lainnya di dalam lingkungan
Rudenim. Namun demikian, kegiatan penjagaan di sekitar Rudenim tetap
dilakukan melalui petugas piket yang telah dijadwalkan setiap hari. Kegiatan
11
pengamanan lingkungan Rudenim Pekanbaru juga dibantu oleh polisi dari
kepolisian setempat sebanyak satu orang pada setiap tahapan penjagaan.
Sedangkan di Rudenim Tanjungpinang dibantu oleh petugas keamanan dari pihak
IOM. Pengamanan ketat juga akan diberlakukan terhadap deteni yang mencoba
melarikan diri, melalui proses pengisolasian dalam sel.

Pada pelaksanaan tugas pengamanan deteni, konsep pengamanan juga meliputi


pengamanan terhadap mobilitas deteni yang akan keluar dari Rudenim untuk
kepentingan tertentu, seperti: (1) pemeriksaan kesehatan lanjutan; (2) rawat inap;
(3) melaksanakan kegiatan keagamaan; (4) pendeportasian deteni; (5)
pemindahan deteni ke community house; dan (6) pemulangan deteni.

Menurut pandangan deteni, di Pekanbaru sebagian besar deteni merasa aman,


bebas dari segala macam ancaman dan tindakan kekerasan fisik dan psikis, dan
sebagian lain tidak demikian.

b. Pelayanan Deteni
Pada proses pelayanan deteni terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(sandang, pangan, kesehatan dan hiburan) sebagian besar dibiayai dari IOM. Rudenim
hanya dapat berperan sebatas penyediaan sarana dan prasarana seperti air bersih, klinik
berobat, tempat kunjungan dan beberapa lapangan olah raga.
1) Persediaan air bersih
Akses air bersih tersedia dengan baik di Rudenim Tanjungpinang dan Pekanbaru.
Di Rudenim Tanjungpinang, di setiap blok terdapat tempat penampungan air
bersih, bahkan ada satu penampungan air berkapasitas besar yang terletak di
halaman belakang Rudenim. Hanya sebagian kecil deteni yang merasa tidak
terdapat akses air bersih.

2) Penyediaan makanan dan minuman


Di Rudenim Pekanbaru, kebutuhan bahan makanan diberikan oleh petugas
Rudenim berdasarkan menu yang diajukan oleh deteni dari dana yang diberikan
oleh IOM. Para deteni sendirilah yang mengolah dan memasak di tempat-tempat
tertentu yang telah disediakan di dalam wilayah Rudenim Pekanbaru. Kegiatan
mengolah dan memasak makanan tersebut dilaksanakan secara bergantian dan
terbagi sesuai dengan kelompok kebangsaan mereka masing-masing. Hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan budaya, kebiasaan dan kebutuhan, juga demi
meminimalkan timbulnya ketidaksesuaian kebutuhan dan selera diantara mereka.
Selain bahan masakan yang diberikan oleh petugas Rudenim, deteni juga
memperoleh bahan makanan tambahan yang diberikan langsung oleh IOM
kepada para deteni, yaitu berupa roti, susu, dan buah-buahan.

Sementara di Rudenim Tanjungpinang, semua kebutuhan makan dan minum


deteni (makanan, susu, buah, roti, dan minuman) telah disediakan oleh IOM
dalam bentuk siap saji dan disesuaikan dengan kebutuhan para deteni.

Dari pandangan deteni di Tanjungpinang dan Pekanbaru, sebagian deteni yang


menyatakan bahwa jenis makanan yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan
deteni baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

12
Informasi tentang penyediaan makanan dan minuman ini didapat dari deteni yang
berstatus sebagai imigran ilegal, karena pada saat pengumpulan data tidak
terdapat deteni dengan status imigratoir di Pekanbaru. Dengan demikian belum
dapat diketahui pandangan imigratoir terhadap hal ini. Sebenarnya penting untuk
diketahui adanya perbedaan standar makanan yang diberikan kepada imigran
ilegal dan imigratoir, karena kondisi ini juga rentan memicu konflik. Sebagai
gambaran, standar biaya makan untuk imigran ilegal yang diberikan IOM di
Rudenim Pekanbaru dan Tanjungpinang adalah Rp.35.000,- yang berbeda dengan
standar biaya makan bagi imigratoir sebesar Rp.20.000,- di Pekanbaru dan
Rp.15.000,- di Tanjungpinang. Salah satu cara untuk mencegah konflik akibat
perbedaan standar biaya makan adalah dengan cara berbagi antara imigran ilegal
dan imigratoir seperti yang terjadi di Tanjungpinang.

3) Kesehatan dan kebersihan


Akses kesehatan yang dapat diperoleh oleh deteni adalah pelayanan kesehatan
baik fisik maupun psikis. Pelayanan kesehatan bagi imigratoir disediakan oleh
Rudenim dengan dana DIPA, sedangkan pelayanan kesehatan bagi imigran ilegal
disediakan oleh IOM. Di Rudenim Pekanbaru, pelayanan kesehatan bagi imigran
ilegal dengan bantuan dana IOM diberikan sebanyak tiga kali dalam seminggu
yaitu pada hari senin, rabu dan jumat pada pukul 13.00-16.00. IOM menunjuk
tenaga medis dari Klinik Herlinda, dimana tenaga medis yang diperbantukan
terdiri dari dokter umum dan perawat. Jika ada deteni yang memerlukan dokter
spesialis maka akan dirujuk ke RS Safira yang telah bekerjasama dengan IOM.
Deteni yang berkebutuhan khusus, akan diperlakukan secara khusus dan juga
dianjurkan untuk dipindahkan ke community house. Pelayanan khusus yang
pernah dilakukan adalah terhadap deteni yang cacat fisik dan mental serta ibu
hamil yang dipindahkan ke community house.

Deteni di Rudenim Tanjungpinang mendapatkan pelayanan kesehatan setiap hari


pada jam 09.00-11.00 WIB dan jam 14.00-16.00 WIB. Fasilitas kesehatan
tersedia di dalam Rudenim berupa poliklinik umum dan gigi. Apabila deteni
membutuhkan penanganan khusus dokter spesialis yang tidak dapat ditangani
oleh dokter poliklinik, akan dirujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk dengan
dikawal oleh petugas Rudenim. Namun pelayanan ini hanya dapat diakses bagi
imigran ilegal, bukan imigratoir. Sementara obat-obatan yang tersedia dari dana
DIPA Rudenim terbatas. Ada juga persoalan yang perlu mendapat perhatian
adalah apabila imigran ilegal yang baru ditempatkan di Rudenim belum terdaftar
di IOM, sehingga belum dapat mengakses pelayanan kesehatan, padahal yang
bersangkutan membutuhkan pelayanan kesehatan pada saat itu.

Untuk menjaga kebersihan lingkungan Rudenim, khususnya tempat pendetensian


deteni, petugas Rudenim Pekanbaru membuat jadwal piket untuk membersihkan
lingkungan Rudenim. Juga dilakukan fogging (penyemprotan) untuk mencegah
timbulnya penyakit deman berdarah, dimana pelaksanaannya berkoordinasi
dengan IOM. Sedangkan di Rudenim Tanjungpinang, tugas membersihkan
lingkungan Rudenim dilakukan oleh petugas kebersihan yang disediakan oleh
IOM.

13
Menurut pandangan deteni, tidak semua deteni mendapatkan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhannya. Sementara itu, sebagian besar deteni merasa
ruang pendetensian bersih.
Berdasarkan hasil observasi di Rudenim Pekanbaru, deteni kurang melakukan
upaya menjaga kebersihan ruang pendetensian. Kondisi ini diindikasikan dari
masih banyaknya serangga (lalat) dan aroma yang kurang sedap di sekitar
ruangan pendetensian.

4) Ibadah
Fasilitas ibadah di Rudenim Tanjungpinang dan Pekanbaru hanya berupa ruang
ibadah kecil untuk deteni yang beragama Islam (mushola). Sehingga untuk
memfasilitasi kegiatan ibadah para deteni khusus di Pekanbaru, selain dilakukan
ibadah sholat lima waktu bagi para pencari suaka dan deteni yang beragama Islam
di dalam Rumah Detensi Imigrasi, dilaksanakan pula kegiatan-kegiatan ibadah
keagamaan lainnya diluar wilayah Rumah Detensi Imigrasi.

5) Kunjungan
Petugas Rudenim tidak membatasi kebebasan deteni untuk menerima kunjungan
dan melakukan komunikasi pada saat kunjungan. Deteni juga dibebaskan untuk
menerima tamu di ruang kunjungan yang terletak di tengah-tengah ruang kantor.
Pendapat yang sama juga diutarakan oleh deteni di Pekanbaru, dimana hanya
sebagian kecil saja yang merasa tidak berkesempatan menerima kunjungan.
Namun pendapat yang berbeda didapat dari deteni di Tanjungpinang, walaupun
sebenarnya di Rudenim Tanjungpinang disediakan ruang kunjungan yang cukup
besar. Hal ini mungkin dikarenakan ketidaktahuan deteni akan fungsi ruangan
tersebut.

6) Penyegaran/hiburan
Petugas Rudenim mengkoordinasikan kegiatan penyegaran/hiburan bagi deteni.
Para deteni di Rudenim Pekanbaru memiliki kesempatan untuk berenang yang
dijadwalkan dua kali dalam seminggu, dengan bantuan dana IOM. Kegiatan
hiburan lain yang dapat dinikmati adalah menonton hiburan melalui TV,
membaca di miny library, dan berolahraga badminton, volly, dan futsal.
Sayangnya, untuk kegiatan futsal tidak dapat lagi dilakukan pada saat ini karena
lapangan digunakan untuk tenda penampungan para deteni akibat over capacity.

Menurut pandangan deteni di Pekanbaru, sebagian besar menyatakan terdapat


sarana hiburan di dalam Rudenim dan memiliki kesempatan untuk melakukan
kegiatan yang bersifat hiburan. Pendapat berbeda didapat daeri deteni
Tanjungpinang, dimana sebagian besar deteni menyatakan tidak tersedia sarana
dan kesempatan untuk mendapatkan hiburan. Hal ini dikarenakan tidak semua
deteni memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat hiburan atau berolahraga.
Misalnya pada kegiatan berenang, akan dipilih deteni yang sangat membutuhkan
dengan pertimbangan tingkat kejenuhan yang dihadapi oleh deteni.

Pandangan deteni secara lengkap terhadap implementasi norma standar Rudenim


di Tanjungpinang dan Pekanbaru pada tahapan pendetensian dan pelayanan deteni
dapat dilihat pada lampiran makalah ini (tabel 3).

3. Upaya pencegahan konflik antar deteni


14
Pencegahan konflik dapat dilakukan dengan upaya (1) memelihara kondisi damai
dalam masyarakat; (2) mengembangkan sistem penyelesaian secara damai; (3)
meredam potensi konflik; dan (4) membangun sistem peringatan dini. Beberapa upaya
yang dilakukan oleh petugas Rudenim di Tanjungpinang dan Pekanbaru untuk
mencegah konflik antar deteni adalah sebagai berikut:
a. Memelihara kondisi damai dalam Rudenim
 Membuka komunikasi antar deteni dengan petugas baik langsung maupun tidak
langsung (dengan menulis dan menyampaikan surat).
 Komunikasi yang terjalin tidak semata-mata dilaksanakan langsung kepada
pimpinan Rudenim, namun ada jenjang sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi deteni. Pimpinan Rudenim menekankan pentingnya komunikasi
langsung kepada pimpinan, manakala membutuhkan keputusan penting yang
harus diambil terhadap situasi penting yang sedang dihadapi. Pimpinana Rudenim
terlebih dahulu melakukan sosialisasi tentang jenjang birokrasi yang harus dilalui
oleh para deteni untuk mengkomunikasikan persoalan yang dihadapi. Tidak
semua persoalan harus diselesaikan melalui pimpinan, melainkan dapat
diselesaikan oleh petugas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pimpinan
Rudenim pun mendelegasikan kewenangan kepada bawahan untuk
menyelesaikan masalah yang muncul kepada bawahannya, namun tetap
memberikan arahan dalam keputusan yang dibuat oleh bawahannya.
 Merespon dengan cepat setiap keluhan yang disampaikan secara langsung
maupun tidak langsung (melalui surat)
 Memberikan pemahaman kepada deteni bahwa perlakuan yang diberikan kepada
semua deteni adalah sama (tidak ada perbedaan). Pemahaman lain yang diberikan
Kepala Rudenim kepada deteni adalah tentang mengapa deteni berada di
Rudenim, apa yang menjadi keinginan dan tujuan sehingga mereka berada
sementara di Indonesia. Para deteni sesungguhnya memiliki keinginan yang
sama, yaitu ingin ditempatkan ke negara ketiga. Jadi selama berada di Rudenim,
Kepala Rudenim meminta kepada para deteni untuk mematuhi peraturan yang
berlaku di Indonesia.
 Memanfaatkan kegiatan yang bersifat hiburan untuk menekan tingkat stres dan
kejenuhan para deteni, misalnya dengan kegiatan berenang di luar Rudenim.
 Pimpinan Rudenim memberikan sertifikat kepada para deteni yang berkelakuan
baik, seperti yang dipraktikan di Rudenim Tanjungpinang. Sertifikat berguna
sebagai salah satu pertimbangan untuk memperoleh status pengungsi dan sebagai
pertimbangan negera ketiga untuk dapat menerima pengungsi di negeranya
karena berkelakuan baik.

b. Mengembangkan sistem penyelesaian secara damai


 Mengikutsertakan perwakilan deteni yang dihormati dari kelompok negara yang
berkonflik untuk membantu menyelesaikan permasalahan. Jika masing-masing
perwakilan dapat mendiskusikan dan menyelesaikan konflik yang terjadi di antara
warga negara yang sama maupun antar warga negara, maka persoalan tidak akan
disampaikan kepada petugas Rudenim.
 Petugas Rudenim akan meminta kedua belah pihak yang berkonflik untuk
berdamai dan jika diperlukan meminta kedua belah pihak membuat surat
pernyataan untuk tidak mengulagi perbuatan yang dapat menimbulkan konflik.
 Kepala Rudenim melibatkan petugas kepolisian untuk menjelaskan aturan hukum
yang mungkin dilanggar oleh deteni. Dengan demikian, para deteni mengerti akan
15
tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan konsekuensi yang dihadapi apabila
melakukan perbuatan melanggar hukum.

c. Meredam potensi konflik


 Konsistensi pimpinan Rudenim.
Untuk menghindari kerisauan deteni, maka penting adanya konsistensi antara
ucapan dan tindakan yang diambil terhadap deteni, artinya segala ucapan yang
diinformasikan kepada deteni seperti tentang jadwal pemindahan ataupun
keberangkatan ke negara ketiga akan selalu diinformasikan dan ditepati untuk
dilaksanakan.
 Memperlakukan deteni secara sama

d. Membangun sistem peringatan dini


 Memanggil perwakilan deteni dari setiap negara untuk mengkomunikasikan
persoalan yang muncul kepada petugas.
 Di Rudenim Tanjungpinang, dipasang CCTV di setiap sudut ruangan.

Salah satu aspek penting dalam upaya pencegahan konflik di Rudenim adalah peran
serta dari petugas Rudenim. Ada dua hal yang perlu diperhatikan:
 Kesiapan petugas dalam menjalankan tugas dan fungsi di Rudenim. Terkait dengan
hal ini, apakah petugas yang akan ditempatkan di Rudenim sudah mengetahui atau
mendapat informasi tentang tugas dan fungsi yang harus dilaksanakannya;
 Kemampuan petugas untuk menangani deteni di Rudenim. Pelaksanaan tugas di
Rudenim sangat berbeda sekali dengan pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian
lainnya yang lebih banyak melakukan pelayanan publik di bidang keimigrasian.
Selain harus memiliki kemampuan manajerial, seorang petugas di Rudenim juga
dituntut untuk siap siaga dalam menjaga keamanan Rudenim. Selain itu juga
dibutuhkan kemampuan petugas untuk memberikan pemahaman dan pendekatan
serta melakukan komunikasi kepada deteni.

Selain peran petugas, juga perlu dirancang mekanisme pemberdayaan deteni dalam
rangka pencegahan konflik, artinya menumbuhkan kesadaran secara mandiri kepada
deteni, bahwa deteni berperan serta untuk menjaga situasi kondusif dan bertanggung
jawab apabila terjadi konflik.

16
Tabel 3:
Implementasi Norma Standar Rudenim

JAWABAN
Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Riau
NO. PERTANYAAN PENELITIAN Ya Tidak Lainnya Ya Tidak Lainnya
(mohon (mohon
sebutkan) sebutkan)
PENDETENSIAN
Penerimaan
1. Penerimaan saudara di Rudenim dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan berdasarkan pada peraturan yang berlaku. 20 3 - 26 - -
2. Diperlakukan secara manusiawi pada saat proses penerimaan di Rudenim. 21 1 - 20 4 2
Registrasi
3. Pada proses registrasi, diberitahukan alasan penempatan dan pencatatan dengan bahasa yang dimengerti. 21 2 - 20 6 -
Perawatan
4. Pada proses pendetensian, petugas memperhatikan kebutuhan fisik dan psikis saudara. 14 8 - 17 6 -
5. Pada proses pendetensian, petugas memperhatikan deteni yang berkebutuhan khusus seperti anak-anak, perempuan, 17 1 14 11 1
orang cacat dan lansia.
Penempatan
6. Pada proses penempatan, para deteni diperlakukan secara sama oleh petugas (non diskriminasi) 17 5 - 17 9 -
7. Terdapat pemisahan penempatan imigran, atas dasar misalnya: status kebangsaan, ras, dan agama. 14 9 - 4 21 -
8. Terdapat pemisahan penempatan imigran berdasarkan jenis kelamin dan satus perkawinan. 15 9 - 19 7 -
9. Kondisi ruangan pendetensian yang saudara tempati terasa nyaman dan sesuai kebutuhan. 8 14 - 10 16 -
Pengamanan
10. Selama berada di dalam Rudenim, saudara merasa aman, bebas dari segala macam ancaman dan tindakan kekerasan 16 7 - 15 9 2
fisik dan psikis.
PELAYANAN DETENI
Persediaan air bersih
11. Terdapat akses air bersih. 19 5 - 20 3 3
Penyediaan makanan dan minuman

17
12. Jenis makanan yang tersedia sesuai dengan kebutuhan saudara 14 10 - 18 6 2
Kuantitas makanan yang tersedia mencukupi 12 12 - 14 7 2
Kualitas makanan yang tersedia mencukupi 11 11 - 13 7 1
Kesehatan dan kebersihan
13. Saudara mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan 14 8 - 16 8 2
14. Ruangan pendetensian bersih 13 10 - 19 6 1
Ibadah
15. Tersedia tempat untuk beribadah. 9 13 - 11 12 -
16. Dapat menjalankan ibadah dengan bebas. 19 5 - 21 4 -
Kunjungan
17. Memiliki kesempatan untuk menerima kunjungan. 4 16 - 21 1 -
18. Tersedia tempat kunjungan di dalam Rudenim. 3 15 - 8 14 -
19. Kebebasan melakukan komunikasi pada saat kunjungan. 4 11 - 18 2 -
Penyegaran/Hiburan
20. Tersedia sarana hiburan. 7 16 - 21 1 2
21. Memiliki kesempatan mendapat dan melakukan kegiatan yang bersifat hiburan. 9 14 - 20 1 2

Catatan:
Jumlah responden dari Rudenim Tanjungpinang sebanyak 24 deteni dan Pekanbaru sebanyak 26 deteni. Namun ada deteni yang tidak menjawab kuesioner di beberapa
pertanyaan/pernyataan.

18

Anda mungkin juga menyukai